bab iv hasil penelitian dan pembahasan...
TRANSCRIPT
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian
1.1.1. Diskripsi Umum Ombudsman
Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan merupakan institusi
independen hak asasi manusia Timor Leste, didirikan berdasarkan Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 2004. Institusi ini, berada dibawah tanggungjawab
Parlemen Nasional, dan diberi mandat oleh konstitusi dalam rangka perlindungan
hak asasi manusia dan mempromosikan penegakkan Pemerintahan Yang Baik
(good governance). Ombudsman berkedudukan di ibu kota negara Republik
Demokratik Timor Leste, Dili, dengan wilayah kerja meliputi seluruh teritori
nasional. Ombudsman dapat mendirikan perwakilan "Ombudsman" di propinsi
dan/atau di daerah kota kabupaten.
Profil Institusi Ombudsman Timor Leste, sejak dibentuk 29 Mei
2005 hingga dewasa ini, dengan:
Slogam : Perlindungan Hak Asasi Manusia, dan
Mempromosikan Good Governance.
Nama Asli Institusi : Provedoria Dos Direitos Humanos E Justiça.
Ketua Periode I dan II : Sr. Sebastião Dias Ximenes.
Status Institusi : Lembaga Pengawasan Negara Independen.
Landasan Hukum : Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004.
Fungsi Lembaga : Menerima dan Menyelesaian Pengaduan-
Pengaduan Masyarakat Tentang Perbuatan Badan-
Badan Publik Yang Tidak Berkeadilan.
Tugas Dan Kewenangan : Investigasi, Monitoring, Mediasi dan Konsiliasi
atas Pelanggaran Hak Asasi Manusia dan
Mal-administrasi Publik.
Alamat Institusi : Berada di Ibu Kota Negara Republik Demokratik
Timor Leste, Jl. CaiKoli, Dili, Timor Leste.
4.1.2. Sejarah Singkat Pembentukan
Setelah disahkannya Konstitusi Republik Demokratik Timor Leste pada
tanggal 29 Maret 2002, Pasal 27, Konstitusi mengatur tentang pemberian
pembentukan Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan. Sebagai
implementasinya, Majelis Konstituente Republik Demokratik Timor Leste terpilih
yang berjumlah 89 (delapan puluh sembilan) orang, dibawah pimpinan Presiden
Majelis Sr. Francisco Guterres “Lu Olo” dari Partai FRETILIN, dua orang
Wakil Presiden masing-masing Sr. Francisco Xavier do Amaral dari partai ASDT
(Almarhum) dan Sr. Arlindo Marçal, PDC, membentuk Komisi A Parlemen
Nasional, yang terdiri 12 orang deputados (anggota parlemen), diserahi tugas
untuk pembuatan undang-undang Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan.
Pada tanggal 26 Mei 2004, Parlemen Nasional, menerbitkan Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 2004, tentang Estatuto Ombudsman Hak Asasi Manusia
Dan Keadilan, dipublikasikannya melalui Lembaran Negara (Jornal da
República) Serie I, No.o 19 2004.
Dengan telah diterbitkannya undang-undang tersebut, maka dibawah
pimpinan Perdana Menteri Timor Leste pertama, Dr. Mari Bin Amude Alkatiri,
mengambil kebijakan penting untuk mendirikan Institusi Ombudsman Hak Asasi
Manusia Dan Keadilan di Timor Leste pada tanggal 29 Mei 2005.
Pada tanggal 16 Juni 2005, Parlemen Nasional Timor Leste, memilih Sr.
Sebastião Dias Ximenes sebagai Ketua Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan
Keadilan, berdasarkan calon yang diusulkan oleh FRETILIN, dan meraih
pemilihan suara (voting) mutlak di Parlemen Nasional untuk memimpin Institusi
Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan Timor Leste, yang dikenal sebagai
Provedor.
Pada bulan Juli 2005, Ketua Ombudsman memilih dua orang Wakilnya
(Provedor Adjunto), masing-masing Sr. Silverio Pinto Baptista Wakil
Ombudsman untuk area Hak Asasi Manusia (HAM) dan Sr. Amandio de Sá
Benevides Wakil Ombudsman untuk area Good Governance dan Anti Korupsi.
Anggota Ombudsman (1 Ketua dan 2 Wakil Ketua) dilantik secara resmi oleh
Parlemen Nasional pada bulan Juli tahun 2005.
Setelah pelantikan, Ketua dan Wakil Ketua Ombudsman mulai aktif
menjalankan fungsi jabatannya, namun pada awalnya hanya terbatas pada
pembenahan institusi dan mensosialisasikan peran, fungsi, tugas dan kewenangan
Ombudsman kepada publik di teritori nasional Timor Leste.
Pada tanggal 20 Maret 2006, Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan
Keadilan, baru mulai membuka pintu pertama kalinya ke publik untuk menerima
keluhan-keluhan masyarakat tentang perbuatan penyelewengan pejabat negara
dan birokrasi pemerintahan beserta lembaga-lembaga publik yang bersangkutan.
Pada bulan Juni tahun 2010, masa kepemimpinan periode pertama
Anggota Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan berakhir, namun
Parlemen Nasional menunjuk kembali Sr. Sebastião Dias Ximenes, untuk
menduduki jabatan ketua Ombudsman pada periode kedua kalinya (2010-2014).
Penunjukan kembalinya Sr. Sebastião Dias Ximenes ini, dengan pertimbangan
Parlemen Nasional bahwa masih adanya tunggakan kasus-kasus pada masa
periode pertama kepemimpinannya, sehingga dipilih kembalinya untuk
menyelesaikannya.
Pada proses selanjutnya, Ketua Ombudsman memilih kembali Sr.
Silverio Pinto Baptista untuk menduduki posisi Wakil Ombudsman untuk area
Hak Asasi Manusia sedangkan Wakil Ombudsman untuk area Good Governance
dan Anti Korupsi Sr. Amandio de Sá Benevides, digantikan oleh Sr. Rui Pereira
dos Santos, untuk masa jabatan periode 2010-2014. Pada periode tahun 2010,
Divisi Anti Korupsi di hilangkan dari Ombudsman, karena negara mendirikan
Komisi Anti Korupsi Timor Leste (KAK) tersendiri, terpisah dari Ombudsman
Hak Asasi Manusia Dan Keadilan.
Dari latar belakang pembentukan di atas, menunjukan Ombudsman Hak
Asasi Manusia Dan Keadilan Timor Leste merupakan Parliementary
Ombudsman, karena anggota Ombudsman dipilih dan diangkat serta
diberhentikan secara resmi oleh Parlemen, dan setiap tahun, tepatnya tanggal 30
Juni, menyampaikan Laporan Hasil Kerja Tahunannya/Anual Report kepada
Parlemen Nasional.
4.1.3. Visi Ombudsman
Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan Timor Leste, memiliki visi
“perlindungan hak asasi manusia, memperkuat integritas serta promosi
penegakkan kepemerintahan yang baik (good governance)”.
4.1.4. Misi Ombudsman
Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan, merupakan institusi
nasional hak asasi manusia Timor Leste. Didirikan khusus untuk perlindungan
hak asasi manusia dan promosi penegakkan pemerintahan yang baik (good
governance). Untuk pencapaian tujuan tersebut, dilakukan melalui:
a. Pendidikan: menciptakan pengertian umum, yaitu membangun budaya
politik publik bagi penhormatan hak asasi manusia, negara hukum
demokratik serta kepemerintahan yang baik dengan prinsip-prinsipnya.
b. Kerja sama: membantu para pekerja publik dan agen-agen pemerintahan
untuk mengembangkan kebijakan, prosedur dan mekanisme kerja yang
sesuai dengan lingkup kerjanya Ombudsman.
c. Resolusi: efektif menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia,
penyalahgunaan wewenang dan mal-administrasi, melalui efektivitas kerja
yang menyangkut pemprosesan terhadap laporan-laporan atau pengaduan-
pengaduan masyarakat.
d. Investigasi, Penelitian Dan Monitoring: menyampaikan rekomendasi
mengenai bentuk dan tindakan atas perlindungan hak asasi manusia dan
penegakkan kepemerintahan yang baik (good governance), berdasarkan pada
hasil yang didapatkan dari investigasi, penelitian dan monitoring untuk
memperkuat bahwa legislasi (peraturan perundang-undangan) harus
disesuaikan dengan ketentuan konstitusi.
4.1.5. Tujuan Dan Sasaran Ombudsman
Dari uraian visi dan misi Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan
di atas, maka terdapat beberapa tujuan dan sasaran yang hendak dicapai yaitu:
1. Mewujudkan negara hukum demokratik, adil, dan sejahtera
2. Mendorong penyelenggaraa negara dan pemerintahan yang efektif dan
efisien, jujur, terbuka, bersih serta bebas dari korupsi, kolusi, dan
nepotisme;
3. Meningkatkan mutu pelayanan administrasi negara di segala bidang agar
setiap warga negara memperoleh kemudahan, bagi peningkatan
kesejahteraan yang semakin membaik
4. Membantu menciptakan dan meningkatkan upaya untuk pemberantasan
dan pencegahan praktik - praktik mal-administrasi, penyalahgunaan
wewenang dan diskriminasi publik.
5. Meningkatkan budaya kesadaran hukum publik yang berintikan kebenaran
serta keadilan, sebagai penhormatan hak asasi manusia dan demokrasi.
4.1.6. Mandat Hukum Ombudsman
Sesuai dengan Undang - Undang Nomor 7 Tahun 2004,
Mandat hukum Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan adalah:
1. Perlindungan Hak Asasi Manusia
2. Promosi Penegakkan Kepemerintahan Yang Baik (good governance)
3. Pemantaun/Monitoring
4.1.7. Struktur Organisasi Dan Uraian Pembagian Tugas Ombudsman.
Struktur organisasi Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan Timor
Leste, secara institusional di dasarkan pada pengaturan Undang-Undang Nomor 7
Tahun 2004 dan Peraturan Perundang-Undangan Nomor 25 Tahun 2011,
Tentang Organik Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan, digambarkan
sebagai berikut:
Berdasarkan pada gambar organigram struktur di atas, Organisasi
Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan Timor Leste, secara institusional
terdir dari :
1). Ketua Ombudsman (Provedor)
2). Wakil Ketua Ombudsman (Provedor Adjunto)
3). Direktur Umum (Directur Geral)
4). Divisi Hak Asasi Manusia (Diresão de Direitos Humanos)
5). Divisi Good Governance ( Diresão de Boa Governasão)
6). Divisi Asistensi Umum ( Diresão de Asistençia Publica)
7). Divisi Administrasi Dan Keuangan (Dir. de Administrasão e Finansas)
8). Kabinet Pemeriksaan/Inspeksi (Gabinete de Inspesão)
9). Kabinet Bantuan Hukum (Gabinete de Asistençia Juridica)
4.1.8. Pembagian Dan Uraian Tugas Umum Ombudsman
1. Direktur Umum (Directur Geral)
Misi dari direktur umum adalah memberikan orientasi terhadap seluruh
pekerjaan Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan. Dan yang menjadi
tugas pokoknya adalah sebagai berikut:
a) Menjamin administrasi umum terhadap seluruh pekerjaan internal
Ombudsman, mengambil tindakan yang tepat sesuai petunjuk dari
program yang ada berdasarkan orientasi dari ketua Ombudsman
(Provedor).
b) Memberi, mengatur, mengembangkan dan menkoordinasi secara
teknikal mengenai manajemen profisional dan kefungsian efisiensi
kerja di area administrasi umum, keuangan dan pengaturan keasetan.
c) Memberikan dukungan bagi Ketua Ombudsman untuk mengembangkan
perencanaan strategik institusional.
d) Menkoordinasi terhadap elaborasi proyek anggaran tahunan
Ombudsman, dll.
2. Divisi Hak Asasi Manusia (Diresão de Direitos Humanos)
Divisi Hak Asasi Manusia adalah spesiliasasi teknikal kerja Ombudsman
di area perlindungan hak asasi manusia di teritori nasional Timor Leste. Divisi
Hak Asasi Manusia dipimpin oleh seorang direktur setingkat dengan direktur
nasional, yang bekerja dilingkup hukum. Divisi Hak Asasi Manusia mempunyai
tugas:
a) Melakukan investigasi menurut peraturan internal yang diaplikasikan
dan juga sesuai pendelegasian kewenangan dari Ombudsman.
b) Mempertahankan dan mengaktualisasi data tentang hak asasi manusia
yang didapatkan dari investigasi.
c) Membuat laporan mengenai nvestigasi di area hak asasi manusia.
d) Melakukan kerja sama untuk melaksanakan tindakan mediasi dan
konsiliasi di area hak asasi manusia.
e) Mengembangkan dan mengimplementasikan aktifitas monitoring
terhadap aksi para pejabat pemerintahan.
f) Menyampaikan rekomendasi untuk memberhentikan berbagai
pelanggaran serta mengembangkan mekanisme bagi para pejabat
pemerintahan untuk melaksanakan hak asasi manusia.
g) Memajukan pengetahuan umum masyarakat dan layanan publik yang
relevan dengan hak asasi manusia.
3. Divisi Good Governance (Diresão de Boa Governasão)
Divisi Good Governance adalah spesiliasasi teknikal kerja Ombudsman
di area pencegahan mal-administrasi (pemerintahan yang buruk) dan
penegakkan pemerintahan yang baik (good governance) di teritori nasional
Timor Leste. Divisi Good Governance dipimpin oleh seorang direktur
setingkat dengan direktur nasional, yang bekerja di lingkup hukum.
Divisi Good Governance mempunyai tugas:
a) Melakukan investigasi menurut peraturan internal yang diaplikasikan
dan juga sesuai pendelegasian kewenangan dari Ombudsman.
b) Mempertahankan dan mengaktualisasi pengumpulan data mengenai
investigasi di area good governance.
c) Membuat laporan mengenai kasus-kasus yang dinvestigasikan di area
good governance.
d) Melakukan kerja sama untuk melaksanakan mediasi dan konsiliasi
terhadap pengaduan-pengaduan sesuai yang dinyatakan oleh undang-
undang.
e) Memperkembangkan dan melaksanakan aktifitas monitoring terhadap
aksi para penguasa negara, sesuai estrategik yang telah di
teridentifikasi di area espesialisasinya.
f) Membuat penelitian dan menganalisis mengenai pengimplementasi
prinsip-prinsip good governance oleh pemerintah.
g) Menyiapkan opini terhadap kesalahan perbuatan badan publik.
h) Menyampaikan rekomendasi untuk memberhentikan dan
mempertanggungjawaban terhadap praktik-praktik mal-administrasi,
mengembangkan dan memperkuat mekanisme bagi terwujudnya good
governance bagi para penguasa negara.
i) Memajukan pengetahuan publik dan pelayanan publik yang sesuai
dengan area kerja good governance.
j) Melakukan kerja sama dengan organ atau badan-badan
negara/pemerintah dan institusi-institusi non-pemerintahan lainnya
dengan tujuan untuk melaksanakan kewenangannya (penegakkan good
governance).
4. Divisi Asistensi Publik (Diresão de Asistencia Publica)
Divisi Asistensi Publik adalah spesiliasasi teknikal kerja Ombudsman di
area penerimaan dan pelayanan terhadap pengaduan/laporan-laporan masyarakat,
juga melaksanakan mediasi dan konsiliasi dengan tujuan untuk dapat
menyelesaikan pengaduan/laporan-laporan yang ada. Divisi Asistensi Publik
dipimpin oleh seorang direktur setingkat dengan direktur nasional yang bekerja
di lingkup hukum. Divisi Asistensi Publik mempunyai tugas sebagai berikut:
a) Menjamin resesi terhadap pengaduan/laporan-laporan masyarakat
yang disampaikan kepada Ombudsman menurut undang-undang dan
sesuai dengan petunjuk peraturan internal.
b) Menyiapkan dokumen-dokumen yang berhubungan dengan
pemprosesan pengaduan menurut petunjuk peraturan internal.
c) Melakukan pengawasan lansung terhadap aktivitas kerja delegasi
teritori dan menjamin hubungan antara delegasi teritori dengan kerja
Ombudsman yang lainnya.
5.Divisi Administrasi Dan Keuangan (Dir. de Administrasão e Finansas)
Misi kerja dari Divisi Administrasi Dan Keuangan, yaitu memberikan
bantuan teknikal dan administratif bagi Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan
Keadilan di area administrasi umum, sumber daya manusia, dokumentasi,
pengarsipan, pengaturan aset dan keuangan. Divisi Administrasi dan Keuangan
dipimpin oleh seorang direktur setingkat dengan direktur nasional, yang bekerja
di lingkup hukum. Divisi Administrasi Dan Keuangan mempunyai tugas sebagai
berikut:
a) Memberikan bantuan logistik dan administratif kepada Ombudsman
dan juga pekerjaan Ombudsman serta organisme yang lainnya untuk
melaksanakan tugas dan fungsinya.
b) Menkoordinasikan pekerjaan Ombudsman dengan organisme yang
relefan, menyusun perencanaan aktivitas kerja tahunan dan laporan
mengenai implementasinya.
c) Menkolaborasi dengan entitas yang berkompeten, untuk menyiapkan
anggaran tahunan Ombudsman.
d) Melaksanakan anggaran yang dialokasikan kepada Ombudsman, atas
otorisasi anggota Ombudsman.
e) Melakukan penyediaan anggaran bagi operasionalisasi Ombudsman
Hak Asasi Manusia Dan Keadilan.
6. Kabinet Pemeriksaan (Gabinete de inspesão)
Misi dari Kabinet Pemeriksaan Ombudsman Hak Asasi Manusia yaitu aksi
disipliner, pengontrolan dan pengawasan terhadap pembelanjaan dan pembiayaan
terhadap pekerjaan Ombudsman dan organismenya. Kabinet
Pemeriksaan/Inspeksi, dipimpin oleh seorang inspektur setingkat dengan jabatan
kepala departemen dibawah sebuah Divisi, yang bekerja di lingkup hukum.
Kabinet Pemeriksaan mempunyai tugas sebagai berikut:
a) Mengevaluasi terhadap aktivitas pengaturan administratif, pembelanjaan
dan pembiayaan serta pengunaan aset bagi operasionalisasi Ombudsman
dan organismenya, membuat rekomendasi bagi Ombudsman untuk
mengambil tindakan-tindakan yang tepat bagi perbaikan keterbatasan
yag ada, juga untuk kesalahan-kesalahan yang teridentifikasi.
b) Melakukan pemeriksaan, menyelesaikan kasus-kasus (averiguasaun),
meminta keterangan (inkeretu) dan mengauditing (auditoria),
berdasarkan pada undang-undang yang berlaku, mempersiapkan
masukan-masukan yang akan di sampaikan kepada Ombudsman bila
diperlukan.
c) Melakukan penginstruksian proses disipliner bagi Ombudsman dan juga
para stafnya, menurut petunjuk dari Ketua Ombudsman.
d) Pemberian masukan-masukan yang relevan bagi Ketua Ombudsman
untuk mengambil proses disipliner, apabila telah didapatkan kesalahan-
kesalahan tertentu.
7. Kabinet Penasehat Hukum (Gabinete de Assesoria Juridica)
Kabinet Penasehat Hukum adalah unit yang memberikan bantuan bagi
Ombudsman mengenai perihal atau masalah hukum. Kabinet Penasehat Hukum
dipimpin oleh seorang pejabat setingkat dengan jabatan kepala departemen
dibawah sebuah Divisi, yang bekerja di semua lingkup hukum. Kabinet
Penasehat Hukum mempunyai tugas sebagai berikut:
a. Memberikan bantuan hukum bagi Ombudsman untuk
mengimplementasi mandat Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan
Keadilan.
b. Memberikan bantuan hukum bagi Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan
Keadilan untuk melaksanakan kewenangannya yang berhubungan
dengan berbagai mekanisme untuk menjamin konstitusi.
c. Membuat analisis secara teknikal terhadap penelitian dan ferifikasi bagi
kompatibilisasi dari berbagai undang-undang, peraturan-peraturan,
disposisi administratif, kebijakan dan praktik-praktik yang ada.
d. Memberikan pendapat secara tehnik dan hukum kepada Ombudsman
hak Asasi Manusia Dan Keadilan, mengenai permintaan/permohonan
penerbitan undang-undang dan peraturan perundang-undangan, apabila
organ atau badan-badan publik meminta masukannya.
4.1.9. Keterbatasan Kewenangan Ombudsman
Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan Timor Leste tidaklah jauh
berbeda dengan Ombudsman di banyak negara. Dimana dibatasi aksi/tindakan
kekuasaannya oleh Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004, sebagai berikut:
a. Ombudsman tidak diperbolehkan untuk melakukan tindakan apapun
terhadap aktifitas fungsional Parlemen Nasional dan Pengadilan, kecuali
hanya terbatas pada fungsi aktivitas administratif dan tindakan pengaturan
administrasinya.
b. Ombudsman tidak diperbolehkan untuk mengambil keputusan yang
menentang hak asasi manusia dan/atau kebebasan hak-hak dasar
kemanusiaan.
c. Ombudsman tidak diperbolehkan untuk menginvestigasi pelaksanaan
fungsi organ-organ yudisial maupun putusan-putusan pengadilan.
d. Ombudsman tidak diperbolehkan untuk menginvestigasi pelaksanaan
fungsi-fungsi legislatif.
e. Ombudsman tidak diperbolehkan untuk menginvestigasi kasus-kasus yang
sedang berjalan dimuka umum sebuah pengadilan.
f. Ombudsman tidak diperbolehkan melakukan tindakan baik penanganan
maupun penyelesaian atas kasus-kasus yang terjadi sebelum
pembentukannya tahun 1975-2003.
g. Ombudsman diperbolehkan membuat rekomendasi dengan pemberian
sanksi-sanksi secara hukum menurut tingkat pelanggaran yang
diperbuatkan.
h. Dalam hal agensi pemerintahan yang tidak menuruti ataupun
mengindahkan rekomendasi-rekomendasi Ombudsman, Ombudsman
memiliki kewenangan untuk melaporkannya kepada Presiden, Perdana
Menteri, Parlemen Nasional dan Media massa (publik).
4.1.10. Nilai-Nilai Inti/Core Values Ombudsman
Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan dalam menjalankan tugas
dan kewenangannya berasaskan pada nilai-nilai inti, yaitu:
a). Keadilan
b). Tidak memihak
c). Non-diskriminasi
d). Efektivitas
e). Pertanggungjawan
f). Ketepatan, dan
g). Kerahasiaan
4.1.11. Manajemen Penerimaan Pengaduan
Menurut Undang-Undang Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan
Keadilan Nomor 7 Tahun 2004, setiap warga negara maupun bukan warga negara
Timor Leste berhak menyampaikan laporan pengaduan kepada Ombudsman.
Penyampaian laporan pengaduan kepada Ombudsman tidak dipungut biaya atau
imbalan dalam bentuk apa pun (gratis).
Pengaduan setiap warga masyarakt, dilaporkan melalui Divisi Penanganan
Pengaduan yang disiapsediakan oleh Ombudsman yang dinamai Asistencia
Publica. Prosedur dan mekanisme penerimaan pengaduan oleh Institusi
Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan diatur melalui dua sistem, yaitu
manajemen pengaduan internal dan eksternal, pada:
a. Manajemen Pengaduan Internal
Yaitu, seorang pengadu/pelapor, mendatangi secara lansung ke Instansi
Ombudsman, khususnya di Divisi Penanganan Pengaduan Ombudsman, baik
secara perorangan maupun kelompok, ataupun didampingi oleh kuasa
hukumnya untuk melaporkan permasalahannya kepada Ombudsman.
b. Manajemen Pengaduan Eksternal
Yaitu, seorang pengadu atau pelapor, dapat menyampaikan laporan
permasalahannya secara tidak lansung tertuju ke instansi Ombudsman,
dengan melalui:
1. Hotline (Telephon, SMS, Email dan Fax ).
2. Kotak Pos dan Giro (Korespondensi dalam bentuk petisi, tanggapan atas
media Massa, diseminasi draft undang-undang dll).
3. Tembusan Disposisi pejabat negara dan penyelenggara pemerintahan.
4. Kotak Pengaduan/Kaixa Keixa Ombudsman yang disediakan.
5. Lembaga Pendelegasian Ombudsman di daerah/lokal.
4.1.12. Profil Pegawai Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan
Keadaan ketenagakerjaan Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan
Keadilan ditampilkan sebagaimana pada Tabel 4.1. sebagai berikut ini:
Tabel: 4.1. Profil Ketenagakerjaan Ombudsman Hak Asasi Manusia
Dan Keadilan 2012
Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan
Pegawai Aktual
Status JS
A
JS
B
JF
C
JF
D
TA
E
AS
F
As
G
Total
Pegawai
20011-2012
P T 0 4 13 23 7 10 3 60
PH 0 0 0 0 0 0 0 0
Pegawai Non Rekrutmen
PT 1 0 8 9 21 0 1 40
PH 0 0 0 0 0 0 0 0
Total Total 1 4 21 32 28 10 4 100
Sumber: Data Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan 2012
Tabel di atas menunjukan bahwa, pada tahun anggaran 2011 Ombudsman
telah merekrut tambahan pegawai berjumlah 34 orang, dengan tujuan untuk
memperkuat struktur baik tingkat nasional maupun regional. Dengan perekrutan
tambahan pegawai ini, maka jumlah total pegawai Ombudsman Hak Asasi
Manusia Dan Keadilan pada tahun 2012 berjumlah 100 orang, yang terdiri dari
latar belakang pendidikan dan tingkat profesional yang berbeda.
Diantara total angka penjumlahan pegawai Ombudsman Hak Asasi
Manusia Dan Keadilan di atas, pegawai laki-laki (LL) berjumlah 36 orang.
Terdapat 1 orang yang menduduki posisi direktur umum, dengan
pangkat/golongan 7 A (Teknik Superior), 3 orang menduduki posisi direktur
nasional dengan pangkat/golongan 6 B (Teknik Superior), 14 orang kepala
departemen dengan pangkat/golongan 5 C (Teknik Profesional), 5 orang dengan
pangkat/golongan 4 D (Teknik profesional investigator, pemantau, instruktur anti
mal-administrasi publik), 4 orang pegawai administratif dengan pangkat/golongan
3 E (Teknik Administratif) dan 1 orang asistensi dengan pangkat/golongan 2 F
(Asisten) dan 1 orang menduduki posisi pangkat/golongan 2 G (Asisten).
Sedangkan pegawai perempuan (P), berjumlah 23 orang. Ada 2 orang yang
menduduki posisi direktur nasional dan regional dengan pangkat/golongan 5 B, 2
orang menduduki kepala departemen dengan pangkat/golongan 4 D dan yang lain
menduduki posisi investigator, mediasi dan konsiliasi, advokasi, monitor,
istruktur, administrasi dan asisten.
4.1.13. Komposisi Pegawai Berdasarkan Penempatan Pada Divisi Good Gov-
ernance, Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan
Sebagaimana telah dikemukakan di atas bahwa jumlah pegawai pada
Instansi Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan, secara alokatif telah
ditempatkan pada beberapa departemen di Divisi Good Governance. Untuk
mengetahui dengan jelas keadaan tersebut dapat ditampilkan dalam tabel berikut
ini:
Tabel: 4.1. Profil Pegawai Divisi Good Governance
Sumber: Hasil Penelitian 31 September 2012
Divisi
(Departemen)
Direktur/
Kepala
Deptartemen
Investigator Monitoring Edukator
Publik
Total
LL P LL P LL P
Direktur Good Governance 1 1
Investigasi Mal-administrasi Publik 1 4 2 7
Monitoring Mal-administrasi Publik 1 1 1 3
Pendidikan Umum Anti Mal-adm
Publik
1 2 3
Total 4 4 2 1 1 2 14
Dengan memperhatikan data pada tabel 4.2 di atas, profil pegawai di
Divisi Good Governance, Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan terdiri
dari 3 Departemen, yaitu Departemen Investigasi Mal-administrasi Publik.
Departemen ini dikepalai oleh seorang kepala departemen yang disebut sebagai
Kepala Departemen Good Governance, memimpin 7 orang investigator, yaitu
lima orang laki-laki dan dua orang perempuan untuk melakukan investigasi
terhadap kasus-kasus dugaan adanya mal-administrasi publik. Selanjutnya adalah
Departemen Pencegahan Dan Monitoring Mal-administrasi Publik. Departemen
ini di kepalai oleh seorang Kepala Departemen Pencegahan Dan Monitoring di
perbantukan oleh satu orang asisten untuk melakukan monitoring terhadap kasus
dan/atau isu-isu tentang mal-administrasi publik. Yang terakhir adalah
Departemen Pendidikan Umum Anti Mal-administrasi. Departemen ini di kepalai
oleh seorang Kepala Departemen Pendidikan Umum Anti Mal-administrasi
Publik, diperbantukan oleh seorang asisten untuk membantu memberikan
pelatihan 10 prinsip good governance kepada publik di teritori nasional Timor
Leste.
4.1.14. Perkembangan Internal Ombudsman
Sampai dengan akhir tahun 2010, Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan
Keadilan telah membuka 4 instansi perwakilan Ombudsman di daerah,
khususnya di Kota Distrik/regional Baucau, Oecusse, Maliana dan Manufahi.
Masing-masing instansi perwakilan Ombudsman di distrik/regional dipimpin oleh
seorang direktur, dengan diperbantukan oleh satu 1 orang staff
penghubung/koordinator yang bertugas melaksanakan monitoring reguler,
pendidikan umum untuk membagi dan/ atau mensosialisasikan tentang peran
Ombudsman serta menerima pengaduan laporan dari warga masyarakat. Semenjak
tahun 2010 sampai saat ini Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan baru
membuka perwakilannya di 4 distrik/regional sebagaimana diamanatkan dalam
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004.
4.1.15. Good Governance di Timor Leste
Penerapan good Gevernance di beberapa negara sudah meluas mulai
tahun 1990-an, dan di Negara Timor Leste good gevernance mulai dikenal secara
lebih mendalam di tahun 2000-an. Karena pada periode ini, good governance
sebagai wacana penting baru muncul dalam berbagai pembahasan, diskusi,
penelitian, dan seminar, baik di lingkungan pemerintah, dunia usaha swasta, dan
masyarakat sipil, termasuk di lingkungan para akademisi dan eksistensi lembaga-
lembaga internasional yang ada di Timor Leste seperti: Asia Development Bank,
World Bank, International Monetering Found dan United Nations Development
Programme.
Dengan mengemukanya good governance di Timor Leste pada tahun
2000-an (masa persiapan restorasi kemerdekaan Timor Leste), maka Negara
Timor Leste memulai berbagai inisiatif yang dirancang untuk mempromosikan
Good Governance, untuk menjamin suatu penyelenggaraan pemerintahan negara
yang transparan, akuntabilitas, partisipatif, demokratis, responsibilitas,
berkeadilan dan penhormatan hak asasi manusia yang lebih baik dan efektif ke
depannya.
Mengenai penerapan good governance di Timor Leste, dideskripsikan
tahap perkembangannya sebagai berikut:
4.1.15.1. Periode I Pemerintahan Transisi Tahun 2000- 2002
Pada periode ini Timor Leste memasuki fase Pemerintahan Transisi
dibawah Perserikatan Bangsa-Bangsa, dengan misinya UNTAET (United Nations
Transitional Administration in East Timor). Berawal dari fase pemerintahan
transisi ini, mengantarkan Timor Leste mempersiapkan diri menuju pada
restorasi kemerdekaannya yang ditetapkan 20 Mei 2002. Merespon pada
momentum penting ini, maka pada bulan Januari tahun 2000 sampai Maret 2002,
penyusunan naskah Konstitusi Negara Republik Demokratik Timor Leste mulai
dilakukan oleh 89 (delapan puluh sembilan) Anggota Majelis Konstituente terpilih
tahun 2000, dibawah Ketua Majelis Sr. Francisco Guterres “Lu Olo” dari Partai
FRETILIN, dan dua orang Wakil Ketua Majelis masing-masing Sr. Francisco
Xavier do Amaral dari partai ASDT (Almarhum) dan Sr. Arlindo Marçal, PDC,
beserta 83 Anggota Parlemen (deputados), memunculkan ide dan mensatukan
persepsi tentang perlunya penerapan tatanan kepemerintahan yang baik (good
governance) di Timor Leste, untuk mengatur pelaksanaan kepemerintahan
kedepannya, hasilnya mendapatkan konsensus bersama sehingga mereka
membuat pengakuan dan menetapkan kebijakan bagi pemberian pembentukan
Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan dalam Pasal 27, Konstitusi
Republik Demokratik Timor Leste, pada tanggal 29 Maret 2002, yang berbunyi:
(1). Ombudsman merupakan lembaga independen yang berfungsi untuk
memeriksa dan mencari penyelesaian atas pengaduan-pengaduan yang
disampaikan oleh warga negara mengenai badan umum, memastikan
kesesuaian tindakan dengan hukum, mencegah dan memulai seluruh proses
untuk membetulkan ketidakadilan.
(2). Semua warga negara berhak mengajukan pengaduan berkaitan dengan
tindakan atau kelalaian badan umum kepada Ombudsman yang akan
melakukan penyilidikan, tanpa wewenang untuk menjatuhkan putusan, dan
akan mengajukan rekomendasi rekomendasi kepada pihak yang berwenang
sesuai dengan keperluan.
Kehadiran Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan dalam Pasal
27, Konstitusi Timor Leste, sebagi institusi yang berperan penting dalam
mereformasi visi, misi dan strategik pemerintahan menuju pada pemerintahan
yang baik. Atau dengan kata lain bahwa semenjak kehadiran Ombudsman Hak
Asasi Manusia Dan Keadilan dalam Konstitusi RDTL 29 Maret 2002, penerapan
good governance mulai tumbuh dalam kerangka sistem penyelenggaraan
pemerintahan negara di Timor Leste, untuk meningkatkan kesejahteraan bagi
masyarakat, bangsa dan negara.
Dalam konteks sistem pemerintahan Negara Timor Leste, dan sesuai
dengan ketentuan Konstitusi Republik Demokratik Timor Leste, bahwa
kewenangan/kekuasaan lembaga-lembaga negara bentukan konstitusi yang
diperlukan menerapkan good governance adalah:
1. Lembaga Eksekutif, yang terdiri dari:
a. Presiden Republik Demokratik Timor Leste
a. Pemerintah Negara Republik Demokratik Timor Leste, yang terdiri
dari:
Dewan Menteri
Dewan Menteri terdiri atas Perdana Menteri, Wakil-wakil Perdana
Menteri, dan para Menteri.
Penyelenggaraan Pemerintahan Umum Negara.
Penyelenggara Pelayanan Administrasi publik pemerintahan negara.
2. Lembaga Legislatif, yang terdiri dari:
Parlemen Nasional Republik Demokratik Timor Leste
3. Lembaga Yudikatif, terdiri dari:
Pengadilan Republik Demokratik Timor Leste
4.1.15.2. Periode II Kabinet Pemerintahan Konstitusional I Tahun 2002-
2006.
Pada masa Kabinet Pemerintahan Konstitusional I (pertama), komitmen
negara/pemerintah untuk melaksanakan good governance di Timor Leste
memasuki fase serius. Dimana ke-12 Deputadus/Anggota Parlemen dari Komisi A
Parlemen Nasional yang membidani Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan
Keadilan menerbitkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004, tentang Statuto
Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan, yang dipublikasikan melalui
Lembaran Negara Seri No. 9 Tahun 2004. Undang-Undang No. 7 Tahun 2004
inilah yang memunculkan visi dan misi Ombudsman tentang promosi penegakkan
tatanan kepemerintahan yang baik (good governance) di Timor Leste sejak
tanggal 26 Maret 2004.
Dengan diterbitkannya undang-undang ini di Timor Leste, maka
pemerintah (eksekutif), khususnya 15 Dewan Kementerian, 14 Wakil
Kementerian dan 10 Menteri Sekretaris Negara, Kabinet Timor Leste pertama,
bentukan Perdana Menteri Mari Bin Amude Alkatiri, dituntut untuk berkewajiban
menerapkan good governance ke dalam kerangka sistem penyelenggaraan
administrasi publik pemerintahan yang efektif, adil dan demokrasi dalam
pemberian layanan terhadap kepentingan publik sehari-harinya.
Adapun Ke-15 Dewan Kementerian, 14 Wakil Kementerian dan 10
Menteri Sekretaris Negara, pada masa Kabinet Pemerintahan Konstitusional
Pertama yang dituntut dan diwajibkan melaksanakan kepemerintahan yang baik
(good governance) tersebut, adalah sebagai berikut:
Tabel: 4.3. Kementerian Negara Dengan Para Menteri-Menteri
No Jabatan Menteri Nama
1 Luar Negeri dan Kerja Sama Dr. José Manuel Ramos Horta
2 Administrasi Negara dan Penataan Wilayah Dra. Ana Pessoa Pinto
3 Perencanaan Keuangan Maria Madalena Brites Boavida
4 Pertahanan dan Keamanan Roque Félix de Jesus Rodrigues
5 Menteri Kehakiman Domingos Maria Sarmento, S.H.
6 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Ir. Estanislau Aleixo da Silva
7 Pendidikan dan Kebudayaan Dr. Armindo Maia, M.Phil.
8 Menteri Kesehatan dr. Rui Maria de Araújo
9 Menteri Dalam Negeri Rogério Tiago Lobato
10 Menteri Pembangunan Abel da Costa Freitas Ximenes
11 Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Masyarakat Arsénio Paixão Bano
12 Sumber Daya Alam, Mineral, dan Politik Energi Dr. Marí Bin Amude Alkatiri
13 Transportasi dan Komunikasi Ir. Ovídio de Jesus Amaral
14 Menteri Pekerjaan Umum Ira. Odéte Genoveva Vítor da Costa
15 Dewan Menteri Drs. Antoninho Bianco
Sumber: Data Pemerintah Tentang Lembaran Negara Republiki Demokratik Timor Leste 2006
Berdasarkan informasi/data pada tabel 4.3 dijelaskan bahwa pada
pemerintah Konstitusional Pertama (Primeiro Governo Constitucional) adalah
kabinet Timor-Leste pertama yang dibentuk setelah pengambilalihan kekuasaan
dari Perseirikatan Bangsa-Bangsa melalui misinya di Timor Timur UNTAET
(United Nations Transitional Administration in East Timor) kepada Pemerintahan
Timor-Leste pada tanggal 20 Mei 2002 yang dikenal sebagai Hari Restorasi
Kemerdekaan. Kabinet ini dikepalai oleh Dr. Marí Alkatiri sejak Mei 2002 sampai
Juni 2006, yang terdiri dari 15 (lima Belas) Institusi Kementerian/Instititusões
Ministerial, yang dipimpin oleh kualitas 15 orang menteri negara. Fungsi dan
tugas Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan adalah mengalang
pemberdayaan masyarakat untuk melakukan pengontrolan/pengawasan terhadap
kinerja ke 15 (lima belas) orang menteri negara tersebut untuk mencegah
perbuatan mereka dari praktik-praktik mal-administrasi publik dan diskriminasi
terhadap masyarakat serta bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme. Dan
memungkinkan mereka dapat melaksanakan kepemerintahan yang baik.
Rancangan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004, tentang Statuto
Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan sebagai landasan utama
terdorongnya promosi penegakkan good governance di lembaga-lembaga negara
bentukan konstitusi yaitu eksekutif (Presiden Republik dan dewan kementerian),
proses penyelenggaran administratif lembaga legislatif dan yudikatif.
4.1.16. Pelaksanaan Good Governance di Timor Leste
Terdapat banyak rumusan tentang pelaksanaan good governance menurut
para ahli diberbagai negara. Namun pengertian secara umum menurut Bank
Dunia (1997:98), bahwa pelaksanaan good governance pada suatu negara,
selebihnya hanya terlihat pada pelaksanaan pemerintahan negara yang menganut
azas atau prinsip-prinsip good governance yaitu pemerintahan yang efektif dan
efisien, terbuka, akuntabel, demokrasi, berkeadilan, berorientasi pada
kesepakatan, memiliki visi strategis, tanggungjawab dan kepastian hukum yang
jelas.
Hal yang sama juga, dikemukakan UNDP (1997:89), bahwa,
penyelenggaraan pemerintahan suatu negara yang good governance, terutama
terlihat pada cara kerja negara, yang membuat pemerintahan akuntabel,
birokratis, manajemen sektor publik yang efisien, legitimasi politik, kerjasama
dengan institusi masyarakat sipil, kebebasan berasosiasi dan berpartisipasi,
kebebasan informasi dan ekspresi, sistem yudisial yang adil dan dapat
dipercaya.
Sedangkan World Bank, mengungkapkan sejumlah karakteristik good
governance yang ada dalam pelaksanaan pemerintahan sebuah negara adalah
masyarakat sispil yang kuat dan partisipatoris, terbuka, pembuatan kebijakan yang
dapat diprediksi, eksekutif yang bertanggung jawab, birokrasi yang profesional
dan aturan hukum yang demokratis.
Selanjutnya UNDP (1997), menegaskan bahwa good governance
dilaksanakan oleh pemerintaah pada dasarnya dilandasi oleh 9 pilar utama.
Kesembilan pilar demikian, paling tidak ada sejumlah prinsip yang dianggap
sebagai prinsip-prinsip utama yang melandasi penerapan good governance
dalam penyelenggaraan pemerintahan negara yang baik. Kesembilan pilar good
governance tersebut, yaitu:
(1) Partisipasi/participation, (2) Penegakkan Hukum/rule of law, (3)
Transparansi/transparency, (4) Daya tanggap/responsivness, (5) Berorientasi Pada
Kesepakatan/consensus orientation, (6) Keadilan/equity, (7) Efektif dan
Efisien/effectiveness and efficiency, (8) Akuntabilitas/accountability, (9) visi
strategis/strategic vision.
Kesembilan prinsip atau pilar good governance itu, tidaklah dapat
berjalan sendiri-sendiri, ada hubungan yang sangat erat dan saling mempengaruhi,
masing-masing adalah instrumen yang diperlukan untuk mencapai prinsip yang
lainnya, dan kesembilan prinsip ini adalah instrumen yang diperlukan untuk
mencapai pelaksanaan pemerintahan yang baik di suatu negara.
Dengan demikian, dalam praktik pelaksanaan good governance di suatu
negara, dalam rangka reformasi nasional, komitmen untuk membangun
penyelenggaraan kepemerintahan yang baik merupakan ujud konkrit dari
pemerintah melaksanakan kesembilan prinsip-prinsip good governance, maka
jika ada kemauan baik (good will) dari pemerintah untuk melaksanakan
kesembilan prinsip good governance di atas dengan serius dan tepat sesuai
pengaturan undang-undang yang berlaku, maka dapat terwujudnya:
a. Penyelenggaran pemerintahan yang baik dan bersih (suatu pemerintahan
yang terbuka, akuntabel, demokratis, partisipatif, berkeadilan, check and
balance serta menjungjun tinggi hak asasi manusia).
b. Pelaksanaan fungsi administrasi negara yang efektif, tidak memboroskan
uang rakyat.
c. Pemerintah dapat menjalankan fungsinya berdasarkan norma dan etika
moralitas yang berkeadilan tinggi.
d. Aparatur pemerintah mampu menghormati legitimasi konvensi
konstitusional yang mencerminkan kedaulatan rakyat.
e. Pemerintah memiliki daya tanggap terhadap berbagai aspirasi dan tuntutan
yang berkembang dalam masyarakat.
f. Pemerintahan dapat menhindari dari krisis moral dan etika profesionalnya.
g. Adanya pelayanan administrasi publik pemerintah yang berorientasi pada
masyarakat, muda dijangkau berdasarkan pada azas pemerataan dan
berkeadilan dalam setiap tindakan dan pelayanan yang diberikan kepada
masyarakat, berfokus pada kepentingan masyarakat, bersikap profesional
dan tidak memihak (non partisan). (Nisjar 1997, dalam Pandji Santosa,
2009:132)
Berdasarkan beberap pengertian di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan
bahwa, melaksanakan good governance adalah mengubah cara kerja negara/state,
membuat pemerintah transparansi, akuntablitas dan partispatif, serta membangun
stakeholder (pemangku kepentingan) di luar negara/pemerintah untuk ikut
berperan dslsm membuat sistem baru negara/pemerintah yang bermanfaat secara
umum.
Berkaitan dengan penjelasan konsep di atas, dimana dalam konteks Negara
Timor Leste, terutama pelaksanaan 9 (sembilan) prinsip good governance masih
jauh dari harapan masyarakat, karena sebagai negara baru maka pemahaman dan
pengertian pejabat negra/pemerintah terhadap prinsip-prinsip good governance
belum maksimal, sehingga muncul penyimpangan-penyimpangan pemerintahan
seperti:
I. Pelanggaran Hak Asasi Manusia
Hak asasi manusia telah menjadi bagian penting dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara di Timor Leste. Perlindungan dan Penegakan hak asasi
manusia di Timor Leste sejak tahun 2007 hingga 2009, telah ada 7 instrumen
yang memberikan perlindungan dan jaminan hak asasi manusia di Timor Leste,
setelah Presiden dan Parlemen Nasional Republik Demokratik Timor Leste
meratifikasi 7 instrumen hak asasi manusia. Sejumlah Instrumen hak asasi
manusia internasional yang telah diratifikasi tersebut diantaranya adalah:
a. International Convention on the Elimination of All Forms of Racial
Discrimination/CERD
b. Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against
Women
c. International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights/ICESCR
d. International Covenant on Civil and Political Rights/ICCPR
e. Convention against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading
Treatment orPunishment/CAT
f. Convention on the Rights of the Child/CRC
g. Convention on the Rights of Persons with Disabilities/CRPD
h. Convention on the Protection of the Rights of All Migrant Workers and
Membersof Their Families
Dengan negara meratifikasi konvensi-konvensi hak asasi manusia
demikian, sejak tahun 2004, Parlemen Nasional menyampaikan permintaan
kepada lembaga-lembaga negara dan seluruh pejabat publik untuk menhormati
hak asasi manusia. Dan Parlemen Nasional juga telah menerbitkan Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 2004, untuk memastikan pemerintah membuatkan
rencana pembangunan setiap 4 tahun sekali bagi pemenuhan hak baik hak-hak
sipil dan politik, maupun hak ekonomi sosial dan budaya, yang memastikan
perlindungan, penghormatan, pemenuhan dan penegakan hak asasi manusia.
Namun, dalam praktik lembaga-lembaga negara belum sepenuhnya
melaksanakan fungsinya untuk penghormatan, pemenuhan dan penegakan Hak
Asasi Manusia. Masih adaya masalah dengan penyalahgunaan wewenang, mal-
administrasi dan korupsi yang mengakibatkan terjadinya pelanggaran hak asasi
manusia (misalnya korupsi di berbagai lembaga peradilan, berdampak pada
pemenuhan hak-hak atas peradilan yang adil dan tidak memihak, hak atas tanah
dan bangunan dll).
II. Korupsi Pejabat Publik
Sejak masa Kepemerintahan Konstitusional II 2007-2010, di bawah
kepemimpinan Perdana Menteri José Alexandre “Kairala Xanana” Gusmão,
penyelenggaraan pemerintahan negara kurang berorientasi sepenuhnya terhadap
pelaksanaan prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik (good governance). Oleh
karena itu tidak mengherankan bila Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Timor Leste
berdasarkan survey Transparansi Internasional, memperoleh indeks pada kisaran
angka dari tahun 2004 hingga tahun 2007, menduduki urutan negara ke 123
dengan tingkat korupsi sebesar 2,6 (dua koma enam) dan tahun 2008 sampai
tahun 2010 terdaftar dalam urutan negara ke 113 dengan tingkat korupsi di
rengking 33.
Berdasarkan dokumen analisa World Bank Country Timor Leste 2012,
dinyatakan bahwa, Indeks Presepsi Korupsi Timor Leste disebabkan oleh adanya
praktik korupsi dalam urusan layanan pada bidang bisnis, antara lain meliputi ijin-
ijin usaha (ijin domisili, ijin usaha, IMB, ijin ekspor, angkut barang, ijin bongkar
muatan barang), pajak (restitusi pajak, penghitungan pajak, dispensasi pajak),
pengadaan barang dan jasa pemerintah (proses tender, penunjukkan langsung),
proses pengeluaran dan pemasukan barang di pelabuhan (bea cukai), pungutan liar
oleh polisi dan imigrasi.
Hasil monitoring yang dilakukan Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan
Keadilan terhadap kinerja Kementerian Keuangan Timor Leste, ditemukan
bahwa unit-unit layanan seperti Pajak, Bea cukai, Layanan Ketenagakerjaan, Ijin
Mendapatkan Usaha dan Keimigrasian menduduki rengking tertinggi dalam
perbuatan korupsi di Timor Leste.
Dengan demikian, menyebabkan perilaku kejahatan korupsi, terutama pada
pengadaan barang dan jasa secara nasional, tender penunjukan lansung, nepotisme
dalam meloloskan pemenang tender, money politic, pungutan ilegal serta
perlindungan pengusaha luar oleh aparatur negara atau pemerintahan dll.
Beberapa hal tersebut, merupakan kasus korupsi riil, meluas dan kompleksnya di
Timor Leste yang dilaporkan warga masyarakat dan dibutuhkan strategi
pemberantasan yang sistemik oleh Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan
Keadilan.
III. Penyalahgunaan Kewenangan
Pasca krisis politik militer dan keamanan di Timor Leste 2006, telah
membawa pesan yang jelas seperti apa yang diidentifikasi Bank Dunia sebagai
„crisis of governance‟ atau „bad governance‟ (World Bank 1992). Maka pada
masa Pemerintahan Konstitusional II (kedua), memunculkan cara pandang baru
terhadap reformasi nasional, yaitu upaya negara terhadap pencegahan pejabat
publik melakukan penyalahgunaan wewenang, mal-administrasi, nepotisme dan
diskriminasi terhadap masyarakat. Dengan demikian Parlemen Nasional
menerbitkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004, tentang Pemberian
Pembentukan Ombudsman Timor Leste, yang bersubstansi tentang anti mal-
administrasi (penyalahgunaan wewenang) yang dilakukan oleh pejabat negara
dan birokrasi penyelenggara administrasi pemerintahan. Dan juga negara telah
mengeluarkan Peraturan Perundang-Undangan (Decreto Lei) No. 10 Tahun 2009,
tentang Procurement/Aprovizionamento/Usaha mendapatkan perbekalan.
Namun, dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan dewasa ini,
penyalahgunaan wewenang para aparatur publik tak dapat dihindari, sering kali
pejabat negara dan birokrasi penyelenggara administrasi publik pemerintahan
mengunakan kewenangannya untuk memberikan tender penunjukan lansung
(single source) kepada kroni sesama partai dan sanak keluarganya. Manipulasi
terhadap harta dan aset negara, penyuapan, pemberian uang pelicin, pungutan liar,
pemberian imbalan atas dasar kolusi dan nepotisme serta penggunaan uang negara
untuk kepentingan pribadi, menhindari prosedur dan aturan undang-undang,
tindakan indisipliner atau kejahatan lain yang menyangkut proses penerimaan
sampai pemberhentian pegawai, tidak memberikan layanan administrasi publik
pemerintahan yang berkeadilan, sebagai suatu perbuatan penyalahgunaan
wewenang yang marak terjadi di Timor Leste. Kasus-kasus semacaam inilah yang
sering dilaporkan warga masyarakat ke Ombudsman yang dunutuhkan tindakan
penanganan dan penyelesaian segera.
IV. Mal-administrasi Publik
Mal-administrasi adalah suatu praktif yang menyimpang dari etika
administrasi, atau suatu praktif administrasi yang menjauhkan dari pencapaian
tujuan administrasi. Terminologi administrasi yang paling relevan untuk
memaknai mal-administrasi publik adalah apa yang disebut oleh The Liang Gie
dalam Budhi Masthuri (2002: 19) sebagai administrasi publik atau administrasi
kenegaraan, yaitu usaha kerja sama dalam hal-hal mengenai kenegaraan pada
umumnya sebagai upaya pemberian pelayanan terhadap segenap kehidupan
manusia yang terdapat di dalam suatu negara. Nigro dan Nigro dalam catatan
Muhadjir Darwin mengemukakan delapan bentuk penyimpangan yang dapat
dikategorikan sebagai mal-administrasi yaitu; ketidakjujuran (dishonesty),
perilaku yang buruk (unethical behavour), mengabaikan hukum (disregard of the
law), favoritisme dalam menafsirkan hukum, perlakuan yang tidak adil terhadap
pegawai, inefisiensi-bruto (gross inefficiency), menutup-nutupi kesalahan, dan
gagal menunjukkan inisiatif.
Selanjutnya menurut ketentuan Pasal 1 Huruf (h), Undang-Undang Nomor
7 Tahun 2004, tentang Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan yang
dimaksud dengan mal-administrasi adalah :
“Suatu tindakan dan kemauan jahat yang telah dilakukan atau
penyalahgunaan wewenang, didasari atas pertimbangan tertentu yang
tidak sesuai atau membuat kesalahan yang tidak dapat dibaikan, atau
diluar hak-haknya, tanpa dasar proses yang adil dan kewajaran yang
menhambat keefektifan dan berjalan normalnya Administrasi Publik”
Dengan demikian, mal-administrasi diartikan sebagai penyimpangan,
pelanggaran atau mengabaikan kewajiban hukum dan kepatutan masyarakat
sehingga tindakan yang dilakukan tidak sesuai dengan asas umum pemerintahan
yang baik. Atau dengan kata lain membekukan prinsip-prinsip transparansi,
akuntabilitas, partisipatif dll.
Konsekuensi logis dalam menjalankan fungsi-fungsi layanan administrasi
publik, bagi setiap pejabat publik adalah berkewajiban memberikan perlakuan
yang sama bagi setiap warga masyarakat. Dengan demikian, tindakan pejabat
publik yang tidak sesuai dengan asas asas umum good governance, seperti antara
lain tindakan pengambilan kebijakan publik yang tidak transparan/tidak
partisipatif, tidak dapat dipertanggungjawabkan secara publik dan tindakan yang
tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan supermasi hukum (rull of
law) dapat dikalegorikan menjadi perbuatan mal-administrasi.
Bentuk dan Jenis mal-administrasi publik yang ditemukan di Timor Leste,
terkait dengan:
1. Ketepatan waktu dalam proses pemberian pelayanan umum. Mal-administrasi
ini terdiri dari tindakan penundaan berlarut, tidak menangani dan melalaikan
kewajiban.
2. Keberpihakan sehingga menimbulkan rasa ketidakadilan dan diskriminasi.
Mal-administrasi ini terdiri dari persekongkolan, kolusi dan nepotisme,
bertindak tidak adil, dan nyata-nyata berpihak.
3. Tindakan pelanggaran terhadap hukum dan peraturan perundangan. Mal-
administrasi ini terdiri dari pemalsuan, pelanggaran undang-undang, dan
perbuatan melawan hukum.
4. Kewenangan/kompetensi atau ketentuan yang berdampak pada kualitas
pelayanan umum pejabat publik kepada masyarakat. Mal-administrasi ini
terdiri dari tindakan diluar kompetensi, pejabat yang tidak kompeten
menjalankan tugas, intervensi yang mempengaruhi proses pemberian
pelayanan umum, dan tindakan yang menyimpangi prosudur tetap.
5. Sikap arogansi seorang pejabat publik dalam proses pemberian pelayanan
umum kepada masyarakat. Mal-administrasi ini terdiri dari tindakan sewenang-
wenang, penyalahgunaan wewenang, dan tindakan yang tidak layak/tidak
patut.
6. Tindakan korupsi secara aktif. Mal-administrasi ini terdiri dari tindakan
pemerasan atau permintaan imbalan uang (korupsi), tindakan penguasaan
barang orang lain tanpa hak, dan penggelapan barang bukti.
4.1.17. Pelaku Mal-administrasi Publik
Mal-administrasi adalah suatu tindakan atau perilaku administrator
penyelenggara administrasi negara (pejabat publik) dalam proses pemberian
layanan administrasi publik yang menyimpang dan bertentangan dengan kaidah
atau norma hukum yang berlaku atau melakukan penyalahgunaan wewenang dan
kesalahan administratif (maladministration) yang atas tindakan tersebut
menimbulkan kerugian baik material maupun immaterial dan ketidakadilan bagi
masyarakat. Mal-administrasi secara lebih umum diartikan sebagai praktik-
praktik pejabat negara dan birokrasi pemerintahan serta institusi-institusi publik
yang menyimpang atau melanggar etika administrasi dimana tidak tercapainya
tujuan administrasi, sehingga menimbulkan pemerintahan yang buruk seperti
tersebutkan dalam bentuk dan jenis mal-administrasi di atas.
Pelaku mal-administrasi publik adalah Pejabat Pemerintah (Pusat maupun
Daerah). Semenjak awal bulan Januari sampai 31 September 2012, ditemukan
dalam informasi/data Departemen Investigasi Mal-administrasi publik,
Divisi Good Governance, Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan,
ditemukan pengaduan laporan masyarakat mengenai pelaku mal-administrasi
tersorot/terbanyak di Timor Leste adalah Kementerian Administrasi Negara Dan
Penetapan Wilayah sebanyak 14 Kasus, disusul dengan pelaku mal-administrasi
tingkat/renking ke-dua adalah Kementerian Solidaritas Sosial Republik
Demokratik Timor Leste (RDTL), tersorot/terbanyak 12 kasus mal-administrasi.
4.1.18. Peran Ombudsman Dalam penanganan Mal-administrasi Publik.
Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan memandang pejabat publik
maupun institusi-institusi publik, tidak hanya dari aspek hukum, etika, moral dan
profesionalisme, melainkan segala bentuk perbuatan dan perilaku yang bersifat
koruptif (penyalahgunaan wewenang dan mal-administrasi).
Dalam perkembangan proses penegakkan kepemerintahan yang baik di
Timor Leste, semenjak tahun 2006 hingga dewasa ini (2012), Ombudsman Hak
Asasi Manusia Dan Keadilan telah dilandasi dengan UU No 7 Tahun 2004, untuk
menghadapi pelaku tindakan perbuatan penyalahgunaan kewenangan dan
kesalahan administratif (maladministration) oleh pejabat negara dan birokrasi
pemerintahan dan/atau membantu pejabat negara dan birokrasi pemerintahan
melaksanakan penyelenggaraan kepemerintahan negara yang efektif dan efisien,
transparan, akuntabel, berkeadilan dan penhormatan hak asasi manusia.
Sebagai upaya Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan dalam
menhadapi pelaku perbuatan mal-administrasi pejabat negara dan birokrasi
pemerintahan di Timor Leste. Semenjak berdiri tahun 2005-2012, berperan
melalui tiga spesialisai teknikal departemennya, yaitu, Departemen Investigasi
Mal-administrasi Publik, Departemen Monitoring Mal-administrasi Publik serta
Departemen Pendidikan Umum Anti Mal-administrasi Publik, dengan persiapan
penyusunan program/perencanaan kerja/road map trimestral yang strategik, akurat
dan tepat sasaran sesuai mekanisme dan prosedur kerja Undang-Undang Nomor 7
Tahun 2004, untuk memberantas dan mencegah kasus-kasus dugaan adanya mal-
administrasi publik di berbagai institusi publik di Timor Leste.
Adapun penyusunan program road map trimester II (dua) bulan Juli-
September 2012, Divisi Good Governance, yang dilakukan untuk tindakan
pemberantasan dan pencegahan praktik-praktik dugaan adanya mal-administrasi
pejabat publik) di Timor Leste, ditunjukan dalam tabel berikut ini:
Tabel: 4.4. Road Map Perencanaan Aktivistas Kerja Divisi Good Governance
Juli- September 2012
Sumber: Hasil Penelitian 31 September 2013
Pada tabel 4.4 di atas, diketahui bahwa pada trimester III antara bulan
Juli-September 2012, Direktur Nasional Good Governance, Ombudsman Hak
Asasi Manusia Dan Keadilan menyelenggarakan rapat bersama dengan para
Kepala Departemen beserta staf untuk menyusun/membuat road map perencanaan
aktivitas kerja investigasi, pencegahan dan monitoring serta pendidikan umum
Hari Tggl Bulan &
Tahun
Aktivitas Departemen Evaluasi Hasil Kerja
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
Jumat
7
September
2012
Rapat Divisi
Good
Governace
Trimeste III,
Ombudsman
HAM Dan
Keadilan RDTL
Investigasi Mal-administrasi
(Penyidik/Investigator)
12 kasus diselesaikan
14 Pencegahan Dan Monitoring Mal-
administrasi (Monitor)
2 kasus dimonitoring
21 Pendidikan Anti Mal-administrasi
(Instruktor/edukator)
Tahap Persiapan
28 Kegiatan Baru Bulan Oktober Membuat Road Map
Setiap Departemen
anti mal-administrasi publik sebanyak empat kali, untuk membahas dan
menetapkan investigasi terhadap 12 kasus mal-administrasi publik, dua kasus mal-
administrasi yang akan dimonitoring dan tahap persiapan Departemen Pendidikan
Umum Anti Mal-administrasi dalam melakasanakan program pelatihan 10 prinsip
good governance terhadap 4 instansi publik di Timor Leste.
Selanjutnya, Road Map Perencanaan Aktivitas Kerja Departemen
Investigasi Mal-administrasi Publik, pada trimester III Juli hingga September
2012, sebagai berikut:
Tabel: 4.5. Road Map Perencanaan Aktivitas Kerja Departemen Investigasi
Mal-addministrasi Publik Juli- September 2012
Sumber: Hasil Penelitian 31 September 2013
Pada tabel 4.5 di atas menunjukan ada kerja tim investigasi yang terdiri
dari dua orang investigator yang akan melaksanakan investigasi menyangkut
kasus mal-administrasi dan korupsi di Kementerian Solidaritas Sosial pada bulan
Juli hingga September 2013, disusul kerja tim 3 investigator yang akan
Trimester
III 2012
Investigatorr Road
Map
Tipe Kasus Nama Institusi Implement
asi
(1) (2) (3) (4) (5) (5)
Juli -
Agustus -
September
Pertama 2 Mal+Koru
psi
Kementerian Solidaritas Sosial RDTL Juli-Sept
Kedua 3 Mal-adm Kementerian Administrasi Negara Dan
Penetapan Wilayah RDTL
Juli-Sept
Ketiga 3 PW Kementerian Pendidikan Juli-Sept
Keempat 2 Mal-adm Komisi Kepegawaian Negara Juli-Sep
Kelima 1 Mal-adm Kepolisian Nasional Ags-Sept
Keenam 1 PW Kementerian Pertanian dan Perikanan Juli-Ags
6 12 Mal+PW
melaksanakan investigasi 5 kasus mal-administrasi di Kementerian Administrasi
Negara Dan Penetapan Wilayah Republik Demokratik Timor Leste, dll.
Selanjutnya, Road Map Perencanaan Aktivitas Kerja Departemen
Pencegahan Dan Monitoring Mal-administrasi Publik, yang direncanakan bersama
untuk dilaksanakan pada trimester III Juli hingga September 2012, sebagai
berikut:
Tabel: 4.6. Road Map Perencanaan Aktivistas Kerja Departemen
Pencegahan Dan Monitoring Mal-administrasi Publik Juli- Setembru 2012
Sumber: Hasil Penelitian 31 September 2013
Pada tabel 4.6 di atas menunjukan ada kerja tim dua orang
Monitor/pemantau yang akan melaksanakan kegiatan monitoring, dengan road
map sebagai berikut, yaitu pada bulan Agustu 2012, kedua tim tersebut akan
melakukan monitoring terhadap implementasi Perencanaan Pembangunan Distrik
dan Sukus/Desa (PDD dan PDS) di Pemerintahan Administratif Distrik Dili,
Pemerintahan Administratif Sub Distrik Jumalai, Pemerintahan Administratif Sub
Distrik Pasabe dan Pemerintahan Administratif Sub Distrik Iliomar. Dan pada
bulan september 2012, akan melaksanakan tentang kegiatan internal administratif
Trimester III
2012
Monitor Aktivitas Nama Instansi Implementasi
(1) (2) (5)
Juli -
Agustus -
September
2 Staff
Monitoring
Mal-
administrasi
Pemerintahan Administratif Distrik Dili Agustus
Pemerintahan Administratif Sub Distrik
Jumalai
Agustus
Pemerintahan Administratif Sub Distrik
Pasabe
Agustus
Pemerintahan Administratif Sub Distrik
Iliomar
Agustus
Pemerintahan Administratif Sub Distrik
Liquiça
September
Pemerintahan Administratif Sub Distrik Aileu September
6 12 Septembe
dan pelaksanaan pembangunan fisik PDD dan PDS di Pemerintahan Administratif
Sub Distrik Liquiça dan Distrik Aileu.
Selanjutnya, Road Map Perencanaan Aktivitas Kerja Departemen
Pendidikan Umum Anti Mal-administrasi Publik, pada trimester III Juli hingga
September 2012, yang direncanakan adalah sebagai berikut:
Tabel: 4.7. Road Map Perencanaan Aktivistas Kerja Departemen Pendidikan
Umum Anti Mal-administrasi Publik Juli- Setembru 2012
Sumber: Hasil Penelitian 31 September 2013
Pada tabel 4.7 menunjukan ada kerja tim dua orang Monitor/pemantau
diperbantuan tim tehnis yang lainnya, yang akan melaksanakan kegiatan pelatihan
10 prinsip good governance pada instansi publik di Timor Leste, dengan road
map sebagai berikut, yaitu pada bulan Juli 2012, kerja tim akan
menyelenggarakan 10 prinsip good governance pada Kementerian Kesehatan dan
Kepolisian Nasional Timor Leste, bulan Agustus dengan Kementerian
Administrasi Negara Dan Pengesahan Wilayah, Kementerian Solidaritas Sosial
Hari
Tggl Bulan &
Tahun
Aktivitas Tema Pelatihan Materi Pelatihan Instansi Pemerintah Yang
Diberi Pelatihan
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
Kamis
15
Juli-
Agustus
September
2012
Pemberian
Pelatihan 10
Prinsip Good
Governance
Bekerja Dengan
Disiplin Dan
Beranggungjawab
Di Administrasi
Publik, Sebagai
Jalan Untuk
Mempromosi Good
Goernance
1.Kategori
Pelanggaran Good
Governance
2.Penyalahgunaan
Wewenang
3. Mal-administrasi
Pemerintahan
4. Landasan
Yurisdiksi
Ombudsman
Kementerian Kesehatan
Kepolisian Nasional Timor
Leste
Kejaksaan Agung
Kementerian Administrasi
Negara Dan P. Wilayah
Kementerian Solidaritas
Sosial
Kementerian Keadilan
Kementerian Pertahanan
Unit Kepolisian Militer
Road Map Road Map Road Map Road Map
dan Kementerian Keadilan, pada bulan September dengan Kementerian
Pertahanan khususnya dengan Unit Kepolisian Militer, Angkatan Pertahanan.
4.2. Pembahasan
Pada bagian ini akan dibahas tentang hasil temuan yang
didapat selama penelitian, baik berupa hasil observasi, studi dokumentasi dan
hasil wawancara dengan para responden yang didapatkan di lapangan.
Deskripsi data dalam hasil penelitian ini, akan membahas tentang Peran
Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan dalam mendorong good
governance di Republik Demokratik Timor Leste, kemudian
diinterpretasikannya berdasarkan kajian teoritis secara kualitatif.
Terkait dengan pencapaian sasaran visi dan misi “promosi penegakkan
kepemerintahan yang baik, maka peran Ombudsman Hak Asasi Manusia
Dan Keadilan dalam mendorong good governance di Negara Republik
Demokratik Timor Leste, dilakukan melalui tiga lingkup kerja spesialisasi
teknikal Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan sebagai berikut:
4.2.1. Investigasi Mal-administrasi Publik
Investigasi yang dilaksanakan Departemen Investigasi Mal-administrasi
Publik, Divisi Good Governance merupakan bagian strategis dari fungsi, tugas
dan kewenangan Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan untuk
melakukan pemeriksaan mendalam terhadap laporan pengaduan kasus-kasus
tentang dugaan adanya mal-administrasi publik dari instansi Terlapor, dokumen-
dokumen serta tempat-tempat ataun instalasi-instalasi publik yang diduga adanya
praktik-praktik mal-administrasi.
Dalam menjalankan fungsi tugas dan kewenangan Ombudsman Hak Asasi
Manusia Dan Keadilan dalam menginvestigasi mal-administrasi publik bagi
terwujudnya penegakkan good governance di Timor Leste diatur dalam Pasal
23 huruf (a) Undang-Undang No. 7 Tahun 2004, tentang Statuto Ombudsman Hak
Asasi Manusia Dan Keadilan, yang menyatakan bahwa:
“Kompetensi Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan adalah untuk
melakukan investigasi terhadap pelanggaran hak-hak dasar manusia,
jaminan kebebasan manusia, mal-administrasi publik, proses-proses yang
menunjukan ketidakadilan”.
Berlandaskan pada pasal ini Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan
Keadilan sebagai institusi pengontrol/pengawasan publik berperan aktif dalam
menginvestsigasi setiap kasus-kasus dugaan adanya praktik-praktik mal-
administrasi publik yang dihadapi masyarakat, baik yang dilaporkan warga
masyarakat maupun atas inisiatif Ombudsman sendiri (own motion investigation).
Dalam konteks Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan,
investigasi merupakan salah satu perangkat pendukung atau meanstrean utama
yang dipergunakan untuk memperoleh informasi/data yang lebih lengkap, tajam,
seimbang dan objektif untuk merumuskan tindakan-tindakan yang perlu diambil
bagi penyelesaian substansi atas sesuatu kasus mal-administrasi publik.
Investigasi mal-administrasi publik dapat dilakukan Ombudsman
dimanapun, apabila adanya laporan pengaduan masyarakat mengenai tindakan,
perbuatan dan perilaku para pejabat publik yang tidak wajar, tidak sopan dan
kurang peduli terhadap masalah yang menimpa seseorang disebabkan oleh
perbuatan penyalahgunaan kekuasaan, termasuk penggunaan kekuasaan secara
semena-mena atau kekuasaan yang digunakan untuk perbuatan yang tidak wajar,
tidak adil, intimidatif atau diskriminatif, dan tidak patut didasarkan seluruhnya
atau sebagian atas ketentuan undang-undang atau fakta, tidak masuk akal, atau
berdasarkan tindakan unreasonable, unjust, oppressive, improper dan
diskriminatif. (Budi Masthuri, dalam Panduan Investigasi Ombudsman Nasional
Indonesia, 2003: 10)
Mal-administrasi merupakan perbuatan, sikap maupun prosedur melawan
hukum, pelanggaran peraturan perundang-undangan yang menyebabkan bagi
timbulnya pemerintahan yang tidak efisien, buruk dan tidak memadai.
Berdasarkan penjelasan konsep di atas, substansi permasalahan mal-
administrassi publik yang masuk dalam yurisdiksi Ombudsman Hak Asasi
Manusia Dan Keadilan yang perlu ditanggani dan diselesaikannya melalui
investigasi di klasifikasikan sebagai berikut:
1. Penundaan pemberian layanan berlarut-larut.
2. Tidak menangani dengan baik.
3. Pemalsuan.
4. Penyalahgunaan Wewenang.
5. Permintaan Imbalan Uang/Korupsi.
6. Penyimpangan Prosedur.
7. Melalaikan Kewajiban.
8. Bertindak Tidak Layak/ Tidak Patut.
9. Penguasaan Tanpa Hak.
10. Bertindak Tidak Adil.
11. Nyata-nyata Berpihak.
12. Pelanggaran Undang-Undang.
13. Perbuatan Melawan Hukum.
Klasifikasi bentuk-bentuk atau jenis-jenis mal-administrasi publik di atas,
diangap sebagai penghambat utama berjalannya kepemerintahan yang baik, yang
menjadi target utama bagi Investigator/penyidik Departemen Mal-administrasi
Publik, Divisi Good Governance dilakukan investigasi untuk menggali
informasi/data mendalam, seimbang dan objektif, dan hasil temuannya dijadikan
sebagai bahan untuk merumuskan rekomendasi Ombudsman, kemudian di
rekomendasikan ke institusi Terlapor untuk menuntut pertanggungjawabannya.
Dalam prosedur Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan
menyangkut investigasi terhadap kasus-kasus dugaan adanya mal-administrasi
publik tingkat pengaturannya sudah sangat jelas, yaitu sebagai berikut:
a. Perencanaan Program Aktivitas Kerja Investigasi Kasus-Kasus Mal-
administrasi Publik Per-Trimester.
Agar fungsi investigasi mal-administrasi mencapai hasil sesuai dengan
target yang diharapkan, maka adanya Forum Pertemuan Umum/Encontro
Geral antar Divisi di Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan. Forum
Pertemuan Umum/Encontro Geral merupakn salah satu tahapan dalam
perencanaan Program Kerja Investigasi Trimester (tiga bulan) terhadap jumlah
kasus-kasus mal-administrasi publik yang dipreoritaskan untuk di investigasi.
Berdasarkan Forum Pertemuan Umum kemudian disusun program
investigasi terhadap kasusu-kasus dugaan adanya mal-administrasi publik yang
diserta dengan dana program yang akan membiayainya. Namun, sebelum
penyusunan Program Kerja Investigasi berlanjut, terlebih dahulu dari setiap
investigator dari Divisi Good Governance mempersentasikaan substansi
perencanaan program kerja investigasi yang disiapkannya, kemudian dibahas
bersama antara Ketua Ombudsman Area Good Governance, Direktur Good
Governance, Kepala Departemen Investigasi Mal-administrasi Publik, yang
selanjutnya menetapkan keputusan bersama untuk mensahkan perencanaan
kerja yang di usulkan. Perencanaan program kerja/aktivitas investigasi mal-
administrasi trimestral di tahun 2012 dari Departemen Investigasi Mal-
administrasi Publik, Divisi Good Governance, Ombudsman Hak Asasi
Manusia Dan Keadilan adalah seperti pada tabel berikut:
Tabel 4.8. Perencanaan Program Kerja Investigasi Trimester I-III
Departemen Investigasi Mal-administrasi Publik 2012.
Sumber: Departemen Investigasi Mal-administrasi Publik Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan 2012.
Trimester
III 2012
Investigatorr Road
Map
Tipe Kasus Nama Institusi Implement
asi
(1) (2) (3) (4) (5) (5)
Januari
-
September
Pertama 3 Mal+Korp - Kementerian Administrasi Negara Dan
Penetapan Wilayah RDTL
Januari -
September 2 -Kementerian Solidaritas Sosial RDTL
2 Kementerian Pendidikan
1 Kementerian Keadilan
Kedua 2 Mal-adm Kementerian Administrasi Negara Dan
Penetapan Wilayah RDTL
Januari -
September
2 -Kementerian Solidaritas Sosial RDTL
2 Kementerian Pendidikan
1 Kementerian Keadilan
Ketiga 2 PW+ Mal-
adm
-Kementerian Administrasi Negara Dan
Penetapan Wilayah RDTL
Juli-Sept
2 -Kementerian Solidaritas Sosial RDTL
2 Kementerian Pendidikan
1 Kementerian Keadilan
Keempat 2 Mal-adm -Kementerian Administrasi Negara Dan
Penetapan Wilayah RDTL
Januari -
September 2 -Kementerian Solidaritas Sosial RDTL
2 Kementerian Pendidikan
1 Kementerian Keadilan
Kelima 3 Mal-adm -Kementerian Administrasi Negara Dan
Penetapan Wilayah RDTL
Januari -
September 2 -Kementerian Solidaritas Sosial RDTL
1 Kementerian Pendidikan
1 Kementerian Keadilan
Keenam 2 Mal-adm -Kementerian Administrasi Negara Dan
Penetapan Wilayah RDTL
Januari -
September 2 -Kementerian Solidaritas Sosial RDTL
1 Kementerian Pendidikan
0 Kementerian Keadilan
6 41 4 Kementerian
Pada tabel 4.8 itu terlihat pada trimester I-III (Januari-September) 2012,
ada sekitar 41 (empat puluh) kasus dugaan adanya mal-administrasi publik yang
diusulkan oleh 6 (enam) orang Investigator dari Departemen Investigasi mal-
administrasi Publik, Divisi Good Governance dalam penerencanaan program
kerja/aktivistas investigasinya yang perlu dilaksanakan.
b. Pelaksanaan Aktivitas Kerja Investigasi Yang Rencanakan.
Dalam tahap pelaksanaan program kerja/aktivitas investigasi terhadap
kasus mal-administrasi publik yang direncanakan oleh Investigator Mal-
administrasi Publik, Divisi Ombudsman tersebut, di lakukan melalui 2 (dua) cara,
yaitu:
1. Investigasi Lapangan
Dilakukan Ombudsman dengan cara mendatangani tempat kejadian kasus
mal-administrasi publik secara lansung. Strateginya adalah seorang Investigator
dapat melakukan tanya jawab atau wawancara lansung dengan seseorang pejabat
publik yang telah diidentifikasi sebagai responden dengan kasus/perkara yang
dilaporkan. Investigasi di lapangan (in site investigation) penting dilakukan untuk
mengali informasi/data mendalam, jelas dan obyektif atas kasus/perkara dugaan
adanya praktik-praktik mal-administrasi publik yang dilaporkan masyarakat.
2. Investigasi Atas Inisiatif Sendiri
Dilakukan Ombudsman untuk mengungkap terjadinya penyimpangan
oleh penyelenggara negara. Investigasi atas inisiatif sendiri didasarkan pada,
munculnya isu-isu/wacana yang beredar dari media cetak, maupun elektronik
dalam skala nasional.
Kedua bentuk kegiatan investigasi tersebut, dipergunakan Ombudsman
untuk menangani 41 kasus dugaan adanya perbuatan mal-administrasi publik di
4 (empat) instansi publik pemerintahan pada trimester I sampai III, bulan Januari
hingga September 2012. Adapun substansi laporan, urutan tertinggi mengenai
penundaan berlarut/tidak melakukan pelayanan, penyimpangan prosedur/mal-
administrasi 33 kasus, diikuti antara lain oleh penyalahgunaan wewenang 3
kasus, permintaan imbalan uang/korupsi 2 kasus.
Peran Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan, dalam rangka
menginvestigasi dan menyelesaikan kasus-kasus dugaan adanya praktik-praktik
mal-administrasi di atas, pada dasarnya berbasis pada aplikasi 9 (sembilan)
prinsip-prinsip good governance untuk mendorong terwujudnya tatanan
kepemerintahan yang baik (good governance), di Timor Leste, sebagai berikut:
4.2.1.1.Partisipasi (Participation)
Partisipasi sebagai salah satu prinsip good governance dalam rangka
penyelenggaraan pemerintah negara. Partisipasi merujuk pada keterlibatan aktif
Ombudsman dalam pengembilan keputusan yang berhubungan dengan
penyelenggaraan kepemerintahan. Partisipasi Ombudsman mutlak diperlukan agar
kepentingan masyarakat dapat tersalurkan didalam penyusunan kebijakan
sehingga dapat mengakomodasi sebanyak mungkin aspirasi dan kepentingan
masyarakat.
Nilai-nilai dasar partisipasi Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan
dalam investigasi mal-administrasi publik dilakukan melalui kerangka yang
sistematis sebagai berikut:
1. Pemberdayaan masyarakat; melalui proses pengorganisasian masyarakat,
yaitu membuka ruang akses seluas-luasnya kepada masyarakat untuk
berpartisipasi dalam menyampaikan laporan pengaduan tentang dugaan
adanya praktik-praktik mal-administrasi publik, baik secara lansung (lisan
dan tertulis) maupun tidak lansung pengiriman melalui eletronik (e-maill),
layanan pesan singkat, faksimili (fax), telepon dan SMS kepada
Unit/Divisi Manajemen Penerimaan Pengaduan Ombudsman.
2. Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik
yang ditunjukkan dengan berjalannya mekanisme dialog dan musyawarah
terbuka dengan masyarakat dalam perumusan program dan kebijakan
layanan publik (seperti forum konsultasi publik).
3. Membangun struktur dan manajemen investigasi yang kuat, untuk
menjamin kepercayaan masyarakat dalam berpartisipasi yang optimal.
4. Aktif dan efektif dalam mengadakan rapat-rapat kerja dan mengambil
keputusan rapat kerja yang tepat dalam penyusunan rencana kerja
investigasi dan mengadakan penetapan kasus-kasus yang diperioritaskan
untuk di investigasi dalam trimestral.
5. Meningkatkan kualitas layanan administrasi terhadap masyarakat yang
menyeluruh dan terpadu, sebagai proses memobilisasi yang
memungkinkan masyarakat untuk memenuhi aspirasi dan tuntutan
kepentigan mereka terhadap pemerintah.
Mengacu pada prinsip partisipasi yang telah di bangun dan dikembangkan
Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan sejak 6 (lima) tahun yang lalu
(2006-2015). Dapat terlihat ada kepercayaan masyarakat untuk menyampaikan
laporan pengaduan mengenai dugaan adanya mal-administrasi publik selama
tahun 2011-2012 Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan mengalami
peningktan yang signifikan, yaitu informasi/ data dari Departemen Invstigasi Mal-
adminstrasi Publik, Divisi Good Governance antara tahun 2011 ada 224 (dua
ratus dua empat) pengaduan, dan 110 (seratus sepuluh) pengaduan pada bulan
Januari-September tahun 2012. Setelah Ombudsman memproseskannya melalui
studi analisis avaliasi preliminar menhasilkan 41 kasus murni mal-aministrasi
publik yang bersubstansi penundaan berlarut/tidak melakukan pelayanan,
penyimpangan prosedur/mal-administrasi 33 kasus, diikuti antara lain oleh
penyalahgunaan wewenang 3 kasus, permintaan imbalan uang/korupsi 2 kasus.
4.2.1.2.Supremasi Hukum (Rule of Law)
Good governance dilaksanakan dalam rangka demokratisasi kehidupn
berbangsa dan bernegara. Salah satu syarat kehidupan demokrasi adalah adanya
penegakkan hukum yang adil dan tanpa pandang bulu. Tanpa penegakkan hukum
yang tegas, para pejabat publik bebas berupaya mencari tujuannya tersendiri tanpa
mengindahkan aspirasi dan kepentingan orang lain (warga masyarakat).
Oleh karena itu, langkah awal penciptaan good governance, yaitu
menjamin adanya kepastian dan penegakan hukum terhadap perbuatan
penyelewengan para pejabat publik. Ombudsman tidak berkompetensi mengenai
penegakan hukum yang sesungguhnya, akan tetapi tindakan-tindakan
pemerintahan baik tindakan hukum maupun tindakan nyata atas norma-norma
kepantasan, setiap orang mempunyai hak untuk meminta kepada Ombudsman
secara tertulis maupun lisan untuk memeriksa cara suatu organ pemerintahan
yang bertindak ketidakadilan tertentu terhadap seseorang atau suatu badan hukum.
Dalam prinsip ini, investigasi Ombudsman berkaitan dengan kasus-kasus
manipulasi, diskriminasi, mal-prakti, penyalahgunaan kewenangan,
pemecatan/pemutusan hubungan kerja secara ilegal dan pengusuran paksa, ilegal
trafficking, ilegal-loging, nepotisme, kasus-kasus ini diselesaikan investigasinya
oleh Ombudsman tanpa kompromi terhadap posisi dan kedudukan seseorang
pejabat publik.
Investigasi mal-administrasi publik dalam konteks penegakkan hukum,
yang dilakukan Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan ditentukan
berdasarkan Panduan Investigasi Ombudsman Tahun 2010, yaitu:
1. Adanya Kepastian Hukum
Bentuk-bentuk penyimpangan (mal-administrasi) dalam memberi pelayanan
kepada publik dapat terjadi kapan saja dan dimana saja. Siapa pun dapat
menjadi korban sewenang-wenang (arbitrary), penyalahgunaan wewenang,
atau penundaan berlarut-larut akan ditindak tanpa bulu.
2. Kepatuhan Terhadap Hukum
Hukum menjadi landasan bertindak bagi Ombudsman terutama pemberian
sanksi yang tegas untuk para aparatur pemerintah yang melanggarnya.
Jika dari hasil investigasi/pemeriksaan Ombudsman, ditemukan bukti akan
unsur-unsur tindakan pidana, direkomendasikan ke aparat penegak hukum
(kejaksaan dan kepolisian), untuk dilakukan proses pemeriksaan ulang. Apabila
dalam pemeriksaan aparat penegak hukum ditemukan bukti-bukti kuat yang
menunjukan tindakan pidana, maka diteruskan pada proses hukum (persidangan
pengadilan). Dalam hal ini, siapa saja (pejabat negara dan pemerintahan, aparat,
penegak hukum dan lembaga peradilan) yang melanggar hukum di tindak tanpa
kecuali sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4.2.1.3. Transparansi (Transparancy)
Salah satu karekteristik good governance adalah keterbukaan
(transparansi). Karakteristik ini sesuai dengan semangat demokratisasi di abad ini
yang semua serba terbuka akibat adanya revolusi informasi. Secara konseptual,
transparansi dibangun atas dasar akses arus informasi yang bebas. Secara konkrit,
penerapan prinsip transparansi dapat dijabarkan pada arus informasi dan
komunikasi yang akurat bagi masyarakat umum dalam kaitan dengan adanya
keterbukaan dalam hal pengambil keputusan Ombudsman dan dalam proses
implementasi atau pelaksanaannya.
Transparansi merupakan syarat utama bagi suatu keberhasilan tugas
Ombudsman yang efisien. Keterbukaan mengandung makna bahwa setiap warga
masyarakat mengetahui proses pengambilan keputusan oleh Ombudsman
terhadap investigasi yang dilakukannya. Dengan mengetahui informasi
memungkinkan masyarakat itu memikirkan dan pada akhirnya ikut memutuskan.
Prinsip transparansi Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan
dalam mendorong good governance di Timor Leste, sebagai berikut:
1. Keterbukaan Informasi
Keterbukaan informasi berhubungan dengan hasil-hasil kerja yang di capai
Ombudsman yang perlu diketahui oleh masyarakat (pelapor), yaitu
keterbuaka Misalnya:
a. Informasi tentang hasil akhir penanganan investigasi terhadap
kasus-kasus mal-administrasi publik yang dicapainya.
b. Informasi tentang Publikasi Laporan Akhir Hasil Investigasi
kasus-kasus Mal-administrasi Publik.
c. Informasi Hasil Kerja Tahunan Ombudsman/Annual Reports
kepada Parlemen Nasional
d. Akses bebas website Ombudsman http//www. Ombudsman.org.tls
2. Keterbukaan Prosedur.
Keterbukaan prosedur, berhubungan dengan prosedur pengambilan keputusan
maupun prosedur penyusunan rencana. Keterbukaan prosedur merupakan
tindakan Ombudsman yang bersifat publik. Misalnya:
a. Keterbukaan akan suatu pengaduan apakah diterima atau ditolak
untuk ditindaklanjuti.
b. Terbuka dalam pemberian informasi tentang tindaklanjuti suatu
kasus dicapainya.
c. Informasi hasil akhir dari klarifiksi intansi Terlapor.
d. Keterbukaan informasi kepada media cetak dan eletronik.
4.2.1.4. Daya Tanggap (Responsiveness)
Responsif/daya tanggap adalah kemampuan Ombudsman untuk mengenali
aspirasi dan tuntutan kepentingan yang berkembang di masyarakat, menyusun
agenda atau prioritas layanan terhadap laporan-laporan pengaduan masyarakat
dengan perubahan situasi/kondisi mengakomodasi aspirasi masyarakat, serta
mengambil prakarsa untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi
masyarakat secara tepat dan cepat. Misalnya, pada kasus-kasus kesalahan
kepengurusan administratif yang berkaitan dengan tidak tertanggap dan pekanya
pemerintahan terhadap tuntutan basic need masyarakat seperti hak-hak sipil,
politi, ekonomi, sosial, budaya dan keamanan), Ombudsman Hak Asasi
Manusia Dan Keadilan, mengambil prakarsa untuk menyelesaikannya tidak
dilalui investigasi/pemeriksaan objektif, akan tetap bertindak untuk
penyelesaiannya secara cepat yaitu cukup mengeluarkan desposisi hukum atau
mengontak secara lansung lewat sambungan telepon kepada atasan pejabat
Terlapor untuk meminta klarifikasinya dan juga permohonan
pertanggungjawabannya.
4.2.1.5.Konsensus (Consensus Oriented)
Di dalam good governance, pengambilan keputusan maupun pemecahan
masalah bersama lebih diutamakan berdasarkan konsensus, yang dilanjutkan
dengan kesediaan untuk konsisten melaksanakan konsensus yang telah diputuskan
bersama. Konsensus bagi Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan bukan
hal baru, karena ini salah satu kompetensi Ombudsman untuk memecahkan dan
menyelesaikan masalah mal-administrasi publik melalui mediasi dan konsiliasi.
Dalam pengalaman Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan,
berkaitan dengan prinsip konsensus, Ombudsman menjembatani kepentingan-
kepentingan yang berbeda demi terbangunnya suatu konsensus menyeluruh dalam
hal apa yang terbaik bagi kelompok-kelompok kepentingan masyarakat dengan
pemerintah. Misalnya, jika ada perbedaan kepentingan antara masyarakat dengan
pemerintah seperti kelalaian pemerintah pusat dan daerah dalam
mengimplementasi kebijakan-kebijakan yang ditetapkannya seperti: kelalaian
pemerintah dalam mentertibkan masalah-masalah seperti sampah rumah tangga,
industri air minum mineral, pembangunan bak dan saluran air bersih,
pembangunan pembangkit listrik dan ketertiban peliharaan ternak masyarakat,
perjudian ilegal, dll. Ombudsman menetapkan kebijakan-kebijakan melalui
mediasi dan konsiliasi untuk mengakhirinya.
4.2.1.6.Keadilan (Fairness)
Melalui prinsip good governance, fairness lebih menyangkut moralitas
yang memperlakukan semua orang memiliki kesempatan yang sama untuk
memperoleh keadilan. Akan tetapi baik karakter, sikap dan perilaku institusi
publik cenderung mempraktikan ketidakadilan (penyalahgunaan wewenang, mal-
administrasi publik, diskriminasi, salforiented pelanggaran hak asasi manusia,
dll). Dengan demikian, Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan berperan
dalam menuntut keadilan pemerintah terhadap yang dirugikan secara material dan
immaterial.
Berkaitan dengan prinsip keadilan, Ombudsman menjamin
indenpendensinya dalam membangun investigasi yang bersifat netralitas,
imparsiaitasl/tidak memihak, jujur dalam mengambil keputusan keputusan penting
dalam penyelesaiannya berdasarkan bukti-bukti yang ditemukan sesuai tingkat
pelanggaran yang diperbuatkan.
4.2.1.7.Keefisienan dan Keefektifan (Effectiveness and Efficiency)
Pada prinsip ini, strategi good governance adalah perlu mengutamakan
efektifitas dan efisiensi dalam setiap kegiatan. Efesiensi menyangkut
pertimbangan tentang keberhasilan organisasi layanan Ombudsman. Efektivitas
menyangkut perbaikan struktural sesuai dengan tuntutan perubahan seperti
menyusun kembali struktur kelembagaan secara keseluruhan, menyusun jabatan
dan fungsi yang lebih tepat, serta berupaya mencapai hasil yang optimal dengan
memanfaatkan dana dan sumber daya lainnya yang tersedia secara efisien dan
efektif.
Implementasi terhadap prinsip ini, penggunaan sumber daya keuangan
yang ada dialokasikan bagi peningkatan kinerja investigasi yang efektif dan
efisien yaitu melakukan perekrutan tambahan investigator/penyidik mal-
administrasi publik, pengunaan sumber daya keuangan yang tersedia bagi
pembiayaan kegiatan investigasi kasus-kasus mal-administrasi publik baik di
nasional dan di daerah/lokal yang Optimal di tahun 2011-2012.
4.2.1.8. Prinsip Akuntabilitas
Setiap kegiatan yang berkaitan dengan good governance perlu
mempertanggungwabkan kepada publik. Tanggung gugat dan tanggungjawab
pada masyarakat luas.
Akuntabilitas Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan, dalam
investigasi mal-administrasi publik, dapat terlihat pada beberapa hal sebagai
berikut:
1. Adanya komitmen untuk mewujudkan suatu pemerintahan negara yang
baik, bebas dari mal-administrasi, penyalahgunaan wewenang, nepotisme,
pelanggaran hak asasi manusia, diskriminasi dan ketidakadilan.
2. Aktif dan efekti dalam mengontrol dan meningkatkannya negara
melahirkan undang-undang dan peraturan perundang-undangan untuk
mengatur tentang pelaksanaan kepemerintahan yang baik.
3. Penanganan pengaduan masyarakat masyarakat melalui:
a. Penyediaan Kotak pos pengaduan bagi masyarakat di selurh distrik
diteritori nasional.
b. Efektif menindaklanjuti laporan masyarakat
c. Efektif menindaklanjuti permintaan klarifikasi dari intansi Terlapor
d. Efektif menyelenggarakan press relies kepada publik.
e. Membangun kerja sama dengan institusi lain untuk pencegahan
mal-administrasi publik.
f. Pro aktif dalam mengamati dan menyelidiki isu-isu/wacana seputar
perilaku koruptif pejabat publik yang beredar di kalangan
masyarakat luas.
g. Penetapan kriteria untuk mengukur performansi pejabat publik.
h. Membuka forum-forum diskusi dengan para warga masyarakat.
4.2.1.9.Wawasan ke Depan (Visionery)
Dalam penerapan good governance perlu memiliki visi strategis. Tanpa
adanya visi strategis maka sebuah organisasi besar bangsa dan negara akan
mengalami kemunduruan dan ketertinggalan.
Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan memiliki visi dan misi
yang jelas tentang “promosi penegakkan kepemerintahan yang baik”.
Pelaksanaan atas visi dan misi demikian, Ombudsman memaksimalkan perannya
yang efektif melalui investigasi mal-administrasi publik, bagi terdorongnya good
governance tersebut.
Mengenai startegi ini, Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan
berperan aktif dalam melakukan investigasi kasus-kasus dugaan adanya mal-
administrasi publik yang ada di Timor Lestre, sebagai upaya yang dilakukan bagi
pecapaian sasaran visi dan misinya “Promosi penegakkan Kepemerintahan Yang
Baik” di Negara Republik Timor Leste.
Adapun rincian kegiatan investigasi mal-administrasi publik yang
dilaksanakan Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan dengan berdasarkan
9 (sembilan) prinsip good governance (kepemrintahan yang baik) pada
Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan Timor Leste sejak bulan Januari
sampai September tahun 2012, dapat ditunjukan dalam tabel 4.8. seperti
dibawah ini:
Tabel: 4.9. Kegiatan Investigasi Mal-administrasi Publik
No Kegiatan Tanggal Pelaksanaan Instansi Terlapor Total
1
Investigasi kasus
penyimpangan prosedur dan
korupsi
14-21 Januari 2012
23-31 Januari2012
Kementerian Administrasi Negara
Dan Penetapan Wilayah RDTL
3
2
Investigasi penundaan berlarut-
larut
01-07 Februari 2012
11-18 Februari 2012
Kementerian Pendidikan
3
3
Investigasi kasus ketidakadilan 11-18 Maret 2012 Kementerian Keadilan 2
4
Investigasi kasus bertindak
sewenang-wenang
03-07 Mei 2012 Kementerian Solidaritas Sosial 2
5
Investigasi kasus
penyimpangan
prosedur
13-17 Mei 2012
10-14 Juni 2012
Kementerian Administrasi Negara
Dan Penetapan Wilayah RDTL
3
6 Investigasi kasus ketidak
adilan
03-07 Juni 2012
14-14 Juni 2012
Kementerian Solidaritas Sosial
RDTL
4
7 Investigasi kasus Permintaan
uang imbalan jasa/korupsi
17-21 Juni 2012
Kementerian Solidaritas Sosial
RDTL
2
8 Investigasi kasus penundaan
berlarut
01-05 Juli 2012 Kementerian Pendidikan RDTL 2
9 Investigasi kasus tidak
menangani
05-07 Agustus2012
12-16 Agustus 2012
Kementerian Keadilan 3
10 Investigasi dan pemalsuan dan
korupsi
26-29 Agustus 2012
02-06 September 2012
Kementerian Administrasi Negara
Dan Penetapan Wilayah RDTL
3
11 Investigasi penyalahgunaan
wewenang
09-13 September 2012 Kementerian Solidaritas Sosial
RDTL
3
Jumlah total kasus: 29
Sumber: Data Hasil Penelitian September 2012
Pada tabel 4.9 terlihat bahwa sebanyak 110 laporan tertulis yang masuk
sampai akhir September 2012, Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan
telah berhasil menginvestigasinya sebanyak 29 kasus dari 41 kasus yang ada.
Sehingga prosentasi tindaklanjutnya investigasi mal-administrasi publik terhadap
instansi publik Terlapornya masyarakat sebesar 1,41 %. Dengan kategori
substansi kasus mal-administrasi publik sebagai berikut:
Dua (2) kasus perbuatan tidak menangani di Kementerian Administrasi
Negara dan Penetapan Wilayah Republik Demokratik Timor Leste.
Tiga (3) kasus perbuatan penyimpangan prosedur dan korupsi, di
Kementerian Administrasi Negara dan Penetapan Wilayah dengan
Kementerian Solidaritas Sosial Republik Demokratik Timor Leste.
Tiga (3) kasus pemalsuan dan permintaan uang imbalan jasa/korupsi di
Kementerian Solidaritas Sosial Republik Demokratik Timor Leste.
Lima (5) kasus penundaan berlarut-larut di Kementerian Kementerian
Pendidikan Republik Demokratik Timor Leste.
Lima (5) kasus perbuatan penyalahgunaan kewenangan di Kementerian
Solidaritas Sosial Timor Leste.
Tujuh (7) kasus perbuatan ketidakadilan di Kementerian Keadilan
dengan Kementerian Solidaritas Sosial Republik Demokratik Timor
Leste.
Sisanya sebanyak 11 kasus yang merupakan perbuatan maladministrasi lainnya
misalnya nyata-nyata berpihak, nepotisme, penggelapan, penguasaan tanpa hak
dan lainnya.
Berdasarkan pada hasil penindaklanjutnya 29 kasus di atas dalam jangka 9
(sembilan) bulan Januari-September 2012 hingga tahun 2013, menunjukan bahwa
peran tugas dan kewenangan investigasi mal-administrasi publik yang
diamanatkan dalam pasal 23 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004, Ombudsman
Hak Asasi Manusia Dan Keadilan sudah dilaksanakan dengan baik dan efektif.
Sebagai komitmen yang tinggi untuk mencapai sasaran akan visi dan misinya,
yaitu mewujudkan promosi penegakkan kepemerintahan yang baik (good
governance) di Timor Leste.
Hal ini diungkapkan melalui hasil wawancara dengan informan1 yang
menyatakan bahwa:
Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan aktif melaksanakan
Investigasi terhadap kasus-kasus mal-administrasi publik. Karena
investigasi merupakan tugas/pekerjaan rutin salah satu departemen kami
yaitu Departemen Investigasi Mal-administrasi Publik. Pada departemen
ini terdapat 6 (enam) orang investigator, yang dibekali pengetahuan,
pemahaman dan pendalaman investigasi yang strategik untuk memeriksa
dan mengali informasi/data mendalam mengenai suatu kasus yang
ditangganinya. Sehingga ke enam orang investigator tersebut
mengupayakan semaksimal mungkin untuk bisa menyelesaikan laporan
pengaduan masyarakat dengan cepat dan tepat waktu.
Hasil informasi di atas sangat jelas bahwa apa yang dilakukan setiap kerja
trimesternya Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan adalah mereka
melaksanakan peran tugas utamanya yaitu menginvestigasi kasus-kasus mal-
administrasi publik sebagai suatu tindakan pencegahan untuk memungkinkan
pemerintah dapat melaksanakan pemerintahan yang baik pada setiap layanan
publik terhaadap masyarakat.
Begitu pula dengan informan2 lain menjelaskan bahwa:
Sekalipun jumlah laporan masyarakat secara kuantitas tahun kerja 2012 ini
menurun (110), namum investigasi terhadap kasus-kasus dugaan adanya mal-
administrasi publik tetap mengalami peningkatan. Sejak tahun 2011 sampai 2012
ini para investigator di Divisi Good Governance sudah melaksanakan
tugas/pekerjaan dalam menginvestigasi dan/atau menangani laporan-laporan
pengaduan (kasus) oleh Warga masyarakat dengan baik, yaitu membuat Laporan
hasil Investigasi Akhir, membuat rekomendasi berkaitan dengan laporan
masyarakat dan juga bagi kepentingan umum, mengumunkan hasil temuan dan
1 Wawancara yang dilakukan Peneliti dengan Direktur Good Governance di Kantor Ombudsman
Hak Asasi Manusia Dan Keadilan Timor Leste pada tanggal 9 September 2013. 2 Wawancara yang dilakukan Peneliti dengan Kepala Departemen Investigasi Mal-administrasi
Publik di Kantor Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan Timor Leste pada tanggal 10
September 2013.
kesimpulan kepada publik dan juga mewakili masyarakat (Pelapor) untuk bertemu
lansung dengan Terlapor.
Dari hasil wawancara dengan kedua informan sebagaimana di kemukakan
di atas dan juga hasil observasi Peneliti, maka Peneliti menginterpretasikan bahwa
Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan benar-benar melaksanakan tugas
dan kewenangannya sebagai investigasi mal-administrasi publik sudah berjalan
dengan baik dan efekti untuk mendorong terwujudnya good governance di Timor
Leste. Hal ini dapat dibuktikan sebagai berikut:
1. Menurunnya laporan-laporan pengaduan masyarakat kepada Ombudsman di
tahun 2012, karena para pejabat publik sudah semakin takut untuk berbuat
kesalahan-kesalahan administratif, karena adanya pengawasan masyarakat dan
juga berperan aktifnya para Invistigator Departemen Investigasi Mal-
administrasi Publik, Divisi Good Goveernance, untuk menindaklanjuti laporan
masyarakat yang berkaitan dengan tindakan mal-administrasi. Terutama,
meminta keterangan, memeriksa putusan, meminta klarifikasi, membuat
Laporan hasil Investigasi Akhir, membuat rekomendasi berkaitan dengan
laporan masyarakat dan juga bagi kepentingan umum, mengumumkan hasil
temuan dan kesimpulan kepada publik dan juga mewakili masyarakat
(pelapor) untuk bertemu lansung dengan Terlapor.
2. Penurunan perbuatan korupsi para pejabat publik di Timor Leste pada tahun
2012, yang dipublikasikan oleh Lemabaga Transparansi Internasional dimana
Indeks Perbuatan Korupsi (IPK) Timor Leste berada pada level rendah yaitu,
2,3 (dua koma tiga) dari urutan negara 123 di dunia.
3. Para pejabat publik semakin sadar untuk tidak mengunakannya lagi aset negara
(mobil atau sepeda motor kantor/dinas) untuk melakukan kampanye Pemilihan
Umum legislatif pada periode bulan Mei tahun 2012.
4. Pemerintah memberikan gaji/esentif tambahan kepada para Medis dan Perawat
yang bertugas di Rumah Sakit di seluruh Timor Leste serta para Pengajar
(guru) di sekolah-sekolah terpencil di Timor Leste.
5. Unit-unit Inspeksi Umum di setiap instansi publik di Timor Leste mulai
mengambil kebijakan tindakan pemeriksaan rutin setiap trimester terhadap
kinerja setiap divisi dan departemen yang bertindak sebagai layanan publik, dll.
Pelaksanaan investigasi mal-administrasi publik Ombudsman Hak Asasi
Manusia Dan Keadilan dilakukan oleh ke 6 (enam) Investigator yang ada di
Departemen Investigasi Umum Mal-administrasi Publik, Divisi Good
Governance, sudah berjalan dengan baik, aktif, cepat dan tepat.
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan3 salah seorang investigator
senior mal-administrasi publik di Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan
menyatakan bahwa:
Saya sebagai seorang investigator, sudah mengetahui tentang tugas dan
kewajiban saya yang perlu dilakukan di tempat kerja.Yang saya lakukan
adalah mengatur jadwal kerja rutin investigasi terhadap laporan-laporan
pengaduan masyarakat yang disampaikan ke Ombudsman, membuat
transkrip hasil investigasi, menganalisa permasalahan, menentukan pelaku
mal-administrasi, membuatkan laporan tentang hasil temuaan investiga,
mengambil kesimpulan kemudian merekomendasikan kepada instansi
Terlapornyaa masyarakat. Seperti pada tahun 2012 ini saya mengeluarkan
3 Wawancara yang dilakukan Peneliti dengan Investigator Mal-administrasi Publik di Kantor
Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan Timor Leste pada tanggal 11 September 2013.
10 rekomendasi kepada Kementerian Keuangan, Komisi Kepegawaian
Negara, Kementerian Solidaritas Sosial dan Kementerian Pendidikan.
Dari keterangan informan di atas, Peneliti menginterpretasikan bahwa
Anggota Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan beserta jajarannya
Direktur Divisi Good Governance dan Kepala Departemen Investigasi
menyatukan persepsi atau pemahaman yang sama antara pelaksana investigasi
mal-administrasi publik (6 Investigator) baik di front office maupun back office
menjalankan tugas investigasi mal-administrasi publik yang objektif dan akurat
sesuai 14 (empat belas) Program Investigasi Strategik Ombudsman yaitu:
1. Membuat studi analisis avaliasi preliminar terhadap substansi kasus
mal-administrasi yang sudah tercantun pada panduan Investigasi Mal-
administrasi Ombudsman tahun 2010.
2. Mengidentifikasi serta menentukan pelaku/responden yang dilaporkan
dengan jelas untuk diperiksa/diinvestigasi secara mendalan.
3. Menyusun perencanaan program kerja/invesstigasi yang tepat sesuai
waktu yang ditentukan (45 hari).
4. Menyampaikan surat pemangilan terhadap Terlapor dari instansi yang
bersangkutan.
5. Memeriksa, meminta keterangan dan menyerahkan dokumen-
dokumen-dokumen penting yang berhubungan dengan suatu kasus.
6. Meminta klarifikasi ulang dengan pelapor untuk tambahan informasi
yang lebih akurat untuk memudahkan penuntutan.
7. Menganalisa data hasil temuan (fact finding) akurat.
8. Mengungkan hasil temuan tentang tingkat pelanggaran yang
diperbuatkan oleh Terlapor
9. Membuatkan rekomendasi dari laporan hasil temuan investigasi
berdasarkan undang-undang yang ada.
10. Mempersiapkan press relise terhadap hasil temuan investigasi kepada
publik melalui media masa.
11. Mengirimkan hasil temuan investigasi, hasil kesimpulan dan
rekomendasi kepada instansi Terlapor
12. Menindaklanjuti hasil klarifikasi atau tanggapan dari instansi Terlapor
dalam jangka 60 hari.
13. Jika dalam jangka waktu 60 hari instansi Terlapor belum juga
memberikan klarifikasi atau tanggapan, Ombudsman
menindaklanjutnya dengan melakukan upaya pendekatan persuatif
dengan mengontak melalui jaringan telepon lansung maupun
menyampaikan disposi legal untuk meminta klarifikasinya.
14. Menyampaikan hasil investigasi kepada pelapor dan publik mengenai
sikap, perilaku dan perbuatan mal-administrasi di suatu instansi
pemerintahan.
Bukti konkrit menunjukan bahwa, dengan Ombudsman Hak Asaasi
Manusia Dan Keadilan menyampaian hasil temuan-temuan investigasi mal-
administrasi publiknya melalui press realise kepada publik dengan menyebutkan
nama institusi yang bersangkutan. Berdampak pada pejabat dari institusi yang
dipublikasikan menjadi minder (malu) terhadap publik. Solusinya mereka bangkit
untuk membenahi kekurangan atau kesalahan yang ada kedepannya atau
melakukan reparasi dan kuratif. Misalnya, dari Kementerian Perdagangan Timor
Leste sejak bulan April 2012, para pegawai dari institusi bersangkutan turun ke
lapangan untuk melakukan pengontrolan terhadap para pedagan beras di pasar-
pasar umum apabila ditemukan pedagan yang bandel menaikan harga jual kembali
kepada para konsumen dengan harga USD$ 22.00 (dua puluh dua Dollar
Americana) per sak, maka diberi teguran dan sanksi untuk tidak mendapatkan
kembali kuota subsidi beras merek MTCI dari pemerintah berikutnya. Hal ini
dilakukan kementerian tersebut untuk mencegah teriakan dan kritikan dari warga
masyarakat yang berpendapatan rendah yang tidak mampu membeli harga beras
subsidi dengan harga yang membumbung tinggi, sekaligus mencegah warga
masyarakat berterus-terusan mendatangi Kantor Ombudsman untuk melaporkan
tentang kenaikan harga beras subsidi pemerintah merek MTCI 25 kilogram yang
ilegal.
Peran tugas dan kewenanagan investigasi mal-administrasi publik yang
dilakukan Ombudsman Hak Asasi Manusia sejak tahun 2010 hingga 2012, telah
memberikan dorongan yang signifikan terhadap institusi publik pemerintahan di
Timor Leste dapat melaksanakan pemerintahan yang baik. Untuk pemberian
penilaian terhadap keberhasilan peran Ombudsman dalam mendorong institusi
publik di Timor dalam melaksanakan tatanan kepemerintahan yang baik (good
governance, berikut hasil wawancara peneliti dengan informan dari Komisi A,
Parlemen Nasional Timor Leste, Nyonya Carmelita Caetano Moniz 4, yang
membidani Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan, sebagai berikut:
Para anggota Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan (ketua dan
wakil ketua) yang terpilih dan para penyidik/investigator mal-administrasi
Publik, sudah memahami betul tentang peran menginvestigasi mal-
administrasi publik. Mereka telah berupaya maksimal dalam mereformasi
pemerintahan dari kinerja layanan administrasi publik yang buruk, dapat
menuju yang baik dan efektif. Salah satu indikasi yang dapat terlihat
adalah selama ini mereka aktif bertugas dalam menginvstigasi mal-
administrasi publik, buktinya Laporan Hasil Kerja Tahun 2011 mereka ada
di Parlemen Nasional. Setelah di baca ada sekitar 20 kasus mal-
administrasi lebih yang mampu diselesaikan Ombudsman ini menunjukan
keberhasilannya. Dengan demikian, dapat saya menilai bahwa good
governance telah berjalan. Kenyataannya sejak tahun 2012 sampai
sekaran 2013 jaran ada warga masyarakat yang mendatangi Parlemen
Nasional untuk menyampaikan keluhan-keluhan atu laporan-laporan
tentang mal-administrasi publik. Ini berarti Ombudsman telah bekerja
maksimal untuk mengatasi pemerintahan buruk tersebut.
Informasi dari informan di atas, itu sebagai suatu pembuktian bahwa
Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan telah berperan dengan baik dan
aktif dalam menginvestigasi mal-administrasi publik, sebagai upaya untuk
mendorong penegakkan good governence di Timor Leste. Kenyataannya dapat
dilihat sejak dari tahun 2011 hingga 2013 tak ada lagi warga masyarakat yang
mendatangi Kantor Parlemen Nasional untuk menyampaikan keluhan tentang
tindakan pemerintahan yang buruk (mal-administrasi publik). Hal ini menunjukan
pemerintahan semakin memahami arti pentingnya good governance beserta
prinsip-prinsipnya, sehingga mampu memperbaiki kesalahan-kesalahan
administratifnya, terutama dengan meningkatkan pengontrolan terhadap prosedur
layanan administrasi kepada kepentingan publik dengan menerapkan prinsip-
4 Wawancara yang dilakukan Peneliti dengan Anggota Komisi A Parlemen Nasional yang
membidani Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan di Komisi A Parlemen Nasionaal TL’s
pada tangga l9 September 2013.
prinsip transparansi, akuntabilitas dan berkeadilan yang tepat sesuai dengan
peraturan perundangan-undangan yang berlaku.
Selanjutnya, hasil wawancara Peneliti dengan informan5 Wakil Komandan
Kepolisian Nasional Timor Leste, Bapak Afonso de Jesus, diperoleh informasi
bahwa:
Good governance berjalan di Timor. Ini berkat di bangsa kita ada
perhatian yang terbesar dari negara (Parlemen Nasional) di tahun 2006
berinisiatif mendirikan institusi negara yang bernama Ombudsman Hak
Asasi Manusia Dan Keadilan. Dengan kehadiran lembaga tersebut, para
pempin/governantes serta birokrasinya bekerja tidak transparan, tidak
akuntabilitas, partisipatif dan melakukan praktik-praktik mal-administrasi
publik Ombudsmanlah/Provedoria yang memberi petunjuk bagaiman
prinsip-prinsip good governance harus diterapkan dan dilaksanakan. Saya
melihat dan menilai bahwa penyelenggaraan kepemerintahan di Timor
Leste berjalan transparan transpara walapun tidak 100 % akan tetapi good
governance berjalan ini karena hasil pengawasan Ombudsman yang aktif.
Harus diakui bahwa, institusi Kepolisian Nasional, juga mendapatkan
rekomendasi dari Ombudsman, mengenai tindakan Polisi Nasional dalam
pemberian layanan terhadap para tahanan yang berada di sel-sel tahanan
sementara/prefentif di setiap instansi Polisi Nasional baik di pusat
maupun di daerah, yang dinilai Ombudsman ada kesalahan dalam hal
pemberian penanganan yang tidak terstandar sesuai dengan porsi hak asasi
manusia, yaitu dari segi pemberian makanan dan minuman dan
memperoleh kesehatan yang layak. Ada sekitar 2 rekomendasi
Ombudsman sampai ke tanggan institusi Kepolisian Nasional Timor Leste
(PNTL) pada tahun 2011 yang lalu. Kami selaku superior/atasan
Kepolisian Nasional mengadakan rapat dan mencarian solusi bagi
perbaikan sistem kerja yang tidak transparan harus ditransparansikan,
yaitu melakukan tindakan perbaikan terhadap sistem penanganan hukum
terhadap masyarakat, yang disesuaikan dengan standar hak asasi manusia
dan juga perbaikan kekurangan-kekurangan dalam layanan administrasi
kepolisian yang ada. Alasan Kepolisian Nasional Timor Leste,
menanggapi baiknya rekomendasi Ombudsman ini, karena apabila suatu
institusi direkomendasi Ombudsman berarti institusi tersebut bekerja
kurang transparan, akuntabel dan partisipatif. Dengan demikian,
Kepolisian Nasional termasuk salah satu institusi penegak hukum di
Timor Leste, telah melakukan perbaikan secara institusional sejak
5 Wawancara yang dilakukan Peneliti dengan Wakil Komandan Kepolisian Nasional Timor Leste
di Markas Besar Kepolisian Nasionaal TL’s pada tanggal 20 September 2013.
diterimanya rekomendasi-rekomendasi Ombudsman tahun 2011. Hal ini
dilakukan Kepolisan Nasional karena menginginkan kinerja Kepolisian
Nasional transparensi, dengan satu tekad dan harapan yang kuat bagi
terwujudnya good governance di Timor Leste.
Penjelasan informan di atas, di perkuat pula ole informan6 yang lainnya
yaitu, Direktur Judicial System Monitoring Programme (JSMP) Timor Leste,
Bapak Luis de Oliveira Sampaio, yang menyatakan bahwa:
Kinerja pemerintahan di Timor Leste, semenjak tahun 2006, berjalan
kurang transparan, demokratis, partisipatif dan pelanggaran hak asasi
manusia karena terkait suburnya perbuatan penyalahgunaan wewenang,
mal-administrasi, korupsi, kolusi dan nepotisme. Kinerja Ombudsman
Hak Asasi Manusia Dan Keadilan lebih berfokus pada konsep integratif
good governance, maka fungsi tugas, kewenangan dan perang
Ombudsman dalam memberantas dan mencegah mal-administrasi publik
di Timor Leste selama ini sudah baik dan optimal. Ini terbukti dengan
proaktifnya/bergeraknya Ombudsman dalam memberdayakan masyarakat
untuk melakukan pengontrolan terhadap kinerja administrasi publik
pemerintahan baik pusat dan daerah. Hal ini, terlihatnya Ombudsman aktif
melakukan pemantaun terhadap hasil putusan pengadilan, mengontrol
proses layanan administrasi pengadilan dan perilaku para hakim dan jaksa
melakukan perbuatan tercela, dan atau tidak memenuhi syarat hakim dan
jaksa yaitu korupsi, penyuapan, tindak pidana lainnya.
Selain dua informan di atas, untuk membuktikan berperannya Ombudsman
Hak Asasi Manusia Dan Keadilan dalam menginvestigasi mal-administrasi publik
di Timor Leste, dinilai oleh warga masyarakat sebagai berikut: Berdasarkan hasil
wawancara dengan informan 7 warga masyarakat Desa Bemori, Kecamatan Dili
Timur, Distrik Dili, dinyatakan bahwa:
6Wawancara yang dilakukan Peneliti dengan Direktur Judicial System Monitoring Programme
(JSMP) di Kantor JSMP Kolmera, Dili, Timor Leste pada tanggal 25 September 2013. 7 Wawancara yang dilakukan Peneliti dengan salah seorang warga masyarakat (Pelapor), di
kediamannya di Desa Bemori, Kecamatan Dili Timur, Kabupaten Dili, pada tanggal 26
September 2013
Keberadaannya Ombudsman di Timor Leste kini telah berusia 7 tahun lebih.
Dinilai sudah memiliki pengalaman investigasi mal-administrasi publik
yang mendalam. Salah satu contoh misalnya: saya sendiri, di tahun 2010,
mendatangi kantor Ombudsman untuk melaporkan kasus pemecatan diri
saya dari pegawai negeri negeri secara tidak adil oleh atasan saya (Menteri
Keuanga). Ombudsman bertindak serius dalam memeriksa substansi laporan
permasalahan saya. Yaitu melakukan pemangilan terhadap instansi
Terlapor, melakukan investigasi. Saya sendiri dipangil investigator
Ombudsman 2 kali untuk mengumpulkan dokumen sebagai bukti akurat,
meminta klarifikasi permasalahan pemecatan saya Kementerian Keuangan.
Menjelan satu bulan kemudian kala saya tidak salah di bulan Juni 2011,
laporanpermasalahn saya telah direkomendasikan ke Instansi Kementerian
Keuangan Negara Republik Demokratik Timor Leste. Dan sekarang ini
saya sedang menungguh hasil tanggapan/klarifikasi dari Menteri Keuangan
Republik Demokratik Timot Leste. Dengan demikian, saya dapat
memberikan penilaian bahwa kinerja Ombudsman dalam investigasi mal-
administrasi sebagai tindakan pencegahan terhadap pemerintahan yang
buruk sudah berjalan dengan baik.
Dari hasil informasi yang dikemukakan oleh ketiga informan pada
wawancara di atas, maka Peneliti dapat menginterpretasikan bahwa, tentang
peran Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan dalam melaksanakan tugas
investigasi mal-administrasi di Timor Leste dinilai sudah berjalan optimal, aktif
dan posetif.
Hasil penilaian di atas, bukti konkritnya adalah keberhasilan peran
Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan dalam mendorong pelaksanaan
kepemerintahan yang baik di Kementerian Administrasi Negara Dan Penetapan
Wilayah dan Kementerian Solidaritas Sosial pada tahun 2011-2012.
Berdasarkan hasil wawancara Peneliti dengan informan8 di dapatkan
informasi/data bahwa:
8 Wawancara yang dilakukan Peneliti dengan Bapak Mario Frederico Soriano Bareto Kepala Departemen
Sumber Daya Manusia, Divisi Nasional Administrasi Dan Keuangan di kantor Kementerian Solidaritas
Sosial RDTL pada tanggal 27 September 2013.
Kami selaku pegawai di Kementerian Solidaritas Sosial, pada umumnya
memahami tentang apa itu good governance. Akan tetapi berbicara soal
prakti orang luar yang menilainya. Untuk memberi penilian tentang peran
Ombudsman dalam mendorong good governance, selama ini dapat dilihat
dari sisi investigasi berjalan aktif. Harus diakui, bahwa dalam rangka
pengimplementasian kebijakan program pemerintah atas pemulangan
pengungsi krisis politik militer dan keamanan tahun 2006, para pejabat di
lingkungan kerja Kementerian Solidaritas Sosial tidak melakukan sistem
pengontrolan/pengawasan yang ketat terhadap ruang gerak para
pegawai/petugas Komisi Membangun Masa Depan/Komisaun Hari Futuru
yang bertugas dalam mengumpulkan data dilapangan maupun yang
bekerja dibalik meja kantor. Sebagai dampaknya/nia impaktu maka ada
sebagian yang melakukan praktik penagihan ilegal terhadap uang
pembayaran ganti kerugian para warga pengungsi krisis politik militer dan
keamanan 2006, yang hendak dikembalikan pemerintah ke tempat tinggal
semula. Berkaitan dengan kasus pengihan ilegal yang dilakukan
pegawai/petugas Komisi Masa Depan, Kementerian Solidaritas Sosial,
maka ketika 3 Laporan Hasil Investigasi Mal-administrasi Publi,
Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan masuk di Kementerian
Solidaritas Sosial tahun 2011, para pemimpin di Kementerian Solidaritas
Sosial mengadakan rapat konsultatif, untuk mendiskusikan mengenai
kasus penagihan ilegal yang dilakukan oleh beberapa orang pegawai
yang dikontrak Komisi Mmbangun Masa Depan, Kementerian Solidaritas
Sosial. Dan hasil keputusan yang diambil oleh dewan konsultif mencapai
suatu konsensus bersama untuk mengeluarkan 19 orang pegawai
kontrakan dari Kementerian Solidaritas Sosial pada tahun 2011, dan ada
dua kasus penagihan ilegal yang dirasakan bahkan dinilai oleh Dewan
Konsultif sangat berat maka diajukan ke pengadilan untuk diproseskan
secara hukum.
Pemberian informasi yang hampir sama juga di kemukakan oleh informan9
dalam hasil wawancara sebagai berikut:
Pada tahun 2012, tiga orang pegawai kami (Kabinet Pemeriksaan Umum),
Kementerian Administrasi Negara Dan Penetapan wilayah mendapatkan
surat pangilan dari Ombudsman. Isi surat pangilan Ombudsman, berkaitan
dengan masalah yang berhubungan dengan keuangan, yaitu tender
supply/persediaan seragam kantor Kementerian Administrasi Negara Dan
Penetapan wilayah. Untuk menjamin transparansi dan akuntabilitas di
institusi kami, surat pangilan Ombudsman kami folow up, dan ke tiga
orang pegawai kami memberi pengarahan (briefing), kemudian
9 Wawancara yang dilakukan Peneliti dengan Bapak Tito Baros Jhon Wakil Sub Inspektur
Kabinet Inspeksi Umum, Kementerian Administrasi Negara Dan Penetapan Wilayah di kantor
Kementerian Administrasi Negara Dan Penetapan Wilayah pada tanggal 30 September 2013.
diperintahkan menhadap ke Ombudsman, untuk tujuan memberi
keterangan yang diperlukan. Ketiga pegawai kami menuruti pangilan
Ombudsman dan akhirnya mereka mendatangi kantor Ombudsman untuk
memberi keterangan/informasi sesuai yang di perlukan Ombudsman. Kini
kami sedang menungguh hasil rekomendasi dari Ombudsman.
Berdasarkan informasi yang diberikan oleh kedua informan (Kepala
Departemen Sumber Daya Manusia Kementerian Solidaritas Sosial Dan Sub
Inspektur Umum Kementerian Administrasi Negara Dan Penetapan Wilayah) di
atas dapat dikemukakan bahwa tentang peran tugas dan kewenangan investigasi
Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan dalam pemberantasan dan
pencegahan dugaan adanya perbuatan mal-administrasi publik sudah dilaksanakan
maksimall dan aktif, terkait dengan hal-hal sebagai berikut:
1. Ombudsman sudah maksimal melakukan pemeriksaan atas laporan
penyelenggaraan pemerintahan negara yang buruk.
2. Ombudsman sudah masimal dalam produk Laporan Hasil Akhir
Investigasi Kasus mal-administrasi Publik yang tepat cepat dan tepat
waktu.
3. Tingkat efektifitas kinerja Ombudsman telah mampu menyelesaikan
kasus-kasus dugaan adanya mal-administrasi yang dilaporkan oleh
masyarakat.
4. Aktif Permintaan Penjelasan (klarifikasi) mengenai laporan/keluhan
Kepada instansi Terlapor.
5. Sumber daya Investigator mal-administrasi publik Ombudsman sudah
berjalan efissien.
4.2.2. Monitoring Mal-administrasi Publik
Kegiatan monitoring atau pemantauan dilakukan Ombudsman Hak Asasi
Dan Keadilan supaya pelaksanaan program program kegiatan fisik pemerintahan
maupun layanan administratifnya kepada publik tetap konsisten pada prinsip-
prinsip kepemerintahan yang baik (good governance) dan pendekatan
pelaksanaannya. Pelaksanaan kegiatan monitoring atau pemantauan bertujuan
menjaga kinerja pelaksanaan kegiataan rutin pemerintahan, dan mencegah
kesalahan-kesalahan administratif pejabat publik (mal-administrasi) yang timbul,
agar membuka jalan bagi proses tumbuh dan berkembangannya good governance
tersebut bagi kesejahteraan masyarakat, bangsa dan negara.
Aktivitas monitoring Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan
terhadap mal-administrasi publik didiatur dalam Pasal 24 huruf (d), Undang-
Undang No. 7 Tahun 2004, tentang Statuto Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan
Keadilan, yang dinyatakan bahwa: Kompetensi Ombudsman Hak Asasi Manusia
Dan Keadilan adalah untuk melakukan monitoring, yaitu:
“Mengawasi fungsi para pejabat publik, organ-organ pemerintah, entitas
pribadi yang melaksanakan fungsi-fungsi pemerintahan bisa dilakukan
investigasi terhadap pelanggaran hak asasi manusia dan mal-administrasi
publik secara sistematis”.
Pelaksanaan kegiatan monitoring atau pemantauan mal-administrasi
publik Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan dibawah lingkup kerja
spesialisasi teknikal Departemen Pencegahan Dan Monitoring Mal-administrasi
Publik. Program kerja monitoring mal-administrasi publik Ombudsman Hak
Asasi Manusia Dan Keadilan dilaksanakan dalam tiga hal utama, yaitu:
1. Monitoring Periodik
Kegiatan monitoring periodik Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan
Keadilan di laksanakan secara trimester (tiga bulan) sekali, yaitu, perencanaan
kegiatan monitoring yang disusun oleh Departemen Monitoring, Divisi Good
Governance, berdasarkan pada laporan-laporan pengaduan warga masyarakat
(Pelapor), maupun berdasarkan inisiatif Ombudsman sendiri melalui tanggapan
atas isu-isu mal-administrasi publik yang beredar dikalangan masyarakat atau
melalui informasi media cetak dan eletronik.
Dalam kegiatan monitoring periodik Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan
Keadilan dibawah Departemen Pencegahan Dan Monitoring Mal-administrasi
Publik, Divisi Good Governance, dilakukan oleh tiga pihak (Panduan Pelaksanaan
Monitoring Ombudsman 2010), yakni:
1). Pemerintah selaku pengelola kegiatan fisik dan administratif dilakukan
monitoring atau pemantauan secara berjenjang kepada aparat yang terkait
dengan pelaksanaan kegiatan pemerintah.
2). Pengusaha privat, selaku pelaksana kegiatan fisik pemerintah, dilakukan
monitoring atau pemantauan secara berjenjang serta terkoordinasi dengan
aparat terkait.
3). Masyarakat, selaku pelaksana kegiatan fisik pemerintah dan juga penerima
manfaat, dipantau proses pelaksanaan kegiatan fisik apakah mendukung
aspirasi dan kepentingan masyarakat setempat atau tidak. Masyarakat diberi
peluang untuk mengemukakan penilaiannya atas pelaksanaan kegiatan fisik
baik berupa masukan ataupun keluhan.
Selanjutnya hal-hal yang di monitoring Ombudsman mencakup
perkembangan kegiatan rutin pemerintah (administratif) atau pemantauan kegiatan
fisik dilapangan, seperti:
1. Proyek Pembangunan Fisik
a. Yaitu, Planu Dezemvolvimento Distrital/Perencanaan Pembangunan
Distrik (PDD) dan Planu Dezemvolmento Sukus/Perencanaan
Pembangunan Sukus/Desa (PDS), yang meliputi: proyek kegiatan fisik
seperti: bangunan gedung perkantoran, sekolah, pusat kesehatan
masyarakat, jalan raya, kelistrikan, air bersih, konstrusi pemukiman
perumahan masyarakat, pasar umum, dan lain sebagainya.
b. Proyek Pembangunan Non Fisik, yang meliputi: supply/penyediaan
sumber daya (aset) pendukung aktivitas kerja perkantoran, yaitu sarana
dan prasarana pendukung aktivitas kerja perkantoran sehari-hari (Meja,
kursi, komputer, mesin foto kopy, kendaran dinas, alat tulis kantor, dll).
2. Kegiatan Monitoring Spontanitas/Mendadak.
Ombudsman sedapat mungkin mencari tahu dan menelaah secara cepat
terhadap isu-isu/wacana tentang praktik-praktik kepemerintahan yang buruk
yang beredar dan meresahkan masyarakat tanpa menungguh laporan dari
warga masyarakat terlebih dahulu, ataupun menungguh perintah dari atasan.
Seperti misalnya monitoring mendadak terhadap pembongkaran muatan kapal
laut di pelabuhan sebelum didistribusikan ke gudang pemerintah, dan juga
memonitoring mendadak terhadap loket-loket layanan publik di suatu instansi
pemerintahan yang diindikasikan adanya praktik-praktik mal-administrasi
publik.
Good governance secara konseptual mencakup 9 (sembilan) prinsip yang
dapat digunakan sebagai indikator untuk memonitoring/memantau kinerja
penyelenggaran kepemerintahan negara yang bergood governance. Namun
menurut Kwane and Jacques (1999) dalam B.C. Smith (2007: 159) menyebutkan
bahwa hanya 1(satu) prinsip good governance, yang meliputi: Akuntanbilitas
Publik yang menjadi indikator bagi Ombudsman untuk memonitoring terhadap
kepemerintahan yang baik (good governance). Penjelasan ringkas prinsip
akuntabilitas publik tersebut, sebagai berikut:
4.2.2.1. Prinsip Akuntabilitas Publik.
Pengertian akuntabilitas menurut pedoman Penyusunan Laporan
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP), tahun 2010 adalah kewajiban
untuk memberikan pertanggungjawaban atau untuk menjawab dan menerangkan
kinerja dan tindakan kolektif suatu badan atau organ-organ pemerintahan kepada
pihak yang memiliki hak atau kewenangan untuk meminta keterangan atau
pertanggungjawabannya terhadap hasil dari suatu program fisik yang
dilaksanakannya.
Dari definisi di atas dapat ditarik tiga kesimpulan yaitu:
1). Akuntabilitas adalah kewajiban sebagai konsekuensi logis dari adanya
pemberian hak dan kewenangan.
2). Kewajiban berbentuk pertanggungjawaban terhadap kinerja dan tindakan.
3). Kewajiban tersebut melekat pada badang publik/pejabat publik
Dengan demikian, akuntabilitas menjadi kunci dari 9 prinsip good
governance. Pembagian akuntabilitas sebagaimana diungkapkan LAN RI Dan
BPKP (2001:29), sebagai berikut:
4.2.2.1.1.Akuntabilitas Keunangan.
Akuntabilitas keuangan merupakan pertanggungjawaban mengenai
integritas keuangan terhadap peraturan perundang-undangan, Sasaran
pertanggungjawaban ini adalah laporan keuangan yang disajikan dan peraturan
perundangan-undangan yang berlaku mencakup penerimaan, penyimpanan, dan
pengeluaran uang negara oleh instansi pemerintah.
Berkaitan dengan hal ini, Akuntabilitas monitoring Ombudsman adalah
akuntabilitas manfaat atau efektifitas, yang pada dasarnya memantau kepada hasil
dari kegiatan-kegiatan fisik pemerintahan. Dalam hal ini seluruh aparat
pemerintahan dipandang berkemampuan menjawab pencapaian tujuan (dengan
memperhatikan biaya dan manfaatnya) dengan tidak hanya sekedar kepatuhan
hierarki atau prosedur.
Prinsip ini menuntut dua hal yaitu: (1) kemampuan menjawab yang
bermula dari responsibilitas, adalah berhubungan dengan tuntutan bagi para aparat
untuk menjawab secara periodik setiap pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan
dengan bagaimana mereka menggunakan wewenang mereka, kemana sumber
daya telah dipergunakan, dan apa yang telah dicapai dengan menggunakan
sumber daya keuangan tersebut.
4.2.2.1.2. Akuntabilitas Pembangunan
Akuntabilitas pembangunan adalah prinsip yang menjamin bahwa
setiap kegiatan penyelenggaraan pembangunan fisik dan non fisik pemerintahan
dapat dipertanggungjawabkan secara terbuka oleh pelaku kepada pihak-ihak yang
terkena dampak penerapan kebijakan. Pengambilan keputusan didalam organisasi-
organisasi publik melibatkan banyak pihak. Oleh sebab itu wajar apabila rumusan
kebijakan merupakan hasil kesepakatan antara warga pemilih (constituency) para
pemimpin politik, birokrat atau administrator, serta para pelaksana dilapangan.
Akuntabilitas publik menuntut adanya pembatasan tugas yang jelas dan
efisien dari para aparat birokrasi. Karena pemerintah bertanggung gugat baik dari
segi penggunaan keuangan maupun sumber daya publik dan juga akan hasilnya.
Kegiatan monitoring Ombudsman melalui akuntabilitas publik adalah
melakukan monitoring rutin/berkala secara trimestral setiap tahunnya, untuk
memantau sejauh mana hasil pelaksanaan program kegiatan fisik yang dicapai dan
juga pemanfaatan oleh masyarakat yang berkepentingan, terutama pada
Perencanaan Pembangunan Distrik/Planu Dezemvolvimentu Distrital (PDD) dan
Perencanaan Pembangunan Desa/ Planu Dezenvolvimentu Suku (PDS).
Dilakukannya monitoring/pemantauan Ombudsman terhadap kegiatan
PDD dan PDS adalah untuk membuat kedua program kegiatan pemerintah ini,
tetap konsisten pada prinsip dan pendekatan pelaksanaan untuk merespon
terhadap kebutuhan publik. Monitoring/pemantauan Ombudsman Hak Asasi
Manusia Dan Keadilan dalam Program Kegiatan Pemerintah PDD dan PDS
dilakukan oleh empat hal yakni:
1) Pemerintah selaku pengelola kegiatan Perencanaan Pembangunan Distrik dan
Desa, Ombudsman melakukan monitoring/pemantauan secara berjenjang
kepada pejabat/aparat yang terkait dengan pelaksanaan kegiatan PDD dan
PDS, yang berkaitan dengan alokasi anggaran (keuangan) yang dikeluarkan.
2) Konsultan, selaku fasilitator kegiatan, Ombudsman melakukan
monitoring/pemantauan secara berjenjang serta berkoordinasi dengan aparat
terkait (Bupati, Camat, Kepala Desa dan Keuangan Pemerintahan)
3) Kontraktor sebagai pemenang tender kegiatan, Ombudsman melakukan
monitoring/pemantauan secara berjenjang tentang penyelesaian kegiatan fisik.
4) Masyarakat selaku pelaksana kegiatan dan menerima manfaat, Ombudsman
memonitoring/memantau proses pelaksanaan kegiatan apakah mendukung
kepentingan masyarakat setempat atau tidak. Masyarakat diberi peluan untuk
mengemukakan penilaiannya atas pelaksanaan kegiatan baik berupa masukan
atau keluhan.
4.2.2.1.3. Akuntabilitas Administratif
Prinsip akuntabilitas publik terkait erat dengan kinerja administratif
pemerintah dan program-program pembangunan fisik dengan pengunaan
anggaran negara yang dialokasikan pada organ-organ pemerintahan untuk
membangun pembangunan fisik baik ditingkat kabupaten maupun ditinkat desa.
Monitoring Ombudsman dalam pendekatan akuntabilitas administratif
(administratif accountability), di kenal dengan internal accountability karena
merupakan praktik internal akuntabilitas, adalah kualitas administratif yang
dipantau, yaitu sejauh mana para pejabat negara dan birokrasi pemerintahan
dalam melayani aspirasi dan kepentingan masyarakat.
Dalam hal ini pelayanan administrasi publik merupakan masalah serius
terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan dan akuntabilitas birokrasi dalam
menjalankan kinerja dan fungsi-fungsi administrasi yang diartikan sebagai
penyediaan barang-barang dan jasa-jasa publik yang pada hakekatnya menjadi
tanggung jawab pemerintah. Karena pelayanan publik terkait erat dengan jasa dan
barang dipertukarkan maka penting pula untuk memasukkan definisi dari public
utilities sebagai pelayanan atas komoditi berupa barang atau jasa dengan
mempergunakan sarana milik umum yang dapat dilakukan oleh orang/badan
keperdataan.
Adapun kegiatan monitoring mal-administrasi publik didasarkan pada 9
(sembilan) prinsip good governance pada Ombudsman Hak Asaasi Manusia Dan
Keadilan Timor Leste seperti terlihat pada tabel 4.9., dibawah ini:
Tabel : 4.9 Kegiatan Monitoring Tahun 2012 (Januari s/d September)
No
Kegiatan
Tanggal
Pelaksanaan
Instansi
Terlapor
Total
Kasus
1. Monitoring laporan masyarakat tentang tidak
terkontrolnya harga penjualan beras subsidi
pemerintah oleh para pedagan di pasar umum
di Dili dan Aileu
Februari 2012 Kementrian
Perdagangan dan
Indistri RDTL
1
2. Monitoring situasi keamanan dan kondisi
kehidupan ekonmi, dosial dan kependudukan
di daerah perbatasan Mota-Ain, Kecamatan,
batugade, Kabupaten Bobonaro
5-10 Maret
2012
Kementerian Dalam
Negeri RDTL
1
3. Monitoring laporan masyarakat tentang
diskriminasi pemerintah dalam distribui hand
tructor kepada para petani sawah di Distrik
Oecusse
21-25 Maret
2012
Kementerian Pertanian
dan Perikanan RDTL
1
4. Monitoring laporan masyarakat atas dugaan
mal-administrasi publik pada pelaksanaan
Perencanaan Pembangunan Sukus/Desa
(PDS) di Kabupaten Liquisa dan manufahi
01-18 Mei 2012 Kementerian
Administrasi Negara
Dan Penetapan Wilayah
RDTL
2
5. Monitoring keterlambatan pencairan Dana
para idozus/lanjut usia
03-08 Juni
2012
Kementerian Solidaritas
Sosial
1
6. Monitoring terkait dengan Perencanaan dan
pelaksanaan proyek PDD di Distril Liquisa
18-23 Agustus
2012
Kementerian
Administrasi Negara
Dan Pengesahan
Wilayah
1
7 Monitoring sel tahanan sementara Kepolisian
Nasional Timor Leste
22-27
September 2012
Kepolisian Nasional
Timor leste
1
Jumlah Total Monitoring: 8
Sumber: Hasil Penelitian 31 September 2013
Pada tabel 4.9. Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan sejak tahun
2011, berlanjut pada bulan Januari hingga September 2012 telah melaksanakan 7
kali kegiatan monitoring di berbagai daerah. Kegiatan monitoring bertujuan
untuk menindaklanjuti laporan masyarakat baik yang belum maupun sudah
mendapat respon dari instansi Terlapor, serta mengetahui tingkat ketaatan Instansi
Terlapor terhadap tindak lanjut Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan.
Kegiatan monitoring yang telah dilaksanakan oleh Ombudsman Hak Asasi
Manusia Dan Keadilan pada triwulan I,II,III dan IV (Januari s/d Desember 2011),
dilanjutkan dengan Kegiatan Monitoring triwulan I,II, dan III (Januari-September
2013) adalah sebagai berikut:
Pada tabel di atas, terlihat bahwa peran Ombudsman Hak Asasi Manusia
Dan Keadilan melalui kegiatan monitoring untuk mendorong terwujudnya
penegakkan good governance” di Timor Leste, sudah efektif.
Berdasarkan hasi wawancara dengan informan10
Kepala Departemen
Pencegahan Dan Monitoring Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan,
menyatakan bahwa:
10
Wawancara yang dilakukan Peneliti dengan Kepala Departemen Pencegahan Dan Monitoring
di kantor Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadidlan pada tanggal 30 September 2013.
Pada tahun 2012 ini Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan
mengalami keterbatasan anggaran yang tersedia untuk mendukung
kegiatan monitoring departemen kami atas kegiatan fisik dan layanan
administratif pemerintah, namun untuk mengemban misi tugas pencegahan
mal-administrasi publik, sejak bulan Juli hingga September ini, kami
aktifkan saja kegiatan tugas monitoring kami di lapangan untuk
memantau tentang hasil-hasil pembangunan fisik yang dilakukan
pemerintah dengan para kontraktor privat. Dari kegiatan monitoring kami
ditemukan tahap pelaksanaan anggaran Perencanan dan Pelaksanaan
pembangunan Distrik, sepertinya mal-administrasi dalam penyelesaian
sebuah proyek pembangunan sebuah sekolah di Kecamatan fatuberlihu,
Distri Manufahi. Laporan dari hasil monitorinnya telah kami sampaikan
kepada instansi Kementerian Administrasi Negara Dan Penetapan Wilayah
Timor Leste, untuk melakukan pengecekan ulang terhadap hasil proyek
tersebut yang dinilai tidak disiplin dalam pengunaan anggaran PDD dan
PDS.
Informasi yang diperoleh dari informan di atas, ternyata juga sama dengan
hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti ketika datang ke kantor
Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan pada jam kerja (sekitar pukul 9.00
pagi WT) pada tanggal 19 September 2012, ternyata pada jam-jam kerja tersebut
ruangan kerja Kepala dan Staf Departemen Pencegahan Dan Monitoring Mal-
administrasi Publik tak berada di tempat kerjanya, meman pergi keluar lapangan
untuk urusan dinas/urusan kantor Ombudsman, yaitu melaksanakan monitoring ke
Pemerintahan Administratif Distrik Manufahi dan Likisa guna memantau
beberapa proyek pembangunan fisik yang dilaksanakan oleh pemerintah setempat
dengan pengunaan anggaran PDD dan PDS pada periode tahun 2011 dan 2012.
Mengacuh pada hasil wawancara dan observasi lapangan hasil kerja monitoring
Ombudsman untuk pencegahan terjadinya mal-administrasi publik sudah efektif
dan berjalan dengan baik. Buktinya, walaupun Ombudsman memiliki teterbatasan
dana yang cukup untuk membiayai program kerja atau kegiatan monitoring itu
sendiri, namun para pegawai khususnya yang bertugas dan bertanggungwab
terhadap pencegahan dan monitoring mal-administrasi publik tetap berkomitkan
dan bersemangat yang tinggi dalam melakukan atau melaksanakan program kerja
monitoring di lapangan dengan harapan untuk mencapai sasaran yang ditentukan
yaitu mencegah perbuatan para pejabat publik membuat mal-administrasi terhadap
anggaran negara yang dikeluarkan untuk pelaksanaan kegiatan pembangunan fisik
PDD dan PDS pada periode tahun anggaran 2011-2012.
Sementara itu, menurut hasil wawacara dengan informan11
menyatakan
bahwa:
Saya adalah pegawai monitoring Ombudsman yang baru karena saya baru
direkrut tahun 2011. Untuk tugas monitoring terhadap pencegahan mal-
administrasi publik saya bersama pimpinan saya kami aktif melakukan
tugas monitoring/pemantau terhadap kegiatan-kegiatan pembangunan fisik
dilapnagan. Pada tugas monitoring di trimester ke III ini yang telah kami
lakukan adalah dengan memanatu kegiatan-kegiatan pelaksanaan
pembangunan fisik di pemerintahan Administratif Distrik Manufahi. Pada
monitoring bulan agustus ini kami berfokus pada monitoring kegiatan
pembangunan fisik di Sub Distrik (kecamatan) fatuberlihu, Distrik
Manufahi. Seminggu kemudian kami melakukan monitoring di Distrik
Likisa untuk memantau tentang hasil pelaksanaan pembangunan dua buah
gedung sekolah yang dibangunan pemerintahan setempaat dengan
anggaran PDD dan PDS tahun 2011-2012.
Informasi dari kedua informan diatas disertai dengan hasil pengamatan
peneliti pada tanggal 19 September 2012, menunjukan bahwa Ombudsman Hak
Asasi Manusia Dan Keadilan telah memiliki komitmen yang sangat tinggi untuk
melakukan pencegahan terhadap perbuatan mal-administrasi publik di Timor
Leste. Buktinya bahwa, walaupun Ombudsman sendiri memiliki keterbatasan
11
Wawancara yang dilakukan Peneliti dengan Bapak Tito Baros Jhon Wakil Sub Inspektur
Kabinet Inspeksi Umum, Kementerian Administrasi Negara Dan Penetapan Wilayah di kantor
Kementerian Administrasi Negara Dan Penetapan Wilayah pada tanggal 30 September 2013.
dana untuk membiayai kegiatan-kegiatan kerja monitoring lapangan, namun para
pegawainya tanggap untuk mewujudkan penegakkan pemerintahan yang baik di
Timor Leste, para pegawai tetap bersemangat untuk melakukan pemantaun
terhadap hasil-hasil pelaksanaan pembangunan fisik di lapangan, khususnya di
lokasi Kecamatan Fatuberlihu, Distrik Manufahi pada bulan Agustus tahun 2012.
Keberhasilan tugas monitoring mal-administrasi Ombudsman Hak Asasi
Manusia Dan keadilan tersebut di atas, dapat dibuktikan melalui hasil wawancara
sebagai berikut:
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan12
menyatakan bahwa:
Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan pernah melakukan
monitoring terhadap pelaksanaan proyek konstruksi sebuah Gedung Sekolah di
Kecamatan Fatuberlihu, Kabupaten Manufahi, Timor Leste. Dari hasil monitoring
ini, Ombudsman membuat laporan dengan melampirkan scening fhoto-fhoto
lokasi pelaksaan proyek, dimana ditunjukan bhwa hanya tian-tian bangunan yang
baru didirikan, namun pembayaran telah final 100%. Upaya merespon terhadap
substansi laporan hasil monitoring Ombudsman, Kabinet Ispektorat Umum
membentuk tim yang terdiri dua orang, kemudian turun ke lokasi untuk
melakukan pemeriksaan. setelah tim sampai di dilokasi pelaksanaan proyek,
ditemukan hasil yang berbeda dengan laporan pemantauan Ombudsman, yaitu
proyek konstruksi gedung sekolah telah mencapai hasil 100%, di manfaatkan
masyarakat setempat (Fatuberlihu) untuk proses belajar mengajar. Untuk
meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pada pelaksanaan kegiatan proyek-
proyek PDD dan PDS ke depannya, secara kelembagaan institusi telah
merekomendasikan kepada setiap pemimpin masyarakat (bupati, camat dan kepala
Desa) baik di pusat, kota kabupaten dan di daerah terpencil, yang lingkungan
wilayahnya menggenah pelaksanaan kegiatan pembagunan fisik PDD dan PDS
diwajibkan melakukan pemantaun dan melaporkan hasilnya ke Kementerian
Administrasi Negara Dan Penetapan wilayah.
Memperhatikan penjelasan informan di atas pada pelaksanaan monitoring
Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan terhadap mal-administrasi publik
12
Wawancara yang dilakukan Peneliti dengan Bapak Tito Baros Jhon Wakil Sub Inspektur Kabinet
Inspeksi Umum, Kementerian Administrasi Negara Dan Penetapan Wilayah di kantor Kementerian
Administrasi Negara Dan Penetapan Wilayah pada tanggal 30 September 2013.
sejauh ini (2011-2012) dikatakan efektif, terutama kepada instansi Pemerintahan
Sub Distrik Fatuberlihu, Administratif Distrik Manufahi, sehingga mereka dapat
merencanakan dan melaksanakan program-program kerja Perencanaan
Pembangunan Distrik (PDD) dan Perencanaan Pembangunan Suku/Desa (PDS)
sesuai dengan peraturan perundang-undangan sesuai koridor yang diharapkan
masyarakat.
4.2.3. Pendidikan Umum Anti Mal-administrasi Publik
Salah satu upaya yang dilakukan Ombudsman untuk mewujudkan
pemahaman dan pengetahuan publik yang berbasis good governance yaitu
melalui Pendidikan Umum Anti Mal-administrasi Publik.
Pendidikan Umum Anti Mal-administrasi Publik merupakan strategik
khusus Ombudsman untuk melakukan tugas promosi atau kampanye 10 Prinsip
Good Governance kepada publik, sebagai upaya untuk mencegah perbuatan
penyelewengan atau kesalahan-kesalahan administratif para pejabat negara dan
birokrasi penyelenggaraan administrasi pemerintahan.
Mengenai Aktivitas Pendidikan Umum Anti Mal-administrasi Publik,
diatur dalam Pasal 25 huruf (a), Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004, tentang
Statuto Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan, yang menyatakan bahwa:
Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan memiliki kewenangan untuk
mempromosikan kepemerintahan yang baik (good governance), melalui:
“Peningkatkan budaya penhormatan hak asasi manusia dan
kepemerintahan yang baik, khususnya melalui kampanye informasi atau
menyampaikan informasi yang tepat kepada masyarakat dan administrasi
publik tentang hak asasi manusia dan kepemerintahan yang baik”.
Pasal 25 huruf (a) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004, mengamanatkan
kepada Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan perlunya meningkatkan
budaya publik yang menhormati hak asasi manusia dan melaksanakan
kepemerintahan yang baik, khususnya bagi para pejabat negara dan birokrasi
penyelenggara administrasi publik pemerintahan dan pelayanan publik.
Wujud dari pelaksanaan atas pasal tersebut, dalam tahun 2011 hingga
2012 Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan telah melaksanakan
serangkaian kegiatan promosi/sosialisasi 10 Prinsip Good Governance melalui
pendidikan umum anti mal-administrasi publik dalam bentuk antara lain:
1. Pengiriman personel/pegawai Ombudsman sebagai narasumber dalam
pelatihan kedinasan, seminar, workshop dan kursus-kursud tentang 10
prinsip good governance di setiap instansi publik di Timor Leste.
2. Pengembangan materi 10 prinsip good governance dalam bentuk
penyusunan bahan pelatihan anti mal-administrasi publik bagi pelajar
Sekolah Menenggah Tingkat Atas, Perguruan Tinggi, Lembaga
Swadaya Masyarakat dan Masyarakat Sipil.
3. Kampanye anti mal-administrasi publik melalui poster, spanduk serta
iklan pada media cetak koran (Suara Timor Loro Sae dll) serta media
radio dan televisi (Radio dan Televisi republik Timor Leste).
4. Program peningkatan kesadaran masyrakat melalui penyampaian
materi anti mal-administrasi publik melalui talkshow di televisi dan
radio dalam jangka tiga bulan sekali.
Adapun Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan
menyelenggarakan kegiatan promosi/kampanye 10 Prinsip Good Governance
tersebut, bertujuan untuk mencegah terjadinya perbuatan mal-administrasi publik
dan meningkatkan efisiensi dan efektifitas sebagai syarat penting untuk
mendorong profesionalisme seseorang pejabat negara dan pemerintahan dalam
menyelenggarakan layanan administrasi publik pemerintahan yang sesuai dengan
prinsip-prinsip good governance.
Untuk mendorong terwujudnya penegakkan kepemerintahan yang baik di
Timor Leste, sejak tahun 2006 sampai sejauh ini 2012, melalui lingkup kerja
teknikal Departemen Pendidikan Umum Anti Mal-administrasi Publik, Divisi
Good Governance, Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan, melakukan
tugas promosi/kampanye ke-10 (kesepuluh) prinsip good governance kepada
publik Timor Leste.
Adapun ke-10 Prinsip Good Governance yang dipergunakan Ombudsman
Hak Asasi Manusia Dan Keadilan sebagai materi/bahan dasar untuk melakukan
kegiatan pelatihan-pelatihan, workshop, seminar dan kursus-kursus bagi pejabat
publik dan masyarakat luas di Timor Leste adalah sebagai berikut:
4.2.3.1.Partisipasi (Participation)
Tata pemerintahan yang partisipatif, yaitu setiap warga negara berhak
terlibat dalam keputusan, baik langsung maupun melalui lembaga perwakilan
yang sah untuk mewakili kepentingan mereka. Pada prinsip ini, pemerintah
menjadi public server dengan memberikan pelayanan yang baik, efektive, efisien,
tepat waktu serta dengan biaya yang murah, sehingga pemerintah dapat dipercaya
masyarakat. Partisipasi misalnya: Pemerintah membangun media bagi
masyarakat untuk mengakses informasi penting sehingga berpartisipasi dalam
pembangunan, salah satunya diwujudkan dengan pajak,dan juga untuk mengontrol
dan mengritik setiap kebijakan pemerintah yang diangap merugikan atau
bertentangan dengan aspirasi dan kepentingan masyarakat.
4.2.3.2.Supremasi Hukum (Rule of Law)
Tata pemerintahan yang penegakkan hukum, yaitu pemerintah
mewujudkan penegakan hukum yang adil bagi semua pihak tanpa pengecualian,
menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia dan memperhatikan nilai-nilai yang hidup
dalam masyarakat. Supremasi Hukum misalnya: perwujudan good governance
di imbangi dengan komitmen pemerintah untuk menegakkan hukum yang
mengandung unsur-unsur sebagai berikut :
a. Penegakan hukum yang konsisten dan nondiskriminatif, yakni penegakan
hukum yang berlaku untuk semua orang tanpa pandang bulu jabatan
maupun status sosialnya sebagai contoh aparat penegak hukum yang
melanggar kedisiplinan dan hukum wajib dikenakan sanksi.
b. Independensi peradilan, yakni peradilan yang independen bebas dari
pengaruh penguasa atau pengaruh lainnya. Sebagai contoh kecilnya yaitu
kasus suap jaksa.
4.2.3.3. Prinsip Transparansi (Transparancy)
Tata pemerintahan yang transparansi, yaitu pemerintah harus menciptakan
kepercayaan timbal-balik antara pemerintah dan masyarakat melalui penyediaan
informasi dan menjamin kemudahan didalam memperoleh informasi. Tata
pemerintahan yang bersifat terbuka (transparan), Wujud nyata prinsip tersebut
antara lain dapat dilihat apabila masyarakat mempunyai kemudahan untuk
mengetahui serta memperoleh data dan informasi tentang kebijakan, program, dan
kegiatan aparatur pemerintah, baik yang dilaksanakan di tingkat pusat maupun
daerah. Tranparansi dibangun atas dasar arus informasi yang bebas. Seluruh
proses pemerintahan, lembaga-lembaga dan informasi dapat diakses oleh pihak-
pihak yang berkepentingan, dan informasi yang tersedia agar dapat dimengerti
dan dipantau masyarakat.
Transparansi misalnya, mengandung arti adanya kejelasan dan kepastian
tentang:
1. Prosedur atau tata cara pelayanan yang jelas
2. Adanya persyaratan pelayanan yang tepat
3. Unit kerja atau pejabat yang berwenang untuk setiap jenis pelayanan
4. Rincian biaya atau tarif setiap pelayanan
5. Jadwal waktu penyelesaian setiap pelayanan
6. Lembaga pengaduan dan jadwal waktu penyelesaiaannya.
7. Pengelolaan barang milik negara harus transparanterhadap hak
masyarakatdalam memperoleh informasi yang benar
4.2.3.4. Responsif (Responsiveness)
Tata pemerintahan yang responsif, yaitu pemerintah harus tanggap
terhadap persoalan-persoalan masyarakat secara umum. Terutama, pemerintah
harus proaktif dalam mempelajari dan menganalisa kebutuhan-kebutuhan
masyarakat. Jadi setiap unsur pemerintah harus memiliki dua etika yaitu etika
individual yang menuntut pemerintah agar memiliki kriteria kapabilitas dan
loyalitas profesional. Dan etika sosial yang menuntut pemerintah memiliki
sensitifitas terhadap berbagai kebutuhan pubik. Responsif misalnya: Pemerintah
menerapkan kebijakan ekonomi, sosial dan politik yang menguntungkan
masyarakat luas, seperti mendorong terciptanya lapangan kerja baru, memajukan
perdagangan domestik, menjamin peningkatan ketahanan ekonomi negara dan
masyarakat.
4.2.3.5.Konsensus (Consensus Oriented)
Tata pemerintahan yang konsensus, yaitu setiap keputusan apapun yang
diambil pemerintah harus dilakukan melalui proses musyawarah. Tata
Pemerintahan yang konsensus, misalnya: pemerintah memilihara ketertiban
dengan mencegahnya perselisihan dengan warga masyarakat, menjamin agar
perselihan apapun (faham dll) yang terjadi dengan masyarakat dapat berjalan
damai atau diselesaikan secara konsensus.
4.2.3.6. Keadilan (Fairness)
Tata pemerintahan yang berkeadilan, yaitu: pemerintah berprilaku adil
dalam pemberian peluang yang sama bagi setiap anggota masyarakat untuk
meningkatkan kesejahteraannya. Tata pemerintahan yang bersifat kesetaraan dan
keadilan dilihat dari perlakuan yang sama dari pejabat pemerintah dalam
memberikan pelayanan terhadap publik tanpa mengenal perbedaan kedudukan,
keyakinan, suku, dan kelas sosial. Keadilan misalnya: Pemerintah menjamin
diterapkannya perlakuan yang adil kepada setiap warga masyarakat tanpa
membedakan status apapun yang melatarbelakanginya untuk melakukan
pengaduan kepada pemerintah tanpa membeda-bedakan strata.
4.2.3.7. Keefisienan dan Keefektifan (Effectiveness and Efficiency)
Tata pemerintahan yang keefisienan dan keefektifan, yaitu pemerintahan
yang berdaya guna dan berhasil guna. Kriteria efektivitas biasanya diukur dengan
parameter produk yang dapat menjangkau sebesar-besarnya kepentingan
masyarakat dari berbagai kelompok dan lapisan sosial. Sedangkan asas efisiensi
umumnya diukur dengan rasionalitas biaya pembangunan untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat. Semakin kecil biaya yang dipakai untuk mencapai tujuan
dan sasaran maka pemerintah dalam kategori efisien. Keefisienan dan
Keefektifan misalnya: pemerintah yang efektif (absah) dan efisien dalam
memproduksi out put berupa aturan, kebijakan, pengelolaan keuangan negara
yang sesuai dengan kebutuhan nyata masyarakat, rasional, dan terukur.
4.2.3.8. Prinsip Akuntabilitas
Tata pemerintahan yang akuntabilitas, yaitu pertanggungjawaban pejabat
publik terhadap masyarakat yang memberinya kewenangan untuk mengurusi
kepentingan masyarakat. Setiap pejabat publik dituntut untuk
mempertanggungjawabkan semua kebijakan, perbuatan, moral, maupun netralitas
sikapnya terhadap masyarakat. Inilah yang dituntut dalam asas akuntabilitas
dalam upaya menuju pemerintahan yang baik, bersih dan berwibawa. Prinsip
Akuntabilitas misalnya: pada hakekatnya pemerintah adalah milik masyarakat
(people own government), sewajarnya seorang kepala negara, pemerintahan, para
menteri dan kepada daerah mempertanggungjawabkan hasil kinerjanya kepda
publik melalui media cetak dan eletronik. Dalam kaitan ini, kinerja pemerintah
akan terbuka untuk dicek kebenarannya (auditable).
Oleh karena itu, laporan akuntabilitas publik dititikberatkan pada efisiensi
dan penhematan dalam mengunakan dana, harta kekayaan, serta sumber daya
manusia, bahkan sumber-sumber lainnya.
4.2.3.9.Wawasan ke Depan (Visionery)
Tata pemerintahan yang berwawasan ke depan, yaitu, pemerintah
memiliki visi strategis untuk menghadapi masa yang akan datang. Kualifikasi ini
menjadi penting dalam rangka realisasi good governance. Wawasan ke Depan
misalnya: Semua kegiatan pemerintah di berbagai bidang dan tingkatan
didasarkan pada visi dan misi yang jelas dan jangka waktu pencapaiannya serta
dilengkapi strategi implementasi yang tepat sasaran, manfaat dan
berkesinambungan.
Adapun kegiatan Pendidikan Umum Anti Mal-administrasi Publik,
Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan yang didasarkan pada ke 9
prinsip good governance di atas, sebagai upaya untuk mencegah perbuatan mal-
administrasi publik, bagi terdorongnya pejabat publik maupun masyarakat umum
di Timor Leste untuk menjalankan budaya publik ber good governance, dapat
terlihat pada tabel berikut ini:
Tabel: 4.10. Kegiatan Pendidikan Umum Anti Mal-administrasi Publik
Sumber: Hasil Penelitian Tahun 2013
Pada tabel 4.10 menunjukan bahwa dalam periode tahun 2012
Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan telah berhasil menyelenggarakan
aktivitas kerja promosi 10 Prinsip Good Governance sebanyak 6 (enam) kali,
dengan mengundang peserta yang hadir berjumlah total 684 (enam ratus delapan
puluh empat) orang, dengan perincian kegiatan sebagai berikut:
Kegiatan Departemen
pendidikan Umum
Anti Mal-administrasi
Publik
Klasifikasi
Kegiatan
Tanggal
Implementasi
Total
Peserta
10 Prinsip good
governance
Workshop di Aula Administratif Distrik
Covalima, Kementerian Administrasi
Negara dan Penetapan Wilayah
23- 24
Februari 2012
90
Peserta
10 Prinsip good
governance
Pelatihan di Aula Administratif
Pemerintahan Distrik Manufahi,
Kementerian Administrasi Negara dan
Penetapan Wilayah
10 Mei 2012
97
Peserta
Pembagian informasi
Tugas Ombudsman
Inseminasi Informasi di Ruang
Perpustakaan Nasional Ombudsman Hak
Asasi Manusia Dan Keadilan
30 Juni 2012
17
Peserta
10 Prinsip Good
Governance
Workshop Internasional di Aula
Memorian Hall, Palapaco Dili Timor
Leste
10 Oktober
2012
100
Peserta
10 Prinsip good
governance
Pelatihan di Aula Universitas Nasional
Timor Lorosae (UNTL) Dili
15 Oktober
2012
360
Peserta
10 prinsip good
governance
Pelatihan di Memorian Hall, Farol Dili,
Timor Leste
28 Oktober
2012
80
Peserta
Total: 684
Peserta
1. Workshop atau seminar 10 Prinsip Good Governance dengan Pemimpin
Pemerintahan Daerah (Bupati, Camat dan Sekwilda) dan Pemimpin
Masyarakat Desa (Kepala Desa, Ketua RT dan RW), se Kabupaten/Distrik
Covalima sebanyak 90 orang, di Aula Administratif Distrik Covalima,
Kementerian Administrasi Negara dan Penetapan Wilayah pada tanggal 23
hingga 24 Februari 2012.
2. Pelatihan 10 Prinsip Good Governance dengan Pejabat Pemerintah Daerah
Administratif Kabupaten/Distrik Manufshi beserta jajarannya, Aparat Penegak
Hukum dan Masyarakat Sipil di Kabupaten/Distrik Manufahi pada tanggal 10
Mei 2012.
3. Membagi informasi mengenai tugas, fungsi dan kewenangan Ombudsman
dengan 17 orang wartawan media lokal Timor Leste pada tanggal 30 Juni
2012.
4. Menyelenggarakan seminar internasional, dengan mengundang pembicara
Presiden RDTL dan Ketua Ombudsman Indonesia, untuk membahas dan
mendiskusikan tentang pentingnya penerapan 10 Prinsip Good Governance di
Timor Leste dengan seratus orang peserta dari para pejabat publik
pemerintahan, NGO, LSM dan Civil Society pada tanggal 10 Oktober 2012.
5. Memberikan pelatihan-pelatihan 10 Prinsip Good Governance kepada 390
pelajar dari Sekolah Meneggah Atas dan mahasiswa dari 6 perguruan Tinggi
se-Timor Leste pada tanggal 15 Oktobern 2012.
6. Pelatihan 10 Prinsip Good Governance kepada 28 anggota Kepolisian
Nasional dan 58 anggota Kepolisian Militer Angkatan Pertahanan Timor Leste
pada tanggal 28 Oktober 2012.
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan13
menyatakan bahwa:
Di tahun anggaran 2012, saya melakukan penyusunan perencanaan
program kerja tahunan dengan penentuan promosi prinsip-prinsip good
governance terhadap kelompok sasaran yang ditetapkan sebanyak 12 kali,
dengan mendapatkan persetujuan dari atasan saya. Pada pelaksanaan
program kerja sesuai yang direncanakan dilapangan kami melaksanakan
promosi 10 Prinsip Good Governance, melalui program-program
pelatihan-pelatihan, worshop, seminar dan kursus-kursus sebanyak 9 kali,
yaitu 6 program kegiatan pelatihan-pelatihan, worshop, seminar dan
kursus-kursus 10 Prinsip Good Governance terhadap publik di Timor
Leste pada tahun 2012 sebanyak 6 kali dan pada tahun 2013 sebanyak 3
kali.
Berkaitan dengan informasi dari informan tersebut, diketahui
Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan berperan aktif dalam perencanaan
program kerja/kegiatan promosi/kampanye prinsip-prinsip kepemerintahan yang
baik disetiap trimester kerjanya. Sebagai realisasinya dilaksanakan pada bulan
Februari, Mei, Juni dan Oktober tahun 2012 yang lalu. Dan hasilnya dapat
menambah dan meningkatkan pengetahuan dan pemahaman ke 684 (enam ratus
delapan puluh empat) peserta yang diundang Ombudsman dalam menhadiri
pelaksanaan kegiatan-kegiatan pelatihan, seminar, worshop dan kursus-kursus
tentan 10 Prinsip Good Governance yang dilksanakan di tahun 2012 yang lalu.
13
Wawancara yang dilakukan Peneliti dengan Kepala Departemen Pendidikan Umum Anti Mal-administrasi
Publik, Divisi Good Governance, Bapak Paulo Ribeiro di kantor di kantor Ombudsman Hak Asasi Manusia
Dan Keadilan pada tanggal 30 September 2013.
Pemberi informasi juga menyampaikan bahwa Ombudsman biasanya
melakukan proses selektif terhadap organ pemerintahan yang menjadi sasaran atau
target group Ombudsman, terutama yang sering menjadi sasaran laporan
pengaduan masyarakat menyangkut dugaan adanya perbuatan mal-administrasi,
mereka menjadi fokus perhatian dan ditargetkan secara khusus untuk diberi
pelatihan-pelatihan lebih lanjut agar membangun pemahaman dan
pengetahuannya akan prinsip-prinsip good governance lebih mendalam untuk
menhindar dari perbuatan kesalahan-kesalahan administratif.
Menurut hasil wawancara dengan informan14
Direktur Divisi Good
Governance, Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan, Ambrosio G.
Soares, pada tanggal 16 September 2012, menyatakan bahwa:
Pada tahun 2012, ada beberapa institusi pemerintahan yang kinerja
layanan administrasi publiknya dikeluhkan masyarakat banyak, karena
berjalan kurang baik bagi pemenuhan tuntutan kepentingan umum
masyarakat. Dampaknya ada beberapa masyarakat menyampaikan laporan
pengaduannya ke Ombudsman. Yang menjadi laporannya masyarakat
masuk dalam daftar target groupnya Ombudsman yang perlukan
pemberian pelatihan-pelatihan prinsip-prinsip good governance, sebagai
upaya pencegahan lebih lanjut. Dari data/informasi yang ada institusi-
institusi publik yang menjadi target groupnya Ombudsman adalah menurut
kasus yang ada bisa disebut
Atas informasi tersebut, peneliti mewancarai informan15
menyatakan
bahwa:
14
Wawancara yang dilakukan Peneliti dengan Direktur Divisi Good Governance, di kantor Ombudsman
Hak Asasi Manusia Dan Keadilan pada tanggal 30 September 2013.
15 Wawancara yang dilakukan Peneliti dengan Kepala Departemen Sumber Daya Manusia, di Kantor
Kementerian Solidaritas Sosial pada tanggal 30 September 2013.
Pada bulan Juli 2011, Wakil Ketua Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan
Keadilan (area good governance) beserta Tim mendatangi instansi
Kementerian Solidaritas Sosial dalam rangka melaksanakan pelatihan 10
prinsip good governance kepada 52 orang partisipan (pegawai Solidaritas
Sosial dari tingkat pusat dan distrik). Dalam penyampaian materi pelatihan
disajikan dalam bentuk diskusi tanya jawab dengan partisipan pejabat
struktural di ruang rapat Kementerian Solidaritas Sosial, dan tema
diskusinya seputar manajemen/kinerja yang berbasis prinsip-prinsip good
governance.
Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan dalam berperan
mensosialisas10 prinsip good governance di setiap institusi publik di Timor sudah
cukup efektif . Hal ini terlihat bahwa melalui pelatihan 10 prinsip good
governance yang diselenggarakan Ombudsman di Kementerian Solidaritas Sosial,
membangun pemahaman para pegawai Kementerian Solidaritas Sosial tentang
hubungan antara kinerja pemerintah yang berbasis good governance. Dengan
demikian, ditemukan bahwa untuk mencapai pelayanan administrasi yang baik di
institusi Kementerian Solidaritas Sosial masyarakat, Kabinet Inspektorat Umum,
Kementerian Solidaritas Sosial mengirimkan beberap pegawainya untuk
mengikuti on the job trainin di Komisi Anti Korupsi Timor Leste, sebagai
institutional kapacity building untuk mendampingi institusi jika adanya
permasalahan dengan kepemerintahan yang baik. Selain itu juga Kementerian
Solidaritas Sosial tela merencanakan kerja sama dengan Bank Dunia country
Timor Leste, untuk menginstal sistem MIS (Management Information System) di
Kementerian Solidaritas Sosial, sebagai pendekatan manajemen administrasi
yang efekti dalam menfasilitasi pelayanan sosial dalam bidang pemberian
beasiswa (Bolsa da mae) dan masalah anak dalam komplik politik.
Pelaksanaan promosi prinsip-prinsip good governance di Timor Leste
bersifat maksimal. Dimana rencana aktivitas dan pelaksanaan program pelatihan
bersifat kontinuitas (setiap trimester dalam setahun), dengan materi yang
dipersiapkan matan (slide show 10 prinsip good governance, Projector/Infocus
tools, sound system, dukungan teknis lapangan), beserta pembicara/instruktur
handal, sehingga membangun kordinasi pada garis depan (interaksi lansung)
dengan jajaran instansi-instansi publik di Timor Leste yang efektif. Dalam proses
pengundangan para peserta dalam pelatihan, melalui kebijakan internal seperti
penyebaran (pembagian) surat undangan dan materi pelatihan, dan pada proses
eksternal seperti media cetak dan eletronik, sehingga peran Ombudsman Hak
Asasi Manusia Dan Keadilan menjadi solusi bagi peningkatan pengetahuan,
pemahaman dan kemauan baik dari para pejabat publik untuk melaksanakan
good governance.
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan16
, menyatakan bahwa:
Mengenai tugas promosi atau kampanye Ombudsman dalam rangka
mengerakan atau mendorong good governance di Timor sejauh nee
berjalan dengan baik. Saya sendiri di tahun 2011 merepresentasi Inspektur
Umum Kementerian Administrasi Negara Dan Penetapan
Wilayah/MAEOT Bapak/Senhor Edgar, bersama-sama dengan tiga belas
bupati se Timor Leste, untuk mengikuti pelatihan 10 prinsip good
governance yang diselenggarakan Ombudsman di gedung Komisi
Pemilihan umum, Dili, Timor Leste. Para pembawah materi pelatihan 10
prinsip good governance Ombudsman betul-bentul menguasai materi
dimana setiap prinsip dijelaskan dengan contoh-contoh yang harus di ikuti,
untuk mencegah terjadinya perbuatan mal-administrasi publik. Program
Kerja Pelatihan 10 prinsip good governance Ombudsman merupakan
hubungan garis koordinasi antara institusi publik di Timor Leste. Sejak
tahun 2012, Kabinet Inspeksi Umum MAEOT, meningkatkan kualitas
16
Wawancara yang dilakukan Peneliti dengan Bapak Tito Baros Jhon Wakil Sub Inspektur Kabinet
Inspeksi Umum, Kementerian Administrasi Negara Dan Penetapan Wilayah di kantor Kementerian
Administrasi Negara Dan Penetapan Wilayah pada tanggal 30 September 2013.
kerja inspeksinya, yaitu melakukan inspeksi rutin setiap enam bulan sekali
terhadap departemen/dinas-dinas baik di pusat (nasional) dan di daerah
(lokal) dibawah MAEOT. Untuk membantu menyelesaikan permasalahan-
permasalahan internal yang ada, misalnya tentang mentasi masalah etika
moral pegawai, proyek PDD dan PDS, tidak terdisiplinnya pegawai masuk
kerja dll. Sebagai upaya pencegahan dini terhadap mal-administrasi
publik.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi di Kantor Ombudsman Hak
Asasi Manuisia Dan Keadilan tanggal 30 setember 2012, pukul 09.00 WT,
diketahui bahwa Ombudsman Hak Asasi Manusia Dan Keadilan memiliki respons
atas tugas fungsi, tugas dan kewenangan mereka dalam pencegahan mal-
administrasi publik yang baik terhadap promosi/kampanye penegakkan
kepemerintahan yang baik di Timor Leste.