b ab ii new

37
B AB II TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Kasus 1. Anatomi fungsional sendi lutut a. Persendian lutut Sendi lutut dibentuk oleh os tibia, os femur dan os patella. Permukaan sendi lutut berupa condylus femoris sebagi caput articularis berbentuk seperti katrol dan condylus tibiae sebagai dasar sendi (fovea articularis) dengan bentuk yang lebih datar (Susilowati dan Surini, 2002). b. Meniskus Hubungan yang asimetris antara condylus femoris dan condylus tibiae dilapisi oleh meniscus dengan struktur fibro cartilago yang melekat pada kapsul sendi. Meniscus lateralis berbentuk “O“ dan meniscus medialis berbentuk “C”. Pada gerak fleksi meniscus bergerak sedikit ke dorsal, 5 5

Upload: arayllayulian

Post on 04-Aug-2015

187 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: B AB II new

B AB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi Kasus

1. Anatomi fungsional sendi lutut

a. Persendian lutut

Sendi lutut dibentuk oleh os tibia, os femur dan os patella. Permukaan

sendi lutut berupa condylus femoris sebagi caput articularis berbentuk seperti

katrol dan condylus tibiae sebagai dasar sendi (fovea articularis) dengan bentuk

yang lebih datar (Susilowati dan Surini, 2002).

b. Meniskus

Hubungan yang asimetris antara condylus femoris dan condylus tibiae

dilapisi oleh meniscus dengan struktur fibro cartilago yang melekat pada kapsul

sendi. Meniscus lateralis berbentuk “O“ dan meniscus medialis berbentuk “C”.

Pada gerak fleksi meniscus bergerak sedikit ke dorsal, ekstensi bergerak ke

ventral. Meniscus ini akan membantu mengurangi tekanan dari condylus femoris

terhadap condylus tibiae dengan menyebarkan tekanan pada cartilago articularis

dan menurunkan distribusi tekanan antara kedua condylus serta mengurangi friksi

selama gerakan berlangsung (Tajuid, 2000).

5

5

Page 2: B AB II new

c. Kartilago

Kartilago adalah jaringan elastik yang menyerupai jel yang terletak pada

ujung permukaan tulang yang membentuk persendian berguna untuk menahan

tekanan dan beban berat badan sewaktu berdiri maupun aktifitas tegak lainnya.

Kartilago yang sehat mempunyai 3 komponen utama yaitu (1) khondrosit, yaitu

sel-selnya tumbuh pada seluruh bagian kartilago yang berperan agar kartilago

tetap bisa mengalami regenerasi dan sehat, (2) kolagen, merupakan matrik protein

fibrus yang terbentuk seperti anyaman yang sangat kuat, (3) proteoglikan,

merupakan matrik yang tersusun oleh kombinasi protein dan gula berperan untuk

menyerap dan mempertahankan cairan. Proteoglikan bersama dengan kolagen

berfungsi untuk memelihara agar kartilago tetap bersifat fleksibel dan mampu

meredam beban fisik (Hudaya, 2002). Keseluruhan daerah sendi dikelilingi

sejenis kantong yang disebut dengan kapsul, yang terdiri dari stratum fibrosum

dibagian luar sebagai penguat dan stratum sinovial di bagian dalam sebagai

pelicin karena menghasilkan cairan sinovial (Susilowati dan Surini, 2002).

d. Ligamentum

Di luar kapsul diperkuat oleh ligamentum. Ligamentum yang

mempengaruhi stabilitas sendi lutut meliputi (1) ligamentum collaterale mediale,

(2) ligamentum collaterale laterale, (3) ligamentum cruciatum anterior dan (4)

ligamentum cruciatum posterior. Ligamentum collaterale mediale berjalan dari

epicondylus medialis femoris ke permukaan medial tibia berfungsi untuk

6

Page 3: B AB II new

menahan beban ke arah medial, ligamentum collaterale laterale berjalan dari

epicondylus lateralis femoris ke capitulum fibula yang berfungsi untuk menahan

beban ke arah lateral. Arah dari kedua ligamentum tersebut memberikan gaya

bersilangan sehingga memperkuat stabilitas sendi lutut terutama pada posisi

ekstensi. Ligamentum cruciatum anterior berjalan dari depan eminentia

intercondyloidea tibiae ke permukaan medial condylus lateralis femoris yang

berfungsi menahan gerakan translasi os tibiae terhadap os femur ke arah anterior

sedangkan ligamentum cruciatum posterior yang berjalan dari facies lateralis

condylus medialis femur menuju ke fossa intercondyloidea tibia yang berfungsi

untuk menahan gerak translasi os tibia terhadap os femur ke arah posterior. Kedua

ligamentum tersebut pada posisi endorotasi saling bersilangan sedangkan pada

posisi eksorotasi akan sejajar (Platzer et all, 1983).

e. Otot

Otot-otot sekitar sendi lutut mempunyai fungsi sebagai stabilitas aktif.

Otot penggerak kearah ekstensi yaitu quadriceps femoris, disarafi oleh n.

femoralis L2-4 yang terdiri dari : (1) otot rectus femoris, origo pada spina iliaca

anterior inferior, superior acetabulum, insertio pada patella bagian basal, (2) otot

vastus medialis, origo pada labium mediale linea aspera, insertio pada setengah

bagian proximal medial os patella, (3) otot vastus lateralis, origo pada labium

lateral linea aspera dan anterior trochantor mayor femoris, insertio pada

proximal lateral os patella , (4) otot vastus intermedius, origo pada 2/3 proximal

dari anterior dan lateral corpus femoris, insertio pada bagian lateral os patela. Otot

7

Page 4: B AB II new

penggerak utama ke arah fleksi adalah otot hamstring tediri dari 3 kelompok otot

yang disarafi oleh n. sciatica L5-S2 yaitu (1) otot bisep femoris, origo pada caput

longum pada tepi bawah ischiadicum, caput brevis pada labium lateral linea

aspera, insertio pada fibula bagian lateral dan condylus lateralis tibiae, (2) otot

semitendinosus, origo pada tuber ischiadicum, insertio pada bagian proximal dari

medial permukaan os tibiae, (3) otot semimembranosus, origo pada tuber

ischiadicum, insertio condylus medialis tibiae (Kenyon, 2004).

Osteokinematika yang terjadi pada sendi lutut adalah gerakan fleksi dan

ekstensi pada bidang sagital dengan luas gerak sendi fleksi antara 120-130 bila

posisi hip mencapai fleksi penuh. Untuk gerakan ekstensi luas gerak sendi 0

tetapi bisa 5-10 jika terdapat hiperekstensi lutut. Gerakan memutar pada bidang

rotasi untuk gerakan endorotasi dengan luas gerak sendi antara 30-35.

Sedangkan untuk eksorotasi antara 40-45 dari posisi awal mid posisi, gerakan ini

terjadi pada posisi lutut fleksi 90 (Kapandji, 1987).

Arthrokinematika sendi lutut yaitu saat fleksi sendi lutut, femur rolling ke

arah posterior dan sliding ke arah anterior. Saat gerak ekstensi lutut, femur rolling

ke arah anterior dan sliding ke arah posterior. Pada tibia gerakan rolling dan

sliding searah yaitu saat bergerak fleksi sendi lutut, tibia menuju ke posterior

sedangkan pada saat ekstensi lutut, tibia menuju ke anterior (Platzer et all, 1983).

8

Page 5: B AB II new

Gambar 2.1

Meniskus, (Wikipedia, 2008)

Keterangan :

1. Tuberositas tibiae

2. Ligamentum transvers

3. Ligamentum meniscofemoral anterior

4. Meniscus lateralis

5. Ligamentum cruciatum anterior

6. Ligamentun meniscofemoral posterior

7. Ligamentum cruciatum posterior

8. Meniscus medialis

9

Page 6: B AB II new

Gambar 2.2

Tulang, persendiaan dan ligament sendi lutut (Putz and Pabst, 2000 )

Keterangan :

1. Tendon M. Adductor magnus 2. Tendon caput medial M Gastrocnemius

3. Condylus medialis 4. Ligamen menisco femorale posterior

5. Ligamen collateral tibia 6. Tendon M semi membranosus

7. Ligamen popliteum obliqum 8. Ligamen cruciatum anterior

9. M. popliteum obliqum 10. M. Popliteus

11. Tendon caput lateralis 12. Ligamen cruciatum anterior

13. Condilus lateralis femur 14. Tendon M. Popliteus

15. Meniscus lateralis 16. Ligamen collateral fibula

17. Condylus lateralis tibia 18. Ligamen capitis fibulae posterior

19. Caput fibulae

10

1

2

3

5

6

7

4

8

10

11

19

18

17

16

15

14

13

12

9

Page 7: B AB II new

Gambar 2.3

Otot-otot penguat sendi lutut tampak dari depan (Putz and Pabst, 2000)

Keterangan :

1. M. Psoas mayor 2. M. Illiacus

3. M. Iliopesoas 4. M. Tensor Fasiae latae

5. M. Rectus femoris 6. M. Vastus lateralis

7. M. Psoas minor 8. M. Pectineus

9. M. Adduktor 10. M. Sartorius

11. M. Adduktor magnus 12. M. Gracilis

13. M. Vastus medialis

11

Page 8: B AB II new

Gambar 2.4

Otot-otot penguat sendi lutut tampak dari belakang (Putz and Pabst, 2000 )

12

Page 9: B AB II new

1. Definisi

Osteoarthritis adalah suatu kerusakan pada permukaan kartilago yang

ditandai dengan perubahan histologi, klinis dan radiologi (Moll, 1984). Penyakit

ini bersifat asimetris dan tidak ada komponen sistemik (Parjoto, 2000).

2. Patologi

Osteoarthritis sendi lutut merupakan gangguan dari persendian diatrodial

yang dicirikan oleh fragmentasi dan terbelah-belahnya kartilago persendian

karena adanya degenerasi kartilago akibat ketidakseimbangan antara proses

degenerasi dan regenerasi. Lesi permukaan itu disusul oleh proses pemusnahan

kartilago secara progresif. Melalui sela-sela yang timbul akibat proses degenerasi

fibrilar pada kartilago, cairan sinovial dipenetrasikan ke dalam tulang di bawah

lapisan kartilago, yang akan menghasilkan kista-kista. Kartilago yang sudah

hancur mengakibatkan sela persendian menjadi sempit. Disamping itu juga terjadi

regenerasi di tepi tulang subkhondral berupa pembentukan tulang baru (osteofit)

yang menonjol ke tepi persendian. Pada tulang subkhondral terjadi reparasi

sehingga terjadi sklerotik tulang subkhondral (Sidharta, 1984).

3. Etiologi

Menurut American Rheumatism Association (ARA), OA diklasifikasikan

menjadi 2, yaitu (1) osteoarthritis primer yang belum diketahui penyebabnya

13

Page 10: B AB II new

(idiopatik), namun bisa juga karena herediter, OA jenis ini paling sering

ditemukan dan (2) osteorthritis sekunder penyebabnya adalah kelainan

pertumbuhan tulang sejak lahir, penyakit metabolik, trauma, peradangan dan

faktor endokrin (Moll, 1984).

Beberapa faktor pemicu terjadinya OA meliputi:

a. Usia

Kartilago sebagai bantalan penahan tekanan semakin tua akan semakin

kurang elastisitasnya (Sidharta, 1984). Prevalensi radiologik OA sendi lutut akan

meningkat sesuai dengan umur. Pada umur di bawah 45 tahun jarang didapatkan

gambaran radiologik yang berat. Pada usia tua gambaran radiologik OA sendi

lutut yang berat mencapai 20 % (Isbagio, 1995).

b. Jenis kelamin

Penderita OA sendi lutut lebih banyak wanita daripada laki-laki. Kellgren

dan Lawrence melaporkan bahwa prevalensi terjadinya OA sendi lutut adalah

40,7% pada wanita dan 29,8% pada laki-laki dengan usia 55-64 (Virgiyanti dan

Hadi, 2006).

c. Obesitas

Pada keadaan normal, berat badan akan melalui medial sendi lutut dan

akan diimbangi dengan otot – otot paha bagian lateral sehingga resultan gaya akan

melewati bagian tengah sendi lutut. Pada obesitas resultan gaya akan bergeser ke

14

Page 11: B AB II new

medial sehingga beban gaya yang diterima sendi lutut tidak seimbang. Pada

keadaan yang berat dapat timbul perubahan bentuk sendi menjadi varus yang akan

menggeser resultan gaya ke medial (Isbagio,1995).

Kelebihan berat badan 20 persen atau lebih dari berat badan normal akan

menempatkan orang tersebut pada resiko OA sendi lutut (Merdikoputro, 2006).

Untuk menentukan kegemukan tersebut dapat dicari dengan menggunakan rumus

Body Mass Indeks (BMI) yaitu = Berat Badan (Kg) / Tinggi Badan (m)².

Menurut Hudaya (2002), dengan kriteria penilaian yang menggunakan

skala yaitu (1) Normal : 20-25 untuk pria, dan 19-24 untuk wanita, (2)

underweight kurang dari 20, (3) overweight : batas atas normal sampai 30, (4)

obesitas lebih dari 30.

d. Faktor hormonal dan metabolisme

Perubahan degeneratif pada sendi lutut banyak ditemukan pada penderita

diabetes mellitus, hyperurecemia, dan calcium phyrophosphat (Sidharta, 1984).

e. Faktor genetik

Faktor genetik menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya

OA sendi lutut karena diperkirakan ada hubungannya dengan defek pembentukan

serabut collagen, defek pembentukan proteoglikan atau hiperaktivitas

chondrocyte, yang kesemuanya mempermudah timbulnya OA sendi lutut

(Hudaya, 2002).

15

Page 12: B AB II new

f. Aktifitas kerja

Pekerja yang banyak membebani sendi lutut, misalnya para pekerja yang

banyak berjalan, berdiri lama, naik turun tangga, memanggul beban dan jongkok

lama akan mempunyai resiko terserang OA sendi lutut lebih banyak dari pada

pekerja yang tidak banyak membebani lutut (Isbagio, 1995).

g. Trauma

Kelainan/ perubahan struktur pada persendian hasil kecelakaan merupakan

faktor utama pemicu munculnya OA sendi lutut lebih cepat. (Isbagio, 1995). Pada

penelitian di Universitas IOWA dilaporkan bahwa 13,9% dari mereka yang

mengalami trauma lutut, termasuk trauma pada meniscus, ligament ataupun tulang

pada masa dewasa muda berkembang menjadi OA lutut dan mereka yang tidak

mengalami trauma lutut hanya 6% yang mengalami OA lutut (Virgiyanti dan

Hadi, 2006).

4. Tanda dan gejala

Tanda dan gejala yang muncul bila sudah terjadi manifes pada OA lutut

sebagai berikut :

a. Nyeri

Nyeri muerupakan keluhan utama yang menyebabkan orang mencari

pengobatan. Beberapa penyebab langsung nyeri adalah sinovium, osteofit, kapsul

16

Page 13: B AB II new

sendi dan ligament periartikular direnggangkan oleh efusi, spasme otot dan

persepsi nyeri individual (Tulaar, 2006). Nyeri muncul pada saat sendi lutut

digerakkan dan sedikit berkurang setelah istirahat. Apabila penyakitnya

bertambah buruk, maka nyeri dapat timbul meskipun dalam keadaan istirahat.

b. Kaku sendi

Kaku sendi biasanya muncul pada pagi hari atau setelah periode inaktif

dan hilang setelah 15-30 menit (Isbagio, 2005).

c. Keterbatasan LGS

Keterbatasan LGS diakibatkan adanya nyeri dan muscle spasme.

Keterbatasan LGS biasanya bersifat pola kapsuler, gerak fleksi lebih terbatas dari

pada gerak ekstensi (Kuntono, 2005).

d. Krepitasi

Krepitasi adalah bunyi yang mendesas apabila sendi digerakkan, hal ini

disebabkan oleh permukaan sendi yang kasar dan serpihan-serpihan dari kartilago

karena degenerasi (Kuntono, 2005).

e. Kelemahan otot dan atrofi otot sekitar sendi lutut

Pasien OA mengalami kelemahan otot akibat tidak aktif, karena otot dapat

kehilangan 30 % massa dalam seminggu, serta 5% kekuatan dalam sehari apabila

istirahat total (Tulaar, 2006). Otot quadriceps merupaka otot yang berperan

17

Page 14: B AB II new

dalam memelihara sendi lutut dan paling cepat terjadi atrofi, jika otot tersebut

mengalami kelemahan dapat mengakibatkan semakin parahnya OA pada sendi

lutut (Samble et al, 1990 dikutip oleh Suyono, 2000).

e. Bengkak

Pembengkakaan kadang-kadang ditemukan pada OA sendi lutut karena

adanya pengumpulan cairan dalam ruang sendi (Isbagio, 1995).

f. Deformitas

Osteoarthritis sendi lutut yang berat akan menyebabkan destruksi

kartilago, tulang dan jaringan. Deformitas varus terjadi bila adanya kerusakan

pada kompartemen medial dan kendornya ligamentum collateral lateral, serta

variasi subluksasi karena perpindahan titik tumpu pada lutut atau diakibatkan oleh

pembatasan adanya osteofit yang besar (Kuntono, 2005).

g. Instabilitas sendi lutut

Instabilitas sendi disebabkan oleh berkurangnya kekuatan otot sekitar

sendi lutut mencapai sepertiga dari otot normal dan juga oleh kendornya ligamen

sekitar lutut (Kuntono, 2005).

5.Komplikasi/faktor penyulit

Komplikasi/faktor penyulit pada kondisi OA sendi lutut antar lain adanya

nyeri apabila sendi digunakan untuk melakukan aktivitas jalan jauh, sebab saat

18

Page 15: B AB II new

melakukan aktivitas tersebut sendi menumpu berat badan yang berlebihan,

akibatnya pasien enggan melakukan aktivitas atau gerak sehingga terjadi

kekakuan sendi. Komplikasi lainnya yang terjadi pada pasien OA sendi lutut

adalah disuse atrophi, deformitas valgus atau varus serta adanya kelemahan otot

(Parjoto, 2000).

6. Diagnosis

Untuk diagnostik dari OA sendi lutut digunakan kriteria klasifikasi dari

American of Rheumatology seperti pada tabel 2.1.

TABEL 2.1

KRITERIA OA SENDI LUTUT

Klinik & Laboratorik Klinik & Radiografik Klinik

Nyeri lutut (+) minimal 5

dari 9 kriteria berikut:

a. Umur > 50 tahun

b. Kaku pagi < 30 menit

c. Krepitasi (+)

d. Nyeri tekan

e. Pembesaran tulang

f. Tidak panas dalam

perabaan

g. LED <40 mm/jam

h. RF <1 : 40

i. Analisis cairan sendi

Nyeri lutut (+) minimal 1

dari 3 kriteria berikut:

a. Umur > 50 tahun

b. Kaku pagi < 30 menit

c. Krepitasi (+)

d. Osteofit

Nyeri lutut (+) minimal

1 dari 3 kriteria berikut :

a. Umur > 50 tahun

b. Kaku pagi < 30

menit

c. Krepitasi (+)

d. Nyeri tekan

e. Pembesaran tulang

f. Tidak panas dalam

perabaan

Sumber : Adnan, 2007

19

Page 16: B AB II new

Kriteria Lawrence dan Kellgren dalam hubungannya dengan gradasi OA

yaitu (1) grade 0 = Normal, (2) grade 1 = OA meragukan, sendi normal, osteofit

minimal, (3) grade 2 = OA minimal, osteofit di dua tempat, terdapat sklerosis

subkhondral dan kista tidak ada, celah sendi masih baik, (4) grade 3 = OA

moderat, osteofit moderat, deformitas ujung tulang, celah sendi sempit, (5) grade

4 = OA berat, osteofit besar, deformitas ujung tulang, sklerosis subkhondral, sela

sendi hilang, terdapat kista (Moll, 1984).

7. Prognosis

Menurut Hudaya (2002), prognosis dari penderita OA sendi lutut ini dapat

dilihat dari beberapa aspek meliputi (1) Quo ad vitam yaitu mengenai hidup

matinya penderita, pada penderita OA sendi lutut prognosis quo ad vitam baik

karena OA sendi lutut merupakan penyakit yang tidak mengancam jiwa penderita,

(2) Quo ad sanam (sanationam) yaitu mengenai penyembuhan, pada OA sendi

lutut prognosis quo ad sanam ragu-ragu/dubia karena OA sendi lutut

penyembuhannya bersifat simtomatik karena kerusakan kartilago tidak mampu

diperbaiki tetapi dapat dikontrol, (3) Quo ad cosmeticam yaitu ditinjau dari segi

kosmetik dapat dikatakan jelek jika sudah terjadi deformitas baik valgus atau

varus, (4) Quo ad fungsionam yaitu ditinjau dari fungsinya, jika sudah berat maka

prognosisnya jelek karena sudah merubah fungsi dan menghambat aktifitas dari

fungsi sendi lutut.

8. Diagnosis banding

20

Page 17: B AB II new

Diagnosis banding dengan penyakit sendi terutama jenis penyakit arthritis

yang paling sering ditemukan di masyarakat atau dalam praktek seperti arthritis

reumatoid dan gout arthritis. Arthritis reumatoid, umumnya didahului gejala-

gejala prodomal, pada pemeriksaan laboratorium ditemukan anemia ringan,

peningkatan laju endap darah (LED), C-Reactive Protein (CRP) positif, kadar

globulin dan faktor rheumatik positif. Gout arthitis, pada pemeriksaan

laboratorium ditemukan kadar asam urat yang tinggi, pada pria lebih dari 7 mg%

dan wanita lebih dari 6 mg% (Hudaya, 2002).

B. Deskripsi Problematika Fisioterapi

Problematik yang timbul pada penyakit OA sendi lutut dapat dibedakan

dalam tiga tingkatan meliputi:

1. Impairment

Impairment berupa (1) nyeri saat beraktifitas dan sesaat setelah aktifitas

pada sendi lutut akibat osteofit dan instabilitas, (2) bengkak sendi lutut pada

stadium kronis aktualitas tinggi akibat akumulasi cairan, (3) spasme otot karena

nyeri, (4) kekakuan sendi lutut akibat spasme otot penggerak sendi lutut, (5)

keterbatasan LGS sendi lutut akibat gerak sendi lutut yang terbatas, (6) kelemahan

otot penggerak lutut terutama otot quadriceps akibat nyeri dan inaktifitas, (7)

instabilitas sendi lutut akibat kelemahan otot dan kendornya ligamen.

2. Functional limitation

21

Page 18: B AB II new

Functional Limitation berupa, keterbatasan gerak untuk posisi jongkok

berdiri atau gangguan pola jalan karena kelemahan otot dan instabilitas sendi

lutut, potensial terjadi penurunan kemampuan fungsional karena kurangnya

aktifitas pasien.

3. Participation restriction

Participation Restriction berupa ketidakmampuan pasien untuk melakukan

aktifitas yang berhubungan dengan pekerjaan, hobi dan interaksi dengan

masyarakat sekitar sebagai akibat dari impairment dan functional limitation.

C. Teknologi Intervensi Fisioterapi

1. Microwave diathermy

Microwave diathermy (MWD) merupakan modalitas fisioterapi yang

menggunakan energi elektromagnetik yang dihasilkan oleh arus listrik bolak-balik

dengan frekuensi 2450 MHz dan panjang gelombang 12,25 cm yang digunakan

untuk pengobatan (Sujatno dkk, 2002).

Microwave diathermy (MWD) dalam memperoleh frekuensi yang tinggi

memerlukan valve (tabung khusus) yang disebut magnetron. Magnetron

memerlukan waktu pemanasan, sehingga output belum diperoleh langsung setelah

mesin dihidupkan. MWD juga dilengkapi tombol stand by switch yang mana

mesin tetap hidup dengan dosis nol sehingga antara pengobatan satu dengan

22

Page 19: B AB II new

berikutnya valve tetap masih mendapatkan arus tetapi dosis yang ke pasien

nilainya tetap nol (Low, 2000).

Arus listrik dihantarkan ke emiter melalui co-axial cable (kabel yang

terdiri dari serangkaian kawat di tengah yang diselubungi oleh selubung logam

yang dikelilingi oleh isolator) (Low, 2000).

Emiter adalah suatu area yang memancarkan gelombang mikro dan

dibungkus oleh bahan yang dapat meneruskan gelombang elektromagnetik agar

mampu mengarah ke jaringan tubuh. Emiter mempunyai bermacam-macam

bentuk dan ukuran dengan sifat dalam memancarkan gelombang elektromagnetik

berbeda-beda. Dalam teknik aplikasi, antara emiter dan kulit terdapat jarak,

semakin jauh jaraknya maka energi elektomgnetik akan menyebar pada area yang

lebih luas dan kepadatan gelombang akan semakin berkurang karena diserap oleh

jaringan. Jarak antara emiter dan kulit tergantung pada jenis emiter, output mesin

dan spesifikasi jaringan yang diobati (Foster and Palastanga, 1981). Jarak emiter

dengan kulit, jika area yang dituju sempit/kecil yaitu ± 2-5 cm, jika area yang

dituju luas maka jaraknya ± 10-15 cm (Low, 2000).

Microwave diathermy (MWD) cocok untuk jaringan superficial dan

struktur artikular yang dekat dengan permukaan kulit, misalnya pada permukaan

anterior pergelangan tangan dan lutut. Salah satu tujuan utama terapi MWD

adalah untuk memanaskan jaringan otot sehingga didapat peningkatan aliran

darah intramuskuler, hal ini terjadi karena adanya peningkatan temperatur yang

signifikan (Low, 2000).

23

Page 20: B AB II new

Efek fisiologi MWD yaitu gelombangnya mampu diserap oleh jaringan

yang banyak mengandung air sehingga jaringan yang banyak cairannya akan

menyerap panas lebih banyak. Jaringan yang diberi gelombang MWD akan timbul

kenaikan suhu pada area setempat sehingga metabolisme meningkat dan sirkulasi

darah lancar. Peningkatan metabolisme dan sirkulasi darah akan meningkatkan

pengangkutan produk-produk pemicu nyeri seperti prostagladin, bradikinin dan

histamin. Efek fisiologi lainnya yaitu terjadi peningkatan elastisitas jaringan ikat

5-10 kali, dan peningkatan elastisitas pembungkus jaringan saraf, nerve

conduction dan ambang rangsang saraf. MWD akan memberi efek yang lebih

besar pada otot-otot yang superficial saja, sekitar 3 cm dari tubuh (Foster and

Palastanga, 1981).

Microwave diathermy selain menimbulkan efek fisiologi juga efek

teraputik. Efek teraputik MWD antara lain (1) meningkatkan proses reparasi

jaringan fisiologis pada jaringan lunak yang trauma, (2) menurunkan nyeri, (3)

normalisasi tonus otot lewat efek sedatif, (3) perbaikan metabolisme, (4)

meningkatkan elastisitas jaringan lemak sehingga mampu mengurangi proses

kontraktur jaringan, (5) elastisitas dan treshold jaringan saraf semakin membaik

sehingga konduktivitas jaringan saraf membaik pula, prosesnya lewat efek

fisiologis. Efek lain yang ditimbulkan saat pengobatan mengunakan MWD yaitu

merasa lemah badan, pusing dan mengantuk (Sujatno dkk, 2002).

Microwave diathermy akan menghasilkan hasil yang optimal biasanya jika

diberikan tidak lebih dari 20 menit karena dalam waktu tersebut akan terjadi

24

Page 21: B AB II new

kenaikan suhu jaringan setempat dan peningkatan sirkulasi darah mencapai

maksimal (Wadsworth, 1983).

Microwave diathermy diindikasikan pada kelainan-kelainan pada sistem

muskuloskeletal, misalnya (1) sprain, (2) strain, (3) kelemahan otot dan tendon,

(4) lesi kapsuler, (5) penyakit sendi degeneratif, (6) Rheumatoid Arthritis kronis

dan (7) joint stiffness pada sendi superficial. MWD juga diindikasikan pada

inflamasi superficial kondisi infeksi seperti tenosynovitis, bursitis dan synovitis

(Wadsworth, 1983). Intensitas yang diberikan yaitu hangat dan nyaman sesuai

toleransi pasien, tidak boleh terlalu panas karena akan menimbulkan luka bakar

(Low, 2000).

Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan indikasi dari

pemakaian MWD yaitu (1) stadium dari proses penyembuhan luka, (2) sifat

jaringan yang mengalami kerusakan, (3) lokalisasi dari jaringan yang mengalami

kerusakan (Sujatno dkk, 2002).

Kontraindikasi dalam penggunaan MWD pada OA sendi lutut yaitu (1)

terdapat logam pada tubuh seperti pen (implant) sekitar lutut, (2) TB tulang, (3)

infeksi akut dan demam, (4) ganguan peredaran darah atau pembuluh darah, (5)

nilon atau bahan lain yang tidak menyerap keringat, (6) gangguan sensibilitas

misalnya pada neuropati akibat DM dan angiopati diabetika, (7) setelah menjalani

terapi rontgen, (8) jaringan yang mitosisnya sangat cepat misalnya pada epiphysis

tulang sekitar sendi lutut (Wadsworth, 1983).

2. Terapi latihan

25

Page 22: B AB II new

Manfaat terapi latihan secara umum pada pendirita OA sendi lutut adalah

meliputi (1) meningkatkan dan mempertahankan LGS, (2) menguatkan otot

penggerak sendi lutut, (3) meningkatkan ketahanan statik maupun dinamis, (4)

meningkatkan kenyamanan penderita, (5) mengurangi bengkak, (6) meningkatkan

kemampuan sendi untuk berfungsi secara biomekanik lebih baik dan (7)

meningkatkan densitas tulang (Tulaar, 2006).

Bentuk terapi latihan pada penderita OA sendi lutut misalnya bersepeda,

berenang dan aktifitas lain yang tidak menumpu berat badan, sedangkan bentuk

aktifitas yang dihindari adalah jongkok berdiri, naik turun tangga dan aktifitas lain

yang dapat membebani lutut karena latihan tersebut dapat memberi tekanan

pada cairan sendi sehingga akan menimbulkan nyeri (Kuntono, 2005).

Jenis terapi latihan yang digunakan antara lain :

a. Hold Relax yang dimodifikasi

Hold Relax adalah teknik yang menggunakan kontraksi optimal secara

isometrik (tanpa terjadi gerakan) kelompok otot antagonis yang dilanjutkan

dengan rileksasi kelompok otot tersebut (prinsip reciprocal inhibition dengan

mengulur dan menambah LGS lutut pada arah berlawanan dengan otot tersebut).

Tujuan dari hold relax adalah (1) memperbaiki rileksasi pola antagonis (2)

memperbaiki mobilisasi, (3) menurunkan nyeri, (4) menguatkan pola gerak agonis

sehingga dapat menambah LGS (Kisner and Colby, 1996).

b. Free active exercise

26

Page 23: B AB II new

Free active exercise merupakan terapi latihan yang dalam

penyelenggaraan gerakan dikerjakan oleh kekuatan otot yang bersangkutan,

dengan tidak menggunakan suatu tahanan dari luar, kecuali grafitasi (Priatna,

1985).

Efek-efek yang dihasilkan dari free active exercise yaitu (1) rileksasi otot,

gerakan yang bergantian antara kontraksi dan rileksasi dapat membuat rileksasi

pada grup-grup otot tertentu (2) meningkatkan koordinasi, dapat dikembangkan

dengan latihan berulang karena latihan yang membutuhkan konsentrasi dan kerja

otot dapat mengembangkan neuromusculair coordination (3) meningkatkan

sirkulasi darah, saat exercise berlangsung kapiler darah pada otot melebar

sehingga kapasitas darah bertambah dengan demikian pertukaran cairan jaringan

dan pembuangan zat-zat yang tidak berguna menjadi lebih lancar, (4) memelihara

LGS (Priatna, 1985).

c. Ressisted active movement

Ressisted active movement pada prinsipnya adalah latihan aktif dengan

memberikan tahanan (resistance) dari luar terhadap otot-otot yang sedang

berkontraksi dalam membentuk suatu gerakan. Bermacam-macam bentuk tahanan

dapat diberikan pada otot yang berkontraksi, antara lain : (1) manual, (2) weight

(pemberat), (3) spring/per (Priatna, 1985). Dalam hal ini penulis menggunakan

tahanan mekanik yaitu quadriceps setting exercise yang mempunyai tujuan untuk

meningkatkan kekuatan otot quadriceps dengan menggunakan alat EN-Tree.

27

Page 24: B AB II new

EN-Tree merupakan alat yang menggunakan tali dan katrol yang mana

ujung tali diikatkan dengan suatu pemberat. Gerakan yang dilakukan adalah

gerakan fleksi dan ekstensi sendi lutut, dibagian pergelangan kaki diberikan

beban.

Ressisted active movement menggunakan EN-Tree merupakan jenis

latihan penguatan otot quadriceps. Latihan penguatan otot quadriceps pada OA

sendi lutut bermanfaat untuk memperbaiki kekuatan dan fungsi jaringan sekeliling

persendian misalnya kapsul sendi, ligamentum dan tendon yang sering rusak

akibat adanya OA pada sendi lutut karena adanya peningkatan peredaran darah

pada persendian dan nutrisi pada tulang rawan (Pothier dan Allen, 1991 dikutip

oleh Suyono, 2000). Otot quadriceps sangat penting diberikan penguatan karena

merupakan otot yang berperan dalam memelihara sendi lutut dan paling cepat

terjadi atrofi, jika otot tersebut mengalami kelemahan dapat mengakibatkan

semakin parahnya OA pada sendi lutut (Samble et al, 1990 dikutip oleh Suyono,

2000). Penelitian yang dilakukan oleh Maurer et al (1999), menyimpulkan bahwa

peningkatan kekuatan otot quadriceps mampu mengurangi nyeri karena dengan

bertambahnya kekuatan otot quadriceps sendi lutut menjadi stabil sehingga

jaringan sekitar sendi lutut dapat lebih rilek (Wahyono, 2001).

Dosis pelaksanaan latihan menggunakan metode Holten, sebelumnya

dicari 1 Repetation Maximum (RM) yaitu jumlah tahanan maksimal yang mampu

dilawan pasien dengan satu gerakan saja. Ada beberapa jenis metode latihan

tergantung dari tujuan yang ingin dicapai seperti dapat dilihat dalam tabel 2.2.

Dosis latihan yang dipilih penulis pada penderita OA sendi lutut menggunakan

28

Page 25: B AB II new

metode 1 RM Holten dengan intensitas 30-65% RM yang bertujuan

meningkatkan kekuatan aerobik lokal. Dengan intensitas 30-65% dari 1 RM,

maka beban yang diberikan rendah sehingga dapat mengurangi stress sepanjang

sendi, mengurangi ketegangan gerakan dan mengurangi nyeri akibat faktor

mekanik lokal. Dengan berkurangnya nyeri dan meningkatnya kekuatan otot lokal

diharapkan kapasitas fungsional seperti kemampuan berjalan, duduk berdiri dan

naik-turun tangga meningkat (Kusumawati dan Parjoto, 2003).

TABEL 2.2

METODE LATIHAN HOLTEN

Metode Intensitas

Dari 1 RM

Repetisi

(kali)

Seri Istirahat

(detik)

Tujuan

Mobilisasi 10 – 30 % 5 – 15 1- 4 60 Memperbaiki

mobilitas lokal

Koordinasi 10 – 35 % 10 – 20 2 – 6 30 – 60 Mempelajari

kembali gerakan

Endurance 30 – 65 % > 20 1 – 3 0 – 30 Meningkatkan

kekuatan aerobik

lokal

Velocity 70 – 80 % 11 – 22 3 – 4 90 – 150 Melatih,

kecepatan massa

otot

Hipertrofi 75 – 85 % 6 – 12 3 – 5 2 – 5 Menigkatkan

massa otot

Kekuatan

absolut

90-100 % 1 - 4 3 – 6 3 – 6 Menigkatkan

kekuatan absolut

Sumber: Setiawan, 2007

29