bab ii b

31
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Campak jerman disebut juga sebagai rubella, german measles, atau campak 3 hari adalah infeksi virus yang menular terutama menyerang kulit dan kelenjar getah bening, pada kulit dikenal dengan ruam berwarna merah yang khas dan pada kelenjar getah bening menimbulkan pembesaran (pembengkakan). Rubella tidak sama dengan campak (rubeola) meskipun sama sama menimbulkan ruam merah pada kulit. Karena, rubella ini disebabkan oleh virus yang berbeda dengan campak (rubeola) sehingga penularannya pun sedikit berbeda. Kira-kira 30 juta kasus campak dilaporkan setiap tahunnya. Insiden terbanyak terjadi di Afrika. Biasanya penyakit campak ini terjadi pada masa anak dan kemudian menyebabkan kekebalan seumur hidup. Berdasarkan penelitian di Amerika, lebih dari 50% kasus campak terjadi pada usia 5-9 tahun. Bayi yang dilahirkan dari ibu yang menderita campak akan mendapat kekebalan secara pasif melalui plasenta sampai umur 4-6 bulan, dan setelah itu kekebalan menurun sehingga bayi dapat menderita campak.Bila si ibu belum pernah menderita campak, maka bayi yang dilahirkannya tidak mempunyai kekebalan sehingga dapat menderita campak begitu dilahirkan. Bila seorang wanita menderita campak ketika 1

Upload: affan-zulkarnain

Post on 30-Jan-2016

220 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

d

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II b

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Campak jerman disebut juga sebagai rubella, german measles, atau campak

3 hari adalah infeksi virus yang menular terutama menyerang kulit dan kelenjar

getah bening, pada kulit dikenal dengan ruam berwarna merah yang khas dan pada

kelenjar getah bening menimbulkan pembesaran (pembengkakan).

Rubella tidak sama dengan campak (rubeola)meskipun sama sama

menimbulkan ruam merah pada kulit. Karena, rubella ini disebabkan oleh virus

yang berbeda dengan campak (rubeola) sehingga penularannya pun sedikit berbeda.

Kira-kira 30 juta kasus campak dilaporkan setiap tahunnya. Insiden

terbanyak terjadi di Afrika. Biasanya penyakit campak ini terjadi pada masa anak

dan kemudian menyebabkan kekebalan seumur hidup. Berdasarkan penelitian di

Amerika, lebih dari 50% kasus campak terjadi pada usia 5-9 tahun. Bayi yang

dilahirkan dari ibu yang menderita campak akan mendapat kekebalan secara pasif

melalui plasenta sampai umur 4-6 bulan, dan setelah itu kekebalan menurun

sehingga bayi dapat menderita campak.Bila si ibu belum pernah menderita campak,

maka bayi yang dilahirkannya tidak mempunyai kekebalan sehingga dapat

menderita campak begitu dilahirkan. Bila seorang wanita menderita campak ketika

dia hamil 1 atau 2 bulan, maka 50% kemungkinan akan mengalami abortus. Bila

menderita campak pada usia kehamilan trimester pertama, kedua atau ketiga maka

mungkin dapat melahirkan seorang anak dengan kelainan bawaan, atau seorang

anak dengan berat badan lahir rendah atau lahir mati atau anak yang kemudian

meninggal sebelum usia 1 tahun.

1

Page 2: BAB II b

I.2 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan refarat ini adaah untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan

bagi para dokter muda khususnya dan bagi pembaca pada umumnya sehingga

diharapkan para calon dokter mampu mengenali, menganalisa dan membuat

diagnostik yang tepat pada kasus-kasus “Perbedaan Diagnostik German

Measles Dan Rubela Measles”.

2

Page 3: BAB II b

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Campak Dan Rubella

2.1.1 Campak

Campak adalah penyakit akut yang sangat menular, disebabkan oleh infeksi virus yang umumnya menyerang anak. Campak memiliki gejala klinis khas yaitu terdiri dari 3 stadium yang masing-masing mempunyai cirri khusus: (1) stadium masa tunas berlangsung kira-kira 10-12 hari, (2) stadium prodromal dengan gejala pilek dan batuk yang meningkat dan ditemukan enantem pada mukosa pipi (bercak Koplik), faring dan peradangan mukosa konjungtiva, dan (3) stadium akhir dengan keluarnya ruam mulai dari belakang telinga menyebar ke muka, badan, lengan dan kaki. Ruam timbul didahului dengan suhu badan yang meningkat, selanjutnya ruam menjadi menghitam dan mengelupas.

2.1.2 Rubella

Rubella (German measles) merupakan suatu penyakit virus yang umum pada anak dan dewasa muda, yang ditandai oleh suatu masa prodromal (gejala awal penyakit) yang pendek, pembesaran KGB servikal, suboksipital dan postaurikular, disertai erupsi yang berlangsung 2-3 hari. Pada anak yang lebih besar dan orang dewasa dapat menyebabkan infeksi berat disertai kelainan sendi dan purpura. Kelainan prenatal akibat rubella saat kehamilan muda dilaporkan dapat mengakibatkan abortus, bayi lahir mati, dan menimbulkan kelainan kengenital yang berat pada janin. Sindrom rubella congenital merupakan penyakit yang sangat menular, mengenai banyak organ dalam tubuh dengan gejala klinis yang luas.

Rubells disebabkan oleh suatu RNA virus, genus Rubivirus, famili Togaviridae. Virus dapat diisolasi dari biakan jaringan penderita. Secara fisiokimiawi, virus ini sama dengan anggota virus lain dari family tersebut, tetapi virus rubella secara serologic berbeda. Pada waktu terdapat gejala klinis virus ditemukan pada sekret nasofaring, darah feses dan urin. Virus rubella hanya menjangkiti manusia saja.1

2.2 Epidemiologi

2.2.1 Campak

Di Indonesia, menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) campak menduduki tempat ke-5 dalam urutan 10 macam penyakit utama pada bayi (0,7%) dan tempat ke-5 dalam urutan 10 macam penyakit utama pada anak usia 1-4 tahun (0,77%).

3

Page 4: BAB II b

Campak merupakan penyakit endemis, terutama di Negara sedang berkembang. Di Indonesia penyakit campak sudah dikenal sejak lama. Di masa lampau campak dianggap sebagai suatu hal yang harus dialami setiap anak, sehingga anak yang terkena campak tidak perlu diobati, mereka beranggapan bahwa penyakit campak dapat sembuh sendiri bila ruam sudah keluar. Ada anggapan bahwa semakin banyak ruam yang keluar semakin baik. Bahkan ada usaha dari masyarakat untuk mempercepat keluarnya ruam. Ada kepercayaan bahwa penyakit campak akan berbahaya bila ruam tidak keluar pada kulit sebab ruam akan muncul di dalam rongga tubuh lain seperti dalam tenggorokan, paru, perut atau usus. Hal ini diyakini akan menyebabkan anak sesak nafas atau diar, yang dapat menyebabkan kematian. Dari penelitian retrospektif dilaporkan bahwa campak di Indonesia ditemukan sepanjang tahun. Studi kasus campak yang dirawat di Indonesia ditemukan sepanjang tahun. Studi kasus campak yang dirawat inap di rumah sakit selama kurun waktu lima tahun (1984-1988), memperlihatkan peningkatan kasus pada bulan Maret dan mencapai puncak pada bulan Mei, Agustus, September dan Oktober.

Pengalaman menunjukkan bahwa epidemi campak di Indonesia timbul secara tidak teratur. Di daerah perkotaan epidemi campak terjadi setiap 2-4 tahun. Wabah terjadi pada kelompok anak yang rentan terhadap campak, yaitu di daerah dengan populasi balita banyak mengidap gizi buruk dan daya tahan tubuh yang lemah. Telah diketahui bahwa campak menyebabkan penurunan daya tahan tubuh secara umum, sehingga mudah terjadi infeksi sekunder atau penyulit. Penyulit yang sering dijumpai ialah bronkopneumonia (75,2%), gastroenteritis (7,1%), ensefalitis (6,7%) danlain-lain (7,9%).

Secara biologik, campak mempunyai sifat adanya ruam yang jelas, tidak diperlukan hewan perantara, tidak ada penularan melalui serangga (vektor), adanya siklus musiman dengan periode bebas penyakit, tidak ada penularan virus secara tetap, hanya memiliki satu serotipe virus dan adanya vaksin campak yang efektif.

Sifat-sifat biologic campak ini serupa dengan cacar. Hal ini menimbulkan optimisme kemungkinan campak dapat dieradikasi dari muka bumi sebagaimana yang dapat dilakukan terhadap penyakit cacar. Cakupan imunisasi campak yang lebih dari 90% akan menghasilkan daerah bebas campak, seperti halnya di Amerika Serikat.

Di Indonesia penyakit campak mendapat perhatian khusus sejak tahun 1970, setelah terjadi wabah campak yang cukup serius di Pulau Lombok (dilaporkan 330 kematian di antara 12.107 kasus) dan Pulau Bangka (65 kematian di antara 407 kasus) pada tahun yang sama. Sampai sekarang permasalahan campak masih menjadi sumber perhatian dan keprihatinan. Wabah dan kejadian luar biasa campak masih sering terjadi. Salah satu di antaranya adalah wabah di Kecamatan Cikeusal – kabupaten serang pada tahun 1981, dengan CFR mencapai 15%. Pada kejadian luar biasa campak di Desa Bondokodi – kabupaten Sumba Barat pada bulan Agustus 1984 sampai Februari 1985, 50% anak balita terserang campak dengan CFR 5,37%.

Menurut kelompok umur kasus campak yang rawat inap dirumah sakit selama kurun waktu 5 tahun (1984-1988) menunjukkan proporsi yang terbesar dalam golongan umur balita

4

Page 5: BAB II b

dengan perincian 17,6% berumur < 1 tahun, 15,2% berumur 1 tahun, 20,3% berumur 2 tahun, 12,3% berumur 3 tahun dan 8,2% berumur 4 tahun.

Hampir semua anak Indonesia yang mencapai usia 5 tahun pernah terserang penyakit campak, walaupun yang dilaporkan hanya sekitar 30.000 kasus pertahun. Hasil survei prospektif oleh Badan Litbangkes di Sukabumi tahun 1982 menunjukkan CFR campak pada anak balita sebesar 0,64%. Sedangkan survei retrospektif di Sidoarjo dan 19 propinsi lainnya mendapatkan CFR campak berkisar antara 0,76-1,4%. Sedangkan laporan kasus di rumah sakit menunjukkan CFR campak yang lebih besar. Hal ini disebabkan kebnyakan kasus campak yang dibawa ke rumah sakit merupakan kasus yang parah dan hampir selalu dengan penyulit. Bagian anak RS Pringadi Medan melaporkan bahwa angka kematian akibat penyulit campak rata-rata 26,4% setiap tahunnya.

Kejadian luar biasa campak lebih sering terjadi di daerah pedesaan terutama daerah yang sulit dijangkau oleh pelayanan kesehatan, khususnya dalam program imunisasi. Di daerah transmigrasi sering terjadi wabah dengan angka kematian yang tinggi. Di daerah perkotaan khusus, kasus campak tidak terlihat, kecuali dari laporan rumah sakit. Hal ini tidak berarti bahwa daerah urban terlepas dari campak. Daerah urban yang padat dan kumuh merupakan daerah rawan terhadap penyakit yang sangat menular seperti campak. Daerah semacam ini dapat merupakan sumber kejadian luar biasa penyakit campak.

2.2.3 Rubella

Penyakit ini terdistribusi secara luas didunia. Epidemic terjaadi dengan interval 5-7 tahun (6-9 tahun), paling sering timbul pada musim semi dan terutama mengenai anak serta dewasa muda. Pada manusia virus ditularkan secara oral droplet dan melalui plasenta pada infeksi kongenital. Sebelum ada vaksinasi, angka kejadian tertinggi terdapat pada anak usia 5-14 tahun. Dewasa ini kebanyakan kasus terjadi pada remaja dan dewasa muda.

Kelainan pada fetus mencapai 30% akibat infeksi rubella pada ibu hamil selama minggu pertama kehamilan. Risiko kelainan pada fetus tertinggi (50% - 60%) terjadi pada bulan pertama dan menurun menjadi 4 % - 5% pada bulan keempat kehamilan ibu. Survey dinggris (1970-1974) menunjukkan insidens infeksi fetus terbesar 53% dengan rubella klinis dan hanya 19% yang subklinis. Sekitar 85% bayi yang terinfeksi rubella congenital mengalami defek. 1

2.3 Etiologi

2.3.1 Campak

Virus campak berada di sekret nasofaring dan di dalam darah, minimal selama masa tunas dan dalam waktu yang singkat sesudah timbulnya ruam. Virus tetap aktif minimal 34

5

Page 6: BAB II b

jam pada temperatur kamar, 15 minggu di dalam pengawetan beku, minimal 4 minggu disimpan dalam temperatur 35°C, dan beberapa hari pada suhu 0°C. virus tidak aktif pada pH rendah.

Bentuk Virus

Virus campak termasuk golongan paramyxovirus berbentuk bulat dengan tepi yang kasar dan bergaris tengah 140 nm, dibungkus oleh selubung luar yang terdiri dari lemak dan protein. Di dalamnya terdapat nukleokapsid yang berbentuk bulat lonjong, terdiri dari bagian protein yang mengelilingi asam nukleat (RNA) – yang merupakan struktur heliks nucleoprotein dari myxovirus. Pada selubung luar seringkali terdapat tonjolan pendek. Salah satu protein yang berada di selubung luar berfungsi sebagai hemaglutinin.

Ketahanan Virus

Virus campak adalah organism yang tidak memiliki daya tahan tinggi. Apabila berada di luar tubuh manusia, keberadaannya tidak kekal. Pada temperatur kamar ia akan kehilangan 60% sifat infektivitasnya setelah 3-5 hari, pada suhu 37°C waktu paruh usianya 2 jam, sedangkan pada suhu 56°C hanya 1 jam. Sebaliknya virus ini mampu bertahan dalam keadaan dingin. Pada suhu -70°C dengan media protein ia dapat hidup selama 5,5 tahun, sedangkan dalam lemari pendingin dengan suhu 4-6°C, dapat hidup selama 5 bulan. Tetapi bila tanpa media protein, virus ini hanya mampu bertahan selama 2 minggu, dan dapat dengan mudah dihancurkan oleh sinar ultraviolet.

Oleh karena selubungnya terdiri dari lemak maka virus campak termasuk mikroorganisme yang bersifat ether labile. Pada suhu kamar, virus ini akan mati dalam 20% ether setelah 10 menit dan dalam 50% aseton setelah 30 menit. Virus campak juga sensitif terhadap 0,01% betapropiacetone – pada suhu 37°C dalam 2 jam, ia akan kehilangan sifat infektivitasnya namun tetap memiliki antigenitas penuh. Sedangkan dalam formalin 1/4.000, virus ini menjadi tidak efektif setelah 5 hari, tetapi tetap tidakkehilangan antigenitasnya. Penambahan tripsin akan mempercepat hilangnya potensi antigenik.

Pertumbuhan Virus

Virus campak dapat tumbuh pada berbagai macam tipe sel, tetapi untuk isolasi primer digunakan biakan sel ginjal manusia atau kera. Pertumbuhan virus campak lebih lambat daripada virus lainnya, baru mencapai kadar tertinggi pada fase larutan setelah 7-10 hari. Virus tidak akan tumbuh dengan baik pada perbenihan primer yang terdiri dari continuous cell lines, tetapi dapat diilosasi dari biakan primer sel manusia atau kera terlebih dahulu dan selanjutnya virus ini akan dengan mudah menyesuaikan dii dengan berbagai macam biakan yang terdiri dari continuous cell lines yang berasal dari sel ganas maupun sel normal manusia. Sekali dapat menyesuaikan diri pada perbenihan tersebut, ia dapat tumbuh dengan cepat dibandingkan dalam perbenihan primer, dan mencapai kadar maksimumnya dalam 2-4 hari.

Virus campak menyebabkan dua perubahan tipe sitopatik. Perubahan sitopatik yang pertama berupa perubahan pada sel yang batas tepinya menghilang sehingga sitoplasma dari

6

Page 7: BAB II b

banyak sel akan saling bercampur dan membentuk anyaman dengan pengumpulan 40 nucleus di tengah.

2.3.2 Rubella

Rubella disebabkan oleh suatu RNA virus, genus Rubivirus, famili Togaviridae. Virus dapat diisolasi dari biakan jaringan penderita. Secara fisiko-kimiawi virus ini sama dengan anggota virus lain dari famili tersebut, tetapi virus rubela secara serologik berbeda. Pada waktu terdapat gejala klinis virus ditemukan pada sekret nasofaring,darah,fesesdan urin.Virus rubela tidak mempunyai pejamu golongan intervetebrata dan manusia merupakan satu-satunya pejamu golongan vertebrata.Cara Penularannya melalui kontak dengan sekret nasofaring dari orang terinfeksi. Infeksi terjadi melalui droplet atau kontak langsung dengan penderita. Pada lingkungan tertutup seperti di asrama calon prajurit, semua orang yang rentan dan terpajan bisa terinfeksi. Bayi dengan CRS mengandung virus pada sekret nasofaring dan urin mereka dalam jumlah besar, sehingga menjadi sumber infeksi.Penyebab rubella atau campak Jerman adalah virus rubella. Meski virus penyebabnya berbeda, namun rubella dan campak (rubeola) mempunyai beberapa persamaan. Rubella dan campak merupakan infeksi yang menyebabkan kemerahan pada kulit pada penderitanya.Perbedaannya, rubella atau campak Jerman tidak terlalu menular dibandingkan campak yang cepat sekali penularannya. Penularan rubella dari penderitanya ke orang lain terjadi melalui percikan ludah ketika batuk, bersin dan udara yang terkontaminasi. Virus ini cepat menular, penularan dapat terjadi sepekan (1 minggu) sebelum timbul bintik-bintik merah pada kulit si penderita, sampai lebih kurang sepekan setelah bintik tersebut menghilang.Namun bila seseorang tertular, gejala penyakit tidak langsung tampak. Gejala baru timbul kira-kira 14 – 21 hari kemudian. Selain itu, campak lebih lama proses penyembuhannya sementara rubella hanya 3 hari, karena itu pula rubella sering disebut campak 3 hari.

2.4 Patofisiologi

2.4.1 Campak

Masuknya Virus dan Lokasi Replikasi Primer

Virus menyebar lewat udara dan masuk ke dalam tubuh melalui saluran nafas,

dan mungkin hanya dibutuhkan jumlah virus yang sedikit agar dapat menginfeksi orang yang

rentan terhadap penyakit. Virus bereplikasi pada saluran nafas selanjutnya menyebar ke

jaringan limfe di sekitarnya. Bertambah banyaknya virus di dalam kelenjar limfe

mengakibatkan terjadi viremia primer, kemudian virus menyebar ke berbagai jaringan dan

organ limfoid termasuk kulit, ginjal, saluran cerna, dan hati. Pada organ-organ ini virus

7

Page 8: BAB II b

bereplikasi pada sel endothelial, epielial, dan monosit/makrofag. Karena sel yang diinfeksi

virus campak mempunyai kemampuan untuk mengadakan fusi maka terbentuk sel raksasa

multinukleus.

Dari saluran nafas virus menyebar ke jaringan limfe sekitarnya, yang mungkin dibawa oleh makrofag paru-paru. Replikasi virus campak pada jarinagn limfoid mengakibatkan terbentuknya sel raksasa retikuloendotelial atau limfoid, yang pertama-tama ditemukan oleh Wathin dan Finkeldey. Sel yang besar ini ukurannya mencapai 100nm atau lebih, dan di dekat pusatnya mengandung lebih dari 100nm agregat nucleus. Badan inklusi umumnya tidak ada. Sel Warthin-Finkeldey cenderung berada dibagian perifer germinal center, dan pada jaringan limfe submukosa diperkirakan merupakan sumber utama penyebaran virus ke jaringan lain.

Penyebaran

Setelah terjadi amplifikasi virus pada kelenjar limfe regional, maka terjadi viremia dimana virus menyebar melalui darah dan menginfeksi organ-organ di dalam tubuh. Banyak studi telah membuktikan bahwa viremia mengikuti sel terjadi sebelum dan pada saat timbulnya ruam, tetapi sangat jarang ditemukan adanya viremia di dalam plasma, dan bila ada hanya ditemukan sebelum munculnya antibody netralisasi. Sel pertama yang diinfeksi di dalam darah adalah monosit. Infeksi virus campak pada garis keturunan sel makrofag dapat meningkatkan ekspresi LFA-1, merupakan molekul penempel yang dapat mendorong masuknya sel ke dalam jaringan, sehingga ia ia ikut berpartisipasi untuk menyebarkan virus. Sel-sel leukosit selain monosit dapat diinfeksi secara in vitro, dan mungkin juga dapat diinfeksi secara in vivo, yang juga dapat membantu untuk menyebarkan infeksi. Pada fase akhir viremia dapat disertai dengan leucopenia.

Sel dan Jaringan

Organ limfoid (thymus, lien, dan kelenjar limfe) dan jaringan limfoid

(apendik dan tonsil) yang terdapat di seluruh tubuh merupakan lokasi utama replikasi virus,

dibuktikan dengan adanya peningkatan jumlah sel raksasa Warthin-Finkeldey

(retikuloendotelial) pada jaringan limfatik sebelum munculnya ruam pada kulit. Pada lien,

yang merupakan tempat yang banyak terdapat makrofag adalah tempat replikasi utama virus

campak. Sel epitel pada thymus juga diinfeksi, sehingga terjadi penipisan kortek thymus

dalam rentang waktu yang lama. Jaringan limfoid lain mengalami penyembuhan dengan

cepat. Viruds campak juga menyebar ke berbagai organ lain termasuk kulit, konjungtiva,

ginjal paru, saluran cerna, mukosa saluran nafas, mukosa genital dan saluran kencing, dan

hati. Pada lokasi-lokasi ini, virus bereplikasi terutama pada sel endotel, sel epitel, dan/atau

monosit, dan makrofag.

8

Page 9: BAB II b

Sel endothelial pada pembuluh darah kecil di seluruh badan memperlihatkan bukti

adanya infeksi virus campak secara jelas (misalnya, ditemukan badan inklusi antigen virus

campak, atau RNA) pada saat gejala prodromal dan munculnya ruam pada kulit. Hal ini

disertai dengan pelebaran pembuluh darah, peningkatan permeabilitas pembuluh darah,

inflitrasi sel mononuclear, dan terjadinya infeksi di sekitar jaringan. Sel endotel yang

diinfeksi tampaknya memegang peranan utama dalam pathogenesis, sehingga terjadi

perubahan pada kulit, konjungtiva, dan membrane mukosa.

Dari hasil pemeriksaan histopatologi ruam yang disebabkan oleh virus campak

memberikan kesan bahwa, kejadian pertama adalah infeksi sel endothelial kulit, selanjutnya

diikuti dengan penyebaran infeksi ke dalam epidermis yang tumpang-tindih dengan sel

epithelial pada stratum granulosum, sehingga terbentuk keratosis fokal dan edema, dan terjadi

akumulasi bentuk sel epithelial raksasa dan infiltrat perivaskuler. Koplik’s spots secara

patologi adalah sama, karena terlibatnya glandula submukosa.

Pemeriksaan jaringan yang lain secara patologis memperlihatkan sel raksasa dengan nucleus yang banyak, yang sama dengan yang terbentuk pada biakan jaringan. Berlwanan dengan sel Warthin Finkeldey, sel raksasa ini umumnya mengandung badan inklusi eosinofilik intrasitoplasmik dan intranukleus. Sel epithelial raksasa banyak ditemukan pada saat munculnya ruam pada kulit dan dengan mudah ditemukan pada saat munculnya ruam pada kulit dan dengan mudah ditemukan pada sekesi hidung dan konjungtiva pada saat masa prodromal dan hari pertama timbulnya ruam. Sel epitel yang diinfeksi virus campak pada periode ini juga ditemukan pada saluran genitalia dan kencing sehingga dikeluarkan melalui urine.

2.4.2 Rubella

Daerah utama yang terinfeksi oleh rubella adalah nasofaring kemudian menyebar ke kelenjar getah bening secara cepat dan viremia. Ruam nampak akibat titer serum antibody meningkat dan mempengaruhi antigen-antibodi dan berinteraksi di kulit. Virus telah dapat ditemukan diseluruh kulit baik yang terlibat maupun yang tidak selama masa infeksi, dan penyebarannya karena factor lain yang mungkin berperan dalam patogenesis eksantem. Antibody HAI mencapai puncaknya pada hari 12 – 14 setelah timbulnya ruam dan akan kembali stabil setelah kira-kira 2 minggu kemudian.Virus rubella mempunya 3 polipeptida mayor yang mencakup 1 kapsid protein dan 2 amplop glikoprotein E1 dan E2. Antibodi anti-E1 mungkin memegang peranan utama dalam respon serologik.

9

Page 10: BAB II b

2.5 Pathogenesis

2.5.1 Campak

Penularannya sangat efektif, dengan sedikit virus yang infeksius sudah dapat menimbulkan infeksi pada seseorang. Penularan campak terjadi secara droplet melalui udara, sejak 1-2 hari sebelum timbul gejala klinis sampai 4 hari setelah timbul ruam. Ditempat awal infeksi, pengadaan virus sangat minimal dan jarang dapat ditemukan virusnya. Virus masuk kedalam limfati8k lokal, bebas maupun berhubungan dengan sel mononuklear, kemudian mencapai kelenjar getah bening regional. Disini virus memperbanyak diri dengan sangat perlahan dan dimulailah penyebaran ke sel jaringan limforetikuler seperti limpa. Sel mononuklear yang terinfeksi menyebabkan terbentuknya sel raksasa berinti banyak (sel Warthin), sedangkan limfosit –T (termasuk T-suppresor dan T-helper) yang rentan terhadap infekssi, turut aktif membelah.

Gambaran kejadian awal dijaringan limfoid masih belum diketahui secara lengkap, tetapi 5-6 hari setelah infeksi awal, terbentuklah fokus infeksi yaitu ketika virus masuk ke dalam pembuluh darah dan menyebar ke permukaan epitel orofaring, konjungtiva, saluran nafas, kulit, kandung kemih dan usus.

Pada hari ke 9-10 fokus infeksi yang berada di epitel saluran nafas dan konjungtiva, akan menyebabkan timbulnya nekrosis pada satu sampai dua lapis sel. Pada saat itu virus dalam jumlah banyak masuk kembali ke pembuluh darah dan menimbulkan manifestasi klinis dari sistem saluran nafas diawali dengan keluhan batuk pilek disertai selaput konjungtiva yang tampak merah. Respon imun yang terjadi ialah proses peradangan epitel pada sistem saluran nafas diawali dengan keluhan batuk pilek disertai selaput konjungtiva yang tampak merah. Respon imun yang terjadi ialah proses peradangan epitel pada sistem saluran nafas dikuiti dengan manifestasi klinis berupa demam tinggi, anak tampak sakit berat dan tampak suatu ulsera kecil pada mukosa pipi yang disebut bercak koplik, yang dapat tanda pasti untuk menegakkan diagnosis.

Selanjutnya daya tahan tubuh menurun. Sebagai akibat respon delayed hypersensitivity terhadap antigen virus, muncul ruam makulopapular pada hari ke-14 sesudah awal infeksi pada saat itu antibodi humoral dapat dideteksi pada kulit. Kejadian ini tidak tampak pada kasus yang mengalami defisit sel-T.

Fokus infeksi tidak menyebar jauh ke pembuluh darah. Vesikel tampak secara mikroskopik diepidermis tetapi virus tidak berhasil tumbuh dikulit. Penelitian dengan imunofluoresens dan histologik menunjukkan adanya antigen campak dan diduga terjadi suatu reaksi Arthus. Daerah epitel yang nekrotik di nasofaring dan saluran pernafasan memberikan kesempatan infeksi bakteri sekunder berupa bronkopneumonia, otitis media dan lain-lain. Dalam keadaan tertentu pneumonia juga dapat terjadi, selain itu campak dapat menyebabkan kurang gizi.

10

Page 11: BAB II b

2.5.2 rubella

Penularan terjadi melalui Oral droplet, dari nasofaring, atau rute pernapasan. Selanjutnya virus rubella memasuki aliran darah. Namun terjadi erupsi dikulit belum diketahui patogenesisnya. Viremia mencapai puncaknya tepat sebelum timbul erupsi dan kadang-kadang lebih lama. Selain dari darah dan sekret nasofaring, virus rubella telah diisolasi dari kelenjar getah bening, urin, cairan serebrospinal, ASI, cairan synovial dan paru.

Penularan dapat terjadi biasanya sejak 7 hari sebelum hingga 5 hari sesudah timbulnya erupsi. Daya tular tertinggi terjadi pada akhir masa inkubasi, kemudian menurun dengan cepat, dan berlangsung hingga menghilangnya erupsi.

2.6 Menifestasi klinis

2.6.1 Campak

Campak memiliki gejala klinis khas yaitu terdiri dari 3 stadium yang masing-masing memiliki ciri khusus

Stadium prodormal

Berlangsung rata-rata 3 hari (2-4 hari), ditandai dengan demam yang diikuti dengan batuk, pilek, farings merah, nyeri menelan, stomatitis, dan konjuntivitis. Tanda patognomonik yaitu timbulnya enantema mukosa pipi di depan molar tiga disebut bercak Koplik.

Selama stadium prodormal, suhu meningkat bertahap dengan nilai 39.5ºC + 1.1ºC selama kurang lebih 4 hari. Gejala nasal merepresentasikan infeksi virus respiratori dan sama seperti yang terjadi pada nasofaringitis akut atau common cold. Bersin-bersin, rhinitis, dan kongesti ialah gejala yang umum.

Bercak Koplik biasanya berwarna putih di atas permukaan mukosa yang merah terang. Bercak Koplik pertama muncul di di depan mukosa bukal molar namun akan dengan cepat menyebar ke sebagian besar bukal dan mukosa labial bawah. Hal yang penting adalah latar belakang mukosa yang selalu merah terang dan granular, sehingga dapat dibedakan dari lesi normal pada permukaan mukosa yang pucat yang biasanya terdapat pada dewasa.

Stadium erupsi

Ditandai dengan timbulnya ruam makulopapular yang bertahan selama 5-6 hari. Timbulnya ruam dimulai dari batas rambut di belakang telinga, kemudian menyebar ke wajah, leher, dan akhirnya ekstremitas. Eksantema biasanya terjadi pada puncak gejala respiratorik dan ketika suhu sekitar 39.5ºC. Saat itu, bercak Koplik mencapai puncaknya dan 3 hari berikutnya akan menghilang.

Stadium konvalesens

Setelah 3 hari ruam berangsur menghilang sesuai ututan timbulnya. Ruam kulit menjadi kehitaman, dan mengelupas yang akan menghilang setelah 1-2 minggu.

11

Page 12: BAB II b

2.6.2 Rubella

Masainkubasi masa inkubasi berkisar antara 14-21 hari.dalam beberapa laporan lain waktu inkubasi minimum 12 hari dan maksimum 17 sampai 21 hari.

Masa prodromal

Pada anak biasanya erupsi timbul tanpa keluhan sebelumnya; jarang disertai gejala dan

tanda masa prodromal. Namun pada remaja dan dewasa muda masa prodromal berlangsung

1-5 hari dan terdiri dari demam ringan, sakit kepala, nyeri tenggorok, kemerahan pada

konjungtiva, rinitis, batuk dan limfadenopati. Gejala ini segera menghilang pada waktu erupsi

timbul. Gejala dan tanda prodromal biasanya mendahului 1-5 hari erupsi di kulit. Pada

beberapa penderita dewasa gejala dan tanda tersebut dapat menetap lebih lama dan bersifat

lebih berat. Pada 20% penderita selama masa prodromal atau hari pertama erupsi timbul suatu

enantema, tanda Forschheimer, yaitu makula atau petekiia pada palatum molle. Pembesaran

kelenjar limfe bisa timbul 5-7 hari sebelum timbul eksantema, khas mengenai kelenjar

suboksipital, postaurikular dan servikal dan disertai nyeri tekan.

Masa eksantema

Masa eksantemaSeperti pada rubeola, eksantema mulai retro-aurikular atau pada muka dan dengan cepat

meluas secara kraniokaudal ke bagian lain dari tubuh. Mula-mula berupa makula yang

berbatas tegas dan kadang-kadang dengan cepat meluas dan menyatu, memberikan bentuk

morbiliform. Pada hari kedua eksantem di muka menghilang, diikuti hari ke-3 di tubuh dan

hari ke-4 di anggota gerak. Pada 40% kasus infeksi rubela terjadi tanpa eksantema. Meskipun

sangat jarang, dapat terjadi deskuamasi posteksantematik.

Limfadenopati merupakan suatu gejala klinis yang penting pada rubela. Biasanya

pembengkakan kelenjar getah bening itu berlangsung selama 5-8 hari. Pada penyakit rubela

yang tidak mengalami penyulit sebagian besar penderita sudah dapat bekerja seperti biasa

pada hari ke-3. sebagian kecil penderita masih terganggu dengan nyeri kepala, sakit mata,

rasa gatal selama 7-10 hari.

12

Page 13: BAB II b

2.7 Diagnosis

2.7.1 Campak

Diagnosis campak biasanya dapat dibuat berdasarkan kelompok gejala klinis yang sangat berkaitan, yaitu koriza dan mata meradang disertai batuk dan demam tinggi dalam beberapa hari, diikuti timbulnya ruam yang memiliki ciri khas, yaitu diawali dari belakang telinga kemudian menyebar ke muka, dada, tubuh lengan dan kaki bersamaan dengan meningkatnya suhu tubuh dan selanjutnya mengalami hiperpigmentasi dan mengelupas.

Pada stadium prodromal dapat ditemukan enantema dimukosa pipi yang merupakan tanda patognomosis campak (bercak koplik). Meskipun demikian menetukan diagnosis perlu ditunjang pada epidemiologi. Tidak semua kasus manifestasinya sama dan jelas. Sebagai contoh, pasien yang menngidap gizi kurang, ruamnya dapat sampai berdarah dan mengelupas atau bahkan pasien sudah meninggal sebelum ruam timbul. Pada kasus gizi kurang juga dapat terjadi diare yang berkelanjutan.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa diagnosis campak dapat ditegakkan secara klinis, sedangkan pemeriksaan penunjang sekedar membantu; seperti pada pemeriksaan sitologik ditemukan sel raksasa pada lapisan mukosa hidung dan pipi, dan pada pemeriksaan serologi didapatkan IgM spesifik.

2.7.2 Rubella

Diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesis yang cermat. Rubella merupakan penyakit yang epidemi (penyebaran penyakit yang cepat pada banyak orang dalam masyarakat) sehingga bila diselidiki dengan cermat, dapat ditemukan kasus kontak atau kasus lain di dalam lingkungan penderita. Sifat demam dapat membantu dalam menegakkan diagnosis, oleh karena demam pada rubella jarang sekali di atas 38,50C.

Pada infeksi yang tipikal, macula merah muda yang menyatu menjadi eritema difus pada muka dan badan serta artralgia pada tangan penderita dewasa merupakan petunjuk diagnostig rubella. Peningkatan sel plasma 5-20% merupakan tanda yang khas. Kadang- terdapat leucopenia pada awal penyakit yang dengan segera diikuti limfositosis relative. Sering terjadi penurunan ringan jumlah trombosit.

Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan serologi yaitu adanya peningkatan titer antibody 4 kali pada HAIR (haemaglutination inhibition test) atau ditemukannya antibodi igM yang spesifik untuk rubella. Titer antibodi mulai meningkat 24-48 jam setelah permulaan erupsi dan mencapai puncaknya pada hari ke 6-12. Selain pada infeksi primer, antibodi igM spesifik rubella harus diinterpretasikan dengan hati-hati.

13

Page 14: BAB II b

Pada kehamilan, 1-2 minggu setelah timbulnya Rash dapat dilakukan pemeriksaan serologi igM-immunoassay (dengan sampel berasal dari tenggorok atau urin) sebanyak 2 kali dengan selang 1-2 minggu. Bila didapatkan kenaikan titer sebanyak 4 kali, dapat dipertimbangkan terminasi kehamilan.1

Gambar perbedaan campak dengan german measles

2.8 Diagnosis banding

2.8.1 Campak

1. Roseola infantum. Pada Roseola infantum, ruam muncul saat demam telah menghilang.

2. Rubella. Ruam berwarna merah muda dan timbul lebih cepat dari campak. Gejala yang timbul tidak seberat campak.

3. Alergi obat. Didapatkan riwayat penggunaan obat tidak lama sebelum ruam muncul dan biasanya tidak disertai gejala prodromal.

4. Demam skarlatina. Ruam bersifat papular, difus terutama di abdomen. Tanda patognomonik berupa lidah berwarna merah stroberi serta tonsilitis eksudativa atau membranosa (Alan R. Tumbelaka, 2002).

14

Page 15: BAB II b

2.8.2 Rubella

Penyakit yang memberikan gejala klinis dan eksantema yang menyerupai rubella adalah :

a. Penyakit virus : campak roseola infantum, eritema mononukleaosis infeksiosa dan pityriasis rosea.

b. Penyakit bakteri : Scarlet fever (skarlatina). Bila terjadi kemerehan difus dan tampak bercak-bercak berwarna lebih gelap diatasnya, perlu dibedakan dengan scarlet fever. Tidak seperti scarlet fever, pada rubella daeral parietal terkena.

c. Erupsi obat : ampisilin, penisilin, asam salisilat, fenotiazin dan diuretik tiazid. Erupsi obat menyerupai rubella yang dapat disertai pembesaran KGB disebabkan terutama oleh senyawa hidantoin. Pada kasus yang meragukan dapat dilakukan pemeriksaan hemogram dan serologi.

2.9 Komplikasi2.9.1 campak

a. Laringitis akut

Laringitis timbul karena adanya edema hebat pada mukosa saluran nafas, yang bertambah parah pada saat demam menacai puncaknya. Ditandainya dengan distres pernafasan , sesak, sianosis dan stridor. Ketika demam turun keadaan membaik dan gejala akan menghilang.

b. Bronkopneumonia

Dapat disebabkan oleh virus campak maupun akibat invasi bakteri. Ditandai dengan batuk, meningkatnya frekuensi nafas dan adanya rongki basah halus. Pada saat suhu turun, apabila disebabkan oleh virus, gejala pneumonia akan menghilang, kecuali batuk yang masih dapat berlanjut sampai beberapa hari lagi. Apalagi suhu tidak juga turun pada saat yang diharapkan dan gejala saluran nafas masih terus berlangsung, dapat diduga adanya pneumonia karena bakteri yang telah mengadakan invasi pada sel epitel yang telah dirusak oleh virus . Gambaran infiltrat pada thoraks dan adanya leukositosis dapat mempertegas diagnosis. Dinegara sedang berkembang dimana malnutrisi masih menjadi masalah, penyulit pneumonia bakteri biasa terjadi dan dapat menjadi fatal bila tidak diberi antibiotik.

c. Kejang Demam

Kejang dapat timbul pada periode demam, umumnya pada puncak demam saat ruam keluar. Kejang dalam hal inio diklasifikasikan sebagai kejang demam.

d. Ensefalitis

15

Page 16: BAB II b

Merupakan penyulit neurologik yang paling sering, biasa terjadi pada hari ke 4-7 setelah timbul;nya ruam. Kejadian ensefalitis sekitar 1 dalam 1000 kasus campak, dengan mortalitas antara 30-40%. Terjadinya ensefalitis dapat melalui mekanisme imunologik maupun melalui invasi langsung virus campak kedalam otak. Gejala ensefalitis dappat berupa kejang, letargi, koma dan iritabel. Keluha nyeri kepala, frekuensi nafas meningkat, twitching, disorientasi juga dapat ditemukan. Pemeriksaan cairan serebrospinal menunjukkan pleositosis rinagan, dengan predominan sel mononuklear, peningkatan protein ringan, sedangkan kadar glukosa dalam batas normal.

e.SSPE ( Subacute Sclerosing Panenchephalitis)

Subacute Sclerosing Panenchephalitis merupakan kelainan degeneratif susunan saraf pusat yang jarang disebabkan oleh infeksi virus campak yang persisten. Kemungkinan untuk menderita SPPE pada anak yang sebelumnya pernah menderita campak adalah 0,6- 2,2 per 100.000 infeksi campak. Risiko terjadi SPPE lebih besar pada usia yang lebih muda, dengan masa inkubasi rata-rata 7 tahun. Gejala SPPE didahului dengan gangguan tingkah laku dengan intelektual yang progresif, diikuti oleh inkoordinasi motorik, kejang umumnya bersifat mioklonik. Laboratorium menunjukkan peningkatan globulin dalam cairan serebrospinal, antibodi terhadap campak dalam serum ( CF dan HAI) meningkat ( 1: 1280). Tidak ada terapi untuk SPPE. Rata-rata jangka waktu timbulnya gejala sampai meninggal antara 6-9 bulan.

f. Otitis media

Invasi virus ke dalam telinga tengah umumnya terjadi pada campak. Gendang telinga biasanya hiperemis pada fase prodromal dan stadium erupsi. Jika terjadi invasi bakteri pada lapisan sel mukosa yang rusak karena invasi virus akan terjadi otitis media purulenta dapat pula terjadi mastoiditis.

g. Beberapa anak yang menderita camapak mengalami muntah dan mencret pada fase prodromal. Keadaan ini akibat invasi virus kedalam sel mukosa usus. Dapat pula timbul enteropati yang menyebabkan kehilangan protein ( protein losing enterophaty).

h. Konjungtivitis

Pada hampir semua kasus campak terjadi konjungtivitis, yang ditandai dengan adanya mata merah, pembengkakan kelopak mata, lakrimasi dan fotofobia. Kadang-kadang terjadi infeksi sekunder bakteri. Virus campak atau antigennya dapat dideteksi pada lesi konjungtiva pada hari pertama sakit. Konjungtivitis dapat memburuk dengan terjadinya hipopion dan pan-oftalmitis hingga menyebabkan kebutaan. Dapat pula timbul ulkus kornea.

i. Sistem kardiovaskular

Pada EKG dapat ditemukan kelainan berupa perubahan pada gelombang T, Kontraksi prematur aurikel dan perpanjangan interrval A-V. Perubahan tersebut bersifat sementara dan tidak atau hanya sedikit mempunyai arti klinis.

16

Page 17: BAB II b

2.9.2 Rubella

Campak jerman sebenarnya merupakan infeksi ringan. Setelah seseorang terkena

penyakit ini, maka akan kebal secara permanen (tidak kena lagi). Namun, beberapa wanita

dengan rubella dapat mengalami radang sendi (arthritis) pada jari-jari, pergelangan tangan

dan lutut, yang biasanya berlangsung selama 2 minggu hingga satu bulan. Dalam kasus yang

jarang terjadi, rubella juga dapat menyebabkan infeksi telinga (otitis media) juga radang otak

(ensefalitis).

Yang paling berbahaya, jika jika rubella ini mengenai ibu hamil, dengan konsekuensi

gangguan pada janin yang dikandungnya. Dengan perkiraan 90% bayi yang lahir dari ibu

yang memiliki rubella selama 11 minggu pertama kehamilan akan mengembangkan sindrom

rubella bawaan atau dikenal dengan istilah sindrom rubella kongenital, yaitu mengalami satu

atau beberapa kelainan berikut:

Retardasi pertumbuhan

Keterbelakangan mental

Katarak

Tuli bawaan

Cacat jantung bawaan

Cacat pada organ lain

Risiko tertinggi untuk janin selama trimester pertama, tetapi paparan virus pada kehamilan

usia berapapun juga berbahaya.

2.10 Penatalaksanaan2.10.1 Campak

Pasien campak tanpa penyulit dapat berobat jalan. Anak harus diberikan cukup cairan dan kalori, sedangkan pengobatan bersifat simtomatik, dengan pemberian antipiretik, antitusif, ekspetoran dan antikonvulsan bila diperlukan. Sedangkan pada campak dengan penyulit, pasien perlu dirawat inap. Dirumah sakit pasien campak dirawat dibangsal isolasi sistem pernafasan, diperlukan perbaikan keadaan umum dengan memperbaiki kebutuhan cairan dan diet yang memadai. Vitamin A 100.000 IU peroral diberikan satu kali, apabila terdapat malnutrisi yang dilanjutkan 1500 IU tiap hari.

Apabila terdapat penyulit, maka dilakukan pengobatan untuk mengatasi penyulit yang timbul, yaitu:

17

Page 18: BAB II b

1. Bronkopneumonia

Diberikan antibiotik ampisilin 100 mg/kgBB/haridalam 4 dosis intravena dikombinasikan dengan kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari intravena dalam 4 dosis, sampai gejala sesak berkurang dan pasien dapat minum obat peroral. Antibiotik diberikan sampai tiga hari demam reda. Apabila dicurigai infeksi spesifik, maka uji tuberkulin dilakukan setelah anak sehat kembali (3-4 minggu kemudian) oleh karena uji tuberkulin biasanya negatif (anergi) pada saat anal menderita campak. Gangguan reaksi delayed hipersensitivity disebabkan oleh sel limfosit-T yang terganggu fungsinya.

2. Enteritis

Pada keadaan berat anak mudah jatuh dalam dehidrasi. Pemberian cairan intravena dapat dipertimbangkan apabila terdapat enteritas + dehidrasi.

3. Otitis media

Seringkali disebabkan oleh karena infeksi sekunder, sehingga perlu diberikan antibiotik kotrimoksazol-sulfametoksazol (TMP 4mg yang terganggu fungsinya.

2. Enteritis

Pada keadaan berat anak mudah jatuh dalam dehidrasi. Pemberian cairan intravena dapat dipertimbangkan apabila terdapat enteritas + dehidrasi.

3. Otitis media

Seringkali disebabkan oleh karena infeksi sekunder, sehingga perlu diberikan antibiotik kotrimoksazol-sulfametoksazol (TMP 4mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis.

4. Enselopati

Perlu reduksi jumlah pemberian cairan hingga ¾ kebutuhan untuk mengurangi edem otak, disamping pemberian kortikosteroid. Perlu dilakukan koreksi elektrolit dan gangguan gas darah.

2.10.2 Rubella

Tidak ada pengobatan khusus untuk menyembuhkan atau mempersingkat penyakit

campak jerman ini dan apalagi gejala yang muncul biasanya sangat ringan sehingga

pengobatan biasanya tidak diperlukan. Oleh karena itu pengobatan campak jerman bersifat

supportif, antara lain:

Istirahat cukup

Konsumsi makanan bergizi, tidak ada pantangan.

18

Page 19: BAB II b

Jaga jarak dengan teman, keluarga dan rekan kerja – terutama ibu hamil – dan

beritahu mereka tentang diagnosis Anda supaya mereka juga waspada (ingat! cara

penularannya).

Jika muncul gejala seperti demam, sakit kepala, gatal, atau bahkan nyeri sendi dan

dirasa sangat mengganggu maka berobatlah ke dokter. Dokter akan memberikan

pengobatan sebatas gejala yang anda keluhkan itu.

Jika ada yang mengalami gejala-gejala campak jerman seperti disebutkan diatas dan

ia sedang hamil, maka segeralah konsultasikan dengan dokter kandungan Anda.

Rubella biasanya ringan pada anak-anak, dan seringkali dapat dirawat di rumah. Monitor

suhu anak Anda dan hubungi dokter jika demam naik terlalu tinggi.

Untuk meringankan ketidaknyamanan si kecil, Anda dapat memberikan acetaminophen atau

ibuprofen untuk meringankan demam ataupun sakit kepala.

2.11 Pencegahan2.11.1 Campak

Pencegahan campak dilakukan dengan pemberian imunsasi aktif pada bayi berumur 9 bulan atau lebih. Dosis baku minimal untuk pemberian vaksin campak yang dilemahkan adlah sebanyak 0,5ml. cara pemberian yang dianjurkan adalah subkutan. Kombinasi beberapa vaksin dalam satu semprit atau secara stimulant dibeberapa tempat dan waktu yang sam sering digunakan untuk meyederhanakan prosedur dan mengurangi biaya. Dalam hal demikian ada 2 kemungkinan yang mungkin terjadi, yaitu peningkatan respon imun atau sebaliknya, menunggu respon imun. Vaksin campak sering dipakai bersamaan dengan vaksin rubella dan parotitis epidemika yang dilemahkan, vaksin polio oral, vaksin difteria-tetanus dan lain-lain.akibat setiap pemberian imunisasi akan menyebabkan respon imun anamnestic pada kasus yang tidak menunjukkan gejala klinis dan penyakitnya.

Kegagalan vaksinasi perlu dibedakan antara kegagalan primer dan sekuder. Dikatan primer apabila tidak terjadi serokonveksi seelah diimunisasi, dan sekunder apabila tidak ada proteksi setelah terjadi serokonveksi.

2.11.2 Rubella

Vaksin campak, gondong, dan rubella (MMR) merupakan kombinasi vaksin yang berfungsi melindungi anak-anak dari serangan tiga virus ini. Vaksin MMR efektif memberikan kekebalan pada kebanyakan orang, dan orang yang sudah pernah terkena rubella biasanya akan kebal seumur hidupnya.

Vaksin MMR yang pertama biasanya diberikan saat anak berusia 12 bulan, vaksin kedua diberikan saat usia 4-6 tahun. Walaupun sebenarnya vaksin kedua sudah bisa diberikan setelah 28 hari sejak pemberian vaksin pertama, meskipun belum berusia empat tahun.

19

Page 20: BAB II b

BAB III

KESIMPULAN

Perbedaan campak biasa dan campak Jerman bisa dilihat dari ciri-ciri kedua campak itu. Berikut ciri-cirinya.

Campak Jerman disebabkan oleh virus Rubella sedangkan campak biasa disebabkan oleh virus jenis Morbilli.

Campak Jerman menyebabkan ruam merah di kulit yang dimulai dari muka ke bawah dan lamanya sekitar 3 hari. Adapun campak biasa, ruam merah yang timbul bisa muncul dari mana saja dengan waktu yang bisa lebih lama atau pun lebih sebentar dari 3 hari.

Campak Jerman bisa menyebabkan sakit kepala dan sakit persendian. Adapun campak biasa tidak. Hanya flu, batuk, pilek, dan demam saja.

Campak Jerman bisa menyebabkan hal yang fatal. Misalnya saja pada ibu hamil bisa menyebabkan kematian atau kelahiran bayi prematur. Jika pun bayi itu bisa lahir, bayi itu bisa sangat berisiko untuk cacat otak, cacat fisik, dan juga keterbelakangan mental. Keadaan ini disebut sebagai sindrom Rubella Kongenital. Kemudian pada pria dewasa, campak Jerman bisa menyebabkan sakit parah pada bagian testis. Adapun campak biasa tidak menyebabkan hal-hal yang fatal. Hanya gejala biasa saja yang muncul.

Vaksin campak Jerman adalah MMR (measles, mumps, rubella) yang diberikan bisa kapan saja. Adapun vaksin campak disebut sebagai vaksin campak biasa yang diberikan pada usia bayi 9 bulan dan ulangan di usia 6 tahun.

Gejala awal muncul penyakit campak Jerman adalah pembengkakan kelenjar getah bening di leher bawah kuping. Adapun campak biasa tidak.

20

Page 21: BAB II b

DAFTAR PUSTAKA

1. Soegeng Soegijanto. Campak. Dalam : ed. Sumarno S. Poorwo Soedarmo, Herry Garna, Sri Rezeki S. Hadinegoro. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Infeksi & Penyakit Tropis. Edisi II. 2002. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI : Jakarta.

2. Herry Garna, Alex Chaerulfatah, Azhali MS, Djatnika Setiabudi,. Morbili (Campak, Rubeola, Measles). Dalam : ed. Herry Garna, Heda Melinda D. Nataprawira. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. Edisi III. 2005. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNPAD : Bandung.

3. Brooks, Geo F., Butel, Janet S., Morse Stephen A. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi I. Terjemahan. 2005.Salemba Medika : Jakarta

4. Phillips, Carol.F. Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 2. Terjemahan. 1993. EGC : Jakarta.5. Satari H I, Hadinegoro S R S, dkk. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis Edisi 2.

Jakarta: Bag.Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 2002.6. Departemen Ilmu kesehatan Anak RSCM. Panduan Pelayanan Medis Departemen

Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: 2007.7. Cherry, JD. Measles Virus. In Feigin RD, Cherry JD, Demmler GJ, Kaplan SL.

Textbook of Pediatric Infectious Disease Volume 2. 5th ed. Philadelphia: WB Saunders; 2004.

8. Alan R. Tumbelaka. 2002. Pendekatan Diagnostik Penyakit Eksantema Akut dalam: Sumarmo S. Poorwo Soedarmo, dkk. (ed.) Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Infeksi & Penyakit Tropis. Edisi I. Jakarta. Balai Penerbit FKUI.

9. Cherry J.D. 2004. Measles Virus. In: Feigin, Cherry, Demmler, Kaplan (eds) Textbook of Pediatrics Infectious Disease. 5th edition. Vol 3. Philadelphia. Saunders.

10. Phillips C.S. 1983. Measles. In: Behrman R.E., Vaughan V.C. (eds) Nelson Textbook of Pediatrics. 12th edition. Japan. Igaku-Shoin/Saunders.

11. Soegeng Soegijanto. 2001. Vaksinasi Campak. Dalam: I.G.N. Ranuh, dkk. (ed) Buku Imunisasi di Indonesia. Jakarta. Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia.

12. Soegeng Soegijanto. 2002. Campak. dalam: Sumarmo S. Poorwo Soedarmo, dkk. (ed.) Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Infeksi & Penyakit Tropis. Edisi I. Jakarta. Balai Penerbit FKUI. Hal. 125 T.H. Rampengan, I.R. Laurentz. 1997. Penyakit Infeksi Tropik pada Anak. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

21