bab ii kajian pustaka a. tinjuan penelitian terdahulueprints.umm.ac.id/47215/3/bab ii.pdf ·...
TRANSCRIPT
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Tinjuan Penelitian Terdahulu
Reni dan Dheane (2015) meneliti tentang Pengaruh Gender, Pengalaman
Auditor, Kompleksitas Tugas, Tekanan Ketaatan, Kemampuan Kerja Dan
Pengetahuan Auditor Terhadap Audit Judgement. Hasil dari penelitian tersebut dapat
disimpulkan bahwa ada pengaruh positif dan signifikan antara pengalaman auditor
terhadap audit judgement. Hal ini dapat diartikan, jika pengalaman auditor
meningkat, maka audit judgement akan mengalami peningkatan. Banyaknya
pengalaman dalam bidang audit dapat membantu auditor dalam menyelesaikan tugas
yang cenderung memiliki pola yang sama.
Sem Paulus Silalahi (2013)meneliti tentang Pengaruh Etika, Kompetensi,
Pengalaman Audit Dan Situasi Audit Terhadap Skeptisme Profesional Auditor. Hasil
penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan Yurniwati (2004). Penelitian
tersebut menunjukkan bahwa faktor-faktor kecondongan etika berpengaruh terhadap
skeptisisme profesional auditor. Akuntan secara terus-menerus akan berhadapan
dengan dilemma etika yang melibatkan pilihan antara nilai-nilai yang bertentangan
terhadap prinsip etika auditor. Maka dengan pertimbangan profesional auditor maka
sikap skeptisisme sangat penting dalam memegang teguh prinsip etika. Dengan
10
demikian dapat disimpulkan bahwa hasil pengujian ini mendukung hipotesis pertama
yaitu etika berpengaruh signifikan terhadap skeptisisme profesional auditor.
Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan Yuhendola (2005).
Penelitian tersebut menunjukkan bahwa pengalaman mempunyai pengaruh yang
signifikansi terhadap skeptisisme profesional auditor. Auditor yang berpengalaman
memiliki tingkat selektifitas yang lebih tinggi terhadap informasi yang relevan,
sehingga mempengaruhi seorang auditor untuk memiliki sikap skeptisisme
profesional auditor. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil pengujian ini
mendukung hipotesis pertama yaitu pengalaman berpengaruh signifikan terhadap
skeptisisme profesional auditor.
Ida Suraida (2005) meneliti tentang Pengaruh Etika, Kompetensi, Pengalaman
Audit Dan Risiko Audit Terhadap Skeptisisme Profesional Auditor Dan Ketepatan
Pemberian Opini Akuntan Publik. Hasil penelitian penulis mendukung hasil
penelitian yang dikembangkan oleh Shaub & Laurence (1996) yang menyatakan
bahwa skeptisisme profesional auditor adalah fungsi dari 1) tingkat risiko; 2)
Kecondongan etika; 3) DIT Score ; 4) pengalaman audit; dan 5) sertifikat akuntan
publik. Perbedaannya, penulis menggunakan sub-sub variabel yang berbeda dan
penelitian dilanjutkan dengan meneliti sampai sejauh mana pengaruhnya terhadap
variabel ketepatan pemberian opini akuntan.
11
Magfirah dan Ali (2008) meneliti tentang hubungan etika profesi, keahlian,
pengalaman, dan situasi audit dengan ketepatan pemberian opini dalam audit laporan
keuangan melalui pertimbangan materialitas dan skeptisisme profesional
auditor,mendapatkan hasil Skeptisisme profesional auditor dan situasi audit
berhubungan positif dengan ketepatan pemberian opini auditor oleh akuntan publik
dan Etika, pengalaman, serta keahlian audit berhubungan negatif dengan
ketepatan pemberian opini auditor oleh akuntan publik.
B. Tinjuan Pustaka
1. Audit
Audit adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk secara kritis dan sistematis
oleh pihak yang independen, laporan keuangan yang disusun oleh manajemen dan
catatan akuntansi dan bukti pendukung, dalam rangka memberikan pendapat atas
kewajaran laporan keuangan menurut (Sukrisno Agoes , 2014).
Jenis-jenis Auditor :
Menurut Mulyadi (2014: 28) tipe-tipe auditor, adalah sebagai berikut:
1. Auditor Independen
Auditor independen adalah auditor profesional yang menyediakan jasanya
kepada masyarakat umum, terutama dalam bidang audit atas laporan keuangan yang
dibuat kliennya. Audit tersebut terutama ditujukan untuk para pemakai informasi
12
keuangan, seperti: kreditur, investor, calon kreditur, calon investor, dan instansi
pemerintah.
2. Auditor Pemerintah
Auditor pemerintah adalah auditor profesional yang bekerja di instansi
pemerintah yang tugas pokoknya melakukan audit atas pusat pertanggung jawaban
keuangan yang ditujukan kepada pemerintah. Meskipun terdapat banyak auditor yang
bekerja di instansi pemerintah, namun umunya yang disebut auditor pemerintah
adalah auditor yang bekerja di Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
(BPKP) dan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK), serta instansi pajak.
3. Auditor Intern
Auditor intern adalah auditor yang bekerja dalam perusahaan (perusahaan
Negara maupun swasta) yang tugas pokoknya adalah menentukan apakah kebijakan
dan prosedur yang ditetapkan oleh manajemen puncak telah dipatuhi, menentukan
baik atau tidaknya penjagaan terhadap kekayaan organisasi, menentukan efesiensi
dan efektivitas prosedur kegiatan organisasi, serta menentukan keandalan informasi
yang dihasilkan oleh berbagai bagian organisasi. Umumnya pemakai jasa auditor
intern adalah Dewan Komisaris atau Direktur Utama Perusahaan.
Jenis-jenis Audit:
13
Setiap pemeriksaan dimulai dengan penetapan tujuan dan penentuan jenis
pemeriksaan yang akan dilaksanakan serta standar yang harus diikuti oleh pemeriksa.
Jenis audit yang dilaksanakan yang tercantum dalam SPKN BPK RI (2017: 9), atau
lingkup pemeriksaan BPK RI (UU RI No. 15 Tahun 2004 pasal 4) adalah sebagai
berikut:
1. Pemeriksaan Keuangan
Pemeriksaan keuangan adalah pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah
pusat dan pemerintah daerah yang bertujuan untuk memberikan keyakinan yang
memadai (reasonable assurance) apakah laporan keuangan telah disajikan secara
wajar, dalam semua hal yang material sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku
umum di Indonesia atau basis akuntansi komprehensif selain prinsip akuntansi yang
berlaku umum di Indonesia.
2. Pemeriksaan kinerja
Pemeriksaan Kinerja adalah pemeriksaan atas aspek ekonomi dan efisiensi serta
pemeriksaan atas aspek efektivitas yang lazim dilakukan bagi kepentingan
manajemen oleh aparat pengawasan intern pemerintah.Dalam melakukan
pemeriksaan kinerja, pemeriksa juga menguji kepatuhan terhadap ketentuan peraturan
perundang- undangan serta pengendalian intern. Pemeriksaan kinerja dilakukan
secara obyektif dan sistematik terhadap berbagai macam bukti, untuk dapat
melakukan penilaian secara independen atas kinerja entitas atau program/kegiatan
14
yang diperiksa. Contoh tujuan pemeriksaan atas hasil dan efektivitas program serta
pemeriksaan atas ekonomi dan efisiensi adalah penilaian atas:
Sejauh mana tujuan peraturan perundang-undangan dan organisasi dapat dicapai.
Kemungkinan alternatif lain yang dapat meningkatkan kinerja program atau
menghilangkan faktor-faktor yang menghambat efektivitas program.
Perbandingan antara biaya dan manfaat atau efektivitas biaya atau program.
Sejauhmana suatu program mencapai hasil yang diharapkan atau menimbulkan
dampak yang tidak diharapkan.
Sejauhmana program berduplikasi, bertumpang tindih, atau bertentangan dengan
program lain yang sejenis.
Sejauhmana entitas yang diperiksa telah mengikuti ketentuan pengadaan yang
sehat.
Validitas dan keandalan ukuran-ukuran hasil dan efektivitas program,atau
ekonomi dan efisiensi.
Keandalan, validitas, dan relevansi informasi keuangan yang berkaitan dengan
kinerja suatu program.
3. Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT)
Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) adalah pemeriksaan yang
bertujuan untuk memberiksan simpulan atas suatu hal yang diperiksa. Pemeriksaan
dengan tujuan tertentu dapat bersifat: eksaminasi (examination), reviu (review), atau
prosedur yang disepakati (agreed upon-procedure). Pemeriksaan dengan tujuan
15
tertentu meliputi antara lain pemeriksaan atas hal-hal lain di bidang keuangan,
pemeriksaan investigatif, dan pemeriksaan atas sistem pengendalian intern.
2. Standar Auditing
Standar auditing adalah standar/aturan/kriteria yang ditetapkan dan disahkan
oleh Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI), meliputi 3 bagian yaitu standar umum,
standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan beserta interpretasinya.Standar
auditing merupakan pedoman audit atas laporan keuangan historis. Standar auditing
terdiri dari 10 standar yang dirinci dalam bentuk Pernyataan Standar Auditing (PSA).
PSA memberikan penjelasan lebih lanjut masing-masing standar yang tercantum
dalam standar auditing.
Di negara lain contohnya Amerika Serikat standar ini dikeluarkan oleh the
American Institute of Certified Public Accountants (AICPA) dan standar auditnya
bernama Generally Acceptef Auditing Standards (GAAS). Standar auditing terbagi
menjadi 3 bagian diantaranya Standar Umum, Standar Pekerjaan Lapangan dan
Standar Pelaporan.
Standar Umum (General Standards)
1. Competence, audit harus dilaksanakan oleh seseorang atau lebih yang memiliki
keahlian dan pelatihan teknis cukup sebagai auditor.
16
2. Independence, dalam semua hal yang berhubungan dengan penugasan,
independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor.
3. Due Professional Care, dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya,
auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalisnya dalam cermat dan seksama.
Standar Pekerjaan Lapangan (Standards of Field Work)
4. Adequate Planning and Proper Supervision, pekerjaan harus direncanakan sebaik-
baiknya dan jika digunakan , asisten harus disupervisi dengan semestinya.
5. Understanding the Entity, Environment, and Internal Control, pemahaman yang
memadai atas struktur pengendalian intern harus diperoleh untk merencanakan audit
dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang harus dilakukan.
6. Sufficient Competent Audit Evidence, bukti audit kompeten yang cukup harus
diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, pengajuan pertanyaan dan konfirmasi
sebagai dasar yang memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang
diaudit.
Standar Pelaporan (Standards of Reporting)
7. Financial Statements Presented in Accordance with GAAP, laporan audit harus
menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dengan prinsip akuntansi
yang berlaku umum.
17
8. Consistency in the Application of GAAP, laporan audit harus menunjukkkan
keadaan yang didalamnya prinsip akuntansi tidak secara konsisten diterapkan dalam
penyusunan laporan keuangan periode berjalan dalam hubungannya dengan prinsip
akuntansi yang diterapkan dalam periode sebelumnya.
9. Adequacy of Informative Disclosures, pengungkapan informative dalam laporan
keuangan harus dipandang memadai kecuali dinyatakan lain dalam laporan audit.
10. Expression of Opinion, laporan audit harus memuat suatu pendapat mengenai
laporan keuangan secara menyeluruh atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian
tidak dapat diterima.
3.Aturan Jasa Akuntan Publik
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Tentang Penggunaan Jasa Akuntan
Publik Dan Kantor Akuntan Publik Dalam Kegiatan Jasa Keuangan,pada pasal
1,yaitu:
1.Pihak yang Melaksanakan Kegiatan Jasa Keuangan adalah pihak yang
melaksanakan kegiatan jasa keuangan disektor Perbankan, Pasar Modal,
dan/atauIndustri Keuangan Non-Bank yang diatur dan diawasi.
2.Akuntan Publik yang selanjutnya disingkat AP adalah seseorang yang telah
memperoleh izin untuk memberikan jasa sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang mengenai Akuntan Publik.
18
3.Kantor Akuntan Publik yang selanjutnya disingkat KAP adalah badan usaha
yang didirikan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan
mendapatkan izin usaha sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai
Akuntan Publik.
4.Komite Audit adalah suatu komite yang dibentuk oleh dan bertanggung jawab
kepada dewan komisaris dalam membantu melaksanakan tugas dan fungsi dewan
komisaris.
5.Asosiasi Profesi Akuntan Publik adalah organisasi profesi Akuntan
Publik yang bersifat nasional sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang mengenai Akuntan Publik.
6.Rekan adalah sekutu pada Kantor Akuntan Publik yang berbentuk usaha
persekutuan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai Akuntan
Publik
7. Pendidikan Profesional Berkelanjutan yang selanjutnya disebut PPL adalah
suatu pendidikan dan/atau pelatihan profesi bagi Akuntan Publikyang bersifat
berkelanjutan dan bertujuan untuk menjaga kompetensi sebagaimana dimaksud
dalam ketentuan peraturan perundang-Undangan mengenai praktik akuntan publik.
8.Periode Audit adalah periode yang mencakup periode laporan keuangan yang
menjadi obyek audit, reviu atau asurans lainnya.
19
9. Periode Penugasan Profesional adalah periode penugasan untuk
melakukan pekerjaan asurans termasuk menyiapkan laporan kepada Otoritas
Jasa Keuangan, yang dimulai sejak pekerjaan lapangan atau penandatanganan
penugasan,mana yang lebih dahulu dan berakhir pada saat tanggal laporan
Akuntan Publik atau pemberitahuan tertulis oleh Akuntan Publikatau Kantor
Akuntan Publik atau klien kepada Otoritas Jasa Keuangan bahwa penugasan
telah selesai, mana yang lebih dahulu.
10. Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang
keuangan.
4. Skeptisisme Profesional Auditor
Skeptisisme profesional auditor adalah sikap yang mencakup pikiran
yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara skeptis
terhadap bukti audit.Auditor menggunakan pengetahuan, keterampilan, dan
kemampuan yang dituntut oleh profesi akuntan publik untuk melaksanakan
tugasnya dengan cermat dan seksama (Gusti dan Ali, 2008). Skeptisisme
profesional yang dimaksud disini adalah sikap skeptis yang dimiliki seorang
auditor yang selalu mempertanyakan dan meragukan bukti audit. Dapat diartikan
bahwa skeptisisme profesional menjadi salah satu faktor dalam menentukan
kemahiran profesional seorang auditor. Kemahiran profesional akan sangat
memengaruhi ketepatan pemberian opini oleh seorang auditor. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa semakin tinggi tingkat skeptisisime seorang auditor dalam
20
melakukan audit, maka diduga akan berpengaruh pada ketepatan pemberian opini
auditor tersebut.
Hurtt (2010) mendefinisikan skeptisisme profesional sebagai karakteristik
individu yang multidimensional dengan adanya sikap yang selalu mempertanyakan
dan menilai bukti audit secara kritis. Sebagai karakteristik yang individual,
skeptisisme profesional dapat berbentuk sifat (yang relatif stabil, aspek yang tahan
lama dalam diri individu) dan juga menyatakan keadaan sementara yang dipengaruhi
oleh variabel situasional. Terdapat enam karakteristik yang terkandung dalam
skeptisisme profesional yaitu:
1. Pikiran yang mempertanyakan (questioning mind)
Skeptisisme profesional membutuhkan pertanyaan yang berkelanjutan apakah
informasi dan bukti yang diperoleh menunjukkan bahwa salah saji material karena
kecurangan telah terjadi.
2. Penundaan keputusan (suspension of judgement)
Menahan keputusan sampai mendapatkan bukti yang cukup memadai yang
menjadi dasar pembuatan kesimpulan.
3. Pencarian pengetahuan (search for knowledge)
Berbeda dengan karakteristik questioning mind yang bertanya-tanya karena
keraguan, pencarian pengetahuan lebih dari rasa pengetahuan umum atau
kepentingan.
4. Pemahaman interpersonal (interpersonal understanding)
21
Aspek penting dari mengevaluasi bukti audit adalah pemahaman interpersonal,
yang berkaitan dengan memahami motivasi dan integritas individu yang memberikan
bukti.
5. Keteguhan hati (Autonomy)
Ketika auditor memutuskan tingkat bukti yang diperlukan untuk menerima
hipotesa tertentu. Skeptisisme auditor berkaitan dengan keteguhan akan kebenaran
klaim dan kurang dipengaruhi keyakinan atau upaya persuasif orang lain.
6. Keyakinan diri (self-esteem)
Keyakinan diri memungkinkan auditor untuk menolak upaya persuasi dan
menentang asumsi atau kesimpulan orang lain.
Tiga karakteristik pertama (questioning mind, suspension of judgement,
search for knowledge) menunjukkan cara auditor memeriksa bukti sebelum membuat
keputusan. Pemahaman interpersonal (interpersonal understanding) mengidentifikasi
kebutuhan audit ketika mengevaluasi bukti. Dua karakteristik terakhir (self-esteem
dan autonomy) membahas kemampuan individu untuk bertindak atas informasi yang
diperoleh.
5. Pemberian Opini Auditor
Ikatan Akuntan Indonesia (2001) menyatakan laporan audit sebagai berikut:
Laporan audit harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan
keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak
22
diberikan, jika pendapat secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan
demikian tidak dapat diberikan, maka alasannya harus dinyatakan dalam semua
hal, dan jika nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, laporan audit
harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan auditor, jika ada, dan
tingkat tanggung jawab auditor bersangkutan.
Dasar Pertimbangan Perumusan Opini
Terdapat 3 (tiga konsep pokok yang menjadi dasar perumusan opini, yaitu
kecukupan bukti audit, salah saji, dan materialitas. Ketiga unsur tersebut dapat
diuraikan sebagai berikut:
1.Kecukupan Bukti Audit
Dalam pelaksanaan tugasnya, auditor wajib mengumpulkan bukti yang kompeten
melalui inspeksi, pengamatan, pengajuan pertanyaan, dan konfirmasi sebagai dasar
untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit. Auditor dapat
menyatakan bahwa ia tidak mampu mengumpulkan bukti atau menyimpulkan tidak
ada bukti lain yang diperoleh selama penugasan karena tiga hal, yaitu:
a. Keadaan di luar kendali entitas, contohnya seperti catatan akuntansi telah disita
oleh aparat pemerintah dalam waktu yang tidak dapat ditentukan (misalnya
kejaksaan atau kepolisian).
23
b. Keadaan terkait sifat dan waktu penugasan, contohnya seperti auditor yang
menentukan bahwa penerapan prosedur substantif saja tidak cukup, tapi
pengendalian entitas tidak efektif.
c. Pembatasan oleh manajemen, contohnya seperti manajemen yang melarang
auditor untuk menghitung persediaan.
2. Salah Saji
Dalam pendahuluan Standar Pemeriksaan dinyatakan bahwa yang menjadi inti
pemeriksaan keuangan adalah soal penilaian mengenai ada tidaknya salah saji
(misstatement) dalam pelaporan keuangan. Berbekal pengertian ini, banyak auditor
keuangan kemudian secara terang-terangan berusaha mengumpulkan kesalahan
perhitungan dan pencatatan akuntansi, yang merupakan bentuk salah saji, dan
temuan-temuan lain yang terkait salah saji dalam laporan keuangan yang tengah
mereka audit.
3.Materialitas
Hal yang ketiga yang perlu dipertimbangkan auditor dalam menyimpulkan
opini atas laporan keungan di samping kecukupan bukti dan salah saji, adalah
materialitas. Metrialitas merupakan konsep sentral dalam audit keuangan karena
menjadi tolok ukur dalam menentukan derajat salah saji yang terjadi dalam pelaporan
keuangan. Sebuah salah saji dapat dikatakan material apabila kesalahan penyajian
tersebut dapat mempengaruhi keputusan yang diambil oleh pengguna laporan.
24
Menurut Standar Profesional Akuntan (PSA 29), opini audit terdiri dari lima jenis
yaitu:
1.Opini Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified Opinion)
Opini jenis ini menyatakan bahwa laporan audit dan keuangan telah menyajikan
data secara wajar. Semua hal yang berhubungan dengan material, posisi keuangan,
hasil usaha, dan arus kas entitas tertentu sudah sesuai dengan prinsip akuntansi yang
diberlakukan di Indonesia. Agar bisa mendapatkan opini seperti ini, pastikan laporan
keuangan Anda sudah memenuhi beberapa kriteria berikut:
Bukti audit yang dibutuhkan telah terkumpul secara lengkap ataupun mencukupi
dan auditor sudah melakukan tugasnya sedemikian rupa, sehingga ia dapat
memastikan kerja lapangan telah ditaati.
Ketiga standar umum telah dipenuhi dan diikuti dalam perikatan kerja.
Laporan keuangan telah disajikan sesuai dengan GAAP (Generally Accepted
Accounting Principles)
Tidak adanya keadaan yang membuat auditor menambahkan paragraf penjelas
atau memodifikasi laporan.
2.Opini Wajar Tanpa Pengecualian dengan Paragraf Penjelasan (Modified
Unqualified Opinion)
25
Opini jenis ini muncul ketika pada suatu keadaan tertentu, auditor harus
menambahkan suatu paragraf penjelasan (atau bahasa penjelasan lain) dalam laporan
auditnya. Auditor akan menyampaikan pendapat ini jika:
Kurang konsistennya suatu entitas dalam menerapkan GAAP
Belum adanya aturan yang jelas sehingga laporan keuangan menyimpang dari
SAK
Di antara dua periode akuntansi terdapat perubahan yang material dalam
penerapan prinsip akuntansi
Data keuangan tertentu yang diharuskan ada oleh BAPEPAM tidak disajikan.
3.Opini Wajar Dengan Pengecualian (Qualified Opinion)
Dalam opini ini, auditor akan memberikan pendapat bahwa secara umum, laporan
audit dan keuangan yang disajikan sudah wajar. Namun, dari semua hal yang
material, terdapat suatu penyimpangan atau kekurangan pada pos tertentu sehingga
harus dikecualikan. Hal tersebut terjadi jika:
Bukti kurang cukup
Adanya pembatasan ruang lingkup
Terdapat penyimpangan dalam penerapan prinsip akuntansi yang berlaku umum
(SAK).
4.Opini Tidak Wajar (Adverse Opinion)
26
Dalam opini tidak wajar, pendapat yang diberikan oleh auditor ketika laporan
keuangan yang diterima secara keseluruhan tidak menyajikan posisi keuangan, hasil
usaha, dan arus kas entitas tertentu secara wajar dan sesuai dengan prinsip akuntansi
yang berlaku secara umum di Indonesia.
5.Opini Tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer of opinion)
Dalam jenis opini ini, auditor merasa bahwa ruang lingkup pemeriksaannya
dibatasi sehingga auditor tidak melaksanakan pemeriksaan sesuai dengan standar
audit yang ditetapkan IAI. Dalam pembuatan laporannya, auditor harus memberi
penjelasan tentang pembatasan ruang lingkup oleh klien yang mengakibatkan auditor
tidak dapat memberikan pendapat.
Tahap-tahap Opini Audit
Sebelum auditor memberikan pendapat (opininya), seseorang auditor harus
melaksanakan tahap-tahap audit. Adapun tahap-tahapnya menurut Arens etal
(2008:132) yaitu sebagai berikut:
1. Perencanaan dan pencanangan pendekatan audit.
2. Pengujian pengendalian dan transaksi.
3. Pelaksanaan prosedur analitis dan pengujian terinci atas saldo.
4. Penyelesaian dan penerbitan laporan audit.
27
6. Etika
Etika adalah studi mengenai tingkah laku manusia, tidak hanya menentukan
kebenaran-kebenarannya sebagaimana adanya, tetapi juga menyelidiki manfaat atau
kebaikan dari seluruh tingkah laku manusia.
Dimensi etika yang sering digunakan dalam penelitian adalah 1) kepribadian
yang terdiri dari locus of control external dan locus of control internal ; 2)
kesadaran etis dan 3) kepedulian pada etika profesi, yaitu kepedulian pada Kode
Etik IAI yang merupakan panduan dan aturan bagi seluruh anggota, baik yang
berpraktek sebagai Akuntan Publik, bekerja dilingkungan usaha pada instansi
pemerintah maupun dilingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan tanggung
jawab profesionalnya. Untuk tujuan itu terdapat empat kebutuhan dasar yang harus
dipenuhi yaitu kredibilitas, profesionalisme, kualitas jasa dan kepercayaan. Prinsip
Etika Profesi dalam Kode Etik IAI adalah sebagai berikut : 1) Tanggung jawab
professional; 2) Kepentingan publik; 3) Integritas; 4) Objektifitas; 5)
Kompetensi dan kehati-hatian profesional; 6) Kerahasiaan; 7) Perilaku
professional; 8) Standar teknis, harus melaksanakan pekerjaan sesuai dengan
standar teknis dan standar profesional yang telah ditetapkan.
Kode Etik menurut IAPI :
Kode Etik ini terdiri dari dua bagian,yaitu:
28
1. Bagian A dari Kode Etik ini menetapkan prinsip dasar etika profesi untuk setiap
Praktisi dan memberikan kerangka konseptual untuk penerapan prinsip tersebut.
Kerangka konseptual tersebut memberikan pedoman terhadap prinsip dasar etika
profesi. Setiap Praktisi wajib menerapkan kerangka konseptual tersebut untuk
mengidentifikasi ancaman (threats) terhadap kepatuhan pada prinsip dasar etika
profesi dan mengevaluasi signifikansi ancaman tersebut. Jika ancaman tersebut
merupakan ancaman selain ancaman yang secara jelas tidak signifikan3, maka
pencegahan (safeguards) yang tepat harus dipertimbangkan dan diterapkan untuk
menghilangkan ancaman tersebut atau menguranginya ke tingkat yang dapat
diterima, sehingga kepatuhan terhadap prinsip dasar etika profesi tetap terjaga.
2. Bagian B dari Kode Etik ini memberikan ilustrasi mengenai penerapan kerangka
konseptual tersebut pada situasi tertentu dan contoh-contoh pencegahan yang
diperlukan untuk mengatasi ancaman terhadap kepatuhan pada prinsip dasar etika
profesi, serta memberikan contoh-contoh situasi ketika pencegahan untuk
mengatasi ancaman tidak tersedia, dan oleh karena itu, setiap kegiatan atau
hubungan yang terjadi sehubungan dengan pelaksanaan pekerjaan oleh Praktisi
yang dapat menimbulkan ancaman terhadap kepatuhan pada prinsip dasar etika
profesi harus dihindari.
Prinsip Dasar etika profesi menurut IAPI yaitu :
Setiap Praktisi wajib mematuhi prinsip dasar etika profesi di bawah ini:
29
1. Prinsip integritas
Setiap Praktisi harus tegas dan jujur dalam menjalin hubungan profesional dan
hubungan bisnis dalam melaksanakan pekerjaannya.
2. Prinsip objektivitas
Setiap Praktisi tidak boleh membiarkan subjektivitas, benturan kepentingan, atau
pengaruh yang tidak layak (undue influence) dari pihak-pihak lain memengaruhi
pertimbangan profesional atau pertimbangan bisnisnya.
3. Prinsip kompetensi serta sikap kecermatan dan kehati-hatian profesional
(professional competence and due care)
Setiap Praktisi wajib memelihara pengetahuan dan keahlian profesionalnya pada
suatu tingkatan yang dipersyaratkan secara berkesinambungan, sehingga klien atau
pemberi kerja dapat menerima jasa profesional yang diberikan secara kompeten
berdasarkan perkembangan terkini dalam praktik, perundang-undangan, dan metode
pelaksanaan pekerjaan. Setiap Praktisi harus bertindak secara profesional dan sesuai
dengan standar profesi dan kode etik profesi yang berlaku dalam memberikan jasa
profesionalnya.
4. Prinsip kerahasiaan
Setiap Praktisi wajib menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh sebagai hasil
dari hubungan profesional dan hubungan bisnisnya, serta tidak boleh mengungkapkan
informasi tersebut kepada pihak ketiga tanpa persetujuan dari klien atau pemberi
kerja, kecuali jika terdapat kewajiban untuk mengungkapkan sesuai dengan ketentuan
30
hukum atau peraturan lainnya yang berlaku. Informasi rahasia yang diperoleh dari
hubungan profesional dan hubungan bisnis tidak boleh digunakan oleh Praktisi untuk
keuntungan pribadinya atau pihak ketiga.
5. Prinsip perilaku professional
Setiap Praktisi wajib mematuhi hukum dan peraturan yang berlaku dan harus
menghindari semua tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.
Kode Etik bertujuan untuk memberikan pedoman yang wajib ditaati oleh
Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK lainnya untuk mewujudkan BPK yang
berintegritas, independen, dan profesional demi kepentingan negara. Kode Etik harus
diwujudkan dalam sikap, ucapan, dan perbuatan Anggota BPK, Pemeriksa, dan
Pelaksana BPK Lainnya selaku Aparatur Negara/Pejabat Negara dalam melaksanakan
pemeriksaan dan dalam kehidupan sehari-hari, baik selaku individu dan anggota
masyarakat, maupun selaku warga Negara. Di dalam kode etik tersebut mengatur
mengenai apa yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan bagi pemeriksa selama
dalam pemeriksaan. Pemeriksa dan Pelaksana BPK Lainnya selaku Aparatur Negara
wajib:
a. Bersikap jujur, tegas, bertanggung jawab, obyektif, dan konsisten dalam
mengemukakan pendapat berdasarkan fakta pemeriksaan.
b. Menjaga kerahasiaan hasil pemeriksaan kepada pihak yang tidak berkepentingan
c. Mampu mengendalikan diri dan bertingkah laku sopan, serta saling mempercayai
untuk mewujudkan kerja sama yang baik dalam pelaksanaan tugas
31
d. Menunjukkan sikap kemandirian dalam melaksanakan tugas
pemeriksaan,menghindari terjadinya benturan kepentingan
e. Menyampaikan hasil pemeriksaan yang mengandung unsur pidana sesuai dengan
prosedur kepada Pimpinan BPK
f. Melaksanakan tugas pemeriksaan secara cermat, teliti, dan akurat sesuai dengan
standar dan pedoman yang telah ditetapkan
g. Memberikan kesempatan kepada pihak yang diperiksa untuk menanggapi temuan
dan kesimpulan pemeriksaan serta mencantumkannya dalam laporan hasil
pemeriksaan;
h. Meningkatkan pengetahuan dan keahliannya, dan
i. Melaksanakan pemeriksaan sesuai dengan standar dan pedoman pemeriksaan.
Apabila anggota BPK melanggar kode etik, jenis hukuman dapat berupa
peringatan tertulis atau pemberhentian dari anggota BPK, dan hukuman atas
pelanggaran Kode Etik bagi Pemeriksa dan Pelaksana BPK lainnya ialah tidak
membebaskan dari tuntutan atas pelanggaran disiplin Pegawai Negeri Sipil.
7. Kompetensi
Kompetensi Standar umum pertama menyebutkan bahwa audit harus
dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis
yang cukup sebagai auditor, sedangkan standar umum ketiga (SA seksi 230 dalam
SPAP, 2011) menyebutkan bahwa dalam pelaksanaan audit dan penyusunan
32
laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalitasnya dengan cermat
dan seksama (due professional care).
Kompetensi adalah keahlian profesional yang dimiliki oleh auditor sebagai hasil
dari pendidikan formal, ujian profesional maupun keikutsertaan dalam pelatihan,
seminar, simposium dan lain-lain seperti :
1. Untuk luar negeri (AS) ujian CPA ( Certified Public Accountant ) dan untuk di
dalam negeri (Indonesia) USAP (Ujian Sertifikat Akuntan Publik)
2. PPB (Pendidikan Profesi Berkelanjutan)
3. Pelatihan-pelatihan intern dan ekstern
4. Keikutsertaan dalam seminar, simposium dan lain-lain.
8. Pengalaman Audit
Pengalaman sebagai salah satu variabel yang banyak digunakan dalam berbagai
penelitian sehubungan dengan judgement yang diambil oleh auditor. Penggunaan
pengalaman didasarkan pada asumsi bahwa tugas yang dilakukan secara berulang-
ulang memberikan peluang untuk belajar melakukannya dengan yang terbaik.
Pengalaman adalah keseluruhan pelajaran yang dipetik oleh seseorang dari peristiwa
peristiwa yang dialami dalam perjalanan hidupnya. Akram, Inapty, Sukriah (2009),
menyatakan bahwa seorang karyawan yang memiliki pengalaman kerja yang tinggi
akan memiliki keunggulan dalam beberapa hal diantaranya: 1) mendeteksi kesalahan,
2) memahami kesalahan, dan 3) mencari penyebab munculnya kesalahan.
33
9. Situasi Audit
Situasi Audit yaitu suatu penugasan ketika audit menghadapi keadaan yang
mengandung resiko audit rendah (regularities) dan keadaan yang mengandung resiko
audit yang besar (irregularities) (Mulyadi, 2014:89).
Dalam situasi audit yang besar kecurangan dapat disembunyikan dengan cara
memalsukan dokumentasi, termasuk pemalsuan tanda tangan (SPAP,2014:SA Seksi
316.8).
Dalam melaksanakan tugasnya auditor seringkali dihadapkan dengan berbagai
macam situasi. Menurut Shaub dan Lawrence dalam Ndaru dan Indarto (2014:18)
contoh Situasi Audit seperti related party transaction, hubungan pertemanan yang
dekat antara auditor dengan klien, klien yang diaudit adalah orang yang memiliki
kekuasaan kuat di suatu perusahaan akan mempengaruhi Skeptisisme Profesional
Auditor dalam memberikan opini yang tepat.
10. Indenpendensi Auditor
Independensi dapat diartikan sebagai kejujuran dalam diri auditor dalam
mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan yang objektif tidak memihak
dalam diri auditor dalam merumuskan dan menyatakan pendapatnya
(Mulyadi,2014).
Indenpendensi menurut (IAPI,2018) :
a.Indenpendensi pemikiran,sikap mental pemikiran yang memungkinkan untuk
menyatakan suatu kesimpulan dengan tidak terpengaruh oleh tekanan yang dapat
34
mengurangi pertimbangan professional,sehingga memungkinkan individu bertindak
secara berintegritas serta menerapkan objektivitas dan skeptisisme professional
b.Independensi dalam penampilan,penghindaran fakta-fakta dan keadan yang sangat
signifikan sehingga pihak ketiga yang rasional dan memiliki informasi yang
cukup,dengan mempertimbangkan semua fakta dan keadaan tertentu menyimpulkan
bahwa integritas,objektifitas atau skeptisisme professional dari suatu kantor atau
personel dari tim audit atau tim asurans telah berkurang.
Auditor dikatakan tidak independen apabila selama periode audit dan selama
periode penugasan profesionalnya,akuntan KAP maupun orang dalam KAP:
1. Mempunyai kepentingan keuangan baik langsung maupun tidak langsung
yang material pada klien.
2. Mempunyai hubungan pekerjaan dengan klien.
3. Mempunyai hubungan usaha secara langsung atau tidak langsung yang
material dengan klien, karyawan kunci klien atau pemegang saham klien.
4. Memberikan jasa-jasa nonaudit tertentu kepada klien.
5. Memberikan jasa atau produk kepada klien dengan dasar fee kontijen atau
komisi.
Jenis-jenis Independensi;
Menurut Sukrisno Agoes (2014: 34), mengemukakan bahwa independensi bagi
external auditor dan internal auditor ada 3 (tiga) jenis, yaitu sebagai berikut:
35
1 Independensi dalam Fakta (Independence in Fact)
Akuntan publik seharusnya independen, sepanjang dalam menjalankan tugasnya
memberikan jasa profesional, bisa menjaga integritas dan selalu menaati kode etik,
profesi akuntan publik dan standar profesional akuntan publik.Artinya auditor harus
mempunyai kejujuran yang tinggi, keterkaitan yang erat dengan objektivitas.
2 Independensi dalam Penanpilan (Independence in Appearance)
Akuntan publik adalah independen karena merupakan pihak di luar perusahaan
sedangkan auditor internal tidak independen karena merupakan pegawai
perusahaan.Artinya pandangan pihak lain terhadap diri auditor sehubungan dengan
pelaksanaan audit.
3 Independensi dalam Pikiran (Independence in Mind)
Misalnya seorang auditor mendapatkan temuan audit yang memiliki indikasi
pelanggaran atau korupsi yang memerlukan audit adjusment yang material.
Kemudian dia berpikir untuk menggunakan audit findings tersebut untuk memeras
auditee. Walaupun baru dipikirkan, belum dilaksanakan, In mind auditor sudah
kehilangan independensinya”.
Saat ini, masalah independensi auditor menjadi semakin penting dalam hal
pemberian jasa audit oleh akuntan publik. Pemerintah sebagai regulator diharapkan
dapat memfasilitasi kepentingan dari semua pihak, baik pihak perusahaan, pihak
akuntan, dan pihak eksternal yang memerlukan laporan keuangan perusahaan. Bentuk
campur tangan pemerintah dalam hal isu independensi adalah dengan membentuk
36
peraturan-peraturan yang mewajibkan adanya rotasi auditor ataupun masa kerja audit
( audit tenure ).
Di Indonesia, peraturan yang mengatur tentang audit tenure adalah Keputusan
Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 359/KMK.06/2003 pasal 2 tentang
“Jasa Akuntan Publik”. Peraturan tersebut merupakan perubahan atas Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 423/KMK.06/2002, yang mengatur bahwa pemberian jasa
audit umum atas laporan keuangan dari suatu enti/tas dapat dilakukan oleh KAP
paling lama untuk 5 (lima) tahun buku berturut-turut dan oleh seorang akuntan publik
paling lama untuk 3 (tiga) tahun buku berturut-turut. Peraturan tersebut kemudian
diperbaharui dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia
Nomor 17/PMK.01/2008 tentang “Jasa Akuntan Publik” pasal 3. Peraturan ini
mengatur tentang pemberian jasa audit umum atas laporan keuangan dari suatu entitas
dilakukan oleh KAP paling lama untuk 6 (enam) tahun buku berturut-turut, dan oleh
seorang akuntan publik paling lama untuk 3 (tiga) tahun buku berturut-turut. Akuntan
publik dan kantor akuntan boleh menerima kembali penugasan setelah satu tahun
buku tidak memberikan jasa audit umum atas laporan keuangan klien yang sama
(pasal 3 ayat 2 dan 3).
Adanya peraturan tersebut menyebabkan perusahaan memiliki keharusan
untuk melakukan pergantian auditor dan KAP mereka setelah jangka waktu tertentu.
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 359/KMK.06/2003 tentang
“Jasa Akuntan Publik” dan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
37
17/PMK.01/2008 tentang “Jasa Akuntan Publik” merupakan dasar yang digunakan
dalam penelitian karena periode waktu penelitian ini adalah tahun 2004-2009. Dalam
penelitian ini tahun 2004 diasumsikan sebagai tahun pertama perusahaan menerapkan
rotasi wajib auditor. Sedangkan pada tahun 2008, Perusahaan dengan masa
penugasan KAP telah mencapai 5 tahun dapat memperpanjang masa penugasan KAP
menjadi 6 tahun karena adanya Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia
Nomor 17/PMK.01/2008 tentang “Jasa Akuntan Publik” pasal 3.
11. Mekanisme atau Tahapan Audit Laporan Keuangan
a. Penerimaan Perikatan Audit
Perikatan merupakan suatu kesepakatan kedua belah pihak. Dalam hal audit
maka kedua belah pihak ini adalah pihak auditor dan perusahaan yang biasanya
diwakili oleh manajemen. Sebelum melaksanakan audit, maka harus ada sebuah
kesepakatan yang harus dibuat dan disetujui bersama. Manajemen atau klien
menyerahkan audit laporan keuangan kepada auditor dan auditor menyanggupi audit
laporan keuangan sesuai dengan kompetensinya. Bentuk perikatan ini dalam bentuk
surat perikatan audit.
Tahap pertama dalam mengaudit suatu laporan keuangan adalah memutuskan
apakah akan menolak atau menerima pekerjaan audit tersebut. Namun, untuk
memutuskannya auditor juga mempertimbangkan hal-hal seperti integritas
manajemen, mengidentifikasi risiko, menilai independensi, menentukan kompetensi
dan kemampuan profesionalnya. Jadi dalam menentukan untuk menerima audit atau
38
tidak memerlukan pertimbangan yang banyak bukan semata-mata mendapatkan klien
saja.
b. Perencanaan Proses Audit
Tahap selanjutnya yaitu merencanakan proses audit. Untuk membuat
perencanaan audit, seorang auditor harus melakukan beberapa kegiatan seperti
memahami bisnis dan industri klien, melakukan prosedur analitik, menentukan
materialitas, menetapkan risiko audit dan risiko bawaan, memahami struktur
pengendalian intern dan menetapkan risiko pengendalian, mengembangkan rencana
audit dan program audit. Nanti pada prakteknya tidaklah sesingkat hal tersebut. Dari
setiap kegiatan yang dilakukan dalam perencanaan proses audit tersebut memiliki hal
atau bagian lain yang harus dikerjakan lagi. Sehingga rencana audit laporan keuangan
pun dibuat dengan benar dan tepat.
c. Pelaksanaan Pengujian Audit
Setelah membuat perencanaan audit maka saatnya melaksanakan pengujian
audit. Pada tahap ini, auditor akan melakukan pengujian analitik, pengujian
pengendalian dan pengujian substantif. Singkatnya pengujian analitik dilakukan
auditor dengan mempelajari data-data dan informasi bisnis klien dan membandingkan
dengan data dan informasi lain. Pengujian pengendalian merupakan prosedur audit
untuk melakukan verifikasi efektivitas pengendalian internal klien. Sementara
39
pengujian substantif merupakan prosedur audit untuk menemukan kesalahan yang
langsung memberikan pengaruh pada laporan keuangan.
d. Pelaporan Audit
Tahap terakhir yaitu pelaporan audit. Laporan audit adalah hasil dari
pekerjaan audit yang telah dikerjakan. Laporan ini merupakan bentuk komunikasi
auditor dengan pihak lainnya. Laporan audit tidak boleh dibuat secara sembarangan.
Di dalam laporan audit harus mencakup jenis atau jasa yang diberikan, objek yang
diaudit, lingkup audit, tujuan audit, hasil audit dan rekomendasi yang diberikan jika
ada kekurangan, dan informasi lainnya. Laporan audit merupakan tanggung jawab
audit yang besar sehingga untuk memutuskan dan membuat laporan ini harus hati-
hati. Jika tidak maka nama kantor akuntan publik biasanya akan tercemar dan akan
ada hukuman dari pihak berwajib.
Demikian ulasan mengenai audit mulai dari pengertian, tujuan dan tahapan
audit laporan keuangan. Agar laporan keuangan perusahaan Anda mendapatkan
penilaian atau opini yang baik, maka salah satu hal yang harus Anda lakukan adalah
mengelola keuangan perusahaan dengan baik. Untuk memudahkan Anda melakukan
pengelolaan keuangan, Anda dapat menggunakan bantuan Jurnal sebagai software
akuntansi online yang memberikan kemudahan dalam pengelolaan keuangan,
khusunya membuat laporan keuangan secara lengkap. Dengan Jurnal, Anda juga
40
dapat melihat dan memonitor kondisi keuangan perusahaan kapan dan di mana saja
dengan mudah.