bab iv hasil penelitian dan pembahasan...

96
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian 1.1.1. Diskripsi Umum Ombudsman Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan merupakan institusi independen hak asasi manusia Timor Leste, didirikan berdasarkan Undang- Undang Nomor 7 Tahun 2004. Institusi ini, berada dibawah tanggungjawab Parlemen Nasional, dan diberi mandat oleh konstitusi dalam rangka perlindungan hak asasi manusia dan mempromosikan penegakkan Pemerintahan Yang Baik (good governance). Ombudsman berkedudukan di ibu kota negara Republik Demokratik Timor Leste, Dili, dengan wilayah kerja meliputi seluruh teritori nasional. Ombudsman dapat mendirikan perwakilan "Ombudsman" di propinsi dan/atau di daerah kota kabupaten. Profil Institusi Ombudsman Timor Leste, sejak dibentuk 29 Mei 2005 hingga dewasa ini, dengan: Slogam : Perlindungan Hak Asasi Manusia, dan Mempromosikan Good Governance. Nama Asli Institusi : Provedoria Dos Direitos Humanos E Justiça. Ketua Periode I dan II : Sr. Sebastião Dias Ximenes. Status Institusi : Lembaga Pengawasan Negara Independen. Landasan Hukum : Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004. Fungsi Lembaga : Menerima dan Menyelesaian Pengaduan- Pengaduan Masyarakat Tentang Perbuatan Badan- Badan Publik Yang Tidak Berkeadilan. Tugas Dan Kewenangan : Investigasi, Monitoring, Mediasi dan Konsiliasi atas Pelanggaran Hak Asasi Manusia dan Mal-administrasi Publik. Alamat Institusi : Berada di Ibu Kota Negara Republik Demokratik Timor Leste, Jl. CaiKoli, Dili, Timor Leste. 4.1.2. Sejarah Singkat Pembentukan

Upload: tranhuong

Post on 09-Mar-2019

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

1.1.1. Diskripsi Umum Ombudsman

Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan merupakan institusi

independen hak asasi manusia Timor Leste, didirikan berdasarkan Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 2004. Institusi ini, berada dibawah tanggungjawab

Parlemen Nasional, dan diberi mandat oleh konstitusi dalam rangka perlindungan

hak asasi manusia dan mempromosikan penegakkan Pemerintahan Yang Baik

(good governance). Ombudsman berkedudukan di ibu kota negara Republik

Demokratik Timor Leste, Dili, dengan wilayah kerja meliputi seluruh teritori

nasional. Ombudsman dapat mendirikan perwakilan "Ombudsman" di propinsi

dan/atau di daerah kota kabupaten.

Profil Institusi Ombudsman Timor Leste, sejak dibentuk 29 Mei

2005 hingga dewasa ini, dengan:

Slogam : Perlindungan Hak Asasi Manusia, dan

Mempromosikan Good Governance.

Nama Asli Institusi : Provedoria Dos Direitos Humanos E Justiça.

Ketua Periode I dan II : Sr. Sebastião Dias Ximenes.

Status Institusi : Lembaga Pengawasan Negara Independen.

Landasan Hukum : Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004.

Fungsi Lembaga : Menerima dan Menyelesaian Pengaduan-

Pengaduan Masyarakat Tentang Perbuatan Badan-

Badan Publik Yang Tidak Berkeadilan.

Tugas Dan Kewenangan : Investigasi, Monitoring, Mediasi dan Konsiliasi

atas Pelanggaran Hak Asasi Manusia dan

Mal-administrasi Publik.

Alamat Institusi : Berada di Ibu Kota Negara Republik Demokratik

Timor Leste, Jl. CaiKoli, Dili, Timor Leste.

4.1.2. Sejarah Singkat Pembentukan

Setelah disahkannya Konstitusi Republik Demokratik Timor Leste pada

tanggal 29 Maret 2002, Pasal 27, Konstitusi mengatur tentang pemberian

pembentukan Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan. Sebagai

implementasinya, Majelis Konstituente Republik Demokratik Timor Leste terpilih

yang berjumlah 89 (delapan puluh sembilan) orang, dibawah pimpinan Presiden

Majelis Sr. Francisco Guterres “Lu Olo” dari Partai FRETILIN, dua orang

Wakil Presiden masing-masing Sr. Francisco Xavier do Amaral dari partai ASDT

(Almarhum) dan Sr. Arlindo Marçal, PDC, membentuk Komisi A Parlemen

Nasional, yang terdiri 12 orang deputados (anggota parlemen), diserahi tugas

untuk pembuatan undang-undang Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan.

Pada tanggal 26 Mei 2004, Parlemen Nasional, menerbitkan Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 2004, tentang Estatuto Ombudsman Hak Asasi Manusia

Dan Keadilan, dipublikasikannya melalui Lembaran Negara (Jornal da

República) Serie I, No.o 19 2004.

Dengan telah diterbitkannya undang-undang tersebut, maka dibawah

pimpinan Perdana Menteri Timor Leste pertama, Dr. Mari Bin Amude Alkatiri,

mengambil kebijakan penting untuk mendirikan Institusi Ombudsman Hak Asasi

Manusia Dan Keadilan di Timor Leste pada tanggal 29 Mei 2005.

Pada tanggal 16 Juni 2005, Parlemen Nasional Timor Leste, memilih Sr.

Sebastião Dias Ximenes sebagai Ketua Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan

Keadilan, berdasarkan calon yang diusulkan oleh FRETILIN, dan meraih

pemilihan suara (voting) mutlak di Parlemen Nasional untuk memimpin Institusi

Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan Timor Leste, yang dikenal sebagai

Provedor.

Pada bulan Juli 2005, Ketua Ombudsman memilih dua orang Wakilnya

(Provedor Adjunto), masing-masing Sr. Silverio Pinto Baptista Wakil

Ombudsman untuk area Hak Asasi Manusia (HAM) dan Sr. Amandio de Sá

Benevides Wakil Ombudsman untuk area Good Governance dan Anti Korupsi.

Anggota Ombudsman (1 Ketua dan 2 Wakil Ketua) dilantik secara resmi oleh

Parlemen Nasional pada bulan Juli tahun 2005.

Setelah pelantikan, Ketua dan Wakil Ketua Ombudsman mulai aktif

menjalankan fungsi jabatannya, namun pada awalnya hanya terbatas pada

pembenahan institusi dan mensosialisasikan peran, fungsi, tugas dan kewenangan

Ombudsman kepada publik di teritori nasional Timor Leste.

Pada tanggal 20 Maret 2006, Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan

Keadilan, baru mulai membuka pintu pertama kalinya ke publik untuk menerima

keluhan-keluhan masyarakat tentang perbuatan penyelewengan pejabat negara

dan birokrasi pemerintahan beserta lembaga-lembaga publik yang bersangkutan.

Pada bulan Juni tahun 2010, masa kepemimpinan periode pertama

Anggota Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan berakhir, namun

Parlemen Nasional menunjuk kembali Sr. Sebastião Dias Ximenes, untuk

menduduki jabatan ketua Ombudsman pada periode kedua kalinya (2010-2014).

Penunjukan kembalinya Sr. Sebastião Dias Ximenes ini, dengan pertimbangan

Parlemen Nasional bahwa masih adanya tunggakan kasus-kasus pada masa

periode pertama kepemimpinannya, sehingga dipilih kembalinya untuk

menyelesaikannya.

Pada proses selanjutnya, Ketua Ombudsman memilih kembali Sr.

Silverio Pinto Baptista untuk menduduki posisi Wakil Ombudsman untuk area

Hak Asasi Manusia sedangkan Wakil Ombudsman untuk area Good Governance

dan Anti Korupsi Sr. Amandio de Sá Benevides, digantikan oleh Sr. Rui Pereira

dos Santos, untuk masa jabatan periode 2010-2014. Pada periode tahun 2010,

Divisi Anti Korupsi di hilangkan dari Ombudsman, karena negara mendirikan

Komisi Anti Korupsi Timor Leste (KAK) tersendiri, terpisah dari Ombudsman

Hak Asasi Manusia Dan Keadilan.

Dari latar belakang pembentukan di atas, menunjukan Ombudsman Hak

Asasi Manusia Dan Keadilan Timor Leste merupakan Parliementary

Ombudsman, karena anggota Ombudsman dipilih dan diangkat serta

diberhentikan secara resmi oleh Parlemen, dan setiap tahun, tepatnya tanggal 30

Juni, menyampaikan Laporan Hasil Kerja Tahunannya/Anual Report kepada

Parlemen Nasional.

4.1.3. Visi Ombudsman

Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan Timor Leste, memiliki visi

“perlindungan hak asasi manusia, memperkuat integritas serta promosi

penegakkan kepemerintahan yang baik (good governance)”.

4.1.4. Misi Ombudsman

Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan, merupakan institusi

nasional hak asasi manusia Timor Leste. Didirikan khusus untuk perlindungan

hak asasi manusia dan promosi penegakkan pemerintahan yang baik (good

governance). Untuk pencapaian tujuan tersebut, dilakukan melalui:

a. Pendidikan: menciptakan pengertian umum, yaitu membangun budaya

politik publik bagi penhormatan hak asasi manusia, negara hukum

demokratik serta kepemerintahan yang baik dengan prinsip-prinsipnya.

b. Kerja sama: membantu para pekerja publik dan agen-agen pemerintahan

untuk mengembangkan kebijakan, prosedur dan mekanisme kerja yang

sesuai dengan lingkup kerjanya Ombudsman.

c. Resolusi: efektif menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia,

penyalahgunaan wewenang dan mal-administrasi, melalui efektivitas kerja

yang menyangkut pemprosesan terhadap laporan-laporan atau pengaduan-

pengaduan masyarakat.

d. Investigasi, Penelitian Dan Monitoring: menyampaikan rekomendasi

mengenai bentuk dan tindakan atas perlindungan hak asasi manusia dan

penegakkan kepemerintahan yang baik (good governance), berdasarkan pada

hasil yang didapatkan dari investigasi, penelitian dan monitoring untuk

memperkuat bahwa legislasi (peraturan perundang-undangan) harus

disesuaikan dengan ketentuan konstitusi.

4.1.5. Tujuan Dan Sasaran Ombudsman

Dari uraian visi dan misi Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan

di atas, maka terdapat beberapa tujuan dan sasaran yang hendak dicapai yaitu:

1. Mewujudkan negara hukum demokratik, adil, dan sejahtera

2. Mendorong penyelenggaraa negara dan pemerintahan yang efektif dan

efisien, jujur, terbuka, bersih serta bebas dari korupsi, kolusi, dan

nepotisme;

3. Meningkatkan mutu pelayanan administrasi negara di segala bidang agar

setiap warga negara memperoleh kemudahan, bagi peningkatan

kesejahteraan yang semakin membaik

4. Membantu menciptakan dan meningkatkan upaya untuk pemberantasan

dan pencegahan praktik - praktik mal-administrasi, penyalahgunaan

wewenang dan diskriminasi publik.

5. Meningkatkan budaya kesadaran hukum publik yang berintikan kebenaran

serta keadilan, sebagai penhormatan hak asasi manusia dan demokrasi.

4.1.6. Mandat Hukum Ombudsman

Sesuai dengan Undang - Undang Nomor 7 Tahun 2004,

Mandat hukum Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan adalah:

1. Perlindungan Hak Asasi Manusia

2. Promosi Penegakkan Kepemerintahan Yang Baik (good governance)

3. Pemantaun/Monitoring

4.1.7. Struktur Organisasi Dan Uraian Pembagian Tugas Ombudsman.

Struktur organisasi Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan Timor

Leste, secara institusional di dasarkan pada pengaturan Undang-Undang Nomor 7

Tahun 2004 dan Peraturan Perundang-Undangan Nomor 25 Tahun 2011,

Tentang Organik Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan, digambarkan

sebagai berikut:

Berdasarkan pada gambar organigram struktur di atas, Organisasi

Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan Timor Leste, secara institusional

terdir dari :

1). Ketua Ombudsman (Provedor)

2). Wakil Ketua Ombudsman (Provedor Adjunto)

3). Direktur Umum (Directur Geral)

4). Divisi Hak Asasi Manusia (Diresão de Direitos Humanos)

5). Divisi Good Governance ( Diresão de Boa Governasão)

6). Divisi Asistensi Umum ( Diresão de Asistençia Publica)

7). Divisi Administrasi Dan Keuangan (Dir. de Administrasão e Finansas)

8). Kabinet Pemeriksaan/Inspeksi (Gabinete de Inspesão)

9). Kabinet Bantuan Hukum (Gabinete de Asistençia Juridica)

4.1.8. Pembagian Dan Uraian Tugas Umum Ombudsman

1. Direktur Umum (Directur Geral)

Misi dari direktur umum adalah memberikan orientasi terhadap seluruh

pekerjaan Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan. Dan yang menjadi

tugas pokoknya adalah sebagai berikut:

a) Menjamin administrasi umum terhadap seluruh pekerjaan internal

Ombudsman, mengambil tindakan yang tepat sesuai petunjuk dari

program yang ada berdasarkan orientasi dari ketua Ombudsman

(Provedor).

b) Memberi, mengatur, mengembangkan dan menkoordinasi secara

teknikal mengenai manajemen profisional dan kefungsian efisiensi

kerja di area administrasi umum, keuangan dan pengaturan keasetan.

c) Memberikan dukungan bagi Ketua Ombudsman untuk mengembangkan

perencanaan strategik institusional.

d) Menkoordinasi terhadap elaborasi proyek anggaran tahunan

Ombudsman, dll.

2. Divisi Hak Asasi Manusia (Diresão de Direitos Humanos)

Divisi Hak Asasi Manusia adalah spesiliasasi teknikal kerja Ombudsman

di area perlindungan hak asasi manusia di teritori nasional Timor Leste. Divisi

Hak Asasi Manusia dipimpin oleh seorang direktur setingkat dengan direktur

nasional, yang bekerja dilingkup hukum. Divisi Hak Asasi Manusia mempunyai

tugas:

a) Melakukan investigasi menurut peraturan internal yang diaplikasikan

dan juga sesuai pendelegasian kewenangan dari Ombudsman.

b) Mempertahankan dan mengaktualisasi data tentang hak asasi manusia

yang didapatkan dari investigasi.

c) Membuat laporan mengenai nvestigasi di area hak asasi manusia.

d) Melakukan kerja sama untuk melaksanakan tindakan mediasi dan

konsiliasi di area hak asasi manusia.

e) Mengembangkan dan mengimplementasikan aktifitas monitoring

terhadap aksi para pejabat pemerintahan.

f) Menyampaikan rekomendasi untuk memberhentikan berbagai

pelanggaran serta mengembangkan mekanisme bagi para pejabat

pemerintahan untuk melaksanakan hak asasi manusia.

g) Memajukan pengetahuan umum masyarakat dan layanan publik yang

relevan dengan hak asasi manusia.

3. Divisi Good Governance (Diresão de Boa Governasão)

Divisi Good Governance adalah spesiliasasi teknikal kerja Ombudsman

di area pencegahan mal-administrasi (pemerintahan yang buruk) dan

penegakkan pemerintahan yang baik (good governance) di teritori nasional

Timor Leste. Divisi Good Governance dipimpin oleh seorang direktur

setingkat dengan direktur nasional, yang bekerja di lingkup hukum.

Divisi Good Governance mempunyai tugas:

a) Melakukan investigasi menurut peraturan internal yang diaplikasikan

dan juga sesuai pendelegasian kewenangan dari Ombudsman.

b) Mempertahankan dan mengaktualisasi pengumpulan data mengenai

investigasi di area good governance.

c) Membuat laporan mengenai kasus-kasus yang dinvestigasikan di area

good governance.

d) Melakukan kerja sama untuk melaksanakan mediasi dan konsiliasi

terhadap pengaduan-pengaduan sesuai yang dinyatakan oleh undang-

undang.

e) Memperkembangkan dan melaksanakan aktifitas monitoring terhadap

aksi para penguasa negara, sesuai estrategik yang telah di

teridentifikasi di area espesialisasinya.

f) Membuat penelitian dan menganalisis mengenai pengimplementasi

prinsip-prinsip good governance oleh pemerintah.

g) Menyiapkan opini terhadap kesalahan perbuatan badan publik.

h) Menyampaikan rekomendasi untuk memberhentikan dan

mempertanggungjawaban terhadap praktik-praktik mal-administrasi,

mengembangkan dan memperkuat mekanisme bagi terwujudnya good

governance bagi para penguasa negara.

i) Memajukan pengetahuan publik dan pelayanan publik yang sesuai

dengan area kerja good governance.

j) Melakukan kerja sama dengan organ atau badan-badan

negara/pemerintah dan institusi-institusi non-pemerintahan lainnya

dengan tujuan untuk melaksanakan kewenangannya (penegakkan good

governance).

4. Divisi Asistensi Publik (Diresão de Asistencia Publica)

Divisi Asistensi Publik adalah spesiliasasi teknikal kerja Ombudsman di

area penerimaan dan pelayanan terhadap pengaduan/laporan-laporan masyarakat,

juga melaksanakan mediasi dan konsiliasi dengan tujuan untuk dapat

menyelesaikan pengaduan/laporan-laporan yang ada. Divisi Asistensi Publik

dipimpin oleh seorang direktur setingkat dengan direktur nasional yang bekerja

di lingkup hukum. Divisi Asistensi Publik mempunyai tugas sebagai berikut:

a) Menjamin resesi terhadap pengaduan/laporan-laporan masyarakat

yang disampaikan kepada Ombudsman menurut undang-undang dan

sesuai dengan petunjuk peraturan internal.

b) Menyiapkan dokumen-dokumen yang berhubungan dengan

pemprosesan pengaduan menurut petunjuk peraturan internal.

c) Melakukan pengawasan lansung terhadap aktivitas kerja delegasi

teritori dan menjamin hubungan antara delegasi teritori dengan kerja

Ombudsman yang lainnya.

5.Divisi Administrasi Dan Keuangan (Dir. de Administrasão e Finansas)

Misi kerja dari Divisi Administrasi Dan Keuangan, yaitu memberikan

bantuan teknikal dan administratif bagi Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan

Keadilan di area administrasi umum, sumber daya manusia, dokumentasi,

pengarsipan, pengaturan aset dan keuangan. Divisi Administrasi dan Keuangan

dipimpin oleh seorang direktur setingkat dengan direktur nasional, yang bekerja

di lingkup hukum. Divisi Administrasi Dan Keuangan mempunyai tugas sebagai

berikut:

a) Memberikan bantuan logistik dan administratif kepada Ombudsman

dan juga pekerjaan Ombudsman serta organisme yang lainnya untuk

melaksanakan tugas dan fungsinya.

b) Menkoordinasikan pekerjaan Ombudsman dengan organisme yang

relefan, menyusun perencanaan aktivitas kerja tahunan dan laporan

mengenai implementasinya.

c) Menkolaborasi dengan entitas yang berkompeten, untuk menyiapkan

anggaran tahunan Ombudsman.

d) Melaksanakan anggaran yang dialokasikan kepada Ombudsman, atas

otorisasi anggota Ombudsman.

e) Melakukan penyediaan anggaran bagi operasionalisasi Ombudsman

Hak Asasi Manusia Dan Keadilan.

6. Kabinet Pemeriksaan (Gabinete de inspesão)

Misi dari Kabinet Pemeriksaan Ombudsman Hak Asasi Manusia yaitu aksi

disipliner, pengontrolan dan pengawasan terhadap pembelanjaan dan pembiayaan

terhadap pekerjaan Ombudsman dan organismenya. Kabinet

Pemeriksaan/Inspeksi, dipimpin oleh seorang inspektur setingkat dengan jabatan

kepala departemen dibawah sebuah Divisi, yang bekerja di lingkup hukum.

Kabinet Pemeriksaan mempunyai tugas sebagai berikut:

a) Mengevaluasi terhadap aktivitas pengaturan administratif, pembelanjaan

dan pembiayaan serta pengunaan aset bagi operasionalisasi Ombudsman

dan organismenya, membuat rekomendasi bagi Ombudsman untuk

mengambil tindakan-tindakan yang tepat bagi perbaikan keterbatasan

yag ada, juga untuk kesalahan-kesalahan yang teridentifikasi.

b) Melakukan pemeriksaan, menyelesaikan kasus-kasus (averiguasaun),

meminta keterangan (inkeretu) dan mengauditing (auditoria),

berdasarkan pada undang-undang yang berlaku, mempersiapkan

masukan-masukan yang akan di sampaikan kepada Ombudsman bila

diperlukan.

c) Melakukan penginstruksian proses disipliner bagi Ombudsman dan juga

para stafnya, menurut petunjuk dari Ketua Ombudsman.

d) Pemberian masukan-masukan yang relevan bagi Ketua Ombudsman

untuk mengambil proses disipliner, apabila telah didapatkan kesalahan-

kesalahan tertentu.

7. Kabinet Penasehat Hukum (Gabinete de Assesoria Juridica)

Kabinet Penasehat Hukum adalah unit yang memberikan bantuan bagi

Ombudsman mengenai perihal atau masalah hukum. Kabinet Penasehat Hukum

dipimpin oleh seorang pejabat setingkat dengan jabatan kepala departemen

dibawah sebuah Divisi, yang bekerja di semua lingkup hukum. Kabinet

Penasehat Hukum mempunyai tugas sebagai berikut:

a. Memberikan bantuan hukum bagi Ombudsman untuk

mengimplementasi mandat Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan

Keadilan.

b. Memberikan bantuan hukum bagi Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan

Keadilan untuk melaksanakan kewenangannya yang berhubungan

dengan berbagai mekanisme untuk menjamin konstitusi.

c. Membuat analisis secara teknikal terhadap penelitian dan ferifikasi bagi

kompatibilisasi dari berbagai undang-undang, peraturan-peraturan,

disposisi administratif, kebijakan dan praktik-praktik yang ada.

d. Memberikan pendapat secara tehnik dan hukum kepada Ombudsman

hak Asasi Manusia Dan Keadilan, mengenai permintaan/permohonan

penerbitan undang-undang dan peraturan perundang-undangan, apabila

organ atau badan-badan publik meminta masukannya.

4.1.9. Keterbatasan Kewenangan Ombudsman

Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan Timor Leste tidaklah jauh

berbeda dengan Ombudsman di banyak negara. Dimana dibatasi aksi/tindakan

kekuasaannya oleh Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004, sebagai berikut:

a. Ombudsman tidak diperbolehkan untuk melakukan tindakan apapun

terhadap aktifitas fungsional Parlemen Nasional dan Pengadilan, kecuali

hanya terbatas pada fungsi aktivitas administratif dan tindakan pengaturan

administrasinya.

b. Ombudsman tidak diperbolehkan untuk mengambil keputusan yang

menentang hak asasi manusia dan/atau kebebasan hak-hak dasar

kemanusiaan.

c. Ombudsman tidak diperbolehkan untuk menginvestigasi pelaksanaan

fungsi organ-organ yudisial maupun putusan-putusan pengadilan.

d. Ombudsman tidak diperbolehkan untuk menginvestigasi pelaksanaan

fungsi-fungsi legislatif.

e. Ombudsman tidak diperbolehkan untuk menginvestigasi kasus-kasus yang

sedang berjalan dimuka umum sebuah pengadilan.

f. Ombudsman tidak diperbolehkan melakukan tindakan baik penanganan

maupun penyelesaian atas kasus-kasus yang terjadi sebelum

pembentukannya tahun 1975-2003.

g. Ombudsman diperbolehkan membuat rekomendasi dengan pemberian

sanksi-sanksi secara hukum menurut tingkat pelanggaran yang

diperbuatkan.

h. Dalam hal agensi pemerintahan yang tidak menuruti ataupun

mengindahkan rekomendasi-rekomendasi Ombudsman, Ombudsman

memiliki kewenangan untuk melaporkannya kepada Presiden, Perdana

Menteri, Parlemen Nasional dan Media massa (publik).

4.1.10. Nilai-Nilai Inti/Core Values Ombudsman

Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan dalam menjalankan tugas

dan kewenangannya berasaskan pada nilai-nilai inti, yaitu:

a). Keadilan

b). Tidak memihak

c). Non-diskriminasi

d). Efektivitas

e). Pertanggungjawan

f). Ketepatan, dan

g). Kerahasiaan

4.1.11. Manajemen Penerimaan Pengaduan

Menurut Undang-Undang Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan

Keadilan Nomor 7 Tahun 2004, setiap warga negara maupun bukan warga negara

Timor Leste berhak menyampaikan laporan pengaduan kepada Ombudsman.

Penyampaian laporan pengaduan kepada Ombudsman tidak dipungut biaya atau

imbalan dalam bentuk apa pun (gratis).

Pengaduan setiap warga masyarakt, dilaporkan melalui Divisi Penanganan

Pengaduan yang disiapsediakan oleh Ombudsman yang dinamai Asistencia

Publica. Prosedur dan mekanisme penerimaan pengaduan oleh Institusi

Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan diatur melalui dua sistem, yaitu

manajemen pengaduan internal dan eksternal, pada:

a. Manajemen Pengaduan Internal

Yaitu, seorang pengadu/pelapor, mendatangi secara lansung ke Instansi

Ombudsman, khususnya di Divisi Penanganan Pengaduan Ombudsman, baik

secara perorangan maupun kelompok, ataupun didampingi oleh kuasa

hukumnya untuk melaporkan permasalahannya kepada Ombudsman.

b. Manajemen Pengaduan Eksternal

Yaitu, seorang pengadu atau pelapor, dapat menyampaikan laporan

permasalahannya secara tidak lansung tertuju ke instansi Ombudsman,

dengan melalui:

1. Hotline (Telephon, SMS, Email dan Fax ).

2. Kotak Pos dan Giro (Korespondensi dalam bentuk petisi, tanggapan atas

media Massa, diseminasi draft undang-undang dll).

3. Tembusan Disposisi pejabat negara dan penyelenggara pemerintahan.

4. Kotak Pengaduan/Kaixa Keixa Ombudsman yang disediakan.

5. Lembaga Pendelegasian Ombudsman di daerah/lokal.

4.1.12. Profil Pegawai Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan

Keadaan ketenagakerjaan Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan

Keadilan ditampilkan sebagaimana pada Tabel 4.1. sebagai berikut ini:

Tabel: 4.1. Profil Ketenagakerjaan Ombudsman Hak Asasi Manusia

Dan Keadilan 2012

Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan

Pegawai Aktual

Status JS

A

JS

B

JF

C

JF

D

TA

E

AS

F

As

G

Total

Pegawai

20011-2012

P T 0 4 13 23 7 10 3 60

PH 0 0 0 0 0 0 0 0

Pegawai Non Rekrutmen

PT 1 0 8 9 21 0 1 40

PH 0 0 0 0 0 0 0 0

Total Total 1 4 21 32 28 10 4 100

Sumber: Data Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan 2012

Tabel di atas menunjukan bahwa, pada tahun anggaran 2011 Ombudsman

telah merekrut tambahan pegawai berjumlah 34 orang, dengan tujuan untuk

memperkuat struktur baik tingkat nasional maupun regional. Dengan perekrutan

tambahan pegawai ini, maka jumlah total pegawai Ombudsman Hak Asasi

Manusia Dan Keadilan pada tahun 2012 berjumlah 100 orang, yang terdiri dari

latar belakang pendidikan dan tingkat profesional yang berbeda.

Diantara total angka penjumlahan pegawai Ombudsman Hak Asasi

Manusia Dan Keadilan di atas, pegawai laki-laki (LL) berjumlah 36 orang.

Terdapat 1 orang yang menduduki posisi direktur umum, dengan

pangkat/golongan 7 A (Teknik Superior), 3 orang menduduki posisi direktur

nasional dengan pangkat/golongan 6 B (Teknik Superior), 14 orang kepala

departemen dengan pangkat/golongan 5 C (Teknik Profesional), 5 orang dengan

pangkat/golongan 4 D (Teknik profesional investigator, pemantau, instruktur anti

mal-administrasi publik), 4 orang pegawai administratif dengan pangkat/golongan

3 E (Teknik Administratif) dan 1 orang asistensi dengan pangkat/golongan 2 F

(Asisten) dan 1 orang menduduki posisi pangkat/golongan 2 G (Asisten).

Sedangkan pegawai perempuan (P), berjumlah 23 orang. Ada 2 orang yang

menduduki posisi direktur nasional dan regional dengan pangkat/golongan 5 B, 2

orang menduduki kepala departemen dengan pangkat/golongan 4 D dan yang lain

menduduki posisi investigator, mediasi dan konsiliasi, advokasi, monitor,

istruktur, administrasi dan asisten.

4.1.13. Komposisi Pegawai Berdasarkan Penempatan Pada Divisi Good Gov-

ernance, Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan

Sebagaimana telah dikemukakan di atas bahwa jumlah pegawai pada

Instansi Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan, secara alokatif telah

ditempatkan pada beberapa departemen di Divisi Good Governance. Untuk

mengetahui dengan jelas keadaan tersebut dapat ditampilkan dalam tabel berikut

ini:

Tabel: 4.1. Profil Pegawai Divisi Good Governance

Sumber: Hasil Penelitian 31 September 2012

Divisi

(Departemen)

Direktur/

Kepala

Deptartemen

Investigator Monitoring Edukator

Publik

Total

LL P LL P LL P

Direktur Good Governance 1 1

Investigasi Mal-administrasi Publik 1 4 2 7

Monitoring Mal-administrasi Publik 1 1 1 3

Pendidikan Umum Anti Mal-adm

Publik

1 2 3

Total 4 4 2 1 1 2 14

Dengan memperhatikan data pada tabel 4.2 di atas, profil pegawai di

Divisi Good Governance, Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan terdiri

dari 3 Departemen, yaitu Departemen Investigasi Mal-administrasi Publik.

Departemen ini dikepalai oleh seorang kepala departemen yang disebut sebagai

Kepala Departemen Good Governance, memimpin 7 orang investigator, yaitu

lima orang laki-laki dan dua orang perempuan untuk melakukan investigasi

terhadap kasus-kasus dugaan adanya mal-administrasi publik. Selanjutnya adalah

Departemen Pencegahan Dan Monitoring Mal-administrasi Publik. Departemen

ini di kepalai oleh seorang Kepala Departemen Pencegahan Dan Monitoring di

perbantukan oleh satu orang asisten untuk melakukan monitoring terhadap kasus

dan/atau isu-isu tentang mal-administrasi publik. Yang terakhir adalah

Departemen Pendidikan Umum Anti Mal-administrasi. Departemen ini di kepalai

oleh seorang Kepala Departemen Pendidikan Umum Anti Mal-administrasi

Publik, diperbantukan oleh seorang asisten untuk membantu memberikan

pelatihan 10 prinsip good governance kepada publik di teritori nasional Timor

Leste.

4.1.14. Perkembangan Internal Ombudsman

Sampai dengan akhir tahun 2010, Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan

Keadilan telah membuka 4 instansi perwakilan Ombudsman di daerah,

khususnya di Kota Distrik/regional Baucau, Oecusse, Maliana dan Manufahi.

Masing-masing instansi perwakilan Ombudsman di distrik/regional dipimpin oleh

seorang direktur, dengan diperbantukan oleh satu 1 orang staff

penghubung/koordinator yang bertugas melaksanakan monitoring reguler,

pendidikan umum untuk membagi dan/ atau mensosialisasikan tentang peran

Ombudsman serta menerima pengaduan laporan dari warga masyarakat. Semenjak

tahun 2010 sampai saat ini Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan baru

membuka perwakilannya di 4 distrik/regional sebagaimana diamanatkan dalam

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004.

4.1.15. Good Governance di Timor Leste

Penerapan good Gevernance di beberapa negara sudah meluas mulai

tahun 1990-an, dan di Negara Timor Leste good gevernance mulai dikenal secara

lebih mendalam di tahun 2000-an. Karena pada periode ini, good governance

sebagai wacana penting baru muncul dalam berbagai pembahasan, diskusi,

penelitian, dan seminar, baik di lingkungan pemerintah, dunia usaha swasta, dan

masyarakat sipil, termasuk di lingkungan para akademisi dan eksistensi lembaga-

lembaga internasional yang ada di Timor Leste seperti: Asia Development Bank,

World Bank, International Monetering Found dan United Nations Development

Programme.

Dengan mengemukanya good governance di Timor Leste pada tahun

2000-an (masa persiapan restorasi kemerdekaan Timor Leste), maka Negara

Timor Leste memulai berbagai inisiatif yang dirancang untuk mempromosikan

Good Governance, untuk menjamin suatu penyelenggaraan pemerintahan negara

yang transparan, akuntabilitas, partisipatif, demokratis, responsibilitas,

berkeadilan dan penhormatan hak asasi manusia yang lebih baik dan efektif ke

depannya.

Mengenai penerapan good governance di Timor Leste, dideskripsikan

tahap perkembangannya sebagai berikut:

4.1.15.1. Periode I Pemerintahan Transisi Tahun 2000- 2002

Pada periode ini Timor Leste memasuki fase Pemerintahan Transisi

dibawah Perserikatan Bangsa-Bangsa, dengan misinya UNTAET (United Nations

Transitional Administration in East Timor). Berawal dari fase pemerintahan

transisi ini, mengantarkan Timor Leste mempersiapkan diri menuju pada

restorasi kemerdekaannya yang ditetapkan 20 Mei 2002. Merespon pada

momentum penting ini, maka pada bulan Januari tahun 2000 sampai Maret 2002,

penyusunan naskah Konstitusi Negara Republik Demokratik Timor Leste mulai

dilakukan oleh 89 (delapan puluh sembilan) Anggota Majelis Konstituente terpilih

tahun 2000, dibawah Ketua Majelis Sr. Francisco Guterres “Lu Olo” dari Partai

FRETILIN, dan dua orang Wakil Ketua Majelis masing-masing Sr. Francisco

Xavier do Amaral dari partai ASDT (Almarhum) dan Sr. Arlindo Marçal, PDC,

beserta 83 Anggota Parlemen (deputados), memunculkan ide dan mensatukan

persepsi tentang perlunya penerapan tatanan kepemerintahan yang baik (good

governance) di Timor Leste, untuk mengatur pelaksanaan kepemerintahan

kedepannya, hasilnya mendapatkan konsensus bersama sehingga mereka

membuat pengakuan dan menetapkan kebijakan bagi pemberian pembentukan

Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan dalam Pasal 27, Konstitusi

Republik Demokratik Timor Leste, pada tanggal 29 Maret 2002, yang berbunyi:

(1). Ombudsman merupakan lembaga independen yang berfungsi untuk

memeriksa dan mencari penyelesaian atas pengaduan-pengaduan yang

disampaikan oleh warga negara mengenai badan umum, memastikan

kesesuaian tindakan dengan hukum, mencegah dan memulai seluruh proses

untuk membetulkan ketidakadilan.

(2). Semua warga negara berhak mengajukan pengaduan berkaitan dengan

tindakan atau kelalaian badan umum kepada Ombudsman yang akan

melakukan penyilidikan, tanpa wewenang untuk menjatuhkan putusan, dan

akan mengajukan rekomendasi rekomendasi kepada pihak yang berwenang

sesuai dengan keperluan.

Kehadiran Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan dalam Pasal

27, Konstitusi Timor Leste, sebagi institusi yang berperan penting dalam

mereformasi visi, misi dan strategik pemerintahan menuju pada pemerintahan

yang baik. Atau dengan kata lain bahwa semenjak kehadiran Ombudsman Hak

Asasi Manusia Dan Keadilan dalam Konstitusi RDTL 29 Maret 2002, penerapan

good governance mulai tumbuh dalam kerangka sistem penyelenggaraan

pemerintahan negara di Timor Leste, untuk meningkatkan kesejahteraan bagi

masyarakat, bangsa dan negara.

Dalam konteks sistem pemerintahan Negara Timor Leste, dan sesuai

dengan ketentuan Konstitusi Republik Demokratik Timor Leste, bahwa

kewenangan/kekuasaan lembaga-lembaga negara bentukan konstitusi yang

diperlukan menerapkan good governance adalah:

1. Lembaga Eksekutif, yang terdiri dari:

a. Presiden Republik Demokratik Timor Leste

a. Pemerintah Negara Republik Demokratik Timor Leste, yang terdiri

dari:

Dewan Menteri

Dewan Menteri terdiri atas Perdana Menteri, Wakil-wakil Perdana

Menteri, dan para Menteri.

Penyelenggaraan Pemerintahan Umum Negara.

Penyelenggara Pelayanan Administrasi publik pemerintahan negara.

2. Lembaga Legislatif, yang terdiri dari:

Parlemen Nasional Republik Demokratik Timor Leste

3. Lembaga Yudikatif, terdiri dari:

Pengadilan Republik Demokratik Timor Leste

4.1.15.2. Periode II Kabinet Pemerintahan Konstitusional I Tahun 2002-

2006.

Pada masa Kabinet Pemerintahan Konstitusional I (pertama), komitmen

negara/pemerintah untuk melaksanakan good governance di Timor Leste

memasuki fase serius. Dimana ke-12 Deputadus/Anggota Parlemen dari Komisi A

Parlemen Nasional yang membidani Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan

Keadilan menerbitkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004, tentang Statuto

Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan, yang dipublikasikan melalui

Lembaran Negara Seri No. 9 Tahun 2004. Undang-Undang No. 7 Tahun 2004

inilah yang memunculkan visi dan misi Ombudsman tentang promosi penegakkan

tatanan kepemerintahan yang baik (good governance) di Timor Leste sejak

tanggal 26 Maret 2004.

Dengan diterbitkannya undang-undang ini di Timor Leste, maka

pemerintah (eksekutif), khususnya 15 Dewan Kementerian, 14 Wakil

Kementerian dan 10 Menteri Sekretaris Negara, Kabinet Timor Leste pertama,

bentukan Perdana Menteri Mari Bin Amude Alkatiri, dituntut untuk berkewajiban

menerapkan good governance ke dalam kerangka sistem penyelenggaraan

administrasi publik pemerintahan yang efektif, adil dan demokrasi dalam

pemberian layanan terhadap kepentingan publik sehari-harinya.

Adapun Ke-15 Dewan Kementerian, 14 Wakil Kementerian dan 10

Menteri Sekretaris Negara, pada masa Kabinet Pemerintahan Konstitusional

Pertama yang dituntut dan diwajibkan melaksanakan kepemerintahan yang baik

(good governance) tersebut, adalah sebagai berikut:

Tabel: 4.3. Kementerian Negara Dengan Para Menteri-Menteri

No Jabatan Menteri Nama

1 Luar Negeri dan Kerja Sama Dr. José Manuel Ramos Horta

2 Administrasi Negara dan Penataan Wilayah Dra. Ana Pessoa Pinto

3 Perencanaan Keuangan Maria Madalena Brites Boavida

4 Pertahanan dan Keamanan Roque Félix de Jesus Rodrigues

5 Menteri Kehakiman Domingos Maria Sarmento, S.H.

6 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Ir. Estanislau Aleixo da Silva

7 Pendidikan dan Kebudayaan Dr. Armindo Maia, M.Phil.

8 Menteri Kesehatan dr. Rui Maria de Araújo

9 Menteri Dalam Negeri Rogério Tiago Lobato

10 Menteri Pembangunan Abel da Costa Freitas Ximenes

11 Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Masyarakat Arsénio Paixão Bano

12 Sumber Daya Alam, Mineral, dan Politik Energi Dr. Marí Bin Amude Alkatiri

13 Transportasi dan Komunikasi Ir. Ovídio de Jesus Amaral

14 Menteri Pekerjaan Umum Ira. Odéte Genoveva Vítor da Costa

15 Dewan Menteri Drs. Antoninho Bianco

Sumber: Data Pemerintah Tentang Lembaran Negara Republiki Demokratik Timor Leste 2006

Berdasarkan informasi/data pada tabel 4.3 dijelaskan bahwa pada

pemerintah Konstitusional Pertama (Primeiro Governo Constitucional) adalah

kabinet Timor-Leste pertama yang dibentuk setelah pengambilalihan kekuasaan

dari Perseirikatan Bangsa-Bangsa melalui misinya di Timor Timur UNTAET

(United Nations Transitional Administration in East Timor) kepada Pemerintahan

Timor-Leste pada tanggal 20 Mei 2002 yang dikenal sebagai Hari Restorasi

Kemerdekaan. Kabinet ini dikepalai oleh Dr. Marí Alkatiri sejak Mei 2002 sampai

Juni 2006, yang terdiri dari 15 (lima Belas) Institusi Kementerian/Instititusões

Ministerial, yang dipimpin oleh kualitas 15 orang menteri negara. Fungsi dan

tugas Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan adalah mengalang

pemberdayaan masyarakat untuk melakukan pengontrolan/pengawasan terhadap

kinerja ke 15 (lima belas) orang menteri negara tersebut untuk mencegah

perbuatan mereka dari praktik-praktik mal-administrasi publik dan diskriminasi

terhadap masyarakat serta bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme. Dan

memungkinkan mereka dapat melaksanakan kepemerintahan yang baik.

Rancangan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004, tentang Statuto

Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan sebagai landasan utama

terdorongnya promosi penegakkan good governance di lembaga-lembaga negara

bentukan konstitusi yaitu eksekutif (Presiden Republik dan dewan kementerian),

proses penyelenggaran administratif lembaga legislatif dan yudikatif.

4.1.16. Pelaksanaan Good Governance di Timor Leste

Terdapat banyak rumusan tentang pelaksanaan good governance menurut

para ahli diberbagai negara. Namun pengertian secara umum menurut Bank

Dunia (1997:98), bahwa pelaksanaan good governance pada suatu negara,

selebihnya hanya terlihat pada pelaksanaan pemerintahan negara yang menganut

azas atau prinsip-prinsip good governance yaitu pemerintahan yang efektif dan

efisien, terbuka, akuntabel, demokrasi, berkeadilan, berorientasi pada

kesepakatan, memiliki visi strategis, tanggungjawab dan kepastian hukum yang

jelas.

Hal yang sama juga, dikemukakan UNDP (1997:89), bahwa,

penyelenggaraan pemerintahan suatu negara yang good governance, terutama

terlihat pada cara kerja negara, yang membuat pemerintahan akuntabel,

birokratis, manajemen sektor publik yang efisien, legitimasi politik, kerjasama

dengan institusi masyarakat sipil, kebebasan berasosiasi dan berpartisipasi,

kebebasan informasi dan ekspresi, sistem yudisial yang adil dan dapat

dipercaya.

Sedangkan World Bank, mengungkapkan sejumlah karakteristik good

governance yang ada dalam pelaksanaan pemerintahan sebuah negara adalah

masyarakat sispil yang kuat dan partisipatoris, terbuka, pembuatan kebijakan yang

dapat diprediksi, eksekutif yang bertanggung jawab, birokrasi yang profesional

dan aturan hukum yang demokratis.

Selanjutnya UNDP (1997), menegaskan bahwa good governance

dilaksanakan oleh pemerintaah pada dasarnya dilandasi oleh 9 pilar utama.

Kesembilan pilar demikian, paling tidak ada sejumlah prinsip yang dianggap

sebagai prinsip-prinsip utama yang melandasi penerapan good governance

dalam penyelenggaraan pemerintahan negara yang baik. Kesembilan pilar good

governance tersebut, yaitu:

(1) Partisipasi/participation, (2) Penegakkan Hukum/rule of law, (3)

Transparansi/transparency, (4) Daya tanggap/responsivness, (5) Berorientasi Pada

Kesepakatan/consensus orientation, (6) Keadilan/equity, (7) Efektif dan

Efisien/effectiveness and efficiency, (8) Akuntabilitas/accountability, (9) visi

strategis/strategic vision.

Kesembilan prinsip atau pilar good governance itu, tidaklah dapat

berjalan sendiri-sendiri, ada hubungan yang sangat erat dan saling mempengaruhi,

masing-masing adalah instrumen yang diperlukan untuk mencapai prinsip yang

lainnya, dan kesembilan prinsip ini adalah instrumen yang diperlukan untuk

mencapai pelaksanaan pemerintahan yang baik di suatu negara.

Dengan demikian, dalam praktik pelaksanaan good governance di suatu

negara, dalam rangka reformasi nasional, komitmen untuk membangun

penyelenggaraan kepemerintahan yang baik merupakan ujud konkrit dari

pemerintah melaksanakan kesembilan prinsip-prinsip good governance, maka

jika ada kemauan baik (good will) dari pemerintah untuk melaksanakan

kesembilan prinsip good governance di atas dengan serius dan tepat sesuai

pengaturan undang-undang yang berlaku, maka dapat terwujudnya:

a. Penyelenggaran pemerintahan yang baik dan bersih (suatu pemerintahan

yang terbuka, akuntabel, demokratis, partisipatif, berkeadilan, check and

balance serta menjungjun tinggi hak asasi manusia).

b. Pelaksanaan fungsi administrasi negara yang efektif, tidak memboroskan

uang rakyat.

c. Pemerintah dapat menjalankan fungsinya berdasarkan norma dan etika

moralitas yang berkeadilan tinggi.

d. Aparatur pemerintah mampu menghormati legitimasi konvensi

konstitusional yang mencerminkan kedaulatan rakyat.

e. Pemerintah memiliki daya tanggap terhadap berbagai aspirasi dan tuntutan

yang berkembang dalam masyarakat.

f. Pemerintahan dapat menhindari dari krisis moral dan etika profesionalnya.

g. Adanya pelayanan administrasi publik pemerintah yang berorientasi pada

masyarakat, muda dijangkau berdasarkan pada azas pemerataan dan

berkeadilan dalam setiap tindakan dan pelayanan yang diberikan kepada

masyarakat, berfokus pada kepentingan masyarakat, bersikap profesional

dan tidak memihak (non partisan). (Nisjar 1997, dalam Pandji Santosa,

2009:132)

Berdasarkan beberap pengertian di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan

bahwa, melaksanakan good governance adalah mengubah cara kerja negara/state,

membuat pemerintah transparansi, akuntablitas dan partispatif, serta membangun

stakeholder (pemangku kepentingan) di luar negara/pemerintah untuk ikut

berperan dslsm membuat sistem baru negara/pemerintah yang bermanfaat secara

umum.

Berkaitan dengan penjelasan konsep di atas, dimana dalam konteks Negara

Timor Leste, terutama pelaksanaan 9 (sembilan) prinsip good governance masih

jauh dari harapan masyarakat, karena sebagai negara baru maka pemahaman dan

pengertian pejabat negra/pemerintah terhadap prinsip-prinsip good governance

belum maksimal, sehingga muncul penyimpangan-penyimpangan pemerintahan

seperti:

I. Pelanggaran Hak Asasi Manusia

Hak asasi manusia telah menjadi bagian penting dalam kehidupan

berbangsa dan bernegara di Timor Leste. Perlindungan dan Penegakan hak asasi

manusia di Timor Leste sejak tahun 2007 hingga 2009, telah ada 7 instrumen

yang memberikan perlindungan dan jaminan hak asasi manusia di Timor Leste,

setelah Presiden dan Parlemen Nasional Republik Demokratik Timor Leste

meratifikasi 7 instrumen hak asasi manusia. Sejumlah Instrumen hak asasi

manusia internasional yang telah diratifikasi tersebut diantaranya adalah:

a. International Convention on the Elimination of All Forms of Racial

Discrimination/CERD

b. Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against

Women

c. International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights/ICESCR

d. International Covenant on Civil and Political Rights/ICCPR

e. Convention against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading

Treatment orPunishment/CAT

f. Convention on the Rights of the Child/CRC

g. Convention on the Rights of Persons with Disabilities/CRPD

h. Convention on the Protection of the Rights of All Migrant Workers and

Membersof Their Families

Dengan negara meratifikasi konvensi-konvensi hak asasi manusia

demikian, sejak tahun 2004, Parlemen Nasional menyampaikan permintaan

kepada lembaga-lembaga negara dan seluruh pejabat publik untuk menhormati

hak asasi manusia. Dan Parlemen Nasional juga telah menerbitkan Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 2004, untuk memastikan pemerintah membuatkan

rencana pembangunan setiap 4 tahun sekali bagi pemenuhan hak baik hak-hak

sipil dan politik, maupun hak ekonomi sosial dan budaya, yang memastikan

perlindungan, penghormatan, pemenuhan dan penegakan hak asasi manusia.

Namun, dalam praktik lembaga-lembaga negara belum sepenuhnya

melaksanakan fungsinya untuk penghormatan, pemenuhan dan penegakan Hak

Asasi Manusia. Masih adaya masalah dengan penyalahgunaan wewenang, mal-

administrasi dan korupsi yang mengakibatkan terjadinya pelanggaran hak asasi

manusia (misalnya korupsi di berbagai lembaga peradilan, berdampak pada

pemenuhan hak-hak atas peradilan yang adil dan tidak memihak, hak atas tanah

dan bangunan dll).

II. Korupsi Pejabat Publik

Sejak masa Kepemerintahan Konstitusional II 2007-2010, di bawah

kepemimpinan Perdana Menteri José Alexandre “Kairala Xanana” Gusmão,

penyelenggaraan pemerintahan negara kurang berorientasi sepenuhnya terhadap

pelaksanaan prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik (good governance). Oleh

karena itu tidak mengherankan bila Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Timor Leste

berdasarkan survey Transparansi Internasional, memperoleh indeks pada kisaran

angka dari tahun 2004 hingga tahun 2007, menduduki urutan negara ke 123

dengan tingkat korupsi sebesar 2,6 (dua koma enam) dan tahun 2008 sampai

tahun 2010 terdaftar dalam urutan negara ke 113 dengan tingkat korupsi di

rengking 33.

Berdasarkan dokumen analisa World Bank Country Timor Leste 2012,

dinyatakan bahwa, Indeks Presepsi Korupsi Timor Leste disebabkan oleh adanya

praktik korupsi dalam urusan layanan pada bidang bisnis, antara lain meliputi ijin-

ijin usaha (ijin domisili, ijin usaha, IMB, ijin ekspor, angkut barang, ijin bongkar

muatan barang), pajak (restitusi pajak, penghitungan pajak, dispensasi pajak),

pengadaan barang dan jasa pemerintah (proses tender, penunjukkan langsung),

proses pengeluaran dan pemasukan barang di pelabuhan (bea cukai), pungutan liar

oleh polisi dan imigrasi.

Hasil monitoring yang dilakukan Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan

Keadilan terhadap kinerja Kementerian Keuangan Timor Leste, ditemukan

bahwa unit-unit layanan seperti Pajak, Bea cukai, Layanan Ketenagakerjaan, Ijin

Mendapatkan Usaha dan Keimigrasian menduduki rengking tertinggi dalam

perbuatan korupsi di Timor Leste.

Dengan demikian, menyebabkan perilaku kejahatan korupsi, terutama pada

pengadaan barang dan jasa secara nasional, tender penunjukan lansung, nepotisme

dalam meloloskan pemenang tender, money politic, pungutan ilegal serta

perlindungan pengusaha luar oleh aparatur negara atau pemerintahan dll.

Beberapa hal tersebut, merupakan kasus korupsi riil, meluas dan kompleksnya di

Timor Leste yang dilaporkan warga masyarakat dan dibutuhkan strategi

pemberantasan yang sistemik oleh Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan

Keadilan.

III. Penyalahgunaan Kewenangan

Pasca krisis politik militer dan keamanan di Timor Leste 2006, telah

membawa pesan yang jelas seperti apa yang diidentifikasi Bank Dunia sebagai

„crisis of governance‟ atau „bad governance‟ (World Bank 1992). Maka pada

masa Pemerintahan Konstitusional II (kedua), memunculkan cara pandang baru

terhadap reformasi nasional, yaitu upaya negara terhadap pencegahan pejabat

publik melakukan penyalahgunaan wewenang, mal-administrasi, nepotisme dan

diskriminasi terhadap masyarakat. Dengan demikian Parlemen Nasional

menerbitkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004, tentang Pemberian

Pembentukan Ombudsman Timor Leste, yang bersubstansi tentang anti mal-

administrasi (penyalahgunaan wewenang) yang dilakukan oleh pejabat negara

dan birokrasi penyelenggara administrasi pemerintahan. Dan juga negara telah

mengeluarkan Peraturan Perundang-Undangan (Decreto Lei) No. 10 Tahun 2009,

tentang Procurement/Aprovizionamento/Usaha mendapatkan perbekalan.

Namun, dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan dewasa ini,

penyalahgunaan wewenang para aparatur publik tak dapat dihindari, sering kali

pejabat negara dan birokrasi penyelenggara administrasi publik pemerintahan

mengunakan kewenangannya untuk memberikan tender penunjukan lansung

(single source) kepada kroni sesama partai dan sanak keluarganya. Manipulasi

terhadap harta dan aset negara, penyuapan, pemberian uang pelicin, pungutan liar,

pemberian imbalan atas dasar kolusi dan nepotisme serta penggunaan uang negara

untuk kepentingan pribadi, menhindari prosedur dan aturan undang-undang,

tindakan indisipliner atau kejahatan lain yang menyangkut proses penerimaan

sampai pemberhentian pegawai, tidak memberikan layanan administrasi publik

pemerintahan yang berkeadilan, sebagai suatu perbuatan penyalahgunaan

wewenang yang marak terjadi di Timor Leste. Kasus-kasus semacaam inilah yang

sering dilaporkan warga masyarakat ke Ombudsman yang dunutuhkan tindakan

penanganan dan penyelesaian segera.

IV. Mal-administrasi Publik

Mal-administrasi adalah suatu praktif yang menyimpang dari etika

administrasi, atau suatu praktif administrasi yang menjauhkan dari pencapaian

tujuan administrasi. Terminologi administrasi yang paling relevan untuk

memaknai mal-administrasi publik adalah apa yang disebut oleh The Liang Gie

dalam Budhi Masthuri (2002: 19) sebagai administrasi publik atau administrasi

kenegaraan, yaitu usaha kerja sama dalam hal-hal mengenai kenegaraan pada

umumnya sebagai upaya pemberian pelayanan terhadap segenap kehidupan

manusia yang terdapat di dalam suatu negara. Nigro dan Nigro dalam catatan

Muhadjir Darwin mengemukakan delapan bentuk penyimpangan yang dapat

dikategorikan sebagai mal-administrasi yaitu; ketidakjujuran (dishonesty),

perilaku yang buruk (unethical behavour), mengabaikan hukum (disregard of the

law), favoritisme dalam menafsirkan hukum, perlakuan yang tidak adil terhadap

pegawai, inefisiensi-bruto (gross inefficiency), menutup-nutupi kesalahan, dan

gagal menunjukkan inisiatif.

Selanjutnya menurut ketentuan Pasal 1 Huruf (h), Undang-Undang Nomor

7 Tahun 2004, tentang Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan yang

dimaksud dengan mal-administrasi adalah :

“Suatu tindakan dan kemauan jahat yang telah dilakukan atau

penyalahgunaan wewenang, didasari atas pertimbangan tertentu yang

tidak sesuai atau membuat kesalahan yang tidak dapat dibaikan, atau

diluar hak-haknya, tanpa dasar proses yang adil dan kewajaran yang

menhambat keefektifan dan berjalan normalnya Administrasi Publik”

Dengan demikian, mal-administrasi diartikan sebagai penyimpangan,

pelanggaran atau mengabaikan kewajiban hukum dan kepatutan masyarakat

sehingga tindakan yang dilakukan tidak sesuai dengan asas umum pemerintahan

yang baik. Atau dengan kata lain membekukan prinsip-prinsip transparansi,

akuntabilitas, partisipatif dll.

Konsekuensi logis dalam menjalankan fungsi-fungsi layanan administrasi

publik, bagi setiap pejabat publik adalah berkewajiban memberikan perlakuan

yang sama bagi setiap warga masyarakat. Dengan demikian, tindakan pejabat

publik yang tidak sesuai dengan asas asas umum good governance, seperti antara

lain tindakan pengambilan kebijakan publik yang tidak transparan/tidak

partisipatif, tidak dapat dipertanggungjawabkan secara publik dan tindakan yang

tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan supermasi hukum (rull of

law) dapat dikalegorikan menjadi perbuatan mal-administrasi.

Bentuk dan Jenis mal-administrasi publik yang ditemukan di Timor Leste,

terkait dengan:

1. Ketepatan waktu dalam proses pemberian pelayanan umum. Mal-administrasi

ini terdiri dari tindakan penundaan berlarut, tidak menangani dan melalaikan

kewajiban.

2. Keberpihakan sehingga menimbulkan rasa ketidakadilan dan diskriminasi.

Mal-administrasi ini terdiri dari persekongkolan, kolusi dan nepotisme,

bertindak tidak adil, dan nyata-nyata berpihak.

3. Tindakan pelanggaran terhadap hukum dan peraturan perundangan. Mal-

administrasi ini terdiri dari pemalsuan, pelanggaran undang-undang, dan

perbuatan melawan hukum.

4. Kewenangan/kompetensi atau ketentuan yang berdampak pada kualitas

pelayanan umum pejabat publik kepada masyarakat. Mal-administrasi ini

terdiri dari tindakan diluar kompetensi, pejabat yang tidak kompeten

menjalankan tugas, intervensi yang mempengaruhi proses pemberian

pelayanan umum, dan tindakan yang menyimpangi prosudur tetap.

5. Sikap arogansi seorang pejabat publik dalam proses pemberian pelayanan

umum kepada masyarakat. Mal-administrasi ini terdiri dari tindakan sewenang-

wenang, penyalahgunaan wewenang, dan tindakan yang tidak layak/tidak

patut.

6. Tindakan korupsi secara aktif. Mal-administrasi ini terdiri dari tindakan

pemerasan atau permintaan imbalan uang (korupsi), tindakan penguasaan

barang orang lain tanpa hak, dan penggelapan barang bukti.

4.1.17. Pelaku Mal-administrasi Publik

Mal-administrasi adalah suatu tindakan atau perilaku administrator

penyelenggara administrasi negara (pejabat publik) dalam proses pemberian

layanan administrasi publik yang menyimpang dan bertentangan dengan kaidah

atau norma hukum yang berlaku atau melakukan penyalahgunaan wewenang dan

kesalahan administratif (maladministration) yang atas tindakan tersebut

menimbulkan kerugian baik material maupun immaterial dan ketidakadilan bagi

masyarakat. Mal-administrasi secara lebih umum diartikan sebagai praktik-

praktik pejabat negara dan birokrasi pemerintahan serta institusi-institusi publik

yang menyimpang atau melanggar etika administrasi dimana tidak tercapainya

tujuan administrasi, sehingga menimbulkan pemerintahan yang buruk seperti

tersebutkan dalam bentuk dan jenis mal-administrasi di atas.

Pelaku mal-administrasi publik adalah Pejabat Pemerintah (Pusat maupun

Daerah). Semenjak awal bulan Januari sampai 31 September 2012, ditemukan

dalam informasi/data Departemen Investigasi Mal-administrasi publik,

Divisi Good Governance, Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan,

ditemukan pengaduan laporan masyarakat mengenai pelaku mal-administrasi

tersorot/terbanyak di Timor Leste adalah Kementerian Administrasi Negara Dan

Penetapan Wilayah sebanyak 14 Kasus, disusul dengan pelaku mal-administrasi

tingkat/renking ke-dua adalah Kementerian Solidaritas Sosial Republik

Demokratik Timor Leste (RDTL), tersorot/terbanyak 12 kasus mal-administrasi.

4.1.18. Peran Ombudsman Dalam penanganan Mal-administrasi Publik.

Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan memandang pejabat publik

maupun institusi-institusi publik, tidak hanya dari aspek hukum, etika, moral dan

profesionalisme, melainkan segala bentuk perbuatan dan perilaku yang bersifat

koruptif (penyalahgunaan wewenang dan mal-administrasi).

Dalam perkembangan proses penegakkan kepemerintahan yang baik di

Timor Leste, semenjak tahun 2006 hingga dewasa ini (2012), Ombudsman Hak

Asasi Manusia Dan Keadilan telah dilandasi dengan UU No 7 Tahun 2004, untuk

menghadapi pelaku tindakan perbuatan penyalahgunaan kewenangan dan

kesalahan administratif (maladministration) oleh pejabat negara dan birokrasi

pemerintahan dan/atau membantu pejabat negara dan birokrasi pemerintahan

melaksanakan penyelenggaraan kepemerintahan negara yang efektif dan efisien,

transparan, akuntabel, berkeadilan dan penhormatan hak asasi manusia.

Sebagai upaya Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan dalam

menhadapi pelaku perbuatan mal-administrasi pejabat negara dan birokrasi

pemerintahan di Timor Leste. Semenjak berdiri tahun 2005-2012, berperan

melalui tiga spesialisai teknikal departemennya, yaitu, Departemen Investigasi

Mal-administrasi Publik, Departemen Monitoring Mal-administrasi Publik serta

Departemen Pendidikan Umum Anti Mal-administrasi Publik, dengan persiapan

penyusunan program/perencanaan kerja/road map trimestral yang strategik, akurat

dan tepat sasaran sesuai mekanisme dan prosedur kerja Undang-Undang Nomor 7

Tahun 2004, untuk memberantas dan mencegah kasus-kasus dugaan adanya mal-

administrasi publik di berbagai institusi publik di Timor Leste.

Adapun penyusunan program road map trimester II (dua) bulan Juli-

September 2012, Divisi Good Governance, yang dilakukan untuk tindakan

pemberantasan dan pencegahan praktik-praktik dugaan adanya mal-administrasi

pejabat publik) di Timor Leste, ditunjukan dalam tabel berikut ini:

Tabel: 4.4. Road Map Perencanaan Aktivistas Kerja Divisi Good Governance

Juli- September 2012

Sumber: Hasil Penelitian 31 September 2013

Pada tabel 4.4 di atas, diketahui bahwa pada trimester III antara bulan

Juli-September 2012, Direktur Nasional Good Governance, Ombudsman Hak

Asasi Manusia Dan Keadilan menyelenggarakan rapat bersama dengan para

Kepala Departemen beserta staf untuk menyusun/membuat road map perencanaan

aktivitas kerja investigasi, pencegahan dan monitoring serta pendidikan umum

Hari Tggl Bulan &

Tahun

Aktivitas Departemen Evaluasi Hasil Kerja

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

Jumat

7

September

2012

Rapat Divisi

Good

Governace

Trimeste III,

Ombudsman

HAM Dan

Keadilan RDTL

Investigasi Mal-administrasi

(Penyidik/Investigator)

12 kasus diselesaikan

14 Pencegahan Dan Monitoring Mal-

administrasi (Monitor)

2 kasus dimonitoring

21 Pendidikan Anti Mal-administrasi

(Instruktor/edukator)

Tahap Persiapan

28 Kegiatan Baru Bulan Oktober Membuat Road Map

Setiap Departemen

anti mal-administrasi publik sebanyak empat kali, untuk membahas dan

menetapkan investigasi terhadap 12 kasus mal-administrasi publik, dua kasus mal-

administrasi yang akan dimonitoring dan tahap persiapan Departemen Pendidikan

Umum Anti Mal-administrasi dalam melakasanakan program pelatihan 10 prinsip

good governance terhadap 4 instansi publik di Timor Leste.

Selanjutnya, Road Map Perencanaan Aktivitas Kerja Departemen

Investigasi Mal-administrasi Publik, pada trimester III Juli hingga September

2012, sebagai berikut:

Tabel: 4.5. Road Map Perencanaan Aktivitas Kerja Departemen Investigasi

Mal-addministrasi Publik Juli- September 2012

Sumber: Hasil Penelitian 31 September 2013

Pada tabel 4.5 di atas menunjukan ada kerja tim investigasi yang terdiri

dari dua orang investigator yang akan melaksanakan investigasi menyangkut

kasus mal-administrasi dan korupsi di Kementerian Solidaritas Sosial pada bulan

Juli hingga September 2013, disusul kerja tim 3 investigator yang akan

Trimester

III 2012

Investigatorr Road

Map

Tipe Kasus Nama Institusi Implement

asi

(1) (2) (3) (4) (5) (5)

Juli -

Agustus -

September

Pertama 2 Mal+Koru

psi

Kementerian Solidaritas Sosial RDTL Juli-Sept

Kedua 3 Mal-adm Kementerian Administrasi Negara Dan

Penetapan Wilayah RDTL

Juli-Sept

Ketiga 3 PW Kementerian Pendidikan Juli-Sept

Keempat 2 Mal-adm Komisi Kepegawaian Negara Juli-Sep

Kelima 1 Mal-adm Kepolisian Nasional Ags-Sept

Keenam 1 PW Kementerian Pertanian dan Perikanan Juli-Ags

6 12 Mal+PW

melaksanakan investigasi 5 kasus mal-administrasi di Kementerian Administrasi

Negara Dan Penetapan Wilayah Republik Demokratik Timor Leste, dll.

Selanjutnya, Road Map Perencanaan Aktivitas Kerja Departemen

Pencegahan Dan Monitoring Mal-administrasi Publik, yang direncanakan bersama

untuk dilaksanakan pada trimester III Juli hingga September 2012, sebagai

berikut:

Tabel: 4.6. Road Map Perencanaan Aktivistas Kerja Departemen

Pencegahan Dan Monitoring Mal-administrasi Publik Juli- Setembru 2012

Sumber: Hasil Penelitian 31 September 2013

Pada tabel 4.6 di atas menunjukan ada kerja tim dua orang

Monitor/pemantau yang akan melaksanakan kegiatan monitoring, dengan road

map sebagai berikut, yaitu pada bulan Agustu 2012, kedua tim tersebut akan

melakukan monitoring terhadap implementasi Perencanaan Pembangunan Distrik

dan Sukus/Desa (PDD dan PDS) di Pemerintahan Administratif Distrik Dili,

Pemerintahan Administratif Sub Distrik Jumalai, Pemerintahan Administratif Sub

Distrik Pasabe dan Pemerintahan Administratif Sub Distrik Iliomar. Dan pada

bulan september 2012, akan melaksanakan tentang kegiatan internal administratif

Trimester III

2012

Monitor Aktivitas Nama Instansi Implementasi

(1) (2) (5)

Juli -

Agustus -

September

2 Staff

Monitoring

Mal-

administrasi

Pemerintahan Administratif Distrik Dili Agustus

Pemerintahan Administratif Sub Distrik

Jumalai

Agustus

Pemerintahan Administratif Sub Distrik

Pasabe

Agustus

Pemerintahan Administratif Sub Distrik

Iliomar

Agustus

Pemerintahan Administratif Sub Distrik

Liquiça

September

Pemerintahan Administratif Sub Distrik Aileu September

6 12 Septembe

dan pelaksanaan pembangunan fisik PDD dan PDS di Pemerintahan Administratif

Sub Distrik Liquiça dan Distrik Aileu.

Selanjutnya, Road Map Perencanaan Aktivitas Kerja Departemen

Pendidikan Umum Anti Mal-administrasi Publik, pada trimester III Juli hingga

September 2012, yang direncanakan adalah sebagai berikut:

Tabel: 4.7. Road Map Perencanaan Aktivistas Kerja Departemen Pendidikan

Umum Anti Mal-administrasi Publik Juli- Setembru 2012

Sumber: Hasil Penelitian 31 September 2013

Pada tabel 4.7 menunjukan ada kerja tim dua orang Monitor/pemantau

diperbantuan tim tehnis yang lainnya, yang akan melaksanakan kegiatan pelatihan

10 prinsip good governance pada instansi publik di Timor Leste, dengan road

map sebagai berikut, yaitu pada bulan Juli 2012, kerja tim akan

menyelenggarakan 10 prinsip good governance pada Kementerian Kesehatan dan

Kepolisian Nasional Timor Leste, bulan Agustus dengan Kementerian

Administrasi Negara Dan Pengesahan Wilayah, Kementerian Solidaritas Sosial

Hari

Tggl Bulan &

Tahun

Aktivitas Tema Pelatihan Materi Pelatihan Instansi Pemerintah Yang

Diberi Pelatihan

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

Kamis

15

Juli-

Agustus

September

2012

Pemberian

Pelatihan 10

Prinsip Good

Governance

Bekerja Dengan

Disiplin Dan

Beranggungjawab

Di Administrasi

Publik, Sebagai

Jalan Untuk

Mempromosi Good

Goernance

1.Kategori

Pelanggaran Good

Governance

2.Penyalahgunaan

Wewenang

3. Mal-administrasi

Pemerintahan

4. Landasan

Yurisdiksi

Ombudsman

Kementerian Kesehatan

Kepolisian Nasional Timor

Leste

Kejaksaan Agung

Kementerian Administrasi

Negara Dan P. Wilayah

Kementerian Solidaritas

Sosial

Kementerian Keadilan

Kementerian Pertahanan

Unit Kepolisian Militer

Road Map Road Map Road Map Road Map

dan Kementerian Keadilan, pada bulan September dengan Kementerian

Pertahanan khususnya dengan Unit Kepolisian Militer, Angkatan Pertahanan.

4.2. Pembahasan

Pada bagian ini akan dibahas tentang hasil temuan yang

didapat selama penelitian, baik berupa hasil observasi, studi dokumentasi dan

hasil wawancara dengan para responden yang didapatkan di lapangan.

Deskripsi data dalam hasil penelitian ini, akan membahas tentang Peran

Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan dalam mendorong good

governance di Republik Demokratik Timor Leste, kemudian

diinterpretasikannya berdasarkan kajian teoritis secara kualitatif.

Terkait dengan pencapaian sasaran visi dan misi “promosi penegakkan

kepemerintahan yang baik, maka peran Ombudsman Hak Asasi Manusia

Dan Keadilan dalam mendorong good governance di Negara Republik

Demokratik Timor Leste, dilakukan melalui tiga lingkup kerja spesialisasi

teknikal Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan sebagai berikut:

4.2.1. Investigasi Mal-administrasi Publik

Investigasi yang dilaksanakan Departemen Investigasi Mal-administrasi

Publik, Divisi Good Governance merupakan bagian strategis dari fungsi, tugas

dan kewenangan Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan untuk

melakukan pemeriksaan mendalam terhadap laporan pengaduan kasus-kasus

tentang dugaan adanya mal-administrasi publik dari instansi Terlapor, dokumen-

dokumen serta tempat-tempat ataun instalasi-instalasi publik yang diduga adanya

praktik-praktik mal-administrasi.

Dalam menjalankan fungsi tugas dan kewenangan Ombudsman Hak Asasi

Manusia Dan Keadilan dalam menginvestigasi mal-administrasi publik bagi

terwujudnya penegakkan good governance di Timor Leste diatur dalam Pasal

23 huruf (a) Undang-Undang No. 7 Tahun 2004, tentang Statuto Ombudsman Hak

Asasi Manusia Dan Keadilan, yang menyatakan bahwa:

“Kompetensi Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan adalah untuk

melakukan investigasi terhadap pelanggaran hak-hak dasar manusia,

jaminan kebebasan manusia, mal-administrasi publik, proses-proses yang

menunjukan ketidakadilan”.

Berlandaskan pada pasal ini Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan

Keadilan sebagai institusi pengontrol/pengawasan publik berperan aktif dalam

menginvestsigasi setiap kasus-kasus dugaan adanya praktik-praktik mal-

administrasi publik yang dihadapi masyarakat, baik yang dilaporkan warga

masyarakat maupun atas inisiatif Ombudsman sendiri (own motion investigation).

Dalam konteks Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan,

investigasi merupakan salah satu perangkat pendukung atau meanstrean utama

yang dipergunakan untuk memperoleh informasi/data yang lebih lengkap, tajam,

seimbang dan objektif untuk merumuskan tindakan-tindakan yang perlu diambil

bagi penyelesaian substansi atas sesuatu kasus mal-administrasi publik.

Investigasi mal-administrasi publik dapat dilakukan Ombudsman

dimanapun, apabila adanya laporan pengaduan masyarakat mengenai tindakan,

perbuatan dan perilaku para pejabat publik yang tidak wajar, tidak sopan dan

kurang peduli terhadap masalah yang menimpa seseorang disebabkan oleh

perbuatan penyalahgunaan kekuasaan, termasuk penggunaan kekuasaan secara

semena-mena atau kekuasaan yang digunakan untuk perbuatan yang tidak wajar,

tidak adil, intimidatif atau diskriminatif, dan tidak patut didasarkan seluruhnya

atau sebagian atas ketentuan undang-undang atau fakta, tidak masuk akal, atau

berdasarkan tindakan unreasonable, unjust, oppressive, improper dan

diskriminatif. (Budi Masthuri, dalam Panduan Investigasi Ombudsman Nasional

Indonesia, 2003: 10)

Mal-administrasi merupakan perbuatan, sikap maupun prosedur melawan

hukum, pelanggaran peraturan perundang-undangan yang menyebabkan bagi

timbulnya pemerintahan yang tidak efisien, buruk dan tidak memadai.

Berdasarkan penjelasan konsep di atas, substansi permasalahan mal-

administrassi publik yang masuk dalam yurisdiksi Ombudsman Hak Asasi

Manusia Dan Keadilan yang perlu ditanggani dan diselesaikannya melalui

investigasi di klasifikasikan sebagai berikut:

1. Penundaan pemberian layanan berlarut-larut.

2. Tidak menangani dengan baik.

3. Pemalsuan.

4. Penyalahgunaan Wewenang.

5. Permintaan Imbalan Uang/Korupsi.

6. Penyimpangan Prosedur.

7. Melalaikan Kewajiban.

8. Bertindak Tidak Layak/ Tidak Patut.

9. Penguasaan Tanpa Hak.

10. Bertindak Tidak Adil.

11. Nyata-nyata Berpihak.

12. Pelanggaran Undang-Undang.

13. Perbuatan Melawan Hukum.

Klasifikasi bentuk-bentuk atau jenis-jenis mal-administrasi publik di atas,

diangap sebagai penghambat utama berjalannya kepemerintahan yang baik, yang

menjadi target utama bagi Investigator/penyidik Departemen Mal-administrasi

Publik, Divisi Good Governance dilakukan investigasi untuk menggali

informasi/data mendalam, seimbang dan objektif, dan hasil temuannya dijadikan

sebagai bahan untuk merumuskan rekomendasi Ombudsman, kemudian di

rekomendasikan ke institusi Terlapor untuk menuntut pertanggungjawabannya.

Dalam prosedur Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan

menyangkut investigasi terhadap kasus-kasus dugaan adanya mal-administrasi

publik tingkat pengaturannya sudah sangat jelas, yaitu sebagai berikut:

a. Perencanaan Program Aktivitas Kerja Investigasi Kasus-Kasus Mal-

administrasi Publik Per-Trimester.

Agar fungsi investigasi mal-administrasi mencapai hasil sesuai dengan

target yang diharapkan, maka adanya Forum Pertemuan Umum/Encontro

Geral antar Divisi di Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan. Forum

Pertemuan Umum/Encontro Geral merupakn salah satu tahapan dalam

perencanaan Program Kerja Investigasi Trimester (tiga bulan) terhadap jumlah

kasus-kasus mal-administrasi publik yang dipreoritaskan untuk di investigasi.

Berdasarkan Forum Pertemuan Umum kemudian disusun program

investigasi terhadap kasusu-kasus dugaan adanya mal-administrasi publik yang

diserta dengan dana program yang akan membiayainya. Namun, sebelum

penyusunan Program Kerja Investigasi berlanjut, terlebih dahulu dari setiap

investigator dari Divisi Good Governance mempersentasikaan substansi

perencanaan program kerja investigasi yang disiapkannya, kemudian dibahas

bersama antara Ketua Ombudsman Area Good Governance, Direktur Good

Governance, Kepala Departemen Investigasi Mal-administrasi Publik, yang

selanjutnya menetapkan keputusan bersama untuk mensahkan perencanaan

kerja yang di usulkan. Perencanaan program kerja/aktivitas investigasi mal-

administrasi trimestral di tahun 2012 dari Departemen Investigasi Mal-

administrasi Publik, Divisi Good Governance, Ombudsman Hak Asasi

Manusia Dan Keadilan adalah seperti pada tabel berikut:

Tabel 4.8. Perencanaan Program Kerja Investigasi Trimester I-III

Departemen Investigasi Mal-administrasi Publik 2012.

Sumber: Departemen Investigasi Mal-administrasi Publik Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan 2012.

Trimester

III 2012

Investigatorr Road

Map

Tipe Kasus Nama Institusi Implement

asi

(1) (2) (3) (4) (5) (5)

Januari

-

September

Pertama 3 Mal+Korp - Kementerian Administrasi Negara Dan

Penetapan Wilayah RDTL

Januari -

September 2 -Kementerian Solidaritas Sosial RDTL

2 Kementerian Pendidikan

1 Kementerian Keadilan

Kedua 2 Mal-adm Kementerian Administrasi Negara Dan

Penetapan Wilayah RDTL

Januari -

September

2 -Kementerian Solidaritas Sosial RDTL

2 Kementerian Pendidikan

1 Kementerian Keadilan

Ketiga 2 PW+ Mal-

adm

-Kementerian Administrasi Negara Dan

Penetapan Wilayah RDTL

Juli-Sept

2 -Kementerian Solidaritas Sosial RDTL

2 Kementerian Pendidikan

1 Kementerian Keadilan

Keempat 2 Mal-adm -Kementerian Administrasi Negara Dan

Penetapan Wilayah RDTL

Januari -

September 2 -Kementerian Solidaritas Sosial RDTL

2 Kementerian Pendidikan

1 Kementerian Keadilan

Kelima 3 Mal-adm -Kementerian Administrasi Negara Dan

Penetapan Wilayah RDTL

Januari -

September 2 -Kementerian Solidaritas Sosial RDTL

1 Kementerian Pendidikan

1 Kementerian Keadilan

Keenam 2 Mal-adm -Kementerian Administrasi Negara Dan

Penetapan Wilayah RDTL

Januari -

September 2 -Kementerian Solidaritas Sosial RDTL

1 Kementerian Pendidikan

0 Kementerian Keadilan

6 41 4 Kementerian

Pada tabel 4.8 itu terlihat pada trimester I-III (Januari-September) 2012,

ada sekitar 41 (empat puluh) kasus dugaan adanya mal-administrasi publik yang

diusulkan oleh 6 (enam) orang Investigator dari Departemen Investigasi mal-

administrasi Publik, Divisi Good Governance dalam penerencanaan program

kerja/aktivistas investigasinya yang perlu dilaksanakan.

b. Pelaksanaan Aktivitas Kerja Investigasi Yang Rencanakan.

Dalam tahap pelaksanaan program kerja/aktivitas investigasi terhadap

kasus mal-administrasi publik yang direncanakan oleh Investigator Mal-

administrasi Publik, Divisi Ombudsman tersebut, di lakukan melalui 2 (dua) cara,

yaitu:

1. Investigasi Lapangan

Dilakukan Ombudsman dengan cara mendatangani tempat kejadian kasus

mal-administrasi publik secara lansung. Strateginya adalah seorang Investigator

dapat melakukan tanya jawab atau wawancara lansung dengan seseorang pejabat

publik yang telah diidentifikasi sebagai responden dengan kasus/perkara yang

dilaporkan. Investigasi di lapangan (in site investigation) penting dilakukan untuk

mengali informasi/data mendalam, jelas dan obyektif atas kasus/perkara dugaan

adanya praktik-praktik mal-administrasi publik yang dilaporkan masyarakat.

2. Investigasi Atas Inisiatif Sendiri

Dilakukan Ombudsman untuk mengungkap terjadinya penyimpangan

oleh penyelenggara negara. Investigasi atas inisiatif sendiri didasarkan pada,

munculnya isu-isu/wacana yang beredar dari media cetak, maupun elektronik

dalam skala nasional.

Kedua bentuk kegiatan investigasi tersebut, dipergunakan Ombudsman

untuk menangani 41 kasus dugaan adanya perbuatan mal-administrasi publik di

4 (empat) instansi publik pemerintahan pada trimester I sampai III, bulan Januari

hingga September 2012. Adapun substansi laporan, urutan tertinggi mengenai

penundaan berlarut/tidak melakukan pelayanan, penyimpangan prosedur/mal-

administrasi 33 kasus, diikuti antara lain oleh penyalahgunaan wewenang 3

kasus, permintaan imbalan uang/korupsi 2 kasus.

Peran Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan, dalam rangka

menginvestigasi dan menyelesaikan kasus-kasus dugaan adanya praktik-praktik

mal-administrasi di atas, pada dasarnya berbasis pada aplikasi 9 (sembilan)

prinsip-prinsip good governance untuk mendorong terwujudnya tatanan

kepemerintahan yang baik (good governance), di Timor Leste, sebagai berikut:

4.2.1.1.Partisipasi (Participation)

Partisipasi sebagai salah satu prinsip good governance dalam rangka

penyelenggaraan pemerintah negara. Partisipasi merujuk pada keterlibatan aktif

Ombudsman dalam pengembilan keputusan yang berhubungan dengan

penyelenggaraan kepemerintahan. Partisipasi Ombudsman mutlak diperlukan agar

kepentingan masyarakat dapat tersalurkan didalam penyusunan kebijakan

sehingga dapat mengakomodasi sebanyak mungkin aspirasi dan kepentingan

masyarakat.

Nilai-nilai dasar partisipasi Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan

dalam investigasi mal-administrasi publik dilakukan melalui kerangka yang

sistematis sebagai berikut:

1. Pemberdayaan masyarakat; melalui proses pengorganisasian masyarakat,

yaitu membuka ruang akses seluas-luasnya kepada masyarakat untuk

berpartisipasi dalam menyampaikan laporan pengaduan tentang dugaan

adanya praktik-praktik mal-administrasi publik, baik secara lansung (lisan

dan tertulis) maupun tidak lansung pengiriman melalui eletronik (e-maill),

layanan pesan singkat, faksimili (fax), telepon dan SMS kepada

Unit/Divisi Manajemen Penerimaan Pengaduan Ombudsman.

2. Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik

yang ditunjukkan dengan berjalannya mekanisme dialog dan musyawarah

terbuka dengan masyarakat dalam perumusan program dan kebijakan

layanan publik (seperti forum konsultasi publik).

3. Membangun struktur dan manajemen investigasi yang kuat, untuk

menjamin kepercayaan masyarakat dalam berpartisipasi yang optimal.

4. Aktif dan efektif dalam mengadakan rapat-rapat kerja dan mengambil

keputusan rapat kerja yang tepat dalam penyusunan rencana kerja

investigasi dan mengadakan penetapan kasus-kasus yang diperioritaskan

untuk di investigasi dalam trimestral.

5. Meningkatkan kualitas layanan administrasi terhadap masyarakat yang

menyeluruh dan terpadu, sebagai proses memobilisasi yang

memungkinkan masyarakat untuk memenuhi aspirasi dan tuntutan

kepentigan mereka terhadap pemerintah.

Mengacu pada prinsip partisipasi yang telah di bangun dan dikembangkan

Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan sejak 6 (lima) tahun yang lalu

(2006-2015). Dapat terlihat ada kepercayaan masyarakat untuk menyampaikan

laporan pengaduan mengenai dugaan adanya mal-administrasi publik selama

tahun 2011-2012 Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan mengalami

peningktan yang signifikan, yaitu informasi/ data dari Departemen Invstigasi Mal-

adminstrasi Publik, Divisi Good Governance antara tahun 2011 ada 224 (dua

ratus dua empat) pengaduan, dan 110 (seratus sepuluh) pengaduan pada bulan

Januari-September tahun 2012. Setelah Ombudsman memproseskannya melalui

studi analisis avaliasi preliminar menhasilkan 41 kasus murni mal-aministrasi

publik yang bersubstansi penundaan berlarut/tidak melakukan pelayanan,

penyimpangan prosedur/mal-administrasi 33 kasus, diikuti antara lain oleh

penyalahgunaan wewenang 3 kasus, permintaan imbalan uang/korupsi 2 kasus.

4.2.1.2.Supremasi Hukum (Rule of Law)

Good governance dilaksanakan dalam rangka demokratisasi kehidupn

berbangsa dan bernegara. Salah satu syarat kehidupan demokrasi adalah adanya

penegakkan hukum yang adil dan tanpa pandang bulu. Tanpa penegakkan hukum

yang tegas, para pejabat publik bebas berupaya mencari tujuannya tersendiri tanpa

mengindahkan aspirasi dan kepentingan orang lain (warga masyarakat).

Oleh karena itu, langkah awal penciptaan good governance, yaitu

menjamin adanya kepastian dan penegakan hukum terhadap perbuatan

penyelewengan para pejabat publik. Ombudsman tidak berkompetensi mengenai

penegakan hukum yang sesungguhnya, akan tetapi tindakan-tindakan

pemerintahan baik tindakan hukum maupun tindakan nyata atas norma-norma

kepantasan, setiap orang mempunyai hak untuk meminta kepada Ombudsman

secara tertulis maupun lisan untuk memeriksa cara suatu organ pemerintahan

yang bertindak ketidakadilan tertentu terhadap seseorang atau suatu badan hukum.

Dalam prinsip ini, investigasi Ombudsman berkaitan dengan kasus-kasus

manipulasi, diskriminasi, mal-prakti, penyalahgunaan kewenangan,

pemecatan/pemutusan hubungan kerja secara ilegal dan pengusuran paksa, ilegal

trafficking, ilegal-loging, nepotisme, kasus-kasus ini diselesaikan investigasinya

oleh Ombudsman tanpa kompromi terhadap posisi dan kedudukan seseorang

pejabat publik.

Investigasi mal-administrasi publik dalam konteks penegakkan hukum,

yang dilakukan Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan ditentukan

berdasarkan Panduan Investigasi Ombudsman Tahun 2010, yaitu:

1. Adanya Kepastian Hukum

Bentuk-bentuk penyimpangan (mal-administrasi) dalam memberi pelayanan

kepada publik dapat terjadi kapan saja dan dimana saja. Siapa pun dapat

menjadi korban sewenang-wenang (arbitrary), penyalahgunaan wewenang,

atau penundaan berlarut-larut akan ditindak tanpa bulu.

2. Kepatuhan Terhadap Hukum

Hukum menjadi landasan bertindak bagi Ombudsman terutama pemberian

sanksi yang tegas untuk para aparatur pemerintah yang melanggarnya.

Jika dari hasil investigasi/pemeriksaan Ombudsman, ditemukan bukti akan

unsur-unsur tindakan pidana, direkomendasikan ke aparat penegak hukum

(kejaksaan dan kepolisian), untuk dilakukan proses pemeriksaan ulang. Apabila

dalam pemeriksaan aparat penegak hukum ditemukan bukti-bukti kuat yang

menunjukan tindakan pidana, maka diteruskan pada proses hukum (persidangan

pengadilan). Dalam hal ini, siapa saja (pejabat negara dan pemerintahan, aparat,

penegak hukum dan lembaga peradilan) yang melanggar hukum di tindak tanpa

kecuali sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

4.2.1.3. Transparansi (Transparancy)

Salah satu karekteristik good governance adalah keterbukaan

(transparansi). Karakteristik ini sesuai dengan semangat demokratisasi di abad ini

yang semua serba terbuka akibat adanya revolusi informasi. Secara konseptual,

transparansi dibangun atas dasar akses arus informasi yang bebas. Secara konkrit,

penerapan prinsip transparansi dapat dijabarkan pada arus informasi dan

komunikasi yang akurat bagi masyarakat umum dalam kaitan dengan adanya

keterbukaan dalam hal pengambil keputusan Ombudsman dan dalam proses

implementasi atau pelaksanaannya.

Transparansi merupakan syarat utama bagi suatu keberhasilan tugas

Ombudsman yang efisien. Keterbukaan mengandung makna bahwa setiap warga

masyarakat mengetahui proses pengambilan keputusan oleh Ombudsman

terhadap investigasi yang dilakukannya. Dengan mengetahui informasi

memungkinkan masyarakat itu memikirkan dan pada akhirnya ikut memutuskan.

Prinsip transparansi Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan

dalam mendorong good governance di Timor Leste, sebagai berikut:

1. Keterbukaan Informasi

Keterbukaan informasi berhubungan dengan hasil-hasil kerja yang di capai

Ombudsman yang perlu diketahui oleh masyarakat (pelapor), yaitu

keterbuaka Misalnya:

a. Informasi tentang hasil akhir penanganan investigasi terhadap

kasus-kasus mal-administrasi publik yang dicapainya.

b. Informasi tentang Publikasi Laporan Akhir Hasil Investigasi

kasus-kasus Mal-administrasi Publik.

c. Informasi Hasil Kerja Tahunan Ombudsman/Annual Reports

kepada Parlemen Nasional

d. Akses bebas website Ombudsman http//www. Ombudsman.org.tls

2. Keterbukaan Prosedur.

Keterbukaan prosedur, berhubungan dengan prosedur pengambilan keputusan

maupun prosedur penyusunan rencana. Keterbukaan prosedur merupakan

tindakan Ombudsman yang bersifat publik. Misalnya:

a. Keterbukaan akan suatu pengaduan apakah diterima atau ditolak

untuk ditindaklanjuti.

b. Terbuka dalam pemberian informasi tentang tindaklanjuti suatu

kasus dicapainya.

c. Informasi hasil akhir dari klarifiksi intansi Terlapor.

d. Keterbukaan informasi kepada media cetak dan eletronik.

4.2.1.4. Daya Tanggap (Responsiveness)

Responsif/daya tanggap adalah kemampuan Ombudsman untuk mengenali

aspirasi dan tuntutan kepentingan yang berkembang di masyarakat, menyusun

agenda atau prioritas layanan terhadap laporan-laporan pengaduan masyarakat

dengan perubahan situasi/kondisi mengakomodasi aspirasi masyarakat, serta

mengambil prakarsa untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi

masyarakat secara tepat dan cepat. Misalnya, pada kasus-kasus kesalahan

kepengurusan administratif yang berkaitan dengan tidak tertanggap dan pekanya

pemerintahan terhadap tuntutan basic need masyarakat seperti hak-hak sipil,

politi, ekonomi, sosial, budaya dan keamanan), Ombudsman Hak Asasi

Manusia Dan Keadilan, mengambil prakarsa untuk menyelesaikannya tidak

dilalui investigasi/pemeriksaan objektif, akan tetap bertindak untuk

penyelesaiannya secara cepat yaitu cukup mengeluarkan desposisi hukum atau

mengontak secara lansung lewat sambungan telepon kepada atasan pejabat

Terlapor untuk meminta klarifikasinya dan juga permohonan

pertanggungjawabannya.

4.2.1.5.Konsensus (Consensus Oriented)

Di dalam good governance, pengambilan keputusan maupun pemecahan

masalah bersama lebih diutamakan berdasarkan konsensus, yang dilanjutkan

dengan kesediaan untuk konsisten melaksanakan konsensus yang telah diputuskan

bersama. Konsensus bagi Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan bukan

hal baru, karena ini salah satu kompetensi Ombudsman untuk memecahkan dan

menyelesaikan masalah mal-administrasi publik melalui mediasi dan konsiliasi.

Dalam pengalaman Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan,

berkaitan dengan prinsip konsensus, Ombudsman menjembatani kepentingan-

kepentingan yang berbeda demi terbangunnya suatu konsensus menyeluruh dalam

hal apa yang terbaik bagi kelompok-kelompok kepentingan masyarakat dengan

pemerintah. Misalnya, jika ada perbedaan kepentingan antara masyarakat dengan

pemerintah seperti kelalaian pemerintah pusat dan daerah dalam

mengimplementasi kebijakan-kebijakan yang ditetapkannya seperti: kelalaian

pemerintah dalam mentertibkan masalah-masalah seperti sampah rumah tangga,

industri air minum mineral, pembangunan bak dan saluran air bersih,

pembangunan pembangkit listrik dan ketertiban peliharaan ternak masyarakat,

perjudian ilegal, dll. Ombudsman menetapkan kebijakan-kebijakan melalui

mediasi dan konsiliasi untuk mengakhirinya.

4.2.1.6.Keadilan (Fairness)

Melalui prinsip good governance, fairness lebih menyangkut moralitas

yang memperlakukan semua orang memiliki kesempatan yang sama untuk

memperoleh keadilan. Akan tetapi baik karakter, sikap dan perilaku institusi

publik cenderung mempraktikan ketidakadilan (penyalahgunaan wewenang, mal-

administrasi publik, diskriminasi, salforiented pelanggaran hak asasi manusia,

dll). Dengan demikian, Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan berperan

dalam menuntut keadilan pemerintah terhadap yang dirugikan secara material dan

immaterial.

Berkaitan dengan prinsip keadilan, Ombudsman menjamin

indenpendensinya dalam membangun investigasi yang bersifat netralitas,

imparsiaitasl/tidak memihak, jujur dalam mengambil keputusan keputusan penting

dalam penyelesaiannya berdasarkan bukti-bukti yang ditemukan sesuai tingkat

pelanggaran yang diperbuatkan.

4.2.1.7.Keefisienan dan Keefektifan (Effectiveness and Efficiency)

Pada prinsip ini, strategi good governance adalah perlu mengutamakan

efektifitas dan efisiensi dalam setiap kegiatan. Efesiensi menyangkut

pertimbangan tentang keberhasilan organisasi layanan Ombudsman. Efektivitas

menyangkut perbaikan struktural sesuai dengan tuntutan perubahan seperti

menyusun kembali struktur kelembagaan secara keseluruhan, menyusun jabatan

dan fungsi yang lebih tepat, serta berupaya mencapai hasil yang optimal dengan

memanfaatkan dana dan sumber daya lainnya yang tersedia secara efisien dan

efektif.

Implementasi terhadap prinsip ini, penggunaan sumber daya keuangan

yang ada dialokasikan bagi peningkatan kinerja investigasi yang efektif dan

efisien yaitu melakukan perekrutan tambahan investigator/penyidik mal-

administrasi publik, pengunaan sumber daya keuangan yang tersedia bagi

pembiayaan kegiatan investigasi kasus-kasus mal-administrasi publik baik di

nasional dan di daerah/lokal yang Optimal di tahun 2011-2012.

4.2.1.8. Prinsip Akuntabilitas

Setiap kegiatan yang berkaitan dengan good governance perlu

mempertanggungwabkan kepada publik. Tanggung gugat dan tanggungjawab

pada masyarakat luas.

Akuntabilitas Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan, dalam

investigasi mal-administrasi publik, dapat terlihat pada beberapa hal sebagai

berikut:

1. Adanya komitmen untuk mewujudkan suatu pemerintahan negara yang

baik, bebas dari mal-administrasi, penyalahgunaan wewenang, nepotisme,

pelanggaran hak asasi manusia, diskriminasi dan ketidakadilan.

2. Aktif dan efekti dalam mengontrol dan meningkatkannya negara

melahirkan undang-undang dan peraturan perundang-undangan untuk

mengatur tentang pelaksanaan kepemerintahan yang baik.

3. Penanganan pengaduan masyarakat masyarakat melalui:

a. Penyediaan Kotak pos pengaduan bagi masyarakat di selurh distrik

diteritori nasional.

b. Efektif menindaklanjuti laporan masyarakat

c. Efektif menindaklanjuti permintaan klarifikasi dari intansi Terlapor

d. Efektif menyelenggarakan press relies kepada publik.

e. Membangun kerja sama dengan institusi lain untuk pencegahan

mal-administrasi publik.

f. Pro aktif dalam mengamati dan menyelidiki isu-isu/wacana seputar

perilaku koruptif pejabat publik yang beredar di kalangan

masyarakat luas.

g. Penetapan kriteria untuk mengukur performansi pejabat publik.

h. Membuka forum-forum diskusi dengan para warga masyarakat.

4.2.1.9.Wawasan ke Depan (Visionery)

Dalam penerapan good governance perlu memiliki visi strategis. Tanpa

adanya visi strategis maka sebuah organisasi besar bangsa dan negara akan

mengalami kemunduruan dan ketertinggalan.

Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan memiliki visi dan misi

yang jelas tentang “promosi penegakkan kepemerintahan yang baik”.

Pelaksanaan atas visi dan misi demikian, Ombudsman memaksimalkan perannya

yang efektif melalui investigasi mal-administrasi publik, bagi terdorongnya good

governance tersebut.

Mengenai startegi ini, Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan

berperan aktif dalam melakukan investigasi kasus-kasus dugaan adanya mal-

administrasi publik yang ada di Timor Lestre, sebagai upaya yang dilakukan bagi

pecapaian sasaran visi dan misinya “Promosi penegakkan Kepemerintahan Yang

Baik” di Negara Republik Timor Leste.

Adapun rincian kegiatan investigasi mal-administrasi publik yang

dilaksanakan Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan dengan berdasarkan

9 (sembilan) prinsip good governance (kepemrintahan yang baik) pada

Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan Timor Leste sejak bulan Januari

sampai September tahun 2012, dapat ditunjukan dalam tabel 4.8. seperti

dibawah ini:

Tabel: 4.9. Kegiatan Investigasi Mal-administrasi Publik

No Kegiatan Tanggal Pelaksanaan Instansi Terlapor Total

1

Investigasi kasus

penyimpangan prosedur dan

korupsi

14-21 Januari 2012

23-31 Januari2012

Kementerian Administrasi Negara

Dan Penetapan Wilayah RDTL

3

2

Investigasi penundaan berlarut-

larut

01-07 Februari 2012

11-18 Februari 2012

Kementerian Pendidikan

3

3

Investigasi kasus ketidakadilan 11-18 Maret 2012 Kementerian Keadilan 2

4

Investigasi kasus bertindak

sewenang-wenang

03-07 Mei 2012 Kementerian Solidaritas Sosial 2

5

Investigasi kasus

penyimpangan

prosedur

13-17 Mei 2012

10-14 Juni 2012

Kementerian Administrasi Negara

Dan Penetapan Wilayah RDTL

3

6 Investigasi kasus ketidak

adilan

03-07 Juni 2012

14-14 Juni 2012

Kementerian Solidaritas Sosial

RDTL

4

7 Investigasi kasus Permintaan

uang imbalan jasa/korupsi

17-21 Juni 2012

Kementerian Solidaritas Sosial

RDTL

2

8 Investigasi kasus penundaan

berlarut

01-05 Juli 2012 Kementerian Pendidikan RDTL 2

9 Investigasi kasus tidak

menangani

05-07 Agustus2012

12-16 Agustus 2012

Kementerian Keadilan 3

10 Investigasi dan pemalsuan dan

korupsi

26-29 Agustus 2012

02-06 September 2012

Kementerian Administrasi Negara

Dan Penetapan Wilayah RDTL

3

11 Investigasi penyalahgunaan

wewenang

09-13 September 2012 Kementerian Solidaritas Sosial

RDTL

3

Jumlah total kasus: 29

Sumber: Data Hasil Penelitian September 2012

Pada tabel 4.9 terlihat bahwa sebanyak 110 laporan tertulis yang masuk

sampai akhir September 2012, Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan

telah berhasil menginvestigasinya sebanyak 29 kasus dari 41 kasus yang ada.

Sehingga prosentasi tindaklanjutnya investigasi mal-administrasi publik terhadap

instansi publik Terlapornya masyarakat sebesar 1,41 %. Dengan kategori

substansi kasus mal-administrasi publik sebagai berikut:

Dua (2) kasus perbuatan tidak menangani di Kementerian Administrasi

Negara dan Penetapan Wilayah Republik Demokratik Timor Leste.

Tiga (3) kasus perbuatan penyimpangan prosedur dan korupsi, di

Kementerian Administrasi Negara dan Penetapan Wilayah dengan

Kementerian Solidaritas Sosial Republik Demokratik Timor Leste.

Tiga (3) kasus pemalsuan dan permintaan uang imbalan jasa/korupsi di

Kementerian Solidaritas Sosial Republik Demokratik Timor Leste.

Lima (5) kasus penundaan berlarut-larut di Kementerian Kementerian

Pendidikan Republik Demokratik Timor Leste.

Lima (5) kasus perbuatan penyalahgunaan kewenangan di Kementerian

Solidaritas Sosial Timor Leste.

Tujuh (7) kasus perbuatan ketidakadilan di Kementerian Keadilan

dengan Kementerian Solidaritas Sosial Republik Demokratik Timor

Leste.

Sisanya sebanyak 11 kasus yang merupakan perbuatan maladministrasi lainnya

misalnya nyata-nyata berpihak, nepotisme, penggelapan, penguasaan tanpa hak

dan lainnya.

Berdasarkan pada hasil penindaklanjutnya 29 kasus di atas dalam jangka 9

(sembilan) bulan Januari-September 2012 hingga tahun 2013, menunjukan bahwa

peran tugas dan kewenangan investigasi mal-administrasi publik yang

diamanatkan dalam pasal 23 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004, Ombudsman

Hak Asasi Manusia Dan Keadilan sudah dilaksanakan dengan baik dan efektif.

Sebagai komitmen yang tinggi untuk mencapai sasaran akan visi dan misinya,

yaitu mewujudkan promosi penegakkan kepemerintahan yang baik (good

governance) di Timor Leste.

Hal ini diungkapkan melalui hasil wawancara dengan informan1 yang

menyatakan bahwa:

Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan aktif melaksanakan

Investigasi terhadap kasus-kasus mal-administrasi publik. Karena

investigasi merupakan tugas/pekerjaan rutin salah satu departemen kami

yaitu Departemen Investigasi Mal-administrasi Publik. Pada departemen

ini terdapat 6 (enam) orang investigator, yang dibekali pengetahuan,

pemahaman dan pendalaman investigasi yang strategik untuk memeriksa

dan mengali informasi/data mendalam mengenai suatu kasus yang

ditangganinya. Sehingga ke enam orang investigator tersebut

mengupayakan semaksimal mungkin untuk bisa menyelesaikan laporan

pengaduan masyarakat dengan cepat dan tepat waktu.

Hasil informasi di atas sangat jelas bahwa apa yang dilakukan setiap kerja

trimesternya Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan adalah mereka

melaksanakan peran tugas utamanya yaitu menginvestigasi kasus-kasus mal-

administrasi publik sebagai suatu tindakan pencegahan untuk memungkinkan

pemerintah dapat melaksanakan pemerintahan yang baik pada setiap layanan

publik terhaadap masyarakat.

Begitu pula dengan informan2 lain menjelaskan bahwa:

Sekalipun jumlah laporan masyarakat secara kuantitas tahun kerja 2012 ini

menurun (110), namum investigasi terhadap kasus-kasus dugaan adanya mal-

administrasi publik tetap mengalami peningkatan. Sejak tahun 2011 sampai 2012

ini para investigator di Divisi Good Governance sudah melaksanakan

tugas/pekerjaan dalam menginvestigasi dan/atau menangani laporan-laporan

pengaduan (kasus) oleh Warga masyarakat dengan baik, yaitu membuat Laporan

hasil Investigasi Akhir, membuat rekomendasi berkaitan dengan laporan

masyarakat dan juga bagi kepentingan umum, mengumunkan hasil temuan dan

1 Wawancara yang dilakukan Peneliti dengan Direktur Good Governance di Kantor Ombudsman

Hak Asasi Manusia Dan Keadilan Timor Leste pada tanggal 9 September 2013. 2 Wawancara yang dilakukan Peneliti dengan Kepala Departemen Investigasi Mal-administrasi

Publik di Kantor Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan Timor Leste pada tanggal 10

September 2013.

kesimpulan kepada publik dan juga mewakili masyarakat (Pelapor) untuk bertemu

lansung dengan Terlapor.

Dari hasil wawancara dengan kedua informan sebagaimana di kemukakan

di atas dan juga hasil observasi Peneliti, maka Peneliti menginterpretasikan bahwa

Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan benar-benar melaksanakan tugas

dan kewenangannya sebagai investigasi mal-administrasi publik sudah berjalan

dengan baik dan efekti untuk mendorong terwujudnya good governance di Timor

Leste. Hal ini dapat dibuktikan sebagai berikut:

1. Menurunnya laporan-laporan pengaduan masyarakat kepada Ombudsman di

tahun 2012, karena para pejabat publik sudah semakin takut untuk berbuat

kesalahan-kesalahan administratif, karena adanya pengawasan masyarakat dan

juga berperan aktifnya para Invistigator Departemen Investigasi Mal-

administrasi Publik, Divisi Good Goveernance, untuk menindaklanjuti laporan

masyarakat yang berkaitan dengan tindakan mal-administrasi. Terutama,

meminta keterangan, memeriksa putusan, meminta klarifikasi, membuat

Laporan hasil Investigasi Akhir, membuat rekomendasi berkaitan dengan

laporan masyarakat dan juga bagi kepentingan umum, mengumumkan hasil

temuan dan kesimpulan kepada publik dan juga mewakili masyarakat

(pelapor) untuk bertemu lansung dengan Terlapor.

2. Penurunan perbuatan korupsi para pejabat publik di Timor Leste pada tahun

2012, yang dipublikasikan oleh Lemabaga Transparansi Internasional dimana

Indeks Perbuatan Korupsi (IPK) Timor Leste berada pada level rendah yaitu,

2,3 (dua koma tiga) dari urutan negara 123 di dunia.

3. Para pejabat publik semakin sadar untuk tidak mengunakannya lagi aset negara

(mobil atau sepeda motor kantor/dinas) untuk melakukan kampanye Pemilihan

Umum legislatif pada periode bulan Mei tahun 2012.

4. Pemerintah memberikan gaji/esentif tambahan kepada para Medis dan Perawat

yang bertugas di Rumah Sakit di seluruh Timor Leste serta para Pengajar

(guru) di sekolah-sekolah terpencil di Timor Leste.

5. Unit-unit Inspeksi Umum di setiap instansi publik di Timor Leste mulai

mengambil kebijakan tindakan pemeriksaan rutin setiap trimester terhadap

kinerja setiap divisi dan departemen yang bertindak sebagai layanan publik, dll.

Pelaksanaan investigasi mal-administrasi publik Ombudsman Hak Asasi

Manusia Dan Keadilan dilakukan oleh ke 6 (enam) Investigator yang ada di

Departemen Investigasi Umum Mal-administrasi Publik, Divisi Good

Governance, sudah berjalan dengan baik, aktif, cepat dan tepat.

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan3 salah seorang investigator

senior mal-administrasi publik di Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan

menyatakan bahwa:

Saya sebagai seorang investigator, sudah mengetahui tentang tugas dan

kewajiban saya yang perlu dilakukan di tempat kerja.Yang saya lakukan

adalah mengatur jadwal kerja rutin investigasi terhadap laporan-laporan

pengaduan masyarakat yang disampaikan ke Ombudsman, membuat

transkrip hasil investigasi, menganalisa permasalahan, menentukan pelaku

mal-administrasi, membuatkan laporan tentang hasil temuaan investiga,

mengambil kesimpulan kemudian merekomendasikan kepada instansi

Terlapornyaa masyarakat. Seperti pada tahun 2012 ini saya mengeluarkan

3 Wawancara yang dilakukan Peneliti dengan Investigator Mal-administrasi Publik di Kantor

Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan Timor Leste pada tanggal 11 September 2013.

10 rekomendasi kepada Kementerian Keuangan, Komisi Kepegawaian

Negara, Kementerian Solidaritas Sosial dan Kementerian Pendidikan.

Dari keterangan informan di atas, Peneliti menginterpretasikan bahwa

Anggota Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan beserta jajarannya

Direktur Divisi Good Governance dan Kepala Departemen Investigasi

menyatukan persepsi atau pemahaman yang sama antara pelaksana investigasi

mal-administrasi publik (6 Investigator) baik di front office maupun back office

menjalankan tugas investigasi mal-administrasi publik yang objektif dan akurat

sesuai 14 (empat belas) Program Investigasi Strategik Ombudsman yaitu:

1. Membuat studi analisis avaliasi preliminar terhadap substansi kasus

mal-administrasi yang sudah tercantun pada panduan Investigasi Mal-

administrasi Ombudsman tahun 2010.

2. Mengidentifikasi serta menentukan pelaku/responden yang dilaporkan

dengan jelas untuk diperiksa/diinvestigasi secara mendalan.

3. Menyusun perencanaan program kerja/invesstigasi yang tepat sesuai

waktu yang ditentukan (45 hari).

4. Menyampaikan surat pemangilan terhadap Terlapor dari instansi yang

bersangkutan.

5. Memeriksa, meminta keterangan dan menyerahkan dokumen-

dokumen-dokumen penting yang berhubungan dengan suatu kasus.

6. Meminta klarifikasi ulang dengan pelapor untuk tambahan informasi

yang lebih akurat untuk memudahkan penuntutan.

7. Menganalisa data hasil temuan (fact finding) akurat.

8. Mengungkan hasil temuan tentang tingkat pelanggaran yang

diperbuatkan oleh Terlapor

9. Membuatkan rekomendasi dari laporan hasil temuan investigasi

berdasarkan undang-undang yang ada.

10. Mempersiapkan press relise terhadap hasil temuan investigasi kepada

publik melalui media masa.

11. Mengirimkan hasil temuan investigasi, hasil kesimpulan dan

rekomendasi kepada instansi Terlapor

12. Menindaklanjuti hasil klarifikasi atau tanggapan dari instansi Terlapor

dalam jangka 60 hari.

13. Jika dalam jangka waktu 60 hari instansi Terlapor belum juga

memberikan klarifikasi atau tanggapan, Ombudsman

menindaklanjutnya dengan melakukan upaya pendekatan persuatif

dengan mengontak melalui jaringan telepon lansung maupun

menyampaikan disposi legal untuk meminta klarifikasinya.

14. Menyampaikan hasil investigasi kepada pelapor dan publik mengenai

sikap, perilaku dan perbuatan mal-administrasi di suatu instansi

pemerintahan.

Bukti konkrit menunjukan bahwa, dengan Ombudsman Hak Asaasi

Manusia Dan Keadilan menyampaian hasil temuan-temuan investigasi mal-

administrasi publiknya melalui press realise kepada publik dengan menyebutkan

nama institusi yang bersangkutan. Berdampak pada pejabat dari institusi yang

dipublikasikan menjadi minder (malu) terhadap publik. Solusinya mereka bangkit

untuk membenahi kekurangan atau kesalahan yang ada kedepannya atau

melakukan reparasi dan kuratif. Misalnya, dari Kementerian Perdagangan Timor

Leste sejak bulan April 2012, para pegawai dari institusi bersangkutan turun ke

lapangan untuk melakukan pengontrolan terhadap para pedagan beras di pasar-

pasar umum apabila ditemukan pedagan yang bandel menaikan harga jual kembali

kepada para konsumen dengan harga USD$ 22.00 (dua puluh dua Dollar

Americana) per sak, maka diberi teguran dan sanksi untuk tidak mendapatkan

kembali kuota subsidi beras merek MTCI dari pemerintah berikutnya. Hal ini

dilakukan kementerian tersebut untuk mencegah teriakan dan kritikan dari warga

masyarakat yang berpendapatan rendah yang tidak mampu membeli harga beras

subsidi dengan harga yang membumbung tinggi, sekaligus mencegah warga

masyarakat berterus-terusan mendatangi Kantor Ombudsman untuk melaporkan

tentang kenaikan harga beras subsidi pemerintah merek MTCI 25 kilogram yang

ilegal.

Peran tugas dan kewenanagan investigasi mal-administrasi publik yang

dilakukan Ombudsman Hak Asasi Manusia sejak tahun 2010 hingga 2012, telah

memberikan dorongan yang signifikan terhadap institusi publik pemerintahan di

Timor Leste dapat melaksanakan pemerintahan yang baik. Untuk pemberian

penilaian terhadap keberhasilan peran Ombudsman dalam mendorong institusi

publik di Timor dalam melaksanakan tatanan kepemerintahan yang baik (good

governance, berikut hasil wawancara peneliti dengan informan dari Komisi A,

Parlemen Nasional Timor Leste, Nyonya Carmelita Caetano Moniz 4, yang

membidani Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan, sebagai berikut:

Para anggota Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan (ketua dan

wakil ketua) yang terpilih dan para penyidik/investigator mal-administrasi

Publik, sudah memahami betul tentang peran menginvestigasi mal-

administrasi publik. Mereka telah berupaya maksimal dalam mereformasi

pemerintahan dari kinerja layanan administrasi publik yang buruk, dapat

menuju yang baik dan efektif. Salah satu indikasi yang dapat terlihat

adalah selama ini mereka aktif bertugas dalam menginvstigasi mal-

administrasi publik, buktinya Laporan Hasil Kerja Tahun 2011 mereka ada

di Parlemen Nasional. Setelah di baca ada sekitar 20 kasus mal-

administrasi lebih yang mampu diselesaikan Ombudsman ini menunjukan

keberhasilannya. Dengan demikian, dapat saya menilai bahwa good

governance telah berjalan. Kenyataannya sejak tahun 2012 sampai

sekaran 2013 jaran ada warga masyarakat yang mendatangi Parlemen

Nasional untuk menyampaikan keluhan-keluhan atu laporan-laporan

tentang mal-administrasi publik. Ini berarti Ombudsman telah bekerja

maksimal untuk mengatasi pemerintahan buruk tersebut.

Informasi dari informan di atas, itu sebagai suatu pembuktian bahwa

Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan telah berperan dengan baik dan

aktif dalam menginvestigasi mal-administrasi publik, sebagai upaya untuk

mendorong penegakkan good governence di Timor Leste. Kenyataannya dapat

dilihat sejak dari tahun 2011 hingga 2013 tak ada lagi warga masyarakat yang

mendatangi Kantor Parlemen Nasional untuk menyampaikan keluhan tentang

tindakan pemerintahan yang buruk (mal-administrasi publik). Hal ini menunjukan

pemerintahan semakin memahami arti pentingnya good governance beserta

prinsip-prinsipnya, sehingga mampu memperbaiki kesalahan-kesalahan

administratifnya, terutama dengan meningkatkan pengontrolan terhadap prosedur

layanan administrasi kepada kepentingan publik dengan menerapkan prinsip-

4 Wawancara yang dilakukan Peneliti dengan Anggota Komisi A Parlemen Nasional yang

membidani Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan di Komisi A Parlemen Nasionaal TL’s

pada tangga l9 September 2013.

prinsip transparansi, akuntabilitas dan berkeadilan yang tepat sesuai dengan

peraturan perundangan-undangan yang berlaku.

Selanjutnya, hasil wawancara Peneliti dengan informan5 Wakil Komandan

Kepolisian Nasional Timor Leste, Bapak Afonso de Jesus, diperoleh informasi

bahwa:

Good governance berjalan di Timor. Ini berkat di bangsa kita ada

perhatian yang terbesar dari negara (Parlemen Nasional) di tahun 2006

berinisiatif mendirikan institusi negara yang bernama Ombudsman Hak

Asasi Manusia Dan Keadilan. Dengan kehadiran lembaga tersebut, para

pempin/governantes serta birokrasinya bekerja tidak transparan, tidak

akuntabilitas, partisipatif dan melakukan praktik-praktik mal-administrasi

publik Ombudsmanlah/Provedoria yang memberi petunjuk bagaiman

prinsip-prinsip good governance harus diterapkan dan dilaksanakan. Saya

melihat dan menilai bahwa penyelenggaraan kepemerintahan di Timor

Leste berjalan transparan transpara walapun tidak 100 % akan tetapi good

governance berjalan ini karena hasil pengawasan Ombudsman yang aktif.

Harus diakui bahwa, institusi Kepolisian Nasional, juga mendapatkan

rekomendasi dari Ombudsman, mengenai tindakan Polisi Nasional dalam

pemberian layanan terhadap para tahanan yang berada di sel-sel tahanan

sementara/prefentif di setiap instansi Polisi Nasional baik di pusat

maupun di daerah, yang dinilai Ombudsman ada kesalahan dalam hal

pemberian penanganan yang tidak terstandar sesuai dengan porsi hak asasi

manusia, yaitu dari segi pemberian makanan dan minuman dan

memperoleh kesehatan yang layak. Ada sekitar 2 rekomendasi

Ombudsman sampai ke tanggan institusi Kepolisian Nasional Timor Leste

(PNTL) pada tahun 2011 yang lalu. Kami selaku superior/atasan

Kepolisian Nasional mengadakan rapat dan mencarian solusi bagi

perbaikan sistem kerja yang tidak transparan harus ditransparansikan,

yaitu melakukan tindakan perbaikan terhadap sistem penanganan hukum

terhadap masyarakat, yang disesuaikan dengan standar hak asasi manusia

dan juga perbaikan kekurangan-kekurangan dalam layanan administrasi

kepolisian yang ada. Alasan Kepolisian Nasional Timor Leste,

menanggapi baiknya rekomendasi Ombudsman ini, karena apabila suatu

institusi direkomendasi Ombudsman berarti institusi tersebut bekerja

kurang transparan, akuntabel dan partisipatif. Dengan demikian,

Kepolisian Nasional termasuk salah satu institusi penegak hukum di

Timor Leste, telah melakukan perbaikan secara institusional sejak

5 Wawancara yang dilakukan Peneliti dengan Wakil Komandan Kepolisian Nasional Timor Leste

di Markas Besar Kepolisian Nasionaal TL’s pada tanggal 20 September 2013.

diterimanya rekomendasi-rekomendasi Ombudsman tahun 2011. Hal ini

dilakukan Kepolisan Nasional karena menginginkan kinerja Kepolisian

Nasional transparensi, dengan satu tekad dan harapan yang kuat bagi

terwujudnya good governance di Timor Leste.

Penjelasan informan di atas, di perkuat pula ole informan6 yang lainnya

yaitu, Direktur Judicial System Monitoring Programme (JSMP) Timor Leste,

Bapak Luis de Oliveira Sampaio, yang menyatakan bahwa:

Kinerja pemerintahan di Timor Leste, semenjak tahun 2006, berjalan

kurang transparan, demokratis, partisipatif dan pelanggaran hak asasi

manusia karena terkait suburnya perbuatan penyalahgunaan wewenang,

mal-administrasi, korupsi, kolusi dan nepotisme. Kinerja Ombudsman

Hak Asasi Manusia Dan Keadilan lebih berfokus pada konsep integratif

good governance, maka fungsi tugas, kewenangan dan perang

Ombudsman dalam memberantas dan mencegah mal-administrasi publik

di Timor Leste selama ini sudah baik dan optimal. Ini terbukti dengan

proaktifnya/bergeraknya Ombudsman dalam memberdayakan masyarakat

untuk melakukan pengontrolan terhadap kinerja administrasi publik

pemerintahan baik pusat dan daerah. Hal ini, terlihatnya Ombudsman aktif

melakukan pemantaun terhadap hasil putusan pengadilan, mengontrol

proses layanan administrasi pengadilan dan perilaku para hakim dan jaksa

melakukan perbuatan tercela, dan atau tidak memenuhi syarat hakim dan

jaksa yaitu korupsi, penyuapan, tindak pidana lainnya.

Selain dua informan di atas, untuk membuktikan berperannya Ombudsman

Hak Asasi Manusia Dan Keadilan dalam menginvestigasi mal-administrasi publik

di Timor Leste, dinilai oleh warga masyarakat sebagai berikut: Berdasarkan hasil

wawancara dengan informan 7 warga masyarakat Desa Bemori, Kecamatan Dili

Timur, Distrik Dili, dinyatakan bahwa:

6Wawancara yang dilakukan Peneliti dengan Direktur Judicial System Monitoring Programme

(JSMP) di Kantor JSMP Kolmera, Dili, Timor Leste pada tanggal 25 September 2013. 7 Wawancara yang dilakukan Peneliti dengan salah seorang warga masyarakat (Pelapor), di

kediamannya di Desa Bemori, Kecamatan Dili Timur, Kabupaten Dili, pada tanggal 26

September 2013

Keberadaannya Ombudsman di Timor Leste kini telah berusia 7 tahun lebih.

Dinilai sudah memiliki pengalaman investigasi mal-administrasi publik

yang mendalam. Salah satu contoh misalnya: saya sendiri, di tahun 2010,

mendatangi kantor Ombudsman untuk melaporkan kasus pemecatan diri

saya dari pegawai negeri negeri secara tidak adil oleh atasan saya (Menteri

Keuanga). Ombudsman bertindak serius dalam memeriksa substansi laporan

permasalahan saya. Yaitu melakukan pemangilan terhadap instansi

Terlapor, melakukan investigasi. Saya sendiri dipangil investigator

Ombudsman 2 kali untuk mengumpulkan dokumen sebagai bukti akurat,

meminta klarifikasi permasalahan pemecatan saya Kementerian Keuangan.

Menjelan satu bulan kemudian kala saya tidak salah di bulan Juni 2011,

laporanpermasalahn saya telah direkomendasikan ke Instansi Kementerian

Keuangan Negara Republik Demokratik Timor Leste. Dan sekarang ini

saya sedang menungguh hasil tanggapan/klarifikasi dari Menteri Keuangan

Republik Demokratik Timot Leste. Dengan demikian, saya dapat

memberikan penilaian bahwa kinerja Ombudsman dalam investigasi mal-

administrasi sebagai tindakan pencegahan terhadap pemerintahan yang

buruk sudah berjalan dengan baik.

Dari hasil informasi yang dikemukakan oleh ketiga informan pada

wawancara di atas, maka Peneliti dapat menginterpretasikan bahwa, tentang

peran Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan dalam melaksanakan tugas

investigasi mal-administrasi di Timor Leste dinilai sudah berjalan optimal, aktif

dan posetif.

Hasil penilaian di atas, bukti konkritnya adalah keberhasilan peran

Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan dalam mendorong pelaksanaan

kepemerintahan yang baik di Kementerian Administrasi Negara Dan Penetapan

Wilayah dan Kementerian Solidaritas Sosial pada tahun 2011-2012.

Berdasarkan hasil wawancara Peneliti dengan informan8 di dapatkan

informasi/data bahwa:

8 Wawancara yang dilakukan Peneliti dengan Bapak Mario Frederico Soriano Bareto Kepala Departemen

Sumber Daya Manusia, Divisi Nasional Administrasi Dan Keuangan di kantor Kementerian Solidaritas

Sosial RDTL pada tanggal 27 September 2013.

Kami selaku pegawai di Kementerian Solidaritas Sosial, pada umumnya

memahami tentang apa itu good governance. Akan tetapi berbicara soal

prakti orang luar yang menilainya. Untuk memberi penilian tentang peran

Ombudsman dalam mendorong good governance, selama ini dapat dilihat

dari sisi investigasi berjalan aktif. Harus diakui, bahwa dalam rangka

pengimplementasian kebijakan program pemerintah atas pemulangan

pengungsi krisis politik militer dan keamanan tahun 2006, para pejabat di

lingkungan kerja Kementerian Solidaritas Sosial tidak melakukan sistem

pengontrolan/pengawasan yang ketat terhadap ruang gerak para

pegawai/petugas Komisi Membangun Masa Depan/Komisaun Hari Futuru

yang bertugas dalam mengumpulkan data dilapangan maupun yang

bekerja dibalik meja kantor. Sebagai dampaknya/nia impaktu maka ada

sebagian yang melakukan praktik penagihan ilegal terhadap uang

pembayaran ganti kerugian para warga pengungsi krisis politik militer dan

keamanan 2006, yang hendak dikembalikan pemerintah ke tempat tinggal

semula. Berkaitan dengan kasus pengihan ilegal yang dilakukan

pegawai/petugas Komisi Masa Depan, Kementerian Solidaritas Sosial,

maka ketika 3 Laporan Hasil Investigasi Mal-administrasi Publi,

Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan masuk di Kementerian

Solidaritas Sosial tahun 2011, para pemimpin di Kementerian Solidaritas

Sosial mengadakan rapat konsultatif, untuk mendiskusikan mengenai

kasus penagihan ilegal yang dilakukan oleh beberapa orang pegawai

yang dikontrak Komisi Mmbangun Masa Depan, Kementerian Solidaritas

Sosial. Dan hasil keputusan yang diambil oleh dewan konsultif mencapai

suatu konsensus bersama untuk mengeluarkan 19 orang pegawai

kontrakan dari Kementerian Solidaritas Sosial pada tahun 2011, dan ada

dua kasus penagihan ilegal yang dirasakan bahkan dinilai oleh Dewan

Konsultif sangat berat maka diajukan ke pengadilan untuk diproseskan

secara hukum.

Pemberian informasi yang hampir sama juga di kemukakan oleh informan9

dalam hasil wawancara sebagai berikut:

Pada tahun 2012, tiga orang pegawai kami (Kabinet Pemeriksaan Umum),

Kementerian Administrasi Negara Dan Penetapan wilayah mendapatkan

surat pangilan dari Ombudsman. Isi surat pangilan Ombudsman, berkaitan

dengan masalah yang berhubungan dengan keuangan, yaitu tender

supply/persediaan seragam kantor Kementerian Administrasi Negara Dan

Penetapan wilayah. Untuk menjamin transparansi dan akuntabilitas di

institusi kami, surat pangilan Ombudsman kami folow up, dan ke tiga

orang pegawai kami memberi pengarahan (briefing), kemudian

9 Wawancara yang dilakukan Peneliti dengan Bapak Tito Baros Jhon Wakil Sub Inspektur

Kabinet Inspeksi Umum, Kementerian Administrasi Negara Dan Penetapan Wilayah di kantor

Kementerian Administrasi Negara Dan Penetapan Wilayah pada tanggal 30 September 2013.

diperintahkan menhadap ke Ombudsman, untuk tujuan memberi

keterangan yang diperlukan. Ketiga pegawai kami menuruti pangilan

Ombudsman dan akhirnya mereka mendatangi kantor Ombudsman untuk

memberi keterangan/informasi sesuai yang di perlukan Ombudsman. Kini

kami sedang menungguh hasil rekomendasi dari Ombudsman.

Berdasarkan informasi yang diberikan oleh kedua informan (Kepala

Departemen Sumber Daya Manusia Kementerian Solidaritas Sosial Dan Sub

Inspektur Umum Kementerian Administrasi Negara Dan Penetapan Wilayah) di

atas dapat dikemukakan bahwa tentang peran tugas dan kewenangan investigasi

Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan dalam pemberantasan dan

pencegahan dugaan adanya perbuatan mal-administrasi publik sudah dilaksanakan

maksimall dan aktif, terkait dengan hal-hal sebagai berikut:

1. Ombudsman sudah maksimal melakukan pemeriksaan atas laporan

penyelenggaraan pemerintahan negara yang buruk.

2. Ombudsman sudah masimal dalam produk Laporan Hasil Akhir

Investigasi Kasus mal-administrasi Publik yang tepat cepat dan tepat

waktu.

3. Tingkat efektifitas kinerja Ombudsman telah mampu menyelesaikan

kasus-kasus dugaan adanya mal-administrasi yang dilaporkan oleh

masyarakat.

4. Aktif Permintaan Penjelasan (klarifikasi) mengenai laporan/keluhan

Kepada instansi Terlapor.

5. Sumber daya Investigator mal-administrasi publik Ombudsman sudah

berjalan efissien.

4.2.2. Monitoring Mal-administrasi Publik

Kegiatan monitoring atau pemantauan dilakukan Ombudsman Hak Asasi

Dan Keadilan supaya pelaksanaan program program kegiatan fisik pemerintahan

maupun layanan administratifnya kepada publik tetap konsisten pada prinsip-

prinsip kepemerintahan yang baik (good governance) dan pendekatan

pelaksanaannya. Pelaksanaan kegiatan monitoring atau pemantauan bertujuan

menjaga kinerja pelaksanaan kegiataan rutin pemerintahan, dan mencegah

kesalahan-kesalahan administratif pejabat publik (mal-administrasi) yang timbul,

agar membuka jalan bagi proses tumbuh dan berkembangannya good governance

tersebut bagi kesejahteraan masyarakat, bangsa dan negara.

Aktivitas monitoring Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan

terhadap mal-administrasi publik didiatur dalam Pasal 24 huruf (d), Undang-

Undang No. 7 Tahun 2004, tentang Statuto Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan

Keadilan, yang dinyatakan bahwa: Kompetensi Ombudsman Hak Asasi Manusia

Dan Keadilan adalah untuk melakukan monitoring, yaitu:

“Mengawasi fungsi para pejabat publik, organ-organ pemerintah, entitas

pribadi yang melaksanakan fungsi-fungsi pemerintahan bisa dilakukan

investigasi terhadap pelanggaran hak asasi manusia dan mal-administrasi

publik secara sistematis”.

Pelaksanaan kegiatan monitoring atau pemantauan mal-administrasi

publik Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan dibawah lingkup kerja

spesialisasi teknikal Departemen Pencegahan Dan Monitoring Mal-administrasi

Publik. Program kerja monitoring mal-administrasi publik Ombudsman Hak

Asasi Manusia Dan Keadilan dilaksanakan dalam tiga hal utama, yaitu:

1. Monitoring Periodik

Kegiatan monitoring periodik Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan

Keadilan di laksanakan secara trimester (tiga bulan) sekali, yaitu, perencanaan

kegiatan monitoring yang disusun oleh Departemen Monitoring, Divisi Good

Governance, berdasarkan pada laporan-laporan pengaduan warga masyarakat

(Pelapor), maupun berdasarkan inisiatif Ombudsman sendiri melalui tanggapan

atas isu-isu mal-administrasi publik yang beredar dikalangan masyarakat atau

melalui informasi media cetak dan eletronik.

Dalam kegiatan monitoring periodik Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan

Keadilan dibawah Departemen Pencegahan Dan Monitoring Mal-administrasi

Publik, Divisi Good Governance, dilakukan oleh tiga pihak (Panduan Pelaksanaan

Monitoring Ombudsman 2010), yakni:

1). Pemerintah selaku pengelola kegiatan fisik dan administratif dilakukan

monitoring atau pemantauan secara berjenjang kepada aparat yang terkait

dengan pelaksanaan kegiatan pemerintah.

2). Pengusaha privat, selaku pelaksana kegiatan fisik pemerintah, dilakukan

monitoring atau pemantauan secara berjenjang serta terkoordinasi dengan

aparat terkait.

3). Masyarakat, selaku pelaksana kegiatan fisik pemerintah dan juga penerima

manfaat, dipantau proses pelaksanaan kegiatan fisik apakah mendukung

aspirasi dan kepentingan masyarakat setempat atau tidak. Masyarakat diberi

peluang untuk mengemukakan penilaiannya atas pelaksanaan kegiatan fisik

baik berupa masukan ataupun keluhan.

Selanjutnya hal-hal yang di monitoring Ombudsman mencakup

perkembangan kegiatan rutin pemerintah (administratif) atau pemantauan kegiatan

fisik dilapangan, seperti:

1. Proyek Pembangunan Fisik

a. Yaitu, Planu Dezemvolvimento Distrital/Perencanaan Pembangunan

Distrik (PDD) dan Planu Dezemvolmento Sukus/Perencanaan

Pembangunan Sukus/Desa (PDS), yang meliputi: proyek kegiatan fisik

seperti: bangunan gedung perkantoran, sekolah, pusat kesehatan

masyarakat, jalan raya, kelistrikan, air bersih, konstrusi pemukiman

perumahan masyarakat, pasar umum, dan lain sebagainya.

b. Proyek Pembangunan Non Fisik, yang meliputi: supply/penyediaan

sumber daya (aset) pendukung aktivitas kerja perkantoran, yaitu sarana

dan prasarana pendukung aktivitas kerja perkantoran sehari-hari (Meja,

kursi, komputer, mesin foto kopy, kendaran dinas, alat tulis kantor, dll).

2. Kegiatan Monitoring Spontanitas/Mendadak.

Ombudsman sedapat mungkin mencari tahu dan menelaah secara cepat

terhadap isu-isu/wacana tentang praktik-praktik kepemerintahan yang buruk

yang beredar dan meresahkan masyarakat tanpa menungguh laporan dari

warga masyarakat terlebih dahulu, ataupun menungguh perintah dari atasan.

Seperti misalnya monitoring mendadak terhadap pembongkaran muatan kapal

laut di pelabuhan sebelum didistribusikan ke gudang pemerintah, dan juga

memonitoring mendadak terhadap loket-loket layanan publik di suatu instansi

pemerintahan yang diindikasikan adanya praktik-praktik mal-administrasi

publik.

Good governance secara konseptual mencakup 9 (sembilan) prinsip yang

dapat digunakan sebagai indikator untuk memonitoring/memantau kinerja

penyelenggaran kepemerintahan negara yang bergood governance. Namun

menurut Kwane and Jacques (1999) dalam B.C. Smith (2007: 159) menyebutkan

bahwa hanya 1(satu) prinsip good governance, yang meliputi: Akuntanbilitas

Publik yang menjadi indikator bagi Ombudsman untuk memonitoring terhadap

kepemerintahan yang baik (good governance). Penjelasan ringkas prinsip

akuntabilitas publik tersebut, sebagai berikut:

4.2.2.1. Prinsip Akuntabilitas Publik.

Pengertian akuntabilitas menurut pedoman Penyusunan Laporan

Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP), tahun 2010 adalah kewajiban

untuk memberikan pertanggungjawaban atau untuk menjawab dan menerangkan

kinerja dan tindakan kolektif suatu badan atau organ-organ pemerintahan kepada

pihak yang memiliki hak atau kewenangan untuk meminta keterangan atau

pertanggungjawabannya terhadap hasil dari suatu program fisik yang

dilaksanakannya.

Dari definisi di atas dapat ditarik tiga kesimpulan yaitu:

1). Akuntabilitas adalah kewajiban sebagai konsekuensi logis dari adanya

pemberian hak dan kewenangan.

2). Kewajiban berbentuk pertanggungjawaban terhadap kinerja dan tindakan.

3). Kewajiban tersebut melekat pada badang publik/pejabat publik

Dengan demikian, akuntabilitas menjadi kunci dari 9 prinsip good

governance. Pembagian akuntabilitas sebagaimana diungkapkan LAN RI Dan

BPKP (2001:29), sebagai berikut:

4.2.2.1.1.Akuntabilitas Keunangan.

Akuntabilitas keuangan merupakan pertanggungjawaban mengenai

integritas keuangan terhadap peraturan perundang-undangan, Sasaran

pertanggungjawaban ini adalah laporan keuangan yang disajikan dan peraturan

perundangan-undangan yang berlaku mencakup penerimaan, penyimpanan, dan

pengeluaran uang negara oleh instansi pemerintah.

Berkaitan dengan hal ini, Akuntabilitas monitoring Ombudsman adalah

akuntabilitas manfaat atau efektifitas, yang pada dasarnya memantau kepada hasil

dari kegiatan-kegiatan fisik pemerintahan. Dalam hal ini seluruh aparat

pemerintahan dipandang berkemampuan menjawab pencapaian tujuan (dengan

memperhatikan biaya dan manfaatnya) dengan tidak hanya sekedar kepatuhan

hierarki atau prosedur.

Prinsip ini menuntut dua hal yaitu: (1) kemampuan menjawab yang

bermula dari responsibilitas, adalah berhubungan dengan tuntutan bagi para aparat

untuk menjawab secara periodik setiap pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan

dengan bagaimana mereka menggunakan wewenang mereka, kemana sumber

daya telah dipergunakan, dan apa yang telah dicapai dengan menggunakan

sumber daya keuangan tersebut.

4.2.2.1.2. Akuntabilitas Pembangunan

Akuntabilitas pembangunan adalah prinsip yang menjamin bahwa

setiap kegiatan penyelenggaraan pembangunan fisik dan non fisik pemerintahan

dapat dipertanggungjawabkan secara terbuka oleh pelaku kepada pihak-ihak yang

terkena dampak penerapan kebijakan. Pengambilan keputusan didalam organisasi-

organisasi publik melibatkan banyak pihak. Oleh sebab itu wajar apabila rumusan

kebijakan merupakan hasil kesepakatan antara warga pemilih (constituency) para

pemimpin politik, birokrat atau administrator, serta para pelaksana dilapangan.

Akuntabilitas publik menuntut adanya pembatasan tugas yang jelas dan

efisien dari para aparat birokrasi. Karena pemerintah bertanggung gugat baik dari

segi penggunaan keuangan maupun sumber daya publik dan juga akan hasilnya.

Kegiatan monitoring Ombudsman melalui akuntabilitas publik adalah

melakukan monitoring rutin/berkala secara trimestral setiap tahunnya, untuk

memantau sejauh mana hasil pelaksanaan program kegiatan fisik yang dicapai dan

juga pemanfaatan oleh masyarakat yang berkepentingan, terutama pada

Perencanaan Pembangunan Distrik/Planu Dezemvolvimentu Distrital (PDD) dan

Perencanaan Pembangunan Desa/ Planu Dezenvolvimentu Suku (PDS).

Dilakukannya monitoring/pemantauan Ombudsman terhadap kegiatan

PDD dan PDS adalah untuk membuat kedua program kegiatan pemerintah ini,

tetap konsisten pada prinsip dan pendekatan pelaksanaan untuk merespon

terhadap kebutuhan publik. Monitoring/pemantauan Ombudsman Hak Asasi

Manusia Dan Keadilan dalam Program Kegiatan Pemerintah PDD dan PDS

dilakukan oleh empat hal yakni:

1) Pemerintah selaku pengelola kegiatan Perencanaan Pembangunan Distrik dan

Desa, Ombudsman melakukan monitoring/pemantauan secara berjenjang

kepada pejabat/aparat yang terkait dengan pelaksanaan kegiatan PDD dan

PDS, yang berkaitan dengan alokasi anggaran (keuangan) yang dikeluarkan.

2) Konsultan, selaku fasilitator kegiatan, Ombudsman melakukan

monitoring/pemantauan secara berjenjang serta berkoordinasi dengan aparat

terkait (Bupati, Camat, Kepala Desa dan Keuangan Pemerintahan)

3) Kontraktor sebagai pemenang tender kegiatan, Ombudsman melakukan

monitoring/pemantauan secara berjenjang tentang penyelesaian kegiatan fisik.

4) Masyarakat selaku pelaksana kegiatan dan menerima manfaat, Ombudsman

memonitoring/memantau proses pelaksanaan kegiatan apakah mendukung

kepentingan masyarakat setempat atau tidak. Masyarakat diberi peluan untuk

mengemukakan penilaiannya atas pelaksanaan kegiatan baik berupa masukan

atau keluhan.

4.2.2.1.3. Akuntabilitas Administratif

Prinsip akuntabilitas publik terkait erat dengan kinerja administratif

pemerintah dan program-program pembangunan fisik dengan pengunaan

anggaran negara yang dialokasikan pada organ-organ pemerintahan untuk

membangun pembangunan fisik baik ditingkat kabupaten maupun ditinkat desa.

Monitoring Ombudsman dalam pendekatan akuntabilitas administratif

(administratif accountability), di kenal dengan internal accountability karena

merupakan praktik internal akuntabilitas, adalah kualitas administratif yang

dipantau, yaitu sejauh mana para pejabat negara dan birokrasi pemerintahan

dalam melayani aspirasi dan kepentingan masyarakat.

Dalam hal ini pelayanan administrasi publik merupakan masalah serius

terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan dan akuntabilitas birokrasi dalam

menjalankan kinerja dan fungsi-fungsi administrasi yang diartikan sebagai

penyediaan barang-barang dan jasa-jasa publik yang pada hakekatnya menjadi

tanggung jawab pemerintah. Karena pelayanan publik terkait erat dengan jasa dan

barang dipertukarkan maka penting pula untuk memasukkan definisi dari public

utilities sebagai pelayanan atas komoditi berupa barang atau jasa dengan

mempergunakan sarana milik umum yang dapat dilakukan oleh orang/badan

keperdataan.

Adapun kegiatan monitoring mal-administrasi publik didasarkan pada 9

(sembilan) prinsip good governance pada Ombudsman Hak Asaasi Manusia Dan

Keadilan Timor Leste seperti terlihat pada tabel 4.9., dibawah ini:

Tabel : 4.9 Kegiatan Monitoring Tahun 2012 (Januari s/d September)

No

Kegiatan

Tanggal

Pelaksanaan

Instansi

Terlapor

Total

Kasus

1. Monitoring laporan masyarakat tentang tidak

terkontrolnya harga penjualan beras subsidi

pemerintah oleh para pedagan di pasar umum

di Dili dan Aileu

Februari 2012 Kementrian

Perdagangan dan

Indistri RDTL

1

2. Monitoring situasi keamanan dan kondisi

kehidupan ekonmi, dosial dan kependudukan

di daerah perbatasan Mota-Ain, Kecamatan,

batugade, Kabupaten Bobonaro

5-10 Maret

2012

Kementerian Dalam

Negeri RDTL

1

3. Monitoring laporan masyarakat tentang

diskriminasi pemerintah dalam distribui hand

tructor kepada para petani sawah di Distrik

Oecusse

21-25 Maret

2012

Kementerian Pertanian

dan Perikanan RDTL

1

4. Monitoring laporan masyarakat atas dugaan

mal-administrasi publik pada pelaksanaan

Perencanaan Pembangunan Sukus/Desa

(PDS) di Kabupaten Liquisa dan manufahi

01-18 Mei 2012 Kementerian

Administrasi Negara

Dan Penetapan Wilayah

RDTL

2

5. Monitoring keterlambatan pencairan Dana

para idozus/lanjut usia

03-08 Juni

2012

Kementerian Solidaritas

Sosial

1

6. Monitoring terkait dengan Perencanaan dan

pelaksanaan proyek PDD di Distril Liquisa

18-23 Agustus

2012

Kementerian

Administrasi Negara

Dan Pengesahan

Wilayah

1

7 Monitoring sel tahanan sementara Kepolisian

Nasional Timor Leste

22-27

September 2012

Kepolisian Nasional

Timor leste

1

Jumlah Total Monitoring: 8

Sumber: Hasil Penelitian 31 September 2013

Pada tabel 4.9. Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan sejak tahun

2011, berlanjut pada bulan Januari hingga September 2012 telah melaksanakan 7

kali kegiatan monitoring di berbagai daerah. Kegiatan monitoring bertujuan

untuk menindaklanjuti laporan masyarakat baik yang belum maupun sudah

mendapat respon dari instansi Terlapor, serta mengetahui tingkat ketaatan Instansi

Terlapor terhadap tindak lanjut Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan.

Kegiatan monitoring yang telah dilaksanakan oleh Ombudsman Hak Asasi

Manusia Dan Keadilan pada triwulan I,II,III dan IV (Januari s/d Desember 2011),

dilanjutkan dengan Kegiatan Monitoring triwulan I,II, dan III (Januari-September

2013) adalah sebagai berikut:

Pada tabel di atas, terlihat bahwa peran Ombudsman Hak Asasi Manusia

Dan Keadilan melalui kegiatan monitoring untuk mendorong terwujudnya

penegakkan good governance” di Timor Leste, sudah efektif.

Berdasarkan hasi wawancara dengan informan10

Kepala Departemen

Pencegahan Dan Monitoring Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan,

menyatakan bahwa:

10

Wawancara yang dilakukan Peneliti dengan Kepala Departemen Pencegahan Dan Monitoring

di kantor Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadidlan pada tanggal 30 September 2013.

Pada tahun 2012 ini Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan

mengalami keterbatasan anggaran yang tersedia untuk mendukung

kegiatan monitoring departemen kami atas kegiatan fisik dan layanan

administratif pemerintah, namun untuk mengemban misi tugas pencegahan

mal-administrasi publik, sejak bulan Juli hingga September ini, kami

aktifkan saja kegiatan tugas monitoring kami di lapangan untuk

memantau tentang hasil-hasil pembangunan fisik yang dilakukan

pemerintah dengan para kontraktor privat. Dari kegiatan monitoring kami

ditemukan tahap pelaksanaan anggaran Perencanan dan Pelaksanaan

pembangunan Distrik, sepertinya mal-administrasi dalam penyelesaian

sebuah proyek pembangunan sebuah sekolah di Kecamatan fatuberlihu,

Distri Manufahi. Laporan dari hasil monitorinnya telah kami sampaikan

kepada instansi Kementerian Administrasi Negara Dan Penetapan Wilayah

Timor Leste, untuk melakukan pengecekan ulang terhadap hasil proyek

tersebut yang dinilai tidak disiplin dalam pengunaan anggaran PDD dan

PDS.

Informasi yang diperoleh dari informan di atas, ternyata juga sama dengan

hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti ketika datang ke kantor

Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan pada jam kerja (sekitar pukul 9.00

pagi WT) pada tanggal 19 September 2012, ternyata pada jam-jam kerja tersebut

ruangan kerja Kepala dan Staf Departemen Pencegahan Dan Monitoring Mal-

administrasi Publik tak berada di tempat kerjanya, meman pergi keluar lapangan

untuk urusan dinas/urusan kantor Ombudsman, yaitu melaksanakan monitoring ke

Pemerintahan Administratif Distrik Manufahi dan Likisa guna memantau

beberapa proyek pembangunan fisik yang dilaksanakan oleh pemerintah setempat

dengan pengunaan anggaran PDD dan PDS pada periode tahun 2011 dan 2012.

Mengacuh pada hasil wawancara dan observasi lapangan hasil kerja monitoring

Ombudsman untuk pencegahan terjadinya mal-administrasi publik sudah efektif

dan berjalan dengan baik. Buktinya, walaupun Ombudsman memiliki teterbatasan

dana yang cukup untuk membiayai program kerja atau kegiatan monitoring itu

sendiri, namun para pegawai khususnya yang bertugas dan bertanggungwab

terhadap pencegahan dan monitoring mal-administrasi publik tetap berkomitkan

dan bersemangat yang tinggi dalam melakukan atau melaksanakan program kerja

monitoring di lapangan dengan harapan untuk mencapai sasaran yang ditentukan

yaitu mencegah perbuatan para pejabat publik membuat mal-administrasi terhadap

anggaran negara yang dikeluarkan untuk pelaksanaan kegiatan pembangunan fisik

PDD dan PDS pada periode tahun anggaran 2011-2012.

Sementara itu, menurut hasil wawacara dengan informan11

menyatakan

bahwa:

Saya adalah pegawai monitoring Ombudsman yang baru karena saya baru

direkrut tahun 2011. Untuk tugas monitoring terhadap pencegahan mal-

administrasi publik saya bersama pimpinan saya kami aktif melakukan

tugas monitoring/pemantau terhadap kegiatan-kegiatan pembangunan fisik

dilapnagan. Pada tugas monitoring di trimester ke III ini yang telah kami

lakukan adalah dengan memanatu kegiatan-kegiatan pelaksanaan

pembangunan fisik di pemerintahan Administratif Distrik Manufahi. Pada

monitoring bulan agustus ini kami berfokus pada monitoring kegiatan

pembangunan fisik di Sub Distrik (kecamatan) fatuberlihu, Distrik

Manufahi. Seminggu kemudian kami melakukan monitoring di Distrik

Likisa untuk memantau tentang hasil pelaksanaan pembangunan dua buah

gedung sekolah yang dibangunan pemerintahan setempaat dengan

anggaran PDD dan PDS tahun 2011-2012.

Informasi dari kedua informan diatas disertai dengan hasil pengamatan

peneliti pada tanggal 19 September 2012, menunjukan bahwa Ombudsman Hak

Asasi Manusia Dan Keadilan telah memiliki komitmen yang sangat tinggi untuk

melakukan pencegahan terhadap perbuatan mal-administrasi publik di Timor

Leste. Buktinya bahwa, walaupun Ombudsman sendiri memiliki keterbatasan

11

Wawancara yang dilakukan Peneliti dengan Bapak Tito Baros Jhon Wakil Sub Inspektur

Kabinet Inspeksi Umum, Kementerian Administrasi Negara Dan Penetapan Wilayah di kantor

Kementerian Administrasi Negara Dan Penetapan Wilayah pada tanggal 30 September 2013.

dana untuk membiayai kegiatan-kegiatan kerja monitoring lapangan, namun para

pegawainya tanggap untuk mewujudkan penegakkan pemerintahan yang baik di

Timor Leste, para pegawai tetap bersemangat untuk melakukan pemantaun

terhadap hasil-hasil pelaksanaan pembangunan fisik di lapangan, khususnya di

lokasi Kecamatan Fatuberlihu, Distrik Manufahi pada bulan Agustus tahun 2012.

Keberhasilan tugas monitoring mal-administrasi Ombudsman Hak Asasi

Manusia Dan keadilan tersebut di atas, dapat dibuktikan melalui hasil wawancara

sebagai berikut:

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan12

menyatakan bahwa:

Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan pernah melakukan

monitoring terhadap pelaksanaan proyek konstruksi sebuah Gedung Sekolah di

Kecamatan Fatuberlihu, Kabupaten Manufahi, Timor Leste. Dari hasil monitoring

ini, Ombudsman membuat laporan dengan melampirkan scening fhoto-fhoto

lokasi pelaksaan proyek, dimana ditunjukan bhwa hanya tian-tian bangunan yang

baru didirikan, namun pembayaran telah final 100%. Upaya merespon terhadap

substansi laporan hasil monitoring Ombudsman, Kabinet Ispektorat Umum

membentuk tim yang terdiri dua orang, kemudian turun ke lokasi untuk

melakukan pemeriksaan. setelah tim sampai di dilokasi pelaksanaan proyek,

ditemukan hasil yang berbeda dengan laporan pemantauan Ombudsman, yaitu

proyek konstruksi gedung sekolah telah mencapai hasil 100%, di manfaatkan

masyarakat setempat (Fatuberlihu) untuk proses belajar mengajar. Untuk

meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pada pelaksanaan kegiatan proyek-

proyek PDD dan PDS ke depannya, secara kelembagaan institusi telah

merekomendasikan kepada setiap pemimpin masyarakat (bupati, camat dan kepala

Desa) baik di pusat, kota kabupaten dan di daerah terpencil, yang lingkungan

wilayahnya menggenah pelaksanaan kegiatan pembagunan fisik PDD dan PDS

diwajibkan melakukan pemantaun dan melaporkan hasilnya ke Kementerian

Administrasi Negara Dan Penetapan wilayah.

Memperhatikan penjelasan informan di atas pada pelaksanaan monitoring

Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan terhadap mal-administrasi publik

12

Wawancara yang dilakukan Peneliti dengan Bapak Tito Baros Jhon Wakil Sub Inspektur Kabinet

Inspeksi Umum, Kementerian Administrasi Negara Dan Penetapan Wilayah di kantor Kementerian

Administrasi Negara Dan Penetapan Wilayah pada tanggal 30 September 2013.

sejauh ini (2011-2012) dikatakan efektif, terutama kepada instansi Pemerintahan

Sub Distrik Fatuberlihu, Administratif Distrik Manufahi, sehingga mereka dapat

merencanakan dan melaksanakan program-program kerja Perencanaan

Pembangunan Distrik (PDD) dan Perencanaan Pembangunan Suku/Desa (PDS)

sesuai dengan peraturan perundang-undangan sesuai koridor yang diharapkan

masyarakat.

4.2.3. Pendidikan Umum Anti Mal-administrasi Publik

Salah satu upaya yang dilakukan Ombudsman untuk mewujudkan

pemahaman dan pengetahuan publik yang berbasis good governance yaitu

melalui Pendidikan Umum Anti Mal-administrasi Publik.

Pendidikan Umum Anti Mal-administrasi Publik merupakan strategik

khusus Ombudsman untuk melakukan tugas promosi atau kampanye 10 Prinsip

Good Governance kepada publik, sebagai upaya untuk mencegah perbuatan

penyelewengan atau kesalahan-kesalahan administratif para pejabat negara dan

birokrasi penyelenggaraan administrasi pemerintahan.

Mengenai Aktivitas Pendidikan Umum Anti Mal-administrasi Publik,

diatur dalam Pasal 25 huruf (a), Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004, tentang

Statuto Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan, yang menyatakan bahwa:

Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan memiliki kewenangan untuk

mempromosikan kepemerintahan yang baik (good governance), melalui:

“Peningkatkan budaya penhormatan hak asasi manusia dan

kepemerintahan yang baik, khususnya melalui kampanye informasi atau

menyampaikan informasi yang tepat kepada masyarakat dan administrasi

publik tentang hak asasi manusia dan kepemerintahan yang baik”.

Pasal 25 huruf (a) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004, mengamanatkan

kepada Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan perlunya meningkatkan

budaya publik yang menhormati hak asasi manusia dan melaksanakan

kepemerintahan yang baik, khususnya bagi para pejabat negara dan birokrasi

penyelenggara administrasi publik pemerintahan dan pelayanan publik.

Wujud dari pelaksanaan atas pasal tersebut, dalam tahun 2011 hingga

2012 Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan telah melaksanakan

serangkaian kegiatan promosi/sosialisasi 10 Prinsip Good Governance melalui

pendidikan umum anti mal-administrasi publik dalam bentuk antara lain:

1. Pengiriman personel/pegawai Ombudsman sebagai narasumber dalam

pelatihan kedinasan, seminar, workshop dan kursus-kursud tentang 10

prinsip good governance di setiap instansi publik di Timor Leste.

2. Pengembangan materi 10 prinsip good governance dalam bentuk

penyusunan bahan pelatihan anti mal-administrasi publik bagi pelajar

Sekolah Menenggah Tingkat Atas, Perguruan Tinggi, Lembaga

Swadaya Masyarakat dan Masyarakat Sipil.

3. Kampanye anti mal-administrasi publik melalui poster, spanduk serta

iklan pada media cetak koran (Suara Timor Loro Sae dll) serta media

radio dan televisi (Radio dan Televisi republik Timor Leste).

4. Program peningkatan kesadaran masyrakat melalui penyampaian

materi anti mal-administrasi publik melalui talkshow di televisi dan

radio dalam jangka tiga bulan sekali.

Adapun Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan

menyelenggarakan kegiatan promosi/kampanye 10 Prinsip Good Governance

tersebut, bertujuan untuk mencegah terjadinya perbuatan mal-administrasi publik

dan meningkatkan efisiensi dan efektifitas sebagai syarat penting untuk

mendorong profesionalisme seseorang pejabat negara dan pemerintahan dalam

menyelenggarakan layanan administrasi publik pemerintahan yang sesuai dengan

prinsip-prinsip good governance.

Untuk mendorong terwujudnya penegakkan kepemerintahan yang baik di

Timor Leste, sejak tahun 2006 sampai sejauh ini 2012, melalui lingkup kerja

teknikal Departemen Pendidikan Umum Anti Mal-administrasi Publik, Divisi

Good Governance, Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan, melakukan

tugas promosi/kampanye ke-10 (kesepuluh) prinsip good governance kepada

publik Timor Leste.

Adapun ke-10 Prinsip Good Governance yang dipergunakan Ombudsman

Hak Asasi Manusia Dan Keadilan sebagai materi/bahan dasar untuk melakukan

kegiatan pelatihan-pelatihan, workshop, seminar dan kursus-kursus bagi pejabat

publik dan masyarakat luas di Timor Leste adalah sebagai berikut:

4.2.3.1.Partisipasi (Participation)

Tata pemerintahan yang partisipatif, yaitu setiap warga negara berhak

terlibat dalam keputusan, baik langsung maupun melalui lembaga perwakilan

yang sah untuk mewakili kepentingan mereka. Pada prinsip ini, pemerintah

menjadi public server dengan memberikan pelayanan yang baik, efektive, efisien,

tepat waktu serta dengan biaya yang murah, sehingga pemerintah dapat dipercaya

masyarakat. Partisipasi misalnya: Pemerintah membangun media bagi

masyarakat untuk mengakses informasi penting sehingga berpartisipasi dalam

pembangunan, salah satunya diwujudkan dengan pajak,dan juga untuk mengontrol

dan mengritik setiap kebijakan pemerintah yang diangap merugikan atau

bertentangan dengan aspirasi dan kepentingan masyarakat.

4.2.3.2.Supremasi Hukum (Rule of Law)

Tata pemerintahan yang penegakkan hukum, yaitu pemerintah

mewujudkan penegakan hukum yang adil bagi semua pihak tanpa pengecualian,

menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia dan memperhatikan nilai-nilai yang hidup

dalam masyarakat. Supremasi Hukum misalnya: perwujudan good governance

di imbangi dengan komitmen pemerintah untuk menegakkan hukum yang

mengandung unsur-unsur sebagai berikut :

a. Penegakan hukum yang konsisten dan nondiskriminatif, yakni penegakan

hukum yang berlaku untuk semua orang tanpa pandang bulu jabatan

maupun status sosialnya sebagai contoh aparat penegak hukum yang

melanggar kedisiplinan dan hukum wajib dikenakan sanksi.

b. Independensi peradilan, yakni peradilan yang independen bebas dari

pengaruh penguasa atau pengaruh lainnya. Sebagai contoh kecilnya yaitu

kasus suap jaksa.

4.2.3.3. Prinsip Transparansi (Transparancy)

Tata pemerintahan yang transparansi, yaitu pemerintah harus menciptakan

kepercayaan timbal-balik antara pemerintah dan masyarakat melalui penyediaan

informasi dan menjamin kemudahan didalam memperoleh informasi. Tata

pemerintahan yang bersifat terbuka (transparan), Wujud nyata prinsip tersebut

antara lain dapat dilihat apabila masyarakat mempunyai kemudahan untuk

mengetahui serta memperoleh data dan informasi tentang kebijakan, program, dan

kegiatan aparatur pemerintah, baik yang dilaksanakan di tingkat pusat maupun

daerah. Tranparansi dibangun atas dasar arus informasi yang bebas. Seluruh

proses pemerintahan, lembaga-lembaga dan informasi dapat diakses oleh pihak-

pihak yang berkepentingan, dan informasi yang tersedia agar dapat dimengerti

dan dipantau masyarakat.

Transparansi misalnya, mengandung arti adanya kejelasan dan kepastian

tentang:

1. Prosedur atau tata cara pelayanan yang jelas

2. Adanya persyaratan pelayanan yang tepat

3. Unit kerja atau pejabat yang berwenang untuk setiap jenis pelayanan

4. Rincian biaya atau tarif setiap pelayanan

5. Jadwal waktu penyelesaian setiap pelayanan

6. Lembaga pengaduan dan jadwal waktu penyelesaiaannya.

7. Pengelolaan barang milik negara harus transparanterhadap hak

masyarakatdalam memperoleh informasi yang benar

4.2.3.4. Responsif (Responsiveness)

Tata pemerintahan yang responsif, yaitu pemerintah harus tanggap

terhadap persoalan-persoalan masyarakat secara umum. Terutama, pemerintah

harus proaktif dalam mempelajari dan menganalisa kebutuhan-kebutuhan

masyarakat. Jadi setiap unsur pemerintah harus memiliki dua etika yaitu etika

individual yang menuntut pemerintah agar memiliki kriteria kapabilitas dan

loyalitas profesional. Dan etika sosial yang menuntut pemerintah memiliki

sensitifitas terhadap berbagai kebutuhan pubik. Responsif misalnya: Pemerintah

menerapkan kebijakan ekonomi, sosial dan politik yang menguntungkan

masyarakat luas, seperti mendorong terciptanya lapangan kerja baru, memajukan

perdagangan domestik, menjamin peningkatan ketahanan ekonomi negara dan

masyarakat.

4.2.3.5.Konsensus (Consensus Oriented)

Tata pemerintahan yang konsensus, yaitu setiap keputusan apapun yang

diambil pemerintah harus dilakukan melalui proses musyawarah. Tata

Pemerintahan yang konsensus, misalnya: pemerintah memilihara ketertiban

dengan mencegahnya perselisihan dengan warga masyarakat, menjamin agar

perselihan apapun (faham dll) yang terjadi dengan masyarakat dapat berjalan

damai atau diselesaikan secara konsensus.

4.2.3.6. Keadilan (Fairness)

Tata pemerintahan yang berkeadilan, yaitu: pemerintah berprilaku adil

dalam pemberian peluang yang sama bagi setiap anggota masyarakat untuk

meningkatkan kesejahteraannya. Tata pemerintahan yang bersifat kesetaraan dan

keadilan dilihat dari perlakuan yang sama dari pejabat pemerintah dalam

memberikan pelayanan terhadap publik tanpa mengenal perbedaan kedudukan,

keyakinan, suku, dan kelas sosial. Keadilan misalnya: Pemerintah menjamin

diterapkannya perlakuan yang adil kepada setiap warga masyarakat tanpa

membedakan status apapun yang melatarbelakanginya untuk melakukan

pengaduan kepada pemerintah tanpa membeda-bedakan strata.

4.2.3.7. Keefisienan dan Keefektifan (Effectiveness and Efficiency)

Tata pemerintahan yang keefisienan dan keefektifan, yaitu pemerintahan

yang berdaya guna dan berhasil guna. Kriteria efektivitas biasanya diukur dengan

parameter produk yang dapat menjangkau sebesar-besarnya kepentingan

masyarakat dari berbagai kelompok dan lapisan sosial. Sedangkan asas efisiensi

umumnya diukur dengan rasionalitas biaya pembangunan untuk memenuhi

kebutuhan masyarakat. Semakin kecil biaya yang dipakai untuk mencapai tujuan

dan sasaran maka pemerintah dalam kategori efisien. Keefisienan dan

Keefektifan misalnya: pemerintah yang efektif (absah) dan efisien dalam

memproduksi out put berupa aturan, kebijakan, pengelolaan keuangan negara

yang sesuai dengan kebutuhan nyata masyarakat, rasional, dan terukur.

4.2.3.8. Prinsip Akuntabilitas

Tata pemerintahan yang akuntabilitas, yaitu pertanggungjawaban pejabat

publik terhadap masyarakat yang memberinya kewenangan untuk mengurusi

kepentingan masyarakat. Setiap pejabat publik dituntut untuk

mempertanggungjawabkan semua kebijakan, perbuatan, moral, maupun netralitas

sikapnya terhadap masyarakat. Inilah yang dituntut dalam asas akuntabilitas

dalam upaya menuju pemerintahan yang baik, bersih dan berwibawa. Prinsip

Akuntabilitas misalnya: pada hakekatnya pemerintah adalah milik masyarakat

(people own government), sewajarnya seorang kepala negara, pemerintahan, para

menteri dan kepada daerah mempertanggungjawabkan hasil kinerjanya kepda

publik melalui media cetak dan eletronik. Dalam kaitan ini, kinerja pemerintah

akan terbuka untuk dicek kebenarannya (auditable).

Oleh karena itu, laporan akuntabilitas publik dititikberatkan pada efisiensi

dan penhematan dalam mengunakan dana, harta kekayaan, serta sumber daya

manusia, bahkan sumber-sumber lainnya.

4.2.3.9.Wawasan ke Depan (Visionery)

Tata pemerintahan yang berwawasan ke depan, yaitu, pemerintah

memiliki visi strategis untuk menghadapi masa yang akan datang. Kualifikasi ini

menjadi penting dalam rangka realisasi good governance. Wawasan ke Depan

misalnya: Semua kegiatan pemerintah di berbagai bidang dan tingkatan

didasarkan pada visi dan misi yang jelas dan jangka waktu pencapaiannya serta

dilengkapi strategi implementasi yang tepat sasaran, manfaat dan

berkesinambungan.

Adapun kegiatan Pendidikan Umum Anti Mal-administrasi Publik,

Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan yang didasarkan pada ke 9

prinsip good governance di atas, sebagai upaya untuk mencegah perbuatan mal-

administrasi publik, bagi terdorongnya pejabat publik maupun masyarakat umum

di Timor Leste untuk menjalankan budaya publik ber good governance, dapat

terlihat pada tabel berikut ini:

Tabel: 4.10. Kegiatan Pendidikan Umum Anti Mal-administrasi Publik

Sumber: Hasil Penelitian Tahun 2013

Pada tabel 4.10 menunjukan bahwa dalam periode tahun 2012

Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan telah berhasil menyelenggarakan

aktivitas kerja promosi 10 Prinsip Good Governance sebanyak 6 (enam) kali,

dengan mengundang peserta yang hadir berjumlah total 684 (enam ratus delapan

puluh empat) orang, dengan perincian kegiatan sebagai berikut:

Kegiatan Departemen

pendidikan Umum

Anti Mal-administrasi

Publik

Klasifikasi

Kegiatan

Tanggal

Implementasi

Total

Peserta

10 Prinsip good

governance

Workshop di Aula Administratif Distrik

Covalima, Kementerian Administrasi

Negara dan Penetapan Wilayah

23- 24

Februari 2012

90

Peserta

10 Prinsip good

governance

Pelatihan di Aula Administratif

Pemerintahan Distrik Manufahi,

Kementerian Administrasi Negara dan

Penetapan Wilayah

10 Mei 2012

97

Peserta

Pembagian informasi

Tugas Ombudsman

Inseminasi Informasi di Ruang

Perpustakaan Nasional Ombudsman Hak

Asasi Manusia Dan Keadilan

30 Juni 2012

17

Peserta

10 Prinsip Good

Governance

Workshop Internasional di Aula

Memorian Hall, Palapaco Dili Timor

Leste

10 Oktober

2012

100

Peserta

10 Prinsip good

governance

Pelatihan di Aula Universitas Nasional

Timor Lorosae (UNTL) Dili

15 Oktober

2012

360

Peserta

10 prinsip good

governance

Pelatihan di Memorian Hall, Farol Dili,

Timor Leste

28 Oktober

2012

80

Peserta

Total: 684

Peserta

1. Workshop atau seminar 10 Prinsip Good Governance dengan Pemimpin

Pemerintahan Daerah (Bupati, Camat dan Sekwilda) dan Pemimpin

Masyarakat Desa (Kepala Desa, Ketua RT dan RW), se Kabupaten/Distrik

Covalima sebanyak 90 orang, di Aula Administratif Distrik Covalima,

Kementerian Administrasi Negara dan Penetapan Wilayah pada tanggal 23

hingga 24 Februari 2012.

2. Pelatihan 10 Prinsip Good Governance dengan Pejabat Pemerintah Daerah

Administratif Kabupaten/Distrik Manufshi beserta jajarannya, Aparat Penegak

Hukum dan Masyarakat Sipil di Kabupaten/Distrik Manufahi pada tanggal 10

Mei 2012.

3. Membagi informasi mengenai tugas, fungsi dan kewenangan Ombudsman

dengan 17 orang wartawan media lokal Timor Leste pada tanggal 30 Juni

2012.

4. Menyelenggarakan seminar internasional, dengan mengundang pembicara

Presiden RDTL dan Ketua Ombudsman Indonesia, untuk membahas dan

mendiskusikan tentang pentingnya penerapan 10 Prinsip Good Governance di

Timor Leste dengan seratus orang peserta dari para pejabat publik

pemerintahan, NGO, LSM dan Civil Society pada tanggal 10 Oktober 2012.

5. Memberikan pelatihan-pelatihan 10 Prinsip Good Governance kepada 390

pelajar dari Sekolah Meneggah Atas dan mahasiswa dari 6 perguruan Tinggi

se-Timor Leste pada tanggal 15 Oktobern 2012.

6. Pelatihan 10 Prinsip Good Governance kepada 28 anggota Kepolisian

Nasional dan 58 anggota Kepolisian Militer Angkatan Pertahanan Timor Leste

pada tanggal 28 Oktober 2012.

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan13

menyatakan bahwa:

Di tahun anggaran 2012, saya melakukan penyusunan perencanaan

program kerja tahunan dengan penentuan promosi prinsip-prinsip good

governance terhadap kelompok sasaran yang ditetapkan sebanyak 12 kali,

dengan mendapatkan persetujuan dari atasan saya. Pada pelaksanaan

program kerja sesuai yang direncanakan dilapangan kami melaksanakan

promosi 10 Prinsip Good Governance, melalui program-program

pelatihan-pelatihan, worshop, seminar dan kursus-kursus sebanyak 9 kali,

yaitu 6 program kegiatan pelatihan-pelatihan, worshop, seminar dan

kursus-kursus 10 Prinsip Good Governance terhadap publik di Timor

Leste pada tahun 2012 sebanyak 6 kali dan pada tahun 2013 sebanyak 3

kali.

Berkaitan dengan informasi dari informan tersebut, diketahui

Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan berperan aktif dalam perencanaan

program kerja/kegiatan promosi/kampanye prinsip-prinsip kepemerintahan yang

baik disetiap trimester kerjanya. Sebagai realisasinya dilaksanakan pada bulan

Februari, Mei, Juni dan Oktober tahun 2012 yang lalu. Dan hasilnya dapat

menambah dan meningkatkan pengetahuan dan pemahaman ke 684 (enam ratus

delapan puluh empat) peserta yang diundang Ombudsman dalam menhadiri

pelaksanaan kegiatan-kegiatan pelatihan, seminar, worshop dan kursus-kursus

tentan 10 Prinsip Good Governance yang dilksanakan di tahun 2012 yang lalu.

13

Wawancara yang dilakukan Peneliti dengan Kepala Departemen Pendidikan Umum Anti Mal-administrasi

Publik, Divisi Good Governance, Bapak Paulo Ribeiro di kantor di kantor Ombudsman Hak Asasi Manusia

Dan Keadilan pada tanggal 30 September 2013.

Pemberi informasi juga menyampaikan bahwa Ombudsman biasanya

melakukan proses selektif terhadap organ pemerintahan yang menjadi sasaran atau

target group Ombudsman, terutama yang sering menjadi sasaran laporan

pengaduan masyarakat menyangkut dugaan adanya perbuatan mal-administrasi,

mereka menjadi fokus perhatian dan ditargetkan secara khusus untuk diberi

pelatihan-pelatihan lebih lanjut agar membangun pemahaman dan

pengetahuannya akan prinsip-prinsip good governance lebih mendalam untuk

menhindar dari perbuatan kesalahan-kesalahan administratif.

Menurut hasil wawancara dengan informan14

Direktur Divisi Good

Governance, Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan, Ambrosio G.

Soares, pada tanggal 16 September 2012, menyatakan bahwa:

Pada tahun 2012, ada beberapa institusi pemerintahan yang kinerja

layanan administrasi publiknya dikeluhkan masyarakat banyak, karena

berjalan kurang baik bagi pemenuhan tuntutan kepentingan umum

masyarakat. Dampaknya ada beberapa masyarakat menyampaikan laporan

pengaduannya ke Ombudsman. Yang menjadi laporannya masyarakat

masuk dalam daftar target groupnya Ombudsman yang perlukan

pemberian pelatihan-pelatihan prinsip-prinsip good governance, sebagai

upaya pencegahan lebih lanjut. Dari data/informasi yang ada institusi-

institusi publik yang menjadi target groupnya Ombudsman adalah menurut

kasus yang ada bisa disebut

Atas informasi tersebut, peneliti mewancarai informan15

menyatakan

bahwa:

14

Wawancara yang dilakukan Peneliti dengan Direktur Divisi Good Governance, di kantor Ombudsman

Hak Asasi Manusia Dan Keadilan pada tanggal 30 September 2013.

15 Wawancara yang dilakukan Peneliti dengan Kepala Departemen Sumber Daya Manusia, di Kantor

Kementerian Solidaritas Sosial pada tanggal 30 September 2013.

Pada bulan Juli 2011, Wakil Ketua Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan

Keadilan (area good governance) beserta Tim mendatangi instansi

Kementerian Solidaritas Sosial dalam rangka melaksanakan pelatihan 10

prinsip good governance kepada 52 orang partisipan (pegawai Solidaritas

Sosial dari tingkat pusat dan distrik). Dalam penyampaian materi pelatihan

disajikan dalam bentuk diskusi tanya jawab dengan partisipan pejabat

struktural di ruang rapat Kementerian Solidaritas Sosial, dan tema

diskusinya seputar manajemen/kinerja yang berbasis prinsip-prinsip good

governance.

Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan dalam berperan

mensosialisas10 prinsip good governance di setiap institusi publik di Timor sudah

cukup efektif . Hal ini terlihat bahwa melalui pelatihan 10 prinsip good

governance yang diselenggarakan Ombudsman di Kementerian Solidaritas Sosial,

membangun pemahaman para pegawai Kementerian Solidaritas Sosial tentang

hubungan antara kinerja pemerintah yang berbasis good governance. Dengan

demikian, ditemukan bahwa untuk mencapai pelayanan administrasi yang baik di

institusi Kementerian Solidaritas Sosial masyarakat, Kabinet Inspektorat Umum,

Kementerian Solidaritas Sosial mengirimkan beberap pegawainya untuk

mengikuti on the job trainin di Komisi Anti Korupsi Timor Leste, sebagai

institutional kapacity building untuk mendampingi institusi jika adanya

permasalahan dengan kepemerintahan yang baik. Selain itu juga Kementerian

Solidaritas Sosial tela merencanakan kerja sama dengan Bank Dunia country

Timor Leste, untuk menginstal sistem MIS (Management Information System) di

Kementerian Solidaritas Sosial, sebagai pendekatan manajemen administrasi

yang efekti dalam menfasilitasi pelayanan sosial dalam bidang pemberian

beasiswa (Bolsa da mae) dan masalah anak dalam komplik politik.

Pelaksanaan promosi prinsip-prinsip good governance di Timor Leste

bersifat maksimal. Dimana rencana aktivitas dan pelaksanaan program pelatihan

bersifat kontinuitas (setiap trimester dalam setahun), dengan materi yang

dipersiapkan matan (slide show 10 prinsip good governance, Projector/Infocus

tools, sound system, dukungan teknis lapangan), beserta pembicara/instruktur

handal, sehingga membangun kordinasi pada garis depan (interaksi lansung)

dengan jajaran instansi-instansi publik di Timor Leste yang efektif. Dalam proses

pengundangan para peserta dalam pelatihan, melalui kebijakan internal seperti

penyebaran (pembagian) surat undangan dan materi pelatihan, dan pada proses

eksternal seperti media cetak dan eletronik, sehingga peran Ombudsman Hak

Asasi Manusia Dan Keadilan menjadi solusi bagi peningkatan pengetahuan,

pemahaman dan kemauan baik dari para pejabat publik untuk melaksanakan

good governance.

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan16

, menyatakan bahwa:

Mengenai tugas promosi atau kampanye Ombudsman dalam rangka

mengerakan atau mendorong good governance di Timor sejauh nee

berjalan dengan baik. Saya sendiri di tahun 2011 merepresentasi Inspektur

Umum Kementerian Administrasi Negara Dan Penetapan

Wilayah/MAEOT Bapak/Senhor Edgar, bersama-sama dengan tiga belas

bupati se Timor Leste, untuk mengikuti pelatihan 10 prinsip good

governance yang diselenggarakan Ombudsman di gedung Komisi

Pemilihan umum, Dili, Timor Leste. Para pembawah materi pelatihan 10

prinsip good governance Ombudsman betul-bentul menguasai materi

dimana setiap prinsip dijelaskan dengan contoh-contoh yang harus di ikuti,

untuk mencegah terjadinya perbuatan mal-administrasi publik. Program

Kerja Pelatihan 10 prinsip good governance Ombudsman merupakan

hubungan garis koordinasi antara institusi publik di Timor Leste. Sejak

tahun 2012, Kabinet Inspeksi Umum MAEOT, meningkatkan kualitas

16

Wawancara yang dilakukan Peneliti dengan Bapak Tito Baros Jhon Wakil Sub Inspektur Kabinet

Inspeksi Umum, Kementerian Administrasi Negara Dan Penetapan Wilayah di kantor Kementerian

Administrasi Negara Dan Penetapan Wilayah pada tanggal 30 September 2013.

kerja inspeksinya, yaitu melakukan inspeksi rutin setiap enam bulan sekali

terhadap departemen/dinas-dinas baik di pusat (nasional) dan di daerah

(lokal) dibawah MAEOT. Untuk membantu menyelesaikan permasalahan-

permasalahan internal yang ada, misalnya tentang mentasi masalah etika

moral pegawai, proyek PDD dan PDS, tidak terdisiplinnya pegawai masuk

kerja dll. Sebagai upaya pencegahan dini terhadap mal-administrasi

publik.

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi di Kantor Ombudsman Hak

Asasi Manuisia Dan Keadilan tanggal 30 setember 2012, pukul 09.00 WT,

diketahui bahwa Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan memiliki respons

atas tugas fungsi, tugas dan kewenangan mereka dalam pencegahan mal-

administrasi publik yang baik terhadap promosi/kampanye penegakkan

kepemerintahan yang baik di Timor Leste.