bab ii fransiskus asisi

19
Bab II Fransiskus Asisi A. Pengenalan Latar 1. Asisi Secara geografis Asisi terletak di atas lembah Umbria, Italia Tengah dengan luas ±8.456 km 2 . Asisi memiliki beberapa pegunungan dan perbukitan yang membentang hingga wilayah Appennino Tengah dan ±6% wilayah Asisi berupa daratan. Asisi berada pada ketinggian 424 m di atas permukaan laut dengan pemandangan dari Gunung Subasio 1 . Masyarakat di Asisi pada waktu itu terdiri dari 2 kelas. Pertama adalah kelas maiores yang terdiri atas kaum bangsawan dan ksatria. Kedua adalah kaum minores yang terdiri atas rakyat biasa. Kaum minores sendiri terdiri atas dua kelompok. Kelompok yang dinamakan serfs yang merupakan hamba atau budak dari para bangsawan; dan kelompok villenis yang terdiri dari pedagang di kota, para pengrajin, para petani dan pemilik lahan pertanian di luar kota. Mereka adalah orang-orang bebas tetapi tetap harus membayar pajak dan dapat dijadikan pekerja paksa. Kaum maiores bersama pihak gereja dan biara yang memiliki kekayaan tidak 1 Asisi berada di kaki Gunung Subasio. Badan G. Subasio berbentuk kubah dan diselimuti hutan yang lebat.

Upload: theodorus-garry-putra-gana

Post on 26-Sep-2015

237 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

king

TRANSCRIPT

Bab II

Fransiskus Asisi

A.Pengenalan Latar

1. Asisi

Secara geografis Asisi terletak di atas lembah Umbria, Italia Tengah dengan luas 8.456 km2. Asisi memiliki beberapa pegunungan dan perbukitan yang membentang hingga wilayah Appennino Tengah dan 6% wilayah Asisi berupa daratan. Asisi berada pada ketinggian 424 m di atas permukaan laut dengan pemandangan dari Gunung Subasio[footnoteRef:2]. [2: Asisi berada di kaki Gunung Subasio. Badan G. Subasio berbentuk kubah dan diselimuti hutan yang lebat.]

Masyarakat di Asisi pada waktu itu terdiri dari 2 kelas. Pertama adalah kelas maiores yang terdiri atas kaum bangsawan dan ksatria. Kedua adalah kaum minores yang terdiri atas rakyat biasa. Kaum minores sendiri terdiri atas dua kelompok. Kelompok yang dinamakan serfs yang merupakan hamba atau budak dari para bangsawan; dan kelompok villenis yang terdiri dari pedagang di kota, para pengrajin, para petani dan pemilik lahan pertanian di luar kota. Mereka adalah orang-orang bebas tetapi tetap harus membayar pajak dan dapat dijadikan pekerja paksa. Kaum maiores bersama pihak gereja dan biara yang memiliki kekayaan tidak dikenakan pajak. Mereka cuma membayar upeti kepada raja. Satu hal yang unik, dengan kekuasaan uang, seorang minores dapat berubah statusnya menjadi seorang maiores.

Dante Alighieri melukiskan kota Asisi sebagai Sang timur, tempat matahari terbit dan Dante membandingkan langsung Fransiskus sebagai matahari yang terbit itu sendiri.[footnoteRef:3] Asisi di jadikan sebagai simbol kedamaian antar agama, terutama Islam-Kristen. Kota Asisi menjadi saksi akan peringatan Doa Sedunia untuk Perdamaian yang diprakarsai oleh Beato Paulus Yohanes Paulus II pada tanggal 26 oktober 1986. Kota ini merupakan kota asal St. Fransiskus Asisi yang memiliki hati yang murah dan damai yang terungkap dalam pertemuan yang bersahabat antara dirinya dengan Sultan Malik al Kamil ketika Perang Salib V (tahun 1219). Paul Moses, profesor Jurnalisme di Brooklyn College dan the CUNY Graduate School of Jurnalism, menuliskan bahwa Fransiskus menjadi inspirasi bagi masyrakat dunia dalam dialog antar agama di www.CNN.com. [3: Bdk. John Carlyle, Divine Comedy; The Inferno, Harper & Brothers, New York. 1851, bag. Canto XI Paradiso, hal. 52-54. Divine Comedy adalah karya literature Kristen terbesar pada Abad Pertengahan.]

2. Gereja Abad Pertengahan

Ecclesia semper reformanda et reformanta (Gereja senantiasa memperbaharui dan diperbaharui). Mari kita sejenak bercermin pada Gereja Abad Pertengahan. Abad Pertengahan terjadi dari abad IV-XV di Eropa. Para ksatria dan pemuka agama menduduki hirarki terpenting dalam kehidupan Abad Pertengahan. Masyarakat Eropa memiliki persatuan kepercayaan umum dan otoritas spriritual dalam diri Paus. Gereja menjadi otoritas tertinggi dalam hal keagamaan dan pemerintahan. Saat itu ada beberapa gejala penyakit yang baru ditemukan. Maka Gereja sebagai otoritas tertinggi memberikan harapan akan itu semua melalui kehadiran para kudus. Para kudus diyakini oleh Gereja dapat memberikan pengobatan, rezeki, pengusiran atas setan, dsb. Perlu diketahui gereja dan biara menjadi fokus utama dalam berbagai perziarahan dan perkembangan budaya. Pada Abad Pertengahan Kristen menjadi mayoritas. Antara abad XI XII mulai diterapkan disiplin ilmu akan ketuhanan (Teologi), yang saat itu merupakan suatu kompromi antara ajaran Alkitab dengan filsafat ajaran Yunani (ajaran Plato dan Aristoteles). Sesudah tahun 1000 M lahir Teologia Scholastic5 untuk menyelaraskan ajaran gereja dengan filsafat Yunani.

Filsafat dari Plato dan Aristoteles begitu dihidupi dalam masyarakat dan merupakan ancaman bagi Gereja6, karena bertentangan dengan ajaran Al Kitab. St. Thomas Aquino dan St. Bonaventura tampil sebagai tokoh terkenal dalam sejarah teologia Scholastic[footnoteRef:4]. Salah satu karya terbesarnya berjudul Summa Teology. Thomas berpendapat bahwa apa yang diajarkan para filsuf adalah benar, namun hanya merupakan kebenaran kodrati. Sedangkan kebenaran adikodrati7 hanya dapat ditemukan dalam Alkitab. Contohnya menurut iman kristiani citra manusia dirusak oleh kuasa dosa sehingga ia tidak dapat berbuat sesuatu yang berkenan dihati Allah8 .Pemikiran berdasarkan iman Kristiani itu berkebailkan denga pemikiran Yunani, yaitu manusia adalah mahluk yang lebih optimistic9.Kedua pemikiran yang bertentangan itu diselaraskan dalam teologi Scholastic. Allah & manusia bekerjasama . manusia tidakdapat melakukan sesuatu yang berkenan kepadaNya, tetapi Allah terus mencurahkan anugerahNya dalam diri manusia. Gereja menggunakan pemahaman ini untuk menawarkan paham ketujuh sakramen Gereja10. Bahwa hanya melalui Tuhan kekuatan adikodrati dariNya dapat tersalurkan atas diri manusia itu sendiri, terutama melalui sakramen Ekaristi11 Abad pertengahan disebut abad kekegelapan bagi Gereja. Gereja mulai menjadikan dirinya menjadi yang mendominasi. Pada abad pewrtengahan kekristenan dibawah kepausan mengalami banyak tikaman kecil & akibatnya menghasilkan pendarahan yang cukup deras namun belum disadari kefatalannya. Pembukaan benua Amerika,penemuan Planet-planet baru & masuknya uang perak ke Eropa dengan tidak disadari telah menciptakan fermentasi yang menyiapkan seseorang untuk menerima pikiran-pikiran baru 12 Gereja abad pertengahan berkuasa secara total dan akhirnya membuat gereja menjadi korup dan melahirkan jiwa anti kepausan, dengan disusunnya system kepausan (Papatypower oleh Gregory I) 540 s/d 609 M. Paus dijadikan sebagai sumber kekuasaan agama & dunia dengan otoritas mutlak13 saat itu terjadilah penyimpangan & penindasan oleh gereja & Kaisar dalamberkolaborasi, seperti berhentinya perkembangan ilmu pengetahuan dan merajalelanya surat pengampunan Dosa14 akhirnya pertentangan ini menimbulkan pencarian kebenaran & interprestasi atas iman berupa pembaharuan penataan ulang pembentukan kembali hakikat gereja kristus yang satu,kudus,katolik. [4: ]

Tetapi sesungguhnya yang menjadi pemicu reformasi gereja adalah surat pengampunan dosa. Sebagai wawasan,di Jerman banyak Imam yang menjual surat pengampunan dosa. Salah satu tokoh terkenalnya,Johann Tetzel, Luther menentang dan menerbitkan 95 dalilnyadipintu gerbang gereja Wittenberg padatanggal 31 Oktober 1517 dengan pernyataan : Bukan sakramen tetapi Imamyang menyelamatkan saat itu Paus yang menduduki tahta kepausan. Hati kita sungguh-sungguh terpana melihat sejarah gelap ini. Bagi kita yang notabenenya adalah calon Imam & Imam haruslah dengan rendah hati mengakui sejarah ini & mencoba untuk membangun citra gereja dari keterpurukannya.

Semakin tinggi jabatan pelayanan,pendidikan,pengalaman, kita tetaplah harus menjadi servus, sevomm (pelayann milik pelayan).kita harus tetap terbuka menerima kritikan dari umat-umatnya, terutama dari saudara-saudarakita yang sepanggilan.

Refleksi diri lebih lanjut tentang servus sevomm!!!

Salib SAN DAMIANO.

Tanggal 24 Januari 1206 1 Fransiskus dari Asisi mendapatkan penampakan sang Ilahi melalui salib bergaya Bizantin2 bagi para fransiskan, salib San Damiano menjadi salib panggilan Fransiskus.

Salib San Damiano bukan suatu lukisan dalam pengertian gereja Barat: suatu perhiasan tanpa suatu pesan relegius. Salib kristus dari gereja San Damiano adalah sebuah Ikon. Dalampemahamannya orang timur,Ikon menjadi tanda atau lambing sang ilahi sendiri, sebagaimana kita hayati dalam perayaan liturgy dan sakramen3 salib ini masuk ke Umbra melalui para rahib dari siria sejak abad ke 6 yang tinggal dibiara diatas gunung Monte Luco. Yesus yang terlukis disalib itu tidak menunjukan yesus yang menderita sudah mati melainkan berdiri tegak menatap setiap insane.

Sang pelukis terilhami oleh Injil Yohannes, Yohannes satu-satunya rasul yang ditemani oleh beberapa wanita berdiri tertunduk dikaki salib Golgota dengan matanya ia melihat & memberikan kesaksian bahwa darah& air mengalir dari lambung Yesus,yang ketika tombak prajurit ( Yoh 19:35)

Clemen dari Aleksandria.

Menyebut Injil Yohhanes Injil Rohaniah yang bertolak belakang dengan injil-injil badaniah (Injil Sisnoptik)4 Matius,Markus& Lukas, penginjil Sipoptik umumnya memperlihatkan segi kemanusiaan dari kehidupan Yesus lazimnya yang dilihat dari banyak gambar dibarat. Injil Yohanes menggambarkan pertempuran terang dan kegelapan. Hasil pertempuran itu cukup jelas pada icon salib san damiano: di atas dasar gelap yang adalah latar belakang sosok Yesus bercahaya. Mahkota duri diganti karangan sinar yang memperlihatkan penderitaan Tuhan, yang digambarkan salib( dalam karangan sinar itu), dipersatukan dengan kemuliaanNya(Yoh.17:1). icon di Jantin ini jika dijelaskan akan terlalu panjang. Saya(penulis) mengganjurkan pembaca memperdalam makna dan arti icon ini dalaam bukuKristus Dari San Damiano,Jacgues Wijname OFM Cap, dan The Christus Van San Damiano Corenka Mardi Yuank; Bogor, 1996.

Fransiskus kecil

Fransiskus lahir sekitar tahun 1181/ 11821 di Asisi, Italia. Para sejarahwan menyakini bahwasanya tempat kelahiran Fransiskus terletak di sekitar Piazza Dee Comune2 mulanya ia diberi nama Yohanes (Giovanni) oleh ibunya Madona Pita (bangasawan Perancis) 3 di Gereja St. Maria del Vesco. Ayahnya, Pietro Bernaidone adalah seorang saudagar kain lenannya merupakan salah satu pusat mode di daerah Umbria, Italia. Dari sumber-sumber sejarah Pietro tampil sebagai seorang tokoh yang memiliki karakter memaksakan kehendaknya pada oaring lain dikarenakan pengaruh kekayaan dan kekuasaan sebagai tuan yang mengupah banyak tenaga kerja. Pietro sering berkunjung keluar Asisi untuk berdagang. Sekembalinya dari Asisi Pietro memaksakan agar anaknya di baptis dengan nama Francesco (nama orang Perancis) di karenakan hatinya masih penuh dengan kekaguman akan apa yang dilihatnya di Perancis. Tapi ada kemungkinan juga bahwa nama Francesco digunakan karena belakangan masyarakat Asisi melihat Fransiskus senang berbicara dalam bahasa Perancis dan menayanyikna lagu-lagu Para Troubadour Perancis. Dokumen pembaptisan Fransiskus tak pernah dapat dirubah tetap Yohanes Pembaptis (Geovanni). Pernyataan itu dapat ditemukan di dizceel : pesta Santo Yohanes Pembaptis dirayakannya jauh lebih meriah daripada pesta orang-orang kudus lainnya karena harkat nama tersebut jejak kekuatan mistik padanya.

Fransiskus di besarkan dalam lingkungan mewah4 . Jiwanya tumbuh bersama jiwa pedagang yang penuh petualangan dan jiwa bangsawan dengan gaya santun seorang satria. Seperti kaum muda pada umunya ia memiliki impian akan kemashyuran satria uang itu bukan menjadi masalah baginya jika sewaktu-waktu ingin mengadakan pesta bernuansa mewah bersama teman-temannya. Dengan memakai bahasanya profensal ia menjadi sosok orang pembicara yang menyenangkan dan kawan yang menambat hati menurut kesaksian saudara Fx. Indra Pradja, Ofs ada sebuah legenda/ lebih tepatnya sebuah cerita yang diyakini dunia telah mewarnai awal-awal kelahiran Fransiskus Asisi. Alkisah saat kelahiran Yohanes Pembaptis ada seorang peziarah datang mengemis di rumah keluarga Bernadone yang kaya raya. Setelah menerima derma dari salah satu pelayan Bernadone, peziarah itu berkata kepada pelayan itu : saya mohon perlihatkanlah anak laki-laki yang hari ini dilahirkan karena saya ingin bertemu dan melihat anak itu sang pelayan itu menjawab, bahwa permohonan itu tidak mungkin terkabulkan. Namun peziarah itu tetap bersikuku hendak berjumpa dan bertemu anak itu. aku tidak akan dari sini sebelum permohonan ku dikabulkan! cetus penziarah itu dengan mata melotot memerah. Perkataan peziarah itu dan sungguh membuat jiwa pelayan kesal. Maka dia pun meninggalkan peziarah itu dan bergegas masuk kembali ke dalam rumah dan segera mengunci pintu secara tidak sengaja Madona mendengarkan apa yang dipeributkan peziarah yang mengemis itu dengan pelayannya itu. Madona tertegun akan sikap pengemis itu akhirnya Madona menyuruh pelayannya untuk menunjukkan bayinya kepada peziarah yang setia untuk menunggu permohonannya dikabulkan. Dengan tangan terbuka peziarah menyambut bayi mungil itu lalu mengendongnya. Setelah cukup puas memeluk bayi anak Bernadone dan Madona, pengemis berkata : pada hari ini telah dua anak dilahirkan didalam kota ini, dimana yang satu ini (bayi Fransiskus) akan menjadi diantara yang terbaik bagi kehidupan umat manusia, sedangkan yang lainnya berada diantara yang terburuk. Dunia telah melihat bahwa nubuat peziarah itu tentang salah seorang yang terbaik bagi umat manusia memang sudah dan akan terus terwujud dalam diri Bapak Sefarik, Fransiskus dari Asisi, tetapi sampai saat ini kita belum dapat mengetahui siapa salah satu orang yang terburuk yang lahir pada hari kelahiran Fransiskus Asisi. Bernadone mempercayakan pendidikan awal Fransisikus Pita layaknya seorang ibu yang sungguh mengasihi putranya. Pita melibatkan dirinya dalam hal membimbing Fransiskus muda. Mungkin Pitalah yang menjadi orang yang pertama yang menabuhkan benih imamat pada ankanya. Pendidikan Fransiskus dilangsungkan di samping Gereja Sangiorgio dengan dibekali bahasa latin, pelajaran membaca, menulis, berhitung, dengan harapan Fransiskus kecil dapat mengikuti jejak ayahnya sebagai pedagang yang sukses. Harapan ini telah ternanam dalam benak Bernadone yang menginginkan agar anaknya menjadi pewaris bisnis kain lenan yang telah membawa mereka pada kemakmuran. Pada usia 15 tahun Fransiskus sudah mulai terjun dalam bisnis Bapaknya. Fransiskus memang berbakat menjadi pedagang yang lihai dan praktis. Walaupun ia seorang berkebangsaan Italia, namun ia memperoleh kemampuan dalam berbahasa Perancis. Kemampuan ini diperoleh dari ibunya yang adalah bangsawan dari Perancis dan atau mungkin diperoleh dari ayahnya karena bahasa Perancis saat itu menjadi bahasa perdagangan.

Fransiskus Si Raja Pesta

Fransiskus muda hidup dalam kekayaan, kemewahan, glamour, music dan pesta pora. Uang bukanlah masalah baginya karena ia anak dari pedagang yang sukses. Hidupnya penuh dengan kegirangan. Pelit bukanlah menjadi bagian dari wataknya. Fransiskus adalah seorang pemuda yang boros, yang tidak memandang sosial ekonomi disekitarnya. Ia menghabiskan banyak uang yang dimilikinya. Kepada teman, lawan, bahkan wataknya yang penuh dengan jiwa berbagi terlihat nanti pada awal masa pertobatan. Sekilas mengenai masa awal pertobatannya, yaitu ketika ia berjumpa dengan seorang penderita penyakit kusta. Dulu Fransiskus senantiasa menjauhinya; kini hatinya tersentuh oleh kasih persaudaraan. Maka diberikanlah mantol sutra satrianya kepada orang yang sakit kusta itu. Watak pemborosan uang atau materi oleh Fransiskus, kita kenal sekarang dengan sebutan hedonis1. Dalam Fransiskus perjalanan dan impian digambarkan demikian, Fransiskus dikagumi oleh banyak orang termasuk kaum sebayanya. Ia digambarakan sebagai sosok yang berusaha sedemikian rupa memiliki semuanya kekayaan, kepopuleran, kemuliaan yang sia-sia, berpakaian dan sebagainya.

Fransiskus Si Ksatria

Selain cita-cita, kemakmuran dan bergema juga cita-cita ksatria. Ribuan pemuda terpikat oleh cita-cita menjadi ksatria. Masyarakat Italia pada abad sebelum abad ke-13 belumlah mengenal piagam hak asasi manusia. Perang antar kota hampir sudah menjadi keharusan dalam abad ke-13. Bagi penduduk kota-kota perang adalah suatu hal yang biasa, umum, tanpa sebab, tak terpisahkan dari kebebasan. Untuk menghentikan peperangan orang mesti melepaskan segala aspirasi masa depan (6 Ferrari). Fransiskus Asisi mempunyai ambisi untuk menjadi satria di sekitar Raja Aktur. Mimpi itu mengubah segala sesuatu dalam diri Fransiskus. Tekanan-tekanan politik ekonomi mulai mencuat pada 1198. Pada tahun 1199 terjadi perang saudara di Asisi antara kaum Maiores dan Minores. Saat itu Fransiskus Asisi berusia 17 tahun, dan ia ikut ambil bagian dalam perang tersebut. Fransiskus Asisi tertawan dan di penjara selama 1 tahun dan kemudian di bebaskan oleh ayahnya yang kaya. Saat itu Fransiskus Asisi tetap berkeinginan untuk menjadi satria karena ia tetap memandang masa depannya akan cerah di medan perang. Kondisi kesehatan yang semakin memburuk selama di penjara membuat ia banyak menghabiskan waktu di tempat tidur. Tahun 1204 ia mendapatkan kesempatan untuk bergabung dalam perang salib salib. Hal ini tidak berlangsung lama. Tuhan memanggilnya dalam mimpi di Spotelo dan ia kembali ke Asisi.

Mimpi di Spotelo

Tuhan apakah yang harus aku perbuat?- kis. 22:6-1

Inilah mimpi Fransiskus menurut saudara- saudari Dina.

Fransiskus, mana yang lebih baik, melayani Tuhan atau hamba?

oh tentu saja Tuhan,

lalu mengapa engkau berbalik kepada ku? Kepada seorang hamba?

Dengan gemetar ia menjawab : Tuhan apa saja yang engkau kehendaki supaya hamba-Mu perbuat?

pulanglah ke rumahmu! Renungkanlah penglihatan pertamamu ini karena engkau lebih melihat hal-hal yang tampak belaka dan tidak melihat inti dari kemuliaan. Engkau hanya menjadikan penglihatanmu selaras dengan kerinduanmu yang berkobar-kobar untuk menjadi satria.

Terbangun dari tidurnya, Fransiskus meyakinkan dirinya bahwa ia tidak sedang bermimpi, ia menyadari bahwa ia sering mengandalkan kekuatannya sendiri. Ia menyadari bahwa ketidaksabaran telah menghantuinya. Kembalinya ke Asisi mimpi itu mengguncang jiwanya. Suatu pandangan masyarakat Asisi pada saat itu bila seorang satria kembali ke rumahnya adalah sebagai seorang pengecut. Begitu pula pandangan masyarakat terhadap Fransiskus. Cemoohhan dan gosip-gosip tentang dirinya sebagai pengecut, penakut dan lain-lain membuat jiwanya semakin tertekan.

Detik-detik kelahiran baru

Fransiskus melangkah dengan langkah berat di jalan-jalan kota Asisi dengan perasaan bersalah. Teman-teman sebayanya berada jauh di medan perang bersama pasukan Walter Briene. Hanya dia sendiri yang kini tinggal bersama para perempuan, anak kecil dan para orang tua. Fransiskus menyadari bahwa ia tidak dapat lagi berangkat ke medan perang karena itu akan membenarkan dugaan banyak orang bahwa ia seorang pengecut yang kini mencoba mengatasi rasa gugupnya.

Mendengarkan suara hati sendriri ketika banyak orang lain mengatakan yang berbeda. Merupakan ujian semangat keautentikann seseorang yang paling sulit. Fransiskus menyadari bahwa ia tidak mampu bertahan dalam keadaan seperti itu. Ia berdoa sungguh-sungguh dengan berbagai cara yang tak pernah di buatnya sebelumnya. Fransiskus meminta kepada Yesus untuk mengatakan mengapa Ia menyuruhnya berbalik ke Asisi, namun tidak ada jawaban. Selama itu waktu terasa begitu lama dan mengerikan bagi Fransiskus. ia pergi menyendiri ke sebuah gua kecil di bukit yang bersebrangan dengan gunung Subasio. Ia beriktiar untuk memikirkan secara mendalam apa yang sedang terjadi pada dirinya. Setiap harinya ia pergi ke gua itu, seakan- akan gua itu kini menjadi rumahnya, yang satu-satunya menjadi tempat membuatnya merasa senang. Ia memandang dirinya sebagai seorang manusia yang akrab dengan lubang bumi ini. Disanalah dalam kandungan gunung itu, ia tinggal sampai akhirnya menemukan kedamaian hati dan keberanian untuk menghadapi kenyataan hidup ini. Bersama Dia di lahirkan kembali. Kesadaran akan Ilahi/ kerendahan hati. Max Schetes1 pernah memberi kesaksian tentang kepribadian Fransiskus dari Asisi ini demikian : Tidak akan pernah terjadi dalam sejarah barat munculnya seorang tokoh yang memiliki kekuatan simpati dan emosi yang universal yang sedemikian besar seperti Santo Fransiskus dari Asisi.

Dalam kesaksian Max1 terlihat bahwa Fransiskus memiliki kesadaran akan kehadiran Allah dalam hidupnya. Pertobatan Religius Fransiskus menuntutnya bukan hanya sekedar perubahan dalam cara Fransiskus memandang kehidupan. Juga bukan sesuatu yang didapatkan melalui ajakan dan pengaruh orang lain. Fransiskus merasa bahwa pertobatannya diawali melalui tindakan Allah dalam kehidupannya dan telah mengacau balaukan semua prakonsepsinya. Dalam wasiat2 yang dibuat beberapa waktu sebelum kematiannya, Fransiskus mengisahkan pertobatannya melalui pertemuannya dengan seorang kusta. Saat melintasi lembah tiba-tiba ia dihadapakan dengan seorang kusta. Rasa jijik timbul dalam hati Fransiskus orang kusta menjadi baginya personifikasi kesengsaraan dunia. Sebenarnya ia dapat saja melemparkan uang kepada orang kusta itu dan lalu pergi. Satu hal yang perlu di ketahui, Fransiskus walaupun memiliki jiwa hedonisme tetapi ia tidak pelit terhadap sesamanya yang membutuhkan uang.

Tiba-tiba timbul sebuah paradigma baru dalam dirinya, yang sesungguhnya saat itu dalam proses pencarian dalam akan Allah dan kehendak-Nya. dalam diri orang kusta itu Tuhan sendiri mengulurkan tangan kepadanya (ku). Ia turun dari atas kudanya, menaruh uang ditangan orang kusta itu, dipegangnya tangan penuh borok itu dan diciumnya. Ia mencium tangan yang menerima itu, seakan-akan tangan itulah yang memberikan sesuatu berharga bagi dirinya. Tuhan telah memberinya kekuatan untuk mengubah rasa jijik yang mendalam itu menjadi jiwa yang penuh jiwa. Tindakan ini menjadi metanoia3. Apa yang terbayang di depan mata Fransiskus bukanlah karya melainkan pribadi, apa yang hendak kuberikan? Bukan tangan yang penuh dengan uang melainkan dirinya sendiri ia tidak berbicara bahwa pengalaman pertobatannya yang jauh dari logika ini merupakan usahanya sendiri untuk mencari orang kusta itu. Fransiskus sadar bahwa ia diarahkan-Nya kepada mereka. Ketika berhadapan dengan orang kusta tersebut naluri alamiahnya menolong jiwanya untuk lari, tetapi justru sebaliknya ia mampu menyentuh dan secara fisik menyentuh orang kusta itu. Ia memeluk sesuatu yang sangat ia takuti selama bertahun-tahun dengan rasa belah kasih. Demikianlah Tuhan telah memberi aku saudara Fransiskus untuk mulai melakukan pertobatan. Sebab ketika aku berada dalam dosa teramat pahitlah kelihatannya bagiku melihat orang-orang kusta. Tuhan sendiri menghantar aku ke tengah-tengah dan aku pun menaruh belas kasihan kepada mereka. Dan sepergi ku dari mereka maka apa yang tadinya pahit keliahatanya bagiku, berubah bagiku kemanisan jiwa dan badan. Kemudian aku diam bermenung dan lalu meninggalkan dunia.

Penulis akan mencoba menjelaskan pengalaman pertobatan Fransiskus yang radikal ini. Kalau dulu Fransiskus menganggap dirinya sesuai dengan dunia yang duniawi saja sekarang hingga tertanam dalam diri saudara-saudarinyaitu didobrak oleh pengalaman dan kekecewaaan hidup insane. Ia mulai mempertanyakan keperjakaan4 nilai-nilai duniawi seperti kekayaan, kehormatan, kesehatan, kedudukan yang terpandang. Perjumpaanya dengan orang kusta menguatkan kecemasan yang dirasakannya antara apa yang palsu dengan apa yang sejati dalam hidup manusia.

Fransiskus paham betul akan kekuatan dan bahaya dari rasa bangga yang selama ini telah menggerogoti masa mudanya terlebih dalam diri kita masing. Bahkan Fransiskus mengecam kebanggaan sebagai musuh rohani1. Satu-satunya cara menghancurkan ancaman itu dengan tanpa henti-hentinya mempraktekan kerendahan hati dalam De Praises of the Virtues2 Fransiskus yang barangkali merupakan orang yang paling rendah hati yang pernah dikenal dunia ini mengungkapkan kerendahan hati yang suri mempermalukan kebanggaan dan segala penghuni dunia ini dan segala isi dunia ini. St. Elizabeth Seton3 juga sepemikiran dengan Fransiskus.

Gerbang surga itu demikian rendahnya hanya yang rendah hati saja yang dapat melewatinya jelaslah dalm benak Fransiskus saat itu bahwa Allah telah merendakan keilahiannya menjadi serupa dengan saudara yang hina dina seorang kusta.