bab ii

41
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DIABETES MELITUS A. DEFINISI Diabetes melitus merupakan kelainan metabolis pada endokrin akibat defek dalam sekresi dan kerja insulin atau keduanya sehingga, terjadi defisiensi insulin relatif atau absolut dimana tubuh mengeluarkan terlalu sedikit insulin atau insulin yang dikeluarkan resisten sehingga mengakibatkan kelainan metabolisme kronis berupa hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan komplikasi kronik pada sistem tubuh . Insulin adalah hormon yang disekresi oleh pankreas. Pankreas merupakan organyang letaknya di belakang lambung dan memiliki fungsi memproduksi enzim-enzim pencernaan dan hormon. Insulin memegang peranan yang sangat penting dalam proses metabolisme karbohidrat, yaitu bertugas memasukan glukosa ke dalam sel dan digunakan sebagai bahan bakar. Insulin diibaratkan sebagai anak kunci yang dapat membuka pintu masuknya glukosa ke dalam sel, yang kemudian di dalam sel tersebut glukosa akan dimetabolisme menjadi tenaga. Bila insulin tidak ada, maka glukosa 3

Upload: zorofan-roronoa-az

Post on 17-Feb-2016

215 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

jkghtfft

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DIABETES MELITUS

A. DEFINISI

Diabetes melitus merupakan kelainan metabolis pada endokrin akibat

defek dalam sekresi dan kerja insulin atau keduanya sehingga, terjadi

defisiensi insulin relatif atau absolut dimana tubuh mengeluarkan terlalu

sedikit insulin atau insulin yang dikeluarkan resisten sehingga mengakibatkan

kelainan metabolisme kronis berupa hiperglikemia kronik disertai berbagai

kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan komplikasi

kronik pada sistem tubuh .

Insulin adalah hormon yang disekresi oleh pankreas. Pankreas

merupakan organyang letaknya di belakang lambung dan memiliki fungsi

memproduksi enzim-enzim pencernaan dan hormon. Insulin memegang

peranan yang sangat penting dalam proses metabolisme karbohidrat, yaitu

bertugas memasukan glukosa ke dalam sel dan digunakan sebagai bahan

bakar. Insulin diibaratkan sebagai anak kunci yang dapat membuka pintu

masuknya glukosa ke dalam sel, yang kemudian di dalam sel tersebut glukosa

akan dimetabolisme menjadi tenaga. Bila insulin tidak ada, maka glukosa

tidak dapat masuk ke sel, yang mengakibatkan glukosa tetap berada di dalam

pembuluh darah yang artinya kadar glukosa di dalam darah meningkat. Ketika

karbohidrat diserap dari usus halus ke dalam darah, pankreas akan terangsang

untuk melepaskan insulin secara proposial. Kebanyakan sel tubuh memiliki

reseptor insulin yang mengikat insulin yang beredar dalam tubuh. Dengan

adanya reseptor insulin tersebut, sel-sel dapat menyerap glukosa dari aliran

darah ke dalam sel. Sel memanfaatkan glukosa dan nutrisi lainnya sebagai

energi.

3

Page 2: BAB II

4

B. ANATOMI PANKREAS

Pankreas merupakan organ yang memanjang dan terletak pada

epigastrium dan kuadran kiri atas. Strukturnya lunak, berlobulus, dan terletak

pada dinding posterior abdomen di belakang peritoneum sehingga termasuk

organ retroperitonial kecuali bagian kecil caudanya yang terletak dalam

ligamentum lienorenalis.

Gambar I. Anatomi pankreas

a. Bagian Pancreas

     Pancreas dapat dibagi dalam:

1. Caput Pancreatis berbentuk seperti cakram dan terletak di

dalam bagian cekung duodenum. Sebagian caput meluas ke kiri

di belakang arteria san vena mesenterica superior serta

dinamakan Processus Uncinatus.

2. Collum Pancreatis merupakan bagian pancreas yang mengecil

dan menghubungkan caput dan corpus pancreatis. Collum

pancreatis terletak di depan pangkal vena portae hepatis dan

tempat dipercabangkannya arteria mesenterica superior dari

aorta

3. Corpus Pancreatis berjalan ke atas dan kiri, menyilang garis

tengah. Pada potongan melintang sedikit berbentuk segitiga.

Page 3: BAB II

5

4. Cauda Pancreatis berjalan ke depan menuju ligamentum

lienorenalis dan mengadakan hubungan dengan hilum lienale.

b. Hubungan

1. Ke anterior: Dari kanan ke kiri: colon transversum dan

perlekatan mesocolon transversum, bursa omentalis, dan gaster

2. Ke posterior: Dari kanan ke kiri: ductus choledochus, vena

portae hepatis dan vena lienalis, vena cava inferior, aorta,

pangkal arteria mesenterica superior, musculus psoas major

sinistra, glandula suprarenalis sinistra, ren sinister, dan hilum

lienale.

c. Vaskularisasi

     1. Arteriae

         a) a.pancreaticoduodenalis superior (cabang a.gastroduodenalis )

         b) a.pancreaticoduodenalis inferior (cabang a.mesenterica

cranialis)

         c) a.pancreatica magna dan a.pancretica caudalis dan inferior

cabang a.lienalis

     2. Venae

          Venae yang sesuai dengan arteriaenya mengalirkan darah ke

sistem porta

d. Aliran Limfatik

Kelenjar limfe terletak di sepanjang arteria yang mendarahi

kelenjar. Pembuluh eferen akhirnya mengalirkan cairan limfe nodi

ke limfe coeliaci dan mesenterica superior.

e. Inervasi

      Berasal dari serabut-serabut saraf simpatis (ganglion seliaca) dan

parasimpatis (vagus).

f. Ductus Pancreaticus

1. Ductus Pancreaticus Mayor ( Wirsungi ) 

Mulai dari cauda dan berjalan di sepanjang kelenjar menuju ke

caput, menerima banyak cabang pada perjalanannya. Ductus ini

Page 4: BAB II

6

bermuara ke pars desendens duodenum di sekitar pertengahannya

bergabung dengan ductus choledochus membentuk papilla

duodeni mayor vateri. Kadang-kadang muara ductus pancreaticus

di duodenum terpisah dari ductus choledochus.

2. Ductus Pancreaticus Minor ( Santorini)

Mengalirkan getah pancreas dari bagian atas caput pancreas dan

kemudian bermuara ke duodenum sedikit di atas muara ductus

pancreaticus pada papilla duodeni minor.

C. PATOGENESIS

Diabetes melitus disebabkan oleh kekurangan insulin secara relatif

maupun absolut. Defisiensi insulin dapat terjadi melalui tiga jalan, yaitu:

a) Rusaknya sel-sel β pankreas karena pengaruh dari luar (virus, zat

kimia tertentu)

b) Penurunan reseptor glukosa pada kelenjar pankreas

c) Kerusakan reseptor insulin di jaringan perifer

Apabila di dalam tubuh terjadi kekurangan insulin maka dapat

mengakibatkan:

a) Menurunnya transport glukosa melalui membran sel, keadaan ini

mengakibatkan sel-sel kekurangan makanan sehingga meningkatkan

metabolisme lemak dalam tubuh. Manifestasi yang muncul adalah

penderita DM selalu meras lapar atau nafsu makan meningkat

(polifagia).

b) Menurunnya glikogenesis dimana pembentukan glikogen dalam hati

dan otot terganggu.

c) Meninggkatnya pembentukan glikolisis dan glukoneogenesis, karena

proes ini disertai nafsu makan meningkat sehingga dapat

mengakibatkan terjadinya hiperglikemia.

Page 5: BAB II

7

Gejala klasik diabetes adalah rasa haus yang berlebihan

(polidipsia), sering kencing terutama malam hari (poliuria), banyak makan

(polifagia), serta berat badan yang turun dengan cepat. Di samping itu

terdapat beberapa keluhan lain yaitu ada keluhan lemah, kesemutan pada

jari tangan dan kaki, cepat lapar, gatal-gatal, penglihatan jadi kabur, gairah

seks menurun, luka sukar sembuh dan pada ibu-ibu sering melahirkan bayi

di atas empat kilogram. Kadang-kadang ada pasien yang sama sekali tidak

merasakan adanya keluhan, mereka mengetahui adanya diabetes karena

pada saat periksa kesehatan ditemukan kadar glukosa darahnya tinggi.

Kadar gula dalam darah meninggi ke tingkat pada saat jumlah

glukosa yang difiltrasi oleh sel-sel tubulus untuk di reabsorbsi melebihi

kapasitas, glukosa akan muncul di urin (glukosuria). Glukosa di urin

menimbulkan efek osmotik yang menarik air bersamanya, menimbulkan

diuresis osmotik yang ditandai oleh sering berkemih terutama dimalam

hari (poliuria). Cairan yang berlebihan yang keluar menimbulkan dehidrasi

yang pada gilirannya dapat menyebabkan kegagalan sirkulasi perifer

karena darah turun mencolok. Sel-sel kehilangan air karena tubuh

mengalami dehidrasi akibat perpindahan osmotik air dalam sel ke cairan

ekstrasel, sehingga tubuh mengkompensasi dehidrasi dengan rasa haus

berlebihan sehingga penderita banyak minum (polidipsia).

Glukosa sangat diperlukan oleh sel untuk metabolisme sel itu

sendiri, walaupun glukosa dalam sel menurun sel tetap melakukan

metabolisme sehingga tubuh berusa meningkatkan kadar glukosa dengan

meningkatnya nafsu makan (polifagi) . Akan tetapi walaupun terjadi

peningkatan makanan, berat tubuh turun secara progresif akibat efek

defisiensi insulin pada metabolisme lemak dan protein. Sintesis trigliserida

menurun saat lipolisis meningkat, sehingga terjadi mobilisasi besar-

besaran asam lemak dari simpanan trigliserida. Peningkatan asam lemak

dalam darah sebagian besar digunakan oleh sel sebagai sumber energi

alternatif. Pada metabolisme protein juga mengalami gangguan karena

Page 6: BAB II

8

terjadi defisiensi insulin sehingga terjadi penguraian protein secara besar-

besaran sehingga terjadi penurunan berat badan.

Kriteria diagnostik DM menurut ADA tahun 2007 :

1. Gejala klasik DM dengan glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl

(11,1 mmol/L).

2. Kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl (7.0 mmol/L). Puasa

adalah pasien tidak mendapat asupan kalori sedikitnya 8 jam

3. Kadar glukosa darah 2 jam PP >200 mg/dl (11,1 mmol/L).

TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban

glukosa yang setara dengan 75 gr glukosa anhidrus yang

dilarutkan ke dalam air.

Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau

DM maka dapat digolongkan ke dalam kelompok TGT atau GDTP

tergantung hasil yang diperoleh.

TGT : Glukosa darah plasma setelah beban antara 140-190

mg/dl

GDTP : Glukosa darah puasa antara 100-125 mg/dl

D. KLASIFIKASI DIABETES MELITUS

Klasifikasi DM menurut American Diabetes Association (1997) sesuai

anjuran Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) adalah:

1. Diabetes tipe I: Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) adalah

diabetes yang terjadi karena berkurangnya rasio insulin dalam sirkulasi

darah akibat hilangnya sel beta penghasil insulin pada pulau-pulau

Langerhans pankreas . IDDM dapat diderita oleh anak-anak maupun orang

dewasa.

2. Diabetes tipe II: Diabetes melitus tidak tergantung insulin (Non Insulin

DependentDiabetes Mellitus [NIDDM]), terjadi akibat penurunan

sensitivitas terhadap insulin (resistensi insulin) atau akibat penurunan

jumlah produksi insulin

Page 7: BAB II

9

3. Diabetes melitus tipe lain

Terjadi pada pasien yang mempunyai kelainan spesifik yaitu kelainan

genetik pada fungsi sel beta, endokrinopati (sindrom cushing, akromegali),

penggunaan obat yang mengganggu fungsi sel beta ( dilantin), penggunaan

obat yang mengganggu kerja insulin (β-adrenergik) dan sindrom

klineferte’s.

4.    Diabetes Melitus Gestasional (Gestasional Diabetes Mellitus [GDM])

Terjadi pada wanita yang tidak menderita diabetes sebelum kehamilannya.

Hiperglikemia terjadi selama kehamilan akibat sekresi hormon-hormon

plasenta. Sesudah melahirkan bayi, kadar glukosa darah pada wanita yang

menderita diabetes gestasional akan kembali normal.

E. KOMPLIKASI

a. KOMPLIKASI AKUT

A.1.Reaksi Hipoglikemia

Reaksi hipoglikemia adalah gejala yang timbul akibat tubuh

kekurangan glukosa, dengan tanda-tanda: rasa lapar,

gemetar, keringat dingin, pusing. Jika keadaan ini tidak

segera diobati, penderita dapat menjadi koma. Karena koma

pada penderita disebabkan oleh kekurangan glukosa di

dalam darah,maka koma disebut “Koma Hipoglikemik” .

A.2.Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik (HHNK)

Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik merupakan

komplikasi akut yang ditandai oleh hiperglikemia,

hyperosmolar tanpa disertai adanya ketosis. Faktor yang

memulai timbulnya HHNK adalah diueresis glukosuria.

Glukosuria mengakibatkan kegagalan pada kemampuan

ginjal dalam mengkonsentrasikan urin yang akan semakin

memperberat derajat kehilangan air. Hilangnya air yang

lebih banyak dibandingkan natrium menyebabkan keadaan

hiperosmolar. Keadaan dimana insulin yang tidak tercukupi

Page 8: BAB II

10

akan menyebabkan hiperglikemia. Hiperglikemia yang

terjadi menyebabkan diuresis osmotic dan menurunnya

cairan secara total. Keluhan pasien HHNK adalah rasa

lemah, gangguan penglihatan atau kaki kejang. Dapat pula

terjadi keluhan mual dan muntah.Pada beberapa pasien

datang dalam keadaan letargi, disorientasi, hemiparesis atau

koma.

A.3. Ketoasidosis Diabetik (KAD)

Ketoasidosis Diabetik adalah keadaan dekompensasi-

kekacauan metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia,

asidosis dan ketosis. Pada Ketoasidosis Diabetik terdapat

defisiensi insulin absolut atau relative. Gejala yang timbul

dapat terjadi secara tiba-tiba dan bisa berkembang dengan

cepat. Kadar gula di dalam darah adalah tinggi tetapi karena

sebagian besar sel tidak dapat menggunakan gula tanpa

insulin, maka sel-sel ini mengambil energi dari sumber yang

lain. Sel lemak dipecah dan menghasilkan keton dan asam

lemak bebas yang berlebihan. Keton merupakan senyawa

kimia beracun yang bisa menyebabkan darah menjadi asam

(ketoasidosis). Gejala awal dari ketoasidosis diabetikum

adalah rasa haus dan sering kencing, mual, muntah, lelah

dan nyeri perut (terutama pada anak-anak). Pernafasan

menjadi dalam dan cepat (Kussmaul) karena tubuh berusaha

untuk memperbaiki keasaman darah. Bau nafas penderita

tercium seperti bau aseton. Derajat kesadaran pasien dapat

dijumpai mulai komposmentis, delirium atau depresi sampai

koma.

Page 9: BAB II

11

b. KOMPLIKASI KRONIS

Komplikasi kronis terjadi pada semua pembuluh darah adalah

seluruh bagian tubuh yang disebut sebagi angiopati diabeti . Komplikasi

kronis tersebut antara lain:

i. Mikrovaskuler

Komplikasi mikrovaskuler adalah komplikasi pada pembuluh

darah kecil, diantaranya : Retinopati diabetika, yaitu kerusakan

mata seperti katarak dan glukoma atau meningkatnya tekanan

pada bola mata. Bentuk kerusakan yang paling sering terjadi

adalah bentuk retinopati yang dapat menyebabkan kebutaan.

Nefropati diabetika, yaitu gangguan ginjal yang diakibatkan

karena penderita menderita diabetes dalam waktu yang cukup

lama.

ii. Makrovaskuler

Komplikasi makrovaskuler adalah komplikasi yang mengenai

pembuluh darah arteri yang lebih besar, sehingga menyebabkan

atherosklerosis. Akibat atherosklerosis antara lain timbul penyakit

jantung koroner, hipertensi, stroke, dan gangren pada kaki.

iii. Neuropati diabetika

Neuropati diabetika yaitu gangguan sistem syaraf pada penderita

DM. Indera perasa pada kaki dan tangan berkurang disertai dengan

kesemutan, perasaan baal atau tebal serta perasaan seperti terbakar.

iv. Mudah timbul luka yang sukar sembuh

v. Sistem imun menurun sehingga rentan terjadinya infeksi

2.2 ANATOMI KULIT

Kulit dibagi menjadi tiga bagian:

1. Superfisialis atau epidermis

Pada lapisan ini terdapat beberapa lapisan yang menyusun

epidermis yaitu stratum korneum, stratum lucidum, stratum granulosum

dan stratum germinativum.

Page 10: BAB II

12

2. Lapisan dermis

Adalah lapisan dibaawah epidermis yang jauh lebih tebal dari pada

epidermis. Lapisan ini terdiri atas pars papilare yang berisi ujung serabut

saraf dan pembuluh darah dan pars retikulare yang terletak dibawah pars

papilare dimana pada pars retikulare berisi serabut kolagen, elastik dan

retikulin.

3. Lapisan subkutis

Terdiri atas jaringan ikat longgar yang berisi sel-sel lemak.Lapisan

terdalam yang banyak mengandung sel liposit yang menghasilkan banyak

lemak. Merupakan jaringan adipose sebagai bantalan antara kulit dan

setruktur internal seperti otot dan tulang.

Gambar II. Anatomi kulit Gambar III. Ulkus

2.3 ULKUS DIABETIKUM

Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lendir

disertai kematian jaringan yang luas dan invasif kuman saprofit. Ulkus

diabetikum adalah salah satu komplikasi kronik DM berupa luka terbuka

pada permukaan kulit yang dapat disertai adanya kematian jaringan setempat.

Pada pasien dengan ulkus diabetikum akibat mikroangiopatik disebut

juga gangren panas karena walaupun nekrosis, daerah akral itu tampak merah

dan terasa hangat oleh peradangan, dan biasanya teraba pulsasi arteri di

Page 11: BAB II

13

bagian distal. Biasanya terdapat ulkus diabetik pada telapak kaki. Proses

makroangiopati menyebabkan sumbatan pembuluh darah Proses

makroangiopati menyebabkan sumbatan pembuluh darah yang akan

memberikan gejala klinis 5 P, yaitu :

1) Pain (nyeri).

2) Paleness (kepucatan)

3) Paresthesia (parestesia dan kesemutan).

4) Pulselessness (denyut nadi hilang).

5) Paralysis (lumpuh).

Menurut berat ringannya lesi, kelainan ulkus diabetikum dibagi menjadi

enam derajat menurut Wagner, yaitu :

1. Derajat 0 : tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan

disertai dengan kelainan bentuk kaki "claw,callus"

2. Derajat I : ulkus superficial terbatas pada kulit

3. Derajat II : ulkus dalam, menembus tendon atau tulang

4. Derajat III : abses dalam dengan atau tanpa osteomilitas

5. Derajat IV : ulkus pada jari kaki atau bagian distal kaki atau tanpa selulitas

6. Derajat V : gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai

2.4 PATOFISIOLOGI ULKUS DIABETIKUM

Gangguan vaskuler pada pasien DM merupakan salah satu penyebab

ulkus diabetikum. Pada gangguan vaskuler terjadi iskemik. Keadaan tersebut

di samping menjadi penyebab terjadinya ulkus juga mempersulit proses

penyembuhan ulkus kaki dan mempermudah timbulnya infeksi. Iskemik

merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh karena kekurangan darah

dalam jaringan sehingga kekurangan oksigen. Gangguan tersebut terjadi

melalui dua proses yaitu:

1. Makroangiopati

Makroangiopati yang terjadi berupa penyempitan dan

penyumbatan pembuluh darah ukuran sedang maupun besar menyebabkan

iskemi dan ulkus. Dengan adanya DM proses sterosklerosis berlangsung

Page 12: BAB II

14

cepat dan lebih berat dengan keterlibatan pembuuh darah multiple.

Aterosklerosis biasanya proximal namun sering berhubungan dengan

oklusi arteri distal pada lutut, terutama arteri tibialis posterior dan anterior,

peronealis, metatarsalis, serta arteri digitalis.

2. Mikroangiopati.

Mikroangiopati berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh

darah perifer, sering terjadi pada tungkai bawah terutama kaki, akibat

perfusi jaringan bagian distal dari tungkai berkurang kemudian timbul

ulkus kaki diabetika. Proses mikroangiopati darah menjadikan sirkulasi

jaringan menurun yang ditandai oleh hilang atau berkurangnya denyut

nadi pada arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea, kaki menjadi dingin,

atrofi dan kuku menebal. Kelainan selanjutnya terjadi nekrosis jaringan

sehingga timbul ulkus yang biasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkai.

Selain proses diatas pada penderita DM terjadi peningkatan HbA1c

eritrosit yang menyebabkan deformabilitas eritrosit dan pelepasan oksigen

di jaringan oleh eritrosit terganggu, sehingga terjadi penyumbatan yang

mengganggu sirkulasi jaringan dan kekurangan oksigen mengakibatkan

kematian jaringan yang selanjutnya timbul ulkus. Peningkatan kadar

fibrinogen dan bertambahnya aktivitas trombosit mengakibatkan tingginya

agregasi sel darah merah sehingga sirkulasi darah menjadi lambat dan

memudahkan terbentuknya trombosit pada dinding pembuluh darah yang

akan mengganggu sirkulasi darah.

Patofisiologi pada tingkat biomolekuler menyebabkan neuropati

perifer, penyakit vaskuler perifer dan penurunan sistem imunitas yang

berakibat terganggunya proses penyembuhan luka. Neuropati perifer pada

penyakit DM dapat menimbulkan kerusakan pada serabut motorik,

sensoris dan autonom. Kerusakan serabut motoris dapat menimbulkan

kelemahan otot, atrofi otot, deformitas (hammer toes, claw toes, pes cavus,

pes planus, halgus valgus, kontraktur tendon Achilles) dan bersama

dengan adanya neuropati memudahkan terbentuknya kalus. Kerusakan

serabut sensoris yang terjadi akibat rusaknya serabut mielin

Page 13: BAB II

15

mengakibatkan penurunan sensasi nyeri sehingga memudahkan terjadinya

ulkus kaki. Selain itu pada hiperglikemia terjadi defek metabolism pada

sel schwan sehingga konduksi implus terganggu. Kaki yang tidak berasa

akan berbahaya karena bila menginjak benda tajam tidak akan dirasa

padahal telah timbul luka, ditambah dengan mudahnya terjadi infeksi.

Kerusakan serabut autonom yang terjadi akibat denervasi simpatik

menimbulkan kulit kering (anhidrosis) dan terbentuknya fisura kulit dan

edema kaki.

Proses terbentuknya ulkus

Gambar IV. Proses terbentuknya ulkus

Ulkus diabetikum terdiri dari kavitas sentral biasanya lebih besar

dibanding pintu masuknya, dikelilingi kalus keras dan tebal. Pembentukan

ulkus berhubungan dengan hiperglikemia yang berefek terhadap saraf

perifer, kolagen, keratin dan suplai vaskuler. Dengan adanya tekanan

mekanik terbentuk keratin keras pada daerah kaki yang mengalami beban

terbesar. Neuropati sensoris perifer memungkinkan terjadinya trauma

berulang mengakibatkan terjadinya kerusakan jaringan dibawah area

kalus. Selanjutnya terbentuk kavitas yang membesar dan akhirnya ruptur

sampai permukaan kulit menimbulkan ulkus. Adanya iskemia dan

penyembuhan luka abnormal manghalangi resolusi. Mikroorganisme yang

Page 14: BAB II

16

masuk mengadakan kolonisasi didaerah ini. Kadar gula dalam darah yang

meningkat menjadikan tempat perkembangan bakteri ditambah dengan

gangguan pada fungsi imun sehingga bakteria sulit dibersihkan dan infeksi

menyebar ke jaringan sekitarnya.

2.5.1 DIAGNOSIS ULKUS DIABETIKUM

A. ANAMNESIS / GEJALA KLINIK

Anamnesa yang dilakukan merupakan tahap awal dari

pengumpulan data yang diperlukan dalam mengevaluai dan

mengidentifikasi sebuah penyakit. Pada anamnesa yang sangat penting

adalah mengetahui apakah pasien mempunyai riwayat DM sejak lama.

Gejala-gejala neuropatik diabetik yang sering ditemukan adalah sering

kesemutan, rasa panas di telapak kaki, keram, badan sakit semua terutama

malam hari. Gejala neuropati menyebabakan hilang atau berkurangnya

rasa nyeri dikaki, sehingga apabila penderita mendapat trauma akan sedikit

atau tidak merasakan nyeri sehingga mendapatkan luka pada kaki.

Selain itu perlu di ketahui apakah terdapat gangguan pembuluh

darah dengan menanyakan nyeri tungkai sesudah berjalan pada jarak

tertentu akibat aliran darah ketungkai yang berkurang (klaudikasio

intermiten), ujung jari terasa dingin, nyeri diwaktu malam, denyut arteri

hilang, kaki menjadi pucat bila dinaikkan serta jika luka yang sukar

sembuh.

B. PEMERIKSAAN FISIK

1) Inspeksi

pada inspeksi akan tampak kulit kaki yang kering dan pecah-pecah

akibat berkurangnya produksi keringat. Hal ini disebabkan karena

denervasi struktur kulit. Tampak pula hilangnya rambut kaki atau jari

kaki, penebalan kuku, kalus pada daerah yang mengalami penekanan

seperti pada tumit, plantar aspek kaput metatarsal. Adanya deformitas

berupa claw toe sering pada ibu jari. Pada daerah yang mengalami

penekanan tersebut merupakan lokasi ulkus diabetikum karena trauma

Page 15: BAB II

17

yang berulang-ulang tanpa atau sedikit dirasakan pasien. Bentuk ulkus

perlu digambarkan seperti; tepi, bau, dasar, ada atau tidak pus, eksudat,

edema, kalus, kedalaman ulkus

Gambar V. Pemeriksaan pada inspeksi dan palpasi

2) Palpasi

Kulit yang kering serta pecah-pecah mudah dibedakan dengan kulit

yang sehat. Oklusi arteri akan menyebabkan perabaan dingin serta

hilangnya pulsasi pada arteri yang terlibat. Kalus disekeliling ulkus

akan terasa sebagai daerah yang tebal dan keras. Deskripsi ulkus harus

jelas karena sangat mempengaruhi prognosis serta tindakan yang akan

dilakukan. Apabila pus tidak tampak maka penekanan pada daerah

sekitar ulkus sangat penting untuk mengetahui ada tidaknya pus.

Eksplorasi dilakukan untuk melihat luasnya kavitas serta jaringan

bawah kulit, otot, tendo serta tulang yang terlibat.

3) Pemeriksaan Sensorik

Pada penderita DM biasanya telah terjadi kerusakan neuropati sebelum

tebentuknya ulkus. Sehingga apabila pada inspeksi belum tampak

adanya ulkus namun sudah ada neuropati sensorik maka proses

pembentukan ulkus dapat dicegah. Caranya adalah dengan pemakaian

nilon monofilamen 10 gauge. Uji monofilamen merupakan

pemeriksaan yang sangat sederhana dan cukup sensitif untuk

mendiagnosis pasien yang memiliki risiko terkena ulkus karena telah

Page 16: BAB II

18

mengalami gangguan neuropati sensoris perifer. Hasil tes dikatakan

tidak normal apabila pasien tidak dapat merasakan sentuhan nilon

monofilamen. Bagian yang dilakukan pemeriksaan monofilamen

adalah di sisi plantar (area metatarsal, tumit dan dan di antara

metatarsal dan tumit) dan sisi dorsa.

4) Pemeriksaan Vaskuler

Disamping gejala serta tanda adanya kelainan vaskuler, perlu diperiksa

dengan test vaskuler noninvasive yang meliputi pungukuran oksigen

transkutaneus, ankle-brachial index (ABI), dan absolute toe systolic

pressure. ABI didapat dengan cara membagi tekanan sistolik betis

denga tekanan sistolik lengan. Apabila didapat angka yang abnormal

perlu dicurigai adanya iskemia. Arteriografi perlu dilakukan untuk

memastikan terjadinya oklusi arteri

Gambar VI. Pemeriksaan sensorik

5) Pemeriksaan Radiologis

Pemeriksaan radiologi akan dapat mengetahui apakah didapat gas

subkutan, benda asing serta adanya osteomielitis.

6) Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan darah rutin menunjukkan angka lekosit yang meningkat

bila sudah terjadi infeksi. Gula darah puasa dan 2 jam PP harus

Page 17: BAB II

19

diperiksa untuk mengetahui kadar gula dalam lemak. Albumin diperiksa

untuk mengetahui status nutrisi pasien.

2.6 DIAGNOSIS BANDING ULKUS DIABETIKUM

1. Ulkus Tropikum

Ulkus tropikum adalah ulkus yang cepat berkembang dan nyeri,

biasanya pada tungkai bawah. Pada ulkus tropikum terdapat beberapa

faktor yang mempengaruhi terjadinya ulkus. Antara lain adanya trauma,

hygiene yang kurang, gizi kurang dan infeksi oleh Bacillus fusiformis.

Pada trauma sekecil apapun sangat memudahkan masuknya kuman apalagi

dengan status gizi yang kurang sehingga luka akibat trauma yang kecil

dapat berkembang menjadi suatu ulkus.

Biasanya dimulai dengan luka kecil, kemudian terbentuk papula

yang dengan cepat meluas menjadi vesikel. Vesikel kemudian pecah dan

terbentuklah ulkus kecil. Setelah ulkus diinfeksi oleh kuman, ulkus meluas

ke samping dan ke dalam dan memberi bentuk khas ulkus tropikum.

2. Ulkus Varikosum

Ulkus varikosum adalah ulkus yang disebabkan karena gangguan

aliran darah vena pada tungkai bawah. Gangguan pada aliran vena dapat

disebabkan karena kelainan pada pembuluh darah seperti pada kelainan

vena dan bendungan pada pembuluh vena pada proksimal tungkai bawah.

Daerah predileksi yaitu daerah antara maleolus dan betis, tetapi cenderung

timbul di sekitar maleolus medialis. Dapat juga meluas sampai tungkai

atas. Sering terjadi varises pada tungkai bawah. Ulkus yang telah

berlangsung bertahun-tahun dapat terjadi perubahan pinggir ulkus tumbuh

menimbul, dan berbenjol-benjol. Tanda yang khas dari ekstrimitas dengan

insufisiensi vena menahun adalah edema. Penderita sering mengeluh

bengkak pada kaki yang semakin meningkat saat berdiri dan diam, dan

akan berkurang bila dilakukan elevasi tungkai. Ulkus biasanya memilki

tepi yang tidak teratur, ukurannya bervariasai, dan dapat menjadi luas. Di

dasar ulkus terlihat jaringan granulasi atau bahan fibrosa. Dapat juga

Page 18: BAB II

20

terlihat eksudat yang banyak. Kulit sekitarnya tampak merah kecoklatan

akibat hemosiderin.

2.7 PENATALAKSANAAN DAN TERAPI ULKUS DIABETIKUM

Penatalaksanaan pada pasien dengan ulkus DM adalah mengendalikan kadar

gula darah dan penanganan ulkus DM secara komprehensif.

1) PENGENDALIAN DIABETES

a) Terapi non farmakologis:

Langkah awal penanganan pasien dengan kaki diabetik adalah

dengan melakukan manajemen medis terhadap penyakit diabetes

secara sistemik. Diabetes melitus jika tidak dikelola dengan baik akan

dapat menyebabkan terjadinya berbagai komplikasi kronik diabetes,

salah satunya adalah terjadinya gangren diabetik. Jika kadar glukosa

darah dapat selalu dikendalikan dengan baik, diharapkan semua

komplikasi yang akan terjadi dapat dicegah, paling sedikit dihambat.

Dalam mengelola diabetes melitus langkah yang harus dilakukan

adalah pengelolaan non farmakologis, Perubahan gaya hidup, dengan

melakukan pengaturan pola makan yang dikenal sebagai terapi gizi

medis dan meningkatkan aktivitas jasmani berupaolah raga ringan.

Perencanaan makanan pada penderita diabetes melitus juga

merupakan pengobatan utama pada penatalaksanaan diabetes melitus.

Perencanaan makanan yang memenuhi standar untuk diabetes

umumnya berdasarkan dua hal, yaitu; a). Tinggi karbohidrat, rendah

lemak, tinggi serat, atau b). Tinggi karbohidrat, tinggi asam lemak

tidak jenuh berikatan tunggal. Edukasi kepada keluarga juga sangat

berpengaruh akan keadaan pasien. Peran keluarga sendiri adalah

mengkontrol asupan makanan, obat-obat gula yang dikonsumsi setiap

hari serta mencegah semaksimal mungkin agar penderita tidak

mengalami luka yang dapat memicu timbulnya infeksi.

b) Terapi farmakologis

Page 19: BAB II

21

Terapi farmakologis ini pada prinsipnya diberikan jika

penerapan terapi non farmakologis yang telah dilakukan tidak dapat

mengendalikan kadar glukosa darah sebagaimana yang diharapkan.

Terapi farmakologis yang diberikan adalah pemberian obat anti

diabetes oral dan injeksi insulin. Terdapat enam golongan obat anti

diabetes oral yaitu:

1) Golongan sulfonilurea

2) Glinid

3) Tiazolidindion

4) Penghambat Glukosidase α

5) Biguanid

6) Obat-obat kombinasi dari golongan-golangan diatas

2). PENANGANAN ULKUS DIABETIKUM

Penanganan pada ulkus diabetikum dilakukan secara

komprehensif. Penanganan luka merupakan salah satu terapi yang

sangat penting dan dapat berpengaruh besar akan kesembuhan luka

dan pencegahan infeksi lebih lanjut. Penanganan luka pada ulkus

diabetikum dapat melalui beberapa cara yaitu: menghilangkan atau

mengurangi tekanan beban (offloading), menjaga luka agar selalu

lembab (moist), penanganan infeksi, debridemen, revaskularisasi dan

skin graft.

a) Debridemen

Tindakan debridemen merupakan salah satu terapi penting

pada kasus ulkus diabetika. Debridemen dapat  didefinisikan

sebagai upaya pembersihkan benda asing dan jaringan nekrotik

pada luka. Luka tidak akan sembuh apabila masih didapatkan

jaringan nekrotik, debris, calus, fistula atau rongga yang

memungkinkan kuman berkembang. Setelah dilakukan debridemen

luka harus diirigasi dengan larutan garam fisiologis atau pembersih

Page 20: BAB II

22

lain dan dilakukan dressing (kompres). Tujuan dilakukan

debridemen bedah adalah:

Mengevakuasi bakteri kontaminasi

Mengangkat jaringan nekrotik sehingga dapat mempercepat

penyembuhan

Menghilangkan jaringan kalus

Mengurangi risiko infeksi lokal

Mengurangi beban tekanan (off loading)

Ada beberapa pilihan dalam tindakan debridemen, yaitu

debridemen mekanik, enzimatik, autolitik, biologik. Debridemen

mekanik dilakukan menggunakan irigasi luka cairan fisiolofis,

ultrasonic laser, dan sebagainya, dalam rangka untuk

membersihkan jaringan nekrotik. Debridemen secara enzimatik

dilakukan dengan pemberian enzim eksogen secara topikal pada

permukaan lesi. Enzim tersebut akan menghancurkan residu residu

protein. Debridemen autolitik terjadi secara alami apabila

seseorang terkena luka. Proses ini melibatkan makrofag dan enzim

proteolitik endogen yang secara alami akan melisiskan jaringan

nekrotik. Secara sintetis preparat hidrogel dan hydrocolloid dapat

menciptakan kondisi lingkungan yang optimal bagi fagosit tubuh

dan bertindak sebagai agent yang melisiskan jaringan nekrotik

serta memacu proses granulasi. Menghilangkan atau mengurangi

tekanan beban (offloading) .

b) Perawatan Luka

Perawatan luka modern menekankan metode moist wound

healing atau menjaga agar luka dalam keadaan lembab.

Lingkungan luka yg seimbang kelembabannya memfasilitasi

pertumbuhan sel dan proliferasi kolagen didalam matrik non

selular yg sehat. Luka akan menjadi cepat sembuh apabila eksudat

dapat dikontrol, menjaga agar luka dalam keadaan lembab, luka

tidak lengket dengan bahan kompres, terhindar dari infeksi dan

Page 21: BAB II

23

permeabel terhadap gas.Tindakan dressing merupakan salah satu

komponen penting dalam mempercepat penyembuhan lesi. Prinsip

dressing adalah bagaimana menciptakan suasana dalam keadaan

lembab sehingga dapat meminimalisasi trauma dan risiko operasi.

Ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih

dressing yang akan digunakan, yaitu tipe ulkus, ada atau tidaknya

eksudat, ada tidaknya infeksi, kondisi kulit sekitar dan biaya. Ada

beberapa jenis dressing yang sering dipakai dalam perawatan luka,

seperti: hydrocolloid, hydrogel, calcium alginate, foam, kompres

anti mikrob.

c) Pengendalian Infeksi

Pemberian antibitoka didasarkan pada hasil kultur kuman. Pada

infeksi berat pemberian antibitoika diberikan selama 2 minggu atau

lebih. Pada beberapa penelitian menyebutkan bahwa bakteri yang

dominan pada infeksi ulkus diabetik diantaranya adalah s.aureus

kemudian diikuti dengan streotococcus, staphylococcus koagulase

negative, Enterococcus, corynebacterium dan pseudomonas. Pada

ulkus diabetika ringan atau sedang antibiotika yang diberikan di

fokuskan pada patogen gram positif. Pada ulkus terinfeksi yang

berat kuman lebih bersifat polimikrobial (mencakup bakteri gram

positif berbentuk coccus, gram negatif berbentuk batang, dan

bakteri anaerob) antibiotika harus bersifat broadspektrum,

diberikan secara injeksi.

d) Skin Graft

Page 22: BAB II

24

Gambar VII. Skin graft

Suatu tindakan penutupan luka dimana kulit dipindahkan dari

lokasi donor dan ditransfer ke lokasi resipien. Terdapat dua macam

skin graft yaitu full thickness dan split thickness. Skin graft

merupakan salah satu cara rekonstruksi dari defek kulit, yang

diakibatkan oleh berbagai hal. Tujuan skin graft digunakan pada

rekonstruksi setelah operasi pengangkatan keganasan kulit,

mempercepat penyembuhan luka, mencegah kontraktur, mengurangi

lamanya perawatan, memperbaiki defek yang terjadi akibat eksisi

tumor kulit, menutup daerah kulit yang terkelupas dan menutup luka

dimana kulit sekitarnya tidak cukup menutupinya. Selain itu skin graft

juga digunakan untuk menutup ulkus kulit yang kronik dan sulit

sembuh. Terdapat 3 fase dari skin graft yaitu: imbibition,

inosculation, dan revascularization. Pada fase imbibition terjadi

proses absorpsi nutrient ke dalam graft yang nantinya akan menjadi

sumber nutrisi pada graft selam 24-48 jam pertama. Fase kedua yaitu

inosculation yang merupakan proses dimana pembuluh darah donor

dan resipien saling berhubungan. Selama kedua fase ini, graft saling

menempel ke jaringan resipien dengan adanya deposisi fibrosa pada

permukaannya. Pada fase ketiga yaitu revascularization terjadi

diferensiasi dari pembuluh darah pada arteriola dan venula.

e) Tindakan Amputasi

Page 23: BAB II

25

Tindakan amputasi dilakukan bila dijumpai adanya gas

gangren, jaringan terinfeksi, untuk menghentikan perluasan infeksi,

mengangkat bagian kaki yang mengalami ulkus berulang. Komplikasi

berat dari infeksi kaki pada pasien DM adalah fasciitis nekrotika dan

gas gangren. Pada keadaan demikian diperlukan tindakan bedah

emergensi berupa amputasi. Amputasi bertujuan untuk

menghilangkan kondisi patologis yang mengganggu fungsi, penyebab

kecacatan atau menghilangkan penyebab yang didapat.

Penanganan ulkus diabetik dapat dilakukan dalam beberapa

tingkatan sesuai dengan pembagian menurut wanger, yaitu:

a) Tingkat 0 :

Penanganan meliputi edukasi kepada pasien tentang alas kaki khusus

dan pelengkap alas kaki yang dianjurkan. Sepatu atau sandal yang

dibuat secara khusus dapat mengurangi tekanan yang terjadi. Bila pada

kaki terdapat tulang yang menonjol atau adanya deformitas, biasanya

tidak dapat hanya diatasi dengan pengguna-an alas kaki buatan

umumnya memerlukan tindakan pemotongan tulang yang menonjol

(exostectomy) atau dengan pembenahan deformitas.

b) Tingkat I

Memerlukan debridemen jaringan nekrotik atau jaringan yang

infeksius, perawatan lokal luka dan pengurangan beban.

c) Tingkat II :

Memerlukan debridemen, antibiotik yang sesuai dengan hasil kultur,

perawatan lokal luka dan teknik pengurangan beban yang lebih berarti.

d) Tingkat III :

Memerlukan debridemen jaringan yang sudah menjadi gangren,

amputasi sebagian, imobilisasi yang lebih ketat, dan pemberian

antibiotik parenteral yang sesuai dengan kultur.

e) Tingkat IV :

Page 24: BAB II

26

Pada tahap ini biasanya memerlukan tindakan amputasi sebagian atau

amputasi seluruh kaki.

3). EVALUASI ULKUS DIABETIKUM

Prinsip dasar yang baik pengeolaan terhadap ulkus diabetikum

adalah:

a) Evaluasi keadaan klinis luka, dalamnya luka, gambaran radiologi

(benda asing, osteomielitis, adanya gas subkutis), lokasi, biopsy

vaskularisasi (non invasive).

Pengobatan ulkus sangat dipengaruhi oleh derajat dan dalamnya ulkus.

Hati-hati apabila menjumpai ulkus yang nampaknya kecil dan dangkal

karena kadang-kadang hal tersebut hanya merupakan puncak dari

gunung es dan pada pemeriksaan yang seksama penetrasi itu mungkin

mencapai jaringan yang lebih dalam.

b) Pengelolaan terhadap neuropati diabetic

Pada dasarnya pengelolaan neuropati diabetic dilakukan dengan

mengontrol gula darah dan pemberian obat-obatan kausal dan

simptomatik. Pengontrolan gula darah secara terus menerus dan

pengobatan DM yang intensif akan menghambat progresitifitas

neuropati sebesar 60%.

c) Kontrol metabolik

Terjadinya aterosklerosis adalah akibat defek metabolik dan defek

fisik. Faktor resiko terjadinya aterosklerosis antara lain hiperglikemia,

hiperinsulinemia, dislipidemia, hipertensi, obesitas,

hiperkoagulabilitas, genetik, dan merokok. Semua faktor resiko yang

dapat diobati seharusnya segera dikontrol dengan sebaik-baiknya

untuk menghambat proses terjadinya aterosklerosis lebih lanjut.

d) Debridemen dan pembalutan

Pada dasarnya terapi ulkus diabetikum sama dengan terapi lain, yaitu

mempersiapkan bed luka yang baik untuk menunjang tumbuhnya

jaringan granulasi, sehingga proses penyembuhan luka dapat terjadi.

Page 25: BAB II

27

Kita mengenalnya dengan preparasi bed luka. Harus diketahui bahwa

tidak ada obat-obatan topikal yang dapat menggantikan debridement

yang baik dengan teknik yang benar dan proses penyembuhan luka

selalu dimulai dari jaringan yang bersih. Tujuan dasar dari

debridement adalah mengurangi kontaminasi pada luka untuk

mengontrol dan mencegah infeksi. Pemeriksaan kultur diperlukan

terutama pada ulkus yang dalam dan diambil dari jaringan yang dalam.

Diperlukan debridement yang optimal sampai nampak jaringan sehat

dengan cara membuang jaringan nekrotik. Debridemen yang tidak

optimal akan menghambat penyembuhan ulkus.

Pembalutan berguna untuk menjaga dan melindungi kelembaban

jaringan, perangsang penyembuhan luka, melindungi dari suhu luar,

serta mudah dibuka tanpa rasa nyeri dan merusak luka. Suasana

lembab membuat suasana optimal untuk akselerasi penyembuhan dan

memacu pertumbuhan jaringan.

e) Biakan kultur

Untuk menentukan bakteri penyebab infeksi diperlukan kultur.

Pengambilan bahan kultur dengan cara swab tidak dianjurkan. Hasil

kultur akan lebih dipercaya apabila pengambilan bahan dengan cara

curettage dari hasil ulkus setelah debridement.

f) Antibiotika

Pada ulkus diabetika ringan/sedang antibiotika yang diberikan

difokuskan pada pathogen gram positif. Pada ulkus terinfeksi berat

lebih bersifat polimikrobial. Antibiotika harus bersifat broadspectrum

dan diberikan secara injeksi.

g) Perbaikan sirkulasi

Penderita DM mempunyai kecenderungan untuk lebih mudah

mengalami koagulasi dibandingkan yang bukan DM akibat adanya

gangguan viskositas pada plasma, deformibilitas eritrosit, agregasi

trombosit serta adanya peningkatan trogen dan faktor Willbrand. Obat-

obat yang mempunyai efek reologik bencyclame, pentoxyfilin dapat

Page 26: BAB II

28

memperbaiki eritrosit disamping mengurangi agregasi eritrosit pada

trombosit.

h) Non weight bearing

Tindakan ini diperlukan karena umumnya kaki penderita tidak peka

lagi terhadap rasa nyeri, sehingga apabila dipakai berjalan maka akan

menyebabkan luka bertambah besar dan dalam, cara terbaik untuk

mencapainya dengan mempergunakan gips.

i) Nutrisi

Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor yang berperan dalam

penyembuhan luka. Adanya anemia dan hipoalbuminemia akan sangat

berpengaruh terhadap proses penyembuhan. Perlu dilakukan monitor

kadar Hb dan albumin darah minimal satu minggu sekali. Besi, vitamin

B12, asam folat membantu sel darah membawa oksigen ke jaringan.

Besi juga merupakan suatu kofaktor dalam sintesis kolagen sedangkan

vitamin C dan zinc penting untuk perbaikan jaringan. Zinc juga

berperan dalam respon imun.

4). Penyulit Ulkus Diabetikum

Infeksi merupakan ancaman utama amputasi pada penderita ulkus

diabetikum. Infeksi superficial di kulit apabila tidak segera ditangani

dapat menembus jaringan di bawah kulit, seperti tendon, sendi, dan

tulang atau bahkan menjadi infeksi sistemik. Pada ulkus kaki terinfeksi

dan kaki diabetic terinfeksi (tanpa ulkus) harus dilakukan kultur dan

sensitifitas kuman. Hampir 2/3 pasien dengan ulkus kaki diabteik

memberikan komplikasi osteomielitis. Osteomielitis yang tidak

terdeteksi akan mempersulit penyembuhan ulkus. Gulah darah pasien

ulkus juga bisa menjadi hambatan dalam proses penyembuhan luka

maka dari itu perlu juga dikonsultasikan ke bagian ahli gizi, dan

apabila diperlukan di konsultasikan kepada ahli fisioterapi agar proses

penyembuhan bisa lebih maksimal.