bab ii kajian pustaka 2.1 mangrove avicennia...

16
11 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Mangrove Avicennia marina Hutan mangrove merupakan sumberdaya terbarukan (renewable resources) yang mempunyai keanekaragaman hayati (flora dan fauna) yang cukup tinggi. Diantara berbagai jenis tumbuhan tersebut, jenis pohon api-api (Avicennia marina) yang merupakan jenis mangrove sejati dan pionir, berperan penting dalam menghasilkan berbagai jenis produk (kayu dan hasil hutan non kayu) yang menunjang ketahanan pangan dan obat-obat tradisional bagi masyarakat pesisir serta menjaga keutuhan ekosistem mangrove (Wibowo dkk 2009). Kalsifikasi Avicennia marina, menurut (Linnaeus, 1759) Kingdom : Plantae Divisi : Magnoliophyta Class : Magnoliopsida Ordo : Lamiales Family : Acanthaceae Genus : Avicennia Spesies : Avicennia marina Pohon api-api (Avicennia marina) (Gambar 2) telah dimasukkan dalam suku tersendiri yaitu Avicenniaceae, setelah sebelumnya dimasukkan dalam suku Verbenaceae, karena Avicennia memiliki perbedaan mendasar dalam bentuk organ reproduksi dan cara berkembang biak dengan anggota suku Verbenaceae lainnya. (Tomlinson, 1996 dalam Trianto dkk dkk 2004). Pohon api-api (Avicennia marina) memiliki akar napas (peneumatofora) yang merupakan akar percabangan yang tumbuh dengan jarak teratur secara vertikal dari akar horizontal yang terbenam di dalam tanah. Reproduksinya bersifat kriptovivipar, yaitu biji tumbuh keluar dari kulit biji saat masih menggantung pada tanaman induk, tetapi tidak tumbuh keluar menembus buah sebelum biji jatuh ke tanah. Buah berbentuk seperti mangga, ujung buah tumpul dan panjang 1 cm, daun berbentuk ellips dengan ujung tumpul dan panjang daun sekitar 7 cm, lebar daun 3-4 cm, permukaan atas daun berwarna hijau mengkilat dan permukaan bawah berwarna hijau abu-abu dan suram.

Upload: hakien

Post on 19-May-2018

232 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Mangrove Avicennia marinamedia.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090048_2… ·  · 2013-07-23KAJIAN PUSTAKA 2.1 Mangrove ... mudah larut dalam air pada

11

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Mangrove Avicennia marina

Hutan mangrove merupakan sumberdaya terbarukan (renewable

resources) yang mempunyai keanekaragaman hayati (flora dan fauna) yang cukup

tinggi. Diantara berbagai jenis tumbuhan tersebut, jenis pohon api-api (Avicennia

marina) yang merupakan jenis mangrove sejati dan pionir, berperan penting

dalam menghasilkan berbagai jenis produk (kayu dan hasil hutan non kayu) yang

menunjang ketahanan pangan dan obat-obat tradisional bagi masyarakat pesisir

serta menjaga keutuhan ekosistem mangrove (Wibowo dkk 2009).

Kalsifikasi Avicennia marina, menurut (Linnaeus, 1759)

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Class : Magnoliopsida

Ordo : Lamiales

Family : Acanthaceae

Genus : Avicennia

Spesies : Avicennia marina

Pohon api-api (Avicennia marina) (Gambar 2) telah dimasukkan dalam

suku tersendiri yaitu Avicenniaceae, setelah sebelumnya dimasukkan dalam suku

Verbenaceae, karena Avicennia memiliki perbedaan mendasar dalam bentuk

organ reproduksi dan cara berkembang biak dengan anggota suku Verbenaceae

lainnya. (Tomlinson, 1996 dalam Trianto dkk dkk 2004). Pohon api-api

(Avicennia marina) memiliki akar napas (peneumatofora) yang merupakan akar

percabangan yang tumbuh dengan jarak teratur secara vertikal dari akar horizontal

yang terbenam di dalam tanah. Reproduksinya bersifat kriptovivipar, yaitu biji

tumbuh keluar dari kulit biji saat masih menggantung pada tanaman induk, tetapi

tidak tumbuh keluar menembus buah sebelum biji jatuh ke tanah. Buah berbentuk

seperti mangga, ujung buah tumpul dan panjang 1 cm, daun berbentuk ellips

dengan ujung tumpul dan panjang daun sekitar 7 cm, lebar daun 3-4 cm,

permukaan atas daun berwarna hijau mengkilat dan permukaan bawah berwarna

hijau abu-abu dan suram.

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Mangrove Avicennia marinamedia.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090048_2… ·  · 2013-07-23KAJIAN PUSTAKA 2.1 Mangrove ... mudah larut dalam air pada

12

Gambar 2. Avicennia marina Sumber : Dokumentasi Pribadi

Beberapa penelitian dimasa lalu telah melaporkan adanya aktivitas

antiinflamasi, antioksidan, antibakteri, dan antivirus dari ekstrak berbagai spesies

mangrove (Withanawasam 2002 dalam Wibowo dkk 2009). Jenis Avicennia

marina, dilaporkan digunakan untuk mengobati sakit rematik, cacar, borok,

hepatitis, lepra, dan antitumor (Bandarayanake 1995 dalam Wibowo dkk 2009).

2.2 Potensi Antibiotik dari Mangrove Avicennia marina

Menurut Boer dan Zahran (1993) dalam Trianto dkk (2004), zat antibiotik

dapat menghambat bahkan membunuh mikroorganisme patogen, tetapi pemakaian

antibiotik ternyata menimbulkan masalah baru karena sifatnya yang tidak ramah

lingkungan. Zat-zat antibiotik tersebut dapat meningkatkan resistensi hama yang

ingin ditanggulangi sehingga semakin tidak mempan atau dosis yang digunakan

akan terus meningkat.

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Mangrove Avicennia marinamedia.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090048_2… ·  · 2013-07-23KAJIAN PUSTAKA 2.1 Mangrove ... mudah larut dalam air pada

13

Tumbuhan mangrove di Indonesia merupakan yang terbanyak di dunia,

baik dari segi kuantitas area (± 42.550 Km2) maupun jumlah spesies (± 45

spesies) (Spalding et al, 2001 dalam Purnobasuki 2004). Sebagian besar dari

tumbuhan mangrove digunakan sebagai bahan obat. Ekstrak dan bahan mentah

dari tumbuhan mangrove telah digunakan oleh masyarakat pesisir untuk keperluan

pengobatan alamiah.

Tumbuhan mangrove Avicennia marina mengandung senyawa seperti

alkaloid, flavonoid, fenol, terpenoid, steroid dan saponin (Tabel 1). Golongan

senyawa ini merupakan bahan obat-obatan modern (Eryanti 1999). Akan

dilakukan pengujian produksi antibiotik dari ekstrak ini terhadap bakteri Vibrio

marina dan diharapkan antibiotik yang dihasilkan dapat digunakan dalam

menanggulangi penyakit kunang-kunang dan vibriosis pada ikan dan udang yang

bernilai ekonomis pada usaha-usaha budidaya.

Tabel 1. Kandungan Fitokimia dalam Mangrove Avicennia marina

Sumber : Wibowo dkk 2009

Senyawa kimia dari tumbuhan yang berperan sebagai antimikrobial yaitu

dari golongan alkaloid, fenolik, tanin, flavonoid, isoprenoid, dan fitoelaksin.

Senyawa alkaloid biasanya dikenal sebagai berberina, emitina, kuinina dan

tetrametil pirazina. Senyawa yang berasal dari golongan fenolik biasanya pada

jaringan kayu terdapat senyawa asam amino aromatik, yang berasal dari jalinan

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Mangrove Avicennia marinamedia.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090048_2… ·  · 2013-07-23KAJIAN PUSTAKA 2.1 Mangrove ... mudah larut dalam air pada

14

asam sikimatnya dapat berperan sebagai herbisida. Sedangakan senyawa tanin

yang biasanya dikenal untuk menyamak kulit, senyawa ini dapat memotong dan

mendenaturasi protein serta mencegah proses pencernaan bakteri. Flavonoid yang

mudah larut dalam air pada tumbuhan berfungsi untuk kerja antimikroba dan

antivirus; serta isoprenoid dengan turunannya saponin, triterpenoid merupakan

irritan yang kuat dan berperan sebagai antimikrobial. Sebagian besar fitoaleksin

adalah fenil propanoid yang merupakan produk dari asam sikimat, beberapa

diantaranya merupakan senyawa isoprenoid dan poliasetilena (Rowe 1989).

Flavonoid ditemukan hampir pada semua tumbuhan tingkat tinggi.

Sedikitnya terdapat 4000 struktur flavonoid yang telah dilaporkan. Kelas

flavonoid lainnya adalah flavon, flavonol, flavanon, flavanonol yang kurang

begitu berwarna terutama pada tumbuhan berkayu (Harborne 1987).

Salah satu sifat yang dimiliki oleh suatu antibiotik adalah mempunyai

kemampuan untuk merusak atau menghambat mikroorganisme patogen spesifik.

Selanjutnya Efendi (1998), menambahkan bahwa patogenitas merupakan salah

satu ciri utama mikroorganisme. Mikroba dapat menimbulkan penyakit,

kemampuannya untuk menimbulkan penyakit merupakan ciri khas organisme

tersebut. Beberapa jenis mangrove telah diketahui memiliki aktivitas antibakteri

terhadap bakteri Vibrio sp. (Tabel 2).

Tabel 2. Daya Hambat Beberapa Spesies Mangrove terhadap Bakteri Vibrio sp.

No. Spesies Mangrove Zona bebas Bakteri

1 Rhizoopra apiculata 1,5 – 3 mm

2. Nypa fruticans 2,5 – 4,5 mm

3. Bruiuiera gymnorrhiza 1,5 – 3, 5 mm

4. Aviciennia alba 3,5 – 5,5 mm

Sumber : Feliatra 2000

2.3 Mikroba Endofit

Mikroba endofit adalah organisme hidup yang berukuran mikroskopis

(bakteri dan jamur) yang hidup di dalam jaringan tanaman (xylem dan phloem),

daun, akar, buah, dan batang. Mikroba ini hidup bersimbiosis saling

menguntungkan, dalam hal ini mikroba endofitik mendapatkan nutrisi dari hasil

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Mangrove Avicennia marinamedia.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090048_2… ·  · 2013-07-23KAJIAN PUSTAKA 2.1 Mangrove ... mudah larut dalam air pada

15

metabolisme tanaman dan memproteksi tanaman melawan herbivora, serangga,

atau jaringan yang patogen sedangkan tanaman mendapatkan derivat nutrisi dan

senyawa aktif yang diperlukan selama hidupnya (Tanaka dkk 1999 dalam

Simamarta dkk 2007).

Mikroba endofit yang hidup dalam tanaman dapat menghasilkan senyawa

metabolit sekunder sama dengan yang dihasilkan inangnya akibat adanya

pertukaran genetis dan hubungan evolusi yang panjang (Tan and Zou 2001; Radji

2005 dalam Pujiyanto dan Ferniah 2010). Eksplorasi mikroba endofit diharapkan

dapat menghasilkan metabolit sekunder penting yang memiliki khasiat sama

dengan metabolit yang dihasilkan tanaman inangnya. (Pujiyanto dan Ferniah

2010).

Ada beberapa ketentuan untuk dapat mengisolasi mikroba endofit yang

mampu menghasilkan senyawa bioaktif yang potensial, diantaranya yaitu:

1. Tumbuhan inang endofit merupakan tumbuhan yang tumbuh pada lingkungan

yang khas.

2. Tumbuhan tersebut memiliki sejarah ethnobotani yang berhubungan erat

dengan penggunaan spesifik tumbuhan tersebut oleh penduduk asli suatu

daerah.

3. Tumbuhan inang merupakan tumbuhan endemik pada suatu daerah.

4. Tumbuhan inang fungi endofit tumbuh pada daerah yang memiliki

biodiversitas yang tinggi

Dengan demikian, usaha penemuan mikroba endofit yang spesifik sebagai

penghasil antibiotik tidak dapat dilakukan secara random. Tumbuhan sebagai

inang fungi endofit harus memiliki proses seleksi tertentu berdasarkan pengaruh

lingkungannya, umur dan sejarah tumbuhan inang, serta berdasarkan penggunaan

tumbuhan inang secara etnobotani (Castillo dkk 2002 dalam Prihainingtias dan Sri

2011).

Mikroba endofit yang diisolasi dari jaringan tanaman ditumbuhkan pada

medium fermentasi dengan komposisi tertentu. Di dalam medium fermentasi,

mikroba endofit menghasilkan senyawa metabolit sekunder seperti yang

terkandung pada tanaman dengan bantuan aktivitas enzim. (Petrini dkk 1992

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Mangrove Avicennia marinamedia.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090048_2… ·  · 2013-07-23KAJIAN PUSTAKA 2.1 Mangrove ... mudah larut dalam air pada

16

dalam Simanjutak dkk 2004). Salah satu pemanfaatan alternatif dari mikroba

endofit yaitu mendapatkan sumber rendemen arteminisin dan turunannya secara

lebih ekonomis dan mencukupi dalam jumlah besar (Simanjutak dkk 2004).

Mikroba endofit dapat menghasilkan senyawa-senyawa bioaktif yang

sangat potensial untuk dikembangkan menjadi obat. Hal ini karena mikroba

merupakan organisme yang mudah ditumbuhkan, memiliki siklus hidup yang

pendek dan dapat menghasilkan jumlah senyawa bioaktif dalam jumlah besar

dengan metode fermentasi (Prihatiningtias dan Sri 2011)

Beberapa mikroba endofit dapat menghasilkan senyawa - senyawa bioaktif

sebagai senyawa metabolit sekunder yang memiliki daya antimikroba,

antimalaria, antikanker dan sebagainya. Kemampuan mikroba endofit

memproduksi senyawa metabolit sekunder sesuai dengan tanaman inangnya

merupakan peluang yang sangat besar dan dapat diandalkan untuk memproduksi

metabolit sekunder dari mikroba endofit yang diisolasi dari tanaman inangnya

tersebut. Mikroba endofit menjanjikan dalam penemuan obat-obat baru, karena

senyawa-senyawa bioaktif yang dikandungnya (Strobel, 1996 dalam

Prihainingtias dan Sri 2011). Mikroba endofit mampu menghasilkan senyawa

metabolit sekunder seperti alkaloid, terpen, steroid, flavonoid, kuinon, fenol dan

lain sebagainya. Senyawa-senyawa ini sebagian besar mempunyai potensi yang

besar sebagai senyawa bioaktif (Tan & Zou, 2001 dalam Pujiyanto dan Ferniah

2010).

Pengendalian biologi menggunakan bakteri endofit merupakan salah satu

alternatif pengendalian nematode parasit tanaman. Keunggulan bakteri endofit

sebagai agens pengendali hayati yaitu mampu meningkatkan ketersediaan nutrisi,

menghasilkan hormon pertumbuhan, dan mengendalikan penyakit tumbuhan, serta

dapat menginduksi ketahanan tanaman (Kloepper et al 1992; Hallmann 2001

dalam Harni dkk 2006).

Bakteri endofit membentuk koloni dalam jaringan tanaman tanpa

membahayakan inangnya. Dalam satu jaringan tanaman kemungkinan ditemukan

beberapa jenis mikroba endofit (Strobel et al 2003 dalam Tarigan dan Kuswandi

2012). Bakteri endofit mempunyai potensi yang dapat dimanfaatkan sebagai

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Mangrove Avicennia marinamedia.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090048_2… ·  · 2013-07-23KAJIAN PUSTAKA 2.1 Mangrove ... mudah larut dalam air pada

17

penghasil metabolit sekunder seperti yang terkandung di dalam tanaman inangnya

(Simanjuntak et al, 2002 dalam Tarigan dan Kuswandi 2012).

Sejauh ini belum ada penelitian khusus tentang cara metabolisme bakteri

endofit dan kemampuan bakteri endofit menetap selamanya di tanaman. Masih

belum ada penelitian yang membuktikan apakah endofit memiliki spesifikasi

tertentu, misalnya apakah satu endofit selalu muncul pada jenis tumbuhan yang

sama di tempat yang berbeda. Banyak faktor luar seperti curah hujan dan polusi

yang mempengaruhi populasi endofit dalam tanaman. (Prasetyoputri & Ines, 2006

dalam Diana 2012).

Bakteri endofit dapat berpengaruh pada kesehatan tanaman dalam hal: (1)

antagonisme langsung atau penguasaan niche atas patogen, (2) menginduksi

ketahanan sistemik dan (3) meningkatkan toleransi tanaman terhadap lingkungan.

Sifat-sifat tersebut yang menyebabkan bakteri endofit dapat dimanfaatkan sebagai

pengendali hayati penyakit tanaman bahkan dapat mengurangi serangan hama

tanaman.

2.3.1 Mekanisme Kerja Mikroba Endofit

Mekanisme mikroba endofit dalam menginduksi ketahanan pada tanaman

adalah dengan mengkolonisasi jaringan dalam tanaman sehingga menstimulasi

tanaman untuk meningkatkan produksi senyawa metabolit yang berperan dalam

ketahanan tanaman, di antaranya enzim peroksidase, peningkatan aktifitas

kitinase, β-1,3 glucanase, dan penghambatan pembentukan protein, fitoaleksin

(Press dkk 1997 dalam Widiastuti 2012). Enzim peroksidase dibutuhkan oleh

tanaman untuk menghasilkan senyawa-senyawa pertahanan tanaman seperti

lignin, kitin, dan beberapa senyawa penyusun dinding sel (Hallman, 2001).

Sturz (2006) dalam Widiastuti (2012), menyatakan bahwa mikroba endofit

ditemukan mampu melawan invasi pitopatogen. Adapun lima mekanisme

penghambatan patogen oleh mikroba endofit yang sering disebutkan adalah :

1. Kompetisi sumber daya ( unsur hara ).

2. Menghasilkan antibiosis

3. Aktivitas enzim litik

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Mangrove Avicennia marinamedia.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090048_2… ·  · 2013-07-23KAJIAN PUSTAKA 2.1 Mangrove ... mudah larut dalam air pada

18

4. Sistem resistensi pada tanaman

5. Kamuflase akar. Hal ini berarti bahwa beberapa bakteri yang bersifat resisten

pada beberapa jenis penyakit meminimalkan “ketertarikan alami” pada sistem

akar inang dengan meningkatkan kepadatan populasi untuk menghindari

kehadiran patogen tanaman.

Menurut Pelczar dan Chan (2005) cara kerja zat antimikroba dalam

melakukan efeknya terhadap mikroorganisme adalah sebagai berikut :

1. Merusak dinding sel

Pada umumnya bakteri memiliki suatu lapisan luar yang kaku disebut

dinding sel. Dinding sel ini berfungsi untuk mempertahankan bentuk dan

menahan sel, dinding sel bakteri tersusun atas lapisan peptidoglikan yang

merupakan polimer komplek yang terdiri atas rangkaian asam N-asetil

glukosaminm dan asam N-asetilmuramat yang tersusun secara bergantian.

Keberadaan lapisan peptidoglikan ini menyebabkan dinding sel bersifat kaku dan

kuat sehingga mampu menahan tekanan osmotik dalam sel yang kaku. Struktur

dinding sel dapat dirusak dengan cara menghambat pembentukannya atau dengan

mengubahnya setelah selesai dibentuk. Pada konsentrasi rendah, bahan

antimikroba yang ampuh akan menghambat pembentukan ikatan glikosida

sehingga pembentukan dinding sel baru tergangu. Selanjutnya dijelaskan bahwa

pada konsentrasi tinggai bahan antimikroba akan memyebabkan ikatan glikosida

menjadi terganggu dan pembentukan dinding sel terhenti.

2. Mengubah protein dan asam nukleat

Kelangsungan hidup sel sangat tergantung pada molekul – molekul protein

dan asam nukleat. Hal ini berarti bahwa gangguan apapun yang terjadi pada

pembentukan atau fungsi zat – zat tersebut dapat mengakibatkan kerusakan total

pada sel. Bahan antimikroba yang dapat mendenaturasi protein dan asam nukleat

dapat merusak sel tanpa dapat diperbaiki lebih lanjut.

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Mangrove Avicennia marinamedia.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090048_2… ·  · 2013-07-23KAJIAN PUSTAKA 2.1 Mangrove ... mudah larut dalam air pada

19

3. Mengubah permeabilitas sel

Sitoplasma dibatasi oleh selaput yang disebut membran sel yang

mempunyai permeabilitas selektif, membran ini tersusun atas fosfolipid dan

protein. Membran sitoplasma berfungsi mengatur keluar masuknya bahan – bahan

tertentu dalam sel. Proses pengangkutan zat – zat yang lebih diperlukan baik ke

dalam maupun keluar sel kemungkinan karena di dalam membran sitoplasma

terdapat enzim protein untuk mensintesis peptidoglikan komponen membran luar.

Apabila fungsi membran sel terganggu oleh adanya bahan antimikroba, maka

permeabilitas sel bakteri akan mengalami perubahan, sehingga akan

mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan sel atau kematian sel .

4. Menghambat kerja enzim

Di dalam sel terdapat enzim protein yang membantu kelangsungan proses

– proses metabolisme, banyak zat kimia telah diketahui dapat mengganggu reaksi

biokimia misalnya logam berat, golongan tembaga, perak, air raksa dan senyawa

logam berat lain, umumnya efektif sebagai bahan antimikroba pada konsentrasi

relatif rendah. Dengan demikian kerja enzim yang terhambat akan menyebabkan

proses metabolisme terganggu, sehinga aktifitas sel bakteri akan terganggu, hal ini

dapat menyebabkan sel bakteri hancur dan akan mati.

5. Menghambat sintesis DNA, RNA, dan protein

DNA, RNA, dan protein memegang peranan penting dalam proses

kehidupan normal sel, beberapa bahan antimikroba dalam bentuk antibiotik dapat

menghambat sintesis protein. Apabila keberadaan DNA, RNA dan protein

mengalami gangguan atau hambatan pada pembentukan atau fungsi zat tersebut

dapat mengakibatkan kerusakan sel sehingga proses kehidupan sel terganggu.

2.3.2 Potensi Antibiotik dari Bakteri Endofit

Mikroba endofit adalah mikroba yang hidup di dalam jaringan tanaman

pada periode tertentu dan mampu hidup dengan membentuk koloni dalam jaringan

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Mangrove Avicennia marinamedia.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090048_2… ·  · 2013-07-23KAJIAN PUSTAKA 2.1 Mangrove ... mudah larut dalam air pada

20

tanaman tanpa membahayakan inangnya. Setiap tanaman tingkat tinggi dapat

mengandung beberapa mikroba endofit yang mampu menghasilkan senyawa

biologi atau metabolit sekunder yang diduga sebagai akibat koevolusi atau

transfer genetik (genetic recombination) dari tanaman inangnya ke dalam mikroba

endofit (Tan RX dkk 2001 dalam Radji 2005).

Kemampuan mikroba endofit memproduksi senyawa metabolit sekunder

sesuai dengan tanaman inangnya merupakan peluang yang sangat besar dan dapat

diandalkan untuk memproduksi metabolit sekunder dari mikroba endofit yang

diisolasi dari tanaman inangnya tersebut. Dari sekitar 300.000 jenis tanaman yang

tersebar di muka bumi ini, masing-masing tanaman mengandung satu atau lebih

mikroba endofit yang terdiri dari bakteri dan jamur (Strobel GA., dkk 2003 dalam

Radji 2005). Sehingga apabila endofit yang diisolasi dari suatu tanaman obat

dapat menghasilkan alkaloid atau metabolit sekunder sama dengan tanaman

aslinya atau bahkan dalam jumlah yang lebih tinggi, maka kita tidak perlu

menebang tanaman aslinya untuk diambil sebagai simplisia, yang kemungkinan

besar memerlukan puluhan tahun untuk dapat dipanen (Radji 2005).

Beberapa contoh bakteri endofit yang bersifat antagonis terhadap patogen

diantaranya: Bacillus subtilis, mampu menekan penyakit layu bakteri oleh

Ralstonia solanacearum; Pseudomonas fluorescens; Pseudomonas putida,

mampu menekan pertumbuhan patogen tular tanah; Agrobacterium radiobacter,

mampu mengendalikan Agrobacterium tumifaciens secara efektif; Erwinia

Herbicola, untuk mengendalikan penyakit pascapanen; Serratia marcescens,

menghasilkan prodigiosin yang efektif untuk mengendalikan nematoda

Caenorhabditis elegans (Soesanto 2008 dalam Darmayanti 2010).

Berbagai jenis endofit telah berhasil diisolasi dari tanaman inangnya, dan

telah berhasil dibiakkan dalam media perbenihan yang sesuai. Beberapa jenis

mikroba endofit yang telah berhasil diisolasi dan dimurnikan serta telah

dielusidasi struktur molekulnya sebagai penghasil antibiotik, diantaranya (Tabel

3) :

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Mangrove Avicennia marinamedia.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090048_2… ·  · 2013-07-23KAJIAN PUSTAKA 2.1 Mangrove ... mudah larut dalam air pada

21

Tabel 3. Potensi Mikroba Endofit (Radji 2005)

Asal

Tanaman

Mikroba

endofit

Nama Zat aktif Fungsi Peneliti

Tripterigeum

wilfordii

(tumbuhan dari

Cina)

Cryptomarinaor

iopsis quercina

Cryptocandin Antifungi Strobel.,et.al.

1999

- Pseudomonas

viridiflava

Ecomycin Menghambat

pertumbuhan

Cryptococcus

neoformans dan

C.albicans

Miller., et.al.

1998

-

Pseudomonas

Syringae

Pseudomycin Harrison.,et.al.

1991

- Pestalotiopsis

micrimarinaora

ambuic acid antifungi Li., et al. 2001

-

Phomopsis

marinap.

Phomopsichalasin Antibakteri Bacillus

subtilis, Salmonella

enterica,

Staphylococcos

aureus; Antijamur

Candida tropicalis

Horn.,et.al.

1995

Kennedia

nigriscans

(tanaman

snakevine )

Streptomyces

marinap.

Munumbicin Bacillus anthracis,

dan Mycobacterium

tuberculosis yang

multiresisten

terhadap berbagai

obat anti tbc

Castillo.et.al.

2002

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Mangrove Avicennia marinamedia.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090048_2… ·  · 2013-07-23KAJIAN PUSTAKA 2.1 Mangrove ... mudah larut dalam air pada

22

Tabel 3. Lanjutan...

Grevillea

pteridifolia.

(tanaman dari

Australia)

Kakadumycin antibakterinya sama

seperti munumbicin

D, dan kakadumycin

ini juga berkhasiat

sebagai anti malaria

Castillo.,et.al.

2003).

2.3.3 Kurva Pertumbuhan Bakteri Endofit

Pertumbuhan dapat didefinisikan sebagai pertambahan jumlah atau volume

serta ukuran sel. Pada organisme prokariot seperti bakteri, pertumbuhan

merupakan pertambahan volume dan ukuran sel dan juga sebagai pertambahan

jumlah sel. Pertumbuhan sel bakteri biasanya mengikuti suatu pola pertumbuhan

tertentu berupa kurva pertumbuhan sigmoid (Gambar 3).

Gambar 3. Kurva Pertumbuhan Bakteri, dimana a= fase lag; b=fase eksponensial;

c=fase stasioner dan d=fase kematian populasi (Sumber: Pelczar dan Chan 2005)

Perubahan kemiringan pada kurva tersebut menunjukkan transisi dari satu

fase perkembangan ke fase lainnya. Fase-fase tersebut mencerminkan keadaan

bakteri dalam kultur pada waktu tertentu. Di antara setiap fase terdapat suatu

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Mangrove Avicennia marinamedia.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090048_2… ·  · 2013-07-23KAJIAN PUSTAKA 2.1 Mangrove ... mudah larut dalam air pada

23

periode peralihan dimana waktu dapat berlalu sebelum semua sel memasuki fase

yang baru. Kurva pertumbuhan bakteri dapat dipisahkan menjadi empat fase

utama :

Fase lag (fase lamban atau lag phase)

Setelah inokulasi, terjadi peningkatan ukuran sel, mulai pada waktu sel tidak

atau sedikit mengalami pembelahan. Fase ini, ditandai dengan peningkatan

komponen makromolekul, aktivitas metabolik, dan kerentanan terhadap zat kimia

dan faktor fisik. Fase lag merupakan suatu periode penyesuaian yang sangat

penting untuk penambahan metabolit pada kelompok sel, menuju tingkat yang

setaraf dengan sintesis sel maksimum.

Fase pertumbuhan eksponensial (fase pertumbuhan cepat atau log phase)

Pada fase eksponensial atau logaritmik, sel berada dalam keadaan

pertumbuhan yang seimbang. Selama fase ini, masa dan volume sel meningkat

oleh faktor yang sama dalam arti rata-rata komposisi sel dan konsentrasi relatif

metabolit tetap konstan. Selama periode ini pertumbuhan seimbang, kecepatan

peningkatan dapat diekspresikan dengan fungsi eksponensial alami. Sel membelah

dengan kecepatan konstan yang ditentukan oleh sifat intrinsik bakteri dan kondisi

lingkungan.

Fase stationer (fase statis atau stationary phase)

Pada saat digunakan kondisi biakan rutin, akumulasi produk limbah,

kekurangan nutrien, perubahan pH, dan faktor lain yang tidak diketahui akan

mendesak dan mengganggu biakan, mengakibatkan penurunan kecepatan

pertumbuhan. Selama fase ini, jumlah sel yang hidup tetap konstan untuk periode

yang berbeda, bergantung pada bakteri, tetapi akhirnya menuju periode penurunan

populasi.

Fase penurunan populasi (decline).

Pada saat medium kehabisan nutrien maka populasi bakteri akan menurun

jumlahnya, Pada saat ini jumlah sel yang mati lebih banyak daripada sel yang

hidup.

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Mangrove Avicennia marinamedia.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090048_2… ·  · 2013-07-23KAJIAN PUSTAKA 2.1 Mangrove ... mudah larut dalam air pada

24

2.4 Bakteri Vibrio harveyi

Klasifikasi bakteri Vibrio harveyi

Divisi : Protophyta

Class : Schizomycetes

Ordo : Eubacteriales

Family : Enterobacteriaceae

Genus : Vibrio

Species : Vibrio harveyi

V. harveyi memiliki dinding sel yang kaku, berbentuk sel tunggal, koma

atau batang terpilin, motil karena flagela kutub tunggal (monotoric flagel), bersifat

Gram negatif, hidup pada habitat lingkungan akuatik, organ-organ reproduktif,

saluran pencernaan, dan rongga mulut hewan (termasuk manusia), patogenetik

bagi binatang (termasuk manusia). ukuran sel 1-4 μm, tidak membentuk spora,

oksidase positif, katalase positif, serta proses fermentasi karbohidratnya tidak

membentuk gas. (Akhyar 2010)

Vibrio merupakan penyebab utama penyakit udang menyala dan dapat

berperan sebagai patogen primer ataupun patogen sekunder. Sebagai patogen

primer, Vibrio masuk melalui kontak langsung dengan organisme, sedangkan

sebagai patogen sekunder, Vibrio menginfeksi organisme yang telah terlebih

dahulu terinfeksi penyakit lain. Menurut Rheinheimer (1985) dalam Agung (2007)

Vibrio menyerang dengan merusak lapisan kutikula yang mengandung kitin

dikarenakan Vibrio memiliki enzim kitinase, protease, dan lipase. Penyakit udang

menyala ini pada umumnya menyerang udang pada stadia mysis sampai awal

pasca larva (Taslihan 1988 dalam Agung 2007).

Penanganan yang paling umum dilakukan untuk mengatasi penyakit udang

menyala akibat infeksi Vibrio harveyi adalah dengan menggunakan bahan-bahan

kimia seperti : Chloramphenicol 1,9 ppm, Oxytetracycline 2 ppm, Furazalidon 2-

4 ppm, dan Prefuran 1,5-2,0 ppm. Akan tetapi sebagian besar obat-obatan yang

digunakan tersebut pada akhirnya tidak efektif dan dapat mengakibatkan kelainan

(deformities) pada larva udang serta dapat juga berakibat berkembangnya

resistensi bakteri terhadap obat (Rukyani 1999 dalam Agung 2007).

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Mangrove Avicennia marinamedia.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090048_2… ·  · 2013-07-23KAJIAN PUSTAKA 2.1 Mangrove ... mudah larut dalam air pada

25

2.5 Bakteri Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif berbentuk bulat

berdiameter 0,7-1,2 μm, tersusun dalam kelompok-kelompok yang tidak teratur

seperti buah anggur, fakultatif anaerob, tidak membentuk spora, dan tidak

bergerak. Bakteri ini tumbuh pada suhu optimum 370C, tetapi membentuk pigmen

paling baik pada suhu kamar (20-250C). Koloni pada perbenihan padat berwarna

abu-abu sampai kuning keemasan, berbentuk bundar, halus, menonjol, dan

berkilau. Lebih dari 90% isolat klinik menghasilkan S. aureus yang mempunyai

kapsul polisakarida atau selaput tipis yang berperan dalam virulensi bakteri

(Jawetz et al., 1995 ; Novick et al., 2000 dalam Kusuma 2009).

Infeksi oleh S. aureus ditandai dengan kerusakan jaringan yang disertai

abses bernanah. Beberapa penyakit infeksi yang disebabkan oleh S. aureus adalah

bisul, jerawat, impetigo, dan infeksi luka. Infeksi yang lebih berat diantaranya

pneumonia, mastitis, plebitis, meningitis, infeksi saluran kemih, osteomielitis, dan

endokarditis. S. aureus juga merupakan penyebab utama infeksi nosokomial,

keracunan makanan, dan sindroma syok toksik (Ryan, et al., 1994; Warsa, 1994

dalam Kusuma 2009). Bisul atau abses setempat, seperti jerawat dan borok

merupakan infeksi kulit di daerah folikel rambut, kelenjar sebasea, atau kelenjar

keringat. Mula-mula terjadi nekrosis jaringan setempat, lalu terjadi koagulasi

fibrin di sekitar lesi dan pembuluh getah bening, sehingga terbentuk dinding yang

membatasi proses nekrosis. Infeksi dapat menyebar ke bagian tubuh lain melalui

pembuluh getah bening dan pembuluh darah, sehingga terjadi peradangan pada

vena, trombosis, bahkan bakterimia. Bakterimia dapat menyebabkan terjadinya

endokarditis, osteomielitis akut hematogen, meningitis atau infeksi paru-paru

(Warsa, 1994; Jawetz et al., 1995 dalam Kusuma 2009).

Kontaminasi langsung S. aureus pada luka terbuka (seperti luka

pascabedah) atau infeksi setelah trauma (seperti osteomielitis kronis setelah

fraktur terbuka) dan meningitis setelah fraktur tengkorak, merupakan penyebab

infeksi nosokomial (Jawetz et al., 1995 dalam Kusuma 2009). Keracunan

makanan dapat disebabkan kontaminasi enterotoksin dari S. aureus. Waktu onset

dari gejala keracunan biasanya cepat dan akut, tergantung pada daya tahan tubuh

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Mangrove Avicennia marinamedia.unpad.ac.id/thesis/230210/2009/230210090048_2… ·  · 2013-07-23KAJIAN PUSTAKA 2.1 Mangrove ... mudah larut dalam air pada

26

dan banyaknya toksin yang termakan. Jumlah toksin yang dapat menyebabkan

keracunan adalah 1,0 μg/gr makanan. Gejala keracunan ditandai oleh rasa mual,

muntah-muntah, dan diare yang hebat tanpa disertai demam (Ryan, et al., 1994 ;

Jawetz et al., 1995 dalam Kusuma 2009).

Sindroma syok toksik (SST) pada infeksi S. aureus timbul secara tiba-tiba

dengan gejala demam tinggi, muntah, diare, mialgia, ruam, dan hipotensi, dengan

gagal jantung dan ginjal pada kasus yang berat. SST sering terjadi dalam lima hari

permulaan haid pada wanita muda yang menggunakan tampon, atau pada anak-

anak dan pria dengan luka yang terinfeksi stafilokokus. S. aureus dapat diisolasi

dari vagina, tampon, luka atau infeksi lokal lainnya, tetapi praktis tidak ditemukan

dalam aliran darah (Jawetz et al., 1995 dalam Kusuma 2009).