bab ii kajian pustaka 2.1 2.1.1 bahasa indonesia di...

26
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Bahasa Indonesia Di Sekolah Dasar a) Tujuan Belajar Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar Belajar sebuah Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial dan emosional siswa dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua pelajaran. Terutama Belajar Bahasa Indonesia yang merupakan bahasa persatuan dan menjadi identitas bangsa Indonesia. Salah satu upaya melestarikan bahasa Indonesia adalah dengan belajar bahasa Indonesia di sekolah dasar (SD). Bahasa Indonesia merupakan salah satu materi pelajaran yang diberikan di Sekolah Dasar, karena bahasa Indonesia mempunyai kedudukan dan fungsi yang sangat pen-ting bagi kehidupan sehari-hari. Waktu belajar untuk mata pelajaran bahasa Indonesia di Sekolah Dasar diberi waktu sebanyak 6 jam pelajaran untuk kelas 1, 2, 3 dan sebanyak 5 jam pelajaran bagi siswa kelas 4, 5 dan 6 per seminggu. Belajar Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar dengan jumlah jam pelajaran yang banyak dimaksudkan agar peserta didik mempunyai kemampuan ketrampilan berbahasa Indonesia yang baik dan benar serta mengembangkan kemampuan berbahasa Indonesia sesuai dengan kemampuan, kebutuhan, dan minatnya Secara umum tujuan belajar Bahasa Indonesia di sekolah adalah agar siswa memiliki kemampuan berbahasaIndonesiayang baik dan benar serta dapat menghayati bahasa dan sastraIndonesiasesuai dengan situasi dan tujuan berbahasa serta tingkat pengalaman siswa sekolah dasar. Akhadiah dkk. (1991: 1). Sedangka menurut BSNP (2006).Tujuan pembelajaran bahasa Indonesia bagi siswa adalah untuk mengembangkan kemampuan berbahasa Indonesia sesuai dengan kemampuan, kebutuhan, dan minatnya, sedangkan bagi guru adalah untuk mengembangkan potensi bahasa Indonesia siswa, serta lebih mandiri dalam menentukan bahan ajar kebahasaan sesuai dengan kondisi lingkungan sekolah dan kemampuan siswa. Dari penjelasan di atas maka tujuan pembelajaran bahasa Indonesia di Sekolah Dasar dapat digambarkan sebagai berikut: Lulusan Sekolah Dasar diharapkan mampu 5

Upload: vuonganh

Post on 06-Mar-2019

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

5

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori 2.1.1 Bahasa Indonesia Di Sekolah Dasar a) Tujuan Belajar Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar

Belajar sebuah Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial dan emosional siswa dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua pelajaran. Terutama Belajar Bahasa Indonesia yang merupakan bahasa persatuan dan menjadi identitas bangsa Indonesia. Salah satu upaya melestarikan bahasa Indonesia adalah dengan belajar bahasa Indonesia di sekolah dasar (SD).

Bahasa Indonesia merupakan salah satu materi pelajaran yang diberikan di Sekolah Dasar, karena bahasa Indonesia mempunyai kedudukan dan fungsi yang sangat pen-ting bagi kehidupan sehari-hari. Waktu belajar untuk mata pelajaran bahasa Indonesia di Sekolah Dasar diberi waktu sebanyak 6 jam pelajaran untuk kelas 1, 2, 3 dan sebanyak 5 jam pelajaran bagi siswa kelas 4, 5 dan 6 per seminggu.

Belajar Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar dengan jumlah jam pelajaran yang

banyak dimaksudkan agar peserta didik mempunyai kemampuan ketrampilan berbahasa Indonesia yang baik dan benar serta mengembangkan kemampuan berbahasa Indonesia sesuai dengan kemampuan, kebutuhan, dan minatnya

Secara umum tujuan belajar Bahasa Indonesia di sekolah adalah agar siswa memiliki kemampuan berbahasaIndonesiayang baik dan benar serta dapat menghayati bahasa dan sastraIndonesiasesuai dengan situasi dan tujuan berbahasa serta tingkat pengalaman siswa sekolah dasar. Akhadiah dkk. (1991: 1). Sedangka menurut BSNP (2006).Tujuan pembelajaran bahasa Indonesia bagi siswa adalah untuk mengembangkan kemampuan berbahasa Indonesia sesuai dengan kemampuan, kebutuhan, dan minatnya, sedangkan bagi guru adalah untuk mengembangkan potensi bahasa Indonesia siswa, serta lebih mandiri dalam menentukan bahan ajar kebahasaan sesuai dengan kondisi lingkungan sekolah dan kemampuan siswa.

Dari penjelasan di atas maka tujuan pembelajaran bahasa Indonesia di Sekolah Dasar dapat digambarkan sebagai berikut: Lulusan Sekolah Dasar diharapkan mampu

5

6

menggunakan bahasa Indonesia sec ara baik dan benar yang mencakup tujuan kognitif

dan afektif. Lulusan Sekolah Dasar diharapkan dapat menghayati bahasa dan sastraIndonesia. Penggunaan bahasa harus sesuai dengan situasi dan tujuan berbahasa sesuai fungsi bahasa sebagai alat komunikasi. Pengajaran bahasaIndonesiadisesuaikan dengan tingkat pengalaman siswa Sekolah Dasar sesuai tingkatannya.

Belajar Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar meliputi aspek kemampuan keterampilan berbahasa mendengar, berbicara, membaca dan menulis yang berkaitan dengan ragam bahasa maupun ragam sastra merupakan ruang lingkup standard kompetensi pembelajaran Bahasa Indonesia.

Belajar bahasaIndonesiadi sekolah dasar diharapkan membantu siswa mengenal dirinya, budayanya dan budaya orang lain, mengemukakan gagasan dan perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat yang menggunakan bahasa tersebut dan menemukan serta menggunakan kemampuan analitis dan imajinatif yang ada dalam dirinya.

Dengan belajar bahasa Indonesia di sekolah dasar, siswa diharapkan memiliki kemampuan sebagai berikut: Siswa diharapkan mampu menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar serta dapat berkomunikasi secara efektif dan efisien baik secara lisan maupun tulis sesuai dengan etika yang berlaku.

Siswa bangga dan menghargai bahasa Indonesia sebagai bahasa negara dan bahasa pemersatu bangsaIndonesia. Siswa mampu memahami bahasa Indonesia serta dapat menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan. Siswa mampu menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta kematangan emosional dan sosial. Siswa dapat membaca dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa.

Siswa diharapkan dapat menghayati bahasa dan sastra Indonesia serta menghargai dan bangga terhadap sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual Indonesia. Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Republik Indonesia dan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia diresmikan penggunaannya setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, tepatnya sehari sesudahnya, bersamaan dengan mulai berlakunya konstitusi.

7

Belajar bahasa pada hakikatnya adalah belajar komunikasi Oleh karena itu,

pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi antara satu dengan yang lain. Belajar Bahasa Indonesia di sekolah merupakan pokok dari proses pendidikan di sekolah. Belajar merupakan alat utama dalam mencapai tujuan pembelajaran sebagai unsur proses pendidikan di sekolah. Untuk mencapai tujuan tersebut, kita harus mengetahui tujuan dan peran pembelajaran Bahasa Indonesia. b) Tujuan Pembelajaran Bahasa Indonesia

Tujuan pembelajaran bahasa Indonesia di SD sangat besar. Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tahun 2006, ruang lingkup mata pelajaran Bahasa Indonesia meliputi: Aspek kemampuan berbahasa dan kemampuan bersastra. Aspek kemampuan berbahasa memiliki sub aspek mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis yang berkaitan dengan teks-teks nonsastra. Kemampuan bersastra memiliki sub aspek: mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis yang berkaitan dengan teks-teks sastra” (Depdiknas, 2006).

Rumusan lain tentang tujuan pembelajaran Bahasa Indonesia dikemukakan Muchlisoh (2007) bahwa: "Tujuan pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar

adalah berkembangnya keterampilan berbahasa yakni keterampilan berbicara, menyimak, membaca dan menulis." Guru menekankan pengembangan keterampilan menyimak.

Dalam kegiatannya guru juga mengembangkan keterampilan berbicara, membaca dan menulis secara bersama-sama. Misalnya, di dalam kelas guru memutar cerita. Semua siswa diminta untuk mendengarkan cerita tersebut karena guru ingin melatih keterampilan siswa dalam menyimak, Setelah kegiatan selesai, tentunya guru ingin mengetahui apakah siswa mampu menyimak dengan baik atau tidak, dengan menyuruh siswa menceritakan kembali melalui tulisan (aspek menulis).

Pembelajaran Bahasa Indonesia bertujuan untuk menggali potensi siswa dalam berbahasa. Hal ini senada dengan pendapat Santosa (2008) mengemukakan bahwa, "Tujuan pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar adalah untuk menggali potensi kebahasaan siswa dan pengalaman berbahasa siswa."

Dengan demikian pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar bertujuan memberikan berbagai kecakapan berbahasa, baik dalam mendengar, berbicara, membaca

8

dan menulis. Konsekuensinya, guru harus terampil mampu mengemas dan menyajikan

kegiatan dan materi Bahasa Indonesia, artinya suatu pembelajaran dapat memberikan makna sehingga siswa Sekolah Dasar dapat menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari. Penjabaran tujuan belajar bahasa Indonesia adalah sebagai berikut : (a) Berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis. (b) Memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan. (c) Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa. (d) Menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia. c) Peran Pembelajaran Bahasa Indonesia

Pembelajaran Bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis, serta menumbuhkan rasa ingin tahu terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia. Standar kurikulum mata pelajaran Bahasa Indonesia merupakan kemampuan minimal peserta didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, keterampilan berbahasa, dan sikap yang baik terhadap bahasa dan sastra

Indonesia. Standar kurikulum ini merupakan dasar bagi peserta didik untuk memahami dan merespon situasi lokal, regional, nasional, dan global.

Dengan standar kurikulum mata pelajaran Bahasa Indonesia ini diharapkan: (a) Peserta didik dapat mengembangkan potensinya sesuai dengan kemampuan, kebutuhan, dan minatnya, serta dapat menumbuhkan penghargaan terhadap hasil karya kesastraan dan hasil pengetahuan bangsa sendiri. (b) Guru dapat memusatkan perhatian kepada pengembangan kompetensi bahasa peserta didik dengan menyediakan berbagai kegiatan berbahasa dan sumber belajar. (c) Guru lebih mandiri dan leluasa dalam menentukan bahan ajar kebahasaan dan kesastraan sesuai dengan kondisi lingkungan sekolah dan kemampuan peserta didiknya. (d) Orang tua dan masyarakat dapat secara aktif terlibat dalam pelaksanaan program kebahasaan daan kesastraan di sekolah. (e) Sekolah dapat menyusun program pendidikan tentang kebahasaan dan kesastraan sesuai dengan keadaan peserta didik dan sumber belajar yang tersedia

9

d) Pendekatan Pembelajaran Bahasa Indonesia SD Yang Inovatif 1. Pendekatan komunikatif

Pendekatan komunikatif merupakan pendekatan yang berlandaskan pada pemikiran bahwa kemampuan menggunakan bahasa dalam berkomunikasi merupakan tujuan yang harus dicapai dalam pembelajaran bahasa.Di dalam konsep pendekatan komunikatif terdapat konsep kompetensi komunikatif yang membedakan komponen bahasa menjadi dua bagian, yaitu kompetensi dan performansi atau unjuk kerja.

Kompetensi komunikatif itu adalah keterkaitan dan interelasi antara kompetensi gramatikal atau pengetahuan kaidah-kaidah bahasa dengan kompetensi sosiolinguistik atau atauran-aturan tentang penggunaan bahasa yang sesuai dengan kultur masyarakat. Kompetensi komunikatif hendaknya dibedakan dengan perforemansi komunikatif karena performansi komunikatif mengacu pada realisasi kompetensi kebahasaan beserta interaksinya dalam pemroduksian secara actual dengan pemahaman terhadap terhadap tuturan-tuturan yang dikatakan memiliki kompetensi dan perform hendaknya mampu berkomunikasi dengan menggunakan baik dalam pemroduksian (berbicara dan

menulis/membaca) pemahaman (membaca dan menyimak/mendengarkan). Metodologi Pembelajaran Bahasa Berdasarkan Pendekatan Komunikatif

Tarigan mengungkapkan bahwa metode-metode pembelajaran bahasa komunikatif dilandasi oleh teori pembelajaran yang mengacu pada dua prinsip, yaitu prinsip komunikasi, kegiatan-kegiatan yang melibatkan komunikasi nyata mampu mengembangkan proses pembelajaran, (2) prinsip tugas, kegiatan-kegiatan-kegiatan tempat dipakainya bahasa untuk melaksanakan tugas-tugas yang bermakna dapat mengembangkan proses pembelajaran. Berdasarkan prinsip tersebut, materi pembelajaran bahasa hendaknya dapat diterapkan melalui metode permainan, simulasi, bermain peran, dan komunikasi pasangan.

2. Pendekatan Pembelajaran Istilah pendekatan dalam pembelajaran bahasa mengacu pada teori-teori

tentang hakekat bahasa dan pembelajaran bahasa yang berfungsi sebagai sumber landasan/prinsip pengajaran bahasa. Teori tentang hakikat bahasa

10

mengemukakan asumsi-asumsi dan tesisi-tesis tentang hakikat bahasa,

karakteristik bahasa, unsur-unsur bahasa, serta fungsi dan pemakaiannya sebagai media komunikasi dalam suatu masyarakat bahasa. Teori belajar bahasa mengemukakan proses psikologis dalam belajar bahasa sebagaimana dikemukakan dalam psikolinguistil. Pendekatan pembelajaran lebih bersifat aksiomatis dalam definisi bahwa kebenaran teori-teori linguistik dan teori belajar bahasa yang digunakan tidak dipersoalkan lagi. Dari pendekatan ini diturunkan metode pembelajaran bahasa. Misalnya dari pendekatan berdasarkan teori ilmu bahasa struktural yang mengemukakan tesis-tesis linguistik menurut pandangan kaum strukturalis dan pendekatan teori belajar bahasa menganut aliran behavioerisme diturunkan metode pembelajaran bahasa yang disebut Metode Tata Bahasa (Grammar Method).

e) Manfaat Pendekatan Dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia Manfaat pembelajaran bahasa Indonesia dapat bersifat praktis dan strategis.

Adapun yang menjadi manfaat pembelajaran bahasa Indonesia adalah meningkatkan kemampuan komunikasi, pembentuk perilaku positif, sarana pengembang ilmu pengetahuan, sarana memperoleh ilmu pengetahuan, sarana pengembang nilai norma

kedewasaan, sarana ekspresi imajinatif; sarana penghubung dan pemersatu masyarakat Indonesia, dan sarana transfer kultural.

Pendekatan dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia, Pendekatan komunikatif dalam pengajaran bahasa bermula dari suatu teori yang memandang bahwa bahasa adalah alat komunikasi. Tujuan pengajaran bahasa Berdasarkan Panduan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) SD/MI (2006: 22) mata pelajaran Bahasa Indonesia bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut :

1. Berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis.

2. Menghargai dan bangga menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa negara.

3. Memahami Bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan.

11

4. Menggunakan Bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual,

serta kematangan emosional dan sosial. 5. Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperhalus budi pekerti, serta

meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa. 6. Menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan

intelektual manusia Indonesia Pendekatan terpadu dalam pembelajaran bahasa Indonesia adalah model

pembelajaran kegiatan berbahasa berdasarkan fungsi utama bahasa sebagai alat untuk berkomunikasi. Para siswa dituntut untuk terampil berbahasa, yaitu terampil menyimak, membaca, berbicara, dan menulis. Keempat keterampilan berbahasa tersebut harus dilakukan secara terpadu dalam satu proses pembelajaran dengan fokus satu keterampilan. Misalnya, para siswa sedang belajar keterampilan berbicara maka ketiga keterampilan yang lainnya harus dilatihkan juga, tetapi kegiatan tersebut tetap difokuskan untuk mencapai peningkatan kualitas berbicara.

Whole language sebagai sebuah pandangan terhadap hakikat proses belajar bahasa dikembangkan berdasarkan wawasan dan hasil penelitian dari berbagai bidang ilmu, di antaranya pemerolehan bahasa, psikolinguistik, sosiolinguistik, kognitif, psikologi

perkembangan, antropologi, dan pendidikan. Selain itu, whole language juga dikembangkan berdasarkan pengalaman praktis guru-guru yang telah melaksanakan pembelajaran di kelas berdasarkan pandangan dan wawasan dari berbagai ilmu tersebut. Dengan demikian, whole language sebagai suatu pandangan merupakan sinergitas antara teori dan praktik belajar bahasa. Prinsip-prinsip pelaksanaan whole language adalah sebagai berikut. 1 Whole language merupakan pandangan yang berlandaskan pada pertautan berbagai

disiplin yang mencakup psikologi kognitif, teori belajar, psikolinguistik, sosiolinguistik, antropologi, filsafat, dan pendidikan.

2 Pandangan whole language didasarkan pada pengamatan yang menggambarkan anak-anak berkembang dan belajar apabila mereka aktif dalam proses pembelajarannya.

12

3 Untuk mempercepat membaca dan menulis, whole language berusaha meniru strategi

yang digunakan para orang tua yang telah berhasil mendorong anak-anaknya dalam pemerolehan bahasa dan pemerolehan kemampuan baca tulis secara alamiah.

4 Pengajaran whole language didasarkan pada pengamatan pada anak yang lebih banyak mempelajari sesuatu melalui proses pembelajaran langsung.

5 Dalam whole language, guru-guru melaksanakan pembelajaran langsung yang berbeda dengan cara-cara tradisional.

6 Pembelajaran whole language bergerak dari keseluruhan menuju bagian-bagian kecil. 7 Bahasa dan kemampuan baca tulis lebih baik dikembangkan melalui penggunaan

secara fungsional. Oleh sebab itu, dalam penerapan whole language guru seharusnya melibatkan siswa dalam membaca dan menulis, berbicara dan menyimak dalam kegiatan nyata.

8 Pandangan whole language menegaskan, guru dan siswa harus bersama-sama menjadi pembelajar, pengambil risiko, dan pembuat keputusan melalui tanggung jawab masing-masing di kelas.

9 Dalam kelas whole language, pembelajaran selalu dipercepat melalui interaksi sosial. 10 Dalam kelas whole language, siswa diperlakukan sebagai orang yang memiliki

kemampuan yang terus berkembang. 11 Dalam kelas whole language, terdapat beberapa masalah perilaku tertentu bukan

hanya karena siswa terlibat aktif dalam pembelajaran, melainkan juga karena diberikan kesempatan mengembangkan kemampuan dirinya dan tidak hanya mengikuti pengendalian guru.

12 Dalam kelas whole language, penilaian dijalin dalam proses pembelajaran. 13 Pandangan whole language mencerminkan dan mendorong konsep kemampuan baca

tulis yang berbeda dibandingkan dengan kelas tradisional. 14 Kelas whole language mendorong sikap dan perilaku yang diperlukan untuk kemajuan

tekonologi dan masyarakat demokratis.

13

2.1.2 Hasil Belajar a) Pengertian Hasil Belajar

Masalah belajar adalah masalah bagi setiap manusia, dengan belajar manusia memperoleh keterampilan, kemampuan sehingga terbentuklah sikap dan bertambahlah ilmu pengetahuan. Jadi hasil belajar itu adalah suatu hasil nyata yang dicapai oleh siswa dalam usaha menguasai kecakapan jasmani dan rohani di sekolah yang diwujudkan dalam bentuk raport pada setiap semester.

Untuk mengetahui perkembangan sampai di mana hasil yang telah dicapai oleh seseorang dalam belajar, maka harus dilakukan evaluasi. Untuk menentukan kemajuan yang dicapai maka harus ada kriteria (patokan) yang mengacu pada tujuan yang telah ditentukan sehingga dapat diketahui seberapa besar pengaruh strategi belajar mengajar terhadap keberhasilan belajar siswa. Keberhasilan dalam belajar menurut W. Winkel (dalam buku Psikologi Pengajaran 1989:82) adalah keberhasilan yang dicapai oleh siswa, yakni adalah prestasi belajar siswa di sekolah yang mewujudkan dalam bentuk angka.

Menurut Winarno Surakhmad (dalam buku, Interaksi Belajar Mengajar, (Bandung: Jemmars, 1980:25) mengemukakan, bahwa keberhasilan dalam belajar yang dilakukan oleh siswa bagi kebanyakan orang berarti ulangan, ujian atau tes. Maksud ulangan

tersebut ialah untuk memperoleh suatu indek dalam menentukan keberhasilan siswa. Dari definisi di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa keberhasilan belajar

adalah prestasi belajar yang dicapai siswa dalam proses kegiatan belajar mengajar dengan membawa suatu perubahan dan pembentukan tingkah laku seseorang. Hasil belajar adalah informasi tentang pengetahuan, sikap dan perilaku serta ketrampilan yang dicapai oleh siswa setelah berpartisipasi dalam kegiatan belajar mengajar selama kurun waktu tertentu. Hasil belajar yang dicapai siswa merupakan tingkat kemampuan siswa dalam menerima dan memahami berbagai konsep yang telah dipelajari.Hasil belajar dalam penelitian ini adalah hasil yang diperoleh siswa setelahmengikuti proses pembelajaran setelah diadakan penelitian. Hasil belajar tersebut meliputi kemampuan kognitif, efektif dan psikomotor.

Untuk menyatakan bahwa suatu proses belajar dapat dikatakan berhasil, setiap guru memiliki pandangan masing-masing sejalan dengan filsafatnya. Namun untuk menyamakan persepsi sebaiknya kita berpedoman pada kurikulum yang berlaku saat ini

14

yang telah disempurnakan, antara lain bahwa suatu proses belajar mengajar tentang suatu

bahan pengajaran dinyatakan berhasil apabila tujuan intruksional khususnya dapat dicapai.

Untuk mengetahui tercapai tidaknya KKM, guru perlu mengadakan tes formatif pada setiap menyajikan suatu bahasan kepada siswa. Penilaian formatif ini untuk mengetahui sejauh mana siswa telah menguasai tujuan intruksional khusus yang ingin dicapai. Fungsi penelitian ini adalah untuk memberikan umpan balik pada guru dalam rangka memperbaiki proses belajar mengajar dan melaksanakan program remedial bagi siswa yang belum berhasil. Karena itulah, suatu proses belajar mengajar dinyatakan berhasil apabila hasilnya memenuhi tujuan intruksional khusus dari bahan tersebut. b) Indikator Keberhasilan Belajar

Hasil belajar merupakan hal yang berhubungan dengan kegiatan belajar karena kegiatan belajar merupakan proses sedangkan hasil belajar adalah sebagian hasil yang dicapai seseorang setelah mengalami proses belajar dengan terlebih dahulu mengandakan evaluasi dari proses belajar yang dilakukan. Untuk memahami pengertian hasil belajar maka harus bertitik tolak dari pengertian belajar itu sendiri.

Djamarah (2002: 13) mengemukakan bahwa belajar adalah serangkaian kegiatan

jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotorik. Menurut Winkel dalam Darsono (2000: 4) belajar adalah suatu aktivitas mental/psikis dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan dalam pengetahuan pemahaman, keterampilan dan nilai sikap.

Secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan oleh seseorang secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto, 2003: 3).

Menurut Sardiman (2004: 21) belajar akan membawa suatu perubahan pada individu-individu yang belajar. Perubahan tidak hanya berkaitan berkaitan dengan penambahan ilmu pengetahuan, tetapi juga berbentuk kecakapan, keterampilan, sikap, pengertian, harga diri, minat, watak, dan penyesuaian diri. Moh.Uzer Usman dan Lilis

15

Setiawati (2002: 4) mengartikan “Belajar sebagai perubahan tingkah laku pada diri individu

berkat adanya interaksi antara individu dengan individu dan individu dengan lingkungan sehingga mereka lebih mampu berinteraksi dengan lingkungannya”.

Sudjana (2000: 5) menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, ketrampilan, kecakapan, kebiasaan serta perubahan-perubahan aspek lain yang ada pada individu belajar. Whittaker dalam Djamarah (2002: 12) merumuskan belajar sebagai proses di mana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman.

Percival dan Ellington dalam Daryanto (2010: 59), mengungkapkan “Belajar adalah perubahan yang terjadi karena hubungan yang stabil antara stimulus yang diterima oleh organisme secara individual dengan respon yang tersamar, dimana rendah, besar, kecil, dan intensitas respon tersebut tergantung pada tingkat kematangan fisik, mental dan tendensi yang belajar”. Belajar merupakan proses dasar dari perkembangan hidup manusia. Belajar bukan hanya sekedar pengalaman, belajar adalah suatu proses bukan suatu hasil. Oleh karena itu, belajar berlangsung secara aktif dan integratif dengan

menggunakan berbagai bentuk perbuatan untuk mencapai tujuan (Soemanto, 2006: 112). Belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau

tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu yaitu memahami (Hamalik, 2001: 27). Suhaenah (2001: 2), ”Belajar merupakan suatu aktivitas yang menimbulkan perubahan yang relatif permanen sebagai akibat dari upaya-upaya yang dilakukannya”.

Menurut Hamalik (2004: 27), belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman. Belajar juga merupakan suatu bentuk pertumbuhan dan perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara tingkah laku yang baru sebagai hasil dari pengalaman. Belajar adalah suatu usaha sungguh-sungguh, dengan sistematis, mendayagunakan semua potensi yang dimiliki baik fisik, mental, panca indra, otak atau anggota tubuh lainnya, demikian pula aspek-aspek kejiwaan seperti intelegensi, bakat, minat, dan sebagainya.

16

Setiap individu pasti mengalamai proses belajar. Belajar dapat dilakukan oleh

siapapun, baik anak-anak, remaja, orang dewasa, maupun orang tua, dan akan berlangsung seumur hidup. Dalam pendidikan disekolah belajar merupakan kegiatan yang pokok yang harus dilaksanakan. Tujuan pendidikan akan tercapai apabila proses belajar dalam suatu sekolah dapat berlangsung dengan baik, yaitu proses belajar yang melibatkan siswa secara aktif dalam prosses pembelajaran. Djamarah (2002: 15-16) menjelaskan bahwa ciri-ciri belajar sebagai berikut:

1. Perubahan yang terjadi secara sadar. 2. Perubahan dalam belajar bersifat fungsional. 3. Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif. 4. Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara. 5. Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah. 6. Perubahan mencangkup seluruh aspek tingkah laku.

Slameto (2010: 2) mengungkapkan bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Berikut ini ciri-ciri perubahan tingkah laku menurut Slameto (2010: 2).

1. Perubahan terjadi secara sadar. 2. Perubahan dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional. 3. Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif. 4. Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara. 5. Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah. 6. Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku.

Belajar merupakan proses penting bagi perubahan perilaku pada diri seseorang dan mencakup segala sesuatu yang dipikirkan dan dikerjakan. Belajar memegang peranan penting di dalam perkembangan, kebiasaan, sikap, keyakinan, tujuan, kepribadian, dan bahkan persepsi manusia. Di dalam belajar terdapat prinsip-prinsip belajar yang harus diperhatikan, Dalyono (2005: 51-54) mengemukakan prinsip-prinsip belajar sebagai berikut:

17

1. Kematangan jasmani dan rohani

Salah satu prinsip utama belajara dalah harus mencapai kematangan jasmani dan rohani sesuai dengan tingkatan yang dipelajarinya. Kematangan jasmani yaitu setelah sampai pada batas minimal umur serta kondisi fisiknya telah kuat untuk melakukan kegiatan belajar. Sedangkan kematangan rohani artinya telah memiliki kemampuan secara psikologis untuk melakukan kegiatan belajar.

2. Memiliki kesiapan Setiap orang yang hendak belajar harus memiliki kesiapan yakni dengan

kemampuan yang cukup, baik fisik, mental maupun perlengkapan belajar. 3. Memahami tujuan

Setiap orang yang belajar harus memahami tujuannya, kemana arah tujuan itu dan apa manfaat bagi dirinya. Prinsip ini sangat penting dimiliki oleh orang belajar agar proses yang dilakukannya dapat selesai dan berhasil

4. Memiliki kesungguhan Orang yang belajar harus memiliki kesungguhan untuk melaksanakannya.

Belajar tanpa kesungguhan akan memperoleh hasil yang kurang memuaskan. 5. Ulangan dan latihan

Prinsip yang tidak kalah pentingnya adalah ulangan dan latihan. Sesuatu yang dipelajari perlu diulang agar meresap dalam otak, sehingga dikuasai sepenuhnya dan sukar dilupakan.

Salah satu indikator tercapai atau tidaknya suatu proses pembelajaran adalah dengan melihat hasil belajar yang dicapai oleh siswa. Hasil belajar merupakan cerminan tingkat keberhasilan atau pencapaian tujuan dari proses belajar yang telah dilaksanakan yang pada puncaknya diakhiri dengan suatu evaluasi. Hasil belajar diartikan sebagai hasil ahir pengambilan keputusan tentang tinggi rendahnya nilai siswa selama mengikuti proses belajar mengajar, pembelajaran dikatakan berhasil jika tingkat pengetahuan siswa bertambah dari hasil sebelumnya (Djamarah, 2000: 25).

Hasil belajar merupakan tingkat penguasaan yang dicapai oleh murid dalam mengikuti program belajar mengajar, sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006: 3) hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar.

18

Sukmadinata (2007: 102) mengatakan hasil belajar merupakan realisasi atau

pemekaran dari kecakapan-kecakapan potensial atau kapasitas yang dimiliki seseorang. Sedangkan hasil belajar menurut Arikunto (2001:63) sebagai hasil yang telah dicapai seseorang setelah mengalami proses belajar dengan terlebih dahulu mengadakan evaluasi dari proses belajar yang dilakukan.

Hasil belajar dapat dikatakan tuntas apabila telah memenuhi kriteria ketuntasan minimum yang ditetapkan oleh masing-masing guru mata pelajaran. Hasil belajar sering dipergunakan dalam arti yang sangat luas yakni untuk bermacam-macam aturan terdapat apa yang telah dicapai oleh murid, misalnya ulangan harian, tugas-tugas pekerjaan rumah, tes lisan yang dilakukan selama pelajaran berlangsung, tes ahir catur wulan dan sebagainya.

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi hasil pembelajaran. Ada faktor yang dapat diubah (seperti cara mengajar, mutu rancangan, metode evaluasi, dan lain-lain), adapula faktor yang harus diterima apa adanya (seperti: latar belakang siswa, gaji, lingkungan sekolah, dan lain-lain) Suhardjono dalam Arikunto (2006: 55). Menurut Slameto (2003: 54-60) faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa antara lain.

1. Faktor internal (faktor dari dalam diri siswa). Faktor yang berasal dari dalam diri

siswa sendiri meliputi tiga faktor, yakni: a) Faktor jasmaniah

1) Faktor kesehatan 2) Faktor cacat tubuh

b) Faktor psikologis 1) Intelegensi 2) Bakat 3) Motif 4) Kematangan.

c) Kesiapan. Faktor kelelahan 1) Faktor kelelahan jasmani 2) Faktor kelelehan rohani

2. Faktor ekstern (faktor dari luar diri siswa). Faktor yang berasal dari luar diri siswa sendiri terdiri dari tiga faktor, yakni:

19

a) Faktor keluarga

1) Cara orang tua mendidik. 2) Relasi antar anggota keluarga 3) Suasana rumah 4) Keadaan ekonomi keluarga

b) Faktor sekolah 1) Metode mengaja 2) Kurikulum 3) Relasi guru dengan siswa 4) Relasi siswa dengan siswa 5) Disiplin sekolah 6) Alat pelajaran 7) Waktu sekolah 8) Standar pelajaran diatas ukuran 9) Keadaan gedung 10) Metode belajar 11) Tugas rumah

c) Faktor masyarakat 1) Kesiapan siswa dalam masyarakat 2) Mass media 3) Teman bergaul 4) Bentuk kehidupan masyarakat

Hasil belajar adalah suatu pencapaian yang diperoleh oleh siswa dalam proses pembelajaran yang dituangkan dengan angka maupun dalam pengaplikasian pada kehidupan sehari-hari atas ilmu yang didapat. Hasil belajar yang tinggi atau rendah menunjukkan keberhasilan guru dalam menyampaikan materi pelajaran dalam proses pembelajaran.

Suparno dalam Sardiman (2004: 38) mengatakan bahwa hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman subjek belajar dengan dunia fisik dan lingkungannya. Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui, si subjek belajar, tujuan, motivasi yang mempengaruhi proses interaksi dengan bahan yang sedang dipelajari.

20

Djaali (2008: 99) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi

keberhasilan siswa dalam belajar antara lain sebagai berikut. 1. Faktor Internal (yang berasal dari dalam diri)

a) Kesehatan b) Intelegensi c) Minat dan motivasi d) Cara belajar

2. Faktor Eksternal (yang berasal dari luar diri) a) Keluarga b) Sekolah c) Masyarakat d) Lingkungan

Untuk mengukur keberhasilan proses pembelajaran dibagi atas beberapa tingkatan taraf sebagai berikut.

1. Istimewa/maksimal, apabila seluruh bahan pelajaran dapat dikuasai oleh siswa. 2. Baik sekali/optimal, apabila sebagian besar bahan pelajaran dapat dikuasai 76%-

99%.

3. Baik/minimal, apabila bahan pelajaran hanya dikuasai 60%-75%. 4. Kurang, apabila bahan pelajaran yang dikuasai kurang dari 60%.

Sehubungan dengan hal di atas, adapun hasil pengajaran dikatakan betul-betul baik apabila memiliki ciri-ciri sebagai berikut.

1. Hasil itu tahan lama dan dapat digunakan dalam kehidupan oleh siswa. 2. Hasil itu merupakan pengetahuan asli atau otentik.

Pengetahuan hasil proses belajar mengajar itu bagi siswa seolah-olah telah merupakan bagian kepribadian bagi diri setiap siswa, sehingga akan dapat mempengaruhi pandangan dan caranya mendekati suatu permasalahan. Sebab pengetahuan itu dihayati dan penuh makna bagi dirinya (Sardiman, 2008: 49).

Penilaian hasil belajar pada hakekatnya merupakan suatu kegiatan untuk mengukur perubahan prilaku yang telah terjadi pada diri peserta didik. Pada umumnya hasil belajar akan memberikan pengaruh dalam dua bentuk yaitu peserta didik akan mempunyai perspektif terhadap kekuatan dan kelemahannya atas prilaku yang diinginkan

21

dan mereka mendapatkan bahwa prilaku yang diinginkan itu telah meningkat baik setahap

atau dua tahap sehingga timbul lagi kesenjangan antara penampilan prilaku yang sekarang dengan yang diinginkan.

Penilaian hasil bertujuan untuk mengetahui hasil belajar atau pembentukan kompetensi peserta didik. Standar nasional pendidikan mengungkapkan bahwa penilaian hasil belajar oleh pendidik dilakukan secara berkesinambungan untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil dalam bentuk penilaian harian, penilaian tengah semester, penilaian akhir semester, dan penilaian kenaikan kelas.

Hasil belajar pada satu sisi adalah berkat tindakan guru, suatu pencapaian tujuan pembelajaran. Pada sisi lain, merupakan peningkatan mental siswa. Hasil belajar dapat dibedakan menjadi dampak pengajaran dan dampak pengiring. Kedua dampak tersebut sangat berguna bagi guru dan juga siswa. Dampak pengajaran adalah hasil yang dapat diukur, seperti tertuang dalam angka rapot, sedangkan dampak pengiring adalah terapan pengetahuan dan kemampuan dibidang lain, suatu transfer belajar (Dimyati dan Mudjiono, 2006: 4).

Yang menjadi petunjuk bahwa suatu proses belajar mengajar itu dianggap berhasil, adalah apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:

1) Daya serap terhadap bahan pengajaran yang diajarkan mencapai prestasi tinggi, baik secara individual maupun kelompok.

2) Perilaku yang digariskan dalam tujuan intruksional khusus (TIK) telah dicapai oleh siswa, baik secara individual maupun kelompok.

c) Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Belajar Siswa

Keberhasilan dalam belajar yang dicapai oleh siswa di sekolah merupakan salah satu ukuran terhadap penguasaan materi pelajaran yang disampaikan. Peran guru dalam menyampaikan materi pelajaran dapat mempengaruhi keberhasilan belajar siswa. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar siswa penting sekali untuk diketahui, artinya dalam rangka membantu siswa mencapai hasil belajar yang seoptimal mungkin.

Keberhasilan belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama, yakni faktor dari dalam diri siswa dan faktor yang datang dari luar diri siswa, terutama

22

kamampuan yang dimilikinya. Faktor kemampuan siswa besar sekali pengaruhnya

terhadap keberhasilan belajar siswa yang dicapai. Di samping faktor kemampuan yang dimiliki oleh siswa, juga ada faktor lain seperti

motivasi belajar, ketekunan, sosial ekonomi, faktor fisik dan psikis. Adapun pengaruh dari dalam diri siswa, merupakan hal yang logis dan wajar, sebab hakekat perbuatan belajar adalah perubahan tingkah laku individu yang diniati dan disadarinya, siswa harus merasakan adanya suatu kebutuhan untuk belajar dan berprestasi. Ia harus mengerahkan daya dan upaya untuk mencapainya.

Sungguh pun demikian, keberhasilan yang dapat diraih masih juga bergantung dari lingkungan, artinya ada faktor-faktor yang berada di luar dirinya yang dapat menentukan dan mempengaruhi hasil belajar yang dicapai. Salah satu lingkungan pelajaran yang dominan mempengaruhi keberhasilan belajar di sekolah adalah kualitas pengajaran. Yang dimaksud dengan kualitas pengajaran ialah tinggi rendahnya atau pun efektif tidaknya proses belajar mengajar dalam mencapai tujuan pengajaran. Oleh sebab itu, keberhasilan belajar siswa di sekolah dipengaruhi oleh kamampuan siswa dan kualitas pengajaran. d) Penilaian Hasil Belajar

Menurut Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain (hal 120-121) mengungkapkan, bahwa untuk mengukur dan mengevaluasi tingkat keberhasilan belajar tersebut dapat dilakukan melalui ter prestasi belajar. Berdasarkan tujuan dan ruang lingkunya, tes prestasi belajar dapat digolongkan ke dalam jenis penilaian, sebagai berikut: 1) Tes Formatif, penilaian ini dapat mengukur satu atau beberapa pokok bahasan

tertentu dan tujuan untuk memperoleh gambaran tentang daya serap siswa terhadap pokok bahasan tersebut. Hasil tes ini dimanfaatkan untuk memperbaiki proses belajar mengajar dalam waktu tertentu.

2) Tes Subsumatif, tes ini meliputi sejumlah bahan pengajaran tertentu yang telah diajarkan dalam waktu tertentu. Tujuannya adalah untuk memperoleh gambaran daya serap siswa untuk meningkatkan tingkat prestasi belajar siswa. Hasil tes subsumatif ini dimanfaatkan untuk memperbaiki proses belajar mengajar dan diperhitungkan dalam menentukan nilai rapor.

23

3) Tes Sumatif, tes ini diadakan untuk mengukur daya serap siswa terhadap bahan

pokok-pokok bahasan yang telah diajarkan selama satu semester, satu atau dua bahan pelajaran. Tujuannya adalah untuk menetapkan tarap atau tingkat keberhasilan belajar siswa dalam satu periode belajar tertentu. Hasil dari tes sumatif ini dimanfaatkan untuk kenaikan kelas, menyusun peringkat (rangking) atau sebagai ukuran mutu sekolah.

2.1.3 Model Kooperatif Kooperatif Pair Check a) Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran merupakan strategi yang digunakan oleh guru untuk meningkatkan motivasi belajar, sikap belajar dikalangan siswa, mampu berpikir kritis, memiliki keterampilan sosial, dan pencapaian hasil pembelajaran yang lebih optimal (Isjoni, 2009: 8). Merujuk pada hal ini perkembangan model pembelajaran terus mengalami perubahan dari model tradisional menuju model yang lebih modern. Model pembelajaran berfungsi untuk memberikan situasi pembelajaran yang tersusun rapi untuk memberikan suatu aktivitas kepada siswa guna mencapai tujuan pembelajaran.

Sejalan dengan pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran, salah satu model pembelajaran yang kini banyak mendapat respon adalah model pembelajaran kooperatif. Kooperatif berasal dari bahasa Inggris yaitu Cooperate yang berarti bekerja bersama-sama. Pembelajaran menurut Degeng adalah upaya untuk membelajarkan siswa. Pembelajaran kooperatif adalah strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda (Isjoni,2009 : 14).

Menurut Slavin (1985) dalam bukunya Isjoni (2010: 12) mengatakan, bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya 4-6 orang dengan struktur kelompok heterogen.

Model pembelajaran koperatif adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Terdapat empat unsur penting dalam pembelajaran kooperatif yaitu, adanya peserta didik yang terbagi dalam kelompok, adanya aturan kelompok, adanya upaya belajar setiap anggota kelompok, dan adanya tujuan yang harus dicapai (Sanjaya,

24

2008: 241). Pembelajaran kooperatif adalah miniatur dari bermasyarakat, dan belajar

menyadari kekurangan dan kelebihan masing-masing (Suyatno, 2009: 51) b) Karakteristik Model Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran saat ini yang banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar mengajar yang berpusat pada siswa (student oriented), terutama untuk mengatasi permasalahan yang ditemukan guru dalam mengaktifkan siswa, yang tidak dapat bekerja sama dengan orang lain, siswa yang agresif dan tidak peduli pada orang lain. Model ini telah terbukti dapat dipergunakan dalam berbagai mata pelajaran dan berbagai usia.

Pada hakekatnya pembelajaran kooperatif sama dengan kerja kelompok, oleh karena itu banyak guru yang mengatakan bahwa tidak ada sesuatu yang aneh dalam pembelajaran kooperatif karena menganggap telah terbiasa menggunakannya.

Walaupun pembelajaran kooperatif terjadi dalam bentuk kelompok, namun tidak setiap kerja kelompok dikatakan pembelajaran kooperatif. Roger dan David dalam Bukunya Suprijono (2010: 58) mengatakan bahwa tidak semua belajar berkelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif. Prosedur pelaksanaan model pembelajaran kooperatif yang benar akan memungkinkan guru mengelola kelas lebih efektif. Model pembelajaran

kooperatif akan dapat menumbuhkan pembelajaran efektif yaitu yang bercirikan memudahkan siswa belajar sesuatu yang bermanfaat dan diakui dari perolehan pengetahuan yang didistribusikan dalam bentuk nilai hasil belajar.

Beberapa ciri dari pembelajaran kooperatif adalah setiap anggota memiliki peran, terjadi hubungan interaksi langsung diantara siswa, setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya dan juga teman-teman sekelompoknya, guru membantu mengembangkan keterampilan-keterampilan interpersonal kelompok, dan guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan.

Tiga konsep sentral yang menjadi karakteristik pembelajaran sebagaimana dikemukakan Slavin (1995) dalam bukunya Isjoni (2009: 33), yaitu : Penghargaan kelompok, penghargaan kelompok ini diperoleh jika kelompok mencapai skor diatas kriteria yang ditentukan. Pertanggung jawaban individu, pertanggungjawaban ini menitikberatkan pada aktivitas anggota kelompok yang saling membentu dalam belajar. Kesempatan yang

25

sama untuk berhasil, setiap siswa baik yang berprestasi rendah atau tinggi sama-sama

memperoleh kesempatan untuk berhasil dan melakukan yang terbaik bagi kelompoknya. c) Keuntungan dan Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif

Sharan (1990) mengatakan bahwa pembelajaran dengan sistem pengelompokan dapat menyebabkan berpindahnya motivasi dari tataran eksternal pada tataran internal (Joyce, 2009: 309). Dengan kata lain, ketika siswa bekerjasama dalam menyelesaikan sebuah tugas, mereka akan tertarik pada materi pembelajaran tersebut karena menyadari kepentingannya sebagai siswa terhadap materi tersebut. Secara rinci keuntungan menggunakan model pembelajaran kooperatif adalah : Dapat memberikan efek yang sangat ampuh pada waktu singkat, baik dalam aspek pembelajaran akademik maupun aspek skill. Memberikan seorang (atau beberapa orang) pendamping belajar yang menyenangkan dan bersama-sama mengembangkan skill bersosial serta berempati terhadap orang lain. Dapat meningkatkan perasaan positif terhadap diri sendiri maupun orang lain.

Menurut Sanjaya (2008: 249) keunggulan dan kelemahan dari pembelajaran kooperatif adalah : 1. Keunggulan

Siswa tidak terlalu menggantungkan pada guru, akan tetapi dapat menambah kepercayaan kemampuan berpikir sendiri. Dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan ide atau gagasan. Dapat membantu anak untuk merespon orang lain. Dapat memberdayakan siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar.

Dapat meningkatkan prestasi akademik sekaligus kemampuan sosial. Dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk menguji ide dan pemahamannya sendiri, menerima umpan balik. Dapat meningkatkan kemampuan siswa menggunakan informasi dan kemampuan belajar abstrak menjadi nyata. Dapat meningkatkan motivasi dan memberikan rangsangan untuk berpikir.

2. Kelemahan Dengan leluasanya pembelajaran maka apabila keleluasaan itu tidak optimal

maka tujuan dari apa yang dipelajari tidak akan tercapai. Penilaian kelompok dapat membutakan penilaian secara individu apabila guru tidak jeli dalam pelaksanaannya.

26

Mengembangkan kesadaran berkelompok memerlukan waktu yang panjang.

Selanjutnya dalam bukunya Isjoni (2009: 36) Jarolimek Parker mengatakan keunggulan yang diperoleh dalam pembelajaran ini adalah : Saling ketergantungan yang positif. Adanya pengakuan dalam merespon perbedaan individu. Siswa dilibatkan dalam perencanaan dan pengelolaan kelas. Suasana kelas yang rileks dan menyenangkan.

Terjalinnya hubungan yang hangat dan bersahabat antar siswa dan guru. Memiliki banyak kesempatan untuk mengekspresikan pengalaman emosi yang menyenangkan.

Kelemahan model pembelajaran kooperatif adalah : Guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang, disamping itu memerlukan lebih banyak tenaga, pemikiran, dan waktu. Agar proses pembelajaran berjalan dengan lancar maka dibutuhkan dukungan fasilitas, alat dan biaya yang cukup memadai. Selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung, ada kecenderungan topik permasalahan yang dibahas meluas sehingga banyak yang tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Saat diskusi kelas terkadang didominasi seseorang, hal ini mengakibatkan siswa yang lain menjadi pasif.

2.1.4 Pembelajaran Kooperatif Pair Check a) Pengertian Pembelajaran Kooperatif Pair Check

Model pembelajaran Kooperatif Pair Check (kelompok sebangku) merupakan model pembelajaran siswa berpasangan. “Menurut Moody & Gifford dalam Slavin (2005:91)menemukan bahwa sementara tidak ada perbedaan dalam perolehan pencapaian dari kelompok-kelompok yang homogendan heterogen, pembagian siswa berpasangan menunjukkan pencapaian yang jauh lebih besar dalam bidang ilmu pengetahuan dari pada kelompok yang terdiri atas empat ataulima orang, dan kelompok dengan jenis kelamin homogenkinerjanya lebih baik dari pada kelompok campuran”.Menurut Sanjaya, Wina : 2007 (online) yaitu pembelajaran Kooperatif Pair

Check adalah suatu tipe pembelajaran Kooperatif yang berpasangan(kelompok sebangku) yang bertujuan untuk mendalami atau melatihmateri yang telah dipelajarinya. salah satu keunggulan model ini adalahsiswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep / topik dalam suasana yang menyenangkan, model ini bisa digunakan

27

dalamsemua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia Jadi model pembelajaran

Kooperatif Pair Check (kelompok sebangku)merupakan salah satu model pembelajaran siswa berpasangan. Model pembelajaran ini bertujuan untuk melatih rasa sosial siswa, kerja sama,dan kemampuan memberi nilai (Widodo, Rachmat. 2009) (online) b) Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif Pair Check

Model pembelajaran Kooperatif Pair Check ini cocok untuk menyampaikansemua level materi, termasuk dalam pembelajaran Bahasa Indonesia fisika pada pokok bahasan besaran dan satuan. Sintaknya adalah: sajian informasikompetensi, mendemontrasikan pengetahuan dan keterampilan prosedural,membimbing pelatihan-penerapan, Kooperatif Pair Check siswa berkelompok berpasangan sebangku, salah seorang menyajikan persoalan dan temannyamengerjakan, pengecekan kebenaran jawaban, bertukar peran, penyimpulan dan evaluasi, refleksi.Adapun langkah-langkah pembelajarannya adalah sebagai berikut:

1. Sajian informasi kompetensi, guru menyampaikan inti materi dankompotensi yang harus dicapai

2. Guru mendemontrasikan pengetahuan dan keterampilan secara procedural

3. Siswa diminta berpasangan dengan teman sebelahnya (kelompok 2orang) 4. Siswa diminta untuk menyimak dan berfikir tentang materi atau permasalahan yang

disampaikan oleh guru 5. Salah seorang kelompok menyajikan persoalan dan temankelompok lainya

mengerjakannya 6. Pengecekan kebenaran jawaban, kelompok yang memberikan persoalan kepada

teman kelompok lainya tadi mengecek kebenaran jawaban atas kelompok lainya 7. Bertukar peran, kelompok yang memberikan persoalan kepadakelompok lainnya tadi,

mendapatkan giliran untuk mengerjakan persoalan yang diberikan oleh salah satu kelompok pasangan lainya

8. Penyimpulan, guru menyimpulkan apa yang menjadi hasil diskusidari semua pasangan kelompok tersebut

9. Evaluasi, guru memberikan evaluasi kepada semua kelompok pasangan tersebut dengan memberikan post test

28

10. Refleksi, hasil yang diperoleh pada tahap pengamatan kemudiandikumpulkan,

dianalisis dan dievaluasi oleh peneliti untuk mengetahui berhasil tidaknya tindakan yang dilakukan. Hasil analisis dari tahap inidigunakan untuk mengambil kesimpulan apakah pembelajaran fisikamelalui Kooperatif Pair Check sudah sesui dengan tujuan yang diinginkan atau belum

c) Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Kooperatif Pair Check Adapun kelebihan dan kekurangan model pembelajaran Kooperatif tipe

Kooperatif Pair Check ini adalah sebagai berikut : 1. Kelebihan

a. Meningkatkan kemandirian siswa b. Meningkatkan partisipasi siswa untuk menyumbangkan pemikiran karena merasa

leluasa dalam mengungkapkan pendapatnya. c. Membentuk kelompoknya lebih mudah dan lebih cepat d. Melatih kecepatan berpikir siswa

2. Kelemahan a. Tidak selamanya mudah bagi siswa untuk mengatur cara berpikir sistematik b. Lebih sedikit ide yang masuk

c. Jika ada perselisihan, tidak ada penengah dari siswa dalamkelompok yang bersangkutan sehingga banyak kelompok yangmelapor dan dimonitor

2.2 Penelitian Yang Relevan Novita Apriani pada penelitian yang dilakukan dengan judul “Pengaruh Model

Pembelajaraan Kooperatif Tipe Think Pair Share terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Sekolah Dasar”. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata skor hasil belajar siswa pada kelompok eksperimen sebesar 77,55 lebih besar daripada rata-rata skor hasil belajar siswa pada kelompok kontrol sebesar 70,85 dengan besarnya nilai t adalah -3,776 dengan tingkat signifikansisebesar 0,000, karena besarnya t hitung -3,776> dari t tabel 1,993 maka hipotesis yang diajukan diterima berarti ada perbedaan yang sangat signifikan antara nilai posttest kelas kontrol dengan nilai posttest kelas eksperimen yang artinya terdapat perbedaan pengaruh yang sangat signifikan pada penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share terhadap hasil belajar IPA Siswa sekolah dasar SDN

29

Salatiga 05. Untuk penelitian selanjutnya dapat dilakukan oleh guru kelas sehingga faktor

yang mungkin timbul jika pengajaran dilakukan selain guru kelas dapat dihindari. Defi Arfina dalam penelitiannya yang dilakukan pada tahun 2011 dengan judul

“Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar Siswa dalam Mata Pelajaran Pkn Melalui Metode Pembelajaran Kooperatif Think – Pair- Share Beserta Pemberian Reward Bagi Siswa Kelas VIIIA SMP Islam Sudirman Ambarawa Semester II Tahun Ajaran 2011/2012” Hasil Penelitian menunjukkan bahwa dengan menggunakan metode TPS beserta Reward ini ternyata lebih efektif dalam proses pembelajaran, yang ditunjukkan dengan meningkatnya keaktifan dan hasil belajar siswa: 1). Penerapan pembelajaran kooperatif Think – Pair – Share dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam pelajaran PKn yaitu pada Pra Siklus 57,84%, Siklus I 67,88%, pada Siklus II 75,68% dari jumlah siswa 34 siswa. 2). Hasil belajar siswa meningkat ditunjukkan dengan peningkatan rata-rata siswa pada Pra siklus (56,6) atau 38% siswa tuntas, Siklus I rata-rata (70,85) atau 73% dan pada Siklus II rata-rata meningkat menjadi (75,29) atau 94%. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang menggunakan metode pembelajaran kooperatif tipe Think – Pair – Share lebih memungkinkan untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa bila dibandingkan dengan pembelajaran

dengan menggunakan metode ceramah. Natalia Retno Wulan Sari dalam penelitiannya yang berjudul “Upaya

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas V dalam Mata Pelajaran IPA dengan Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share (TPS) SD Negeri Mangunsari 01 Salatiga Tahun Ajaran 2011/ 2012” Hasil analisis menunjukan bahwa dari 30 siswa diperoleh hasil skor pre-tes atau sebelum dilaksanakan tindakan siklus I ada 17 siswa yang belum tuntas (57%) dan pada siklus II ada 18 siswa (60%) dan setelah dilaksanakan tindakan pada siklus I ada 97% siswa telah tuntas, siklus II 30 siswa atau 100% telah tuntas. Jadi ada peningkatan sebesar 3% dari siklus I ke siklus II. Dilihat dari rata – rata kelas menunjukkan hasil belajar dari siklus I dan siklus II berturut – turut 73,333 dan 90,2 dengan KKM ≥65. Ini berarti dari skor rata – rata kelas pada siklus I dan siklus II terjadi peningkatan rata-rata. Ada peningkatan rata – rata kelas dari siklus I ke siklus II sebesar 16,867 hal ini disebabkan adanya tindakan di dalam proses pembelajaran yaitu menggunakan model pembelajaran Kooperatif tipe Think-Pair-Share. Dilihat dari skor minimal dan skor

30

maksimal, maka hasil belajar siklus I diperoleh skor 60 dan 95 dan siklus II diperoleh skor

70 dan 100. 2.3 Kerangka Pikir

Pelaksanaan pembelajaran di SD Negeri Ngawen 03 Kecamatan Margorejo Kabupaten Pati masih rendah. hal ini disebabkan pembelajaran masih menggunakan model konvensional dimana siswa hanya mendengarkan ceramah guru. kondisi tersebut menyebabkan minat siswa terhadap pelajaran kurang sehingga menyebabkan hasil belajar rendah.

Rendahnya hasil belajar siswa memerlukan tindakan untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam pelajaran Bahasa Indonesia. Untuk mengatasi hal tersebut maka alternatif pembelajar yang dipilih adalah pembelajaran dengan Phair Check (pasangan mengecek). Model ini menerapkan pembelajaran berkelompok yang menuntut kemandirian dan kemampuan siswa dalam menyelesaikan persoalan yang diberikan. Banyak kelebihan maupun kelemahan. Berpasangan atau kerja kelompok diharapkan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat.

Dengan penggunaan model pembelajaran ini diharapkan kondisi pembelajaran menjadi dinamis dimana interaksi antara guru dan siswa berembang sehingga minat siswa dalam pembelajaran semakin meningkat sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SDN Ngawen 02 Kecamatan Margorejo Kabupaten Pati tahun

2013/2014.

2.4 Hipotesis Tindakan Berdasarkan kerangka berfikir yang telah diuraikan dalam kerangka fikir , hipotesis

dalam penelitian ini adalah “diduga dengan Model pembelajaran Pair Check dapat

meningkatkan hasil belajar siswa pada pelajaran Bahasa Indonesia pada siswa kelas V

SDN Ngawen 02 Kecamatan Margorejo Kabupaten Pati tahun 2013/2014.