bab ii kajian pustaka · 2012. 11. 28. · bab ii kajian pustaka 2.1 kajian teori kajian teori yang...

35
8 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Kajian teori yang digunakan dalam penelitian ini meliputi dua variabel, yaitu pembelajaran Kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dengan pemberian Reward dan motivasi belajar siswa. 2.1.1 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share Pembahasan variabel model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair- Share mencakup pengertian pembelajaran kooperatif, unsur-unsur pembelajaran kooperatif, ciri-ciri pembelajaran kooperatif, tujuan pembelajaran kooperatif, langkah-langkah pembelajaran kooperatif, pengertian dari model pembelajaran Kooperatif tipe Think-Pair-Share, karakteristik model pembelajaran Kooperatif tipe Think-Pair-Share, langkah-langkah pembelajaran model pembelajaran Kooperatif tipe Think-Pair-Share yang akan diuraikan sebagai berikut:. 2.1.1.1 Pengertian Pembelajaran Kooperatif Pengajaran kooperatif (Cooperatif Learning) memerlukan pendekatan pengajaran melalui penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar dalam mencapai tujuan belajar (Houlobec, 2001). Dalam pembelajaran kooperatif ini berlangsung suasana keterbukaan dan demokratis, sehingga akan memberikan kesempatan optimal pada anak untuk bekerja sama dan berinteraksi dengan baik. Terdapat beberapa pengertian mengenai pembelajaran kooperatif yang dikemukakan oleh para ahli pendidikan. Slavin (2009:4) mendefinisikan bahwa pembelajaran kooperatif adalah strategi mengajr dimana para siswa bekerja dalam

Upload: others

Post on 06-Feb-2021

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA

    2.1 Kajian Teori

    Kajian teori yang digunakan dalam penelitian ini meliputi dua variabel,

    yaitu pembelajaran Kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dengan pemberian

    Reward dan motivasi belajar siswa.

    2.1.1 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share

    Pembahasan variabel model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-

    Share mencakup pengertian pembelajaran kooperatif, unsur-unsur pembelajaran

    kooperatif, ciri-ciri pembelajaran kooperatif, tujuan pembelajaran kooperatif,

    langkah-langkah pembelajaran kooperatif, pengertian dari model pembelajaran

    Kooperatif tipe Think-Pair-Share, karakteristik model pembelajaran Kooperatif

    tipe Think-Pair-Share, langkah-langkah pembelajaran model pembelajaran

    Kooperatif tipe Think-Pair-Share yang akan diuraikan sebagai berikut:.

    2.1.1.1 Pengertian Pembelajaran Kooperatif

    Pengajaran kooperatif (Cooperatif Learning) memerlukan pendekatan

    pengajaran melalui penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam

    memaksimalkan kondisi belajar dalam mencapai tujuan belajar (Houlobec, 2001).

    Dalam pembelajaran kooperatif ini berlangsung suasana keterbukaan dan

    demokratis, sehingga akan memberikan kesempatan optimal pada anak untuk

    bekerja sama dan berinteraksi dengan baik.

    Terdapat beberapa pengertian mengenai pembelajaran kooperatif yang

    dikemukakan oleh para ahli pendidikan. Slavin (2009:4) mendefinisikan bahwa

    pembelajaran kooperatif adalah strategi mengajr dimana para siswa bekerja dalam

  • 9

    kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam

    mempelajari materi pelajaran.

    Menurut Lie, A (2007: 12) mengemukakan bahwa pembelajaran

    kooperatif adalah sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik

    untuk bekerjasama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur

    disebut juga sebagai sistem pembelajaran gotong royong. Menurut Asma N

    (Juwita, 2008: 30) pembelajaran kooperatif merupakan suatu pendekatan yang

    mencakup kelompok kecil dari siswa yang bekerjasama sebagai suatu tim untuk

    memecahkan masalah, menyelesaikan suatu tugas atau menyelesaikan suatu

    tujuan bersama. Senada dengan pernyataan tersebut, Johnson dan Johnson

    (Muharromi, 2009: 31) mengartikan pembelajaran kooperatif sebagai

    pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar dan

    menyelesaikan tugas dalam kelompok kecil dan meyakinkan bahwa setiap

    anggota kelompok terlibat dalam menyelesaikan tugas.

    Eggen dan Kauchak (1993: 319) mendefinisikan pembelajaran kooperatif

    sebagai sekumpulan strategi mengajar yang digunakan guru agar siswa saling -

    membantu dalam mempelajari sesuatu. Oleh karena itu belajar kooperatif ini juga

    dinamakan “belajar teman sebaya.”

    Dahlan (Juwita, 2008: 30) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif

    merupakan aktivitas dimana anggota kelompok biasa saling berbagi pengetahuan

    dan saling mengoreksi bila terdapat kekeliruan pada kelompok tersebut.

    Berdasarkan defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran

    kooperatif adalah pembelajaran yang dilakukan dengan membentuk kelompok-

    kelompok kecil, dimana setiap anggota kelompok dapat saling membantu, berbagi

    pengetahuan dan bekerjasama untuk menyelesaikan lembar kegiatan siswa.

    Beberapa ahli menyatakan bahwa model ini tidak hanya unggul dalam

    membantu siswa memahami konsep yang sulit, tetapi juga sangat berguna untuk

    menumbuhkan kemampuan berpikir kritis, bekerja sama dan membantu teman.

    Dalam pembelajaran kooperatif, siswa terlibat aktif pada proses pembelajaran

  • 10

    sehingga memberikan dampak positif terhadap kualitas interaksi dan komunikasi

    yang berkualitas, dapat memotivasi siswa untuk meningkatkan prestasi

    belajarnya.

    2.1.1.2 Unsur-unsur Pembelajaran Kooperatif

    Model pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekadar belajar dalam

    kelompok. Lie (2005: 30) menyatakan bahwa terdapat lima unsur dasar

    pembelajaraan kooperatif yang membedakannya dengan belajar kelompok pada

    umumnya. Kelima unsur model pembelajaran kooperatif tersebut adalah:

    1. Saling Ketergantungan Positif

    Saling ketergantungan positif memperlihatkan situasi dimana para siswa: 1)

    Melihat pekerjaannya bermanfaat bagi kelompoknya dan pekerjaan kelompok

    bermanfaat bagi kelompoknya dan pekerjaan kelompok bermanfaat bagi

    dirinya. 2) Bekerja bersama dalam kelompok yang kecil untuk

    memaksimalkan pembelajaran kepada setiap anggota kelompok, dengan

    membagikan pengetahuan masing-masing demi keberhasilan bersama dalam

    kelompok.

    2. Tanggung Jawab Perseorangan

    Unsur ini merupakan akibat dari saling ketergantungan positif. Jika tugas dan

    pola penilaian dibuat sesuai prosedur pembelajaran kooperatif, maka setiap

    siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik. Dengan

    demikian, keberhasilan metoda kerja kerja kelompok bergantung pada

    persiapan guru dalam penyusunan tugasnya.

    3. Tatap Muka

    Dalam interaksi ini, setiap anggota kelompok saling bertemu muka dan

    berdiskusi. Interaksi ini bertujuan untuk mendorong dan memberikan fasilitas

    kepada usaha-usaha setiap anggota kelompok dalam menyelesaikan tugasnya.

  • 11

    4. Komunikasi Antar Anggota

    Untuk dapat menyelesaikan tugas dalam kelompok, siswa harus: 1) Saling

    memepercayai, 2) Komunikasi secara akurat, 3) saling menerima dan

    menunjang, dan 4) menyelesaikan masalah secara konstruktif. Dengan

    demikian, suatu kelompok akan berhasil jika para anggotanya dapat saling

    mendengarkan dan saling mengutarakan pendapat mereka.

    5. Evaluasi Proses Kelompok

    Pada saat pembelajaran kooperatif, guru mengamati kelompok, menganalisa

    masalah-masalah yang dibahas kelompok tentang cara kerja mereka.

    2.1.1.3 Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif

    Pembelajaran kooperatif ditandai oleh struktur tugas, tujuan dan

    penghargaan. Siswa bekerja dalam situasi semangat pembelajaran kooperatif atau

    membutuhkan kerja sama untuk mencapai tujuan bersama dan mereka harus

    mengkoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugas.

    Menurut Ibrahim (2005:67), adapun ciri-ciri pembelajaran kooperatif

    adalah sebagai berikut :

    a. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menyelesaikan suatu

    materi belajarnya.

    b. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang,

    rendah.

    c. Bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku dan

    jenis kelamin yang berbeda.

    d. Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok daripada individu.

  • 12

    2.1.1.4 Tujuan Pembelajaran Kooperatif

    Menurut Ibrahim (2005:7), pembelajaran kooperatif memiliki tiga tujuan,

    yaitu hasil belajar akademik, penerimaan tehadap perbedaan individu dan

    pengembangan keterampilan sosial.

    1) Hasil belajar akademik

    Pembelajaran kooperatif ini bertujuan untuk meningkatkan kegiatan atau

    aktivitas siswa dalam tugas-tugas akademik dan meningkatkan penilaian siswa

    pada belajar akademik yang berhubungan dengan hasil belajar.

    2) Penerimaan terhadap perbedaan individu

    Tujuan pembelajaran kooperatif disini adalah memberikan kesempatan kepada

    siswa untuk saling bekerja sama tanpa membedakan kemampuan/keahlian

    sehingga tercipta saling ketergantungan satu sama lain dan belajar untuk

    menghargai pendapat orang lain.

    3) Pengembangan keterampilan sosial

    Tujuan pembelajaran kooperatif disini adalah mengajarkan kepada siswa

    keterampilan bekerja sama dan kolaborasi juga berguna untuk menumbuhkan

    kemampuan kerja sama, berpikir kritis dan membantu teman.

  • 13

    2.1.1.5 Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif

    Terdapat enam langkah utama atau tahapan di dalam pelajaran yang

    menggunakan pembelajaran kooperatif. Langkah-langkah itu ditunjukkan pada

    Tabel 2.1

    Tabel 2.1

    Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif

    Fase Tingkah Laku Guru

    Fase-1

    Menyampaikan tujuan dan

    memotivasi siswa

    Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang

    ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan

    memotivasi siswa belajar

    Fese-2

    Menyajikan informasi

    Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan

    jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan

    Fase-3

    Mengorganisasikan siswa

    ke dalam kelompok

    kooperatif

    Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana

    caranya membentuk kelompok belajar dan

    membantu setiap kelompok agar melakukan

    transisi secara efisien

    Fase-4

    Membimbing kelompok

    bekerja dan belajar

    Guru membimbing kelompok-kelompok belajar

    pada saat mereka mengerjakan tugas mereka

    Fase-5

    Evaluasi

    Guru mengevaluasi hasil belajar tentang meteri

    yang telah dipelajari atau masing-masing

    kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.

    Fase-6

    Memberikan penghargaan

    Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik

    upaya maupun hasil belajar individu dan

    kelompok.

    Sumber: Ibrahim, dkk. (2000: 10)

  • 14

    2.1.1.6 Model Pembelajaran Kooperatif Think-Pair-Share (TPS)

    Model pembelajaran kooperatif Think-Pair-Share (TPS) merupakan

    pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Frank Lyman dan rekannya di

    Maryland pada tahun 1981 (Lie, 2005: 57). Strategi Think-Pair-Share (TPS) atau

    berpikir berpasangan berbagi adalah merupakan jenis pembelajaran kooperatif

    yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Menurut Lie (2002:57)

    Think-Pair-Share adalah pembelajaran yang memberi siswa kesempatan untuk

    bekerja sendiri dan bekerjasama dengan orang lain. Dalam hal ini, guru sangat

    berperan penting untuk membimbing siswa melakukan diskusi, sehingga

    terciptanya suasana belajar yang lebih hidup, aktif, kreatif, efektif dan

    menyenangkan Teknik ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja

    sendiri serta bekerja sama dengan orang lain. Strategi ini dikembangkan untuk

    meningkatkan partisipasi siswa di dalam kelas, sehingga lebih unggul

    dibandingkan pembelajaran ceramah yang menggunakan metoda hafalan dasar,

    yaitu guru mengajukan pertanyaan dan satu orang siswa memberikan jawaban.

    Teknik ini mendorong jawaban siswa setingkat lebih tinggi dan membantu siswa

    mengerjakan tugas.

    Berikut pendekatan dalam pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share

    (TPS) yang disajikan pada Tabel 2.2

    Tabel 2.2

    Pendekatan Dalam Pembelajaran Kooperatif tipe Think-Pair-Share

    Aspek Pembelajaran Kooperatif tipe Think-Pair-Share (TPS)

    Tujuan

    Kognitif

    Informasi akademik sederhana

    Tujuan

    Sosial

    Keterampilam kelompok dan keterampilan sosial

    Struktur

    Tim

    Bervariasi, berdua, bertiga, kelompok dengan 4-5 orang

    anggota

  • 15

    Pemilihan

    Topik

    Guru

    Tugas

    Utama

    Siswa mengerjakan tugas-tugas yang diberikan secara sosial

    dan kognitif

    Penilaian Bervariasi

    Pengakuan Bervariasi

    Sumber: Ibrahim, dkk. (2000:29)

    Menurut Ibrahim, dkk. (2000:6) menyatakan bahwa teknik belajar

    mengajar Think-Pair-Share mempunyai beberapa keuntungan sebagai berikut:

    1. Meningkatkan pencurahan waktu pada tugas. Penggunaan metode

    pembelajaran TPS menuntut siswa menggunakan waktunya untuk

    mengerjakan tugas-tugas atau permasalahan yang diberikan oleh guru di awal

    pertemuan sehingga diharapkan siswa mampu memahami materi dengan baik

    sebelum guru menyampaikannya pada pertemuan selanjutnya.

    2. Memperbaiki kehadiran. Tugas yang diberikan oleh guru pada setiap

    pertemuan selain untuk melibatkan siswa secara aktif dalam proses

    pembelajaran juga dimaksudkan agar siswa dapat selalu berusaha hadir pada

    setiap pertemuan. Sebab bagi siswa yang sekali tidak hadir maka siswa

    tersebut tidak mengerjakan tugas dan hal ini akan mempengaruhi hasil belajar

    mereka.

    3. Angka putus sekolah berkurang. Model pembelajaran TPS diharapkan dapat

    memotivasi siswa dalam pembelajaran sehingga hasil belajar siswa dapat

    lebih baik daripada pembelajaran dengan model konvensional.

    4. Sikap apatis berkurang. Sebelum pembelajaran dimulai, kencenderungan

    siswa merasa malas karena proses belajar di kelas hanya mendengarkan apa

    yang disampaikan guru dan menjawab semua yang ditanyakan oleh guru.

    Dengan melibatkan siswa secara aktif dalam proses belajar mengajar, metode

  • 16

    pembelajaran TPS akan lebih menarik dan tidak monoton dibandingkan

    metode konvensional.

    5. Penerimaan terhadap individu lebih besar. Dalam model pembelajaran

    konvensional, siswa yang aktif di dalam kelas hanyalah siswa tertentu yang

    benar-benar rajin dan cepat dalam menerima materi yang disampaikan oleh

    guru sedangkan siswa lain hanyalah “pendengar” materi yang disampaikan

    oleh guru. Dengan pembelajaran TPS hal ini dapat diminimalisir sebab semua

    siswa akan terlibat dengan permasalahan yang diberikan oleh guru.

    6. Hasil belajar lebih mendalam. Parameter dalam PBM adalah hasil belajar

    yang diraih oleh siswa. Dengan pembelajaran TPS perkembangan hasil belajar

    siswa dapat diidentifikasi secara bertahap. Sehingga pada akhir pembelajaran

    hasil yang diperoleh siswa dapat lebih optimal.

    7. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi. Sistem kerjasama yang

    diterapkan dalam model pembelajaran TPS menuntut siswa untuk dapat

    bekerja sama dalam tim, sehingga siswa dituntut untuk dapat belajar

    berempati, menerima pendapat orang lain atau mengakui secara sportif jika

    pendapatnya tidak diterima.

    Model pembelajaran Think-Pair-Share (TPS) juga mempunyai kelemahan.

    Kelemahannya adalah:

    1. Metode pembelajaran Think-Pair-Share belum banyak diterapkan di sekolah.

    2. Sangat memerlukan kemampuan dan ketrampilan guru, waktu pembelajaran

    berlangsung guru melakukan intervensi secara maksimal.

    3. Menyusun bahan ajar setiap pertemuan dengan tingkat kesulitan yang sesuai

    dengan taraf berfikir anak dan

    4. Mengubah kebiasaan siswa belajar dari yang dengan cara mendengarkan

    ceramah diganti dengan belajar berfikir memecahkan masalah secara

    kelompok, hal ini merupakan kesulitan sendiri bagi siswa (Lie : 2004).

  • 17

    Kelemahan lain dari metode TPS adalah pembelajaran yang baru

    diketahui, kemungkinan yang dapat timbul adalah sejumlah siswa bingung,

    sebagian kehilangan rasa percaya diri, saling mengganggu antar siswa.

    Secara umum, tahapan-tahapan dalam pembelajaran ini adalah guru

    mengajukan masalah atau pertanyaan bagi siswa untuk diselesaikan. Kemudian,

    siswa memikirkan penyelesaianya secara individu lalu berpasangan untuk

    mendiskusikan hasil pemikiran mereka. Dua pasang siswa bergabung dalam satu

    kelompok berempat dan mendiskusikan permasalahan tersebut kembali. Pasangan

    yang terpilih berbagi kesimpulan dengan seluruh kelas.

    Dalam model pembelajaran ini, langkah guru yang menyajikan masalah

    untuk diselesaikan oleh siswa menunjukkan bahwa guru bertindak tidak hanya

    sebagai penyampai informasi, akan tetapi guru juga bertindak sebagai fasilitator.

    Dengan demikian, siswa diharapkan berperan aktif dalam memecahkan

    permasalahan.

    2.1.1.7 Karakteristik Pembelajaran Kooperatif Think Pair Share (TPS)

    Dinamakan TPS berdasarkan tahap utama dalam langkah-langkah yang

    ada pada saat pelaksanaannya (National Science Institute for Education, 1997),

    yaitu tiga langkah utamanya yang dilaksanakan dalam proses pembelajaran, yaitu

    langkah Think (berpikir), Pair (berpasangan), dan Share (berbagi).

    Think (berpikir). Pada langkah ini, pertama-tama guru memancing siswa

    melalui suatu pertanyaan permasalahan. Di sini, guru mengajak siswa untuk

    berpikir mengenai permasalahan tersebut untuk beberapa saat.

    Pair (berpasangan). Pada langkah ini, siswa dapat mencari teman

    berpasangan untuk memecahkan permasalahan yang diberikan tadi. Siswa

    dapat berpasangan dengan teman sebangkunya untuk lebih mengefektifkan

    waktu selama pembelajaran. Di sini, pasangan dapat saling bertukar ide atau

  • 18

    pendapat guna memperoleh pemecahan masalah yang terbaik menurut

    keduanya.

    Share (berbagi). Pada langkah ini, tiap-tiap pasangan dapat membagikan

    hasil pemikiran mereka kepada teman lain dan kelas. Teknisnya, guru dapat

    memanggil tiap pasangan ke depan kelas untuk berbagi solusi, mendatangi

    tiap pasangan, atau mempersilahkan tiap pasangan yang mengajukan diri,

    dan lainnya.

    Think Pair Share memiliki prosedur secara eksplisit dapat memberi siswa

    waktu lebih banyak untuk berpikir, menjawab, saling membantu satu sama lain

    (Ibrahim dalam Estiti, 2007:10). Pada tahap Think, terdapat “wait or think time”

    yakni waktu berpikir. Maksudnya, siswa diberi waktu terlebih dahulu untuk

    memikirkan dan memahami permasalahan yang diberikan. Waktu tersebut

    diharapkan dapat dapat digunakan oleh siswa untuk mencari solusi permasalahan

    yang diberikan berdasarkan pemikiran mereka sendiri. Dengan adanya waktu

    berpikir ini tentu saja dapat meningkatkan kreatifitas siswa dalam berpikir dan

    mengungkapkan pendapatnya. Namun perlu diingat, waktu berpikir ini sebaiknya

    diberikan dengan batasan yang tidak terlalu lama agar siswa dapat lebih cekatan

    dalam berpikir dan dapat segera bertukar pikiran dengan sesama siswa lain seperti

    yang terdapat pada langkah berikutnya dari model ini.

    Setelah siswa memperoleh solusi versi mereka masing-masing dalam

    waktu berpikir tersebut, mereka akan dipasangkan dengan siswa lainnya pada

    tahap pair. Di sini, mereka dapat saling bertukar pikiran dan pendapat guna

    memperoleh solusi terbaik dari keduanya.

    Selanjutnya, guru akan kembali membimbing siswa untuk memasuki

    diskusi kelas pada tahap Share. Tiap pasangan akan mempresentasikan solusi

    yang telah mereka peroleh pada saat berpasangan. Dengan adanya “pasangan”,

    siswa tidak akan merasa malu lagi dalam mengungkapkan pendapatnya ketika

    jawaban dari solusi permasalahan yang mereka utarakan dirasa belum memenuhi.

  • 19

    Mereka tidak akan takut salah karena mereka merasa dapat berbagi “rasa malu”

    yang mungkin timbul. Pada tahap Share ini juga dapat menyadarkan siswa bahwa

    seringkali pendapat mereka yang pada awalnya mereka anggap salah, ternyata

    tidak salah sama sekali. Dengan kata lain, secara tidak langsung dapat

    menumbuhkan keberanian siswa dalam berkomunikasi di depan kelas.

    dengan cara ini diharapkan siswa mampu bekerja sama, saling

    membutuhkan dan saling bergantung pada kelompok-kelompok kecil secara

    kooperatif. Keunggulan dan teknik ini adalah optimalisasi partisipasi siswa, yaitu

    memberi kesempatan delapan kali lebih banyak kepada setiap siswa untuk

    dikenali dan menunjukkan partisipasi mereka kepada orang lain (Isjoni, 2006).

    2.1.1.8 Langkah-Langkah Model Pembelajaran Kooperatif Think-Pair-Share

    (TPS)

    Adapun langkah-langkah atau alur pembelajaran dalam Model

    Pembelajaran Think Pair Share (TPS) adalah :

    Langkah 1 : Pendahuluan

    Pada tahap ini, guru menyampaikan pertanyaan yang merupakan permasalahan.

    Tahap ini dimulai dengan guru melakukan apersepsi, menjelaskan tujuan

    pembelajaran, dan menyampaikan pertanyaan yang berhubungan dengan materi

    yang akan disampaikan.

    Langkah 2 : Think

    Pada tahap ini, siswa dituntut berpikir secara individual. Guru memberikan

    kesempatan kepada siswa untuk memikirkan jawaban dari permasalahan yang

    disampaikan guru. Langkah ini dapat dikembangkan dengan meminta siswa untuk

    menuliskan hasil pemikirannya masing-masing. Siswa membutuhkan penjelasan

    bahwa berbicara atau mengerjakan bukan bagian berpikir.

  • 20

    Langkah 3 : Pair

    Selanjutnya, setiap siswa mendiskusikan hasil pemikiran masing-masing dengan

    pasangan. Guru mengorganisasikan siswa untuk berpasangan dan memberi

    kesempatan kepada siswa untuk mendiskusikan jawaban yang menurut mereka

    paling benar atau paling meyakinkan. Interaksi selama waktu yang disediakan

    dapat menyatukan jawaban jika suatu pertanyaan yang diajukan atau menyatukan

    gagasan apabila suatu masalah khusus yang diidentifikasi. Guru memotivasi siswa

    untuk aktif dalam kerja kelompoknya. Pelaksanaan model ini dapat dilengkapi

    dengan LKS berupa kumpulan soal latihan atau pertanyaan yang dikerjakan

    secara kelompok.

    Langkah 4 : Share

    Pada langkah ini, guru meminta pasangan-pasangan untuk berbagi dengan

    keseluruhan keseluruhan kelas yang telah mereka bicarakan. Hal ini efektif untuk

    berkeliling ruangan dari pasangan ke pasangan dan melanjutkan sampai sekitar

    sebagian pasangan mendapat kesempatan untuk melaporkan hasil kelompoknya.

    Areans, (1997) disandur Tjokrodihardjo, (2003).

    Langkah 5 : Evaluasi

    Langkah akhirnya yaitu menganalisis dan mengevaluasi hasil pemecahan

    masalah. Guru membantu siswa untuk melakukan evaluasi dan penguatan

    terhadap hasil pemecahan masalah yang telah mereka diskusikan.

    Dalam hal peran guru dalam mengajar dapat dilihat dari aktivitas yang

    dilakukan oleh guru selama model diterapkan. Langkah-langkah penyelenggaraan

    model diskusi Think-Pair-Share dapat dilihat pada Tabel 2.3 berikut.

  • 21

    Tabel 2.3

    Langkah-langkah penyelenggaraan model diskusi Think-Pair-Share

    Tahap Kegiatan Guru

    Tahap 1 menyampaikan tujuan

    dan mengatur siswa

    (1) Menyampaikan pendahuluan,

    (a) motivasi,

    (b) menyampaikan tujuan dasar diskusi

    (c) apersepsi;

    (2) Menjelaskan tujuan diskusi,

    Tahap 2 mengarahkan diskusi (1) Mengajukan pertanyaan

    awal/permasalahan;

    (2) Modeling,

    Tahap 3 menyelenggarakan

    diskusi

    (1) Membimbing/mengarahkan siswa dalam

    mengerjakan LKS secara mandiri (think);

    (2) Membimbing/mengarahkan siswa dalam

    berpasangan (pair);

    (3) Membimbing/mengarahkan siswa dalam

    berbagi (share);

    (4) Menerapkan waktu tunggu;

    (5) Membimbing kegiatan siswa,

    Tahap 4 mengakhiri diskusi Menutup diskusi.

    Tahap 5 melakukan Tanya

    jawab singkat tentang proses

    diskusi

    Membantu siswa membuat rangkuman

    diskusi dengan Tanya jawab singkat

    Sumber: Tjokrodihardjo, (2003)

    Kegiatan “berpikir-berpasangan-berbagi” dalam Model Pembelajaran

    Think Pair Share (TPS) memberikan banyak keutungan. Siswa secara individu

    dapat mengembangkan pemikirannya masing-masing karena adanya waktu

    berpikir (wait or think time), sehingga kualitas jawaban juga dapat meningkat.

  • 22

    Menurut Jones (2006), akuntabilitas berkembang karena siswa harus saling

    melaporkan hasil pemikiran masing-masing dan berbagi (berdiskusi) dengan

    pasangannya, kemudian pasangan-pasangan tersebut harus berbagi dengan

    seluruh kelas. Jumlah kelompok yang kecil mendorong setiap anggota untuk

    terlibat secara aktif, sehingga siswa jarang atau bahkan tidak pernah berbicara di

    depan kelas paling tidak memberikan ide atau jawaban karena pasangannya.

    Selain itu, menurut Spencer Kagan manfaat Think Pair Share antara lain :

    Para siswa menggunakan waktu yang lebih banyak untuk mengerjakan

    tugasnya dan untuk mendengarkan satu sma lain ketika mereka terlibat dalam

    kegiatan Think Pair Share lebih banyak siswa yang mengangkat tangan

    mereka untuk menjawab setelah berlatih dalam pasangannya. Para siswa

    mungkin mengingat secara lebih seiring penambahan waktu tunggu dan

    kualitas jawaban mungkin menjadi lebih banyak.

    Para guru juga mungkin mempunyai waktu yang lebih banyak untuk berpikir

    ketika menggunakan Think Pair Share. Mereka dapat berkonsentrasi

    mendengarkan jawaban siswa, mengamati reaksi siswa, dan mengajukan

    pertanyaan tingkat tinggi.

    Keunggulan dari Think-Pair-Share ini adalah optimalisasi partisipasi

    siswa. Dengan metode klasikal yang memungkinkan hanya satu siswa maju dan

    membagikan hasilnya untuk seluruh kelas, model Think-Pair-Share ini

    memberikan kesempatan kepada setiap siswa untuk menunjukkan partisipasi

    mereka kepada orang lain. Model ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran

    dan untuk semua tingkatan anak didik.

    2.1.2 Kajian Tentang Reward

    Pembahasan variabel pemberian reward mencakup pengertian reward,

    komponen-komponen penerapan reward, syarat-syarat reward dan tujuan reward

    yang akan diuraikan sebagai berikut:

  • 23

    2.1.2.1 Pengertian Reward

    Reward merupakan suatu bentuk teori reward positif yang bersumber dari

    aliran Behavioristik yang dikemukakan oleh Watson, Ivan Padlow dan kawan-

    kawan dengan teori S-R nya. Reward adalah suatu bentuk perlakuan positif

    subyek. Reward atau penghargaan merupakan respon terhadap suatu tingkah laku

    yang dapat peningkatan kemungkinan terulang kembalinya tingkah laku tersebut

    (Mulyasa, 2007 : 77).

    Reward menurut bahasa, berasal dari bahasa inggris Reward yang berarti

    penghargaan atau hadiah (John M, Echols, 1996 : 485).

    Sedangkan menurut istilah, banyak sekali pendapat yang mengemukakan,

    diantaranya, reward artinya ganjaran, hadiah, penghargaan atau imbalan, dalam

    konsep manajemen, reward merupakan salah satu alat untuk peningkatan

    motivasi para pegawai. Metode ini bisa mengasosiasikan perbuatan dan kelakuan

    seseorang dengan perasaan bahagia, senang, dan biasanya akan membuat mereka

    melakuakan suatu perbuatan yang baik secara berulang-ulang. Selain motivasi,

    reward juga bertujuan agar seseorang menjadi giat lagi usahanya untuk

    memperbaiki atau meningkatkan prestasi yang telah dapat dicapainya.

    Reward adalah salah satu alat pendidikan. Jadi dengan sendirinya maksud

    ganjaran itu ialah sebagai alat untuk mendidik anak-anak supaya anak dapat

    merasa senang, karena perbuatannya atau pekerjaannya mendapat penghargaan.

    Selanjutnya yang dimaksud pendidik memberikan reward supaya anak lebih giat

    lagi usahanya untuk memperbaiki atau mempertinggi prestasi dari pada yang telah

    dapat dicapainya. Dengan kata lain, anak menjadi lebih keras kemauannya untuk

    bekerja atau berbuat yang lebih baik lagi (Ngalim purwanto, 1984 : 231).

    Reward adalah penghargaan yang diberikan oleh seseorang ataupun suatu

    institusi. Reward berhubungan dengan antusias yang menyala-nyala orang yang

    memilikinya mempunyai keyakinan yang sangat besar terhadap kesuksesan orang

    akan mengejar apapun yang mereka inginkan. Pencapaian-pencapaian itulah yang

  • 24

    disebut reward, arti reward bukan hanya sekedar hadiah melainkan ada sebuah

    pencapaian yang telah dilaluinya.

    Reward merupakan sesuatu yang disenangi atau digemari oleh anak-anak

    yang diberikan kepada siapa saja yang dapat memenuhi harapan yakni mencapai

    tujuan yang ditentukan, atau bahkan mampu melebihinya. Besar kecilnya reward

    yang diberikan kepada yang berhak tergantung kepada banyak hal, terutama

    ditentukan oleh tingkat pencapaian yang diraih. Tentang bagaimana wujudnya,

    banyak ditentukan oleh jenis atau wujud pencapaian yang diraih serta kepada

    siapa reward tersebut diberikan. (Suharsimi, 1993 : 160)

    Jadi dapat disimpulkan bahwa reward adalah suatu cara yang digunakan

    oleh seseorang untuk memberikan suatu penghargaan kepada seseorang karena

    sudah mengerjakan suatu hal yang yang benar, sehingga seseorang itu bisa

    semangat lagi dalam mengerjakan tugas tersebut. Contohnya seorang guru telah

    memberikan penghargaan, atau pujian kepada siswanya yang telah menjawab

    pertanyaan dengan baik, atau prestasinya baik, maka siswa itu semangat lagi

    dalam mengerjakan tugas itu.

    Peranan reward dalam proses mengajar cukup penting terutama sebagai

    faktor eksternal dalam mempengaruhi dan mengarahkan perilaku siswa. Hal ini

    berdasarkan atas berbagai pertimbangan logis, diantaranya reward biasanya dapat

    menimbulkan motivasi belajar siswa, dan reward juga memiliki pengaruh positif

    dalam kehidupan siswa. Manusia selalu mempunyai cita-cita, harapan dan

    keinginan. Inilah yang dimanfaatkan oleh reward. Maka dengan metode ini,

    seseorang mengerjakan perbuatan baik atau mencapai suatu prestasi yang tertentu

    diberikan suatu reward yang menarik sebagai imbalan. Dengan demikian dengan

    melakukan sesuatu perbuatan atau mencapai suatu prestasi.(Mahfudh, 1987 : 81)

    Reward merupakan alat pendidikan yang mudah dilaksanakan dan sangat

    menyenangkan bagi siswa, untuk itu reward dalam suatu proses pendidikan

    sangat dibutuhkan keberadaannya demi meningkatkan motivasi belajar. Maksud

    dari para pendidik memberi reward kepada siswa adalah supaya siswa siswa

  • 25

    menjadi lebih giat lagi usahanya untuk memperbaiki atau mempertinggi prestasi

    yang akan dicapainya, dengan kata lain siswa menjadi lebih keras kemauannya

    untuk belajar lebih baik. (Ngalim Purwanto, 1985 : 231)

    2.1.2.2 Komponen-Komponen Penerapan Reward

    Keterampilan dasar penerapan reward terdiri atas beberapa komponen

    yaitu:

    a. Reward Verbal (pujian):

    1) Kata-kata : bagus, ya benar, tepat, bagus sekali, dan lain-lain;

    2) Kalimat : pekerjaan anda baik sakali, saya gembira dengan hasil pekerjaan

    anda.

    b. Reward non Verbal:

    1) Reward berupa mimik dan gerakan badan lain: senyuman, angguan, acungan

    ibu jari, tepuk tangan dan lain-lain,

    2) Reward dengan cara mendekati, guru mendekati siswa untuk menunjukkan

    perhatian, hal ini dapat dilaksanakan dengan cara berdiri disamping siswa,

    berjalan menuju kearah siswa, duduk dekat seorang atau kelompok siswa,

    berjalan disisi siswa. Guru dapat mengira-ngira berapa lama ia berada didekat

    seorang atau kelompok siswa, sebab bila terlalu lama akan menimbulkan

    suasana yang tidak baik di kelas.

    3) Reward dengan cara sentuhan,

    Guru dapat menyatakan persetujuan dan penghargaan terhadap siswa atas

    usaha dan penampilannya dengan cara menepuk pundak, menjabat tangan.

    4) Reward berupa symbol atau benda,

    Reward simbolis ini dapat berupa surat-surat tanda jasa, bisa berupa

    sertifikat-sertifikat. Sedangkan yang berupa benda dapat berupa kartu

    bergambar, peralatan sekolah, pin, plastic dan lain sebagainya.

  • 26

    5) Kegiatan yang menyenangkan,

    Guru dapat menggunakan kegiatan-kegiatan atau tugas-tugas yang

    disenangi oleh siswa yang memperlihatkan kemajuan dalam pelajaran musik

    ditunjuk untuk menjadi pemimpin paduan suara sekolah atau diperbolehkan

    menggunakan alat-alat musik pada jam-jam bebas (Uzer Usman, 1991 : 73-

    74)

    6) Reward dengan memberikan penghormatan,

    Reward yang berupa penghormatan tersebut juga dibagi lagi menjadi dua

    macam yaitu

    Pertama berbentuk semacam penobatan. Yaitu anak yang mendapat

    penghormatan diumumkan dan ditampilkan dihadapan temen-temannya,

    temen-teman sekolah, atau mungkin juga dihadapkan para teman dan orang

    tua murid. Misalnya saja pada malam perpisahan yang akan diadakan pada

    akhir tahun, kemudian ditampilkan murid-murid yang telah berhasil menjadi

    bintang-bintang kelas. Penobatan dan penampilan bintang-bintang pelajar

    untuk semua kota dan daerah, biasanya dilakukan dimuka umum. Misalnya

    pada rangkaian upacara hari proklamasi kemerdekaan.

    Kedua, penghormatan yang berbentuk pemberian kekuasaan untuk

    melakukan sesuatu. Misalnya, kepada anak yang berhasil menyelesaikan

    suatu soal sulit, disuruh mengerjakan di papan tulis untuk di contoh temen-

    temannya (Amir, 1973 : 159).

    7) Reward dengan memberikan perhatian tak penuh.

    Diberikan kepada siswa yang memberikan jawaban yang kurang

    sempurna. Umpamanya, bila seorang siswa hanya memberikan jawaban

    sebagian besar, sebaiknya guru menyatakan, “ya, jawabanmu sudah baik,

    tetapi masih perlu disempurnakan,” dengan begitu siswa tersebut mengetahui

    bahwa jawabannya tidak seluruhnya salah, dan ia mendapat dorongan untuk

    menyempurnakannya.

  • 27

    Dari banyak macam reward diatas, maka dari itu seorang guru dapat

    memilih reward yang relevan dengan siswa disesuiakan dengan situasi dan

    kondisi siswa atau situasi dan kondisi keuangan, bila hal itu menyangkut masalah

    keuangan.

    2.1.2.3 Syarat-Syarat Reward

    Dalam memberikan reward seorang guru hendaknya dapat mengetahui

    siapa yang berhak mendapat reward, seorang guru harus selalu ingat akan maksud

    dari pemberian reward itu. Seorang siswa yang pada suatu ketika menunjukkan

    hasil lebih baik dari biasanya, mungkin sangat baik diberikan reward. Dalam hal

    ini seorang guru hendaknya bijaksana, jangan sampai reward menimbulkan iri

    hati pada siswa yang lain yang merasa diriya lebih pandai, tetapi tidak mendapat

    reward.

    Kalu kita perhatikan apa yang diuraikan tentang maksud ganjaran,

    bilamana dan siapa yang perlu mendapat reward, serta reward apakah yang baik

    untuk diberikan kepada seseorang. Ada beberapa syarat yang harus diperhatikan

    oleh pendidik:

    a. Untuk memberi ganjaran yang pedagogis perlu sekali guru mengenal betul-

    betul murid-muridnya dan tahu menghargai dengan tepat. Reward yang tidak

    tepat dapat membawa akibat yang tidak diinginkan;

    b. Ganjaran yang diberikan kepada seorang anak janganlah menimbulkan rasa

    cemburu atau iri hati bagi anak yang lain yang merasa pekerjaannya juga lebih

    baik, tetapi tidak mendapat reward;

    c. Memberikan reward hendaknya hemat, terlalu kerap atau terus menerus

    memberikan reward akan menjadi hilang arti reward tersebut sebagai alat

    pendidikan;

    d. Janganlah memberikan reward dengan menjanjikan dahulu sebelum anak-

    anak menunjukkan prestasi kerjanya, reward yang telah dijanjikan dahulu

    akan membawa kesukaran-kesukaran bagi beberapa anak yang kurang pandai;

  • 28

    e. Pendidik harus berhati-hati memberikan reward, jangan sampai reward yang

    diberikan kepada anak-anak diterimanya bagi upah dari pada jerih payah yang

    telah dilakukannya (Ngalim Purwanto, 1985 : 233).

    Ada beberapa pendapat para ahli pendidikan terhadap reward sebagai alat

    pendidikan yang berbeda-beda. Sebagian menyetujui dan menganggap penting

    dipakai sebagai alat untuk membentuk kata hati siswa. Sebaliknya ada pula para

    ahli-ahli pendidikan yang tidak suka sama sekali. Mereka berpendapat bahwa

    reward itu dapat menimbulkan persaingan yang tidak sehat pada siswa. Menurut

    pendapat mereka, seorang guru hendaklah mendidik siswa supaya mengerjakan

    dan berbuat yang baik dengan tidak mengharapakan imbalan, pujian, tetapi

    semata-mata karena pekerjaan atau perbuatan itu memang kewajibannya.

    Sedangkan pendapat yang terakhir terletak diantara keduanya, sebagai

    seorang pendidik hendaklah menginsafi bahwa yang dididik adalah siswa yang

    masih lemah kemauannya dan belum mempunyai kata hati seperti orang dewasa.

    Dari mereka belumlah dapat dituntut supaya mereka mengerjakan yang baik dan

    meninggalkan yang buruk atas kemauan dan keinsafannya sendiri. Perasaan

    kewajiban mereka masih belum sempurna, bahkan pada siswa yang masih kecil

    boleh dikatakan belum ada. Untuk itu, maka reward sangat diperlukan pula bagi

    siswa dan berguna bagi pembentukan kata hati dan kemauan (Ibid, hlm 234).

    2.1.2.4 Tujuan Reward

    Mengenai masalah reward, perlu peneliti bahas tentang tujuan yang harus

    dicapai dalam pemberian reward. Hal ini dimaksudkan, agar dalam berbuat

    sesuatu bukan karena perbuatan semata-mata, namun ada sesuatu yang harus

    dicapai dengan perbuatannya, karena dengan adanya tujuan akan member arah

    dalam melangkah.

    Tujuan yang harus dicapai dalam pemberian reward adalah untuk lebih

    mengembangkan motivasi yang bersifat instrinsik dari motivasi ekstrinsik, dalam

    artian siswa melakukan suatu perbuatan, maka perbuatan itu timbul dari

  • 29

    kesadaran siswa itu sendiri. Dan dengan reward itu, juga diharapakan dapat

    membangun suatu hubungan yang positif antara guru dan siswa, karena reward

    itu adalah bagian dari pada penjelmaan dari rasa cinta kasih sayang seorang guru

    kepada siswa.

    Jadi, maksud dari reward itu yang paling terpenting bukanlah hasil yang

    dicapai seorang siswa, tetapi dengan hasil yang dicapai siswa, guru bertujuan

    membentuk kata hati dan kemauan yang lebih baik da lebih keras kepada siswa.

    Seperti halnya telah disinggung diatas, bahwa reward disamping merupakan alat

    pemdidikan reprensif yang menyenangkan, reward juga dapat menjadi pendorong

    atau motivasi bagi siswa untuk belajar lebih baik (Umi Masrurah, 2007 : 21).

    2.1.3 Kajian Tentang Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share

    (TPS) Dengan Pemberian Reward

    Think Pair Share (TPS) merupakan suatu teknik sederhana dengan

    keuntungan besar. Think Pair Share (TPS) dapat meningkatkan kemampuan

    siswa dalam mengingat suatu informasi dan seorang siswa juga dapat belajar dari

    siswa lain serta saling menyampaikan idenya untuk didiskusikan sebelum

    disampaikan di depan kelas. Selain itu, Think Pair Share (TPS) juga dapat

    memperbaiki rasa percaya diri dan semua siswa diberi kesempatan untuk

    berpartisipasi dalam kelas. Think Pair Share (TPS) sebagai salah satu metode

    pembelajaran kooperatif yang terdiri dari 3 tahapan, yaitu thinking, pairing, dan

    sharing. Guru tidak lagi sebagai satu-satunya sumber pembelajaran (teacher

    oriented), tetapi justru siswa dituntut untuk dapat menemukan dan memahami

    konsep-konsep baru (student oriented).

    Hambatan yang ditemukan selama proses pembelajaran antara lain berasal

    dari segi siswa, yakni: siswa-siswa yang pasif, dengan metode ini mereka akan

    ramai dan mengganggu teman-temannnya. Tahap pair siswa yang seharusnya

    menyelesaikan soal dengan berdiskusi bersama pasangan satu bangku dengannya

    tetapi masih suka memanfaatkan kegiatan ini untuk berbicara di luar materi

  • 30

    pelajaran, menggantungkan pada pasangan dan kurang berperan aktif dalam

    menemukan penyelesaian serta menanyakan jawaban dari soal tersebut pada

    pasangan yang lain.

    Jumlah siswa di kelas juga berpengaruh terhadap pelaksanaan metode

    think pair share ini. Jumlah siswa yang ganjil berdampak pada saat pembentukan

    kelompok. Akibatnya terdapat kelompok yang beranggotakan lebih dari 2 (dua)

    siswa. Hal ini akan memperlambat proses diskusi pada tahap pair, karena

    pasangan lain telah menyelesaikan sementara satu siswa tidak mempunyai

    pasangan. Hambatan lain yang ditemukan yaitu dari segi waktu.

    Kelemahan lain yang terjadi pada tahap think adalah ketidaksesuaian

    antara waktu yang direncanakan dengan pelaksanaannya. Hal ini dikarenakan

    siswa yang suka mengulur-ulur waktu dengan alasan pekerjaan belum

    diselesaikan. Hal ini berdampak pada hasil belajar ranah kognitif, yaitu siswa

    kurang menunjukkan kemampuan yang sesungguhnya. Metode ini membutuhkan

    banyak waktu karena terdiri dari 3 (tiga) langkah yang harus dilaksanakan oleh

    seluruh siswa yang meliputi tahap think, pair, share.

    Untuk mengatasi hal-hal tersebut maka diberikan reward yang berarti

    penghargaan atau hadiah. Peranan reward dalam proses mengajar cukup penting

    terutama sebagai faktor eksternal dalam mempengaruhi dan mengarahkan

    perilaku siswa. Diantaranya reward biasanya dapat menimbulkan motivasi belajar

    siswa, dan reward juga memiliki pengaruh positif dalam kehidupan siswa.

    Maksud dari para pendidik memberi reward kepada siswa adalah supaya siswa

    siswa menjadi lebih giat lagi usahanya untuk memperbaiki atau mempertinggi

    prestasi yang akan dicapainya, dengan kata lain siswa menjadi lebih keras

    kemauannya untuk belajar lebih baik dan lebih bersemangat. (Ngalim Purwanto,

    1985 : 231)

    Dalam pembelajaran dengan tipe TPS, untuk menghindari hambatan-

    hambatan yang sering ditemui saat pembelajaran berlangsung maka peneliti

    menggunakan pemberian reward sebagai upaya untuk mengatasi hal-hal tersebut.

  • 31

    Reward ini diberikan karena reward merupakan alat yang sesuai diberikan untuk

    mengatasi situasi belajar siswa yang tidak kondusif saat pelajaran kelompok

    diterapkan karena saat pelajaran kelompok diterapkan, kecenderungan siswa yang

    ramai dan tidak serius dalam belajar akan mudah ditemukan, hal ini akan

    berdampak pada proses belajar yang tidak sesuai dengan rencana. Oleh sebab itu

    reward diberikan agar pada saat pembelajaran TPS berlangsung, kecenderungan

    siswa yang pasif akan teratasi, maka akan terjadi situasi belajar yang

    menyenangkan dan siswa termotivasi untuk serius dalam pembelajaran karena

    pada akhir perbuatannya atau pekerjaannya, siswa akan mendapatkan

    penghargaan. Hal ini juga akan memudahkan peneliti dalam menerapkan

    pembelajaran TPS.

    Dalam penggunaannya, reward terdiri dari beberapa komponen seperti

    reward verbal (pujian) dan reward non verbal. Dari komponen reward tersebut,

    guru dapat memilih reward yang relevan dengan siswa dan disesuaikan dengan

    situasi dan kondisi siswa atau situasi dan kondisi keuangan, agar disaat

    pembelajaran, semua dapat berjalan dengan lancar. Bila proses belajar siswa

    berjalan sesuai dengan yang diinginkan, maka tentunya penerapan pembelajaran

    TPS akan mudah diterapkan.

    Adapun langkah-langkah atau alur pembelajaran dalam Model

    Pembelajaran Think Pair Share (TPS) dengan pemberian Reward adalah :

    Langkah 1 : Pendahuluan

    Pada tahap ini, guru menyampaikan pertanyaan yang merupakan permasalahan.

    Tahap ini dimulai dengan guru melakukan apersepsi, menjelaskan tujuan

    pembelajaran, dan menyampaikan pertanyaan yang berhubungan dengan materi

    yang akan disampaikan.

    Langkah 2 : Think

    Pada tahap ini, siswa dituntut berpikir secara individual. Guru memberikan

    kesempatan kepada siswa untuk memikirkan jawaban dari permasalahan yang

  • 32

    disampaikan guru. Langkah ini dapat dikembangkan dengan meminta siswa untuk

    menuliskan hasil pemikirannya masing-masing. Siswa membutuhkan penjelasan

    bahwa berbicara atau mengerjakan bukan bagian berpikir.

    Langkah 3 : Pair

    Selanjutnya, setiap siswa mendiskusikan hasil pemikiran masing-masing dengan

    pasangan. Guru mengorganisasikan siswa untuk berpasangan dan memberi

    kesempatan kepada siswa untuk mendiskusikan jawaban yang menurut mereka

    paling benar atau paling meyakinkan. Interaksi selama waktu yang disediakan

    dapat menyatukan jawaban jika suatu pertanyaan yang diajukan atau menyatukan

    gagasan apabila suatu masalah khusus yang diidentifikasi. Guru memotivasi siswa

    untuk aktif dalam kerja kelompoknya. Pelaksanaan model ini dapat dilengkapi

    dengan LKS berupa kumpulan soal latihan atau pertanyaan yang dikerjakan

    secara kelompok.

    Langkah 4 : Share

    Pada langkah ini, guru meminta pasangan-pasangan untuk berbagi dengan

    keseluruhan keseluruhan kelas yang telah mereka bicarakan. Hal ini efektif untuk

    berkeliling ruangan dari pasangan ke pasangan dan melanjutkan sampai sekitar

    sebagian pasangan mendapat kesempatan untuk melaporkan hasil kelompoknya.

    Areans, (1997) disandur Tjokrodihardjo, (2003).

    Langkah 5 : Reward

    Pada langkah ini, guru memberi sertifikat/hadiah pada kelompok yang telah

    berpatisipasi dalam diskusi kelas. Pemberian penghargaan lebih berorientasi pada

    kelompok daripada individu. Hal ini dilakukan agar kelompok siswa lebih

    kompak dan bersemangat dalam setiap pembelajaran kelompok yang diterapkan.

    Langkah 6 : Evaluasi

    Langkah akhirnya yaitu menganalisis dan mengevaluasi hasil pemecahan

    masalah. Guru membantu siswa untuk melakukan evaluasi dan penguatan

    terhadap hasil pemecahan masalah yang telah mereka diskusikan.

  • 33

    2.1.4 Kajian Motivasi Belajar

    Pembahasan variabel motivasi belajar mencakup pengertian motivasi

    belajar, aspek aspek motivasi belajar, faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi

    belajar, fungsi motivasi dan tujuan motivasi yang akan diuraikan sebagai berikut

    2.1.4.1 Pengertian Motivasi Belajar

    Kata motivasi berasal dari bahasa Latin yaitu movere, yang berarti

    bergerak (move). Motivasi menjelaskan apa yang membuat orang melakukan

    sesuatu, membuat mereka tetap melakukannya, dan membantu mereka dalam

    menyelesaikan tugas-tugas. Hal ini berarti bahwa konsep motivasi digunakan

    untuk menjelaskan keinginan berperilaku, arah perilaku (pilihan), intensitas

    perilaku (usaha, berkelanjutan), dan penyelesaian atau prestasi yang

    sesungguhnya (Pintrich, 2003).

    Menurut Santrock, motivasi adalah proses yang memberi semangat, arah,

    dan kegigihan perilaku. Artinya, perilaku yang memiliki motivasi adalah perilaku

    yang penuh energi, terarah, dan bertahan lama (Santrock, 2007). Dalam kegiatan

    belajar, maka motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di

    dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin

    kelangsungan dari kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar,

    sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai

    (Sardiman, 2000).

    Sejalan dengan pernyataan Santrock di atas, Brophy (2004) menyatakan

    bahwa motivasi belajar lebih mengutamakan respon kognitif, yaitu

    kecenderungan siswa untuk mencapai aktivitas akademis yang bermakna dan

    bermanfaat serta mencoba untuk mendapatkan keuntungan dari aktivitas tersebut.

    Siswa yang memiliki motivasi belajar akan memperhatikan pelajaran yang

    disampaikan, membaca materi sehingga bisa memahaminya, dan menggunakan

    strategi-strategi belajar tertentu yang mendukung. Selain itu, siswa juga memiliki

    keterlibatan yang intens dalam aktivitas belajar tersebut, rasa ingin tahu yang

  • 34

    tinggi, mencari bahan-bahan yang berkaitan untuk memahami suatu topik, dan

    menyelesaikan tugas yang diberikan.

    Siswa yang memiliki motivasi belajar akan bergantung pada apakah

    aktivitas tersebut memiliki isi yang menarik atau proses yang menyenangkan.

    Intinya, motivasi belajar melibatkan tujuan-tujuan belajar dan strategi yang

    berkaitan dalam mencapai tujuan belajar tersebut (Brophy, 2004).

    2.1.4.2 Aspek-Aspek Motivasi Belajar

    Terdapat dua aspek dalam teori motivasi belajar yang dikemukakan oleh

    Santrock (2007), yaitu:

    a. Motivasi ekstrinsik, yaitu melakukan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu

    yang lain (cara untuk mencapai tujuan). Motivasi ekstrinsik sering

    dipengaruhi oleh insentif eksternal seperti imbalan dan hukuman.

    Misalnya, murid belajar keras dalam menghadapi ujian untuk

    mendapatkan nilai yang baik. Terdapat dua kegunaan dari hadiah, yaitu

    sebagai insentif agar mau mengerjakan tugas, dimana tujuannya adalah

    mengontrol perilaku siswa, dan mengandung informasi tentang

    penguasaan keahlian.

    b. Motivasi intrinsik, yaitu motivasi internal untuk melakukan sesuatu demi

    sesuatu itu sendiri (tujuan itu sendiri). Misalnya, murid belajar

    menghadapi ujian karena dia senang pada mata pelajaran yang diujikan

    itu. Murid termotivasi untuk belajar saat mereka diberi pilihan, senang

    menghadapi tantangan yang sesuai dengan kemampuan mereka, dan

    mendapat imbalan yang mengandung nilai informasional tetapi bukan

    dipakai untuk kontrol, misalnya guru memberikan pujian kepada siswa.

    Terdapat dua jenis motivasi intrinsik, yaitu:

    1) Motivasi intrinsik berdasarkan determinasi diri dan pilihan

    personal. Dalam pandangan ini, murid ingin percaya bahwa mereka

    melakukan sesuatu karena kemauan sendiri, bukan karena kesuksesan atau

  • 35

    imbalan eksternal. Minat intrinsik siswa akan meningkat jika mereka

    mempunyai pilihan dan peluang untuk mengambil tanggung jawab

    personal atas pembelajaran mereka.

    2) Motivasi intrinsik berdasarkan pengalaman optimal. Pengalaman

    optimal kebanyakan terjadi ketika orang merasa mampu dan

    berkonsentrasi penuh saat melakukan suatu aktivitas serta terlibat dalam

    tantangan yang mereka anggap tidak terlalu sulit tetapi juga tidak terlalu

    mudah.

    2.1.4.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar

    Menurut Brophy (2004), terdapat lima faktor yang dapat mempengaruhi

    motivasi belajar siwa, yaitu:

    a. Harapan guru

    b. Instruksi langsung

    c. Umpanbalik (feedback) yang tepat

    d. Penguatan dan hadiah

    e. Hukuman

    Sebagai pendukung kelima faktor di atas, Sardiman (2000) menyatakan

    bahwa bentuk dan cara yang dapat digunakan untuk menumbuhkan motivasi

    dalam kegiatan belajar adalah:

    a. Pemberian angka, hal ini disebabkan karena banyak siswa belajar dengan

    tujuan utama yaitu untuk mencapai angka/nilai yang baik.

    b. Persaingan/kompetisi

    c. Ego-involvement, yaitu menumbuhkan kesadaran kepada siswa agar

    merasakan pentingnya tugas dan menerimanya sebagai tantangan sehingga

    bekerja keras dengan mempertaruhkan harga diri.

    d. Memberi ulangan, hal ini disebabkan karena para siswa akan menjadi giat

    belajar kalau mengetahui akan ada ulangan.

  • 36

    e. Memberitahukan hasil, hal ini akan mendorong siswa untuk lebih giat

    belajar terutama kalau terjadi kemajuan.

    f. Pujian, jika ada siswa yang berhasil menyelesaikan tugas dengan baik, hal

    ini merupakan bentuk penguatan positif

    2.1.4.4 Fungsi Motivasi

    Dari uraian diatas jelaslah bahwa motivasi mendorong timbulnya kelakuan

    dan mempengaruhi serta mengubah kelakuan.

    Jadi fungsi motivasi itu ialah:

    a. Mendorong timbulnya kelakuan atau suatu perbuatan. Tanpa motivasi tidak

    akan timbul perbuatan seperti belajar.

    b. Sebagai pengarah, artinya mengarahkan perbuatan kepada pencapaian tujuan

    yang diinginkan

    c. Sebagai penggerak, ia berfungsi sebagai mesin bagi mobil. Besar kecilnya

    motivasi akan menentukan cepat atau lambatnya suatu pekerjaan (Oemar

    Hamalik, 1991 : 175)

    d. Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus

    dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan-

    perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut. Seseorang siswa yang

    akan menghadapi ujian dengan harapan dapat lulus, tentu akan melakukan

    kegiatan belajar dan tidak akan menghabiskan waktunya untuk bermain kartu

    atau membaca komik, sebab tidak serasi dengan tujuan (Sadirman, 1991 : 84).

    2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

    Kajian hasil penelitian yang relevan membahas hasil penelitian yang telah

    dilakukan sebelumnya, yaitu :

    1. Nurlaili (2010) meneliti tentang Keefektifan Model Pembelejaran Koopetarif

    Think-Pair-Share (TPS) Dengan Bantuan CD Pembelajaran Terhadap

    Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Pada Peserta Didik Kelas VIII

  • 37

    Semester II SMP Negeri 4 Pati menyatakan kemampuan pemecahan masalah

    peserta didik yang menggunakan model pembelajaran kooperatif Think-Pair-

    Share (TPS) dengan bantuan CD Pembelajaran lebih efektif daripada

    kemampuan pemecahan masalah peserta didik yang menggunakan model

    pembelajaran ekspositori dengan bantuan Lembar Kerja Siswa (LKS). Dengan

    menggunakan uji t dari materi sebelumnya diperoleh data kedua kelas tersebut

    berada pada kondisi awal yang sama. Berdasarkan hasil penelitian,

    perhitungan uji normalitas kelas eksperimen diperoleh X2 hitung = 5,500 dan

    kelas kontrol didapat X2 hitung = 7,669 dengan X2 tabel = 7,81 dapat

    disimpulkan data bersifat normal. Perhitungan uji homogenitasnya diperoleh

    Fhitung = 1,032 dan Ftabel = 2,074 dapat disimpulkan data bersifat homogen.

    Untuk menguji hipotesis digunakan uji t diperoleh thitung = 1,790 dan t tabel

    = 1,671 dapat disimpulkan Ho ditolak, artinya hipotesis diterima.

    2. Hening Susena Nugrahani (2011) meneliti tentang Penerapan Strategi

    Pembelajaran Think Pair Share (TPS) Dengan Penggunaan Media Mind Map

    Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPS Sejarah

    Kelas VII B SMP Negeri 4 Satu Atep Sale Rembang menunjukkan ada

    peningkatan hasil belajar siswa yang dapat dilihat dari hasil belajar sejarah

    siswa pada pra siklus nilai rata- rata siswa 52,85 dengan ketuntasan belajar

    klasikal siswa 32,14 % terjadi peningkatan dengan nilai rata-rata siswa 62,32

    dengan ketuntasan belajar klasikal siswa 64,28 % pada siklus I dan nilai rata-

    rata siswa 69,10 dengan ketuntasan belajar klasikal siswa 82,14 % pada siklus

    II. Perilaku negatif yang ditunjukkan siswa pun berubah setelah diberikan

    tindakan. Siswa lebih antusias mengikuti pembelajaran, berani

    mengemukakan pendapat di depan kelas, dan semakin percaya diri tampil

    dalam presentasi.

    3. Kinanti Rejeki (2010) meneliti tentang Keefektifan Metode Pembelajaran

    Kooperatif Tipe Think-Pair-Share (TPS) dan Student Team Achievement

    Division (STAD) Ditinjau Dari Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas VII

  • 38

    SMP N 5 Sleman menyatakan pada Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-

    rata posttest kelas eksperimen STAD sebesar 68,47 (simpangan baku =

    28,58), untuk kelas eksperimen TPS sebesar 70,14 (simpangan baku =

    28,92),dan untuk kelas kontrol yaitu 60 (simpangan baku = 16,72), dari skor

    maksimal yang mungkin dicapai yaitu 100 dan skor minimal yang mungkin

    dicapai yaitu 0. Dari uji hipotesis , diperoleh hasil yaitu: (1) dengan uji

    ANAVA diketahui bahwa ada perbedaan keefektifan dari ketiga metode

    pembelajaran ditinjau dari prestasi belajar siswa ( p = 0,221 dan ∝= 5%); (2)

    dengan uji lanjutan yaitu uji Tukey disimpulkan bahwa ada perbedaan

    keefektifan dari ketiga metode pembelajaran yang diteliti (metode

    pembelajaran kooperatif tipe STAD dibandingkan metode pembelajaran

    kooperatif TPS, p = 0,959; ∝=5%; pada metode pembelajaran kooperatif tipe

    TPS dibandingkan metode pembelajaran ekspositori, p = 0,232; ∝= 5%; dan

    pada metode pembelajaran ekspositori dibandingkan metode pembelajaran

    kooperatif tipe STAD, p = 0,359; ∝= 5%). Artinya metode pembelajaran yang

    berbeda keefektifannya adalah metode pembelajaran kooperatif tipe STAD

    dan metode pembelajaran kooperatif TPS ; (3) menurut hasil uji-t, diperoleh

    hasil bahwa metode pembelajaran kooperatif tipe TPS dan metode

    pembelajaran kooperatif tipe STAD efektif digunakan, sedangkan metode

    pembelajaran ekspositori belum efektif digunakan (pTPS = 0,977; pSTAD =

    0,750; pekspositori = 0,002; _ = 5%). (4) pada penelitian ini, metode

    pembelajaran yang paling efektif digunakan adalah metode pembelajaran

    kooperatif tipe TPS, diikuti metode pembelajaran kooperatif tipe STAD dan

    metode pembelajaran ekspositori

  • 39

    2.3 Kerangka Berpikir

    Berdasarkan landasan teori dan kajian berbagai penelitian yang telah

    diuraikan pada bagian sebelumnya, penulis cenderung berpendapat bahwa

    penerapan metode kooperatif model Think Pair Share (TPS) dengan pemberian

    reward berpengaruh positif signifikan terhadap motivasi belajar siswa. Think Pair

    Share adalah model pembelajaran kooperatif memiliki prosedur secara eksplisit

    dapat memberi siswa waktu lebih banyak untuk berpikir, menjawab, saling

    membantu satu sama lain. Dengan cara ini diharapkan siswa mampu bekerja

    sama, saling membutuhkan dan saling bergantung pada kelompok-kelompok kecil

    secara kooperatif. Strategi ini dikembangkan untuk meningkatkan partisipasi

    siswa di dalam kelas, sehingga lebih unggul dibandingkan pembelajaran ceramah

    yang menggunakan metoda hafalan dasar, yaitu guru mengajukan pertanyaan dan

    satu orang siswa memberikan jawaban. Teknik ini juga mempunyai keunggulan

    yaitu optimalisasi partisipasi siswa. Dengan metode klasikal yang memungkinkan

    hanya satu siswa maju dan membagikan hasilnya untuk seluruh kelas, model

    Think-Pair-Share ini memberikan kesempatan kepada setiap siswa untuk

    menunjukkan partisipasi mereka kepada orang lain. Model ini bisa digunakan

    dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan anak didik.

    Sedangkan reward adalah suatu bentuk perlakuan positif subyek. Reward

    atau penghargaan merupakan respon terhadap suatu tingkah laku yang dapat

    peningkatan kemungkinan terulang kembalinya tingkah laku. Reward atau

    ganjaran merupakan salah satu alat pendidikan. Jadi dengan sendirinya maksud

    ganjaran itu ialah sebagai alat untuk mendidik anak-anak supaya anak dapat

    merasa senang, karena perbuatannya atau pekerjaannya mendapat penghargaan.

    Dengan diberikannya reward pada pelaksanaan pembelajarannya, dipastikan akan

    menumbuhkan minat dan semangat dalam pembelajarannya.

    Jadi untuk mengatasi hambatan-hambatan yang sering ditemui saat

    pembelajaran TPS berlangsung maka peneliti menggunakan pemberian reward

    sebagai upaya mengatasi kecenderungan siswa yang pasif , maka akan terjadi

  • 40

    situasi belajar yang menyenangkan dan siswa termotivasi untuk serius dalam

    pembelajaran karena pada akhir perbuatannya atau pekerjaannya, siswa akan

    mendapatkan penghargaan. Hal ini juga akan memudahkan peneliti dalam

    menerapkan pembelajaran TPS.

    Sedangkan motivasi adalah suatu dorongan kehendak yang menyebabkan

    seseorang melakukan suatu perbuatan untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam

    proses pembelajaran, harus ada dorongan mental yang muncul dari dalam dan luar

    siswa untuk melaksanakan proses pembelajaran yang diharapkan. Karena dalam

    belajar, tingkat ketekunan siswa sangat ditentukan oleh adanya motif dan kuat

    lemahnya motivasi belajar yang ditimbulkan motif tersebut.

    Untuk mengetahui motivasi siswa selama pembelajaran Maka dari itu

    peneliti menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share

    (TPS) dengan pemberian reward. Karena kebanyakan motivasi belajar siswa pada

    suatu pembelajaran sangat rendah. Hal ini dikarenakan proses pembelajaran yang

    berasal dari guru yang menggunakan metode pembelajaran konvensional, hal ini

    membuat siswa merasa bosan, sehingga proses pembelajaran tidak seperti yang

    diharapakan. Untuk itu peneliti akan menerapkan pembelajaran kooperatif tipe

    Think-Pair-Share dengan pemberian reward untuk melihat motivasi belajar siswa

    setelah pembelajaran dilakukan di kelas

  • 41

    Untuk kerangka berpikirnya dapat dilihat dalam gambar dibawah ini

    Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir Penelitian

    Pada penelitian ini, Peneliti hanya menggunakan satu kelas, yaitu kelas

    eksperimen. Hal ini dilakukan karena peneliti dalam penelitian ini menggunakan

    desain one group pre test-post test desaign. Pada pertemuan pertama, peneliti

    menerapkan pembelajaran konvensional. Untuk melihat motivasi siswa pada saat

    Pengaruh dari pembelajaran konvesional dan

    pembelajaran model Think Pair Share (TPS) dengan

    pemberian Reward terhadap motivasi belajar

    Kelas

    eksperiment

    Pembelajaran biasa yang dilakukan guru

    kelas (konvesional)

    Pengukuran awal

    Pembelajaran dengan model Think Pair

    Share (TPS) dengan pemberian Reward

    Pengukuran akhir

  • 42

    pembelajaran konvensional dilakukan, diakhir pembelajaran peneliti memberi

    pengukuran awal yang berupa angket. Data awal diambil sebagai pembanding

    dengan data akhir yang diperoleh dari pembelajaran dengan perlakuan diterapkan.

    Selanjutnya pada pertemuan kedua peneliti menerapkan pembelajaran kooperatif

    tipe Think-Pair-Share (TPS) dengan pemberian reward. Untuk melihat motivasi

    siswa setelah pembelajaran dengan model Think-Pair-Share (TPS) dengan

    pemberian reward diterapkan, peneliti memberi pengukuran akhir yang berupa

    angket. Setelah data diperoleh maka peneliti membandingkan hasil pengukuran

    awal dengan hasil pengukuran akhir. Hal ini dilakukan untuk melihat apakah ada

    pengaruh antara pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share (TPS) dengan

    pemberian reward dengan pembelajaran konvensional yang diterapkan pada

    pertemuan pertama.

    2.4 Hipotesis Penelitian

    Berdasarkan penjelasan di atas, maka hipotesis yang akan dikemukakan

    oleh penulis adalah :

    Hipotesis : Ada pengaruh positif signifikan antara model pembelajaran tipe

    Think-Pair-Share (TPS) dengan pemberian reward terhadap motivasi belajar IPA

    (Studi di kalangan siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri Bugel 02 Kecamatan

    Sidorejo Kota Salatiga).

    Ho : b ≤ 0 : Tidak ada pengaruh positif signifikan model pembelajaran tipe

    Think- Pair-Share (TPS) dengan pemberian reward terhadap

    motivasi belajar IPA (Studi di kalangan siswa kelas V Sekolah

    Dasar Negeri Bugel 02 Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga).

    Ha : b > 0 : Ada pengaruh positif signifikan antara model pembelajaran tipe

    Think-Pair-Share (TPS) dengan pemberian reward terhadap

    motivasi belajar IPA (Studi di kalangan siswa kelas V Sekolah

    Dasar Negeri Bugel 02 Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga)