bab i pendahuluan - digilib.uns.ac.id/prediksi... · digunakan adalah metoda aashto'93. metoda ini...

95
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Jalan raya merupakan salah satu prasarana yang sangat dibutuhkan dalam menunjang pembangunan pada masa sekarang ini. Dengan adanya jalan-jalan penghubung, segala macam kegiatan baik kegiatan ekonomi, kegiatan sosial maupun budaya dapat terlaksana hingga ke daerah-daerah terpencil. Perkerasan jalan di Indonesia sebagian besar menggunakan aspal minyak (aspal konvensional) dengan penetrasi 60/70. Akan tetapi, penggunaan aspal penetrasi 60/70 masih memiliki kelemahan. Salah satunya adalah perkerasan jalan tidak mampu menahan beban lalu lintas yang berlebihan dan temperatur tinggi sehingga menimbulkan deformasi. Contohnya, ruas jalan Pantura mengalami kerusakan dini akibat perkerasan jalan tidak mampu menahan kenaikan temperatur yang mencapai 75 o C pada jam sibuk serta banyaknya kendaraan yang melintasi jalan. Penggunaan Retona diharapkan dapat mengatasi kelemahan aspal penetrasi 60/70 tersebut. Aspal Retona dikembangkan melalui proses penyulingan dan ekstraksi asbuton. Proses tidak mengeluarkan semua mineral dari asbuton, tetapi hanya mempertahankan Refined Buton Asphalt (Retona). Aspal Retona tersebut dieksplorasi oleh PT. Olah Bumi Mandiri yang diproduksi di Jakarta. Aspal Retona ini merupakan bahan additif (tambahan) campuran aspal minyak, guna mempertinggi kualitas titik lembek. Dalam penelitian ini jenis Retona yang digunakan adalah Retona Blend 55 yang dapat langsung dipakai seperti aspal biasa. Retona Blend 55 adalah campuran antara aspal minyak penetrasi 60 atau penetrasi 80 dengan asbuton hasil olahan semi ekstraksi (refinery buton asphalt). Untuk mengetahui apakah Retona Blend 55 dapat dijadikan salah satu alternatif aspal untuk mengatasi kerusakan dini pada jalan dengan beban lalu lintas yang berlebih, maka perlu diadakan penelitian baik mengenai properti material aspal itu sendiri, maupun properti material campuran Asphalt Concrete. Selain itu,

Upload: vantruc

Post on 10-Mar-2019

230 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Jalan raya merupakan salah satu prasarana yang sangat dibutuhkan dalam

menunjang pembangunan pada masa sekarang ini. Dengan adanya jalan-jalan

penghubung, segala macam kegiatan baik kegiatan ekonomi, kegiatan sosial

maupun budaya dapat terlaksana hingga ke daerah-daerah terpencil.

Perkerasan jalan di Indonesia sebagian besar menggunakan aspal minyak (aspal

konvensional) dengan penetrasi 60/70. Akan tetapi, penggunaan aspal penetrasi

60/70 masih memiliki kelemahan. Salah satunya adalah perkerasan jalan tidak

mampu menahan beban lalu lintas yang berlebihan dan temperatur tinggi sehingga

menimbulkan deformasi. Contohnya, ruas jalan Pantura mengalami kerusakan

dini akibat perkerasan jalan tidak mampu menahan kenaikan temperatur yang

mencapai 75oC pada jam sibuk serta banyaknya kendaraan yang melintasi jalan.

Penggunaan Retona diharapkan dapat mengatasi kelemahan aspal penetrasi 60/70

tersebut. Aspal Retona dikembangkan melalui proses penyulingan dan ekstraksi

asbuton. Proses tidak mengeluarkan semua mineral dari asbuton, tetapi hanya

mempertahankan Refined Buton Asphalt (Retona). Aspal Retona tersebut

dieksplorasi oleh PT. Olah Bumi Mandiri yang diproduksi di Jakarta. Aspal

Retona ini merupakan bahan additif (tambahan) campuran aspal minyak, guna

mempertinggi kualitas titik lembek. Dalam penelitian ini jenis Retona yang

digunakan adalah Retona Blend 55 yang dapat langsung dipakai seperti aspal

biasa. Retona Blend 55 adalah campuran antara aspal minyak penetrasi 60 atau

penetrasi 80 dengan asbuton hasil olahan semi ekstraksi (refinery buton asphalt).

Untuk mengetahui apakah Retona Blend 55 dapat dijadikan salah satu alternatif

aspal untuk mengatasi kerusakan dini pada jalan dengan beban lalu lintas yang

berlebih, maka perlu diadakan penelitian baik mengenai properti material aspal itu

sendiri, maupun properti material campuran Asphalt Concrete. Selain itu,

2

penelitian ini menggunakan alat bantu software BANDS (Bitumen and Asphalt

Nomograph) dan SPDM (Shell Pavement Design Method) untuk analisa overlay

design perkerasan jalan.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut dapat dirumuskan beberapa permasalahan

sebagai berikut:

a. Bagaimana perbandingan properti material aspal pen 60/70 dengan aspal

Retona Blend 55?

b. Bagaimana perbandingan properti campuran Asphalt Concrete dengan

menggunakan aspal pen 60/70 dan aspal Retona Blend 55 produksi?

c. Bagaimana perbandingan kinerja campuran Asphalt Concrete dengan aspal

Retona Blend 55 dan aspal Penetrasi 60/70 dilihat dari overlay design

perkerasan jalan, menggunakan alat bantu software SPDM serta Metode

Analisa Komponen 2002?

1.3. Batasan Masalah

Batasan-batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Jenis aspal yang digunakan adalah aspal minyak penetrasi 60/70 produksi

Pertamina dan Retona Blend 55 produksi PT. Olah Bumi Mandiri, Jakarta.

b. Data lapis perkerasan eksisting dan data Lalu Lintas Harian (LHR) digunakan

data dari ruas Jalan Kartasura-Boyolali yang merupakan Jalan Nasional.

c. Metode analisis yang digunakan adalah metode komputasional menggunakan

alat bantu perangkat lunak analisis aspal dan perkerasan serta metode

perhitungan manual menggunakan Metode Analisa Komponen 2002. Adapun

software yang digunakan sebagai alat bantu adalah BANDS dan SPDM.

d. Properti material aspal pen 60/70 dan aspal Retona Blend 55 didapatkan dari

hasil uji di laboratorium yang terdiri dari: nilai titik lembek, angka penetrasi,

dan suhu penetrasi.

e. Properti campuran Asphalt Concrete dengan aspal pen 60/70 dan aspal Retona

Blend 55 didapatkan dari hasil Tes Marshall berupa: stabilitas, densitas, flow,

prositas, dan Marshall Quotient.

3

f. Input yang digunakan untuk analisa overlay design dengan program SPDM

berupa: asphalt mix stiffness atau bitumen stiffness, presentase volume bitumen

dan presentase volume agregat yang diperoleh dari hasil analisa dengan

software BANDS.

f. Perbandingan kinerja aspal pen 60/70 dan aspal Retona Blend 55 dalam sistem

rehabilitasi/ pemeliharaan jalan dapat dilihat dari tebal lapis perkerasan

maupun tebal lapis overlay pada satu model lapis perkerasan dengan bantuan

perangkat lunak SPDM.

g. Perbandingan design perkerasan jalan dengan cara perhitungan manual

menggunakan Metode Analisa Komponen 2002 dan cara komputasional

dengan alat bantu software SPDM dapat dilihat dari tebal lapis overlay pada

satu model lapis perkerasan yang diasumsikan mengalami kerusakan.

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian iniadalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui properti material aspal konvensional pen 60/ dibandingkan

dengan aspal Retona Blend 55.

b. Untuk mengetahui properti campuran Asphalt Concrete dengan aspal pen

60/70 dibandingkan dengan aspal Retona Blend 55.

c. Untuk mengetahui kinerja campuran Asphalt Concrete dengan aspal Retona

Blend 55 dan aspal Penetrasi 60/70 dilihat dari overlay design perkerasan jalan,

menggunakan alat bantu software SPDM dibandingkan dengan Metode Analisa

Komponen 2002.

4

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1. Pengantar

Lapisan perkerasan jalan harus mampu menahan beban lalu lintas yang berulang-

ulang. Apabila dihadapkan pada kondisi seperti ini, material-material bitumen

cenderung akan mengalami retak (cracks) akibat kelelahan (fatigue). Tipe

degradasi seperti ini bisa terjadi diakibatkan oleh peningkatan repetisi beban lalu

lintas dan penurunan kapasitas dari material dalam menyebarkan beban.

Karakteristik umur leIah (fatigue life characteristics) dari campuran beraspal

biasanya dikenal dengan nama Hukum Kelelahan (Fatigue Laws), yang

merupakan representasi antara regangan (atau tegangan) dan jumlah beban gandar

standar yang menyebabkan kegagalan (failure). Hukum kelelahan ini didapatkan

dari tes kelelahan di laboratorium, dimana ditujukan untuk memprediksi performa

kelelahan dari suatu sampel campuran beraspal dengan beberapa kriteria yang

sengaja ditambahkan agar mampu mewakili kondisi perkerasan eksisting (Silvino

Capitao dan Luis Picado Santos, 2005).

Deformasi permanen dari bahan campuran beraspal adalah penyebab utama dari

kerusakan. Namun demikian metode yang sederhana dan efektif untuk

mengevaluasi kinerja terhadap deformasi permanen belum tersedia secara praktis.

Di negara Protugal, suhu udara musim panas yang tinggi dan peningkatan beban

lalu lintas menjadi perhatian yang utama. Diprediksikan bahwa kerusakan

perkerasan jalan akibat deformasi permanen pada campuran beraspal akan

meningkat. Sehingga sangat penting untuk mengevaluasi deformasi permanen

dengan cara yang sederhana namun akurat (Dinis Gardete, Luis Picado Santos,

Jorge Pais, 2005).

Menurut Shell Bitumen Handbook (1990), menyatakan agar bahan untuk

modifikasi aspal efektif dan dapat digunakan secara praktis dan ekonomis, maka

5

haruslah:

a. tersedia dengan mudah

b. mencegah degradasi pada suhu pencampuran aspal

c. dapat dicampur dengan aspal

d. meningkatkan ketahanan kelelahan (flow) pada temperature yang tinggi di jalan

tanpa membuat aspal menjadi terlalu kental pada suhu pencampuran dan

penggelaran atau terlalu kaku atau terlalu getas pada temperatur jalan rendah

e. biayanya harus efektif

Campuran bahan tambah dan aspal harus memiliki sifat-sifat sebagai berikut:

a. mampu mempertahankan sifat-sifat utamanya selama penyimpanan,

pelaksanaan konstruksi dan selama masa pelayanan (selama masa

pengoperasian)

b. harus dapat diproses dengan peralatan konvensional

c. secara fisik dan kimia harus stabil selama penyimpanan, pelaksanaan, dan

pelayanan

d. mempunyai viskositas yang sesuai untuk pelapisan dan penyemprotan pada

suhu penggunaan secara normal

Aspal minyak yang digunakan untuk konstruksi perkerasan jalan merupakan

proses hasil residu dari destilasi minyak bumi, sering disebut sebagai aspal semen.

Aspal semen bersifat mengikat agregat pada campuran aspal beton dan

memberikan lapisan kedap air, serta tahan terhadap pengaruh asam, basa, dan

garam. Ini berarti jika dibuatkan lapisan dengan mempergunakan aspal sebagai

pengikat dengan mutu yang baik dapat memberikan lapisan kedap air dan tahan

terhadap pengaruh cuaca dan reaksi kimia yang lain (Sukirman, 1995).

Asbuton adalah bahan aspal alam yang tersedia di Pulau Buton yang digunakan

sebagai substitusi aspal minyak dan additive dalam campuran beraspal. Retona

Blend 55 adalah campuran antara aspal minyak pen 60 atau pen 80 dengan

asbuton hasil olahan semi ekstraksi (refinery buton asphalt) (Departemen

Pekerjaan Umum, 2008).

Salah satu metoda perencanaan untuk tebal perkerasan jalan yang sering

digunakan adalah metoda AASHTO'93. Metoda ini sudah dipakai secara umum di

6

seluruh dunia untuk perencanaan serta diadopsi sebagai standar perencanaan di

berbagai negara. Metoda AASHTO'93 ini pada dasarnya adalah metoda

perencanaan yang didasarkan pada metoda empiris. Parameter yang dibutuhkan

pada perencanaan menggunakan metoda AASHTO'93 ini antara lain adalah:

Structural Number (SN), lalulintas, reliability, faktor lingkungan, dan

serviceability (Siegfried, 2007).

Metode lain yang dapat digunakan untuk menentukan tebal perkerasan jalan atau

tebal lapis ulang perkerasan jalan adalah: Metode CBR untuk Jalan Kabupaten

1986, Metode Analisa Komponen SKBI 1987, Metode Bina Marga 0l/MN/B/1983

menggunakan data lendutan beban statis yaitu hasil pengujian dengan alat

Benkelman Beam, dan Metode AASTHO 1993 dengan menggunakan data

lendutan dinamis berdasarkan hasil pengujian dengan Falling Weight

Deflectometer (FWD), (Departemen Pekerjaan Umum, 2005).

2.1.2. Penelitian Terdahulu dan Jurnal Internasional

A typical of HMA pavement is made of 86% by volume of aggregates bound with

about 10% by volume asphalt cement and incorprorates 4% of air voids. The

binder is a product of oil refining and its function is to glue the aggregate

particles together. These individual materials and components have different

physical and mechanical properties and behavior that have a significant effect on

the performance of HMA mixes (Gopalakrishnan et all, 2006).

The need to improve the performance of asphalt concrete mixes for heavier traffic

loads has led to many experiments with rubber polymers to improve asphalt

cements. Polymer additives to asphalt tensile (retained) resilient modulus test,

and Marshall (retained) stability test were conducted to study the moisture

susceptibility of these mixes (Gopalakrishnan, Metcalf, 2000).

The addition of polymer modifiers when used in conjunction with compatible

asphalts, can lead to improved high and low temperature performance combined

with increased flexibility and resistance to deformation. Compatible asphalts are

those that when blended with a polymer modifier, produce a two-phase mixture

that is characterized by a well dispersed polymer phase that is stable at high

7

temperatures (Johnston, King, 2008).

Sifat-sifat asbuton dan perilakunya telah diselidiki oleh Pusat Penelitian dan

Pengembangan Jalan Bandung (Puslitbang Jalan, Depratemen Pekerjaan Umum),

dan beberapa sifat di antaranya sebagai berikut: pada suhu 30oC asbuton bersifat

getas dan pada temperatur antara 40oC sampai 60oC menjadi lebih plastis dan

sukar dipecahkan; di atas suhu 60oC menjadi plastis dan tidak bisa dipecahkan,

dan pada suhu 100oC sampai 150oC menjadi cair (Brooks et all, 1983).

Berikut adalah beberapa penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian ini

dalam hal penggunaan aspal Retona sebagai bahan penelitian, yaitu:

1. Sumarno (2006), melakukan penelitian mengenai hubungan abrasi agregat

pokok dengan Marshall Properties pada perencanaan aspal porus menggunakan

aspal Retona dan menyatakan bahwa hubungan nilai abrasi agregat cenderung

berbanding lurus dengan nilai disintegration pada pengujian Cantabrian dan

berbanding terbalik dengan stabilitas Marshall dan nilai kuat desak pada

pengujian UTM.

2. Mochamad Rivai Wisnu Ardianto (2003), melakukan penelitian untuk

mengetahui seberapa besar perbedaan Marshall Properties pada lapis perkerasan

Fricseal, pada berbagai presentase kadar aspal High Bonding Asphalt dan aspal

Retona dan menyatakan bahwa nilai karakteristik campuran Fricseal Retona

lebih tinggi kualitasnya dibandingkan Fricseal HBA baik stabilitas, ketahanan

kelelahan maupun workabilitasnya, akan tetapi memiliki fleksibilitas yang lebih

rendah dalam batas yang diijinkan.

3. Lia Anggreini (2008), melakukan penelitian yang bertujuan untuk

mengetahui kinerja laboraturium campuran Lataston Lapis Aus (HRS-WC)

dengan penggunaan asbuton granular dan Retona Blend 55. Kinerja laboraturium

yang dimaksud adalah karakteristik aspal, karakteristik campuran Lataston lapis

aus (HRS-WC), modulus resilien dan karakteristik deformasinya. Dalam

penelitian ini dinyatakan bahwa secara keseluruhan campuan Lataston Lapis Aus

dengan aspal Retona Blend 55 memiliki ketahanan terhadap pengaruh air,

deformasi permanen, dan retak akibat beban lalu lintas yang tinggi.

Penelitian ini memiliki kesamaan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan

8

oleh Lia Anggreini dalam tesisnya, yaitu sama-sama meneliti karakteristik aspal

Retona Blend 55. Akan tetapi perbedaannya adalah aspal Retona Blend 55 dalam

penelitian ini dijadikan sebagai bahan campuran Laston Lapis Aus (AC-WC)

sedangkan pada penelitian sebelumnya digunakan sebagai bahan campuran

Lataston Lapis Aus (HRS-WC).

Alasan pemilihan campuran Laston Lapis Aus (AC-WC) dalam penelitian ini

karena di Indonesia sebagian besar perkerasan jalannya menggunakan campuran

AC sehingga perlu adanya pengembangan lebih lanjut agar dapat mengikuti

perkembangan lalu lintas yang terus meningkat. Penelitian terhadap Retona Blend

55 sebagai campuran AC ini dilakukan sebagai salah satu usaha pengembangan

tersebut. Dalam penelitian ini, selain diteliti mengenai karakteristik aspal dan

karakteristik Marshall campuran aspal, juga dilakukan analisa overlay design

perkerasan jalan dengan menggunakan alat bantu software BANDS dan SPDM

dan analisa overlay design perkerasan jalan dengan cara manual dengan Metode

Analisa Komponen 2002. Hasil perhitungan tebal perkerasan jalan tersebut akan

digunakan untuk memprediksi kinerja dari campuran Asphalt Concrete.

2.2. Dasar Teori

2.2.1. Aspal

Aspal merupakan unsur hidrokarbon yang sangat kompleks, sangat sukar untuk

memisahkan molekul-molekul yang membentuk aspal tersebut. Hidrokarbon

adalah bahan dasar utama dari aspal yang juga disebut bitumen. Secara umum

aspal yang digunakan saat ini berasal dari proses hasil residu dan destilasi minyak

bumi, atau sering disebut aspal semen. Pada kenyataannya, penggunaan aspal

semen memiliki kelemahan terhadap kenaikan suhu sehingga mengakibatkan

kerusakan dini pada perkerasan jalan berupa retak, alur, dan lain-lain yang

menyebabkan tidak tercapainya umur rencana. Retona yang merupakan

modifikasi antara aspal pen 60 atau pen 80 dengan semi ekstraksi asbuton, telah

diuji coba pada tol Cibubur sepanjang 2 kilometer, jalan Pantura sepanjang 200

meter, dan di daerah Ciasem sepanjang 200 meter terbukti sangat tahan terhadap

kenaikan suhu, penetrasi air, kerusakan retak, dan deformasi lainnya.

9

2.2.1.1. Jenis Aspal

Berdasarkan cara diperolehnya aspal dapat dibedakan menjadi beberapa jenis

yaitu :

a. Aspal alam, dibedakan menjadi dua, yaitu :

v Aspal gunung (rock asphalt).

v Aspal danau (lake asphalt).

b. Aspal buatan, yaitu :

v Aspal minyak, merupakan hasil penyulingan minyak bumi.

v Tar, merupakan hasil penyulingan batu bara.

Untuk jenis aspal yang berasal dari minyak bumi dapat dibagi menjadi 3 (tiga)

macam, yaitu :

a. Aspal panas (asphalt cement)

Pada suhu ruang berbentuk padat, dan pengelompokannya berdasarkan nilai

penetrasinya.

b. Aspal Emulsi (emulsion asphalt)

Merupakan campuran air dengan emulsifier. Yang menentukan sifat aspal

emulsi yaitu emulsifiernya.

c. Aspal Cair (cut back asphalt)

Merupakan campuran aspal cair dengan bahan pencair hasil penyulingan

minyak bumi.

2.2.1.2. Sifat Aspal

Aspal yang digunakan pada konstruksi perkerasan jalan berfungsi sebagai:

a. Bahan pengikat, memberikan ikatan yang kuat antara aspal dan agregat dan

antara aspal itu sendiri.

b. Bahan pengisi, mengisi rongga antara butir-butir agregat dan pori-pori yang

ada pada agregat itu sendiri.

Berarti aspal yang digunakan harus memiliki syarat-syarat sebagai berikut:

1. Daya tahan (durability)

Daya tahan aspal adalah kemampuan aspal untuk mempertahankan sifat asalnya

akibat pengaruh cuaca selama masa umur pelayanan.

10

2. Adhesi dan kohesi

Adhesi adalah kemampuan aspal untuk mengikat agregat sehingga dihasilkan

ikatan yang baik antara agregat dan aspal. Kohesi adalah ikatan di dalam molekul

aspal untuk tetap mempertahankan agregat tetap di tempatnya setelah terjadi

pengikatan.

3. Kepekaan terhadap temperatur

Aspal memiliki sifat termoplastis, sifat ini diperlukan agar aspal tetap memiliki

ketahanan terhadap temperatur.

4. Kekerasan Aspal

Pada pelaksanaan proses pencampuran aspal ke permukaan agregat dan

penyemprotan aspal ke permukaan agregat terjadi oksidasi yang menyebabkan

aspal menjadi getas dan viskositas bertanbah tinggi. Semakin tipis lapisan aspal,

semakin besar tingakat kerapuhan aspal dan demikian juga sebaliknya. (Sukirman,

1992).

5. Sifat pengerjaan (workability)

Aspal yang dipilih lebih baik yang mempunyai workability yang cukup dalam

pengerjaan pengaspalan jalan. Hal ini akan mempermudah pelaksanaan

penghamparan dan pemadatan untuk memperoleh lapisan yang padat dan kuat.

2.2.1.3. Komposisi Aspal Retona Blend 55

Pada penelitian ini kami menggunakan jenis aspal alam mutu tinggi (Retona

Blend 55) yang didapat dari PT. Olah Bumi Mandiri-Jakarta. Retona merupakan

gabungan antara asbuton butir yang telah diekstraksi sebagian dengan aspal keras

pen 60 atau pen 80 yang pembuatannya dilakukan secara fabrikasi dengan proses

seperti diperlihatkan pada bagan alir pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Alur proses pembuatan aspal Retona Blend 55 secara fabrikasi

11

Retona dapat melayani berbagai konstruksi jalan dari kelas jalan medium, berat,

hingga sangat berat, baik untuk lalu lintas padat dan telah teruji pada Proyek DKI,

Pantura, Bus Way, Pelabuhan container (JICT), Terowongan Tol Cawang, sirkuit-

sirkuit, dan lain-lain. Aspal retona memiliki beberapa keunggulan, yaitu:

1. Meningkatkan kestabilan, ketahanan fatigue dan keretakan akibat temperatur.

2. Kekuatan adhesi dan kohesi yang tinggi, daya tahan terhadap penetrasi air yang

tinggi.

3. Usia pelayanan lebih lama (minimal dua kali), biaya pemeliharaan lebih murah,

mudah digunakan seperti aspal biasa.

4. Stabilitas marshall naik hingga 30%, stabilitas dinamis naik hingga 400%.

Penggunaan aspal Retona Blend 55 digunakan seperti aspal biasa, hanya perlu

diaduk atau disirkulasi dengan pompa aspal. Karakteristik Retona Blend 55 secara

umum telah memenuhi persyaratan aspal yang dimodifikasi dengan aspal alam

yang ditunjukkan dalam Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Hasil Pengujian Aspal Retona Blend 55

No. Jenis Pengujian Metode Hasil Pengujian**) Spesifikasi*)

1. Penetrasi, 25oC; 100 gr; 5 detik; 0,1 mm SNI 06-2456-1991 41 40 55

2. Titik Lembek, oC SNI 06-2434-1991 57 Min. 55

3. Titik Nyala, oC SNI 06-2433-1991 318 Min. 225

4. Daktilitas; 25oC, cm SNI 06-2432-1991 87,5 Min. 50

5. Berat Jenis SNI 06-2441-1991 1,09 Min. 1,0

6. Kelarutan dalam Trichlor Ethylen % berat RSNI M-04-2004 93,8 Min. 90

7. Penurunan Berat (dengan TFOT), % berat SNI 06-2440-1991 0,019 Max. 2

8. Penetrasi setelah kehilangan berat, % asli SNI 06-2456-1991 75,6 Min. 55

9. Daktilitas setelah TFOT, cm SNI 06-2432-1991 107,5 Min. 50

10. Mineral Lolos Saringan No. 100, % SNI 03-1968-1990 98 Min. 90

Catatan : *) Spesifikasi Umum edisi Desember 2006

**) Hasil Pengujian Aspal oleh Departemen Pekerjaan Umum Mei 2008

2.2.2. Properti Material Bitumen

Data properti material bitumen yang diambil meliputi: Penetrasi Aspal, Titik

Lembek Aspal, Titik. Nyala Aspal, Daktilitas Aspal, Derat Jenis Aspal, dan

Kelekatan, Aspal pada Aggregat.

12

2.2.2.1. Penetrasi Aspal

Percobaan ini bertujuan untuk menentukan penetrasi bitumen keras atau lembek

(solid atau semi solid) dengan memasukkan jarum penetrasi ukuran tertentu,

beban, waktu tertentu ke dalam bitumen pada suhu tertentu sesuai dengan SNI 06-

2456-1991.

2.2.2.2. Titik Lembek Aspal

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan titik lembek bitumen yang

berkisar antara 30C - 200C sesuai SNI 06-2434-1991. Titik lembek adalah

temperatur pada saat bola baja dengan berat tertentu mendesak turun suatu lapisan

bitumen yang tertahan dalam cincin berukuran tertentu, sehingga bitumen tersebut

menyentuh pelat dasar yang terletak di bawah cincin pada tinggi tertentu sebagai

akibat kecepatan pemanasan tertentu.

2.2.2.3. Titik Nyala dan Titik Bakar Aspal

Pemeriksaan. ini dimaksudkan untuk menentukan titik nyala dan titik bakar dari

semua jenis hasil minyak bumi kecuali minyak bakar dan bahan lainnya yang

mempunyai titik nyala open cup, kurang dari 70 C.

Titik nyala adalah suhu pada saat terlihat nyala singkat pada suatu titik di atas

permukaan bitumen. Titik bakar adalah suhu pada saat terlihat nyala sekurang-

kurangnya 5 detik pada suatu titik pada permukaan bitumen. Pcmeriksaan yang

dilakukan sesuai dengan standar AASHTO T 73-89.

2.2.2.4. Daktilitas Aspal

Tujuan percobaan ini adalah mengukur jarak terpanjang yang dapat ditarik antara

2 cetakan yang berisi bitumen keras sebelum putus pada suhu dan kecepatan tarik

tertentu. Pemeriksaan yang dilakukan sesuai dengan standar SNI 06-2432-1991.

2.2.2.5. Berat Jenis Aspal

Percobaan ini bertujuan untuk menentukan berat jenis bitumen keras dengan alat

piknometer. Berat jenis bitumen adalah perbandingan antara berat bitumen dan

13

berat zat cair suling dengan isi yang sama pada suhu tertentu. Pemeriksaan yang

dilakukan sesuai dengan standar SNI 032440-1991.

2.2.2.6. Kelekatan Aspal pada Agregat

Percobaan ini dilakukan untuk menentukan kelekatan bitumen pada batuan

tertentu dalam air. Pemeriksaan yang dilakukan sesuai dengan standar SNI 03-

2440-1991.

2.2.3. Pembuatan Formula Campuran Kerja (Job Mix Formula)

Campuran beraspal panas terdiri atas kombinasi agregat, bahan pengisi (bila

diperlukan) dan aspal yang dicampur secara panas pada temperatur tertentu.

Komposisi bahan dalam campuran beraspal panas terlebih dahulu harus

direncanakan sehingga setelah terpasang diperoleh perkerasan beraspal yang

memenuhi kriteria:

a. Stabilitas yang cukup. Lapisan beraspal harus mampu mendukung beban lalu

lintas yang melewatinya tanpa mengalami deformasi permanen dan deformasi

plastis selama umur rencana.

b. Durabilitas yang cukup. Lapisan beraspal mempunyai keawetan yang cukup

akibat pengaruh cuaca dan beban lalu lintas.

c. Kelenturan yang cukup. Lapisan beraspal harus mampu menahan lendutan

akibat beban lalu lintas tanpa mengalami retak.

d. Cukup kedap air. Lapisan beraspal cukup kedap air sehingga tidak ada

rembesan air yang masuk ke lapis pondasi bawahnya.

e. Kekesatan yang cukup. Kekesatan permukaan lapisan beraspal berhubungan

erat dengan keselamatan pengguna jalan.

f. Ketahanan terhadap retak lelah (fatigue). Lapisan beraspal harus mampu

menahan beban berulang dari beban lalu lintas selama umur rencana.

g. Kemudahan kerja. Campuran beraspal harus mudah dilaksanakan, mudah

dihamparkan dan mudah dipadatkan.

14

2.2.3.1. Analisis Saringan

Pemeriksaan analisa saringan agregat dimaksudkan untuk menentukan pembagian

butiran (gradasi) dan menentukan perbandingan komposisi agregat untuk

keperluan mix design. Pemeriksaan yang dilakukan sesuai dengan standar SNI 03-

1969-1990.

2.2.3.2. Perhitungan Campuran

Untuk membuat benda uji campuran Asphalt Concrete perlu terlebih dahulu

diperhitungkan perkiraan kadar aspal optimum. Perkiraan kadar aspal optimum

dapat diperoleh dari Rumus 2.1.

Pb = 0,035 (%CA) + 0,045 (%FA) + 0,18 (%FF) + konstanta .........................(2.1)

Dimana :

Pb = Perkiraan kadar aspal optimum

CA = Agregat kasar (%)

FA = Agregat halus (%)

FF = Bahan pengisi (%)

Konstanta = 0,51 (untuk Laston), 2-3 (untuk Lataston), 1-2,5 (untuk campuran

lain)

2.2.3.3. Marshall Test

Setelah gradasi agregat ditentukan selanjutnya adalah pembuatan rancangan kerja

dan diikuti dengan pembuatan benda uji. Kemudian benda uji tersebut dilakukan

pengujian Marshall Test.

Pemeriksaan campuran aspal dengan alat marshall dimaksudkan untuk

menentukan ketahanan (stabilitas) terhadap kelelahan plastis pada campuran

aspal. Nilai stabilitas adalah jumlah muatan yang dibutuhkan untuk

menghancurkan campuran aspal (kemampuan ketahanan untuk menerima beban

sampai kelelahan plastis) yang dinyatakan dalam kg atau pound. Nilai flow

(kelelahan plastis) adalah keadaan perubahan bentuk dari bahan contoh sampai

batas leleh yang dinyatakan dalam mm. Pengujian ini dilakukan sesuai dengan

standar SNI 06-2489-1991.

15

a. Stabilitas

Stabilitas adalah kemampuan ketahanan untuk menerima beban sampai kelelahan

plastis yang dinyatakan dalam satuan kg atau lb. Nilai stabilitas diperoleh dari

hasil pembacaan langsung pada alat Marshall Test sewaktu melakukan pengujian

Marshall. Stabilitas terjadi dari hasil gesekan antar butir, penguncian antar

partikel dan daya ikat yang baik dari lapisan aspal. Dengan demikian stabilitas

yang tinggi dapat diperoleh dengan penggunaan agregat dengan gradasi yang

rapat, agregat dengan permukaan kasar dan aspal dalam jumlah yang cukup. Nilai

stabilitas terkoreksi dihitung dengan rumus:

S = q C k 0,4536..................................(2.2)

Dimana :

S = nilai stabilitas terkoreksi (kg)

q = pembacaan stabilitas pada dial alat Marshall (lb)

k = faktor kalibrasi alat

C = angka koreksi ketebalan

0,4536 = konversi beban dari lb ke kg

b. Flow

Flow dari pengujian Marshall adalah besarnya deformasi vertikal sampel yang

terjadi mulai saat awal pembebanan sampai kondisi kestabilan maksimum

sehingga sampel sampai batas runtuh dinyatakam dalam satuan mm atau 0,01.

Nilai flow yang tinggi mengindikasikan campuran bersifat plastis. Pengukuran

flow bersamaan dengan pengukuran nilai stabilitas Marshall. Nilai flow juga

diperoleh dari hasil pembacaan langsung pada alat Marshall Test sewaktu

melakukan pengujian Marshall. Nilai flow dipengaruhi oleh kadar aspal dan

viskositas aspal, gradasi, suhu, dan jumlah pemadatan.

c. Marshall Quotient

Merupakan perbandingan antara stabilitas dengan kelelahan plastis (flow) dan

dinyatakan dalam kg/mm.

16

MQ =FS

................................(2.3)

Dimana :

MQ = Marshall Quotient (kg/mm)

S = nilai stabilitas terkoreksi (kg)

F = nilai flow (mm)

d. Porositas (VIM)

Porositas (VIM) adalah kandungan udara yang terdapat pada campuran

perkerasan, baik yang dapat mengalirkan air maupun yang tidak dapat

mengalirkan air. Besarnya porositas dapat diperoleh dengan rumus berikut :

%100*1max

-=

GSD

VIM ...............(2.4)

Dimana :

VIM : Porositas (VIM) spesimen (%)

D : Densitas benda uji yang dipadatkan (gr/cm3)

SGmix : Specific grafity campuran (gr/cm3)

e. Volumetrik Tes

1. Densitas

Densitas menunjukan kepadatan pada campuran perkerasan. Gradasi agregat,

kadar aspal dan pemadatan akan mempengaruhi tingkat kepadatan perkerasan

lentur.

Besarnya nilai densitas diperoleh dari rumus berikut :

D = )( WwWs

Wdry-

.................................(2.5)

Dimana :

Wdry = berat kering (gram )

Ws = berat jenuh (gram )

Ww = berat dalam air ( gram )

17

2. Spesific Grafity Campuran

Spesific Grafity Campuran adalah berat campuran untuk setiap volume (dalam

gr/cm). Dihitung berdasarkan persen berat tiap komponen dan spesific grafity tiap

komponen penyusun campuran aspal. Besarnya spesific grafity Campuran

(SGmix) diperoleh dari rumus berikut :

SGmix =

SGbWb

SGfWf

SGaghWah

SGagkWak %%%%

100

+++ .................................(2.6)

Dimana:

%Wak : persen berat agregat kasar ( % )

% Wah : persen berat aspal halus ( % )

% Wb : persen berat aspal ( % )

% W f : persen berat filler ( % )

SGagk : Specific Grafity agregat kasar ( gr/cm3 )

SGagh : Specific Grafity agregat halus ( gr/cm3 )

SGb : Specific Grafity aspal ( gr/cm3 )

SGf : Specific Grafity filler ( gr/cm3 )

2.2.3.4. Analisa Rancangan

Melalui Marshall Test akan didapatkan angka stabilitas yang optimum. Nilai

kadar aspal optimum akan didapatkan yang diambil berdasarkan trendline nilai

stabilitas yang maksimum. Dengan demikian, didapatkan komposisi campuran

yang direkomendasikan sebagai bahan untuk campuran asphalt panas (Hot Mix

Asphalt).

2.2.4. Perangkat Lunak Analisis Bitumen BANDS

BANDS 2.0 adalah salah satu perangkat lunak analisis bitumen dan aspal yang

termasuk dalam paket software desain yang dikeluarkan oleh Shell Pavement

Design bersama dengan program SPDM 3.0.

BANDS terdiri atas seperangkat alat bantu bagi perencana dalam mengestimasi

properti material yang relevan dari bituminous binder dan asphaltic mix. Untuk

18

digunakan dalam perhitungan desain tebal perkerasan, software ini harus

digunakan bersama dengan SPDM yang memang didedikasikan untuk

perhitungan desain tebal perkerasan tersebut.

Adapun output yang dihasilkan oIeh perangkat lunak ini adalah bitumen stiffness,

percentage of voids, mix stiffness, fatigue life, dan fatigue strain.

2.2.5. Perangkat Lunak Analisis Bitumen SPDM

Filosofi pendekatan analitis dari desain perkerasan adalah bahwa struktur harus

diasumsikan seperti struktur teknik sipil yang lain. Adapun prosedur yang umum

digunakan adalah:

a. Mengasumsikan bentuk struktur;

b. Menentukan beban;

c. Mengestimasikan ukuran dari komponen-komponennya;

d. Menjalankan analisis strukturnya untuk menghasilkan tegangan-tegangan,

regangan-regangan, dan defleksi pada titik kritis pada struktur;

e. Membandingkan nilai ini dengan nilai ijin maksimum untuk mendapatkan

keamanan desain; ,

f. Menambahkan nilai kekuatan struktur (geometri) untuk mieningkatkan

ketahanan desain;

g. Mempertimbangkan sisi ekonomi dari hasil akhir analisis.

Perkembangan teknik analisis telah menjadi hal yang penting selama 25 tahun

terakhir. Metode berdasarkan penggunaan teori analisis memiliki beberapa macam

bentuk misalnya adalah berupa software desain perkerasan jalan berdasarkan

SPDM yang dikembangkan oleh Universitas Nottingham.

Pada tahun 1963, Perusahaan lnternasional Shell mempublikasikan seperangkat

nomogram/grafik yang dikembangkan dari analisis struktur dengan beberapa opsi

khusus. Meskipun berupa suatu software, namun SPDM dan adendumnya juga

dapat mempresentasikan metode desain dalam bentuk grafik, diagram, dan tabel.

SPDM didasarkan pada 3 lapis struktur yang terdiri atas perkerasan aspal dengan

dasar material berbutir di atas subgrade eksisting. Adapun beban lalu lintas

19

dikonversikan dalam standar beban gandar ekuivalen 80 kN. Masa layan/ umur

layan dari struktur tergambar dari banyaknya standar beban gandar ekuivalen

yang diaplikasikan ke struktur sebelum struktur mengalami kerusakan. Salah satu

parameter kerusakan adalah berupa: fatigue failure dari aspal dan deformasi

permanen akibat deformasi dari subgrade dan juga deformasi plastis dari lapisan

beraspal.

Kriteria paling utama dari kerusakan aspal adalah regangan horisontal pada

lapisan aspal bagian bawah, untuk deformasi subgrade adalah regangan vertikal

pada bagian atas subgrade, retak-retak pada lapisan aspal meningkat akibat

pengulangan regangan tarik. Retak-retak rambut, sekali terdeteksi akan menyebar

ke atas menyebabkan perlemahan perlahan-lahan dari struktur. Perkembangan

retak meningkat akibat akumulasi dari regangan permanen pada struktur.

Perhitungan kedalaman retak menggunakan prosedur analisis merupakan proses

yang kompleks. Pengalaman telah membuktikan bahwa rutting tidak akan terjadi

kecuali bila material didesain dengan jelek dan kurang pemadatannya.

2.2.6. Metode Analisa Komponen 2002

Menurut pedoman penentuan tebal perkerasan lentur jalan raya Departemen

Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Bina Marga, Metode Analisa Komponen Pt

T-01-2002-B, konstruksi jalan yang telah habis masa pelayanannya, telah

mencapai indeks permukaan akhir yang perlu diberi lapis tambahan untuk dapat

kembali mempunyai nilai kekuatan, tingkat kenyamanan, tingkat keamanan,

tingkat kekedapan terhadap air dan tingkat kecepatan air mengalir.

2.2.6.1. Tanah Dasar

Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung pada sifat-

sifat dan daya dukung tanah dasar. Dalam pedoman ini diperkenalkan modulus

resilien (MR) sebagai parameter tanah dasar yang digunakan dalam perencanaan

Modulus Resilien (MR) tanah dasar juga dapat diperkirakan dari CBR standar dan

hasil atau nilai tes soil index. Korelasi Modulus Resilien dengan nilai CBR

(Heukelom & Klomp) berikut ini dapat digunakan untuk tanah berbutir halus

(fine-grained soil) dengan nilai CBR terendam 10 atau lebih kecil.

20

MR (psi) = 1.500 x CBR(2.7)

Persoalan tanah dasar yang sering ditemui antara lain :

1) Perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) dari jenis tanah tertentu

sebagai akibat beban lalu-lintas.

2) Sifat mengembang dan menyusut dari tanah tertentu akibat perubahan kadar

air.

3) Daya dukung tanah tidak merata dan sukar ditentukan secara pasti pada

daerah dan jenis tanah yang sangat berbeda sifat dan kedudukannya, atau

akibat pelaksanaan konstruksi.

4) Lendutan dan lendutan balik selama dan sesudah pembebanan lalu-lintas

untuk jenis tanah tertentu.

5) Tambahan pemadatan akibat pembebanan lalu-lintas dan penurunan yang

diakibatkannya, yaitu pada tanah berbutir (granular soil) yang tidak

dipadatkan secara baik pada saat pelaksanaan konstruksi.

2.2.6.2. Angka Ekivalen Beban Gandar Sumbu Kendaraan (E)

Angka ekivalen (E) masing-masing golongan beban gandar sumbu (setiap

kendaraan) ditentukan menurut tabel pada Lampiran C. Tabel ini hanya berlaku

untuk roda ganda. Untuk roda tunggal karakteristik beban yang berlaku agak

berbeda dengan roda ganda. Untuk roda tunggal rumus berikut ini harus

dipergunakan.

Angka Ekuivalen = Beban gandar satu sumbu tunggal dalam KN53 KN ..(2.8) 2.2.6.3. Reliabilitas

Konsep reliabilitas merupakan upaya untuk menyertakan derajat kepastian

(degree of certainty) ke dalam proses perencanaan untuk menjamin bermacam-

macam alternatif perencanaan akan bertahan selama selang waktu yang

direncanakan (umur rencana).Faktor perencanaan reliabilitas memperhitungkan

kemungkinan variasi perkiraan lalu-lintas (w18) dan perkiraan kinerja (W18), dan

karenanya memberikan tingkat reliabilitas (R) dimana seksi perkerasan akan

bertahan selama selang waktu yang direncanakan. Pada umumnya, dengan

21

meningkatnya volume lalu-lintas dan kesukaran untuk mengalihkan lalu-lintas,

resiko tidak memperlihatkan kinerja yang diharapkan harus ditekan. Hal ini dapat

diatasi dengan memilih tingkat reliabilitas yang lebih tinggi. Tabel 2.2

memperlihatkan rekomendasi tingkat reliabilitas untuk bermacam-macam

klasifikasi jalan. Perlu dicatat bahwa tingkat reliabilitas yang lebih tinggi

menunjukkan jalan yang melayani lalu-lintas paling banyak, sedangkan tingkat

yang paling rendah, 50 % menunjukkan jalan lokal.

Tabel 2.2. Rekomendasi tingkat reliabilitas untuk bermacam-macam klasifikasi jalan.

Klasifikasi Jalan Rekomendasi tingkat reliabilitas

Perkotaan Antar Kota

Bebas Hambatan 85 99.9 80 99,9

Arteri 80 99 75 95

Kolektor 80 95 75 95

Lokal 50 80 50 80

Sumber : Pt T-01-2002-B

Reliabilitas kinerja-perencanan dikontrol dengan faktor reliabilitas (FR) yang

dikalikan dengan perkiraan lalu-lintas (w18) selama umur rencana untuk

memperoleh prediksi kinerja (W18). Untuk tingkat reliabilitas (R) yang diberikan,

reliability factor merupakan fungsi dari deviasi standar keseluruhan (overall

standard deviation, S0) yang memperhitungkan kemungkinan variasi perkiraan

lalu-lintas dan perkiraan kinerja untuk W18 yang diberikan. Dalam persamaan

desain perkerasan lentur, level of reliabity (R) diakomodasi dengan parameter

penyimpangan normal standar (standard normal deviate, ZR). Tabel 2.3

memperlihatkan nilai ZR untuk level of serviceability tertentu. Penerapan konsep

reliability harus memperhatikan langkah-langkah berikut ini :

1) Mendefinisikan klasifikasi fungsional jalan dan tentukan apakah merupakan

jalan perkotaan atau jalan antar kota.

2) Memilih tingkat reliabilitas dari rentang yang diberikan pada Tabel 2.3.

3) Deviasi standar (S0) harus dipilih yang mewakili kondisi setempat. Rentang

nilai S0 adalah 0,40 0,50.

22

Tabel 2.3. Nilai penyimpangan normal standar (standard normal deviate ) untuk tingkat reliabilitas tertentu.

Reliabilitas, R (%) Standar normal deviate, ZR 50 0,000 60 - 0,253 70 - 0,524 75 - 0,674 80 - 0,841 85 - 1,037 90 - 1,282 91 - 1,340 92 - 1,405 93 - 1,476 94 - 1,555 95 - 1,645 96 - 1,751 97 - 1,881 98 - 2,054 99

99,9 99,99

- 2,327 - 3,090 - 3,750

Sumber : Pt T-01-2002-B

2.2.6.4. Lalu Lintas Pada Lajur Rencana

Lalu lintas pada lajur rencana (w18) diberikan dalam kumulatif beban gandar

standar. Untuk mendapatkan lalu lintas pada lajur rencana ini digunakan

perumusan berikut ini :

w18 = DD x DL x 18...(2.9)

Dimana :

DD = faktor distribusi arah.

DL = faktor distribusi lajur.

18 = beban gandar standar kumulatif untuk dua arah.

Pada umumnya DD diambil 0,5. Pada beberapa kasus khusus terdapat

pengecualian dimana kendaraan berat cenderung menuju satu arah tertentu. Dari

beberapa penelitian menunjukkan bahwa DD bervariasi dari 0,3 0,7 tergantung

23

arah mana yang berat dan kosong. Faktor Distribusi Lajur (DL) disajikan dalam

Tabel 2.4.

Tabel 2.4 Faktor distribusi lajur (DL)

Jumlah lajur per arah % beban gandar standar dalam lajur rencana

1 100

2 80-100

3 60-80

4 50-75

Sumber : Pt T-01-2002-B

Lalu-lintas yang digunakan untuk perencanaan tebal perkerasan lentur dalam

pedoman ini adalah lalu-lintas kumulatif selama umur rencana. Besaran ini

didapatkan dengan mengalikan beban gandar standar kumulatif pada lajur rencana

selama setahun (w18) dengan besaran kenaikan lalu lintas (traffic growth). Secara

numerik rumusan lalu-lintas kumulatif ini adalah sebagai berikut :

Wt = w18 pertahun ((1+g)n-1)/g(2.10)

Dimana:

Wt = jumlah beban gandar tunggal standar kumulatif.

w18 = beban gandar standar kumulatif selama 1 tahun.

n = umur pelayanan (tahun).

g = perkembangan lalu lintas (%).

2.2.6.5. Indeks Permukaan (IP)

Indeks permukaan ini menyatakan nilai dari kerataan atau kehalusan serta

kekokohan permukaan yang bertalian dengan tingkat pelayanan bagi lalu lintas

yang lewat. Adapun beberapa nilai IP beserta artinya adalah seperti yang tersebut

di bawah ini :

IP = 1,0 : adalah menyatakan jalan dalam keadaan rusak berat sehingga

sangat mengganggu lalu lintas kendaraan.

IP = 1,5 : adalah tingkat pelayanan terendah yang masih mungkin (jalan

tidak terputus)

24

IP = 2,0 : adalah tingkat pelayanan rendah bagi jalan yang masih

mantap

IP = 2,5 : adalah menyatakan permukaan jalan masih cukup stabil dan

baik

Dalam menentukan indeks permukaan (IP) pada akhir umur rencana, perlu

dipertimbangkan faktor-faktor klasifikasi fungsional jalan sebagaimana

diperlihatkan pada Tabel 2.5.

Tabel 2.5. Indeks Permukaan pada Akhir Umur Rencana (IPT). Kualifikasi Jalan

Lokal Kolektor Arteri Bebas hambatan 1,0 1,5

1,5 1,5 2,0

-

1,5 1,5 2,0

2,0 2,0 2,5

1,5 2,0 2,0

2,0 2,5 2,5

- - -

2,5 Sumber : Pt T-01-2002-B

Dalam menentukan indeks permukaan pada awal umur rencana (IP0) perlu

diperhatikan jenis lapis permukaan perkerasan pada awal umur rencana sesuai

dengan Tabel 2.6 Indeks Permukaan pada Awal Umur Rencana (IP0).

Tabel 2.6. Indeks Permukaan pada Awal Umur Rencana (IP0)

Jenis Lapis Perkerasan IP0 Ketidakrataan *) (IRI,

m/km) LASTON 4

3,9 3,5 1,0 > 1,0

LASBUTAG 3,9 3,5 3,4 3,0

2,0 > 2,0

LAPEN 3,4 3,0 2,9 2,5

3,0 > 3,0

Sumber : Pt T-01-2002-B

2.2.6.6. Kondisi Struktur Perkerasan Jalan

Survey mengenai kondisi struktural perkerasan jalan dimaksudkan untuk

mengetahui tebal lapisan perkerasan jalan, jenis struktur, dan kondisi dari jalan

dimaksud yang meliputi:

1). Lapis permukaan (D1)

2). Lapis pondasi atas (D2)

3). Lapis pondasi bawah (D3)

25

Berdasarkan keadaan perkerasan di lapangan dapat dinilai kondisi

perkerasan sesuai dengan Tabel 2.7.

Tabel 2.7. Koefisien Kekuatan Relatif (a)

BAHAN KONDISI PERMUKAAN Koefisien kekuatan relatif (a)

Lapis permukaan Beton aspal Terdapat sedikit atau sama sekali tidak terdapat retak kulit buaya dan/atau

hanya terdapat retak melintang dengan tingkat keparahan rendah

10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan tinggi dan/atau >10% retak melintang dengan tingkat keparahan tinggi

0.35 0.40

0.25 0.35

0.20 0.30

0.14 0.20

0.08 0.15

Lapis pondasi yang distabilisasi

Terdapat sedikit atau sama sekali tidak terdapat retak kulit buaya dan/atau hanya terdapat retak melintang dengan tingkat keparahan rendah

10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan sedang dan/atau 10% retak melintang dengan tingkat keparahan sedang dan tinggi >10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan tinggi dan/atau >10% retak melintang dengan tingkat keparahan tinggi

0.20 0.35

0.15 0.25

0.15 0.20

0.10 0.20

0.08 0.15

Lapis pondasi atau lapis pondasi bawah granular

Tidak ditemukan adanya pumping, degradation, or contamination by fines. Terdapat pumping, degradation, or contamination by fines

0.10 0.14

0.00 0.10

Sumber : Pt T-01-2002-B

2.2.6.7. Lapisan Permukaan

Pada saat menentukan tebal lapis perkerasan, perlu dipertimbangkan

keefektifannya dari segi biaya, pelaksanaan konstruksi, dan batasan pemeliharaan

untuk menghindari kemungkinan dihasilkannya perencanaan yang tidak praktis.

Dari segi keefektifan biaya, jika perbandingan antara biaya untuk lapisan pertama

dan lapisan kedua lebih kecil dari pada perbandingan tersebut dikalikan dengan

koefisien drainase, maka perencanaan yang secara ekonomis optimum adalah

26

apabila digunakan tebal lapis pondasi minimum. Tabel 2.8 memperlihatkan nilai

tebal minimum untuk lapis permukaan berbeton aspal dan lapis pondasi agregat.

Tabel 2.8. Tebal minimum lapis permukaan berbeton aspal dan lapis pondasi agregat

Lalu-lintas (ESAL) Beton aspal LAPEN LASBUTAG Lapis pondasi

agregat inci cm inci cm inci cm inci cm

< 50.000 *) 1,0 *) 2,5 2 5 2 5 4 10 50.001 150.000 2,0 5,0 - - - - 4 10

150.001 500.000 2,5 6,25 - - - - 4 10 500.001 2.000.000 3,0 7,5 - - - - 6 15

2.000.001 7.000.000 3,5 8,75 - - - - 6 15 > 7.000.000 4,0 10,0 - - - - 6 15

*) atau perawatan permukaan **)Sumber : Pt T-01-2002-B

2.3. Analisis Data

2.3.1. Analisis Regresi

Analisis regresi adalah analisis data yang mempelajari cara bagaimana variabel-

variabel itu berhubungan dengan tingkat kesalahan yang kecil. Hubungan yang

didapat pada umumnya dinyatakan dalam bentuk persamaan matematika yang

menyatakan hubungan fungsional antara variabel variabel. Dengan analisis

regresi kita bisa memprediksi perilaku dari variabel terikat dengan menggunakan

data variabel bebas. Dalam analisis regresi terdapat dua jenis variabel, yaitu :

1. Variabel bebas, yaitu variabel yang keberadaannya tidak dipengaruhi oleh

variabel lain.

2. Variabel tak bebas/terikat, yaitu variabel yang keberadaannya dipengaruhi

oleh variabel bebas.

Hubungan linear adalah hubungan dimana jika satu variabel mengalami kenaikan

atau penurunan, maka variabel yang lain juga mengalami hal yang sama. Jika

hubungan antara variabel adalah positif, maka setiap kenaikan variabel bebas akan

membuat kenaikan juga pada variabel terikat. Setelahnya jika variabel bebas

mengalami penurunan, maka variabel terikat juga mengalami penurunan. Jika sifat

hubungan adalah negatif, maka setiap kenaikan dari variabel bebas mengalami

penurunan, maka variabel terikat akan mengalami kenaikan.(Sudjana, 1996)

27

Untuk menunjukkan seberapa kuat hubungan anatar variabel pada penelitian ini,

digunakan teknik analisis yang disebut dengan koefisien korelasi yang

disimbolkan dengan tanda r2 (rho) koefisien korelasi. Persamaan garis regresi

mempunyai berbagai bentuk baik linear maupun non linear. Dalam persamaan itu

dipilih bentuk persamaan yang memiliki penyimpangan kuadrat terkecil. Beberapa

jenis persamaan regresi seperti berikut :

1. Persamaan linear

y = a + b x...(2.11)

2. Persamaan parabola kuadratik (polynomial tingkat dua)

y = a + bx + cx2..(2.12)

3. Persamaan parabola kubik (polynomial tingkat tiga)

y = a + bx + cx2 + dx3(2.13)

Dimana :

y = Nilai variabel terikat, dalam hal ini adalah kuat tekan

x = Nilai variabel bebas, dalam hal ini adalah variasi residu oli

a, b, c, d = Koefisien

Penggunaan garis regresi ini dipilih karena model analisis regresi ini dianggap

sangat kuat dan luwes karena dapat mengkorelasikan sejumlah besar variabel

bebas dengan variabel terikat. Suatu variabel terikat dan variabel bebas terdapat

korelasi yang signifikan yang diuji melalui peluang ralat alpha. Variabel yang

diramalkan disebut kriterium dan variabel yang digunakan untuk meramal disebut

prediktor. Korelasi antara variabel kriterium dan variabel prediktor dapat

dilukiskan dalam suatu garis regresi. Garis regresi yang dianalisa adalah garis

regresi linear yang dinyatakan dalam persamaan matematis yang disebut

persamaan regresi. Tugas pokok analisis regresi adalah

1. Mencari korelasi antara kriterium dan prediktor

2. Menguji apakah korelasi itu signifikan atau tidak

3. Mencari persamaan garis regresi

4. Menemukan sumbangan relatif antara sesama prediktor jika prediktornya lebih

dari satu (Sutrisno Hadi,1987)

28

Persamaan garis regresi ini diperoleh dari sekumpulan data yang kemudian

disusun menjadi diagram pencar (scater). Dari diagram tersebut dengan bantuan

Microsoft ExcelTM dapat dibuat garis regresi liniernya, kemudian dari garis regresi

itu diperoleh persamaan regresi dan nilai koefisien determinasi.

2.3.2. Analisis Korelasi

Korelasi adalah salah satu teknik statistik yang digunakan untuk mencari

hubungan dua variabel atau lebih secara kuantitatif , untuk menggambarkan

derajat keeratan linearitas variabel terikat dengan variabel bebas, untuk mengukur

seberapa tepat garis regresi menjelaskan variasi variabel terikat. Ada dua

pengukuran korelasi, yaitu coefficient of determination (koefisien determinasi)

dan coefficient of correlation (koefisien korelasi).

Untuk keperluan perhitungan koefisien korelasi r berdasarkan sekumpulan data

(xi ,yi) berukuran n dapat digunakan rumus :

( ) ( ){ }{ }2222 yynxxnyxxyn

rii --

-= ..( 2.14)

Dimana :

r = Koefisien korelasi

n = Jumlah data

Lima variabel dikatakan berkorelasi, jika terjadi perubahan pada satu variabel

akan mengikuti perubahan pada variabel yang lain secara teratur, dengan arah

yang sama atau dapat pula dengan arah yang berlawanan. Koefisien korelasi

digunakan untuk menentukan kategori hubungan antara variabel terikat dengan

variabel bebas, indek/bilangan yang digunakan untuk menentukan kategori

keeratan hubungan berdasarkan nilai r adalah sebagai berikut:

1. 0 r 0,2 korelasi lemah sekali

2. 0,2 r 0,4 korelasi lemah

3. 0,4 r 0,7 korelasi cukup kuat

4. 0,7 r 0,9 korelasi kuat

5. 0,9 r 1 korelasi sangat kuat

29

r2 digunakan untuk menggambarkan ukuran kesesuaian yaitu melihat seberapa

besar proporsi atau presentase dari keragaman x yang diterangkan oleh model

regresi atau mengukur besar sumbangan dari variabel bebas terhadap keragaman

variabel tak bebas y. Koefisien determinasi menunjukkan persentase variasi nilai

variabel terikat yang dapat dijelaskan oleh persamaan regresi yang dihasilkan.

Nilai ini juga dapat digunakan untuk melihat sampel seberapa jauh model yang

terbentuk dapat menerangkan kondisi yang sebenarnya. Koefisien determinasi

berganda (r2) diartikan juga sebagai ukuran ketepatan garis regresi yang diperoleh

dari hasil pendugaan terhadap hasil penelitian. Rumus koefisien determinasi

berganda :

( ) ( )( )22

22102 .....

rrn

yyxbyxbybnr nni

--++-

= ....(2.15)

Dimana :

r2 = Koefisien determinasi berganda

b0,b1,bn = Koefisien persamaan regresi

30

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian

Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode analitikal

menggunakan bantuan perangkat lunak analisis bitumen dan perkerasan jalan.

Dimana data-data dari perkerasan eksisting dan Data Lalu Lintas Harian (LHR)

didapatkan dari instansi terkait, dalam hal ini Balai Pelaksana Teknis Wilayah

Surakarta Dinas Bina Marga Provinsi Jawa Tengah selaku pengelola Jalan

Kartasura - Boyolali. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui prediksi

kinerja aspal Retona Blend 55 dibanding dengan aspal penetrasi 60/70 bila

digunakan sebagai wearing course berupa AC. Cara yang dilakukan untuk

membandingkan kinerja aspal adalah dengan melakukan uji aspal yang berupa uji

penetrasi, daktilitas, titik lembek, titik nyala dan titik bakar untuk mengetahui

properti material, Tes Marshall untuk mengetahui properti campuran Asphalt

Concrete masing-masing aspal, dan analisis overlay design perkerasan jalan

dengan kedua jenis aspal untuk membandingkan overlay thickness dari masing-

masing campuran aspal.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat pelaksanaan penelitian ini adalah Laboratorium Jalan Raya Fakultas

Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dilaksanakan mulai bulan Mei 2010

hingga selesai.

3.3. Data

Teknik pengumpulan data dilaksanakan dengan metode eksperimen terhadap

beberapa benda uji dari berbagai kondisi perlakuan yang diuji di laboratorium

serta dengan metode survey, baik survey secara langsung maupun survey

terdahulu oleh instansi-instansi terkait. Untuk beberapa hal pada pengujian bahan,

digunakan data sekunder yang dikarenakan penggunaan bahan dan sumber yang

31

sama. Untuk data perkerasan jalan diambil dari referensi dari instansi terkait

berupa data sekunder. Sedangkan data primer diperoleh dari uji bahan secara

langsung. Jenis data pada penelitian ini dikelompokkan menjadi 2 yaitu data

primer dan sekunder.

3.3.1. Data Primer

Data primer adalah data yang dikumpulkan secara langsung melalui serangkaian

kegiatan percobaan yang dilakukan sendiri dengan mengacu pada petunjuk

manual yang ada serta survey yang dilakukan sendiri secara langsung yaitu :

1. Pengujian aspal yang berupa uji penetrasi, daktilitas, titik lembek, titik nyala,

dan titik bakar.

2. Analisis saringan agregat baru.

3. Marshall Test

4. Survey Kondisi Permukaan Jalan Perkerasan Eksisting

3.3.2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung (didapat dari

penelitian lain) untuk bahan/jenis yang sama dan masih berhubungan dengan penelitian serta data dari hasil survey intansi-instansi terkait. Dalam penelitian ini,

data sekunder antara lain:

1. Data berat jenis agregat

2. Data Lalu Lintas Harian (LHR)

3. Data Tes Pit

4. Data CBR tanah dasar

3.4. Alat

Apabila data sekunder berupa spesifikasi dan properti material tidak tersedia maka

alat yang dipergunakan pada Laboratorium lalan Raya Fakultas Teknik

Universitas Sebelas Maret Surakarta adalah sebagai berikut:

32

3.4.1. Alat Uji Marshall

Peralatan yang dipakai untuk Marshall Test adalah:

a. Kepala penekan yang berbentuk lengkung (breaking head);

b. Cincin penguji kapasitas 2500 kg (5000 Ibs) dengan ketelitian 12 kg (925 Ibs),

dilengkapi dengan arloji tekan dcngan ketelitian 0,025 cm (0,0001");

c. Arloji penunjuk kelelahan dengan ketelitian 0,0025 cm (0,001") dan

per1engkapannya;

d. Cetakan benda uji berbentuk silinder dengan diameter 10 cm, tinggi 7,5 cm (3

inci) lengkap dengan alat pelat atas dan leher sambung;

e. Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai 200C;

f. Bak perendam (waterbath) dilengkapi dengan pengatur suhu minimum 20C.

3.4.2. Alat Penunjang

Alat yang digunakan untuk persiapan dan penyelesaian penelitian terdiri dari:

a. Cetakan benda uji (mold);

b. Alat penumbuk (compactor) yang mempunyai permukaan tumbuk rata-rata

berbentuk silinder, dengan berat 4,536 kg (10 Ibs), tinggi jatuh bebas 45,7 cm

(18 inci);

c. Landasan pemadat terdiri dari balok kayu (jati dan seienisnya), berukuran kira-

kira 20 x 20 x 45 cm (12" x 12" x l") dan diikatkan pada lantai beton, dengan

empat bagian siku;

d. Timbangan yang dilengkapi dengan penggantung benda uji berkapasitas 2 kg

dengan ketelitian 1 gram;

e. Pengukur suhu berkapasitas 250C;

f. Dongkrak untuk melelepas benda uji;

g. Alat lain seperti panci, kompor, sendok, spatula, dan sarung tangan.

3.4.3. Alat Uji Penetrasi Aspal

Peralatan yang digunakan untuk uji penetrasi aspal antara lain:

a. Alat penetrasi yang dapat menggerakkan pemegang jarum naik turun tanpa

gesekan dan dapat mengukur penetrasi sampai 0,1 mm;

33

b. Pemegang jarum seberat (47,2 0,05) gram yang dapat dilepas dengan mudah

dari alat penetrasi;

c. Pemberat (50 0,05) gram dan (100 0,05) gram masing-masing

dipergunakan untuk mengukur penetrasi dengan beban 100 gram dan 200

gram;

d. Jarum penetrasi dibuat dari stainless steel mutu 44C atau HRC 64 sampai 60.

Ujung jarum harus berbentuk kerucut terpancung;

e. Cawan contoh terbuat dari logam atau gelas berbentuk silinder dengan

diameter 55 mm dan tinggi 35 mm;

f. Bak perendam;

g. Tempat air untuk benda uji;

h. Termometer;

i. Stopwatch.

3.4.4. Alat Uji Titik Lembek Aspal

Peralatan yang digunakan untuk pengujian titik lembek aspal sebagai berikut:

a. Termometer;

b. Cincin stainless steel;

c. Bola logam (gotri),d = 3,5 mm, berat (3,45 - 3,55) gram;

d. Pengarah bola baja;

e. Dudukan benda uji;

f. Gelas beker (10 - 14,5) cm; .

g. Penjepit;

h. Pelat pemanas;

i. Sumber panas.

3.4.5. Alat Uji Titik Nyala dan Titik Bakar Aspal

Peralatan yang digunakan untuk pengujian titik nyala dan titik bakar aspal sebagai

berikut:

a. Cleveland open cup / cawan kuningan;

b. Pelat pemanas, terdiri dari logam untuk melekatkan cawan kuningan dan

bagian atas dilapisi seluruhnya oleh asbes setebal 0,6 cm;

34

c. Sumber pemanas. Pembakar gas atau tungku listrik, atau pembakar alcohol

yang tidak menimbulkan asap atau nyala di sekitar bagian atas cawan;

d. Termometer;

e. Penahan angin;

f. Nyala penguji, yang dapat diatur dan memberikan nyala dengan diameter (3,2 -

4,8) mm dengan panjang tabung 7,5 cm;

3.4.6. Alat Uji Daktilitas Aspal

Peralatan yang digunakan untuk pengujian daktilitas aspal adalah sebagai berikut:

a. Termometcr:

b. Cetakan daktilitas kuningan;

c. Bak perendam isi l0 liter yang dapat menjaga suhu tertentu selama pengujian

dengan ketelitian 0,lC dan benda uji dapat direndam sekurang-kurangnya 10

cm di dalam permukaan air. Bak tersebut dilengkapi dengan pelat dasar yang

berlubang diletakkan 5 cm dari dasar bak perendam untuk meletakkan benda;

d. Mesin uji dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Dapat menarik benda uji dengan kecepatan tetap;

b. Dapat menjaga benda uji tetap terendam dan tidak menimbulkan getaran

selama pemeriksaan.

c. Pelat dasar;

d. Alat pemanas;

e. Talk gliserin dan kuas.

3.4.7. Alat Uji Berat Jenis Aspal

Peralatan yang digunakan untuk pengujian berat jenis aspal sebagai berikut:

a. Termometer;

b. Bak perendam yang dilengkapi dengan pengatur suhu dengan ketelitian (2,5 +

0,1)C;

c. Picnometer;

d. Air suling sebanyak 100 cm3;

e. Bejana gelas;

f. Timbangan/ neraca.

35

3.4.8. Alat Uji Berat Jenis Agregat Kasar

Peralatan yang digunakan untuk pengujian berat jenis agregat kasar adalah

sebagai berikut:

a. Timbangan kapasitas 5 kg dengan ketelitian 100 mg;

b. Bejana;

c. Tangki air;

d. Ayakan.

3.4.9. Alat Uji Berat Jenis FiIler

Peralatan yang digunakan untuk pengujian berat jenis filler sebagai berikut:

a. Piknometer;

b. Termometer

c. Neraca;

d. Oven;

e. Aquades.

Pada penelitian ini digunakan Material Testing Apparatus (MATTA) yang dapat

diperoleh dari Puslitbang Bandung atau Laboratorium Jalan Raya Universitas

Sebelas Maret Surakarta.

3.5. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

a. Batu pecah dan agregat halus

b. Pasir quarry Muntilan Yogyakarta

c. Aspal minyak penetrasi 60/70

d. Aspal Retona Blend 55

3.6. Prosedur Pengujian Karakteristik Bahan

3.6.1. Pengujian Penetrasi Aspal

Langkah-langkah dalam pengujian penetrasi aspal adalah sebagai berikut:

a. Contoh dipanaskan perlahan-lahan serta diaduk hingga cukup cair untuk dapat

36

dituangkan. Pemanasan tidak lebih dari 90C di atas titik lembek;

b. Waktu pemanasan tidak boleh melebihi 30 menit. Contoh perlahan-lahan

diaduk agar udara tidak masuk ke dalam contoh;

c. Setelah contoh cair merata, dituangkan ke dalam tempat contoh dan didiamkan

hingga dingin;

d. Menutup benda uji agar bebas dari debu dan mendiamkannya pada suhu ruang

selama 1 - 1,5 jam;

e. Meletakkan benda uji dalam bak perendam dengan suhu 25C selama 1 - 1,5

jam;

f. Memasang jarum penetrasi pada pemegang jarum yang telah dibersihkan

kemudian mengeringkan jarum penetrasi tersebut dengan lap bersih dan

memasang jarum pada pemegang jarum;

g. Meletakkan pemberat 100 gram di atas jarum;

h. Memindahkan benda uji dari bak perendam ke bawah alat penetrasi;

i. Menurunkan jarum perlahan-lahan sampai jarum tersebut menyentuh

permukaan benda uji;

j. Mengatur angka nol di arloji penetrometer hingga jarum penunjuk berimpit

dengannya;

k. Melepaskan pemegang jarum dan serentak jalankan stopwatch selama jangka

waktu 5 detik;

l. Membaca angka penetrasi yang berimpit dengan jarum penunjuk;

m. Melakukan pekerjaan dengan urutan yang sama tidak kurang dari 3 kali untuk

benda uji yang sama dengan ketentuan setiap titik pemeriksaan berjarak satu

sama lain dan dari tepi dinding lebih dari 1 cm.

3.6.2. Pengujian Titik Lembek Aspal

Langkah untuk pemeriksaan titik lembek aspal adalah sebagai berikut:

a. Contoh dipanaskan (160C-170C) perlahan-lahan sambil diaduk terus-

menerus hingga cair merata. Waktu pernanasan aspal tidak boleh lebih dari 2

jam;

b. Memanaskan 2 buah cincin sampai mencapai suhu tuang contoh dan

meletakkan kedua cincin.di atas pelat kuningan yang telah diberi lapisan dari

37

campuran gliserin dan talk;

c. Menuangkan contoh ke dalam 2 buah cincin. Mendiamkannya sekurang-

kurangnya selama 30 menit;

d. Meratakan permukaan contoh dalam cincin dengan pisau yang telah

dipanaskan setelah contoh menjadi dingin;

e. Kedua benda uji diatur dan dipasang di atas dudukannya dan pengarah bola

diletakkan di atasnya. Kemudian seluruh peralatan tersebut dimasukkan ke

dalam bejana gelas;

f. Mengisi bejana gelas dengan air suling baru dengan suhu 5C sehingga tinggi

permukaan air berkisar 101,6 mm sampai 108 mm. Meletakkan termometer

yang sesuai dengan pekerjaan ini di antara kedua benda uji (kurang lebih 12,7

mm dari tiap cincin);

g. Jarak antara permukaan pelat dasar dengan dasar benda uji diatur dan diperiksa

sehingga rnenjadi 25,4 mm;

h. Meletakkan bola. baja yang bersuhu 5C di atas dan di tengah permukaan

masing-masing benda uji yang bersuhu 5C menggunakan penjepit dan

memasang kembali pengarah bola;

i. Memanaskan bejana hingga kenaikan suhu rnenjadi 5C per menit. Kecepatan

pemanasan ini tidak boleh diambil dari kecepatan pemanasan rata-rata dari

awal dan akhir pekerjaan. Untuk 3 menit pertama beda kecepatan tidak boleh

lebih dari 0,5C sampai bola baja menyentuh permukaan pelat dasar.

3.6.3. Pengujian Titik Nyala dan Titik Bakar Aspal

Langkah untuk pemeriksaan titik nyala dan titik bakar aspal adalah sebagai

berikut:

a. Memanaskan contoh aspal antara 148C - 176C sampai cukup cair;

b. Mengisi cawan Cleveland sampai garis dan menghilangkan gelembung udara

yang ada di permukaan cairan;

c. Meletakkan cawan di atas pelat pemanas dan mengatur sumber pemanas

sehingga terletak di bawah titik tengah cawan;

d. Meletakkan nyala penguji dengan poros pada jarak 7,5 cm dari titik tengah;

e. Menempatkan termometer tegak lurus di dalam benda uji dengan jarak 6,4 mm

38

di atas cawan, dan terletak pada satu garis yang menghubungkan titik tengah

cawan dan titik poros nyala penguji;

f. Kemudian mengatur poros thermometer sehingga terletak pada jarak

diameter cawan dari tepi;

g. Menempatkan penahan angin di depan nyala penguji;

h. Menyalakan sumber pemanas dan mengatur pemanasan sehingga kenaikan

suhu menjadi (15 1C) per menit sampai benda uji mencapai suhu 56C, di

bawah titik nyala perkiraan;

i. Mengatur kecepatan pemanasan 5C sampai 6C per menit pada suhu antara

56C dan 28C di bawah titik nyala perkiraan;

j. Menyalakan nyala penguji dan mengatur agar diameter nyala penguji tersebut

menjadi 3,2 - 4,8 mm;

k. Memutar nyala penguji sehingga melalui permukaan cawan (dari tepi ke tepi

cawan) dalam waktu satu detik. Mengulangi pekerjaan tersebut setiap kenaikan

2C;

l. Melanjutkan pekerjaan i-k sampai terlihat nyala singkat pada suatu titik di atas

permukaan benda uji. Bacalah suhu pada termometer dan catat.

m. Melanjutkan langkah sampai terlihat nyala yang agak lama sekurang-

kurangnya 5 detik di atas benda uji. Bacalah suhu termometer dan catat.

3.6.4. Pengujian Daktilitas Aspal

Langkah untuk pengujian daktilitas aspal adalah sebagai berikut:

a. Melapisi semua bagian dalam cetakan daktilitas dan bagian atas pelat dasar

dcngan campuran gliserin dan talk. Memasang cetakan daktilitas di atas pelat

dasar;

b. Memanaskan contoh aspal kira-kira 100 gram hingga cair dan dapat

dituangkan;

c. Pemanasan dilakukan sampai suhu antara 80C sampai 100C di atas titik

lembek, kemudian dituangkan dalam cetakan;

d. Mendinginkan cetakan pada suhu ruang selama 30-40 menit lalu memindahkan

seluruhnya ke dalam bak perendam yang telah disiapkan pada suhu

pemeriksaan selama 30 menit, kemudian meratakan contoh yang berlebihan

39

dengan pisau yang panas hingga cetakan terisi penuh dan rata;

e. Benda uji didiamkan pada suhu 25C dalam bak perendam selama 85-95 menit,

kemudian dilepaskan dari pelat dasar dan sisi-sisi cetakannya;

f. Benda uji dipasang pada alat mesin uji dan ditarik secara teratur dengan

kecepatan 5 cm/menit sampai benda uji putus. Perbedaan kecepatan lebih

kurang 5% masih diijinkan;

g. Membaca jarak antara pemegang cetakan pada saat benda uji putus (dalam

cm). Selama percobaan berlangsung benda uji harus selalu terendam sekurang-

kurangnya 2,5 cm dari air dan suhu harus dipertahankan tetap (25 0,5) C.

3.6.5. Pengujian Berat Jenis Aspal

Langkah pengujian berat jenis aspal adalah sebagai berikut:

a. Memanaskan contoh aspal keras sejumlah 50 gram, sampai menjadi cair dan

mengaduk untuk mencegah pemanasan setempat;

b. Menuangkan contoh tersebut ke dalam picnometer yang telah kering hingga

terisi bagian;

c. Mengisi bejana dengan air suling sehingga diperkirakan bagian atas picnometer

yang tidak terendam 40 mm. Kemudian bejana tersebut dijepit dan direndam

dalam bak perendam sehingga terendam sekurang-kurangnya 100 mm. Suhu

bak perendam diatur pada suhu 25C;

d. Picnometer dibersihkan, dikeringkan dan ditimbang dengan ketelitian 1 mg

(A);

e. Bejana diangkat dari bak perendam dan picnometer diisi dengan air suling

kemudian picnometer ditutup tanpa ditekan;

f. Meletakkan picnometer ke dalam bejana dan menekan penutup sehingga rapat,

mengembalikan bejana berisi picnometer ke dalam bak perendam.

Mendiamkan bejana tersebut di dalam bak perendam selama sekurang-

kurangnya 30 menit, kemudian mengangkat picnometer dan mengeringkan

dengan lap. Menimbang picnometer dengan ketelitian 1 mg (B);

g. Menuangkan benda uji tersebut ke dalam picnometer yang telah kering hingga

terisi bagian;

h. Membiarkan picnometer sampai dingin, waktu tidak kurang dari 40 menit dan

40

menimbang dengan penutupnya dengan ketelitian 1 mg (C);

i. Mengisi picnometer yang berisi benda uji dengan air suling, menutupnya tanpa

ditekan, dan mendiamkannya agar gelembung udara keluar;

j. Mengangkat bejana dari bak perendam dan meletakkan picnometer di

dalamnya dan kemudian menekan penutupnya rapat-rapat. Memaasukkan dan

mendiamkan bejana dalam bak perendam selama sekurang-kurangnya 30

menit. Mengangkat, mengeringkan dan menimbang picnometer.

3.6.6. Pengujian Berat Jenis Agregat Kasar

Langkah untuk pengujian berat jenis agregat kasar sebagai berikut:

a. Mengambil kerikil kering oven;

b. Menimbang kerikil seberat 5000 gram (A);

c. Memasukkan kerikil ke dalam container dan direndam selama 24 jam;

d. Setelah 24 jam, container dan kerikil ditimbang dalam keadaan terendam

dalam air (B);

e. Mengangkat container dari dalam. air kemudian mengeringkan kerikil dengan

dilap;

f. Menimbang kerikil dalam kondisi SSD (E);

g. Menimbang container dalam air (C);

h. Menghitung berat agregat dalam air dengan cara mengurangkan hasil

penimbangan langkah ke-4 dengan berat container (D).

3.6.7. Pengujian Berat Jenis Filler

Langkah untuk pengujian berat jenis filler adalah sebagai berikut:

a. Picnometer ditimbang dalam keadaan kosong dan kering (a gram);

b. Picnometer diisi aquades sampai penuh lalu ditimbang dan suhunya diukur (b

gram);

c. Picnometer diisi contoh tanah kering yang telah dioven selama 24 jam (tanah

yang dimasukkan ke dalam picnometer sebianyak 1/3 volume picnometer);

d. Picnometer yang berisi tanah kering ditimbang (e gram);

e. Picnometer berisi tanah kering diisi aquades sampai batas bawah leher

picnometer dan didiamkan selama 24 jam dalam keadaan tertutup;

41

f. Selanjutnya picnometer diketuk-ketuk sampai gelembung udara tidak ada

dalam air, aquades kelihatan jernih kemudian diisi aquades sampai penuh dan

ditimbang (d gram);

g. Mengukur suhu aquades dalam picnometer.

3.7. Prosedur Pengujian BendaUji

Berdasarkan American Standard for Testing Materials (ASTM), jumlah benda uji

yang diperlukan pada suatu penelitian berjumlah 3 buah benda uji untuk masing-

masing kondisi perlakuan. Untuk menguji karakteristik aspal keras dilakukan

empat pengujian yang terdiri dari uji penetrasi, uji titik lembek aspal, uji titik

nyala api, uji daktilitas, dan uji berat jenis aspal. Untuk menguji karakteristik

agregat dilakukan pemeriksaan keausan agregat kasar (data quarry), uji berat jenis

agregat, dan uji berat jenis filler. Data-data untuk memperoleh hasil uji tersebut

kesemuanya merupakan data primer.

Untuk mencari kadar aspal optimum pada campuran aspal panas dengan aspal

penetrasi 60/70 (aspal minyak) dilakukan pengujian Marshall Test dengan variasi

kadar aspal, menggunakan variasi kadar aspal: 4%; 4,5%; 5%; 5,5%; 6% (merujuk

pada hasil analisis saringan agregat). Tiap kadar aspal dibuat 3 benda uji, sehingga

dalam pengujian Marshall Test aspal optimum dibuat 15 benda uji. Setelah

didapatkan kadar aspal optimum, hasilnya akan dipakai untuk komposisi Asphalt

Mix pada program BANDS.

Langkah awal dalam pembuatan.benda uji adalah menentukan gradasi terhadap

material agregat dan pasir yang digunakan sesuai spesifikasi mix design existing.

Agregat yang sudah disaring, dicuci, lalu dioven. Langkah selanjutnya dapat

dibagi dalam beberapa tahap sebagai berikut :

a. Langkah ke-l

Menghitung persentase yang dibutuhkan tiap saringan pada tiap gradasi yang

dipakai. Agregat ditimbang secara kumulatif dengan berat campuran total 1100

gram. Persentase berat aspal dihitung dari berat total campuran, dengan interval

0,5% berat campuran.

42

b. Langkah ke-2

Agregat dipanaskan sampai dengan suhu 170C - 200C kemudian dicampur

dengan aspal yang sudah dipanaskan (cair) sampai dengan suhu pencairan 80oC

sampai 100oC di atas titik lembek masing-masing aspal sesuai jumlah yang telah

dihitung dan sambil diaduk terus hingga merata, kemudian menurunkan campuran

dari tungku pemanas sampai dengan suhu 140C. Campuran dimasukkan ke

dalam cetakan mold yang telah dipersiapkan, tusuk-tusuk dengan spatula agar

posisi agregat dapat saling mengunci.

c. Langkah ke-3

Campuran yang ada dalam mold dipadatkan dengan jumlah tumbukan 75 kali tiap

sisi cetakan (atas dan bawah). Benda uji dikeluarkan dari mold dengan dongkrak.

d. Langkah ke-4

Setelah pembuatan benda uji selesai, kemudian dilakukan job mix formula, untuk

mendapatkan kadar aspal optimum yang selanjutnya didapatkan beberapa properti

material yaitu: kadar aspal optimum, presentase agregat, dan porositas campuran.

Selanjutnya data-data ini digunakan sebagai data masukan ke software analisis

bitumen.

3.7.1 Pengujian Marshall Test

Benda uji yang telah dibuat, diuji dengan alat uji Marshall dengan langkah-

langkah sebagai berikut:

a. Benda uji dibersihkan dari kotoran yang menempel;

b. Benda uji diberi tanda pengenal;

c. Tiap benda uji diukur tingginya 4 kali pada tempat yang berbeda kemudian

dirata-rata dengan ketelitian 0,1 mm;

d. Benda uji ditimbang dalam keadaan kering;

e. Benda uji direndam dalam waterbath selama 30 menit, dengan suhu

perendaman 60C;

f. Kepala penekan Marshall dibersihkan dan permukaannya dilapisi dengan oli

agar benda uji mudah dilepas;

g. Setelah benda uji dikeluarkan dan waterbath, segera diletakkan pada alat uji

43

Marshall yang dilengkapi dengan arloji kelelahan (flow meter) dan arloji

pembebanan/stabilitas;

h. Pembebanan dilakukan hingga mencapai maksimum yaitu pacta saat arloji

pembebanan berhenti dan berbalik arah, saal itu pula flow meter dibaca;

i. Benda uji dikeluarkan dan alat uji Marshall dan pengujian benda uji.

3.8. Perangkat Lunak BANDS

Analisa properti material bitumen menggunakan software BANDS dilakukan

dengan urutan langkah sebagai berikut:

a. Dari Menu bar Nomographs pilih Bitumen Stiffness;

b. Kemudian pada bagian yang disediakan diisi berupa data uji laboratorium/ data

sekunder yaitu : nilai softening point, nilai penetration index, suhu bitumen,

dan waktu pembebanan, sehingga secara otomatis didapatkan nilai bitumen

stiffness di bagian bawah floating bar sebesar (x) MPa;

c. Langkah selanjutnya mencari Asphalt Mix Stiffness, Fatigue Life, dan Asphalt

Mix Performances dengan cara yang sama dengan saat menganalisa Bitumen

Stiffness.

d. Dari software ini, selanjutnya didapatkan keandalan properti material aspal

konvensional pen 60/70.

Berikut ini urutan langkah analisis fatigue life dengan software BANDS akan

disajikan dalam Gambar 3.1 dan tampilan worksheet software BANDS dalam

Gambar 3.2.

44

Choose Menu Bar Nomographs Choose Bitumen Stiffness Choose Asphalt Mix Performance Input data: Input data: - Softening point - Time of loading - Pen. value - Bitumen Temp. - Bitumen Temp. - Pen. value - Penetration temp. - Penetration temp. - Time of loading - Softening point

- Vol. percentage bitumen - Vol. percentage of aggregate

Output: - Fatigue Strain - Bitumen Stiffness - Penetration index

Output: - Penetration index

Choose Asphalt Mix Stiffness - Bitumen Stiffness - Asphalt Mix Stiffness - Fatigue life

Input data: - Bitumen Stiffness - Vol. percentage bitumen - Vol. percentage aggregate Output: - Precentage of Voids - Asphalt Mix Stiffness Choose Fatigue Life Input data: - Vol. percentage bitumen - Asphalt Mix Stiffness - Fatigue strain Output: Fatigue Life

Gambar 3.1. Diagram Alur Analisis Fatigue Life dengan Software BANDS

Gambar 3.2. Tampilan

3.9. Perangkat Lunak SPDM

Software SPDM digunakan untuk merenca

sesuai dengan input data yang ada baik untuk jalan baru ataupun untuk keperluan

lapis ulang (overlay), adapun urutan langkah menjalankan program ini adalah

sebagai berikut:

a. Dari Menu bar Project,

rutting calculation; ataupun

b. Menentukan iklim daerah berupa suhu rata

c. Kemudian menentukan kondisi perkerasan eksisting berupa: ketebalan lapisan,

modulus elastisitas, poisson ratio

d. Menentukan karakteristik

e. Menentukan besarnya lalu lintas dan umur layan rencana;

f. Menentukan nama asphalt mix

bitumennya;

g. Menentukan properti material

poison ratio, modulus elastisitas, dsn ketebalan;

h. Langkah selanjutnya adalah mengklik

sehingga hasil analisis dapat muncul di layar komputer.

Gambar 3.2. Tampilan worksheet software BANDS

Perangkat Lunak SPDM

Software SPDM digunakan untuk merencanakan tebal perkerasan jalan yang

sesuai dengan input data yang ada baik untuk jalan baru ataupun untuk keperluan

), adapun urutan langkah menjalankan program ini adalah

, dipilih menu, lalu ditentukan untuk thickness design

; ataupun overlay design;

entukan iklim daerah berupa suhu rata-rata tahunan;

entukan kondisi perkerasan eksisting berupa: ketebalan lapisan,

poisson ratio, dan persentase kadungan bitumennya;

entukan karakteristik base layers dan sub grade strain;

entukan besarnya lalu lintas dan umur layan rencana;

asphalt mix yang akan dipakai dan presentase kandungan

entukan properti material asphalt mix untuk overlay berupa data

, modulus elastisitas, dsn ketebalan;

Langkah selanjutnya adalah mengklik Menu bar Result dan calculate

dapat muncul di layar komputer.

45

nakan tebal perkerasan jalan yang

sesuai dengan input data yang ada baik untuk jalan baru ataupun untuk keperluan

), adapun urutan langkah menjalankan program ini adalah

thickness design,

entukan kondisi perkerasan eksisting berupa: ketebalan lapisan,

e kadungan bitumennya;

yang akan dipakai dan presentase kandungan

berupa data-data:

calculate (F5)

Berikut ini analisis design overlay

Gambar 3.3 dan tampilan worksheet

Input data Input data Input dataClimate Existing Subgrade Layer Strain

Result:

Gambar 3.3. Diagram Alur Analisis

Gambar 3.4. Tampilan

design overlay dengan software SPDM akan disajikan dalam

worksheet software BANDS dalam Gambar 3.4

Choose Menu Bar Project

Choose Overlay Design

Input data Input data Input data Input dataSubgrade Traffic Overlay StiffnessStrain Mix

Result: Overlay Thickness (meter)

. Diagram Alur Analisis Overlay Design dengan software SPDM

Gambar 3.4. Tampilan worksheet software SPDM

Input 4 : Traffic

Input 6 : Stiffness

Input 5 : Overlay Mix

Input 3 : Subgrade Strain

Input 2 : Existing Layer

Input 1 : Climate

46

akan disajikan dalam

Input data Stiffness

SPDM

Input 5 : Overlay Mix

Input 3 : Subgrade Strain

ut 2 : Existing Layer

47

3.10. Metode Analisa Komponen 2002

Metode Analisa Komponen 2002 adalah metode perhitungan yang dipergunakan

untuk menghitung tebal perkerasan jalan, baik perkerasan baru maupun overlay.

Untuk perencanaan design overlay perkerasan jalan, urutan langkah-langkah

perhitungannya adalah sebagai berikut:

a. Menentukan kekuatan jalan lama berdasarkan tebal perkerasan jalan lama dan

koefisien kekuatan relative masing-masing lapis perkerasan;

b. Menentukan nilai CBR tanah dasar, kemudian hitung modulus resilien (MR);

c. Menentukan perkembangan lalu lintas dengan cara menghitung perkembangan

Lalu Lintas Harian Rata-rata (LHR) pada tahun sebelumnya, kemudian

menghitung LHR pada awal umur rencana overlay perkerasan jalan;

d. Menghitung angka ekivalen (E) masing-masing kendaraan yang melintas pada

perkerasan jalan yang diteliti;

e. Menghitung beban gandar standar untuk lajur rencana per tahun (W18 per

tahun);

f. Menghitung beban gandar standar untuk lajur rencana selama umur rencana

(W18);

g. Menentukan tingkat reliabilitas berdasarkan klasifikasi perkerasan jalan;

h. Menentukan nilai Deviasi Standar;

i. Menentukan indeks permukaan pada akhir umur rencana (IPt) berdasarkan

kondisi perkerasan jalan lama;

j. Menentukan indeks permukaan pada awal umur rencana (IP0) berdasarkan

jenis perkerasan yang akan digunakan sebagai bahan perkerasan untuk

overlay;

k. Menentukan nilai ITP dengan cara plot nilai Standar Deviasi (SD), beban

gandar standar untuk lajur rencana selama umur rencana (W18), dan Modulus

Resilien (MR).

l. Menentukan tebal overlay berdasarkan Indeks Tebal Perkerasan (ITP) jalan

lama dan nilai ITP .

48

3.11. Tahap Penelitian

Dalam melaksanakan penelitian ini dilakukan beberapa tahapan kerja, yaitu:

a. Tahap ke-l : Persiapan

Mernpersiapkan alat-alat. dan bahan-bahan serta data-data yang akan digunakan

dalam penelitian ini. Bahan yang harus dipersiapkan yaitu: agregat, aspal minyak

penetrasi 60/70, aspal Retona Blend 55 dan membersihkan alat-alat yang akan

dipergunakan. Selanjutnya dilakukan pengujian di laboratorium untuk

mendapatkan properti material secara lengkap. Setelah itu dilakukan pembuatan

rancang campur (JMF) untuk mendapatkan kadar aspal optimum sebagai dasar

melakukan.

b. Tahap ke-2 : Analisis Data dengan software BANDS

Data-data hasil pengujian laboratorium maupun hasil pengumpulan data sekunder

dari pabrik pembuat aspal pen berupa softening point dan penetration index

selajutnya dimasukkan ke software BANDS untuk mendapatkan output berupa

bitumen stiffness, asphalt mix stiffness.

c. Tahap ke-3 : Analisis Data dengan SPDM

Selanjutnya untuk dapat memodelkan ketebalan lapisan overlay maka dilakukan

analisis menggunakan software SPDM dengan input berupa iklim, perkerasan

eksisting, subgrade strain, properti material asphalt mix, dan data lalu lintas.

d. Tahap ke-4 : Analisis Data dengan Metode Analisa Komponen 2002

Data-data hasil pengumpulan data sekunder berupa data hasil Tes Pit, CBR tanah

dasar, dan Lalu Lintas Harian Rata-rata (LHR) selanjutnya juga dianalisis dengan

Metode Analisa Komponen 2002 untuk mendapatkan ketebalan lapis overlay

perkerasan jalan.

49

3.12. Kerangka Analitis

berikut:

START

Persiapan alat dan bahan untuk

uji properti material

Uji Laboraturium Aspal pen 60/70: Uji Laboraturium Aspal Retona Blend 55: 1. Softening Point 1.Softening Point 2. Penetration Index 2.Penetration Index 3. Penetration Value &Temp 3.Penetration Value &Temp 4. Presentase bitumen agregat 4.Presentase bitumen agregat

Pembuatan Job Mix Formula Pembuatan Job Mix Formula

Pembuatan benda uji Aspal pen 60/70: Pembuatan benda uji Aspal Retona Blend 55:

Kadar aspal: 4;4,5; 5; 5,5; 6% Kadar aspal: 4;4,5; 5; 5,5; 6%

(@ 3 benda uji) (@ 3 benda uji)

Tes dan analisis Marshall Tes dan analisis Marshall

Output: Output:

- Kadar aspal optimum - Kadar aspal optimum - Presentase agregat - Presentase agregat - Porositas campuran - Porositas campuran

Analisis dengan bantuan program:

BANDS (Bitumen & Asphalt Nomographs)

A B

50

A B

Output 1: Output 2: Perbandingan Aspal Perbandingan Aspal Retona Blend 55 dan Aspal Pen Retona Blend 55 dan Aspal Pen 60/70 sebagai material: 60/70 sebagai Asphalt Mix - Bitumen Stiffness (MPa) - Mix Stiffness (MPa) - Fatigue Life - Fatigue Strain

Optimasi Kinerja Keandalan aspal Retona Blend

- Sebagai material - Sebagai asphalt mix

Analisis dan Pembahasan Data Asphalt Mix untuk proses analisis selanjutnya

Input Analisis 1: Input Analisis 2: - Mix Stiffness - data lapis perkerasan - presentase bitumen (data eksisting Jl. Kartasura-Boyolali) - presentase agregat - data LHR - data CBR tanah dasar

Analisis dengan SPDM Analisis dengan Metode Analisa (Shell Pavement Design Method) Komponen 2002

Output Perkerasan Output Perkerasan Output ketebalan dengan aspal dengan aspal Pen overlay perkerasan Retona Blend 55: 60/70: jalan

Overlay Thickness Overlay Thickness

Pembahasan dan Kesimpulan: 1. Perbandingan properti Aspal Retona Blend 55 dan Aspal Pen 60/70 2. Perbandingan kinerja perkerasan dengan Aspal Retona Blend 55 dan Aspal Pen 60/70 3. Perbandingan design overlay dengan menggunakan software BANDS dan SPDM dan

dengan menggunakan Metode Analisa Komponen 2002

FINISH

51

3.13. Jadwal Rencana Penelitian

Jadwal penelitian disusun untuk memperlancar kegiatan penelitian sehingga

dapat memberikan arah dan gambaran urutan kegiatan penelitian yang

sistematis dan terstruktur. Jadwal kegiatan penelitian dapat dilihat pada Tabel

3.1. berikut ini:

Tabel 3.1. Jadwal Kegiatan Penelitian

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Data yang diperoleh melalui pengujian benda uji yang dilakukan di Laboratorium

Jalan Raya Fakultas Teknik Sipil UNS merupakan data awal yang akan d

untuk mengetahui karakteristik

dikemukakan tentang hasil pemeriksaan bahan, pengujian benda uji dan

pembahasannya.

4.1. Hasil Pemeriksaan Agregat Baru

Pemeriksaan agregat yang digunakan dalam penelitian dilakukan secara visual.

Pemeriksaan visual berupa pemeriksaan terh

permukaan agregat kasar, dan hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa agregat yang

digunakan memiliki tekstur permukaan yang kasar (

bervariasi seperti dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1.

Pemeriksaan agregat di laboratoriu

berat jenis semu agregat kasar dan berat jenis semu agregat halus (

gravity). Pemeriksaan ini dilakukan di La

CA

BAB 4

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Data yang diperoleh melalui pengujian benda uji yang dilakukan di Laboratorium

Jalan Raya Fakultas Teknik Sipil UNS merupakan