pertemuan 1 : mengapa (mempelajari) ekonomi islam · dengan positif sementara secara makro harus...

54

Upload: lyhanh

Post on 11-Mar-2019

233 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Pertemuan 1 : Mengapa (Mempelajari) Ekonomi Islam ?

World Economy Today:

• 1. Bubble Economy

• Dominasi sektor keuangan terhadap perekonomian membuat sistem ekonomi begitu

rentan terhadap gejolak krisis keuangan

• Recent developed markets crises

• US housing and sub-prime crisis in 2006-2008

• Global Financial Crisis (GFC) of 2008-2009

• Sovereign debt crises and economic crisis in the Eurozone (2010-2013):

Greece, Ireland, Portugal, Spain, Italy, Cyprus, Slovenia. Grexit Risk.

• (Brexit: a shock rather than a crisis)

• Recent emerging market crises:

• Mexico (1994), East Asia (1997-98), Russia (1998), Brazil (1999), Turkey and

Argentina (2001)

• EM mini-crisis in 2013-15 and China‟s 2015-16 turmoil

2. Capitalism

Economic and political system in which economic activity is controlled by individual

ownership with the aim of profit

Characteristics:

Private Ownership

Profit Motive

Market Economy

Creates individualism, consumptive community, high taxes policy

3. Simplistic Assumptions

• Self Interest based behaviour

• Value Free Economics

• Economics as deterministic science

4. Worldview and economic goal

• Secara mikro, ekonomi dibangun dan ditentukan tanpa “value judgment”, dilakukan

dengan positif Sementara secara makro harus merefleksikan dan mewujudkan nilai-

nilai yang diyakini baik oleh society, dilakukan dengan analisa normatif

• Kondisi full empolyment, ecological sustainability, serta equal income distribution

tidak akan dapat terjadi karena inkonsistensi worldview antara Mikroekonomi dan

Makroekonomi

Ekonomi Islam ?

1. Worldview dan Economic Goal

Islamic Worldview:

• Tuhan

• Agama

• Manusia

• Alam

• Tujuan Hidup

Islamic Economic Goal:

Falah Maslahah Maqashid Shariah

• Islamic Worldview menjadi fondasi dalam perilaku ekonomi

• Konsistensi mikro dan makro

2. Huquq Behaviour

Huquq (Hak-hak dalam Islam ) merupakan fitrah manusia

• Self Interest

• Social Interest

• Nature Interest

• God Interest

• Abd & Khalifah Huquq Taqwa

3. Ekonomi Islam Sebagai Ilmu Sosial

• Ekonomi Islam adalah ilmu sosial

• terkait dengan perilaku manusia , maka memahami fitrah manusia menjadi

fondasi penting

• Tujuan sosial adalah linear dengan tujuan personal

• Restrukturisasi institusi adalah bagian dari keberhasilan ekonomi sebagai ilmu sosial

• Peran worldview, filter moral, dan motivasi tidak akan secara efektif dapat

mewujudkan tujuan-tujuan sosial dan ekonomi tanpa adanya socio-economic

environment yang mendukung.

• Dengan merestrukturisasi lingkungan sosial sehingga memahami pentingnya

meralisasikan tujuan-tujuan syariah di dalam aktifitas ekonomi maka sistem ekonomi

akan diperkuat dalam mewujudkan kesejahteraan.

• Sistem ekonomi yang kuat pada akhirnya kembali mempengaruhi lingkungan sosial.

Hubungan timbal balik ini dapat terus menguat ke arah meralisasikan tujuan ekonomi

Islam.

• 4. Bad Vs Good Economy

• Jika ekonomi Konvensional melihat ekonomi dari sisi produksi maupun konsumsi

maka ekonomi Islam dapat melihat ekonomi dari sudut pandang “goal realization”.

• Ekonomi Islam akan mengkaji dan menganalisa faktor-faktor yang dapat

mengakibatkan teralisasinya tujuan dan terhalangnya realisasi tujuan.

•Jika terjadi “divergence” antara prilaku yang aktual dan yang ideal maka ekonomi

Islam harus secara ilmiah menjelaskan fenomena tersebut.

Pertemuan 2 : Masalah Dasar dan Tujuan Ekonomi

Outline

Apakah Scarcity merupakan Masalah Dasar dalam Ekonomi?

• Scarcity sebagai Masalah Dasar dalam Ekonomi

• Lionel Robbins dalam essay nya yang berjudul The Nature and Significance of

Economic Science (1932) menyatakan bahwa:

“Economics is the science which studies human behavior as a relationship

between ends and scarce means which have alternative uses”

• “ends” yang dimaksud berarti tujuan manusia dan “means” yang dimaksud adalah

ketersediaan waktu dan sumber daya lainnya yang dapat digunakan untuk

mencapai tujuan tersebut.

• Dengan demikian, Robbins beranggapan bahwa subject-matter dari ilmu ekonomi

adalah how scarce resources may be put to their best use.(bagaimana

menggunakan SDA sebaik2nya)

• Konsep yang ditawarkan Robbins bertentangan dengan konsep ekonomi dari

Cannan, Marshall, Pareto dan J.B. Clark yag menyatakan bahwa ekonomi adalah

mengenaii the causes of material welfare.(penyebab kesejahteraan material)

• Scarcity sebagai Masalah Dasar dalam Ekonomi

•Scarcity sebagai Masalah Dasar dalam Ekonomi

•Evaluasi Konsep Scarcity dalam Ekonomi Konvensional

Masalah Dasar dalam Ekonomi

•Perspektif Islam atas scarcity

•4 level Rizki di dalam perspektif Islam

Scarcity dalam Perspektif Islam

• Kesejahteraan dalam Perspektif Konvensional

• Kesejahteraan dalam Perspektif Islam

Kesejahteraan sebagai Tujuan Ekonomi

•Membangun Kriteria Objektif

•Mengindentifikasi Faktor Negatif dan Positif dalam Merealisasikan Tujuan

Peran Ekonomi Islam dalam Merealisasikan Kesejahteraan

Scarcity memainkan peranan sangat penting di dalam Ilmu Ekonomi

Konvensional.

Keterbatasan akan sumber daya seperti waktu, alam, serta teknologi menjadi

landasan bagi individu untuk mengambil pilihan dan keputusan terbaik bagi

dirinya untuk dapat memaksimalkan utilitas yang ingin dicapainya.

Scarcity juga menghantarkan setiap pengambil keputusan untuk

memperhitungkan setiap biaya (cost) yang harus dikorbankan untuk mencapai

keuntungan (benefit) atau tujuan tertentu.

• Evaluasi Konsep Scarcity

Ilmu Ekonomi yang sebelumnya berkembang dengan nama political economy.

Dalam political economy, aspek ekonomi tidak bisa terpisah dari fenomena sosial

lainnya. Oleh karena itu, political economy bersifat lintas disiplin (sejarah,

sosiologi, dll).

• Evaluasi Konsep Scarcity

• Konsep scarcity muncul di dalam analisa ekonomi konvensional seiring dengan

semakin seringnya pendekatan utilitarian digunakan dalam analisa ekonomi.

• Utilitarian mengganggap bahwa keputusan yang dibuat manusia ada karena

terjadinya kelangkaan.

• “Manusia rasional” akan memilih alternatif yang terbaik dari setiap pilihan-

pilihan yang tersedia akibat kelangkaan untuk memuaskan preferensinya

masing-masing.

Unlimited Wants

• Scarcity dalam Literatur Ekonomi Islam

Konsep Scarcity dalam Islam

• Konsep scarcity yang diusung ekonomi konvensional tidak ditolak di dalam analisa

ekonomi Islam.

• Faktanya terdapat beberapa ayat di dalam Al-Qur’an yang secara implisit

menjelaskan tentang konsep “scarcity” (Qur’an,15:19-21).

• • Macro Scarcity

Secara makro, eksistensi sumber daya diciptakan cukup dan bahkan berlebih

untuk kehidupan manusia di dunia. Jadi tidak ada scarcity secara agregat.

(Ibrahim: 34) :

“Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu

mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat

Khan (1984)

•Islamic economics as the study of human Falah achieved by organizing the resources of earth on the basis of cooperation and participation.

•Falah is a worldly concept which represents three things: survival, freedom from wants and power and honor

•Khan berpendapat bahwa penyebab scarcity bukan karena sumber daya yang terbatas, namun karena terbatasnya utilisasi dari sumber daya dan distribusi yang tidak merata.

Chapra (1996)

•Economics is the branch of knowledge that helps to realize human well-being through an allocation and distribution of scarce resources that is in conformity with Islamic teaching without unduly curbing individual freedom or creating continued macroeconomic and ecological imbalance.

Hasan (1996)

•Scarcity is not the existence of resources per se, but the state of their availability that lends meaning to the idea of scarcity as cornerstone of economics.

•Islamic economics is a study of human behavior concerning the use of scarce resources for satisfying multifarious wants in such a way as would maximize Falah.

“(19)Dan Kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya gunung-gunung dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran; (20) Dan Kami telah menjadikan untukmu di bumi keperluan-keperluan hidup dan (Kami menciptakan pula) makhluk-makhluk yang kamu sekali-kali bukan pemberi rezeki kepadanya; (21) Dan tidak ada sesuatupun melainkan pada sisi Kami-lah khazanahnya; dan Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran yang tertentu.”

kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat

mengingkari (nikmat Allah)”.

God Power concept:

“Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah

berkata kepadanya: "Jadilah!" maka terjadilah ia” (Yasin: 82)

• Micro Scarcity

Dan jikalau Allah melapangkan rezeki kepada hamba-hamba-Nya tentulah

mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa

yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui

(keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat. (QS: Asy-Syuura Ayat: 27)

Present global state of scarcity:

The Ecological Footprint is a complex sustainability indicator that answers a simple

question: How much of the Earth‟s resources does your lifestyle require?

http://www.rprogress.org/ecological_footprint/about_ecological_footprint.htm :

According to Redefining Progress‟ latest Footprint Analysis, humanity is

exceeding its ecological limits by 39%. Or, put another way, we would need to

have over one third more than the present biocapacity of Earth to maintain the

same level of prosperity for future generations

4 Level Rizki dalam Perspektif Islam

• Ketika ekonomi konvensional mengutarakan bahwa Ilmu ekonomi ada karena

kelangkaan maka pertanyaan yang mendalam harus benar-benar diajukan benarkah

Ilmu ekonomi Islam diperlukan karena kelangkaan?

• Andai seseorang dianugerahi Tuhan dengan sumber daya yang tak terbatas: baik

waktu, teknologi, maupun SDA, benarkah kesemua itu menjamin bahwa tujuan

ekonomi dapat terealisasi oleh individu tersebut?

• 2. SCARCITY ADALAH MASALAH TURUNAN

Kasus A :

Si A mendapatkan warisan kekayaan yang sangat banyak. Misalkan MU (Marginal

Utility) dari pesta hura-hura lebih besar dari MU segala utilitas lain yang dia inginkan.

Jika utilitas adalah tujuan untuk membuat keputusan, dan kemudian kekayaannya

cukup untuk menikmati utilitas pesta, maka A tidak memiliki masalah ekonomi Tidak

ada masalah pilihan dari keinginan yang unlimited dengan kondisi unlimited resources.

Semua hanya karena utility sebagai tujuan.

1. Rizki yang dijamin untuk semua makhluk hidup • “Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan

Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh).” (Q.S. Hud: 6) 2. Rizki akan bergerak linear dengan usaha

• “Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.” (Q.S. Najm: 39)

3. Rizki yang ditambah jika manusia bersyukur • “Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan;

"Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (Q.S. Ibrahim: 7) 4. Rizki bagi orang yang bertaqwa: unpredicted to come

• “Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (Q.S At-Thalaq: 3)

Tetapi society memiliki masalah secara ekonomi

- Potensi sumber daya manusia terabaikan. Society interest ?

- Beberapa kebutuhan si A terabaikan. Pesta hura2 apakah kebutuhan?

Kasus B:

Si B adalah seorang yang sangat miskin. Jika utilitas adalah kriteria dan memuaskan

keinginan adalah tujuan, maka jelas bagi B ada masalah ekonomi yang diciptakan oleh

kelangkaan, tapi apa solusinya?

Ilmu Ekonomi konvensional hanya membantu dirinya untuk mengambil keputusan apa

yang diinginkan dengan kondisi sumber dayanya (misalnya memilih 1 dari 3

keinginannya).

Tapi apa yang akan dia lakukan untuk memperoleh dua keinginan yang lain, yang

melampaui kemampuan sumberdayanya tidak dibahas dalam ekonomi. Ekses yang

timbul seperti frustasi dan bahkan kejahatan berada di luar ilmu ekonomi Bahkan

pilihan yang diambil apakah memang baik untuk dirinya ?

Seseorang yang dianugrahi Tuhan dengan sumber daya yang tak terbatas seperti

kasus A, atau bahkan sangat miskin seperti kasus B, tetap mengambil tindakan

ekonomi karena ADANYA TUJUAN dengan ada atau tidak adanya scarcity.

Akibatnya, Masalah ekonomi di dalam analisa ekonomi Islam akan tetap

muncul ada atau tanpa kelangkaan sekalipun.

Tetapi individu tersebut tidak menempatkan maslahah sebagai preferensinya

dalam mengambil keputusan

◦ karena Ilmu ekonomi Islam seharusnya tidak hanya membahas penyebab

sebuah keputusan tercipta tetapi juga harus membahas apakah keputusan

yang diambil benar-benar dapat menciptakan masalahah.

◦ Preferensi yang cenderung menciptakan maslahah pada tiap-tiap individu

dapat muncul ketika prilaku individu tersebut selalu cenderung kepada

menghindari apa yang dilarang Tuhan dan mengerjakan apa yang

diperintahkanya (Taqwa)

• Sehingga masalah mendasar ekonomi di dalam Islam adalah bagaimana

mendorong individu ke arah taqwa agar setiap keputusan-keputusan yang

diambilnya di dalam aktifitas ekonomi dapat menjamin teralisasinya maqasid sharia.

• Ekonomi Islam muncul pada akhirnya untuk menjawab dan menganalisa

bagaimana agar tujuan-tujuan syariah dapat terealisasi dalam aktivitas ekonomi.

• Islamic Solution to Scarcity?

• Kesejahteraan sebagai Tujuan

Ilmu Ekonomi

• Konsep Kesejahteraan di dalam Ekonomi Konvensional

Pada akhirnya baik ekonomi Islam maupun ekonomi konvensional harus

menentukan tujuan apa yang ingin dicapai di dalam analisa disiplin Ilmu ekonomi.

Perdebatan yang luas terjadi di dalam ekonomi konvensional ketika mereka ingin

menentukan kesejahteraan macam apa yang ingin dicapai di dalam ekonomi.

Ekonomi neoklasik yang menjadi mainstream ekonomi sekarang sangat bertumpu

pada pendekatan pareto optimum dalam mendefinisikan kesejahteraan.

Compassion (iba/kasian)

• The second caliph of Islam, Umer Farooq R.A., ate coarse bread, because he felt ashamed to eat refined bread when not all of the public could do so

Infaq

• Kahf (undated) writes that the word “Infaq” --spending for charity – is mentioned in the Quran 167 times, many more than the combined mention of the famous four practical pillars of faith.

Avoidance of Waste (menghindari pemborosan)

• According to a 1997 study by US Department of Agriculture's Economic Research Service (ERS) entitled "Estimating and Addressing America's Food Losses", about 96 billion pounds of food, or more than a quarter of the 356 billion pounds of edible food available for human consumption in the United States, was lost to human use by food retailers, consumers, and foodservice establishments in 1995. Roughly 49 million people could have been fed by these resources

• Konsep Kesejahteraan di dalam Perspektif Islam

Konsep maslahah :

• Ukuran yang komparabel antar individu

• Bersifat objektif

• Maslahah berbasis need yang direfleksikan dalam maqashid shariah

Konsep Maqashid Shariah:

• Integratif

• Dinamis

• Bagaimana Ekonomi Islam Merealisasikan Kesejahteraan?

• 1. Membangun Kriteria Objektif

•The objective sample: criteria: halal&good, iftar, no-idle resources

• 2. Identifikasi faktor Yang Mempengaruhi

Reality The objective

Negative or postive

Pertemuan 3 : EVALUASI KONSEP RASIONALITAS

Apa itu Rasionalitas?

In general, rationality can be defined as acting in a deliberated way.

Apa Itu Rasionalitas dalam Ekonomi?

Individu selalu membuat pilihan yang memberikan utilitas yang maksimum.

Poin 1 memberikan implikasi :

Selalu ada alternatif pilihan

Preferensi terbaik dapat didefinisikan untung/rugi

Individu memiliki rational set of preference yang konsisten

o Preferensi yang konsisten memenuhi unsur berikut (axioma rasionalitas) :

Transitivity

jika A>B ; B>C, maka A > C, karena jika tidak akan terjadi money-pump

argument.

Completeness

A>B atau B>A atau indifferent

Hal ini berarti individu dapat membandingkan semua opsi yang ada dengan

mempertimbangkan “bobot” dari value.

Continuity

Jika A>B, segala sesuatu yang mendekati pilihan A adalah disukai

Poin 1 dan 2 mencerminkan kondisi yang certain. Namun nyatanya, ketika

individu memilih informasi mengenai konsekuensi dari suatu tindakan bersifat

imperfect sehingga outcome menjadi uncertain. Oleh karena itu:

Individu memiliki sebuah rational belief terhadap konsekuensi tindakannya,

sehingga ada ekspektasi hasil dari apa yang dilakukan. Jadi rasionalitas

merupakan interaksi dari pilihan-preferensi- keyakinan/ekspektasi.

Contoh

Motor si A hampir kehabisan bensin, dan dia perlu pergi ke kantor. Maka yang

dia lakukan adalah mengecek harga bensin, mengambil uang, membawa motor

ke pom bensin terdekat, dan diisi bensinnya. Apakah tindakannya rasional ?

Secara psikologi itu adalah rasional, tetapi dalam ekonomi penjelasannya tidak

cukup.

Secara ekonomi yang perlu dianalisis adalah:

apakah alternatif2 dari menggunakan motor ? Naik bus, kereta, dsb ?

Bagaimana si A bisa mengurutkan preferensi dari seluruh kemungkinan

tersebut?

Apakah perubahan salah satu biaya (misalnya harga bensin naik ) , akan

mempengaruhi urutan preferensinya?

Evaluasi Rasionalitas

Evaluasi rasionalitas

Dalam konteks ekonomi konvensional, pilihan dan preferensi di dalam

rasionalitas diaplikasikan dalam teori utilitas

Seorang agen ekonomi adalah rasional jika preferensinya dapat

direpresentasikan dengan teori utilitas dan pilihannya adalah memaksimumkan

utilitas self interest dan perfect knowledge

Teori Utilitas sebenarnya hanya menggambarkan preferensi saja, tidak

menggambarkan berapa kepuasan apalagi manfaat dari pilihan yang diambil.

Utilitas/Welfare = preference ?

Rasionalitas pada dasarnya merupakan konsep normatif, tapi digunakan

dalam bangunan ekonomi yang berbasis positif

Contd‟

Evaluasi 1 Agen ekonomi percaya bahwa

preferensi A lebih baik dari B,

maka adalah irrasional jika

preferensinya adalah B > A

Teori utilitas hanya

membahas rasionalnya

pilihan tersebut, tetapi tidak

membahas kenapa seharusnya

A > B ukuran rasional

adalah self-interest

Evaluasi 2 Kelompok barang 1 :

a = 800 , b = 700, c = 600

Kelompok barang 2 :

a= 8juta , b = 7ribu, c=600

Maka pilihan rasionalnya

adalah a>b>c

teori utility hanya membahas

bahwa preferensi a adalah

lebih baik dari b dan c, tetapi

tidak membahas bagaimana

manfaatnya

Evaluasi 3

Misalkan dalam satu desa berisi 10 orang yang sakit, dilakukan ujicoba vaksin

baru dengan 2 metode yang berbeda , dan kemungkinan hasil yang berbeda

juga.

metode 1 : a = 5 orang terselamatkan , b = 10 orang terselamatkan dengan

kemungkinan 0.3, atau tidak ada yang selamat dengan kemungkinan 0.7.

metode 2 : a = 5 orang tidak terselamatkan, b = seluruhnya selamat dengan

kemungkinan 0.3, atau 10 orang tidak selamat dengan kemungkinan 0,7.

Pada metode 1 = a > b

Pada metode 2 = b > a

Padahal metode 1 dan 2 hanya berbeda secara penjelasan, secara substantif

sama. Sehingga preferensi menjadi tidak konsisten secara rasional yang

didekati secara positif saja. Pilihan preferensi lebih didorong oleh faktor normatif

Example: Self-interest which brings into non-optimal results

Landlord A

Landford

B

Invest Does not invest

Invest 7 (A), 7 (B) 10 (A), 3 (B)

Does not

invest

3 (A), 10 (B) 4 (A), 4 (B)

Ketika Landlord memutuskan untuk invest/tidak dalam pengembangan tata kota

berdasarkan self-interest maka masing-masing landlord akan memilih untuk

menjadi free rider.

The game theory exposes the need for cooperation rather than self-interest

motives in economic life.

Diversion from Rational Behavior

Pada dasarnya individu cenderung untuk “menyimpang” dari perilaku rasional

karena beberapa hal sbb:

1.Inkonsistensi preferensi sepanjang waktu

o Strong emotional impulses

o Time-variant preferences

2.Incomplete preference

o Dependence of social context and diversity in social roles – peran norma

dan peran – contoh peran sebagai orang tua vs. sebagai seorang pekerja

o Diversity in modes of valuation – contoh: kado vs. cash

3. Discontinuity in values

values terkadang tidak dapat diperbandingkan – tidak ada trade-off, misal:

love for their children vs. money

4. No rational belief

a. Hypothesis-based filtering of information – we filter new info and ignore

relevant info that contradicts our beliefs.

Rasionalitas: Perspektif Islam

Kenapa rasionalitas penting ?

Fungsi Analitis

Sebagai asumsi dasar untuk membangun teori ekonomi, bagaimana ekonomi

berjalan ketika manusia diasumsikan rasional -> tidak berbicara realitas.

Fungsi Deskriptif

Ekonom percaya dengan analisis ini bahwa manusia “more or less” akan

bertindak rasional. Menjelaskan realitas.

Fungsi Preskriptif

Dalam hal ini lebih rasionalitas merupakan hal yang normatif (berbicara tentang

“ought to”) untuk menghindari waste of resource.

Contoh:

Misalkan teori ekonomi memiliki asumsi: konsumsi dipengaruhi secara utama

oleh harga . Maka pemerintah mencoba menganalisis apa yang terjadi jika harga

BBM dinaikkan 10%, 20% ? Apakah konsumsi BBM akan turun, atau lebih jauh

permintaan biofuel naik karena harganya menjadi kompetitif dengan BBM

analitis.

Ketika pemerintah menaikkan tingkat bunga bank dengan tujuan untuk

mengurangi inflasi, pembiayaan bank Syariah ternyata juga naik deskriptif.

Ketika fenomena zakat saat ini menunjukkan dampak signifikan secara produktif

(tidak hanya konsumtif), dan juga dukungan pemerintah terhadap institusi zakat

via UU dan pendirian BAZNAS secara struktural, maka seharusnya masyarakat

lebih percaya menyalurkan lewat lembaga zakat bukan secara langsung, dan

penerimaan zakat meningkat preskriptif.

Rasionalitas: Perspektif Islam

Dari pemaparan sebelumnya kita tahu bahwa rasionalitas, dalam ekonomi

konvensional dilandasi oleh motivasi self interest untuk mencapai utilitas yang

merepresentasikan preferensi terbaik

Self-interest rationality preferensi (utility)

Multi-interest rationality basedMaslahah

On islamic values

Definisi Rational Man dalam Islam

Islamic rational man (right minded/ rashiid/berakal) is a person who applies right

judgment with respect to his economic activities and economic decision-making.

Application of right judgments refers to both private and social interest as well as

to observance of Shariah rules

Karena itu One distinguishing feature of islamic rationality compared to

conventional concept of rationality is that pursuit of social interest is part of

private and selfish interest. There is right of others within one‟s own private

property right

b. Axioma rasionalitas Islami

Transitivity : jika A>B ; B>C, maka A > C

Completeness : A>B atau B>A atau indifferent

Continuity : jika A>B, segala sesuatu yang mendekati pilihan A adalah disukai

c. Pilihan A harus mereflesikan nilai sosial, moral dan agama yang lebih

baik. dst

Pilihan harus Halal

Urutan prioritas: darurat-hajiyat-tahsiniyat

Orientasi Maslahat ( social interest)

Satisfaction of Wants vs Fulfillment of Needs

The right minded man will make a judgment which of his desires "need" to be

satisfied first and which do not need to be satisfied at all/

Sehingga seseorang yang rasional akan memenuhi keinginan yang

merefleksikan kebutuhan, tidak sekedar keinginan.

Apakah keinginan = kebutuhan?

Bagaimana Membedakan Keinginan dan Kebutuhan ?

Human wants are unlimited

There is practically no end to human wants and it is also true that, we are never

being able to satisfy them all. As the Holy Prophet (pbuh) said; if god were to give

man a valley full of gold, he would ask for the second, and if he were given the

second, he would ask for the third; man would never be satisfied until he was

dead (Al-Bukhari, 5992-5996).

Kebutuhan dapat diprioritaskan mengikuti 3 level maslahah

Keinginan yang jika tidak dipenuhi akan mengancam kehidupan prioritas

utama kebutuhan

Keinginan yang jika tidak dipenuhi mengganggu kehidupan prioritas kedua

Tidak mengganggu jika tidak terpenuhi prioritas ketiga

Pertemuan 4 : Model Perilaku Manusia II

Outline

• Utility Maximizer : Evaluasi Konsep Konvensional

• Perspektif Islam atas Perilaku Maksimisasi Kesejahteraan: Konsep

Keseimbangan, sebagai Pendamping Maksimisasi Maslahah

• Keseimbangan Internal dan Eksternal

• Konsep Diri, Keluarga, dan Lingkungan : Perspektif Islam

Utility Maximizer: Evaluasi Konsep

Ingat konsep pentingnya rasionalitas : self-interest rasionalitas preferensi.

Secara umum dapat dikatakan manusia yang rasional akan berusaha mencapai

sesuatu preferensi yang memaksimum kesejahteraan (utility).

Terminologi kesejahteraan bisa utilitas (konsumen), profit (produsen), dsb

Misal: Dalam konteks individu, maka kepuasan maksimum tercapai jika secara

efisien mampu mencapai frontier terluar dari constrain yang dimiliki. Sedang

dalam konteks interaksi, maka kepuasan maksimum ketika mencapai pareto

optimum.

Konsep maslahah menjadi begitu penting dalam analisa ekonomi Islam karena

maslahah merupakan sebuah kondisi yang ingin dituju di dalam setiap aktivitas

individu Islam.

Individu Islam yang bersifat rasional akan cenderung untuk memaksimalkan

maslahah agar manusia dapat mencapai kebahagian dan kemenangan sejati dalam

kehidupan di dunia dan akhirat (falah).

What is maslahah?

Maslahah has always been used, as a juristic device, to promote public benefit and

prevent social evils and corruption.

Al-Ghazali, in his concept of maslahah, describes it as „the preservation of the ends

of the Shari‟ah‟, that is, the preservation of its objectives.

Utilitas

Maslahah

Secara sederhana dapat dikaitkan dengan ukuran nilai guna dari suatu benda.

Bersifat subjektif Bisa sama/berbeda antar individu

• Bersifat subjektif namun bisa diperbandingkan • Maslahah orang per seorang akan konsisten dengan maslahah sosial • Kriteria maslahah telah ditetapkan oleh syariah • Sifatnya mengikat bagi semua individu • Maslahah dijadikan tujuan seluruh pelaku ekonomi maka arah

pembangunan ekonomi akan mengarah pada titik yang sama.

Maslahah, Manfaat dan Utilitas

Secara sederhana dapat dikaitkan dengan ukuran nilai guna dari suatu benda.

Bersifat subjektif

Bisa sama/berbeda antar individu

Apakah Manfaat dan Maslahah Sama?

Konsep maslahah dari perilaku dalam ekonomi Islam adalah lebih obyektif dan

lebih luas daripada manfaat.

Obyektif karena aturannya diturunkan dari Syariah.

Luas karena mencakup dimensi diluar self-interest.

Contoh :

Makan hewan dipotong dengan aturan Islam, dan dengan yang tidak, akan

memberikan manfaat yang sama. Tapi apakah maslahah juga sama ? (aturan

shariah)

Mengambil keuntungan dari bunga utang memberikan manfaat buat peminjam.

Tapi apakah fair (memberikan maslahah) ? ( multi-interest )

Jadi ketika berbicara maslahah, otomatis ada unsur manfaat (utilitas) di dalamnya.

• Maslahat menurut makna asalnya berarti menarik manfaat atau menolak

mudarat/hal-hal yang merugikan.

• Akan tetapi, meraih manfaat dan menghindar dari mudarat adalah tujuan

makhluk (manusia).

• Kemaslahatan makhluk terletak pada tercapainya tujuan mereka. Tetapi yang

kami maksud dengan maslahat ialah memelihara syara’/hukum Islam. Tujuan

hukum Islam yang ingin dicapai oleh makhluk/manusia ada lima, yaitu hukum

yang mengandung tujuan memelihara kelima hal ini disebut maslahat; dan

setiap hal yang meniadakannya disebut mafsadah dan menolaknya disebut

maslahat

(al-Ghazali)

Jadi

Makna asal maslahat adalah meraih/menarik manfaat dan menghindarkan bahaya (

mudharat).

Manusia ingin meraih kemaslahatan dan hukum Islam juga ingin mewujudkan

kemaslahatan. Akan tetapi, kemaslahatan yang dikehendaki oleh manusia belum

tentu sama dengan kemaslahatan yang dikehendaki oleh hukum Islam

Maslahat dicapai dengan memelihara tujuan hukum Islam

Memelihara tujuan shariah maqashid shariah

Sehingga segala aktivitas yang akan meningkatkan kesejahteraan sesuai

dengan tujuan shariah akan memberikan maslahah

Melakukan kegiatan yang wajib, sunnah, dan mubah (memberikan maslahah) , dan

menjauhi yang makruh dan meninggalkan yang haram (menghindari mafsadah)

Hubungan Falah, Maslahah, dan Maqashid Syariah

Jadi Falah terealisasi dalam maslahah, dan maslahah diimplementasikan

dalam pencapaian/penjagaan maqashid shariah

Dengan terus merealisasikan maqashid shariah ke arah yang lebih baik, maka

otomatis menuju masalahah yang terus bertambah

Komponen Maslahah

Maslahah dibedakan menjadi dua jenis : terhadap kehidupan dunia dan

kehidupan akhirat

Karena maslahah merupakan indikator pencapaian falah, maka ruang lingkup

maslahah juga mencakup dimensi akhirat

Maslahah dunia bersifat langsung

Maslahah akhirat bersifat tidak langsung, ini adalah reward dari setiap aktivitas

manusia didunia yang didapatkan di akhirat terhindar dari api neraka

Penjelasan

Jadi maslahah terdiri dari interaksi 4 komponen

• Manfaat: segala sesuatu yang memberikan nilai guna.

• Berkah: Jiyadatul Khoir -> bertambahnya kebaikan -> bersifat multiplier.

“Barang siapa membawa amal yang baik, maka baginya pahala sepuluh

kali lipat amalanya; dan barang siapa yang membawa perbuatan jahat aka

dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya,

sedang mereke sedikitpun tidak dianiaya.” (Q.S. Al-‟An‟am: 160)

• Rahmat Allah

• Pahala

Fokus pada komponen 1 dan 2, karena komponen 3 dan 4 adalah hasil dari

aktivitas dunia.

Tetapi komponen 1 dan 2, tergantung komponen 3.

Bagaimana Memaksimumkan Maslahah?

Yaitu dengan terus meningkatkan level maqashid shariah:

1. Ketaatan terhadap agama

2. Menguatkan jiwa

3. Kekayaan materi

4. Melahirkan dan membina keturunan yang lebih baik

5. Akal yang cerdas

Konsep Keseimbangan

Maslahah yang maksimum adalah penting, tapi itu tidak cukup necessary

Pencapaiannya harus seimbang antar semua elemen (maqashid ) sufficient

Ayat tentang keseimbangan

“(7) Dan Allah telah meninggikan langit da Dia meletakkan neraca (keadilan);

(8) Supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu; (9) Dan

tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi

neraca itu.” (Q.S. Ar-Rahman:7-9).

“(19) Dan Kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya gunung-

gunung dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran; (20)

Dan kami telah menjadikan untukmu di bumi keperluan hidup, dan Kami

menciptakan pula makhluk-makhluk yang kamu sekali-kali bukan pemberi

rezeki kepadanya; (21) Dan tidak ada sesuatupun melainkan pada sisi Kami lah

khazanahya dan Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran

tertentu.”(Q.S. Al-Hijr: 19-21)

“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan harta, mereka tidak berlebihan

dan tidak pula kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tangah antara

yang demikian.”(Q.S. Al-Furqan : 67)

Elemen dunia adalah berpasangan

Manusia umumnya, cenderung mencari keseimbangan pada aktivitas hidupnya

untuk mencapai tujuan yang meliputi dimensi yang berbeda.

Menjaga keseimbangan adalah sikap positif daripada normatif.

Contoh:

o Manusia, misalnya, menghentikan kegiatan tertentu seperti makan, minum atau

rekreasi walaupun ada kapasitas untuk terus menikmati lebih. Istirahat

diperlukan untuk aktivitas lain

o Pola hidup sehat ala Rasulullah , isi perut dengan udara, air , makanan

Keseimbangan Internal dan Eksternal

Jadi setiap manusia akan cenderung ke arah keseimbangan dalam aktivitasnya

Keseimbangan internal ( self control )

Namun..

Manusia bisa memiliki instinct untuk tidak seimbang -> hedonistic & destructive

Secara fisik , manusia juga diciptakan secara seimbang

Dalam proses biologis manusia, keseimbangan juga terjadi

Suhu tubuh manusia 36-37 derajat

Jika tidak seimbang, maka bisa mengganggu/membahayakan manusia

Maka perlu intervensi eskternal : obat, dokter, dsb

Konsep Diri, Keluarga, dan Lingkungan : Perspektif Islam

Keluarga adalah elemen terkecil yang akan mendorong keseimbangan dari luar.

Konsep maqashid yang meliputi keluarga (keturunan) , menunjukkan signifikannya

fungsi keluarga dalam aktivitas manusia, termasuk ekonomi.

appendix

Pyramid of Maslahah in IBF

Pertemuan 5 : Perilaku Konsumen

1. Prilaku Konsumsi di dalam Ekonomi

• Di dalam aktivitas kita sehari-hari, setiap individu tidak bisa lepas dari aktivitas

konsumsi. Mulai dari menentukan makan apa kita hari ini, menggunakan

transportasi apa untuk sampai ke sekolah, sampai harus menentukan mata kuliah

apa yang lebih dulu diambil dalam satu semester.

• Semua hal tersebut merupakan aktivitas yang menghabiskan nilai guna atau

manfaat barang dan jasa untuk mencapai level kepuasan tertentu.

• Analisa terhadap prilaku konsumsi ini menadi begitu penting di dalam Ilmu

ekonomi karena dengan memahami prilaku konsumsi tersebut kita dapat

mengetahui faktor-faktor apa saja yang membuat seseorang menentukan untuk

memelih barang tertentu.

• Dari faktor-faktor tersebut kita dapat mempelajari apa saja faktor yang dapat

meningkatkan kepuasan konsumen serta sebaliknya faktor apa saja yang dapat

mengurangi kepuasan seorang konsumen yang pada akirnya mempengaruhi

kesejahteraan masing-masing individu.

• Untuk menganalisa prilaku konsumsi individu yang begitu kompleks maka ilmu

ekonomi mencoba untuk membangun sebuah model ekonomi untuk membuat

anlalisa ekonomi menjadi lebih sederhana.

• Untuk membangun sebuah model ekonomi yang baik dalam menganalisa prilaku

konsumsi, asumsi-asumsi yang tepat harus dibangun agar hasil dari sebuah model

dapat mendekati kenyataan yang ada.

• Ilmu ekonomi membangun analisa terhadap prilaku konsumen dengan membuat

sebuah asumsi awal bahwa setiap individu di dalam aktivitas konsumsinya akan

bertindak rational.

• di mana setiap pilihan yang dibuat individu di dalam aktivitas konsumsi pastiliah

merupakan pilihan yang terbaik untuk memaksimumkan preferensi individu

tersebut.

2.Axioma ( evaluasi konvensional)

• Axioma untuk membangun individu yang rational

• Complete

• Transitivity

• Continuity

• (Non-satiation/more is better than less)

– transitivity : jika C>B ; B>A, maka A > C ; ingat > artinya lebih disukai

– Completeness : salah satu lebih disukai atau indifferent (B=D) ;

– Continuity : jika A>B, segala sesuatu yang mendekati pilihan A adalah

disukai

– Non Satiation/ more is better tha less ( tambahan) : terus menuju ke arah

yang lebih banyak , menjauhi titik 0

• Kurva IC sebagai representasi rasionalitas dalam konsumsi

• 3. Perspektif Islam terhadap prilaku konsumsi

• Maslahah dan Utility

• Dalam ekonomi Islam analisa prilaku konsumsi tidak hanya berhenti sampai pada

bagaimana seorang individu memaksimumkan preferensinya

• tetapi juga menganalisa bagaimana maslahah teraealisasi di dalam aktivitas

konsumsi.

• M= Manfat/Utility + Berkah

• Masalaha dan Maqasid

• Sedangkan konsep maslahah sendiri diturunkan dari konsep besar maqasid sharia

di mana maslahah baru dapat tercipta ketika tujuan sharia dapat terealisasi.

• Prilaku konsumsi yang berorientasikan pada merealisasikan tujuan syariah maka

dengan sendirinya akan menciptakan maslahah.

• Karakteristik Maslahah

Prilaku konsumsi Individu yang berorientasi terhadap pencapaian maslahah memiliki

beberapa karakter unik di mana:

- Konsumsinya terhadap barang & jasa diarahkan semaksimal mungkin untuk

memenuhi kebutuhan manusia dan bukan untuk memaksimumkan keinginan(Need

based)

- Konsumsi terhadap barang dan jasa tersebut tidak akan berdampak negatif secara

langsung atau tidak langsung terhadap preferensi orang lain.

- Dengan demikian tidak ada konflik antara pemunuhan kebutuhan individu dengan

kepentingan social (Multi-Interst)

• Perbedaan antara kebutuhan dan keinginan

- Dalam menganalisa prilaku konsumsi Islam perlu dibedakan secara jelas apa yang

dimaksud degan kebutuhan (Need) dan keinginan (want).

- Kebutuhan adalah segala sesuatu yang jika tidak terpenuhi akan mengakibatkan

terjadinya kerusakan dan inefisiensi

- Sedangkan keinginan (wants) adalah segala sesuatu yang jika tidak terpenuhi

maka tidak akan menciptakan kerusakan dan mengganggu efisiensi.

• 4. Axioma Perilaku Konsumen Islam

• Karena perilaku konsumsen Islami berdasarkan rationalitas Islam , maka perilaku

konsumsinya menjadi berbeda dengan konsumsi konvensional

• Rationalitas islam dibangun atas tujuan dan dasar yang lebih baik, maka perilaku

konsumsi akan mencerminkan hal yang lebih baik

• Axioma yang ada tidak cukup Diperlukan axioma tambahan

Berikut axioma yang membedakan:

5.Non-Haram Items : seorang konsumen Islami tidak akan mengkonsumsi barang

haram.

6. Maslahah Oriented : konsumen hanya akan memilih items yang memberikan

maslahah terbaik

7. Higher Income represents higher mashalah : harta/income sebagai unsur

maqashid mencerminkan maslahah yang lebih baik

5.Non-Haram Items :

• Aturan Syariah membedakan jenis barang halal dan haram, sehingga konsumen

mengetahui mana barang dan jasa yang boleh dikonsumsi dan mana yang tidak.

• maka sangat rasional bagi individu tersebut untuk hanya mengkonsumsi barang

halal

• Jika x = halal , y = haram. Konsumen hanya akan memilih x sehingga yang

terbentuk adalah sebuah equilibrium “corner solution “

• Di dalam aktivitas konsumsi individu Islami, menentukan pilihan-pilihan yang

terbaik tidaklah semudah dengan memilih barang halal atau haram.

• Menganalisa bagaimana individu memilih pilihan-pilihan yang terbaik terhadap

barang-barang halal sangat perlu dilakukan.

• contoh: sangat rasional bagi seorang pelajar yang ingin mencoba memaksimalkan

kebutuhan dirinya untuk memilih seberapa banyak uang yang ingin dia habiskan

untuk membeli buku dan membeli hal-hal lain. Ketika Kedua barang tersebut

menghasilkan manfaat yang sama pertanyaan lebih dalam muncul, sudah

seberapa besarkah maslahah yang didapatkan individu tersebut atas pilihan

rasionalnya terhadap kedua barang tersebut ?

• Untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka pendekatan utilitarian tetap dapat

digunakan dengan membangun lebih lanjut pilihan-pilihan yang rasional dengan

memasukkan konsep berkah:

• Maslahah = Utility (x,y) + Berkah

• Pemilihan barang yang memberikan maslahah juga didasari elemen berkah, dan

ekspektasi berkah linear dengan taqwa

6. Maslahah Oriented

• Prilaku konsumsi sesorang yang diasumsikan rasional “Islamic Man” di mana

prilaku konsumsinya tidak hanya bertujuan untuk mendapatkan manfaat atau utility

dari barang dan jasa yang dikonsumsinya tetapi juga memperhitungkan maslahah

dari barang dan jasa tersebut,

• Jika y hanya memberikan manfaat, sedangkan x juga memberikan maslahah,

maka keranjang basket konsumen akan lebih banyak memilih x

7. Higher Income represents higher mashalah

• Ingat bahwa maslahah terealisasi dengan penjagaan maqashid syariah

• Analisis ekonomi membatasi pada salah satu elemen maqashid :

harta/pendapatan

• Tapi konsep keseimbangan maqashid tetap berlaku

4 elemen lain tetap dijaga lalu penggunaan harta juga terikat pada

4 elemen lain

• Jika y hanya memberikan manfaat, sedangkan x juga memberikan maslahah,

maka kenaikan pendapatan akan membuat konsumen memperbanyak konsumsi

x, dan mengurangi konsumsi y

• Konsekuensi lanjutan dari axioma tersebut, maka Jika I = Income, dan Y = barang

yang kurang/tidak memberikan maslahah, hubungan I dan Y adalah terbalik

• 5. Analisa berdasarkan Level konsumsi

• Untuk mengaalisa prilaku konsumen dari perspektif maslahah secara

komprehensif maka prilaku konsumen tersebut dapat dibagi kedalam 4 level dilihat

dari prioritas pilihan yang harus diambil.

• Di mana dalam setiap level rational Islamic man harus menentukan pilihan yang

terbaik. Dari piliha-pilihan rasional yang diambil maka akan terbentuk maslahah.

• Tingkat pertama

• Pada Klasifikasi level pertama, rational Islamic man harus menentukan pilihan

yang optimum untuk menentukan seberapa banyak barang dan jasa yang

digunakan untuk keperluan hidup di dunia dan akhirat.

• pilihan teresebut berada di level pertama karena memenuhi kebutuhan dunia dan

akhirat menjadi begitu penting untuk mencapai kesuksesan sejati.

• Level kedua

• analisa selanjutnya adalah bagaimana rational Islamic man menentukan berapa

banyak income yang ingin dihabiskanya pada saat ini dan di masa yang akan

datang.

• dalam analisa utilitarian interest rate merupakan varibel yang sangat penting

dalam mempengaruhi pola konsumsi intertemporal rational man.

• Level ketiga

• Prilaku konsumsi di dalam kerangka maqasid sharia menjadi begitu menarik untuk

di bahas karena karena pada level daruriyah konsumen dibolehkan untuk memilih

barang & jasa yang ingin dikonsmsi selama barang& jasa tersebut dapat

memastikan keberlangsungan hidup individu tersebut.

• Ketika income sudah melewati batas daruriyah maka berangsur-angsur pilihan

harus ditujukan kepada barang& jasa yang dapat menciptakan maslahah.

• Level keempat

• Pada analisa keempat ini setiap individu diasumsikan untuk memilih pilihan terbaik

dari berbagai jenis barang yang menghasilkan nilai manfaat atau kepuasan yang

sama.

• Bagi konsumen islami maka level keempat pasti terkait dengan level ketiga

• Untuk menganalisa level ketiga dan keempat

seluruh axioma digabungkan untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas

• Analisa Prilaku Konsumsi di dalam Ekonomi

Dimana :

X = barang yang memberikan maslahah lebih banyak

Y = barang yang sedikit/tidak memberikan maslahah

D = tingkat income pada level daruriyah

H, T pada level selanjutnya.

M = maslahah

I = Income

Y

I

M

D H T

Pertemuan 6 : Analysis of Static and Dynamic Consumption: An Islamic

perspective

Prilaku Konsumsi dalam Islam

Di dalam prilaku konsumsi menurut perspektif Islam, individu seperti juga di dalam

konvensional diasumsikan berprilaku “rasional” di mana setiap pilihan yang diambil

merupakan sebuah pilihan yang terbaik di antara alternatif pilihan lain.

Namun dimensi yang digunakan dalam menentukan pilihan yang terbaik tidak berhenti

sampai di mana pilihan tersebut memberikan manfaat/utility yang terbaik bagi dirinya

tetapi juga bagaimana pilihan tersebut dapat meralisasikan tujuan syariah sehingga

maslahah dapat tercipta.

Dengan demikian maka:

M= u(x,y) +B

Analisa Prilaku Konsumsi Berdasakan Kerangka Kerja Maslahah dan Maqasid al-

sharia.

Analisa

Ilustrasi

y

Menentukan pilihan terbaik untuk merealisasikan tujuan syariah

Misalkan Barang x memberikan maslahah, sedangkan barang y tidak/kurang

Bagi Individu yang tidak hanya bertujuan memaksimalkan utility, titik maksimum bisa

terletak di mana saja sepanjang garis constraint. Hal tersebut bergantung pada fungsi

utility setiap individu. Bahkan individu tersebut bisa memilih titik A dimana kombinasi y

lebih banyak dari kombinasi x, ketika level pendapatan hanya bisa mengcover

kebutuhan daruriyah

Namun, bagi individu yang berorientasikan pada maslahah, mengkonsumsi lebih

banyak barang X yang menghasilkan maslahah yang lebih besar merupakan pilihan

yang paling optimum bagi ”Islamic Man”. Sehingga titik maksimum akan semakin

mendekat ke titik C ketika pendapatan semakin meningkat

Bagaimana jika perilaku individu seperti gambar disamping, apakah tetap Islamic

rational ? Artinya jumlah konsumsi barang x dan barang y sama-sama meningkat ketika

pendapatan naik

Contoh sederhana misalkan

X adalah pakaian

Y adalah hiburan

Prilaku Konsumsi yang berorientasikan Maslahah

Jika kita asumsikan bahwa maslahah merupakan fungsi dari konsumsi kedua j enis

barang beserta berkah yang ditimbulkan dari mengkonsumsi barang tersebut,

maka konsekunsi dari mengkonsumsi barang X& Y tidak hanya berdampak pada

pemenuhan utilitas konsumen tetapi juga berkah yang dihasilkan sehingga

menghasilkan maslahah.

Maka perilaku konsumen akan memaksimumkan kombinasi x dan y yang memberikan

maslahah tertinggi

Ketika x lebih memberikan maslahah dari y,

maka konsumsi x meningkat sementara y konstan adalah juga rasional

Bahkan ketika kedua konsumsi meningkat tetaplah rasional sepanjang peningkatan x

lebih besar dari peningkatan y

dM =

y dY + dX

Optimalisasi Utility pada Individu rasional

Optimisasi utility

U(X,Y) + λ( I – PxX –PyY)…(1)

Dengan proses optimalisasi kita akan mendapat:

X*= f(Px, I), Y*= f(Py, I)

Dengan demikian kita dapati nilai maslahah kita sebesar:

M= Ǿ(x*,y*)

Pengaruh perubahan pendapatan terhadap pilihan

Y

Hubungan Income dan konsumsi

Dalam ekonomi perubahan naik atau turunya income menyebabkan naik atau turunnya

akses seorang individu terhadap barang dan jasa.

Kenaikan income yang diikuti oleh kenaikan

I≥0 konsumsi barang Y mengindikasikan bahwa barang tersebut merupakan

barrang normal yang diperlihatkan oleh kurva m‟m‟.

Bagi “Islamic man” positif atau negatifnya hubungan antara income dan konsumsi

barang tertentu sangat bergantung pada apakah barang tesebut dapat menciptakan

maslahah atau tidak sehingga jika barang tersebut cenderung untuk menciptakan

deviasi dalam merealisasikan maslahah maka:

Pengaruh Perubahan Pendapatan Terhadap Maslahah

Terjadinya peningkatan pendapatan pada seorang individu tidak menjamin terciptanya

maslahah di dalam kehidupanya tersebut.

𝑀

x

Hal tersebut bergantung pada digunakan untuk apa peningkatan pendatanya tersebut.

Jika X merupakan barang yang menghasilkan maslahah dan Y kebalikanya maka :

I

≥0,

• ketika

I ≤ 0

Pengaruh perubahan konsumsi barang dan jasa terhadap maslahah

Analisa Dinamis di Dalam Prilaku Konsumsi dalam Perspektif Konvensional

Prilaku konsumsi dinamis di dalam Ekonomi

Ketika ekonomi berbicara masalah dinamis, hal itu menunjukan bahwa ada unsur waktu

di dalam analisa ekonomi tersebut.

Perbedaan yang cukup mendalam terjadi antara ekonomi Islam dan ekonomi

konvensional di dalam melihat return yang muncul ketika seseorang menahan

konsumsi antar waktu.

Di dalam praktek ekonomi konvensional, return yang muncul akibat prilaku konsumen

dalam menahan sebagian konsumsinya untuk periode yang akan datang sudah dapat

dipastikan hasilnya dengan kontrak pinjaman berbasis bunga.

Bunga merupakan discount rate dari menahan konsumsi sekarang, untuk mendapatkan

lebih konsumsi dimasa depan

artinya ada perilaku positive time preference konsumsi sekarang lebih bernilai dari

konsumsi masa depan. Apakah benar ?

Rekreasi hari ini, apakah selalu disukai dibandingkan dengan minggu depan ?

The basic two-period model

Period 1: the present

Period 2: the future

Notation

Y1, Y2 = income in period 1, 2

C1, C2 = consumption in period 1, 2

S = Y1 C1 = saving in period 1

r = Discount Rate atau bunga

(S < 0 if the consumer borrows in period 1)

Deriving the intertemporal

budget constraint

Period 2 budget constraint:

2 2 (1 )C Y r S

2 1 1(1 )( )Y r Y C

Rearrange terms

1 2 2 1(1 ) (1 )r C C Y r Y

The intertemporal budget constraint

2 21 11 1

C YC Y

r r

curve shows

Analisa Dinamis di Dalam Prilaku Konsumsi: Sebuah Perspektif Islam

Tabel Perbedaan Bunga dan Bagi Hasil

Karakteristik Bagi Hasil Riba

return Belum pasti Sudah Pasti

resiko Beban resiko

ditanggun Investor

Beban Resiko

ditanggung

entepreneur

Hubungan antar

waktu

Retun belum tentu

positif antar waktu

Return dipastikan

positif antar waktu

(riba nasiah)

Membangun model Islamic Inter-temporal consumption

•Period 1: the present

•Period 2: the future

•Notation

Y1, Y2 = income halal in period 1, 2

C1, C2 = consumption halal goods in period 1, 2

S = Y1 C1 = saving in period 1

(S < 0 if the consumer is asking for financing (as a mudharib) S> 0 if the

consumer becomes rabul mal in period 1)

Deriving the intertemporal

budget constraint for Islamic Consumer

Period 2 budget constraint:

Di mana:

E(r) = ekspektasi return dari sirkah (bagi hasil)

Z = rate zakat

Rearrange terms:

Divide through by (1+E(r)/ Z) to get…

𝐶2 = 𝑌2 + 1 +𝐸 𝑟

𝑧 𝑆

𝐶2 = 𝑌2 + 1 +𝐸 𝑟

𝑧 𝑌 − 𝐶

1 +𝐸 𝑟

𝑧 𝐶1 + 𝐶2 = 𝑌2 + 1 +

𝐸 𝑟

𝑧 𝑌1

Rational Economic Man Memilih

S =ʘ𝐶2

1+𝑟+ 1−ʘ 𝐶2

1+𝐸 𝑟 𝑧

= ʘ 1

1+𝑟 𝑌2 +ʘ − 1

1𝐸 𝑟

𝑧

𝑌2

Pertemuan 7 : Interaksi Sosial dan Etika

• Pendekatan utilitarian yang digambarkan pada analisa kurva indifference curve

tadi memberikan gambaran kepada kita bagaiamana individu Islam yang rasional

berusaha memaksimumkan preferensinya terhadap sesuatu barang yang

menghasilkan maslahah dengan suatu kendala tertentu.

• Semakin tinggi pilihan konsumen atas barang yang menghasilkan maslahah

semaki tinggi pula maslahah yang akan tercipta sepeti yang digambarkan pada

kurva maslahah.

• Oleh karena itu, pendekatan utilitarian tersebut menjadi dasar bagi ekonomi Islam

maupun konvensional dalam menganalisa prilaku manusia atas aktivitas ekonomi.

• Kelemahan Pendekatan Utilitarian

• Namun pendekatan utilitarian tersebut hanya menjelaskan bagaimana seorang

individu mencoba untuk memaksimumkan preferensinya di tengah keterbatasan.

• pertanyaan mendalam harus diajukan seperti bagaimana sebuah preferensi

individu dapat terbentuk sebelum menganalisa bagaimana seseorang

memaksimumkan preferensinya tersebut.

• Seorang pencuri bisa dikatakan sangat rasional ketika memilih untuk mencuri

karena baginya kepuasan untuk mencuri lebih tinggi dari tidak mencuri.

• Sebaliknya, sangat rasional bagi seorang dermawan untuk menyumbangkan

uangnya karena baginya menyumbang uang memiliki benefit lebih tinggi baginya

dibanding tidak menyumbang uang.

• Kelemahan pendekatan utilitarian dalam menganalisa prilaku individu terletak pada

bagaimana sampai seseorang memiliki preferensi yang lebih tinggi pada suatu hal

dibandingkan dengan hal lain. Kenapa sampai seseorang lebih suka terhadap

barang yang menghasilkan lebih banyak maslahah (X )dibandingkan dengan (Y).

• pendekatan utilitarian hanya terbatas sampai bagaiman seorang individu yang

rasional memilih pilihan yang pailing maksimum dari fungsi utilitasnya.

• Selain itu, pendekatan utilitarian tidak dapat membedakan motivasi seseorang

untuk lebih banyak memilih X atau Y.

• Dengan demikian konsep rasionalitas pendekatan utilitarian tidak dapat

menjelaskan secara terperici bagaimana membandingkan individu rasional yang

bermoral dan tidak bermoral

How compatible are morality, self-interest, and rationality

• Orang tua yang menunda beli peralatan keperluan kerja untuk membeli kebutuhan

anaknya sekolah

• Seseorang yang membantu tetangganya yang mengalami musibah, padahal dia

letih baru pulang kerja

Perilaku self-sacrifice , yang tentu saja berbasis moral adalah juga rational social

interest

• Nabi ibrahim menyembelih putranya sendiri ? Dimana letak rasionalnya ?

• Siti hajar lari antara safa dan marwah, apakah rasional ? Kenapa tidak ke tempat

lain tapi tetap bolak- balik

Rasionalitas yang dibentuk melompat dari self sacfrife (social interest) menjadi God‟s

interest ( contoh lain puasa, sedekah )

• Motivasi dalam Membetuk Preferensi

• Kenapa Individu Menjadi baik?

• Pertanyaan yang lebih dalam seperti: kenapa preferensi seseorang terhadap

sesuatu hal yang baik jauh lebih tinggi dibandingkan preferensi orang lain terhadap

kebaikan?

• Contoh: Apa yang menyebabkan seorang memiliki preferensi untuk mendermakan

uangnya dibandingkan mengkonsumsinya sendiri?

• Apa yang meyebabkan seseorang lebih mengembalikan dompet yang ditemukan

dijalan ?

• Apakah Baik dan Buruk itu?

• Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, pertanyaan mendasar perlu untuk

diajukan seperti apa yang dimaksud dengan baik dan buruk tersebut?

• Filosof Moral mencoba untuk mendefinisikan apa yang dianggap baik dengan

pendekatan rasional di mana sesuatu yang dianggap baik adalah:

• Apa yang membuat seseorang menjadi lebih baik (Better off) tanpa membuat

seseorang lain worse off.

• Sedangkan buruk adalah : Apa yang membuat seorang individu menjadi better off

dengan membuat orang lain worse off.

• Sehingga kebaikan adalah sesuatu yang jika dipilih tidak akan membuat setiap

individu yang rasional menolak untuk memilihnya.

• Dalam contoh sebelumnya ketika misalkan dia dia tidak mengembalikan dompet

yang hilang

– Ada rasa bersalah

– Jika society mengetahui, walaupun tidak dihukum secara positif, akan

dihukum secara normatif kepercayaan menjadi hilang

• Apa Yang Membuat Seseorang Memilih Menjadi Baik

• Terdapat dua faktor penting kenapa seseorang memilih untuk memiliki preferensi

terhadap suatu kebaikan. Terdapat dua jenis manusia:

• Grip to Society; di mana individu memiliki preferensi akan sebuah kebaikan

lebih disebabkan karena desakan dari lingkungan untuk mematuhi aturan

tertentu

• Self consiousness: Preferensi individu terhadap sesuatu kebaikan sangat

bergantung pada apakah sesuatu yang dianggap baik oleh individu tersebut

dapat diterima dengan akal moral.

Semakin yakin individu tersebut dengan kebaikan yang akan didapat dari pilihannya

tersebut semakin tinggi peluang terbentuknya preferensi kebaikan pada seseorang.

• Ada dua pihak , I dan II

• Misalkan I bergerak dulu, up atau down

• II punya 4 pilihan :

– Kiri tanpa syarat

– Kiri ketika I up, kanan ketika I down

– Kanan ketika I up, kiri ketika I down

– Kanan tanpa syarat

• Ketika semua berprilaku self consciousness outcome adalah sama

Bagaimana jika sebagian tercerahkan dan sebagian tidak ?

• Perspektif Islam atas Pembentukan Preferensi

• Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Preferensi dalam Islam

Worldview Islam :

Kesadaran Akan Keberadaan Tuhan (Makrifatullah):

Di dalam Islam mengenal siapa sesungguhnya manusia itu dan untuk apa dia

diciptakan dapat membentuk pemehaman manusia tetang hakikat kehidupan.

Keberadaan manusia sebagai khalifah dan abdi Tuhan di dunia yang dijelaskan oleh

setiap rosul yang diutus Tuhan dapat memberikan pencerahan kepada manusia tentang

hakikat kehidupanya di dunia.

Pemahaman manusia akan hakikatnya tersebut itulah yang dapat menjadi faktor kunci

pembentukan preferesi dirinya akan baik dan buruk. Sehingga kita mengetahui kenapa

X lebih disukai ketimbangY (X≥Y) atau (X ≈ Y)

Ini merupakan Self Consciousness

• • Keputusan memilih

deposito Bagi Hasil

individu kedua

• Keputusan memilih

deposito

Konvensional

individu kedua

• Keputusan memilih

deposito Bagi Hasil

individu pertama

• 5,2 • 2,5

• Keputusan memilih

Deposito Konvensional

Individu kedua

• 0,2 • 0,5

Penerapan Hukum Sharia membuat individu akan grip to society:

penerapan Hukum sharia membuat individu baik yang suka dan tidak suka akan hukum

syariah akan mematuhi hukum syariah.

Individu yang tercerahkan menjadi elemen penting, tetapi sharia memastikan

berlakunya god‟s interest output yang dihasilakan adalah Taqwa

• Grip to society dalam konteks mikro adalah

• Keluarga

• lingkungan

• Institusi Keluarga

• Norma (sesuatu yang dianggap baik) yang berlaku di keluarga sangat berhubugan

erat dengan pembentukan preferensi individu.

Contoh:

• Latar belakang pendidikan sebuah keluarga dapat mempengaruhi keputsan-

keputusan yang diambil oleh seorang individu. Seperti keputusan untuk

mengkonsumsi, menabung atau berinvestasi.

• Pandangan baik suatu keluarga terhadap sikap hidup hemat membentuk

preferensi tertentu bagi individu terhadap konsumsi barang-barang.

• Lingkungan Dalam Membentuk Preferensi Individu

• Selain institusi keluarga, faktor lingkungan sangat mempengaruhi proses

pembentukan preferensi. Kepatuhan masyarakat akan norma Islam dapat secara

langsung maupun tidak langsung membentuk preferensi individu untuk mematuhi

norma tersebut.

Contoh:

• Di dalam masyarakat Islam memberikan pinjaman dengan bunga merupakan

suatu hal yang dianggap sangat buruk. Sehingga setiap aktivitas yang berkaitan

dengan riba dianggap sebagai sebuah aib dalam masyarakat Islam.

• Kepercayaan akan norma tersebut membuat suka tidak suka individu yang berada

di tengah-tengah masyarakat Islam akan terpengaruh dengan preferensi

masyarakat Islam bahwa Riba