bab ii kajian pustaka -...

16
6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 KAJIAN TEORI 2.1.1 Model Pembelajaran Jigsaw dengan Permainan Puzzle Menurut Elliot Aronson dalam Arends (2008: 13) mengemukakan bahwa Jigsaw merupakan tipe pembelajaran kooperatif yang didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi merka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut kepada kelompoknya. Pada model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, terdapat kelompok asal dan kelompok ahli. Kelompok asal yaitu kelompok induk siswa yang beranggotakan siswa dengan kemampuan, asal, dan latar belakang keluarga yang beragam. Kelompok asal merupakan gabungan dari beberapa ahli. Kelompok ahli yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok asal yang berbeda yang ditugaskan untuk mempelajari dan mendalami topik tertentu dan menyelesaikan tugas-tugas yang berhubungan dengan topiknya umtuk kemudian dijelaskan kepada anggota kelompok asal. Sedangkan menurut Slavin (2010: 237) mengemukakan bahwa: Dalam Jigsaw II para siswa bekerja dalam tim yang heterogen. Para siswa tersebut diberikan tugas untuk membaca beberapa bab atau unit, dan diberikan “lembar ahli” yang terdiri atas topik-topik yang berbeda yang harus menjadi fokus perhatian masing-masing tim saat mereka membaca. Setelah semua anak selesai membaca, siswa-siswa dari tim berbeda yang mempunyai fokus topik yang sama bertemu dalam “kelompok ahli” untuk mendiskusikan topik mereka sekitar tiga puluh menit. Para ahli tersebut kemudian kembali pada tim mereka dan secara bergantian mengajari teman satu timnya mengenai topik mereka. Terakhir, para siswa menerima penilaian mencakup seluruh topik, dan skor kuis akan menjadi skor tim. Menurut Adenan (1989: 9) dinyatakan bahwa puzzle dan games adalah materi untuk memotivasi diri secara nyata dan merupakan daya penarik yang kuat. Puzzle dan games untuk memotivasi diri karena hal itu menawarkan sebuah

Upload: phungcong

Post on 09-Mar-2019

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/839/3/T1_292008082_BAB II.pdf · seluruh topik, dan skor kuis akan menjadi skor tim. Menurut Adenan

6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 KAJIAN TEORI

2.1.1 Model Pembelajaran Jigsaw dengan Permainan Puzzle

Menurut Elliot Aronson dalam Arends (2008: 13) mengemukakan bahwa

Jigsaw merupakan tipe pembelajaran kooperatif yang didesain untuk

meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan

pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan,

tetapi merka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut kepada

kelompoknya. Pada model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, terdapat

kelompok asal dan kelompok ahli. Kelompok asal yaitu kelompok induk siswa

yang beranggotakan siswa dengan kemampuan, asal, dan latar belakang keluarga

yang beragam. Kelompok asal merupakan gabungan dari beberapa ahli.

Kelompok ahli yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok asal

yang berbeda yang ditugaskan untuk mempelajari dan mendalami topik tertentu

dan menyelesaikan tugas-tugas yang berhubungan dengan topiknya umtuk

kemudian dijelaskan kepada anggota kelompok asal. Sedangkan menurut Slavin

(2010: 237) mengemukakan bahwa: Dalam Jigsaw II para siswa bekerja dalam

tim yang heterogen. Para siswa tersebut diberikan tugas untuk membaca beberapa

bab atau unit, dan diberikan “lembar ahli” yang terdiri atas topik-topik yang

berbeda yang harus menjadi fokus perhatian masing-masing tim saat mereka

membaca. Setelah semua anak selesai membaca, siswa-siswa dari tim berbeda

yang mempunyai fokus topik yang sama bertemu dalam “kelompok ahli” untuk

mendiskusikan topik mereka sekitar tiga puluh menit. Para ahli tersebut kemudian

kembali pada tim mereka dan secara bergantian mengajari teman satu timnya

mengenai topik mereka. Terakhir, para siswa menerima penilaian mencakup

seluruh topik, dan skor kuis akan menjadi skor tim.

Menurut Adenan (1989: 9) dinyatakan bahwa puzzle dan games adalah

materi untuk memotivasi diri secara nyata dan merupakan daya penarik yang kuat.

Puzzle dan games untuk memotivasi diri karena hal itu menawarkan sebuah

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/839/3/T1_292008082_BAB II.pdf · seluruh topik, dan skor kuis akan menjadi skor tim. Menurut Adenan

7

tantangan yang dapat secara umum dilaksanakan dengan berhasil. Sedangkan

menurut Hadfield (1990: 5), puzzle adalah pertanyaan-pertanyaan atau masalah

yang sulit untuk dimengerti atau dijawab. Tarigan (1986: 234) menyatakan bahwa

pada umumnya para siswa menyukai permaianan dan mereka dapat memahami

dan melatih cara penggunaan kata-kata, puzzle, crosswords puzzle, anagram dan

palindron. Model pembelajaran jigsaw dengan permainan puzzle adalah metode

yang mengajak siswa untuk menyusun potongan-potongan gambar yang

disesuaikan dengan mal yang telah disediakan sehingga membentuk sebuah

gambar yang benar. Selain menyusun potongan gambar, siswa juga dituntut untuk

menjawab pertanyaan yang sesuai dengan kode puzzle yang telah disusun.

Dari berbagai pengertian di atas, disimpulkan bahwa model pembelajaran

jigsaw dengan permainan puzzle adalah suatu metode pembelajaran yang

menyusun potongan-potongan gambar yang telah disesuaikan dengan mal

sehingga membentuk sebuah gambar yang benar serta menjawab pertanyaan yang

sesuai dengan kode puzzle yang telah disusun.

Adanya perkembangan jaman, kini tujuan permaianan tidak hanya sekedar

menyenangkan hati, namun berbagai tujuan termasuk untuk meningkatkan

prestasi dapat ditempuh dengan menggunakan permainan. Permainan juga dapat

diterapkan dalam berbagai kegiatan manusia. Walaupun begitu, menyenangkan

hati sebagai tujuan permainan seperti semula tetap tidak berubah/hilang.

Manusia tergolong makhluk yang suka bermain (home ludens). Hampir manusia

baik anak-anak maupun orang dewasa menyukai permainan. Bermain bagi anak,

selain merupakan kebutuhan juga merupakan sarana belajar. Banyak Manfaat

yang diperoleh dari permaianan anatara laint:

1. Mendapat kesempatan untuk mengembangkan diri baik secara fisik,

mental maupun sosial

2. Melepaskan diri dari ketegangan/kejenuhan dan menyegarkan pikiran

3. Menyalurkan kelebihan energi yang dimiliki kedalam aktivitas yang

menyenangkan

4. Mengembangkan daya imajinasi dan kreativitas

5. Berpetualangan dan menemukan hal-hal baru dalam kehidupannya

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/839/3/T1_292008082_BAB II.pdf · seluruh topik, dan skor kuis akan menjadi skor tim. Menurut Adenan

8

6. Belajar bekerjasama, mengerti dan mentaati peraturan, saling berbagi, dan

menolong diri sendiri dan orang lain

7. Melatih konsentrasi/pemusatan perhatian pada tugas tertentu

Ada beberapa ahli yang merumuskan tentang langkah-langkah

penggunaan pembelajaran jigsaw menurut Slavin di Universitas Texas (Trianto

2011,73) menuliskan langkah-langkah model pembelajaran jigsaw adalah sebagai

berikut :

1. Siswa dibagi atas beberapa kelompok (tiap kelompok anggotanya 5-6orang).

2. Materi pelajaran diberikan kepada siswa dalam bentuk teks yang telahdibagi menjadi beberapa sub bab yang ditugaskan dan bertanggung jawabuntuk mempelajarinya. Misalnya, jika materi yang disampaikan mengenaisistem ekskresi. Maka seorang siswa dari satu kelompok mempelajaritentang ginjal. Siswa yang lain dari kelompok satunya mempelajari tentangparu-paru, begitupun siswa lainnya mempelajari kulit dan lainnyamemepelajari hati.

3. Anggota dari kelompok lain yang telah mempelajari sub bab yang samabertemu dalam kelompok-kelompok ahli untuk mendiskusikannya.

4. Setiap anggota kelompok ahli setelah kembali kekelompoknya bertugasmengajar teman-temannya.

5. Pada pertemuan dan diskusi kelompok asal, siswa-siswa dikenai tagihanberupa kuis individu.

Langkah-langkah pembelajaran jigsaw yang utama terdiri dari kelompok

ahli dan kelompok asal. Kelompok ahli adalah pengambilan satu orang dari

kelompok asal kemudian mendapat materi dengan sub bab yang berbeda yang

akan didiskusikan secara bersama kelompok asal. Sepaham dengan pendapat

Slavin, menurut Hisyam Zaini (2010, 59) menuliskan langkang-langkah

pembelajaran jigsaw adalah sebagai berikut:

1. Pilihlah materi pelajaran/kuliah yang dapat dibagi menjadi beberapasegmen (bagian)

2. Bagi siswa/mahasiswa menjadi beberapa kelompok sesuai dengan jumlahsegmen yang ada. Jika jumlah siswa/mahasiswa adalah 50, sementarajumlah segmen yang ada adalah 5, maka masing-masing kelompok terdiridari 10 orang. Jika jumlah ini dianggap terlalu besar, bagi lagi menjadidua, sehingga setiap kelompok terdiri dari 5 orang, kemudian setelahproses selesai gabungkan kedua kelompok pecahan tersebut

3. Setiap kelompok mendapat tugas membaca dan memahami materi kuliahyang berbeda-beda

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/839/3/T1_292008082_BAB II.pdf · seluruh topik, dan skor kuis akan menjadi skor tim. Menurut Adenan

9

4. Setiap kelompok mengirimkan anggotanya kekelompok lain yntukmenyampaikan apa yamg telah mereka pelajari di kelompok,

5. Kembalikan susasana kelas seperti semula kemudian tanyakan sekiranyaada persoalan-persoalan yang tidak terpecahkan dalam kelompok,

6. Beri siswa/mahasiswa beberapa pertanyaan untuk mengecek pemahamanmereka terhadap materi.

Fokus pada model pembelajaran jigsaw yang terdiri dari kelompok ahli

dan dan kelompok asal maka, menurut Aroson, Blaney, Stephen, Silke & Snapp

1978 (Saminanto, 2010, 31) menuliskan bahwa langkah-langkah model

pembelajaran jigsaw adalah sebagai berikut:

1. Siswa dikelompokkan menjadi kedalam tim (kelompok asal) sebanyakbagian materi/su bab yang akan dibahas,

2. Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang berbeda,3. Anggota dari tim yang berbeda yang telah mempelajari bagian/sub bab

yang sama bertemu dalam kelompok baru (kelompok ahli) untukmendiskusikan sub bab mereka,

4. Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli tiap anggota kembali ke kelompokasal dan bergantian mengajar teman satu tim mereka tentang sub bab yangmereka kuasai dan tiap oranga lainnya mendengarkan dengan sungguh-sungguh,

5. Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi,6. Guru memberi evaluasi7. Penutup

Berdasarkan langkah-langkah para ahli diatas, peneliti mengadopsi dan

memodifikasikan langkah-langkah model pembelajaran jigsaw dengan permainan

puzzle adalah sebagai berikut:

a. Siswa menyimak materi “Masa penjajahan Belanda dan Jepang di

Indonesia” yang akan dibuat permainan puzzle gambar pahlawan

b. Siswa membentuk kelompok (4-5 orang) seorang siswa bertugas untuk

menjadi ketua kelompok dan sisanya sebagai anggota kelompok

c. Ketua kelompok dari masing-masing kelompok asal, maju ke depan untuk

mendapat potongan gambar. Setiap ketua kelompok yang maju ke depan

disebut kelompok ahli

d. Masing-masing anggota dari kelompok ahli kembali ke kelompok asal

e. Ketua kelompok membagi potongan-potongan gambar secara merata

kepada anggotanya

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/839/3/T1_292008082_BAB II.pdf · seluruh topik, dan skor kuis akan menjadi skor tim. Menurut Adenan

10

f. Setiap anggota kelompok asal memasang kembali potongan-potongan

gambar menjadi bentuk semula

g. Setelah potongan gambar terpasang, masing-masing anggota kelompok

asal berdiskusi untuk menjawab pertanyaan yang ada di balik gambar

h. Masing-masing ketua kelompok asal maju kedepan untuk

mempresentasikan hasil diskusinya

i. Kelompok lain menanggapi presentasi tersebut

j. Guru menentukan kelompok terbaik berdasarkan kecepatan dan ketepatan

merangkai yang paling cepat menghabiskan potongan gambar puzzle

gambar pahlawan dan hasil diskusi yang telah dipresentasikan

k. Guru memberi hadiah kepada kelompok terbaik

l. Siswa bersama guru membuat kesimpulan

m. Siswa mengerjakan tes formatif

2.1.2 Hasil Belajar

Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah

menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2011 : 22). Kemampuan-kemampuan

yang dimiliki tiap siswa tentu berbeda karena pengalaman belajar yang dialami

antara siswa satu dengan siswa lain juga berbeda. Aspek perubahan itu mengacu

kepada taksonomi tujuan pengajaran yang dikembangkan oleh Bloom, Simpson

dan Harrow yang mencakup tiga aspek yaitu aspek kognitif, afektif dan

psikomotorik (Winkel dalam Purwanto, 2008:45).

Klasifikasi hasil belajar menurut Bloom dalam Agus Suprijono (2009: 6)

secara garis besar membagi menjadi 3 ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif,

dan ranah psikomotoris.

1. Ranah kognitif, berkenaan dengan hasil belajar intelektual.

2. Ranah afektif, berkenaan dengan sikap.

3. Ranah psikomotorik, berkenaan dengan hasil belajar

keterampilan dan kemampuan bertindak.

Hasil belajar harus diidentifikasi melalui informasi hasil pengukuran

bidang/materi/dan aspek perilaku baik melalui teknik tes maupun non tes.

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/839/3/T1_292008082_BAB II.pdf · seluruh topik, dan skor kuis akan menjadi skor tim. Menurut Adenan

11

Penguasaan materi yang dimaksud adalah derajat pencapaian kompetensi hasil

belajar seperti yang dikehendaki dalam standar proses dan dinyatakan dalam

aspek perilaku yang terbagi dalam ranah kognitif, afektif dan psikomotorik.

Ketiga ranah tersebut dinamakan dengan taksonomi tujuan belajar kognitif.

Taksonomi tujuan belajar domain kognitif menurut Benyamin S. Bloom yang

telah disempurnakan David Krathwohl serta Norman E. Gronlund dan R.W. de

Maclay ds ( Wardani, Nanik Sulistya, dkk, 2010:3.21) adalah menghafal

(Remember), memahami (Understand), mengaplikasikan (Aply), menganalisis

(Analize), mengevaluasi (Evaluate), dan membuat (create).

Dari pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hasil

belajar adalah kemampuan yang didapat oleh siswa setelah mengalami

pembelajaran di kelas yang mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.

Hasil belajar digunakan guru sebagai ukuran atau kriteria dalam mencapai

suatu tujuan pendidikan. Ukuran hasil belajar dapat diperoleh dari aktivitas

pengukuran. Secara sederhana pengukuran dapat diartikan sebagai kegiatan atau

upaya yang dilakukan untuk memberikan angka-angka pada suatu gejala atau

peristiwa, atau benda, sehingga hasil pengukuran akan selalu berupa angka. Alat

untuk melakukan pengukuran ini dapat berupa alat ukur standar seperti meter,

kilogram, liter dan sebagainya, termasuk ukuran-ukuran subyektif yang bersifat

relatif, seperti depa, jengkal, “sebentar lagi”, dan lain-lain (Endang Poerwanti,

dkk,2008:1-4). Menurut Cangelosi (1995) yang dimaksud dengan pengukuran

(Measurement) adalah suatu proses pengumpulan data melalui pengamatan

empiris untuk mengumpulkan informasi yang relevan dengan tujuan yang telah

ditentukan. Jadi pengukuran memiliki arti suatu kegiatan yang dilakukan dengan

cara membandingkan sesuatu dengan satuan ukuran tertentu sehingga data yang

dihasilkan adalah data kuantitatif atau data angka. Untuk menetapkan angka

dalam pengukuran, perlu sebuah alat ukur yang disebut dengan instrumen. Dalam

dunia pendidikan instrumen yang sering digunakan untuk mengukur kemampuan

siswa seperti tes, lembar observasi, panduan wawancara, skala sikap dan angket.

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/839/3/T1_292008082_BAB II.pdf · seluruh topik, dan skor kuis akan menjadi skor tim. Menurut Adenan

12

Dari pengertian pengukuran yang telah dipaparkan untuk mengukur hasil

belajar peserta didik digunakanlah alat penilaian hasil belajar. Teknik yang dapat

digunakan untuk mengukur hasil belajar ada 2 yaitu tes dan non tes.

1. Tes

Tes secara sederhana dapat diartikan sebagai himpunan pertanyaan yang

harus dijawab, pernyataan-pernyataan yang harus dipilih/ditanggapi, atau tugas-

tugas yang harus dilakukan oleh peserta tes dengan tujuan untuk mengukur suatu

aspek tertentu dari peserta tes. Dalam kaitan dengan pembelajaran aspek tersebut

adalah indikator pencapaian kompetensi. Tes berasal dari bahasa Perancis yaitu

“testum” yang berarti piring untuk menyisihkan logam mulia dari material lain

seperti pasir, batu, tanah, dan sebagainya. Kemudian diadopsi dalam psikologi dan

pendidikan untuk menjelaskan sebuah instrumen yang dikembangkan untuk dapat

melihat dan mengukur dan menemukan peserta tes yang memenuhi kriteria

tertentu. Cronbach (dalam Azwar, 2005) mendefinisikan tes sebagai “a systematic

procedure for observing a person’s behavior and describing it with the aid of a

numerical scale or category system”. Menurut Ebster’s Collegiate (dalam

Arikunto, 1995), tes adalahserangkaian pertanyaan atau latihan atau alat lain yang

digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensia, kemampuan

atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok.

Menurut Endang Poerwanti, dkk (2008:1-5), tes adalah seperangkat tugas

yang harus dikerjakan atau sejumlah pertanyaan yang harus dijawab oleh peserta

didik untuk mengukur tingkat pemahaman dan penugasannya terhadap cakupan

materi yang dipersyaratkan dan sesuai dengan tujuan pengajaran tertentu.

Tes adalah seperangkat pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk

memperoleh informasi tentang trait atau sifat atau atribut pendidikan yang setiap

butir pertanyaan tersebut mempunyai jawaban atau ketentuan yang dianggap

benar (Suryanto Adi, dkk, 2009). Dari beberapa definisi di atas peneliti

menyimpulkan, tes adalah sejumlah pertanyaan atau soal-soal yang harus dijawab,

dilakukan dalam waktu tertentu dan memiliki tujuan tertentu guna mengukur

kemampuan seseorang.

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/839/3/T1_292008082_BAB II.pdf · seluruh topik, dan skor kuis akan menjadi skor tim. Menurut Adenan

13

Tes sangat bermacam-macam bentuk dan jenisnya. Menurut Endang

Poerwanti, dkk (2008:4-5) terdapat lima jenis-jenis tes, salah satunya adalah jenis

tes berdasarkan bentuk jawabannya, yaitu:

a. Tes esei (Essay-type test)

Tes bentuk uraian adalah tes yang menuntut siswa mengorganisasikan

gagasan-gagasan tentang apa yang telah dipelajarinya dengan cara

mengemukakannya dalam bentuk tulisan.

b. Tes jawaban pendek

Tes bisa digolongkan ke dalam tes jawaban pendek jika peserta tes diminta

menuangkan jawabannya bukan dalam bentuk esei, tetapi memberikan

jawaban-jawaban pendek , dalam bentuk rangkaian kata-kata pendek, kata-

kata lepas, maupun angka-angka.

c. Tes objektif

Tes objektif adalah tes yang keseluruhan informasi yang diperlukan untuk

menjawab tes telah tersedia.

2. Non Tes

Teknik nontes sangat penting dalam mengases peserta didik pada ranah

afektif dan psikomotor, berbeda dengan teknik tes yang lebih menekankan pada

aspek kognitif. Ada beberapa macam tekhnik non tes, yaitu: unjuk kerja

(performance), penugasan (proyek), tugas individu, tugas kelompok, laporan,

ujian praktik dan portofolio.

Alat yang dipergunakan untuk mengukur ketercapaian tujuan

pembelajaran dinamakan dengan alat ukur atau instrumen. Ada instrumen butir-

butir soal apabila cara pengukurannya menggunakan tes, apabila pengukurannya

dengan cara mengamati atau mengobservasi akan menggunakan instrumen lembar

pengamatan atau observasi, pengukuran dengan cara/teknik skala sikap akan

menggunakan instrumen butir-butir pernyataan.

Besarnya hasil belajar dalam penelitian ini akan diukur melalui teknik (tes

obyektif dan tes esay) dan non tes (unjuk kerja berupa diskusi kelompok dan

presentasi).

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/839/3/T1_292008082_BAB II.pdf · seluruh topik, dan skor kuis akan menjadi skor tim. Menurut Adenan

14

2.1.3 Pembelajaran IPS

Latar Belakang IPS

Pembelajaran IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan

generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang SD/MI mata pelajaran

IPS memuat materi Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi. Melalui mata

pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga negara

Indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta

damai (KTSP Standar Isi 2006). Di masa yang akan datang peserta didik akan

menghadapi tantangan berat karena kehidupan masyarakat global selalu

mengalami perubahan setiap saat. Oleh karena itu mata pelajaran IPS dirancang

untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis

terhadap kondisi sosial masyarakat dalam memasuki kehidupan bermasyarakat

yang dinamis. Mata pelajaran IPS disusun secara sistematis, komprehensif, dan

terpadu dalam proses pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan dalam

kehidupan di masyarakat. Dengan pendekatan tersebut diharapkan peserta didik

akan memperoleh pemahaman yang lebih luas dan mendalam pada bidang ilmu

yang berkaitan (KTSP Standar Isi 2006).

Ruang Lingkup IPS

Pada jenjang pendidikan dasar, ruang lingkup pengajaran IPS dibatasi

sampai pada gejala dan masalah sosial yang dapat dijangkau pada geografi dan

sejarah. Terutama gejala dan masalah sosial kehidupan sehari-hari yang ada di

lingkungan sekitar peserta didik di SD. Ruang lingkup mata pelajaran IPS di SD

meliputi aspek-aspek sebagai berikut (KTSP Standar Isi 2006); a) manusia,

tempat, dan lingkungan, b) waktu, keberlanjutan, dan perubahan, c) sistem sosial

dan budaya d) perilaku ekonomi dan kesejahteraan.

Tujuan Pembelajaran IPS

Tujuan Pembelajaran IPS di SD pada Mata pelajaran IPS bertujuan agar

peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut (KTSP Standar Isi 2006).

1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat

dan lingkungannya

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/839/3/T1_292008082_BAB II.pdf · seluruh topik, dan skor kuis akan menjadi skor tim. Menurut Adenan

15

2. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu,

inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial

3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan

kemanusiaan

4. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi

dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

Pencapaian tujuan IPS dapat dimiliki oleh kemampuan peserta didik yang

standar dinamakan dengan Standar Kompetensi (SK) dan dirinci ke dalam

Kompetensi Dasar (KD). Kompetensi dasar ini merupakan standar minimum

yang secara nasional harus dicapai oleh siswa dan menjadi acuan dalam

pengembangan kurikulum di setiap satuan pendidikan. Pencapaian SK dan KD

didasarkan pada pemberdayaan peserta didik untuk membangun kemampuan,

bekerja ilmiah, dan pengetahuan sendiri yang difasilitasi oleh guru. Secara rinci

SK dan KD untuk mata pelajaran IPS yang ditujukan untuk siswa kelas V SD

disajikan melalui tabel 2.1 berikut ini. (KTSP, 2006).

Tabel 2.1Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

Mata Pelajaran IPS Semester 2

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar3. Menghargai

peranan tokoh pejuang

dan masyarakat dalam

mempersiapkan dan

mempertahankaan

kemerdekaan Indonesia

2.1 Mendeskripsikan perjuangan para

tokoh pejuang pada masa penjajahan

Belanda dan Jepang

2.2 Menghargai jasa dan peranan tokoh

perjuangan dalam mempersiapkan

kemerdekaan Indonesia

2.3 Menghargai jasa dan peranan tokoh

dalam memproklamasikan

kemerdekaan

2.4 Menghargai perjuangan para tokoh

dalam mempertahankan kemerdekaan

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/839/3/T1_292008082_BAB II.pdf · seluruh topik, dan skor kuis akan menjadi skor tim. Menurut Adenan

16

2.2 HASIL TEMUAN YANG RELEVAN

Fauzan, 2010 dalam penelitiannya yang berjudul Upaya Meningkatkan

Hasil Belajar IPS Tentang pengenalan negara-negara di Dunia dengan permainan

puzzle jigsaw pada siswa kelas VI SDN 1 Logede Kecamatan Pejagoan

Kabupaten Kebumen Semester 1 tahun pelajaran 2009/2010 menyimpulkan

bahwa pada Aspek yang peningkatannya kecil adalah inisiatif, prosentase anak

yang inisiatifnya baik hanya 17% dan pada sikus II meningkat menjadi 33%.

Perubahan sikap terhadap mata pelajaran IPS dan proses pembelajaran yang

dilakukan pada siklus awal terdapat 71% siswa yang menganggap bahwa IPS

adalah pelajaran yang menyenangkan, sedangkan sisanya menjawab ragu-ragu

dan tidak menyenangkan. Setelah siklus II 100% siswa menganggap IPS

menyenangkan. Ketuntasan belajar siswa dapat dilihat bahwa pada kondisi awal

terdapat 14% siswa yang sudah tuntas dan 86% belum tuntas. Pada siklus terakhir

terdapat peningkatan yaitu 92% siswa yang tuntas dan 8% siswa yang belum

tuntas. Kelebihan: dengan adanya permainan puzzle jigsaw proses belajar

mengajar siswa kelas VI SDN 1 Logede Kecamatan Pejagoan Kabupaten

Kebumen Semester 1 tahun pelajaran 2009/2010 menjadi lebih menyenangkan hal

ini terbukti mula-mula 17% meningkat menjadi 33% yaitu siswa menyukai

pelajaran IPS. Kelemahan: didalam penelitian ini seharusnya peneliti dapat

menggunakan sub bab yang lain bukan hanya tentang pengenalan negara-negara

di Dunia yang dapat dijadikan sebagai permainan jigsaw puzzle.

Sri Ambarwati, 2011 dalam penelitiannya yang berjudul Upaya

Meningkatkan prestasi belajar IPS dengan permainan puzle melalui model

pembelajaran TGT (Teams Game Tournamens) pada siswa kelas IV SDN

Watukelir Kecamatan Ayah Kabupaten Kebumen Semester II tahun 2010/2011

menyimpulkan bahwa prosentase anak yang inisiatif baik adalah hanya 17% dan

pada siklus II hanya meningkat menjadi 33%, perubahan sikap siswa terhadap

mata pelajaran IPS dan proses pembelajaran yang dilakukan pada kondisi awal

terdapat 71% siswa menganggap IPS menyenangkan, sedangkan sisanya

menjawab ragu-ragu dan tidak menyenangkan, setelah siklus II 100% sisanya

menganggap IPS menyenangkan. Ketuntasan belajar siswa dapat dilihat bahwa

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/839/3/T1_292008082_BAB II.pdf · seluruh topik, dan skor kuis akan menjadi skor tim. Menurut Adenan

17

pada kondisi awal terdapat 19% siswa yang sudah tuntas dan 81% belum tuntas,

pada akhir siklus II redapat 78% siswa yang tuntas dan 22% siswa yang belum

tuntas. Kelebihan: Penelitian ini dilakukan dengan model pembelajaran yang

menarik, sehingga siswa antusias dalam mengikuti proses pembelajaran.

Kelemahan: peneliti perlu meningkatkan dalam penguasaan kelas karena proses

pembelajaran yang bersifat kelompok.

Susi Purwandari, 2010 dalam penelitiannya yang berjudul peningkatan

hasil belajar siswa dalam pembelajaran matematika tentang bangun datar melalui

permainan puzzle kelas I SDN 02 Genengadal tahun pelajaran 2009/2010,

menyimpulkan bahwa permainan puzzle dapat meningkatkan hasil belajar siswa

dalam proses pembelajaran matematika, rata-rata kelas pada pra siklus adalah 59,

62. Setelah dilakukan tindakan siklus I rata-ratanya menjadi 72,96%. Dengan kata

lain, terjadi peningkatan sebesar 13,34%. Kemudian dilakukan tindakan siklus II

dengan perolehan rata-rata kelas 84,07%. Peningkatan nilai rata-rata dari siklus I

siklus II sebesar 11,11%. Ketuntasan hasil belajar siswa juga mengalami

peningkatan dari pra siklus, siklus I dan siklus II. Jumlah keseluruhan siswa kelas

I adalah 27 orang. Pada pra siklus, sebanyak sebanyak 15 orang siswa (56%)

sudah tuntas karena nilainya diatas KKM tetapi sisanya sebanyak 12 orang siswa

(44%) belum tuntas karena nilainya masih dibawah KKM. Pada siklus I sebanyak

22 siswa (81%) sudah tuntas, sedangkan 5 siswa (19%) belum tuntas. Setelah

dilaksanakan tindakan pada siklus II, sebanyak 27 siswa mendapat nilai diatas

KKM atau ketuntasan mencapai 100%. Kelebihan: dengan adanya permainan

puzzle ini siswa kelas kelas I SDN 02 Genengadal menjadi lebih paham dengan

konsep-konsep bangun datar yang menjadikan hasil belajar meningkat.

Kelemahan: peneliti bisa lebih sabar dalam melakukan proses pembelajaran

karena kelas yang diteliti adalah kelas satu.

Dwi Susilah, 2011 dalam penelitian yang berjudul perbedaan penggunaan

media permaianan kartu arisan dan course review horay terhadap prestasi belajar

IPA pokok bahasan perubahan kenampakan bumi pada siswa kelas IV gugus

Simbar Jaya Kabupaten Wonosobo Semester II tahun pelajaran 2010/2011,

menyimpulkan bahwa hasil belajar pada kelas eksperimen sebesar 49%

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/839/3/T1_292008082_BAB II.pdf · seluruh topik, dan skor kuis akan menjadi skor tim. Menurut Adenan

18

sedangkan pada kelas kontrol 51%. Kelebihan: dalam penelitian ini siswa lebih

aktif dalam proses pembelajaran karena menggunakan media yang menyenangkan

sehingga siswa tidak mudah bosan. Kelemahan: dalam penggunaan media course

review horay siswa terlihat pasif pada saat pembelajaran berlangsung.

Diyat Arianto, 2010 dalam penelitiannya yang berjudul penggunaan

metode permainan kartu domino untuk meningkatkan prestasi belajar siswa pada

mata pelajaran matematika tentang perkalian kelas III SD 2 Jlamprang Kecamatan

Wonosobo Kabupaten Wonosobo tahun pelajaran 2009/2010, menyimpulkan

bahwa hasil penelitian yang diperoleh pada siklus I dan siklus II dengan SK/KD

sama indikator berbeda dalam kategori amat baik. Pada ulangan harian siswa

sebelum dilaksanakan penelitian tindakan kelas hanya memeperoleh ketuntasan

56,82% dan yang belum tuntas 43,18%. Pada siklus I diperoleh ketuntasan 70,5%

dan yang belum tuntas 29,5%. Pada siklus II diperoleh 88,6% dan yang belum

tuntas 11,4%. Kelebihan: dengan adanya penelitian ini siswa kelas III SD 2 2

Jlamprang Kecamatan Wonosobo Kabupaten Wonosobo menjadi senang terhadap

perkalian. Kelemahan: peneliti sebaiknya menggunakan metode pemebelajaran

lebih dari satu agar siswa tidak mudah bosan.

2.3 KERANGKA BERFIKIR

Pembelajaran IPS yang sering berlangsung di kelas-kelas, adalah

pembelajaran yang berpusat pada guru. Guru dalam penyampaian materi masih

menggunakan metode ceramah, sehingga respon siswa terhadap pembelajaran IPS

menjadi kurang maksimal, diantaranya siswa ngomong sendiri, siswa menjadi

ngantuk dan cepat bosan, sehingga siswa cenderung pasif. Kondisi ini jika siswa

diberi pertanyaan atau tes, hasilnya tidak dapat mengerjakan secara optimal,

sehingga skor yang diperoleh rendah.

Pembelajaran dengan metode konvensional yang pada umumnya

dilaksanakan oleh guru masih kurang memperhatikan ketercapaian kompetensi

siswa. Guru masih dominan sehingga membuat siswa menjadi pasif. Siswa tidak

mengalami pengalaman belajar sendiri untuk mendapatkan pengalaman baru

dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah, akibatnya hasil belajar siswa rendah.

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/839/3/T1_292008082_BAB II.pdf · seluruh topik, dan skor kuis akan menjadi skor tim. Menurut Adenan

19

Untuk mengatasi paradigma di atas, guru mencoba menerapkan suatu teknik

model pembelajaran jigsaw dengan permainan puzzle.

Model pembelajaran jigsaw dengan permainan puzzle adalah suatu metode

pembelajaran yang menyusun potongan-potongan gambar yang telah disesuaikan

dengan mal sehingga membentuk sebuah gambar yang benar serta menjawab

pertanyaan yang sesuai dengan kode puzzle yang telah disusun. Langkah-langkah

dari pembelajaran ini adalah sebagai berikut: a) Siswa menyimak materi “Masa

penjajahan Belanda dan Jepang di Indonesia” yang akan dibuat permainan puzzle

gambar pahlawan, b) Siswa membentuk kelompok (4-5 orang) seorang siswa

bertugas untuk menjadi ketua kelompok dan sisanya sebagai anggota kelompok,

c) Ketua kelompok dari masing-masing kelompok asal, maju ke depan untuk

mendapat potongan gambar. Setiap ketua kelompok yang maju ke depan

mendapat potongan gambar disebut kelompok ahli, d) Masing-masing anggota

dari kelompok ahli kembali ke kelompok asal, e) Ketua kelompok membagi

potongan-potongan gambar secara merata kepada anggotanya, f) Setiap anggota

kelompok asal memasang kembali potongan-potongan gambar menjadi bentuk

semula, g) Setelah potongan gambar terpasang, masing-masing anggota kelompok

asal berdiskusi untuk menjawab pertanyaan yang ada di balik gambar, h)Masing-

masing ketua kelompok asal maju kedepan untuk mempresentasikan hasil

diskusinya, i) Kelompok lain menanggapi presentasi tersebut, j) Guru menentukan

kelompok terbaik berdasarkan kecepatan dan ketepatan merangkai yang paling

cepat menghabiskan potongan kertas gambar puzzle gambar pahlawan dan hasil

diskusi yang telah dipresentasikan, k) Guru memberi hadiah kepada kelompok

terbaik, l) Siswa bersama guru membuat kesimpulan, m) Siswa mengerjakan tes

formatif

Diharapkan dengan adanya model pembelajaran jigsaw dengan permainan

puzzle hasil yang diharapkan adalah optimal. Oleh karena itu, untuk mengukurnya

keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran, maka pengukuran

dilakukan dengan unjuk kerja dan tes formatif. Skor capaian pengukuran ini akan

menunjukkan kenaikan skor yang signifikan. Penjelasan lebih rinci disajikan

dalam gambar 2.1. Teknik Model Pembelajaran jigsaw dengan permainan puzzle

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/839/3/T1_292008082_BAB II.pdf · seluruh topik, dan skor kuis akan menjadi skor tim. Menurut Adenan

20

Pembelajaran IPSMendeskripsikan perjuangan para tokoh pejuang pada

penjajahan Belanda dan Jepang

Pembelajaran jigsaw denganpermainan puzzle

Pembelajaran konvensional

Guru menyampaikan materidengan ceramah

Siswa pasif, mendengarkanpenjelasan dari guru

Tes formatif

Hasil belajar siswa rendah <KKM

Masing-masing kelompok ahlimendapat potongan gambar

Tiap kelompok ahli membagi potongangambar kepada kelompok asal

Setelah potongan gambar terpasangtiap anggota kelompok berdiskusimenjawab pertanyaan dibalik gambar

Presentasi dari masing-masing kelompokasal

Tanggapan dari kelompok lain

Membuat kesimpulan

Penilaian hasilPenilaian proses

Penilaian hasil belajar

Pembentukan kelompok ahli dankelompok asal

Tes formatif

Hasil belajar meningkat ≥KKM90

Setiap kelompok asal memasangkembali potongan gambar

Skema kerangka berfikir perbandingan antara model pembelajaran jigsawdengan permainan puzzle dengan pembelajaran konvensional pada pembelajaranIPS

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/839/3/T1_292008082_BAB II.pdf · seluruh topik, dan skor kuis akan menjadi skor tim. Menurut Adenan

21

2.4 HIPOTESIS PENELITIAN

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir yang telah dipaparkan di

atas, maka dapat dirumuskan “Ada pengaruh yang positif signifikan penggunaan

model pembelajaran Jigsaw dengan permainan puzzle terhadap hasil belajar IPS

siswa kelas V SDN 4 Mendenrejo Kradenan Blora semester 2 tahun ajaran

2011/2012.