bab ii kajian pustaka dan rumusan hipotesis 2.1 …ii.pdf · pemayung atau grand theory, serta...

23
1 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori Penelitian ini menggunakan teori keagenan (agency theory) sebagai teori pemayung atau grand theory, serta teori kebijakan dividen sebagai supporting theory. Disamping itu juga dipaparkan konsep-konsep dan definisi-definisi yang berhubungan dengan variabel yang diteliti. 2.1.1 Teori Keagenan (agency theory) Jensen dan Meckling (1976), mengungkapkan bahwa teori keagenan menjelaskan hubungan antara agen (manajemen perusahaan) dan principal (pemegang saham). Hubungan antara agen dan prinsipal biasanya dalam situasi asimetri informasi. Hal ini dapat terjadi karena disebabkan oleh adanya pihak yang mempunyai informasi lebih (agen) dibandingkan dengan pihak lain (prinsipal). Agen lebih banyak memperoleh informasi karena berhubungan langsung dengan operasional perusahaan. Dengan asumsi individu mempunyai kepentingan untuk dirinya sendiri, maka dengan adanya asimetri informasi akan mendorong agen menyembunyikan informasi yang tidak diketahui oleh principal. Wicaksana (2012) menyebutkan beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya masalah keagenan yaitu : 1) Moral Hazard Moral Hazard adalah perilaku seseorang yang tidak menanggung risiko akibat tindakan yang dilakukannya. Hal ini umumnya terjadi pada

Upload: trantram

Post on 08-Apr-2019

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS

2.1 Landasan Teori

Penelitian ini menggunakan teori keagenan (agency theory) sebagai teori

pemayung atau grand theory, serta teori kebijakan dividen sebagai supporting

theory. Disamping itu juga dipaparkan konsep-konsep dan definisi-definisi yang

berhubungan dengan variabel yang diteliti.

2.1.1 Teori Keagenan (agency theory)

Jensen dan Meckling (1976), mengungkapkan bahwa teori keagenan

menjelaskan hubungan antara agen (manajemen perusahaan) dan principal

(pemegang saham). Hubungan antara agen dan prinsipal biasanya dalam situasi

asimetri informasi. Hal ini dapat terjadi karena disebabkan oleh adanya pihak

yang mempunyai informasi lebih (agen) dibandingkan dengan pihak lain

(prinsipal). Agen lebih banyak memperoleh informasi karena berhubungan

langsung dengan operasional perusahaan. Dengan asumsi individu mempunyai

kepentingan untuk dirinya sendiri, maka dengan adanya asimetri informasi akan

mendorong agen menyembunyikan informasi yang tidak diketahui oleh principal.

Wicaksana (2012) menyebutkan beberapa faktor yang menyebabkan

timbulnya masalah keagenan yaitu :

1) Moral Hazard

Moral Hazard adalah perilaku seseorang yang tidak menanggung risiko

akibat tindakan yang dilakukannya. Hal ini umumnya terjadi pada

2

perusahaan–perusahaan besar dengan manajer yang cenderung memanfaatkan

insentif yang sesuai dengan keinginannya untuk bayaran yang diterima dari

perusahaan dan kemungkinan hal tersebut tidak termasuk dalam kontrak.

2) Jumlah Laba yang Ditahan

Adanya kecenderungan manajemen melakukan investasi berlebihan melalui

peningkatan dana pertumbuhan dengan tujuan untuk memperluas kekuasaan,

prestise atau memperbesar kemampuan untuk mendominasi dewan komisaris,

maupun penghargaan bagi dirinya sendiri yang dapat menghancurkan

kesejahteraan pemegang sahamnya (principal).

3) Horison Waktu

Konflik ini muncul akibat dari kondisi arus kas masa depan yang diharapkan

oleh prinsipal yang kondisinya belum pasti. Sementara manajemen

menekankan pada hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan mereka.

4) Penghindaran Risiko Manajerial

Konflik ini muncul ketika ada batasan diversifikasi portofolio yang

berhubungan dengan pendapatan manajerial atas pencapaian kinerja.

Sehingga menajer akan meminimalkan risiko saham perusahaan dari

keputusan investasi yang meningkatkan risikonya.

Menurut DeAngelo (1986) yang dikutip dalam Gumanti (2000)

mengatakan bahwa teori keagenan (agency theory) juga menekankan bahwa

angka-angka akuntansi memainkan peranan penting dalam menekan konflik

antara prinsipal dan agen. Dari sini jelas bahwa mengapa manajer memiliki

motivasi untuk mengelola data keuangan pada umumnya dan keuntungan atau

3

earnings pada khususnya. Semuanya tidak terlepas dari apa yang disebut sebagai

usaha-usaha untuk mendapatkan keuntungan atau manfaat pribadi (obtaining

private gains).

Dividen dapat digunakan untuk memperkecil masalah keagenan antara

manajer dan pemegang saham (Jensen et al., 1992). Semakin banyak dividen yang

ingin dibayarkan oleh suatu perusahaan, semakin besar kemungkinan

berkurangnya laba ditahan. Hal ini menyebabkan perusahaan harus mencari

sumber dana eksternal untuk melakukan investasi baru. Pembiayaan dividen

mungkin dapat digunakan sebagai alat untuk memonitor atau mengevaluasi hasil

kerja manajemen meskipun pembayaran dividen yang tinggi mengakibatkan

pembiayaan eksternal yang mahal (Weston dan Copeland, 2010). Pembayaran

dividen juga berperan dalam mekanisme monitoring karena membuat manajer

harus menyediakan dana yang mungkin diperoleh dari luar perusahaan yang

tentunya akan dapat mengurangi biaya keagenan (Ambarwati, 2010).

2.1.2 Pengertian Dividen

Suharli (2006) mengartikan dividen sebagai pembagian laba kepada para

pemegang saham perusahaan sebanding dengan jumlah saham yang dipegang oleh

masing-masing pemilik. Menurut Difah (2011) dividen merupakan bagian dari

laba bersih yang dibagikan kepada pemegang saham. Sedangkan Basuki (2012)

mendefinisikan dividen sebagai pembagian keuntungan yang diberikan

perusahaan penerbit saham atas keuntungan yang dihasilkan perusahaan. Dividen

diberikan setelah mendapat persetujuan dari para pemegang saham dalam Rapat

4

Umum Pemegang Saham (RUPS). Pada umumnya dividen merupakan daya tarik

bagi pemegang saham dengan orientasi jangka panjang (Basuki, 2012).

Besaran dividen tergantung kebijakan dividen masing-masing

perusahaan. Menurut Naveli (1989), secara umum kebijakan dividen yang

ditempuh perusahaan adalah salah satu dari 3 kebijakan ini, yaitu:

1) Constant Dividend Payout Ratio

Terdapat beberapa cara mengatur dividend payout ratio yang dibagikan

secara tetap dalam persentase atau rasio tertentu, yaitu: (a)membayar dengan

jumlah persentase yang tetap dari pendapatan tahunan, (b)menentukan

dividen yang akan diberikan dalam setahun sama dengan jumlah persentase

tetap dari keuntungan tahun sebelumnya,dan (c)menentukan proyeksi payout

ratio untuk jangka waktu panjang;

2) Stable Per Share Dividend

Kebijakan yang menetapkan besaran dividen dalam jumlah yang tetap.

Kebijakan ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk mempertahankan

laba yang tinggi.

3) Reguler Dividend Plus Extra

Dalam kebijakan ini, perusahaan akan memberikan suatu tingkat dividen

yang relatif rendah tetapi dalam jumlah yang pasti, dan memberikan

tambahan apabila perusahaan membukukan laba yang cukup tinggi.

Dividen dapat diberikan dalam berbagai bentuk. Dilihat dari bentuk

dividen yang didistribusikan kepada pemegang saham, dividen dapat dibedakaan

menjadi beberapa jenis (Fakhruddin, 2008) diantaranya sebagai berikut:

5

1) Dividen Tunai (cash dividend): dividen yang dibagi kepada pemegang

saham dalam bentuk kas (tunai).

2) Dividen Saham (stock dividend): dividen yang dibagi bukan dalam bentuk

tunai melainkan dalam bentuk saham perusahaan tersebut.

3) Property dividend: dividen yang dibagikan dalam bentuk aktiva lain selain

kas atau saham, misalnya aktiva tetap dan surat-surat berharga.

4) Liquidating dividend: dividen yang diberikan kepada pemegang saham

sebagai akibat dilikuidasinya perusahaan. Dividen yang dibagikan adalah

selisih nilai realisasi aset perusahaan dikurangi dengan semua

kewajibannya.

Perubahan besarnya deviden juga merupakan sinyal bagi investor.

Deviden yang semakin besar mengakibatkan investor mempunyai pengharapan

positif terhadap manajemen, yaitu meningkatnya laba perusahaan. Perubahan

deviden yang semakin besar akan menyebabkan investor tertarik untuk membeli

saham perusahaan, sehingga harga saham akan meningkat. Sebaliknya, bila

deviden semakin kecil, maka investor mempunyai pengharapan negatif terhadap

perusahaan sehingga harga saham akan mengalami penurunan (Sharpe et al,

1999).

Pengumuman deviden mengandung informasi mengenai laba saat ini dan

masa depan (Miller dan Rock 1985). Apabila pengumuman deviden tersebut

merupakan kabar baik (buruk), yaitu pengumuman deviden meningkat (menurun),

maka investor akan bereaksi positif (negatif). Jadi, deviden mempunyai

kandungan informasi yang berguna bagi investor (Setiawan dan Jogiyanto 2002).

6

Informasi mengenai dividen menyebabkan investor harus memprediksi

future earning untuk mengetahui nilai perusahaan, maka dividen dihubungkan

dengan future profitability perusahaan (Jensen et al. 1992) dalam Sukmawati

(2000). Secara teori, semakin besar profitabilitas yang dapat dihasilkan oleh

perusahaan maka jumlah dividen yang akan dibagi semakin meningkat, tetapi

semakin kecil profitabilitas yang dapat dihasilkan oleh perusahaan maka jumlah

dividen yang akan dibagikan akan menurun. Dividen fungsinya tidak hanya

tergantung dari profitabilitas, aspek-aspek lainnya seperti resiko bisnis, investasi,

dan pertumbuhan harus dipertimbangkan. Jadi, jika jumlah dividen yang akan

dibagikan menurun hal tersebut bisa jadi dikarenakan perusahaan akan melakukan

investasi ke proyek baru yang lebih menguntungkan (Sukmawati 2000).

2.1.3 Kebijakan Dividen

Kebijakan dividen adalah kebijakan yang berhubungan dengan

pembayaran dividen oleh pihak perusahaan, berupa penentuan besarnya dividen

yang akan dibagikan dan besarnya saldo laba yang ditahan untuk kepentingan

perusahaan (Sutrisno, 2001). Lee dan Finerty (1990) mengartikan kebijakan

dividen sebagai suatu keputusan perusahaan apakah akan membagikan earnings

yang dihasilkan kepada para pemegang saham atau akan menahan earnings untuk

kegiatan reinvestasi dalam perusahaan.

Pengumuman dividen merupakan sumber informasi dan menyebabkan

reaksi pasar kuat dan positif (Asquith dan Mullins 1983). Kebijakan dividen

mempunyai banyak aspek daya tarik seperti mekanisme transmisi informasi.

Kandungan informasi atas dividen menghipotesiskan bahwa manajer

7

menggunakan pengumuman dividen untuk memberi sinyal perubahan dalam

pengharapannya tentang prospek perusahaan yang akan datang (Aharony dan

Swary 1980).

Jenis-jenis Kebijakan Dividen (Ahmad, 2004) sebagai berikut:

1) Dividen per saham yang stabil

Meskipun perusahaan mengalami kerugian, jumlah dividen yang dibayar

misalnya Rp. 1500 per saham, maka jumlah ini tetap dibayarkan kepada

pemegang saham. Investor akan aman dengan jumlah yang tetap

diterimanya sesuai dengan motivasi mereka.

2) DPO (Devidend pay-out) yang stabil

Dividen yang dibayarkan berfluktuasi tergantung besarnya keuntungan

bagi pemegang saham. Misalnya DPO 60% dari keuntungan. Jika

keuntungan Rp. 1 miliar, maka dividen yang dibayarkan sebesar 60% x Rp

1 miliar = Rp 600 juta.

3) Kombinasi

Di samping jumlah rupiah yang tetap, perusahaan membayar dividen

tambahan (ekstra) jika perusahaan memperoleh keuntungan atau

mengalami situasi yang baik.

4) Dividen Residual

Dividen dibayarkan jika kesempatan investasi perusahaan atau dana yang

dibutuhkan telah terpenuhi.

8

Beberapa teori yang berkaitan dengan kebijakan dividen dan asumsi-

asumsi yang mendasari antara lain .

1) Dividen tidak relevan

Menurut Modigliani dan Miller (1961) dalam Sartono (2010) dividen

payout ratio tidak mempunyai pengaruh pada harga saham perusahaan

atau biaya modalnya. Modigliani dan Miller menyatakan bahwa deviden

payout ratio adalah tidak relevan, selanjutnya nilai perusahaan ditentukan

oleh earning power dari asset perusahaan. Sementara itu keputusan apakah

laba yang diperoleh akan dibagikan dalam bentuk dividen atau akan

ditahan tidak mempengaruhi nilai perusahaan.

2) Bird in the hand theory

Teori ini dikemukakan oleh Gordon dan Lintner (1956) yang menganggap

dividen yang diterima merupakan sesuatu yang sudah pasti di tangan

sehingga memiliki risiko yang lebih rendah dibandingkan dengan capital

gain. Gordon dan Lintner (1956) juga berpendapat bahwa investor lebih

menyukai dividen karena lebih pasti pendapatannya daripada

mengharapkan return yang belum pasti jika menginvestasikan kembali

dividen pada investasi tertentu.

3) Tax preference theory

Capital gain dikenakan pajak dengan tarif lebih rendah daripada pajak atas

dividen, maka saham yang memiliki pertumbuhan tinggi menjadi lebih

menarik. Sebaliknya jika capital gain dikenai pajak yang sama dengan

pendapatan atas dividen, maka keuntungan capital gain menjadi

9

berkurang, namun demikian pajak atas capital gain baru dibayar setelah

saham dijual, sementara pajak atas dividen harus dibayar setiap tahun

setelah pembayaran dividen. Periode investasi juga mempengaruhi

pendapatan investor jika investor hanya membeli saham untuk jangka

waktu satu tahun, maka tidak ada bedanya antara pajak atas capital gain

dan pajak atas dividen. Investor akan meminta tingkat keuntungan setelah

pajak yang lebih tinggi terhadap saham yang memiliki devidend yield yang

tinggi daripada saham dengan deviden yield yang rendah. Oleh karena itu,

teori ini menyarankan bahwa perusahaan sebaiknya menentukan deviden

payout ratio yang rendah atau bahkan tidak membagikan dividen

(Litzenberger dan Ramaswamy, 1979).

2.1.4 Bentuk Pembayaran Dividen

Ada 3 jenis kebijakan pembayaran dividen yang biasa dilakukan oleh

perusahaan, yaitu (Sawir, 2004)

1) Stable amount per share: dividen diberikan dalam nilai rupiah yang relatif

stabil per sahamnya.

2) Constant Payout Ratio: dividen atas dasar persentase tetap dari laba bersih

perusahaan.

3) Low Regular Dividend plus Extra: tingkat dividen yang relatif rendah tetapi

sudah pasti jumlahnya ditambah suatu ekstra, yang besarnya disesuaikan

dengan tingkat keuntungan perusahaan.

10

2.1.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen Suatu

Perusahaan

Hanafi (2012) menyebutkan bahwa kebijakan dividen dapat dipengaruhi

oleh beberapa faktor diantaranya :

1) Kesempatan Investasi

Semakin besar kesempatan investasi maka dividen yang dapat dibagikan

kepada para pemegang saham semakin sedikit. Investasi itu akan lebih

baik jika menghaslkan net present value yang positif.

2) Profitabilitas dan Likuiditas

Perusahaan yang memiliki pofitabilitas atau aliran kas yang baik dapat

membayar dividen atau meningkatkan dividen. Hal yang sebaliknya akan

terjadi jika aliran kas tidak baik. Alasan lain dari pembayaran dividen

adalah akuisisi dari perusahaan lain. Perusahaan yang memiliki kas

berlebih seringkali menjadi target dalam akuisisi. Perusahaan dapat

membayar dividen untuk menghindari akuisisi sekaligus membuat senang

para pemegang saham.

3) Akses ke Pasar Keuangan

Akses yang baik dapat membantu perusahaan memenuhi kebutuhan

likuiditasnya. Jika perusahan memiliki akses ke pasar keuangan yang baik,

perusahaan dapat membayar dividen lebih tinggi.

11

4) Stabilitas Pendapatan

Jika pendapatan perusahaan relatif stabil, aliran kas di masa mendapat

dapat diperkirakan dengan lebih akurat. Perusahaan semacam itu dapat

membayar dividen yang lebih tinggi.

5) Pembatasan-Pembatasan

Kontrak utang, obligasi ataupun saham preferen membatasi pembayaran

dividen pada situasi tertentu. Pada situasi normal atau baik pembatasan

semacam itu tidak berpengaruh banyak terhadap kemampuan perusahaan

membayarkan dividennya. Tetapi pada situasi buruk (aliran kas lebih

kecil) pembatasan tersebut akan mempengaruhi pembayaran dividen oleh

perusahaan.

2.1.6 Net Profit Margin (NPM)

Hanafi dan Halim (2005: p.86) menyatakan bahwa net profit margin

merupakan rasio profitabilitas, yang menghitung sejauh mana kemampuan

perusahaan menghasilkan laba bersih pada tingkat penjualan tertentu. Ratio ini

memberi gambaran tentang laba untuk para pemegang saham sebagai persentase

dari penjualan, ratio net profit margin ini juga mengukur seluruh efisiensi, baik

produksi, administrasi, pemasaran, pendanaan, penentuan harga maupun

manajemen pajak (Prastowo dan Juliaty,2005: p. 97).

Rasio ini juga menunjukkan kemampuan manajemen untuk menyisihkan

marjin tertentu sebagai kompensasi yang wajar bagi pemilik yang telah

menyediakan modalnya dengan suatu risiko. Risiko laba bersih terhadap

penjualan (total pendapatan) pada dasarnya mencerminkan efektivitas biaya/harga

12

dari kegiatan perusahaan. (Helfert, 1997: p. 74). Net profit margin yang tinggi

menandakan kemampuan perusahaan menghasilkan laba yang tinggi pada tingkat

penjualan tertentu. Net profit margin yang rendah menandakan penjualan yang

terlalu rendah untuk tingkat biaya tertentu, atau biaya yang terlalu tinggi untuk

tingkat penjualan tertentu, atau kombinasi dari kedua hal tersebut.

2.1.7 Current Ratio

Rasio ini merupakan perbandingan antara asset lancar dengan kewajiban

lancar. Rasio ini merupakan cara untuk mengukur kesanggupan suatu perusahaan

untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya. Menurut Fahmi (2011;61), kondisi

perusahaan yag memiliki current ratio yang baik adalah dianggap sebagai

perusahaan yang baik dan bagus, namun jika current ratio terlalu tinggi juga

dianggap tidak baik karena dapat mengindikasikan adanya masalah seperti jumlah

persediaan yang relatif tinggi dibandingkan taksiran tingkat penjualan sehingga

tingkat perputaran persediaan rendah dan menunjukkan adanya over investment

dalam persediaan tersebut atau adanya saldo piutang yang besar yang tak tertagih.

2.1.8 Debt to Equity Ratio

Menurut Riyanto (1997), salah satu rasio yang masuk dalam rasio

solvabilitas/leverage adalah Debt to Equity Ratio (DER). Rasio ini digunakan

untuk mengetahui berapa bagian dari setiap modal sendiri yang dijadikan jaminan

untuk keseluruhan hutang (modal asing) perusahaan atau untuk menilai

banyaknya hutang yang digunakan perusahaan.

Debt to Equity Ratio (DER) merupakan rasio yang menggambarkan

perbandingan antara total hutang dengan total ekuitas perusahaan. Perusahaan

13

yang mempunyai kesempatan bertumbuh lebih besar umumnya mempunyai DER

yang lebih rendah dalam kebijakan struktur modalnya (Smith dan Watts, 1992).

Hal ini disebabkan manajemen cenderung memilih pendanaan modal sendiri

untuk membiayai pertumbuhan dengan maksud untuk mengurangi masalah-

masalah agensi yang potensial berasosiasi dengan eksistensi hutang yang berisiko

dalam struktur modalnya (Subekti dan Wijaya, 2001). Peningkatan hutang pada

gilirannya akan mempengaruhi peningkatan laba bersih yang tersedia bagi para

pemegang saham termasuk dividen yang diterima karena kewajiban untuk

membayar hutang lebih diutamakan daripada pembagian dividen.

2.2 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya

Ahmed (2015) meneliti pengaruh profitabilitas dan likuiditas pada

dividend payout ratio. Hasil dari penelitian menunjukkan variabel likuiditas

memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap dividend payout ratio

sedangkan profitabilitas berpengaruh positif tidak signifikan terhadap dividend

payout ratio.

Ahmed dan Javid (2009) meneliti pengaruh leverage, net

earnings, ownership structure, liquidity, investment

opportunities, dan size of the firms pada dividend payout ratio,

mendapatkan hasil hanya variabel net earnings, ownership

structure, investment opportunities, dan size of the firm yang

berpengaruh pada dividend payout ratio. Variabel liquidity dan

leverage tidak berpengaruh pada dividend payout ratio.

14

Amidu dan Abor (2006) meneliti pengaruh profitability, cash

flow, tax, risk, growth, instutional holding, dan leverage. Hasil

penelitiannya menemukan variabel profitability, cash flow, dan tax

berpengaruh positif pada dividend payout ratio, sedangkan variabel

risk, growth, instutional holding, dan leverage berpengaruh

negatif pada dividend payout ratio.

Anil dan Kapoor (2008) menggunakan variabel current and

anticipated earnings, liquidity, corporate tax, risk, sales, dan

growth mendapatkan hasil variabel profitability berpengaruh

positif tidak signifikan terhadap dividend payout ratio, sedangkan

cash flow berpengaruh positif dan signifikan terhadap dividend

payout ratio, dan tidak ada hubungan signifikan untuk variabel

lainnya.

Chang dan Rhee (1990) meneliti pengaruh growth, earning

variability, nondebt tax shield, firm size, dan profitability pada

dividen payout ratio. Hasil penelitiannya menemukan variabel

growth berpengaruh negatif dan tidak signifikan pada dividend

payout ratio, sedangkan variabel earning variability, nondebt tax

shield, firm size, dan profitability berpengaruh positif dan

signifikan pada dividend payout ratio.

15

Gill et.al (2010) meneliti pengaruh profitability, cash

flow, tax, sales growth, dan debt to equity ratio pada dividend

payout ratio. Hasil penelitiannya menunjukkan variabel profit

margin, sales growth, dan debt to equity ratio berpengaruh pada

dividend payout ratio.

Hadiwidjaja dan Triani (2009) yang melakukan penelitian pengaruh

profitabilitas terhadap dividend payout ratio, mendapatkan hasil cash ratio, net

profit margin, dan return on investment berpengaruh signifikan pada dividend

payout ratio.

Handayani (2010) yang melakukan penelitian terhadap perusahaan

manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2005-2007 yang

berjumlah 22 perusahaan. Variabel independen yang digunakan adalah return on

asset, debt to equity ratio, current ratio, dan firm size. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa hanya return on asset dan firm size yang berpengaruh

signifikan positif terhadap dividend payout ratio.

Hartadi (2006) melakukan penelitian terhadap faktor – faktor yang

mempengaruhi Dividend Payout Ratio (DPR) terhadap perusahaan yg go public di

BEJ. Adapun hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa dalampenelitian ini

hanya ada satu variabel yang berpengaruh signifikan terhadap DPR yaitu cash

position, sedangkan return on asset, debt to equity ratio, dan size tidak

berpengaruh signifikan pada DPR

John and Muthusamy (2010) meneliti pengaruh Growth in sales,

Earnings per share, Price earnings ratio, Market value to book value, Cash flow,

16

Leverage, Liquidity dan Return on assets pada dividend payout ratio pada

Industri Kertas di India. Hasil penelitiannya menemukan bahwa variabel Earnings

per share, Price earnings ratio, dan leverage berpengaruh negatif dan signifikan

pada dividend payout ratio.

Laksono (2006) dalam penelitiannya menguji pengaruh return on

asset,sales growth, asset growth, cash flow, dan debt to total asset terhadap

dividend payout ratio, yang mengambil sampel 41 perusahaan dari 331

perusahaanyang terdaftar di BEJ. Adapun hasil dari penelitian ini menunjukan

bahwa return on asset dan sales growth berpengaruh signifikan dan positif

terhadap dividend payout ratio, asset growth berpengaruh signifikan dan negatif,

begitu juga dengan debt to total asset yang berpengaruh signifikan terhadap

dividend payout ratio, sedangkan variabel cash flow tidak berpengaruh signifikan

terhadap dividend payout ratio.

Maladjian & El Khoury (2014) meneliti pengaruh

profitabilitas, ukuran perusahaan, likuiditas, pertumbuhan

perusahaan, leverage, dan risiko perusahaan pada dividend payout

ratio di Beirut Stock Exchange antara tahun 2005-2011. Hasil

penelitiannya menemukan variabel profitabilitas, likuiditas,

pertumbuhan perusahaan, leverage dan risiko perusahaan berpengaruh

negatif pada dividend payout ratio, hanya ukuran perusahaan yang

menunjukkan pengaruh positif dan signifikan pada dividend payout

ratio.

17

Marlina dan Clara (2009) melakukan pengujian terhadap pengaruh

variabel cash position, debt to equity ratio, dan return on asset pada dividend

payout ratio yang mengambil sampel 24 perusahaan dari 142 perusahaan

manufaktur. Dari penelitian ini menunjukan bahwa cash position dan return on

asset mempunyai pengaruh yang signifikan dan positif terhadap dividend payout

ratio, sedangkan debt to equity ratio tidak berpengaruh signifikan pada dividend

payout ratio.

Nadjibah (2008) dalam tesisnya melakukan penelitian tentang pengaruh

variabel asset growth, size, cash ratio, dan return on asset terhadap dividen

payout ratio. Dari penelitian ini menunjukan bahwa asset growth, dan size

berpengaruh signifikan dan negatif, sedangkan cash ratio dan return on asset

mempunyai pengaruh yang signifikan dan positif pada dividend payout ratio.

Nirwanasari (2007) melakukan penelitian pada perusahaan go public yg

terdaftar di Bursa Efek Jakarta mengenai pengaruh variabel rasio Keuangan pada

Dividen Payout Ratio (DPR). Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa variabel

return on investment, earnings per share, current ratio, dan quick ratio tidak

berpengaruh signifikan positif pada dividend payout ratio, sedangkan debt to

equity ratio berpengaruh signifikan dan negatif terhadap dividend payout ratio.

Pebriana (2009) melakukan penelitian terhadap pengaruh rasio keuangan,

dimana variabel independen yang digunakan adalah earning per share, current

ratio, net profit margin, total asset turn over, return on equity, return on

investment, debt ratio, dan debt to equity ratio. Variabel yang berpengaruh

18

signifikan secara parsial pada dividend payout ratio adalah earning per share dan

total asset turn over.

Penelitian yang dilakukan oleh Nasrul (2004) yang menganalisis

hubungan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi dividend payout ratio pada

perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia periode 1999-2001. Hasil

penelitian ini menyatakan bahwa ada pengaruh positif dan signifikan secara

serempak antara current ratio, debt to equity ratio, net profit margin, dan return

on investment terhadap dividend payout ratio. Current Ratio (CR) dan Return On

Investment (ROI) yang mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap dividend

payout ratio secara parsial.

Penelitian yang dilakukan oleh Suharli (2006) untuk menguji hubungan

antar variabel profitabilitas, leverage, harga saham, serta dividen tunai. Hasil dari

penelitian ini menunjukan bahwa profitabilitas dan harga saham memiliki

pengaruh signifikan dan berhubungan searah dengan jumlah dividen yang

dibayarkan, sedangkan leverage perusahaan tidak mempengaruhi besarnya jumlah

dividen yang dibayarkan.

Penelitian yang dilakukan oleh Sunarto (2004) yang menganalisis

hubungan kepemilikan manajerial, Investment Opportunity Set (IOS), Return On

Asset (ROA), dan Debt to Equity Ratio (DER) pada Dividend Payout Ratio

(DPR). Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa kepemilikan manajerial dan

Return On Asset tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap Dividend Payout

Ratio, sedangkan Debt to Equity Ratio berpengaruh signifikan negatif pada

19

Dividend Payout Ratio. Investment Opportunity Set memiliki pengaruh yang

signifikan positif pada Dividend Payout Ratio.

Puspita (2009) melakukan penelitian terhadap faktor – faktor yang

mempengaruhi kebijakan dividend payout ratio. Adapun variabel-variabelnya

adalah cash ratio, growth, firm size, return on asset, debt to total asset, dan debt

to equity ratio pada dividend payout ratio, dengan mengambil 26 sampel

perusahaan dari 392 perusahaan yang terdaftar di BEI periode 2005 – 2007. Hasil

penelitian ini menunjukan bahwa cash ratio, firm size, dan return on asset

berpengaruh signifikan positif pada dividend payout ratio sedangkan growth

berpengaruh signifikan negatif terhadap dividend payout ratio, variabel lain yaitu

debt to total asset dan debt to equity ratio tidak berpengaruh signifikan pada

dividend payout ratio.

Wahyudi dan Baidori (2008) melakukan penelitian tentang pengaruh

insider ownership, collateralizable assets, growth in net assets, dan likuiditas

terhadap Kebijakan Dividen. Hasil penelitian menunjukan bahwa insider

ownership memiliki pengaruh tidak signifikan terhadap dividend payout ratio,

sedangkan collateralizable, dan likuiditas berpengaruh signifikan positif terhadap

dividend payout ratio, dan growth in net assets berpengaruh signifikan negatif

terhadap dividend payout ratio.

2.3 Hipotesis Penelitian

2.3.1 Pengaruh Net Profit Margin pada Devidend Payout Ratio

Net Profit Margin merupakan rasio yang memberi gambaran tentang laba

untuk para pemegang saham sebagai prosentase dari penjualan (Brigham dan

20

Houston, 2001:89). Net Profit Margin menunjukkan kemampuan perusahaan

dalam menghasilkan laba bersih pada tingkat penjualan, rasio ini menunjukkan

tingkat efisiensi perusahaan dalam menekan biaya operasi pada periode tertentu.

Maladjian dan El Khoury (2014) dalam penelitiannya

menggunakan net profit margin sebagai proksi dari profitabilitas

menyatakan bahwa profitabilitas berpengaruh negatif pada dividend

payout ratio. Penelitian Chang dan Rhee (2010) menggunakan net

profit margin dan return on assets menyatatakan bahwa kedua

variabel yang mewakili profitabilitas memiliki pengaruh positif

dan signifikan pada dividend payout ratio. Hasil penelitian yang

dilakukan oleh Nasrul (2004) menyatakan net profit margin memiliki pengaruh

terhadap dividend payout ratio. Hasil penelitian Gill et.al (2010)

menunjukkan variabel net profit margin berpengaruh pada dividend

payout ratio. Ini juga didukung oleh Hadiwidjaja dan Triani (2009) yang juga

melakukan penelitian terhadap perusahaan manufaktur menyatakan bahwa net

profit margin berpengaruh positif terhadap dividend payout ratio.

Berdasarkan temuan tersebut maka hipotesis dua dinyatakan sebagai

berikut:

H1: Net Profit Margin berpengaruh terhadap Devidend Payout Ratio

2.3.2 Pengaruh Current Ratio pada Deviden Payout Ratio

Current Ratio juga merupakan salah satu ukuran rasio likuiditas (liquidity

ratios) yang dihitung dengan membagi aktiva lancar (current assets) dengan

21

hutang/kewajiban (current liability). Semakin besar current ratio menunjukkan

semakin tinggi kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka

pendeknya (termasuk di dalamnya kewajiban membayar dividen kas yang

terutang).

Penelitian yang dilakukan Ahmed (2015) mendapatkan hasil variabel

likuiditas yang diproksikan oleh current ratio berpengaruh negatif dan signifikan

pada dividend payout ratio. Maladjian & El Khoury (2014) dalam hasil

penelitiannya menyatakan nahwa likuiditas berpengaruh negatif pada dividend

payout ratio. Hasil penelitian Wibisono (2010) menyatakan bahwa current ratio

memiliki pengaruh negatif terhadap dividend payout ratio, artinya jika current

ratio meningkat maka dividend payout ratio akan menurun. Selain itu menurut

penelitian yang dilakukan oleh Wirawati dan Mahaputra (2014), juga

menunjukkan likuiditas dengan proksi current ratio memiliki pengaruh negatif

terhadap dividend payout ratio. Karena jika posisis likuiditas perusahaan kuat

maka kemampuan perusahaan membayar dividen adalah besar, mengingat bahwa

dividen merupakan arus kas keluar bagi perusahaan.

Berdasarkan temuan tersebut maka hipotesis dua dinyatakan sebagai

berikut:

H2 : Current Ratio berpengaruh terhadap Devidend Payout Ratio

2.3.3 Pengaruh Debt to Equity Ratio pada Deviden Payout ratio

Peningkatan hutang akan mempengaruhi besar kecilnya laba bersih yang

tersedia bagi para pemegang saham termasuk dividen yang akan diterima

(Sutrisno, 2001) mengungkapkan Debt to Equity Ratio (DER) mencerminkan

22

kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajibanya, yang ditunjukkan

oleh berapa bagian modal sendiri yang digunakan untuk membayar hutang. Oleh

karena itu semakin rendah Debt to Equity Ratio akan semakin tinggi kemampuan

perusahaan untuk membayar seluruh kewajibannya. Semakin besar proporsi

hutang yang digunakan untuk struktur modal suatu perusahaan, maka akan

semakin besar pula jumlah kewajibannya. Peningkatan hutang pada gilirannya

akan mempengaruhi besar kecilnya laba bersih yang tersedia bagi para pemegang

saham termasuk dividend yang akan diterima, karena kewajiban tersebut lebih

diprioritaskan daripada pembagian dividend.

Prihantoro (2003) mengungkapkan semakin tinggi tingkat DER, berarti

komposisi hutang juga semakin tinggi, sehingga akan berakibat pada semakin

rendahnya kemampuan perusahaan untuk membayarkan dividen kepada

pemegang saham, sehingga rasio pembayaran dividen semakin rendah.

Hasil penelitian yang dilakukan Gill et.al (2010)

menunjukkan variabel debt to equity ratio berpengaruh pada

dividend payout ratio. John and Muthusamy (2010) dalam hasil

penelitiannya menyatakan variabel leverage berpengaruh negatif dan signifikan

pada dividend payout ratio. Didukung oleh penelitian yg dilakukan oleh Sunarto

(2004) yang menyimpulkan debt to equity ratio berpengaruh negatif dan

signifikan terhadap dividend payout ratio dan penelitian Nirwanasari (2007) yang

menyatakan Debt to Equity Ratio berpengaruh signifikan dan negatif terhadap

dividend payout ratio.

23

Berdasarkan temuan tersebut maka hipotesis tiga dinyatakan sebagai

berikut:

H3: Debt to Equity Ratio berpengaruh terhadap Devidend Payout Ratio