bab ii euphimisme berbagai mewakili -...

40
14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Politik Sayap Kiri Dalam politik, istilah “kiri” digunakan sebagai euphimisme berbagai tindakan dan pemikiran radikal mengenai perubahan sosial. Kiri 1 mewakili berbagai spektrum ideologi yang menentang dominasi minoritas terhadap mayoritas. Kiri sebagai penanda perubahan juga dipertentangkan dengan kanan sebagai penanda kestabilan. Hal ini, berfungsi sebagai dikotomi pemikiran dan tindakan kelompok-kelompok politik dalam kategori longgar yang dapat diamati 2 . Di Indonesia, istilah “kiri” secara politis diasosiasikan dengan berbagai varian sosialisme yang digeneralisir dalam terminologi komunisme. Generalisasi yang digunakan oleh Orde Baru tersebut bukanlah tanpa alasan, pengaruh kiri di Indonesia dimulai melalui pengaruh Marxisme-Leninisme dari kelompok sosialis radikal Belanda yang melahirkan PKI. Generalisasi yang sudah terlanjur mapan ini mulai kembali dipertanyakan ketika Orde Baru runtuh pada tahun 1998 ketika organisasi-organisasi yang mengklaim sebagai gerakan kiri bermunculan. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan istilah “sayap kiri” sebagai penanda spektrum ideologi politik. Istilah “sayap kiri” merupakan metaphora radikalisme yang digunakan oleh Lenin dan secara umum digunakan sebagai 1 Substansi istilah kiri digunakan untuk mendefinisikan dukungan terhadap perubahan (dalam konteks perubahan sosial), hak dan tanggung jawab kolektif (sebagai lawan dari individu) dari beberapa bentuk pemerintah atau intervensi sosial dalam ekonomi untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan ketidakadilan (Kurian, 2011; 935). 2 Dikotomi ini diperoleh melalui penanda yang kontras antara ideologi dan gerakan yang memisahkan dua entitas politik dari pemikiran politik dan praktik politiknya (Bobbio, 1996;1)

Upload: vuminh

Post on 02-Mar-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II euphimisme berbagai mewakili - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170820110003_2_2536.pdf · yang digunakan oleh Orde Baru tersebut bukanlah tanpa alasan,

14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Politik Sayap Kiri

Dalam politik, istilah “kiri” digunakan sebagai euphimisme berbagai

tindakan dan pemikiran radikal mengenai perubahan sosial. Kiri1 mewakili

berbagai spektrum ideologi yang menentang dominasi minoritas terhadap

mayoritas. Kiri sebagai penanda perubahan juga dipertentangkan dengan kanan

sebagai penanda kestabilan. Hal ini, berfungsi sebagai dikotomi pemikiran dan

tindakan kelompok-kelompok politik dalam kategori longgar yang dapat diamati2.

Di Indonesia, istilah “kiri” secara politis diasosiasikan dengan berbagai

varian sosialisme yang digeneralisir dalam terminologi komunisme. Generalisasi

yang digunakan oleh Orde Baru tersebut bukanlah tanpa alasan, pengaruh kiri di

Indonesia dimulai melalui pengaruh Marxisme-Leninisme dari kelompok sosialis

radikal Belanda yang melahirkan PKI. Generalisasi yang sudah terlanjur mapan

ini mulai kembali dipertanyakan ketika Orde Baru runtuh pada tahun 1998 ketika

organisasi-organisasi yang mengklaim sebagai gerakan kiri bermunculan.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan istilah “sayap kiri” sebagai

penanda spektrum ideologi politik. Istilah “sayap kiri” merupakan metaphora

radikalisme yang digunakan oleh Lenin dan secara umum digunakan sebagai

1 Substansi istilah kiri digunakan untuk mendefinisikan dukungan terhadap perubahan (dalam konteks perubahan sosial), hak dan tanggung jawab kolektif (sebagai lawan dari individu) dari beberapa bentuk pemerintah atau intervensi sosial dalam ekonomi untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan ketidakadilan (Kurian, 2011; 935). 2 Dikotomi ini diperoleh melalui penanda yang kontras antara ideologi dan gerakan yang

memisahkan dua entitas politik dari pemikiran politik dan praktik politiknya (Bobbio, 1996;1)

Page 2: BAB II euphimisme berbagai mewakili - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170820110003_2_2536.pdf · yang digunakan oleh Orde Baru tersebut bukanlah tanpa alasan,

15

istilah dikotomis dalam spektrum politik (dalam Lukes, 2004: 4, Bobbio, 1996: 7).

Peneliti juga memahami istilah “kiri” sebagai spektrum politik luas yang

beroposisi terhadap sistem kapitalisme dengan motif mengakumulasi keuntungan

dan berjuang untuk membangun alternatif humanis, masyarakat yang saling

bekerjasama, masyarakat sosialis, dan blok kepentingan kelas pekerja (Harnecker,

2007:33). Spektrum luas ini diambil dengan pertimbangan teoritis bahwa konsep-

konsep Marxisme dan anti-kapitalisme telah berkembang sejak berakhirnya

perang dingin.

Peneliti menggunakan istilah ini untuk menunjukkan relasi historis politik

sayap kiri pasca Orde Baru dengan periode sebelumnya yang secara spesifik

mengacu pada perkembangan pemikiran dan praktik politik Marxisme.

Penggunaan istilah ini mengacu pada praktik politik dari objek penelitian yaitu

PRD yang dikategorikan sebagai partai kiri dan mempraktikkan pendekatan

Marxian (Bourchier dan Hadiz, 2003; Miftahuddin, 2004; Lane, 2008; 2012).

Oleh karena itu, untuk menempatkan politik sayap kiri pada konteks Marxisme

peneliti dalam bagian ini akan membahas akar politik Marxisme untuk memahami

perubahan atau perkembangan wacana dan praktik politik sayap kiri yang

dipraktekkan oleh PRD.

Page 3: BAB II euphimisme berbagai mewakili - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170820110003_2_2536.pdf · yang digunakan oleh Orde Baru tersebut bukanlah tanpa alasan,

16

2.2 Politik Marxisme

Politik marxisme mengacu pada pamflet politik yang yang ditulis oleh

Marx dan Engels pada Desember 1847 hingga Januari 1848 berjudul Manifesto

Komunis. Pamflet ini ditulis untuk Liga Komunis3 yang baru dibentuk oleh Liga

Keadilan4 dan korespondensi Marx-Engels5. Naskah ini mengajukan pendekatan

empiris yang diramu dengan bahasa propagandis untuk memberikan kepercayaan

diri dan kesadaran kaum proletariat terhadap “takdir sejarahnya6”.

Secara substansial, Manifesto Komunis dapat dibagi dalam dua argumen

kunci yaitu; pandangan materialisme tentang sejarah yang memandang sejarah

dari sudut pandang materialis dan kemudian lebih dikenal sebagai materialisme

historis. Sudut pandang ini melihat sejarah dalam konteks materi yang bergerak

meliputi manusia sebagai tenaga produktif, organisasi sosial dan produksinya

serta perkembangan alat-alat produksi dalam sejarah tersebut. Menurut Marx

materi bergerak secara dialektis melalui pertentangan, kemusnahan dan penemuan

yang dicirikan oleh corak kepemilikan alat produksi pada setiap epos peradaban.

Argumen kedua adalah kritik radikal terhadap kapitalisme yang

meramalkan bahwa sistem kapitalisme memiliki kecenderungan untuk

menghancurkan dirinya sendiri sebagai hasil kontradiksi internal sistem akumulasi

3 Liga komunis berakhir pada 1852 karena represi dan penangkapan yang dilakukan oleh pemerintah Perancis dan kekaisaran Prussia.( Lebih lengkap dalam Kristeva, 2011; 290) 4 Liga Keadilan adalah organisasi konspirasi tradisional Eropa yang dipengaruhi oleh revolusi

perancis. Organisasi ini terdiri dari seniman/pengrajin imigran jerman yang memiliki cabang di Inggris, Perancis, Swiss dan Jerman. (Kristeva, 2011; 212 ) 5 Korespondensi ini berbasis intelektual pelarian yang bermarkas di Brussels. Organisasi ini

didirikan berdasarkan model pemahaman Marx yang meninggalkan bentuk konspirasional dan bersepakat untuk mengeluarkan manifesto publik. (Kristeva, 2011; 210 ) 6 Dalam konteks Marxisme, kelas pekerja merupakan satu-satunya kelas yang berkepentingan dan

kekuatan utama dari proses revolusioner tersebut, tujuan revolusioner inilah yang membedakan Marxisme dari konsepsi transformasi sosial lainnya (Wood, 1998:12).

Page 4: BAB II euphimisme berbagai mewakili - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170820110003_2_2536.pdf · yang digunakan oleh Orde Baru tersebut bukanlah tanpa alasan,

17

modal didalamnya. Kedua argumen ini dihubungkan melalui relasi dialektik yang

menjelaskan bahwa kapitalisme mempertajam polarisasi kelas sosial berdasarkan

kepemilikan alat produksinya. Polarisasi ini mendorong kesadaran kelas dan

perjuangan kelas yang akan menciptakan kondisi masyarakat tanpa kelas.

Marx menggunakan dialektika Hegel yang berpusat pada kontradiksi antar

identitas dan membentuk identitas baru. Berlawanan dengan Hegel, Marx

menempatkan ontologi dialektikanya pada filsafat materialisme. Filsafat

materialisme berusaha untuk menjelaskan keadaan realitas objektif ketimbang

kesadaran subjektif manusia. Sementara dialektika digunakan untuk menjelaskan

pertentangan-pertentangan yang ada dalam realitas objektif. Dalam dialektika

materialis berlaku tiga hukum utama yaitu kontradiksi, antagonis dan negasi.

Transformasi realitas objektif digerakkan oleh kontradiksi dari hubungan

antagonis dari kedua realitas objektif yang mengarah pada hubungan saling

negasi. Ketika realitas objektif berhasil dinegasikan oleh realitas objektif lainnya

maka terjadilah transformasi realitas. Filosfi inilah yang mendasari kritik radikal

dan konsep kekuasaan marxisme.

Manifesto Komunis telah melahirkan berbagai tendensi politik yang

berbeda hingga saat ini. Perbedaan interperetasi ini berkisar pada dua wilayah

perdebatan yang saling berkaitan dalam praktek politik sayap kiri yaitu perdebatan

konseptual dan perdebatan strategi politik. Sementara, secara substasial para

pengikut Marxisme tetap menggunakan pandangan dialektika, fisafat materialisme

historis dan kritik radikal terhadap kapitalisme. Pemilahan ini dilakukan oleh

Page 5: BAB II euphimisme berbagai mewakili - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170820110003_2_2536.pdf · yang digunakan oleh Orde Baru tersebut bukanlah tanpa alasan,

18

peneliti dalam pembahasan ini dilakukan atas pertimbangan kemudahan untuk

memetakan politik marxisme.

2.2.1 Perdebatan Konseptual

Perdebatan konseptual melibatkan dua sentral perdebatan yaitu: pandangan

kelas untuk menentukan aktor politik dan pandangan terhadap negara dalam

konsepsi kediktatoran proletariat. Perdebatan konsepsi politik dalam analisis kelas

dan penentuan aktor politik pada dasarnya dipicu oleh perubahan konstelasi

politik yang dihadapi oleh kelompok kiri setelah ditulisnya manifesto komunis

terutama setelah meninggalnya Marx. Perbedaan pandangan terhadap analisis

kelas menghasilkan konsekuensi yang berbeda pada cara pandang terhadap

konsep kekuasaan dalam kediktatoran proletariat dan intepretasinya terhadap

negara. Pada bagian ini, peneliti akan membagi pada dua pembahasan berdasarkan

sentral perdebatan konseptualnya.

Analisis kelas merupakan landasan utama dari praktek politik marxisme.

Begitu pentingnya analisis kelas ini sehingga Marx dan Engels menempatkannya

pada diktum pembuka dalam bagian pertama Manifesto Komunis yang

menyebutkan bahwa sejarah semua masyarakat hingga sekarang adalah sejarah

pertentangan kelas (Marx, 1999:39). Analisis ini berakar dari pemikiran Marx

terhadap sejarah bahwa pada setiap epos peradaban terdapat dua kelas yang saling

berlawanan. Pertentangan kedua kelas tersebut menghasilkan konflik kelas dan

revolusi yang saling menegasikan.

Menurut Marx, kapitalisme melalui sifat eksploitasi dan akumulasinya

telah menyederhanakan pertentangan kelas menjadi dua kelas yang berlawanan

Page 6: BAB II euphimisme berbagai mewakili - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170820110003_2_2536.pdf · yang digunakan oleh Orde Baru tersebut bukanlah tanpa alasan,

19

yaitu borjuasi dan proletariat7. Kedua kelas ini dipisahkan berdasarkan

kepemilikan terhadap alat produksi yang terpecah oleh kepemilikan pribadi kaum

borjuis yang minoritas sementara kaum proletariat yang mayoritas dieksploitasi

tenaga kerjanya untuk menghasilkan keuntungan bagi kaum borjuis. Ekses utama

dari modus kepemilikan ini adalah terciptanya kesenjangan ekonomi dan

munculnya kelas. Marx menyimpulkan bahwa permasalahan ini berakar dari

kepemilikan pribadi kaum borjuis maka dekonstruksi radikalnya adalah dengan

mentrasformasikan kepemilikan pribadi tersebut menjadi kepemilikan komunal

oleh kaum proletariat yang mayoritas sehingga mendorong transformasi sosial

pada hilangnya kelas-kelas dalam masyarakat. Disinilah sudut radikal yang

memulai intepretasi politik dalam Marxisme.

Persoalan kedua yang menjadi sentral dalam perdebatan politik marxisme

adalah pada konsep transisi kekuasaan sebelum terciptanya masyarakat tanpa

kelas. Transisi yang mensyaratkan kondisi proletariat yang berkuasa atau dalam

istilah Lenin, kediktatoran proletariat. Konsep ini sebenarnya lahir jauh sebelum

lahirnya manifesto komunis. Marx mengadopsinya dari Lois Auguste Blanqui,

seorang revolusioner Perancis yang ikut mendorong terjadinya Komune Paris

(1848).

Pada konsep Blanqui, proletariat ditempatkan sebagai istilah bagi

kelompok sosial mayoritas yang bekerja dan dirugikan oleh kaum bangsawan.

Proletariat mencakup petani, seniman, pengrajin, dan lain sebagainya. Bagi marx

konsep proletariat harus dibatasi melalui pendekatan kelas melihat hubungannya 7 Zaman borjuis memiliki sifat yang istimewa, ia telah menyederhanakan pertentangan-

pertentangan kelas. Masyarakat seluruhnya semakin lama semakin terpecah menjadi dua golongan besar yang langsung berhadapan satu dengan lainnya-borjuis dan proletar (Marx, 1999;)

Page 7: BAB II euphimisme berbagai mewakili - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170820110003_2_2536.pdf · yang digunakan oleh Orde Baru tersebut bukanlah tanpa alasan,

20

dengal alat produksi. Menurutnya juga, masyarakat baru lahir dari basis industri

modern sebagai dampak eksploitasi corak produksi tersebut. Oleh karena itu kelas

pekerja industri yang tidak memiliki alat produksi merupakan basis sosial yang

secara langsung berhadapan dengan kapitalisme yang juga mampu

menghancurkan tatanan kapitalisme.

Konsep kediktatoran proletariat secara khusus merupakan konsep

bagaimana kekuasaan dikelola pasca revolusi. Konsep ini lekat dengan politik dan

pengorganisasian kekuasaan dan konsep negara. Oleh karenanya tafsir terhadap

konsep ini menentukan strategi politik yang diambil dan bentuk organisasi yang

dibangun.

Beberapa ilmuawan Marxis di Amerika Latin seperti Jon Elster (1992) dan

Marta Harnecker (2008) menunjukkan bahwa telah terjadi kesalahpahaman dalam

memahami konsep kediktatoran proletariat di kalangan Marxis dan diluar

kalangan Marxis. Konsep kediktatoran proletariat seringkali disamakan dengan

konsep kediktatoran modern yang dikaitkan dengan sistem pemerintahan

sentralistik dan menggunakan militer sebagai alat represinya. Pemahaman ini

muncul berdasarkan pengalaman model kediktatoran pada awal abad 20 dengan

munculnya fasisme. Oleh karena itu, istilah kediktatoran proletariat perlu ditinjau

ulang dari segi historis ketika istilah ini dilahirkan yaitu pada abad 17 ketika

negara-negara eropa masih dalam bentuk kerajaan.

Pada abad 17 konsep negara modern belum stabil, konsep ini terus

menerus berkembang melalui revolusi sosial dan kejatuhan monarki di Eropa.

Saat mekanisme dewan perwakilan dan demokrasi pertama kali digunakan di

Page 8: BAB II euphimisme berbagai mewakili - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170820110003_2_2536.pdf · yang digunakan oleh Orde Baru tersebut bukanlah tanpa alasan,

21

Perancis setelah revolusi, prakteknya menunjukkan bahwa kelas borjuasi

mendapatkan semua kewenangan yang sebelumnya dipegang oleh monarki

sementara kelas proletar tetap tanpa perbaikan. Kondisi ini mendapatkan

perlawanan sengit dari kelas proletar dengan pemberontakan bersenjata di Paris

yang berhasil menguasai Kota Paris dan membentuk Komune paris hingga

akhirnya kembali dihancurkan oleh kaum bangsawan Perancis. Secara teoritis,

konsep kediktatoran proletariat serupa dengan sistem politik demokratis yang

berupaya untuk merefleksikan kepentingan mayoritas rakyat atau kepentingan

publik.

Dalam Marxisme, masyarakat tidak dipandang sebagai suatu kesatuan

yang memiliki kepentingan yang sama. Marxisme berpendapat bahwa masyarakat

tersusun dari berbagai konfigurasi kelas yang memiliki kepentingan yang saling

bertentangan. Dalam konteks pandangan kelas Marxisme dimana populasi telah

terbelah dalam dua kubu yaitu borjuasi sebagai minoritas pemilik alat produksi

dan proletariat sebagai mayoritas yang tidak memiliki alat produksi maka

dibutuhkan mekanisme yang memastikan kepentingan mayoritas dapat

direpresentasikan.

Kepentingan yang berlawanan antara borjuasi dan proletariat akan

mengarah pada konflik. Borjuasi yang minoritas telah menikmati hak istimewa

dalam kepemilikan alat produksi dan kekuasaan politik akan mempertahankan

kepemilikannya dari kaum proletariat. Maka pengambilalihan kepemilikan alat

produksi dan kekuasaan tersebut harus diambil dengan paksa. Oleh karena itu,

proletariat membutuhkan instrumen yang dapat memaksa transformasi

Page 9: BAB II euphimisme berbagai mewakili - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170820110003_2_2536.pdf · yang digunakan oleh Orde Baru tersebut bukanlah tanpa alasan,

22

kepemilikan dari minoritas borjuasi kepada mayoritas proletariat, yaitu negara

sebagai instrumen pemaksa.

Jon Elster (1992;172) menyatakan bahwa konsep kediktatoran dalam opini

Marx tidak bertentangan dengan demokrasi. Ia juga menjelaskan bahwa istilah

“kediktatoran proletariat” adalah istilah yang asing di masa Marx, istilah ini

diciptakan sebagai oposan terhadap demokrasi borjuis yang hanya berlaku di

kalangan elit. Sementara Harnecker (2008;95) lebih dalam lagi menjelaskan

bahwa istilah “kediktatoran proletariat” Marx merujuk pada bentuk negara bukan

bentuk pemerintahan pada negara kapitalis maju dengan konfigurasi kelas yang

didominasi oleh kelas borjuis dan kelas proletar. Maka menurut Harnecker,

kebingungan terhadap konsep kediktatoran proletariat juga berimbas pada konsep

negara marxis. Menurut pemahaman ini, konsep negara Marxis tidak menganggap

negara sebagai konsep yang netral melainkan perwakilan dari kelas tertentu.

Sehingga, kediktatoran dan demokrasi adalah atribusi yang kabur mengenai kelas

yang menjadi aktor kekuasaan.

Perdebatan konseptual pertama mengenai kelas dan konsep kekuasaan

dimulai oleh Kautsky yang menggunakan pernyataan Engels pada kata pengantar

Manifesto Komunis yang terbit pada tahun 1888. Engels menyatakan bahwa

konteks yang diungkapkan pada Manifesto Komunis meski hukum-hukum

universalnya masih dapat dibuktikan namun secara praktis sudah mengalami

banyak perubahan konteks.

Pandangan ini mendorong intepretasi Karl Kautsky dalam Internasional II

(1889-1914) untuk merevisi prinsip-prinsip Marxisme yang dianggap tidak lagi

Page 10: BAB II euphimisme berbagai mewakili - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170820110003_2_2536.pdf · yang digunakan oleh Orde Baru tersebut bukanlah tanpa alasan,

23

tepat. Kautsky menyatakan bahwa kondisi kelas pekerja di Jerman semakin

terbelah sehingga perjuangan insureksi tidak lagi dapat dijadikan sandaran.

Kautsky tidak merubah aktor politik pada analisis kelas Marx dengan tetap

berpegang pada kelas proletariat sebagai pusatnya. Namun perubahan

dilakukannya dalam konsep perebutan kekuasaan dan konsep kediktatoran

proletariat. Ia percaya bahwa kondisi proleteriat Jerman sudah mulai membaik

dengan pemerintah yang mau menerima pendirian partai proletariat. Menurutnya,

revolusi sosial dapat diwujudkan dengan jalan damai melalui proses formal

demokrasi.

Pandangan Kautsky tersebut mendapatkan dukungan dari Eduard

Bernstein8 yang meyakini bahwa kapitalisme dapat diatur untuk kesejahteraan

rakyat. Menurutnya, pemilahan pajak penghasilan akan meghasilkan distribusi

kesejahteraan yang adil dan merata sedangkan nasionalisasi secara berangsur-

angsur dapat memberikan kekuasaan bagi kelas buruh untuk mengarahkan

pembangunan. Pandangan Bernstein dan kaum sosial demokrat Jerman ini

merubah sudut pandang politik Marxisme secara radikal. Negara tidak lagi dilihat

sebagai alat penindasan kelas berkuasa namun sebagai agen netral yang dapat

dijalankan oleh pemilik modal dan kelas buruh sehingga kelas buruh harus dapat

memperluas pengaruh negara. Selain itu keberhasilan Partai Sosial Demokrat di

Jerman untuk menggalang dukungan membuatnya yakin bahwa partai dapat

mengambil alih negara secara berangsur-angsur. Pandangan ini menanggalkan

8 Bernstein tidak seperti para pendahulunya yang menentang keras kapitalisme, Ia meyakini bahwa kapitalisme dapat diatur untuk kesejahteraan rakyat Meskipun revionisme Bernstein tersebut ditolak oleh Partai Sosial Demokrat Jerman dan Internasional II, pandangann revisionis Bernstein bertahan dalam Partai Sosial Demokrat Jerman dan memperngaruhi pendirian partai Buruh Inggris.

Page 11: BAB II euphimisme berbagai mewakili - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170820110003_2_2536.pdf · yang digunakan oleh Orde Baru tersebut bukanlah tanpa alasan,

24

pendekatan revolusioner dalam tubuh Marxisme yang kemudian dikenal sebagai

revisionisme dan terus berkembang dalam sosial demokrasi Eropa.

Revisionisme Kautsky ini ditentang oleh Lenin, anggota Partai busruh

Sosial Demokrat Russia yang juga menjadi pimpinan faksi Bolshevik di

dalamnya. Lenin menunjukkan bahwa revisionisme adalah dampak dari perluasan

pasar Eropa melalui ekspansi kolonialisme Eropa sehingga buruh di negara

kolonial yang memiliki corak produksi industri mendapatkan perbaikan kehidupan

sementara di belahan dunia lainnya, di negara jajahan dan negara semi industrial,

buruh tetap menghadapi penindasan. Ia mempertahankan penguasaan secara

langsung melalui revolusi dengan metode insureksi bersenjata.

Dalam analisis kelas, Lenin tetap menggunakan kelas proleariat sebagai

kelas pelopor. Namun, kondisi yang ia hadapi di Russia berbeda dengan negara

lain di Eropa Barat. Sebagai kelas pelopor yang juga harus memiliki kekuatan

mayoritas, kelas proletariat Russia masih minoritas sehingga memerlukan bantuan

dari kelas lain yang menjadi tenaga produktif mayoritas di Russia dalam

perebutan kekuasaan dan transformasi sosialis.

Lenin kemudian mengajukan perubahan pada konsep diktator proletariat

dengan menambahkan petani di dalamnya. Menurutnya, revolusi yang dilakukan

oleh kelas pekerja menghasilkan diktator demokrasi revolusioner yang terdiri dari

proletar dan petani. Dalam pemikiran Lenin, kediktatoran proletariat adalah

demokrasi revolusioner yang menempatkan kekuasaan berada pada komune buruh

dan petani yang dipilih berdasarkan teritorial. Komune ini meleburkan fungsi trias

politika dalam satu dewan dan berkuasa untuk mencalonkan juga memecat pejabat

Page 12: BAB II euphimisme berbagai mewakili - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170820110003_2_2536.pdf · yang digunakan oleh Orde Baru tersebut bukanlah tanpa alasan,

25

pemerintah. Batasan dari demokrasi revolusioner ini adalah kebutuhannya untuk

menindas borjuasi dan perlawanannya9. Interpretasi Lenin menjadi ciri khas

Bolshevisme yang bertahan hingga saat ini, aliansi buruh dan tani yang

diabadikan melalui simbol palu arit juga menjadi simbol internasional bagi partai

komunis setelah Lenin.

Konsepsi kediktatoran proletariat Lenin tidak sama dengan konsepsi

kediktatoran dalam makna kekuasaan dipegang oleh satu orang atau birokrasi

partai. Kediktatoran proletariat dimaksudkan sebagai oposisi terhadap demokrasi

borjuis yang menurutnya bukanlah demokrasi melainkan kedikatatoran borjuis

ketika kekuasaan hanya dimiliki oleh monoritas yang berkuasa atas alat-alat

produksi. Sebagai oposisinya, kediktatoran proletariat merupakan konsep

kekuasaan yang berpusat pada tenaga produktif mayoritas untuk melakukan

transformasi sosial menuju sosialisme.

Lenin menekankan bahwa sosialsme harus menciptakan masyarakat yang

demokratis. Dalam sosialisme menurut Lenin demokrasi hampir sempurna hanya

dibatasi oleh kebutuhan untuk menghancurkan perlawanan borjuasi. Situasi ini

diciptakan untuk mewujudkan komunisme yang dijalankan dengan prinsip, dari

setiap orang berdasarkan kemampuannya untuk setiap orang berdasarkan

kebutuhannya.

Perdebatan ketiga muncul setelah kematian Lenin dan naiknya Stalin

sebagai pemimpin Uni Soviet. Stalin tidak merubah prinsip aliansi kelas buruh

dan petani yang diajukan oleh Lenin. Perubahan dilakukannya pada persepsi

9 Konsepsi lenin mengenai demokrasi revolusioner ini diambilanya dari interpretasi Marx terhadap komune Paris. Selengkapnya dalam (Lenin. 2000. Negara dan Revolusi. Fuspad. Jakarta)

Page 13: BAB II euphimisme berbagai mewakili - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170820110003_2_2536.pdf · yang digunakan oleh Orde Baru tersebut bukanlah tanpa alasan,

26

politik terhadap penguatan peran negara. Stalin berpendapat bahwa kediktatoran

proletariat dilaksanakan oleh Partai Komunis dengan memusatkan kekuatan

produksi pada negara. Stalin tidak menunggu buruh melakukan revolusi dunia

namun mendorongnya melalui dukungan Partai Komunis dengan membentuk

Komintern (Komunis Internasional). Stalin tidak sependapat dengan Marx yang

memandang bahwa negara harus melenyap ketika masyarakat komunis tercapai.

Menurutnya negara sosialis dikepung oleh negara-negara kapitalis yang akan

menentang diktator proletariat. Oleh karena itu, dikator proletariat harus

memusatkan kekuatannya pada negara dan secara tidak langsung digantikan oleh

kediktatoran Negara.

Pendapat Stalin ini segera mendapatkan tantangan dari Leon Trotsky yang

menyebutnya sebagai pengkhiant revolusi Bolshevik. Trotsky membentuk

International IV sebagai oposisi terhadap Stalinisme. Para pendukungnya

kemudian memprioritaskan pada pengorganisiran buruh industri dan

meninggalkan aliansi kelas dengan petani. Meskipun mendapatkan kecaman,

praktik Stalinisme dapat bertahan dan menjadi arus utama tendensi komunisme di

dunia, termasuk di Indonesia di awal masa kemerdekaan.

Perdebatan keempat adalah perdebatan yang menciptakan antiklimaks bagi

politik sayap kiri di masa perang dingin. Mao Tse Tung, pemimpin Partai

Komunis China (Kuo Chan Tang), beranggapan bahwa analisis kelas Russia tidak

mampu menjawab kebuntuan politik di Asia yang mayoritas menjadi negara

jajahan dan tidak memiliki basis negara industri. Mao memindahkan episentrum

aktor politik kelas pada elemen tenaga produktif mayoritas di Asia, terutama

Page 14: BAB II euphimisme berbagai mewakili - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170820110003_2_2536.pdf · yang digunakan oleh Orde Baru tersebut bukanlah tanpa alasan,

27

China, yaitu petani. Pemikiran ini terutama berkembang pada gerakan-gerakan

revolusioner di negara kolonial dan semi kolonial seperti di Vietnam, Indonesia,

dan Amerika Latin.

Pemikiran Mao dan sikap politiknya mempengaruhi pengembangan

konsep Eurocommunism di Italia dan Spanyol dan gerakan Kiri baru di Perancis10.

Maoisme memindahkan doktrin kelas pada konsep massa yang lebih fleksibel,

melalui konsep ini perjuangan politik dan ideologi membuat hubungan material

dan kelas menjadi lebih otonom. Lois Althusser dan Nicos Poulantzas yang

meregenerasi pemikiran tentang revolusi kebudayaan pada kritik terhadap logika

instrumental Marxian terhadap negara.

Poulantzas juga mengembangkan teori kelas baru yang berusaha

menjelaskan posisi kelas borjuis kecil baru atau yang dikenal sebagai kelas

menengah baru. Pengembangan teori ini memiliki motivasi politik untuk

menjelaskan bagaimana identitas borjuasi dan proletariat disatukan dalam

kelompok menengah yang jumlahnya terus meningkat. Berbeda dengan

perdebatan sebelumnya, konsep yang dibawa oleh Poulantzas mendobrak analisis

struktural Marxisme tentang kepeloporan kelas buruh dengan meluaskan spektrum

perjuangan politik. Selain itu, ia juga melepas konsep kediktatoran proletariat dan

menekankan kembali pada konsep melenyapnya negara dalam marxisme.

Berbeda dengan Eropa, negara dunia ketiga seperti Amerika Latin

mengembangkan tendensi politik yang lebih longgar dari analisis kelas struktural.

10

Pengaruh Maoisme di Eropa digunakan sebagai perbandingan studi Marxisme oleh Nicos Poulantzas dan Lois Althusser dijelaskan oleh Ellen M. Wood dalam The Retereat From Class; A New True Socialism (1998) yang menjelaskan bagaimana pemikiran sosialisme baru di Eropa melepas dominasi analisis strukturalis Lenin tentang perjuangan kelas.

Page 15: BAB II euphimisme berbagai mewakili - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170820110003_2_2536.pdf · yang digunakan oleh Orde Baru tersebut bukanlah tanpa alasan,

28

Amerika Latin sebagaimana negara dunia ketiga lainnya mengalami persoalan

yang lebih kompleks, secara ekonomi politik konfigurasinya dapat dilihat dari

peran kediktatoran militer, ketergantungan terhadap hutang luar negeri dan modal

asing, eksploitasi sumber daya alam tanpa alih teknologi, lonjakan populasi, dan

keterbatasan lapangan pekerjaan. Secara umum dapat dilihat lewat karakteristik

produksi yang lemah dan dominasi sistem pra kapital.

Akibatnya konfigurasi kelas di Amerika Latin tidak mengalami kristalisasi

pada kubu-kubu yang berlawanan dalam relasi produksi, meskipun ada namun

jumlahnya tidak signifikan. Kaum miskin urban adalah jumlah penduduk dominan

di negara-negara Amerika Latin. Disusul dengan para petani tak bertanah dan

kaum adat yang didiskriminasi secara politik. Konfigurasi ini membelah kondisi

sosial-politik pada dua kelompok yang berlawanan dalam kategori politik yang

longgar yaitu kaum elit dan massa. Elite diasosiasikan pada kelompok orang yang

mendapatkan keuntungan kapitalisme, sementara massa adalah kelompok yang

terkena dampak kapitalisme yang juga disebut sebagai kelas popular.

Model ini berkembang pada pemerintahan Salvador Allende di Chile

(1971-1973) melalui eksperimen jalan demokratis menuju sosialisme di Chile atau

lebih dikenal sebagai via Chilena11. Allende yang maju menjadi Presiden melalui

Unidad popular yang merupakan aliansi partai-partai kiri seperti Partai Komunis

Chile, Partai Sosialis dan organisasi-organisasi kiri mendasarkan keuatannya pada

rakyat yang terdiri dari kaum buruh dan pengangguran di kota dan di desa.

Allende menggunakan istilah Poder Popular atatu kekuatan rakyat untuk

11

Lebih lengkap mengenai Chile pada Disertasi Arief Budiman berjudul Jalan Demokratis ke Sosialisme; Pengalaman Chili di Bawah Allende, dibukukan pada tahun 1987.

Page 16: BAB II euphimisme berbagai mewakili - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170820110003_2_2536.pdf · yang digunakan oleh Orde Baru tersebut bukanlah tanpa alasan,

29

menempatkan rakyat jelata tersebut sebagai aktor politik transformasi sosial

menuju sosialisme di Chile. Unidad Popular dalam program umumnya

menegaskan bahwa revolusi hanya akan berhasil jika rakyat Chile memegang

kekuasaannya di tangan sendiri (Budiman, 1987; 126). Mekipun begitu, konsep

kekuatan rakyat sendiri tidak pernah dijelaskan secara rinci oleh Unidad Popular.

Dalam pengelompokan kelas marxian, kelas popular terdiri dari kelas semi

proletariat, borjuis kecil, semi proletariat hingga lumpen proletariat. Harnecker

menjelaskan komposisi rakyat yang menerima konsekuensi kapitalisme termasuk

sektor tradisional, kelas pekerja urban dan desa, kaum miskin yang terpinggirkan,

strata pendapatan menengah, hingga polisi dan tentara berpangkat rendah, dan

lainnya (Harneckker, 2007;28). Konfigurasi yang sangat beragam ini ditentukan

oleh dampak kapitalisme berdasarkan stratum ekonomi bukan berdasarkan relasi

produksi. Dampak dari kapitalisme bisa dirasakan beragam, begitupun juga

kepentingan kelompok dalam kelas popular tersebut. Secara politik, model ini

membutuhkan suprastruktur politik yang mampu mengintegrasikan meraka

kedalam satu bentuk perlawanan tertentu. Perbedaan penentuan aktor politik ini

membedakan konsep kelas popular dengan konsep kelas dalam analisis Marxian

meski masih mengadopsi pandangan negara instrumental.

Pada konsep kekuasaan, konsep kelas popular berkesesuaian dengan

konsep kediktaroran proletariat yang ingin mengembalikan kekuasaan pada

mayoritas. Dampaknya adalah kebutuhan untuk meredistribusi kekuasaan pada

kelompok-kelompok yang berada di dalam kelas popular. Sementara, redistribusi

kekuasaan hingga satuan-satuan terkecil populasi membutuhkan pengorganisiran

Page 17: BAB II euphimisme berbagai mewakili - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170820110003_2_2536.pdf · yang digunakan oleh Orde Baru tersebut bukanlah tanpa alasan,

30

kelompok-kelompok dalam populasi dan memastikan organisasi-organisasi

tersebut memahami kebutuhan mereka dan ikut menentukan suatu kebijakan.

Salah satu contoh sukesnya adalah pengorganisiran barrios (kampung kota) di

venezuela melalui mission bolivar dan pembentukan dewan kota yang ikut

menentukan anggaran publik di Porto Allegre, Brazil. Keduanya sangat

bergantung pada strategi mobilisasi yang dipimpin oleh negara.

Meskipun begitu konsep ini tidak bisa dikatakan sudah stabil karena pada

kenyataannya model kelas popular selalu menghasilkan polarisasi dual power

antara birokrasi negara dengan dewan-dewan komunal yang dibentuk berdasarkan

teritorial dan satuan kerja. Fragmentasi sosial yang ada didalam kelas popular juga

membutuhkan legitimasi politik untuk menciptakan supratruktur politik yang

mampu menyatukan mereka. Pada perjuangan politiknya, negara menjadi

instrumen utama yang direbut oleh kelas popular untuk meredistribusi surplus dari

kelas elit dan transformasi sosial secara massal. Namun, pandangan politik

terhadap negara instrumental ini juga belum stabil karena pada kenyataannya,

beberapa negara sosialis di Amerika Latin mengalami kesulitan dalam proses

sirkulasi kekuasaan.

Berdasarkan pemaparan diatas, peneliti menyimpulkan bahwa berdasarkan

perdebatan konseptualnya perbedaan konsep politik dalam politik sayap kiri dapat

dibedakan melalui dua indikator yaitu pandangan terhadap analisis kelas dan

konsep kekuasaan. Pandangan terhadap analisis kelas terbagi menjadi dua

kategori yaitu pertama analisis kelas Marxisme klasik yang terbagi menjadi tiga

tendensi yaitu:

Page 18: BAB II euphimisme berbagai mewakili - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170820110003_2_2536.pdf · yang digunakan oleh Orde Baru tersebut bukanlah tanpa alasan,

31

1. Proletariat sebagai kelas pelopor

2. Aliansi kelas proletariat (Buruh) dan borjuis kecil progresif (Tani)

3. Borjuis kecil progresif sebagai pelopor (Petani)

Kategori kedua adalah analisis kelas Neo-Marxis yang terbagi menjadi dua

kategori yaitu:

1. Spektrum politik luas melibatkan kategori sosial lain diluar kelas

terutama berdasarkan nilai-nilai sosial tertentu.

2. Kelas popular yang melibatkan seluruh elemen sosial yang terkena

dampak kapitalisme.

Sedangkan dalam konsep kekuasaan peneliti pada pandangan konseptual

terhadap negara yang dibagi dalam tiga kategori yaitu:

1. Pandangan instrumentalis yang memandang negara sebagai alat

kepentingan kelas.

2. Pandangan institusionalis yang memandang negara sebagai tujuan.

3. Pandangan strukturalis yang memandang negara sebagai lembaga

yang memiliki otonomi relatif.

2.2.2 Perdebatan Strategi Politik

Perdebatan strategi politik merupakan konsekuensi dari perbedaan

pandangan konseptual dalam analisis kelas dan konsep kekuasaan. Perdebatan ini

berkisar pada dua sentral perdebatan yaitu; metode perebutan kekuasaan dan

bentuk organisasi politik. Kedua sentral perdebatan tersebut sebenarnya memiliki

relasi kausal yang saling mempengaruhi.

Page 19: BAB II euphimisme berbagai mewakili - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170820110003_2_2536.pdf · yang digunakan oleh Orde Baru tersebut bukanlah tanpa alasan,

32

Teori politik Marxisme selalu berkaitan dengan revolusi, baik revolusi

politik maupun revolusi sosial12. Keterlibatan ini berangkat dari asumsi Marx

bahwa revolusi merupakan lokomotif sejarah menuju komunisme. Pada politik

Marxisme, metode revolusi yang diambil oleh sebuah organisasi politik sayap kiri

ditentukan oleh konsep kekuasaan yang digunakannya.

Pandangan klasik Marx sangat berkaitan dengan pandangannya terhadap

konsep kekuasaan bahwa Negara adalah instrumen dominasi kelas yang secara

definitif merupakan alat represi kelas dominan13. Perebutan kekuasaan Negara

dalam pandangan ini adalah perebutan instrumen kelas penindas sehingga tidak

mungkin tidak mendapat perlawanan lewat kekerasan.

Pada konteks strategi politik, prinsip pandangan ini adalah perebutan

kekuasaan diluar jalur pergantian kekuasan formal negara secara paksa. Strategi

ini juga dikenal sebagai strategi insureksi. Pada konteks strategi politik,

penggunaan kekerasan dalam insureksi bukanlah instrumen utama melainkan

konsekuansi taktis yang digunakan berdasarkan kebutuhan objektif perebutan

kekuasaan. Dalam politik Marxisme, penggunaan kekerasan melahirkan

pembelahan antara kelompok kiri yang menghadapi situasi politik yang berbeda.

Dalam perkembangannnya strategi insureksionis dikembangkan melalui

dua jalan yaitu metode perjuangan bersenjata dan metode tak bersenjata atau lebih

12 Theda Skocpol membedakan revolusi sosial dengan revolusi politik berdasarkan perubahan yang dihasilkannya. Bagi Skocpol revolusi sosial melibatkan perubahan mendasar yang cepat dari masyarakat dan struktur kelas suatu negara. Sementara revolusi politik hanya mengubah struktur negara tanpa merubah struktur masyarakat (Skocpol, 1991;2) 13 Marx dalam Manifesto Komunis menjelaskan pengunaan metode kekerasan dalam perebutan kekuasaan melalui kritiknya terhadap kaum sosialis utopis dalam kutipan berikut: Mereka menolak semua aksi politik, terutama yang revolusioner; mereka berharap bisa mencapai tujuannya dengan jalan damai, dengan pengalaman yang miskin, ringkih terhadap kegagalan, dan berusaha melapangkan jalan bagi gospel sosial baru. (Marx.1999; 76)

Page 20: BAB II euphimisme berbagai mewakili - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170820110003_2_2536.pdf · yang digunakan oleh Orde Baru tersebut bukanlah tanpa alasan,

33

dikenal sebagai people power, aksi massa, pemogokan dan boikot. Pada abad ke

20 metode perjuangan bersenjata merupakan strategi politik dominan yang

dipelopori oleh Perang Sipil di Russia dan strategi gerilya tentara politik (Pol-Mil)

di China dan Kuba. Sementara, metode insureksi tak bersenjata atau people power

dilakukan melalui berbagai macam metode protes dalam skala besar seperti

demonstrasi, mogok, boikot, ketidakpatuhan sipil dan metode lainnya. Insureksi

tanpa kekerasan didefinisikan sebagai tantangan terorganisir rakyat terhadap

kekuasaan pemerintah dengan aksi tanpa kekerasan. Pada awalnya, protes massal

ini berkembang di Eropa dan Amerika dalam protes anti perang Vietnam dan

protes terhadap kediktatoran negara.

Pertama kali keampuhan people power dibuktikan oleh Iran pada

penggulingan pemerintahan Shah Reza Pahlevi pada tahun 1979. Keberhasilan

Iran diikuti oleh gerakan pro-demokrasi di Bolivia melawan Junta militer (1978-

1982), model yang sama juga meluas di kalangan pro-demokrasi di negara lainnya

dalam agenda melawan kediktatoran seperti di Afrika Selatan, Sudan, Bangladesh

dan Nepal hingga awal 1990-an. Di Asia Tenggara, people power berhasil

menggulingkan pemerintahan Marcos di Filipina (1986) dan Orde Baru di

Indonesia (1998).

Meskipun tanpa kekerasan bersenjata, model insureksi people power tidak

berarti tidak menimbulkan potensi kekerasan. Pemasangan poster, kritik, dan

propaganda anti pemerintah di negera liberal mungkin tidak mengakibatkan

respon kekerasan dari negara. Sebaliknya, di negara pretorian atau diktator militer,

tindakan ini merupakan tindakan politik yang dianggap berbahaya dan memancing

Page 21: BAB II euphimisme berbagai mewakili - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170820110003_2_2536.pdf · yang digunakan oleh Orde Baru tersebut bukanlah tanpa alasan,

34

respon represif. Demonstrasi atau aksi massa di negara diktator dianggap

provokasi yang juga berbahaya sehingga demonstran akan menghadapi represi

negara. Dalam kondisi tertentu represi negara terhadap demonstran tak bersenjata

akan menghasilkan kerusuhan berskala luas melawan negara14.

Perkembangan perdebatan strategi politik Marxis juga meluas pada

intervensi politik melalui jalur demokrasi formal. Strategi ini berkembang dalam

pemikiran sosial demokrasi Jerman yang dipelopori oleh Kautsky dan tendensi

Eurocommunism di Spanyol serta Santiago Carillo yang mempeloporinya di Italia.

Selain itu, muncul juga strategi yang menjauhi perebutan kekuasaan melalui

negara. Kelompok ini kemudian dikenal sebagai gerakan kiri baru (new left) yang

mengonsentrasikan aktivitas politiknya pada gerakan di luar negara. Strategi

politik dari kelompok kiri baru ini digambarkan oleh Poulantzas sebagai

hubungan organik antara komite warga komune-komune yang menggantikan

fungsi negara (Townshend, 1996; 187).

Dalam politik sayap kiri, strategi politik lainnya yang berkembang adalah

strategi populis radikal yang berkembang pada eksperimen sosialisme di Amerika

Latin. Eksperimen besar ini dimulai dari intervensi partai kiri dan organisasi-

organisasi radikal berbasis massa pada proses demokrasi. Politik sayap kiri

mengintervensi proses demokrasi melalui berbagai metode dari people power

hingga percobaan elektoral.

Pada dasarnya, pandangan terhadap negara merupakan pengembangan dari

pandangan instrumental dan pandangan otonomi relatif. Eksperimen politik yang 14

Tilly dalam Strikes, War, and Revolutions in an International Perspective (1989: 12) menjelaskan bahwa pemogokan atau aksi massa memiliki potensi revolusioner dan seringkali mendorong pada kondisi perang sipil terutama dalam kasus konflik industrial.

Page 22: BAB II euphimisme berbagai mewakili - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170820110003_2_2536.pdf · yang digunakan oleh Orde Baru tersebut bukanlah tanpa alasan,

35

dipelopori oleh revolusi Bolivarian di Venezuela dan meluas ke beberapa negara

lain disekitarnya dapat ditandai dengan dua motif yaitu partisipasi seluas-luasnya

dalam proses demokrasi dan pembangunan manusia. Kedua motif ini menjadi

program politik yang dimobilisasi oleh negara setelah partai-partai kiri berhasil

merebut kekuasaan melalui jalur demokrasi. Strategi ini secara politik berhasil

menguatkan legitimasi publik namun dipihak lain tetap terjadi kekuasaan ganda

karena perubahan sosial dilakukan secara bertahap tanpa mobilisasi represi negara

seperti dalam tradisi Marxis klasik.

Perbedaan strategi perebutan kekuasaan dan pandangan terhadap negara

menghasilkan bentuk organisasi politik yang berbeda. Secara prinsip, organisasi

Marxis merupakan organisasi berbasis kelas yang berpusat pada kelas buruh

sebagai wadah emansipasi kelas buruh mengorganisir dirinya sendiri (Marx,

1970). Marx tidak menganjurkan konsep partai politik dalam tujuan masyarakat

tanpa kelasnya. Menurutnya partai politik tidak dapat menjaga massa dan

mengarahkannya pada revolusi sosial karena hanya dapat memegang antusiasme

massa untuk waktu yang singkat berdasarkan momentum. Marx menggabungkan

dua bentuk organisasi yaitu gerakan Chartist Inggris15 dan kelompok

korespondensi intelektual Eropa yang masih membawa tradisi masyarakat rahasia

yang lazim muncul pada masa revolusi Perancis. Penggabungan keduanya

membawa Marx pada bentuk “blok terbuka” yaitu sebagai faksi militan yang

15

Pada 1848 ,gerakan Chartis Inggris yang dipimpin oleh Ernest Jones dan Julian Harney pernah melakukan pemberontakan namun pemberontakan ini gagal dan menghasilkan kehancuran organisasi tersebut pada 1858. Model organisasi ini merupakan prototipe serikat buruh modern. (Kristeva, 2011;211)

Page 23: BAB II euphimisme berbagai mewakili - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170820110003_2_2536.pdf · yang digunakan oleh Orde Baru tersebut bukanlah tanpa alasan,

36

berada dalam organisasi kelas buruh. Ia memilih bentuk liga sebagai menjadi

payung afiliasi politik yang memungkinkan emansipasi kelas pekerja.

Ide mengenai konsep partai modern kiri lahir setelah Marx melalui Engels

dan Kautsky pada international II. Melalui Engels, Kautsky, dan Bernstein konsep

partai Marxis memindahkan episentrum perjuangan kelas pada perjuangan

demokrasi formal seperti parlemen dan pemilihan umum dengan orientasi

memenuhi persyaratan administratif yang ditentukan oleh negara. Perubahan ini

menunjukkan bahwa perubahan konsep organisasional dalam organisasi Marxis

bergantung pada penerjemahan situasi politik kontemporer yang dianalisis melalui

prinsip-prinsip umum Marxisme.

Konsep partai yang menggunakan jalan demokrasi formal ini mendapatkan

kritik dari salah satu tokoh Bolshevik Russia yaitu V.I. Lenin. Berseberangan

dengan Kautsky, Lenin mengembalikan politik Marxisme pada perjuangan kelas

di luar parlemen dan menganjurkan perjuangan bersenjata. Pada dasarnya, bentuk

organisasi yang diusulkan oleh Lenin mengacu pada pembentukan partai yang

kuat untuk melawan rezim otoriter pada masa revolusi Russia. Lenin memadukan

konsep gerakan massa dan perubahan dari bawah kaum Jacobin di Perancis

dengan organisasi revolusioner konspiratif kaum Blanquist untuk menciptakan

konsep Partai Pelopor (vanguard). Konsep organisasi Lenin kemudian dikenal

sebagai Bolshevisme16 atau Marxisme-Leninisme.

16 Bolshevisme atau yang lebih dikenal sebagai Leninisme merupakan pemikiran politik sekaligus bentuk partai yang diperkenalkan oleh Lenin pada kongres kedua Partai Buruh Sosial Demokrat Russia. Konsep ini diajukan sebagai gugatan kelompok Bolshevik (Mayoritas) terhadap konsep partai dan kelompok Menshevik (Minoritas). Lebih lengkap pada Revolution, Democracy and Socialism; Selected writing of V.I Lenin, Paul Leblanc (ed). (Leblanc, 2008 ; 197)

Page 24: BAB II euphimisme berbagai mewakili - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170820110003_2_2536.pdf · yang digunakan oleh Orde Baru tersebut bukanlah tanpa alasan,

37

Menurutnya, partai harus diorganisir dalam bentuk yang sangat hirarkis

yang berarti komite sentral partai memiliki kekuasaan yang luas untuk

mengarahkan komite dibawahnya untuk mengendalikan anggota secara

individual17. Konsepsi ini kemudian melahirkan istilah sentralisme demokrasi

yang digunakan pada mayoritas Partai Komunis di dunia18. Dalam revolusi,

Bolshevik memposisikan dirinyasebagai pelopor perjuangan kelas. Bolshevik

bukanlah partai kelas pekerja melainkan terdiri dari kader Marxis militan yang

berkomitmen pada revolusi sosialis secara politik mengikat keberpihakannya pada

kelas pekerja dan bertugas memasok kesadaran politik kelas pekerja (Bottomore,

2001; 55).

Lenin juga pernah mengambil jalur parlementer ketika Tsar membuka

peluang politik melalui Duma (parlemen) pada 1905. Duma dijadikan landasan

bagi Bolshevik untuk meraih dukungan elit politik dan massa dengan kerja agitasi

dan propaganda partai. Ketika peluang politik tersebut tertutup dan represi

meningkat karena aktivitas radikal dalam parlemen dan dukungan massa menguat

terhadap partai, Lenin dan partai Bolshevik kembali bergerak di luar parlemen dan

memimpin revolusi dengan kekerasan.

Setelah Lenin, konsep Bolshevisme ini diteruskan oleh Stalin yang

berpandangan birokratis dan menggunakan negara sebagai instrumennya. Sejak

masa Stalin, Bolshevisme berasosiasi dengan sosialisme satu Negara, sentralisme

birokrasi dan militer, kolektivisasai pertanian, dan subordinasi Partai Komunis

terhadap Uni Soviet (Bottomore, 2001 ; 54). Keharusan subordinasi Partai Sosialis

17 Lenin dalam Letter to a Comrade on Our Organisational Question (Townshend, 1996, p. 75) 18 Salah satunya dapat dilihat pada Anggaran dasar partai Murba mengenai mekanisme organisasi (Partai Murba, 1957)

Page 25: BAB II euphimisme berbagai mewakili - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170820110003_2_2536.pdf · yang digunakan oleh Orde Baru tersebut bukanlah tanpa alasan,

38

dan Partai Komunis di luar Uni-Soviet ini membuat gerah banyak partai kiri di

seluruh dunia.

Partai Komunis China (Kuo Chan Tang) mengambil sikap politik

bertentangan dengan Uni Soviet sehingga membelah pengaruh Partai Komunis di

dunia pada dua kutub yaitu kutub Soviet dan China19. Di Eropa perpecahan ini

memunculkan Eurocommunism ketika Partai Komunis dan Partai Sosialis melepas

ketergantungan strategi-taktiknya dari Uni Soviet. Eurocommunism mendorong

strategi politik perebutan kekuasaan dengan jalan damai. Konsep ini mendapatkan

sanggahan dari Nikos Poulantzas mengandaikan sebuah Negara paralel kelas

borjuasi dan proletariat yang melatih kemampuan kelas proletariat untuk

mengorganisasikan dirinya. Dalam kutipan di atas, Ia mengatakan bahwa dalam

kategori yang luas, warganegara dalam demokrasi memiliki kemampuan untuk

membentuk banyak komite yang dapat menggantikan fungsi Negara.

Perkembangan terakhir adalah model organisasi front popular di Amerika

Latin yang menggabungkan berbagai organisasi sosial radikal dalam satu

organisasi atau partai persatuan. Konsep ini lahir sebagai konsekuensi dari analisis

kelas di negara dunia ketiga yang memiliki jumlah populasi proletariat kecil dan

corak produksi semi industrial. Konsep ini menggunakan strategi mobilisasi

massa yang mengarah pada polarisasi politik dengan meningkatkan ekspansi

politik pada partisiapsi politik massa.

19 Sikap China terhadap Uni Soviet pada tahun 1959 ini dikenal sebagai Sino-Soviet Split. Di Indonesia peristiwa ini menghasilkan poros Jakarta-Beijing. Lebih lengkap pada Indonesian Communism Under Soekarno, Rex mortimer (Mortimer, 1974)

Page 26: BAB II euphimisme berbagai mewakili - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170820110003_2_2536.pdf · yang digunakan oleh Orde Baru tersebut bukanlah tanpa alasan,

39

Berdasarkan pemaparan di atas mengenai perdebatan strategi politik sayap

kiri, peneliti menyimpulkan bahwa terdapat tiga varian metode revolusi dalam

strategi politik sayap kiri, yaitu:

1. Strategi insureksi atau perebutan kekuasaan secara paksa yang terbagi

menjadi dua model yaitu model insureksi bersenjata dan insureksi

tidak bersenjata.

2. Strategi damai melalui proses elektoral

3. Strategi populis radikal yang mengkombinasikan model insureksi

tanpa senjata dan peluang elektoral.

Pilihan strategi politik tersebut menciptakan kebutuhan pembentukan

organisasi politik yang berbeda-beda. Berdasarkan pemaparan sebelumnya,

peneliti membagi bentuk organisasi politik sayap kiri ke dalam tiga bagian yaitu;

1. Partai Politik termasuk model vanguard bolshevisme, partai massa

Maoisme, dan partai elektoral sosial demokrasi Jerman dan

Eurocommunist.

2. Gerakan politik termasuk model faksi terbuka, liga, komite-komite

politik, tentara politik, dan jaringan politik.

3. Front Persatuan, model ini merupakan model yang mengombinasikan

gerakan politik dengan partai politik.

2.3 Teori Proses Politik

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teori proses politik untuk

menjelaskan bagaimana PRD sebagai salah satu representasi politik sayap kiri di

Indonesia mengembangkan strategi elektoral. Teori proses politik adalah teori

Page 27: BAB II euphimisme berbagai mewakili - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170820110003_2_2536.pdf · yang digunakan oleh Orde Baru tersebut bukanlah tanpa alasan,

40

yang digunakan untuk menjelaskan mobilisasi gerakan sosial dan memperkirakan

peluang politik, struktur mobilisasi dan proses framing seiring dengan perselisihan

atau perseteruan yang berulang (Caren, 2007: 1). Teori ini berkembang sejak era

1970an dan 1980an, dan berakar pada analisa perjuangan hak sipil di Amerika dan

Eropa. Teori proses politik berfokus pada interaksi antara atribut gerakan, struktur

organisasi dan konteks ekonomi politik yang melatarinya.

Pada awalnya, teori ini dikembangkan pada penelitian Olson pada tahun

1965 (Caren, 2007:1) berupaya untuk menganalisa tentang perilaku protes

gerakan sosial dan berujung pada kesimpulan bahwa protes yang dilakukan

gerakan sosial tindakan irrasional para pelaku protes. Baru pada 1973, Peter

Eisinger kembali meneliti gerakan protes masyarakat urban kulit hitam di

Amerika Serikat yang melekatkan perilaku protes pada lingkungan

berlangsungnya proses politik (dalam Meyer, 2004; 126). Dalam studinya,

Eisinger berkonsentrasi pada efek dari “lingkungan politik” terhadap konteks

proses politik yang berlangsung di suatu tempat. Analisis Eisinger merupakan

bagian dari analisis sistem politik dengan menempatkan gerakan sosial sebagai

input bagi sistem politik dan perubahan kebijakan sebagai outputnya. Menurutnya

peluang politik gerakan sosial bergantung pada struktur politik yang terbuka atau

tertutup yang dihadapi oleh gerakan sosial (Meyer, 2004 ; 128). Konteks ini

disebut sebagai struktur peluang politik oleh Dieter Opp . (2009; 162) yang

menjelaskan bahawa lingkungan memperluhatkan tekanan langsung pada aktivitas

politik. Tekanan ini tidak mendasarkan pada sumber daya yang dimiliki oleh

Page 28: BAB II euphimisme berbagai mewakili - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170820110003_2_2536.pdf · yang digunakan oleh Orde Baru tersebut bukanlah tanpa alasan,

41

persoanal maupun kelompok melainkan ditentukan oleh interaksi kompleks dari

aktivitas politik berbagai kelompok dalam lingkungan politik.

Opp (2009:166) menjelaskan bahwa permasalahan teori ini adalah

interpretasi makro-proposisi teori dalam menjelaskan protes politik. Hal ini

dianggap tidak relevan karena Eisinger menempatkan protes dan gerakan sosial

pada posisi linear yang konstan bukan sebagai subjek yang bergerak. Teori ini

selalu mengulang proposisi yang sama dalam model linear yaitu rendahnya

struktur peluang politik menghasilkan tingginya tingkat protes. Bagi Eisinger,

protes akan berhenti seiring dengan terbukanya peluang politik dan ketika politisi

menyambut protes sosial tersebut dengan memberikan respon terhadap protes

melalui kebijakan (Meyer, 2004; 128). Dalam konteks politik sayap kiri respon

pemerintah tidak serta merta menurunkan tingkat protes karena beberapa varian

tuntutan sayap kiri yang secara ideologis bertentangan dengan rezim.

Berbeda dengan Eisinger, Tilly berpendapat bahwa gerakan sosial tidak

dapat ditempatkan pada posisi konstan melainkan menjadi sesuatu yang terus

bergerak. Tilly berupaya menggunakan teori proses politik untuk menjelaskan

fenomena besar seperti revolusi, kekerasan politik, perang, dan demokratisasi

(Tilly, 2002: 248). Dalam Dynamics of Contention, Tilly (2008; 14). memaparkan

lebih lanjut bahwa teori struktur peluang politik sebelumnya menempatkan unit

analisisnya pada struktur peluang politik yang bersifat statis seperti perubahan

lingkungan politik sebagaimana penjelasan Eisinger mengenai peluang politik..

Dalam dinamika politik, unit analisis statis tidak dapat menjelaskan

bagaimana perseteruan muncul dan berulang (repertoires). Posisi statis ini

Page 29: BAB II euphimisme berbagai mewakili - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170820110003_2_2536.pdf · yang digunakan oleh Orde Baru tersebut bukanlah tanpa alasan,

42

seringkali berakhir pada interpretasi banal tentang gerakan sosial yang

menganggap gerakan mahasiswa, mobilisasi buruh, dan gerakan politik popular

lainnya sebagai perilaku kolektif yang irasional, impulsif dan tidak bertanggung

jawab. Seperti dijelaskan Meyer dalam kutipan berikut;

Para Sosiolog dan ilmuwan politik pada tahun 1950an menulis dengan fasisme secara umum dan nazisme secara partikular dalam pikiran. Mereka mendefinisikan gerakan sebagai disfungsional, irrasional, dan secara inheren tidak diharapkan, dan mereka yang bergabung dalam gerakan digambarkan sebagai orang-orang yang terpisah dari asosiasi intermediet yang akan menghubungkan mereka dengan tujuan sosial yang lebih produktif, dan tidak merusak. (Meyer, 2004;126) Pendapat ini dimanifestasikan lewat dikotomi analisis gerakan sosial dan

politik dengan menempatkannya pada kajian sosiologis ataupun psikologi sosial.

Pemisahan ini menyebabkan gerakan sosial tidak lagi dipandang sebagai ekspresi

politik melainkan tindakan alternative untuk menunjukkkan ketidakpuasan

terhadap keadaan.

Dikotomi interaksi politik institusional dan non-institusional sulit untuk

ditetapkan karena keduanya seringkali berasal dari proses kausal yang sama. Tilly

menganalogikan proses kausal ini seperti pada fenomena revolusi, gerakan new

left, dan politik etnis (Tilly, 2008;7). Dalam paradigma ini adaptasi sebuah

organisasi dimungkinkan bergerak dari non-institusional menjadi institusional dan

kembali menjadi non-institusional atau keduanya dalam satu wadah secara

bersamaan.

Tilly menempatkan gerakan sosial dalam kondisi bergerak untuk

menjelaskan bagaiman proses transformasi dapat terjadi pada sebuah gerakan

sosial. Tidak hanya selesai pada satu perubahan kebijakan namun sebagai agenda

Page 30: BAB II euphimisme berbagai mewakili - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170820110003_2_2536.pdf · yang digunakan oleh Orde Baru tersebut bukanlah tanpa alasan,

43

yang berulang (repertoires) menujiu perubahan sosial. Ditempatkannya gerakan

sosial pada kondisi bergerak menjadikan teori proses politik yang direvisi oleh

Tilly tidak mengacu pada peluang kesuksesan sebuah gerakan sosial seperti yang

diasumsikan oleh Eisinger malainkan pada ketidakpastian transformasi.

Pengembangan teori proses politik yang dilakukan oleh Tilly adalah dengan

memindahkan koordinat analisis teori proses politik yang sebelumnya berorientasi

pada organisasi gerakan sosial ke proses interaksinya dengan populasi (Tilly,

1995;1604).

Proses Politik gerakan sosial yang berinteraksi dengan populasi seringkali

mendorong transformasi gerakan sosial menjadi partai elektoral. Transformasi ini

terjadi di sebagian negara dunia ketiga yang melepaskan diri dari kediktatoran

rezim sebelumnya atau sebagai bentuk perlawanan terhadap pemerintahan pro

kapitalisme. Fenomena proses politik ini menjadi lazim di Amerika Latin dengan

banyaknya jumlah gerakan protes yang masuk dalam arena politik legal. Di

Indonesia, pembahasan mengenai proses politik gerakan sosial baru kembali

mengemuka setelah jatuhnya rezim Orde Baru melalui fenomena PRD dan PKS.

Proses Politik ini dijelaskan oleh David C.Lose dan Gary Prevost dalam From

Revolutionary Movements to Political Parties sebagai berikut;

Gerakan, bahkan yang paling kuat sekalipun, secara umum memiliki struktur yang fleksibel. Mereka mendorong anggotanya untuk berpartisipasi sebesar mungkin dan mengizinkan perubahan substansial. Partai membutuhkan displin yang lebih kuat setidaknya untuk mendukung kebijakan. Untuk merubah gerakan sosial menjadi partai politik dibutuhkan perubahan signifikan meliputi budaya organisasi dan logika operasional. (Close and Prevost, 2007;9)

Page 31: BAB II euphimisme berbagai mewakili - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170820110003_2_2536.pdf · yang digunakan oleh Orde Baru tersebut bukanlah tanpa alasan,

44

Dalam teori proses politik, pergeseran ideologi ataupun perubahan

tindakan politik tidak dilihat dalam pandangan yang sempit dengan kausal tunggal

namun merupakan proses rumit yang melibatkan para aktor politik di internal

organisasi maupun interaksinya dengan lingkungan politiknya. Teori proses

politik merupakan antitesis dari teori organisasi yang berakar pada paradigma

struktural fungsional dengan interpretasinya tentang keseimbangan sosial yang

mengambil sudut pandang konflik. Teori ini tidak mengadopsi konsep

keseimbangan atau stabilitas melainkan kesepakatan sementara yang dilandasi

oleh upaya negosiasi untuk mempertahankan kekuasaan atau status quo (Doug

McAdam W. S., 2005; 18).

Teori proses politik mengidentifikasikan tiga faktor luas yang mendorong

peluang politik gerakan sosial dalam konteks tindakan politik.

1. Struktur Mobilisasi: bentuk organisasi baik formal maupun informal

2. Peluang Politik: struktur peluang politik dan ketegangan dan tingkat

ketegangan gerakan.

3. Proses Framing: proses kolektif interpretasi, atribusi dan konstruksi sosial

yang menjadi perantara peluang dan tindakan (Tilly, McAdam, Tarrow,

2005; 16).

Ketiga faktor di atas merupakan unit analisis dari teori proses politik.

Setiap unit analisis (mengikuti penjelasan Tilly sebelumnya) ditempatkan pada

proses dinamis dan interaktif antarunit analisis dan konteks di dalam unit analisis

tersebut. Interaksi ketiga unit analisis ini digambarkan pada model berikut;

Page 32: BAB II euphimisme berbagai mewakili - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170820110003_2_2536.pdf · yang digunakan oleh Orde Baru tersebut bukanlah tanpa alasan,

45

Gambar 2.1 Model Analisis Teori Proses Politik

(Sumber: diolah dari Tilly, Adam, Tarrow. 2008: Dynamics of Contention)

2.3.1 Struktur Mobilisasi

Struktur mobilisasi adalah cara kelompok gerakan sosial melebur dalam

aksi kolektif, termasuk didalamnya taktik gerakan dan bentuk organisasi gerakan

sosial, tujuannya mengambil posisi-posisi yang dianggap strategis dalam

masyarakat untuk dapat dimobilisasi. Dalam konteks ini melibatkan unit-unuit

keluarga, jaringan pertemanan, unit-unit tempat bekerja, dan elemen-elemen

negara. Mc Carthy dalam Tarrow (Tarrow. 1986;71) menyebutkan bahwa struktur

mobilisasi memiliki dua kategori yaitu kategori formal dan informal. Kategori

formal meliputi lembaga dan kelompok masyarakat yang terorganisir, sedangkan

kategori informal adalah jaringan kekerabatan dan pertemanan.

Tilly melakukan inovasi pada analisis struktur mobilisasi dalam proses

politik dengan menyertakan perubahan di tingkat populasi yang berinteraksi

dengan organisasi. Tilly mengasumsikan bahwa transformasi yang terjadi dalam

level organisasi tidak hanya dilatari oleh tindakan subjektif organisasional

melainkan juga hasil dari interaksi organisasi dengan perubahan di tingkat

Struktur Peluang Politik

Struktur MobilisasiProses Framing

Page 33: BAB II euphimisme berbagai mewakili - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170820110003_2_2536.pdf · yang digunakan oleh Orde Baru tersebut bukanlah tanpa alasan,

46

populasi. Perubahan di tingkat populasi inilah yang nantinya akan menggiring

munculnya sekutu potensial yang mendorong organisasi untuk mengambil

tindakan politik dengan mentransformasikan bentuk organisasionalnya. Dengan

begitu, Tilly mengubah mekanisme kausal dalam sruktur mobilisasi. Seperti yang

digambarkan oleh Tilly pada gambar berikut;

Gambar 2.2 Model analisis mobilisasi dalam perseteruan politik

(Sumber: Tilly, 2008; 45)

Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa dalam komposisi dinamis gerakan

sosial ditempatkan sebagai member sedangkan populasi ditempatkan sebagai

chalenggers posisi ini menentukan interaksi antara kedua identitas tersebut.

Dalam konteks penelitian ini, partai sayap kiri membutuhkan dukungan dari

populasi. Baik organisasi maupun populasi memiliki atribusinya sendiri terhadap

tantangan dan peluang yang muncul. Atribusi tersebut menentukan responnya

terhadap perubahan lingkungan sosial politik disekitarnya. Keduanya kemudian

menampilkan responnya dalam berbagai bentuk aksi. Pada titik inilah keduanya

Page 34: BAB II euphimisme berbagai mewakili - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170820110003_2_2536.pdf · yang digunakan oleh Orde Baru tersebut bukanlah tanpa alasan,

47

bertemu dan mendorong terjadinya eskalasi ketidakpastian atau singkatnya

peluang politik yang muncul karena aksi tersebut.

Tilly dalam from mobilization to revolution (1978) mengembangkan

sebuah model analisis proses politik yang lebih sederhana untuk menganalisis

struktur mobilisasi melalui bentuk aksi kolektif yang dipilih oleh organisasi sipil

dalam peristiwa revolusi dan pemberontakan politik di Inggris dan Amerika pada

abad 18. Model ini adalah model dasar bagi analisis sekuensi historis dalam

analisis proses politik. Tilly membagi model analisis proses politik pada dua

bagian yaitu bagian abstrak dan bagian kongkrit. Bagian abstrak terdiri dari;

statemaking, interests, organization, mobilization dan collective action.

Sementara, bagian kongkret merupakan praktik simulatif dari model abstrak.

Statemaking adalah situasi politik yang dihadapi oleh organisasi dan

diinterpretasikan dalam tuntutan politik. Interests adalah kepentingan organisasi

yang dijadikan program politik organisasi. Organization adalah persoalan yang

dihadapi oleh organisasi atau kondisi internal organisasi. Mobilization adalah

pilihan strategi politik organisasional. Collective action adalah aksi taktis yang

dilakukan oleh organisasi. Tilly menggambarkan bahwa statemaking merupakan

unsur utama yang menentukan bentuk interest dan organization. Interaksi antara

program politik dan organisasi menghasilkan pilihan strategi politik dan aksi

kolektif atau aksi taktis.

Page 35: BAB II euphimisme berbagai mewakili - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170820110003_2_2536.pdf · yang digunakan oleh Orde Baru tersebut bukanlah tanpa alasan,

48

Gambar 2.3 Proses Mobilisasi Tilly

(Tilly. 1978; 230)

Tilly menjelaskan bahwa model ini bukanlah model final, pada prinsipnya

kita dapat menggunakan model ini dalam analisis proses politik dengan

meneruskan pola pengambilan keputusan dan perhitungan taktisnya dengan

mengaitkannya pada persaingan di dalam organisasi dan relasi organisasi dengan

organisasi lainnya. Ditambah lagi dengan situasi objektif yang dihadapi serta

peluang dan ancaman terhadap organisasi. Tilly mengadopsi interpretasi McAdam

mengenai proses framing dan menjadikannya proses mikro yang berjalan

bersamaan dengan proses politik untuk mengurangi resiko kesalahan analisis.

Berdasarkan model tersebut dapat diringkas beberapa konsep struktur

mobilisasi dalam proses politik;

1. Peluang dan ancaman bukanlah kategori yang objektif melainkan atribusi

kolektif yang dibatasi oleh framing tujuan dari gerakan sosial dan

organisasi.

2. Struktur mobilisasi dapat muncul sebagai prakondisi ataupun tercipta

karena perseteruan dalam proses perubahan sosial.

Statemaking

Interests

Collective Action

Mobilization

Organization

Page 36: BAB II euphimisme berbagai mewakili - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170820110003_2_2536.pdf · yang digunakan oleh Orde Baru tersebut bukanlah tanpa alasan,

49

3. Keseluruhan episode, aktor, aksi organisasional, dan populasi secara

interaktif didapatkan melalui framing partisipan, lawan, pers dan pihak

ketiga (akademisi, pengamat, kelompok yang tidak terlibat langsung dalam

struktur mobilisasi).

4. Aksi inovatif dilakukan untuk menarik perhatian, membawa perubahan

peluang kedalam lingkungan interaktif dan menghasilkan ketidakpastian

bagi kelompok yang terlibat di dalam struktur mobilisasi.

5. Mobilisasi merupakan bagian dari perseteruan dalam perubahan sosial.

(McAdam, 2004).

Model struktur mobilisasi pada konteks penelitian politik sayap kiri

memerlukan identifikasi pola organisasional sayap kiri untuk menunjukkan pola

interaksi organisasi sayap kiri dengan populasi. Oleh karena itu peneliti

menggunakan analisa Kelas Marxis untuk mengidentifikasi pola organisasional

sayap kiri dalam penelitian ini.

2.3.2 Struktur Peluang Politik

Struktur peluang politik merupakan inti dari teori proses peluang politik

bahkan dalam beberapa literatur teori struktur peluang politik menjadi nama lain

dari teori proses politik. Struktur peluang politik sendiri menurut Tilly memiliki

unit analisis khusus yang dalam model struktur mobilisasi menentukan perubahan

sosial yang mendasari terjadinya mobilisasi. Melengkapi teori proses politik, Tilly

menambahkan spesifikasi peluang politik dengan indikator berikut:

1. Multiplisity sentral kekuasaaan dalam suatu rezim

2. Keterbukaan rezim terhadap aktor baru

Page 37: BAB II euphimisme berbagai mewakili - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170820110003_2_2536.pdf · yang digunakan oleh Orde Baru tersebut bukanlah tanpa alasan,

50

3. Ketidakstabilan koalisi politik

4. Tersedianya sekutu dan pendukung

5. Perlawanan terhadap represi rezim dan aksi klaim kolektif

6. Perubahan menentukan dari poin 1 ke poin 5 (Tilly, 2005;44).

Indikator spesifik ini juga ditempatkan pada komposisi yang dinamis dan

interaktif sebagaiman model struktur mobilisasi. Represi rezim merupakan

indikator yang diambil Tilly dari penjelasan McAdam bahwa represi yang

dilakuakan oleh rezim mengasah respon gerakan sosial (McAdam, 1996).

Indikator respon gerakan sosial ataupun organisasi terhadap represi diringkas

dalam dua bentuk sikap yaitu toleransi dan protes. Dalam model peluang

politiknya karena Tilly berorientasi pada dampak represi rezim pasca respon

organisasi dan populasi. Menurutnya, protes ataupun toleransi tetap menciptakan

sirkulasi peluang politik pada perpecahan elit politik.

Gambar 2.4 Struktur Peluang Politik

(Sumber: Diolah dari Tilly, 2005;44)

Pada gambar di atas ditunjukkan interaksi dinamis yang terjadi dalam unit

analisis struktur peluang politik Tilly. Struktur peluang politik dalam model ini

Multiplisitas sentral

kekuasaaan dalam suatu

rezim

Keterbukaan rezim

terhadap aktor baru

Tersedianya sekutu dan

pendukung

Perlawanan terhadap

represi rezim dan aksi

klaim kolektif

Ketidakstabilan koalisi

Politik

Page 38: BAB II euphimisme berbagai mewakili - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170820110003_2_2536.pdf · yang digunakan oleh Orde Baru tersebut bukanlah tanpa alasan,

51

tidak menggunakan mekanisme kausal yang berasal dari satu identitas fenomena

melainkan berasal dari proses. Setiap unit analisis memiliki relasi kausal dengan

unit analisis lainnya, terkecuali pada poin ketiga (tengah) ketidakstabilan koalisi

politik.

Ketidakstabilan koalisi politik disebabkan oleh terjadinya pemendaran atau

multiplisitas sentral kekuasaan atau perpecahan di tingkat elit rezim yang

berkuasa. Oleh karenanya, menentukan tersedianya peluang aliansi atau sekutu

namun tidak menentukan keterbukaan rezim terhadap aktor politik baru.

Sebaliknya, keterbukaan rezim membuka peluang terbentuknya sekutu namun

tidak menentukan ketidakstabilan koalisi politik. Tersedianya sekutu atau peluang

kelompok yang dapat dipengaruhi oleh suatu organisasi dan gerakan sosial dapat

mendorong terjadinya protes ataupun penciptaan klaim kolektif (misalnya

tutntutan pengambilalihan lahan oleh serikat tani). Klaim kolektif dan protes

tersebut menghasilkan respon dari rezim. Tilly menyederhanakan proses ini dalam

perubahan yang menentukan terjadinya berpendarnya sentral kekuasaan.

Perubahan merupakan proses utama dalam model struktur peluang politik Tilly,

proses ini ini ditentukan oleh dua respon yaitu toleransi dan represi rezim.

2.3.3 Proses Framing

Proses framing dalam teori proses politik digunakan dalam memahami

kesuksesan dan kegagalan organisasi ataupun gerakan sosial meraih simpati luas

pada populasi. Proses ini menuntut komitmen tinggi organisasi dan gerakan sosial

dalam mempengaruhi publik. Pembentukan framing secara interaktif berkaitan

dengan struktur mobilisasi. Sidney Tarrow (1986;110-117) menjelaskan bahwa

Page 39: BAB II euphimisme berbagai mewakili - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170820110003_2_2536.pdf · yang digunakan oleh Orde Baru tersebut bukanlah tanpa alasan,

52

dalam menjalankan proses framing alat yang digunakan oleh aktor gerakan adalah

media yang memegang peran penting dalam mengomunikasikan framing gerakan.

Dalam konteks penelitian ini, politik sayap kiri seringkali tidak

menggunakan media mainstream. Politik sayap kiri cenderung mengandalkan

sirkulasi media internal dalam bentuk koran internal, selebaran, ataupun media

elektronik. Namun yang lebih utama adalah menemukan frame politik sayap kiri

itu sendiri. Pemahaman mengenai ideologi politik dan interpretasi politik sayap

kiri terhadap kelompok populasi yang dijadikannya sebagai basis legitimasi

menentukan proses framing yang dilakukan oleh politik sayap kiri.

2.3 Kerangka Pemikiran

Pada penelitian ini, peneliti merumuskan beberapa asumsi penelitian

Pertama, politik sayap kiri pasca-65 memiliki perbedaan pra-65 baik secara

ideologi, strategi politik hingga bentuk organisasi yang dipengaruhi oleh

perbedaan abstraksi konseptual dan perbedaan situasi politik yang dihadapinya.

Kedua, PRD menunjukkan bahwa politik sayap kiri memiliki fleksibilitas strategi

politik dan bentuk organisasi sesuai dengan peluang politik yang dihadapinya.

Fleksibilitas ini ditunjukkan dalam kemampuan sublimasi organisasi secara

paralel pada bentuk gerakan sosial dan partai politik.

Asumsi diuji dengan membagi penelitian dalam dua tahap yaitu; pertama,

mengidentifikasi varian politik sayap kiri PRD melalui empat indikator yang

berlandaskan pada perdebatan konseptual dan perdebatan strategi politik sayap

kiri. Identifikasi varian politik sayap kiri yang digunakan oleh PRD ini bermanfaat

pada unit analisis struktur mobilisasi dalam proses politik. Kedua, untuk

Page 40: BAB II euphimisme berbagai mewakili - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/170820/2011/170820110003_2_2536.pdf · yang digunakan oleh Orde Baru tersebut bukanlah tanpa alasan,

53

menjelaskan bagaimana PRD mengembangkan strategi pemilu peneliti

menggunakan teori proses politik. Pembahasan dilakukan melalui tiga kategori

dalam teori proses politik yaitu struktur mobilisasi, struktur peluang politik, dan

proses framing. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan dua model analisis

proses politik yang digunakan oleh Tilly dan menggabungkannya dengan analisis

politik marxis yang mengidentifikasi varian politik sayap kiri PRD. Peneliti juga

menambahkan struktur peluang politik sebagai basis dampak mobilisasi yang

terbagi pada dua respon yaitu fasilitasi dan represi dari rezim. Oleh karena itu,

peneliti memodifikasi model tersebut menjadi kerangka pemikiran.

Gambar 2.5 Kerangka pemikiran

Keterangan: Interaksi Respon Interaksi tidak langsung

Varian Politik

Sayap kiri

PRD Program Politik

PRD

Mobilisasi/ Strategi

Politik

Organisasi

Taktik: People power,

pemilu dan Propaganda

Proses Framing

Media Massa dan

Media Internal

Peluang Politik

Represi Fasilitasi