bab ii

42
BAB 1I PEMBAHASAN II.1. Ontologi A . Pengertian Ontologi Kata ontologi berasal dari bahasa Yunani yaitu : ta onta berati “yang berada”, dan logi berarti : ilmu pengetahuan; ajaran. Dengan demikian ontologi adalah ilmu pengetahuan atau ajaran tentang yang berada. Jadi ontologi adalah the theory of being qua being (teori tentang keberadaan sebagai keberadaan). Atau bisa juga ilmu tentang yang ada. Secara istilah ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada yang merupakan realitas baik berbentuk jasmani atau kongkrit maupun rohani atau abstrak. Istilah ontologi pertama kali diperkenalkan oleh rudolf Goclenius pada tahun 1936 M, untuk menamai hakekat yang ada bersifat metafisis. Dalam perkembangannya Christian Wolf (1679-1754) membagi metafisika menjadi dua, yaitu metafisika umum dan khusus. Adapun pendapat pengertian Ontologi menurut para ahli, yaitu: 1. Menurut Ensiklopedi Britannica yang juga diangkat dari Konsepsi Aristoteles, Ontologi yaitu teori atau studi tentang being / wujud seperti karakteristik dasar dari seluruh realitas. Ontologi bersinonim dengan metafisika yaitu, studi filosofis 3

Upload: samsul-adianto

Post on 25-Sep-2015

217 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

filsafat

TRANSCRIPT

BAB 1IPEMBAHASANII.1. OntologiA.Pengertian OntologiKata ontologi berasal dari bahasa Yunani yaitu : ta onta berati yang berada, dan logi berarti : ilmu pengetahuan; ajaran. Dengan demikian ontologi adalah ilmu pengetahuan atau ajaran tentang yang berada. Jadi ontologi adalah the theory of being qua being (teori tentang keberadaan sebagai keberadaan). Atau bisa juga ilmu tentang yang ada. Secara istilah ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada yang merupakan realitas baik berbentuk jasmani atau kongkrit maupun rohani atau abstrak. Istilah ontologi pertama kali diperkenalkan oleh rudolf Goclenius pada tahun 1936 M, untuk menamai hakekat yang ada bersifat metafisis. Dalam perkembangannya Christian Wolf (1679-1754) membagi metafisika menjadi dua, yaitu metafisika umum dan khusus. Adapun pendapat pengertian Ontologi menurut para ahli, yaitu:1. Menurut Ensiklopedi Britannica yang juga diangkat dari Konsepsi Aristoteles, Ontologi yaitu teori atau studi tentang being / wujud seperti karakteristik dasar dari seluruh realitas. Ontologi bersinonim dengan metafisika yaitu, studi filosofis untuk menentukan sifat nyata yang asli (real nature) dari suatu benda untuk menentukan arti, struktur dan prinsip benda tersebut.

2. Menurut Runnes menyatakan bahwa ontology is the theory of being qua being artinya ontologi adalah teori tentang wujud. Ontologi adalah ilmu yang mempelajari tentang hakikat sesuatu yang berwujud (yang ada) dengan berdasarkan pada logika semata.

3. Menurut Augustine, manusia mengetahui dari pengalaman hidupnya bahwa dalam ala mini ada kebenaran. Namun akal manusia terkadang merasa bahwa ia mengetahui apa yang benar, tetapi terkadang merasa bahwa ia merasa ragu-ragu bahwa apa yang diketahui suatu kebenaran. Kebenaran tetap dan kekal itulah kebenaran yang mutlak. Kebenaran mutlak inilah berasal dari Tuhan.

4. Menurut Suriasumantri (1985), ontologi membahas tentang apa yang ingin kita ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu, atau dengan kata lain suatu pengkajian mengenai teori tentang ada5. Menurut Soetriono & Hanafie (2007) ontologi yaitu merupakan azas dalam menerapkan batas atau ruang lingkup yang menjadi objek penelaahan (objek ontologis atau objek formal dari pengetahuan) serta penafsiran tentang hakikat realita (metafisika) dari objek ontology atau objek formal tersebut dan dapat merupakan landasan ilmu yang menanyakan apa yang dikaji oleh pengetahuan dan biasanya berkaitan dengan alam kenyataan dan keberadaan.6. Menurut pandangan The Liang Gie, ontologi adalah bagian dari filsafat dasar yang mengungkapkan makna dari sebuah eksistensi yang pembahasannya meliputi persoalan-persoalan :a. Apakah artinya ada, hal ada?

b. Apakah golongan-golongan dari hal yang ada?

c. Apakah sifat dasar dari kenyataan dan hal ada?

d. Apakah cara-cara yang berbeda dalam mana entitas dari kategori-kategori logis yang berlainan (misalnya objek-objek fisis, pengertian universal, abstraksi, dan bilangan) dapat dikatakan ada?Metafisika umum adalah istilah lain dari ontologi. Dengan demikian, metafiska atau ontologi adalah cabang filsafat yang membahas tentang prinsip yang paling dasar atau paling dalam dari segala sesuatu yang ada. Sedangkan metafisika khusus masih terbagi menjadi : 1. KosmologiAdalah cabang fisafat yang secara khusus membicarakan alam tentang alam semesta.

2. Psikologi Adalah cabang filsafat yang secara khusus membicarakan tentang jiwa manusia.

3. Teologi.Adalah cabang filsafat yang secara khusus membicarakan Tuhan.

B. Objek dan Metode OntologiObjek telaah ontologi adalah yang ada. Ontologi membahas tentang yang ada, yang tidak terikat oleh satu perwujudan tertentu. Ontologi membahas tentang yang ada yang universal, menampilkan pemikiran semesta universal. Ontologi berupaya mencari inti yang termuat dalam setiap kenyataan, atau dalam rumusan Lorens Bagus; menjelaskan yang ada yang meliputi semua realitas dalam semua bentuknya.1. Objek FormalObjek formal ontologi adalah hakikat seluruh realitas. Bagi pendekatan kuantitatif, realitas tampil dalam kuantitas atau jumlah, telaahnya akan menjadi kualitatif, realitas akan tampil menjadi aliran-aliran materialisme, idealisme, atau naturalisme.2. Metode dalam Ontologi.

Lorens Bagus memperkenalkan tiga tingkatan abstraksi dalam ontologi, yaitu: abstraksi fisik, abstraksi bentuk, dan abstraksi metaphisik. Abstraksi fisik menampilkan keseluruhan sifat khas sesuatu objek, sedangkan abstraksi bentuk mendeskripsikan sifat umum yang menjadi ciri semua sesuatu yang sejenis. Abstraksi metaphisik mengetengahkan prinsip umum yang menjadi dasar dari semua realitas. Abstraksi yang dijangkau oleh ontologi adalah abstraksi metaphisik. Sedangkan metode pembuktian dalam ontologi oleh Laurens Bagus di bedakan menjadi dua, yaitu : pembuktian a priori dan pembuktian aposteriori. Abstraksi yang dijangkau oleh ontologi adalah abstraksi metaphisik.Aspek ontologi ilmu pengetahuan tertentu hendaknya diuraikan atau ditelaah secara :a. Metodis; Menggunakan cara ilmiah.b. Sistematis; Saling berkaitan satu sama lain secara teratur dalam suatu keseluruhanc. Koheren; Unsur-unsurnya harus bertautan,tidak boleh mengandung uraian yang bertentangan.

d. Rasional; Harus berdasar pada kaidah berfikir yang benar (logis).

e. Komprehensif; Melihat obyek tidak hanya dari satu sisi/sudut pandang, melainkan secara multidimensional atau secara keseluruhan (holistik).

f. Radikal; Diuraikan sampai akar persoalannya, atau esensinya.

g. Universal; Muatan kebenarannya sampai tingkat umum yang berlaku di mana saja.Contoh : aspek ontologi pada ilmu matematikaAspek ontologi pada ilmu matematika akan diuraikan sebagai berikut :a. Metodis; matematika merupakan ilmu ilmiah (bukan fiktif) .

b. Sistematis; ilmu matematika adalah ilmu telaah pola dan hubungan artinya kajian-kajian ilmu matematika saling berkaitan antara satu sama lain.

c. Koheren; konsep, perumusan, definisi dan teorema dalam matematika saling bertautan dan tidak bertentangan.

d. Rasional; ilmu matematika sesuai dengan kaidah berpikir yang benar dan logise. Komprehensif; objek dalam matematika dapat dilihat secara multidimensional (dari barbagai sudaut pandang).

f. Radikal; dasar ilmu matematika adalah aksioma-aksioma.

g. Universal; ilmu matematika kebenarannya berlaku secara umum dan di mana sajaC. Karakteristik OntologiBeberapa karekteristik ontologi seperti diungkapkan oleh Bagus, antara lain dapat disederhanakan sebagai berikut : 1. Ontologi adalah study tentang arti ada dan berada, tentang ciri-ciri esensial dari yang ada dalam dirinya sendirinya, menurut bentuknya yang paling abstrak. 2. Ontologi adalah cabang filsafat yang mempelajari tata dan struktur realitas dalam arti seluas mungkin, dengan menggunakan kategori-kategori seperti: ada atau menjadi, aktualitas atau potensialitas, nyata atau penampakan, esensi atau eksistensi, kesempurnaan, ruang dan waktu, perubahan, dan sebagainya 3. Ontologi adalah cabang filsafat yang mencoba melukiskan hakikat terakhir yang ada, yaitu yang satu, yang absolute, bentuk abadi, sempurna, dan keberadaan segala sesuatu yang mutlak bergantung kepada-nya. 4. Cabang filsafat yang mempelajari tentang status realitas apakah nyata atau semu, apakah pikiran itu nyata, dan sebagainyaD. Aliran-aliran Ontologi

Aliran aliran dalam ontologi terdiri dari ontologi yang bersahaja, ontologi kuantitatif dan kualitatif, serta ontologi penyelasaian masalah.

1. Ontologi yang Bersahaja

Kebanyakan orang setidak-tidaknya mengadakan pembedaan antara barang-barang yang dapat dilihat, diraba, yang tidak bersifat kejasmanian atau yang dipahamkan jiwa. Kadang-kadang orang banyak menjumpai mereka yang berpendirian bahwa sesungguhnya jiwa itu tidak ada, yang ada dalam kenyataan ialah barang-barang kejasmanian. Pertimbangan keselamatan diri mereka. Tetapi kadang-kadang mereka sangat resah akan ajaran-ajaran semacam itu. Mungkin sekali mereka memaki-maki dengan keres para penganut paham meterialisme tersebut, atau mungkin mereka juga setelah mendengar pendirian tersebut beristirahat sejenak menjauhi keramaian dunia dan memikirkan masalah tersebut sambil bertanya-tanya: siapakah sesungguhnya yang benar dalam hal ini? Dan sesungguhnya apakah hakekatnya itu? Yang demikian ini merupakan pertanyaan di bidang ontologi. Selanjutnya dapat menyebabkan pertanyaan-pertanyaan lain seperti: hubungan apakah yang terdapat di antara berbagai bagian dari keyataan dan bagaimanakah caranya kenyataan itu berubah? Pernyataanpernyataan semacam ini di acap kali dinamakan pertanyaan-pertanyaan di bidang kosmologi, sebab menyangkut ketertiban serta tatanan kenyataan, dan bukan hakekatnya yang terdalam. 2. Ontologi Kuantitatif dan Kualitatif

Ontologi kuantitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan itu tunggal atau jamak? Ontologi kualitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan (realitas) tersebut memiliki kualitas tertentu, seperti misalnya daun yang memiliki warna kehijauan, bunga mawar yang berbau harum. Dalam hubungan tertentu, segenap masalah dibidang ontology dapat dikembalikan kepada sejumlah pertanyaan yang bersifat umum, seperti bagaimanakah cara kita hendak membicarakan kenyataan3. Ontologi Penyelesaian Masalah

Ada lima aliran dalam filsafat yang muncul dari beberapa pertanyaan dalam mempelajari ontologi. Pertanyaan tersebut berupa what is being? How is being? Serta where is being?

a. Aliran Monoisme

Aliran berpendapat bahwa yang ada itu hanya satu, tidak mungkin dua. Aliran ini terbagi menjadi 2 aliran lagi yaitu materialisme, dan idealisme.

1) Materialisme

Aliran materialism sering juga disebut naturalisme, menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah materi, bukan ruhani. Menurutnya bahwa zat mati merupakan kenyataan dan satu-satunya yang fakta hanyalah materi, sedangkan jiwa atau ruh tidaklah merupakan suatu kenyataan yang berdiri sendiri.

2) Idealisme

Aliran ini disebut juga spiritualisme. Idealisme berasal dari kata ideal yang berarti sesuatu yang hadir dalam jiwa. Aliran ini beranggapan bahwa hakikat kenyataan yang beraneka ragam itu semya berasal dari ruh (sukma), yaitu sesuatu yang tidak terbentuk dan menempati ruang. Materi atau zat ini hanyalah suatu jenis dari penjelmaan ruhani.

b. Dualisme

Aliran ini berpendapat bahwa benda terdiri dari dua macam hakikat sebagai asal sumbernya, yaitu hakikat materi dan hakikat rohani. Tokoh paham ini adalah Descartes (1596- 1650 SM) yang dianggap sebagai bapak Filosofi modern).c. Pluralisme

Aliran ini berpendapat bahwa segala macam bentuk merupakan kenyataan. Plurarisme dalam Dictionary of Philosophy and Religion menyatakan bahwa kenyataan alam ini tersusun dari banyak unsur. Unsur yang dimaksud adalah tanah, air, api dan udara.d. Nihilisme

Aliran ini berpendapat bahwa tidak ada sesuatu pun yang eksis. Nihilisme berasal dari bahasa latin yang berarti nothing atau tidak ada. Pandangan Grogias (483- 360 SM) yang memberikan tiga proporsi realitas:

1) Tidak ada sesuatupun yang eksis. Realitas itu sebenarnya tidak ada.

2) Bila sesuatu itu ada, ia tidak dapat kita ketahui. Ini disebabkan oleh penginderaan itu tidak dapat dipercaya, penginderaan it sumber ilusi.

3) Sekalipun realitas itu dapat kita ketahui, ia tidak akan dapat kita beritahukan kepada orang lain.

e. Agnotitisme

Paham ini adalah paham yang mengingkari kemampuan manusia mengetahui hakikat benda baik materi maupun ruhani. Timbul pendapat ini dikarenakan belum dapatnya orang mengenal dan mampu menerangkan secara kongkret akan adanya kenyataan yang berdiri sendiri dan dapat dikenal.E. Manfaat Mempelajari Ontologi

Ontologi yang merupakan salah satu kajian filsafat ilmu mempunyai beberapa manfaat, di antaranya sebagai berikut :

1. Membantu untuk mengembangkan dan mengkritisi berbagai bangunan sistem pemikiran yang ada.

2. Membantu memecahkan masalah pola relasi antar berbagai eksisten dan eksistensi

3. Bisa mengeksplorasi secara mendalam dan jauh pada berbagai ranah keilmuan maupun masalah, baik itu sains hingga etika4. Ontologi ini pantas dipelajari bagi orang yang ingin memahami secara menyeluruh tentang dunia ini dan berguna bagi studi ilmu-ilmu empiris (misalnya antropologi, sosiologi, ilmu kedokteran, ilmu budaya, fisika, ilmu teknik dan sebagainya).II.2. EpistomologiA. Pengertian Epistemologi

Epistemologi dalam filsafat pada dasarnya adalah ilmu yang mengkaji kebenaran secara umum sebuah pengetahuan sehingga dapat ditemukan sebuah kebenaran yang bertanggung jawab. Secara terminologi, epistemologi berasal dari bahasa Yunani yaitu episteme dan logos. Episteme berarti pengetahuan atau epistamai yaitu mendudukkan atau menempatkan. Sedangkan secara harfiah epistemologi adalah pengetahuan sebagai upaya intelektual untuk menempatkan sesuatu pada tempatnya. Selain disebut dengan epistemologi, ilmu ini juga disebut dengan gnoseologi yang artinya teori pengetahuan.

Epistemologi dalam mengkaji sebuah kebenaran epistemologi perlu mengetahui ciri-ciri umum sebuah pengetahuan seperti : Bagaimanan dasar sebuah ilmu pengetahuan? Bagaimana ruang lingkup?

Kritis mengkaji pengandaian / syarat logis dengan mempertanggung jawabkan secara rasional. Selain itu epistemologi juga disebut ilmu yang evaluatif, normatif, dan kritis. Evaluatif di sini berarti mampu menilai kebenaran yang objektif dan mampu membuktikan bahwa pengetahuan tersebut benar-benar sebuah kebenaran. Normatif berarti imu tersebut dapat memberikan sebuah tolak ukur kebenaran, maksudnya sampai dimanakan sesuatu pengetahuan tersebut dapat diakui sebagai sebuah kebenaran. Dan kritis yaitu mampu mempertanyakan asumsi asumsi, pendekatan-pendekatan, dan kesimpulan-kesimpulan. Adapun tujuan adanya kritis di sini adalah untuk mempertanggunjawabkan kebenaran yang mampu memberikan manfaat bagi kehidupan manusia.Adapun filsafat yang sering membicarakan epistemologi adalah filsafat sains. Adapun filsafat sains ini adalah langkah awal yang mendorong adanya ilmu pengetahuan. Terdapat dua hal yang harus diperhatikan dalam filsafat sains yaitu metodologi dan manfaat. Metodologi di sini maksudnya dalam filsafat sains sudah terdapat suatu cara-cara yang sah dalam menemukah pengetahuan yang ilmiah yang tercantum dalam metodologi penelitian. Dengan metodologi penelitian tersebut maka sebagai akademisi jika pengetahuan yang dimiliki ingin dijadikan sebuah ilmu pengetahuan haruslah memenuhi unsur-unsur yang ada di dalam metodologi tersebut. Kemudian manfaat, yaitu bahwa sesuatu yang dianggap sebagai ilmu pengetahuan tersebut selain benar juga harus bermanfaat bagi kehidupan manusia. Manfaat ini nantinya juga akan berguna jika terdapat seseorang yang ingin mengembangkan ilmu pengetahuan yang telah ditemukan. Epistemologi merupakan sebuah ilmu pengetahuan, namun ilmu pengetahuan epistemologi berbeda dengan ilmu-ilmu pengetahuan yang lain. Adapun perbedaannya adalah terletak pada objeknya, jika ilmu pengetahuan lain belajar tentang objek ilmu itu sendiri maka epistemologi belajar tentang bagaimana objek itu ada dengan melihat dari berbagai pendekatan-pendekatan (belajar tentang proses terbentuknya objek). Epistemologi berdasarkan pendekatannya yaitu epistemologi metafisis, epistemologi skeptis, dan epistemologi kritis. Epistemologi metafisis adalah epistemologi yang membahas tentang suatu paham, ide, atau sesuatu yang tidak bisa dilihat secara kasat mata misalkan seperti kejahatan. Kejahatan dibahas oleh epistemologi metafisis sebagai sesuatu hal yang tidak bisa dilihat namun dampaknya dapat dirasakan sepenuhnya oleh masyarakat. Epistemologi skeptis yaitu epistemologi yang membahas tentang sesuatu yang terlihat oleh panca indera, maka dari itu segala hal yang diluar diinderawi manusia akan diragukan dalam pendekatan ini. Terakhir adalah epistemologi kritis yang tidak memprioritaskan metafisis dan skeptis namun lebih melihat pada pendekatan asumsi, prosedur, kesimpulan dan disesuaikan dengan akal sehat manusia. Epistemologi kritis tentunya selama ini merupakan pendekatan yang terbaik antara kedua pendekatan sebelumnya.

Dilihat dari objek yang dipelajari, epistemologi terdiri dari dua jenis yaitu epistemologi individual dan sosial. Epistemologi individual adalah sebuah kajian terhadap bagaimana proses individu menemukan dan mengetahui pengetahuan manusia. Epistemologi macam ini telah memberikan sumbangan yang sangat berarti bagi ilmu psikologi kognitif. Salah satu cabang dari epistemologi individual ini adalah epistemologi evolusioner. Epistemologi sosial adalah kajian terhadap proses menemukan sebuah pengetahuan dalam konteks sosial dengan melihat faktor-faktor dan hubungan-hubungan dalam masyarakat.Mengapa mempelajari epistemologi?Menurut Sudarminta, terdapat tiga alasan mengapa mempelajari epistemologi:

1. Pertimbangan strategis: kajian epistemologi perlu karena pengetahuan sendiri sangatlah strategis bagi kehidupan manusia.

2. Pertimbangan kebudayaan: bahwa epistemologi mencari tahu pengetahuan dari unsur-unsur dan sistem kebudayaan yang dianggap penting bagi kehidupan manusia.

3. Pertimbangan pendidikan: sebagai usaha sadar untuk membantu peserta didik mengembangkan pandangan hidup, sikap hidup dan keterampilan hidup untuk tidak lepas dari penguasaan pengetahuaan.Dasar-Dasar PengetahuanBerikut merupakan dasar-dasar munculnya sebuah pengetahuan:

1. Pengalaman: adalah keseluruhan peristiwa perjumpaan dan apa yang terjadi pada manusia dalam interaksinya dengan alam, diri sendiri, lingkungan sosial sekitarnya dan seluruh kenyataan termasuk dengan Tuhan.

2. Ingatan: pengalaman tidak dapat berdiri sendiri, dibutuhkan ingatan untuk menyimpan pengalaman. Adapun ingatan dapat menjadi sebuah pengetahuan yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya apabila memiliki kesaksian atas peristiwa dan ingatan harus bersifat konsisten.

3. Kesaksian: suatu penegasan sesuatu sebagai benar oleh seseorang saksi kejadian atau peristiwa dan diajukan sebagai menerima sesuatu sebagai benar berdasarkan keyakinan akan kewenangan atau jaminan otoritas.

4. Minat dan rasa ingin tahu: Minat mengarahkan pada perhatian terhadap sesuatu yang penting dan rasa ingin tahu adalah keinginan yang mendorong untuk bertanya melakukan penyelidikan atas apa yang dialami dan menarik minatnya.

5. Pikiran dan penalaran: kedua hal tersebut saling berkaitan bahwa dalam proses berpikir membutuhkan penalaran untuk memungkinkan timbul pengetahuan.

6. Logika: logika sebagai sarana penalaran untuk mencapai suatu kebenaran.

7. Bahasa: bahasa merupakan landasan untuk memungkinkan manusia untuk melakukan penalaran hingga timbul sebuah pengetahuan.

8. Kebutuhan hidup manusia: pengetahuan muncul sebagai dimensi pragmatis dimana pengetahuan muncul sebagai tuntutan pemenuhan kebutuhan.

Epistemologi sebagai cabang filsafat yang menyelidiki tentang keaslian, pengertian, struktur, metode dan validitas ilmu pengetahuan. Rumusan lain tentang epistemologi dikemukakan oleh Suhono yang menyatakan, bahwa epistemologi adalah teori mengenai hakekat ilmu pengetahuan, ialah bagian filsafat mengenai refleksi manusia atas kenyataan (Pranaka, 1979:132).Dari beberapa kutipan di atas nampak dengan jelas, bahwa pada dasarnya epistemologi bersangkutan dengan masalah-masalah yang meliputi:

1. Filsafat, yaitu sebagai cabang filsafat yang berusaha mencari hakekat dan kebenaran pengetahuan.2. Metode sebagai metoda bertujuan mengantar manusia untk memperoleh pengetahuan.3. Sistem, sebagai suatu sistem bertujuan memperoleh realitas kebenaran pengetahuan itu sendiri. Dalam pembahasan filsafat, epistemologi dikenal sebagai sub sistem dari filsafat, yang sering dikaitkan dengan ontologi dan aksiologi. Ketiga sub sistem ini biasanya disebutkan secara berurutan mulai dari ontologi, epistemologi kemudian aksiologi. Dengan gambaran sederhana dapat dikatakan bahwa; ada sesuatu yang dipikirkan (ontologi), lalu dicari cara-cara memikirkannya (epistemologi), kemudian timbul hasil pemikiran yang memberikan suatu manfaat atau kegunaan (aksiologi).Keterkaitan ini membuktikan betapa sulitnya untuk menyatakan salah satu yang lebih penting dari yang lain, karena ketiga sub ini memiliki fungsi masing-masing yang berurutan dalam mekanisme pemikiran. Namun apabila kita membahas lebih jauh mengenai epistemologi, kita akan menemukan betapa pentingnya epistemologi. Seperti yang diungkapkan pada salam pembuka sebuah jurnal ilmiah Islamia kaitannya dengan pemikiran (hasil dari suatu aktifitas berfikir) bahwa: Problem utama yang sangat mendasar dalam wacana pemikiran Islam yang kini tengah berkembang terletak pada epistemologi.

Demikian, ketika kita membicarakan epistemologi berarti kita sedang menekankan bahasan tentang upaya, cara, atau langkah-langkah untuk mendapatkan pengetahuan. Dari sini setidaknya didapatkan perbedaan yang signifikan bahwa aktivitas berfikir dalam lingkup epistemologi adalah aktivitas yang paling mampu mengembangkan kreatifitas keilmuan dibanding ontologi dan aksiologi. Oleh karena itu, kita perlu memahami seluk beluk epistemologi secara sistematis, yang di mulai dari defenisi, objek, tujuan, landasan, metode, hakikat dan pengaruh epistemology.

Istilah epistemologi pertama kali digunakan oleh J.F. Ferrier pada tahun 1854. Sebagai sub filsafat, epistemologi ternyata menyimpan misteri pemaknaan atau pengertian yang tidak mudah dipahami. Pengertian epistemologi ini, cukup menjadi perhatian para ahli, tetapi mereka memiliki sudut pandang yang berbeda dalam mengungkapkannya. Sehingga didapat pengertian yang berbeda-beda, bukan saja pada redaksinya melainkan juga pada subtansi persoalan, yang menjadi sentral dalam memahami pengertian suatu konsep. Pembahasan konsep harus diawali dengan memperkenalkan definisi (pengertian) secara teknis, guna menangkap subtansi persoalan yang terkandung dalam konsep tersebut. Sebagaimana Mujamil Qomar mengungkapkan bahwa: pemahaman terhadap subtansi suatu konsep merupakan jalan pembuka bagi pembahasan-pembahasan selanjutnya yang sedang dibahas dan suatu konsep itu biasanya terkandung dalam defenisi (pengertian).Ada beberapa definisi yang diungkapkan oleh para ahli yang dapat dijadikan sebagai pijakan dalam memahami, apa sebenarnya epistemologi itu. P. Hardono Hadi menyatakan, epistemologi adalah cabang filsafat yang mempelajari dan mencoba menentukan kodrat dan skope pengetahuan, pengandaian-pengandaian dan dasarnya, serta pertanggungjawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki. D.W. Hamlyn mendefenisikan, epistemologi sebagai cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan, dasar dan pengandaian-pengandaiannya, serta secara umum dapat diandalkannya sebagai penegasan bahwa orang memiliki pengetahuan. Dagobert D. Runes meyatakan, epistemologi adalah cabang filsafat yang membahas sumber, struktur, metode-metode, dan validitas pengetahuan. Azyumardi Azra menyatakan, epistemologi sebagai Ilmu yang membahas tentang keaslian, pengertian, struktur, metode, validitas ilmu pengetahuan. Adnin Armas menyatakan, epistemologi sebagai cabang filsafat yang membahas proses/cara mendapat ilmu, sumber-sumber ilmu dan klasifikasi ilmu, teori tentang kebenaran, dan hal-hal lain yang terkait dengan filsafat ilmu. Amsal Bakhtiar menyatakan, epistemologi adalah cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dan dasar-dasarnya, serta pertanggungjawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki. Dari beberapa pengertian yang telah dipaparkan di atas, setidaknya dapat memberikan pemahaman terhadap, apa sebenarnya epistemologi itu?.Selanjutnya pengertian epistemologi yang lebih jelas dan mudah dipahami, ditinjau dari etimologi dan terminologinya. Secara etimologi, epistemologi berasal dari bahasa yunani episteme, yang berarti ilmu, dan logos berarti ilmu sistematika atau teori, uraian, dan alasan. Jadi epistemologi adalah teori tentang ilmu yang membahas ilmu dan bagaimana memperolehnya, kemudian membahasnya secara mendalam (subtantif). Kendati ada sedikit perbedaan dari pengertian-pengertian sebelumnya, tetapi pengertian ini telah menyajikan pemaparan yang relatif lebih mudah dipahami.

B. Objek dan Tujuan Dalam kehidupan masyarakat, tidak jarang pemahaman objek dan tujuan sering disamakan, sehingga pengertiannya menjadi rancu bahkan kabur. Jika diamati secara cermat, sebenarnya objek berbeda dengan tujuan. Objek sama dengan sasaran, sedang tujuan sama dengan harapan. Adapun objek dan tujuan epistemologi menurut Jujun S. Suriasumantri berupa segenap proses yang terlibat dalam usaha kita untuk memperoleh pengetahuan. proses untuk memperoleh pengetahuan inilah yang menjadi sasaran teori pengetahuan dan sekaligus mengantarkan tercapainya tujuan. Selanjutnya yang menjadi tujuan epistemologi menurut Jacques Martain tujuan epistemologi bukanlah hal utama untuk menjawab pertanyaan, apakah saya dapat tahu, tetapi untuk menemukan syarat-syarat yang memungkinkan saya dapat tahu. Hal ini menunjukkan, bahwa tujuan epistemologi bukan untuk memperoleh pengetahuan kendatipun keadaan ini tak bisa dihindari, tapi yang lebih penting adalah potensi untuk memperoleh pengetahuan.

C. Landasan Epistemologi Landasan epistemologi memiliki arti yang sangat penting bagi bangunan pengetahuan, yang dijadikan sebagai tempat berpijak. Bangunan pengetahuan akan menjadi mapan, jika memiliki landasan yang kokoh. Bangunan pengetahuan seperti bangunan rumah, sedangkan landasannya adalah fundamennya, rumah tidak akan kokoh dan bertahan lama apabila tidak didasari dengan fundamen yang kokoh pula. .Demikian juga dengan epistemologi, akan sangat dipengaruhi oleh landasannya. Landasan epistemologi ilmu sering di sebut juga metode ilmiah, yaitu cara yang dilakukan ilmu dalam menyusun pengetahuan yang benar. Jadi ilmu pengetahuan didapatkan melalui metode ilmiah, tapi tidak semua ilmu disebut ilmiah, sebab ilmu merupakan pengetahuan yang mendapatkannya harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Namun dikatakan juga oleh Mujamil Qomar bahwa metode ilmiah adalah gabungan antara metode induktif dan deduktif atau Perkawinan antara rasionalisme dengan empirisme. Sehingga apabila ditinjau dari cara berfikir manusia, terdapat dua pola dalam memperoleh pengetahuan, yaitu berfikir secara rasional yang mengembangkan paham rasionalisme dan berpikir berdasarkan fakta yang mengembangkan paham empirisme. Jadi landasan yang utama adalah mampu mengembangkan ilmu yang memiliki kerangkan penjelasan yang masuk akal dan sekaligus mencerminkan kenyataan yang sebenarnya. Sehingga dengan pemaduan metode induktif dan deduktif ini, dapat mengatasi masing-masing kelemahan metode tersebut. Akan tetapi, hal yang sangat mendasar berkaitan dengan landasan epistemologi itu sendiri terletak pada worldview (pandangan hidup). Sebab, epistemologi dan worldview keduanya berada dan bekerja dalam pikiran manusia. Oleh karenanya, epistemologi dan worldview mempunyai hubungan yang sangat erat kaitannya. Ia bahkan dapat digambarkan sebagai lingkaran setan (vicious circle), dimana yang satu dapat mempengaruhi yang lain. Jadi, bukan sekedar persoalan rasonalisme-empirisme atau deduktif-induktif saja, jauh lebih mendasar lagi tentang hal yang mendasari terhadap pola berfikir di dalam memperoleh pengetahuan tersebut baik secara rasional-empiris ataupun deduktif-induktif. Di sinilah kemudian yang akan menunjukkan bahwa ilmu adalah merupakan hasil dari produk suatu pandangan hidup yang tidak serta merta bebas nilai, namun sarat akan nilai.D. Metode Dan Metodologi Selanjutnya perlu ditelusuri dimana posisi metode dan metodologi dalam konteks epistemologi untuk mengetahui kaitan-kaitannya antara metode, metodologi, dan epistemologi. Dalam dunia keilmuan ada upaya ilmiah yang disebut metode, yaitu cara kerja untuk memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang dikaji. Lebih jauh lagi Perter R. Senn mengemukakan ,metode merupakan suatu prosedur atau cara mengetahui sesuatu, yang mempunyai langkah-langkah sistematis. Sedangkan metodologi merupakan suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan-peaturan metode tersebut. Secara sederhana metodologi adalah ilmu tentang metode atau ilmu yang mempelajari prosedur atau cara-cara mengetahui sesuatu. Oleh karena itu dapat dijelaskan urutan-urutan secara struktural teoritis antara epistemologi, metodologi, dan metode, sebagai berikut: dari epistemologi, dilanjutkan dengan merinci pada metodologi, yang biasanya terfokus pada metode atau tehnik. Epistemologi itu sendiri adalah sub sistem dari filsafat, maka metode sebenarnya tidak bisa dipisahkan dari filsafat. Filsafat mencakup bahasan epistemologi, epistemologi mencakup bahasan metodologi, dan dari metodologi itulah akhirnya diperoleh metode. Dalam filsafat, istilah metodologi berkaitan dengan paraktek epistemologi, lebih jelas lagi bahwa seseorang yang sedang mengembangkan penggunaan dan penerapan metode untuk memperoleh pengetahuan, maka dia harus mengacu pada metodologi. Metodologi inilah yang memberikan penjelasan-penjelasan konseptual dan teoritis terhadap metode. Dengan demikian, harus disadari bahwa metodologi adalah masalah yang sangat penting dalam sejarah pertumbuhan ilmu. Sejarah membuktikan bahwa semua ilmu tumbuh melalui metodologi baik ilmu sosiologi, ekonomi, antropologi dan sebaginya. Metodologi memiliki misi memecahkan persoalan-persoalan yang diajukan berdasarkan temuan-temuan baru, guna akumulasi pengetahuan, baik mengenai dunia alam maupun dunia sosial. Metodologi senantiasa menemukan temuan-temuan baru untuk mewujudkan dinamika ilmu pengetahuan. Hasil temuan baru ini dilaporkan dan dikomunikasikan sehingga terbuka untuk diketahui dan diuji oleh siapapun.

E. Hakikat Epistemologi Pembahasan mengenai hakikat, lagi-lagi terasa sulit, karena kita tidak dapat menangkapnya kecuali melalui ciri-cirinya. Secara filsafat, epistemologi adalah ilmu untuk mencari hakikat dan kebenaran ilmu; secara metode, berorientasi untuk mengantar manusia dalam memperoleh ilmu, dan secara sistem berusaha menjelaskan realitas ilmu dalam sebuah hierarki yang sistematis. Epistemologi berusaha memberi definisi ilmu pengetahuan, membedakan cabang-cabangnya yang pokok, mengidentifikasi sumber-sumbernya dan menetapkan batas-batasnya. Apa yang bisa kita ketahui dan bagaimana kita mengetahui adalah masalah-masalah sentral epistemologi. Sebagaimana telah diungkapkan oleh Jujun S. Suriasumantri, bahwa persoalan yang dihadapi oleh tiap epistemologi pengetahuan pada dasarnya .... Epistemologi adalah problem mendasar dalam wacana pemikiran, dan sekaligus merupakan parameter yang bisa memetakan apa yang mungkin dan apa yang tidak mungkin menurut bidang-bidangnya. Dengan demikian epistemologi bisa dijadikan penyaring atau filter terhadap objek-objek pengetahuan dan bisa juga menentukan cara dan arah berfikir manusia. Jadi pada hakikatnya epistemologi merupakan gabungan antara barfikir rasional dan berfikir secara empiris. Kedua cara berfikir tersebut dalam mempelajari gejala alam dalam menemukan kebenaran, sebab secara epistemologis ilmu memanfaatkan dua kemampuan manusia dalam mempelajari alam, yakni pikiran dan indera. Oleh sebab itulah epistemologi adalah usaha untuk menafsir dan membuktikan bahwa kita mengetahui kenyataan yang lain dari diri sendiri . Jadi hakikat epitemologi terletak pada metode ilmiah (gabungan rasionalisme dengan empirisme atau deduktif dengan induktif), dengan kata lain hakikat epistemologi bertumpu pada landasannya, karena lebih mecerminkan esensi dari epistemologi. Dari pemahaman ini memperkuat bahwa epistemologi itu rumit, sebagaimana diungkapkan oleh Stanley M. Honer dan Thomas C. Hunt bahwa epistemologi keilmuan adalah rumit dan penuh kontroversi.

G. Pengaruh Epistemologi Bagi Karl R. Popper, epistemologi adalah teori pengetahuan ilmiah. Sebagai teori pengetahuan ilmiah, epistemologi berfungsi dan bertugas menganalisis secara kritis prosedur yang ditempuh ilmu pengetahuan dalam membentuk dirinya. Secara global epistemologi berpengaruh terhadap peradaban manusia, karena tidak mungkin satu peradaban akan bangkit tanpa didahului oleh tradisi ilmu. Epistomologi mengatur semua aspek studi manusia, dari ilmu filsafat dan ilmu murni sampai ilmu sosial. Epistomologilah yang menentukan kemajuan sains dan teknologi. Wujud sains dan teknologi yang maju disuatu negara, karena didukung oleh penguasaan dan bahkan pengembangan epistomologi. Tidak ada bangsa yang merekayasa fenomena alam, sehingga mencapai kemajuan sains dan teknologi tanpa didukung oleh kemajuan epistomologi. Epistomologi menjadi modal dasar dan alat yang strategis dalam merekayasa pengembangan-pengembangan alam menjadi sebuah produk sains yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Demikian halnya yang terjadi pada teknologi. Meskipun teknologi sebagai penerapan sains, tetapi jika dilacak lebih jauh lagi ternyata teknologi sebagai akibat dari pemanfaatan dan pengembangan epistomologi. Berdasarkan pada manfaat epistomologi dalam mempengaruhi kemajuan ilmiah maupun peradaban tersebut, maka epistomologi bukan hanya mungkin, melainkan mutlak untuk dikuasai. Namun sayang sekali, sarjana-sarjana kontemporer, baik yang modernis maupun tradisionalis tampaknya mengesampingkan peranan kunci yang bisa dimainkan oleh epistomologi dalam membangun masyarakat. Epistomologi membekali seseorang yang menguasainya untuk menjadi produsen, baik dalam ilmu pengetahuan, teknologi, ekonomi, bisnis, maupun secara umum, peradaban. Jadi, pengaruh epistomologi terhadap perkembangan kemajuan sebuah bangsa atau peradaban sangatlah menentukan, sebab tidak ada suatu bangsa atau peradaban besar manapun, di dunia ini yang maju tanpa didahului oleh tradisi ilmu, tak terkecuali peradaban Islam.

G. EPISTEMOLOGI MENURUT PANDANGAN BARATDalam sejarahnya, perkembangan ilmu pengetahuan dibagi dalam tiga babak (periodesasi). Pertama, sebelum 1.500 tahun SM (Sebelum Masehi) dengan ciri utama manusia belajar dari alam sekitarnya. Manusia menemukan cara-cara untuk tetap bertahan dengan cara mempelajari alam. Dengan cara seperti itu, manusia mampu menundukan alam melalui daya nalarnya yang pada saat itu masih dapat dikatakan terbatas. Corak masyarakat pada saat itu bercirikan budaya hidup nomade (berpindah-pindah). Tujuan hidup nomade ini pun masih tetap didominasi oleh pemenuhan hidup, mencari sumber-sumber energi baru yang dapat menopang dan mempertahankan hidupnya. Sekitar 15.000 600 tahun SM, perioode awal, peradaban manusia telah mulai mengenal membaca, menulis dan berhitung. Menurut Wahyudi (1991:67), manusia telah berusaha mengirim pesan dalam bentuk pahatn-pahatan atau goresan-goresan pada batu sekitar 300.000 SM yang belakangan disebut dengan pictogram yang tersimpan di Musium Ontario, Toronto Kanada. Selanjutnya masuk ke periode Mesir Kuno, Sumeria, Babilonia, Niviveh, Tiongkok, Maya, dan Inca. Pada tahun 100 44 SM, pada masa kerajaan Roma, dan rajanya dijabat oleh Gajus Julius Caesar telah mengenal dasar-dasar jurnalistik melalui tulisan tangan (Wahyudi, 1991:72). Dalam kurun waktu yang relatif panjang sejarah peradaban telah banyak melahirkan para filosof terkenal seperti Scrates, Aristteles, Plato, Thales, Archimedes, Aristachus, dan lain-lain. Pada masa ini telah dikenal apa yang disebut dengan logika deduktif dan silogisme. Kedua, periode atau abad pertengahan diwarnai oleh para pemikir Arab-Islam yang membawa corak pemikiran berbasis agama dan moral. Pada abad ini lahir para pemikir seperti Al-Kindi (Filosof Islam Pertama), Al Khawarijmi (Aljabar), Al Idris (Astronomi), Ibnu Sina atau Avisena, Ibnu Rusdi atau Averus, Umar Kayam, dan lain-lain. Ketiga, abad modern. Pada abad ini ilmu pengetahuan berkembang pesat sebagai hasil interaksi berbagai ilmu pengetahuan yang disebut dengan proses sistesa. Abad modern pun ditandai oleh paradigma positivisme yang digagas oleh August Comte melalui Sosiologi Positif. Comte ingin menegaskan, bahwa kemajuan ilmu pengetahuan hanya akan berkembang cepat apabila manusia melepaskan cara berpikir yang metafisik (lihat Pengantar Sosiologi, Soerjono Soekanto. Menurut Jujun S. Suriasumantri (dalam Qadir, 1988), pengetahuan tentang ilmu seyogyanya mencakup pengetahuan tentang apa yang dikaji ilmu, bagaimana cara ilmu melakukan pengkajian, dan menyusun tubuh pengetahuannya, serta untuk apa pengetahuan ilmiah yang telah disusun itu dipergunakan. Ketiga hal tersebut dalam terminologi kefilsafatan dikenal dengan istilah ontologi (apa), epistemologi (bagaimana), dan axiologi (untuk apa). Dalam operasionalisasinya persoalan filsafat ilmu tesebut pun masih memerlukan bantuan ilmu lain, seperti bahasa, logika, matematika, dan statistika.Dalam epistemologi Barat, bagaimana cara memperoleh pengetahuan dikenal dengan tiga paham: Pertama, pendekatan rasionalisme. Suatu paham bahwa pengetahuan terjadi karena bahan pemberian panca indera dan batin yang diolah oleh akal. Akal memegang peranan penting dalam, mengolah informasi dari eksternal sehingga melahirkan pengetahuan. Rasionalisme ini terbagi ke dalam dua aliran, yaitu rasionalisme idealis dan rasionalisme realis. Rasionalisme idealis berpegang teguh kepada keyakinan bahwa pengetahuan kita dapat melampaui pengalaman panca indera sejati. Sedangkan rasionalisme realis berpendapat bahwa pengolahan pengetahuan oleh rasio tidak terlepas dari obyek yang diamatinya. Langeveld (1955:51): Rasio mengolah pengalaman sambil meresap ke dalam obyek, sedangkan obyek itu sendiri bukan hasil ciptaan sukma manusiaMelalui rasio, ilmuwan dapat melakukan tiga hal penting yang menjadi basis pengembangan pengetahuan, yaitu (1) definisis, (2) komparasi, dan (3) kausalitas. Definisi melakukan proses pembatasan tentang sesuatu yang disebut A atau B. Komparasi melakukan proses perbandingan antara A dan B. Kausalitas dapat menjelaskan mana yang menjadi sebab dan mana yang menjadi akibat. Bebarapa tokoh penting yang berada dibalik paham rasionalisme ini misalnya, Augustinus, Scotus, Descrates (1596-1650), Spinoza (1632-1677), Leibniz (1646-1716), Fichte (1762-1814), Hegel (1770-1813), dan lain-lain.Meskipun gegap gempita rasionalisme telah mampu menyedot perhatian ilmuwan seantero dunia, di sisi lain banyak pula yang mengkritik atau membantahnya. Bantahan terhadap rasionalisme misalnya: (1) rasionalisme bersifat spekulatif, terlalu mengandalkan olahan rasio dan lalai dalam pengujian yang dihubungkan dengan dunia nyata. (2) rasionalisme cenderung a-priori, dalam arti masalah psikologis yang merupakan pembawaan individual (tanggapan-tanggapan pembawaan) akan berbeda pada diri setiap orang.Kedua, empirisme, yaitu Suatu paham yang berpendapat bahwa pengetahuan yang diperoleh terbatas hanya pada pengalaman. Dalam perkembangannya empirisme ini terbagi dua, yaitu empirisme sensualisme dan empirisme konsiensialisme. Empirisme sensualisme yaitu proses perolehan pengetahuan yang hanya bertumpu pada pengalaman pancaindera semata-mata. Sensualisme ini memiliki keterbatasan, bahwa kebenaran pancaindera bersifat semu. Sedangkan empirisme konsiensialisme mengemukakan bahwa Keputusan yang diambil dari pengalaman panca indera berdasarkan pertimbangan penuh kesadaran, dalam arti pertimbangan yang matang. Beberapa tokoh yang menjadi dewa dalam paham empirisme ini misalnya John Locke (1632-1704), Berkeley (1685-1753), David Hume (1711-1776), termasuk kaum positivis seperti August Comte (1798-1857). Paham empiris ini pun tidak luput dari sasaran kritik dan bantahan. Di antara bantahan yang tajam misalnya dapat dilihat pada: 1. Kebenaran yang dilahirkan apakah hasil pengamatan nyata atau keputusan si pengamat sendiri ?

2. Pengamatan hanya menghasilkan kenyataan yang memerlukan keputusan, sedangkan situasi psikis si pengamat akan berpengaruh terhadap keputusan yang diambil. Dengan demikian bisa terjadi sikap a priori sehingga keputusan antara seorang pengamat bisa berbeda dengan pengamat lainnyaKetiga, paham dualisme. Paham ini berusaha menggabungkan atau mendamaikan kedua kutub paham yang berseberangan secara diameteral. Paham ini berpendapat bahwa pengetahuan sejatinya dihasilkan oleh kedua instansi, yaitu rasio dan pengalaman inderawi. Rasio dan pengalaman memiliki masing-masing keterbatasan yang tak terhindarkan, oleh karena itu suatu proses yang mengkompromikan antara rasio dan pengalaman menjadi jalan tengah yang paling ideal. Rasio atau akal tidak dapat menyerap pengetahuan secara utuh tanpa pengalaman inderawi, sedangkan pengalaman inderawi saja tidak bisa menghasilkan pengetahuan tanpa diolah secara kreatif oleh rasio (otak).

Epistemologi Diantara persoalan yang menjadi perhatian para filsuf adalah pengetahuan. Persoalan tentang pengetahuan itulah yang menghasilkan cabang filsafat yaitu Epistemologi (filsafat pengetahuan).

Selain itu, epistemologi merupakan salah satu cabang filsafat yang mengkaji secara mendalam tentang asal mula pengetahuan, struktur, metode, dan validitas pengetahuan. Epistemologi menurut Barat Terkait masalah epistemologi, Barat menganggap kebenaran itu hanya berpusat pada manusia sebagai makhluk mandiri yang menentukan kebenaran Oleh karena itu, Ilmuwan Barat mengenal beberapa aliran yang terkait dengan Epistemologi, yaitu:

1. Empirisme

Aliran ini menyatakan bahwa manusia memperoleh pengetahuan melalui pengalamannya. Dan pengalaman yang dimaksud adalah pengalaman inderawi. Sebagai contoh manusia mengetahui bahwa Es itu dingin karena dia memiliki pengalaman menyentuh Es tersebut.

Berarti, bagaimana pun kompleksnya pengetahuan manusia, hal itu selalu dapat dicari ujungnya pada pengalaman indera. Sehingga sesuatu yang tidak dapat diamati dengan indera bukanlah pengetahuan yang benar. Teori memiliki banyak kelemahan diantaranya:

a. Indra Terbatas

Keterbatasan indera ini dapat melaporkan suatu objek tidak sebagaimana adanya. Maka dari sini akan terbentuk pengetahuan yang salah.

b. Indra Menipu

Ketika seseorang sakit, gula yang manis akan tersa pahit, udara yang panas akan terasa dingin. Jika hal ini dijadikan sebagai landasan pengetahuan atau teori maka akan menimbulkan pengetahuan yang salah pula.c. Objek yang Menipu

Ketika seseorang melihat fatamorgana, objek tersebut ditangkap indera sebagai air, namun pada kenyataannya bukanlah air. Itu artinya objek tersebut membohongi indera.

d. Indera dan Objek

Karena apa yang ditangkap oleh indera tidak dapat menjelaskan secara sempurna atau menyeluruh bentuk objek tersebut.2. Rasionalisme

Aliran ini menyatakan bahwa akal adalah dasar kepastian pengetahuan. Pengetahuan yang benar diperoleh dan diukur berdasarkan akal semata. Manusia, memperoleh pengetahuan melalui kegiatan akal menangkap objek. Namun, rasionalisme tidak mengingkari kegunaan indera dalam memperoleh pengetahuan; pengalaman indera diperlukan untuk merangsang akal dan memberikan bahan-bahan yang dapat menyebabkan akal dapat bekerja. Akan tetapi, untuk sampainya manusia kepada kebenaran adalah semata-mata dengan akal.3. Positivisme Aliran ini menilai kebenaran itu diperoleh dengan akal, didukung oleh bukti empiris yang terukur. Terukur itulah yang menjadi sumbangan dari pemikiran positivisme. Namun, pada dasarnya positivisme itu sama dengan empirisme plus rasionalisme.4. Intuisionisme

Menurut aliran ini tidak hanya indera yang terbatas namun akal juga terbatas. Begitu juga objek yang kita tangkap selalu berubah-ubah. Dengan demikian pengetahuan kita terhadap suatu objek tidak pernah tetap.Dengan menyadari keterbatasan indera dan akal, maka perlu dikembangkan satu kemampuan tingkat tinggi yang dimiliki manusia yaitu intuisi.H. EPISTEMOLOGI MENURUT PANDANGAN ISLAM Epistemologi Islam adalah usaha manusia untuk menelaah masalah-masalah obyektivitas, metodologi, sumber serta validitas pengetahuan secara mendalam dengan menggunakan subyek Islam sebagai titik tolak berpikir.Rumusan tersebut membawa dua konsekuensi penting. Di satu sisi epistemologi Islam (arti luas) membahas masalah-masalah epistemologi pada umumnya, sedangkan di sisi lain (ati khusus), epistemologi Islam menyangkut pembicaraan mengenai wahyu dan ilham sebagai sumber pengetahuan dalam Islam (Amin, 1983:11).

Amin menekankan bahwa perbedaan yang paling mendasar antara epitemologi Barat dan epistemologi Islam terletak pada sumber pengetahuan yang tidak saja bersumber dari akal (rasionalisme) dan pengalaman (empirisme), tetapi pengetahuan pun (dalam Islam) bersumber dari wahyu dan ilham. Wahyu merupakan sumber pertama (primer) bagi Nabi/Rasul untuk memperoleh pengetahuan, sedangkan bagi manusia wahyu merupakan sumber sekunder. Ilham dapat menjadi sumber primer pengetahuan manusia karena dapat diterima oleh setiap manusia yang diberi anugrah Allah. EPISTEMOLOGI MENURUT ISLAM Sumber pengetahuan (epistemologi) dalam Islam adalah Al-Quran, karena kebenaran Al-Quran itu mutlak tidak dapat diragukan lagi. Selain itu, Islam juga menjadikan sistem ijtihad sebagai dasar-dasar epistemologi dalam filsafat Islam. sehingga dalam perkembangannya menimbulkan berbagai macam aliran pemikiran dalam dunia Islam

Jadi, epistemologi dalam Islam merupakan usaha manusia untuk menelaah masalah-masalah objektivitas, metodologi, sumber serta validitas pengetahuan secara mendalam dengan menggunakan subjek Islam sebagai titik tolak berfikir. Komparasi Barat dengan Islam Untuk menyimpulkan komparasi antara epistemologi Islam dan Barat, ada hal utama yang menjadi acuan pembahasan, diantaranya sebagai berikut:

1. Orientasi

Barat: Menjadikan materi sebagai tujuan utama di atas segalanya. Sehingga dalam peradabannya hanya terbatas pada persoalan dunia.

Islam: Orientasinya adalah Tauhidullah, dengan menjadikan materi dalam Islam sebagai salah satu dampak atau hasil yang diperoleh darikebenaran dalam mengajak manusia kepada jalan Allah.

2. Alat

Barat: Dalam mewujudkan cita-citanya, Barat cenderung melegalkansegala macam cara tanpa ada rambu rambu atau aturan hidup yang jelas.

Islam: Dalam mewujudkan cita citanya memiliki rambu rambu kehidupan yang jelas dan fokus terhadap kehidupan setiap manusia. Rambu rambu tersebut adalah Al-Quran dan Al-Hadits.

28