repo.apmd.ac.idrepo.apmd.ac.id/591/1/skripsi fransiskus hendrik... · 2019. 2. 1. · kekurangan...

74

Upload: others

Post on 27-Jul-2021

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: repo.apmd.ac.idrepo.apmd.ac.id/591/1/SKRIPSI FRANSISKUS HENDRIK... · 2019. 2. 1. · kekurangan baik dalam penyusunan kata-kata, penggunaan bahasa, namun atas tanggung jawab dan
Page 2: repo.apmd.ac.idrepo.apmd.ac.id/591/1/SKRIPSI FRANSISKUS HENDRIK... · 2019. 2. 1. · kekurangan baik dalam penyusunan kata-kata, penggunaan bahasa, namun atas tanggung jawab dan
Page 3: repo.apmd.ac.idrepo.apmd.ac.id/591/1/SKRIPSI FRANSISKUS HENDRIK... · 2019. 2. 1. · kekurangan baik dalam penyusunan kata-kata, penggunaan bahasa, namun atas tanggung jawab dan
Page 4: repo.apmd.ac.idrepo.apmd.ac.id/591/1/SKRIPSI FRANSISKUS HENDRIK... · 2019. 2. 1. · kekurangan baik dalam penyusunan kata-kata, penggunaan bahasa, namun atas tanggung jawab dan

iv

MOTTO

“Kuatkan dan teguhkanlah hatimu, janganlah takut dan jangan gemetar karena mereka, sebab

TUHAN, Allahmu, Dialah yang berjalan menyertai engkau; Ia tidak akan membiarkan

engkau dan tidak akan meninggalkan engkau.”

(Ulangan 31:6)

"Buatlah keputusan. Percaya pada dirimu sendiri atau percaya padaku dan pasukan pengintai

lainnya. Aku pun tidak tahu jawabannya. Selalu tidak tahu. Meski aku percaya pada diriku,

meski aku percaya pada keputusan rekan-rekanku, hasilnya tidak akan ada yang tahu. Karena

itu, berusahalah untuk memilih keputusan yang tidak akan kau sesali nantinya."

(Levi Ackerman, Shingeki no Kyojin ep 19)

Page 5: repo.apmd.ac.idrepo.apmd.ac.id/591/1/SKRIPSI FRANSISKUS HENDRIK... · 2019. 2. 1. · kekurangan baik dalam penyusunan kata-kata, penggunaan bahasa, namun atas tanggung jawab dan

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan kepada :

1. Ayah saya Alm. Ignatius Deky Irwanto dan Ibu saya Irma Topiana Bonay yang selalu

membimbing dan memberikan doa serta semangat buat saya dengan tak pernah lelah

mendidik saya untuk selalu mencari ilmu, belajar, ibadah, dan selalu menjadi orang yang

lebih baik dari apa yang saya inginkan. Tidak lupa juga adik saya Cicilia Yana Irfanti,

dan Novianti, serta Om Nelson.

2. Keluarga besar Ismono-Bonay, Tante Wati, Tante Maria, Tante Yuni, Tante Abri, Om

Ari, Tante Rosa, dan Om Hans.

3. Sahabat-sahabat saya

4. Kawan-kawan Almamater STPMD “APMD” Yogyakarta IP1B Angkatan 2014, dan

kawan-kawan almamater lainnya.

Page 6: repo.apmd.ac.idrepo.apmd.ac.id/591/1/SKRIPSI FRANSISKUS HENDRIK... · 2019. 2. 1. · kekurangan baik dalam penyusunan kata-kata, penggunaan bahasa, namun atas tanggung jawab dan

vi

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap syukur kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah melimpahkan

berkatNya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul Evaluasi Kebijakan

Penyelesaian Konflik Antara Pekerja Rumah Tangga Dan Majikan Dengan Cara

Kekeluargaan Di Kota Yogyakarta. Dalam penyusunan, penulis menyadari masih banyak

kekurangan baik dalam penyusunan kata-kata, penggunaan bahasa, namun atas tanggung

jawab dan segala keterbatasan, maka penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan baik.

Dalam penyusunan Skripsi ini penyusun telah mendapatkan bantuan dari berbagai

macam pihak, baik langsung maupun tidak langsung.

Maka pada kesempatan ini saya sebagai penyusun mengucapkan limapah terimakasih yang

sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Drs. Habib Mushin,S.Sos. M. Si selaku Ketua Sekolah Tinggi Pembangunan

Masyarakat Desa “APMD” Yogyakarta dan Bapak/Ibu karyawan yang tidak bisa saya

sebut satu-persatu yang telah memberikan layanan terbaik dalam proses penyusunan tugas

akhir.

2. Ibu Leslie Retno Angeningsih, Ph.D. selaku dosen pembimbing yang selalu sabar

menghadapi kesulitan mahasiswa serta bimbingan untuk memberi pengetahuan tanpa

pamrih kepada mahasiswa.

3. Sahabat seperjuangan di STPMD “APMD” Yogyakarta.

4. Semua pihak yang telah membantu selama proses penyusunan skripsi.

Page 7: repo.apmd.ac.idrepo.apmd.ac.id/591/1/SKRIPSI FRANSISKUS HENDRIK... · 2019. 2. 1. · kekurangan baik dalam penyusunan kata-kata, penggunaan bahasa, namun atas tanggung jawab dan

vii

Penulis mengucapkan terimakasih yang tak terhingga atas bantuan dukungan serta doa yang

mulia hingga dapat menyelesaikan tugas akhir untuk mendapat Gelar Sarjana Strata 1.

Yogyakarta 16 Oktober 2018

Penulis

Fransiskus Hendrik Marselino

Page 8: repo.apmd.ac.idrepo.apmd.ac.id/591/1/SKRIPSI FRANSISKUS HENDRIK... · 2019. 2. 1. · kekurangan baik dalam penyusunan kata-kata, penggunaan bahasa, namun atas tanggung jawab dan

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ................................................................................. i

HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... ii

HALAMAN PERNYATAAN ....................................................................... iii

HALAMAN MOTTO ................................................................................... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... v

KATA PENGANTAR................................................................................... vi

DAFTAR ISI ................................................................................................ viii

DAFTAR TABEL ......................................................................................... xi

DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xii

ABSTRAK.................................................................................................... xiii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah .......................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................... 9

C. Tujuan Penelitian ..................................................................... 9

D. Manfaat Penelitian .................................................................. 9

E. Kerangka Teori ....................................................................... 10

1. Evaluasi Kebijakan ............................................................ 10

1.1.Implementasi Kebijakan........................................... .... 10

1.2.Evaluasi Kebijakan ................................................... ... 19

Page 9: repo.apmd.ac.idrepo.apmd.ac.id/591/1/SKRIPSI FRANSISKUS HENDRIK... · 2019. 2. 1. · kekurangan baik dalam penyusunan kata-kata, penggunaan bahasa, namun atas tanggung jawab dan

ix

2. Pekerja Rumah Tangga....................................................... 26

3. Nilai Kekeluargaan dalam Hubungan Kerja....................... 33

4. Penyelesaian Masalah (Resolusi Konflik) ........................... 39

F. Ruang Lingkup Penelitian ....................................................... 46

G. Metode Penelitian ................................................................... 47

1. Jenis Penelitian .................................................................. 47

2. Unit Analisis ...................................................................... 48

3. Teknik Pengumpulan Data ................................................ 50

4. Teknik Analisis Data ......................................................... 52

BAB II DESKRIPSI KOTA YOGYAKARTA ........................................... 54

A. Gambaran Wilayah Kota Yogyakarta ....................................... 54

1. Sejarah Kota Yogyakarta .................................................... 54

2. Batas Wilayah ................................................................... 55

3. Keadaan Alam .................................................................... 56

4. Luas Wilayah ..................................................................... 57

5. Demografi .......................................................................... 58

BAB III ANALISIS DATA ......................................................................... 62

A. Penyelesaian Konflik antara Pekerja Rumah Tangga dan

Majikan dengan Cara Musyawarah Mufakat......................... 62

B. Penyelesaian Konflik antara Pekerja Rumah Tangga dan

Majikan dengan Cara Mediasi............................................... 67

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 72

A. Kesimpulan .............................................................................. 72

B. Saran ....................................................................................... 74

Page 10: repo.apmd.ac.idrepo.apmd.ac.id/591/1/SKRIPSI FRANSISKUS HENDRIK... · 2019. 2. 1. · kekurangan baik dalam penyusunan kata-kata, penggunaan bahasa, namun atas tanggung jawab dan

x

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 11: repo.apmd.ac.idrepo.apmd.ac.id/591/1/SKRIPSI FRANSISKUS HENDRIK... · 2019. 2. 1. · kekurangan baik dalam penyusunan kata-kata, penggunaan bahasa, namun atas tanggung jawab dan

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Data Informan............................................................................ ... 49

Tabel 2.1 Luas wilayah, Jumlah RW dan RT menurut Kecamatan dan

keluruhan di kota Yogyakarta 2017 ............................................ 57

Tabel 2.2 Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin di

Kota Yogyakarta 2017 ............................................................... 59

Tabel 2.3 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin

di Kota Yogyakarta 2017 ........................................................... 60

Tabel 2.4 Jumlah Penduduk Berumur 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja

Selama Seminggu yang Lalu Menurut Lapangan Pekerjaan

Utama dan Jenis Kelamin di Kota Yogyakarta 2017 ................... 61

Page 12: repo.apmd.ac.idrepo.apmd.ac.id/591/1/SKRIPSI FRANSISKUS HENDRIK... · 2019. 2. 1. · kekurangan baik dalam penyusunan kata-kata, penggunaan bahasa, namun atas tanggung jawab dan

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Grafik Data Kekerasan Tahun 2012-2017............................... 16

Page 13: repo.apmd.ac.idrepo.apmd.ac.id/591/1/SKRIPSI FRANSISKUS HENDRIK... · 2019. 2. 1. · kekurangan baik dalam penyusunan kata-kata, penggunaan bahasa, namun atas tanggung jawab dan

xiii

INTISARI

Selain kasus kekerasan, pelanggaran lain yang dialami PRT juga berupa pelanggaran

jam kerja, dikarenakan jam kerja yang tidak jelas diatur, hingga persoalan upah yang

diterima. Sebagai pekerja, PRT masih dikecualikan dalam peraturan perundangan mengenai

jaminan sosial. Undang-undang (UU) No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Undang-

undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, Peraturan

Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) No.2 Tahun 2015 tentang Perlindungan Pekerja Rumah

Tangga, tidak mampu memberikan perlindungan hukum dan pemenuhan hak-hak PRT.

Kota Yogyakarta melalui Peraturan Walikota (Perwal) Nomor 48 tahun 2011 tentang

Pekerja Rumah Tangga mengakui status PRT sebagai pekerja & berhak mendapatkan upah

yang jelas, jam kerja, fasilitas yang layak, hingga jaminan kesehatan dan sosial. Namun

dalam implementasinya Perwal ini banyak bertabrakan dengan Peraturan di atasnya sehingga

dalam implementasinya perlu evaluasi, khususnya dalam hal penyelesaian konflik.

Metode penelitian yang digunakan adalah deskripstif kualitatif. Teknik penelitian

yang dilakukan adalah wawancara, observasi, dan dokumentasi. Hasil penelitian

menunjukkan implementasi Kebijakan Penyelesaian Konflik Antara Pekerja Rumah Tangga

Dan Majikan Dengan Cara Kekeluargaan Di Kota Yogyakarta adalah tidak efektif, sebab

pertama dalam isi kebijakan, kebijakan ini tidak didukung dengan sumberdaya yang

memadai, terutama dalam keterlibatan pemerintah melalui Kelurahan. Kedua, dalam konteks

implementasi, kebijakan ini tidak didukung dengan petunjuk pelaksanaan lebih lanjut

sehingga hanya merupakan gambaran umum.

Kata Kunci : Pekerja Rumah Tangga, Kekeluargaan, Penyelesaian Konflik.

Page 14: repo.apmd.ac.idrepo.apmd.ac.id/591/1/SKRIPSI FRANSISKUS HENDRIK... · 2019. 2. 1. · kekurangan baik dalam penyusunan kata-kata, penggunaan bahasa, namun atas tanggung jawab dan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pahlawan Devisa, begitulah para Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang

sebagian besar berprofesi sebagai Pekerja Rumah Tangga (PRT) disebut.

Namun, julukan yang disematkan tersebut berbanding terbalik dengan

perlakuan yang diterima. Indonesia sering kali dihebohkan dengan kasus-kasus

kekerasan yang terjadi pada TKI, bukan hanya terjadi di luar negeri, tetapi

juga di dalam negeri. Sebagai contoh, dikutip dari Kompas.com, pada tahun

2001 kasus kekerasan yang dialami oleh Sumarsih (14), seorang perempuan

asal Pasuruan, Jawa Timur, yang menjadi PRT di rumah Nyonya Ita di kota

Surabaya. Perempuan berusia 14 tahun itu bekerja bersama empat orang

temannya. Selama enam bulan bekerja, Sumarsih bersama keempat temannya

kerap dipelakukan sebagai budak, tidak dibayar, hanya diberi makan sekali

sehari, tidak boleh keluar rumah, bersosialisasi, dan tidurnya di lantai jemuran.

Hingga, terjadi peristiwa Sumarsih dituduh mengambil makanan majikannya,

yang mengakibatkan Nyonya Ita marah dan kemudian menganiaya Sumarsih.

Sumarsih lalu dipukuli hingga memar, luka, bahkan dipaksa memakan

kotorannya sendiri. Pada akhirnya Sumarsih tewas dalam kondisi terikat

dengan tubuh penuh luka dan memar. Kasus tersebut kemudian menjadi cikal

bakal lahirnya hari nasional PRT di Indonesia yang diperingati setiap tanggal

15 Februari.

Page 15: repo.apmd.ac.idrepo.apmd.ac.id/591/1/SKRIPSI FRANSISKUS HENDRIK... · 2019. 2. 1. · kekurangan baik dalam penyusunan kata-kata, penggunaan bahasa, namun atas tanggung jawab dan

2

Selain kasus kekerasan, pelanggaran lain yang dialami PRT juga berupa

pelanggaran jam kerja, dikarenakan jam kerja yang tidak jelas diatur, hingga

persoalan upah yang diterima. Sebagai pekerja, PRT masih dikecualikan dalam

peraturan perundangan mengenai jaminan sosial. Sehingga PRT tidak

mendapatkan hak Jaminan Kesehatan dan Jaminan Ketenagakerjaan dari

majikan dan pemerintah. Dikutip dari Suara.com, menurut Lembaga Bantuan

Hukum (LBH) Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA

PRT), sampai dengan Desember 2017, dari data yang dihimpun berdasarkan

pengaduan di lapangan pengorganisasian, terdapat 249 kasus PRT, mencakup

kekerasan, pengaduan pembayaran upah, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

menjelang Hari Raya, dan Tunjangan Hari Raya (THR) yang tidak dibayar.

Sedangkan dari survei Jaminan Sosial JALA PRT terhadap 4296 PRT yang

diorganisir di 6 kota (Medan, Lampung, DKI Jakarta, Semarang, Yogyakarta,

dan Makassar), 3823 (89%) PRT tidak mendapatkan Jaminan Kesehatan, dan

4253 (99%) PRT tidak mendapatkan hak Jaminan Ketenagakerjaan. Mayoritas

PRT membayar pengobatan sendiri apabila sakit dengan cara berutang,

termasuk berutang kepada majikan, dan kemudian dibayar dengan cara

dipotong gajinya. Selain itu, bedasarkan catatan pengaduan ketenagakerjaan

yang didata LBH Jakarta, sepanjang tahun 2016 terdapat 18 pengaduan kasus

PRT, diantaranya kasus upah tidak dibayar berbulan-bulan, PHK sepihak, PHK

menjelang hari raya, THR tidak dibayar. Dalam hal upah, PRT masih jauh

sekali dari perlindungan dengan upah dari berbagai wilayah kota besar: Medan,

Lampung, DKI Jakarta, Semarang, Yogyakarta, Makassar berkisar 20-30% dari

Page 16: repo.apmd.ac.idrepo.apmd.ac.id/591/1/SKRIPSI FRANSISKUS HENDRIK... · 2019. 2. 1. · kekurangan baik dalam penyusunan kata-kata, penggunaan bahasa, namun atas tanggung jawab dan

3

UMR. Artinya mayoritas PRT hidup dalam garis kemiskinan dan bahkan tidak

bisa mengakses perlindungan sosial dan mendapatkan hak dasar

ketenagakerjaan.

Pada tahun 2007, Serikat Pekerja Tunas Mulia Provinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta mendokumentasikan upah PRT di Yogyakarta berkisar antara Rp.

200.000,00 - Rp. 500.000,00 perbulan, bahkan ada penelitian yang menemukan

ada upah yang dibawah dari angka tersebut, yaitu Rp. 150.000,00/perbulan

(Hidayah, 2012). Dari observasi yang dilakukan peneliti dari iklan/lowongan

PRT, upah yang ditawarkan adalah apabila melalui agen PRT berkisar antara

Rp.1.200.000–1.500.000, sedangkan dari pencari tenaga PRT menawarkan

upah antara Rp.700.000-1.200.000. upah tersebut apabila dibandingkan dengan

Upah Minimum Provinsi (UMP) DIY tahun 2018 sebesar Rp. 1.454.154,15,

dan Upah Minimum Kota (UMK) Kota Yogyakarta Rp 1.709.150, tentunya

masih kurang dan dalam upah yang ditawarkan tersebut juga belum disebutkan

mengenai rincian pekerjaan, fasilitas yang diterima, jam kerja, dan jaminan

kesehatan yang diberikan oleh pengguna jasa PRT.

Undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan dianggap

tidak mampu untuk memberikan perlindungan hukum bagi PRT, bahkan status

PRT sebagai pekerja pun tidak ditegaskan dengan jelas. sehingga lahirlah

Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam

Rumah Tangga. Namun UU tersebut hanya dapat diterapkan sebatas pada

kasus-kasus kekerasan yang dialami oleh PRT saja, tidak mencakup aspek-

aspek ketenagakerjaan PRT, antara lain pengaturan akan jam kerja, upah,

Page 17: repo.apmd.ac.idrepo.apmd.ac.id/591/1/SKRIPSI FRANSISKUS HENDRIK... · 2019. 2. 1. · kekurangan baik dalam penyusunan kata-kata, penggunaan bahasa, namun atas tanggung jawab dan

4

batasan kerja, dan lain halnya, yang sangat sering dialami oleh PRT dan dalam

beberapa kasus merupakan cikal bakal terjadinya pelanggaran terhadap hak-

hak PRT.

Pada daerah Provinsi D. I. Yogyakarta sendiri, upaya untuk melindungi

hak-hak PRT dan Pengguna jasa, sangat gencar dilakukan oleh kelompok

masyarakat dan Serikat PRT. Berawal dari Surat Edaran Gubernur DIY Nomor

568/0807 tanggal 5 Maret 2003, yang mengatur antara lain tentang hak dan

kewajiban antara PRT dengan pengguna jasa, hubungan kerja, upah, jaminan

keselamatan dan kesehatan PRT, hingga larangan PRT di bawah umur.

Masalah-masalah yang diterima PRT telah menjadi perhatian

internasional, ILO (International Labour Organization) kemudian

menyelenggarakan konferensi internasional pada tahun 2011 dan kemudian

menghasilkan konvensi ILO Nomor 189 tentang Pekerjaan yang Layak bagi

Pekerja Rumah Tangga. Konvensi ini juga secara khusus memberikan

perlindungan kepada PRT dengan menetapkan hak-hak dan prinsip-prinsip

dasar bagi PRT.

Baru pada tahun 2015, Pemerintah melalui Kementerian Tenaga Kerja

merespon dengan menerbitkan Permenaker No.2 Tahun 2015 tentang

Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT). Permenaker tersebut

menetapkan hak-hak dan prinsip-prinsip dasar bagi PRT, serta mengharuskan

negara dan stakeholders mengambil langkah-langkah khusus agar perlindungan

bagi PRT dapat berjalan secara efektif. Namun dikutip dari Hukumonline.com,

aturan itu dinilai tidak memiliki payung hukum yang jelas, sebagaimana

Page 18: repo.apmd.ac.idrepo.apmd.ac.id/591/1/SKRIPSI FRANSISKUS HENDRIK... · 2019. 2. 1. · kekurangan baik dalam penyusunan kata-kata, penggunaan bahasa, namun atas tanggung jawab dan

5

amanat Pasal 8 ayat (1) UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan. Hal itu disampaikan Anggota Komisi IX DPR Okky

Asokawati di Gedung DPR,

“Penerbitan Permenaker No.2 Tahun 2015 tampak sekilas memiliki

semangat keberpihakan kepada Pekerja Rumah Tangga (PRT). Namun

bila ditelusuri, Permenaker tersebut tidak memiliki payung hukum yang

jelas.”

Menurutnya, Permenaker tersebut berpijak pada klausul „dibentuk berdasarkan

kewenangan menteri‟. Namun ia berpandangan Manaker Muhammad Hanif

Dhakiri menerjemahkan klausul „kewenangan menteri‟ dengan membentuk

peraturan yang mengatur dan mengikat berbagai individu warga negara (PRT,

pengguna jasa PRT dan lainnya). Padahal, kewenangan tersebut terbatas pada

urusan pemerintahan tertentu sebagai pengejawantahan dari kekuasaan

presiden.

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, di daerah Provinsi D. I.

Yogyakarta sendiri, upaya untuk melindungi hak-hak PRT dan Pengguna jasa

PRT sangat gencar dilakukan oleh kelompok masyarakat dan Serikat PRT.

Berawal dari Surat Edaran Gubernur DIY Nomor 568/0807 tanggal 5 Maret

2003, kemudian diturunkan/dijabarkan ke dalam Peraturan Gubernur DIY

nomor 31 tahun 2010 tentang Pekerja Rumah Tangga. Tujuan pembentukan

Peraturan Gubernur No 31 Tahun 2010 Tentang Pekerja Rumah Tangga

dijelaskan dalam Pasal 3, yaitu :

a. Memberikan pengakuan secara hukum terhadap jenis pekerjaan

kerumahtanggaan.

Page 19: repo.apmd.ac.idrepo.apmd.ac.id/591/1/SKRIPSI FRANSISKUS HENDRIK... · 2019. 2. 1. · kekurangan baik dalam penyusunan kata-kata, penggunaan bahasa, namun atas tanggung jawab dan

6

b. Memberikan pengakuan bahwa pekerjaan kerumahtanggaan mempunyai

nilai ekonomis dan nilai sosiologis.

c. Mengatur hubungan kerja yang harmonis, produktif serta menjunjung

nilai-nilai moral, kemanusiaan dan kekeluargaan.

d. Mewujudkan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja di bidang

kerumahtanggaan.

e. Memberikan perlindungan kepada Pekerja Rumah Tangga dan Pemberi

Kerja.

Melalui Peraturan Gubernur DIY nomor 31 tahun 2010, pemerintah

provinsi DIY mengakui status PRT sebagai pekerja, bukan pembantu, artinya

PRT berhak mendapatkan upah yang jelas, jam kerja, fasilitas yang layak,

hingga jaminan kesehatan dan sosial, yang tidak dapat dilingkupi oleh UU 13

tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Selebihnya pergub ini juga mengatur

mengenai Hubungan kerja antara PRT dengan pemberi kerja, klasifikasi dan

jenis pekerjaan kerumahtanggaan yang dilakukan PRT, Perjanjian kerja yang

tertulis ke dalam kontrak kerja, hak & kewajiban PRT serta pemberi kerja,

perlindungan dan pengawasan PRT, dan terakhir penyelesaian konflik antara

PRT dan pemberi kerja.

Peraturan Gubernur DIY nomor 31 tahun 2010, kemudian direspon

Pemerintah Kota Yogyakarta dengan menerbitkan Peraturan Walikota 48

tahun 2011 tentang Pekerja Rumah Tangga. Isi perwal ini kurang lebih sama

dengan Pergub di atasnya, namun yang menjadi perbedaan adalah

dilegalkannya PRT di bawah umur yang mana, aturan ini tentu saja bertolak

Page 20: repo.apmd.ac.idrepo.apmd.ac.id/591/1/SKRIPSI FRANSISKUS HENDRIK... · 2019. 2. 1. · kekurangan baik dalam penyusunan kata-kata, penggunaan bahasa, namun atas tanggung jawab dan

7

belakang dengan Undang-undang Ketenagakerjaan, pasal 68 menegaskan

bahwa Pengusaha dilarang memperkerjakan anak dibawah umur, yang

berdasarkan ketentuan adalah anak yang usianya dibawah 18 tahun.

Pada Perwal Kota Yogya No. 48 Tahun 2011 tentang PRT, pada Pasal 3

(b), bahwa status hubungan kerja antara PRT dan majikan adalah berasaskan

hubungan kekeluargaan. Oleh karena tidak ada penjelasan Perwal Kota

Yogyakarta 48 Tahun 2011, maka peneliti mengambil penjelasan dari

Penjelasan Pasal 3 Pergub DIY no 31 Tahun 2010 tentang PRT, yang

dimaksud dengan "asas kekeluargaan" adalah bahwa hubungan kerja antara

pemberi kerja dan penerima kerja harus mencerminkan musyawarah untuk

mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan. Namun dalam

hubungan kekeluargaan tidak memiliki batas karena lebih menekankan

emosi/perasaan, sehingga adanya nilai kekeluargaan tidak sesuai apabila

diterapkan pada konteks tenaga kerja yang kaku dan terpaku pada aturan.

Apabila dilihat dari unsur-unsur yang diatur dalam kontrak kerja, penting

untuk mengatur jenis dan klarifikasi kerja, karena pekerjaan kerumahtanggan

dalam keluarga tidak pernah selesai dikerjakan oleh PRT dalam waktu sehari

semalam, mengingat aktifitas dalam lingkup keluarga berlangsung terus

menerus dari pagi hingga pagi hari berikutnya, apalagi jika PRT memiliki

tugas ganda yaitu untuk mengurus pekerjaan kerumahtanggan sekaligus

mengurusi anak majikannya (babysitter). Berbeda dengan babysitter yang

memiliki jam kerja dan jenis rincian kerja yang jelas tertulis dalam kontrak

Page 21: repo.apmd.ac.idrepo.apmd.ac.id/591/1/SKRIPSI FRANSISKUS HENDRIK... · 2019. 2. 1. · kekurangan baik dalam penyusunan kata-kata, penggunaan bahasa, namun atas tanggung jawab dan

8

kerja serta mendapatkan jaminan kesehatan, babysitter akan mendapatkan

upah tambahan untuk jenis pekerjaan dan jam kerja diluar kontrak kerja yang

telah disepakati, sedangkan PRT tidak mendapat perlakuan yang sama

menjadikan upah yang diterima PRT tidak sebanding dengan pekerjaan yang

dilakukannya.

Perlu adanya aturan-aturan lain yang mengikat dan dengan jelas mengatur,

khususnya dalam penyelesaian konflik yang terjadi antara PRT dengan

majikan. Seperti yang telah dijelaskan di atas, dari data yang dikumpulkan

LBH JALA PRT pada tahun 2017, dari 249 kasus yang terjadi di lapangan,

hanya 18 kasus yang berlanjut ke ranah hukum. Bagaimana dengan kasus-

kasus lain yang tidak berlanjut ke ranah hukum, apakah kebijakan

penyelesaian konflik dengan menjunjung nilai kekeluargaan, seperti

terkandung dalam dalam Perwal No.48 tahun 2011 tentang PRT telah mampu

mengatasi konflik antara PRT dan majikan. Berangkat dari masalah yang telah

dikemukakan di atas, maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui

keefektifan implementasi kebijakan penyelesaian konflik antara pekerja rumah

tangga dan majikan dengan cara kekeluargaan di kota yogyakarta menurut

Perwal Kota Yogyakarta No.48 tahun 2011 tentang PRT.

Page 22: repo.apmd.ac.idrepo.apmd.ac.id/591/1/SKRIPSI FRANSISKUS HENDRIK... · 2019. 2. 1. · kekurangan baik dalam penyusunan kata-kata, penggunaan bahasa, namun atas tanggung jawab dan

9

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana implementasi kebijakan penyelesaian konflik antara

Pekerja Rumah Tangga dan Majikan dengan cara kekeluargaan di Kota

Yogyakarta?

2. Faktor-faktor apa saja yang menjadi kendala implementasi kebijakan

penyelesaian konflik antara Pekerja Rumah Tangga dan Majikan

dengan cara kekeluargaan di Kota Yogyakarta?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui implementasi kebijakan

penyelesaian konflik antara Pekerja Rumah Tangga dan Majikan dengan cara

kekeluargaan di Kota Yogyakarta.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi atau masukan bagi

perkembangan ilmu Pemerintahan, dalam hal kebijakan yang menyangkut

Pekerja Rumah Tangga.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan

bagi Pemerintah, khususnya Pemerintah Kota Yogyakarta, sehubungan

dengan Peraturan Walikota Kota Yogyakarta No. 48 Tahun 2011 tentang

Page 23: repo.apmd.ac.idrepo.apmd.ac.id/591/1/SKRIPSI FRANSISKUS HENDRIK... · 2019. 2. 1. · kekurangan baik dalam penyusunan kata-kata, penggunaan bahasa, namun atas tanggung jawab dan

10

Pekerja Rumah Tangga. Dan memberikan referensi bagi para peneliti

dalam melakukan penelitian serupa.

E. Kerangka Teori

1. Evaluasi Kebijakan

1.1. Implementasi Kebijakan

Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), Implementasi

adalah pelaksanaan atau penerapan. Implementasi merupakan salah

satu tahap dalam proses kebijakan publik. Biasanya implementasi

dilaksanakan setelah sebuah kebijakan dirumuskan dengan tujuan

yang jelas. Implementasi adalah suatu rangkaian aktifitas dalam

rangka menghantarkan kebijakan kepada masyarakat sehingga

kebijakan tersebut dapat membawa hasil sebagaimana yang

diharapkan (Afan Gaffar, 2009: 295).

Ripley dan Franklin, dalam Winarno (2014), menyatakan bahwa

implementasi adalah apa yang terjadi setelah undang-undang

ditetapkan yang memberikan otoritas program, kebijakan, keuntungan

(benefit), atau suatu jenis keluaran yang nyata (tangible output).

Implementasi mencakup tindakan-tindakan oleh sebagai aktor,

khususnya para birokrat yang dimaksudkan untuk membuat program

berjalan. Implementasi dianggap sebagai wujud utama dan tahap yang

sangat menentukan dalam proses kebijakan. Pandangan tersebut

dikuatkan dengan pernyataan Edwards III bahwa tanpa implementasi

Page 24: repo.apmd.ac.idrepo.apmd.ac.id/591/1/SKRIPSI FRANSISKUS HENDRIK... · 2019. 2. 1. · kekurangan baik dalam penyusunan kata-kata, penggunaan bahasa, namun atas tanggung jawab dan

11

yang efektif keputusan pembuat kebijakan tidak akan berhasil

dilaksanakan.

Menurut Agustino (2008:139), “implementasi merupakan suatu proses

yang dinamis, dimana pelaksana kebijakan melakukan suatu aktivitas

atau kegiatan, sehingga pada akhirnya akan mendapatkan suatu hasil

yang sesuai dengan tujuan atau sasaran kebijakan itu sendiri”.

Thomas R. Dye, dalam Agustino (2008:7), mendefenisikan kebijakan

publik merupakan upaya yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan

atau tidak dilakukan yang berupa sasaran atau tujuan program-program

pemerintah. Sedangkan menurut Carl Friedrick, dalam Agustino,

(2008:7), kebijakan publik sebagai serangkaian tindakan yang diusulkan

seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu,

dengan ancaman dan

peluang yang ada. Kebijakan yang diusulkan tersebut ditujukan untuk

memanfaatkan potensi sekaligus mengatasi hambatan yang ada dalam

rangka mencapai tujuan tertentu.

Syukur, dalam Surmayadi (2005:79), mengemukakan ada tiga unsur

penting dalam proses implementasi yaitu:

Adanya program atau kebijakan yang dilaksanakan

Target group, yaitu kelompok masyarakat yang menjadi

sasaran dan ditetapkan akan menerima manfaat dari program,

perubahan atau peningkatan

Unsur pelaksana (Implementor) baik organisasi atau

perorangan untuk bertanggung jawab dalam memperoleh

Page 25: repo.apmd.ac.idrepo.apmd.ac.id/591/1/SKRIPSI FRANSISKUS HENDRIK... · 2019. 2. 1. · kekurangan baik dalam penyusunan kata-kata, penggunaan bahasa, namun atas tanggung jawab dan

12

pelaksanaan dan pengawasan dari proses implementasi

tersebut.

Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah

kebijakan dapat mencapai tujuannya, tidak lebih dan kurang. Untuk

mengimplementasikan kebijakan publik, maka ada dua pilihan

langkah yang ada, yaitu langsung mengimplementasikan dalam

bentuk program-program atau melalui formulasi kebijakan derivate

atau turunan dari kebijakan tersebut. Kebijakan publik dalam bentuk

undang-undang atau Peraturan Daerah adalah jenis kebijakan yang

memerlukan kebijakan publik penjelas atau sering diistilahkan sebagai

peraturan pelaksanaan. Kebijakan publik yang bisa langsung

dioperasionalkan antara lain Keputusan Presiden, Instruksi Presiden,

Keputusan Menteri, Keputusan Kepala Daerah, Keputusan Kepala

Dinas, dll (Riant Nugroho Dwijowijoto, 2004: 158-160).

Berjalannya implementasi suatu kebijakan, dipengaruhi oleh beberapa

faktor/variabel. Berikut ini adalah faktor yang memengaruhi

berjalannya suatu kebijakan menurut teori Donald S. Van Meter dan

Carl E. Van Horn, dan teori George C. Edward.

Page 26: repo.apmd.ac.idrepo.apmd.ac.id/591/1/SKRIPSI FRANSISKUS HENDRIK... · 2019. 2. 1. · kekurangan baik dalam penyusunan kata-kata, penggunaan bahasa, namun atas tanggung jawab dan

13

Menurut Meter dan Horn, dalam Subarsono (2011), ada lima variabel

yang mempengaruhi kinerja implementasi, yakni :

a) Standar dan sasaran kebijakan

Standar dan sasaran kebijakan berguna dalam menguraikan tujuan-

tujuan keputusan kebijakan secara menyeluruh, hendaknya

dirumuskan dengan jelas agar tujuan dapat tercapai, dimana

kejelasan rumusan standar dan tujuan kebijakan sangat

menentukan kinerja kebijakan dari isi rumusan kebijakan tersebut.

Dengan adanya petunjuk-petunjuk pelaksanaan yang ada dapat

menjadi pegangan bagi pelaksana kebijakan sehingga tidak

menyimpang dari tujuan yang sebenarnya

b) Sumberdaya

Sumber-sumber kebijakan atau sumber daya diperlukan untuk

mendukung kelancaran implementasi kebijakan secara efektif yang

meliputi sumber daya manusia misalnya keahlian, dedikasi,

kreatifitas, keaktifan dan sumber daya dana, sarana maupun

prasarana.

c) Komunikasi antar organisasi dan penguatan aktivitas

Komunikasi antar organisasi dan kegiatan-kegiatan pelaksanaan

menyangkut kejelasan, ketepatan, konsistensi, dalam

mengkomunikasikan ukuran-ukuran dan tujuan tersebut sehingga

akan memudahkan pelaksana dalam pencapaian tujuan kebijakan.

Dengan demikian keberhasilan implementasi memerlukan jalinan

Page 27: repo.apmd.ac.idrepo.apmd.ac.id/591/1/SKRIPSI FRANSISKUS HENDRIK... · 2019. 2. 1. · kekurangan baik dalam penyusunan kata-kata, penggunaan bahasa, namun atas tanggung jawab dan

14

komunikasi yang baik. Komunikasi tersebut mencakup baik intern

maupun ekstern, yakni hubungan didalam lingkungan sistem

politik dengan kelompok sasaran maupun antar organisasi.

d) Karakteristik agen pelaksana

Karakteristik-karakteristik badan-badan pelaksana menyangkut

norma-norma dan pola-pola hubungan yang terjadi berulang-ulang

dalam badan-badan eksekutif yang mempunyai hubungan baik

potensial maupun nyata dengan apa yang mereka miliki dengan

menjalankan kebijakan, yang terdiri dari ciri-ciri struktur formal

dari organisasi-organisasi dan atribut-atribut yang tidak formal dari

personil mereka

e) Kondisi sosial, ekonomi dan politik

Kondisi sosial, ekonomi, dan politik, adalah tersedianya sumber

daya ekonomi yang dapat mendukung kelancaran implementasi

kebijakan dan menyangkut lingkungan sosial dan politik

(dukungan elit) yang mempengaruhi yurisdiksi atau organisasi

dimana implementasi dilaksanakan. Kecenderungan pelaksana

(implementor) menyangkut persepsi-persepsi pelaksana untuk

mendukung atau menentang kebijakan. Tanpa adanya persepsi

yang sama antara pelaksana dan pembuat keputusan akan

menghambat bagi kelancaran implementasi kebijakan.

Page 28: repo.apmd.ac.idrepo.apmd.ac.id/591/1/SKRIPSI FRANSISKUS HENDRIK... · 2019. 2. 1. · kekurangan baik dalam penyusunan kata-kata, penggunaan bahasa, namun atas tanggung jawab dan

15

Edward III (dalam Subarsono, 2011: 90-92) berpandangan bahwa

implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat variabel, yaitu:

a) Komunikasi, yaitu keberhasilan implementasi kebijakan

mensyaratkan agar implementor mengetahui apa yang harus

dilakukan, dimana yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan

harus ditransmisikan kepada kelompok sasaran (target group),

sehingga akan mengurangi distorsi implementasi.

Proses komunikasi kebijakan dipengaruhi tiga hal penting, yaitu:

Faktor pertama yang berpengaruh terhadap komunikasi

kebijakan adalah transmisi. Sebelum pejabat dapat

mengimplementasikan suatu keputusan, ia harus menyadari

bahwa suatu keputusan telah dibuat dan suatu perintah untuk

pelaksanaannya telah dikeluarkan.

Faktor kedua adalah kejelasan, jika kebijakan-kebijakan

diimplementasikan sebagaimana yang diinginkan, maka

petunjuk-petunjuk pelaksanaan tidak hanya harus diterima

oleh para pelaksana kebijakan, tetapi juga komunikasi

kebijakan tersebut harus jelas. Seringkali instruksi-intruksi

yang diteruskan kepada pelaksana kabur dan tidak

menetapkan kapan dan bagaimana suatu program

dilaksanakan.

Faktor ketiga adalah konsistensi, jika implementasi kebijakan

ingin berlangsung efektif, maka perintah-perintah pelaksaan

Page 29: repo.apmd.ac.idrepo.apmd.ac.id/591/1/SKRIPSI FRANSISKUS HENDRIK... · 2019. 2. 1. · kekurangan baik dalam penyusunan kata-kata, penggunaan bahasa, namun atas tanggung jawab dan

16

harus konsisten dan jelas. Walaupun perintah-perintah yang

disampaikan kepada pelaksana kebijakan jelas, tetapi bila

perintah tersebut bertentangan maka perintah tersebut tidak

akan memudahkan para pelaksana kebijakan menjalankan

tugasnya dengan baik.

b) Sumberdaya, meskipun isi kebijakan telah dikomunikasikan secara

jelas dan konsisten, tetapi apabila implementor kekurangan

sumberdaya untuk melaksanakan, maka implementasi tidak akan

berjalan efektif. Sumber daya tersebut dapat berwujud sumber daya

manusia, misalnya kompetensi implementor dan sumber daya

finansial.

sumber-sumber yang penting meliputi, staff yang memadai serta

keahlian-keahlian yang baik untuk melaksanakan tugas-tugas

mereka, wewenang dan fasilitas-fasilitas yang diperlukan untuk

menerjemahkan usul-usul di atas kertas guna melaksanakan

pelayanan-pelayanan publik.

c) Disposisi, adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh

implementor, seperti komitmen, kejujuran, sifat demokratis.

Apabila implementor memiliki disposisi yang baik, maka

implementor tersebut dapat menjalankan kebijakan dengan baik

seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Ketika

implementor memiliki sikap atau perspektif yang berbeda dengan

Page 30: repo.apmd.ac.idrepo.apmd.ac.id/591/1/SKRIPSI FRANSISKUS HENDRIK... · 2019. 2. 1. · kekurangan baik dalam penyusunan kata-kata, penggunaan bahasa, namun atas tanggung jawab dan

17

pembuat kebijakan, maka proses implementasi kebijakan juga

menjadi tidak efektif.

d) Struktur Birokrasi, Struktur organisasi yang bertugas

mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang

signifikan terhadap implementasi kebijakan. Aspek dari struktur

organisasi adalah Standard Operating Procedure (SOP) dan

fragmentasi. Struktur organisasi yang terlalu panjang akan

cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan red-tape,

yakni prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks, yang

menjadikan aktivitas organisasi tidak fleksibel.

Struktur Birokrasi memiliki dua karakteristik utama, yakni

Standard Operating Procedures (SOP) dan Fragmentasi:

SOP atau prosedur-prosedur kerja ukuran-ukuran dasar

berkembang sebagai tanggapan internal terhadap waktu

yang terbatas dan sumber-sumber dari para pelaksana serta

keinginan untuk keseragaman dalam bekerjanya organisasi-

organisasi yang kompleks dan tersebar luas.

Sedangkan fragmentasi berasal dari tekanan-tekanan diluar

unit-unit birokrasi, seperti komite-komite legislatif,

kelompok-kelompok kepentingan pejabat-pejabat eksekutif,

konstitusi negara dan sifat kebijakan yang mempengaruhi

organisasi birokrasi pemerintah.

Page 31: repo.apmd.ac.idrepo.apmd.ac.id/591/1/SKRIPSI FRANSISKUS HENDRIK... · 2019. 2. 1. · kekurangan baik dalam penyusunan kata-kata, penggunaan bahasa, namun atas tanggung jawab dan

18

Keberhasilan implementasi menurut Merilee S. Grindle (dalam

Subarsono, 2011) dipengaruhi oleh dua variabel besar, yakni isi

kebijakan (content of policy) dan lingkungan implementasi (context of

implementation). Variabel tersebut mencakup: sejauhmana

kepentingan kelompok sasaran atau target group termuat dalam isi

kebijakan, jenis manfaat yang diterima oleh target group, sejauhmana

perubahan yang diinginkan dari sebuah kebijakan, apakah letak

sebuah program sudah tepat, apakah sebuah kebijakan telah

menyebutkan implementornya dengan rinci, dan apakah sebuah

program didukung oleh sumberdaya yang memadai. Sedangkan

Wibawa (dalam Samodra Wibawa dkk, 1994: 22-23) mengemukakan

model Grindle ditentukan oleh isi kebijakan dan konteks

implementasinya. Ide dasarnya adalah bahwa setelah kebijakan

ditransformasikan, barulah implementasi kebijakan dilakukan.

Keberhasilannya ditentukan oleh derajat implementability dari

kebijakan tersebut. Isi kebijakan tersebut mencakup hal-hal berikut:

Kepentingan yang terpengaruhi oleh kebijakan.

a) Jenis manfaat yang akan dihasilkan.

b) Derajat perubahan yang diinginkan.

c) Kedudukan pembuat kebijakan.

d) (Siapa) pelaksana program.

e) Sumber daya yang dihasilkan

Page 32: repo.apmd.ac.idrepo.apmd.ac.id/591/1/SKRIPSI FRANSISKUS HENDRIK... · 2019. 2. 1. · kekurangan baik dalam penyusunan kata-kata, penggunaan bahasa, namun atas tanggung jawab dan

19

Sementara itu, konteks implementasinya adalah:

a) Kekuasaan, kepentingan, dan strategi aktor yang terlibat.

b) Karakteristik lembaga dan penguasa.

c) Kepatuhan dan daya tanggap.

Keunikan dari model Grindle terletak pada pemahamannya yang

komprehensif akan konteks kebijakan, khususnya yang menyangkut

dengan implementor, penerima implementasi, dan arena konflik

yang mungkin terjadi di antara para aktor implementasi, serta

kondisi-kondisi sumber daya implementasi yang diperlukan.

1.2. Evaluasi Kebijakan

Evaluasi biasanya ditujukan untuk menilai sejauh mana keefektivan

kebijakan publik guna dipertanggungjawabkan kepada konstituennya.

Sejauh mana tujuan dicapai serta untuk melihat sejauhmana

kesenjangan antara harapan dengan kenyataan. Menurut Anderson,

dalam Winarno (2008), secara umum evaluasi kebijakan dapat

dikatakan sebagai kegiatan yang menyangkut estimasi atau penilaian

kebijakan yang mencakup substansi, implementasi dan dampak

pelaksanaan kebijakan tersebut.

Menurut Lester dan Stewart, dalam Winarno (2008), evaluasi

kebijakan dapat dibedakan ke dalam dua tugas yang berbeda, tugas

pertama adalah untuk menentukan konsekuensi-konsekuensi yang

ditimbulkan oleh suatu kebijakan dengan cara menggambarkan

Page 33: repo.apmd.ac.idrepo.apmd.ac.id/591/1/SKRIPSI FRANSISKUS HENDRIK... · 2019. 2. 1. · kekurangan baik dalam penyusunan kata-kata, penggunaan bahasa, namun atas tanggung jawab dan

20

dampaknya. Sedangkan tugas kedua adalah untuk menilai

keberhasilan atau kegagalan dari suatu kebijakan berdasarkan standar

atau kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Evaluasi kebijakan

merupakan persoalan fakta yang berupa pengukuran serta penilaian

baik terhadap tahap implementasi kebijakannya maupun terhadap

hasil (outcome) atau dampak (impact) dari bekerjanya suatu kebijakan

atau program tertentu, sehingga menentukan langkah yang dapat

diambil dimasa yang akan datang.

Menurut Briant & White, dalam Samudra Wibawa (1994), evaluasi

kebijakan pada dasarnya harus bisa menjelaskan sejauh mana

kebijakan publik dan implementasinya mendekati tujuan. Pengertian

evaluasi kebijakan yang dikemukakan oleh Briant & White di atas,

mengarahkan penilaian evaluasi kebijakan implementasi pada sejauh

mana dampak dan konsekuensi-konsekuensi yang dihasilkan

kebijakan tersebut. Menurut Samodra Wibawa (1994), evaluasi

bertujuan untuk memberikan informasi kepada pembuat kebijakan

tentang bagaimana program-program mereka berlangsung. Serta

menunjukkan faktor-faktor apa saja yang dapat dimanipulasi agar

diperoleh pencapaian hasil yang lebih baik, untuk kemudian

memberikan alternatif kebijakan baru atau sekedar cara implementasi

lain.

James Anderson dalam Winarno (2008) membagi evaluasi kebijakan

dalam tiga tipe, masing-masing tipe evaluasi yang diperkenalkan ini

Page 34: repo.apmd.ac.idrepo.apmd.ac.id/591/1/SKRIPSI FRANSISKUS HENDRIK... · 2019. 2. 1. · kekurangan baik dalam penyusunan kata-kata, penggunaan bahasa, namun atas tanggung jawab dan

21

didasarkan pada pemahaman para evaluator terhadap evaluasi, sebagai

berikut:

a. Tipe pertama

Evaluasi kebijakan dipahami sebagai kegiatan fungsional. Bila

evaluasi kebijakan dipahami sebagai kegiatan fungsional, evaluasi

kebijakan dipandang sebagai kegiatan yang sama pentingnya

dengan kebijakan itu sendiri.

b. Tipe kedua

Merupakan tipe evaluasi yang memfokuskan diri pada bekerjanya

kebijakan atau program-program tertentu. Tipe evaluasi ini lebih

membicarakan sesuatu mengenai kejujuran atau efisiensi dalam

melaksanakan program.

c. Tipe ketiga

Tipe evaluasi kebijakan sistematis, tipe kebijakan ini melihat

secara obyektif program-program kebijakan yang dijalankan

untuk mengukur dampaknya bagi masyarakat dan melihat

sejauhmana tujuan-tujuan yang telah dinyatakan tersebut tercapai.

Menurut Winarno (2002), pada dasarnya ketika seseorang hendak

melakukan evaluasi dampak kebijakan, ada tiga hal yang perlu

diperhatikan yaitu:

a. Evaluasi kebijakan berusaha untuk memberikan informasi yang

valid tentang kinerja kebijakan. Evaluasi dalam hal ini berfungsi

Page 35: repo.apmd.ac.idrepo.apmd.ac.id/591/1/SKRIPSI FRANSISKUS HENDRIK... · 2019. 2. 1. · kekurangan baik dalam penyusunan kata-kata, penggunaan bahasa, namun atas tanggung jawab dan

22

untuk menilai aspek instrumen (cara pelaksanaan) kebijakan dan

menilai hasil dari penggunaan instrumen tersebut.

b. Evaluasi kebijakan berusaha untuk menilai kepastian tujuan atau

target dengan masalah dihadapi. Pada fungsi ini evaluasi kebijakan

memfokuskan diri pada substansi dari kebijakan publik yang ada.

Dasar asumsi yang digunakan adalah bahwa kebijakan publik

dibuat untuk menyelesaikan masalah-masalah yang ada. Hal yang

seringkali terjadi adalah tujuan tercapai tapi masalah tidak

terselesaikan.

c. Evaluasi kebijakan berusaha untuk memberi sumbangan pada

evaluasi kebijakan lain terutama dari segi metodologi. Artinya,

evaluasi kebijakan diupayakan untuk menghasilkan rekomendasi

dari penilaian-penilaian yang dilakukan atas kebijakan yang

dievaluasi.

Evaluasi kebijakan secara sederhana menurut William Dunn, dalam

Agustino (2008), berkenaan dengan produksi informasi mengenai nilai-

nilai atau manfaat-manfaat kebijakan hasil kebijakan. Ketika ia bernilai

bermanfaat bagi penilaian atas penyelesaian masalah, maka hasil

tersebut member sumbangan pada tujuan dan sasaran bagi evaluator,

secara khusus, dan pengguna lainnya secara umum. Hal ini dikatakan

bermanfaat apabila fungsi evaluasi kebijakan memang terpenuhi

dengan baik. Salah satu fungsi evaluasi kebijakan adalah harus

memberi informasi yang valid dan dipercaya mengenai kinerja

Page 36: repo.apmd.ac.idrepo.apmd.ac.id/591/1/SKRIPSI FRANSISKUS HENDRIK... · 2019. 2. 1. · kekurangan baik dalam penyusunan kata-kata, penggunaan bahasa, namun atas tanggung jawab dan

23

kebijakan. Dampak kebijakan dalam hal ini melingkupi komponen

sebagai berikut:

a. Kesesuaian antara kebijakan dengan kebutuhan masyatrakat, untuk

mengukur seberapa jauh kebutuhan, nilai, dan kesempatan telah

dapat dicapai melalui tindakan kebijakan/program. Dalam hal ini

evaluasi kebijakan mengungkapkan seberapa jauh tujuan-tujuan

tertentu telah dicapai.

b. Pelaksanaan kebijakan, yaitu untuk mengetahui apakah tindakan

yang ditempuh oleh implementing agencies sudah benar-benar

efektif, responsif, akuntabel, dan adil. Dalam bagian ini evaluasi

kebijakan juga harus memperhatikan persoalan-persoalan hak asasi

manusia ketika kebijakan itu dilaksanakan. Hal ini diperlukan oleh

para evaluator kebijakan karena jangan sampai tujuan dan sasaran

dalam kebijakan publik terlaksana, tetepai ketika itu

diimplementasikan banyak melanggar hak asasi warga. Selain itu

untuk mengetahu bagaimana dampak kebijakan itu sendiri. Dalam

bagian ini, evaluator kebijakan harus dapat memberdayakan output

dan outcome yang dihasilkan dalam suatu implementasi kebijakan.

Dalam evaluasi suatu kebijakan diperlukan suatu kriteria untuk

mengukur keberhasilan suatu kebijakan, menurut William Dunn (1999)

ada 6 kriteria, sebagai berikut

Page 37: repo.apmd.ac.idrepo.apmd.ac.id/591/1/SKRIPSI FRANSISKUS HENDRIK... · 2019. 2. 1. · kekurangan baik dalam penyusunan kata-kata, penggunaan bahasa, namun atas tanggung jawab dan

24

a. Efektifitas

Berkenaan dengan apakah suatu alternatif mencapai hasil (akibat)

yang diharapkan atau mencapai tujuan dari diadakannya tindakan.

Efektifitas yang secara dekat berhubungan dengan rasionalitas

teknis, selalu diukur dari unit produk atau layanan atau nilai

moneternya. Menurut Winarno (2002), Efektifitas berasal dari kata

efektif yang mengandung pengertian dicapainya keberhasilan

dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Efektifitas disebut

juga hasil guna. Efektifitas selalu terkait dengan hubungan antara

hasil yang diharapkan dengan hasil yang sesungguhnya dicapai.

Efektivitas merupakan hubungan antara output dengan tujuan,

semakin besar kontribusi (sumbangan) output terhadap pencapaian

tujuan, maka semakin efektif organisasi, program atau kegiatan

b. Efisiensi

Menurut Winarno (2002), efisiensi berkenaan dengan jumlah usaha

yang diperlukan untuk meningkatkan tingkat efektifitas tertentu.

Efisiensi yang merupakan sinonim dengan rasionalitas ekonomi,

adalah merupakan hubungan antara efektifitas dan usaha yang

terakhir umumnya diukur dari ongkos moneter. Efisiensi biasanya

ditentukan melalui perhitungan biaya per unit produk atau layanan.

Kebijakan yang mencapai efektivitas tertinggi dengan biaya

terkecil dinamakan efisien

Page 38: repo.apmd.ac.idrepo.apmd.ac.id/591/1/SKRIPSI FRANSISKUS HENDRIK... · 2019. 2. 1. · kekurangan baik dalam penyusunan kata-kata, penggunaan bahasa, namun atas tanggung jawab dan

25

c. Kecukupan

Berkenaan dengan seberapa jauh suati tingkat efektifitas

memuaskan kebutuhan, nilai atau kesempatan yang menumbuhkan

adanya masalah. Kriteria kecukupan menekankan pada kuatnya

hubungan antara alternatif kebijakan dan hasil yang diharapkan.

Menurut Winarno (2002), kecukupan dalam kebijakan publik dapat

dikatakan tujuan yang telah dicapai sudah dirasakan mencukupi

dalam berbagai hal. Kecukupan masih berhubungan dengan

efektivitas dengan mengukur atau memprediksi seberapa jauh

alternatif yang ada dapat memuaskan kebutuhan, nilai atau

kesempatan dalam menyelesaikan masalah yang terjadi.

d. Pemerataan/Kesamaan

Indikator ini erat berhubungan dengan rasionalitas legal dan sosial

dan menunjuk pada distribusi akibat dan usaha antara kelompok-

kelompok yang berbeda dalam masyarakat. Kebijakan yang

berorientasi pada perataan adalah kebijakan yang akibatnya

(misalnya, unit pelayanan atau manfaat moneter) atau usaha

(misalnya biaya moneter) secara adil didistribusikan. Kebijakan

yang dirancang untuk mendistibusikan pendapatan, kesempatan

pendidikan atau pelayanan publik kadang-kadang

direkomendasikan atas dasar criteria kesamaan. Kriteria kesamaan

erat kaitannya dengan konsepsi yang saling bersaing, yaitu

Page 39: repo.apmd.ac.idrepo.apmd.ac.id/591/1/SKRIPSI FRANSISKUS HENDRIK... · 2019. 2. 1. · kekurangan baik dalam penyusunan kata-kata, penggunaan bahasa, namun atas tanggung jawab dan

26

keadilan atau kewajaran dan terhadap konflik etis sekitar dasar

yang memadai untuk mendistribusikan risorsis dalam masyarakat.

e. Responsivitas

Berkenaan dengan seberapa jauh suatu kebijakan dapat

memuaskan kebutuhan, prefensi, atau nilai kelompok- kelompok

masyarakat tertentu. Kriteria responsivitas adalah penting karena

analisis yang dapat memuaskan semua kriteria lainnya – efektifitas,

efisensi, kecukupan, kesamaan – masih gagal jika belum

menanggapi kebutuhan actual dari kelompok yang semestinya

diuntungkan dari adanya suatu kebijakan.

f. Ketepatan

Adalah kriteria ketepatan secara dekat yang berhubungan dengan

rasionalitas substantif, karena pertanyaan tentang ketepatan

kebijakan tidak berkenaan dengan satuan kriteria individu tetapi

dua atau lebih criteria secara bersama-sama. Ketepatan merujuk

pada nilai atau harga dari tujuan-tujuan program dan kepada

kuatnya asumsi yang melandasi tujuan tersebut.

2. Pekerja Rumah Tangga

Pekerja Rumah Tangga (PRT) sebelumnya disebut dengan

Pembantu, Asisten Rumah Tangga (ART), Buruh, atau Budak. Kata

“pembantu” sebelumnya digunakan dikarenakan PRT melalui UU No. 13

Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan digolongkan ke dalam sektor kerja

Page 40: repo.apmd.ac.idrepo.apmd.ac.id/591/1/SKRIPSI FRANSISKUS HENDRIK... · 2019. 2. 1. · kekurangan baik dalam penyusunan kata-kata, penggunaan bahasa, namun atas tanggung jawab dan

27

informal, sehingga UU ini tidak dapat digunakan untuk menjamin hak-

hak PRT dan secara hukum melindungi PRT, hal ini menjadikan

pekerjaan PRT menjadi rentan untuk terjadinya kekerasan. Padahal

pengertian pekerja menurut UU No. 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah

dan imbalan dalam bentuk lain. Barulah pada 2010 melalui Peraturan

Gubernur Provinsi D. I. Yogyakarta No 31 tahun 2010, orang yang

bekerja pada rumah tangga untuk melakukan pekerjaan kerumahtanggan

untuk mendapatkan upah diakui statusnya sebagai seorang pekerja, yaitu

Pekerja Rumah Tangga, berikut dengan hak & kewajibannya juga

perlindungan hukum. Namun tentunya Pergub saja tidak cukup, butuh

Peraturan yang mengikat secara nasional yang mengikat untuk menjamin

dan melindungi PRT. PRT pada umumnya adalah perempuan, baik anak-

anak maupun dewasa sedikit saja yang laki-laki. PRT mayoritas

perempuan, sehingga mengakibatkan perhatian terhadap kelompok PRT

tidak dapat dilepaskan dari agenda gerakan perempuan di Indonesia,

karena masalah ini tidak terlepas dari cara pandang gender yang bias,

misalnya menempatkan pekerjaan rumah tangga yang sering diberlakukan

pada PRT sebagai pekerjaan yang tidak produktif, tidak memiliki nilai

sosial, ekonomi dan politik. Pandangan streotip tentang pekerjaan ini dan

pekerjanya menjadi salah satu sumber munculnya kompleksitas persoalan

yang menyelimuti pekerjaan PRT. Pada masyarakat kita sendiri, hanya

sebagian kecil, bahkan sangat kecil yang menganggap pekerjaan rumah

Page 41: repo.apmd.ac.idrepo.apmd.ac.id/591/1/SKRIPSI FRANSISKUS HENDRIK... · 2019. 2. 1. · kekurangan baik dalam penyusunan kata-kata, penggunaan bahasa, namun atas tanggung jawab dan

28

tangga sebagai pekerjaan dan pekerjanya adalah pekerja. Masyarakat kita,

termasuk yang terdidik sekalipun, juga para pembuat kebijakan sekalipun,

lebih suka menyebut mereka dengan nama-nama streotipikal yang

cenderung merendahkan, yang paling popular adalah pembantu.

Menurut Perwal Kota Yogyakarta No. 48 Tahun 2011, Pekerja

Rumah Tangga yang selanjutnya disingkat PRT adalah orang yang

bekerja pada Rumah Tangga untuk melakukan pekerjaan

kerumahtanggaan dengan menerima upah. Selanjutnya, pekerjaan

kerumahtanggaan adalah pekerjaan yang dilakukan dalam lingkup rumah

tangga.

Klasifikasi pekerjaan dan Jenis pekerjaan kerumahtanggaan dalam pasal 5

Perwal Kota Yogyakarta No. 48 Tahun 2011, adalah sebagaui berikut :

i. Klasifikasi Pekerjaan Kerumahtanggaan berdasarkan waktu/jam

kerja serta akomodasi terdiri atas bekerja:

1) penuh waktu;

2) atau paruh waktu.

ii. Jenis pekerjaan kerumahtanggaan terdiri atas pekerjaan pokok dan

pekerjaan tambahan.

Hubungan Kerja antara PRT dan Pemberi Kerja dalam Perwal Kota

Yogyakarta No. 48 Tahun 2011 pasal 6 :

(1) Hubungan Kerja antara PRT dan Pemberi Kerja berupa kesepakatan

yang diwujudkan dalam Perjanjian Kerja dengan mengedepankan

hubungan yang bersifat kekeluargaan.

Page 42: repo.apmd.ac.idrepo.apmd.ac.id/591/1/SKRIPSI FRANSISKUS HENDRIK... · 2019. 2. 1. · kekurangan baik dalam penyusunan kata-kata, penggunaan bahasa, namun atas tanggung jawab dan

29

(2) Perjanjian Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat

dituangkan secara tertulis maupun tidak tertulis atas kesepakatan kedua

belah pihak.

(3) isi Perjanjian Kerja sekurang-kurangnya memuat :

a. identitas pihak pertama dan pihak kedua;

b. jenis dan uraian pekerjaan kerumahtanggaan;

c. hak dan kewajiban PRT dan pemberi kerja; dan/atau

d. mekanisme penyelesaian perselisihan.

(4) Hak dan kewajiban seperti disebutkan di atas meliputi :

a. Hak, yang terdiri dari:

a. hari libur;

b. upah;

c. tunjangan hari raya keagamaan sesuai dengan agama yang

dianutnya;

d. kerja yang layak tanpa kekerasan;

e. beban kerja dan jenis kerja yang jelas;

f. waktu istirahat yang cukup;

g. cuti; dan

h. ijin tidak masuk kerja yang disepakati.

b. PRT wajib melaksanakan semua isi Perjanjian Kerja antara

Pemberi Kerja dengan PRT sebagaimana telah disepakati dalam

perjanjian kerja.

Page 43: repo.apmd.ac.idrepo.apmd.ac.id/591/1/SKRIPSI FRANSISKUS HENDRIK... · 2019. 2. 1. · kekurangan baik dalam penyusunan kata-kata, penggunaan bahasa, namun atas tanggung jawab dan

30

Pasal 7, PRT dan Pemberi Kerja berhak mendapatkan perlindungan yang

sama dan terbebas dari intervensi pihak manapun sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

Dalam pengawasan hubungan kerja, yang bertanggung jawab adalah

kelurahan bersama dengan pengurus RT setempat, seperti yang tertuang

dalam Pasal 8 Perwal Kota Yogyakarta No. 48 Tahun 2011:

(1) Pengawasan terhadap hubungan kerja PRT dengan Pemberi Kerja

dapat dilakukan oleh Aparatur Kelurahan setempat.

(2) Pemberi Kerja wajib melaporkan kepada Pengurus RT setempat bahwa

telah mempekerjakan PRT dengan menyertakan identitas PRT.

Terkait PRT dibawah umur, dalam pasal 9, Pemerintah Kota Yogyakarta

memperbolehkan dengan syarat anak terpaksa bekerja sebagai PRT.

Pemerintah Kota Yogyakarta juga mewajibkan kesempatan PRT dibawah

umur untuk mengikuti wajib belajar. Kemudian PRT dibawah umur dapat

dipekerjakan dengan ketentuan:

a. Mendapat ijin dari orang tua/wali;

b. Mendapat pelatihan dan pengenalan terhadap hal-hal yang

membahayakan;

c. Jam kerja dengan memperhatikan hak-hak anak;

d. Tetap menjalin komunikasi dengan orang tua/wali; dan

e. Berhak atas santunan kesehatan, perlindungan dari kekerasan, hak

bersosialisasi dan berpartisipasi.

Page 44: repo.apmd.ac.idrepo.apmd.ac.id/591/1/SKRIPSI FRANSISKUS HENDRIK... · 2019. 2. 1. · kekurangan baik dalam penyusunan kata-kata, penggunaan bahasa, namun atas tanggung jawab dan

31

Perjanjian Pemberi Kerja dengan PRT dibawah umur dilakukan oleh

Orang Tua/Wali dari PRT tersebut.

Penyelesaian masalah/perselisihan antara PRT dengan pemberi kerja,

diatur dalam pasal 14 sebagai berikut:

(1) Dalam hal terjadi perselisihan antara PRT dengan Pemberi Kerja

dapat dilakukan penyelesaian secara musyawarah untuk mufakat.

(2) Apabila tidak tercapai mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dapat ditempuh melalui jalur mediasi dengan mediator Aparatur

Kelurahan setempat dan atau didampingi oleh Serikat PRT.

(3) Apabila penyelesaian sebagaimana dimaksud ayat (2) tidak terjadi

kesepakatan, maka para pihak dapat mengajukan proses hukum lebih

lanjut.

(4) Dalam hal terjadi perselisihan antara Agen Penyalur PRT dengan

PRT maupun Pemberi Kerja, maka penyelesaian perselisihan

tersebut merujuk pada ketentuan peraturan perundang-undangan.

Terjadinya pelanggaran dan kekerasan yang diterima PRT bukan lagi hal

yang baru bagi Indonesia, dikutip dari Rappler.com, kasus-kasus tersebut

beragam macamnya, antara lain :

a. Kekerasan Ekonomi

Upah tidak dibayar

Upah dipotong karena berbagai anggapan kesalahan

Page 45: repo.apmd.ac.idrepo.apmd.ac.id/591/1/SKRIPSI FRANSISKUS HENDRIK... · 2019. 2. 1. · kekurangan baik dalam penyusunan kata-kata, penggunaan bahasa, namun atas tanggung jawab dan

32

b. Kekerasan Seksual

Diraba, Perkosaan

Diminta melihat alat kelamin

Pelecehan secara verbal

c. Kekerasan Psikis

Perendahan dan Penghinaan

Pengekangan(Dilarang menggunakan handphone/Keluar

Rumah/Bersosialisasi)

Dipermalukan di depan umum

Tuduhan Sepihak

d. Kekerasan Fisik

Pemukulan, Dilempar barang, Disetrika

Kepala dibenturkan

Dipaksa melakukan hal-hal yang menyebabkan rasa sakit

secara fisik

Kekerasan tersebut terus terjadi setiap tahunnya seperti yang dapat dilihat

pada grafik berikut ini :

Page 46: repo.apmd.ac.idrepo.apmd.ac.id/591/1/SKRIPSI FRANSISKUS HENDRIK... · 2019. 2. 1. · kekurangan baik dalam penyusunan kata-kata, penggunaan bahasa, namun atas tanggung jawab dan

33

Gambar 1.1

Grafik Data Kekerasan Tahun 2012-2017

Sumber : JALA-PRT

Banyaknya kasus tersebut berdasarkan laporan yang diterima, dan

belum termasuk kasus yang terjadi tanpa sepengathuan JALA-PRT.

Namun dari kasus-kasus tersebut, seperti dikutip dari Kbr.id, kasus-kasus

yang berlanjut hingga ke ranah hukum pun tidak semua diselesaikan

dengan cepat, sebagai contoh pada tahun 2015, 80% kasus berhenti di

tingkat kepolisian.

3. Nilai Kekeluargaan dalam Hubungan Kerja

Hubungan kerja yang terjalin antara PRT dengan majikan sejatinya

didasarkan pada kebutuhan antar masing-masing pihak, PRT yang

membutuhkan upah dari hasil menjual jasanya, dan majikan yang

membutuhkan skill/kemampuan dari PRT untuk membantu atau

0 100 200 300 400 500

2012

2013

2014

2015

2016

2017

KASUS KEKERASAN YANG MENIMPA PRT

KASUS KEKERASAN YANGMENIMPA PRT

Page 47: repo.apmd.ac.idrepo.apmd.ac.id/591/1/SKRIPSI FRANSISKUS HENDRIK... · 2019. 2. 1. · kekurangan baik dalam penyusunan kata-kata, penggunaan bahasa, namun atas tanggung jawab dan

34

mengerjakan pekerjaan kerumahtanggan. Pola hubungan kerja yang

bersifat kekeluargaan ini membentuk sebuah relasi yang disebut oleh

James Scott (1981) dengan ikatan pelindung (patron) dan klien, Patron

(pelindung) merupakan orang yang berada pada posisi mampu dan

berlebih untuk membantu klien-klien. Patron mempunyai sumber daya

melimpah yang diandalkan oleh klien untuk bertahan hidup. Begitu

bernilainya seorang patron terhadap kliennya, ada yang mengartikan peran

sebagai patron adalah sebagai suri tauladan, sedangkan klien adalah

pengikut yang berada pada posisi lemah terhadap sumberdaya patron dan

berusaha mendapatkannya, dengan menjalin hubungan dengan patron.

Dalam hubungan patron dan klien terdapat unsur kerja sama ketika

hubungan kedua pihak berlangsung. Kerja sama (Ibrahim, 2003: 15)

adalah suatu interaksi orang-orang atau kelompok manusia untuk

mencapai tujuan yang sama atau bersama. Kerja sama timbul karena

adanya tujuan yang sama, juga karena adanya faktor-faktor pembatas pada

masing-masing pihak yang bekerjasama seperti waktu, energi,

pengetahuan, kemampuan, dan lain-lain. Biasanya kerja sama melibatkan

pembagian tugas, di mana setiap orang mengerjakan setiap pekerjaan yang

merupakan tanggung jawabnya demi tercapainya tujuan bersama. Jika

ditinjau dari ikatan yang melibatkan persahabatan instrumental akan

memunculkan suatu posisi dimana seorang individu dengan status sosio-

ekonominya yang lebih tinggi (patron) sebagai majikan menggunakan

pengaruh dan sumber dayanya untuk menyediakan perlindungan, serta

Page 48: repo.apmd.ac.idrepo.apmd.ac.id/591/1/SKRIPSI FRANSISKUS HENDRIK... · 2019. 2. 1. · kekurangan baik dalam penyusunan kata-kata, penggunaan bahasa, namun atas tanggung jawab dan

35

keuntungan-keuntungan bagi seseorang dengan status yang

dianggapnyanya lebih rendah (klien) yakni pembantu rumah tangga. Klien

atau pembantu rumah tangga kemudian membalasnya dengan menawarkan

dukungan umum dan bantuan termasuk jasa pribadi kepada patronnya

(majikan). Sebagai pola pertukaran yang tersebar, jasa dan barang yang

dipertukarkan oleh patron (majikan) dan klien (pembantu rumah tangga)

mencerminkan kebutuhan yang timbul dan sumber daya yang dimiliki oleh

masing-masing pihak.

Blau dalam Philipus dan Aini (2004:42-43) mengatakan hubungan patron

klien lebih merupakan hubungan pertukaran (exchange relationship) yaitu

bahwa:

a. Pertukaran hanya terjadi di antara pelaku yang mengharapkan

imbalan dari pelaku lain dalam hubungan mereka.

b. Dalam mengejar imbalan ini, para pelaku dikonseptualisasikan

sebagai seseorang yang mengejar profit.

c. Pertukaran antara dua macam, yang langsung (dalam jaringan

interaksi yang relatif kecil) dan kurang langsung (dalam sistem sosial

yang lebih besar).

Ada empat macam imbalan dengan derajat berbeda, yaitu uang,

persetujuan sosial, penghormatan/ penghargaan dan kepatuhan. Agar

hubungan ini (patron klien) dapat berjalan dengan mulus, diperlukan

adanya unsur-unsur tertentu di dalamnya. Unsur pertama adalah bahwa apa

yang diberikan oleh satu pihak adalah sesuatu yang berharga di mata pihak

Page 49: repo.apmd.ac.idrepo.apmd.ac.id/591/1/SKRIPSI FRANSISKUS HENDRIK... · 2019. 2. 1. · kekurangan baik dalam penyusunan kata-kata, penggunaan bahasa, namun atas tanggung jawab dan

36

yang lain, entah pemberian itu berupa barang ataupun jasa, dan bisa

berbagai ragam bentuknya. Dengan pemberian ini pihak penerima merasa

mempunyai kewajiban untuk membalasn Dalam hubungan patron klien

tentunya terdapat proses interaksi sosial yang berlangsung, karena dari

interaksi sosial tersebut kedua belah pihak saling mengharapkan hubungan

yang bersifat timbal balik.

Tujuan dasar dari hubungan patron klien bagi klien yang

sebenarnya adalah penyediaan jaminan sosial dasar bagi subsistensi dan

keamanan. Apabila hubungan dagang/pertukaran yang menjadi dasar pola

hubungan patron klien ini dalam hal ini posisi tawar pembantu rumah

tangga selaku klien melemah karena tidak lagi memberikan jaminan sosial

dasar bagi subsistensi dan keamanan maka klien akan mempertimbangkan

hubungannya dengan patron menjadi tidak adil dan eksploitatif. Yang

terjadi kemudian legitimasi bukanlah berfungsi linear dari neraca

pertukaran itu. Oleh sebab itu, tidak mengherankan jika ada tuntutan dari

pihak klien selaku pembantu rumah tangga terhadap patronnnya (majikan)

untuk memenuhi janji-janji atau kebutuhan dasarnya sesuai dengan peran

dan fungsinya. Hubungan tersebut sifatnya akan langgeng dan permanen

jika masing-masing pihak menemukan kesesuaiannya dan manfaatnya.

Dalam konteks hubungan antar kelompok atau suku bangsa, hubungan

patron klien ini lambat laun menjadi hubungan yang sifatnya struktural

dan dominatif dan diterima sebagai suatu kebenaran yang diwariskan

secara turun-temurun

Page 50: repo.apmd.ac.idrepo.apmd.ac.id/591/1/SKRIPSI FRANSISKUS HENDRIK... · 2019. 2. 1. · kekurangan baik dalam penyusunan kata-kata, penggunaan bahasa, namun atas tanggung jawab dan

37

Namun hubungan patron klien ini juga mempunyai akhir atau bisa

diakhiri. Bagi Scott, ada ambang batas yang menyebabkan seorang klien

berpikir bahwa hubungan patron klien ini telah berubah menjadi hubungan

yang tidak adil dan eksploitatif yaitu ambang batas yang berdimensi

kultural dan dimensi obyektif. Dimensi kultural disini oleh Scott diartikan

sebagai pemenuhan terhadap kebutuhan minimum secara kultural para

klien. Pemenuhan kebutuhan minimum kultural itu misalnya acara ritual,

kebutuhan sosial kolektif/ kelompok dll. Sedangkan dimensi obyektif lebih

cenderung kepada pemenuhan kebutuhan dasar/ minimun yang

mendasarkan pada kepuasan diri. Seperti lahan yang cukup untuk memberi

makan, memberi bantuan untuk orang sakit dan lain- lain. Hubungan

ketergantungan yang memasok jaminan-jaminan minimal ini akan

mempertahankan legitimasi hubungan antara patron- kliennya. Jika para

patron tidak sanggup memenuhi 2 dimensi kebutuhan tersebut dalam

konteks kepuasan para klien, maka menurut Scott, klien akan berpikir

hubungan patron klien ini menjadi hubungan yang sifatnya dominatif dan

eksploitatif.

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa hubungan kerja

antara Pekerja Rumah Tangga dengan Pemberi Kerja tidak murni

merupakan hubungan hukum tetapi juga hubungan sosial, sehingga perlu

dibangun agar terbentuk keterikatan kerja yang saling menghargai,

membutuhkan dan melindungi antar kedua belah pihak. Maka Hubungan

Kerja antara PRT dan Pemberi Kerja, sesuai Perwal Kota Yogyakarta No.

Page 51: repo.apmd.ac.idrepo.apmd.ac.id/591/1/SKRIPSI FRANSISKUS HENDRIK... · 2019. 2. 1. · kekurangan baik dalam penyusunan kata-kata, penggunaan bahasa, namun atas tanggung jawab dan

38

48 Tahun 2011 pasal 6 ayat 1, berupa kesepakatan yang diwujudkan dalam

Perjanjian Kerja dengan mengedepankan hubungan yang bersifat kekeluar

gaan. Yang dimaksud dengan "asas kekeluargaan", sepeti yang dijelaskan

dalam penejelasan Peraturan Gubernur Provinsi D.I. Yogyakarta No. 31

Tahun 2010 tentang Pekerja Rumah Tangga, adalah bahwa hubungan kerja

antara pemberi kerja dan penerima kerja harus mencerminkan musyawarah

untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan. Tetapi

seperti yang dijelaskan di atas, proses musyawarah dalam hubungan

kekeluargaan ini sering kali tidak berlangsung dengan efektif, sebab dalam

relasi patron-klien, patron atau majikan seringkali diuntungkan dengan

status sosio-ekonomi yang lebih tinggi, sehingga tidak menguntungkan

bagi klien atau PRT dalam proses tawar-menawar.

Page 52: repo.apmd.ac.idrepo.apmd.ac.id/591/1/SKRIPSI FRANSISKUS HENDRIK... · 2019. 2. 1. · kekurangan baik dalam penyusunan kata-kata, penggunaan bahasa, namun atas tanggung jawab dan

39

4. Penyelesaian Masalah (Resolusi Konflik)

Secara etimologi, konflik (conflict) berasal dari bahasa latin configere

yang berarti saling memukul. Sementara menurut KBBI (Kamus Besar

Bahasa Indonesia), konflik adalah percekcokan, perselisihan, atau

pertentangan. Menurut Antonius, dkk. (2002:175) konflik adalah suatu

tindakan salah satu pihak yang berakibat menghalangi, menghambat, atau

mengganggu pihak lain yang mana hal ini dapat terjadi antar kelompok

masyarakat atau dalam hubunagn antar individu. Benyamin Maftuh (2005)

mendefinisikan konflik sebagai interaksi sosial antar individu atau

kelompok yang lebih dipengaruhi oleh perbedaan daripada persamaan.

Koentjaraningrat (1981) mengatakan bahwa konflik merupakan suatu

proses atau keadaan di mana dua pihak atau lebih berusaha untuk saling

menggagalkan tujuan masing-masing, karena adanya perbedaan pendapat,

nilai-nilai ataupun tuntunan dari masing-masing kelompok. Konflik juga

bisa diartikan sebagai suatu ekspresi pertentangan antara dua pihak yang

saling bergantung yang memiliki tujuan berbeda dan berusaha untuk

menggagalkan tujuan dari pihak lain.

Susan (2010:99) menuliskan bahwa konflik terdiri dari dua jenis yaitu

pertama dimensi vertikal atau “konflik atas”, yang dimaksud adalah

konflik antara elite dan massa. Konflik ini melibatkan para pengambil

kebijakan di tingkat pusat, ataupun majikan sebagai elite, dengan PRT.

Kedua konflik horizontal, yakni konflik yang terjadi dikalangan massa

sendiri, atau isu-isu yang dibahas di antara para PRT itu sendiri.

Page 53: repo.apmd.ac.idrepo.apmd.ac.id/591/1/SKRIPSI FRANSISKUS HENDRIK... · 2019. 2. 1. · kekurangan baik dalam penyusunan kata-kata, penggunaan bahasa, namun atas tanggung jawab dan

40

Menurut Wiyono (1993: 37) ciri-ciri konflik adalah:

a. Setidak-tidaknya ada dua pihak secara perorangan maupun kelompok

yang terlibat dalam suatu interaki yang saling bertentangan. 4 Andri

Wahyudi, Konflik, Konsep Teori dan Permasalahan

b. Paling tidak timbul pertentangan antara dua pihak secara perorangan

maupun kelompok dalam mencapai tujuan, memainkan peran dan

ambigius atau adanya nilai-nilai atau norma yang saling berlawanan.

c. Munculnya interaksi yang sering ditandai oleh gejala-gejala perilaku

yang direncanakan untuk saling meniadakan, mengurangi dan

menekan terhadap pihak lain agar dapat memperoleh keuntungan

seperti: status, jabatan, tanggung jawab, pemenuhan berbagai macam

kebutuhan fisik: sandang-pangan, materi dan kesejahteraan atau

tunjangan-tunjangan tertentu: mobil, rumah, bonus, atau pemenuhan

kebutuhan sosio-psikologis seperti: rasa aman, kepercayaan diri,

kasih, penghargaan dan aktualisasi diri

d. Munculnya tindakan yang saling berhadap-hadapan sebagai akibat

pertentangan yang berlarut-larut.

e. Munculnya ketidakseimbangan akibat dari usaha masing-masing

pihak yang terkait dengan kedudukan, status sosial, pangkat,

golongan, kewibawaan, kekuasaan, harga diri, pretise dan sebagainya.

Page 54: repo.apmd.ac.idrepo.apmd.ac.id/591/1/SKRIPSI FRANSISKUS HENDRIK... · 2019. 2. 1. · kekurangan baik dalam penyusunan kata-kata, penggunaan bahasa, namun atas tanggung jawab dan

41

Kemudian tahapan-tahapan perkembangan kearah terjadinya konflik

(Wijono, 1993, 38-41), adalah sebagai berikut:

a. Konflik masih tersembunyi (laten)

Berbagai macam kondisi emosional yang dirasakan sebagai hal yang

biasa dan tidak dipersoalkan sebagai hal yang mengganggu dirinya.

b. Konflik yang mendahului (antecedent condition)

Tahap perubahan dari apa yang dirasakan secara tersembunyi yang

belum mengganggu dirinya, kelompok atau organisasi secara

keseluruhan, seperti timbulnya tujuan dan nilai yang berbeda,

perbedaan peran dan sebagainya.

c. Konflik yang dapat diamati (perceived conflicts)

Munculnya akibat antecedent condition yang tidak terselesaikan.

d. Konflik terlihat secara terwujud dalam perilaku (manifest behavior)

Upaya untuk mengantisipasi timbulnya konflik dan sebab serta akibat

yang ditimbulkannya, individu, kelompok atau organisasi cenderung

berbagai mekanisme pertahanan diri melalui perilaku.

e. Penyelesaian atau tekanan konflik

Pada tahap ini, ada dua tindakan yang perlu diambil terhadap suatu

konflik, yaitu penyelesaian konflik dengan berbagai strategi atau

sebaliknya malah ditekan.

f. Akibat penyelesaian konflik

Jika konflik diselesaikan dengan efektif dengan strategi yang tepat

maka dapat memberikan kepuasan dan dampak positif bagi semua

Page 55: repo.apmd.ac.idrepo.apmd.ac.id/591/1/SKRIPSI FRANSISKUS HENDRIK... · 2019. 2. 1. · kekurangan baik dalam penyusunan kata-kata, penggunaan bahasa, namun atas tanggung jawab dan

42

pihak. Sebaliknya bila tidak, maka bisa berdampak negative terhadap

kedua belah pihak sehingga mempengaruhi produktivitas kerja.

Sementara itu tejadinya konflik ketenagakerjaan di Indonesia, seperti

dikutip dari Kompas.com, menurut Kepala Lembaga Demografi FE UI,

Sonny Harry Harmadi, antara lain adalah prospek kerja yang tidak jelas,

jam kerja yang tidak jelas, upah rendah, stabilitas pekerjaan yang tidak

pasti, kondisi kerja yang buruk dengan resiko yang tinggi, serta tidak

lancaranya komunikasi antara pemberi kerja dengan bawahannya (PRT).

Dalam penyelesaian konflik, ada beberapa cara yang dapat dilakukan.

Berikut ini adalah beberapa jenis metode penyelesaian konflik.

a. Pencegahan konflik (conflict prevention)

b. Penanganan konflik (conflict settlement), upaya mengakhiri tingkah

laku kekerasan dengan mencapai kesepakatan perdamaian.

c. Manajemen konflik (conflict management), bertujuan untuk

membatasi dan menghindari kekerasan yang mungkin terjadi di waktu

yang akan datang dengan cara mendukung perubahan tingkah laku

yang positif pada pihak-pihak yang terlibat.

d. Resolusi konflik (conflict resolution), yaitumembahas berbagai

penyebab konflik dan mencoba untuk membangun hubungan baru dan

abadi di antara kelompok-kelompok yang saling bertikai.

e. Transformasi konflik (conflict transformation), membahas sumber

politik dan sosial yang lebih luas dari suau konflik dan mencoba untuk

Page 56: repo.apmd.ac.idrepo.apmd.ac.id/591/1/SKRIPSI FRANSISKUS HENDRIK... · 2019. 2. 1. · kekurangan baik dalam penyusunan kata-kata, penggunaan bahasa, namun atas tanggung jawab dan

43

mentransformasikan energi negatif peperangan menjadi perubahan

sosial dan politik yang bersifat positif.

Lebih lanjut tentang Resolusi Konflik, Rahmadi (2011:12-20) menuliskan

beberapa macam penyelesaian konflik antara lain :

a. Negosiasi

Negosiasi adalah penyelesaian konflik melaluli perundingan langsung

antara dua pihak atau lebih yang terlibat dalam konflik tanpa bantuan

pihak lain. Tujannya adalah menghasilkan keputusan yang diterima

dan dipatuhi secara sukarela.

Friedrich-Ebert-Stiftung, dalam Negosiasi Efektif : Sebuah Panduan

Praktis (1998). International Labour Organization, menjelaskan dalam

negosiasi tidak ada agenda yang baku atau sama; tiap-tiap pihak

memperjuangkan kepentingannya masing-masing. Negosiasi

melibatkan proses pembicaran, mendengarkan dan pengamatan,

dengan tujuan untuk mencapai suatu kesepakatan yang dapat diterima

oleh kedua belah pihak. Proses negosiasi adalah milik pihak-pihak

yang terkait: tidak dihadiri oelh pihak ketiga yang independen, kecuali

jika negosiasi macet atau mencapai deadlock dan kemudian ditunjuk

seorang konsiliator atau penengah untuk membantu dalam proses

perundingan. Negosiasi tidak selalu berakhir dengan kesepakatan;

kedua belah pihak mungkin saja dapat menyetujui ketidaksepakatan

yang terjadi. Di akhir negosiasi akan menghasilkan posisi antar pihak

Menang-Kalah; Kalah-Menang; Menang-Menang; atau Kalah-Kalah.

Page 57: repo.apmd.ac.idrepo.apmd.ac.id/591/1/SKRIPSI FRANSISKUS HENDRIK... · 2019. 2. 1. · kekurangan baik dalam penyusunan kata-kata, penggunaan bahasa, namun atas tanggung jawab dan

44

Ada empat tahap yang biasanya terjadi dalam negosiasi:

1) Persiapan

Persiapan mencakup penentuan sasaran dan prioritas,

mengumpulkan informasi, dan menentukan strategi yang akan

digunakan.

2) Diskusi

Diskusi menandakan dimulainya proses negosiasi.

3) Perundingan (Tawar – Menawar)

Perundingan mencakup ajuan proposal atau usulan penawaran

konsesi dan mengarah kepada suatu kesepakatan.

4) Penutup dan Kesepakatan

Di sini kedua belah pihak secara aktif mencari posisi Menang –

Menang dan mencapai suatu ke sepakatan yang dapat diterima

bersama.

b. Mediasi

Mediasi adalah suatu penyelesaian sengketa atau konflik antara dua

pihak atau lebih melalui perundingan atau cara mufakat dengan

meminta bantuan pihak netral yang tidak memiliki kewenangan untuk

memutuskan. Mediator hanya berfungsi memfasilitasi perundingan,

penyelesaian perselisihan dalam perkara yang terjadi antara majikan

dengan PRT juga dapat dilakukan melalui proses mediasi apabila

dalam proses musyawarah tidak menemukan titik terang, proses

mediasi ditemani dengan mediator untuk memberikan pilihan solusi

Page 58: repo.apmd.ac.idrepo.apmd.ac.id/591/1/SKRIPSI FRANSISKUS HENDRIK... · 2019. 2. 1. · kekurangan baik dalam penyusunan kata-kata, penggunaan bahasa, namun atas tanggung jawab dan

45

penyelesaian perselisihan yang akan diputuskan para pihak yang

bersangkutan secara bersama-sama dan membantu merumuskan

persoalan.

c. Arbitrasi

Arbitrasi adalah cara penyelesaian konflik oleh para pihak yang

terlibat dalam konflik dengan meminta bantuan kepada pihak netral

yang memiliki kewenangan memutuskan. Hasil keputusan dalam

arbitrasi dapat bersifat mengikat maupun tidak mengikat. Dalam

arbitrasi, pemilihan arbitrator adalah berdasarkan pilihan oleh pihak

yang berkonflik.

d. Ligitasi

Litigasi diartikan sebagai proses penyelesaian konflik melalui

pengadilan. Pihak-pihak yang merasa dirugikan mengadukan gugatan

ke pengadilan terhadap pihak lain yang menyebabkan timbulnya

kerugian. Keputusan dalam ligitasi adalah bersifat mengikat.

Sedangkan pihak berkonflik tidak memiliki wewenang memilih hakim

yang akan memimpin sidang dan memutuskan perkara.

Dalam hal penyelesaian perselisihan antara PRT dengan majikan, seperti

yang termuat dalam Perwal Kota Yogyakarta No. 48 Tahun 2011 tentang PRT,

Pasal 14 adalah sebagai berikut :

(1) Dalam hal terjadi perselisihan antara PRT dengan Pemberi Kerja dapat

dilakukan penyelesaian secara musyawarah untuk mufakat.

Page 59: repo.apmd.ac.idrepo.apmd.ac.id/591/1/SKRIPSI FRANSISKUS HENDRIK... · 2019. 2. 1. · kekurangan baik dalam penyusunan kata-kata, penggunaan bahasa, namun atas tanggung jawab dan

46

(2) Apabila tidak tercapai mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dapat ditempuh melalui jalur mediasi dengan mediator Aparatur

Kelurahan setempat dan atau didampingi oleh Serikat PRT.

(3) Apabila penyelesaian sebagaimana dimaksud ayat (2) tidak terjadi

kesepakatan, maka para pihak dapat mengajukan proses hukum lebih

lanjut.

(4) Dalam hal terjadi perselisihan antara Agen Penyalur PRT dengan PRT

maupun Pemberi Kerja, maka penyelesaian perselisihan tersebut

merujuk pada ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dari keempat langkah penyelesaian konflik (perselisihan) tersebut, hanya

2 langkah yang mencerminkan cara kekeluargaan yaitu ayat satu (1) dan dua

(2), sebab dalam cara-cara kekeluargaan adalah mengedepankan mufakat

dalam cara penyelesaian konflik yang non-formal (hukum).

F. Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian merupakan batasan penelitian yang digunakan

agar peneliti dapat terfokus pada informasi data yang dibutuhkan sehingga

tidak keluar atau melenceng dari tujuan penelitian.

Page 60: repo.apmd.ac.idrepo.apmd.ac.id/591/1/SKRIPSI FRANSISKUS HENDRIK... · 2019. 2. 1. · kekurangan baik dalam penyusunan kata-kata, penggunaan bahasa, namun atas tanggung jawab dan

47

Ruang lingkup peneliti terfokus hanya pada Evaluasi Kebijakan

Penyelesaian Konflik antara Pekerja Rumah Tangga dan Majikan dengan Cara

Kekeluargaan di Kota Yogyakarta menurut Peraturan Walikota Nomor 48

Tahun 2011 Tentang Pekerja Rumah Tangga, berikut adalah ruang lingkup

yang peneliti gunakan:

1. Penyelesaian Konflik antara Pekerja Rumah Tangga dan Majikan

dengan Cara Musyawarah Mufakat.

2. Penyelesaian Konflik antara Pekerja Rumah Tangga dan Majikan

dengan Cara Mediasi.

G. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian pada skripsi ini adalah penelitian Deskriptif

Kualitatif. Bogdan dan Taylor (Moleong 2009), mendefinisikan penelitian

kualitatif sebagai penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa

kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat

diamati atau dari bentuk tindakan kebijakan. Menurut Moleong, dalam

pendekatan kualitatif deskriptif data yang dikumpulkan adalah data yang

berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka. Data tersebut dapat

diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, foto, video tape,

dokumentasi pribadi, catatan atau memo dan dokumentasi lainnya. Hasil

penelitian berupa kutipan dari transkrip hasil wawancara yang telah diolah

dan kemudian disajikan secara deskriptif.

Page 61: repo.apmd.ac.idrepo.apmd.ac.id/591/1/SKRIPSI FRANSISKUS HENDRIK... · 2019. 2. 1. · kekurangan baik dalam penyusunan kata-kata, penggunaan bahasa, namun atas tanggung jawab dan

48

Hadari Nawawi dan H. Mimi Martini (1996: 73) menyatakan penelitian

deskriptif adalah prosedur pemecahan masalah yang diselidiki, dengan

menggambarkan atau melukiskan objek penelitian pada saat sekarang,

berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya.

Adapun alasan penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif adalah

karena dalam penelitian ini data yang dihasilkan berupa data deskriptif

yang diperoleh dari data-data berupa tulisan, kata-kata dan dokumen yang

berasal dari sumber atau informan yang diteliti dan dapat dipercaya.

Metode kualitatif digunakan karena beberapa pertimbangan,

pertama menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan

dengan kenyaataan ganda; kedua, metode ini menyajikan secara langsung

hakekat hubungan antara peneliti dan responden; ketiga, metode ini lebih

peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan penajaman pengaruh

bersama dan terhadap pola-pola nilai yang dihadapi.

2. Unit Analisis

Penelitian “Evaluasi Kebijakan Penyelesaian Konflik antara Pekerja

Rumah Tangga dan Majikan dengan Cara Kekeluargaan di Kota

Yogyakarta menurut Peraturan Walikota Nomor 48 Tahun 2011 Tentang

Pekerja Rumah Tangga” ini dilaksanakan di wilayah pemerintahan Kota

Yogyakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Obyek yang menjadi

sasaran dalam penelitian ini adalah Evaluasi Kebijakan Penyelesaian

Konflik antara Pekerja Rumah Tangga dan Majikan dengan Cara

Page 62: repo.apmd.ac.idrepo.apmd.ac.id/591/1/SKRIPSI FRANSISKUS HENDRIK... · 2019. 2. 1. · kekurangan baik dalam penyusunan kata-kata, penggunaan bahasa, namun atas tanggung jawab dan

49

Kekeluargaan di Kota Yogyakarta menurut Peraturan Walikota Nomor 48

Tahun 2011 Tentang Pekerja Rumah Tangga.

Adapun yang menjadi subyek dalam penelitian ini berjumlah 12 orang,

dengan rincian sebagai berikut :

a. Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Yogyakarta (1 orang)

b. Pejabat Kelurahan (1 orang)

c. Ketua RT/RW (1 orang)

d. Serikat PRT Tunas Mulia Yogyakarta (1 orang)

e. Agen Penyalur PRT (2 orang)

f. Pengguna Jasa PRT/Majikan (1 orang)

g. Pekerja Rumah Tangga (PRT) (3 orang)

Sumber informasi dalam penelitian ini adalah 10 orang yang telah ditentukan

sebelumnya oleh peneliti, dengan rincian sebagai berikut :

Tabel 1.1.

Data Informan

Informan Usia Pendidikan Nama Keterangan

1 42 S2 Dwiyono

Dinas Tenaga Kerja

Kota Yogyakarta

2 33 S1 Jumiyah

Serikat PRT Tunas

Mulia

3 32 SMP Taufik PRT

4 45 SD Tri PRT

5 48 SD Rahmi PRT

Page 63: repo.apmd.ac.idrepo.apmd.ac.id/591/1/SKRIPSI FRANSISKUS HENDRIK... · 2019. 2. 1. · kekurangan baik dalam penyusunan kata-kata, penggunaan bahasa, namun atas tanggung jawab dan

50

6 38 S2 Deddi Majikan

7 29 S1 Ratna

Agen PRT Edi Daya

Group

8 28 S1

Ayu

Mutoharo

Agen PRT PT.Srikandi

Mandiri Duta Mulia

9 22 SMA Aris Masyarakat

10 22 SMA Paul Osok Masyarakat

Sepuluh orang di atas adalah informan yang berasal dari beberapa

kelompok yang berkaitan dengan Pekerja Rumah Tangga serta perwakilan

masyarakat yang dipandang mengetahui serta memahami tentang Evaluasi

Kebijakan Penyelesaian Konflik antara Pekerja Rumah Tangga dan

Majikan dengan Cara Kekeluargaan di Kota Yogyakarta menurut

Peraturan Walikota Nomor 48 Tahun 2011 Tentang Pekerja Rumah

Tangga Terkait dengan hal tersebut, maka para informan tersebut

dijadikan sebagai sumber data primer melalui wawancara secara langsung.

3. Teknik Pengumpulan Data

a) Observasi

Data penelitian didapatkan langsung dari subyek penelitian yang

diambil langsung oleh peneliti kepada sumber secara langsung melalui

responden. Kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati atau

diwawancarai merupakan sumber data utama. Sumber data utama

dicatat melalui catatan tertulis atau melalui perekaman video/audio

Page 64: repo.apmd.ac.idrepo.apmd.ac.id/591/1/SKRIPSI FRANSISKUS HENDRIK... · 2019. 2. 1. · kekurangan baik dalam penyusunan kata-kata, penggunaan bahasa, namun atas tanggung jawab dan

51

tapes, pengambilan foto dan film (Moleong 2009). Data diperoleh

melalui wawancara dan pengamatan langsung di lapangan. Sumber data

yang didapatkan langsung pada penelitian ini adalah wawancara dan

pengamatan langsung para pekerja rumah tangga.

Sumber data penelitian ini juga dapat didapatkan dengan cara tidak

langsung, dalam artian didapatkan melalui hasil rekaman yang sudah

dire¬kam pada waktu yang lalu terlebih yang sudah tersimpan sebagai

koleksi pustaka yang meliputi kumpulan buku dan/atau non buku.

Sumber tersebut mampu memberikan tambahan serta penguatan

terhadap data penelitian.

b) Wawancara

Menurut Moleong (2009) wawancara adalah percakapan dengan

maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu

pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara yang

memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Teknik wawancara yang

digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan petunjuk

umum. Jenis wawancara ini mengharuskan pewawancara membuat

kerangka dan garis besar pokok-pokok yang dirumuskan tidak perlu

ditanyakan secara berurutan (semi struktur). Penggunaan teknik

wawancara dengan menggunakan petunjuk umum wawancara

dikarenakan agar garis besar hal-hal yang akan ditanyakan kepada

narasumber terkait dengan strategi Museum Perjuangan kota

Yogyakarta dalam menarik minat pengunjung Museum dapat tercakup

Page 65: repo.apmd.ac.idrepo.apmd.ac.id/591/1/SKRIPSI FRANSISKUS HENDRIK... · 2019. 2. 1. · kekurangan baik dalam penyusunan kata-kata, penggunaan bahasa, namun atas tanggung jawab dan

52

dan dapat semua terjawab. Wawancara dilakukan dengan membawa

pedoman wawancara (interview guide) dengan tujuan agar wawancara

tidak menyimpang dari permasalahan.

c) Dokumentasi

Menurut Arikunto (2006:158), Dokumentasi adalah mencari dan

mengumpulkan data mengenai hal-hal yang berupa catatan, transkrip,

buku, surat kabar, majalah, notulen, rapot, agenda dan sebagainya.

Dimana dokumen-dokumen yang dianggap menunjang dan relevan

dengan permasalahan yang akan diteliti baik berupa literatur, laporan

tahunan, majalah, jurnal, tabel, karya tulis ilmiah dokumen peraturan

pemerintah dan Undang-Undang yang telah tersedia pada lembaga yang

terkait dipelajari, dikaji dan disusun/dikategorikan sedemikian rupa

sehingga dapat diperoleh data guna memberikan informasi berkenaan

dengan penelitian yang akan dilakukan.

4. Teknik Analisis Data

Sutopo (2003: 8) menjelaskan bahwa analisis data terdiri dari tiga

hal utama yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan

(verifikasi), dengan penjelasannya:

1) Reduksi data

Reduksi data merupakan suatu proses pemilihan, pemusatan

perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi

data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis dilapangan.

Selama pengumpulan data berlangsung, terjadilah tahapan reduksi

Page 66: repo.apmd.ac.idrepo.apmd.ac.id/591/1/SKRIPSI FRANSISKUS HENDRIK... · 2019. 2. 1. · kekurangan baik dalam penyusunan kata-kata, penggunaan bahasa, namun atas tanggung jawab dan

53

selanjutnya (membuat ringkasan, mengkode, menelusur tema,

membuat gugus-gugus, membuat partisi, membuat memo).

2) Penyajian data

Data sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberi

kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan

tindakan. Penyajian-penyajian yang baik merupakan suatu cara

yang utama bagi analisis kualitatif yang valid meliputi: berbagai

jenis matrik, grafik, jaringan dan bagan

3) Penarikan kesimpulan

Tahap terakhir yang berisikan proses penganbilan keputusan yang

menjurus pada jawaban dari pertanyaan penelitian yang diajukan

dan mengungkap “what” dan “how” dari temuan penelitian

tersebut.

Page 67: repo.apmd.ac.idrepo.apmd.ac.id/591/1/SKRIPSI FRANSISKUS HENDRIK... · 2019. 2. 1. · kekurangan baik dalam penyusunan kata-kata, penggunaan bahasa, namun atas tanggung jawab dan

54

BAB II

DESKRIPSI KOTA YOGYAKARTA

A. Gambaran Wilayah Kota Yogyakarta

1. Sejarah Kota Yogyakarta

Nama Yogyakarta terambil dari dua kata,yaitu Ayogya atau Ayodhya yang

berarti "kedamaian" (atau tanpa perang, a "tidak", yogya merujuk pada yo

dya atau yudha, yang berarti "perang"), dan Karta yang berarti "baik".

Ayodhya merupakan kota yang bersejarah di India di mana wiracarita Ram

ayana terjadi. Tapak keraton Yogyakarta sendiri menurut babad (misalnya

Babad Giyanti) dan leluri (riwayat oral) telah berupa sebuah dalem yang

bernama Dalem Gerjiwati; lalu dinamakan ulang oleh Sunan Pakubuwana

II sebagai Dalem Ayogya.

Kota Yogyakarta didirikan pada tahun 1755, bersamaan dengan

dibangunnya Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat oleh Sri Sultan

Hamengku Buwono I di Bekas Hutan Bering, suatu kawasan diantara

Sungai Winongo dan Sungai Code dimana lokasi tersebut Nampak

strategis menurut segi pertahanan keamanan pada waktu itu. Pemerintah

Kota madya Yogyakarta baru dibentuk sejak tanggal 7 Juni 1947 dimana

saat berdirinya disebut sebagai Kota Praja. Berbeda dengan kota lainnya,

dijaman penjajahan Belanda kota Yogyakarta memang belum pernah

menjadi kota otonom. Jadi kota Yogyakarta belum pernah memiliki

pemerintahan tersendiri. Kota Praja Yogyakarta lahir dengan

ditetapkannya Undang-undang Nomor 17 Tahun 1947 yang membentuk

Page 68: repo.apmd.ac.idrepo.apmd.ac.id/591/1/SKRIPSI FRANSISKUS HENDRIK... · 2019. 2. 1. · kekurangan baik dalam penyusunan kata-kata, penggunaan bahasa, namun atas tanggung jawab dan

55

kota Yogyakarta sebagai Haminte Kota atau Kota Otonom. Undang-

undang tersebut merupakan produk perundang-undangan di jaman

kemerdekaan tertanggal 7

Juni 1947. Kotamadya Yogyakarta yang dikenal sebagai kota perjuangan

itu, bukan dilahirkan oleh penjajahan, melainkan dilahirkan pada masa

kemerdekaan, bahkan lahir pada saat perjuangan nasional, ketika bangsa

Indonesia sedang menegakkan kedaulatan negara setelah Proklamasi 17

Agustus 1945.

2. Batas Wilayah

Secara administratif Kota Yogyakarta terdiri dari 14 kecamatan dan

45 kelurahan dengan batas wilayah sebagai berikut:

Sebelah Utara : Kabupaten Sleman

Sebelah Timur : Kabupaten Bantul dan Sleman

Sebelah Barat : Kabupaten Bantul dan Sleman.

Sebelah Selatan : Kabupaten Bantul

Kota Yogyakarta berkedudukan sebagai ibukota Propinsi DIY dan

merupakan satu-satunya daerah tingkat II yang berstatus Kota di samping

4 daerah tingkat II lainnya yang berstatus Kabupaten.

Wilayah Kota Yogyakarta terbentang antara 110o 24

I 19

II sampai

110o 28

I 53

II Bujur Timur dan 7

o 15

I 24

IIsampai 7

o 49

I 26

II Lintang

Selatan dengan ketinggian rata-rata 114m diatas permukaan laut.

Page 69: repo.apmd.ac.idrepo.apmd.ac.id/591/1/SKRIPSI FRANSISKUS HENDRIK... · 2019. 2. 1. · kekurangan baik dalam penyusunan kata-kata, penggunaan bahasa, namun atas tanggung jawab dan

56

3. Keadaan Alam

Secara garis besar Kota Yogyakarta merupakan dataran rendah

dimana dari barat ke timur relatif datar dan dari utara ke selatan memiliki

kemiringan ± 1 derajat, serta terdapat 3 (tiga) sungai yang melintas Kota

Yogyakarta, yaitu :

Sebelah timur adalah Sungai Gajah Wong

Bagian tengah adalah Sungai Code

Sebelah barat adalah Sungai Winongo

Kota Yogyakarta yang terletak di daerah dataran lereng aliran

Gunung Merapi memiliki kemiringan lahan yang relatif datar antara 0 - 2

% dan berada pada ketinggian rata-rata 114 meter dari permukaan air laut

(dpl). Sebagian wilayah dengan luas 1.657 hektar terletak pada

ketinggian kurang dari 100 meter dan sisanya (1.593 hektar) pada

ketinggian antara 100–199 meter dpa. Sebagian besar jenis tanahnya

adalah regosol.

Page 70: repo.apmd.ac.idrepo.apmd.ac.id/591/1/SKRIPSI FRANSISKUS HENDRIK... · 2019. 2. 1. · kekurangan baik dalam penyusunan kata-kata, penggunaan bahasa, namun atas tanggung jawab dan

57

4. Luas Wilayah

Kota Yogyakarta memiliki luas sekitar 32,5 Km2 atau 1,02 % dari

luas wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Jarak terjauh dari

Utara ke Selatan kurang lebih 7,5 Km dan dari Barat ke Timur kurang

lebih 5,6 Km.

Tabel 2.1

Luas wilayah, Jumlah RW dan RT menurut Kecamatan dan

keluruhan dikota Yogyakarta 2017

No Kecamatan Kelurahan Luas

(Km2)

RW RT

1 Tegalrejo Kricak

Karangwaru

Tegalrejo

Bener

0.82

0.70

0.82

0.57

2.91

13

14

12

7

46

61

56

46

25

188

2 Jetis Bumijo

Gowongan

Cokrodiningratan

0.58

0.46

0.66

1.70

13

13

11

37

56

52

60

168

3 Gondokusuman Demangan

Kotabaru

Klitren

Baciro

Terban

0.74

0.71

0.68

1.03

0.80

3.97

12

4

16

21

12

65

44

20

63

87

59

273

4 Danurejan Suryatmajan

Tegalpanggung

Bausasran

0.28

0.35

0.47

1.10

15

16

12

43

45

66

49

160

5 Gedongtengen Sosromenduran

Pringgokusuman

0.50

0.46

0.96

14

23

37

54

89

143

6 Ngampilan Ngampilan

Notoprajan

0.45

0.37

0.82

13

8

21

70

50

120

7 Pakualaman Purwokinanti

Gunungketur

0.33

0.30

0.63

10

9

19

47

36

83

8 Wirobrajan Pakuncen 0.65 12 56

Page 71: repo.apmd.ac.idrepo.apmd.ac.id/591/1/SKRIPSI FRANSISKUS HENDRIK... · 2019. 2. 1. · kekurangan baik dalam penyusunan kata-kata, penggunaan bahasa, namun atas tanggung jawab dan

58

Wirobrajan

Patangpuluhan

0.67

0.44

1.76

12

10

34

58

51

165

9 Mantrijeron Gedongkiwo

Suryodiningratan

Mantijeron

0.90

0.85

0.86

2.61

18

17

20

55

86

69

75

230

10 Kraton Patihan

Panembahan

Kadipaten

0.40

0.66

0.34

1.40

10

18

15

43

44

78

53

175

11 Gondokusuman Ngapusan

Prawirodirjan

0.45

0.67

1.12

13

18

31

49

61

110

12 Mergangsan Keparakan

Wirogunan

Brotokusuman

0.53

0.85

0.93

2.21

13

24

23

60

57

76

83

216

13 Umbulharjo Semaki

Muja-muja

Tahunan

Warungboto

Pandeyan

Sorosutan

Giwangan

0.66

1.53

0.78

0.83

1.38

1.68

1.26

8.12

10

12

11

9

12

16

13

83

34

55

48

38

49

63

42

329

14 Kotagede Rejowinangun

Prenggan

Purayan

1.25

0.99

0.83

3.07

13

13

14

40

49

57

58

164

Kota Yogyakarta 45 32.50 614 2.524

Sumber: Kota Yogyakarta Dalam Angka 2018

5. Demografi

a. Jumlah Penduduk

Kondisi demografi Kota Yogayakarta mendasarkan pada dua data

kependudukan yaitu data yang berasal dari Dinas Kependudukan dan

Catatan Sipil untuk melihat jumlah penduduk secara ‘de jure’ dan dari

Badan Pusat Statistik Kota Yogayakarta (BPS) secara ‘de facto’.

Page 72: repo.apmd.ac.idrepo.apmd.ac.id/591/1/SKRIPSI FRANSISKUS HENDRIK... · 2019. 2. 1. · kekurangan baik dalam penyusunan kata-kata, penggunaan bahasa, namun atas tanggung jawab dan

59

Jumlah penduduk suatu wilayah dipengaruhi oleh 59actor kelahiran,

kematian dan migrasi/perpindahan penduduk.

Perkembangan jumlah penduduk Kota Yogyakarta mengalami

perubahan setiap tahunnya. Berikut jumlah penduduk yang terdapat di

setiap Kecamatan yang ada di Kota Yogyakarta.

Tabel 2.2

Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin di Kota

Yogyakarta, 2017

SumberKota Yogyakarta Dalam Angka 2018

Mayoritas penduduk di Kota Yogyakarta adalah Perempuan sebanyak

216.311 Jiwa dengan persentase 51.16% dari Jumlah Penduduk yang ada

di Kota Yogyakarta

No Kecamatan Jenis Kelamin (Ribu)

Laki-laki Perempuan Jumlah

1 Mantrijeron 16.281 17.125 33.406

2 Kraton 8.406 9.169 17.575

3 Mergangsan 15.097 15.569 30.666

4 Umbulharjo 44.040 46.735 90.775

5 Kotagede 18.513 18.542 37.055

6 Gondokusuman 23.038 24.423 47.641

7 Danurejan 9.436 9.692 19.128

8 Pakualaman 4.543 4.798 9.341

9 Gondomanan 6.428 7.269 13.697

10 Ngampilan 7.957 9.074 17.031

11 Wirobrajan 13.196 12.796 25.992

12 Gedongtengen 8.778 9.610 18.388

13 Jetis 11.746 12.237 23.983

14 Tegalrejo 18.962 19.272 38.234

15 Kota Yogyakarta 206.421 216.311 422.732

Page 73: repo.apmd.ac.idrepo.apmd.ac.id/591/1/SKRIPSI FRANSISKUS HENDRIK... · 2019. 2. 1. · kekurangan baik dalam penyusunan kata-kata, penggunaan bahasa, namun atas tanggung jawab dan

60

b. Jumlah Penduduk Menurut Golongan Usia

Tabel 2.3

Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Kota

Yogyakarta, 2017

Kelompok Umur Jenis Kelamin

Laki-Laki Perempuan Jumlah

0‒4 14 139 13 432 27 571

5‒9 14 200 13 468 27 668

10‒14 13 745 12 931 26 676

15‒19 17 680 19 452 37 132

20‒24 24 702 26 352 51 054

25‒29 21 844 19 664 41 508

30‒34 16 375 15 770 32 145

35‒39 14 327 14 652 28 979

40‒44 13 279 14 277 27 556

45‒49 13 662 14 987 28 649

50‒54 12 818 14 255 27 073

55‒59 10 803 12 492 23 295

60‒64 7 418 7 806 15 224

65‒69 4 421 5 627 10 048

70‒74 3 085 4 429 7 514

75+ 3 923 6 717 10 640

Jumlah 206 421 216 311 422 732

Sumber: Kota Yogyakarta Dalam Angka 2018

Page 74: repo.apmd.ac.idrepo.apmd.ac.id/591/1/SKRIPSI FRANSISKUS HENDRIK... · 2019. 2. 1. · kekurangan baik dalam penyusunan kata-kata, penggunaan bahasa, namun atas tanggung jawab dan

61

Tabel 2.4

Jumlah Penduduk Berumur 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Selama

Seminggu yang Lalu Menurut Lapangan Pekerjaan Utama dan Jenis

Kelamin di Kota Yogyakarta, 2017

Lapangan Pekerjaan Utama

Jenis Kelamin

Laki-laki Perempuan Jumlah

Pertanian, Kehutanan,

Perburuan, dan Perikanan 399 0 399

Pertambangan dan Penggalian 929 0 929

Industri Pengolahan 13.409 13 455 26.864

Listrik, Gas, dan Air 792 0 792

Bangunan 5.846 1 085 6.931

Perdagangan Besar, Eceran,

Rumah Makan, dan Hotel 42.576 50 210 92.786

Angkutan, Pergudangan, dan

Komunikasi 10.194 2 395 12.589

Keuangan, Asuransi, Usaha

Persewaan Bangunan, Tanah,

dan Jasa Perusahaan

8.126 4 509 12.635

Jasa Kemasyarakatan, Sosial,

dan Perorangan 29.124 30 542 59.666

Jumlah 111.395 102.196 213.591

` Sumber: Kota Yogyakarta Dalam Angka 2018