bab ii final - dummy.docx
TRANSCRIPT
BAB II
TELAAH PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
Pada landasan teori ini akan dijelaskan tentang teori sinyal, investasi, teori
risiko harga, definisi konsep obligasi, peringkat obligasi, dan pengaruh rasio
keuangan yakni Profitabilitas, Likuiditas, Leverage, dan Coverage, serta faktor
non-keuangan yakni Maturity terhadap Peringkat Obligasi (Bond Rating).
2.1.1 Teori Sinyal (Signaling Theory)
Teori sinyal menjelaskan alasan perusahaan menyajikan informasi untuk
pasar modal. Dorongan perusahaan untuk memberikan informasi terjadi karena
perusahaan mengetahui lebih banyak mengenai perusahaan dan prospek yang
akan datang daripada pihak luar (investor, kreditor) (Wolk, et al., 2001). Informasi
sangat dibutuhkan bagi pihak-pihak yang berkepentingan atas suatu perusahaan.
Ketidakseimbangan informasi menyebabkan pihak eksternal perusahaan sulit
untuk membedakan antara perusahaan yang memiliki kualitas tinggi atau rendah.
Sebelum memutuskan untuk berinvestasi pada obligasi suatu perusahaan, pihak
eksternal perusahaan seperti investor tentu membutuhkan informasi tentang
kondisi obligasi.
Dalam teori sinyal dikemukakan tentang bagaimana seharusnya
perusahaan memberikan sinyal-sinyal pada pengguna laporan keuangan. Sebagai
salah satu pengguna laporan keuangan, keputusan investor dipengaruhi oleh
kualitas informasi yang diungkapkan perusahaan dalam laporan keuangan.
Menurut Kown (2004:107), hasil dari menganalisis laporan keuangan adalah rasio
keuangan berupa angka-angka dan rasio keuangan ini harus dapat menjawab
pertanyaan-pertanyaan. Investor yang berminat pada obligasi korporasi pastilah
melihat rasio keuangan yang dapat dicerminkan dari peringkat obligasinya apakah
dalam keadaan baik (investment grade) atau buruk (junk bond). Damodaran
(2012:80) menyatakan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara peringkat
obligasi korporasi dan kinerja rasio keuangannya. Semakin baik rasio keuangan
(profitabilitas, likuiditas, leverage, dan coverage) suatu perusahaan maka
peringkat obligasinya akan semakin tinggi sehingga mampu menjawab pertanyaan
apakah investor layak menginvestasikan dananya pada instrumen pendapatan
tetap ini.
Informasi yang berupa pemberian peringkat obligasi perusahaan yang
dipublikasikan diharapkan dapat menjadi sinyal kondisi keuangan perusahaan dan
menggambarkan kemungkinan yang terjadi terkait dengan utang yang dimiliki
(Immachulatta, 2005). Dengan teori sinyal diharapkan manajemen memberikan
sinyal berupa informasi mengenai kualitas atau kondisi obligasi, apakah obligasi
berpotensi gagal bayar atau tidak. Investor maupun kreditur dapat mengetahui
kondisi perusahaan dari sinyal yang diberikan. Sinyal yang ditunjukkan pada
investasi obligasi adalah adanya peringkat obligasi.
2.1.2 Teori Investasi
Istilah investasi sering dikaitkan dengan menginvestasikan uang pada
tangible assets seperti tanah, rumah, emas, dan sebagainya, ataupun investasi
yang berupa financial assets seperti obligasi, saham ataupun reksa dana. Menurut
Jones (2004:98): “Investment is the commitment of funds to one or more assets
that will be held over some future time periode”. Investasi adalah komitmen
menanamkan sejumlah dana pada satu atau lebih aset selama beberapa periode
masa mendatang. Menurut Sunariyah (2003:4): “Investasi adalah penanaman
modal untuk satu atau lebih aktiva yang dimiliki dan biasanya berjangka waktu
lama dengan harapan mendapatkan keuntungan di masa-masa yang akan datang.”
Investasi dapat dibedakan menjadi 2 kategori, yaitu investasi riil dan
investasi finansial. Investasi riil secara umum melibatkan aset nyata, seperti tanah,
mesin-mesin, atau pabrik, sedangkan investasi finansial melibatkan kontrak-
kontrak tertulis (sekuritas), seperti saham biasa dan obligasi (Sharpe, 1997).
Investasi finansial banyak mendominasi di perekonomian modern, yang
menunjang berkembangnya investasi riil. Sektor riil sulit berkembang apabila
sumber pendanaan yang disediakan sektor finansial kurang memadai.
Menurut Sharpe (1997) proses investasi di bidang sekuritas berkenaan
dengan bagaimana seharusnya seorang investor membuat keputusan mengenai
pemilihan sekuritas, seberapa ekstensif investasi sebaiknya dilakukan dan kapan
investasi seharusnya dilaksanakan.
Pengertian tersebut menunjukkan bahwa tujuan investasi adalah
meningkatkan kesejahteraan investor, baik sekarang maupun di masa yang akan
datang. Pada umumnya para investor mempunyai sifat tidak menyukai risiko (risk
averse), yakni bila mereka dihadapkan pada suatu kesempatan investasi yang
mempunyai risiko tinggi maka para investor tersebut akan mensyaratkan tingkat
keuntungan (return) yang lebih besar.
Husnan (1990) menyatakan bahwa semakin tinggi risiko suatu kesempatan
investasi, maka semakin tinggi pula tingkat keuntungan yang disyaratkan oleh
investor. Konsep ini pun berlaku pada investasi dalam saham maupun obligasi.
Dalam obligasi, risiko investasi dapat dicerminkan dari peringkat obligasinya
(Dudda & Shekar, 1991:273). Peringkat obligasi yang tinggi mencerminkan risiko
yang rendah sehingga yield-nya pun rendah, begitupun sebaliknya peringkat
obligasi yang rendah merupakan cerminan dari risiko yang tinggi sehingga yield
yang didapat investor tinggi (high yield bonds).
2.1.3 Teori Risiko Harga (Price Risk Theory)
Kebayakan investor pemula menganggap bahwa investasi di saham
berisiko, sedangkan di obligasi tidak. Sebenarnya, obligasi pun mengandung
risiko, meskipun bentuk dari risiko tersebut berbeda. Untuk dapat mengelola
portofolio investasi obligasinya dengan baik, investor perlu mengetahui risiko-
risiko dari investasi obligasi. Menurut Hirschey dan Nofsinger (2008:332),
investasi obligasi mengandung risiko harga (price risk). Risiko harga terjadi
karena harga obligasi berubah setiap hari di pasar. Risiko pasar mempunyai dua
komponen yaitu risiko tingkat bunga (interest rate risk) dan risiko gagal bayar
(default risk).
Strong (2006:107) mendefinisikan risiko tingkat bunga (interest rate risk)
sebagai chance of loss in the value of fixed-income investments following a rise in
interest rates (kemungkinan kerugian nilai investasi pendapatan tetap menyusul
kenaikan tingkat suku bunga). Tingkat bunga pasar keuangan dangan harga
obligasi mempunyai pengaruh negatif, apabila harga obligasi naik maka tingkat
bunga akan turun, demikian sebaliknya. Volatilitas harga obligasi bergantung
pada jangka waktu umur obligasinya (term to maturity). Semakin panjang term to
maturity-nya, maka semakin sensitif terhadap tingkat suku bunga. Dalam teorema
Malkiel (Malkiel’s Theorems) dikemukakan bahwa semakin panjang jatuh tempo
suatu obligasi, semakin tinggi kupon atau bunganya dan semakin fluktuatif
harganya (Hirschey dan Nofsinger, 2008:337). Harga yang memiliki fluktuasi
tinggi inilah yang menyebabkan risikonya ikut meninggi. Menurut Brigham dan
Houston (2001:230), obligasi dengan umur obligasi yang lebih pendek
mempunyai risiko yang lebih kecil, sehingga perusahaan yang peringkat
obligasinya tinggi mempunyai umur obligasi yang lebih pendek daripada
perusahaan yang menggunakan umur obligasi lebih lama.
Komponen kedua dari risiko harga (price risk) yaitu risiko gagal bayar
(default risk). Risiko gagal bayar atau yang sering juga disebut risiko kredit
(credit risk) adalah kemungkinan kerugian akibat penerbit gagal bayar (chance of
loss due to issuer default) (Strong, 2006:107). Obligasi yang berkualitas rendah
(junk bonds) mempunyai risiko gagal bayar yang lebih besar dan pada umumnya
menawarkan yiled yang lebih tinggi untuk menarik investor. Begitupun
sebaliknya, obligasi berkualitas tinggi (investment grade) mempunyai default risk
yang kecil dan menawarkan yield yang lebih rendah. Jadi bisa dikatakan semakin
tinggi risiko gagal bayar obligasi maka semakin rendah kualitas yang dicerminkan
dari peringkat obligasinya yang di bawah investment grade.
2.1.3 Obligasi
2.1.3.1 Pengertian Obligasi
Obligasi adalah instrumen utang yang mewajibkan penerbitnya untuk
membayar kembali kepada lender/ investor jumlah yang dipinjamkan ditambah
bunga (kupon) selama periode waktu tertentu (Fabozzi, 1999:192).
Obligasi sering disebut sebagai fixed-income securities, karena obligasi
menawarkan aliran pendapatan yang tetap atau aliran pendapatan dengan formula
yang sudah ditentukan sebelumnya (Bodie, Kane, dan Marcus, 2009). Pendapatan
keuntungan yang diberikan kepada investor obligasi didasarkan pada tingkat suku
bunga yang telah ditentukan sebelumnya menurut perhitungan tertentu. Tingkat
pendapatan tersebut bisa berbentuk tingkat suku bunga tetap (fixed rate) dan
tingkat suku bunga mengambang (floating rate).
Menurut Bodie, Kane, dan Marcus (2009), meskipun obligasi pada
umumnya menjanjikan pendapatan tetap, pendapatan tetap ini tidak serta merta
bebas dari risiko kecuali emiten dapat meyakinkan investor bahwa mereka tidak
akan mengalami gagal bayar (default). Untuk dapat mengetahui kemungkinan
suatu obligasi gagal bayar atau tidak, maka investor dapat melihatnya dari
peringkat yang diberikan oleh rating agency. Kebanyakan investor lebih memilih
instrumen obligasi karena keamanannya, bukan karena yield yang ditawarkan.
Obligasi yang berperingkat investment grade (BBB- atau lebih tinggi)
menawarkan yield yang lebih rendah dibanding dengan obligasi non investment
grade (junk bonds). Ini berpengaruh pada harga obligasi di pasar di mana high
yield bond ini dijual lebih murah dibanding dengan oblgasi berstatus investment
grade. Ini sejalan dengan yang dikemukan dalam teorema Malkiel (Malkiel’s
Theorems) di mana harga obligasi bergerak berlawanan dengan yield-nya
(Hirschey dan Nofsinger, 2008:337).
2.1.3.2 Jenis-Jenis Obligasi
Berdasarkan jenis penerbitnya, secara umum obligasi dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu obligasi pemerintah dan obligasi korporasi. Obligasi
pemerintah sendiri terbagi menjadi dua, yaitu obligasi pemerintah pusat (Treasury
Bonds) dan obligasi pemerintah daerah (Municipal Bonds).
Sedangkan berdasarkan strukturnya, obligasi dapat dibedakan menjadi:
a. Obligasi suku bunga tetap (Fixed Rate / Straight Bonds)
Obligasi jenis ini memiliki kupon bunga dengan besaran tetap yang
dibayar secara berkala kepada investor sepanjang masa berlakunya
obligasi.
b. Obligasi suku bunga mengambang (Floating Rate Notes)
Floating rate note (FRN) memiliki kupon yang perhitungan besaran
bunganya mengacu pada suatu indeks pasar uang seperti LIBOR atau
Euribor. Floating rate notes ini populer digunakan pada saat inflasi dan
tingkat bunga di masa yang akan datang sulit untuk diprediksi. Obligasi ini
biasanya dijual mendekati harga par karena penyesuaian yang otomatis
sesuai dengan kondisi pasar.
c. Obligasi tanpa kupon (Zero Coupon Bonds)
Zero Coupon Bonds adalah obligasi yang tidak memberikan pembayaran
bunga. Obligasi ini diperdagangkan dengan pemberian potongan harga
(discount) dari nilai par. Pemegang obligasi menerima secara penuh pokok
hutang pada saat jatuh tempo obligasi.
d. Obligasi Convertible dan Exchangeable
Obligasi yang dapat ditukarkan dengan saham biasa (common stock) dari
perusahaan penerbit obligasi disebut convertible bonds. Sedangkan
exchangeable bonds dapat ditukarkan dengan saham biasa perusahaan
lain.
Obligasi dapat dibedakan pula menjadi dua, yaitu unsecured bonds dan
secured bonds. Berikut ini adalah klasifikasi obligasi menurut Gitman (2003):
a. Unsecured bonds
Debentures, hanya bisa diterbitkan oleh perusahaan yang
terpercaya. Biasanya convertible bonds adalah debentures.
Subordinated debentures, obligasi jenis ini tidak akan dibayar
sebelum obligasi lain yang lebih senior dibayarkan.
Income bonds, bunga hanya dibayarkan jika perusahaan dapat
menghasilkan laba. Biasanya diterbitkan untuk mereorganisasi
perusahaan yang kurang berhasil. Penerbit obligasi tidak dianggap
default jika gagal membayar bunga.
b. Secured bonds
Mortgage bonds, obligasi ini dijaminkan menggunakan bangunan
atau gedung.
Collateral trust bonds, obligasi ini dijaminkan menggunakan
saham dan atau obligasi yang dimiliki oleh penerbit obligasi. Nilai
jaminan biasanya 25% sampai 35% di atas nilai dari obligasi yang
diterbitkan.
Equipment trust certificates, obligasi ini biasanya digunakan untuk
mendanai aset seperti pesawat, truk, gerbong kereta, kapal, dan
sebagainya. Trustee membeli sebuah asset dengan dana yang
diperoleh dari penjualan obligasi lalu meminjamkan aset tersebut
ke perusahaan.
2.1.3.3 Penerbit Obligasi
Hampir setiap badan hukum dapat menerbitkan obligasi. Namun,
peraturan yang mengatur mengenai tata cara penerbitan obligasi ini tergolong
ketat. Penggolongan penerbit obligasi biasanya terdiri atas:
1. Lembaga supranasional, seperti misalnya Bank Investasi Eropa
(European Investment Bank) atau Bank Pembangunan Asia (Asian
Development Bank),
2. Pemerintah suatu negara menerbitkan obligasi pemerintah dalam mata
uang negaranya misalnya di Indonesia dikenal sebagai Surat Utang
Negara (SUN), maupun obligasi pemerintah dalam denominasi valuta
asing yang biasa disebut dengan obligasi internasional (sovereign
bond), misalnya Eurodollar bond, Samurai bond, Bulldog bond,
Yankee bond, dan Panda bond.
3. Sub-sovereign, propinsi, atau otoritas daerah. Di Amerika dikenal
sebagai obligasi daerah (municipal bond).
4. Lembaga pemerintah. Obligasi ini biasa juga disebut agency bond.
5. Perusahaan yang menerbitkan obligasi swasta.
6. Special purpose vehicle adalah perusahaan yang didirikan dengan suatu
tujuan khusus guna menguasai aset tertentu yang ditujukan guna
penerbitan suatu obligasi yang biasa disebut Efek Beragun Aset.
2.1.3.4 Kelebihan Obligasi
Investor mempunyai pilihan atas masing-masing sekuritas yang akan
dipilih dalam melakukan investasi di pasar modal, salah satunya adalah obligasi.
Dalam portofolionya, investor perlu melakukan diversifikasi agar tidak
mengalami kerugian besar. Instrumen obligasi mempunyai beberapa kelebihan
dibanding instumen investasi lainnya. Berikut adalah kelebihan dari investasi
obligasi:
1. Pendapatan tetap
Pendapatan tetap yang diterima dari investasi obligasi adalah berupa
bunga/ kupon dan pokok obligasi. Bunga/ kupon obligasi merupakan
kewajiban perusahaan yang diberikan kepada investor atas pinjaman yang
telah diberikan. Bagi investor kupon obligasi memberikan keuntungan atas
dana yang telah diinvestasikan. Dibandingkan dengan bunga deposito,
bunga yang ditawarkan obligasi pada umumnya relatif lebih tinggi
(Fakhrudin, 2008). Hal tersebut merupakan salah satu faktor yang menarik
minat investor untuk berinvestasi pada obligasi.
2. Hak klaim pertama
Obligasi memiliki risiko yang lebih kecil dibandingkan dengan saham.
Apabila emiten atau penerbit obligasi mengalami likuidasi atau bangkrut
maka pemegang obligasi sebagai kreditur memiliki hak klaim pertama atas
aset perusahaan. Hal tersebut dikarenakan emiten telah terikat kontrak atas
kewajiban pelunasan terhadap pihak pemegang obligasi. Pemegang saham
mendapat bagian atas aset perusahaan jika obligasi sudah terbayar semua.
Namun tidak menutup kemungkinan aset perusahaan tidak mampu
melunasi semua obligasi yang beredar. Oleh karena itu, investasi obligasi
dan saham juga memiliki risiko tetapi risiko obligasi relatif lebih kecil
dibanding saham.
3. Konversi saham
Keuntungan lain dari obligasi yaitu obligasi dapat dikonversi menjadi
saham. Konversi ini hanya dapat dilakukan pada jenis obligasi tertentu
yaitu convertible bond. Investor yang telah mengkonversi obligasi ke
saham pada harga tertentu telah sepenuhnya memiliki manfaat atas saham
tersebut.
4. Portofolio yang lebih baik
Karena pendapatan obligasi dapat diprediksi, maka pemegang obligasi
dapat membuat portofolio obligasi yang lebih baik, dibandingkan dengan
portofolio saham (Sunariyah, 2004).
2.1.3.5 Kelemahan dan Risiko Obligasi
Di samping memiliki kelebihan, investasi melalui instrumen obligasi juga
memiliki bebe rapa kelemahan. Menurut Sunariyah (2004) beberapa kelemahan
dari obligasi adalah:
1. Tingkat bunga. Meskipun tingkat bunga konstan, harga obligasi sangat
berfluktuasi. Harga obligasi sangat tergantung kepada kebijakan
pemerintah atau bank sentral. Tingkat bunga pasar keuangan dangan harga
obligasi mempunyai pengaruh negatif, apabila harga obligasi naik maka
tingkat bunga akan turun, demikian sebaliknya. Oleh karena itu, pemodal
harus memperhatikan pergerakan harga obligasi agar dapat
mempertimbangkan waktu beli yang menguntungkan.
2. Obligasi merupakan instrumen keuangan yang sangat konservatif,
sehingga menghasilkan yield yang cukup baik, dengan risiko rendah.
Misalnya, obligasi yang diterbitkan pemerintah lebih menguntungkan
dibandingkan dengan obligasi yang diterbitkan perusahaan swasta. Risiko
obligasi pemerintah relatif sangat rendah dibandingkan dengan obligasi
perusahaan swasta. Dalam kasus tersebut, pemodal yang ingin
mengoptimalkan keuntungan lebih baik melakukan investasi dalam
instrumen ini, meskipun risiko cukup tinggi. Namun, bila dibandingkan
dengan instrumen saham, return yang didapat dari obligasi tidak sebesar
saham karena saham termasuk jenis investasi dengan risiko yang tinggi.
3. Tingkat likuidasi obligasi rendah. Hal ini dikarenakan pergerakan harga
obligasi, khususnya apabila harga obligasi menurun. Dalam kasus tersebut
pemegang obligasi akan menahan obligasinya, dan berspekulasi bahwa
masa yang akan datang obligasi akan naik kembali.
4. Risiko penarikan. Apabila dalam kontrak perjanjian obligasi ada
persyaratan penarikan obligasi, perusahaan dapat menarik obligasi
sebelum jatuh tempo dengan membayar sejumlah premium. Hal ini
kelihatannya menguntungkan pemegang obligasi, tetapi biasanya obligasi
yang diambil dijual kembali dengan tingkat bunga yang lebih rendah oleh
penerbit obligasi (yang disebut refunding). Sebagai akibatnya, pemegang
obligasi belum siap untuk reinvestasi, atau dinamakan reinvestment risk.
5. Risiko kecurangan. Apabila perusahaan penerbit mempunyai masalah
likuiditas dan tidak mampu melunasi kewajibannya ataupun mengalami
kebangkrutan maka pemegang obligasi akan menderita kerugian, karena
perusahaan akhirnya tidak dapat menepati janjinya. Dalam hal perusahaan
penerbit bangkrut, maka obligasi menjadi sesuatu hal yang tidak
mempunyai nilai.
2.1.4 Peringkat Obligasi
2.1.4.1 Pengertian Peringkat Obligasi
Peringkat obligasi merupakan opini dari lembaga pemeringkat serta
sumber informatif bagi pemodal atas risiko obligasi yang diperdagangkan
(Berdasarkan Keputusan BAPEPAM dan Lembaga keuangan Kep-151/BL/2009).
Strong (2006:402) mendefinisikan peringkat obligasi (bond rating) sebagai
measure of credit quality (ukuran kualitas kredit).
Menurut Dudda & Shekar (1991: 273), risiko dari investasi obligasi dapat
dicerminkan pada seberapa tinggi peringkat obligasi (bond rating) tersebut.
Semakin rendah risikonya maka peringkatnya akan semakin tinggi. Bagi emiten,
peringkat bermanfaat untuk mengetahui struktur obligasi dan mengetahui posisi
kinerjanya dibanding perusahaan lain (Raharjo, 2003).
Penelitian ini menggunakan rating dari PT Pefindo sebagai sumber data.
Hal ini dikarenakan perusahaan-perusahaan yang menerbitkan obligasi di pasar
lebih banyak yang menggunakan jasa Pefindo untuk memeringkat obligasinya.
Berikut adalah definisi Peringkat Pefindo :
Tabel 2.1Definisi Peringkat PT Pefindo
Peringkat
Definisi
idAAA Efek hutang jangka panjang dengan peringkat idAAA didukung oleh obligor yang memiliki kemampuan paling kuat dibanding obligor Indonesia lainnya untuk memenuhi kewajiban finansial atas efek hutang tersebut. Pengaruh dari memburuknya perkembangan perekonomian, bisnis, dan keuangan terhadap kemampuan obligor untuk memenuhi kewajiban finansial atas efek hutang tersebut adalah minimal.
idAA Efek hutang jangka panjang dengan peringkat idAA didukung oleh obligor yang memiliki kemampuan yang sangat kuat dibanding obligor Indonesia lainnya untuk memenuhi kewajiban finansial atas efek hutang tersebut. Kemampuan obligor untuk memenuhi kewajiban finansial atas efek hutang tersebut tidak terlalu terpengaruh oleh memburuknya perkembangan perekonomian, bisnis, dan keuangan.
idA Efek hutang jangka panjang dengan peringkat idA didukung oleh obligor yang memiliki kemampuan yang kuat dibanding obligor Indonesia lainnya untuk memenuhi kewajiban finansial atas efek hutang tersebut. Kemampuan Obligor untuk memenuhi kewajiban finansial atas efek hutang tersebut cukup terpengaruh oleh memburuknya perkembangan perekonomian, bisnis, dan keuangan.
idBBB Efek hutang dengan peringkat idBBB didukung oleh obligor yang memiliki kemampuan yang memadai dibanding obligor Indonesia lainnya untuk memenuhi kewajiban finansial atas efek hutang tersebut. Kemampuan Obligor untuk memenuhi kewajiban financial atas efek hutang tersebut lebih terpengaruh oleh memburuknya
perkembangan perekonomian, bisnis, dan keuangan dibanding obligor dengan peringkat lebih tinggi.
idBB Efek hutang dengan peringkat idBB didukung oleh obligor yang memiliki kemampuan yang agak lemah dibanding obligor Indonesia lainnya untuk memenuhi kewajiban financial atas efek hutang tersebut. Kemampuan obligor untuk memenuhi kewajiban financial atas efek hutang tersebut sangat terpengaruh oleh memburuknya perkembangan perekonomian, bisnis, dan keuangan.
idB Efek hutang jangka panjang dengan peringkat idB didukung oleh obligor yang memiliki kemampuan yang lemah dibanding obligor Indonesia lainnya untuk memenuhi kewajiban financial atas efek hutang tersebut. Pemburukan kondisi perekonomian, bisnis, dan keuangan dapat berakibat pada ketidakmampuan obligor untuk memenuhi kewajiban financial atas efek hutang tersebut .
idCCC Efek hutang jangka panjang dengan peringkat idCCC menandakan terdapat risiko besar bahwa obligor tidak mampu memenuhi kewajiban financial atas efek hutang tersebut serta sangat bergantung pada perbaikan kondisi perekonomian, bisnis serta keuangan.
idD Efek hutang jangka panjang dengan peringkat idD menandakan obligor gagal memenuhi kewajiban finansial atas efek hutang tersebut. Peringkat idD ini akan diberikan pada saa jatuh tempo tanpa menunggu sampai masa tenggang berakhir, kecuali PEFINDO yakin obligor akan mampu memenuhi kewajibannya dalam masa tenggang yang ditetapkan. Peringkat idD juga dapat diberikan kepada obligor yang sudah mengajukan pailit atau berhenti berusaha.
Sumber: Pefindo
Pada praktiknya, Pefindo memberi modifikasi peringkat dari idB ke idAA
dengan penambahan tanda plus (+) atau minus (-) untuk menunjukkan kekuatan
relatif dalam kategori penilaian. Jadi bisa dikatakan tanda plus (+) atau minus (-)
itu sama dengan fungsi angka. (AA+ lebih tinggi dari AA, dan AA lebih tinggi
dari AA-, dst.)
Karena kesulitan dalam mengukur efek marginal dari perubahan dalam
setiap variabel pada peringkat kredit dengan beberapa kategori, peneliti
menggunakan skema klasifikasi alternatif berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh Ashbaugh (2004) di mana peringkat kredit dibagi menjadi dua kategori,
investment grade dan kelas non-investment grade (spekulatif). Manajer portofolio
obligasi banyak dibatasi untuk memiliki obligasi kelas non-investment grade
(spekulatif), karena perusahaan mengeluarkan biaya yang signifikan jika mereka
mendapatkan peringkat obligasi spekulatif. Dalam penelitian ini pengukuran
dilakukan dengan memberikan nilai 1 untuk obligasi yang investment grade dan 0
untuk obligasi yang non investment grade.
Berikut adalah tabel klasifikasi peringkat obligasi (bond rating):
Tabel 2.2Tabel Klasifikasi Peringkat Kredit (Bond Rating)
Standard & Poor’s (S&P’s) Bond Rating
Pefindo’s Bond Rating
Category
AAA idAAA Prime
Investment Grade
AA+AAAA-
idAA+idAAidAA-
High grade
A+AA-
idA+idAidA-
Upper medium grade
BBB+BBBBBB-
idBBB+idBBBidBBB-
Lower medium grade
BB+BBBB-
idBB+idBBidBB-
Non-Investment grade speculative
Non-Investment Grade
B+BB-
idB+idBidB-
Highly speculative
CCC+ Substantial risks
CCC idCCC Extremely speculative
CCC- In default with little prospect for recovery
D idD In defaultSumber: Hollis Ashbaugh, et. al., University of Wisconsin & Pefindo
2.1.4.2 Lembaga Pemeringkat (Rating Agency)
Lembaga pemeringkat atau juga disebut dengan rating agency adalah
suatu perusahaan yang menerbitkan peringkat kredit bagi para penerbit obligasi .
Di dunia sekarang terdapat 3 rating agency terbesar yakni Standard &
Poor's, Fitch Ratings, dan Moody's. Sedangkan di Indonesia sendiri terdapat 3
lembaga pemeringkat yaitu Pefindo, Fitch Ratings Indonesia, dan ICRA
(Indonesia Credit Rating Agency).
Lembaga pemeringkat di Indonesia mempunyai kewajiban harus
mempunyai technical assistant dengan lembaga pemeringkat di luar negeri.
Untuk itulah, Pefindo melakukan kerja sama dengan lembaga rating di luar negeri
yaitu Standard and Poor’s. Sedangkan, Fitch Ratings Indonesia berafiliasi dengan
dengan Fitch Ratings, dan ICRA (Indonesia Credit Rating Agency) berafiliasi
dengan Moody’s.
Saat ini, lembaga pemeringkat yang mendominari pasar atas rating di
Indonesia adalah PT.Pefindo. Hingga akhir tahun 2011 yang lalu, pangsa pasar
Pefindo mencapai 91% (www.investor.co.id). Jadi bisa dikatakan lebih dari 90%
korporasi di Indonesia diperingkat oleh lembaga pemeringkat ini.
Lembaga pemeringkat berfungsi sebagai perantara informasi dan berperan
dalam memeperbaiki efisiensi pasar modal dengan meningkatkan transparansi
sekuritas, sehingga dapat mengurangi asimetri informasi antara investor dan
penerbit obligasi. Jasa ini sangat berguna bagi investor kecil yang menghadapi
tingginya biaya dalam menilai kelayakan kredit (credit worthiness) obligasi. Oleh
karena itu, lembaga pemeringkat mampu menyediakan jasa yang lebih efisien
(Beaver, 2004 dalam Zaki Baridwan, 2005).
2.1.5 Faktor yang Mempengaruhi Peringkat Obligasi
Peringkat obligasi membantu investor dalam hal penilaian hutang dan
risiko kegagalan (default risk) dari obligasi. Peringkat obligasi mencoba
mengukur adanya risiko kegagalan berupa ketidakmampuan emiten sebagai
penghutang dalam membayar bunga selama umur obligasi dan pelunasannya pada
jatuh temponya.
Menurut Bringham dan Houston (2001:229), faktor-faktor yang
mempengaruhi peringkat obligasi adalah sebagai berikut:
1. Berbagai macam risiko rasio-rasio keuangan, termasuk leverage, liquidity,
profitability dan lainnya. Semakin baik rasio-rasio keuangan tersebut
semakin tinggi rating tersebut.
2. Jaminan aset untuk obligasi yang diterbitkan (mortage provision). Apabila
obligasi dijamin dengan aset yang bernilai tinggi, maka rating pun akan
membaik.
3. Kedudukan obligasi dengan jenis hutang lain (subordination provision)..
Apabila kedudukan obligasi lebih rendah dari utang lainnya maka rating
akan ditetapkan satu tingkat lebih rendah dari yang seharusnya.
4. Penjamin (Underwriter). Emiten obligasi yang lemah namun dijamin oleh
perusahaan yang kuat maka emiten diberi rating yang kuat.
5. Adanya sinking fund (provisi bagi emiten untuk membayar pokok
pinjaman sedikit demi sedikit setiap bulan).
6. Umur obligasi (Maturity). Obligasi dengan umur yang lebih pendek
mempunyai risiko yang lebih kecil.
7. Stabilitas (Stability) atas laba dan pendapatan emiten.
8. Peraturan (Regulations) yang berkaitan dengan industri emiten.
9. Faktor-faktor lingkungan (Environmental factors) dan tanggung jawab
produk (Product liability).
10. Kebijakan akuntansi (Accounting policies). Penerapan kebijakan akuntansi
yang konservatif mengindikasikan laporan keuangan yang lebih
berkualitas.
2.1.5.1 Rasio Keuangan
Untuk dapat memproleh gambaran tentang perkembangan finansial suatu
perusahaan, perlu mengadakan analisis atau interprestasi terhadap data finansial
dari perusahaan bersangkutan, di mana data finansial itu tercermin didalam
laporan keuangan.
Ukuran yang sering digunakan dalam analisis finansial adalah rasio.
Menurut Kown (2004:107), hasil dari menganalisis laporan keuangan adalah rasio
keuangan berupa angka-angka dan rasio keuangan harus dapat menjawab
pertanyaan-pertanyaan. Menurut Van Horne (2005:234), rasio keuangan adalah
alat yang digunakan untuk menganalisis kondisi keuangan dan kinerja perusahaan.
Rasio keuangan merupakan ekspektasi hubungan antara angka-angka
laporan keuangan sehingga menghasilkan informasi yang lebih bermakna.
Analisis rasio keuangan ini merupakan salah satu perwujudan ketentuan Statement
of Finansial Accounting Concept (SFAC) no. 1, yang pada intinya menyebutkan
bahwa laporan keuangan harus menyajikan yang bermanfaat bagi pihak-pihak
yang berkepentingan dalam membuat keputusan yang rasional. Rasio keuangan
merupakan hasil bagi antara dua angka, yang mana dua angka berisikan item-item
laporan keuangan (Beaver, 1966).
Menurut Hanafi dan Halim (2003:70), ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam analisis laporan keuangan yaitu:
1. Dalam analisis, analis juga harus mengidentifikasi adanya tren-tren
tertentu dalam laporan keuangan. Untuk itu laporan lima atau enam tahun
barangkali bisa digunakan untuk melihat menculnya tren tertentu.
2. Angka-angka yang berdiri sendiri sulit dikatakan baik tidaknya. Untuk itu
diperlukan pembanding yang bisa dipakai untuk melihat baik tidaknya
angka yang dicapai oleh perusahaan. Rata-rata industri bisa dan biasa
dipakai sebagai pembanding. Meskipun angka rata-rata industri ini
barangkali bukan merupakan pembanding yang paling tepat karena
beberapa hal, misal karena perbedaan karakteristik rata-rata perusahaan
dalam industri dengan perusahaan tersebut. Alternatif lain apabila rata-rata
industri tidak ada adalah dengan membandingkan perusahaan dengan
perusahaan lain yang sejenis. Perusahaan yang menjadi pembanding bisa
jadi perusahaan yang menjadi leader dalam industri.
3. Dalam analisis perusahaan, membaca dan menganalisis laporan keuangan
dengan hati-hati adalah penting. Diskusi atau pernyataan-pernyataan yang
melengkapi laporan keuangan, seperti diskusi strategi perusahaan, diskusi
rencana ekspansi atau restrukturisasi, merupakan bagian integral yang
harus dimasukkan dalam analisis.
4. Analisis barangkali akan memerlukan informasi lain. Kadangkala semua
informasi yang diperlukan bisa diperoleh melalui analisis mendalami
laporan keuangan. Kadangkala informasi tambahan di luar laporan
keuangan diperlukan. Informasi tambahan ini bisa memberi analisis yang
lebih tajam lagi. Sebagai contoh, analisis penurunan penjualan bila disertai
dengan analisis perkembangan market share akan memberi pandangan
baru kenapa penjualan bisa menurun.
Munawir (2002) menyatakan rasio keuangan pada dasarnya dapat digunakan:
1. Untuk keperluan pengukuran kinerja keuangan secara menyeluruh (overall
measures).
2. Untuk keperluan pengukuran profitabilitas atau rentabilitas, kemampuan
perusahaan untuk memperoleh keuntungan dari operasinya (profitability
measures).
3. Untuk keperluan pengujian investasi (test of investment utylization).
2.1.5.1.1 Profitabilitas
Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam
hubungannya dengan penjualan, total aset maupun modal sendiri (Sartono, 2002)
Sedangkan menurut Hanafi dan Halim (2000), profitabilitas adalah rasio yang
mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan keuntungan (profit) pada tingkat
penjualan, aset, dan modal saham tertentu. Investasi dalam bentuk obligasi secara
langsung sebenarnya tidak berpengaruh oleh profitabilitas perusahaan, karena
tetap menerima sebesar tingkat bunga yang telah ditentukan. Akan tetapi para
analis tetap tertarik terhadap profitabilitas perusahaan karena profitabilitas
mungkin merupakan satu-satunya indikator yang paling baik mengenai kesehatan
keuangan perusahaan.
Rasio ini direpresentasikan oleh Net Profit Margin (NPM). Menurut
Alexandri (2008) Net Profit Margin (NPM) adalah rasio yang digunakan untuk
menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan bersih
setelah dipotong pajak.
Menurut Bastian dan Suhardjono (2006) Net Profit Margin adalah
perbandingan antara laba bersih dengan penjualan. Semakin besar NPM, maka
kinerja perusahaan akan semakin produktif, sehingga akan meningkatkan
kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya pada perusahaan tersebut.
Rasio ini menunjukkan berapa besar persentase laba bersih yang diperoleh
dari setiap penjualan. Semakin besar rasio ini, maka dianggap semakin baik
kemampuan perusahaan untuk mendapatkan laba yang tinggi.
Laba yang diperoleh perusahaan mengindikasikan bahwa kondisi
keuangan emiten baik. Tingkat profitabilitas yang tinggi dapat mengindikasikan
kemampuan perusahaan untuk mempertahankan going concern (kelangsungan
hidup) dan pelunasan kewajiban (Purwaningsih, 2008).
Sejati (2010) menyatakan bahwa ketika laba perusahaan tinggi maka
peringkat obligasi juga tinggi. Hal itu dikarenakan laba perusahaan dapat
digunakan untuk melunasi kewajiban perusahaan termasuk obligasi. Dengan
demikian tingkat profitabilitas dapat digunakan sebagai pengukur risiko default
perusahaan.
2.1.5.1.2 Likuiditas
Rasio likuiditas merupakan rasio keuangan yang mengukur tingkat
kemampuan perusahaan dalam melunasi kewajiban finansial jangka pendek
(Sartono, 2002). Sedangkan menurut Hanafi dan Halim (2000), rasio likuiditas
mengukur kemampuan likuiditas jangka pendek perusahaan dengan melihat aktiva
lancar perusahaan relatif terhadap hutang lancarnya (hutang dalam ini merupakan
kewajiban perusahaan).
Analis keuangan dapat menggunakan beberapa rasio likuiditas untuk
menilai apakah perusahaan mempunyai kemampuan untuk membayar
kewajibannya yang segera jatuh tempo. Rasio likuiditas bisa diukur dengan
menggunakan Current ratio (CR).
Angka dari rasio ini sangat tergantung dari jenis dan sifat industrinya,
sehingga dalam melakukan interpretasi terhadap likuiditas suatu perusahaan harus
berhati-hati. Likuiditas suatu perusahaan yang tinggi belum tentu baik, jika
ditinjau dari segi profitabilitas perusahaan tersebut. Sehingga terhadap trade off
antara likuditas dan profitabilitas. Burton et al (2000) menyatakan bahwa tingkat
likuiditas yang tinggi akan menunjukkan kuatnya kondisi keuangan perusahaan
sehingga secara finansial akan mempengaruhi prediksi peringkat obligasi.
2.1.5.1.3 Leverage
Setiap perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasionalnya sehari-hari
pasti membutuhkan modal. Modal tersebut berasal dari modal sendiri maupun
modal yang berasal dari pinjaman. Perusahaan yang menggunakan sumber dana
dari luar untuk membiayai operasional perusahaan baik yang merupakan sumber
pembiayaan jangka pendek maupun jangka panjang merupakan penerapan dari
kebijakan leverage.
Arti leverage sacara harfiah adalah pengungkit. Pengungkit biasanya
digunakan untuk membantu mengankat beban yang berat. Dalam keuangan
leverage juga mempunyai maksud yang serupa, yaitu leverage bisa digunakan
untuk meningkatkan tingkat keuntungan yang diharapkan.
Istilah leverage biasanya dipergunakan untuk menggambarkan
kemampuan perusahaan untuk menggunakan aset atau dana yang mempunyai
beban tetap (fixed cost assets or funds) untuk memperbesar tingkat penghasilan
(return) bagi pemilik perusahaan. Bambang Riyanto (1997:375) mendefinisikan
leverage sebagai penggunaan aktiva atau dana di mana untuk penggunaan tersebut
perusahaan harus menutup biaya tetap atau beban tetap.
Leverage merupakan rasio keuangan yang menunjukkan proporsi
penggunaan utang untuk membiayai investasi terhadap modal yang dimiliki.
Rasio ini digunakan untuk mengukur sejauh mana perusahaan menggunakan
utang dalam membiayai investasinya. Perusahaan yang tidak mempunyai leverage
berarti sepenuhnya menggunakan modal sendiri.
Penggunaan hutang itu sendiri bagi perusahaan mengandung tiga dimensi
(Saharul dan Nizar, 2000):
1. Pemberian kredit akan menitikberatkan pada besarnya jaminan atas
kredit yang diberikan.
2. Dengan penggunaan hutang maka apabila perusahaan mendapatkan
keuntungan akan meningkat.
3. Dengan menggunakan hutang maka pemilik memperoleh dana dan
tidak kehilangan kendali perusahaan. Para investor maupun kreditor
akan mendapatkan manfaat sepanjang laba atas hutang perusahaan
melebihi biaya bunga dan apabila terjadi kenaikan pada nilai pasar
sekuritas.
Salah satu alat yang dipakai untuk mengukur leverage adalah dengan
menggunakan debt to equity ratio (DER). Semakin besar leverage perusahaan,
semakin besar risiko kegagalan perusahaan. Semakin rendah leverage perusahaan,
semakin baik peringkat yang diberikan terhadap perusahaan (Burton, Adam &
Hardwick, 1998).
Hal ini mengindikasikan perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi
cenderung memiliki kemampuan yang rendah dalam memenuhi kewajibannya.
Semakin tinggi rasio ini berarti sebagian besar aset didanai dari hutang. Kondisi
tersebut menyebabkan perusahaan dihadapkan pada default risk atau peringakat
obligasi yang rendah. Semakin tinggi leverage, semakin besar risiko gagal bayar
perusahaan (Lina, 2010).
2.1.5.1.4 Coverage Ratio
Rasio ini mengukur pendapatan perusahaan terhadap fixed cost yang
dimiliki (Bodie et al, 2009). Biasanya dalam rasio ini digunakan Times Interest
Earned Ratio (TIER), yaitu rasio yang mengukur kemampuan operasi perusahaan
dalam memberikan proteksi terhadap kreditor jangka panjang, khusunya dalam
membayar bunga. Rasio ini mengukur seberapa besar keuntungan dapat berkurang
(turun) tanpa mengakibatkan adanya kesulitan keuangan karena perusahaan tidak
mampu membayar bunga. Coverage ratio yang rendah menunjukkan bahwa
perusahaan sedang mengalami kesulitan arus kas.
Kegagalan dalam memenuhi kewajiban ini dapat mengakibatkan adanya
tindakan hukum dari kreditur perusahaan, dan mungkin menimbulkan
kebangkrutan (Brigham & Houston, 2001).
Semakin tinggi rasio ini makin baik bagi para investor maupun pihak
manajemen, karena akan semakin terjamin pembayaran bunga obligasi bagi
investor, atau semakin besar sisa laba yang akan digunakan untuk kebutuhan lain.
2.1.5.2 Faktor Non-Keuangan
Faktor- faktor non-keuangan yang turut dipertimbangkan adalah keterangan
tentang obligasi yang terdapat dalam prospektus. Keterangan tersebut salah
satunya ialah jangka waktu jatuh tempo instrumen obligasi (maturity) (Sari,
2004).
2.1.5.2.1 Umur Obligasi (Maturity)
Umur obligasi (maturity) adalah tanggal di mana pemegang obligasi akan
mendapatkan pembayaran kembali pokok atau nilai nominal obligasi yang
dimilikinya. Periode jatuh tempo obligasi bervariasi mulai dari 365 hari sampai
dengan diatas 5 tahun. Obligasi yang akan jatuh tempo dalam waktu 1 tahun akan
lebih mudah untuk diprediksi, sehingga memilki risiko yang lebih kecil
dibandingkan dengan obligasi yang memiliki periode jatuh tempo dalam waktu 5
tahun (Almilia dan Devi, 2007). Dalam teorema Malkiel (Malkiel’s Theorems)
dikemukakan bahwa semakin panjang jatuh tempo suatu obligasi, semakin tinggi
kupon atau bunganya dan semakin fluktuatif harganya (Hirschey dan Nofsinger,
2008). Harga yang memiliki fluktuasi tinggi inilah yang menyebabkan risikonya
ikut meninggi.
Menurut Brigham dan Houston (2001:230), obligasi dengan umur obligasi
yang lebih pendek mempunyai risiko yang lebih kecil. Sehingga perusahaan yang
peringkat obligasinya tinggi menggunakan umur obligasi yang lebih pendek
daripada perusahaan yang menggunakan umur obligasi lebih lama.
2.2 Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian yang menguji faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap peringkat obligasi menunjukkan hasil yang berbeda. Adams dan Burton
(2000) melakukan penelitian dengan judul The Determinants of Credit Ratings in
the United Kingdom Insurance Industry. Variabel yang dipilih sebagai variebel
bebas adalah capital adequacy, profitability, liquidity, growth, size, mutual/
stockowner status, reinsurance level, dan short/ long-term nature of busines.
Sampel yang diambil adalah perusahaan asuransi pada tahun 1993-1997. Hasil
penelitian yang didapat dengan menggunakan ordered logit models dan ordered
probit models menunjukkan bahwa profitability, leverage, dan growth,
berpengaruh positif signifikan, sedangkan company size, dan the extent of
reinsurance berpengaruh negatif signifikan.
Kamstra, Kennedy, dan Suan (2001) dalam penelitiannya yang berjudul
Combining Bond Rating Forecast Using Logit, menggunakan interest coverage,
debt ratio, return on assets, total firm assets, subordination status sebagai
variabel independen. Hasil penelitian menggunakan logit regression menunjukkan
bahwa secara statistik seluruh variebel independen berpengaruh signifikan dan
berguna dalam memprediksi peringkat obligasi.
Dalam penelitiannya yang berjudul Effect of Corporate Governance on
Bond Ratings and Yields: The Role of Institutional Investors and Outside
Directors, Bhojraj dan Sengupta (2003) menggunakan corporate governance
(institutional ownership dan control of the board) sebagai variabel bebas yang
dipilih. Hasil penelitian menggunakan OLS regression didapatkan bahwa
institutional ownership dan control of the board berpengaruh positif signifikan
terhadap ratings (greater institutional ownership and stronger outside control of
the board, enjoy higher ratings).
Andry (2005) meneliti tentang faktor akuntansi dan non akuntansi yang
mempengaruhi prediksi peringkat obligasi. Variabel yang diuji adalah growth,
size, sinking fund, risiko, umur obligasi, dan auditor. Sampel yang diambil adalah
perusahaan non-keuangan dan perbankan pada tahun 2000-2002. Hasil penelitian
yang didapat adalah dari 6 (enam) variabel yang diuji terdapat empat variabel
yang signifikan yaitu growth, sinking fund, umur obligasi, dan auditor.
Penelitian lain dilakukan oleh Kim (2005) dengan judul Predicting bond
ratings using publicly available information. Penelitian ini menggunakan teknik
non-parametrik (artificial intelligence (AI) technique) dan menemukan bahwa
peringkat obligasi dapat dipengaruhi oleh ukuran perusahaan, profitabilitas,
leverage, manajemen aset, likuiditas, dan kas perusahaan.
Penelitian sebelumnya pernah dilakukan oleh Diana Laura Darmawan
pada tahun 2007 dengan judul penelitian Pengaruh Debt to Equity Ratio, Current
Ratio, Return on Asset, dan Risiko Sistematik Terhadap Peringkat Obligasi.
Penelitian tersebut menggunakan variabel-variabel yang menggambarkan
likuiditas, solvabilitas, profitabilitas, dan risiko sistematik. Selain itu, penelitian
tersebut menggunakan 23 perusahaan yang menerbitkan obligasi dan peringkatnya
diumumkan oleh Pefindo pada tahun 2004. Penelitian oleh Darmawan tersebut
menemukan bahwa Debt to Equity Ratio, Current Ratio, dan risiko sistematik
(Beta) tidak berpengaruh terhadap peringkat obligasi yang dikeluarkan oleh
lembaga pemeringkat. Sedangkan Return on Asset berpengaruh terhadap peringkat
obligasi yang dikeluarkan oleh lembaga pemeringkat.
Almilia & Devi (2007) meneliti faktor yang mempengaruhi peringkat
obligasi dengan menggunakan variabel profitabilitas, likuiditas, firm size, growth,
jaminan, umur obligasi, dan reputasi auditor. Sampel yang diambil sebanyak 119
perusahaan manufaktur tahun 2001-2005. Dengan menggunakan regresi logit
didapatkan hasil penelitian bahwa yang berpengaruh signifikan terhadap peringkat
obligasi adalah growth dan rasio likuiditas (CR).
Raharja & Sari (2008) meneliti variabel leverage, likuiditas, profitabilitas,
solvabilitas, dan produktivitas. Sampel yang diambil adalah perusahaan
manufaktur tahun 2004-2005. Metode analisis yang dipakai analisis diskriminan.
Hasil penelitian menyatakan bahwa model prediksi memiliki keakuratan 96,2%,
artinya model dapat digunakan sebagai alat untuk memprediksi peringkat obligasi.
Magreta dan Nurmayanti (2009) meneliti faktor yang mempengaruhi
peringkat obligasi dengan menggunakan variabel firm size, liquidity, profitability,
leverage, productivity, secure, maturity, dan auditor reputation. Sampel yang
diambil adalah 80 perusahaan non finansial pada tahun 2005-2008. Hasil
penelitian yang didapat adalah dari 8 (delapan) variabel yang diuji terdapat tiga
variabel yang signifikan yaitu profitability, productivity, dan secure.
Nurmayanti dan Setiawati (2009) menguji variabel yaitu rasio coverage
(time interest earned ratio), leverage (debt to total asset ratio), likuiditas (current
ratio dan quick ratio), profitabilitas (operating profit margin, dan return on
asset), dan aktivitas (total asset turn over). Penelitian ini dilakukan terhadap 38
perusahaan go public yang listing di PT.Pefindo pada tahun 2007 dan 2008. Hasil
uji hipotesis menunjukkan bahwa coverage (time interest earned ratio) dan
aktivitas (total asset turn over) memiliki pengaruh terhadap bond rating.
Penelitian yang dilakukan oleh Gopalan, Song, dan Yerramilli (2010)
dengan judul Debt Maturity Structure and Credit Quality menggunakan debt
maturity structure sebagai pilihan variabel bebas. Sampel yang digunakan adalah
perusahaan yang mempunyai long-term credit rating oleh Standard & Poor’s
(S&P) selama tahun 1980-2008. Hasil penelitian dengan menggunakan logit
regression menunjukkan bahwa debt maturity structure berpengaruh negatif
signifikan terhadap rating.
Sejati (2010) meneliti tentang faktor yang mempengaruhi peringkat
obligasi dengan variabel independen auditor, likuiditas (CR), growth, ROA, dan
size. Sampel yang digunakan adalah perusahaan manufaktur pada periode 2003-
2008. Pengukuran auditor dilakukan dengan variabel dummy, yaitu kategori 1
untuk perusahaan yang diaudit oleh big 4 (empat firma jasa profesional dan
akuntansi internasional terbesar) dan kategori 0 untuk perusahaan yang diaudit
selain big 4. Hasil penelitian menyatakan bahwa hanya growth yang berpengaruh
signifikan terhadap peringkat obligasi. Sedangkan uji simultan menyatakan bahwa
variabel tidak signifikan secara bersamaan terhadap rating obligasi.
Susilowati dan Sumarto (2010) menguji variabel profitabilitas, likuiditas,
size, dan umur obligasi untuk mendapatkan hasil tentang faktor yang berpengaruh
terhadap prediksi peringkat obligasi. Sampel yang digunakan adalah perusahaan
manufaktur 2002-2006. Hasil penelitian tersebut adalah hanya variabel likuiditas
yang berpengaruh signifikan terhadap peringkat obligasi.
Rangkuman penelitian-penelitian terdahulu di atas yang menganalisis
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap rating obligasi terdapat pada tabel 2.2
sebagai berikut:
Tabel 2.2Penelitian Terdahulu
Peneliti Variabel independen
Metode analisis
Hasil penelitian
Adams dan Burton (2000)
Capital Adequacy, Profitability,Liquidity, Growth, Size, Mutual/ Stockowner Status, Reinsurance Level, and Short/ Long-Term Nature of Business
Ordered Logit Models and Ordered Probit Model
Profitability,Leverage and Growth, berpengaruh positif dan signifikan, sedangkanCompany Size, dan The Extent of Reinsurance berpengaruh negatif signifikan.
Kamstra, Kennedy, dan Suan (2001)
Interest Coverage, Debt Ratio, Return on Assets, Total Firm Assets, Subordination Status
Logit Regression
Secara statistik seluruh variebel independen berpengaruh signifikan dan berguna dalam memprediksi peringkat obligasi.
Bhojraj dan Sengupta (2003)
Corporate Governance (Institutional Ownership dan Control of the Board)
OLS Regression
Institutional Ownership dan Control of the Board berpengaruh positif signifikan terhadap Ratings (Greater Institutional Ownership
and stronger outside control of the board, enjoy higher ratings.
Andry, Widya (2005)
Growth, Size, Sinking Fund,Risiko Jaminan, Umur Obligasi, dan Auditor
Regresi logit Growth, Sinking Fund, Umur Obligasi, dan Auditor signifikan berpengaruh terhadap peringkat obligasi.
Kim (2005) Ukuran Perusahaan, Profitabilitas, Leverage, Manajemen Aset, Likuiditas, dan Kas perusahaan.
Teknik Non-Parametrik (Artificial Intelligence (AI) Technique)
Ukuran perusahaan, Profitabilitas, Leverage, Manajemen Aset, Likuiditas, dan Kas Perusahaan berpengaruh terhadap peringkat obligasi.
Almilia &Devi (2007)
Growth, Size,Profitabilitas,Likuiditas, Umur Obligasi, Jaminan,dan Reputasi Auditor.
Regresi logit Hanya variabel growth dan likuiditas yang signifikan terhadap peringkat obligasi
Diana Laura Darmawan (2007)
Debt to Equity Ratio, Current Ratio, Return on Asset, dan Risiko Sistematik
Description Method
Hanya ROA yang berpengaruh signifikan terhadap peringkat obligasi.
Raharja & Sari (2008)
RasioKeuangan
Multiple Discriminant Analysis (MDA)
Leverage(LEVLTLTA);solvensi (SOLCFOTL;profitabilitas (PROFOIS);prduktivitas (PRODSTA)
Purwaningsih (2008)
RasioKeuangan
Regresi Backward & Analisis Faktor
leverage (LEVLTLTA&LEVNWT); produktivitas(PRODSFA); solvabilitas (SOLCFOTL); dan likuiditas (LIKCACL).
Magreta dan Nurmayanti (2009)
firm size, liquidity, profitability, leverage, productivity, secure, maturity, dan auditor reputation
Regresi logistik
Terdapat tiga variabel yang signifikan yaitu profitability, productivity, dan secure.
Nurmayanti dan Setiawati (2009)
rasio coverage (time interest earned ratio), leverage (debt to total asset ratio), likuiditas
Regresi linear berganda
Coverage (time interest earned ratio) dan aktivitas (total asset turn over) memiliki pengaruh terhadap bond rating.
(current ratio dan quick ratio), profitabilitas (operating profit margin, dan return on asset), dan aktivitas (total asset turn over)
Gopalan, Song, dan Yerramilli (2010)
Debt Maturity Structure
Logit Regression
Debt Maturity Structure berpengaruh negatif signifikan terhadap rating.
Sejati (2010) auditor, profitabilitas, likuiditas, size, dan growth
Regresi logit Hanya growth yang signifikan terhadap peringkat obligasi.
Susilowati & Sumarto (2010)
profitabilitas, likuiditas, size, dan maturity
Regresi logit Hanya likuiditas yang signifikan berpengaruh terhadap peringkat obligasi.
2.3 Kerangka Pemikiran Teoritis
Berdasarkan landasan teori dan penelitian terdahulu, maka yang menjadi
variabel-variabel dalam penelitian ini adalah profitabilitas, likuiditas, leverage,
coverage dan umur obligasi (maturity) sebagai variabel independen (bebas).
Sedangkan peringkat obligasi (bond rating) sebagai variabel dependen (terikat).
Oleh karena itu, kerangka pemikirannya adalah sebagai berikut (Gambar 2.1)
Gambar 2.1Kerangka Pemikiran
2.4 Hipotesis
Berdasarkan landasan teori dan penelitian terdahulu diatas maka hipotesis
yang diajukan dalam penelitian ini sebagai berikut:
2.4.1 Pengaruh Rasio Profitabilitas terhadap Peringkat Obligasi
Profitabilitas menunjukkan tingkat kemampuan perusahaan untuk
menghasilkan laba. Profitabilitas yang tinggi pada perusahaan mencerminkan
kinerja yang baik. Penerbit obligasi yang memiliki profitabilitas tinggi akan
berperingkat baik karena laba yang dihasilkan dapat digunakan untuk melunasi
kewajiban. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Burton (2003 dalam Susilowati
& Sumarto, 2010) bahwa tingkat profitabilitas yang tinggi menurunkan risiko
insolvency (ketidakmampuan membayar utang). Dengan demikian rating obligasi
perusahaan akan semakin membaik.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Lina (2010), profitabilitas secara
signifikan dapat digunakan untuk memprediksi peringkat obligasi. Berdasarkan
uraian diatas, maka hipotesis penelitian ini adalah:
H1: Profitabilitas berpengaruh positif terhadap peringkat obligasi
perusahaan non finansial.
2.4.2 Pengaruh Rasio Likuiditas terhadap Peringkat Obligasi
Likuiditas mencerminkan tingkat kemampuan perusahaan untuk melunasi
kewajiban jangka pendek. Carson & Smith (1997 dalam Purwaningsih 2008)
menemukan pengaruh antara likuiditas terhadap peringkat obligasi. Tingkat
likuiditas yang tinggi menandakan pelunasan kewajiban jangka pendek yang baik.
Apabila kemampuan melunasi utang jangka pendek baik maka setidaknya
kemampuan perusahaan untuk melunasi utang jangka panjang juga semakin baik.
Hal tersebut dikarenakan pengelolaan keuangan perusahaan yang baik, dengan
terlunasinya kewajiban jangka pendek maka mengindikasikan bahwa kewajiban
jangka panjang juga dapat terpenuhi. Burton et al (2000 dalam Devi, 2007)
menyatakan bahwa tingkat likuiditas yang tinggi akan menunjukkan kuatnya
kondisi keuangan perusahaan sehingga secara finansial akan mempengaruhi
prediksi peringkat obligasi.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Almilia dan Devi (2007)
menunjukkan bahwa likuiditas berpengaruh positif terhadap peringkat obligasi.
Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis penelitian ini adalah:
H2: Likuiditas berpengaruh positif terhadap peringkat obligasi
perusahaan non finansial.
2.4.3 Pengaruh Leverage terhadap Peringkat Obligasi
Rasio leverage yang merupakan pengukur tingkat proporsi penggunaan
utang untuk kegiatan investasi. Jika perusahaan memiliki kesempatan utang maka
dapat menambah manfaat perusahaan untuk melakukan expansi usaha. Proporsi
utang yang baik adalah adanya keseimbangan antara hasil utang dengan
kemampuan pelunasan kewajiban perusahaan. Penelitian Burton, dkk (1998 dalam
Raharja & Sari, 2008) menyatakan bahwa leverage berpengaruh negatif terhadap
peringkat obligasi. Semakin rendah nilai rasio, maka semakin kecil aset yang
didanai dengan utang. Tingkat leverage yang tinggi kurang baik karena
tanggungan beban bunga utang. Apabila tingkat leverage yang tinggi (extreme
leverage) menyebabkan perusahaan tidak mampu melunasi seluruh kewajibannya
(termasuk obligasi), maka peringkat obligasi perusahaan menjadi turun.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sari (2007), leverage secara
signifikan dapat digunakan untuk memprediksi peringkat obligasi. Berdasarkan
uraian diatas, maka hipotesis penelitian ini adalah:
H4: Leverage berpengaruh negatif terhadap peringkat obligasi
perusahaan non finansial.
2.4.4 Pengaruh Coverage terhadap Peringkat Obligasi
Untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar bunga
obligasi, informasi keuangan yang harus tersedia dalah time interest earned ratio.
Time interest earned ratio (TIER) merupakan cerminan dari rasio coverage.
Manurung (2008) menyatakan bahwa TIER mampu mengukur kemampuan
operasi perusahaan dalam memberikan proteksi terhadap kreditor jangka panjang,
khusunya dalam membayar bunga. Rasio TIER yang rendah menunjukkan bahwa
perusahaan sedang mengalami kesulitan arus kas. (Lindrianasari dan Budi
Wahyono (2006) menyatakan bahwa kemampuan perusahaan untuk membayar
bunga atas utang perusahaan berpengaruh terhadap pemeringkatan obligasinya.
Begitu pula dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Simon dan Coates (1980)
dalam Lindrianasari dan Budi Wahyono (2006) yang juga memperoleh hasil
penelitian yang sama.
Kegagalan dalam memenuhi kewajiban ini dapat mengakibatkan adanya
tindakan hukum dari kreditur perusahaan, dan mungkin menimbulkan
kebangkrutan (Brigham & Houston, 2001). Semakin tinggi rasio ini makin baik
bagi para investor maupun pihak manajemen, karena akan semakin terjamin
pembayaran bunga obligasi bagi investor, atau semakin besar sisa laba yang akan
digunakan untuk kebutuhan lain.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nurmayanti dan Setiawati (2009)
menunjukkan bahwa coverage berpengaruh positif terhadap peringkat obligasi.
Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis penelitian ini adalah:
H5: Coverage berpengaruh positif terhadap peringkat obligasi perusahaan
non finansial.
2.4.5 Pengaruh Umur Obligasi terhadap Peringkat Obligasi
Umur obligasi (maturity) adalah tanggal di mana pemegang obligasi akan
mendapatkan pembayaran kembali pokok atau nilai nominal obligasi yang
dimilikinya. Mark dan David (1996) menyatakan bahwa perusahaan yang rating
obligasinya tinggi, menggunakan umur obligasi yang pendek. Sedangkan
menurut Diamonds (1991) terdapat pengaruh non-monotonik antara struktur umur
obligasi dan kualitas kredit untuk perusahaan yang tercantum dalam peringkat
obligasi. Investor cenderung tidak menyukai obligasi dengan umur yang lebih
panjang karena risiko yang akan didapat juga akan semakin besar. Sehingga umur
obligasi yang pendek ternyata menunjukkan peringkat obligasi investment grade.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Andry (2005) menunjukkan bahwa
umur obligasi (maturity) berpengaruh negatif terhadap peringkat obligasi.
Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis penelitian ini adalah:
H6: Umur obligasi berpengaruh negatif terhadap peringkat obligasi
perusahaan non finansial.