bab ii kajian teori · 2018. 7. 25. · sistem, lembaga pendidikan, peserta didik, pendidik, sarana...

24
7 Bab II Kajian Teori 2.1 Evaluasi Istilah evaluasi berasal dari bahasa Inggris evaluation yang berarti pengukuran (measurement), dan penilaian (assessment). Evaluasi menurut Arikunto (2010: 2) adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil suatu keputusan. Pengukuran menurut Arifin (2011: 4) adalah suatu proses atau kegiatan untuk menentukan kuantitas sesuatu. Kata “sesuatu” bisa berarti sebuah sistem, lembaga pendidikan, peserta didik, pendidik, sarana dan prasarana, dan sebagainya. Depdikbud dalam Arifin (2011: 4) mengemukakan penilaian adalah sesuatu kegiatan untuk memberikan berbagai informasi secara berkesinambungan dan menyeluruh tentang proses dan hasil yang telah dicapai suatu system. Evalusi menurut Wirawan (2012: 7) sebagai: riset untuk mengumpulkan, menganalisis, dan menyajikan informasi yang bermanfaat mengenai objek evaluasi, menilainya dengan membandingkannya dengan indicator evaluasi dan hasilnya dipergunakan untuk mengambil keputusan mengenai objek evaluasi. Dari beberapa pendapat tersebut terdapat persamaan bahwa evaluasi adalah dikatakan bahwa evaluasi dalam penelitian ini adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya manajemen sarana prasarana sekolah di SMP Negeri 1

Upload: others

Post on 27-Nov-2020

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

7

Bab II

Kajian Teori

2.1 Evaluasi

Istilah evaluasi berasal dari bahasa Inggris

evaluation yang berarti pengukuran (measurement),

dan penilaian (assessment). Evaluasi menurut Arikunto

(2010: 2) adalah “kegiatan untuk mengumpulkan

informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya

informasi tersebut digunakan untuk menentukan

alternatif yang tepat dalam mengambil suatu

keputusan”. Pengukuran menurut Arifin (2011: 4)

adalah “suatu proses atau kegiatan untuk menentukan

kuantitas sesuatu. Kata “sesuatu” bisa berarti sebuah

sistem, lembaga pendidikan, peserta didik, pendidik,

sarana dan prasarana, dan sebagainya”. Depdikbud

dalam Arifin (2011: 4) mengemukakan “penilaian

adalah sesuatu kegiatan untuk memberikan berbagai

informasi secara berkesinambungan dan menyeluruh

tentang proses dan hasil yang telah dicapai suatu

system”. Evalusi menurut Wirawan (2012: 7) sebagai:

riset untuk mengumpulkan, menganalisis, dan

menyajikan informasi yang bermanfaat mengenai

objek evaluasi, menilainya dengan membandingkannya dengan indicator evaluasi dan

hasilnya dipergunakan untuk mengambil keputusan

mengenai objek evaluasi.

Dari beberapa pendapat tersebut terdapat

persamaan bahwa evaluasi adalah dikatakan bahwa

evaluasi dalam penelitian ini adalah kegiatan untuk

mengumpulkan informasi tentang bekerjanya

manajemen sarana prasarana sekolah di SMP Negeri 1

8

Limbangan yang selanjutnya informasi tersebut

digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat

dalam mengambil sebuah keputusan.

2.2 Model Evaluasi

Dalam teori evaluasi dikemukakan berbagai

model evaluasi yang dapat digunakan untuk

mengevaluasi suatu program. Meskipun terdapat

banyak model evaluasi yang berbeda – beda antara

yang satu dengan yang lainnya, tetapi maksud dan

tujuannya sama yaitu melakukan kegiatan

pengumpulan informasi yang berkenaan dengan obyek

yang dievaluasi yang bertujuan menyediakan bahan

bagi pengambil keputusan dalam menentukan tindak

lanjut suatu program.

Menurut Arikunto (2010:40) “ada beberapa ahli

evaluasi program yang dikenal sebagai penemu model

evaluasi program adalah Stufflebeam, Metfessel,

Michael Scriven, Stake, dan Glaser”. Kaufman dan

Thomas membedakan model evaluasi menjadi delapan

yaitu:

1) Goal oriented Evaluation Model, dikembangkan oleh

Tyler.

2) Goal Free Evaluation Model, dikembangkan oleh

Scriven.

3) Formatif Summatif Evaluation Model, dikembangkan

oleh Michael Scriven.

4) Countenance Evaluation Model, dikembangkan oleh

Stake.

9

5) Responsive Evaluation Model, dikembangkan oleh

Stake.

6) CSE-UCLA Evaluation Model, menekankan pada

“kapan” evaluasi dilakukan.

7) CIPP Evaluation Model, yang dikembangkan oleh

Stufflebeam.

8) Discrepancy Model, yang dikembangkan oleh

Provous.

Model – model evaluasi yang disebut di atas tidak

seluruhnya akan dibahas secara detail, tetapi hanya

model – model yang banyak dikenal serta digunakan

saja yang akan dibahas secara detail. Adapun beberapa

model –model dimaksud menurut Arikunto (2010:41)

adalah sebagai berikut: Goal oriented Evaluation

Model ini merupakan model yang muncul paling awal.

Model ini dikembangkan oleh Tyler, mengamati tujuan

program yang sudah ditentukan jauh sebelum program

dimulai. Evaluasi dilakukan secara berkesinambungan,

terus menerus, mengecek seberapa jauh tujuan

tersebut sudah terlaksana di dalam proses pelaksanaan

program. Jadi model evaluasi ini dilaksanakan secara

terus bertahap dan berkelanjutan sehingga hasilnya

bisa dipantau apakah bisa mencapai target yang

direncanakan atau tidak. Goal Free Evaluation Model

dikembangkan oleh Michael Scriven ini dapat dikatakan

berlawanan dengan model yang dikembangkan Tyler.

Model ini menoleh dari tujuan sehingga dalam evaluasi

program evaluator tidak perlu memperhatikan apa yang

menjadi tujuan program tetapi memperhatikan

bagaimana kerjanya program, dengan jalan

mengidentifikasi penampilan yang terjadi baik hal-hal

10

yang positif maupun hal–hal negatif. Alasan mengapa

tujuan program tidak perlu diperhatikan karena ada

kemungkinan evaluator terlalu rinci mengamati tiap-

tiap tujuan khusus. Jika masing-masing tujuan khusus

tercapai, artinya terpenuhi dalam penampilan, tetapi

evaluator lupa memperhatikan seberapa jauh masing-

masing penampilan tersebut mendukung penampilan

akhir yang diharapkan oleh tujuan umum maka

akibatnya jumlah penampilan khusus ini tidak banyak

manfaatnya. Dari uraian di atas bisa disimpulakan

bahwa model ini tidak sama sekali lepas dari tujuan

tetapi hanya lepas dari tujuan khusus. Model ini hanya

mempertimbangkan tujuan umum yang akan dicapai

oleh program, bukan secara rinci perkomponen.

Formatif – Sumatif Evaluation Model dikembangkan

juga oleh Michael Scriven. Model ini menunjuk adanya

tahapan dan lingkup objek yang dievaluasi, yaitu

evaluasi yang dilakukan pada waktu program masih

berjalan (evaluasi formatif) dan ketika program sedah

berakhir (evaluasi sumatif). Dalam model ini evaluator

tidak dapat melepaskan diri dari tujuan ketika

melakukan evaluasi. Tujuan evaluasi formatif memang

berbeda dengan tujuan evaluasi sumatif. Jadi tujuan

eavluasi ini menunjuk tentang “apa, kapan dan tujuan”

evaluasi dilaksanakan. Evaluasi formatif dilakukan

ketika program masih berlangsung atau ketika program

masih dekat dengan permulaan kegiatan. Tujuannya

adalah mengetahui seberapa jauh program yang

dirancang dapat berlangsung sekaligus

mengidentifikasi hambatan. Evaluasi sumatif dilakukan

setelah program berakhir dengan tujuan untuk

11

mengukur ketercapaian program. Jadi evaluasi

program ini memfokuskan pada dua kegiatan yaitu di

awal program dan setelah program berakhir.

Countenance Evaluation Model yang dikembangkan

oleh Stake, model ini menekankan pada adanya

pelaksanaan dua hal pokok yaitu (1) Deskripsi

(Description) dan (2) Pertimbangan (Judgments); serta

membedakan adanya tiga tahap dalam evaluasi

program yaitu (1) Anteseden (antecedents/context), (2)

Transaksi (tranaction/process) dan (3) Keluaran (output-

outcomes). CSE-UCLA Evaluation Model terdiri dari

dua singkatan yaitu CSE adalah Center for the Study of

Evaluation sedangkan UCLA adalah singkatan dari

University of California in Los Angles. Model ini memiliki

lima tahap yang dilakukan dalam evaluasi yaitu

perencanaan, pengembangan, implementasi, hasil dan

dampak. Kelima tahap dalam evaluasi ini dilakukan

secara bertahap dan berkesinambungan sehingga

hasilnya bisa dilihat apakah sudah sesuai dengan yang

direncanakan. CIPP Evaluation Model dikembangkan

oleh Stuffebeam, dkk. (1967) di Ohio State University.

CIPP merupakan kependekan dari Context evaluation

atau evaluasi terhadap konteks, Input evaluation adalah

evaluasi terhadap masukan, Process evaluation yaitu

evaluasi terhadap proses, dan Product evaluation atau

evaluasi terhadap hasil. Keempat kata yang di singkat

CIPP tersebut merupakan sasaran evaluasi yang tidak

lain adalah komponen dari proses dari sebuah program

kegiatan. Model CIPP merupakan model evaluasi yang

memandang program yang dievaluasi sebagai sebuah

sistem. Jadi model CIPP dalam menganalisa program

12

dilaksanakan berdasarkan komponen – komponennya

yang dapat dijelaskan sebagai berikut: a) Evaluasi

Konteks adalah upaya untuk menggambarkan dan

merinci lingkungan, kebutuhan yang tidak terpenuhi,

populasi dan sampel yang dilayani dan tujuan proyek.

b) Evaluasi Masukan (input) maksud dari evaluasi

masukan dalam penelitian ini adalah kemampuan awal

SMP Negeri 1 Limbangan dalam melaksanakan program

pengadaan dan perbaikan sarana prasarana sekolah,

antara lain kemampuan sekolah dalam menyiapkan

petugas yang tepat, strategi pengadaan dan perbaikan,

jadwal, anggaran biaya pengadaan dan perbaikan

sarana dan prasarana dan tujuan pengadaan dan

perbaikan sarana dan prasarana sekolah. c) Evaluasi

Proses menunjuk pada “apa” (what) kegiatan yang

dilakukan dalam program, “siapa” (who) orang yang

ditunjuk sebagai penanggungjawab program, “kapan”

(when) kegiatan akan selesai. Dalam model CIPP

evaluasi proses diarahkan pada seberapa jauh kegiatan

yang dilaksanakan di dalam program sudah terlaksana

sesuai dengan rencana. Dan yang terakhir d) Evaluasi

Produk atau hasil, diarahkan pada hal-hal yang

menunjukkan perubahan yang terjadi pada masukan

mentah. Evaluasi hasil merupakan tahap akhir dari

serangkaian evaluasi program. Jadi setelah evaluasi

hasil selesai dapat direkomendasikan hasil program

yang berjalan untuk merumuskan kebijakan

berikutnya. Yang terakhir adalah Discrepancy Model,

kata discrepancy adalah istilah bahasa Inggris yang

diterjemahkan menjadi “kesenjangan”. Model yang

dikembangkan oleh Malcolm Provus ini merupakan

13

model yang menekankan pada pandangan adanya

kesenjangan di dalam pelaksanaan program. Evaluator

mengukur besarnya kesenjangan yang ada di setiap

komponen. Jadi model evaluasi ini untuk mengetahui

perbedaan yang ada pada setiap komponen program

yang dilaksanakan.

Dari beberapa model evaluasi yang sudah

dijelaskan di atas dapat ditentukan bahwa model

evaluasi CIPP yang dirasa sesuai untuk melakukan

evaluasi manajemen sarana prasarana di SMP Negeri 1

Limbangan Kabupaten Kendal.

2.3 Manajemen

Manajemen berasal dari kata to manage yang

berarti mengelola. Manajemen adalah pengelolaan

sumber daya yang ada dalam organisasi untuk

digerakkan dengan sistematis dalam suatu proses

untuk mencapai tujuan organisasi secara efektif dan

efisien. Hal ini sesuai dengan pendapat Rohiat (2010:

14) yang menyatakan bahwa:

manajemen adalah melakukan pengelolaan

sumberdaya yang dimiliki oleh sekolah/organisasi

yang diantaranya adalah manusia, uang, metode,

material, mesin, dan pemasaran yang dilakukan dengan sistematis dalam suatu proses.

Manajemen menurut Sulistyorini (2009: 11)

adalah “kegiatan seseorang dalam mengatur organisasi,

lembaga atau sekolah yang bersifat manusia maupun

non manusia, sehingga tujuan organisasi, lembaga atau

sekolah dapat tercapai secara efektif dan efisien”.

Kemudian menurut Bafadal (2004: 1) “manajemen

merupakan proses pendayagunaan semua sumber daya

14

dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan”.

Sejalan dengan pendapat Sergiovanni (1987) dalam

Bafadal (2004: 1) “pendayagunaan melalui tahapan

proses yang meliputi perencanaan, pengorganisasian,

pengarahan, dan pengawasan disebut manajemen”.

Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa

manajemen adalah sebagai proses merencanakan,

mengorganisasikan, menggerakkan, mengawasi, dan

mendayagunakan seluruh sumber daya organisasi

dalam rangka untuk mencapai tujuan organisasi secara

efektif dan efisien.

2.4 Sarana Prasarana Pendidikan

2.4.1 Pengertian sarana prasarana pendidikan

Sarana dan prasarana pendidikan adalah segala

sesuatu yang digunakan baik secara langsung maupun

tidak langsung sebagai penunjang kegiatan belajar dan

mengajar untuk mencapai tujuan pendidikan. Sesuai

dengan pendapat Burhanuddin dkk. (2003: 86) yang

menyatakan bahwa “sarana pendidikan adalah semua

perangkat peralatan, bahan, dan perabotan yang secara

langsung digunakan dalam proses pendidikan di

sekolah”.

Menurut Kasan (2000),

sarana pendidikan adalah peralatan dan

perlengkapan yang secara langsung dipergunakan

dan menunjang proses pendidikan, khususnya

proses belajar mengajar, seperti gedung, ruang

kelas, meja, kursi, serta alat – alat dan media pengajaran.

Menurut Mulyasa (2013: 87),

sarana pendidikan adalah peralatan dan

perlengkapan yang secara langsung dipergunakan

15

dan menunjang proses pendidikan, khususnya proses belajar mengajar, seperti gedung, ruang

kelas, meja kursi, serta alat – alat dan media

pembelajaran.

Sedangkan “prasarana pendidikan adalah semua

perangkat kelengkapan dasar yang secara tidak

langsung menunjang pelaksanaan proses pendidikan di

sekolah” (Burhanuddin dkk. 2003: 86).

Menurut Kasan (2000), “prasarana pendidikan

secara etimologi (arti kata) berarti alat tidak langsung

untuk mencapai tujuan. Prasarana pendidikan

misalnya lokasi/ tempat, bangunan sekolah, lapangan

olahraga dan sebagainya”.

Adapun menurut Mulyasa (2013, 87), yang

dimaksud dengan prasarana pendidikan adalah:

fasilitas yang secara tidak langsung menunjang

jalannya proses pendidikan atau pembelajaran,

seperti halaman, kebun, taman sekolah, jalan

menuju sekolah, tetapi jika dimanfaatkan secara

langsung untuk proses belajar mengajar, seperti

taman sekolah untuk pembelajaran biologi, halaman sekolah sebagai sekaligus lapangan olahraga,

komponen tersebut merupakan sarana pendidikan.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sarana

dan prasarana pendidikan adalah semua komponen

yang secara langsung maupun tidak langsung

menunjang jalannya proses pendidikan untuk

mencapai tujuan dalam pendidikan itu sendiri. Secara

umum sarana pendidikan terdiri atas 3 (tiga) kelompok

besar, yaitu:

Bangunan dan perabot sekolah.

Alat pelajaran yang terdiri atas buku – buku dan alat

– alat peraga dan laboratorium.

16

Media pendidikan yang dapat dikelompokkan

menjadi audiovisual yang menggunakan alat

terampil.

2.4.2 Fungsi sarana dan prasarana pendidikan

Menurut Gunawan (2005), ditinjau dari fungsinya

terhadap proses belajar mengajar, prasarana

pendidikan berfungsi tidak langsung. Yang termasuk di

dalam prasarana pendidikan adalah tanah, halaman,

pagar, tanaman, gedung/ bangunan sekolah, jaringan

jalan, air, telepon, serta perabot/ mebeler. Sedangkan

sarana pendidikan berfungsi langsung terhadap proses

belajar mengajar, seperti alat pelajaran, alat peraga dan

media pendidikan.

Ketiga macam golongan tersebut akan diuraikan

satu persatu berdasarkan klasifikasinya masing –

masing:

a. Alat pelajaran adalah semua benda yang dapat

digunakan secara langsung oleh guru maupun murid

dalam proses belajar, atau alat/ benda yang

dipergunakan secara langsung oleh guru maupun

murid dalam proses belajar mengajar. Alat pelajaran

dapat berupa buku tulis, gambar – gambar, alat –

alat tulis menulis lain seperti kapur, penghapus, dan

papan tulis maupun alat – alat praktik, semuanya

termasuk ke dalam lingkup alat pelajaran.

b. Alat peraga adalah semua alat pembantu pendidikan

dan pengajaran, baik berupa benda ataupun

perbuatan dari yang tingkatnya paling kongkrit

sampai yang paling abstrakyang dapat

17

mempermudah pemberian pengertian (penyampaian

konsep) kepada murid atau segala sesuatu yang

digunakan guru untuk memperagakan atau

memperjelas pelajaran.

c. Media pendidikan adalah sarana pendidikan yang

digunakan sebagai perantara di dalam proses belajar

mengajar untuk lebih mempertinggi efektivitas dan

efisiensi, tetapi dapat pula sebagai pengganti

peranan guru. Biasanya klasifikasi media pendidikan

didasarkan atas indera yang digunakan untuk

menangkap isi dari materi yang disampaikan dengan

media tersebut. Dengan cara pengklasifikasian ini

dibedakan atas:

Media audio atau media dengar, yaitu media untuk

pendengaran.

Media visual atau media tampak, yaitu media untuk

penglihatan.

Media audio visual atau media tampak – dengar,

yaitu media untuk pendengaran dan penglihatan.

Jadi dapat disimpulkan bahwasannya sarana dan

prasarana pendidikan berfungsi secara langsung dan

tidak langsung terhadap proses belajar mengajar dan

juga sebagai fasilitas untuk kebutuhan yang diperlukan

dalam proses belajar dan mengajar.

2.4.3 Jenis – jenis sarana dan prasarana pendidikan

Menurut Gunawan (2005), ditinjau dari jenisnya,

sarana dan prasarana pendidikan dapat dibedakan

menjadi fasilitas fisik dan fasilitas non fisik.

Fasilitas fisik atau material yaitu segala sesuatu

yang berwujud benda mati atau dibendakan yang

18

mempunyai peran untuk memudahkan atau

melancarkan sesuatu usaha, seperti kendaraan, mesin

tulis, computer, perabot, alat peraga, media, dan

sebaganya. Adapun fasilitas non fisik yakni sesuatu

yang bukan benda mati yang mempunyai peranan

untuk memudahkan atau memperlacar sesuatu usaha

manusia, jasa, uang.

Menurut Arikunto (2005), fasilitas atau sarana

secara garis besar dapat dibedakan atas dua jenis,

yaitu:

a. Fasilitas fisik, yakni segala sesuatu yang berupa

benda atau yang dapat dibendakan, yang mempunyai

peranan untuk memudahkan dan melancarkan

sesuatu usaha. Fasilitas fisik juga disebut fasilitas

materiil. Contoh: kendaraan, alat tulis menulis, alat

komunikasi, alat penampil atau praktik dan

sebagainya.

b. Fasilitas uang, yakni segala sesuatu yang bersifat

mempermudah sesuatu kegiatan sebagai akibat

bekerjanya nilai uang. Contohnya: penyewaan

kendaraan, dan berekreasi.

Adapun jenis sarana dan prasarana yang

diperlukan di sekolah demi kelancaran dan

keberhasilan kegiatan proses pendidikan sekoah

adalah:

Ruang kelas: tempat siswa dan guru melaksanakan

proses kegiatan belajar mengajar.

Ruang perpustakaan: tempat koleksi berbagai jenis

bacaan bagi siswa dan dari sinilah siswa dapat

menambah pengetahuan.

19

Ruang laboratorium (tempat praktik): tempat siswa

mengembangkan pengetahuan, sikap, dan

keterampilan, serta tempat meneliti dengan

menggunakan media yang ada untuk memecahkan

suatu masalah atau konsep pengetahuan.

Ruang keterampilan adalah tempat siswa

melaksanakan latihan mengenai keterampilan

tertentu.

Ruang kesenian: tempat berlangsungnya kegiatan –

kegiatan seni.

Fasilitas olahraga: tempat berlangsungnya latihan-

latihan olahraga.

Jadi dapat disimpulkan bahwasannya sarana dan

prasarana pendidikan dapat dibedakan menjadi 2 (dua)

jenis yaitu fasilitas fisik dan fasilitas nonfisik dimana

keduanya mempunyai peranan untuk memudahkan

dan melancarkan sesuatu uasaha dalam proses belajar

mengajar, agar tujuan pendidikan yang diharapkan

dapat tercapai.

2.5 Manajemen Sarana dan prasarana

pendidikan

Suatu kegiatan administrasi/manajemen/penge-

lolaan yang baik tentu diawali dengan suatu

perencanaan yang matang dan baik dilaksanakan demi

menghindari terjadinya kesalahan dan kegagalan yang

tidak diinginkan.

Menurut pendapat Gunawan (2005:5) adalah

sebagai berikut:

Administrasi Sarana dan Prasara Pendidikan adalah

merupakan seluruh proses kegiatan yang

20

direncanakan dan diusahakan secara sengaja dan bersungguh-sungguh serta pembinaan secara

kontinyu terhadap benda-benda pendidikan, agar senantiasa siap pakai (ready for uses) dalam proses

pembelajaran, sehingga proses pembelajaran

semakin efektif dan efesien guna membantu

tercapainya tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.

Menurut Mulyono (2008: ),

manajemen sarana dan prasarana pendidikan

adalah seluruh proses kegiatan yang telah direncanakan dan diusahakan secara sengaja dan

bersungguh-sungguh serta pembinaan secara

kontinu terhadap benda-benda pendidikan, agar

senantiasa siap pakai dalam proses belajar

mengajar. Manajemen ini dilaksanakan demi tujuan

pendidikan yang telah ditetapkan dapat tercapai secara efektif dan efisien.

Dari pendapat Gunawan (2005: 5) dan Mulyono

(2008: ) keduanya memiliki persamaan bahwa

manajemen/administrasi sarana dan prasarana

pendidikan merupakan seluruh proses kegiatan yang

direncanakan dan diusahakan secara sengaja dan

bersungguh-sungguh serta berkelanjutan terhadap

benda-benda pendidikan agar senantiasa siap pakai

untuk menunjang proses belajar mengajar sehingga

tujuan pendidikan dapat tercapai secara efektif dan

efisien.

Pengertian lain dari manajemen sarana dan

prasarana adalah sesuatu usaha yang diarahkan untuk

mewujudkan suasana belajar mengajar yang efektif dan

menyenangkan serta dapat memotivasi siswa untuk

belajar dengan baik sesuai dengan kemampuan dan

kelengkapan sarana yang ada. Dengan demikian

administrasi sarana prasarana itu merupakan usaha

untuk mengupayakan sarana dan alat peraga yang

21

dibutuhkan pada proses pembelajaran demi lancarnya

dan tercapainya tujuan pendidikan.

Dari berbagai pendapat tadi penulis

medefinisikan bahwa manajemen sarana prasarana

pendidikan adalah suatu usaha yang diarahkan untuk

mewujudkan suasana belajar mengajar yang efektif dan

menyenangkan serta dapat memotivasi siswa untuk

belajar dengan baik sesuai dengan kemampuan dan

kelengkapan sarana yang ada. Sedangkan yang menjadi

tujuan dari administrasi sarana prasarana ini adalah

agar tercapainya tujuan pendidikan.

Manajemen sarana prasarana dengan ruang

lingkup pembahasannya yaitu melakukan perencanaan

terhadap kebutuhan, pengadaan, penyimpanan,

inventarisasi, pemeliharaan, penghapusan, dan

pengawasan. Untuk dapat memahami manajemen

sarana prasarana dengan baik, diperlukan adanya

persamaan persepsi tentang pengertian manajemen

sarana prasarana, fungsi manajemen sarana

prasarana, dan proses manajemen sarana prasarana.

Rohiat (2010: 26) menyatakan bahwa:

Manajemen sarana dan prasarana adalah kegiatan

yang mengatur untuk mempersiapkan segala

peralatan/ material bagi terselenggaranya proses

pendidikan di sekolah. Manajemen sarana dan prasarana dibutuhkan untuk membantu kelancaran

proses belajar mengajar. Sarana dan prasarana

pendidikan adalah semua benda bergerak dan tidak

bergerak yang dibutuhkan untuk menunjang

kegiatan belajar mengajar, baik secara langsung

maupun tidak langsung. Manajemen sarana dan prasarana merupakan keseluruhan proses

perencanaan pengadaan, pendayagunaan, dan

pengawasan sarana dan prasarana yang digunakan

agar tujuan pendidikan di sekolah dapat dicapai

dengan efektif dan efesien. Kegiatan manajemen

22

sarana dan prasarana meliputi (1) perencanaan kebutuhan, (2) pengadaan, (3) penyimpanan, (4)

penginventarisasian, (5) pemeliharaan, dan (6)

penghapusan sarana dan prasarana pendidikan.

Dari berbagai uraian teori tentang sarana dan

prasarana pendidikan maka yang dimaksud dengan

manajemen sarana prasarana adalah seluruh proses

kegiatan yang telah direncanakan dan diusahakan

secara sengaja dan bersungguh-sungguh serta

pembinaan secara kontinyu terhadap benda-benda

pendidikan, agar senantiasa siap pakai dalam proses

belajar mengajar. Manajemen ini dilaksanakan demi

tujuan pendidikan yang telah ditetapkan dapat tercapai

secara efektif dan efisien.

Manajemen sarana prasarana pendidikan terbagi

dalam tiga aspek. Pertama, ditinjau dari fungsinya, ada

barang berfungsi tidak langsung (seperti pagar,

tanaman, Jalan masuk), dan barang berfungsi

langsung (seperti media pembelajaran dan alat

pembelajaran). Kedua, ditinjau dari jenisnya, ada

fasilitas fisik (misalnya kendaraan, computer dan

gedung), dan fasilitas non fisik (seperti manusia, jasa ).

Ketiga, ditinjau dari sifat barangnya, ada barang

bergerak dan barang tidak bergerak (seperti gedung,

sumur dan kendaraan).

Kualitas manajemen sarana prasarana di sebuah

sekolah dapat diukur berdasarkan aspek (1)

Perencanaan kebutuhan sarana prasarana pendidikan,

(2) Pengadaan sarana prasarana pendidikan, (3)

Pemeliharaan sarana prasarana pendidikan, (4)

Penyimpanan sarana prasarana pendidikan, (5)

23

Pengawasan sarana prasarana pendidikan, dan (6)

penghapusan sarana prasarana pendidikan.

2.6 Evaluasi manajemen sarana dan

prasarana pendidikan

Evaluasi manajemen sarana prasarana

pendidikan adalah kegiatan mengumpulkan informasi

tentang bekerjanya seluruh proses kegiatan yang telah

direncanakan dan diusahakan secara sengaja dan

bersungguh-sungguh serta pembinaan secara kontinyu

terhadap benda-benda pendidikan, agar senantiasa

siap pakai dalam proses belajar mengajar, yang

selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk

menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil

suatu keputusan. Pada penelitian ini seluruh informasi

yang dikumpulkan dievaluasi menggunakan model

evaluasi CIPP (Conteks, Input, Process, Product).

2.7 Kajian Hasil Penelitian

Penelitian Tanggela (2013), tentang analisis

implementasi sarana prasarana sekolah di SMP Negeri

2 Batu menemukan bahwa, 1) Pengadaan sarana dan

prasarana di SMP Negeri 2 Batu didasari oleh

perencanaan dalam RKAS-1 (Master Plan) dan RKAS-

2 (Rencana Operasional). SMP Negeri 2 Batu

memprioritaskan pengadaan empat RKB dan perangkat

pembelajaran berbasis TIK. Pengadaan sarana dan

prasarana sangat bergantung pada kebijakan

Pemerintah. 2) Aspek pendistribusian mencakup

distribusi anggaran dan distribusi sarana dan

24

prasarana. Distribusi anggaran dapat bersifat

swakelola atau melalui tender. Distribusi sarana

dan prasarana di SMP Negeri 2 Batu dilakukan

dengan sistem langsung. 3) Pemakaian sarana dan

prasarana di SMP Negeri 2 Batu belum memiliki SOP

dan administrasinya belum terintegrasi secara digital.

Pemakaian dikelola secara konvensional dan belum

memiliki pengelola khusus sehingga mengurangi

tingkat efektivitas, efisiensi dan produktivitas sarana

dan prasarana. 4) Pemeliharaan sarana dan prasarana

di SMP Negeri 2 Batu dilakukan secara rutin, berkala,

dan insidental. Efektivitas dan efisiensi pemeliharaan

sarana dan prasarana sangat bergantung pada

ketersediaan dana dan terkendala oleh tidak adanya

pengelola khusus; dan 5) Inventarisasi di SMP Negeri 2

Batu dilakukan setiap ada sarana dan prasarana baru

dan secara berkala disetiap tahun. Hasil inventarisasi

menjadi dasar bagi penentuan jenis kebutuhan. 6)

Penghapusan sarana dan prasarana mengikuti kriteria

penyusutan 10% dari nilai awal ditiap tahun. Sejauh ini

SMP Negeri 2 Batu belum pernah mengusulkan dan

melakukan penghapusan terhadap sarana dan

prasarana.

Penelitian Solichin (2011), berjudul “Manajemen

Sarana dan Prasarana Pendidikian di STAIN

Pamekasan” menemukan bahwa, Perencanaan sarana

dan prasarana pendidikan di STAIN selama ini

merupakan pengambilan keputusan yang meskipun

dalam skala terbatas merupakan suara dari warga

STAIN Pamekasan, dalam banyak kasus masih

merupakan keinginan dari para pemegang kebijakan,

25

dalam hal ini pejabat pengadaan dan perencanaan.

Secara faktual perencanaan sarana dan prasana

pendidikan di STAIN Pamekasan belum memiliki suatu

dokumen yang menjadi pegangan, landasan dan acuan

bersama warga STAIN Pamekasan dalam upaya

mengembangkan secara Institusionalnya. Perencanaan

sarana dan prasarana pendidikan di STAIN Pamekasan

belum merupakan suatu upaya sungguh-sungguh

menyerap aspirasi secara umum civitas STAIN

Pamekasan, atau setidaknya para unit pengelola.

Pengawasan sarana dan prasarana di STAIN

Pamekasan sudah dilakukan, namun belum dilakukan

secara utuh dan menyentuh secara detail aspek-aspek

sarana dan prasarana sehingga terkesan banyak

sarana pembelajaran yang tidak berfungsi dan baik dan

mendukung proses pembelajaran. STAIN Pamekasan

belum secara prosedural melakukan evaluasi terhadap

sarana dan prasarananya, sehingga dapat memberikan

proses yang baik dalam pengadaan, pengorgansian, dan

perawatannya.

Penelitian yang dilakukan oleh Hidayat (2013),

dengan judul “Manajemen Sarana dan Prasarana

Pendidikan di SMA Institut Indonesia Semarang”

membahas mengenai perencanaan, pengadaan, dan

evaluasi sarana dan prasarana pendidikan di SMA

Institut Indonesia Semarang. Hasil penelitian

menunjukkan (a) Perencanaan sarana dan prasarana

pendidikan SMA Institut Indonesia Semarang

dilakukan di awal tahun ajaran baru yang melibatkan

tim khusus yang dibentuk oleh kepala sekolah. Tim

tersebut menyusun rencana sarana dan prasarana

26

dengan melakukan identifikasi kebutuhan,

pendataan sarana dan prasarana dengan

menggunakan prinsip prioritas, mendata sumber dana,

serta membangun MoU dengan pihak luar. Kerja sama

dengan MoU dilakukan dengan memperhatikan dua

aspek, yaitu harga dan kualitas. (b) Pengadaan sarana

dan prasarana pendidikan di SMA Institut Indonesia

Semarang dilakukan dengan penyusunan proposal

yang memperhatikan aspek kebutuhan dan sumber

dana yang tersedia. Sistem pengadaanya dilakukan

dengan pembelian, perbaikan, dan hadiah. Ada kalanya

pihak sekolah melakukan penyewaan, seperti menyewa

tenda untuk kegiatan pelepasan siswa kelas XII.

Kepala sekolah meninjau sarana dan prasarana yang

sudah diadakan dan meminta tim khusus untuk

melakukan inventarisasi. Pemberian kode dilakukan

berdasarkan mata pelajaran, jenis barang, dan tanggal

pengadaan. (c) Evaluasi sarana dan prasarana

pendidikan di SMA Institut Indonesia Semarang

dilakukan oleh tim evaluator setiap tiga bulan sekali,

akhir semester, dan akhir tahun. Secara umum aspek

yang dinilai dalam kegiatan evaluasi tersebut adalah

kondisi riil sarana dan prasarana, frekuensi

penggunaan, serta tingkat kepuasan pengguna. Hasil

evaluasi dibuat laporan dan akan dibahas dalam rapat

untuk segera dilakukan tindak lanjut. Secara umum

sarana dan prasarana SMA Institut Indonesia

Semarang cukup baik, hanya frekuensi penggunaan

saja yang perlu ditingkatkan.

Penelitian Mc Donald (2010) dengan judul

penelitian “Contested Visions of the Community School”.

27

Penelitian ini membahas mengenai analisis kebutuhan

sekolah. Dalam penelitian ini disebutkan bahwa

komunitas sekolah membantu dalam menyediakan

fasilitas sekolah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

masyarakat dan warga sekolah membantu dalam

pengadaan sarana dan prasarana sekolah. Adapun

fasilitas yang tersedia dari bantuan masyarakat adalah

perlengkapan olahraga.

Penelitian yang dilakukan oleh Ifeoma (2012),

dengan judul penelitian “Assessing School Facilities in

Public Secondary Schools in Delta State, Nigeria”,

membahas mengenai kondisi sarana dan prasarana

sekolah menengah umum di negara Nigeria. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa kondisi sarana dan

prasarana sekolah rusak dan diharapkan adanya

perbaikan atau tahap pemeliharaan pengelolaan sarana

dan prasarana.

Mencermati penelitian yang sudah ada dapat

dikatakan bahwa penelitian ini sangat berbeda dengan

penelitian terdahulu, dalam penelitian ini

menggunakan evaluasi model CIPP yang mengevaluasi

unsur konteks, masukan, proses dan hasil, sehingga

penelitian ini mempunyai keistimewaan pada tehnik

evaluasinya. Hasil dari penelitian ini lebih rinci dan

memudahkan pihak manajemen sekolah dalam

menentukan kebijakan yang akan datang sehingga

manajemen sarana prasarana di SMP Negeri 1

Limbangan Kabupaten Kendal akan lebih efektif dan

efisien.

28

2.8 Kerangka Berpikir

Manajemen sarana prasarana pendidikan adalah

bagian dari manajemen pendidikan. Tujuan dari

manajemen sarana prasarana pendidikan adalah agar

sarana prasarana pendidikan yang ada disekolah dapat

dimanfaatkan secara efektif dan efisien dalam

menunjang keberhasilan proses belajar mengajar

sehingga tujuan pendidikan dapat tercapai.

Manajemen sarana prasarana pendidikan ini

mencakup: 1) Perencanaan, yaitu perencanaan

pemenuhan kebutuhan sarana prasarana pendidikan

agar dapat menunjang keberhasilan proses

pembelajaran. 2) Pengadaan, yaitu proses pemenuhan

kebutuhan sarana dan prasarana pendidikan sesuai

dengan kebutuhan dan anggaran/dana yang tersedia.

3) Pemeliharaan, yaitu perawatan terhadap sarana dan

prasarana agar senantiasa siap untuk dimanfaatkan

dalam menunjang proses pendidikan. 4) Penyimpanan,

yaitu penempatan sarana dan prasarana pendidikan

setelah selesai/sebelum dimanfaatkan supaya pada

saat dimanfaatkan mudah ditemukan. 5) Pengawasan,

yaitu monitoring sarana dan prasarana pendidikan

apakah pemanfaatan, jumlah dan macamnya sudah

memenuhi standar sarana dan prasarana pendidikan,

dan 6) Penghapusan, yaitu kegiatan penghapusan

terhadap sarana prasarana pendidikan yang sudah

tidak layak pakai dan sudah tidak dapat diperbaiki

atau biaya untuk perbaikan lebih besar dari biaya

pengadaan sehingga sarana prasarana tersebut perlu

29

dihapuskan agar tidak membebani anggaran sekolah

dalam pemeliharaannya.

Untuk mengetahui bagaimanakah unsur konteks,

input, proses dan produk manajemen sarana prasarana

perlu diadakan evaluasi agar sekolah/organisasi tidak

mengulang kesalahan yang sama yang pernah terjadi,

karena tanpa evaluasi tidak dapat diketahui konteks,

input, proses, produk dan kendala yang dihadapi.

Untuk itu dilaksanakanlah evaluasi dengan model

evaluasi CIPP (context, input, process, product).

Gambar 2.1

Evaluasi Manajemen Sarana Prasarana dengan Model CIPP

Produk: Inventarisasi,

pendistribusian, perawatan,

pemanfaatan, penghapusan

Konteks: Latar Belakang, perencanaan,

kebutuhan, kebijakan

manajemen sekolah, mencapai

visi misi sekolah

Input: Kesiapan SDM,

komitmen skala prioritas,

pendanaan, strategi,

Proses: Sosialisasi, jadwal,

pengadaan, evaluasi,

hambatan dan solusi

Manajemen Sarana

Prasarana

feedback/Rekomendasi feedback/Rekomendasi

30