bab ii kajian pustaka -...
TRANSCRIPT
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 KAJIAN TEORI
2.1.1 Model Pembelajaran Jigsaw dengan Permainan Puzzle
Menurut Elliot Aronson dalam Arends (2008: 13) mengemukakan bahwa
Jigsaw merupakan tipe pembelajaran kooperatif yang didesain untuk
meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan
pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan,
tetapi merka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut kepada
kelompoknya. Pada model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, terdapat
kelompok asal dan kelompok ahli. Kelompok asal yaitu kelompok induk siswa
yang beranggotakan siswa dengan kemampuan, asal, dan latar belakang keluarga
yang beragam. Kelompok asal merupakan gabungan dari beberapa ahli.
Kelompok ahli yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok asal
yang berbeda yang ditugaskan untuk mempelajari dan mendalami topik tertentu
dan menyelesaikan tugas-tugas yang berhubungan dengan topiknya umtuk
kemudian dijelaskan kepada anggota kelompok asal. Sedangkan menurut Slavin
(2010: 237) mengemukakan bahwa: Dalam Jigsaw II para siswa bekerja dalam
tim yang heterogen. Para siswa tersebut diberikan tugas untuk membaca beberapa
bab atau unit, dan diberikan “lembar ahli” yang terdiri atas topik-topik yang
berbeda yang harus menjadi fokus perhatian masing-masing tim saat mereka
membaca. Setelah semua anak selesai membaca, siswa-siswa dari tim berbeda
yang mempunyai fokus topik yang sama bertemu dalam “kelompok ahli” untuk
mendiskusikan topik mereka sekitar tiga puluh menit. Para ahli tersebut kemudian
kembali pada tim mereka dan secara bergantian mengajari teman satu timnya
mengenai topik mereka. Terakhir, para siswa menerima penilaian mencakup
seluruh topik, dan skor kuis akan menjadi skor tim.
Menurut Adenan (1989: 9) dinyatakan bahwa puzzle dan games adalah
materi untuk memotivasi diri secara nyata dan merupakan daya penarik yang kuat.
Puzzle dan games untuk memotivasi diri karena hal itu menawarkan sebuah
7
tantangan yang dapat secara umum dilaksanakan dengan berhasil. Sedangkan
menurut Hadfield (1990: 5), puzzle adalah pertanyaan-pertanyaan atau masalah
yang sulit untuk dimengerti atau dijawab. Tarigan (1986: 234) menyatakan bahwa
pada umumnya para siswa menyukai permaianan dan mereka dapat memahami
dan melatih cara penggunaan kata-kata, puzzle, crosswords puzzle, anagram dan
palindron. Model pembelajaran jigsaw dengan permainan puzzle adalah metode
yang mengajak siswa untuk menyusun potongan-potongan gambar yang
disesuaikan dengan mal yang telah disediakan sehingga membentuk sebuah
gambar yang benar. Selain menyusun potongan gambar, siswa juga dituntut untuk
menjawab pertanyaan yang sesuai dengan kode puzzle yang telah disusun.
Dari berbagai pengertian di atas, disimpulkan bahwa model pembelajaran
jigsaw dengan permainan puzzle adalah suatu metode pembelajaran yang
menyusun potongan-potongan gambar yang telah disesuaikan dengan mal
sehingga membentuk sebuah gambar yang benar serta menjawab pertanyaan yang
sesuai dengan kode puzzle yang telah disusun.
Adanya perkembangan jaman, kini tujuan permaianan tidak hanya sekedar
menyenangkan hati, namun berbagai tujuan termasuk untuk meningkatkan
prestasi dapat ditempuh dengan menggunakan permainan. Permainan juga dapat
diterapkan dalam berbagai kegiatan manusia. Walaupun begitu, menyenangkan
hati sebagai tujuan permainan seperti semula tetap tidak berubah/hilang.
Manusia tergolong makhluk yang suka bermain (home ludens). Hampir manusia
baik anak-anak maupun orang dewasa menyukai permainan. Bermain bagi anak,
selain merupakan kebutuhan juga merupakan sarana belajar. Banyak Manfaat
yang diperoleh dari permaianan anatara laint:
1. Mendapat kesempatan untuk mengembangkan diri baik secara fisik,
mental maupun sosial
2. Melepaskan diri dari ketegangan/kejenuhan dan menyegarkan pikiran
3. Menyalurkan kelebihan energi yang dimiliki kedalam aktivitas yang
menyenangkan
4. Mengembangkan daya imajinasi dan kreativitas
5. Berpetualangan dan menemukan hal-hal baru dalam kehidupannya
8
6. Belajar bekerjasama, mengerti dan mentaati peraturan, saling berbagi, dan
menolong diri sendiri dan orang lain
7. Melatih konsentrasi/pemusatan perhatian pada tugas tertentu
Ada beberapa ahli yang merumuskan tentang langkah-langkah
penggunaan pembelajaran jigsaw menurut Slavin di Universitas Texas (Trianto
2011,73) menuliskan langkah-langkah model pembelajaran jigsaw adalah sebagai
berikut :
1. Siswa dibagi atas beberapa kelompok (tiap kelompok anggotanya 5-6orang).
2. Materi pelajaran diberikan kepada siswa dalam bentuk teks yang telahdibagi menjadi beberapa sub bab yang ditugaskan dan bertanggung jawabuntuk mempelajarinya. Misalnya, jika materi yang disampaikan mengenaisistem ekskresi. Maka seorang siswa dari satu kelompok mempelajaritentang ginjal. Siswa yang lain dari kelompok satunya mempelajari tentangparu-paru, begitupun siswa lainnya mempelajari kulit dan lainnyamemepelajari hati.
3. Anggota dari kelompok lain yang telah mempelajari sub bab yang samabertemu dalam kelompok-kelompok ahli untuk mendiskusikannya.
4. Setiap anggota kelompok ahli setelah kembali kekelompoknya bertugasmengajar teman-temannya.
5. Pada pertemuan dan diskusi kelompok asal, siswa-siswa dikenai tagihanberupa kuis individu.
Langkah-langkah pembelajaran jigsaw yang utama terdiri dari kelompok
ahli dan kelompok asal. Kelompok ahli adalah pengambilan satu orang dari
kelompok asal kemudian mendapat materi dengan sub bab yang berbeda yang
akan didiskusikan secara bersama kelompok asal. Sepaham dengan pendapat
Slavin, menurut Hisyam Zaini (2010, 59) menuliskan langkang-langkah
pembelajaran jigsaw adalah sebagai berikut:
1. Pilihlah materi pelajaran/kuliah yang dapat dibagi menjadi beberapasegmen (bagian)
2. Bagi siswa/mahasiswa menjadi beberapa kelompok sesuai dengan jumlahsegmen yang ada. Jika jumlah siswa/mahasiswa adalah 50, sementarajumlah segmen yang ada adalah 5, maka masing-masing kelompok terdiridari 10 orang. Jika jumlah ini dianggap terlalu besar, bagi lagi menjadidua, sehingga setiap kelompok terdiri dari 5 orang, kemudian setelahproses selesai gabungkan kedua kelompok pecahan tersebut
3. Setiap kelompok mendapat tugas membaca dan memahami materi kuliahyang berbeda-beda
9
4. Setiap kelompok mengirimkan anggotanya kekelompok lain yntukmenyampaikan apa yamg telah mereka pelajari di kelompok,
5. Kembalikan susasana kelas seperti semula kemudian tanyakan sekiranyaada persoalan-persoalan yang tidak terpecahkan dalam kelompok,
6. Beri siswa/mahasiswa beberapa pertanyaan untuk mengecek pemahamanmereka terhadap materi.
Fokus pada model pembelajaran jigsaw yang terdiri dari kelompok ahli
dan dan kelompok asal maka, menurut Aroson, Blaney, Stephen, Silke & Snapp
1978 (Saminanto, 2010, 31) menuliskan bahwa langkah-langkah model
pembelajaran jigsaw adalah sebagai berikut:
1. Siswa dikelompokkan menjadi kedalam tim (kelompok asal) sebanyakbagian materi/su bab yang akan dibahas,
2. Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang berbeda,3. Anggota dari tim yang berbeda yang telah mempelajari bagian/sub bab
yang sama bertemu dalam kelompok baru (kelompok ahli) untukmendiskusikan sub bab mereka,
4. Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli tiap anggota kembali ke kelompokasal dan bergantian mengajar teman satu tim mereka tentang sub bab yangmereka kuasai dan tiap oranga lainnya mendengarkan dengan sungguh-sungguh,
5. Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi,6. Guru memberi evaluasi7. Penutup
Berdasarkan langkah-langkah para ahli diatas, peneliti mengadopsi dan
memodifikasikan langkah-langkah model pembelajaran jigsaw dengan permainan
puzzle adalah sebagai berikut:
a. Siswa menyimak materi “Masa penjajahan Belanda dan Jepang di
Indonesia” yang akan dibuat permainan puzzle gambar pahlawan
b. Siswa membentuk kelompok (4-5 orang) seorang siswa bertugas untuk
menjadi ketua kelompok dan sisanya sebagai anggota kelompok
c. Ketua kelompok dari masing-masing kelompok asal, maju ke depan untuk
mendapat potongan gambar. Setiap ketua kelompok yang maju ke depan
disebut kelompok ahli
d. Masing-masing anggota dari kelompok ahli kembali ke kelompok asal
e. Ketua kelompok membagi potongan-potongan gambar secara merata
kepada anggotanya
10
f. Setiap anggota kelompok asal memasang kembali potongan-potongan
gambar menjadi bentuk semula
g. Setelah potongan gambar terpasang, masing-masing anggota kelompok
asal berdiskusi untuk menjawab pertanyaan yang ada di balik gambar
h. Masing-masing ketua kelompok asal maju kedepan untuk
mempresentasikan hasil diskusinya
i. Kelompok lain menanggapi presentasi tersebut
j. Guru menentukan kelompok terbaik berdasarkan kecepatan dan ketepatan
merangkai yang paling cepat menghabiskan potongan gambar puzzle
gambar pahlawan dan hasil diskusi yang telah dipresentasikan
k. Guru memberi hadiah kepada kelompok terbaik
l. Siswa bersama guru membuat kesimpulan
m. Siswa mengerjakan tes formatif
2.1.2 Hasil Belajar
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah
menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2011 : 22). Kemampuan-kemampuan
yang dimiliki tiap siswa tentu berbeda karena pengalaman belajar yang dialami
antara siswa satu dengan siswa lain juga berbeda. Aspek perubahan itu mengacu
kepada taksonomi tujuan pengajaran yang dikembangkan oleh Bloom, Simpson
dan Harrow yang mencakup tiga aspek yaitu aspek kognitif, afektif dan
psikomotorik (Winkel dalam Purwanto, 2008:45).
Klasifikasi hasil belajar menurut Bloom dalam Agus Suprijono (2009: 6)
secara garis besar membagi menjadi 3 ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif,
dan ranah psikomotoris.
1. Ranah kognitif, berkenaan dengan hasil belajar intelektual.
2. Ranah afektif, berkenaan dengan sikap.
3. Ranah psikomotorik, berkenaan dengan hasil belajar
keterampilan dan kemampuan bertindak.
Hasil belajar harus diidentifikasi melalui informasi hasil pengukuran
bidang/materi/dan aspek perilaku baik melalui teknik tes maupun non tes.
11
Penguasaan materi yang dimaksud adalah derajat pencapaian kompetensi hasil
belajar seperti yang dikehendaki dalam standar proses dan dinyatakan dalam
aspek perilaku yang terbagi dalam ranah kognitif, afektif dan psikomotorik.
Ketiga ranah tersebut dinamakan dengan taksonomi tujuan belajar kognitif.
Taksonomi tujuan belajar domain kognitif menurut Benyamin S. Bloom yang
telah disempurnakan David Krathwohl serta Norman E. Gronlund dan R.W. de
Maclay ds ( Wardani, Nanik Sulistya, dkk, 2010:3.21) adalah menghafal
(Remember), memahami (Understand), mengaplikasikan (Aply), menganalisis
(Analize), mengevaluasi (Evaluate), dan membuat (create).
Dari pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hasil
belajar adalah kemampuan yang didapat oleh siswa setelah mengalami
pembelajaran di kelas yang mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.
Hasil belajar digunakan guru sebagai ukuran atau kriteria dalam mencapai
suatu tujuan pendidikan. Ukuran hasil belajar dapat diperoleh dari aktivitas
pengukuran. Secara sederhana pengukuran dapat diartikan sebagai kegiatan atau
upaya yang dilakukan untuk memberikan angka-angka pada suatu gejala atau
peristiwa, atau benda, sehingga hasil pengukuran akan selalu berupa angka. Alat
untuk melakukan pengukuran ini dapat berupa alat ukur standar seperti meter,
kilogram, liter dan sebagainya, termasuk ukuran-ukuran subyektif yang bersifat
relatif, seperti depa, jengkal, “sebentar lagi”, dan lain-lain (Endang Poerwanti,
dkk,2008:1-4). Menurut Cangelosi (1995) yang dimaksud dengan pengukuran
(Measurement) adalah suatu proses pengumpulan data melalui pengamatan
empiris untuk mengumpulkan informasi yang relevan dengan tujuan yang telah
ditentukan. Jadi pengukuran memiliki arti suatu kegiatan yang dilakukan dengan
cara membandingkan sesuatu dengan satuan ukuran tertentu sehingga data yang
dihasilkan adalah data kuantitatif atau data angka. Untuk menetapkan angka
dalam pengukuran, perlu sebuah alat ukur yang disebut dengan instrumen. Dalam
dunia pendidikan instrumen yang sering digunakan untuk mengukur kemampuan
siswa seperti tes, lembar observasi, panduan wawancara, skala sikap dan angket.
12
Dari pengertian pengukuran yang telah dipaparkan untuk mengukur hasil
belajar peserta didik digunakanlah alat penilaian hasil belajar. Teknik yang dapat
digunakan untuk mengukur hasil belajar ada 2 yaitu tes dan non tes.
1. Tes
Tes secara sederhana dapat diartikan sebagai himpunan pertanyaan yang
harus dijawab, pernyataan-pernyataan yang harus dipilih/ditanggapi, atau tugas-
tugas yang harus dilakukan oleh peserta tes dengan tujuan untuk mengukur suatu
aspek tertentu dari peserta tes. Dalam kaitan dengan pembelajaran aspek tersebut
adalah indikator pencapaian kompetensi. Tes berasal dari bahasa Perancis yaitu
“testum” yang berarti piring untuk menyisihkan logam mulia dari material lain
seperti pasir, batu, tanah, dan sebagainya. Kemudian diadopsi dalam psikologi dan
pendidikan untuk menjelaskan sebuah instrumen yang dikembangkan untuk dapat
melihat dan mengukur dan menemukan peserta tes yang memenuhi kriteria
tertentu. Cronbach (dalam Azwar, 2005) mendefinisikan tes sebagai “a systematic
procedure for observing a person’s behavior and describing it with the aid of a
numerical scale or category system”. Menurut Ebster’s Collegiate (dalam
Arikunto, 1995), tes adalahserangkaian pertanyaan atau latihan atau alat lain yang
digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensia, kemampuan
atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok.
Menurut Endang Poerwanti, dkk (2008:1-5), tes adalah seperangkat tugas
yang harus dikerjakan atau sejumlah pertanyaan yang harus dijawab oleh peserta
didik untuk mengukur tingkat pemahaman dan penugasannya terhadap cakupan
materi yang dipersyaratkan dan sesuai dengan tujuan pengajaran tertentu.
Tes adalah seperangkat pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk
memperoleh informasi tentang trait atau sifat atau atribut pendidikan yang setiap
butir pertanyaan tersebut mempunyai jawaban atau ketentuan yang dianggap
benar (Suryanto Adi, dkk, 2009). Dari beberapa definisi di atas peneliti
menyimpulkan, tes adalah sejumlah pertanyaan atau soal-soal yang harus dijawab,
dilakukan dalam waktu tertentu dan memiliki tujuan tertentu guna mengukur
kemampuan seseorang.
13
Tes sangat bermacam-macam bentuk dan jenisnya. Menurut Endang
Poerwanti, dkk (2008:4-5) terdapat lima jenis-jenis tes, salah satunya adalah jenis
tes berdasarkan bentuk jawabannya, yaitu:
a. Tes esei (Essay-type test)
Tes bentuk uraian adalah tes yang menuntut siswa mengorganisasikan
gagasan-gagasan tentang apa yang telah dipelajarinya dengan cara
mengemukakannya dalam bentuk tulisan.
b. Tes jawaban pendek
Tes bisa digolongkan ke dalam tes jawaban pendek jika peserta tes diminta
menuangkan jawabannya bukan dalam bentuk esei, tetapi memberikan
jawaban-jawaban pendek , dalam bentuk rangkaian kata-kata pendek, kata-
kata lepas, maupun angka-angka.
c. Tes objektif
Tes objektif adalah tes yang keseluruhan informasi yang diperlukan untuk
menjawab tes telah tersedia.
2. Non Tes
Teknik nontes sangat penting dalam mengases peserta didik pada ranah
afektif dan psikomotor, berbeda dengan teknik tes yang lebih menekankan pada
aspek kognitif. Ada beberapa macam tekhnik non tes, yaitu: unjuk kerja
(performance), penugasan (proyek), tugas individu, tugas kelompok, laporan,
ujian praktik dan portofolio.
Alat yang dipergunakan untuk mengukur ketercapaian tujuan
pembelajaran dinamakan dengan alat ukur atau instrumen. Ada instrumen butir-
butir soal apabila cara pengukurannya menggunakan tes, apabila pengukurannya
dengan cara mengamati atau mengobservasi akan menggunakan instrumen lembar
pengamatan atau observasi, pengukuran dengan cara/teknik skala sikap akan
menggunakan instrumen butir-butir pernyataan.
Besarnya hasil belajar dalam penelitian ini akan diukur melalui teknik (tes
obyektif dan tes esay) dan non tes (unjuk kerja berupa diskusi kelompok dan
presentasi).
14
2.1.3 Pembelajaran IPS
Latar Belakang IPS
Pembelajaran IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan
generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang SD/MI mata pelajaran
IPS memuat materi Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi. Melalui mata
pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga negara
Indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta
damai (KTSP Standar Isi 2006). Di masa yang akan datang peserta didik akan
menghadapi tantangan berat karena kehidupan masyarakat global selalu
mengalami perubahan setiap saat. Oleh karena itu mata pelajaran IPS dirancang
untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis
terhadap kondisi sosial masyarakat dalam memasuki kehidupan bermasyarakat
yang dinamis. Mata pelajaran IPS disusun secara sistematis, komprehensif, dan
terpadu dalam proses pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan dalam
kehidupan di masyarakat. Dengan pendekatan tersebut diharapkan peserta didik
akan memperoleh pemahaman yang lebih luas dan mendalam pada bidang ilmu
yang berkaitan (KTSP Standar Isi 2006).
Ruang Lingkup IPS
Pada jenjang pendidikan dasar, ruang lingkup pengajaran IPS dibatasi
sampai pada gejala dan masalah sosial yang dapat dijangkau pada geografi dan
sejarah. Terutama gejala dan masalah sosial kehidupan sehari-hari yang ada di
lingkungan sekitar peserta didik di SD. Ruang lingkup mata pelajaran IPS di SD
meliputi aspek-aspek sebagai berikut (KTSP Standar Isi 2006); a) manusia,
tempat, dan lingkungan, b) waktu, keberlanjutan, dan perubahan, c) sistem sosial
dan budaya d) perilaku ekonomi dan kesejahteraan.
Tujuan Pembelajaran IPS
Tujuan Pembelajaran IPS di SD pada Mata pelajaran IPS bertujuan agar
peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut (KTSP Standar Isi 2006).
1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat
dan lingkungannya
15
2. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu,
inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial
3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan
kemanusiaan
4. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi
dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
Pencapaian tujuan IPS dapat dimiliki oleh kemampuan peserta didik yang
standar dinamakan dengan Standar Kompetensi (SK) dan dirinci ke dalam
Kompetensi Dasar (KD). Kompetensi dasar ini merupakan standar minimum
yang secara nasional harus dicapai oleh siswa dan menjadi acuan dalam
pengembangan kurikulum di setiap satuan pendidikan. Pencapaian SK dan KD
didasarkan pada pemberdayaan peserta didik untuk membangun kemampuan,
bekerja ilmiah, dan pengetahuan sendiri yang difasilitasi oleh guru. Secara rinci
SK dan KD untuk mata pelajaran IPS yang ditujukan untuk siswa kelas V SD
disajikan melalui tabel 2.1 berikut ini. (KTSP, 2006).
Tabel 2.1Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
Mata Pelajaran IPS Semester 2
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar3. Menghargai
peranan tokoh pejuang
dan masyarakat dalam
mempersiapkan dan
mempertahankaan
kemerdekaan Indonesia
2.1 Mendeskripsikan perjuangan para
tokoh pejuang pada masa penjajahan
Belanda dan Jepang
2.2 Menghargai jasa dan peranan tokoh
perjuangan dalam mempersiapkan
kemerdekaan Indonesia
2.3 Menghargai jasa dan peranan tokoh
dalam memproklamasikan
kemerdekaan
2.4 Menghargai perjuangan para tokoh
dalam mempertahankan kemerdekaan
16
2.2 HASIL TEMUAN YANG RELEVAN
Fauzan, 2010 dalam penelitiannya yang berjudul Upaya Meningkatkan
Hasil Belajar IPS Tentang pengenalan negara-negara di Dunia dengan permainan
puzzle jigsaw pada siswa kelas VI SDN 1 Logede Kecamatan Pejagoan
Kabupaten Kebumen Semester 1 tahun pelajaran 2009/2010 menyimpulkan
bahwa pada Aspek yang peningkatannya kecil adalah inisiatif, prosentase anak
yang inisiatifnya baik hanya 17% dan pada sikus II meningkat menjadi 33%.
Perubahan sikap terhadap mata pelajaran IPS dan proses pembelajaran yang
dilakukan pada siklus awal terdapat 71% siswa yang menganggap bahwa IPS
adalah pelajaran yang menyenangkan, sedangkan sisanya menjawab ragu-ragu
dan tidak menyenangkan. Setelah siklus II 100% siswa menganggap IPS
menyenangkan. Ketuntasan belajar siswa dapat dilihat bahwa pada kondisi awal
terdapat 14% siswa yang sudah tuntas dan 86% belum tuntas. Pada siklus terakhir
terdapat peningkatan yaitu 92% siswa yang tuntas dan 8% siswa yang belum
tuntas. Kelebihan: dengan adanya permainan puzzle jigsaw proses belajar
mengajar siswa kelas VI SDN 1 Logede Kecamatan Pejagoan Kabupaten
Kebumen Semester 1 tahun pelajaran 2009/2010 menjadi lebih menyenangkan hal
ini terbukti mula-mula 17% meningkat menjadi 33% yaitu siswa menyukai
pelajaran IPS. Kelemahan: didalam penelitian ini seharusnya peneliti dapat
menggunakan sub bab yang lain bukan hanya tentang pengenalan negara-negara
di Dunia yang dapat dijadikan sebagai permainan jigsaw puzzle.
Sri Ambarwati, 2011 dalam penelitiannya yang berjudul Upaya
Meningkatkan prestasi belajar IPS dengan permainan puzle melalui model
pembelajaran TGT (Teams Game Tournamens) pada siswa kelas IV SDN
Watukelir Kecamatan Ayah Kabupaten Kebumen Semester II tahun 2010/2011
menyimpulkan bahwa prosentase anak yang inisiatif baik adalah hanya 17% dan
pada siklus II hanya meningkat menjadi 33%, perubahan sikap siswa terhadap
mata pelajaran IPS dan proses pembelajaran yang dilakukan pada kondisi awal
terdapat 71% siswa menganggap IPS menyenangkan, sedangkan sisanya
menjawab ragu-ragu dan tidak menyenangkan, setelah siklus II 100% sisanya
menganggap IPS menyenangkan. Ketuntasan belajar siswa dapat dilihat bahwa
17
pada kondisi awal terdapat 19% siswa yang sudah tuntas dan 81% belum tuntas,
pada akhir siklus II redapat 78% siswa yang tuntas dan 22% siswa yang belum
tuntas. Kelebihan: Penelitian ini dilakukan dengan model pembelajaran yang
menarik, sehingga siswa antusias dalam mengikuti proses pembelajaran.
Kelemahan: peneliti perlu meningkatkan dalam penguasaan kelas karena proses
pembelajaran yang bersifat kelompok.
Susi Purwandari, 2010 dalam penelitiannya yang berjudul peningkatan
hasil belajar siswa dalam pembelajaran matematika tentang bangun datar melalui
permainan puzzle kelas I SDN 02 Genengadal tahun pelajaran 2009/2010,
menyimpulkan bahwa permainan puzzle dapat meningkatkan hasil belajar siswa
dalam proses pembelajaran matematika, rata-rata kelas pada pra siklus adalah 59,
62. Setelah dilakukan tindakan siklus I rata-ratanya menjadi 72,96%. Dengan kata
lain, terjadi peningkatan sebesar 13,34%. Kemudian dilakukan tindakan siklus II
dengan perolehan rata-rata kelas 84,07%. Peningkatan nilai rata-rata dari siklus I
siklus II sebesar 11,11%. Ketuntasan hasil belajar siswa juga mengalami
peningkatan dari pra siklus, siklus I dan siklus II. Jumlah keseluruhan siswa kelas
I adalah 27 orang. Pada pra siklus, sebanyak sebanyak 15 orang siswa (56%)
sudah tuntas karena nilainya diatas KKM tetapi sisanya sebanyak 12 orang siswa
(44%) belum tuntas karena nilainya masih dibawah KKM. Pada siklus I sebanyak
22 siswa (81%) sudah tuntas, sedangkan 5 siswa (19%) belum tuntas. Setelah
dilaksanakan tindakan pada siklus II, sebanyak 27 siswa mendapat nilai diatas
KKM atau ketuntasan mencapai 100%. Kelebihan: dengan adanya permainan
puzzle ini siswa kelas kelas I SDN 02 Genengadal menjadi lebih paham dengan
konsep-konsep bangun datar yang menjadikan hasil belajar meningkat.
Kelemahan: peneliti bisa lebih sabar dalam melakukan proses pembelajaran
karena kelas yang diteliti adalah kelas satu.
Dwi Susilah, 2011 dalam penelitian yang berjudul perbedaan penggunaan
media permaianan kartu arisan dan course review horay terhadap prestasi belajar
IPA pokok bahasan perubahan kenampakan bumi pada siswa kelas IV gugus
Simbar Jaya Kabupaten Wonosobo Semester II tahun pelajaran 2010/2011,
menyimpulkan bahwa hasil belajar pada kelas eksperimen sebesar 49%
18
sedangkan pada kelas kontrol 51%. Kelebihan: dalam penelitian ini siswa lebih
aktif dalam proses pembelajaran karena menggunakan media yang menyenangkan
sehingga siswa tidak mudah bosan. Kelemahan: dalam penggunaan media course
review horay siswa terlihat pasif pada saat pembelajaran berlangsung.
Diyat Arianto, 2010 dalam penelitiannya yang berjudul penggunaan
metode permainan kartu domino untuk meningkatkan prestasi belajar siswa pada
mata pelajaran matematika tentang perkalian kelas III SD 2 Jlamprang Kecamatan
Wonosobo Kabupaten Wonosobo tahun pelajaran 2009/2010, menyimpulkan
bahwa hasil penelitian yang diperoleh pada siklus I dan siklus II dengan SK/KD
sama indikator berbeda dalam kategori amat baik. Pada ulangan harian siswa
sebelum dilaksanakan penelitian tindakan kelas hanya memeperoleh ketuntasan
56,82% dan yang belum tuntas 43,18%. Pada siklus I diperoleh ketuntasan 70,5%
dan yang belum tuntas 29,5%. Pada siklus II diperoleh 88,6% dan yang belum
tuntas 11,4%. Kelebihan: dengan adanya penelitian ini siswa kelas III SD 2 2
Jlamprang Kecamatan Wonosobo Kabupaten Wonosobo menjadi senang terhadap
perkalian. Kelemahan: peneliti sebaiknya menggunakan metode pemebelajaran
lebih dari satu agar siswa tidak mudah bosan.
2.3 KERANGKA BERFIKIR
Pembelajaran IPS yang sering berlangsung di kelas-kelas, adalah
pembelajaran yang berpusat pada guru. Guru dalam penyampaian materi masih
menggunakan metode ceramah, sehingga respon siswa terhadap pembelajaran IPS
menjadi kurang maksimal, diantaranya siswa ngomong sendiri, siswa menjadi
ngantuk dan cepat bosan, sehingga siswa cenderung pasif. Kondisi ini jika siswa
diberi pertanyaan atau tes, hasilnya tidak dapat mengerjakan secara optimal,
sehingga skor yang diperoleh rendah.
Pembelajaran dengan metode konvensional yang pada umumnya
dilaksanakan oleh guru masih kurang memperhatikan ketercapaian kompetensi
siswa. Guru masih dominan sehingga membuat siswa menjadi pasif. Siswa tidak
mengalami pengalaman belajar sendiri untuk mendapatkan pengalaman baru
dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah, akibatnya hasil belajar siswa rendah.
19
Untuk mengatasi paradigma di atas, guru mencoba menerapkan suatu teknik
model pembelajaran jigsaw dengan permainan puzzle.
Model pembelajaran jigsaw dengan permainan puzzle adalah suatu metode
pembelajaran yang menyusun potongan-potongan gambar yang telah disesuaikan
dengan mal sehingga membentuk sebuah gambar yang benar serta menjawab
pertanyaan yang sesuai dengan kode puzzle yang telah disusun. Langkah-langkah
dari pembelajaran ini adalah sebagai berikut: a) Siswa menyimak materi “Masa
penjajahan Belanda dan Jepang di Indonesia” yang akan dibuat permainan puzzle
gambar pahlawan, b) Siswa membentuk kelompok (4-5 orang) seorang siswa
bertugas untuk menjadi ketua kelompok dan sisanya sebagai anggota kelompok,
c) Ketua kelompok dari masing-masing kelompok asal, maju ke depan untuk
mendapat potongan gambar. Setiap ketua kelompok yang maju ke depan
mendapat potongan gambar disebut kelompok ahli, d) Masing-masing anggota
dari kelompok ahli kembali ke kelompok asal, e) Ketua kelompok membagi
potongan-potongan gambar secara merata kepada anggotanya, f) Setiap anggota
kelompok asal memasang kembali potongan-potongan gambar menjadi bentuk
semula, g) Setelah potongan gambar terpasang, masing-masing anggota kelompok
asal berdiskusi untuk menjawab pertanyaan yang ada di balik gambar, h)Masing-
masing ketua kelompok asal maju kedepan untuk mempresentasikan hasil
diskusinya, i) Kelompok lain menanggapi presentasi tersebut, j) Guru menentukan
kelompok terbaik berdasarkan kecepatan dan ketepatan merangkai yang paling
cepat menghabiskan potongan kertas gambar puzzle gambar pahlawan dan hasil
diskusi yang telah dipresentasikan, k) Guru memberi hadiah kepada kelompok
terbaik, l) Siswa bersama guru membuat kesimpulan, m) Siswa mengerjakan tes
formatif
Diharapkan dengan adanya model pembelajaran jigsaw dengan permainan
puzzle hasil yang diharapkan adalah optimal. Oleh karena itu, untuk mengukurnya
keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran, maka pengukuran
dilakukan dengan unjuk kerja dan tes formatif. Skor capaian pengukuran ini akan
menunjukkan kenaikan skor yang signifikan. Penjelasan lebih rinci disajikan
dalam gambar 2.1. Teknik Model Pembelajaran jigsaw dengan permainan puzzle
20
Pembelajaran IPSMendeskripsikan perjuangan para tokoh pejuang pada
penjajahan Belanda dan Jepang
Pembelajaran jigsaw denganpermainan puzzle
Pembelajaran konvensional
Guru menyampaikan materidengan ceramah
Siswa pasif, mendengarkanpenjelasan dari guru
Tes formatif
Hasil belajar siswa rendah <KKM
Masing-masing kelompok ahlimendapat potongan gambar
Tiap kelompok ahli membagi potongangambar kepada kelompok asal
Setelah potongan gambar terpasangtiap anggota kelompok berdiskusimenjawab pertanyaan dibalik gambar
Presentasi dari masing-masing kelompokasal
Tanggapan dari kelompok lain
Membuat kesimpulan
Penilaian hasilPenilaian proses
Penilaian hasil belajar
Pembentukan kelompok ahli dankelompok asal
Tes formatif
Hasil belajar meningkat ≥KKM90
Setiap kelompok asal memasangkembali potongan gambar
Skema kerangka berfikir perbandingan antara model pembelajaran jigsawdengan permainan puzzle dengan pembelajaran konvensional pada pembelajaranIPS
21
2.4 HIPOTESIS PENELITIAN
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir yang telah dipaparkan di
atas, maka dapat dirumuskan “Ada pengaruh yang positif signifikan penggunaan
model pembelajaran Jigsaw dengan permainan puzzle terhadap hasil belajar IPS
siswa kelas V SDN 4 Mendenrejo Kradenan Blora semester 2 tahun ajaran
2011/2012.