bab i pengantar 1.1 latar...

15
1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Istilah pembangunan bisa saja diartikan berbeda oleh satu orang dengan orang lain, daerah yang satu dengan daerah yang lain, negara yang satu dengan yang lain. Secara tradisional pembangunan memiliki arti peningkatan yang terus- menerus pada Gross Domestic Product atau Produk Domestik Bruto suatu Negara atau Produk Domestik Regional Bruto suatu provinsi, kabupaten, kota (Kuncoro, 2010: 136). Pembangunan ekonomi pada hakekatnya diarahkan untuk memperluas lapangan kerja, meningkatkan pendapatan masyarakat, disertai dengan tingkat pemerataan pendapatan. Pencapaian hasil pembangunan daerah merupakan isu utama bagi masyarakat. Perubahan keadaan yang lebih baik karena adanya pembangunan daerah meningkatkan apresiasi masyarakat pada pemerintah daerah, yang selanjutnya mendorong peningkatan partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan. Dari sisi pembangunan ekonomi makro daerah terdapat tiga indikator yang dijadikan tolok ukur keberhasilan pembangunan, yaitu pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja, dan inflasi (Widodo, 2006: 79). Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator utama dalam kinerja perekonomian suatu daerah karena memberikan implikasi pada kinerja perekonomian makro lainnya. Pertumbuhan ekonomi merefleksikan bagaimana perkembangan aktivitas perekonomian suatu daerah. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi suatu daerah menunjukkan semakin berkembangnya aktivitas

Upload: nguyendung

Post on 07-Mar-2019

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENGANTAR

1.1 Latar Belakang

Istilah pembangunan bisa saja diartikan berbeda oleh satu orang dengan

orang lain, daerah yang satu dengan daerah yang lain, negara yang satu dengan

yang lain. Secara tradisional pembangunan memiliki arti peningkatan yang terus-

menerus pada Gross Domestic Product atau Produk Domestik Bruto suatu Negara

atau Produk Domestik Regional Bruto suatu provinsi, kabupaten, kota (Kuncoro,

2010: 136). Pembangunan ekonomi pada hakekatnya diarahkan untuk memperluas

lapangan kerja, meningkatkan pendapatan masyarakat, disertai dengan tingkat

pemerataan pendapatan.

Pencapaian hasil pembangunan daerah merupakan isu utama bagi

masyarakat. Perubahan keadaan yang lebih baik karena adanya pembangunan

daerah meningkatkan apresiasi masyarakat pada pemerintah daerah, yang

selanjutnya mendorong peningkatan partisipasi masyarakat dalam proses

pembangunan. Dari sisi pembangunan ekonomi makro daerah terdapat tiga

indikator yang dijadikan tolok ukur keberhasilan pembangunan, yaitu

pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja, dan inflasi (Widodo, 2006: 79).

Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator utama dalam

kinerja perekonomian suatu daerah karena memberikan implikasi pada kinerja

perekonomian makro lainnya. Pertumbuhan ekonomi merefleksikan bagaimana

perkembangan aktivitas perekonomian suatu daerah. Pertumbuhan ekonomi yang

tinggi suatu daerah menunjukkan semakin berkembangnya aktivitas

2

perekonomian baik aktivitas produksi, konsumsi, investasi maupun perdagangan

yang kemudian berdampak pada penyerapan tenaga kerja (Widodo, 2006: 81).

Tingkat pertumbuhan ekonomi suatu daerah dapat diukur menggunakan perangkat

informasi statistik yang disebut Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang

merupakan nilai bersih barang dan jasa-jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai

kegiatan ekonomi di suatu daerah dalam suatu periode. Gambar 1.1 menunjukkan

bagaimana rata-rata pertumbuhan PDRB seluruh provinsi di Indonesia periode

2008-2012.

Sumber: BPS, 2008-2012 (diolah)

Gambar 1.1 Rata-rata Pertumbuhan PDRB

Menurut Provinsi di Indonesia, 2008-2012

Gambar 1.1 menunjukkan bahwa Provinsi Papua Barat merupakan

provinsi yang mempunyai pertumbuhan PDRB paling tinggi dengan nilai

mencapai 18,62 persen, sedangkan Provinsi Aceh merupakan provinsi dengan

rata-rata pertumbuhan PDRB paling rendah di antara seluruh provinsi di Indonesia

3

periode tahun 2008-2012. Sementara itu, rata-rata pertumbuhan PDRB Provinsi

Nusa Tenggara Barat periode 2008-2012 sebesar 3,41 persen. Walaupun

cenderung mengalami peningkatan PDRB, data menunjukkan bahwa rata-rata

pertumbuhan PDRB Provinsi Nusa Tenggara Barat periode 2008-2012 masih

sangat rendah dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan provinsi lain dan masih

di bawah rata-rata pertumbuhan nasional yang mencapai 5,86 persen.

Para pendukung strategi pertumbuhan dengan distribusi pada hakikatnya

menganjurkan negara sedang berkembang agar tidak hanya memusatkan perhatian

pada pertumbuhan ekonomi, namun juga mempertimbangkan bagaimana

distribusi dari pembangunan tersebut. Ini bisa diwujudkan dengan kombinasi

strategi seperti peningkatan kesempatan kerja, investasi modal manusia, perhatian

pada petani kecil, sektor informal dan pengusaha ekonomi lemah (Kuncoro, 2010:

136).

Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan inflasi

berkaitan erat dengan tingkat pengangguran. Jika pertumbuhan PDRB atau tingkat

pertumbuhan ekonomi suatu daerah melebihi tingkat pertumbuhan output

potensialnya maka akan menimbulkan inflasi. Inflasi yang tinggi akan memotivasi

para produsen untuk terus meningkatkan produksi. Peningkatan jumlah produksi

dan output tersebut menyebabkan peningkatan dalam permintaan tenaga kerja dari

biasanya, yang berarti penurunan jumlah pengangguran.

Gambar 1.2 menunjukkan gambaran rata-rata tingkat inflasi seluruh

provinsi di Indonesia periode 2008-2012. Rata-rata tingkat inflasi Provinsi Nusa

Tenggara Barat periode 2008-2012 mencapai 7,33 persen. Jika dibandingkan

4

dengan rata-rata inflasi provinsi lain, nilai inflasi ini cukup tinggi bahkan

melebihi rata-rata tingkat inflasi nasional yang hanya sebesar 5,78 persen. Angka

inflasi yang cukup tinggi ini menunjukkan kurang baiknya kinerja perekonomian

Provinsi Nusa Tenggara Barat, namun diharapkan akan membawa dampak positif

bagi kondisi ketenagakerjaan dengan penyerapan tenaga kerja yang lebih banyak

serta menurunnya angka pengangguran.

Sumber: BPS, 2008-2012 (diolah)

Gambar 1.2 Rata-rata Inflasi Menurut Provinsi di Indonesia, 2008-2012

Dewasa ini, masalah ketenagakerjaan di negara-negara berkembang

termasuk Indonesia dihadapkan pada kondisi yang unik dari kombinasi

permasalahan pergerakan penduduk dari desa ke kota dalam jumlah besar,

stagnanya produktivitas pertanian, dan meningkatnya pengangguran dan

underemployment di daerah perkotaan dan perdesaan (Kuncoro, 2006: 226).

Pengangguran merupakan masalah sentral di dalam masyarakat modern yang

5

mempunyai dampak negatif bagi perekonomian. Pengangguran yang tinggi

menyebabkan banyak sumber daya terbuang percuma, pendapatan masyarakat

berkurang, kesejahteraan menurun dan kemiskinan meningkat. Dalam masa-masa

seperti ini tekanan ekonomi menjalar ke mana-mana sehingga mempengaruhi

emosi masyarakat maupun kehidupan rumah tangga (Samuelson, 1992: 288).

Konsep Hukum Okun (Okun’s Law) yang menyatakan hubungan negatif

antara pertumbuhan ekonomi dan tingkat pengangguran tampaknya tidak selalu

terjadi. Fakta lain menunjukkan bahwa di Indonesia pertumbuhan ekonomi yang

relatif tinggi tidak secara otomatis mengurangi masalah pengangguran dan

kemiskinan. Pada beberapa kasus tertentu, terjadinya peningkatan pertumbuhan

ekonomi disertai dengan meningkatnya angka pengangguran. Artinya,

pertumbuhan ekonomi yang terjadi tidak disertai dengan penyerapan angkatan

kerja dan penambahan lapangan kerja (jobless growth). Menurut Wolnicki et al.

(Kuncoro, 2011: 88) faktor-faktor yang mempengaruhi meliputi peningkatan

keterampilan tenaga kerja, peningkatan investasi padat modal, penerapan

teknologi hemat tenaga kerja, dan penurunan permintaan tenaga kerja.

Kondisi yang sama terjadi juga pada konsep Phillips Curve, yang

menyatakan bahwa terdapat tradeoff antara inflasi dan tingkat pengangguran

ternyata tidak selalu terjadi di Indonesia. Hubungan inflasi dan pengangguran di

Indonesia dari tahun 1984 sampai dengan tahun 2008 memperlihatkan adanya

hubungan positif. Positifnya hubungan antara inflasi dan pengangguran di

Indonesia salah satunya disebabkan oleh adanya krisis ekonomi selama periode

1997 sampai dengan pertengahan tahun 1999 menyebabkan gangguan disisi suplai

6

sehingga pertumbuhan ekonomi mengalami kontraksi yang pada gilirannya

menyebabkan pengangguran meningkat (Kuncoro, 2011: 87).

Permasalahan di pemerintahan Provinsi Nusa Tenggara Barat tidak jauh

berbeda dengan masalah pemerintahan pusat, yakni masih tingginya angka

pengangguran. Pada tingkat nasional, Provinsi Nusa Tenggara Barat termasuk

wilayah provinsi yang memiliki tingkat pengangguran terbuka cukup tinggi

dibandingkan dengan provinsi-provinsi lain. Gambar 1.3. menunjukkan

bagaimana perkembangan rata-rata tingkat pengangguran terbuka di provinsi-

provinsi Indonesia periode tahun 2008-2012.

Sumber: BPS, 2008-2012 (diolah)

Gambar 1.3 Rata-rata Tingkat Pengangguran Terbuka

Menurut Provinsi di Indonesia, 2008-2012

Pada kurun waktu 5 tahun terakhir rata-rata tingkat pengangguran terbuka

Provinsi Nusa Tenggara Barat sebesar 5,65 persen. Meskipun angka tingkat

penganggurannya masih di bawah rata-rata nasional yang sebesar 7,22 persen,

namun dalam periode waktu 5 tahun terakhir ini tingkat pengangguran terbuka

7

masih cukup tinggi terutama jika dibandingkan dengan Provinsi kawasan timur

lain seperti Bali, Nusa Tenggara Timur dan Papua.

Data menunjukkan bahwa tingkat pengangguran terbuka di Provinsi Nusa

Tenggara barat terus mengalami peningkatan pascakrisis tahun 1998. Tingkat

pengangguran terbuka Provinsi Nusa Tenggara Barat hingga tahun 2012 mencapai

5,26 persen. Angka tersebut masih relatif tinggi jika dibandingkan dengan sasaran

yang akan dicapai dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah

(RPJMD) 2009-2013 yaitu persentase pengangguran terbuka ditargetkan turun

dari 6,48 persen pada 2007/2008 menjadi sekitar 5,00 persen pada tahun 2013.

Sumber: BPS, 1997-2012 (diolah)

Gambar 1.4 Tingkat Pengangguran, Pertumbuhan PDRB, dan Inflasi

di Provinsi Nusa Tenggara Barat, 1997-2012

Gambar 1.4 menunjukkan bagaimana perkembangan tingkat pengangguran

terbuka, pertumbuhan PDRB dan inflasi di Provinsi Nusa Tenggara Barat selama

periode 1997-2012. Tingkat pengangguran terbuka selama periode tersebut

menunjukkan angka yang berfluktuasi. Mulai tahun 1999 hingga tahun 2005

8

tingkat pengangguran terbuka terus mengalami peningkatan. Tingkat

pengangguran terbuka pada tahun 1999 hanya sebesar 1,44 persen, kemudian

terus meningkat hingga mencapai 8,93 persen pada tahun 2005.

Pada tahun 2006 tingkat pengangguran terbuka mulai menunjukkan

fluktuasi naik turun, dan terus mengalami penurunan hingga tahun 2012. Hal ini

menunjukkan bahwa krisis ekonomi yang terjadi tahun 1997/1998 mempunyai

dampak yang cukup besar bagi kondisi ketenagakerjaan di Provinsi Nusa

Tenggara Barat yang ditandai dengan meningkatnya angka pengangguran

meskipun dalam kurun waktu 5 tahun terakhir menunjukkan kondisi yang lebih

baik dengan tren yang menurun.

Pertumbuhan ekonomi dan inflasi di Provinsi Nusa Tenggara Barat tidak

selalu menunjukkan terjadinya hubungan negatif (tradeoff) terhadap tingkat

pengangguran. Pada periode tertentu, pertumbuhan ekonomi yang terjadi di

Provinsi Nusa Tenggara Barat juga diikuti oleh kenaikan tingkat pengangguran

yang cukup tinggi. Demikian juga pada kenaikan inflasi yang cukup tinggi juga

diikuti oleh peningkatan pengangguran yang tinggi.

Data Gambar 1.4 menunjukkan bahwa pada tahun 2000 terjadi

pertumbuhan PDRB sebesar 28,80 persen namun terjadi pula kenaikan tingkat

pengangguran terbuka dari 1,44 persen di tahun 1999 menjadi 4,30 persen di

tahun 2000. Pada tahun 1998, 2000, dan 2005 angka inflasi yang sangat tinggi

tetapi menunjukkan pula tingkat pengangguran yang tinggi dan mengalami

peningkatan dari tahun sebelumnya.

Fenomena pengangguran terdidik merupakan paradoks bagi negara

9

berkembang seperti Indonesia. Pendidikan mempunyai peranan penting untuk

peningkatan kualitas sumber daya manusia dan berkontribusi besar dalam

mendorong pertumbuhan pendapatan nasional, melalui peningkatan keterampilan

dan produktivitas, sehingga memberikan dampak terhadap berkurangnya jumlah

pengangguran (Prihanto, 2012: 23).

Sumber: BPS, 2008-2012 (diolah)

Gambar 1.5 Tingkat Pengangguran Menurut Tingkat Pendidikan

di Provinsi Nusa Tenggara Barat, 2008-2012

Gambar 1.5 menunjukkan perkembangan tingkat pengangguran terbuka

berdasarkan tingkat pendidikan yang ditamatkan angkatan kerja. Struktur

pengangguran menurut tingkat pendidikan Provinsi Nusa Tenggara Barat

umumnya didominasi oleh pengangguran berpendidikan rendah. Dalam kurun

waktu 5 tahun terakhir, meskipun persentase angkatan kerja berpendidikan tinggi

yang menganggur lebih kecil, namun pada beberapa periode tertentu ditemukan

memiliki tingkat pengangguran yang cukup tinggi.

10

Tingkat pengangguran di wilayah kabupaten/kota Provinsi Nusa Tenggara

Barat masih ditemukan cukup tinggi dan menunjukkan fluktuasi yang berbeda,

ada yang cenderung naik dan ada yang cenderung turun. Adanya perbedaan dan

kesenjangan pengangguran antardaerah merupakan fenomena yang terjadi di

Provinsi Nusa Tenggara Barat. Data menunjukkan terdapat beberapa daerah

kabupaten/kota yang mempunyai tingkat pengangguran yang tinggi, bahkan

melebihi dari rata-rata tingkat pengangguran provinsi. Gambar 1.6

memperlihatkan bagaimana rata-rata tingkat pengangguran terbuka menurut

kabupaten/kota Provinsi Nusa Tenggara Barat periode 2008-2012.

Sumber: BPS, 2008-2012 (diolah)

Gambar 1.6 Rata-rata Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut

Kabupaten/Kota Provinsi Nusa Tenggara Barat, 2008-2012

Gambar 1.6 menunjukkan adanya beberapa daerah yang mempunyai rata-

rata tingkat pengangguran yang lebih tinggi dari rata-rata provinsi yaitu, Kota

Mataram, Kota Bima, Kabupaten Sumbawa Barat, Kabupaten Dompu dan

Kabupaten Sumbawa. Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir daerah-daerah tersebut

11

mempunyai rata-rata tingkat pengangguran yang melebihi nilai rata-rata tingkat

pengangguran provinsi yang hanya sebesar 5,65 persen. Data juga menunjukkan

bahwa tingginya angka pengangguran tidak hanya terjadi di daerah perkotaan

namun juga terjadi di daerah perdesaan.

Amat sedikit studi yang menganalisis fenomena pengangguran dengan

melihat dari perspektif dimensi spasial dan regional. Menganalisis dari sudut

pandang geografis penting dilakukan untuk mengidentifikasi ada tidaknya

kesamaan karakteristik wilayah-wilayah yang bertetanggaan (neighbors

adjacency) serta melihat konsentrasi spasial di mana pengangguran cenderung

mengumpul membentuk kluster atau cenderung menyebar.

Persentase peningkatan output (pertumbuhan ekonomi) dan tingkat inflasi

yang tinggi seharusnya mampu mengurangi angka pengangguran. Hal ini sesuai

dengan konsep teori hukum Okun (Okun’s law) dan kurva Phillips (Phillips

curve). Provinsi Nusa Tenggara Barat pada beberapa periode terjadi peningkatan

pertumbuhan ekonomi dan tingkat inflasi yang cukup tinggi namun diikuti pula

oleh kenaikan angka pengangguran. Fenomena ini tidak sesuai dengan konsep

teori hukum Okun (Okun’s law) dan kurva Phillips (Phillips curve). Perbedaan

dan kesenjangan angka pengangguran terjadi pada kabupaten/kota di Provinsi

Nusa Tenggara Barat. Beberapa daerah kabupaten/kota bahkan mempunyai

tingkat pengangguran yang lebih tinggi dari rata-rata provinsi.

Melihat fenomena tersebut, maka perlu adanya studi lebih lanjut mengenai

permasalahan tersebut dan disusun beberapa pertanyaan penelitian sebagai

berikut.

12

1. Bagaimanakah pola spasial pengangguran yang terjadi pada kabupaten/kota di

Provinsi Nusa Tenggara Barat periode tahun 2008-2012?

2. Sejauhmana teori hukum Okun (Okun’s law) berlaku pada kabupaten/kota di

Provinsi Nusa Tenggara Barat periode tahun 2008-2012?

3. Sejauhmana teori kurva Phillips (Philiips curve) berlaku pada kabupaten/kota

di Provinsi Nusa Tenggara Barat periode tahun 2008-2012?

4. Bagaimanakah pengaruh tingkat pendidikan tinggi angkatan kerja dan tingkat

pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota terhadap tingkat pengangguran terbuka

di Provinsi Nusa Tenggara Barat periode tahun 2008-2012?

1.2 Keaslian Penelitian

Berbagai penelitian terutama yang berkaitan dengan masalah

pengangguran telah banyak dilakukan baik di Indonesia maupun di luar negeri.

Penelitian-penelitian tersebut umumnya menganalisis pengaruh pertumbuhan

ekonomi dan inflasi terhadap tingkat pengangguran sesuai dengan konsep teori

hukum Okun dan kurva Phillips. Uraian singkat mengenai penelitian sebelumnya

sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 1.1.

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian

No Peneliti Topik/Lokasi Metode Kesimpulan

1. Ahmad

(2007)

Hubungan Antara Inflasi

dengan Tingkat

Pengangguran; Pengujian

Kurva Phillips dengan

Data Indonesia, 1976-

2006.

Data time series,

uji stasionaritas, uji

kausalitas, uji

kointegrasi, dan uji

ECM (error

correction model).

Bahwa tidak ada trade-off antara

inflasi dan tingkat pengangguran,

mengindikasikan bahwa kurva

Phillips tidak berlaku di

indonesia periode 1976-2006.

2. Filiztekin

(2008)

Pengangguran regional di

Turki.

Teknik spasial dan

non-parametrik,

indeks moran,

LISA.

Bahwa tingkat pengangguran

provinsi cukup gigih dan

kesenjangan antardaerah berbeda

melebar lebih jauh dengan klaster

spasial yang muncul diseluruh

negeri. Modal manusia dan

13

kekurangan permintaan

merupakan sumber kesenjangan

di seluruh provinsi.

3. Puzon

(2009)

Dinamika Inflasi di 4

Negara ASEAN: Studi

Kasus Hubungan Kurva

Phillips.

Data time series,

metode OLS.

Kurva Phillips berlaku di

Thailand dan Malaysia,

sedangkan untuk Philipina dan

Indonesia terdapat hubungan

positif mengindikasikan tidak

terjadi trade-off antara inflasi dan

tingkat pengangguran.

4. Kuncoro

(2009)

Reformasi di

Persimpangan Jalan

dalam Ekonomi

Indonesia.

Analisis tren,

regresi.

Bahwa hubungan antara tingkat

pengangguran dan pertumbuhan

ekonomi Indonesia menunjukkan

pola huruf U.

Bahwa terjadi hubungan positif

antara inflasi dan tingkat

pengangguran di Indonesia,

1984-2008.

5. Pawestri

(2010)

Pengaruh Pertumbuhan

Ekonomi dan Inflasi

terhadap Tingkat

Pengangguran Terbuka di

Indonesia, 1993-2008.

Analisis Tren, Uji

Kausalitas Granger,

Regresi.

bahwa pertumbuhan ekonomi dan

inflasi berpengaruh negatif

terhadap tingkat pengangguran

terbuka di seluruh provinsi di

Indonesia.

6. Naghdi, et

al. (2011)

Stabilitas Kurva Phillips

di Iran: Analisis Rolling

Regression.

JJ Cointegration

Aproach, VEC

Model, Rolling

Regression

Method.

Hasil menunjukkan kointegrasi

antara tingkat inflasi dan tingkat

pengangguran. Adanya hubungan

positif antara tingkat inflasi dan

tingkat pengangguran periode

1980-1984, 1987-1988, dan 2006.

7. Kreishan

(2011)

Pertumbuhan Ekonomi

dan Pengangguran :

Sebuah Analisis Empiris

di Yordania.

Menggunakan data

time series periode

1970-2008, ADF,

Cointegration Test,

Simple Regression.

Bahwa Hukum Okun’s tidak bisa

diterapkan di Yordania.

Rendahnya pertumbuhan

ekonomi di Yordania tidak

menjelaskan tingkat

pengangguran di Yordania.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah adanya

identifikasi pola spasial pengangguran di awal penelitian dilanjutkan dengan

analisis regresi data panel untuk menganalisis pengaruh pertumbuhan ekonomi,

inflasi dan tingkat pendidikan tinggi angkatan kerja terhadap tingkat

pengangguran di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Selain metoda, lokasi dan tahun

penelitian juga berbeda dari penelitian-penelitian sebelumnya.

14

1.3 Tujuan Dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah.

1. Menganalisis pola spasial pengangguran yang terjadi pada kabupaten/kota di

Provinsi Nusa Tenggara Barat periode tahun 2008-2012.

2. Menganalisis pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap tingkat pengangguran

untuk mengetahui sejauhmana teori hukum Okun (Okun’s law) berlaku pada

kabupaten/kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat periode tahun 2008-2012.

3. Menganalisis pengaruh tingkat inflasi terhadap tingkat pengangguran untuk

mengetahui sejauhmana teori kurva Phillips (Phillips curve) berlaku pada

kabupaten/kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat periode tahun 2008-2012.

4. Menganalisis pengaruh tingkat pendidikan tinggi angkatan kerja dan tingkat

pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota terhadap tingkat pengangguran di

Provinsi Nusa Tenggara Barat periode tahun 2008-2012.

1.3.2 Manfaat penelitian

Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah.

1. Sebagai bahan masukan dan informasi tambahan bagi pemerintah selaku

perencana dan pengambil kebijakan dalam memahami keterkaitan 3 (tiga)

indikator pembangunan ekonomi makro daerah yaitu pertumbuhan ekonomi

(economic growth), penyerapan tenaga kerja (employment), dan inflasi

(inflation) sehingga dapat merumuskan kebijakan yang lebih tepat dan terarah.

2. Sebagai bahan referensi dan informasi bagi penelitian-penelitian selanjutnya,

khususnya pada topik yang diteliti.

15

3. Bagi penulis sendiri, penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan

memperluas wawasan terutama yang berkaitan dengan masalah tingkat

pengangguran di Provinsi Nusa Tenggara Barat.

1.4 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan tesis ini disusun menjadi 5 bab yang disajikan

sebagai berikut. Bab I Pengantar, bab ini berisi uraian mengenai latar belakang

masalah, perumusan masalah, keaslian penelitian, tujuan dan manfaat penelitian

serta sistematika penulisan. Bab II Tinjauan Pustaka, berisi uraian mengenai

landasan teori yang relevan dengan topik penelitian, studi empiris yang telah

dilakukan sebelumnya mengenai topik yang sama dengan penelitian ini.

Bab III Metodologi, menjelaskan data dan metoda analisis yang digunakan

dalam penelitian ini, termasuk definisi operasional variabel yang digunakan. Bab

IV Analisis Data dan Pembahasan, memberikan gambaran umum perkembangan

variabel yang diamati, hasil analisis data beserta pembahasan. Bab V Kesimpulan

dan Saran, akan merangkum penemuan utama studi ini dan menarik kesimpulan

serta implikasi kebijakan.