bab ii landasan pustaka 2.1 2.1.1 1. pengertian pasar modaleprints.mercubuana-yogya.ac.id/142/3/bab...
TRANSCRIPT
BAB II
LANDASAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Pasar Modal
1. Pengertian Pasar Modal
Menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, yang
dimaksud dengan pasar modal adalah segala kegiatan yang bersangkutan dengan
penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan
dengan efek yang diterbitkan, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan
efek. Pasar modal dipandang sebagai salah satu sarana untuk mempercepat
akumulasi dana bagi pembiayaan pembangunan melalui mekanisme pengumpulan
dana dari masyarakat dan menyalurkan dana tersebut ke sektor-sektor yang
produktif.
Dalam arti sempit, pasar modal adalah suatu pasar (tempat, berupa gedung)
yang disiapkan guna memperdagangkan saham-saham, right issue dan sejenis
surat berharga lainnya dengan memakai jasa para perantara perdagangan efek.
Secara formal pasar modal didefinisikan sebagai pasar untuk berbagai instrumen
keuangan (sekuritas) jangka panjang yang bisa diperjual belikan dalam bentuk
hutang maupun modal sendiri, baik yang diterbitkan oleh pemerintah, public
authorities, maupun swasta (Suad Husnan dan Eny Pudjiastuti, 2002 dalam
Verawati, 2014).
12
13
Menurut Eduardus Tandelilin (2001), Beberapa sekuritas yang umumnya
diperdagangkan di pasar modal antara lain :
1. Saham merupakan surat bukti kepemilikan atas aset-aset perusahaan yang
menerbitkan saham.
2. Obligasi merupakan sekuritas yang memberikan pendapatan dalam jumlah
tetap kepada pemiliknya.
3. Reksadana (mutual fund) adalah sertifikat yang menjelaskan bahwa pemiliknya
menitipkan sejumlah dana kepada perusahaan reksadana, untuk digunakan
sebagai modal berinvestasi baik di pasar modal maupun pasar uang.
4. Instrument derivative adalah sekuritas yang nilainya merupakan turunan dari
sekuritas lain, sehingga nilai instrument derivative sangat bergantung dari
harga sekuritas lain yang ditetapkan sebagai patokan. Berbagai macam
instrumen derivatif antara lain:
1. Waran
Opsi yang diterbitkan oleh perusahaan untuk membeli saham dalam jumlah
dan harga yang telah ditentukan dalam jangka waktu tertentu.
2. Right issue
Turunan dari saham yang memberikan hak bagi pemiliknya untuk membeli
sejumlah saham baru yang dikeluarkan oleh perusahaan dengan harga
tertentu.
3. Opsi
Hak untuk menjual atau membeli sejumlah saham tertentu pada harga yang
telah ditentukan.
14
4. Saham Bonus.
Perusahaan menerbitkan saham bonus yang akan dibagikan kepada
pemegang saham lama.
Definisi lain pasar modal menurut Jogiyanto (2010) merupakan tempat
bertemu antara pembeli dan penjual dengan resiko untung dan rugi. Kebutuhan
dana jangka pendek umumnya diperoleh di pasar uang (misalnya bank komersial).
Pasar modal merupakan sarana perusahaan untuk meningkatkan kebutuhan dana
jangka panjang dengan menjual saham atau mengeluarkan obligasi.
2. Jenis-jenis Pasar Modal
Menurut Brigham dan Houston (2006), Pasar modal terbagi dalam dua jenis
yaitu:
1. Pasar Perdana (Primary Market)
Pasar perdana (primary market) adalah pasar di mana perusahaan
memperoleh modal baru. Pasar perdana merupakan tempat penawaran saham
pertama kali dari emiten kepada para pemodal selama waktu yang ditetapkan
oleh pihak penerbit (issuer) sebelum saham tersebut diperdagangkan di pasar
sekunder. Biasanya dalam jangka waktu sekurang-kurangnya 6 hari kerja.
Harga saham di pasar perdana ditentukan oleh penjamin emisi dan
perusahaan yang go public berdasarkan analisis fundamental perusahaan yang
bersangkutan. Dalam pasar perdana, perusahaan akan memperoleh dana yang
diperlukan. Perusahaan dapat menggunakan dana hasil emisi untuk
15
mengembangkan dan memperluas barang modal untuk memproduksi barang
dan jasa. Harga saham pasar perdana tetap, pihak yang berwenang adalah
penjamin emisi dan pialang, tidak dikenakan komisi dengan pemesanan yang
dilakukan melalui agen penjualan.
2. Pasar Sekunder (Secondary Market)
Pasar sekunder adalah pasar di mana sekuritas yang telah beredar
diperdagangkan di antara para investor. Pasar sekunder merupakan tempat atau
sarana transaksi jual-beli antar investor dan harga dibentuk oleh investor
melalui perantara efek. Dengan adanya pasar sekunder para investor dapat
membeli dan menjual efek setiap saat.
Di pasar sekunder terbentuklah harga pasar karena harga ditentukan
oleh tawaran jual dan tawaran beli dari pasar investor yang disebut order
driven market. Dengan adanya pasar sekunder, investor dapat melakukan
perdagangan sekuritas untuk mendapatkan keuntungan (Mohamad Samsul:
2006).
3. Manfaat Pasar Modal
Menurut Mohamad Samsul (2006:43) manfaat pasar modal dapat dilihat
dari tiga sudut pandang yaitu:
1. Sudut pandang emiten
a. Sarana untuk mencari dana lebih besar dengan biaya yang lebih murah.
16
b. Memperbaiki struktur pemodalan perusahaan karena perusahaan memiliki
modal sendiri yang lebih tinggi dibandingkan dengan utang. Sehingga
ketergantungan modal pinjaman dari perbankan semakin berkurang.
c. Manajemen perusahaan yang tertutup menjadi manajemen yang terbuka
sehingga menguntungkan bagi pemegang saham karena lebih transparan.
d. Memperluas jaringan bisnis baik dengan perusahaan domestik maupun
perusahaan luar negeri.
2. Sudut Pandang Masyarakat
a. Sarana yang terbaik untuk investasi dengan jumlah yang tidak terlalu besar
bagi kebanyakan masyarakat.
b. Nilai investasi berkembang mengikuti pertumbuhan yang tercermin pada
meningkatnya harga saham yang menjadi capital gain.
c. Dapat sekaligus melakukan investasi dalam beberapa instrument untuk
memperkecil risiko secara keseluruhan dan memaksimumkan keuntungan.
3. Sudut Padang Pemerintah
a. Sebagai sumber pembiayaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), sehingga
tidak tergantung lagi pada subsidi dari pemerintah.
b. Manajemen badan usaha menjadi lebih baik, manajemen di tuntut untuk
lebih profesional.
c. Meningkatkan pendapatan dari sektor pajak, penghematan devisa bagi
pembiayaan pembangunan serta memperluas kesempatan kerja.
17
2.1.2 Saham
1. Pengertian Saham
Saham merupakan surat bukti kepemilikan atas aset-aset perusahaan yang
menerbitkan saham. Dengan memiliki saham suatu perusahaan, maka investor
akan mempunyai hak terhadap pendapatan dan kekayaan perusahaan, setelah
dikurangi dengan pembayaran semua kewajiban perusahaan (Eduardus Tandelilin,
2001).
Pendapat lain menyatakan saham adalah selembar kertas yang
menunjukkan hak pemodal (yaitu memiliki kertas tersebut) untuk memperoleh
bagian dari prospek atau kekayaan organisasi yang menerbitkan sekuritas tersebut
(Suad Husnan, 1998 dalam Verawati, 2014).
2. Jenis-jenis Saham
Jenis-jenis saham yang diperdagangkan di Bursa Efek adalah sebagai
berikut:
1. Saham Biasa (Common Stock)
Saham biasa adalah saham yang menempatkan pemiliknya paling akhir
terhadap claim (Nor Hadi, 2013: 68). Saham biasa merupakan jenis saham
yang akan menerima laba setelah laba bagian saham preferen dibayarkan.
Apabila perusahaan bangkrut, maka pemegang saham biasa yang menderita
terlebih dahulu. Pemegang saham biasa memiliki suara dalam RUPS
(Mohamad Samsul, 2006:45). Beberapa hak yang dimiliki oleh pemegang
saham biasa antara lain (Jogiyanto, 2010):
18
a. Hak Kontrol
Pemegang saham biasa mempunyai hak untuk memilih dewan direksi.
Hal ini berarti pemegang saham biasa berhak untuk mengontrol siapa yang
akan memimpin perusahaan. Pemegang saham dapat melakukan hak
kontrolnya dalam bentuk memveto dalam pemilihan direksi di rapat tahunan
pemegang saham atau memveto pada tindakan-tindakan yang membutuhkan
persetujuan pemegang saham.
b. Hak Menerima Pembagian Keuntungan
Sebagai pemilik perusahaan, pemegang saham biasa berhak mendapat
bagian dari keuntungan perusahaan.Laba dibagikan dalam bentuk dividen.
Pembagian dividen untuk saham biasa dapat dilakukan jika perusahaan
sudah membayarkan dividen untuk saham preferen.
c. Hak Preemptif
Hak preemptif (preemptive right) merupakan hak untuk mendapatkan
persentasi pemilikan yang sama jika perusahaan mengeluarkan tambahan
lembar saham. Jika perusahaan mengeluarkan tambahan lembar saham,
maka jumlah saham yang beredar akan lebih banyak dan akibatnya
persentase kepemilikan pemegang saham yang lama akan turun. Hak
preemptif member prioritas kepada pemegang saham lama untuk membeli
tambahan saham yang baru, sehingga persentase pemilikannya tidak
berubah.
19
2. Saham Preferen (Preferred Stock)
Saham preferen (preferred stock) adalah jenis saham yang memiliki hak
laba kumulatif. Hak kumulatif adalah hak untuk mendapatkan laba yang tidak
dibagikan pada suatu tahun yang mengalami kerugian, tetapi dibayar pada
tahun yang mengalami keuntungan. Hak istimewa ini diberikan kepada
pemegang saham preferen karena merekalah yang memasok dana ke
perusahaan sewaktu mengalami kesulitan (Mohamad Samsul, 2006:45).
Menurut Jogiyanto (2010), karakteristik saham preferen adalah sebagai
berikut:
a. Pemegang saham preferen mempunyai hak untuk menerima dividen terlebih
dahulu dibandingkan pemegang saham biasa.
b. Saham preferen umumnya memberikan hak dividen kumulatif, yaitu
memberikan hak kepada pemegangnya untuk menerima dividen tahun-tahun
sebelumnya yang belum dibayarkan sebelum pemegang saham biasa
menerima dividennya.
c. Saham preferen mempunyai hak terlebih dahulu atas aktiva perusahaan
dibanding hak yang dimiliki oleh saham biasa pada saat terjadi likuidasi.
2.1.3 Return Saham
1. Pengertian Return Saham
Return adalah hasil yang diperoleh dari investasi sedangkan saham
merupakan tanda bukti kepemilikan dalam suatu perusahaan yang berbentuk
Perseroan Terbatas (PT). Return (kembalian) adalah tingkat keuntungan yang
20
dinikmati oleh pemodal atas suatu investasi yang dilakukannya. Tanpa adanya
keuntungan yang dapat dinikmati dari suatu investasi, tentunya pemodal tidak
melakukan investasi (Robert Ang, 1997 dalam Arista, 2012).
Dengan demikian, setiap investasi baik jangka pendek maupun jangka
panjang mempunyai tujuan utama mendapatkan keuntungan yang disebut return
baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam melakukan investasi,
investor yang rasional akan mempertimbangkan dua hal, yaitu expected return
(tingkat pengembalian yang diharapkan) dan risk (risiko) yang terkandung dalam
alternatif investasi yang dilakukan.
Husnan (1998) dalam Martono (2009) mengungkapkan teori keuangan
yang membahas tentang analisis investasi yang memiliki risiko tinggi, para
investor mensyaratkan tingkat return yang semakin tinggi pula. Return saham
berbanding positif dengan risiko, artinya semakin besar risiko yang ditanggung
oleh pemegang saham, maka return (keuntungan) akan semakin besar pula, begitu
juga sebaliknya. Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan return
saham merupakan keuntungan yang diperoleh pemegang saham karena
menginvestasikan dananya, keuntungan tersebut dapat berupa dividen (yield) dan
keuntungan dari selisih harga saham sekarang dengan periode sebelum (capital
gain).
Return atau tingkat pengembalian adalah selisih antara jumlah yang
diterima dengan jumlah yang diinvestasikan (Brigham dan Houston, 2006:215).
Menurut Yulianty Usman (2004) dalam Verawati (2014), komponen return terdiri
dari dua jenis yaitu :
21
1. Current income (pendapatan lancar)
Current income merupakan keuntungan yang diperoleh melalui
pembayaran yang bersifat periode seperti pembayaran bunga deposito, bunga
obligasi, dividen dan sebagainya.
Current income disebut sebagai pendapatan lancar, karena keuntungan
yang Diterima biasanya dalam bentuk kas, sehingga dapat diuangkan secara
cepat, seperti bunga atau jasa giro, dan dividen tunai, juga dapat dalam bentuk
setara kas seperti bonus atau dividen saham yaitu dividen yang dibayarkan
dalam bentuk saham dan dapat dikonversikan menjadi uang kas.
2. Capital Gain (keuntungan selisih harga).
Yaitu keuntungan yang diterima karena adanya selisih antara harga jual
dengan harga beli saham suatu instrumen investasi. Capital gain sangat
bergantung dari harga pasar instrumen investasi, yang berarti bahwa instrumen
investasi harus diperdagangkan di pasar saham. Dengan adanya perdagangan di
pasar saham maka akan timbul perubahan nilai suatu instrumen investasi yang
memberikan capital gain.
Adanya capital gain dapat digunakan untuk menentukan besarnya tingkat
kembalian yang diperoleh melalui return histories yang terjadi pada periode
sebelumnya.
2. Macam-macam Return Saham
Return dapat berupa return realisasi yang sudah terjadi atau return
ekspektasi yang belum terjadi tetapi yang diharapkan dimasa mendatang. Return
22
realisasi merupakan return yang telah terjadi, dihitung berdasarkan data historis.
Return realisasi penting karena digunakan sebagai salah satu pengukur kinerja
dari perusahaan. Return historis ini berguna sebagi dasar penentuan return
ekspektasi dan risiko di masa mendatang (Ang, 1997 dalam Arista, 2012).
Menurut Jogiyanto (2010: 205) return saham dibagi menjadi dua macam,
yaitu:
1. Return realisasi (realized return)
Return realisasi (realized return) merupakan return yang telah terjadi.
Return realisasi dihitung dengan menggunakan data historis. Return realisasi
penting karena digunakan sebagai salah satu pengukur kinerja dari perusahaan.
Return realisasi atau return historis ini juga berguna sebagai dasar penentuan
return ekspektasi (expected return) dan risiko di masa datang.
2. Return ekspektasi (expected return)
Return ekspekasi (expected return) adalah return yang diharapkan akan
diperoleh investor dimasa mendatang. Berbeda dengan return realisasi yang
sifatnya sudah terjadi, return ekspektasi sifatnya belum terjadi.
Pada penelitian ini menggunakan return realisasi (realized return) yaitu
return yang telah terjadi atau return yang sesungguhnya terjadi. Pengukuran
return menurut teori pasar dapat diformulasikan sebagai berikut:
23
Keterangan:
Rit : Tingkat keuntungan saham I pada periode t
Pit : Harga penutupan saham I pada periode t (periode
penutupan/akhir)
Pit-1 : Harga penutupan saham I pada periode sebelumnya
(awal)
(Jogiyanto, 2003: 110)
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Return Saham
Menurut Mohamad Samsul (2006: 335) terdapat banyak faktor yang
mempengaruhi return saham baik yang bersifat makro maupun mikro ekonomi.
Faktor makro ada yang bersifat ekonomi maupun non ekonomi. Faktor ekonomi
makro (makro ekonomi) terinci dalam beberapa variable ekonomi misalnya
inflasi, suku bunga, kurs valuta asing, tingkat pertumbuhan ekonomi, harga bahan
bakar minyak di pasar internasional, dan indeks saham regional. Faktor makro
nonekonomi mencakup peristiwa politik domestik, peristiwa sosial, peristiwa
hukum, dan peristiwa politik internasional. Sementara itu, faktor mikro ekonomi
terinci dalam beberapa variabel, misalnya laba per lembar saham, dividen per
saham, nilai buku per saham, debt equity ratio, dan rasio keuangan lainnya.
Alwi Z. Iskandar (2003:87) dalam Verawati (2012), menyatakan ada
beberapa faktor yang mempengaruhi return saham atau tingkat pengembalian,
antara lain:
24
1. Faktor Internal, diantaranya :
a. Pengumuman tentang pemasaran, produksi, penjualan seperti pengiklanan,
rincian kontrak, perubahan harga, penarikan produk baru, laporan produksi,
laporan keamanan produk dan laporan penjualan.
b. Pengumuman pendanaan (financing announcements), seperti pengumuman
yang berhubungan dengan ekuitas atau hutang.
c. Pengumuman badan direksi manajemen (management board of director
announcements) seperti perubahan dan pergantian direktur manajemen, dan
struktur organisasi.
d. Pengumuman pengambilalihan diversifikasi, seperti laporan merger,
investasi ekuitas, laporan take over oleh pengakuisisian dan diakuisisi,
laporan divestasi dan lainnya.
e. Pengumuman investasi (investment announcements), seperti melakukan
ekspansi pabrik, pengembangan riset dan penutupan usaha lainnya.
f. Pengumuman ketenagakerjaan (labour announcements), seperti negoisasi
baru, kontrak baru, pemogokan dan lainnya.
g. Pengumuman laporan keuangan perusahaan, seperti peramalan laba sebelum
akhir tahun fiskal dan setelah akhir tahun fiskal, Earnings Per Share.
h. Earning Per Share (EPS) dan Dividend Per Share (DPS), Price Earnings
Ratio (PER), Net Profit Margin (NPM), Return On Asset (ROA), Return On
Equity (ROE), Price to Book Value (PBV), maupun Economic Value Added
(EVA), dan Market Value Added (MPV) yang nilainya tidak tercantum
dalam laporan keuangan dan lain-lain.
25
2. Faktor Eksternal, diantaranya :
a. Pengumuman dari pemerintah seperti perubahan suku bunga tabungan
deposito, kurs valuta asing, inflasi serta berbagai regulasi dan deregulasi
ekonomi yang dikeluarkan oleh pemerintah.
b. Pengumuman hukum (legal announcements), seperti tuntutan karyawan
terhadap perusahaan atau terhadap manajernya dan tuntutan perusahaan
terhadap manajernya.
c. Pengumuman industri sekuritas (securities announcements), seperti laporan
pertemuan tahunan, insider trading, valume atau harga saham perdagangan,
pembatasan atau penundaan trading.
d. Gejolak politik luar negeri dan fluktuasi nilai tukar juga merupakan faktor
yang berpengaruh signifikan pada terjadinya pergerakan harga saham di
bursa efek suatu negara.
e. Berbagai isu baik dalam negeri dan luar negeri.
2.1.4 Analisis Fundamental
Analisis fundamental merupakan analisis yang digunakan untuk mencoba
memprediksi harga saham diwaktu yang akan datang dengan mengestimasi nilai
faktor – faktor fundamental yang berpengaruh terhadap harga saham dan
menerapkan hubungan variabel – variabel tersebut sehingga diperoleh taksiran
harga saham.
Dalam penelitian ini, langkah yang penting adalah mengidentifikasi faktor
– faktor fundamental (seperti penjualan, biaya, laba, pertumbuhan, penjualan,
26
kebijakan deviden dan lainlain) yang diperkirakan akan berpengaruh terhadap
harga saham. Jika kemampuan perusahaan semakin meningkat (menghasilkan
laba yang meningkat) maka harga saham akan meningkat. Dengan kata lain
profitabilitas akan mempengaruhi harga saham (Husnan, 1998 dalam Martono
2009).
(Natarsyah, 2000 dalam Arista, 2012) menyatakan bahwa dalam analisis
fundamental setiap investasi saham mempunyai landasan kuat yaitu nilai intrinsik
yang dapat ditentukan melalui suatu analisis terhadap kondisi perusahaan pada
saat sekarang dan prospeknya di masa yang akan datang. Nilai intrinsik
merupakan suatu fungsi dari faktor-faktor perusahaan yang dikombinasikan untuk
menghasilkan keuntungan (return) yang diharapkan dengan suatu risiko yang
melekat pada saham tersebut. Nilai inilah yang akan diestimasi oleh para investor
atau analis, dan hasilnya akan dibandingkan dengan nilai pasar sekarang (current
market price) sehingga dapat diketahui saham-saham yang overprice maupun
yang underprice.
Analisis fundamental bertolak dari anggapan dasar bahwa setiap investor
adalah mahkluk rasional, karena itu seorang fundamentalis mencoba mempelajari
hubungan antara harga saham dengan kondisi peruashaan. Argumentasinya jelas
bahwa nilai saham mewakili nilai perusahaan, tidak hanya nilai intrinsic tetapi
tidak kalah pentingnya harapan akan kemampuan perusahaan dalam
meningkatkan nilai di kemudian hari (Martono, 2009)
Analisis fundamental mencoba memperkirakan harga saham yang akan
datang dengan cara (Husnan, 1998, dalam Martono 2009):
27
a. Mengestimasi nilai faktor-faktor fundamental yang mempengaruhi
harga saham di masa yang akan datang.
b. Menerapkan hubungan variabel-variabel tersebut sehingga diperoleh
taksiran harga saham.
2.1.5 Kinerja Keuangan
Analisa laporan keuangan yang dikemukakan oleh Van Horne (1994)
dalam Verawati (2014), mengatakan bahwa analisa laporan keuangan yang
berbeda tergantung dari kepentingan atau tujuan analisa yang selalu melibatkan
penggunaan berbagai laporan keuangan terutama neraca dan laporan laba rugi.
Neraca berisikan ringkasan aktiva, kewajiban dan ekuitas pemilik pada titik waktu
tertentu, sedangkan laporan laba/rugi berisikan ringkasan pendapatan dan bunga
perusahaan selama periode waktu tertentu. Van Horne (1994) dalam Verawati
(2014), menggunakan lima rasio keuangan terdiri dari :
1. Likuiditas, yaitu rasio yang mengukur kemampuan perusahaan untuk
memenuhi kewajiban jangka pendek.
2. Pengungkit Hutang, yaitu rasio yang menunjukkan batasan di mana perusahaan
didanai oleh hutangnya.
3. Pencakupan, yaitu rasio yang menghubungkan biaya keuangan perusahaan
dengan membayar biaya tersebut.
4. Aktivitas, yaitu rasio yang mengukur keefektifan perusahaan dalam
menggunakan aktiva yang dimilikinya.
28
5. Profitabilitas, yaitu rasio yang menghubungkan laba dengan penjualan dan
investasinya.
Rasio keuangan merupakan alat yang digunakan untuk menganalisa
kondisi keuangan dan kinerja perusahaan. Perhitungan rasio tersebut dilakukan
untuk memperoleh perbandingan yang dapat lebih berguna dibandigkan angka -
angka yang berdiri sendiri. Rasio keuangan yang hanya berdiri sendiri tidak akan
memberikan arti khusus, rasio-rasio keuangan tersebut harus dianalisa menurut
dasar perbandingan. Perbandingan dapat dilakukan dengan perusahaan sejenis
ataupun dengan industri yang berlaku. Perbandingan ini dapat mengungkapkan
petunjuk yang mengarah pada pengevaluasian perubahan dan tren dari kondisi
keuangan dan keuntungan perusahaan. Perbandingan ini mungkin bersifat historis,
namun dapat juga berisikan analisa masa depan berdasar proyeksi
laporankeuangan.
Menurut Agus Sartono (2001) dalam Verawati (2014) bahwa analisis
keuangan yang mencakup analisis rasio keuangan, analisis kelemahan dan
kekuatan di bidang financial akan sangat membantu dalam menilai prestasi
manajemen masa lalu dan prospeknya di masa mendatang. Dengan analisis
keuangan ini dapat diketahui kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh seorang
business enterprise. Rasio keuangan menurut Verawati (20014) digunakan untuk
dapat memberikan indikasi apakah perusahaan memiliki kas yang cukup untuk
memenuhi kewajiban financialnya, besarnya piutang yang cukup rasional,
efisiensi manajemen persediaan, perencanaan pengeluaran investasi yang baik dan
29
struktur modal yang sehat sehingga tujuan memaksimumkan kemakmuran
pemegang saham dapat dicapai. Dengan menganalisa prestasi keuangan, seorang
analis keuangan akan dapat menilai apakah manajer keuangan dapat
merencanakan dan mengimplementasikan ke dalam setiap tindakan secara
konsisten dengan tujuan memaksimumkan kemakmuran pemegang saham.
Pemegang saham preferen dan obligasi akan lebih menitikberatkan pada aliran kas
dalam jangka panjang. Sementara pemilik (pemegang saham) dan calon investor
akan melihat dari segi profitabilitas dan risiko, karena kestabilan harga saham
sangat tergantung dengan tingkat keuntungan yang diperoleh dan dividen di masa
datang. Bagi manajemen akan lebih memperhatikan semua aspek analisa
keuangan baik jangka pendek maupun jangka panjang. Rasio keuangan yang
digunakan sangat bervariasi dan tergantung oleh pihak yang memerlukan.
Verawati (2014) menggunakan empat rasio keuangan :
1. Rasio likuiditas, yaitu rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan untuk
memenuhi kewajiban financial yang berjangka pendek tepat pada waktunya.
2. Rasio aktivitas, yaitu rasio yang menunjukkan sejauh mana efisiensi
perusahaan dalam menggunakan assets untuk memperoleh penjualan.
3. Financial laverage ratio, rasio yang menunjukkan kapasitas perusahaan untuk
memenuhi kewajiban baik itu jangka pendek maupun jangka panjang.
4. Rasio probabilitas, rasio yang digunakan untuk mengukur seberapa besar
kemampuan perusahaan memperoleh laba baik dalam hubungannya dengan
penjualan, assets maupun laba bagi modal sendiri.
30
Analisa keuangan dilakukan baik oleh pihak luar perusahaan, seperti
kreditur dan para investor, maupun pihak perusahaan sendiri. Jenis analisa
bervariasi sesuai dengan kepentingan pihak-pihak yang melakukan analisa.
Seorang pemberi kredit dagang (jangka pendek) terutama akan tertarik pada
likuiditas perusahaan. Yaitu kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban
financialnya yang harus segera dipenuhi (jangka pendek). Tagihan seorang
pemberi kredit dagang adalah bersifat jangka pendek, dan karenanya ia lebih
berminat pada kemampuan likuiditas perusahaan. Tagihan seorang pemberi kredit
jangka panjang, sebaliknya bersifat jangka panjang, dan karenanya ia akan lebih
berminat terhadap kemampuan aliran kas untuk melunasi utang dalam jangka
panjang. Manajemen akan berkepentingan dengan semua aspek analisa keuangan,
karena mereka harus mampu membayar utang jangka pendek maupun jangka
panjang, sebagaimana mendapatkan keuntungan para pemilik perusahaan (Suad
Husnan, 1994 dalam Verawati, 2014).
Pada umumnya berbagai rasio yang dihitung bisa dikelompokkan ke dalam
empat tipe dasar :
1. Rasio likuiditas, yang mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi
kewajiban financial jangka pendek.
2. Rasio leverage, yang mengukur seberapa jauh perusahaan dibelanjai dengan
utang.
3. Rasio aktivitas, yang mengukur seberapa efektif perusahaan menggunakan
sumber dayanya.
31
4. Rasio profitabilitas, yang mengukur efektivitas manajemen secara keseluruhan
sebagaimana ditunjukkan dari keuntungan yang diperoleh dari penjualan dan
investasi.
Salah satu tahapan dalam proses akuntansi yang penting untuk keperluan
pengambilan keputusan manajemen adalah tahap interpretasi laporan keuangan,
yang didalamnya mencakup rasio keuangan. Rasio keuangan yang merupakan
bentuk informasi akuntansi yang penting bagi perusahaan selama satu periode
tertentu. Berdasarkan rasio tersebut, dapat dilihat keuangan yang dapat
mengungkapkan posisi, kondisi keuangan, maupun kinerja ekonomis di masa
depan dengan kata lain informasi keuangan (Verawati, 2014).
2.1.6 Rasio Profitabilitas
Rasio profitabilitas biasa disebut juga sebagai Rasio Rentabilitas. Rasio
Profitabilitas merupakan rasio yang menunjukkan keberhasilan perusahaan
didalam menghasilkan keuntungan (Robbert Ang, 1997 dalam Arista, 2012).
Terdapat enam jenis pengukuran dalam rasio profitabilitas, yaitu
1. Gross Profit Margin (GPM)
2. Net Profit Margin (NPM),
3. Operating Return On Assets (OPROA),
4. Return On Assets (ROA),
5. Return On Equity (ROE),
6. Operating Ratio (OPR).
32
1. Return On Asset (ROA)
Return on asset (ROA) adalah analisis rentabilitas untuk mengukur
efisiensi dan profitabilitas dari perusahaan yang bersangkutan (Fakhrudin dan
Hardianto, 2001 dalam Puspitasari, 2012 ). Return on asset perusahaan akan
diukur dengan menggunakan:
Profitabilitas yang tinggi merupakan suatu keberhasilan perusahaan dalam
memperoleh laba berdasarkan aktivanya maupun berdasarkan modal sendiri.
Menjaga tingkat profitabilitas merupakan hal yang penting bagi perusahaan
karena profitabilitas yang tinggi merupakan tujuan dari perusahaan. Jika dilihat
dari perkembangan rasio profitabilitas menunjukkan suatu peningkatan hal
tersebut menunjukkan kinerja perusahaan yang efisien (Riyanto, 2000 dalam
Martono, 2009).
Return on asset mengukur efektifitas perusahaan dalam memanfaatkan
seluruh sumber dana yang sering juga disebut hasil pengembalian atas investasi
(Ghozali dan Irwansyah, 2002 dalam Rasmin, 2007).
Perusahaan selalu berupaya agar ROA dapat selalu ditingkatkan. Hal ini
disebabkan karena semakin tinggi ROA menunjukkan semakin efektif
perusahaan memanfaatkan aktivanya untuk menghasilkan laba bersih setelah
pajak, dengan semakin meningkatnya ROA maka profitabilitas perusahaan
33
semakin baik. Rasio ini mengukur seberapa banyak laba bersih yang bisa
diperolah dari seluruh asset yang dimiliki dan ditanamkan ke dalam sebuah
perusahaan (efisiensi aktiva).
Semakin tinggi ROA menunjukkan semakin efektif perusahaan dalam
memanfaatkan aktivanya untuk menghasilkan laba bersih setelah pajak.
Kemampuan perusahaan dalam mengelola aktiva untuk menghasilkan keuntungan
mempunyai daya tarik dan mampu mempengaruhi investor untuk membeli saham
perusahaan tersebut. Peningkatan ROA akan menambah daya tarik investor untuk
menanamkan dananya dalam perusahaan. Sehingga harga saham perusahaan akan
meningkat, dengan kata lain ROA akan berdampak positif terhadap return saham.
Pada penelitian ini pendekatan rasio return on asset yang digunakan
sebagai variabel independen merupakan salah satu faktor fundamental yang
mengukur efektifitas suatu perusahaan di dalam menghasilkan keuntungan dengan
memanfaatkan aktiva yang dimilikinya.
2.1.7 Rasio Solvabilitas (Leverage)
Rasio Solvabilitas merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan suatu
perusahaan untuk memenuhi kewajiban-kewajiban jangka panjang yang dimiliki
perusahaan tersebut. Rasio solvabilitas mengamati penggunaan hutang dalam
memperoleh keuntungan. Rasio ini disebut juga sebagai leverage ratio, karena
merupakan rasio pengungkit yaitu menggunakan uang pinjaman (debt) untuk
memperoleh keuntungan (Robbert Ang, 1997 dalam Verawati, 2014).
Rasio solvabilitas meliputi:
34
1. Debt Ratio
2. Debt to Equity Ratio
3. Long term Debt to Equity Ratio
4. Long-term Debt to Capitalization Ratio
5. Times Interest Earned
6. Cash Flow Interest Coverage
7. Cash Flow toNet Income
8. Cash Return on Sales.
1. Debt to Equity Ratio (DER)
Debt to Equity Ratio merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur
tingkat leverage dalam menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi
kewajiban jangka panjang dimana Debt to Equity Ratio menghubungkan antara
total debt dengan total equitas. Menurut Suad Husnan (2005:70), rasio leverage
adalah rasio yang mengukur seberapa jauh perusahaan menggunakan utang.
Beberapa analis menggunakan istilah rasio solvabilitas, yang berarti kemampuan
perusahaan memenuhi kewajiban keuangannya.
Menurut Martono (2009), Debt to equity ratio (DER) adalah rasio yang
digunakan untuk mengukur total hutang yang diukur dari perbandingan total
hutang dengan ekuitas pemegang saham. Debt to equity ratio diperoleh dengan
rumus:
35
Agus Sartono (2001:120) dalam Verawati (2014) , Financial leverage
menunjukkan proporsi atas utang untuk membiayai investasinya. Penggunaan
utang sendiri bagi perusahaan mengandung tiga dimensi yaitu:
a. Pemberi kredit akan menitikberatkan pada besarnya jaminan atas
kredit yang diberikan.
b. Dengan menggunakan utang maka apabila perusahaan mendapatkan
keuntungan yang lebih besar dari beban tetapnya maka keuntungannya
pemilik perusahaan akan meningkat.
c. Dengan menggunakan utang maka pemilik memperoleh dana dan tidak
kehilangan pengendalian perusahaan
Brigham dan Houston (2006: 103) perusahaan dengan debt to equity yang
rendah akan memiliki risiko kerugian yang kecil ketika keadaan ekonomi
mengalami kemerosotan, namun ketika kondisi ekonomi membaik, kesempatan
dalam memperoleh laba juga rendah.
Sebaliknya perusahaan dengan rasio leverage yang tinggi memang
menanggung risiko kerugian yang besar pula ketika perekonomian sedang
merosot, tetapi dalam keadaan baik, perusahaan ini memiliki kesempatan
memperoleh laba besar. Perusahaan dengan laba yang tinggi akan mampu
membayar dividen yang lebih tinggi, sehingga berkaitan dengan laba perlembar
saham yang akan naik karena tingkat utang yang lebih tinggi, maka leverage akan
dapat menaikkan harga saham (Brigham dan Houston, 2006: 24).
36
2.1.8 Rasio Pasar (Market Ratio)
Rasio nilai pasar menghubungkan harga saham perusahaan dengan laba
dan nilai buku per saham. Rasio ini memberikan manajemen petunjuk mengenai
apa yang dipikirkan investor atas kinerja perusahaan di masa lalu serta prospek di
masa mendatang (Brigham dan Houston, 2001).
Rasio pasar dibagi menjadi tujuh jenis, yaitu :
1. Dividend Yield (DY)
2. Dividend per Share (DPS)
3. Earning per Share (EPS)
4. Divident Payout Ratio (DPR)
5. Price Earning Ratio (PER)
6. Book Value per Share (BVS)
7. Price to Book Value (PBV).
1. Earnings Per Share (EPS)
Earnings per Share merupakan bagian besarnya laba bersih suatu periode
untuk satu lembar saham biasa yang beredar pada masa periode tersebut.
Informasi earnings per share (EPS) menunjukkan besarnya laba bersih
perusahaan yang siap dibagikan bagi semua pemegang saham perusahaan.
Besarnya EPS perusahaan bisa diketahui dari informasi laporan keuangan
perusahaan. Besarnya EPS suatu perusahaan bisa dihitung berdasarkan informasi
laporan neraca dan laporan rugi laba perusahaan (Eduardus Tandelilin, 2001:241).
37
Earning per share (EPS) merupakan rasio yang mengukur berapa besar
laba bersih yang dihasilkan perusahaan untuk tiap-tiap lembar saham yang beredar
dan merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu perusahaan (Fakhrudin dan
Hardianto, 2001 dalam Puspitasari , 2012).EPS dirumuskan sebagai berikut:
Menurut Sutrisno (2007:223), Earnings Per Share atau laba per lembar
saham merupakan ukuran kemampuan perusahaan untuk menghasilkan
keuntungan per lembar saham pemilik. Laba yang digunakan sebagai ukuran
adalah laba bagi pemilik atau EAT. Semakin besar nilai Earnings per Share tentu
akan menguntungkan bagi pemegang saham karena semakin besar juga
keuntungan yang disediakan oleh perusahaan untuk pemegang saham.
Bagi para investor maupun calon investor, informasi ini merupakan salah
satu faktor fundamental yang sangat mempengaruhi dalam pengambilan
keputusan. Laba per lembar saham adalah jumlah pendapatan yang diperoleh
dalam satu periode untuk tiap lembar saham yang beredar dan akan dipakai oleh
pimpinan perusahaan untuk menentukan besarnya dividen yang akan dibagikan
(Zaki Baridwan, 2010 dalam Puspitasari, 2012 ).
Laba per lembar saham atau Earnings Per Share adalah bagian laba yang
menjadi hak untuk setiap saham perusahaan. Earnings Per Share menggambarkan
profitabilitas perusahaan yang tergambar pada setiap lembar saham. Earnings per
38
Share (EPS) merupakan perbandingan antara laba bersih setelah pajak pada satu
tahun buku dengan jumlah saham yang diterbitkan (outstanding shares). Laba
bersih yang diperhitungkan tersebut setelah dikurangi dengan dividen untuk para
pemegang saham prioritas atau minoritas (preffered stock). Rumus untuk
menghitung EPS suatu perusahaan adalah sebagai berikut (Eduardus Tandelilin,
2001: 241-242).
2. Price to Book Value (PBV)
Market to Book atau Price to Book Value merupakan rasio pasar yang
digunakan untuk mengukur kinerja harga pasar saham terhadap nilai buku suatu
saham.
Menurut Suad Husnan dan Eny Pudjiastuti (2002) dalam Verawati (2014) ,
perusahaan dikatakan dapat beroperasi dengan baik jika memiliki rasio Price to
Book Value di atas satu. Hal ini menunjukkan nilai pasar lebih besar dari nilai
bukunya. Nilai pasar adalah harga saham yang terjadi di pasar bursa pada saat
tertentu yang ditentukan oleh pelaku pasar, yaitu oleh permintaan dan penawaran
saham yang bersangkutan di pasar bursa. Bila nilai buku (book value) per lembar
saham menunjukkan aktiva bersih (net assets) yang dimiliki oleh pemegang
saham dengan memiliki satu lembar saham, karena aktiva bersih adalah sama
dengan total equitas pemegang saham. Sehingga nilai buku per lembar saham
adalah total equitas dibagi dengan jumlah saham yang beredar.
Price to book value (PBV) adalah rasio yang digunakan untuk mengukur
kinerja harga pasar saham terhadap nilai bukunya. PBV adalah indikator lain yang
39
digunakan untuk menilai kinerja perusahaan. Price to book value (PBV) dihitung
dengan:
Semakin besar rasio Price to Book Value semakin tinggi perusahaan
dinilai oleh para pemodal relatif dibandingkan dengan dana yang telah
ditanamkan di perusahaan. Penilaian perusahaan oleh investor akan sangat
mempengaruhi keputusan investasi, karena investor akan berinvestasi
diperusahaan yang memiliki kinerja baik.
2.2 Penelitian Terdahulu
Desy Aista (2012), Penelitian Desy Aista (2012) menggunakan rasio profitabilitas
yang di gambarkan dengan return on asset (ROA), rasio solvabilitas yang
digambarkan dengan debt to equity ratio (DER), rasio nilai pasar digambarkan
dengan earning per share (EPS) dan price to book value (PBV). Hasilnya
menyatakan bahwa return on asset (ROA) tidak terbukti mempunyai pengaruh
yang positif dan signifikan terhadap return saham, debt to equity ratio (DER)
terbukti mempunyai pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap return saham,
earning per share (EPS) tidak terbukti mempunyai pengaruh yang positif dan
signifikan terhadap return saham, price to book value (PBV) terbukti mempunyai
pengaruh yang positif dan signifikan terhadap return saham.
40
Michael Aldo Carlo (2014), Penelitian Michael Aldo Carlo (2014) menguji
pengaruh return on equity (ROE, deviden payout ratio (DPR) dan price to book
value (PVB) terhadap return saham, hasil proses seleksi memperoleh sample
yang terdiri dari 47 perusahaan. Hasilnya menyatakan bahwa, variabel return on
equity (ROE) berpengaruh pada return saham, deviden payout ratio (DPR)
berpengaruh pada return saham, sedangkan price to book value (PVB) ditolak.
tidak berpengaruh pada return saham.
Agung Sugiarto (2011), dalam penelitian Agung Sugiarto (2011)
memeperlihatkan beberapa variable yang menjadi pemrediksi return saham yang
menyatakan bahwa,variabel Beta Saham berpengaruh positif signifikan terhadap
return saham, variable Size (ukuran) perusahaan berpengaruh positif signifikan
terhadap return saham, sedangkan variabel Debt to equity ratio (DER) perusahaan
yang termasuk dalam rasio manajemen utang berpengaruh negatif signifikan
terhadap return saham, dan price to book value (PBV) yang termasuk dalam
rasionilai pasar perusahaan berpengaruh positif signifikan terhadap return saham
dan terdapat perbedaan pengaruh Beta, Size, Debt to equity ratio (DER) dan price
to book value (PBV) terhadap return saham.
Tri Laksita (2014). Penelitian Tri Laksita (2014) menyatakan dari 47 perusahaan
sampel dapat didapatkan hasil bahwa variabel Current Rasio (CR) berpengaruh
negatif terhadap return saham, Debt to equity ratio (DER) berpengaruh negatif
41
terhadap return saham, Total Asset Turnover (TATO) berpengaruh positif terhadap
return saham, Return On Asset (ROA) berpengaruh positif terhadap return saham,
dan price to book value PBV berpengaruh positif terhadap return saham.
Sakti (2010),Dalam penelitian Sakti (2010) menggunakan sample 113 perusahaan
manufaktur yang terdaftar di bursa efek indonesia (BEI) dengan variable debt to
equtity ratio (DER) dan return on asset (ROA), menunjukkan hasil bahwa
variabel debt to equtity ratio (DER) yang merupakan rasio hutang terhadap
ekuitas terbukti memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap return saham
sedangkan variabel return on asset (ROA) tidak terbukti berpengaruh positif dan
signifikan terhadap return saham.
Rangkuman penelitian terdahulu dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2.1
Rangkuman Penelitian Terdahulu
Judul Peneliti Rincian Variabel Alat Uji Kesimpulan
ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RETURN SAHAM (2012)
Desy Arista Alumni STIE Totalwin Semarang Astohar Dosen Tetap STIE Totalwin Semarang
Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Terapan, Vol 3 Nomor 1, Mei 2012
Dependen: Return saham Independen: Return On Asset (ROA) Debt to equity ratio (DER) Earning per share (EPS) Price to book value
Regresi Berganda
(H1) menunjukkan bahwa return on asset (ROA) tidak terbukti mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap return saham. (H2) menunjukan bahwa debt to equity ratio (DER) terbukti mempunyai pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap return saham. (H3) menunjukkan bahwa earning per share (EPS) tidak terbukti mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap return saham.
42
(PBV) (H4) menunjukkan bahwa price to book value (PBV) terbukti mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap return saham.
PENGARUH RETURN ON EQUITY, DIVIDEND PAYOUT RATIO, DAN PRICE TO EARNINGS RATIO PADA RETURN SAHAM (2014)
Michael Aldo Carlo Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana (Unud), Bali, Indonesia e-mail: [email protected] / telp: +62 81244720410
ISSN: 2302-8556 E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana 7.1 (2014):150-164)
Dependen: Return saham Independen ROE DPR PVB
Regresi Linier Berganda
(H1) menyatakan bahwa ROE berpengaruh pada return saham (H2) menyatakan bahwa DPR berpengaruh pada return saham (H3) ditolak, PBV tidak berpengaruh pada return saham
ANALISA PENGARUH BETA, SIZE PERUSAHAAN, DER DAN PBV RATIO TERHADAP RETURN SAHAM (2011)
Agung Sugiarto* Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, UNIKA Soegijapranata Semarang, Indonesia Jalan Pawiyatan Luhur IV/1 Bendan Dhuwur Semarang 50234
Jurnal Dinamika Akuntansi Vol. 3, No. 1, Maret 2011, pp. 8-14
Dependen: Return saham Independen: Beta Size Debt to equity ratio (DER) Price to book value (PBV)
Regresi Sederhana
(H1) menyatakan bahwa Beta Saham berpengaruh positif signifikan terhadap return saham (H2) menyatakan bahwa Size (ukuran) perusahaan berpengaruh positif signifikan terhadap return saham (H3) bahwa rasio DER perusahaan berpengaruh negatif signifikan terhadap return saham (H4) menyatakan bahwa rasio PBV perusahaan berpengaruh positif signifikan terhadap return saham (H5) menyatakan bahwa terdapat perbedaan pengaruh Beta,Size, DER dan PBV terhadap Return Saham
CURRENT RATIO, DEBT TO EQUITY RATIO, TOTAL ASSET
Tri Laksita Asmi Fakultas Ekonomi, Universitas
Management Analysis Journal 3 (2) (2014)
Dependen: Return saham Independen:
Regresi Linier Berganda
(H1) CR berpengaruh negatif terhadap return saham (H2) DER berpengaruh negatif terhadap return saham
43
TURNOVER, RETURN ON ASSET, PRICE TO BOOK VALUE SEBAGAI FAKTOR PENENTU RETURN SAHAM
Negeri Semarang, Indonesia
Current Rasio (CR) Debt to equity ratio (DER) Total Asset Turnover (TATO) Return On Asset (ROA) Price to book value (PBV)
(H3) TATO berpengaruh positif terhadap return saham (H4) ROA berpengaruh positif terhadap return saham (H5) PBV berpengaruh positif terhadap return saham
PENGARUH RETURN ON ASSET DAN DEBT TO EQUITY RATIO TERHADAP RETUN SAHAM (Pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia)
Sakti, Tutus Alun Asoka, 2010,
Jurnal Ilmu Manajemen dan Akuntansi Terapan, Vol. 1 No. 1 pp. 1-12. Sasongko, Noer da
Dependen: Return saham Independen: return on asset (ROA), debt to equtity ratio (DER)
Regresi Berganda
(H1) return on asset (ROA), price to book tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap return saham
(H2) debt to equtity ratio (DER) terbukti mempunyai pengaruh yang signifikan
Sumber data diolah 2017
44
2.3 Kerangka Pemikiran
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran
Sumber data diolah 2017
Keterangan :
Pengaruh X1, X2, X3, X4 secara parsial terhadap return saham
Pengaruh X1, X2, X3, X4 secara simultan terhadap return saham
2.4 Hipotesis
1. Hubungan Return On Asset (ROA) dengan Return saham
Return on asset (ROA) adalah analisis rentabilitas untuk mengukur
efisiensi dan profitabilitas dari perusahaan. Profitabilitas yang tinggi merupakan
suatu keberhasilan perusahaan dalam memperoleh laba berdasarkan aktivanya
maupun berdasarkan modal sendiri.
Return on asset mengukur efektifitas perusahaan dalam memanfaatkan
seluruh sumber dana yang sering juga disebut hasil pengembalian atas investasi.
Semakin tinggi ROA menunjukkan semakin efektif perusahaan dalam
45
memanfaatkan aktivanya untuk menghasilkan laba bersih setelah pajak.
Kemampuan perusahaan dalam mengelola aktiva untuk menghasilkan keuntungan
mempunyai daya tarik dan mampu mempengaruhi investor untuk membeli saham
perusahaan tersebut. Peningkatan ROA akan menambah daya tarik investor untuk
menanamkan dananya dalam perusahaan. Sehingga harga saham perusahaan akan
meningkat, dengan kata lain ROA akan berdampak positif terhadap return saham.
Penelitian yang dilakukan oleh Tri Laksita (2014) , pada judul Current
Ratio, Debt to Equity Ratio, Total Asset Turnover, Return On Asset, Price to Book
Value sebagai Faktor Penentu Return Saham, menunjukkan bahwa pada variable
Return On Asset (ROA) mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan
terhadap return saham, begitu juga penelitian Desy Arista (2012), yang berjudul
Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Return Saham, juga menunjukkan
bahwa pada variable Return On Asset (ROA) mempunyai pengaruh yang positif
dan signifikan terhadap return saham, maka dalam penelitian ini diajukan
hipotesis sebagai berikut :
H1 : Terdapat pengaruh positif dan signifikan Return On Asset (ROA)
terhadap return saham perusahaan real estate and property yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia tahun 2013 – 2015.
2. Hubungan Debt To Equity Ratio (DER) dengan Return saham
Debt to equity ratio (DER) adalah rasio yang digunakan untuk mengukur
total hutang yang diukur dari perbandingan total hutang dengan ekuitas pemegang
saham. Perusahaan dengan debt to equity yang rendah akan memiliki risiko
46
kerugian yang kecil ketika keadaan ekonomi mengalami kemerosotan, namun
ketika kondisi ekonomi membaik, kesempatan dalam memperoleh laba juga
rendah. Sebaliknya perusahaan dengan rasio leverage yang tinggi memang
menanggung risiko kerugian yang besar pula ketika perekonomian sedang
merosot, tetapi dalam keadaan baik, perusahaan ini memiliki kesempatan
memperoleh laba besar. Perusahaan dengan laba yang tinggi akan mampu
membayar dividen yang lebih tinggi, sehingga berkaitan dengan laba perlembar
saham yang akan naik karena tingkat utang yang lebih tinggi, maka leverage akan
dapat menaikkan harga saham, tentunya akan berpengaruh terhadap return saham.
Pada penelitian Tri Laksita Asmi (2014), dengan judul Current Ratio,
Debt to Equity Ratio, Total Asset Turnover, Return On Asset, Price to Book Value
sebagai Faktor Penentu Return Saham, menunjukkan bahwa Debt to equity ratio
(DER) berpengaruh positif dan signifikan terhadap return saham, maka dalam
penelitian ini diajukan hipotesis sebagai berikut :
H2 : Terdapat pengaruh positif dan signifikan Debt to equity ratio (DER)
terhadap return saham perusahaan real estate and property yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia tahun 2013 – 2015.
3. Hubungan Earning Per Share (EPS) dengan Return saham.
Earnings Per Share atau laba per lembar saham merupakan ukuran
kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan per lembar saham
pemilik. Laba yang digunakan sebagai ukuran adalah laba bagi pemilik. Semakin
besar nilai Earnings per Share tentu akan menguntungkan bagi pemegang saham
47
karena semakin besar juga keuntungan atau return yang disediakan oleh
perusahaan untuk pemegang saham.
Bagi para investor maupun calon investor, informasi ini merupakan salah
satu faktor fundamental yang sangat mempengaruhi dalam pengambilan
keputusan. Laba per lembar saham adalah jumlah pendapatan yang diperoleh
dalam satu periode untuk tiap lembar saham yang beredar dan akan dipakai oleh
pimpinan perusahaan untuk menentukan besarnya dividen yang akan dibagikan.
Pada penelitian Sakti (2010), yang berjudul Pengaruh Return On Asset
(ROA) dan Earnings Per Share (EPS) terhadap Return Saham menunjukkan
adanya variabel Earnings Per Share (EPS) yang mempunyai pengaruh positif
dan signifikan terhadap return saham, begitu juga penelitian Desy Arista (2012),
yang berjudul Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Return Saham, juga
menunjukkan bahwa pada variabel Earnings Per Share (EPS) mempunyai
pengaruh yang positif dan signifikan terhadap return saham, maka dalam
penelitian ini diajukan hipotesis sebagai berikut :
H3 : Terdapat pengaruh positif dan signifikan Earnings Per Share (EPS)
terhadap return saham perusahaan real estate and property yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia tahun 2013 – 2015.
4. Hubungan Price to Book Value (PBV) dengan Return saham.
Price to book value (PBV) adalah rasio yang digunakan untuk mengukur
kinerja harga pasar saham terhadap nilai bukunya. PBV adalah indikator lain yang
digunakan untuk menilai kinerja perusahaan. Semakin besar rasio Price to Book
48
Value semakin tinggi perusahaan dinilai oleh para pemodal relatif dibandingkan
dengan dana yang telah ditanamkan di perusahaan. Penilaian perusahaan oleh
investor akan sangat mempengaruhi keputusan investasi, karena investor akan
berinvestasi diperusahaan yang memiliki kinerja baik dan memberikan return
yang baik pula.
Pada penelitian Desy Arista (2012), yang berjudul Analisis Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Return Saham, juga menunjukkan bahwa pada variabel
Price to Book Value (PBV) mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap
return saham, maka dalam penelitian ini diajukan hipotesis sebagai berikut :
H4 : Terdapat pengaruh positif dan signifikan Price to Book Value (PBV)
terhadap return saham perusahaan real estate and property yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia tahun 2013 – 2015.
5. Hubungan Return On Asset (ROA), Debt To Equity Ratio (DER), Earning Per
Share (EPS), Price to Book Value (PBV) dengan Return saham.
Rasio profitabilitas yang digambarkan dengan Return On Asset (ROA),
rasio solvabilitas yang digambarkan dengan Debt To Equity Ratio (DER), rasio
pasar yang digambarkan dengan Earning Per Share (EPS) dan Price to Book
Value (PBV) merupakan faktor fundamental dalam kinerja keuangan, rasio
tersebut selain berguna bagi kepentingan perusahaan juga berguna bagi pihak bagi
manajemen perusahaan, bagi analisis kredit, dan investor. Yang tentunya sebagai
indikator untuk memprediksi return bagi para investor.
49
Pada penelitian Desi Arista (2012), yang berjudul Analisis Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Return Saham menunjukkan adanya pengaruh yang positif
dan signifikan pada varabel bebas Return On Asset (ROA), Earning Per Share
(EPS) dan Price to Book Value (PBV) terhadap return saham . Hal tidak berbeda
ditunjukkan oleh penelitian Tri Laksita Asmi (2014), dengan judul Current Ratio,
Debt to Equity Ratio, Total Asset Turnover, Return On Asset, Price to Book Value
sebagai Faktor Penentu Return Saham, menunjukkan bahwa Debt to equity ratio
(DER) dan Return On Asset (ROA) berpengaruh positif dan signifikan terhadap
return saham. Serta pada penelitian Sakti (2010), yang berjudul Pengaruh Return
On Asset (ROA) dan Earnings Per Share (EPS) terhadap Return Saham
menunjukkan adanya variabel Earnings Per Share (EPS) yang mempunyai
pengaruh positif dan signifikan terhadap return saham.
Dari bukti empiris tersebut menunjukkan bahwa secara simultan rasio
profitabilias yang digambarkan dengan Return On Asset (ROA), rasio solvabilitas
yang digambarkan dengan Debt To Equity Ratio (DER), rasio pasar yang
digambarkan dengan Earning Per Share (EPS) dan Price to Book Value (PBV),
mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap return saham, maka
maka dalam penelitian ini diajukan hipotesis sebagai berikut :
H5 : Terdapat pengaruh positif dan signifikan Return On Asset (ROA),Debt
to equity ratio (DER), Earnings Per Share (EPS) dan Price to Book Value
(PBV) terhadap return saham perusahaan real estate and property yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2013 – 2015.