bab ii kajian teoretis 2.1 hakikat masalah...

21
BAB II KAJIAN TEORETIS 2.1 Hakikat Masalah Belajar 2.1.1 Pengertian Belajar Belajar pada hakikatnya merupakan kegiatan yang di lakukan secara sadar untuk menghasilkan suatu perubahan, menyangkut pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai. Manusia tanpa belajar, maka akan mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang tidak lain juga merupakan produk kegiatan berpikir manusia-manusia pendahulunya (Uno, 2009: 1). Menurut Dadang Sunendar (2009:5) kata belajar berarti proses perubahan tingkah laku pada peserta didik akibat adanya interaksi antara individu dan lingkungannya melalui pengalaman dan latihan. Perubahan ini terjadi secara menyeluruh, menyangkut aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Pengertian belajar yang cukup komprehensif juga diberikan oleh Bell Gredler (dalam Winaputra, 2009:1.5) yang menyatakan bahwa belajar adalah proses yang dilakukan oleh manusia untuk mendapatkan aneka ragam competencies, skills, and attitudes. Kemampuan (competencies), keterampilan (skills), dan sikap (attitudes) tersebut diperoleh secara bertahap dan berkelanjutan mulai dari masa bayi sampai tua melalui rangkaian proses belajar sepanjang hayat. Pernyataan tersebut di pertegas kembali oleh Mayer (dalam Nunuk Suryani, 2012:35) bahwa belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang melalui pengalaman. Pandangan tentang belajar pun dikemukakan oleh Slameto (2010: 2) bahwa belajar adalah suatu usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah 6

Upload: nguyentuyen

Post on 19-May-2019

215 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB II

KAJIAN TEORETIS

2.1 Hakikat Masalah Belajar

2.1.1 Pengertian Belajar

Belajar pada hakikatnya merupakan kegiatan yang di lakukan secara sadar untuk

menghasilkan suatu perubahan, menyangkut pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai.

Manusia tanpa belajar, maka akan mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan

kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang tidak lain juga merupakan produk kegiatan

berpikir manusia-manusia pendahulunya (Uno, 2009: 1).

Menurut Dadang Sunendar (2009:5) kata belajar berarti proses perubahan tingkah laku

pada peserta didik akibat adanya interaksi antara individu dan lingkungannya melalui

pengalaman dan latihan. Perubahan ini terjadi secara menyeluruh, menyangkut aspek kognitif,

afektif dan psikomotor.

Pengertian belajar yang cukup komprehensif juga diberikan oleh Bell Gredler (dalam

Winaputra, 2009:1.5) yang menyatakan bahwa belajar adalah proses yang dilakukan oleh

manusia untuk mendapatkan aneka ragam competencies, skills, and attitudes. Kemampuan

(competencies), keterampilan (skills), dan sikap (attitudes) tersebut diperoleh secara bertahap dan

berkelanjutan mulai dari masa bayi sampai tua melalui rangkaian proses belajar sepanjang hayat.

Pernyataan tersebut di pertegas kembali oleh Mayer (dalam Nunuk Suryani, 2012:35) bahwa

belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang melalui

pengalaman.

Pandangan tentang belajar pun dikemukakan oleh Slameto (2010: 2) bahwa belajar

adalah suatu usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah 6

laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam berinteraksi

dengan lingkungannya. Selanjutnya Oemar Hamalik (2009:27) menambahkan bahwa belajar

merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya

mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu, yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu

penguasaan hasil latihan melainkan perubahan kelakuan.

Selanjutnya ditegaskan Aswan Zain (2010:10) belajar adalah proses perubahan perilaku

berkat pengalaman dan latihan artinya, tujuan kegiatan adalah perubahan tingkah laku, baik yang

menyangkut pengetahuan, keterampilan maupun sikap, bahkan meliputi segenap aspek

organisme atau pribadi. Sama halnya dengan Slavin (dalam Trianto, 2009:16) menyatakan

bahwa belajar secara umum diartikan sebagai perubahan pada individu yang terjadi melalui

pengalaman, dan bukan karena pertumbuhan atau perkembangan tubuhnya atau karakteristik

seseorang sejak lahir. Manusia banyak belajar sejak lahir dan bahkan ada yang berpendapat

sebelum lahir. Bahwa antara belajar dan perkembangan sangat erat kaitannya. Cronbach

menyatakan bahwa belajar itu merupakan perubahan perilaku sebagai hasil dari pengalaman.

Menurut Cronbach bahwa belajar yang sebaik-baiknya adalah dengan mengalami sesuatu

yaitu menggunakan panca indara. Dengan kata lain, bahwa belajar adalah suatu cara mengamati,

membaca, meniru, mengintimasi, mencoba sesuatu, mendengar, dan mengikuti arah tertentu

(dalam Riyanto, 2009:5). Selanjutnya Slameto (2010:2) belajar ialah suatu proses usaha yang

dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara

keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

Pengertian lain mengenai belajar dikemukakan oleh Mudjiono (2009:17) bahwa “belajar

merupakan peristiwa sehari-hari di sekolah. Belajar merupakan hal yang kompleks.

Kompleksitas belajar tersebut dapat dipandan dari dua subjek, yaitu dari siswa dan dari guru.

Dari segi siswa, belajar dialami sebagai suatu proses. Siswa mengalami proses mental dalam

menghadapi bahan belajar.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses dalam

perubahan tingkah laku setelah mengalami suatu tindakan dalam pembelajaran baik secara

internal maupun eksternal.

2.1.2 Fungsi Belajar

Menurut Fridawati (2009) bahwa manfaat dan fungsi belajar di sekolah diantaranya:

1. Melatih Kemampuan Kemampuan Akademis Anak (Biar Pintar)

Dengan melatih serta mengasah kemampuan menghafal, menganalisa, memecahkan

masalah, logika, dan lain sebagainya maka diharapkan seseorang akan memiliki kemampuan

akademis yang baik. Orang yang tidak sekolah biasanya tidak memiliki kemampuan akademis

yang baik sehingga dapat dibedakan dengan orang yang bersekolah. Kehidupan yang ada di masa

depan tidaklah semudah dan seindah saat ini karena dibutuhkan perjuangan dan kerja keras serta

banyak ilmu pengetahuan.

2. Menggembleng dan Memperkuat Mental, Fisik dan Disiplin

Dengan mengharuskan seorang siswa atau mahasiswa datang dan pulang sesuai dengan

aturan yang berlaku maka secara tidak langsung dapat meningkatkan kedisiplinan seseorang.

Dengan begitu padatnya jadwal sekolah yang memaksa seorang siswa untuk belajar secara terus-

menerus akan menguatkan mental dan fisik seseorang menjadi lebih baik.

3. Memperkenalkan Tanggung Jawab

Tanggung jawab seorang anak adalah belajar di mana orangtua atau wali yang memberi

nafkah. Seorang anak yang menjalankan tugas dan kewajibannya dengan baik dengan bersekolah

yang rajin akan membuat bangga orang tua, guru, saudara, famili, dan lain-lain.

4. Membangun Jiwa Sosial dan Jaringan Pertemanan

Banyaknya teman yang bersekolah bersama akan memperluas hubungan sosial seorang

siswa. Tidak menutup kemungkinan di masa depan akan membentuk jaringan bisnis dengan

sesama teman di mana di antara sesamanya sudah saling kenal dan percaya. Dengan memiliki

teman maka kebutuhan sosial yang merupakan kebutuhan dasar manusia dapat terpenuhi dengan

baik.

5. Sebagai Identitas Diri

Lulus dari sebuah institusi pendidikan biasanya akan menerima suatu sertifikat atau

ijazah khusus yang mengakui bahwa kita adalah orang yang terpelajar, memiliki kualitas yang

baik dan dapat diandalkan. Jika disandingkan dengan orang yang tidak berpendidikan dalam

suatu lowongan pekerjaan kantor, maka rata-rata yang terpelajarlah yang akam mendapatkan

pekerjaan tersebut.

6. Sarana Mengembangkan Diri dan Berkreativitas

Seorang siswa dapat mengikuti berbagai program ekstrakurikuler sebagai pelengkap

kegiatan akademis belajar mengajar agar dapat mengembangkan bakat dan minat dalam diri

seseorang. Semakin banyak memiliki keahlian dan daya kreativitas maka akan semakin baik pula

kualitas seseorang. Sekolah dan kuliah hanyalah sebagai suatu mediator atau perangkat

pengembangan diri. Yang mengubah diri seseorang adalah hanyalah orang itu sendiri.

2.1.3 Ciri-Ciri Belajar

Aunurrahman (2009:4) belajar merupakan proses internal yang kompleks. Yang terlibat

dalam proses internal tersebut adalah seluruh mental, yang meliputi ranah kognitif, afektif, dan

psikomotorik. Dari segi guru proses belajar tersebut dapat damati secara tidak langsung. Artinya

proses belajar yang merupakan proses internal siswa tidak dapat diamati, akan tetapi dapat

dipahami oleh guru. Penggunaan atau tingkatan jenis perilaku belajar terdiri dari tiga ranah atau

kawasan, yaitu; (a) ranah kognitif, yang mencakup enam jenis atau tingkatan perilaku, (b) ranah

afektif, yang mencakup lima jenis perilaku, (c) ranah psikomotorik. Masing-masing ranah

dijelaskan berikut ini:

1. Ranah Kognitif Bloom, (dalam Aunurrahman, 2009:49) terdiri dari enam jenis perilaku;

a. Pengetahuan, mencakup kemampuan ingatan tentang hal-hal yang telah dipelajari dan

tersimpan di dalam ingatan.

b. Pemahaman, mencakup kemampuan menangkap sari dan makna hal-hal yang

dipelajari.

c. Penerapan, mencakup kemampuan menerapkan metode, kaidah untuk menghadapi

masalah yang nyata dan baru.

d. Analisis, mencakup kemampuan merinci suatu kesatuan ke dalam bagian-bagian

sehingga struktur keseluruhan dapat dipahami dengan baik.

e. Sintesis, mencakup kemampuan membentuk suatu pola baru, misalnya tampak di

dalam kemampuan menyusun suatu program kerja.

f. Evaluasi, mencakup kemampuan membentuk pendapat tentang beberapa hal

berdasarkan kriteria tertentu.

2. Ranah Afektif menurut Bloom dkk (dalam Aunurrahman, 2009:50) terdiri dari tujuh jenis

perilaku, yaitu:

a. Penerimaan, yang mencakup kepekaan tentang hal tertentu dan kesediaan

memperhatikan hal tersebut.

b. Partisipasi, yang mencakup kerelaan, kesediaan memperhatikan dan berpartisipasi

dalam suatu kegiatan.

c. Penilaian dan penentuan sikap, yang mencakup penerimaan terhadap suatu

nilai,menghargai, mengakui, dan menentukan sikap.

d. Organisasi, yang mencakup kemampuan membentuk suatu sistem nilai sebagai

pedoman dan pegangan hidup.

e. Pembentukan pola hidup, yang mencakup kemampuan menghayati nilai, dan

membentuknya menjadi pola nilai kehidupan pribadi.

3. Ranah Psikomotor Simpson (dalam Aunurrahman, 2009:52), terdiri dari tujuh perilaku

atau kemampuan motorik, yaitu:

a. Persepsi, yang mencakup kemampuan memilah-milahkan sesuatu secara khusus dan

menyadari adanya perbedaan antara sesuatu tersebut.

b. Kesiapan, yang mencakup kemampuan menempatkan diri dalam suatu keadaan di

mana akan terjadi suatu gerakan atau rangkaian gerakan.

c. Gerakan terbimbing, mencakup kemampuan melakukan gerakan sesuai contoh, atau

gerakan peniruan.

d. Gerakan terbiasa, mencakup kemampuan melakukan gerakan-gerakan tanpa contoh.

e. Gerakan kompleks, yang mencakup kemampuan melakukan gerakan atau

keterampilan yang terdiri dari banyak tahap secara lancar, efisien dan tepat.

f. Penyesuaian pola gerakan, yang mencakup kemampuan mengadakan perubahan dan

penyesuaian pola gerak gerik dengan persyaratan khusus yang berlaku.

g. Kreativitas, mencakup kemampuan melahirkan pola-pola gerak-gerik yang baru atas

dasar prakarsa sendiri.

2.1.4 Masalah-Masalah Belajar

Aunurrahman (2009:177) menyatakan bahwa masalah-masalah belajar intern maupun

ekstern dapat dikaji dari dimensi guru maupun dari dimensi siswa. Dari dimensi siswa, masalah-

masalah belajar yang dapat muncul sebelum kegiatan belajar dapat berhubungan dengan

karakteristik siswa, baik berkenaan dengan minat, kecakapan maupun pengalaman-pengalaman.

Selama proses belajar, masalah belajar seringkali berkaitan dengan sikap terhadap belajar,

motivasi, konsentrasi, pengolahan pesan pembelajaran, menyimpan pesan, menggali kembali

pesan yang telah tersimpan, unjuk hasil belajar.

Sedangkan dari dimensi guru, masalah dapat terjadi sebelum kegiatan belajar, selama proses

belajar dan evaluasi hasil belajar. Selama proses belajar, masalah belajar seringkali berkenaan

dengan bahan belajar dan sumber belajar. Berikut ini adalah beberapa faktor internal yang

mempengaruhi proses belajar.

2.1.4.1 Masalah-Masalah Internal Belajar

Mengacu pada beberapa pandangan tentang belajar seringkali dikemukakan bahwa masalah-

masalah belajar baik intern maupun ekstern dapat dikaji dari dimensi guru maupun dari dimensi

siswa. Sedangkan dikaji dari tahapannya, masalah belajar dapat terjadi pada waktu sebelum

belajar, selama proses belajar dan sesudah belajar.

Dari dimensi siswa, masalah-masalah belajar yang dapat muncul sebelum kegiatan belajar

dapat berhubungan dengan karakteristik siswa, baik berkenaan dengan minat, kecakapan maupun

pengalaman-pengalaman. Sedangkan dari dimensi guru, masalah belajar dapat terjadi sebelum

kegiatan belajar, selama proses belajar dan evaluasi hasil hasil belajar. Sebelum belajar masalah

belajar seringkali berkaitan dengan pengorganisasian belajar. Berikuti ini adalah beberapa faktor

internal yang mempengaruhi proses belajar siswa.

1. Ciri khas/karakteristik siswa

Dapat dilihat dari kesediaan siswa untuk mencatat pelajaran, mempersiapkan buku, alat-alat

tulis atau hal-hal yang diperlukan. Namun, bila siswa tidak memiliki minat untuk belajar,

maka siswa tersebut cenderung mengabaikan kesiapan belajar.

2. Sikap terhadap belajar.

Sikap siswa dalam proses belajar, terutama sekali ketika memulai kegiatan belajar

merupakan bagian penting untuk diperhatikan karena aktivitas belajar siswa banyak

ditentukan oleh sikap siswa ketika akan memulai kegiatan belajar. Namun, bila lebih

dominan sikap menolak sebelum belajar maka siswa cenderung kurang memperhatikan atau

mengikuti kegiatan belajar.

3. Motivasi belajar.

Di dalam aktivitas belajar, motivasi individu dimanfestasikan dalam bentuk ketahanan atau

ketekunan dalam belajar, kesungguhan dalam menyimak, mengerjakan tugas dan

sebagainya. Umumnya kurang mampu untuk belajar lebih lama, karena kurangnya

kesungguhan di dalam mengerjakan tugas. Oleh karena itu, rendahnya motivasi merupakan

masalah dalam belajar yang memberikan dampak bagi tercapainya hasil belajar yang

diharapkan.

4. Konsentrasi belajar.

Kesulitan berkonsentrasi merupakan indikator adanya masalah belajar yang dihadapi siswa,

karena hal itu akan menjadi kendala di dalam mencapai hasil belajar yang diharapkan. Untuk

membantu siswa agar dapat berkonsentrasi dalam belajar tentu memerlukan waktu yang

cukup lama, di samping menuntut ketelatenan guru.

5. Mengolah bahan belajar.

Siswa mengalami kesulitan di dalam mengelola bahan, maka berarti ada kendala

pembelajaran yang dihadapi siswa yang membutuhkan bantuan guru. Bantuan guru tersebut

hendaknya dapat mendorong siswa agar memiliki kemampuan sendiri untuk terus mengelola

bahan belajar, karena konstruksi berarti merupakan suatu proses yang berlangsung secara

dinamis.

6. Rasa percaya diri.

Salah satu kondisi psikologis seseorang yang berpengaruh terhadap aktivitas fisik dan

mental dalam proses pembelajaran adalah rasa percaya diri. Rasa percaya diri umumnya

muncul ketika seseorang akan melakukan atau terlibat di dalam suatu aktivitas tertentu di

mana pikirannya terarah untuk mencapai sesuatu hasil yang diinginkannya. Hal-hal ini

bukan merupakan bagian terpisah dari proses belajar, akan tetapi merupakan tanggung jawab

yang harus diwujudkan guru bersamaan dengan proses pembelajaran yang dilaksanakan.

7. Kebiasaan belajar.

Adalah perilaku belajar seseorang yang telah tertanam dalam waktu yang relatif lama

sehingga memberikan ciri dalam aktivitas belajar yang dilakukan. Ada beberapa bentuk

kebiasaan belajar yang sering dijumpai seperti, belajar tidak teratur, daya tahan rendah,

belajar hanya menjelang ulangan atau ujian, tidak memiliki catatan yang lengkap, sering

datang terlambat, dan lain-lain.

2.1.4.2 Faktor-faktor Eksternal Belajar

Keberhasilan belajar siswa di samping ditentukan oleh faktor-fakor internal juga turut

dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal. Faktor eksternal adalah segala faktor yang ada di luar

diri siswa yang memberikan pengaruh terhadap minat dan hasil belajar yang dicapai siswa.

Faktor-faktor ekstern yang mempengaruhi minat belajar siswa antara lain adalah:

1. Faktor Guru

Dalam proses pembelajaran, kehadiran guru masih menempati posisi penting, meskipun

di tengah pesatnya kemajuan teknologi yang telah merambah kedunia pendidikan. Dalam ruang

lingkup tugasnya, guru dituntut untuk memiliki sejumlah keterampilan sesuai dengan tugas-tugas

yang dilaksanakannya. Bila disimpulkan dari pendapat maka kita dapat menemukan beberapa

fator yang menyebabkan semakin tingginya penuntutan terhadap keterampilan-keterampilan

yang harus dikuasai dan dimiliki oleh guru. 1) Faktor pertama adalah karena cepatnya

perkembangan dan perubahan yang terjadinya saat ini terutama perkembangan ilmu pengetahuan

dan informasi. Imlikasi bagi guru adalah di mana guru harus memiliki keterampilan-

keterampilan yang cukup untuk mampu memilih topik, aktivitas dan cara kerja dari berbagai

kemungkinan yang ada. 2) Faktor kedua adalah terjadinya perubahan pandangan di

dalam masyarakat yang memiliki implikasi pada upaya-upaya masyarakat yang memiliki

implikasi pada upaya-upaya pengembangan pendekatan terhadap siswa. Dalam konteks ini

gagasan tentang keterampilan mengajar yang hanya menekankan trasmisi pengetahuan dapat

menjadi suatu gagasan yang miskin dan tidak menarik. 3) Faktor ketiga adalah

perkembangan teknologi baru yang mampu menyajikan berbagai informasi yang lebih cepat dan

menarik.

2. Lingkungan Sosial

Sebagai makhluk sosial,maka setiap siswa tidak mungkin melepasnya dirinya dari

interaksi dengan lingkungan, terutama sekali teman-teman sebaya di sekolah. Dalam kajian

sosialogis, sekolah merupakan sistem sosial dimana setiap orang yang ada di dalamnya terikat

oleh norma-norma dan aturan-aturan sekolah yang disepakati sebagai pedoman untuk

mewujudkan ketertiban pada lembaga pendidikan tersebut.

3. Kurikulum Sekolah

Dalam rangkaian proses pembelaaran di sekolah, kurikulum merupakan panduan yang

dijadikan guru guru sebagai kerangka acuan untuk mengembangkan proses pembelajaran.

Seluruh aktivitas pembelajaran, mulai dari penyusunan rencana pembelajaran, pemilihan materi

pembelajaran, menentukan pendekatan dan strategi/metode, memilih dan menentukan media

pembelajaran, menentukan teknik evaluasi, dan kesemuanya harus berpedoman pada kurikulum.

4. Sarana dan prasarana

Prasarana dan sarana pembelajaran merupakan faktor yang turut memberikan pengaruh

terhadap hasil belajar siswa. Keadaan gedung sekolah dan ruang kelas yang tertata dengan baik,

ruang perpustakaan sekolah yang teratur, tersedianya fasilitas kelas dan laboratorium,

tersedianya buku-buku pelajaran, media/alat bantu belajar merupakan komponen-komponen

penting yang dapat mendukung terwujudnya kegiatan-kegiatan belajar siswa.

2.1.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Menurut Slameto (2010:54) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa

dapat dikelompokan menjadi dua faktor yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor itern adalah

faktor yang ada pada diri individu yang sedang belajar, sedangkan faktor ekstern adalah faktor

yang ada diluar individu.

1. Faktor Intern

Faktor intern terbagi atas tiga bagian yaitu faktor jasmani, psikologis dan faktor kelelahan.

a) Faktor jasmaniah

Proses belajar seorang siswa akan terganggu jika kesehatannya terganggu. Selain itu ia

akan cepat lelah, kurang bersemangat, mudah pusing, dan mudah mengantuk jika badanya

lemah, kurang darah ataupun ada kelainan fungsi alat inderannya serta tubuhnya. Dengan

demikian, apabila siswa cacat tubuh, maka lembaga pendidikan memberikan dia alat bantu

agar dia dapat mengurangi kecacatannya.

b) Faktor psikologis

Terdapat enam faktor yang mempengaruhi belajar yaitu:

1) Intelegensi yaitu besar pengaruhnya terhadap kemajuan belajar. Dalam situasi yang

sama, siswa yang mempunyai intelegensi yang tinggi akan lebih berhasil dari pada

siswa yang mempunyai intelegensi yang rendah.

2) Perhatian yaitu untuk menjamin hasil belajar yang baik siswa harus mempunyai

perhatian yang penuh terhadap bahan yang dipelajarinya.

3) Minat yaitu bila bahan pelajaran yang dipelajari tidak sesuai dengan minat siswa, siswa

tidak akan dapat belajar dengan sebaik-baiknya. Minat dapat ditumbuhkan dengan

berbagai cara, diantarannya: dengan memvariasikan media pembelajaran,

mengembangkan metode pembelajaran, menjelaskan hal-hal yang menarik dan berguna

bagi siswa, dan mengkaitkan hal-hal yang berhubungan dengan cita-cita siswa.

4) Bakat yaitu siswa memiliki bakat ibarat bagian golok yang runcing. Jika bahan

pembelajaran yang dipelajari oleh siswa yang berbakat, maka pelajaran itu akan cepat

dikuasai,sehingga hasil belajarnya pun akan lebih baik.

5) Motif yaitu dengan mengetahui motif belajar siswa, maka guru dapat mengajak para

siswa untuk berpikir dan memusatkan perhatian, merencanakan dan melaksanakan

kegiatan yang berhubungan serta menunjang belajar.

6) Kematangan yaitu tingkat atau fase dalam pertubuhan seseorang. Hal ini ditunjukkan

oleh anggota-anggota tubuhnya sudah siap utuk melaksanakan kecakapan baru.

c) Faktor kelelahan

Kelelahan baik jasmani maupun rohani dapat mempengaruhi keberhasilan dalam belajar.

Oleh karena itu, guru harus memberikan pengertian kepada siswa untuk berusaha menghindari

terjadinya kelelahan dalam belajarnya.

2. Faktor Ekstern

Faktor ekstern yang berpengaruh terhadap hasil belajar dapat di kelompokkan dalam tiga

faktor yaitu faktor keluarga, faktor keluarga berupa: cara orang tua mendidik, hubungan antara

anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, sikap dan perhatian orang tua.

faktor sekolah. Faktor sekolah dapat mempengaruhi belajar yaitu hal-hal yang berkaitan dengan:

metode mengajar, kurikulum, hubungan guru dengan para siswa, hubungan siswa dengan siswa,

disiplin sekolah, media pelajaran, waktu sekolah dan tugas sekolah. Dan faktor masyarakat

merupakan factor ekstern yang berpengaruh terhadap perkembangan pribadi siswa, yaitu

keberhasilan siswa dalam belajar. Faktor masyarakat berkaitan dengan: kegiatan siswa dalam

masyarakat, masa media yang beredar dalam masyarakat, pengaruh teman bergaul dan pola

hidup masyarakat (Slameto, 2010:60).

2.2 Hakikat Bimbingan Kelompok

2.2.1 Pengertian Bimbingan Kelompok

Bimbingan kelompok merupakan bagian dari bimbingan secara keseluruhan. Dalam

pelaksanaan kegiatan bimbingan dapat secara individual dan kelompok. Menurut Sukardi

(2003:24) bimbingan kelompok adalah layanan bimbingan yang memungkinkan sejumlah siswa

secara bersama-sama memperoleh berbagai bahan dari nara sumber tertentu yang berguna untuk

menunjang kehidupannya sehari-hari baik individu maupun kelompok dalam pengambilan

keputusan.

Menurut Winkel (2005:76) menjelaskan bahwa bimbingan kelompok adalah kegiatan

kelompok diskusi yang menunjang perkembangan pribadi dan perkembangan sosial masing-

masing individu dan kelompok, serta meningkatkan mutu kerja sama dalam kelompok guna

aneka tujuan yang bermakna bagi para partisipan. Sama halnya yang dikemukakan oleh Tohirin

(2002:94) bimbingan kelompok adalah suatu cara memberikan bantuan kepada individu (siswa)

melalui kegiatan kelompok. Dalam bimbingan kelompok merupakan sarana untuk menunjang

perkembangan optimal masing-masing siswa, yang diharapkan dapat mengambil manfaat dari

pengalaman pendidikan ini bagi dirinya sendiri.

Dari beberapa pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa bimbingan kelompok

adalah proses pemberian bantuan kepada individu untuk menunjang proses pembelajaran, yang

dalam prosesnya individu berpartisipasi aktif serta berbagi pengalaman dalam upaya mencegah

timbulnya masalah atau dalam upaya pengembangan diri.

2.2.2 Tujuan Bimbingan Kelompok

Ada beberapa tujuan bimbingan kelompok yang dikemukakan oleh beberapa ahli, yaitu

sebagai berikut. Menurut Amti (2006:78) bahwa tujuan bimbingan kelompok terdiri dari tujuan

umum dan tujuan khusus. Secara umum bimbingan kelompok bertujuan untuk membantu siswa

yang mengalami masalah melalui prosedur kelompok. Selain itu juga mengembangkan pribadi

masing-masing anggota kelompok melalui berbagai suasana yang muncul dalam kegiatan

itu, baik suasana yang menyenangkan maupun yang menyedihkan. Secara khusus bimbingan

kelompik bertujuan untuk:

a. Melatih siswa untuk berani mengemukakan pendapat dihadapan teman-temannya.

b. Melatih siswa dapat bersikap terbuka di dalam kelompok.

c. Melatih siswa untuk dapat membina keakraban bersama teman-teman dalam kelompok

khususnya dan teman diluar kelompok pada umumnya.

d. Melatih siswa untuk dapat mengendalikan diri dalam kegiatan kelompok.

e. Melatih siswa untuk dapat bersikap tenggang rasa dengan orang lain.

f. Melatih siswa memperoleh keterampilan sosial.

g. Membantu siswa mengenali dan memahami dirinya dalam hubungannya dengan orang

lain.

Ahli lain yaitu Prayitno (2008:178) menyatakan tujuan bimbingan kelompok sebagai

berikut:

a. Mampu berbicara di depan orang banyak.

b. Mampu mengeluarkan pendapat, ide, saran, tanggapan, perasaan dan lain sebagainya

kepada orang banyak.

c. Belajar menghargai pendapat orang lain.

d. Bertanggung jawab atas pendapat yang dikemukakannya.

e. Mampu mengendalikan diri dan menahan emosi (gejolak kejiwaan yang bersifat

negatif).

f. Dapat bertenggang rasa.

g. Menjadi akrab satu sama lainnya.

h. Membahas masalah atau topik-topik umum yang dirasakan atau menjadi kepentingan

bersama.

2.2.3 Manfaat Bimbingan Kelompok

Menurut Dewa Ketut Sukardi (2008:67) manfaat bimbingan kelompok diantaranya :

1. Diberikan kesempatan yang luas untuk berpendapat dan membicarakan berbagai hal yang

terjadi disekitarnya.

2. Memiliki pemahaman yang objektif, tepat, dan cukup luas tentang berbagai hal yang

mereka bicarakan.

3. Menimbulkan sikap yang positif terhadap keadaan diri dan lingkungan mereka yang

berhubungan dengan hal-hal yang mereka bicarakan dalam kelompok.

4. Menyusun program-program kegiatan untuk mewujudkan penolakan terhadap yang

buruk dan dukungan terhadap yang baik.

5. Melaksanakan kegiatan-kegiatan nyata dan langsung untuk membuahkan hasil

sebagaimana yang mereka programkan semula.

Sri Hastuti (2004:565) juga menyebutkan manfaat bimbingan kelompok adalah mendapat

kesempatan untuk berkontak dengan banyak siswa; memberikan informasi yang dibutuhkan oleh

siswa; siswa dapat menyadari tantangan yang akan dihadapi; siswa dapat menerima dirinya

setelah menyadari bahwa teman-temannya sering menghadapi persoalan, kesulitan dan tantangan

yang kerap kalim sama; dan lebih berani mengemukakan pandangannya sendiri bila berada

dalam kelompok; diberikan kesempatan untuk mendiskusikan sesuatu bersama; lebih bersedia

menerima suatu pandangan atau pendapat bila dikemukakan oleh seorang teman.

Menurut beberapa pendapat para ahli tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa manfaat

dari bimbingan kelompok adalah dapat melatih siswa untuk dapat hidup secara berkelompok dan

menumbuhkan kerjasama antara siswa dalam mengatasi masalah dalam belajar, melatih siswa

untuk dapat mengemukakan pendapat dan menghargai pendapat orang lain dan dapat

meningkatkan kemampuan siswa untuk dapat berkomunikasi dengan teman sebaya dan guru.

2.2.4 Tahap Pelaksanaan Bimbingan Kelompok

Menurut Prayitno (2003:40) ada empat tahapan dalam bimbingan kelompok yaitu:

1. Tahap Pembentukan

Tahap ini merupakan tahap pengenalan, tahap pelibatan diri atau tahap

memasukkan diri ke dalam kehidupan suatu kelompok. Pada tahap ini pada umumnya para

anggota saling memperkenalkan diri dan juga mengungkapkan tujuan ataupun harapan-

harapan yang ingin dicapai baik oleh masing-masing, sebagian, maupun seluruh anggota.

Memberikan penjelasan tentang bimbingan kelompok sehingga masing-masing anggota

akan tahu apa arti dari bimbingan kelompok dan mengapa bimbingan kelompok harus

dilaksanakan serta menjelaskan aturan main yang akan diterapkan dalam bimbingan

kelompok ini. Jika ada masalah dalam proses pelaksanaannya, mereka akan mengerti

bagaimana cara menyelesaikannya. Asas kerahasiaan juga disampaikan kepada seluruh

anggota agar orang lain tidak mengetahui permasalahan yang terjadi pada mereka.

2. Tahap Peralihan

Tahap kedua merupakan “jembatan” antara tahap pertama dan ketiga. Ada

kalanya jembatan ditempuh dengan amat mudah dan lancar, artinya para anggota kelompok

dapat segera memasuki kegiatan tahap ketiga dengan penuh kemauan dan kesukarelaan. Ada

kalanya juga jembatan itu ditempuh dengan susah payah, artinya para anggota kelompok

enggan memasuki tahap kegiatan keompok yang sebenarnya, yaitu tahap ketiga. Dalam

keadaan seperti ini pemimpin kelompok, dengan gaya kepemimpinannya yang khas,

membawa para anggota meniti jembatan itu dengan selamat.

Adapun yang dilaksanakan dalam tahap ini yaitu: 1) Menjelaskan kegiatan yang akan

ditempuh pada tahap berikutnya; 2) menawarkan atau mengamati apakah para anggota

sudah siap menjalani kegiatan pada tahap selanjutnya; 3) membahas suasana yang terjadi; 4)

meningkatkan kemampuan keikutsertaan anggota; 5) Bila perlu kembali kepada beberapa

aspek tahap pertama.

Ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan oleh seorang pemimpin, yaitu:

1. Menerima suasana yang ada secara sabar dan terbuka

2. Tidak mempergunakan cara-cara yang bersifat langsung atau mengambil alih

kekuasaannya.

3. Mendorong dibahasnya suasana perasaan.

4. Membuka diri, sebagai contoh dan penuh empati.

3 Tahap Kegiatan

Tahap ini merupakan inti dari kegiatan kelompok, maka aspek-aspek yang menjadi isi

dan pengiringnya cukup banyak, dan masing-masing aspek tersebut perlu mendapat

perhatian yang seksama dari pemimpin kelompok. ada beberapa yang harus dilakukan oleh

pemimpin dalam tahap ini, yaitu sebagai pengatur proses kegiatan yang sabar dan terbuka,

aktif akan tetapi tidak banyak bicara, dan memberikan dorongan dan penguatan serta penuh

empati. Tahap ini ada berbagai kegiatan yang dilaksanakan, yaitu:

a. Masing-masing anggota secara bebas mengemukakan masalah atau topik bahasan.

b. Menetapkan masalah atau topik yang akan dibahas terlebih dahulu.

c. Anggota membahas masing-masing topik secara mendalam dan tuntas.

d. Kegiatan selingan.

Kegiatan tersebut dilakukan dengan tujuan agar dapat terungkapnya masalah atau

topik yang dirasakan, dipikirkan dan dialami oleh anggota kelompok. Selain itu dapat

terbahasnya masalah yang dikemukakan secara mendalam dan tuntas serta ikut sertanya

seluruh anggota secara aktif dan dinamis dalam pembahasan baik yang menyangkut

unsur tingkah laku, pemikiran ataupun perasaan.

4. Tahap Pengakhiran

Pada tahap pengakhiran bimbingan kelompok, pokok perhatian utama bukanlah pada berapa

kali kelompok itu harus bertemu, tetapi pada hasil yang telah dicapai oleh kelompok itu.

Kegiatan kelompok sebelumnya dan hasil-hasil yang dicapai seyogyanya mendorong

kelompok itu harus melakukan kegiatan sehingga tujuan bersama tercapai secara penuh.

Dalam hal ini ada kelompok yang menetapkan sendiri kapan kelompok itu akan berhenti

melakukan kegiatan, dan kemudian bertemu kembali untuk melakukan kegiatan. Ada

beberapa hal yang dilakukan pada tahap ini, yaitu:

a) Pemimpin kelompok mengemukakan bahwa kegiatan akan segera diakhiri.

b) Pemimpin dan anggota kelompok mengemukakan kesan dan hasil-hasil kegiatan.

c) Membahas kegiatan lanjutan.

d) Mengemukakan pesan dan harapan.

Setelah kegiatan kelompok memasuki pada tahap pengakhiran, kegiatan kelompok

hendaknya dipusatkan pada pembahasan dan penjelajahan tentang apakah para anggota

kelompok mampu menerapkan hal-hal yang mereka pelajari (dalam suasana kelompok),

pada kehidupan nyata mereka sehari-hari.

2.3 Hakikat Ilmu Pengetahuan Sosial

Menurut Trianto (2011:171) Ilmu pengetahuan sosial merupakan integrasi dari berbagai

cabang ilmu-ilmu sosial, seperti sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum, dan

budaya. Ilmu pengetahuan sosial dirumuskan atas dasar realitas dan fenomena sosial yang

mewujudkan satu model interdisipliner dari aspek dan cabang-cabang ilmu-ilmu sosial. Dalam

dunia pengetahuan kemasyarakatan atau pengetahuan sosial kita mengenal beberapa istilah

seperti ilmu sosial, studi sosial, dan ilmu pengetahuan sosial.

Menurut Mackenzie (Pusat Penerbitan UT : 31), mengemukakan bahwa ilmu sosial

adalah semua bidang yang berkenaan dengan manusia dalam konteks sosialnya atau dengan kata

lain adalah semua bidang ilmu yang mempelajari manusia sebagai anggota masyarakat.

Jarolimek (Pusat Penerbitan UT : 34), mengisyaratkan bahwa studi sosial lebih praktis yaitu

memberikan kemampuan kepada siswa dalam mengelola dan memanfaatkan kekuatan-kekuatan

fisik dan sosial dalam menciptakan kehidupan yang serasi. Sedangkan Sanusi mengungkapkan

studi sosial tidak selalu bertaraf akademik – universitas, bahkan dapat merupakan bahan-bahan

pelajaran bagi siswa sejak pendidikan dasar dan dapat berfungsi sebagai pengantar bagi lanjutan

kepada disiplin-disiplin ilmu sosial.

Dari kedua pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian studi sosial

dalam bidang pengetahuan dan permasalahan gejala dalam masalah sosial di masyarakat yang

ditinjau dari berbagai aspek kehidupan sosial, dalam usaha mencari jalan keluar dari masalah-

masalah tersebut.

IPS adalah bidang studi yang mempelajari, menelaah, menganalisis gejala dan masalah

sosial di masyarakat dengan meninjau dari berbagai aspek kehidupan atau satu perpaduan.

2.4 Kajian Penelitian Yang Relevan

Berbagai penelitian telah dilakukan, salah satunya penelitian yang dilakukan oleh Isti

Yuni Purwanti dengan judul Efektifitas Bimbingan Kelompok Melalui Permainan Untuk

Mengatasi Kesulitan Belajar Siswa Sekolah Dasar Kelas IV SD Salsabila Purworejo Tahun

2010. Dari hasil penelitian yang dilakukan Isti terlihat 80 % siswa aktif dalam proses

pembelajaran. Dalam penelitian ini Isti menerapkan bimbingan kelompok melalui permainan

untuk mengatasi kesulitan belajar siswa.

Perbedaan penelitian yang dilakukan sebelumnya yakni pada penelitian ini memfokuskan

pada penerapan bimbingan kelompok dalam mengatasi masalah belajar siswa pada mata

pelajaran IPS. Dengan melihat hasil sebelumnya tentang penerapan bimbingan kelompok yang

dilakukan oleh Isti, maka penelitian menjadikan sebagai acuan untuk menerapkan bimbingan

kelompok dalam mengatasi masalah belajar siswa di kelas IV MI Al-Yusra Kecamatan Dungingi

Kota Gorontalo.