bab ii kajian pustaka 2.1 landasan teori 2.1.1 hasil

26
8 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Hasil Belajar Siswa a. Hakekat Hasil belajar Belajar menurut Purwanto (2013) adalah proses untuk membuat perubahan dalam diri siswa dengan cara berinteraksi dengan lingkungan untuk mendapatkan perubahan dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Pendapat tersebut sejalan dengan pengertian belajar menurut Winkel (Purwanto : 2013) yaitu aktivitas mental/ psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan- perubahan dalam pengetahuan, keterampilan dan sikap. Hasil belajar menurut. Menurut Naniek Sulistya Wardani, dkk (2012 :110) adalah hasil pengukuran penguasaan bidang/ materi dan aspek perilaku baik melalui tes maupun non tes. Pencapaian kompetensi hasil belajar terbagi dalam ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Dipertegas oleh Purwanto (2013) yang mengungkapkan bahwa makna hasil belajar yaitu perubahan-perubahan yang terjadi pada diri siswa baik yang menyangkut aspek koginif, afektif dan psikomotorik sebagai hasil dari kegiatan belajar. Menurut Purwanto (2013) macam-macam hasil belajar meliputi pemahaman konsep (aspek kogintif), keterampilan proses (aspek psikomotorik) dan sikap siswa (aspek afektif). 1. Pemahaman Konsep Pemahaman menurut Bloom (Purwanto, 2013:6) adalah seberapa besar siswa mampu menerima, menyerap dan memahami pelajaran yang di berikan oleh guru kepada siswa atau sejauh mana siswa dapat memahami serta mengerti apa yang ia baca, yang dilihat, yang dialami atau yang ia

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Hasil

8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Hasil Belajar Siswa

a. Hakekat Hasil belajar

Belajar menurut Purwanto (2013) adalah proses untuk membuat

perubahan dalam diri siswa dengan cara berinteraksi dengan lingkungan

untuk mendapatkan perubahan dalam aspek kognitif, afektif dan

psikomotorik. Pendapat tersebut sejalan dengan pengertian belajar menurut

Winkel (Purwanto : 2013) yaitu aktivitas mental/ psikis yang berlangsung

dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-

perubahan dalam pengetahuan, keterampilan dan sikap. Hasil belajar

menurut. Menurut Naniek Sulistya Wardani, dkk (2012 :110) adalah hasil

pengukuran penguasaan bidang/ materi dan aspek perilaku baik melalui tes

maupun non tes. Pencapaian kompetensi hasil belajar terbagi dalam ranah

kognitif, afektif dan psikomotorik. Dipertegas oleh Purwanto (2013) yang

mengungkapkan bahwa makna hasil belajar yaitu perubahan-perubahan

yang terjadi pada diri siswa baik yang menyangkut aspek koginif, afektif

dan psikomotorik sebagai hasil dari kegiatan belajar. Menurut Purwanto

(2013) macam-macam hasil belajar meliputi pemahaman konsep (aspek

kogintif), keterampilan proses (aspek psikomotorik) dan sikap siswa (aspek

afektif).

1. Pemahaman Konsep

Pemahaman menurut Bloom (Purwanto, 2013:6) adalah seberapa

besar siswa mampu menerima, menyerap dan memahami pelajaran yang di

berikan oleh guru kepada siswa atau sejauh mana siswa dapat memahami

serta mengerti apa yang ia baca, yang dilihat, yang dialami atau yang ia

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Hasil

9

rasakan berupa hasil penelitian atau observasi langsung yang ia lakukan.

Sedangkan konsep menurut Dorothy J. Skeel dalam Nursid (2005: 2-3),

konsep merupakan sesuatu yang tergambar dalam pikiran, suatu pemikiran,

gagasan atau pengertian. Kesimpulan dari kedua pendapat tersebut bahwa

pengertian pemahaman konsep adalah mengerti dan memahami suatu

pelajaran yang tergambar dalam pikiran atau gagasan.

2. Keterampilan Proses

Menurut Usman dan Setiawati (Purwanto, 2013: 9-10) keterampilan

proses merupakan keterampilan yang mengarah kepada pembangunan

kemampuan mental, fisik dan sosial yang mendasar sebagi penggerak

kemampuan yang lebih tinggi dalam diri individu siswa. Keterampilan

yang di maksud disini meliputi kemampuan menggunakan nalar dan

pikiran termasuk kreativitas.

3. Sikap

Sikap tidak hanya mencakup aspek mental semata, melainkan

mencakup pula respon aspek fisik, jadi harus ada kekompakan antara

mental dan fisik (Purwanto, 2013 :10-11). Sikap tidak hanya dilihat dari

perubahan mental saja yang dimunculkan, melainkan juga pada aspek fisik.

Pengertian belajar dan hasil belajar saling berkaitan, sehingga dapat di

simpulkan bahwa hasil adalah adalah kemampuan yang dimiliki siswa

setelah ia menerima pengalaman belajarnya melalui interaksi aktif dengan

lingkungan yang menghasilkan perubahan dalam tiga aspek yaitu aspek

kognitif, afektif dan psikomotorik. Aspek kogitif berupa pemahaman

konsep, aspek afektif di tunjukan dengan perubahan secara mental dan fisik

sedangkan aspek psikomotik mencakup keterampilan dalam menggunakan

pikiran nalar serta kreativitasnya.

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Hasil

10

Ketercapaian hasil belajar dapat diketahui dengan melakukan

pengukuran. Menurut Naniek Sulistya Wardani (2012:47) pengukuran

diartikan sebagai kegiatan atau upaya yang dilakukan untuk memberikan

angka-angka pada suatu gejala atau peristiwa atau benda. Angka dalam

pengukuran, dapat ditentukan dengan sebuah alat ukur yang disebut dengan

instrumen. Instrument yang sering digunakan seperti tes, lembar observasi,

panduan wawancara, skala sikap dan angket. Salah satu instrument yang

banyak di gunakan adalah tes. Menurut Naniek Sulistya Wardani

(2012:48), tes adalah instrument yang digunakan untuk mengetahui

kemampuan intelektual seseorang. Hasil belajar daapat ditentukan juga

dengan asesmen. Asesmen menurut Naniek Sulistya Wardani (2012: 50)

adalah proses pengambilan dan pengolahan informasi untuk mengukur

pencapaian hasil belajar peserta didik. Menurut Mardapi (Naniek Sulistya

Wardani, 2012:49) asesmen pembelajaran mencakup semua cara

(menggunakan tes tertulis, tes lisan, ulangan harian, tugas kelompok,

laporan, lembar pengamatan, pedoman wawancara, tugas rumah dan

sebagainya) yang digunakan untuk menilai unjuk kerja individu atau

kelompok. Kesimpulannya adalah proses asesmen meliputi pengumpulan

bukti-bukti tentang pencapaian belajar peserta didik. Menurut Naniek

Sulistya Wardani (2012:56) berdasarkan fungsinya, asesmen pembelajaran

dibedakan menjadi 5 jenis, yaitu :

a. Asesmen formatif, yakni penilaian yang dilakukan pada setiap

akhir pokok bahasan, tujuannya untuk mengetahui tingkat

penguasaan siswa terhadap pokok bahasan tertentu.

b. Asesmen sumatif, yaitu penilaian yang dilakukan pada khir suatu

program tertentu, (catur wulan, semester atau tahun ajaran).

Tujuannya dalah untuk melihat prestasi yang dicapai peserta didik

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Hasil

11

selama satu program yang secara lebih khusus hasilnya akan

merupakan nilai yang tertulis dalam raport dan penentuan kenaikan

kelas.

c. Asesmen diagnostik, yaitu penilaian yang dilakukan untuk melihat

kelemahan siswa dan faktor-faktor yang diduga menjadi

penyebabnya, dilakukan untuk keperluan pemberian bimbingan

belajar dan pengajaran remidial, sehingga aspek yang dinilai

meliputi kemampuan belajar, aspek-aspek yang melatarbelakangi

kesulitan belajar yang dialami anak serta berbagai kondisi khusus

siswa.

d. Asesmen penempatan (placement), yaitu penilaian yang ditujukan

untuk menempatkan siswa sesuai dengan bakat, minat dan

kemampuannnya, misalnya dalam pemilihan jurusan, atau

menempatkan anak pada kerja kelompok dan pemilihan kegiatan

tambahan. Aspek yang dinilai meliputi bakat, minat,

kesangguapan, kondisi fisik, kemampuan dasar, keterampilan,

dan aspek khusus yang berhubungan dengan proses pembelajaran.

e. Asesmen seleksi, yakni penilaian yang ditujukan untuk menyaring

atau memilih orang yang paling tepat pada kedudukan atau posisi

tertentu.

Pelaksanaan asesmen pembelajaran, perlu memperhatikan teknik

asesmen pembelajaran. Secara umum teknik asesmen dapat

dikelompokkan menjadi dua yakni teknik tes dan nontes.

1. Teknik Tes

Tes adalah seperangkat pertanyaan atau tugas yang direncanakan

untuk memperoleh informasi tentang trait atau sifat atau atribut

pendidikan yang setiap butir pertanyaan tersebut mempunyai

jawaban atau ketentuan yang diangggap benar menurut Suryanto

Adi, dkk. 2009 (Naniek Sulistya Wardani, 2012:70) .

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Hasil

12

Dilihat dari tujuannya dalam bidang pendidikan tes dapat dibagi

menjadi 8 yaitu :

a. Tes Kecepatan (Speed Test)

Tes ini bertujuan untuk mengakses peserta tes (testi) dalam hal

kecepatan berpikir atau keterampilan baik yang bersifat

spontanitas (logik) maupun hafalan dan pemahaman dalam

mata pelajaran yang telah dipelajarinya.

b. Tes Kemampuan (Power Test)

Tes ini bertujuan untuk mengakses peserta tes dalam

mengungkapkan kemampuannya (dalam bidang tertentu)

dengan tidak dibatasi secara ketat oleh waktu yang disediakan.

c. Tes Hasil Belajar (Achievement Test)

Tes ini dimaksudkan untuk mengakses hal yang telah diperoleh

dalam suatu kegiatan seperti tes hasil belajar (THB), tes harian,

dan tes akhir semester (sumatif). Tes ini bertujuan untuk

mengakses hasil belajar setelah mengikuti kegiatan

pembelajaran dalam suatu kurun waktu tertentu.

d. Tes Kemajuan Belajar (Gains/ Achievement Test)

Tes kemajuan belajar juga disebut dengan tes perolehan. Tes

ini dimaksudkan untuk mengetahui kondisi awal testi sebelum

pembelajaran dan kondisi akhir testi setelah pembelajaran.

e. Tes Diagnostik (Diagnostic Test)

Tes diagnostik adalah tes yang dilaksanakan untuk

mendiagnosis atau mengidentifikasi kesukaran-kesukaran

dalam belajar, mendeteksi faktor-faktor yang menyebabkan

terjadinya kesukaran belajar dan menetapkan cara mengatasi

kesukaran atau kesulitan belajar tersebut, seperti tes diagnostik

matematika, tes diagnostik IPA.

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Hasil

13

f. Tes Formatif

Tes formatif adalah tes hasil belajar yang digunakan untuk

mengetahui sejauh mana kemajuan belajar yang dicapai oleh

peserta didik dalam suatu program pembelajarn tertentu seperti

tes harian, ulangan harian

g. Tes Sumatif

Istilah sumatif berasal dari kata ”sum” yang berarti jumlah.

Dengan demikian tes sumatif berarti tes yang ditujukan untuk

mengetahui penguasaan peserta didik tehadap sekumpulan

materi pelajaran (pokok bahasan) yang telah dipelajari seperti

UAN (Ujian Akhir Nasional), THB.

2. Teknik Nontes

Teknis nontes berisi pertanyaan atau pernyataan yang tidak

memiliki jawaban benar atau salah. Instrumen nontes dapat

berbentuk kuisioner atau inventori. Kuisioner berisi sejumlah

pertanyaan atau pernyataan, kemudian peserta didik diminta

menjawab atau memberikan pendapat terhadap pertanyaan atau

pernyataan tersebut. Inventori merupakan instrumen yang berisi

tentang laporan diri yaitu keadaan peserta didik, misalnya potensi

peserta didik. Adapaun macam teknik nontes adalah sebagai

berikut :

a. Unjuk Kerja

Unjuk kerja adalah suatu penilaian/ pengukuran yang dilakukan

melalui pengamatan aktivitas peserta didik dalam melakukan

sesuatu yang berupa tingkah laku atau interaksinya seperti

berbicara, berpidato, membaca puisi, dan berdiskusi;

kemampuan peserta didik dalam memecahkan masalah dalam

kelompok; partisipasi peserta didik dalam berdiskusi;

keterampilan menari; keterampilan memainkan alat musik;

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Hasil

14

kemampuan berolahraga; keterampilan mengguanakan peralatan

laboratorium; praktek sholat, bermain peran, beryanyi, dan

keterampilan mengoperasikan suatu alat.

b. Penugasan

Penugasan adalah penialain yang berbentuk pemberian tugas

yang mengandung penyelidikan (investigasi) yang harus selesai

dalam kurun waktu tertentu.

c. Tugas Individu

Tugas individu adalah penilaian yang berbentuk pemberian

tugas kepada peserta didik yang dilakukan secara individu.

d. Tugas Kelompok

Tugas kelompok adalah penilaian yang berupa tugas kepada

peserta didik yang dikerjakan secara kelompok.

e. Laporan

Laporan adalah penilaian yang berbentuk laporan atas tugas

atau pekerjaan yang diberikan seperti laporan diskusi, laporan

kerja praktik, laporan praktikum dan laporan pemantapaan

praktik lapangan (PPL)

f. Responsi atau Ujian Praktik.

Responsi atau ujian praktik adalah suatu penilaian yang dipakai

untuk mata pelajaran yang ada kegiatan praktikumnya seperti

mata kuliah PPL.

g. Portofolio

Portofolio merupakan penilaian berkelanjutan yang didasarkan

pada kumpulan informasi yang menunjukkan perkembangan

kemampuan peserta didik dalam satu periode tertentu.

Kesimpulan dari pernyataan diatas bahwa assesmen pembelajaran

berdasarkan sifatnya dibagi menjadi 5 jenis, yaitu : asesmen

formatif, asesmen sumatif, asesmen diagnostik, asesmen

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Hasil

15

penempatan, asesmen seleksi. Sedangkan teknik asesmen dibedakan

menjadi 2 yaitu teknik tes yang meliputi tes kecepatan, tes

kemampuan, tes hasil belajar, tes kemajuan belajar, tes diagnostik,

tes formatif dan tes sumantif, dan teknik nontes yang meliputi unjuk

kerja, penugasan, tugas individu, tugas kelompok, laporan, responsi

atau ujian praktik dan portofolio.

Tes, pengukuran, asesmen dan evaluasi bersifat hierarkis,

maksudnya kegiatan tersebut dilakukan secara berurutan yaitu

dimulai dari instrumen pengukuran, kemudian melakukan asesmen

(penilaian) dan yang terakhir evaluasi. Evaluasi menurut Naniek

Sulistya Wardani dkk (Asesmen Pembelajaran SD 2012: 51) adalah

proses pemberian makna atau penetapan kualitas hasil pengukuran

dengan cara membandingkan angka hasil pengukuran tersebut

dengan kriteria tertentu. Kriteria sebagai pembanding dari proses

pengukuan atau ditetapkan setelah pelaksanaan pegukuran. Kriteria

ini dapat berupa proses atau kemampuan minimal yang

dipersyaratkan seperti KKM, atau batas keberhasilan, dapat pula

berupa kemampuan rata-rata unjuk kerja kelompok, atau sebagai

patokan yang lain. Kriteria yang berupa batas kriteria minimal yang

telah ditetapkan sebelum kriteria pengukuran dan bersifat mutlak

disebut dengan Penilaian Acuan Patokan atau Penilaian Acuan

Kriteria (PAP/PAK), sedang kriteria yang ditentukan setelah

kegiatan pengukuran dilakukan dan didasarkan pada keadaan

kelompok yang bersifat relatif disebut dengan Penilaian Acuan

Norma/ Penilaian Acuan Relatif (PAN/ PAR).

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Hasil

16

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Moh. Uzer umar dan Lilis setyowati (Kartika, 2014 :18)

mengemukakan faktor-faktor yang menentukan pencapaian hasil

belajar sebagai berikut:

1. Faktor Internal

a. Faktor jasmani yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh,

yaitu panca indera yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya seperti

mengalami sakit cacat tubuh atau perkembangan tidak sempurna.

b. Faktor psikologis baik yang bersifat bawaan maupun diperoleh

yaitu sebagai berikut:

1) Faktor intelektif yang meliputi faktor potensial yaitu kecerdasan

dan bakat serta faktor kecakapan nyata yaitu prestasi yang

dimiliki.

2) Faktor intelektif yang meliputi unsur-unsur kepribadian tertentu

seperti sikap, kebiasaan, minat, kebutuhan, motivasi, emosi dan

penyesuaian diri.

c. Faktor kematangan fisik maupun psikis.

2. Faktor Eksternal

a. Faktor sosial yang terdiri dari lingkungan keluarga, lingkungan

sekolah, masyarakat dan lingkungan kelompok.

b. Faktor budaya seperti adat istiadat, ilmu pengetahuan, teknologi dan

kesenian.

c. Faktor lingkungan fisik seperti fasilitas rumah dan fasilitas belajar.

d. Faktor lingkungan spiritual keagamaan.

Kesimpulan dari kedua faktor tersebut, terdapat faktor yang dapat

dikatakan hampir seluruhnya tergantung pada siswa yaitu faktor

internal. Sedangkan faktor eksternal hampir sepenuhnya berasal dari

luar siswa tersebut. Menurut (Purwanto, 2013 :14-18) mengemukakan

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Hasil

17

ada sepuluh macam faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa,

sebagai berikut :

1. Kecerdasan Anak

Kemampuan merupakan potensi dasar bagi pencapaian hasil

belajar yang dibawa sejak lahir. Kemampuan ini mempengaruhi

cepat atau lambatnya seorang siswa dalam menerima informasi

serta memecahkan suatu permasalah.

2. Kesiapan dan Kematangan

Kesiapan dan kematangan individu ini, erat kaitannya dengan

masalah minat dan kebutuhan anak. Hasil belajar yang maksimal

juga dipengaruhi oleh tingkat kematangan organ-organ yang sudah

berfungsi sebagaimana mestinya.

3. Bakat Anak

Menurut Chaplin yang dimaksud dengan bakat adalah kemampuan

potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan

pada masa yang akan datang. Kemampuan potensial inilah yang

dapat mempengaruhi tinggi rendahnya prestasi belajar.

4. Kemauan Belajar

Kemauan belajar menjadi salah satu penentu terhadap keberhasilan

belajar. Kemauan belajar yang tinggi akan berdampak positif

terhadap kegiatan belajar dan selanjutnya akan berpengaruh pada

hasil belajar.

5. Minat

Minat diartikan sebagai kecenderungan atau kegairahan yang

tinggi terhadap sesuatu. Minat siswa akan berpengaruh terhadap

pemusatan perhatian pada materi yang akhirnya mencapai prestasi

yang diinginkan.

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Hasil

18

6. Model Penyajian Materi Pelajaran

Penyajian materi pembelajaran, harus didesain dengan menarik,

agar materi mudah dimengerti dan siswa tidak bosan. Kegiatan

pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa, akan berpengaruh

terhadap keberhasilan belajarnya.

7. Pribadi dan Sikap Guru

Kepribadian dan sikap guru yang kreatif dan penuh inovatif akan

memunculkan perhatian dan tanggapan siswa yang positif,

sehingga dengan adanya hal ini akan meningkatkan semangat

belajar yang tinggi yang akhirnya akan berpengaruh pada hasil

akhir belajar.

8. Suasana Pengajaran

Guru harus mampu menciptakan suasana pengajaran yang

membuat siswa aktif dan dapat berpikir kritis dalam pembelajaran.

Suasana pengajaran yang melibatkan partisipasi aktif siswa akan

berpengaruh terhadap hasil belajar yang maksimal, karena siswa

akan memberikan nilai yang lebih terhadap proses pembelajaran.

9. Kompetensi Guru

Kompetensi yang dimiliki guru dapat membantu siswa dalam

belajar. Guru yang berkompeten dalam bidangnya akan mampu

memilih model dan metode pembalajaran yang tepat sesuai dengan

karakteristik siswanya, sehingga penyampaian materi akan lebih

mudah diserap dan dipahami siswa.

10. Masyarakat

Faktor masyarakat juga salah satu yang mempengaruhi

keberhasilan belajar siswa. Lingkungan masyarakat dengan latar

belakang pendidikan yang baik akan mempengaruhi kepribadian

siswa.

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Hasil

19

Kesimpulan dari pernyataan di atas bahwa keberhasilan belajar

dipengaruhi oleh faktor dari dalam diri siswa dan faktor dari luar siswa.

Faktor dalam diri siswa bersumber pada diri siswa yang akan

mempengaruhi kemampuan belajarnya, faktor-faktor itu adalah faktor

kecerdasan anak, kesiapan anak, kemauan dan minat belajar dan bakat

anak. Faktor yang berasal dari luar siswa berupa suasana belajar yang

diciptakan oleh guru, kompetensi guru , lingkungan sosial budaya,

lingkungan fisik dan spiritual.

2.1.2 Pembelajaran Matematika di SD

Menurut Rusffendi dalam Heruman (2007:1), “Matematika adalah

bahasa simbol; ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara

induktif; ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi,

mulai dari unsur yang tidak didefinisikan, ke unsur yang didefinisikan, ke

aksioma atau postulat, dan akhirnya ke dalil”. Matematika adalah suatu

pelajaran yang tersusun secara beraturan, logis, berjenjang dari yang paling

mudah hingga yang paling rumit, sedemikian rupa tersusun sehingga

pengertian terdahulu mendasari pengertian berikutnya (Hudojo, 2005).

Belajar matematika tidak hanya berhubungan dengan bilangan-bilangan

serta operasi-operasinya, melainkan matematika berkenaan dengan ide-ide,

struktur-struktur dan hubungan-hubungan yang diatur menurut urutan yang

logis.

Menurut Gatot (Kartika, 2012: 26) pembelajaran matematika adalah

proses pemberian pengalaman belajar kepada peserta didik melalui

serangkaian kegiatan yang terencana sehingga peserta didik memperolah

kompetensi tentang bahan matematika yang di pelajari.

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Hasil

20

Pernyataan tersebut sejalan dengan Susanto (2013 :186) yang berpendapat

bahwa:

“ Pembelajaran matematika adalah proses belajar mengajar yang

dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas berpikir siswa

yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa, serta dapat

meningkatkan kemampuan mengkontruksi pengetahuan baru sebagai

upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi

matematika”.

Kesimpulan dari beberapa pernyataan diatas bahwa pembelajaran

matematika merupakan proses pemerolehan pengalaman belajar tentang

bahasa symbol; ilmu deduktif; ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur

yang terorganisasi yang tersusun secara berututan, logis, berjenjang dari

yang paling mudah hingga yang paling rumit, sebagai hasil dari kegiatan

pembelajaran dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan berpikir

kritis serta untuk membangun pengetahuan baru yang berkaitan dengan

materi matematika. Tujuan dari pembelajaran matematika tidak hanya

untuk menguasai materi atau hanya menghafal rumus. Pembelajaran yang

mementingkan hal tersebut akan berakibat hasil yang di capai tidak akan

bertahan lama dan siswa menjadi mudah lupa. Permendiknas Nomor 20

tahun 2006 tentang Standar Isi, disebutkan bahwa pembelajaran

matematika bertujuan supaya siswa memiliki kemampuan sebagai berikut :

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep,

dan mengaplikasikan konsepa atau logaritma, secara luwes, akurat,

efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi

matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau

menjelaskan gagasan dan penyataan matematika

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,

merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan

solusi yang di peroleh.

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Hasil

21

4. Mengkomunikasikan gagasan dengan symbol, tabel, diagram, atau

media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan,

yaitu memilki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari

matematika, serta ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Kesimpulan dari pernyataan di atas bahwa tujuan pembelajaran

matematika adalah agar siswa memahami konsep matematika,

menggunakan penalaran, mengkomunikasikan gagasan yang dapat di

gunakan dalam pemecahan kehidupan sehari-hari. Pembelajaran

matematika dapat membuat siswa berpikir logis, kritis dan kreatif serta

memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan.

Standar kompetensi lulusan untuk setiap tingkatan mulai dari sekolah

dasar hingga sekolah menengah, berbeda. Menurut dokumen KTSP dalam

Ibrahim dan Suparni (2012 : 37) mengenai standar kompetensi lulusan

sekolah dasar adalah sebagai berikut :

1. Memahami konsep bilangan bulat dan pecahan, operasi hitung dan

sifat-sifatnya, serta menggunakannya dalam pemecahan masalah

kehidupan sehari-hari

2. Memahami bangun datar dan bangun ruang sederhana, unsur-unsur

dan sifat-sifatnya, serta menerapkannya dalam pemecahan masalah

kehidupan sehari-hari

3. Memahami konsep ukuran dan pengukuran berat, panjang, luas,

volume, sudut, waktu, kecepatan, debit, serta mengaplikasikannya

dalam pemecahan kehidupan sehari-hari

4. Memahami konsep pengumpulan data, penyajian data dengan tabel,

gambar dan grafik (diagram), mengurutkan data, rentangan data, rerata

hitung, modus serta menerapkannya dalam pemecahan masalah

kehidupan sehari-hari

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Hasil

22

5. Memiliki sikap menghargai matematika dan kegunaanya dalam

kehidupan

6. Memiliki kemampuan berpikir logis, kritis dan kreatif.

Permendiknas nomor 22 tahun 2006 menyebutkan materi mata

pelajaran matematika untuk SD/ MI kelas V semester II pada tabel 2.1

sebagai berikut :

Tabel 1

Standar Kompetensi & Kompetensi Dasar Mata Pelajaran

Matematika Kelas V Semester II

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

5.Menggunakan pecahan

dalam pemecahan

masalah.

5.1 Mengubah pecahan ke bentuk

persen dan decimal serta

sebaliknya.

5.2 Menjumlahkan dan mengurangkan

berbagai bentuk pecahan

5.3 Mengalikan dan membagi berbagai

bentuk pecahan.

5.4 Menggunakan pecahan dalam masalah

perbandingan dan skala.

Penelitian ini mengambil Standar Kompetensi 5. Menggunakan

pecahan dalam pemecahan masalah dengan kompetensi dasar 5.2

Menjumlahkan dan mengurangkan berbagai bentuk pecahan dan 5.3

Mengalikan dan membagi berbagai bentuk pecahan.

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Hasil

23

2.1.3 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Teams Games

Tournamnet)

a. Model Pembelajaran Kooperatif

Menurut Slavin (2010:4) model pembelajaran kooperatif merujuk

pada berbagai macam metode dimana para siswa bekerja dalam kelompok-

kelompok kecil untuk saling membantu satu sama yang lainnya dalam

mempelajari materi pelajaran. Pembelajran dalam kelas kooperatif para

siswa diharapkan dapat saling membantu, saling mendiskusikan dan

berargumentasi untuk mengasah pengetahuan yang mereka kuasai saat itu

dan menutup kesenjangan dalam pemahaman masing-maisng. Pendapat

tersebut sejalan dengan Suprihatiningrum (2013:191) yang menyebutkan

bahwa pembelajaran kooperatif atau cooperative learning mengacu pada

metode pembelajaran yang mana siswa bekerja bersama dalam kelompok

kecil saling membantu dalam belajar.

Lebih lanjut Wina Sanjaya (2007) mengungkapkan:

“Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran

dengan menggunakan sistem pengelompokan/ tim kecil, yaitu

antara empat sampai enam orang yang mempunyai latar

belakang akademik, jenis kelaminm ras dan suku yang berbeda

(heterogen). Sistem penilaian dilakukan terhadap kelompok.

Setiap kelompok akan memperoleh penghargaan (reward), jika

kelompok mampu menunjukkan prestasi yang dipersyaratkan.

Dengan demikian, setiap anggota kelompok akan mempunyai

ketergantungan positif.”

Kesimpulan dari uraian diatas bahwa pembelajaran kooperatif

adalah pembelajaran dengan membagi siswa menjadi kelompok-

kelompok kecil yang heterogen dengan tujuan mereka dapat

bekerjasama dalam menyelesaikan suatu permasalahan tertentu dengan

mengesampingkan ego masing-masing demi keberhasilan

kelompoknya. Selain meningkatkan keterampilan dalam berinteraksi,

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Hasil

24

setiap anggota kelompok juga memiliki tanggung jawab terhadap

keberhasilan kelompoknya.

b. Prinsip Pembelajaran Kooperatif

1. Prinsip Ketergantungan Positif

Hakekat ketergantungan positif yaitu tugas kelompok tidak bisa

diselesaikan manakala ada anggota yang tak bisa menyelesaikan

tugasnya, dan semua ini memerlukan kerjasama yang baik dari

masing-masing anggota kelompok. Keberhasilan kelompok di tentukan

oleh kinerja dari masing-masing anggota kelompok. Dengan demikian

setiap anggota kelompok akan merasa saling ketergantuangan.

2. Tanggung Jawab Perseorangan

Setiap anggota kelompok harus memiliki kesadaran dalam

menyelesaikan tugas. Masing-masing anggota kelompok harus

memberikan yang terbaik pada kelompoknya dan mereka harus

tanggung jawab terhadap tugas yang harus di selesaikan.

3. Interaksi Tatap Muka

Salah satu tujuan dari interaksi bertatap muka adalah memberikan

kesempatan untuk saling berbagi informasi dan memberikan

pengalaman dari setiap anggota kelompok dan diharapkan dapat saling

menghargai perbedaan serta memanfaatkan kelebihan dari masing-

masing anggota kelompok dan mengisi kekurangan anggota lainnya.

4. Partisipasi dan Komunikasi

Partisipasi dan kemampuan berkomunikasi sangat penting karena

dengan kemampuan ini siswa dapat bersikap santun dalam berpendapat

ataupun menanggapi pendapat orang lain, sehingga akan menambah

semangat bekerjasama dalam kelompok.

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Hasil

25

Kesimpulan dari uraian diatas bahwa pembelajaran kooperatif

memiliki prinsip, (1) prinsip ketergantuangan positif yaitu dibutuhkan

kerjasama yang baik dari masing-masing anggota kelompok demi

keberhasilan kelompok, (2) prinsip tanggung jawab perseorangan yaitu

setiap anggota kelompok memiliki kewajiban untuk bertanggung

jawab terhadap tugasnya masing-masing, (3) prinsip interaksi tatap

muka yaitu suatu kondisi dimana setiap anggota kelompok dapat

bertukar pikiran dan saling berbagi pengalaman (4)partisipasi dan

komunikasi yaitu peran dan komunikasi yang santun dalam

berpendapat dan menghargai pendapat orang lain.

c. TGT (Teams Games Tournament)

Menurut Slavin (2010: 163-164), TGT merupakan model

pembelajaran dengan menggunakan turnamen akademik, dan

menggunakan kuis-kuis dan sistem skor kemajuan individu, di mana

para siswa berlomba sebagai wakil tim mereka dengan anggota tim

lain yang kinerja akademik sebelumnya setara seperti mereka. Adapun

Langkah-langkah Model Pembelajaran Teams Games

Tournaments(TGT) menurut Slavin adalah sebagai berikut :

1. Presentasi Kelas (Class Presentations)

Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi dalam

penyajian kelas atau sering juga disebut dengan presentasi kelas (class

presentations). Guru menyampaikan tujuan pembelajaran, pokok

materi dan penjelasan singkat tentang LKS yang dibagikan kepada

kelompok. Kegiatan ini biasanya dilakukan dengan pengajaran

langsung atau dengan ceramah yang dipimpin oleh guru.

Presentasi kelas ini siswa harus benar-benar memperhatikan

dan memahami materi yang disampaikan guru, karena akan membantu

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Hasil

26

siswa bekerja lebih baik pada saat kerja kelompok dan pada saat game

atau permainan karena skor game atau permainan akan menentukan

skor kelompok.

2. Belajar dalam Kelompok (Teams)

Guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok

berdasarkan kriteria kemampuan (prestasi) peserta didik dari ulangan

harian sebelumnya, jenis kelamin, etnik dan ras. Kelompok biasanya

terdiri dari 5 sampai 6 orang peserta didik. Fungsi kelompok adalah

untuk lebih mendalami materi bersama teman kelompoknya dan lebih

khusus untuk mempersiapkan anggota kelompok agar bekerja dengan

baik dan optimal pada saat game atau permainan. Setelah guru

memberikan presentasi kelas, setiap kelompok bertugas untuk

mempelajari lembar kerja. Belajar kelompok ini merupakan kegiatan

peserta didik untuk mendiskusikan masalah-masalah, membandingkan

jawaban, memeriksa, dan memperbaiki kesalahan-kesalahan konsep

temannya jika teman satu kelompok melakukan kesalahan.

3. Permainan (Games)

Game atau permainan terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang

relevan dengan materi, dan dirancang untuk menguji pengetahuan

yang didapat peserta didik dari penyajian kelas dan belajar kelompok.

Kebanyakan game atau permainan terdiri dari pertanyaan-pertanyaan

sederhana bernomor. Setiap kelompok berlomba untuk menjawab

pertanyaan agar mereka memperoleh poin bagi kelompoknya.

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Hasil

27

4. Pertandingan atau Lomba (Tournament)

Turnamen atau lomba dilakukan pada akhir minggu atau pada

setiap unit setelah guru melakukan presentasi kelas dan kelompok

sudah mengerjakan lembar kerja peserta didik (LKPD). Turnamen atau

lomba pertama guru membagi peserta didik ke dalam beberapa meja

turnamen atau lomba. Tiga peserta didik tertinggi prestasinya

dikelompokkan pada meja I, tiga peserta didik selanjutnya pada meja

II dan seterusnya. Masing-masing meja turnamen telah disediakan

terlebih dahulu lembar soal dan lembar jawab dan masing-masing

siswa berlomba untuk menyelesaikan soal-soal tersebut. apabila siswa

dapat menjawab pertanyaan dengan benar, berarti siswa tersebut

menyumbangkan satu poin bagi kelompoknya. Langkah ini diulangi

sampai semua siswa mendapat giliran.

5. Penghargaan Kelompok (Team Recognition)

Pengharagaan diberikan setelah turnamen atau lomba berakhir

Guru kemudian mengumumkan kelompok yang menang, tim atau

kelompok yang memperoleh poin tertinggi akan mendapat sertifikat

atau hadiah dari guru.

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Hasil

28

Gambar 1 Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT

Penjelasan gambar 1 adalah masing-masing meja turnamen sudah disiapkan

terlebih dahulu pertanyaan, jawaban, kartu permainan bernomor, dan lembar skor.

kemudian masing-masing perwakilan kelompok akan berlomba pada meja

tournament, dimana pengelompokkan pada meja tournament merupakan siswa yang

memiliki akademik yang sama.Turnamen ini memberikan kesempatan yang sama

pada masing- masing siswa untuk dapat mnyumbangkan skor bagi tim mereka dan

kelompok yang mendapatkan skor tertinggi akan memperoleh penghargaan.

Pernyataan tersebut sejalan dengan pembelajaran kooperatif tipe TGT

menurut Trianto (2011: 84) .Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe

TGT sebagai berikut :

1. Presentasi guru, yaitu guru menjelaskan materi yang akan dibelajarkan

Meja

Turnamen

1

Meja

Turnamen

4

Meja

Turnamen

3

Meja

Turnamen

2

B-1 B-2 B-3 B-4

Tinggi Sedang Sedang Rendah

C-1 C-2 C-3 C-4

Tinggi Sedang Sedang Rendah

A-1 A-2 A-3 A-4

Tinggi Sedang Sedang Rendah

TIM A

TIM C TIM B

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Hasil

29

2. Siswa ditempatkan dalam tim belajar yang beranggotakan empat orang

yang merupakan campuran menurut tingkat prestasi, jenis kelamin dan

suku, kemudian siswa bekerja dalam kelompok untuk mengerjakan lembar

soal dari guru dan memastikan seluruh anggota tim telah menguasai

pelajaran terseebut

3. Guru mengarahkan aturan permainan, yaitu menjawab pertanyaan-

pertanyaan yang relevan dengan materi yang telah dipelajari

4. Siswa mewakili kelompok berlomba menjawab pertanyaan-pertanyaan

pada lembar soal pada meja tournament untuk mengumpulkan poin bagi

kelompoknya

5. Kelompok yang memperoleh poin tertinggi mendapat sertifikat atau

ganjaran (award)

Kesimpulan dari pendapat-pendapat diatas bahwa pembelajaran

kooperatif atau cooperative learning tiep TGT adalah salah pembelajaran

dengan cara peserta didik belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok

kecil yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur

kelompok yang bersifat heterogen dengan langkah-langkah yang diawali

dengan presentasi kelas, siswa bekerja dalam kelompok, permainan, turnamen

atau perlombaaan dan penghargaan terhadap tim yang memiliki skor tertinggi.

2.2 Kajian Hasil-hasil Penelitan yang Relevan

Penelitian yang akan dilakukan, sebaiknya memperhatikan hasil

penelitian lain yang dapat dijadikan sebagai bahan rujukan. Adapun penelitian

terdahulu yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti

sebagai berikut:

1. Penelitian Tindakan Kelas oleh Ika Windarti tahun 2013 dengan judul

“Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Game

Turnament (TGT) Berbantuan Pohon Pintar untuk Meningkatkan Hasil

Belajar Matematika pada Siswa Kelas V SD Negeri Gerlang Kabupaten

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Hasil

30

Batang Semester I Tahun Pelajaran 2013/2014.” Hasil belajar siswa

setelah pembelajaran dengan penggunaan model pembelajaran kooperatif

tipe TGT lebih tinggi dibanding hasil belajar siswa setelah pembelajaran

tanpa penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe TGT. Hal ini

berdasarkan ketuntasan dan rata-rata hasil belajar siswa dengan KKM 60

pada materi FPB dan KPK meningkat dari kondisi prasiklus hingga siklus

II. Kondisi pra siklus siswa yang tuntas 60% dengan rata-rata 59,5, pada

kondisi Siklus I menjadi 70 % dengan rata-rata 65,25 dan pada akhir

siklus II menjadi 85% dengan rata-rata 76,5.

2. Penelitian Tindakan Kelas yang dilakukan oleh Mei Utami pada tahun

2013 dengan judul “Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe

TGT dalam Meningkatkan Hasil Belajar Matematika untuk Siswa Kelas 4

SDN Weton Kulon Semester 2 Tahun Pelajaran 2012/2013.” Hasil

penelitian menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran TGT

dapat meningkatkan hasil belajar. Hal ini terlihat dari setiap siklus

pembelajaran yang dilaksanakan sesuai dengan langkah-langkah model

TGT. Ketuntasan nilai siswa lebih dari 80% setelah diadakan tindakan

selama siklus II. Adapun rerata nilai pre test sebesar 50,7, siklus I

meningkat menjadi 77,1, dan siklus II meningkat menjadi 85. Keaktifan

siswa setiap pembelajaran juga selalu mengalami peningkatan dari siklus

I sampai dengan siklus II. Hasil pra siklus siswa yang tuntas sebanyak 10

siswa atau 35,7 % dan yang tidak tuntas sebanyak 18 siswa atau 64,3 %,

siklus I siswa yang tuntas 16 siswa atau 57,1 % dan yang tidak tuntas

sebanyak 12 siswa atau 42,9 %, siklus II siswa yang tunta sebanyak 28

siswa atau 100 % dan yang tdak tuntas 0 siswa atau 0 %. Berdasakan

analisis komparatif ketuntasan hasil belajar matematika siswa kelas 4

SDN Weton Kulon dari pra siklus hingga siklus II mengalami

peningkatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Penggunaan

model TGT dapat meningkatkan hasil belajar. (2) Langkah-langkah

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Hasil

31

model pembelajaran TGT meliputi presentasi kelas, tim kelompok, game,

turnamen, dan rekognisi tim.

3. Hasil Penelitian oleh Endang Sri Indriyati pada tahun 2012 dengan judul

“Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Melalui Operasi Hitung

Bilangan Bulat Dengan Model Pembelajaran Team Game Tournament (

TGT ) Pada Siswa Kelas IV SD Negeri Gumawang 0I Kecamatan

Pecalungan Kabupaten Batang Semester II Tahun 2011 / 2012”.

Penelitian tindakan ini bertujuan untuk menggambarkan seberapa jauh

penggunaan model pembelajaran Team Game Tournament ( TGT ) dapat

meningkatkan hasil belajar matematika pada siswa kelas IV SD Negeri

Gumawang 01 Tahun 2011 / 2012. Indikator keberhasilan dinyatakan

sedikitnya 70% dari jumlah siswa mencapai KKM 60. Hasil penelitian ini

menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar. Hal ini ditunjukkan pada

akhir siklus II telah dicapai perkembangan hasil belajar yaitu nilai

ulangan harian siswa rata – rata 74 dan akhir siklus I 69 dan pra siklus

sebesar 55. Model Pembelajaran Team Game Tournament ( TGT ) dapat

meningkatkan hasil belajar siswa, kemandirian belajar siswa meningkat.

Hasil penelitian diatas menunjukkan bahwa penggunaan model

pembelajaran kooperatif tipe TGT dapat meningkatkan hasil belajar

matematika. Penelitian-penelitian tersebut semakin memperkuat penelitan

yang akan dilakukan yaitu dengan judul “Penggunaan model pembelajaran

kooperatif tipe TGT dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas

V SD Negeri 2 Wonoroto Kabupaten Wonosobo semester II tahun pelajaran

2014/2015”. Peneliti mengembangkan model pembelajaran kooperatif yang

dipadukan dengan tipe TGT, dimana dalam pelaksanaan pembelajaran ini

tidak hanya membuat siswa yang cerdas (berkemampuan akademis tinggi)

lebih menonjol dalam pembelajaran, tetapi siswa yang berkemampuan

akademi lebih rendah juga ikut aktif dan mempunyai peranan yang penting

dalam kelompoknya. Penilaian yang dilakukan juga tidak hanya pada tes

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Hasil

32

formatif saja tetapi juga unjuk kerja siswa, sehingga hasil belajar yang

diperoleh siswa merupakan kumulatif dari ketiga aspek tersebut.

2.3 Kerangka Pikir

Pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional melalui

metode ceramah khususnya pada mata pelajaran matematika merupakan

pembelajaran yang masih berpusat pada guru (Teacher Centered) sehingga

menimbulkan kurangnya semangat siswa dalam mengikuti pembelajaran,

siswa kurang berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran yang pada akhirnya

menyebabkan hasil belajar siswa rendah. Untuk menanggapi hal tersebut ,

dibutuhkan upaya guna mengantisipasi rendahnya hasil belajar siswa dengan

model pembelajaran Kooperatif tie TGT (Teams Games Turnament).

Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT terdiri dari beberapa langkah yaitu , (1)

Penyajian Kelas atau presentasi guru, (2) Siswa belajar dalam Kelompok, (3)

Permainan (Games), (4) Pertandingan atau Lomba (Tournament), (5)

Penghargaan Kelompok. Model pembelajaran Kooperatif Tipe TGT melatih

siswa untuk bekerja sama dan bertukar pikiran dalam kelompok untuk

memecahkan suatu masalah. Kerjasama dalam pemecahkan permasalahan

tersebut dimungkinkan membuat pemahaman materi akan lebih melekat

dalam otak siswa dibandingkan cara belajar di mana mereka hanya menerima

informasi saja atau pembelajaran satu arah. Model ini juga terdiri dari game

dan tournament yang akan menumbuhkan semangat untuk berkompetisi

dengan kelompok lain dan penghargaan bagi kelompok terbaik yang

memberikan dampak positif bagi semangat belajar siswa. Lebih jelasnya, lihat

pada gambar 2 sebagai berikut:

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Hasil

33

Gambar 2 Kerangka Pikir

2.4 Hipotesis

Hipotesis tindakan dari penelitian ini adalah “Penggunaan model

pembelajaran kooperatif tipe TGT dapat meningkatkan hasil belajar

matematika siswa kelas V SD Negeri 2 Wonoroto Kabupaten Wonosobo

semester II tahun pelajaran 2014/2015”

Perbaikan Pembelajaran Matematika

Menggunakan Model Pembelajaran

Kooperatif Tipe TGT

1. Penyajian Kelas

2. Belajar dalam Kelompok

3. Permainan

4. Pertandingan atau Lomba

5. Penghargaan Kelompok

Pembelajaran Konvensional Pembelajaran Matematika

Hasil belajar siswa rendah

Unjuk Kerja Tes Formatif

Hasil Belajar Meningkat