bab ii kajian pustaka, kerangka pemikiran dan...

Download BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN …elib.unikom.ac.id/files/disk1/656/jbptunikompp-gdl-manuellasu... · Rasch, Ronald & Andrian ... bentuk catatan publik ataupun dikemukakan

If you can't read please download the document

Upload: buimien

Post on 07-Feb-2018

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 15

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

    2.1. KAJIAN PUSTAKA

    Kajian pustaka yang digunakan secara keseluruhan dalam penelitian ini

    merupakan urutan pemikiran yang komprehensif, dimulai dari teori umum

    menyangkut teori manajemen sumberdaya manusia. Kemudian dilengkapi dengan

    teori antara yang berhubungan dengan teori person-job-fit, kompetensi dan kinerja

    yang ditunjang dengan teori-teori aplikasinya.

    Bab ini ditujukan untuk memaparkan dan mensintesa konsep serta teori

    yang berhubungan dengan variabel-variabel penelitian, termasuk dimensi-dimensi

    dan indikator-indikator dari setiap variabel, yang terangkai didalam kerangka

    pemikiran penelitian yang dikembangkan.

    Umi Narimawati (Research Methodology & Research Design 2010),

    menjelaskan tujuan studi pustaka atau telaah teori sebagai berikut :

    Tujuan :

    Untuk mencari teori/konsep/generalisasi yang dapat digunakan sebagai

    landasan teori/kerangka bagi penelitian yang akan dilakukan,

    Untuk mencari metodologi yang sesuai dengan penelitian yang akan

    dilakukan. Untuk membandingkan antara fakta di lapangan dengan teori

    yang ada.

  • 16

    Dilaksanakan dengan membaca sumber-sumber pustaka/bacaan sebagai berikut :

    Sumber acuan umum : buku teks, ensiklopedi, monograph dll (sumber

    teori-teori dan konsep-konsep),

    Sumber acuan khusus : jurnal, buletin, tesis, disertasi, majalah ilmiah,

    laporan penelitian, makalah seminar, internet, dan lain-lain (sumber

    generalisasi).

    2.1.1 Pengertian Jobfit

    Menurut teori person job fit, adanya kesesuaian antara karakteristik

    tugas/pekerjaan dengan kemampuan individu untuk melaksanakan tugas tersebut,

    akan memperkuat ikatan karyawan terhadap pekerjaannya, yaitu pegawai akan

    lebih komitmen terhadap pekerjaan (Allen dan Meyer, 1997 dalam Ozag dan

    Duguma, 2005). Job Fit mengandung pengertian yaitu kesesuaian tenaga kerja

    yang dibutuhkan perusahaan

    Sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Pervin yang dikutip oleh Sims

    & K.Galen Kroeck (1994: 940), bahwa keuntungan bagi organisasi dapat berasal

    dari adanya berbagai jenis kesesuaian, adanya kesesuaian seorang individu

    dengan tugas pekerjaannya, jenis pekerjaan dan iklim kerja dalam organisasi.

    Dikatakan bahwa tugas atau pekerjaannya, jenis pekerjaan dan iklim kerja dalam

    organisasi merupakan variabel penting dalam masalah kesesuaian pegawai dengan

    organisasi. Jika terdapat kesesuaian antara karakteristik seorang individu dengan

    jenis pekerjaan, maka kinerja individu maupun organisasi akan cenderung tinggi,

    dan tingkat tekanan akan cenderung rendah. Selanjutnya dikatakan adanya

  • 17

    kekurangsesuaian akan membuahkan kinerja yang rendah, dan tekanan dalam

    sistem.

    2.1.1.1. Konsep Kesesuaian Individu -Pekerjaan

    Telah diakui bahwa persyaratan dari pekerjaanlah yang memperlunak

    hubungan antara karakteristik pribadi yang dimiliki seseorang dengan kinerja

    pekerjaan. Menurut Holland seperti dikutip oleh Robbins (1996:64) menyatakan

    bahwa teori kesesuaian individu dengan pekerjaan didasarkan pada gagasan

    kesesuaian antara karakteristik seorang individu dengan lingkungan kerjanya.

    Selanjutnya Holland menyajikan enam tipe karakteristik individu dan

    mengemukakan bahwa kepuasan dan kecenderungan untuk meninggalkan suatu

    pekerjaan bergantung pada suatu lingkungan pekerjaan. Sedangkan Chatman

    (1989: 253) menyatakan bahwa kesesuaian individu dengan pekerjaan merupakan

    kesesuaian antara norma-norma dan nilai organisasi dengan nilai-nilai yang

    dianut seseorang.

    Studi pada masalah kesesuaian individu dengan pekerjaan, dalam sebuah

    organisasi telah menjadi pokok bahasan dalam penelitian beberapa waktu yang

    lalu. Hasil penelitian Sims & Galen Kroeck (1994:939) menyebutkan bahwa: It

    is readily accepted that types of jobs, while this concept may appear obvious, the

    person-situation match in other aspects of the employment situation is perhaps

    equally important as the type of work performed. Dan sudah dapat diterima

    bahwa berbagai jenis individu yang berbeda memiliki kesesuaian pada berbagai

    jenis pekerjaan yang berbeda pula. Dengan demikian jelaslah bahwa kesesuaian

    antara manusia dengan jenis pekerjaan dalam berbagai aspek lain pada situasi

  • 18

    pekerjaan mungkin sama pentingnya dengan jenis pekerjaan yang harus

    dilakukan.

    Rasch, Ronald & Andrian (1999:15) menyatakan bahwa upaya untuk

    menyesuaikan individu karyawan dengan pekerjaan dapat dilakukan dengan

    praktek penyeleksian pelamar kerja secara konvensional yang diarahkan pada

    penyeleksian individu yang memiliki pengetahuan, keahlian, dan ketrampilan

    yang dianggap paling sesuai untuk diterapkan pada jenis-jenis pekerjaan tertentu.

    Pulakos dan Schmidt, seperti dikutip Rasch, Ronald & Andrian (1999:14)

    menyatakan bahwa pada saat menyeleksi calon karyawan kita bisa

    memperkirakan tingkat kepuasan kerja yang akan dialami calon karyawan tersebut

    dalam lingkungan kerja yang kita tawarkan, dengan jalan menyesuaikan

    kebutuhan individu dengan lingkungan kerja yang akan dimasukinya.

    Menurut Teori kebutuhan McClelland dalam Rasch, Ronald & Andrian

    (1999:15) bahwa orientasi kerja tiap individu dipengaruhi oleh tiga kebutuhan

    hakiki, yaitu (kebutuhan akan afiliasi, kebutuhan akan kekuasaan, dan kebutuhan

    akan prestasi). Individu yang memiliki kebutuhan prestasi kuat cenderung untuk

    bereaksi positif terhadap lingkungan kerjanya dimana mereka bertanggung jawab

    untuk menyelesaikan tugas dan menerima informasi umpan balik atas kinerjanya.

    Individu semacam ini seringkali tertarik dengan lingkungan kerja yang dapat

    menghargai tindakan-tindakan inovatifnya. Individu yang memiliki kebutuhan

    kekuasaan tinggi dan kebutuhan afiliasi rendah dapat disebut sebagai individu

    yang berorientasi untuk mempengaruhi atau memimpin. Hasil studi yang

    dilakukan oleh Harrell & Eickhoff (1990:237) di suatu kantor akuntan publik

  • 19

    menunjukkan bahwa individu yang berorientasi menjadi-pemimpin akan

    merasakan kepuasan kerja yang lebih tinggi dan kurang berniat untuk pindah

    dibandingkan dengan rekan kerjanya pada masa-masa awal mereka mulai bekerja.

    Oleh karena itu, dalam upaya memperoleh pegawai/tenaga kerja yang

    memiliki kesesuaian dengan pekerjaan, ada Aspek-aspek penting dari sebuah

    organisasi yang dapat ditunjukkan kepada para pencari kerja (pada saat pertama

    kali melamar pekerjaan), sehingga para pelamar dapat mengetahui dan menilai

    kesesuaian karakteristik pribadinya dengan pekerjaan di organisasi tersebut,

    sebelum mereka dapat bekerja pada organisasi tersebut. Menurut Gordan, dan

    Janz, et.al seperti dikutip Bowen et.al (1997:39) dapat dipaparkan dalam suatu

    bentuk catatan publik ataupun dikemukakan melalui beberapa cara, seperti ketika

    dilakukan proses wawancara. Dengan menggunakan informasi ini, seorang

    pelamar dapat menerima ataupun menolak untuk bergabung dalam organisasi itu

    sebelum ia dapat memulai bekerja dalam organisasi itu. Bagaimanapun juga,

    seringkali iklim kerja yang sebenarnya dari suatu organisasi ataupun departemen

    dalam organisasi tersebut tidak dapat terungkap jelas hingga seseorang terjun dan

    bekerja langsung di dalamnya.

    Selain mencari tahu pelamar yang paling berkualitas dalam kemampuan,

    sebelum diputuskan untuk menerima calon pegawai, Posner et.al; Synder et.al; &

    Dawes menyarankan mencari untuk mengetahui tingkat kesesuaian seorang

    pelamar dengan karakteristik pekerjaan (dalam Sims & Galen, 1994:940). Rynes

    dan Gerhart (1990:15), menemukan bahwa dibalik semua kualifikasi minimum

    yang ditetapkan, ada satu kriteria yang lebih penting untuk menentukan orang

  • 20

    yang akan menerima tawaran pekerjaan dari organisasi, kriteria tersebut yaitu rasa

    kesesuaian seseorang terhadap pekerjaan dalam organisasi tersebut.

    2.1.1.2. Model Kesesuaikan Individu-Pekerjaan (Person-Job Fit)

    Untuk sampai pada tahap profesional individu karyawan, maka faktor

    yang tidak kalah pentingnya untuk diperhatikan adalah kesesuaian karyawan

    tersebut dengan pekerjaannya. Seorang karyawan yang tidak memiliki kesesuaian

    akan pekerjaannya, diprediksi sulit untuk menunjukkan keprofesionalannya

    karena yang bersangkutan merasa tidak sesuai dengan jenis pekerjaan yang

    diperoleh, sehingga timbul rasa enggan untuk meningkatkan kemampuannya.

    Sebaliknya bagi karyawan yang merasakan sesuai dengan jenis pekerjaan

    (profesinya), maka akan berusaha untuk terus belajar meningkatkan kemampuan

    dan keterampilan sehingga dapat bekerja dengan optimal, karena kesesuaian

    merupakan dasar awal seseorang untuk menentukan langkah selanjutnya.

    Dikemukakan oleh Mondy and Noe (2005:183) bahwa kesesuaian karyawan

    dengan pekerjaan dan organisasi merupakan faktor yang tidak kalah pentingnya

    dengan persyaratan yang lainnya dalam penerimaan karyawan di suatu organisasi,

    person-organizational fit refers to managements perception of the degree to

    which the prospective employee will fit in with the firms culture or value system.

    Sehingga akan diperoleh karyawan yang benar-benar memiliki kompetensi yang

    diinginkan organisasi, yaitu yang mampu untuk berubah mengikuti

    perkembangan.

    Tabel 2.1 menampilkan suatu model yang dapat digunakan untuk

    menyesuaikan individu dengan pekerjaan dan perusahaan. Meskipun perusahaan

  • 21

    mungkin tidak bisa menerapkan semua langkah-langkah dalam model tersebut,

    namun bila digunakan secara lengkap akan menghasilkan kesesuaian individu-

    pekerjaan dan perusahaan yang baik. Untuk mencapai kesesuaian ini diperlukan

    dua jenis kesesuaian yang harus dicapai, yaitu (1) kesesuaian antara pengetahuan,

    keahlian dan keterampilan individu dengan pekerjaan/tugas; dan (2) kesesuaian

    antara kepribadian individu, misalnya, kebutuhan-kebutuhannya, minatnya, dan

    nilai-nilai yang dianutnya dengan iklim perusahaan.

    Tabel 2.1.

    A Hiring Process for Person-Organization Fit

    Sumber: Bowen, et al., (1997: 37).

    1. ASSESS THE OVERALL WORK ENVIRONMENT - Job Analysis - Organizational Analysis

    2. INFER THE TYPE OF PERSON REQUIRED - Tecnical Knowledge, Skills and Ability - Social Skills - Personal Needs, Values, and Interests - Personality Traits

    3. DESIGN RITES OF PASSAGE FOR ORGANIZATION ENTRY THAT ALLOW BOTH THE ORGANIZATION AND THE APPLICANT TO ASSESS THEIR FIT - Tests of Cognitive, Motor, and Interpersonal Abilities - Interviews by Potential Co-Workers and Others - Personality Tests - Realistic Job Previews, Including Work Samples

    4. REINFORCE PERSON-ORGANIZATION FIT AT WORK - Reinforce Skills and Knowledge Through Task Design and Training - Reinforce Personal Orientation Through Organization Design

  • 22

    Tabel 2.1 di atas, memperlihatkan langkah-langkah yang dilakukan untuk

    menyesuaikan individu dengan pekerjaan dalam organisasi adalah sebagai berikut:

    Langkah Pertama: Perhitungkan Lingkungan Kerjanya

    Analisis pekerjaan dari model seleksi tradisional masih tetap dilakukan

    seperti biasa dalam model ini, karena kesesuaian antar pengetahuan, keterampilan

    dan keahlian (PKK) individu dengan karakteristik-karakteristik pekerjaan tetap

    perlu diperhitungkan. Sedangkan alternatif lain teknik analisis pekerjaan ini

    misalnya kuesioner analisis posisi/jabatan, inventori tugas, dan teknik-teknik

    insiden kritis.

    Tujuan analisis organisasional ini adalah untuk menentukan dan menilai

    lingkungan kerja yang berkaitan dengan karakteristik-karakteristik organisasi,

    bukan hanya yang berkaitan dengan karakteristik-karakteristik jenis pekerjaannya.

    Teknik-teknik analisis organisasional ini masih belum ada yang mantap/baku

    karena tidak banyak penelitian yang secara sistematis menghubungkan

    karakteristik-karakteristik organisasional dengan pola-pola perilaku individu.

    Manajer harus mengidentifikasi dimensi-dimensi penting perusahaan mereka serta

    implikasinya bagi para pegawai yang paling sesuai dengan situasi tersebut.

    Namun begitu ada beberapa metode analisis organisasional yang tersedia.

    Penilaian karakteristik organisasi meliputi target jangka pendek dan jangka

    panjang, kebutuhan-kebutuhan penyusunan pegawai/staff, persepsi pegawai

    terhadap iklim perusahaan, serta properti lingkungan (misalnya stabilitas). Audit

    kultur organisasi juga menawarkan metode yang kualitatif dan kuantitatif untuk

    menguraikan norma-norma, dan nilai-nilai perusahaan. Salah satu metode yang

  • 23

    sangat menjanjikan adalah metodologi Q-sort yang berfungsi untuk menilai

    muatan, integritas, dan perwujudan nilai-nilai organisasi dan mensesuaikannya

    dengan nilai-nilai individu yang diseleksi.

    Analisis organisasional ini bukan dimaksudkan untuk menggantikan

    analisis pekerjaan, akan tetapi berfungsi untuk memastikan agar komponen-

    komponen penting konteks kerja serta segala muatan-muatannya

    teridentifikasikan dan dievaluasi tingkat kepentingannya guna mencapai

    keberhasilan pekerjaan.

    Langkah Kedua: Tentukan Jenis Individu yang Dibutuhkan

    Dalam langkah dua ini, manajer mesti menilai para pelamar secara

    keseluruhan bukan hanya berdasarkan keahliannya saja. Memang PKK calon

    pegawai tetap perlu diperhitungkan dan tetap kompeten, namun berdasarkan sudut

    pandang analisis organisasional manajer juga harus mempertimbangkan

    kebutuhan-kebutuhan, nilai-nilai dan minat/kepentingan (kepribadian) yang

    dimiliki pegawai agar dapat menjadi anggota perusahaan yang efektif. Selain itu

    ketrampilan sosial dan interpersonal juga perlu dipertimbangkan disamping daya

    kognitif/nalar dan motorik yang menjadi fokus dominan dalam model seleksi

    tradisional.

    Dikemukakan oleh Bowen, et al (1997:39) bahwa Berdasarkan penelitian-

    penelitian terbaru ditemukan hal yang menarik dimana atribut-atribut kepribadian

    individu dapat memprediksi kepuasan kerja di kemudian hari-lebih dari lima

    puluh tahun dan bahkan untuk jenis pekerjaan yang berbeda. Dari penelitian

    tersebut disimpulkan bahwa kepuasan kerja dapat dihubungkan dengan atribut

  • 24

    kepribadian yang stabil dan bertahan lama, bukan sebagai fungsi dari situasi.Ini

    berarti bahwa tipe individu yang akan dipekerjakan juga sangat penting.

    Perusahaan juga harus mempertimbangkan keahlian-keahlian teknis yang

    dibutuhkan perusahaan. Seringkali terjadi banyak pelamar yang memiliki

    ketrampilan sosial dan kepribadian yang sesuai tetapi sayangnya keahlian

    teknisnya tidak memenuhi syarat. Dalam situasi seperti ini perusahaan seringkali

    lebih menitikberatkan pada ketrampilan sosial dan kepribadian dengan dasar

    bahwa lebih mudah untuk melatih keahlian teknis daripada harus mengubah

    kepribadian individu atau mengembangkan ketrampilan sosial. Hal ini akan

    mengakibatkan peningkatan biaya pelatihan jangka pendek dan kelebihan staff

    sementara. Kemauan untuk mempelajari bidang pekerjaan baru adalah atribut

    yang tidak dapat ditanamkan pada pegawai dengan mudah, tidak seperti halnya

    dengan keahlian teknis yang relatif lebih mudah diajarkan. Jadi pilihlah individu

    yang memiliki atribut ini.

    Langkah Ketiga: Buatlah Jalur Penerimaan Yang Memungkinkan

    Perusahaan dan Individu Saling Menilai Kesesuaian Masing-Masing

    Banyaknya penyaringan yang digunakan dalam metode seleksi baru dapat

    menyurutkan individu untuk menerima pekerjaan tersebut. Akan tetapi

    penyaringan ini memiliki beberapa tujuan. Pertama, penggunaan metode

    penyaringan berganda dan kriteria-kriteria seringkali dinyatakan sebagai metode

    penyeleksian terbaik. Kedua, sistem penyaringan berganda ini juga befungsi

    memberikan informasi nyata kepada para pelamar tentang lingkungan kerja

    sehingga mereka dapat menentukan pilihan untuk menerima pekerjaan tersebut

  • 25

    atau tidak. Ketiga, individu yang ikut bergabung dalam perusahaan akan merasa

    dirinya spesial karena telah lolos jalur penerimaan yang rumit.

    Sebuah artikel dalam majalah Fortune menyebut metode baru ini sebagai

    Seni Baru Penyeleksian yang Bijak. Salah satu bagian dari metode baru ini

    adalah penggunaan latihan simulasi kerja untuk pegawai-pegawai perakitan.

    Simulasi kerja ini membantu individu dan perusahaan untuk saling menilai

    kesesuaian masing-masing. Si pelamar menerima gambaran kerja yang

    sebenarnya dan perusahaan berkesempatan untuk menilai keahlian teknis dan

    ketrampilan interpersonal para pelamar. Tes kecerdasan juga tampaknya mulai

    banyak digunakan.

    Tes kepribadian adalah cara lain untuk menilai saling kesesuaian. Tes-tes

    ini banyak digunakan dalam program-program pengembangan manajemen. Akan

    tetapi, tes kepribadian ini juga mulai banyak digunakan sebagai tes penyeleksian,

    terutama untuk posisi pekerja perakitan dan keprofesionalan. Ketertarikan pada

    tes kepribadian ini mulai muncul kembali meskipun upaya-upaya untuk

    memvalidasikannya banyak menemui kegagalan. Meskipun begitu banyak yang

    berkeyakinan bahwa tes kepribadian dapat divalidasikan dalam kondisi-kondisi

    yang tepat, antara lain:

    1. Dengan menggunakan tolok ukur tolok ukur kepribadian yang disesuaikan

    dengan seting kerja. Tes-tes kepribadian yang ada tidak dirancang khusus

    untuk seting kerja, sehingga tidaklah mengherankan jika banyak yang gagal

    divalidasikan dalam penelitian-penelitian.

  • 26

    2. Dengan mengunakan tolok ukur kepribadian yang memprediksi kriteria

    global, yaitu tolok ukur perilaku dan sikap kerja yang beragam segi, bukan

    pada satu kriteria tertentu seperti angka penjualan per kwartal.

    3. Dengan menggunakan tolok ukur dimensi-dimensi kepribadian yang secara

    logika atau teori dikaitkan dengan lingkungan kerja dalam perusahaan. Hal ini

    berlawanan dengan penyaringan atribut kepribadian yang tidak berhubungan

    dengan pekerjaan tetapi membawa kepentingan tertentu manajer.

    Apabila tes kepribadian berfungsi menyediakan perusahaan dengan

    informasi tentang para pelamar, maka gambaran pekerjaan sesungguhnya (GPS)

    berfungsi untuk menyediakan informasi tentang perusahaan bagi para pelamar.

    Dengan GPS pelamar dapat menentukan pilihan apakah mereka akan merasa

    sesuai dengan lingkungan kerja barunya atau tidak. Pelamar yang merasa tidak

    sesuai akan mengundurkan diri dari proses penyeleksian, sedangkan pelamar yang

    diterima akan bergabung dalam perusahaan dengan rasa berkomitmen dan

    pengharapan yang realistik.

    Langkah Keempat: Kembangkanlah Kesesuaikan Individu-Pekerjaan-

    Perusahaan

    Penyeleksian adalah langkah yang penting dalam upaya memperoleh

    perbaikan sistem manajemen yang tepat. Akan tetapi proses penyeleksian ini

    harus dipadukan dan ditunjang dengan praktek-praktek manajemen SDM lain

    dalam perusahaan. Penggolongan kerja yang luas menumbuhkan fleksibilitas

    pegawai daripada hanya menggolongkan pada jenis pekerjaan tertentu saja.

    Pelatihan kerja yang ekstensif dan rotasi pekerjaan juga semakin menumbuhkan

    fleksibilitas. Aktivitas-aktivitas kelompok mendorong pegawai untuk

  • 27

    menyumbang ide-ide demi meningkatkan perusahaan dan menumbuhkan kerja

    tim. Dengan pegawai yang bertahan lama dan tidak sering gonta-ganti perusahaan

    dapat merealisasikan hasil pelatihannya serta investasi-investasi lain dalam SDM,

    dan juga untuk meningkatkan loyalitas pegawai terhadap perusahaan. Perlu

    dikemukakan di sini, bahwa penyeleksian di sini bukan berarti hanya untuk

    seleksi bagi karyawan baru, namun bagi karyawan lama juga penting untuk

    dilaksanakan dalam upaya kegiatan pengembangan masing-masing individu

    karyawan.

    2.1.1.3. Faktor-Faktor Kesesuaikan Individu-Pekerjaan

    Telah dikatakan bahwa seseorang akan memilih tempat bekerja yang

    paling sesuai dengan karakteristik-karakteristik pribadi mereka masing-masing.

    Dikemukakan oleh Tom sebagaimana dikutip oleh Sims & Galen

    (1994:939) a persons preference for an organization should vary with the

    degree of similarity between his self-concept and his image of work in the

    organization. Pilihan seseorang akan suatu perusahaan akan tergantung pada

    tingkat kemiripan antara konsep pribadi yang ada dalam dirinya dan gambaran

    yang ia lihat pada pekerjaan di perusahaan tersebut.

    Bohlander dan Snell (2004:184) mengemukakan, bahwa kesesuaian

    individu dengan pekerjaan (person-job fit) merupakan proses Job specifications,

    in particular, help identify the individual competencies employees need for

    success-the knowledge, skills, abilities, and other factors (KSAOs) that lead to

    superior performance. Ini berarti, kesesuaian individu-pekerjaan (person job fit)

    merupakan proses spesifikasi pekerjaan sebagai upaya untuk membantu

  • 28

    mengidentifikasikan kompetensi individual karyawan yang dibutuhkan untuk

    memperoleh kesuksesan, seperti pengetahuan, kemampuan, keahlian dan faktor

    lain yang dapat mengacu pada pemerolehan kinerja yang superior, oleh karena itu

    variabel ini sangat penting diperhatikan oleh perusahaan. Demikian juga, Bowen,

    et. al. (1997:37) menyatakan bahwa kesesuaian individu-pekerjaan (person job fit)

    memperhitungkan jenis-jenis individu yang diperlukan dengan kualifikasi:

    kesesuaian knowledge (pengetahuan), skill (keterampilan), abilities (kemampuan),

    social skills (keterampilan sosial), personal needs (kebutuhan individu), values

    (nilai-nilai), interest (minat) dan personality traits (sikap individu).

    Mello (2002:247) yang menyatakan bahwa penting bagi perusahaan untuk

    melakukan penyesuaian individu-pekerjaan sehingga memperoleh kinerja individu

    yang optimal, dengan memperhatikan faktor-faktor:

    1. Pengetahuan teknis, keterampilan khusus, dan kemampuan personal

    Pengetahuan seorang karyawan terhadap hal-hal yang berhubungan dengan

    pekerjaan yang dilakukan, keterampilan khusus yang diperlukan untuk

    menjalankan suatu pekerjaan, serta kemampuan karyawan untuk bekerja

    merupakan faktor yang sangat penting untuk dimiliki oleh seorang karyawan,

    sehingga akan melahirkan suatu unjuk kerja sesuai standar minimal yang

    ditetapkan perusahaan. Dengan demikian perusahaan akan memperoleh

    karyawan yang bekerja sesuai dengan keahliannya.

    2. Keterampilan Sosial

    Keterampilan sosial merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang untuk

    berinteraksi dan menjalin hubungan yang baik dengan lingkungannya, agar ia

  • 29

    dapat beradaptasi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada lingkungan

    pekerjaannya. Keterampilan ini merupakan keterampilan untuk bekerjasama

    dalam suatu tim kerja, bersedia mempelajari dan menerima berbagai hal yang

    baru, dan turut berpartisipasi secara aktif dalam upaya pengambilan

    keputusan, dan sebagainya.

    3. Kebutuhan-Kebutuhan Personal, Nilai-nilai dan minat atau keinginan

    Kebutuhan-kebutuhan personel menjadi faktor utama yang menyebabkan

    seseorang memutuskan untuk melamar pekerjaan. Kebutuhan-kebutuhan

    fisik, rasa aman, kebutuhan pengembangan diri, penghargaan dari orang lain ,

    serta kebutuhan untuk menjalin hubungan dengan manusia lainnya.

    Identifikasi atas nilai-nilai yang dibawa seseorang dalam lingkungan

    pekerjaan juga diperlukan. Nilai-nilai tersebut, berupa nilai-nilai yang positif

    atau nilai yang negatif, yang akan mempengaruhi perilaku seseorang dalam

    melaksanakan pekerjaannya. Minat seseorang juga turut diperhitungkan

    apakah ia benar-benar berminat terhadap pekerjaan yang ia miliki, serta

    keinginan-keinginan seseorang dalam suatu perkerjaan. Seperti pencapaian

    jenjang karir yang memuaskan, keamanan financial, adanya pengakuan sosial

    atas berbagai pencapaian yang telah ia dapatkan, serta keinginan-keinginan

    yang lain.

    4. Sifat-sifat Personal

    Sifat-sifat atau karakter dari seorang karyawan dalam lingkungan kerja,

    Seperti: kejujuran, keterbukaan, kemampuan untuk bekerjasama dan

    beradaptasi dengan orang lain, komitmen terhadap pekerjaan, serta stabilitas

  • 30

    emosi, juga turut diperhitungkan oleh perusahaan, sehingga calon karyawan

    dapat menjadi seorang karyawan yang berkinerja tinggi.

    Kemampuan terdiri dari dua unsur, yaitu yang bisa dipelajari dan yang

    alamiah. Pengetahuan dan keterampilan adalah unsur kemampuan yang bisa

    dipelajari, sedangkan yang alamiah orang menyebutnya dengan bakat (M. Nurdin,

    2004:24). Jika orang hanya mengandaikan bakat saja tanpa mempelajari dan

    membiasakan kemampuannya, maka dia tidak akan berkembang. Karena bakat

    hanya sekian persen saja menuju keberhasilan. Sedangkan orang yang berhasil

    dalam pengembangan profesionalisme itu ditunjang oleh ketekunan dalam

    mempelajari dan mengasah kemampuannya. Oleh karena itu, potensi yang ada

    pada kita harus terus diasah.

    Kemampuan paling dasar yang diperlukan adalah kemampuan dalam

    mengantisipasi setiap perubahan yang tcrjadi. Oleh karena itu, seorang karyawan

    yang profesional tentunya tidak ingin ketinggalan dalam percaturan global ini.

    Dengan dcmikian, karyawan harus mengantisipasi perubahan itu dengan banyak

    membaca supaya bertambah ilmu pengetahuannya.

    Keterampilan (skill) merupakan salah satu unsur kemampuan yang dapat

    dipelajari pada unsur penerapannya. Suatu keterampilan merupakan keahlian yang

    bermanfaat untuk jangka panjang. Keterampilan merupakan the requisite

    knowledge and ability. Keterampilan yang dibutuhkan dalam pengembangan

    profesionalisme, tengantung pada jenis pekerjaan masing-masing. Untuk lebih

    jelasnya tentang prinsip pengembangan profesi dapat dilihat pada Gambar 2.1. di

    bawah ini.

  • 31

    PRESTASI = +

    Dalam hal ini sangat dibutuhkan adanya komponen normatif yang dapat

    menimbulkan perasaan kewajiban pada pegawai untuk memberi balasan atas apa

    yang telah diterimanya dari organisasi. Pegawai dengan normative commitment

    yang tinggi akan tetap bertahan dalam organisasi karena merasa adanya suatu

    kewajiban atau tugas yang memang sudah sepantasnya dilakukan atas benefit

    yang telah diberikan organisasi.

    Gambar 2.2. Affective, continuance, and normative commitment to the

    organization: A meta-analysis of antecedents, correlates and consequences.

    Sumber : Meyer, J., Stanley, D., Herscovitch, L., & Topolnytsky, L. (in press)

    Kemauan Kemampuan

    Yang Dipelajari Alamiah

    Pengetahuan Keterampilan

    Gambar 2.1.

    Prinsip Pengembangan Profesi

    Sumber : Muhamaad Nurdin (2004: 143)

  • 32

    Kemampuan mengacu pada, alat-alat keterampilan dan pengalaman yang

    dibutuhkan seseorang untuk berhasil melakukan pekerjaannya. Ketika salah satu

    faktor ini hilang, ada kemungkinan meningkat bahwa karyawan akan under

    perform. Hal ini tidak biasa untuk mempekerjakan profesional untuk mengabaikan

    faktor-faktor dasar, terutama jika seorang calon memiliki kredensial akademis

    yang solid dan tampil sebagai cerdas dan percaya diri dalam wawancara kerja.

    Selain itu, bukan rahasia lagi bahwa calon yang paling melebih-lebihkan

    kemampuan mereka di resume mereka dan aplikasi pekerjaan.

    Diagnostik yang membantu Anda mengidentifikasi jika karyawan

    berkinerja buruk memiliki kemampuan yang memadai:

    Apakah Anda tahu keterampilan apa yang dibutuhkan untuk melakukan

    pekerjaan dan apakah karyawan memiliki keterampilan? Jika ia tidak memiliki

    keterampilan yang diperlukan, bagaimana Anda akan membantunya mendapatkan

    mereka, dan berapa lama Anda harapkan proses yang mengambil? Pelatihan

    keterampilan membutuhkan waktu dan uang, dan hasil tidak pernah dijamin

    kecuali ada komitmen yang memadai dari kedua manajer dan karyawan. Ini

    kepentingan semua orang terbaik bagi manajer untuk menetapkan harapan yang

    sesuai bagi karyawan dari awal. Hal ini terutama benar jika pekerjaan tersebut

    membutuhkan kemampuan teknis khusus.

    Bahkan jika seorang individu memiliki keterampilan dan pengalaman

    untuk melakukan pekerjaan itu, apakah dia memiliki alat untuk memberikan

    kinerja puncak? Sebagai contoh, seorang desainer web yang sangat terampil dan

    berpengalaman tidak bisa membangun sebuah website tanpa hardware komputer

  • 33

    dan software yang memadai. Alat tidak harus yang paling terbaru, tapi sistem

    yang crash dapat sangat frustasi dan tidak produktif, bahkan untuk pemain terbaik.

    Hanya karena seorang karyawan memiliki keterampilan untuk melakukan

    pekerjaan tidak berarti bahwa ia memiliki pengalaman untuk menerapkan

    keterampilan dalam posisi yang khusus. Hal ini terutama berlaku untuk lulusan

    baru, mempekerjakan luar dari industri yang berbeda dan mempekerjakan internal

    dari departemen yang berbeda. Sementara keterampilan yang dibutuhkan mungkin

    sama dari satu pekerjaan ke pekerjaan, aplikasi selanjutnya berbeda dan

    terminologi mungkin memerlukan bahwa karyawan baru mengambil waktu untuk

    mempelajari nuansa posisi barunya.

    "Fit" mencerminkan perilaku dan kepentingan yang diperlukan untuk

    berhasil dalam pekerjaan. Banyak orang jatuh ke dalam perangkap memilih

    profesi atau pekerjaan yang cocok buruk. Daripada mencoba untuk memahami

    diri sendiri sehingga kita dapat memilih suatu panggilan yang didasarkan pada

    kekuatan kami dan sejalan dengan kepentingan kita, kita memilih pekerjaan

    karena tekanan teman sebaya dan pengaruh sosial.

    Tujuan yang jelas membantu memfokuskan dan memotivasi karyawan

    untuk mencapai hasil yang diinginkan.

    Karyawan harus sangat jelas tentang tanggung jawab mereka dan tentang

    hasil yang Anda harapkan mereka untuk mencapai. Pekerjaan sehari-hari dan

    prioritas yang mudah terpengaruh oleh krisis, permintaan setiap hari baru atau

    perubahan arah. Menetapkan dan melacak tujuan SMART membantu karyawan

    Anda fokus pada apa yang paling penting bagi bisnis Anda, dan akuntabilitas

  • 34

    yang jelas membantu memastikan bahwa pekerjaan akan dilakukan dengan

    konflik yang minimal.

    Bagan Model multidimensional komitmen organisasi (Meyer dan Allen,

    1997), dapat dilihat bagaimana hubungan antara penyebab (antecedent), proses

    terjadinya komitmen dan konsekuensi dari komitmen tersebut (Gambar 2.2):

    Gambar 2.3. Bagan Model multidimensional komitmen organisasi

    Sumber : Meyer dan Allen (1997)

  • 35

    Banyak faktor yang dapat mempengaruhi Person-job-fit, diantaranya :

    Faktor pendorong kreativitas individu

    Pengalaman individu dengan kreatifitas

    Perlakuan terhadap individu

    Kemampuan kognitif dari individu

    Tahapan membangun kreativitas

    Tahap persiapan (preparation)

    Tahap inkubasi (incubation)

    Tahap penemuan ide atau gagasan (insight)

    Tahap pengujian (verification).

    French and Raven :

    Motivasi adalah sesuatu yang mendorong seseorang untuk menunjukkan

    perilaku tertentu. Motivation is the set of forces that cause people to

    behave in certain ways.

    Faktor penentu kinerja (Griffin)

    Motivasi (Motivation)

    Kemampuan (Ability)

    Lingkungan pekerjaan (Work Environment)

    2.1.2 Seleksi dengan Metode Person-Organization Fit

    Seleksi merupakan bagian dari program pengadaan karyawan, dimana

    seleksi dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan karyawan berdasarkan jumlah

    dan susunan pangkat yang ada dalam suatu perusahaan. Seleksi karyawan

    merupakan sarana bagi perusahaan untuk memperoleh tenaga kerja yang

  • 36

    berkompetensi tinggi, berkualitas, dan berkomitmen tinggi kepada perusahaan.

    Proses seleksi adalah pusat keberhasilan manajemen sumber daya manusia dan

    perusahaan, karena kegagalan dalam proses seleksi berarti kegagalan suatu

    organisasi untuk mencapai tujuannya.

    Seleksi menurut John M. Ivancevich (2001:211), adalah: selection is the

    process by which an organization choosen from a list of applicants the person or

    person who best meet the selection criteria for the position available, considering

    current environtmental condition. Seleksi adalah proses dimana suatu

    perusahaan memilih dari suatu daftar pelamar kerja, orang yang terbaik yang

    sesuai dengan kriteria seleksi untuk posisi yang tersedia, berdasarkan kondisi

    lingkungan yang ada.

    Menurut R.Wayne Mondy dan Robert M. Noe, (2005:162): selection is

    the process of choosing from a group of applicants those individuals best suited

    for a particular position and organization. Seleksi adalah suatu proses pemilihan

    dari sekelompok pelamar kerja individu-individu yang benar-benar sesuai untuk

    suatu jabatan tertentu dan juga sesuai untuk perusahaan.

    Menurut Robert L. Mathis, dan John H. Jackson seperti yang

    diterjemahkan oleh Jimmy Sadeli, dan Bayu Prawira Hie (2001:305): Seleksi

    adalah proses pemilihan individu-individu yang memiliki kualifikasi yang relevan

    untuk mengisi pekerjaan-pekerjaan yang ada dalam suatu organisasi.

    Menurut Drs. H. Achmad S. Ruky (2003:155): Seleksi adalah suatu

    kegiatan yang dilaksanakan untuk memilih calon yang dianggap paling tepat

    untuk mengisi sebuah jabatan dan seyogyanya memiliki potensi untuk

  • 37

    dikembangkan agar dapat mengisi jabatan-jabatan lain yang mungkin lebih berat

    tanggung jawabnya.

    Dapat diartikan bahwa seleksi adalah proses untuk memilih pegawai yang

    paling berkualitas dan paling sesuai dengan syarat-syarat yang ditetapkan oleh

    perusahaan, untuk mengisi jenis pekerjaan yang ada, atau yang akan diadakan

    oleh suatu perusahaan. Selain itu, seleksi dapat juga diartikan sebagai sarana atau

    alat untuk memilih individu yang memiliki kualifikasi tertentu untuk mengisi

    jabatan yang ada atau jabatan yang baru dibuka.

    Seleksi dengan metode Person-Organization Fit adalah metode seleksi

    yang mempertimbangkan karakteristik karyawan yang sesuai dengan kebutuhan

    perusahaan. Kesesuaian antara individu dengan perusahaan perlu diperhitungkan,

    agar perusahaan mendapatkan karyawan yang loyal serta memiliki komitmen

    yang kuat terhadap perusahaan. Seleksi dengan metode ini mengarah pada

    penyeleksian individu seutuhnya, guna menyesuaikan faktor individu dengan

    karakteristik perusahaan. Metode seleksi ini berusaha memperhitungkan dan

    menganalisis kecocokan antara sifat-sifat individu dengan karakteristik

    perusahaan, agar diperoleh karyawan yang memiliki loyalitas yang tinggi dan

    komitmen yang kuat terhadap perusahaan.

    Para ahli manajemen sumber daya manusia, memberikan berbagai

    pengertian mengenai seleksi dengan metode Person-Organization Fit. Adapun

    pengertian-pengertian tersebut antara lain:

    Menurut R.Wayne Mondy, dan Robert M. Noe, (2005:162), menyatakan

    bahwa Metode Person-Organization Fit adalah : Organizational Fit refers to

  • 38

    management perception of the degree to which the prospective employee will fit in

    with the firms culture or value system. Pencocokan Organisasional mengacu

    pada persepsi tentang derajat manajerial dimana pegawai yang prospektif akan

    menyesuaikan diri dengan budaya perusahaan atau sitem nilai yang ada.

    Menurut Bowen, David; Gerard E. Ledford; Barry R. Nathan dalam jurnal

    yang berjudul Hiring The Organization, not The Job seperti yang dikutip oleh

    Jeffrey A. Mello (2002:253-262), adalah: Person-Organization Fit places in the

    context of a rich interaction between the person and organization, both of which

    are more broadly defined and assessed than in the traditional selection model.

    Artinya kecocokan individu dengan perusahaan menempatkan suatu kajian

    tentang suatu ketinggian interaksi antara seseorang dengan perusahaan, dimana

    keduanya didefinisikan secara lebih jelas, dan dinilai lebih baik dibandingkan

    dengan metode seleksi tradisional.

    Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson (2004:191), definisi dari

    metode Person-Organization Fit adalah: Person-Organization Fit is the

    congruence between individuals and organizational factors.Artinya Kecocokan

    Individu dengan Perusahaan adalah penyesuaian antara individu dengan faktor-

    faktor perusahaan.

    Jadi, seleksi dengan metode Person-Organization Fit adalah seleksi yang

    memperhitungkan kesesuaian antara individu dengan nilai-nilai perusahaan, dan

    suatu teknik yang menempatkan proses seleksi sebagai sarana untuk berinteraksi

    antara perusahaan dengan individu, dimana Kecocokan antara Individu dengan

    Pekerjaan (Person-Job Fit), dan Kecocokan Individu dengan perusahaan (Person-

  • 39

    Organization Fit), diperhitungkan dan didefinisikan dengan gamblang, daripada

    model seleksi tradisional.

    2.1.3. Tujuan Seleksi dengan Metode Person-Organization Fit

    Seleksi dengan metode Person-Organization Fit memiliki tujuan untuk :

    1. Menggabungkan kecocokan antara individu dengan pekerjaan (Person-Job

    Fit), dengan kecocokan antara individu dengan perusahaan (Person-

    Organization Fit), agar perusahaan dapat mengidentifikasi dengan baik setiap

    sifat-sifat dari calon karyawannya, dan menyesuaikan sifat-sifat tesebut

    dengan nilai-nilai dan filosofi yang ada di perusahaan.

    2. Metode Person-Organization Fit memperhitungkan semua faktor-faktor yang

    diperlukan untuk menyesuaikan antara calon karyawan dengan perusahaan.

    Metode ini digunakan karena banyak perusahaan yang menggunakan

    wawancara tunggal sebagai landasan untuk menerima atau menolak calon

    karyawan, dimana dalam wawancara banyak sifat-sifat dari calon karyawan

    yang tidak dapat diidentifikasi dengan baik. Akibatnya, banyak karyawan

    yang memiliki loyalitas yang rendah terhadap perusahaan.

    3. Sistem seleksi ini memberikan informasi nyata bagi calon karyawan mengenai

    lingkungan kerja yang akan mereka hadapi, sehingga mereka dapat

    menentukan dan memutuskan apakah mereka menerima pekerjaan yang

    ditawarkan, atau menolaknya.

    4. Adanya rasa bangga dalam diri setiap individu yang berhasil melalui seleksi

    yang rumit ini dengan baik, karena mereka memiliki faktor-faktor yang sangat

    diperlukan oleh perusahaan di dalam dirinya. Hal ini mengakibatkan karyawan

  • 40

    tersebut akan senantiasa meningkatkan profesionalismenya dalam

    menjalankan pekerjaan.

    2.1.4. Indikator-indikator seleksi dengan Metode Person-Organization Fit

    Menurut Bowen, David (2002:48) indikator-indikator seleksi dengan

    metode Person-Organization Fit adalah sebagai berikut :

    1. Kesesuaian pengetahuan calon karyawan dengan pekerjaan

    2. Kesesuaian keterampilan calon karyawan dengan pekerjaan

    3. Kesesuaian kemampuan calon karyawan dengan pekerjaan

    4. Kesesuaian kebutuhan calon karyawan dengan lingkungan perusahaan

    5. Kesesuaian antara nilai-nilai personal calon karyawan dengan perusahaan.

    2.1.5. Pengaruh seleksi dengan metode Person-Organization Fit terhadap

    prestasi kerja karyawan

    Diungkapkan Bowen, David (2002:48) bahwa model seleksi pegawai

    dengan metode Person-Organization Fit yang bukan untuk jenis pekerjaannya

    saja akan menjadi satu-satunya model seleksi yang efektif dalam lingkungan

    usaha. Kepribadian pegawai tumbuh sejalan dengan nilai-nilai dan filosofi

    manajemen yang menjadi penentu keunikan perusahaan dan keselarasannya di

    masa depan sehingga prestasi kerja yang optimal dari pribadi karyawan akan

    diperolehnya

    Didukung pula oleh hasil penelitian Umi Narimawati (2005:118) bahwa

    seleksi dengan metode Person-Organization Fit yang dilaksanakan dengan tepat,

    maka akan menghasilkan karyawan yang memiliki prestasi yang unggul.

  • 41

    2.1.6 Kompetensi

    Menurut Purwadarminta dalam kamus umum Bahasa Indonesia

    Kompetensi adalah kewenangan (kekuasaan) untuk menentukan atau

    memutuskan sesuatu hal.

    Kompetensi yang ada dalam Bahasa Inggris adalah competency atau

    competence merupakan kata benda, menurut William D. Powell dalam aplikasi

    Linguist Version 1.0 (1997) diartikan: 1) kecakapan, kemampuan, kompetensi 2)

    wewenang. Kata sifat dari competence adalah competent yang berarti cakap,

    mampu, dan tangkas.

    Surat Keputusan Mendiknas nomor 045/U/2002. tentang Kurikulum Inti

    Perguruan Tinggi mengemukakan Kompetensi adalah seperangkat tindakan

    cerdas, penuh tanggungjawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk

    dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang

    pekerjaan tertentu.

    UU No.20/2003 tentang Sisdiknas penjelasan pasal 35 (1):

    Kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup

    sikap, pengetahuan, dan keterampilan sesuai dengan standard nasional yang telah

    disepakati

    UU No.13/2003 tentang Ketenagakerjaan: pasal 1(10) Kompetensi adalah

    kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan,

    keterampilan dan sikap kerja yang sesuai dengan standar yang ditetapkan

    Peraturan Pemerintah (PP) No.23 Tahun 2004, tentang Badan Nasional

    Sertifikasi Profesi (BNSP) menjelaskan tentang sertifikasi kompetensi kerja

  • 42

    sebagai suatu proses pemberian sertifikat kompetensi yang dilakukan secara

    sistimatis dan objektif melalui uji kompetensi yang mengacu kepada standar

    kompetensi kerja nasional Indonesia dan atau Internasional

    Pengertian Competency Based Training (CBT) Sebuah pendekatan pada

    pelatihan yang menekankan pada apa yang seorang individu dapat

    mendemontrasikan: pengetahuannya, ketrampilan serta sikap profesional, di

    tempat kerja, sesuai dengan standard Industri sebagai hasil dari training

    Standard Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) Kompetensi

    adalah pernyataan tentang bagaimana sesorang dapat mendemontrasikan:

    keterampilan, pengetahuan dan sikapnya di tempat kerja sesuai dengan standar

    Industri atau sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan oleh tempat kerja

    (industri).

    Definisi kompetensi yang dipahami selama ini adalah mencakup

    penguasaan terhadap 3 jenis kemampuan, yaitu: pengetahuan (knowledge,

    science), keterampilan teknis (skill, teknologi) dan sikap perilaku (attitude).

    Kompetensi haruslah dimaknai kembali sebagai pengembangan integritas

    pribadi yang dilandasi iman yang kuat sebagai fondasinya (SQ), baru kemudian

    dapat membangun hubungan yang tulus/ikhlas dengan sesama (EQ), dan akhirnya

    barulah penguasaan IPTEK melalui IQ bisa bermanfaat untuk membangun bisnis

    yang etis dalam rangka mencapai tujuan kemakmuran bersama bagi para

    stakeholders, tidak hanya untuk kepentingan ego pribadi.

  • 43

    Association K.U. Leuven mendefinisikan bahwa pengertian Kompetensi

    adalah peingintegrasian dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang

    memungkinkan untuk melaksanakan satu cara efektif.

    Robert A. Roe (2001) mengemukakan definisi dari Kompetensi yaitu:

    Competence is defined as the ability to adequately perform a task, duty or role.

    Competence integrates knowledge, skills, personal values and attitudes.

    Competence builds on knowledge and skills and is acquired through work

    experience and learning by doing Kompetensi dapat digambarkan sebagai

    kemampuan untuk melaksanakan satu tugas, peran atau tugas, kemampuan

    mengintegrasikan pengetahuan, ketrampilan-ketrampilan, sikap-sikap dan nilai-

    nilai pribadi, dan kemampuan untuk membangun pengetahuan dan keterampilan

    yang didasarkan pada pengalaman dan pembelajaran yang dilakukan.

    Definisi kompetensi diuraikan oleh Steven Moulton, SPHR, dalam

    tulisannya di SHRM berjudul Competency Development, Integration and

    Application. Bagi organisasi, katanya, kompetensi bisa didefinisikan sebagai

    kemampuan teknikal yang membedakan perusahaan dengan pesaing. Sementara

    bagi individu, kompetensi bisa didefinisikan sebagai kombinasi pengetahuan,

    keahlian, dan kebisaan yang mempengaruhi kinerja kerjanya. Ia mengaku, definisi

    kompetensi bisa sangat beragam dan berbeda dari satu orang ke orang lainnya.

    Drs. Budiman Sanusi Mpsi, Direktur Psikologi dan Pengembangan

    Sumberdaya Manusia (PPSDM), mengatakan Kompetensi adalah keseluruhan

    pengetahuan, keterampilan, perilaku, dan sikap yang ditampilkan oleh orang-

  • 44

    orang yang sukses/berhasil dalam mengerjakan suatu tugas dengan prestasi kerja

    yang optimal.

    Core Competency atau yang kerap dikenal sebagai kompetensi dasar

    merupakan kompetensi yang dibutuhkan oleh seluruh job roles yang ada di

    sebuah organisasi. Atau dengan lebih mudah dapat dikatakan, core competency ini

    wajib dimiliki oleh semua anggota organisasi. Sehingga karena core competency

    ini merupakan kompetensi dasar, maka untuk menentukannya harus melihat

    kembali kepada business driver dan corporate values yang dimiliki organisasi.

    Specific Competency atau yang juga dikenal sebagai kompetensi khusus,

    merupakan kompetensi yang dibutuhkan oleh masing-masing job role atau

    pekerjaan dalam organisasi. Tentunya dalam competency profiling, salah satu

    tahapan yang harus dilalui adalah melakukan interview dengan incumbent

    (pemegang jabatan) dan interview dengan atasan.

    Dengan mengutip R. Pahlan (Competency Management: A Practicioners

    Guide, terjemahan, 2007), dapat menggali lima istilah dalam definisi kompetensi

    sebagai berikut.

    (1). Karakter Dasar diartikan sebagai kepribadian seseorang yang cukup dalam

    dan berlangsung lama. Dalam definisi ini, karakter dasar mengarah pada

    motif, karakteristik pribadi, konsep diri dan nilai-nilai seseorang.

    (2). Kriteria Referensi berarti bahwa komptensi dapat diukur berdasarkan standar

    atau kriteria tertentu. Dapat diukur faktor-faktor pembentuk terjadinya kinerja

    karyawan yang beragam (unggul, biasa, dan rendah). Dari faktor-faktor

  • 45

    tersebut kemudian dapat diprediksi kinerja seseorang. Misalnya angka

    penjualan yang dilakukan seorang wiraniaga per satuan waktu.

    (3). Hubungan Kausal mengindikasikan bahwa keberadaan suatu kompetensi dan

    pendemonstrasiannya memprediksi atau menyebabkan suatu kinerja unggul.

    Kompetensi-kompetensi seperti motif, sifat dan konsep diri dapat

    memprediksikan ketrampilan dan tindakan. Kemudian ketrampilan dan

    tindakan memprediksi hasil kinerja pekerjaan. Jadi disitu ada maksud atau

    motif yang mengakibatkan sebuah tindakan atau perilaku yang membuahkan

    hasil. Contohnya, kompetensi pengetahuan selalu digerakkan oleh kompetensi

    motif, karakteristik pribadi, atau konsep diri. Model kausal ini dapat

    diperjelas lagi melalui contoh berikut; kalau organisasi tidak mengakuisisi

    atau mengembangkan kompetensi inisiatif bagi para karyawannya, maka

    dapat diduga pekerjaan yang harus disupervisinya akan dikerjakan ulang dan

    biaya untuk memastikan kualitas pelayanan akan meningkat.

    (4). Kinerja Unggul mengindikasikan tingkat pencapaian,misalnya dari sepuluh

    persen tertinggi dalam suatu situasi kerja.

    (5). Kinerja Efektif adalah batas minimum tingkat hasil kerja yang dapat diterima.

    Ini biasanya merupakan garis batas dimana karyawan yang hasil kerjanya di

    bawah garis ini dianggap tidak kompeten untuk melakukan pekerjaan

    tersebut.

    Ruky (2003:104) mengutip pendapat Spencer & Spencer dari kelompok

    konsultan Hay & Mac Ber bahwa Kompetensi adalah an underlying

    characteristic of an individual that is casually related to criterion referenced

  • 46

    effective and/or superior performance in a job or situation (Karakteristik dasar

    seseorang yang mempengaruhi cara berpikir dan bertindak, membuat generalisasi

    terhadap segala situasi yang dihadapi, serta bertahan cukup lama dalam diri

    manusia).

    The Jakarta Consulting Group (Susanto, 2002) memberikan batasan bahwa

    kompetensi adalah segala bentuk perwujudan, ekspresi, dan representasi dari

    motif, pengetahuan, sikap, perilaku utama agar mampu melaksanakan pekerjaan

    dengan sangat baik atau yang membedakan antara kinerja rata-rata dengan kinerja

    superior. Pendekatan ini dilihat dari sudut pandang individual.

    Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 46A Tahun 2003

    Tanggal 21 Nopember 2003 ditentukan bahwa Kompetensi adalah kemampuan

    dan karak-teristik yang dimiliki seorang Pegawai Negeri Sipil berupa

    pengetahuan, keterampilan, dan sikap perilaku yang diperlukan dalam

    pelaksanaan tugas jabatannya, sehingga Pegawai Negeri Sipil tersebut dapat

    melaksanakan tugasnya secara professional, efektif, dan efisien.

    Menurut Watson Wyatt dalam Ruky (2003:106) competency merupakan

    kombinasi dari keterampilan (skill), pengetahuan (knowledge), dan perilaku

    (attitude) yang dapat diamati dan di-terapkan secara kritis untuk suksesnya sebuah

    organisasi dan prestasi kerja serta kontribusi pribadi karyawan terhadap

    organisasinya.

    Jadi dapat disimpulkan bahwa kompetensi adalah sebuah pernyataan

    terhadap apa yang seseorang harus lakukan ditempat kerja untuk menunjukan

  • 47

    pengetahuannya, keterampilannya dan sikap sesuai dengan standar yang

    dipersyaratkan.

    2.1.6.1 Konsep Kompetensi

    Konsep kompetensi menurut maier dipengaruhi oleh dua faktor yaitu

    faktor internal atau faktor dari dalam individu dan faktor eksternal dari luar atau

    sering disebut faktor lingkungan (Moh. Asad). Pendapat ini menegaskan bahwa

    faktor lingkungan yang berada di luar diri individu mempunyai peran dalam

    menentukan keberhasilan seseorang didalam pelaksanaan tugasnya. Lingkungan

    dapat dibedakan menjadi lingkungan organisasi meliputi sarana kerja, teknologi,

    keselamatan dan kesehatan kerja, serta suprasarana yang meliputi kebijakan

    pemerintah, hubungan kerja dan manajemen (Ndraha, 1999;46).

    Berkenaan dengan batasan kemampuan dalam konsep kompetensi, VHV

    Room mengemukakan bahwa kemampuan adalah atribut non motivasional yang

    dimiliki oleh individu untuk melaksanakan tugas, atau merupakan suatu potensi

    untuk melakukan sesuatu. Kemampuan ditentukan olehh tiga hal yaitu : (1).

    kondisi sensoris dan kognitif, (2). pengetahuan tentang cara merespon yang benar,

    (3). kemampuan tuntukmelaksanakan respon tersebut (Moh Asad). Pendapat ini

    menyimpulkan bahwa kemampuan merupakan proses respon, dari saat menerima

    respon, memilih dan menilaiserta melakukan tindakan yang sudah dipilih sebagai

    alternatif untuk merespon sesuatu.

  • 48

    Keith Davis mengemukakan bahwa kemampuan merupakan manifestasi

    dari pengetahuan dan kemahiran. Secara sederhana kemampuan dibedakan

    menjadi dua yaitu :

    a. Kemampuan Teknis (technical skill) yaitu kemampuan untuk

    menggunakan peralatan, melakukan kegiatan sesuai prosedur dan

    penguasaan secara teknis.

    b. Kemampuan manajerial (managerial skill) yaitu kemampuan dalam

    mengelola suatu kegiatan/usaha.

    Sedarmayanti (dalam Umar Husein, 1999;11-12) menyatakan bahwa ada

    beberapa ciri individu yang produktif atau mampu bekerja dengan baik, antara

    lain: tindakannya konstruktif, percaya diri, rasa tanggung jawab yang tinggi, cinta

    terhadap pekerjaan, memiliki pandangan kedepan, sanggup menyelesaikan

    persoalan, dapat menyesuaikan dengan perubahan lingkungan, memiliki

    kontribusi positif terhadap lingkungan, memiliki kekuatan untuk mewujudkan

    potensi.

    Dale Timpe (Umar Husein, 1999;12) membeikan ciri-ciri lain yang

    menandakan karyawan yang produktif yaitu: cerdas dan dapat belajar dengan

    cepat, kompeten secara professional, memahami pekerjaan, belajar dengan cerdik,

    menggunakan logika, effisien, selalu melakukan perbaikan, dan dianggap bernilai

    oleh atasannya dengan catatan prestasi yang baik.

    Beberapa ciri tersebut merupakan tolak ukur yang dapat digunakan untuk

    melihat kemampuan atau kompetensi seseorang dalam bekerja.

  • 49

    2.1.6.2 Jenis Kompetensi

    Soft Competency :

    Faktor tersembunyi lebih berpengaruh

    Belum banyak disadari arti pentingnya

    Pengukuran dan pengembangan tidak mudah

    Hard Competency :

    Faktor Pendidikan, Pelatihan & Pengalaman

    Biasanya untuk yang superior tidak terlepas dari soft competency

    (meningkatkan, menyempurnakan) (lihat Model Spencer 1993)

    Pengukuran dengan sertifikasi

    Kelompok Kompetensi Generik :

    Kemampuan Berprestasi (Merencanakan dan Mengimplementasikan)

    Kemampuan Melayani

    Kemampuan Memimpin

    Kemampuan Mengelola

    Kemampuan Berpikir (Cognitive)

    Kemampuan Bersikap Dewasa

    Kompetensi untuk jabatan (sumber: Spencer & Spencer, 1993) :

    Kemampuan Merencanakan dan Mengimplementasikan :

    Acievement Orientation

    Concern for Order, Quality and Accuracy

    Initiative

  • 50

    Information Seeking

    Kemampuan Melayani :

    Interpersonal Understanding

    Customer Service Orientation

    Kemampuan Memimpin :

    Impact and Influence

    Organizational Awareness

    Relationship Building

    Kemampuan Mengelola :

    Developing Others

    Directiveness

    Teamwork and Cooperation

    Team Leadership

    Kemampuan Berpikir (Cognitive) :

    Analytical Thinking

    Conceptual Thinking

    Technical/Professional/Managerial Expertise

    Kemampuan Bersikap Dewasa :

    Self-Control

    Self-Confidence

    Flexibility

    Organizational Commitment

  • 51

    Definisi MSDM-BK (CB-HRM) :

    Serangkaian keputusan untuk mengelola hubungan ketenagakerjaan secara

    optimal mulai dari rekrutmen, seleksi, penempatan, pemeliharaan dan

    pengembangan serta terminasi dengan memanfaatkan informasi kebutuhan

    kompetensi jabatan dan tingkat kompetensi individu secara terintegrasi

    untuk mencapai tujuan organisasi.

    Gambar 2.4 Kerangka MSDM-BK

    2.1.7 Kinerja

    Kinerja adalah sebuah kata dalam bahasa Indonesia dari kata dasar "kerja"

    yang menterjemahkan kata dari bahasa asing prestasi. Bisa pula berarti hasil kerja.

    Pengertian Kinerja Kinerja dalam organisasi merupakan jawaban dari

    berhasil atau tidaknya tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Para atasan atau

    manajer sering tidak memperhatikan kecuali sudah amat buruk atau segala sesuatu

    http://id.wikipedia.org/wiki/Katahttp://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Indonesiahttp://id.wikipedia.org/wiki/Katahttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Dasar&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Prestasi&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Hasil&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/wiki/Kerjahttp://id.wikipedia.org/wiki/Organisasihttp://id.wikipedia.org/wiki/Manajer

  • 52

    jadi serba salah. Terlalu sering manajer tidak mengetahui betapa buruknya kinerja

    telah merosot sehingga perusahaan / instansi menghadapi krisis yang serius.

    Kesankesan buruk organisasi yang mendalam berakibat dan mengabaikan tanda-

    tanda peringatan adanya kinerja yang merosot.

    Menurut Wirawan (2009), kinerja adalah keluaran yang dihasilkan oleh

    fungsi-fungsi atau indicator-indikator suatu pekerjaan atau suatu profesi dalam

    waktu tertentu

    Menurut anderes gui (2008), kinerja adalah hasil kerja atau prestasi kerja

    yang dihasilkan seseorang (karyawan) dalam melaksanakan tugas dan tanggung

    jawab yang diberikan kepadanya dengan indicator-indikator sebagai berikut:

    target pekerjaan yang dilakukan, pengetahuan kerja, tindakan dalam

    menyelesaikan persoalan, kerja sama, integritas.

    Kinerja menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2000 : 67) yaitu Kinerja

    (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh

    seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab

    yang diberikan kepadanya.

    Kemudian menurut Ambar Teguh Sulistiyani (2003:223) yaitu Kinerja

    seseorang merupakan kombinasi dari kemampuan, usaha dan kesempatan yang

    dapat dinilai dari hasil kerjanya. Maluyu S.P. Hasibuan (2001:34)

    mengemukakan kinerja (prestasi kerja) adalah suatu hasil kerja yang dicapai

    seseorang dalam melaksanakan tugas tugas yang dibebankan kepadanya yang

    didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu.

    http://id.wikipedia.org/wiki/Perusahaanhttp://id.wikipedia.org/wiki/Pegawai

  • 53

    Menurut John Whitmore (1997 : 104) Kinerja adalah pelaksanaan fungsi-

    fungsi yang dituntut dari seseorang,kinerja adalah suatu perbuatan, suatu prestasi,

    suatu pameran umum ketrampikan.

    Menurut Barry Cushway (2002 : 1998) Kinerja adalah menilai bagaimana

    seseorang telah bekerja dibandingkan dengan target yang telah ditentukan.

    Menurut Veizal Rivai ( 2004 : 309) mengemukakan kinerja adalah :

    merupakan perilaku yang nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi

    kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan.

    Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson Terjemahan Jimmy Sadeli

    dan Bayu Prawira (2001 : 78), menyatakan bahwa kinerja pada dasarnya adalah

    apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan.

    John Witmore dalam Coaching for Perfomance (1997 : 104) kinerja

    adalah pelaksanaan fungsi-fungsi yang dituntut dari seorang atau suatu perbuatan,

    suatu prestasi, suatu pameran umum keterampilan. Kinerja merupakan suatu

    kondisi yang harus diketahui dan dikonfirmasikan kepada pihak tertentu untuk

    mengetahui tingkat pencapaian hasil suatu instansi dihubungkan dengan visi yang

    diemban suatu organisasi atau perusahaan serta mengetahui dampak positif dan

    negative dari suatu kebijakan operasional. Mink (1993 : 76) mengemukakan

    pendapatnya bahwa individu yang memiliki kinerja yang tinggi memiliki beberapa

    karakteristik, yaitu diantaranya: (a) berorientasi pada prestasi, (b) memiliki

    percaya diri, (c) berperngendalian diri, (d) kompetensi.

    Menurut The Sriber Bantam English Dictionary terbitan Amerika Serikat

    dan Canada, tahun 1979 (dalam Prawirosentono, 1999:1-2) to perform

    http://id.wikipedia.org/wiki/Karyawan

  • 54

    mempunyai beberapa entries berikut: (1) to do or Carry out; executive, (2) to

    discharge or fulfill, as a vow, (3) to party, as a character in a play, (4) to render

    by the voice or musical instrument, (5) to execute or complete on undertaking, (6)

    to act a part in a play, (7) to perform music, (8) to do what is expected of person

    or machine.

    Dalam Kamus Bahasa Indonesia dikemukakan arti kinerja sebagai (1)

    sesuatu yang dicapai; (2) prestasi yang diperlihatkan; (3) kemampuan kerja.

    Menurut Fattah (1999:19) kinerja atau prestasi kerja (performance) diartikan

    sebagai: ungkapan kemampuan yang didasari oleh pengetahuan, sikap dan

    keterampilan dan motivasi dalam menghasilkan sesuatu. Sementara menurut

    Sedarmayanti (2001:50) bahwa: Kinerja merupakan terjemahan dari performance

    yang berarti prestasi kerja, pelaksanaan kerja, pencapaian kerja, unjuk kerja atau

    penampilan kerja.

    Samsudin (2005:159) menyebutkan bahwa: Kinerja adalah tingkat

    pelaksanaan tugas yang dapat dicapai seseorang, unit atau divisi dengan

    menggunakan kemampuan yang ada dan batasan-batasan yang telah ditetapkan

    untuk mencapai tujuan organisasi/perusahaan.

    Seperti yang diungkapkan oleh Prawirosentono (1999:2) yang

    mengartikan kinerja sebagai, Hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau

    kelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang adan tanggung

    jawab masing-masing dalam rangka upaya mendapai tujuan organisasi

    bersangkutan secara ilegal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral

    maupun etika.

  • 55

    Gomes (2003:142) mengatakan bahwa Kinerja adalah catatan hasil

    produksi pada fungsi pekerjaan yang spesifik atau aktivitas selama periode waktu

    tertentu. Sementara Rivai (2005:14) mengemukakan bahwa: Kinerja adalah

    hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode

    tertentu di dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai

    kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang

    telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama.

    Stolovitch and Keeps (1992:34) mengemukakan bahwa: Kinerja

    merupakan seperangkat hasil yang dicapai dan merujuk pada tindakan pencapaian

    serta pelaksanaan sesuatu pekerjaan yang diminta. Griffin (1987:67),

    mengemukakan: Kinerja merupakan salah satu kumpulan total dari kerja yang

    ada pada diri pekerja. Casio (1992:137) mengemukakan: Kinerja merujuk

    kepada pencapaian tujuan karyawan atas tugas yang diberikan. Donnelly, et al

    (1994:210) mengemukakan: Kinerja merujuk kepada tingkat keberhasilan dalam

    melaksanakan tugas serta kemampuan untuk mencapai tujuan yang telah

    ditetapkan. Kinerja dinyatakan baik dan sukses jika tujuan yang diinginkan dapat

    tercapai dengan baik.

    Bernardin dan Russell (1993:379) menyebutkan bahwa: Performance is

    defined as the record of outcomes produced on a specified job function or activity

    during a specified time period. Sementara Simamora (2004:339) lebih tegas

    menyebutkan bahwa: Kinerja (performance) mengacu kepada kadar pencapaian

    tugas-tugas yang membentuk sebuah pekerjaan seseorang. Kinerja merefleksikan

    seberapa baik karyawan memenuhi persyaratan sebuah pekerjaan. Kinerja sering

  • 56

    disalahtafsirkan sebagai upaya (effort) yang mencerminkan energi yang

    dikeluarkan, kinerja diukur dari segi hasil.

    Gomes (2003:142), Rivai (2005:14), Griffin (1987:67), Casio (1992:137),

    Donnelly, et al. (1994:210), Bernardin dan Russell (1993:379) dan Simamora

    (2004:339) adalah bahwa kinerja merupakan tingkat keberhasilan yang diraih oleh

    pegawai dalam melakukan suatu aktivitas kerja dengan merujuk kepada tugas

    yang harus dilakukannya.

    2.1.7.1 Konsep Kinerja

    Faktor yang mempengaruhi kinerja :

    Wood, at. al. (2001:91) melihat faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja

    individu (job performance) sebagai suatu fungsi dari interaksi atribut individu

    (individual atribut), usaha kerja (work effort) dan dukungan organisasi

    (organizational support).

    Buchari Zainun (1989:51) mengemukakan ada tiga faktor yang dapat

    mempengaruhi kinerja pegawai, yaitu : (1) ciri seseorang, (2) lingkungan luar, dan

    (3) sikap terhadap profesi pegawai. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja

    tersebut digambarkan sebagai berikut:

    OLeary (dalam Jacobus, 2001:57) menyatakan bahwa aspek penting dari

    kinerja tim adalah tingkat keyakinan mereka terhadap kepemimpinan, sasaran, dan

    pekerjaan mereka sendiri.

    Gordon (dalam Widodo, 1994:260) mengatakan kelompok kerja

    berprestasi tinggi memiliki pemimpin yang berhasil membina serta memelihara

  • 57

    semangat dan motivasi bawahan guna mencapai tingkat produktivitas yang

    dipandang perlu oleh organisasi agar kebutuhan-kebutuhannya terpenuhi.

    2.1.7.2. Penilaian Kinerja

    Bernardin & Russell (dalam Ruky, 2001:8) menyatakan bahwa: perlu

    diadakan penilaian kinerja, untuk mengelola dan memperbaiki kinerja karyawan,

    untuk membuat keputusan staf yang tepat waktu dan akurat dan untuk

    mempertinggi kualitas produksi dan jasa perusahaan secara keseluruhan.

    Pendapat Gomes (2003:135): penilaian kinerja mempunyai tujuan untuk

    me-reward kinerja sebelumnya (to reward past performance) dan untuk

    memotivasi demi perbaikan kinerja pada masa yang akan datang (to motivate

    future performance improvement), serta informasi-informasi yang diperoleh dari

    penilaian kinerja ini dapat digunakan untuk kepentingan pemberian gaji, kenaikan

    gaji, promosi, pelatihan dan penempatan tugas-tugas tertentu.

    Bernardin dan Russell (dalam Ruky, 2001:12) mengungkapkan bahwa

    penilaian kinerja adalah A way of measuring the contribution of individuals to

    their organization. Sementara Hasibuan (2001:88) memaparkan bahwa penilaian

    kinerja adalah evaluasi terhadap perilaku, prestasi kerja dan potensi

    pengembangan yang telah dilakukan. Dengan demikian penilaian kinerja

    merupakan wahana untuk mengevaluasi perilaku dan kontribusi pegawai terhadap

    pekerjaan dan organisasi. Dharma (1998:118) mengemukakan penilaian kinerja

    adalah upaya menciptakan mengumpulkan masukan perbandingan-perbandingan

    antara penampilan kerja dengan hasil kerja yang diharapkan. Simamora

    (2004:338) menyebutkan bahwa: Penilaian kinerja (performance appraisal)

  • 58

    adalah proses yang dipakai oleh organisasi untuk mengevaluasi pelaksanaan kerja

    individu karyawan. Syarif (1991:72) mengungkapkan bahwa: Penilaian kinerja

    adalah suatu proses untuk mengukur hasil kerja yang dicapai oleh para pekerja

    dan dibandingkan terhadap standar tingkat prestasi yang diminta guna mengetahui

    sampai di mana keterampilan telah dicapai.

    Samsudin (2005:159) menyebutkan: Penilaian kinerja (performance

    appraisal) adalah proses oleh organisasi untuk mengevaluasi atau menilai prestasi

    kerja karyawan. Berkaitan dengan penilaian kinerja ini, Samsudin (2005:166)

    mengistilahkan dimensi/kriteria penilaian ini sebagai objek penelitian. Menurut

    Samsudin (2005:166): Objek penilaian adalah dimensi perusahaan yang dapat

    dikendalikan oleh karyawan yang bersangkutan dimana objek penilaian harus

    sinkron dengan tujuan penilaian. Apabila tidak sinkron dapat terjadi kekeliruan

    penilaian tentang prestasi kerja karyawan yang diinginkan. Menurut Samsudin

    (2005:166) terdapat beberapa objek penilaian yang dapat dinilai dari pegawai

    yang bekerja diberbagai jabatan, sebagai berikut :

    Hal-hal umum yang dinilai dari pegawai di bidang produksi, antara lain quality,

    quantity of work, knowledge of job, dependability, cooperation, adaptability,

    attendance, versatility, house keeping, dan safety.

    Hal-hal umum yang dinilai dari pegawai tata usaha, antara lain quality, quantity of

    work, knowledge of job, dependability, cooperation, adaptability, attendance,

    initiative, judgement, dan health.

  • 59

    Hal-hal umum yang dinilai dari orang yang memegang posisi pimpinan, antara

    lain quality, quantity of work, knowledge of job, dependability, cooperation,

    judgement, initiative, leadership, planning and organizing, dan health.

    Menurut Samsudin objek-objek penilaian di atas, perlu disesuaikan dengan

    tujuan-tujuan penilaian. Oleh karena itu Samsudin (2005:166) menyebutkan

    bahwa pada pokoknya: Objek penilaian karyawan itu mencakup dua hal pokok,

    yaitu hasil pekerjaan (prestasi kerja) dan sifat-sifat pribadi. Ini berarti mencakup

    kemampuan dan watak pribadi.

    Simamora (2004:339) mengungkapkan : agar organisasi berfungsi secara

    efektif, orang-orangnya mestilah dibujuk/dipikat agar masuk dan bertahan di

    dalam organisasi, mereka harus melakukan tugas-tugas peran mereka dengan cara

    yang handal, dan mereka harus memberikan kontribusi spontan dan perilaku

    inovatif yang berbeda di luar tugas formal mereka. Tiga perilaku dasar itu

    hendaknya disertakan dalam penilaian kinerja.

    Prawirosentono (1999:27) mengemukakan beberapa faktor yang dapat

    dijadikan ukuran kinerja, yaitu (1) Efektivitas, (2) Otoritas dan tanggung jawab.

    (3) Disiplin, dan (4) Inisiatif. Selanjutnya Umar (2003:102) menyebutkan ada 10

    komponen data untuk mengukur kinerja, yaitu: (1) kualitas pekerjaan, (2)

    kejujuran karyawan, (3) inisiatif, (4) kehadiran, (5) sikap, (6) kerja sama, (7)

    keandalan, (8) pengetahuan tentang pekerjaan, (9) tanggung jawab, dan (10)

    pemanfaatan waktu.

    Bernardin dan Russell (1993:383) mengungkapkan ada enam kriteria

    pokok yang dapat dipakai untuk mengukur kinerja, yaitu:

  • 60

    Quality. The degree to which the process or result of carrying out an activity

    approaches perfection, in term of either conforming to same ideal way of

    performing the activity or fulfilling the activitys intended purpose.

    Quantity. The amount produced, expressed in such terms as dollar value, number

    of units, or completed activity cycles.

    Timeliness. The degree to which an activity is completed, or a result produced, at

    the earliest time desirable from the standpoints of both coordinating with the

    outputs of others and maximizing the time available for other activities

    Cost effectiveness. The degree to which the use of the organizations resources

    (e.g., human, monetary, technological, material) is maximized in the sense of

    getting the highest gain or reduction in loss from each unit or instance of use of

    resource.

    Need for supervision. The degree to which a performer can carry out a job

    function without either having to request supervisory assistance or requiring

    supervisory intervention to prevent an adverse outcome.

    Interpersonal impact. The degree to which a performer promotes feelings of self

    esteem, goodwill, and cooperation among coworkers and subordinates.

    Koontz et. al (dalam Hutauruk, 1986:50-52) menyebutkan beberapa

    kriteria untuk menilai kinerja pegawai, antara lain:

    (a). Intelijensia. Berhubungan dengan kemampuan untuk mengerti kesadaran

    mental.

    (b). Pertimbangan. Berhubungan dengan sikap membedakan untuk melihat

    hubungan antara hal satu dan lainnya.

  • 61

    (c). Inisiatif. Berhubungan dengan pemikiran konstruktif dan penuh akal;

    berkemampuan dan berintelijensi untuk bertindak atas tanggung jawabnya

    sendiri.

    (d). Kekuatan. Berhubungan dengan kekuatan moril yang dimiliki dan digunakan

    untuk mencapai hasil.

    (e). Kepemimpinan. Berhubungan dengan kemampuan untuk mengarahkan, dan

    mempengaruhi orang lain dalam tindakan yang tertentu dan dalam menjaga

    disiplin.

    (f). Keberanian moril. Berhubungan dengan sifat mental yang membuat seseorang

    untuk melakukan apa yang dikatakan oleh hati nuraninya tanpa takut-takut.

    (g). Kerjasama. Berhubungan dengan kemampuan untuk bekerja secara serasi

    dengan orang lain untuk mencapai tujuan bersama.

    (h). Kesetiaan. Berhubungan dengan kesesuaian, kesetiaan, kelanggengan,

    pengabdian semua terhadap otoritas yang lebih tinggi.

    (i). Keteguhan. Berhubungan dengan upaya mempertahankan tujuan atau saran

    walaupun ada hambatan.

    (j). Reaksi terhadap keadaan darurat. Berhubungan dengan kemampuan untuk

    bertindak secara masuk akal dalam situasi yang sulit dan tak terduga.

    (k). Daya tahan. Berhubungan dengan kemampuan untuk bekerja dalam kondisi

    apapun.

    (l). Kerajinan. Berhubungan dengan prestasi kerja dari segi tenaganya.

    (m) penampilan dan kerapihan diri serta pakaian. Berhubungan dengan harga diri,

    kelengkapan seragam, dan kerapihan penampilannya.

  • 62

    Berdasarkan deskripsi perilaku individu secara spesifik, Gomes

    (2003:142) mengungkapkan beberapa dimensi atau kriteria yang perlu mendapat

    perhatian dalam mengukur kinerja, antara lain :

    (1) Quantity of work, yaitu jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu periode

    waktu yang ditentukan.

    (2) Quality of work, yaitu kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat-syarat

    kesesuaian dan kesiapannya.

    (3) Job knowledge, yaitu luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan

    keterampilannya.

    (4) Creativeness, yaitu keaslian gagasan-gagasan yang dimunculkan dan

    tindakan-tindakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul.

    (5) Cooperation, yaitu kesediaan untuk bekerja sama dengan orang lain sesama

    anggota organisasi.

    (6) Dependability, yaitu kesadaran dan dapat dipercaya dalam hal kehadiran dan

    menyelesaikan pekerjaan.

    (7) Initiative, yaitu semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru dan dalam

    memperbesar tanggung jawabnya.

    (8) Personal qualities, yaitu menyangkut kepribadian, kepemimpinan,

    keramahtamahan dan integritas pribadi.

    Masih menurut Gomes (2003:142) bahwa untuk dapat melakukan

    penilaian terhadap kinerja secara efektif, ada dua syarat utama yang harus

    diperhatikan, yaitu:

    (1) adanya kriteria kinerja yang dapat diukur secara objektif dan

  • 63

    (2) adanya objektivitas dalam proses evaluasi.

    Selengkapnya berikut penjelasan dari Gomes tersebut:

    Kriteria pengembangan kinerja yang dapat diukur secara objektif untuk

    pengembangannya diperlukan kualifikasi-kualifikasi tertentu. Ada tiga kualifikasi

    penting bagi pengembangan kriteria kinerja yang dapat diukur secara objektif,

    yaitu: (a) Relevansi, yaitu pengukuran yang menunjukkan tingkat kesesuaian

    antara kriteria dengan tujuan-tujuan kinerja. Misalnya kecepatan produksi bisa

    menjadi ukuran kinerja yang lebih relevan jika dibandingkan dengan penampilan

    seseorang.

    (b) Reliabilitas, yaitu pengukuran yang menunjukkan tingkat dimana kriteria

    menghasilkan hasil yang konsisten. Ukuran-ukuran kuantitatif seperti satuan-

    satuan produksi dan volume penjualan bisa menghasilkan ukuran yang konsisten

    secara relatif. Sedangkan kriteria-kriteria yang sifatnya subjektif, seperti sikap,

    kreativitas dan kerja sama menghasilkan pengukuran yang tidak konsisten karena

    tergantung pada orang yang mengevaluasinya.

    (c) Diskriminasi, yaitu tingkat pengukuran dimana suatu kriteria kinerja bisa

    memperlihatkan perbedaan-perbedaan dalam kinerja. Jika nilai cenderung

    menunjukkan semua baik atau jelek, ini berarti ukuran kinerja tidak bersifat

    diskriminatif, tidak membedakan kinerja dari masing-masing pekerja.

    Dilihat dari efektivitas dalam proses evaluasi, ada tiga penilaian kinerja yang

    saling berbeda, yaitu:

    (1) Result-based performance evaluation. Penilaian kinerja berdasarkan hasil

    akhir, yaitu tipe penilaian kinerja yang dilakukan dengan merumuskan kinerja

  • 64

    dalam mencapai tujuan organisasi dan melakukan pengukuran hasil-hasil

    akhirnya.

    (2) Behavior-based performance evaluation. Penilaian kinerja berdasarkan

    perilaku, yaitu tipe penilaian kinerja yang bermaksud untuk mengukur tercapainya

    sasaran (goals), dan bukan hasil akhirnya (end results). Dalam praktek,

    kebanyakan pekerjaan yang tidak dapat diukur kinerjanya dengan ukuran yang

    objektif karena melibatkan aspek-aspek kualitatif.

    (3) Judgment-performance evaluation. Penilaian kinerja berdasarkan judgment,

    yaitu tipe penilaian kinerja yang menilai atau mengevaluasi kinerja pekerja

    berdasarkan deskripsi perilaku yang spesifik seperti quantity of work, quality of

    work, job knowledge, cooperation, initiative, reliability, interpersonal

    competence, loyality, dependability, personal qualities.

    2.1.7.3. Kinerja Pelayanan

    Kotler (dalam Supranto, 1997:45) menyebutkan bahwa: Pelayanan adalah

    setiap tindakan/kegiatan atau penampilan/manfaat yang ditawarkan oleh setiap

    pihak ke pihak lain yang pada dasarnya tidak berwujud, serta tidak menghasilkan

    kepemilikan terhadap sarana yang menghasilkan pelayanan tersebut.

    Shepherd dan Wilcox (dalam Saefullah, 1999:5) memberikan pengertian

    The public is of course. The whole community, individuals, sharing citizenship,

    responsibilities, and benefit.

    Kotler (dalam Supranto, 1997:46) mengatakan bahwa: A service is any

    act or performance that one party can offer to another that is essentially

  • 65

    intangible and does not result in the ownership of anything its production may or

    may not be tied to physical product.

    Olsen dan Wyckoff (dalam Zulian Yamit, 2001:22) bahwa : Harapan

    pelanggan dapat bervariasi dari pelanggan satu dengan pelanggan yang lain

    walaupun pelayanan yang diberikan konsisten. Jadi, kualitas pelayanan adalah

    perbandingan antara harapan konsumen dengan kinerja pelayanan.

    2.2 Kerangka Pemikiran

    Penelitian yang dilakukan Emmerl & Walied (1995:46) dengan judul

    Public Sector Professionals: The Effects of Public Sector Jobs on Motivation,

    Job Satisfaction and Work involvement menemukan hasil penelitiannya (1)

    indicate that the job characteristics for public sector professionals are not higher

    than those for blue-collar workers; (2) public sector professional have lower

    work satisfaction and no higher work motivation or work involvement than blue-

    collar workers; uncovers stronger relationships between these work attitudes and

    satisfaction with social relations, feedback from colleagues and the extent to

    which work allows employees to meet intrinsic needs. Karakteristik pekerjaan

    untuk pegawai negeri profesional tidak lebih tinggi dari karakteristik pekerjaan

    untuk pegawai negeri biasa dan Pegawai negeri profesional memiliki kepuasan

    kerja yang lebih rendah serta motivasi dan keterlibatan kerja yang tidak lebih

    tinggi daripada pegawai biasa.

    Setelah teori Pervin pertama kali dikemukakan, diperoleh adanya suatu

    temuan-temuan hasil penelitian yang berkaitan dalam hal keuntungan-keuntungan

    dari adanya kesesuaian pegawai dengan pekerjaan dan perusahaan. Hasil

  • 66

    penelitian yang dilakukan Downey et. al., yang dikutif oleh Sims. & K. Galen

    Kroeck, (1994:940) mempertimbangkan hubungan antara adanya kesesuaian

    pekerjaan dengan variabel-variabel kepribadian yaitu percaya diri dan

    kemampuan sosialisasi, dengan enam variabel iklim dalam organisasi. Downey et

    al. menyimpulkan bahwa Job satisfaction was a function of interaction between

    the personality characteristics of the individual and the perceived environment.

    Kepuasan kerja adalah sebuah fungsi interaksi antara karakteristik-karakteristik

    kepribadian seseorang dan lingkungan bekerja (iklim organisasi). Lebih jauh,

    mereka menyatakan bahwa, although not as strong, performance is also

    positively influenced by job fit.Walaupun tidak sama kuatnya, kinerja juga

    dipengaruhi secara positif oleh adanya kesesuaian individu-pekerjaan tersebut.

    Demikian juga hasil penelitian yang dilakukan Stewart, (1995:421)

    menguji faktor-faktor yang pembentuk kesesuaian karakteristik tugas, dimana

    memunculkan faktor kepuasan kerja yang berkorelasi dengan adanya kesesuaian

    antara kepribadian seseorang dengan jenis pekerjaan, dan kepuasan kerja akan

    membentuk kesesuaian individu-pekerjaan sejalan dengan perkembangan waktu.

    It was concluded that job satisfaction factor that had correlated with a match

    between individual personality and job type, and job satisfaction will make a

    person-job fit in a due time. Disimpulkan bahwa para karyawan yang memiliki

    kesesuaian dengan lingkungan pekerjaan mereka juga memiliki kepuasan kerja,

    demikian sebaliknya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa seseorang yang

    merasakan kesesuaian dengan jenis dan lingkungan pekerjaan, akan dapat

  • 67

    mencapai kepuasan kerjanya, dan sebaliknya seseorang yang telah mencapai

    kepuasan kerja, akan membentuk kesesuiannya dengan pekerjaan.

    Adanya keterkaitan antara kesesuaian individu-pekerjaan dengan

    komitmen organisasional, dapat didukung oleh hasil penelitian OReilly (1987:42)

    mempertanyakan hasil dari adanya kesesuaian antara kebutuhan karakteristik

    kepribadian seseorang untuk meraih pencapaian tertentu dan kebutuhan akan

    adanya keamanan dan tantangan yang ditawarkan dalam sebuah posisi pekerjaan.

    Hasil yang ditemukan mengindikasikan bahwa That satisfaction and

    organizational commitment were higher for those individuals who has achieved a

    personality-job fit, with high commitment to the organization, then someone can

    fit his personality with the job . Kepuasan dan komitmen organisasional menjadi

    lebih tinggi untuk seseorang yang telah mencapai sebuah kesesuaian kepribadian

    dengan pekerjaan, dengan komitmen yang tinggi terhadap organisasi, maka

    seseorang akan menyesuaian pribadinya dengan pekerjaan/jabatan yang

    dimilikinta..

    Hasil penelitian terbaru tentang kesesuaian individu-pekerjaan oleh

    Schmidt et.al. (1992:90) & Orlando Behing (1998:83) menunjukkan bahwa

    kesesuaian individu-pekerjaan dapat memprediksi komitmen dan prestasi kerja

    dengan baik untuk berbagai bidang pekerjaan. Seseorang yang telah mencapai

    puncak komitmennya pada organisasi, dipastikan memiliki loyalitas pada

    organisasi, dan berusahan mencapai kesesuaian pribadinya dengan pekerjaan

    dalam organisasi, karenanya tidak ada tekanan dalam bekerja.

  • 68

    Seperti yang dikatakan oleh Pillai dan Bagavathi (2003) bahwa kesuksesan

    dan kegagalan suatu organisasi tidaklah tergantung pada peralatan, mesin-mesin

    maupun materi lain, tetapi justru pada sumber daya manusianya. Demikian pula

    padaperusahaan, sumber daya manusia yang berkualitas (baik dalam hal sifat

    maupun pengetahuan) sangat dibutuhkan sebagai pelaksana dan penunjang

    operasional dan manajemen perusahaan tersebut.

    Selain sebagai pilar dalam organisasi, Azzohlini (1993) menyebutkan

    bahwa karyawan merupakan aset penting untuk membedakan satu organisasi

    dengan organisasi lain, dimana karyawan yang berkualitas akan menjadi

    keunggulan yang kompetitif bagi organisasi (Cheng, 2000). Sebagai tambahan,

    dalam artikelnya A Study on the Factors of Internal Service Quality-Nurse for

    example, Cheng menyatakan adanya korelasi yang positif antara kualitas layanan

    internal dengan kepuasan karyawan.

    Beberapa faktor yang terkandung dalam kualitas layanan internal seperti

    tipe manajemen, komunikasi antar departemen yang ada, reward, training, job

    description yang jelas dan tanggung jawab yang tepat, sangat berpengaruh

    terhadap kepuasan karyawan dalam bekerja dimana pada akhirnya akan

    berdampak langsung pada kinerja perusahaan.

    Sebagai contoh, Roth dan Jackson (1995) dalam penelitian secara empirik

    di industri keuangan menemukan bahwa kualitas layanan internal berhubungan

    secara langsung dengan kinerja perusahaan (Siehoyono,2004).

    Senada dengan pernyataan di atas, OConnor (2001) dalam artikelnya

    Performance Management- Electrical Wholesaling, menyatakan bahwa people

  • 69

    behave as they are measured and drive action as they are rewarded yang berarti

    orang berperilaku sebagaimana mereka diukur dan bertindak sebagaimana mereka

    di hargai. Seperti yang dikemukakan oleh Vroom (1964), bahwa setiap individu

    akan berusaha dengan harapan mendapat sesuatu, namun seberapa keras usahanya

    juga tergantung dengan seberapa besar sesuatu yang diberikan kepadanya. Heskett

    dkk. (1997) mengemukakan model Service Profit Chain sebagai rangkaian sebab-

    akibat yang menghasilkan keuntungan dan pertumbuhan.

    Model ini menyatakan bahwa kualitas layanan internal akan

    mempengaruhi kepuasan, loyalitas dan produktivitas karyawan. Fornell, C. (1992,

    p.12) mengemukakan bahwa kepuasan karyawan akan pelayanan internal yang

    berkualitas akan mendorong tumbuhnya loyalitas karyawan dalam organisasi, dan

    pada akhirnya akan mendorong penciptaan nilai pelayanan eksternal yang

    kemudian menentukan kepuasan pelanggan eksternal (Siehoyono, 2004).

    Sebagai contoh penerapan model ini adalah pada Sears Roebuck Co.

    (Rucci, Kirn & Quinn, 1998)yang terbukti sukses dalam meningkatkan tujuan

    organisasi (Terry, n.d.). Berikutnya, berdasarkan Zeithaml dkk. (1991, dikutip dari

    Siehoyono, 2004) kualitas layanan internal dibagi lagi ke dalam tujuh bagian,

    meliputi (1) kerja sama (team work); (2) kesesuaian terhadap pekerjaan (employee

    job fit); (3) kesesuaian terhadap teknologi (technology job fit), (4) kemampuan

    kontrol diri (perceived control); (5) sistem pengontrolan pengawasan (supervisory

    control system); (6) konflik peran (role conflict); dan (7) ambiguitas peran (role

    ambiguity).

  • 70

    Teori penunjang hubungan antara latar belakang karyawan dengan

    kepuasan karyawan, studi yang dilakukan oleh Kalleberg (1977), Lee dan Wibur

    (1985) dan Martin dan Hanson (1985, dikutip dari Dickie et al) menyatakan

    bahwa karakteristik karyawan sangat berpengaruh terhadap kepuasan kerja

    karyawan. Dalam penelitian ini, karakteristik karyawan yang diteliti meliputi

    umur, level pendidikan dan lama bekerja. Blackburn dan Bruce (1989)

    menyatakan bahwa faktor karakteristik karyawan di atas memiliki pengaruh yang

    berbeda terhadap kepuasan kerja karyawan (Siehoyono, 2004). Beberapa studi

    yang meneliti mengenai hubungan antara latar belakang karyawan menghasilkan

    kesimpulan yang berbeda-beda. Sebagai contoh, beberapa mengklaim adanya

    korelasi positif antara umur dan level pendidikan karyawan terhadap kepuasan

    karyawan. Namun, beberapa studi menyatakan hal yang sebaliknya, seperti studi

    yang dilakukan oleh Reudavey (2001) yang menyatakan tidak ada hubungan yang

    signifikan antara umur atau level pendidikan dengan kepuasan karyawan. Sebagai

    tambahan, lama bekerja juga dinyatakan tidak mempunyai hubungan yang

    signifikan dengan kepuasan karyawan.

    Dalam penelitian kali ini, diyakini bahwa faktor latar belakang karyawan