bab ii kajian pustaka 2.1. kajian teoritis 2.1.1...

25
9 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teoritis 2.1.1. Pembelajaran IPA Berdasarkan istilahnya, IPA artinya pengetahuan yang rasional (masuk akal/logis) dan objektif (sesuai dengan kenyataannya) tentang alam semestas dan segala isinya. IPA merupakan terjemahan dari bahasa Inggris yang sering disebut sebagai Natural Science atau sering disebut Science. Nash (Tn, 2001: 1) mengatakan bahwa science is the attempt to make the chaotic diversity of our sense experience correspond to a logically uniform system of thougt. Terjemahannya adalah sebagai berikut: IPA merupakan suatu bentuk upaya yang membuat berbagai pengalaman menjadi suatu sistem berpikir logis yang tertentu dan tidak lain adalah berpikir ilmiah. JD Bernal (dalam Tn, 2001: 2) menyatakan bahwa IPA dipandang sebagai: (1) institusi; (2) metode; (3) kumpulan pengetahuan; (4) faktor yang berpengaruh terhadap peningkatan produksi; (5) faktor penting yang mempengaruhi sikap dan pandangan terhadap alam. Sementara Carin dan Sund (Tn, 2001: 2) menyatakan bahwa IPA merupakan system of knowing atau sistem untuk mengetahui alam, dan IPA merupakan kumpulan pengetahuan yang berfungsi untuk menjelaskan apa yang diperoleh. Sri dan Irianto (2006: iii) menyatakan bahwa IPA berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam yang sistematis, sehinga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep atau prinsip- prinsip saja, tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Dengan begitu, pendidikan IPA di SD diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar. Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa IPA adalah: a. IPA dapat dipandang sebagai produk dari upaya manusia memahami berbagai gejala alam. Produk ini dapat berupa prinsip-prinsip, teori-teori,

Upload: lykiet

Post on 02-Feb-2018

224 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teoritis 2.1.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4479/3/T1... · dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs. ... (KTSP), ruang lingkup

9

9

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Kajian Teoritis

2.1.1. Pembelajaran IPA

Berdasarkan istilahnya, IPA artinya pengetahuan yang rasional (masuk

akal/logis) dan objektif (sesuai dengan kenyataannya) tentang alam semestas dan

segala isinya. IPA merupakan terjemahan dari bahasa Inggris yang sering disebut

sebagai Natural Science atau sering disebut Science. Nash (Tn, 2001: 1)

mengatakan bahwa science is the attempt to make the chaotic diversity of our

sense experience correspond to a logically uniform system of thougt.

Terjemahannya adalah sebagai berikut: IPA merupakan suatu bentuk upaya yang

membuat berbagai pengalaman menjadi suatu sistem berpikir logis yang tertentu

dan tidak lain adalah berpikir ilmiah.

JD Bernal (dalam Tn, 2001: 2) menyatakan bahwa IPA dipandang sebagai:

(1) institusi; (2) metode; (3) kumpulan pengetahuan; (4) faktor yang berpengaruh

terhadap peningkatan produksi; (5) faktor penting yang mempengaruhi sikap dan

pandangan terhadap alam. Sementara Carin dan Sund (Tn, 2001: 2) menyatakan

bahwa IPA merupakan system of knowing atau sistem untuk mengetahui alam, dan

IPA merupakan kumpulan pengetahuan yang berfungsi untuk menjelaskan apa

yang diperoleh.

Sri dan Irianto (2006: iii) menyatakan bahwa IPA berkaitan dengan cara

mencari tahu tentang alam yang sistematis, sehinga IPA bukan hanya penguasaan

kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep atau prinsip-

prinsip saja, tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Dengan begitu,

pendidikan IPA di SD diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk

mempelajari diri sendiri dan alam sekitar. Dari uraian di atas, maka dapat

disimpulkan bahwa IPA adalah:

a. IPA dapat dipandang sebagai produk dari upaya manusia memahami

berbagai gejala alam. Produk ini dapat berupa prinsip-prinsip, teori-teori,

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teoritis 2.1.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4479/3/T1... · dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs. ... (KTSP), ruang lingkup

10

hukum-hukum maupun fakta-fakta yang kesemuanya itu ditunjukkan untuk

menjelaskan berbagai gejala alam.

b. IPA dipandang sebagai proses, yaitu tata cara tertentu/ketrampilan tertentu

yang sifatnya analitis, cermat, lengkap, serta menghubungkan gejala alam

yang satu dengan gejala alam yang lain, sehingga keseluruhannya

membentuk suatu sudut pandang yang baru tentang obyek yang diamatinya.

2.1.2. Tujuan Pembelajaran IPA di SD

Dalam KTSP 2006, mata pelajaran IPA di SD/MI bertujuan agar peserta

didik memiliki kemampuan sebagai berikut:

1) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya.

2) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

3) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat.

4) Mengembangkan ketrampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar memecahkan masalah dan membuat keputusan.

5) Meningkatkan kesadaran untuk berperan dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam.

6) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam semesta dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

7) Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.

Tujuan di atas mengisyaratkan bahwa pembelajaran IPA di SD, hendaknya

tidak menitikberatkan pada upaya pencapaian akademik semata, tetapi juga

berorientasi pada penanaman nilai-nilai IPA secara komprehensif. Dengan

demikian, penyajian materi atau konsep tidak dilakukan secara informatif melalui

ceramah. Pembelajaran IPA, sebaiknya melibatkan siswa dalam kegiatan yang

memungkinkan siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri. Agar situasi ini

terjadi, dengan demikian, memilih model pembelajaran menjadi penentu penting.

Dengan demikian, diharapkan dengan menerapkan model pembelajaran berbasis

masalah tujuan pendidikan IPA seperti yang diharapkan dapat tercapai.

2.1.3. Fungsi Pembelajaran IPA di SD

Fungsi pengajaran IPA di sekolah dasar adalah sebagai berikut (Tn, 2001: 3)

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teoritis 2.1.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4479/3/T1... · dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs. ... (KTSP), ruang lingkup

11

1) memberikan pengetahuan tentang berbagai jenis dan perangai lingkungan alam dan lingkungan buatan dalam kaitannya dengan pemanfaatannya bagi kehidupan sehari-hari.

2) mengembangkan ketrampilan proses.3) mengembangkan wawasan, sikap dan nilai yang berguna bagi siswa untuk

meningkatkan kualitas kehidupan sehari-hari.4) mengembangkan kesadaran tentang adanya hubungan keterkaitan yang

saling mempengaruhi antara kemajuan IPA dan teknologi, dengan keadaan lingkungan dan pemanfaatannya dalam kehidupan sehari-hari.

5) mengembangkan ketrampilan untuk menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), serta ketrampilan yang berguna dalam kehidupan sehari-hari, maupun untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi.

2.1.4. Ruang Lingkup IPA di SD

Berdasarkan kurikulum 2006 (KTSP), ruang lingkup bahan kajian IPA

meliputi beberapa aspek kajian pokok IPA yang diajarkan di SD, yaitu:

1) mahkluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan serta kesehatan.

2) benda atau materi, sifat-sifat dan kegunaannya.3) energi dan perubahannya, meliputi: magnet, listrik, cahaya, dan pesawat

sederhana4) bumi dan alam semesta, meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda

langit lainnya.

2.1.5. Model Pembelajaran Berbasis Masalah

Pengertian pembelajaran itu sendiri menurut Hamalik (2004:57) adalah

suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas

dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan. Unsur

manusiawi terdiri dari guru, siswa dan tenaga kependidikan lainnya, unsur

material meliputi buku-buku, papan tulis dan kapur, slide dan lain-lain. Fasilitas

meliputi ruangan kelas, perlengkapan, audio visual juga komputer. Prosedur

meliputi jadwal dan metode penyampaian informasi, praktek, belajar ujian dan

sebagainya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan suatu

kesatuan antara proses belajar mengajar, sarana dan prasarana yang dibutuhkan

dalam proses belajar mengajar, strategi dan metode yang digunakan dalam proses

belajar mengajar.

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teoritis 2.1.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4479/3/T1... · dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs. ... (KTSP), ruang lingkup

12

Konsep model pembelajaran lahir dan berkembang dari pakar psikologi

dengan pendekatan dalam settingeksperimen yang dilakukan. Konsep model

pembelajaran untuk pertama kalinya dikembangkan oleh Bruce dan koleganya.

Menurut Supriyono Koes H (2003: 4), model pembelajaran adalah sebuah rencana

atau pola yang mengorganisasikan pembelajaran dalam kelas dan menunjukn

penggunaan materi pembelajaran.

Model pembelajaran berbeda dengan strategi, metode dan prinsip

pembelajaran. Model pembelajaran merupakan kesatuan dari metode, strategi dan

langkah-langkah pembelajaran. Salah satu ciri khusus model pembelajaran yang

tidak dimiliki oleh strategi atau prosedur tertentu yaitu tingkah laku mengajar

(sintaks) yang menggambarkan pola sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.

Lebih lanjut Ismail (dalam (Widiarto, Rachmadi, 2004: 76) menyabutkan bahwa

istilah model pembelajaran tidak dipunyai oleh strategi atau motode tertentu yaitu:

a. Rasional teoritik yang logis disusun oleh penciptanya

b. Tujuan pembelajaran yang hendak dicapai

c. Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut berhasil

(syntaks)

d. Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran dapat tercapai

Salah satu yang membedakan model pembelajaran yang satu dengan yang

lain adalah tingkah laku mengajar (syntaks) yang digunakan oleh masing-masing

model pembelajaran. Syntaks inilah yang menjadi ciri khas dari suatu model

pembelajaran. Masing-masing model pembelajran memiliki syntaks yang berbeda-

beda meskipun memiliki tujuan pembelajaran yang sama.

Dari berbagai pemaparan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa

model pembelajaran merupakan sebuah rencana atau pola yang

mengorganisasikan pembelajaran dalam kelas dan menunjukn penggunaan materi

pembelajaran, dimana model pembelajaran itu sendiri berbeda dengan metode

maupun strategi pembelajaran. Ciri mendasar yang membuat model pembelajaran

berbeda dengan metode pembelajaran maupun strategi pembelajaran adalah

bahwa model pembelajaran merupakan satu kesatuan yang disebut sintaks atau

tingkah laku mengajar.

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teoritis 2.1.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4479/3/T1... · dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs. ... (KTSP), ruang lingkup

13

Model Pembelajaran Berbasis Masalah atau Problem Based Instruction

(PBI) merupakan model pembelajaran yang berdasar pada pendekatan Problem

Based Learning yaitu suatu model pembelajaran yang menghadapkan siswa pada

masalah dalam kehidupan sehari-hari, yang memulai proses pembelajaran dengan

mengemukakan masalah.

Menurut Abbas (2000: 87) model Pembelajaran Berbasis Masalah atau

model Problem Based Instructon bercirikan penggunaan masalah dunia nyata,

sedangkan Nurdin Ibrahim (Trianto, 2007:67) menyatakan bahwa “Pembelajaran

berdasarkan masalah merupakan pembelajaran yang menyajikan masalah, yang

kemudian digunakan untuk merangsang berfikir tingkat tinggi yang berorientasi

pada masalah, dan termasuk didalamnya belajar bagaimana belajar”.

Ratumanan (dalam Trianto, 2007:92) mengungkapkan bahwa:

Pelajaran berdasarkan masalah merupakan pendekatan yang efektif untuk

pengajaran proses berpikir tingkat tinggi, pembelajaran ini membantu siswa untuk

memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun

pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya. Pembelajran ini

cocok untuk mengembangkan pengetahuan dasar maupun kompleks.

Dalam model ini siswa dilatih untuk berinteraktif dengan bertanya dan

mengemukakan pendapat mengenai masalah yang dikemukakan di awal

pembelajaran, untuk mencapai jawaban dari permasalahan yang diajukan maka

siswa melakukan kegiatan penyelidikan, mengumpulkan dan menganalisa

informasi, mencari jawaban, sampai akhirnya siswa mampu menghasilkan produk

yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian dari masalah yang mereka

temukan. Hal itu sesuai dengan yang dikemukanan Arends (Triatno, 2007:68)

bahwa “Pembelajaran berbasis masalah merupakan sebuah model dimana siswa

dihadapkan pada masalah nyata yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari yang

disuguhkan di awal pembelajaran dan diharapkan siswa dapat menemukan inti

permasalahan dan berpikir bagaimana cara menyelesaikan masalah tersebut”.

Mendasarkan pada pendapat para ahli di atas tentang pengertian model

pembelajaran berbasis masalah (PBI), maka peneliti menyimpulkan bahwa model

pembelajaran berbasis masalah adalah model sebuah model pembelajaran dimana

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teoritis 2.1.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4479/3/T1... · dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs. ... (KTSP), ruang lingkup

14

siswa dihadapkan pada masalah nyata yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari,

dimana masalah nyata ini disuguhkan pada awal pembelajaran, sehingga

membantu siswa untuk memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya

dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya.

2.1.6. Teori Yang Melandasi Model Pembelajaran Berbasis Masalah

a. Dewey dan Kelas Demokrasi

Pembelajaran berdasar masalah menemukan akar intelektualnya pada

penilitian John Dewey (Trianto, 2007:67) menggambarkan suatu pandangan

tentang pendidikan dan demokrasi dimana sekolah seharusnya mencerminkan

masyarakat besar dan kelas merupakan laboratorium sebagai tempat untuk

menyelesaikan kehidupan nyata. Pandangan Dewey inilah yang melengkapi

filosofi yang melandasi pembelajaran berdasar masalah.

b. Paget, Vygotsky dan Konstuktivisme.

Jean Piaget dan Lev Vygotsky (Budiningsih, 2005:97) adalah ahli psikologi

Eropa yang mengembangkan konsep konstruktivisme dan diatas konsep inilah

pembelajaran berdasar masalah konteporer diletakan. Menurut Piaget pedagogi

yang baik harus melibatkan pemberian anak dengan situasi dimana anak-anak itu

mandiri dalam melakukan eksperimen.

Sedangkan menurut Vygotsky (Budinigsih, 2005:99) perkembangan

intelektual terjadi pada saat individu berhadapan dengan pengalaman baru yang

menantang ketika mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang

dimunculkan oleh pengalaman ini. Vygotsky juga percaya bahwa interaksi sosial

dengan teman lain memacu terbentuknya ide baru memperkaya perkembangan

intelektual siswa.

c. Bruner dan Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning).

Bruner (Koes. 2003:153) mengemukakan suatu teori pendukung penting

yang dikenal sebagai pembelajaran penemuan, yaitu suatu model pemnemuan

yang menekankan pentingnya membantu siswa memahami struktur ide kunci dari

suatu keyakinan bawa pembelajaran yang sebenarnya terjadi melalui penemuan

pribadi. Pembelajaran berdasar masalah juga bergantung pada konsep lain dari

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teoritis 2.1.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4479/3/T1... · dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs. ... (KTSP), ruang lingkup

15

Bruner yaitu Scaffolding , yaitu suatu proses dimana seorang siswa dibantu

menenuntaskan masalah tertentu melalui kapasitas perkembangannnya melalui

bantuan dari guru atau orang yang mempunyai kelebihan lebih.

Pembelajaran berbasis masalah mempunyai perbedaan penting dengan

pembelajaran penemuan. Pada pembelajaran penemuan ddasarkan pada

pernyataan-pernyataan berdasar disiplin ilmu dan penyelidikan siswa berlangsung

dibawah bimbingan guru terbatas dalam ruang lingkup kelas, sedangkan

pembelajaran berbasis masalah dimulai dengan masalah kehidupan nyata yang

bermakna yang bermakna dimana siswa mempunyai kesempatan dalam memilih

dan melakukan penyelidikan apapun baik dalam maupun diluar sekolah sejauh itu

diperlukan untuk memecahkan masalah.

Menurut Bruner (Dahar, 1996:103) pengetahuan yang diperoleh melalui

belajar penemuan memiliki beberapa kebaikan yaitu:

1) Pengetahuan yang diperoleh lebih bertahan lama dari pada diperoleh dengan

cara lain.

2) Hasil belajar penemuan memiliki efek transfer yang lebih baik artinya

konsep-konsep yang telah dimiliki lebih mudah diterapkan pada situasi-

situasi baru.

3) Belajar penemuan meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk

berpikir bebas.

2.1.7. Sintaks Model Pembelajaran Berbasis Masalah

Tahapan-tahapan Model Pembelajaran Problem Based Instruction menurut

Ibrahim (Trianto, 2007: 71) mengemukakan lima tahap yang dilakukan dalam

Model Pembelajaran Berbasis Masalah yaitu dimulai dengan memperkenalkan

siswa dengan siswa suatu situasi masalah, mengorganisasikan siswa dalam

kelompok belajar, siswa melakukan kegiatan penyelidikan guna mendapatkan

konsep untuk menyelesaikan masalah kemudian membuat karya atau laporan,

mempresentasikan dan diakhiri dengan penyajian serta analisis evaluasi hasil dan

proses.

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teoritis 2.1.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4479/3/T1... · dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs. ... (KTSP), ruang lingkup

16

Lima langkah yang dilakukan dalam Model Pembelajaran Berbasis

Masalah selengkapnya dapat dilihat pada tabel 2.1 dibawah ini:

Tabel 2.1Sintaks Model Pembelajaran Berbasis Masalah

Tahap Tingkah Laku Guru Tingkah Laku SiswaTahap 1Orientasi siswa pada masalah

Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, mengajukan fenomena atau memunculkan masalah, memotivasi siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah.

Mengajukan pertanyaan untuk ide mencari informasi

Menyatakan ide-ide secara terbuka dan bebas

Mengajukan pendapat jawaban berdasarkan pengetahuan sebelumnya atau pengalaman dalam kehidupan sehari-hari

Tahap 2Mengorganisasi siswa untuk belajar

Guru membantu siswa untuk mendefenisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.

Berdiskusi dengan teman kelompok dalam menentukan masalah

Membuat perencanaan dalam melakukan penyelidikan

Tahap 3Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok

Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.

Melakukan penyelidikan dengan teman kelompok

Melaksanakan perencanaan yang telah dibuat

Tahap 4Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai, seperti laporan, video dan model serta membantu mereka untuk berbagai tugasdengan temannya

Melakukan presentasi dengan cara menjelaskan data yang diperoleh dari hasil penyelidikan

Mendengarkan penjelasan kelompok lain

Mengajukan pertanyaan terhadap penjelasan kelompok lain

Mendengarkan dan memahami penjelasan/klarifikasi yang disampaikan guru (jika ada)

Tahap 5Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan

Menyimpulkan hasil penyelidikan berdasarkan data yang telah didapat dan petunjuk (penjelasan) dari guru

Berkaitan dengan tabel diatas, menurut Ibrahim di dalam kelas PBI

dinyatakan bahwa peran guru diantaranya adalah:

a) Tahap 1 mengajukan masalah atau mengorientasikan siswa kepada masalah

autentik, yaitu masalah kehidupan nyata sehari-hari, dalam hal ini siswa

melakukan identifikasi masalah.

b) Tahap 2 yaitu merumuskan masalah dan merencanakan pengumpulan data.

c) Tahap 3 yaitu mengumpulkan data.

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teoritis 2.1.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4479/3/T1... · dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs. ... (KTSP), ruang lingkup

17

d) Tahap 4 yaitu presentasi, merespon hasil presentasi, dan menyimak hasil

presentasi.

e) Tahap 5 yaitu membuat kesimpulan.

2.1.8. Karakteristik Model Pembelajaran Berbasis Masalah

Model ini tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi

sebanyak-banyaknya kepada siswa. Utamanya model ini dikembangkan untuk

membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah, dan

ketrampilan intelektual (Sudibyo, 2002:17). Adapun menurut Arends (dalam

Trianto, 2007:93) Model Pembelajaran Berbasis Masalah memiliki karakteristik

sebagai berikut:

1. Pengajuan pertanyaan atau masalah. Bukannya mengorganisasikan di sekitar

prinsip-prinsip atau ketrampilan akademik tertentu, pembelajaran

berdasarkan masalah mengorganisasikan pengajaran di sekitar pertnyaan

dan masalah yang dua-duanya secara sosial penting dan secara pribadi

bermakna untuk siswa. Mereka mengajukan situasi kehidupan nyata

autentik, menghindari jawaban sederhana, dan memungkinkan adanya

berbagi macam solusi untuk ini.

2. Berfokus pada keterkaitan antar disiplin. Meskipun pembelajaran berbasis

masalah mungkin berpusat pada mata pelajaran tertentu (IPA, Matematika,

dan ilmu sosial), masalah yang akan diselidiki telah dipilih benar-benar

nyata agar dalam pemecahannya, siswa meninjau masalah itu dari banyak

mata pelajaran.

3. Penyilidikan autentik. Pembelajaran berdasarkan masalah mengharuskan

siswa melakukan penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata

terhadap masalah nyata. Mereka harus menganalisis dan mendefenisikan

masalah, mengembangkan hipotesis, dan membuat ramalan, mengumpulkan

dan menganalisis informasi, melakukan eksperimen (jika diperlakukan) dan

merumuskan kesimpulan.

4. Menghasilkan produk dan memamerkannya. Pembelajaran berdasarkan

masalah menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teoritis 2.1.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4479/3/T1... · dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs. ... (KTSP), ruang lingkup

18

karya nyata atau artefak dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili

bentuk penyelesian masalah yang mereka temukan.

5. Kolaborasi. Pembelajaran berdasarkan masalah dicirikan oleh siswa yang

bekerja sama satu dengan yang lainnya, secara berpasangan atau dalam

kelompok kecil. Bekerja sama memberikan motivasi untuk secara

berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas kompleks dan memperbanyak

peluang untuk berbagi inkuiri dan dialog dan untuk mengembangkan

ketrampilan sosial dan ketrampilan berpikir.

2.1.9. Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah dalam PBM IPA

Berdasarkan Standar Proses

Standar proses pendidikan dapat diartikan sebagai suatu bentuk teknis

yang merupakan acuan atau kriteria yang dibuat secara terencana atau didesain

dalam pelaksanaan pembelajaran (UU No 41 Tahun 2007 Tentang Standar Proses

Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah). Masih mengacu pada UU

tersebut (UU No 41 Tahun 2007 Tentang Standar Proses Untuk Satuan

Pendidikan Dasar dan Menengah), hal-hal yang diatur dalam standar proses terdiri

dari perencanaan proses pembelajaran yang meliputi menyusun rencana

pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang memuat identitas mata pelajaran, standar

kompentensi (SK), kompetensi dasar (KD), indikator pencapaian kompetensi,

tujuan pembelajaran materi pembelajaran, alokasi waktu, metode pembelajaran,

kegiatan pembelajaran, penilaian hasil belajar dan sumber belajar; pelaksanaan

proses pembelajaran dimana hal-hal yang harus diperhatikan antara lain

rombongan (peserta) belajar maksimal, beban kerja minimal guru, buku pelajaran,

dan pengelolaan kelas; penilaian hasil pembelajaran tujuannya digunakan untuk

mengukur pencapaian kompetensi peserta didik, digunakan untuk menyusun

laporan kemajuan hasil belajar, dan memperbaiki proses pembelajaran. Penilaian

dilakukan secara konsisten, sistematik dan terprogram dengan menggunakan tes

dalam bentuk tes tertulis maupun tes lisan, dan nontes dalam bentuk pengamatan

kerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa tugas, proyek dan/atau

produk, portofolio dan penilaian diri. Penilaian hasil pembelajaran menggunakan

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teoritis 2.1.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4479/3/T1... · dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs. ... (KTSP), ruang lingkup

19

Standar Penilaian Pendidikan dan Panduan Penilaian Kelompok Mata Pelajaran;

serta pengawasan proses pembelajaran yang dilakukan dengan cara pemantauan,

supervisi, evaluasi dan pelaporan.

Berdasarkan pada hal yang telah dipaparkan, maka dalam pembelajaran

dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah pada mata pelajaran

IPA pada siswa SD kelas 4, standar kompentensi dan kompentensi dasar

(SK/KD), adalah SK/KD mata pelajaran IPA kelas 4 pada semester II pada materi

Perubahan Kenampakan Bumi dan Benda Langit, indikator pencapaian, rencana

pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan penilaian yang dilakukan, serta bentuk

penilaian yang dilakukan antara lain dijabarkan dalam RPP berkarakter

berdasarkan sintaks model pembelajaran berbasis masalah berikut ini:

1. Kegiatan Pendahuluan

Kegiatan pendahuluan diawali dengan siswa diberikan apersepsi, guru

memberikan motivasi untuk membangkitkan minat siswa belajar tentang materi

perubahan kenampakan bumi dan benda langit, selanjutnya guru menjelaskan

tujuan pembelajaran/kegiatan yang akan dilaksanakan. Setelah menjelaskan tujuan

pembelajaran, guru memberikan apersepsi dengan bertanya pernahkah kalian

melihat bulan purnama, atau pernah melihat kebakaran hutan? Pernah melihat

bintang? Untuk mengecek pemahaman siswa mengenai materi yang akan

diajarkan, guru melanjutkan pertanyaan pertanyaan apa yang terjadi pada air laut

ketika bulan purnama? Apa pengaruhnya bagi makhluk hidup ketika terjadi

kebakaran hutan? Mengapa bintang tidak terlihat di waktu siang, serta apa fungsi

rasi bintang bagi manusia?

2. Kegiatan Inti

Setelah siswa menjawab apersepsi, selanjutnya guru masuk dalam kegiatan

inti pembelajaran, diawali dengan eksplorasi yaitu siswa diberikan kesempatan

untuk menyatakan ide-ide secara bebas tentang perubahan kenampakan bumi dan

benda langit. Selanjutnya siswa dibagi dalam beberapa kelompok. Setelah dibagi

dalam kelompok, siswa diberikan waktu untuk berdiskusi dengan teman

kelompok dalam menentukan hipotesis yang paling relevan tentang bagaimana

pengaruh perubahan kenampakan bumi dan benda langit bagi manusia. Setelah

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teoritis 2.1.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4479/3/T1... · dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs. ... (KTSP), ruang lingkup

20

siswa merumuskan hipotesis, berikutnya adalah siswa dengan kelompoknya

membuat perencanaan dan melaksanakan perencanaan yang dibuat dalam bentuk

membuat percobaan tentang pengaruh kenampakan bumi dan benda langit bagi

manusia. Setelah siswa melakukan percobaan dan menemukan data yang relevan,

siswa dengan kelompoknya mempresentasikan data yang diperoleh tentang materi

perubahan kenampakan bumi dan benda langit. Sambil siswa dan kelompoknya

presentasi, kelompok lain diberikan kesempatan untuk menyimak presentasi dan

memberikan tanggapan pada presentasi dari kelompok. Setelah semua kelompok

presentasi, selanjutnya, siswa diajak untuk membuat kesimpulan hasil percobaan

yang telah didapatkan berdasarkan petunjuk-petunjuk dari guru tentang materi

perubahan kenampakan bumi dan benda langit.

3. Kegiatan Penutup

Setelah siswa bersama dengan guru membuat kesimpulan, sebelum

mengakhiri pelajaran, guru memberikan tes untuk menguji pemahaman siswa

tentang materi perubahan kenampakan bumi dan benda langit dengan

menggunakan model pembelajaran berbasis masalah. Setelah siswa mengerjakan

tes yang diberikan, guru menutup pelajaran.

Partisipasi Belajar

Partisipasi berasal dari bahasa Inggris “participation” yang berarti

pengambilan bagian atau pengikutsertaan dalam suatu kelompok ataupun

kegiatan. Menurut Keith Davis (1962: 243) partisipasi didefinisikan sebagai “as a

mental and emotional involved at a person in a group situation then contribut to

group goal and share responsibility in them”. (Partisipasi sebagai keterlibatan

mental dan emosi seseorang kepada pencapaian tujuan dan ikut bertanggungjawab

di dalamnya).

Moelyarto Tjokrowinoto (dalam Sejana, 2012: 14) mengatakan bahwa

partisipasi adalah penyetaraan mental dan emosi dalam situasi kelompok yang

mendorong mereka untuk mengembangkan pikiran dan perasaan mereka bagi

tercapainya tujuan tersebut. Sementara itu, Kafler (dalam Mulyono, 1999: 23)

mengemukakan bahwa partisipasi adalah keikutsertaan seseorang dalam suatu

kegiatan yang mencurahkan fisik maupun mental dan emosional. Partisipasi fisik

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teoritis 2.1.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4479/3/T1... · dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs. ... (KTSP), ruang lingkup

21

adalah partisipasi yang langsung ikut serta dalam kegiatan tersebut, sedangkan

partisipasi mental dan emosional merupakan partisipasi dengan memberikan

saran, gagasan, dan aspek mental lain yang menunjang apa yang diharapkan.

Penjelasan partisipasi dari beberapa ahli di atas mensyaratkan bahwa

terjadinya partisipasi jika seseorang atau sekelompok orang terlibat dalam suatu

pencapaian tujuan tertentu, dan ikut bertanggungjawab pada pencapaian tujuan

itu. Namun begitu, ada perbedaan pendapat beberapa ahli di atas. Keith Davis

(1962), Moelyarto Tjokrowinoto (dalam Sejana, 2012), membatasi partisipasi

sebagai keterlibatan mental dan emosi seseorang atau sekelompok orang dalam

pencapaian tujuan. Sementara itu, Mulyono (1999) lebih memperluas dengan

mengatakan bahwa keterlibatan seseorang atau sekelompok orang tidak saja

terbatas pada mental dan emosi, namun juga keterlibatannya secara fisik. Dengan

kata lain bahwa Keith Davis dan Moelyarto membatasi pengertian partisipasinya

terbatas hanya pada aspek psikologis semata, namun Mulyono membawa

pemahamannya lebih luas dengan tidak semata-mata membatasi pada aspek

psikologis saja, tetapi juga pada aspek fisik.

Dengan mengacu pada bebeberapa pendapat di atas, maka dapat diambil

kesimpulan bahwa dengan demikian, yang disebut dengan partisipasi belajar

adalah keikutsertaan siswa baik secara fisik, mental maupun emosional demi

mencapai tujuan belajar yang diharapkan.

Tipologi Partisipasi Belajar

Menurut Mulyono (1999: 24-35), ada beberapa tipologi partisipasi terkait

dengan belajar yaitu:

1. Partisipasi pasif merupakan tipe partisipasi dimana guru memberikan

materi, tanpa memperhatikan tanggapan atau tanpa adanya keterlibatan aktif

sama sekali dari siswa.

2. Partisipasi informatif merupakan tipe partisipasi dimana siswa dapat

mengajukan informasi atau pengetahuan lain terkait dengan materi pelajaran

yang diberikan, namun tidak mendapatkan tanggapan dari guru.

3. Partisipasi konsultatif, merupakan tipe partisipasi dimana siswa diminta

memberikan pendapat tetapi tidak diberikan kesempatan untuk mengambil

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teoritis 2.1.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4479/3/T1... · dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs. ... (KTSP), ruang lingkup

22

keputusan; kata lain, guru mendengarkan pendapat siswa, tidak mengajak

siswa untuk mengambil keputusan atau kesimpulan bersama mengenai

pendapat yang diajukan oleh siswa.

4. Partisipasi fungsional; merupakan tipe partisipasi dimana siswa dilibatkan

untuk mencapai tujuan belajar bersama, dengan cara melibatkan sesama

siswa dalam bentuk kelompok berdasarkan kesepakatan yang telah dibuat di

kelas. Meskipun partisipasi ini merupakan tipe partisipasi yang masih

bergantung pada keputusan-keputusan guru, namun partisipasi ini

diharapkan dapat didorong ke arah kemandirian belajar siswa.

5. Partisipasi interaktif, tipe partisipasi ini adalah partisipasi dimana siswa

dilibatkan secara penuh dalam perencanaan pembelajaran, misalnya memilih

masalah yang hendak diajukan. Partisipasi ini merupakan tipe partisipasi

dimana siswa memiliki andil penuh baik dalam perencanaan tentang

pemilihan masalah, mendesain perancangan, hingga menemukan solusi atas

masalah itu.

6. Self Mobilization (mandiri), merupakan tipe partisipasi tertinggi dimana

siswa aktif dalam mengambil inisiatif secara bebas.

Jika di depan telah diasumsikan bahwa dengan menerapkan model

pembelajaran berbasis masalah, dimana dengan model ini siswa diajak bersama

secara aktif dalam memilih masalah, merancang percobaan, sampai pada

menemukan solusi atas masalah yang diajukan, asumsinya berarti siswa memiliki

partisipasi yang tinggi pada proses belajar mengajar. Dengan demikian, dalam

penelitian ini, tingkat partisipasi belajar yang akan diacu adalah pada partisipasi

tipe partisipasi fungsional, partisipasi interaktif dan self mobilization

(kemandirian). Artinya, melalui penerapan model pembelajaran berbasis masalah,

diharapkan bahwa akan muncul tipologi partisipasi dimana siswa benar-benar

berpartisipasi secara fungsional, interaktif dan mandiri.

Syarat Tumbuhnya Partisipasi Belajar

Dalam pemikiran untuk memahami tingkat partisipasi siswa dalam belajar,

perlu diketahui syarat-syarat apa saja yang mendorong tumbuhnya partisipasi

belajar siswa. Artinya bagaimana tumbuhnya partisipasi belajar, sangat ditentukan

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teoritis 2.1.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4479/3/T1... · dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs. ... (KTSP), ruang lingkup

23

oleh prasyarat yang melahirkan partisipasi belajar itu sendiri. Margono Slamet

(1985: 60), menyatakan bahwa tumbuh dan berkembangnya partisipasi belajar,

sangat ditentukan oleh tiga hal, yaitu:

1. Adanya kemauan untuk berpartisipasi dalam belajar

Kemauan terkait dengan adanya motif intrinsik dari dalam diri siswa. Hal

itu dapat terjadi jika: (1) meninggalkan sikap-sikap yang dapat menghambat

belajar; (2) Sikap terhadap guru, maupun terhadap pelajaran; (3) sikap untuk

selalu ingin memperbaiki prestasi belajar dan tidak cepat puas dengan prestasi

yang telah dicapai; (4) memiliki sikap mandiri dan percaya diri atas kemampuan

diri siswa.

2. Adanya kesempatan untuk berpatisipasi dalam belajar

Kesempatan ini terkait dengan: (1) kesempatan untuk memperoleh informasi

atau ilmu pengetahuan; (2) kesempatan untuk memanfaatkan sumber-sumber

belajar; (3) kesempatan untuk mengembangkan diri secara aktif dalam

pembelajaran; (4) kesempatan untuk memperoleh akses menggunakan fasilitas

belajar yang mendorong ke arah penemuan solusi atas masalah; (5) kesempatan

untuk memperoleh kepercayaan dari guru mengemukakan pendapat, ataupun

solusi; (6) kesempatan untuk mengembangkan rasa percaya diri siswa.

3. Adanya kemampuan untuk berpatisipasi dalam belajar

Kemampuan ini terkait dengan: (1) kemampuan untuk mengenal dan

mengidentifikasi masalah; (2) kemampuan untuk memahami kesempatan untuk

menghadapi masalah yang dihadapi dengan menemukan solusi melalui

pemanfaatan sumber belajar yang ada; dan (3) kemampuan untuk melaksanakan

pembelajaran sesuai dengan ketrampilan dan sumber daya lain yang dimiliki.

Terkait dengan penelitian ini, maka syarat tumbuhnya partisipasi belajar

dilihat pada hal kedua, yaitu adanya kesempatan untuk berpartisipasi dalam

belajar. Kesempatan berpartisipasi dalam belajar dimungkinkan terjadi, apabila

dalam proses belajar terjadi hal-hal seperti (1) kesempatan untuk memperoleh

informasi atau ilmu pengetahuan; (2) kesempatan untuk memanfaatkan sumber-

sumber belajar; (3) kesempatan untuk mengembangkan diri secara aktif dalam

pembelajaran; (4) kesempatan untuk memperoleh akses menggunakan fasilitas

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teoritis 2.1.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4479/3/T1... · dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs. ... (KTSP), ruang lingkup

24

belajar yang mendorong ke arah penemuan solusi atas masalah; (5) kesempatan

untuk memperoleh kepercayaan dari guru mengemukakan pendapat, ataupun

solusi; (6) kesempatan untuk mengembangkan rasa percaya diri siswa.

Enam kesempatan yang disebutkan di atas dimungkinkan apabila model

pembelajaran yang dipilih oleh guru tepat. Tepat dalam pengertian ini adalah

bahwa model pembelajaran itu, memberikan peluang terjadinya kesempatan-

kesempatan itu. Dengan mendasarkan pada paparan-paparan sebelumnya tentang

model pembelajaran berbasis masalah, peneliti meyakini bahwa model

pembelajaran ini mampu memberikan enam kesempatan yang dibutuhkan dalam

belajar yang disebutkan sebelumnnya. Kata lainnya adalah, bahwa dengan

menerapkan model pembelajaran berbasis masalah dalam pembelajaran, maka

akan meningkatkan partisipasi belajar siswa dalam pembelajaran itu sendiri.

Indikator Partisipasi Belajar

Mengacu pada kesimpulan dari beberapa pengertian partisipasi belajar di

atas, yaitu keikutsertaan siswa baik secara fisik, mental maupun emosional demi

mencapai tujuan belajar yang diharapkan (Keith Davis, 1962; Moelyarto

Tjokrowinoto dalam Sejana, 2012; Mulyono, 1999), maka indikator partisipasi

belajar ketika menerapkan model pembelajaran berbasis masalah yang akan

digunakan sebagai ukuran dalam penelitian ini adalah tiga dari enam jenis tipologi

partisipasi yang disebutkan oleh Margono Slamet (1985), yaitu keikutsertaan

secara fisik, mental maupun emosional dimana bahwa keikutsertaan pada tersebut

bersifat fungsional, interaktif dan self mobilization (mandiri), yaitu melibatkan

siswa dengan cara membentuk siswa dalam kelompok, melibatkan siswa dalam

perencanaan pembelajaran dalam hal ini yaitu memilih masalah (fakta) IPA yang

diajukan berdasarkan pengalaman konkret siswa, siswa dilibatkan dalam

merancang percobaan, dan siswa dilibatkan dalam menemukan solusi atas

masalah yang diajukan, siswa aktif dalam mengambil inisiatif. Adapun ketiga

indikator partisipasi belajar tersebut, disajikan dalam tabel berikut ini:

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teoritis 2.1.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4479/3/T1... · dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs. ... (KTSP), ruang lingkup

25

Tabel 2. 2Indikator Partisipasi Belajar dalam PBM IPA dengan Model PBI

No Aspek Indikator1 Partisipasi Fungsional Guru melibatkan siswa dalam membentuk

kelompok2 Partisipasi interaktif Guru memilih masalah IPA yang diajukan

berdasarkan pengalaman konkret siswaGuru melibatkan siswa dalam merancang percobaan pada masalah yang diajukanGuru melibatkan siswa dalam menemukan solusi atas masalah yang diajukan

3 Partisipasi self mobilization Siswa menjadi aktif dan berinisiatif dalam pembelajaran IPA

Untuk mengukur apakah terjadi partisipasi belajar dengan menerapkan

model pembelajaran berbasis masalah, maka akan diukur dengan menggunakan

skala, yaitu skala Likert yang dimodifikasi (Hadi, 1990: 90).Penggunaan

modifikasi skala Likert ini dimaksudkan untuk menghilangkan kelemahan yang

dikandung dalam skala lima tingkat. Modifikasi skala Likert meniadakan kategori

meniadakan jawaban yang tengah

Tabel 2.3Skala Likert Modifikasi

Jawaban Favorable UnfavorableSangat setuju 4 1Setuju 3 2Tidak setuju 2 3Sangat tidak setuju 1 4

Benyamin Bloom et al (dalam Clark, 2000: 99), mengklasifikasikan hasil

belajar ke dalam tiga domain (ranah) yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.

Bloom membagi masing-masing ranah kedalam tingkatan-tingkatan kategori yang

dikenal dengan istilah Bloom’s Taxonomy (Taksonomi Bloom). Penjelasan ketiga

aspek dari taksonomi Bloom tersebut adalah sebagai berikut:

Pada aspek kognitif terdiri dari enam jenis perilaku, diantaranya:

a. Pengetahuan, mencakup kemampuan ingatan tentang hal yang telah

dipelajari dan disimpan dalam ingatan. Pengetahuan ini berkenaan dengan

fakta, persitiwa, pengertian, kaidah, teori, prinsip atau metode.

b. Pemahaman, mencakup kemampuan menangkap arti dan makna tentang hal

yang dipelajari.

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teoritis 2.1.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4479/3/T1... · dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs. ... (KTSP), ruang lingkup

26

c. Penerapan, mencakup kemampuan menerapkan metode dan kaidah untuk

menghadapi masalah yang nyata dan baru.

d. Analisis, mencakup kemampuan merinci suatu kesatuan ke dalam bagian-

bagian, sehingga sturktur keseluruhan dapat dipahami dengan baik.

e. Sintesis, mencakup kemampuan membentuk suatu pola baru.

f. Evaluasi, mencakup kemampuan membentuk pendapat tentang beberapa hal

berdasarkan kriteria tertentu.

Aspek afektif terdiri dari lima perilaku, antara lain:

a. Penerimaan, yang mencakup kepekaan tentang hal tertentu dan kesediaan

memperhatikan hal tersebut.Misalnya, kemampuan mengakui adanya

perbedaan.

b. Partisipasi, yang mencakup kerelaan, kesediaan memperhatikan dan

berpartisipasi dalam suatu kegiatan. Misalnya, mematuhi aturan.

c. Penilaian dan penentuan sikap, yang mencakup meneriman suatu nilai,

menghargai, mengakui dan menentukan sikap. Misalnya menerima suatu

pendapat orang lain.

d. Organisasi, yang mencakup kemampuan membentuk sistem nilai sebagai

pedoman dan pegangan hidup. Misalnya menempatkan nilai dalam suatu

skala nilai.

e. Pembentukan pola hidup,yaitu mencakup kemampuan menghayati dan

membentuknya menjadi pola nilai kehidupan pribadi. Misalnya kemampuan

berdisiplin.

Aspek psikomotor terdiri dari tujuh jenis perilaku, yaitu:

a. Persepsi, mencakup kemampuan memilah-milah hal yang khas dan

menyadari adanya perbedaan tersebut.

b. Kesiapan, mencakup kemampuan menempatkan diri dalam keadaan dimana

akan terjadi suatu gerakan atau rangkaian gerakan. Kemampuan ini

mencakup jasmani dan rohani.

c. Gerakan terbimbing, mencakup kegiatan gerakan sesuai contoh atau gerakan

peniruan.

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teoritis 2.1.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4479/3/T1... · dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs. ... (KTSP), ruang lingkup

27

d. Gerakan yang terbiasa, mencakup kemampuan melakukan ketrampilan

melakukan gerakan-gerakan tanpa contoh.

e. Gerakan kompleks, yang mencakup kemampuan melakukan ketrampilan

yang terdiri dari banyak tahap secara lancar efisien dan tepat.

f. Penyesuaian pola gerakan, yang mencakup kemampuan mengadakan

perubahan dan penyesuaian pola gerak dengan persyaratan khusus yang

berlaku.

g. Kreativitas, mencakup kemampuan melahirkan pola gerak yang baru atas

dasar prakarsa sendiri.

Telah dipaparkan di atas bahwa yang disebut belajar adalah menyebutkan

bahwa belajar sebagai suatu perubahan dalam disposisi atau kapabilitas

manusiaGagne (dalam Sudjana, 1995: 20). Sedangkan Hamalik (2003:52)

menyimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku yang

dimaksud meliputi aspek-aspek pengetahuan, pemahaman, kebiasaan,

ketrampilan, apresiasi, emosional, etika dan sikap. Benyamin Bloom et al (dalam

Clark, 2000: 99) mengklasifikasikan hasil belajar ke dalam tiga domain (ranah)

yaitu Ranah kognitif, afektif, dan psikomotor, dimana belajar dikatakan terjadi

apabila terjadi perubahan pada ketiga ranah ini.

2.1.10. Prestasi Belajar

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, prestasi belajar adalah penguasaan

pengetahuan atau ketrampilan yang dikembangkan melalui materi pelajaran

lazimnya ditunjukan dengan nilai angka yang diberikan guru.

Winkel (1996:162) mengatakan bahwa prestasi belajar adalah suatu bukti

keberhasilan belajar atau kemampuan seseorang siswa dalam melakukan kegiatan

belajarnya sesuai dengan bobot yang dicapainya.

Dalam bidang pendidikan, terutama pembelajaran, prestasi belajar

mempunyai kedudukan yang penting. Menurut W. S. Winkel (1996:13), fungsi

prestasi belajar diantaranya:

a) Prestasi belajar sebagai indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang

telah diketahui anak didik.

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teoritis 2.1.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4479/3/T1... · dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs. ... (KTSP), ruang lingkup

28

b) Prestasi belajar sebagai lambang perumusan hasrat keinginan.

c) Prestasi belajar sebagai bahan informasi dalam inovasi pendidikan.

d) Prestasi belajar sebagai indikator intern dan ekstern dari situasi institusi

pendidikan.

e) Prestasi belajar dapat dijadikan indikator terhadap daya serap kecerdasan

anak didik.

Moelir (Wahyu Widaya, 1992:32) mengemukakan empat karakteristik

prestasi belajar yaitu:

a) Prestasi belajar yaitu merupakan perubahan tingkah laku yang dapat diukur.

Pengukuran perubahan tingkah laku tersebut dapat dilakukan dengan

memberikan tes prestasi.

b) Prestasi belajar merupakan hasil perbuatan individu itu sendiri, bukan hasil

perbuatan individu itu terhadap orang lain.

c) Tinggi rendahnya prestasi belajar dapat dievaluasi berdasarkan kriteria yang

telah ditetapkan oleh penilai menurut standar yang dicapai kelompok.

d) Prestasi belajar merupakan hasil dari kegiatan yang dilakukan secara

sengaja atau sadar, jadi bukan kebiasaan/perilaku yang tidak disadari.

Dari pendapat para ahli di atas, maka peneliti mengambil kesimpulan

bahwa yang disebut dengan prestasi belajar adalah perubahan tingkah laku belajar

pada siswa, dimana untuk mengukur perubahan tingkah laku belajar tersebut

digunakan alat yang disebut tes. Nilai yang diperoleh dari hasil tes tersebut

kemudian yang diukur untuk melihat siswa tersebut telah berhasil mencapai

belajarnya atau masih belum. Agar lebih terukur, kriteria nilai sebagai bukti

keberhasilan bahwa siswa tersebut telah berhasil mengikuti proses pembelajaran,

diukur berdasarkan Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM). Khusus dalam

penelitian ini, acuan ukuran KKM adalah sebagai berikut:

Ketuntasan individual = 100%Ketuntasan klasikal = 100%KeteranganKetuntasan indiviual : Jika siswa mencapai ketuntasan skor > 65

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teoritis 2.1.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4479/3/T1... · dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs. ... (KTSP), ruang lingkup

29

Ketuntasan klasikal : Jika > 75% dari seluruh siswa mencapaiketuntasan skor > 65.

2.1.11. Hubungan Antara Model Pembelajaran Berbasis Masalah dengan

Partisipasi dan Prestasi Belajar IPA

Pertanyaan yang perlu diajukan adalah bagaimana model pembelajaran

berbasis masalah berkorelasi dengan partisipasi dan prestasi belajar IPA?

Menjawab pertanyaan ini, maka perlu untuk melihat bagaimana sesungguhnya

manfaat model pembelajaran berbasis masalah itu sendiri. Berdasarkan pada

paparan teoritis dan sintaks model pembelajaran berbasis masalah di atas, tampak

bahwa model pembelajaran ini dirancang agar siswa terlibat lebih banyak dalam

pembelajaran. Keterlibatan itu dapat dilihat pada sintaks dimana siswa dengan

model pembelajaran ini dikondisikan untuk mengajukan pertanyaan, merumuskan

eksperimen untuk menjawab pertanyaan, termasuk mengambil kesimpulan dari

hasil eksperimen berdasarkan pertanyaan yang diajukan. Sintaks ini secara

langsung menjadikan siswa terlibat penuh dalam proses pembelajaran.

Keterlibatan penuh inilah menjadikan siswa dapat berpartisipasi aktif dalam

pembelajaran.

Logika yang dibangun adalah, semakin sering siswa terlibat berpartisipasi

dalam pembelajaran, siswa dapat mengalami dan berproses mulai dari

merumuskan masalah hingga mengambil kesimpulan berdasarkan masalah yang

diajukan. Dengan sering berpartisipasi dalam pembelajaran tersebut, siswa

menjadi lebih memahami keseluruhan materi pelajaran yang diajarkan. Dengan

lebih memahami materi pelajaran, makin memudahkan siswa ketika siswa

diajukan pertanyaan untuk diselesaikan dalam bentuk tes. Situasi ini membawa

konsekuensi siswa lebih mudah memahami pelajaran dan siswa lebih mudah

menjawab soal. Ikutannya, prestasi belajar siswa dapat ditingkatkan.

2.2. Kajian Penelitian yang Relevan

Iwan Setiawan. 2012. Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah

Untuk Meningkatkan Partisipasi dan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V SDN

Sukamenak. Kesimpulan dari penelitian ini adalah perencanaan dan pengelolaan

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teoritis 2.1.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4479/3/T1... · dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs. ... (KTSP), ruang lingkup

30

kelas, variasi dan model pembelajaran dan kemampuan awal siswa sangat

menentukan kemampuan kualitas pembelajaran IPA, sehingga partisipasi dan

prestasi siswa dalam mengikuti pelajaran IPA menjadi lebih meningkat. Hal ini

dilihat dari hasil tes kognitif, observasi dan wawancara yang dilakukan dengan

hasil kategori baik. Dengan demikian, dikatakan bahwa model pembelajaran

Berbasis Masalah dapat meningkatkan partisipasi dan hasil belajar IPA siswa.

Nurhaelah. 2011. Upaya Meningkatkan Motivasi dan Prestasi Belajar IPA

dengan Menggunakan Model Pembelajaran Berbasis Masalah pada Siswa Kelas

IV SDN Pagerwangi Lembang. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa

perolehan nilai rata-rata hasil tes yang meningkat yaitu nilai rata-rata individu

pada siklus I adalah 50.2, sedangkan nilai rata-rata individu pada siklus II adalah

62 dan pada siklus III adalah 71.3. Dari perolehan ini dapat disimpulkan bahwa

penerapan model pembelajaran Berbasis Masalah dapat meningkatkan minat dan

hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA pada siswa kelas IV SDN Pagerwangi

Kecamatan Lembang.

Dari dua penelitian terdahulu membuktikan bahwa model pembelajaran

berbasis masalah dapat membantu proses pembelajaran untuk meningkatkan

prestasi belajar siswa. Mengacu pada penelitian terdahulu, maka peneliti ingin

melakukan penelitian lagi dengan menggunakan model yang pembelajaran yang

sama. Meskipun demikian, terdapat beberapa perbedaan antara penelitian yang

dilakukan kali ini, dengan penelitian-penelitian terdahulu. Perbedaan tersebut

pertama bahwa pada penelitian terdahulu, para peneliti belum memasukkan

variabel partisipasi belajar sebagai salah satu variabel yang diteliti. Artinya bahwa

dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah, peneliti menduga

dapat meningkatkan prestasi belajar yang berimplikasi pada prestasi belajar siswa.

Kedua, subyek penelitian. Pada penelitian terdahulu subyek penelitiannya adalah

siswa sekolah yang berbeda. Penulis berasumsi bahwa perbedaan subyek didik,

merupakan faktor lain yang akan mempengaruhi prestasi belajar. Situasi sekolah

yang berbeda, fasilitas yang berbeda, tantangan masyarakat yang berbeda,

demikian juga pola asuh dari orangtua yang berbeda karena budaya yang berbeda

tentu berkontribusi terhadap prestasi belajar siswa juga. Karena itu, dengan

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teoritis 2.1.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4479/3/T1... · dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs. ... (KTSP), ruang lingkup

31

memilih subyek penelitian yaitu siswa kelas IV SDN Tlogo Kecamatan Tuntang

Kabupaten Semarang, peneliti bermaksud melihat efektivitas penerapan model

pembelajaran dalam meningkatkan prestasi belajar IPA siswa. Artinya, jika model

ini efektif, maka model ini akan menjadi rujukan bagi sekolah bersangkutan,

maupun sekolah yang berbeda, karena terbukti teruji pada sekolah yang tentu saja

memiliki situasi yang berbeda-beda.

2.3. Kerangka Berpikir

Pertanyaan yang diajukan adalah mengapa siswa harus menggunakan model

pembelajaran berbasis masalah? Berdasarkan pada fakta tentang situasi

pembelajaran maupun hasil belajar IPA siswa kelas IV SDN Tlogo kecamatan

Tuntang Kabupaten Semarang terlihat bahwa dengan menerapkan model

pembelajaran konvensional yang berbasis pada ceramah, hasil belajar IPA siswa

masih jauh dari standar KKM. Pembelajaran dengan model ini membuat siswa

menjadi tidak terlibat dan hanya menjadi pendengar; siswa hanya menjadi peserta

yang pasif.

Melihat situasi ini, penulis bermaksud mengubah situasi pembelajaran

maupun hasil belajar IPA siswa. Model pembelajaran berbasis masalah digunakan

sebagai model dalam penelitian ini, karena terbukti dari penelitian terdahulu

maupun pada kajian teoritis bahwa model ini dapat meningkatkan partisipasi dan

prestasi belajar IPA siswa. Adapun kerangka pikir penelitian ini digambarkan

melalui bagan berikut ini:

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teoritis 2.1.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4479/3/T1... · dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs. ... (KTSP), ruang lingkup

32

Alur Kerangka Berpikir Model Pembelajaran Berbasis Masalah Pada

Pembelajaran IPA

Siswa menjadi pasif dan jenuh serta tidak berpartisipasi dalam belajar diajarkan

Pembelajaran menggunakan metode konvensional

Hasil belajar IPA siswa rendah di bawah KKM ≥ 69

Model pembelajaran Berbasis Masalah dalam pembelajaran IPA

Guru kurang memaksimalkan kegiatansiswa di kelas

identifikasi masalah

Proses Pembelajaran IPAKD : Mendeskripsikan perubahan Kenampakan bumi dan Perubahana kenampakan benda-benda langit

merumuskan masalah

mengumpulkan data

presentasi, merespon hasil presentasi, dan menyimak hasil presentasi

membuat kesimpulan

Rubrik penilaian identifikasi masalah

Rubrik penilaian merumuskan masalah

Rubrik penilaian merencanakan pengumpulan data

Rubrik penilaian mengumpulkan data

Rubrik penilaian presentasi

Rubrik penilaian membuat kesimpulan

Tes formatif

Penilaian Hasil

merencanakan pengumpulan data

Siswa mengidentifikasi masalah

Siswa merumuskan masalah

Siswa merencanakan pengumpulan data

Siswa mengumpulkan data

Siswa presentasi

Siswa membuat kesimpulan

Prestasi Belajar

Skor Partisipasi

Penilaian Proses

Rubrik penilaian Partisipasi

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teoritis 2.1.1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/4479/3/T1... · dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs. ... (KTSP), ruang lingkup

33

2.4. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir, maka hipotesis

tindakanadalah sebagai berikut: dengan menggunakan model pembelajaran

berbasis masalah dalam pembelajaran IPA maka partisipasi dan prestasi belajar

IPA siswa kelas 4 SDN Tlogo Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang

Semester II tahun pelajaran 2012/2013 dapat ditingkatkan.