bab i pendahuluan - portal wisudaabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/c0112036_bab1.pdf · semua...

34
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan ekspresi pandangan, ide-ide, perasaan, pemikiran dan semua kegiatan mental manusia yang diungkapkan dalam bahasa sastra juga berupa bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif oleh manusia pada kehidupannya mengunakan bahasa serta ekspresi yang bisa dituangkan dalam karya sastra. Saini (1994:15) menyatakan bahwa karya sastra dari hasil daya cipta manusia, terlahir dari proses perenungan yang mendalam atas cerminan kehidupan masyarakat. Pentingnya penciptaan sebuah karya sastra, tidak semata- mata hanya ditunjukan sebagai media hiburan, tetapi lebih daripada itu, karya sastra merupakan sarana pengajaran bagi penikmatnya. Melalui karya yang diciptakan, seorang pengarang bermaksud memperluas, memperdalam dan menjernihkan penghayatan pembaca terhadap salah satu sisi kehidupan yang disajikannya, dan disadari atau tidak jika karya tersebut akan mempunyai kedudukan dalam kehidupan. Karya sastra berhubungan dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi secara nyata atau hanya berupa pikiran atau ide dari pengarang. Menurut Semi (1993: 8- 13) sastra merupakan suatu bentuk hasil pekerjaan kreatif yang objeknya berupa manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Setiap individu berbeda dengan individu lainnya, mereka mempunyai watak, temperamen, pengalaman, pandangan, dan perasaan sendiri yang berbeda dengan yang lainnya. Pertemuan antara manusia dengan manusia lainnya tak 1

Upload: dangthuy

Post on 14-Mar-2019

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sastra merupakan ekspresi pandangan, ide-ide, perasaan, pemikiran dan

semua kegiatan mental manusia yang diungkapkan dalam bahasa sastra juga

berupa bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif oleh manusia pada kehidupannya

mengunakan bahasa serta ekspresi yang bisa dituangkan dalam karya sastra.

Saini (1994:15) menyatakan bahwa karya sastra dari hasil daya cipta

manusia, terlahir dari proses perenungan yang mendalam atas cerminan

kehidupan masyarakat. Pentingnya penciptaan sebuah karya sastra, tidak semata-

mata hanya ditunjukan sebagai media hiburan, tetapi lebih daripada itu, karya

sastra merupakan sarana pengajaran bagi penikmatnya. Melalui karya yang

diciptakan, seorang pengarang bermaksud memperluas, memperdalam dan

menjernihkan penghayatan pembaca terhadap salah satu sisi kehidupan yang

disajikannya, dan disadari atau tidak jika karya tersebut akan mempunyai

kedudukan dalam kehidupan.

Karya sastra berhubungan dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi secara

nyata atau hanya berupa pikiran atau ide dari pengarang. Menurut Semi (1993: 8-

13) sastra merupakan suatu bentuk hasil pekerjaan kreatif yang objeknya berupa

manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya.

Setiap individu berbeda dengan individu lainnya, mereka mempunyai

watak, temperamen, pengalaman, pandangan, dan perasaan sendiri yang berbeda

dengan yang lainnya. Pertemuan antara manusia dengan manusia lainnya tak

1

2

jarang menimbulkan konflik. Manusia juga sering mengalami konflik dengan

dirinya sendiri atau batin dengan hadapan persoalan-persoalan hidup. Bagaimana

manusia menghadapinya tidak terlepas dari ilmu jiwa. Ilmu jiwa yang meliputi

segala pemikiran, pengetahuan, tanggapan, khayalan, dan spekulasi mengenai

jiwa itu (Walgito, 2004:2).

Membaca sebuah karya fiksi berarti ikut menikmati cerita, untuk

menghibur diri agar memperoleh kepuasan batin. Karya fiksi meliputi cerkak,

geguritan, cerbung,novel yang berbahasa Jawa, naskah drama dan sebagainya.

Pada setiap karya sastra yang diciptakan oleh pengarang merupakan cerminan

sosial budaya masyarakat. Salah satunya cerbung (cerita bersambung) dengan

bahasa Jawa baru modern dan menjadi genre sastra dalam khasanah kesusastraan

Jawa baru. Pengarang menghayati permasalahan dalam setiap karya yang

diciptakan dengan penuh kesungguhan dan kemudian diungkapkan kembali

melalui sarana fiksi sesuai dengan sudut pandang (Nurgiyantoro, 2010:2).

Cerbung yang berjudul Mburu Pusaka karya Al Aris Purnomo dimuat

dalam majalah Jaya Baya edisi 06 minggu II Oktober 2014 sampai edisi 28

minggu III Maret 2015, yang terdiri dari 23 episode cerita yang digambarkan

sangat menarik oleh Al Aris Purnomo, mulai dari masalah penemuan-penemuan

aneh yang berbentuk benda pusaka, serta kejadian yang membuat karena tidak

bisa diterima dengan akal sehat manusia dan sebagainya.

Cerbung Mburu Pusaka karya Al Aris Purnomo yang menggambarkan

kehidupan dari lingkup kelas sosial yang berbeda, tetapi dari kelas sosial yang

berbeda itu tidaklah mengurangi ide seorang pengarang dalam pembatasan

imajinasi untuk jalannya cerita yang dapat menghasilkan karya sastra untuk

3

membawa pembaca pada angan-angan agar ikut berimajinasi. bisa memikat

pembacanya untuk selalu mengetahui kelanjutan cerita-ceritanya pada episode

bersambung, serta mampu membangkitklan rasa ingin tahu, dan mampu

membangkitkan suspence (suatu hal yang amat penting dalam cerita). Cerbung

Mburu Pusaka ini menggambarkan watak-watak khas seorang manusia yang

sangat cerdik dan selalu melakukan tindakan yang menggunakan cara negatif.

Perjalanan batin atau kejiwaan untuk mengetahui lebih jauh tentang

seluk-beluk manusia yang unik dan kompleks ini merupakan suatu larangan yang

merangsang, untuk mengenal manusia lebih dalam serta lebih jauh perlu

psikologi. Psikologi sastra merupakan kajian sastra yang memandang karya sastra

sebagai aktivitas kejiwaan (Endraswara 2011:96).

Menurut Endraswara penelitian psikologi sastra memiliki peranan

penting dalam pemahaman sastra karena adanya beberapa kelebihan seperti :

pentingnya psikologi sastra untuk mengkaji lebih mendalam aspek perwatakan;

kedua, dengan pendekatan ini dapat memberikan umpan balik kepada peneliti

tentang masalah perwatakan yang dikembangkan dan yang terakhir, penelitian

semacam ini sangat membantu untuk menganalisis karya sastra yang kental

dengan masalah-masalah psikologi (Minderop, 2010:2).

Psikologi sendiri bersal dari kata Yunani psyche, yang berarti jiwa, dan

logos yang berarti ilmu. Psikologi berarti ilmu jiwa atau ilmu yang menyelidiki

dan mempelajari tingkah laku manusia (Atkinson, 1996:7). Individu yang

memiliki karekteristik kepribadian atau pembawaan yang mencakup dalam

pikiran, perasaan, dan tingkah laku merupakan karakteristik seseorang yang

menampilkan cara ia beradaptasi dan berkompromi dalam kehidupan itulah yang

4

disebut kepribadian. Berdasarkan dari kejiwaan pada tokoh-tokoh yang ada dalam

cerbung Mburu Pusaka karya Al Aris Purnomo ini sangatlah bagus untuk dikaji

secara psikologi, sehingga dari pola karakteristik perilaku dan pola pikir yang

menentukan penilaian seseorang terhadap lingkungan.

Psikologi, khususnya psikologi analitik diharapkan mampu menemukan

aspek-aspek ketaksadaran yang diduga merupakan sumber-sumber penyimpangan

psikologis sekaligus. Selain itu, teknologi dengan berbagai dampak negatifnya

dan lingkungan hidup merupakan salah satu sebab utama terjadinya gangguan

psikologis (Ratna, 2013:342). Psikologi sastra digunakan untuk memahami aspek-

aspek kejiwaan yang terkandung di dalam cerita cerbung Mburu Pusaka karya Al

Aris Purnomo.

Bentuk-bentuk regulasi emosi tersebut tercermin dalam diri tokoh utama

Nurcahya pada cerbung Mburu Pusaka karya Al Aris Purnomo, sehingga menarik

untuk diteliti. Tokoh utama merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan baik

sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian (Nurgiyantoro, 2010:177).

Oleh sebab itu maka tokoh utama sangat menonjol dan menarik perhatian

pembaca maupun penikmat sastra. Tokoh utama yang bisa dikatakan sebagai

nyawa dari karya itu sendiri dari semua tokoh dalam karya sastra memiliki

karakter yang berbeda-beda yang digambarkan secara menarik oleh pengarang.

Alasan dalam melakukan penelitian terhadap cerbung Mburu Pusaka

karya Al Aris Purnomo yaitu Pertama, pada cerbung ini sangat menarik dan

mengandung nilai-nilai estetik yang tercermin dari unsur-unsur struktural. Kedua,

cerbung Mburu Pusaka karya Al Aris Purnomo menampilkan regulasi emosi pada

tokoh Nurcahya dan proses kejiwaan tokoh sentral dalam cerbung. Ketiga,

5

penelitian yang mengungkapkan regulasi emosi pada cerbung Mburu Pusaka

karya Al Aris Purnomo ini sebelumnya belum pernah dibahas oleh penelitian-

penelitian sebelumnya. Keempat, Al Aris Purnomo merupakan pengarang baru

dalam dunia sastra khususnya sastra Jawa, akan tetapi sudah banyak karya-

karyanya yang dimuat diberbagai majalah, koran dan media massa lainya. Karya-

karya Al Aris Purnomo banyak yang dijadikan objek kajian para peneliti

khususnya mahasiswa.

Pendekatan aspek-aspek kejiwaan pada manusia dalam cerbung

dilakukan dengan pendekatan psikologi sastra guna menganalisis regulasi emosi

pada tokoh Nurcahya serta tokoh pembantu dalam cerbung Mburu Pusaka karya

Al Aris Purnomo. Bagaimana tokoh-tokoh mengalami perubahan atau

perkembangan karakter, seberapa jauh lingkungan berpengaruh terhadap

merupakan kajian utama penelitian ini. Oleh sebab itu psikoanalisis Sigmund

Freud adalah pilihan utama dalam menganalisis cerbung Mburu Pusaka karya Al

Aris Purnomo. Sigmund Freud mengambil yang mendasarkan teori pada aspek

dasar kepribadian atau psikis manusia, yaitu id, ego, dan super ego (Sumadi,

2003:124-128). Dinamika ketiga itu dapat mendasari tingkah laku dan kepribadian

manusia.

Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan alasan untuk meneliti

cerbung Mburu Pusaka karya Al Aris Purnomo, yaitu pada cerbung ini dapat

menggambarkan kondisi psikologis tokoh-tokohnya serta dapat menggambarkan

watak dan perilaku maupun regulasi emosi yang tercermin dalam setiap tokohnya.

Penelitian ini diberi judul Regulasi Emosi Tokoh Nurcahya dalam Cerbung

Mburu Pusaka karya Al Aris Purnomo dengan menggunakan pendekatan

6

psikologi sastra. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sesuatu yang bisa

dirasakan dan dilaksanakan, terdiri atas manfaat yang bersifat teoretis dan manfaat

yang bersifat praktis. Manfaat yang dimaksud adalah

1. Secara Teoretis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu memperkaya khasanah

pengetahuan dalam perkembangan penggunaan teori-teori sastra khususnya di

bidang psikologi sastra.

2. Secara Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada pembaca

sebagai pelajaran pengendalian emosi. Selain itu penelitian ini dapat dipakai

data bagi peneliti lain dengan pendekatan yang berbeda.

B. Perumusan Masalah

Masalah merupakan hal penting yang menjadi pijakan dilakukannya

kerja penelitian, maka tanpa adanya masalah yang dihadapi oleh peneliti, kegiatan

peneliti tidak dapat dilakukan serta perumusan masalah juga diperlukan agar

sebuah penelitian tidak meluas dari apa yang diteliti untuk mencari pemecahan

permasalahan. Perumusan masalah tersebut adalah :

1. Bagaimana unsur struktur yang membangun cerbung Mburu Pusaka karya Al

Aris Purnomo berdasarkan teori Robert Stanton yang meliputi fakta-fakta

cerita (penokohan, alur, latar), tema dan sarana-sarana sastra (judul, sudut

pandang, gaya dan tone, simbolis dan ironi)?

2. Bagaimanakah regulasi emosi tokoh Nurcahya serta proses kejiwaan tokoh

utama lain dalam cerbung Mburu Pusaka karya Al Aris Purnomo?

7

3. Apa makna dan nilai yang diperoleh dari analisis psikologi sastra dalam

cerbung Mburu Pusaka karya Al Aris Purnomo?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mendeskripsikan unsur-unsur struktural yang terdapat dalam cerbung Mburu

Pusaka karya Al Aris Purnomo berdasarkan teori Robert Stanton yang meliputi

fakta-fakta cerita (penokohan, alur, latar), tema dan sarana-sarana sastra (judul,

sudut pandang, gaya dan tone, simbolis dan ironi).

2. Mendeskripsikan regulasi emosi tokoh Nurcahya dan potret gejala kejiwaan

tokoh yang ada di dalam cerbung Mburu Pusaka karya Al Aris Purnomo.

3. Mengungkapkan makna dan nilai yang terkandung dari analisis psikologi sastra

dalam cerbung Mburu Pusaka karya Al Aris Purnomo.

D. Batasan Masalah

Sebuah penelitian bertujuan untuk meneliti dan memecahkan suatu

masalah dari sebuah obyek yang menjadi kajian penelitian, agar mampu mengarah

pada inti permasalahan, maka penelitian ini memerluhkan pembatasan masalah.

Pembatasan masalah bertujuan mengarahkan pada pokok persoalan dan tidak

meluas dari apa yang seharusnya dibicarakan. Penelitian ini membatasi masalah

struktur yang membangun cerita dan regulasi emosi tokoh Nurcahya dalam

cerbung Mburu Pusaka karya Al Aris Purnomo berdasarkan analisis psikologi

sastra.

8

E. Landasan Teori

Landasan teori dalam suatu penelitian akan lebih membantu peneliti

dalam menganalisis permasalahan yang ada di dalam penelitian tersebut.

Mengingat hal tersebut maka dalam suatu penelitian sebaiknya berpegang pada

suatu paham atau teori tertentu, sehingga arah atau tujuan penelitian lebih jelas

dan mudah untuk dikaji.

1. Pendekatan Struktural

Pendekatan struktural dinamakan juga dengan pendekatan obyektif.

Menurut Teeuw (dalam Ratna, 2013:88) khususnya dalam ilmu sastra,

strukturalisme berkembang melalui tradisi formalisme, artinya hasil-hasil yang

dicapai melalui tradisi formalis sebagian besar dilanjutkan dalam strukturalis.

Analisis struktural karya sastra dalam hal ini adalah fiksi, dapat dilakukan dengan

cara mengidentifikasi, mengkaji dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan antar

unsur intrinsik fiksi yang bersangkutan (Nurgiyantoro, 2010: 37).

Teeuw mengemukakan metode analisis struktural karya sastra bertujuan

untuk membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, sedetail, dan semendalam

mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua unsur karya sastra yang secara

sastra yang terdiri dari (judul, sudut pandang (point of view), gaya dan tone) serta

keterkaitan antarunsur.

1. Fakta-fakta cerita

Fakta-fakta cerita merupakan struktur faktual atau tingkatan faktual

cerita, yang dirangkum menjadi satu dari tiga komponen yaitu karakter, alur, dan

latar. Elemen tersebut berfungsi sebagai catatan kejadian imajinatif dari sebuah

cerita. Struktur faktual adalah suatu aspek cerita yang disorot dari satu sudut

9

pandang serta struktur faktual bukanlah bagian terpisahkan dari sebuah cerita

(Stanton, 2012:22).

A. Karakter

Terma penokohan (karakter) merupakan biasanya dipakai dalam dua

konteks. Konteks pertama, karakter merujuk pada individu-individu yang muncul

dalam cerita, konteks yang kedua yaitu karakter yang merujuk pada percampuran

dari berbagai kepentingan, keinginan, emosi, dan prinsip moral dari individu-

individu tersebut.

Karakter dibagi menjadi tiga konteks yang pertama klasifikasi yang

meliputi karakter utama atau mayor dan karakter bawahan atau minor, kedua

otivasi meliputi motivasi spesifik dan motivasi dasar, yang ketiga karakterisasi

yang dapat dilihat dalam bukti-bukti penafsifan nama, deskripsi ekspresif,

komentar pengarang dan komentar tokoh lain.

Cerita dapat ditemukan satu karakter utama yaitu karakter yang terkait

dengan semua peristiwa yang berlangsung dalam cerita. Biasanya, peristiwa-

peristiwa ini menimbulkan perubahan pada diri sang karakter atau pada sikap kita

terhadap karakter tersebut. Alasan bahwa seorang mempunyai karakter untuk

bertindak sebagaimana yang ia lakukan dapat dikatakan dengan motivasi.

Motivasi spesifik seorang yang mempunyai karakter adalah merupakan reaksi

spontan, yang mungkin juga tidak disadari, yang ditunjukan oleh adegan atau

dialog tertentu.

Motivasi dasar merupakan suatu aspek imim dari satu karakter atau

dengan katalain hasrat dan dimaksud yang memandu sang karakter dalam

10

melewati keseluruhan cerita. Arah yang dituju oleh motivasi dasar adalah arah

tempat seluruh motivasi spesifik bermuara (Stanton, 2012:33).

Penokohan menurut Edward H. Jones (dalam Kasnadi dan Sutejo,

2010:12) merupakan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan

dalam sebuah cerita, penokohan atau karakter adalah sesuatu cara pengarang

untuk menggambarkan dan mengembangkan watak tokoh-tokoh dalam cerita

rekaanya. Menurut Stanton (dalam Kasnadi dan Sutejo, 2010:13) perwatakan

(caracter) mengarah pada dua konsep yang berbeda : (a) pertama, sebagai tokoh

yang ditampilkan dan (b) kedua, sebagai sikap, ketertarikan, keinginan, emosi,

dan prinsip-prinsip moral yang dimiliki para tokohnya.

Penokohan adalah gambaran yang ditampilkan pengarang tentang tokoh

yang bermain di dalam cerita yang ditinjau dari segi fisik, psikis maupun

lingkungannya. Penggambaran ini dapat secara langsung atau tidak langsung

diuraikan oleh pengarang dalam sebuah cerita.

B. Alur

Alur merupakan sebuah rangkaian-rangkaian dalam cerita. Istilah alur

biasanya terbatas pada peristiwa dalam peristiwa yang terhubung secara kausal

saja. Peristiwa kausal tersebut merulkan peristiwa yang menyebabkan atau

menjadi dampak dari berbagai peristiwa lain dan tidak dapat diabaikan karena

akan sangat berpengaruh pada keseluruhan karya.

Peristiwa tidak terbatas pada hal-hal fisik seperti halnya ujaran dan

tindakan tetapi juga mencakup perubahan sikap karakter, kilasan-kilasan

pandangannya, keputusan-keputusannya dan segala yang menjadi pengubah

11

dirinya. Karakter yang semakin sedikit dalam sebuah cerita maka semakin rekat

dan padat alur yang mengalir di dalamnya.

Plot merupakan rangkaian peristiwa-peristiwa yang menjadi bagian dari

alur utama namun memiliki ciri khas yang berbeda satu plot bisa memiliki bentuk

yang paralel dengan subplot lain. Alur merupakan tulang punggung cerita.

Berbeda dengan elemen-elemen lain, alur dapat membuktikan dirinya sendiri

meskipun jarang diulas panjang lebar dalam sebuah analisis. Sebuah cerita tidak

akan pernah seutuhnya dimengerti tanpa adanya pemahaman terhadap peristiwa-

peristiwa yang mempertautkan alur, hubungan kausalitas, dan kepengaruhannya.

Sama halnya dengan elemen-elemen lain, alur memiliki hukum-hukum sendiri,

alur hendaknya memiliki memiliki bagian awal, tengah, dan akhir yang nyata,

meyakinkan dan logis, dapat menciptakan bermacam kejutan, dan memunculkan

sekaligus mengakhiri ketegangan-ketegangan (Stanton, 2012: 26-28).

Dua elemen dasar yang membangun alur adalah konflik dan klimaks.

Setiap karya fiksi setidak-tidaknya memiliki konflik internal (yang tampak jelas)

yang hadir melalui hasrat dua orang karakter atau hasrat seorang karakter dengan

lingkungannya.

Klimaks adalah saat konflik terasa sangat intens sehingga ending tidak

dapat dihindari lagi. Klimaks merupakan titik yang mempertemukan kekuatan-

kekuatan konflik dan menentukan bagaimana oposisi tersebut dapat terselesaikan

terselesaikan bukan ditentukan. Klimaks utama sering berwujud satu peristiwa

yang tidak terlalu spektakuler (Stanton, 2012: 31-32).

Menurut Hudson alur merupakan rangkaian kejadian dan perbuatan,

rangkaian hal yang dikerjakan atau diderita oleh tokoh dalam fiksi. Zainuddin

12

(dalam Kasnadi dan Sutejo, 2010 :17) berpendapat bahwa alur dapat dipahami

sebagai keseluruhan rangkaian peristiwa yang terdapat dalam cerita. Jadi alur

adalah peristiwa-peristiwa yang saling berkaitan satu sama lain dengan adanya

hubungan saling melengkapi. Alur terbatas pada suatu peristiwa yang terhubung

secara klausal saja. Peristiwa kausal merupakan peristiwa yang menyebabkan atau

menjadi dampak dari berbagai peristiwa lain dan tidak dapat diabaikan karena

akan berpengaruh pada keseluruhan karya.

C. Latar (setting)

Latar adalah lingkungan yang melingkupi peristiwa dalam cerita, semesta

yang berinteraksi dengan peristiwa dengan peristiwa-peristiwa yang sedang

berlangsung. Latar juga berwujud waktu-waktu tertentu (hari, bulan, tahun) cuaca

atau satu periode sejarah (Stanton, 2012:35).

Menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2010:216) Latar atau setting

disebut juga dengan landasan tumpu, menyarankan pada pengertian tempat,

hubungan waktu dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang

diceritakan. Setting merujuk pada pengertiang yang berartikan tempat,

berhubungan dengan waktu lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa yang

diciptakan. Latar (setting) merupakan tempat dan waktu (dimana dan kapan) suatu

cerita terjadi. Latar suatu cerita yang merupakan landas tumpu melatari dari

unsur-unsur instrinsik dan menyaran kepada pengertian tempat, waktu dan

lingkungan sosial (Kasnadi dan Sutejo, 2010:21).

1. Tema

Tema merupakan aspek cerita yang sejajar dengan makna dalam

pengalaman manusia, sesuatu yang menjadikan suatu pengalaman menjadi

13

diingat. Ada banyak cerita yang menggambarkan dan menelaah kejadian atau

emosi yang dialami oleh manusia seperti cinta, derita, rasa takut, kedewasaan,

keyakinan, penghianatan manusia terhadap diri sendiri, disilusi, atau bahkan usia

tua (Stanton, 2012:36-37).

Tema menyorot dan mengacu pada aspek-aspek kehidupan sehingga

nantinya akan ada nilai-nilai yang melingkupi cerita. Sekali lagi, sama seperti

makna pengalaman manusia, tema membuat cerita lebih terfokus, menyatu,

mengerucut, dan berdampak. Bagian awal dan akhir cerita akan menjadi pas,

sesuai, dan memuaskan berkat keberadaan tema. Tema paling efektif dalam

mengenah tema sebuah karya sastra adalah dengan mengamati secara teliti setiap

konflik yang ada didalamnya kedua hal ini sangat berhubungan erat dan konflik

utama biasanya konflik utama biasanya mengandung sesuatu yang sangat berguna

jika benar-benar dirunut (Stanton, 2012:42).

Tema merupakan ide dasar yang bertindak sebagai titik tolak

keberangkatan pengarang dalam menyusun sebuah cerita (Tjahjono, 1988:158).

Menurut Stanton (dalam Kasnadi dan Sutejo, 2010:7) tema dapat diformulasikan,

dan sebagai makna yang terkandung dalam sebuah cerita. Tema adalah intisari

atau gagasan dasar yang telah ditentukan oleh pengarang sebelumnya yang dapat

dipandang sebagai dasar cerita yang mendalam.

2. Sarana-sarana Sastra

Sarana-sarana sastra dapat diartikan sebagai metode (pengarang)

memilih dan menyusun detail cerita agar tercapai pola-pola yang bermakna.

Metode semacam ini perlu karena dengannya pembaca dapat melihat berbagai

14

fakta melalui kacamata pengarang, memahami apa maksud fakta-fakta tersebut

sehingga pengalaman pun dapat dibagi.

Metode untuk mengendalikan reaksi para pembaca yang dinamakan

sarana-sarana sastra. Pengarang fiksi biasanya berpatokan pada dua tendensi dasar

manusia. Pertama, mengenal terlebih dahulu berbagai pola yang ada seperti

kontras, repetisi, similaritas, urutan klimaks, simentri dan ritme. Kedua,

memahami dan mengingat-ingat setiap asosiasi diantara benda-benda yang

ditampilakan secara bersamaan, terutama ketika emosi kita turut terlibat

didalamnya.

Sarana-sarana paling signifikan diantara berbagai sarana yang kita kenal

adalah karakter utama, konflik utama, dan tema utama. ketiga sarana ini

merupakan kesatuan organis cerita. Istilah kesatuan organis berarti bahwa setiap

bagian cerita sifatnya setiap karakter, konflik, dan tema sampingan, setiap

peristiwa dan pola menjadi elemen penyusun tiga hal (Stanton, 2012: 46-51)

a. Judul

Judul merupakan sesuatu yang relevan terhadap karya yang diampunya

sehingga keduanya membentuk satu kesatuan. Pendapat ini dapat diterima ketika

judul mengacu pada sang karakter utama atau satu latar tertentu. Sebuah judul

selalu memiliki beberapa tingkatan makna (Stanton, 2012: 51-52). Penentuan

sebuah judul dalam suatu karya saastra sangatlah penting dan merupakan hal

pokok untuk sebagai awal sebelum mengulas isi cerita.

b. Sudut Pandang

Sudut pandang adalah pusat kesadaran tempat kita dapat memahami

setiap peristiwa dalam cerita. Posisi ini memiliki hubungan yang berbeda dengan

15

tiap peristiwa dalam tiap cerita, di dalam atau di luar satu karakter, menyatu atau

terpisah secara emosional. Menurut Stanton (2012: 53), dari sisi tujuan, sudut

pandang dibagi menjadi empat tipe utama. Meski demikian, perlu diingat bahwa

kombinasi dan variasi dari keempat tipe tersebut bias sangat tidak terbatas.

Sudut pandang (point of view), view of point, merupakan salah satu unsur

fiksi yang oleh Stanton digolongkan sebagai sarana cerita, literarty device. Sudut

pandang dalam karya fiksi mempersoalkan siapa yang menceritakan atau dari

posisi mana (siapa) peristiwa dan tindakan itu dilihat (Nurgiyantoro, 2010:246).

Sudut pandang point of view menyarankan pada cara sebuah cerita dikisahkan,

yang merupakan cara dan pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai

sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang

membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi pembaca.

Menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2010:248) sudut pandang ialah

sebuah cara cerita itu dikisahkan, cara yang digunakan pandangan yang

diperunakan pengarang sebagai sarana menyajikan tokoh, tindakan, lata, dan

berbagai peristiwa yang membentuk sebuah karya fiksi.

Sudut pandang terbagi menjadi empat tipe utama seperti :

1) Sudut pandang orang pertama-utama, pada karakter utama bercerita dengan

kata-kata sendiri.

2) Sudut pandang orang pertama-sampingan, ceritanya dituturkan oleh satu

karakter bukan utama (sampingan).

3) Sudut pandang orang ketiga-terbatas, pengarang mengacu pada semua karakter

dan memposisikannya sebagai orang ketiga tetapi hanya mengambarkan apa

yang dilihat, didengar, dan dipikirkan oleh satu orang karakter saja.

16

4) Sudut pandang orang ketiga tak-terbatas, lebih mengacu kepada setiap karakter

dan memposisikannya sebagai orang keiga. Pengarang juga dapat membuat

beberapa karakter melihat mendengar atau berpikir atau saat ketika tidak satu

karakter pun hadir (Stanton, 2012:52)

Sudut pandang orang ketiga tak-terbatas memberi arti bahwa pengarang

memiliki kebiasaan yang memungkinkan untuk tahu apa yang ada dalam pikiran

pengarang secara simultan. Pengarang menempatkan diri dalam posisi superior

yang serba tahu sehingga pengalaman setiap karakter dapat menghadirkan efek-

efek tertentu sesuai keinginannya.

c. Gaya dan (Tone)

Gaya adalah cara pengarang menggunakan bahasa. Campuran dari

berbagai aspek seperti kerumitan, ritme, panjang pendek, kalimat, detail, humor,

kekonkretan, dan banyaknya imaji dan metafora (dengan kadar tertentu) akan

menghasilkan gaya. Satu elemen yang amat dengan gaya adalah tone. Tone

merupakan sikap emosional pengarang yang dtampilakan dalam cerita. Tone bisa

menampak dalam berbagai wujud, baik yang ringan, romantic, ironis, misterius,

senyap, bagai mimpi atau penuh perasaan (Stanton, 2012: 61-63).

Menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2010:276) Stile (style, gaya

bahasa) adalah cara pengucapan bahasa dalam prosa, atau bagaimana seseorang

pengarang mengungkapkan sesuatu yang akan dikemukakan. Stile ditandai

dengan ciri-ciri formal kebahasaan seperti pilihan kata, struktur kalimat, bentuk-

bentuk bahasa figuratif, pengunaan kohesi dan lain-lain.

17

d. Simbolisme

Simbolisme berwujud detail-detail kongkrit atau faktual dan memiliki

kemampuan untuk memunculkan gagasan dan emosi dalam pikiran pembaca agar

nampak nyata. Simbolisme dapat memunculkan tiga efek yang masing-masing

bergantung pada bagaimana simbol yang bersangkutan digunakan. (1) semua

simbol yang muncul pada suatu kejadian penting dalam menunjukan cerita

menunjukan makna peristiwa tersebut. (2) satu simbol yang ditampilkan

berulang-ulang mengingatkan kita akan beberapa elemen konstan dalam cerita.

(3) simbol yang muncul pada konteks yang berbeda-beda akan membantu kita

menemukan tema.

Pengarang dapat juga menonjolkan satu detail dengan menggambarkan

secara berlebihan daripada keperluhan faktual, membuatnya tampak tidak bisa

tanpa satu alasan dan menjadikan judul dan sebagainya. Sebuah detail ditonjolkan

secara berlebihan melampaui kepentingan dalam alur cerita, detail tersebut

kemungkinan besar merupakan simbol (Stanton, 2012: 64-66).

e. Ironi

Ironi secara umum dimaksudkan sebagai cara untuk menunjukan bahwa

sesuatu berlawanan dengan apa yang telah diduga sebelumnya. Ironi dapat

ditemukan dalam hampir semua cerita (terutama yang dikatagorikan bagus). Bila

dimanfaatkan dengan benar, ironi dapat memperkaya cerita seperti

menjadikannya menarik, menghadirkan efek-efek tertentu, humor atau pathos,

memperdalam karakter, merekat struktur alur, menggambarkan sikap pengarang

dan menguatkan tema. Ada dua jenis ironi yang dikenal luas, yaitu ironi dramatis

dan tone ironis. Ironi dramatis atau alur dan situasi biasanya muncul melalui

18

kontras diametric antara penampilan dan realitas, antara maksud dan tujuan

seorang karakter dengan hasilnya, atau antara harapan dengan apa yang

sebenarnya terjadi.

Pasangan elemen-elemen di atas terhubung satu sama lain secara logis

(biasanya melalui hubungan kausal atau sebab-akibat). Tone ironis atau ironi

verba, digunakan untuk menyebut cara berekspresi yang mengungkapkan makna

dengan cara berkebalikan (Stanton, 2012:71-72).

C.Pendekatan Psikologi Sastra

Istilah psikologi sastra memiliki beberapa pengertian (Wellek, 1990:90)

yaitu pertama, studi psikologi pengarang sebagai tipe atau pribadi . kedua, studi

proses kreatif. Ketiga, studi tipe dan hukum-hukum psikologi yang diterapkan

pada karya sastra. Keempat,studi yang mempelajari dampak sastra bagi pembaca

(psikologi pembaca). Berdasarkan keempat pengertian tersebut bahwa yang

berkaitan dengan studi sastra adalah pengertian yang ketiga.Kajian psikologi

sastra sesuai dengan pengertian tersebut, dinyatakan sebagai pendekatan tekstual

yang mengkaji aspek psikologis tokoh dalam karya sastra (Endraswara, 2002:97).

Penelitian psikologi sastra berdasarkan aspek tekstual tidak bisa lepas

dari psinsip-prinsip psikoanalisa dari Sigmund Freud, yaitu pada psikologi dalam.

Berdasarkan keterkaitan ini peneliti ingin mengungkapkan teks sastra, yakni

melalui pelaku-pelakunya dapat merefleksikan unsur-unsur kejiawaan atau tidak.

Melalui cara demikian dimungkinkan munculnya hal-hal yang dapat

menyebabkan faktor kejiwaan yang dominan dalam sebuah teks sastra

(Endraswara, 2002:98).

19

Penerapan teori psikologi sastra yang demikian itulah yang dimaksudkan

guna mengkaji aspek kejiwaan para tokoh cerbung Mburu Pusaka karya Al Aris

Purnomo. Selanjutnya dengan jalan penempatan demikian itu maka unsur-unsur

kejiwaan yang mengerakan tokoh-tokoh sentral dalam cerita tersebut dapat

dianalisis secara obyektif dan dideskripsikan sejelas mungkin.

D. Psikoanalisis

Psikoanalisis diungkapkan oleh seorang dokter muda bernama Sigmund

Freud, dalam makalah yang disampaikan pada tanggal 30 Maret 1896, dengan

mendasarkan paradigma awalnya berupa upaya mempengaruhi proses psikologis

dengan cara psikologis. Teori yang dikemukakan Freud merupakan pandangan

baru tentang manusia, ketaksadaran dianggap memainkan perasaaan sentral dalam

proses psikis seseorang. Selain itu dalam teori tersebut dinyatakan bahwa

kejiwaan manusia dipandang sebagai ekspresi dari adanya dorongan yang

menimbulkan konflik (Bertens, 1987:xii). Psikologis pada determinasi psikologi

Freud menurut gejala yang bersifat mental tak sadar tertutup oleh alam kesadaran

schellenberg (Endraswara, 2008:119).

Adanya tidak keseimbangan maka ketaksadaran menimbulkan dorongan-

dorongan yang pada gilirannya memelukan kenikmatan, yang disebut libido. Oleh

karena itu proses kreatif adalah kenikmatan dan memerluhkan pemuasan, maka

proses tersebut dianggap sejajar dengan libido. Teori kepribadian menurut Freud

pada umumnya dibagi menjadi tiga, yaitu (a) Id atau Das Es (b) Ego atau Das Ich

dan (c) Super Ego atau Das Iber Ich.

Id adalah dorongan-dorongan primitif yang harus dipuaskan, salah

satunya adalah libido di atas. Id dengan demikian merupakan kenyataan subjektif

20

primer, dunia batin sebelum individu memiliki pegalaman dari luar Ego bertugas

mengontrol Id, sedangkan Super Ego berisi kata hati.

Das Es atau id adalah sistem kepribadian manusia yang paling dasar. Id

adalah sistem kepribadian yang gelap dalam bawah sadar manusia yang berisi

insting-insting dan nafsu-nafsu tak kenal nilai dan agaknya berupa energi buta.

Das Ich atau Ego merupakan sistem kepribadian yang bertindak sebagai pengaruh

individu kepada dunia objek dari kenyataan dan menjalankan fungsinya

berdasarkan prinsip kenyataan. Ego merupakan kepribadian implementatif yaitu

berupa kontak dengan dunia luar (Endraswara, 2008: 101).

Super Ego adalah aspek sosiologi kepribadian, merupakan wakil dari

nilai-nilai tradisional serta cita-cita masyarakat sebagaimana yang ditafsirkan

orang tua kepada anaknya lewat perintah-perintah atau larangan-larangan. Super

Ego dapat pula dianggap sebagai aspek moral kepribadian, fungsinya menentukan

apakah sesuatu itu baik atau buruk, benar atau salah, pantas atau tidak, sesuai

dengan moralitas yang berlaku di masyarakat. Jadi Super Ego cenderung untuk

menentang Id maupun Ego dan membuat konsepsi yang ideal (Suryabrata,

2003:148).

Salah satu penemuan besar psikoanalisis adalah adanya kehidupan tidak

sadar pada manusia. Selama ini diyakini para ilmuwan bahwa manusia adalah

makhluk rasional yang sepenuhnya sadar akan perilakunya. Menurut Freud

(dalam Hartono 2003: 3) ketidaksadaran ini adalah segi pengalaman yang tidak

pernah kita sadari atau kita tekan. Bagi Freud ketidaksadaran merupakan salah

satu inti pokok atau tiang pasak teorinya. Segi-segi terpenting perilaku manusia

justru ditentukan oleh alam tidak sadarnya. Dia membayangkan kesadaran

21

manusia sebagai gunung es, dimana hanya sebagian kecil saja yaitu puncak

teratasnya yang tampak terapung di laut. Sebagian besar badan gunung es tersebut

terendam di bawah permukaan laut. Bagian yang terendam ini dapat dibagi

menjadi dua, yaitu: bagian pra-sadar yang dengan usaha dapat kita angkat ke

kesadaran dan bagian tidak sadar yang hanya muncul dalam perbuatan-perbuatan

tidak sengaja, fantasi, khayalan, mimpi, mitos, dongeng dan sebagainya.

Freud secara tegas mengemukakan pandangannya mengenai struktur

kepribadian manusia, yaitu terdiri dari tiga bagian yang tumbuh secara kronologis:

Id, Ego dan Superego pendapat Hartono (dalam Anggadewi, 2003:3). Ketiga

aspek ini sangat berpengaruh pada tingkah laku manusia. Oleh karena itu, setiap

individu yang sehat ketiga sistem ini merupakan satu jaringan kerja yang padu dan

harmonis. Namun sebaliknya, jika ketiga sistem ini bekerja saling menimbulkan

pertentangan yang terus-menerus, maka individu tersebut dinamakan tidak

mampu menyesuaikan diri. Penjelasan tentang ketiga sistem kepribadian yang ada

pada manusia atau individu diuraikan di bawah ini.

a) Id ‘Aspek Biologis’

Id adalah bagian dari struktur kepribadian yang merupakan reservoir

persediaan energi psikis atau energi rohaniah dan tempat berkumpulnya instinct

naluri-naluri. Sistem yang langsung berkaitan dengan dorongan-dorongan biologis

manusia dan merupakan sumber atau cadangan energi manusia, sehingga oleh

Freud dikatakan sebagai jembatan antara segi biologis dan psikis manusia.

Id bekerja berdasarkan prinsip-prinsip yang amat primitif sehingga

bersifat kaotik (kacau, tanpa aturan), tidak mengenal moral, tidak memiliki rasa

benar-salah. Satu-satunya yang diketahui Id adalah perasaan senang-tidak senang,

22

sehingga dikatakan bahwa Id bekerja berdasarkan prinsip kesenangan (pleasure

principle). Dia selalu mengejar kesenangan dan selalu menghindar dari

ketegangan.Teori Freud sebagai keseluruhan juga dikenal sebagai teori penurunan

ketegangan (drive reductiontheory). Menjalankan fungsinya, Id memiliki dua

mekanisme dasar, yaitu:gerakan-gerakan refleks dan proses primer. Id merupakan

tempat kedudukan nafsu-nafsu – libido atau nafsu kelamin dan nafsu agresif –

yang selalu berusaha menyembul ke permukaan tingkat kesadaran, sehingga dapat

terjilma.

Nafsu-nafsu tersebut bersifat menggebu-gebu, tidak runtut dan saling

bertentangan. Seandainya semuanya terjilma dan dapat dipuaskan, akan

menyebabkan seseorang senantiasa berada dalam kesulitan bersosialisasi dalam

masyarakat, bahkan diri sendiri (Kattsoff, 1992:308).

b) Ego Aspek Psikologis

Ego adalah segi kepribadian yang harus tunduk pada Id dan harus

mencari dalamrealitas apa yang dibutuhkan Id sebagai pemuas kebutuhan dan

pereda ketegangan. Berlawanan dengan Id yang bekerja berdasarkan prinsip

kesenangan, Ego bekerja berdasarkan prinsip realitas (reality principle). Tugas

Ego menjalankan proses sekunder, artinya dia menggunakan kemampuan berpikir

secara rasional dalam mencari pemecahan masalah terbaik pendapat Hartono

(dalam Anggadewi, 2003:4).

Ego ini meliputi hampir segenap kesadaran manusia dan bertugas

melakukanpenyaringan terhadap nafsu-nafsu yang diijinkan muncul dari Id, dan

juga bertugas menekan kembali nafsu-nafsu yang bersifat merusak. Mudahnya,

dapat dikatakan bahwa Ego tersebut merupakan semacam perantara yang terdapat

23

diantara nafsu-nafsu di dalam Id dengan dunia luar yang terdiri dari kenyataan

material serta kemasyarakatan.

c) Superego Aspek Sosiologis

Superego merupakan perwakilan dari berbagai nilai dan norma yang ada

dalam masyarakat dimana individu itu hidup. Superego lebih mewakili alam ideal

dari pada alam nyata. Anak mengembangkan Superegonya melalui berbagai

perintah dan larangan dari orang tua. Superego berkembang dari Ego sebagai

hasil dari perpaduan pengalaman masa kanak-kanak yang berupa norma atau

etika orang tua, mengenai hal yang baik dan saleh, atau hal yang buruk dan batil.

Freud membagi Superego dalam dua subsistem yaitu hati nurani dan

Ego ideal. Hati nurani diperoleh melalui penghukuman berbagai perilaku

anak yang dinilai jelek oleh orang tua dan menjadi dasar bagi rasa bersalah.

Ego ideal adalah hasil pujian dan penghadiahan atas berbagai perilaku yang

dinilai baik oleh orang tua. Anak mengejar keunggulan dan kebaikan dan bila

berhasil akan memiliki nilai diri dan kebanggaan diri.

Berbeda dengan Ego yang berpegang prinsip realitas, Superego yang

memungkinkan manusia memiliki pengendalian diri, selalu menuntut akan

menuntut kesempurnaan manusia dalam pikiran, perkataan dan perbuatan

pendapat Hartono (dalam Anggadewi, 2003:4-5).

E. Pengertian Emosi

Emosi berasal dari bahasa Prancis emotion, kata emouvoir, yang berarti

kegembiraan, selain itu emosi berasal dari bahasa latin emovere yang berarti luar

dan movere yang berarti bergerak yang menyiratkan bahwa kecenderungan

bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi. Menurut Daniel Goleman (dalam

24

Ahmadi, 2003:410) emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran yang khas,

suatu keadaan biologis dan psikologis serta serangkaian kecenderungan untuk

bertindak. Emosi juga merupakan suatu keadaan budi rohani yang menampakan

dirinya dengan suatu perubahan yang jelas pada tubuh menurut dari pendapat

Willian James (dalam Khodijah, 2006:10).

Emosi pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak, biasanya emosi

merupakan reaksi rangsangan dari luar dan dalam diri individu. Menurut pendapat

Daniel Goleman (dalam Ahmadi, 2003:411) mengemukakan beberapa macam

emosi yaitu :

1. Amarah : beringas, mengamuk, benci, jengkel, kesal hati.

2. Kesediahan : pedih, sedih, muram, suram, melankolis, mengasihi diri,

putus asa.

3. Rasa takut : cemas, gugup, khawatir, was-was, perasaan takut sekali,

waspada, tidak tenang, ngeri.

4. Kenikmatan : bahagia, gembira, riang, puas, riang, senang, terhibur,

bangga.

5. Cinta : peneriamaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat,

bakti, hormat, dan kemesraan.

6. Terkejut : terkesiap, terkejut.

7. Jengkel : hina, jijik, tidak suka.

8. Malu : malu hati, kesal.

Klasifikasi emosi merupakan kegembiraan, kemarahan, ketakutan dan

kesedihan kerap kali dianggap sebagai emosi yang paling mendasar (primary

25

emotions). Secara garis besar emosi manusia dibedakan menjadi dua bagian :

emosi positif merupakan emosi yang menyenangkan dan menimbulkan perasaan

positif pada orang yang mengalaminya, diantaranya adalah cinta, sayang, senang,

gembnira, kagum, dan sebagainya. Apabila emosi negatif yang merupakan emosi

yang tidak menyenangkan yang menimbulkan perasaan negatif pada orang yang

mengalaminya, diantaranya adalah sedih, marah, benci, takut, dan sebagainya.

Situasi yang membangkitkan perasaan-perasaan tersebut sangat terkait

dengan tindakan yang ditimbulkannya dan mengakibatkan meningkat ketegangan

(Minderop, 2011:40). Selain itu kebencian atau perasaan benci (hate)

berhubungan erat dengan perasaan marah, cemburu, dan iri hati. Emosi tidak

hanya berfungsi untuk mempertahankan diri atau sekedar mempertahankan

hidup, tetapi emosi yang ada dalam diri seseorang memberikan rangsangan

terhadap pemikiran, khayalan baru dan tingkah laku yang baru.

F. Regulasi Emosi

Regulasi emosi merupakan proses intrinsik dan ekstriksik yang

bertanggung jawab memonitor dan mengevaluasi dan memodifikasi reksi emosi

secara intensif dan khusus untuk mencapai suatu tujuan. Menurut Thompson

(dalam Strongman, 2010:39) regulasi emosi dipengaruhi oleh perkembangan

kemampuan menggambarkan, mempertimbangkan dan fokus individu dalam

menganalisi tekanan emosi yang merupakan proses lebih lanjut difasilitasi oleh

perkembangan mengontrol emosi negatif.

Proses dimana individu dipengaruhi oleh emosi yang mereka alami dan

bagaimana mereka mengekspresikan emosi-emosi tersebut merupakan pengertian

regulasi emosi. Regulasi emosi adalah hasil dari pemikiran dan perilaku yang

26

dipengaruhi secara sadar dan suka rela oleh emosi yang mereka alami, kapan dan

bagaimana mereka mengalami dan bagaimana mereka mengekspresikan emosi

yang dialami tersebut.

Menurut Gross (dalam Strongman, 2010:39) Proses tersebut meliputi

menurunkan atau decreasing, memelihara atau maintaining dan menaikkan emosi

negatif dan emosi positif dengan mengunakan proses-proses kognitif seperti

rasionalisasi, penilaian kembali (reappraisal) dan penekanan (suppression).

Regulasi emosi memiliki kapasitas untuk memulihkan kembali keseimbangan

emosi meskipun pada awalnya seorang kehilangan kontrol atas emosi yang

dirasakannya. Selain itu, seseorang hanya dalam waktu singkat merasakan emosi

yang berlebihan dan dengan cepat menetralkan kembali pikiran, tingkah laku,

respon fisiologis dan dapat menghindari efek negatif akibat emosi yang

berlebihan.

Menurut Thompsom (dalam Putnam, 2005:113) indikator regulasi emosi

adalah sebagai berikut :

a. Memonitor (emotions monitoring) yaitu individu menyadari dan memahami

keseluruhan proses yang terjadi di dalam dirinya, perasaannya, pikirannya, dan

latar belakang dari tindakannya Thompson (dalam Safaria, 2007:25). Individu

mampu tetrhubung dengan emosi-emosinya, pikirannya dan keterhubungan ini

membuat individu mampu menanamkan dari setiap emosi yang muncul. Proses

perhatin yaitu mengatur informasi yang membangkitkan emosi dengan

memindahkan fokus perhatin.

b. Mengevaluasi emosi (emotions evaluating) yaitu individu mengelola dan

emosi-emosi yang dialaminya. Mengelola emosi-emosi ini, khususnya emosi

27

yang negatif seperti kemarahan, kesedihan, kekecewaan, dendam, dan benci

akan membuat inividu tidak terbawa dan terpengaruh secara mendalam,

sehingga mengakibatkan tidak mampu lagi berfikir rrasional Thompson (dalam

Safaria, 2007:26). Pengaturan emosi dengan cara yang dikenal yaitu

memprediksi dan mengkontrol syarat-syarat terjadinya emosi seperti tempat

dan situasi yang bisa di temuui Thompson (dalam Putnam, 2005:113)

c. Memodifikasi (emotions modifications) yaitu individu merubah emosi

sedemikian rupa sehingga mampu memotivasi diri terutama ketika individu

berada dalam keadaan putus asa, cemas dan marah Thompson (dalam Safaria,

2007:27). Memodifikasi meliputi pemilihan respon yang adaptif yaitu

pemilihan ekspresi emosi dengan cara sesuai dengan tujuan dan situasi

Thompson (dalam Putnam, 2005:114)

Regulasi emosi disebut sebagai pengarahan energi emosi ke saluran-

saluran yang bermanfaat dan dapat diterima secara sosial. Ketika seseorang

mengendalikan ekspresi emosi mereka, mereka juga berusaha untuk merubah

energi tersebut dengan mempersiapkan perilaku yang berguna dan bentuk perilaku

yang dapat diterima secara sosial.

F. Metode dan Teknik Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif.

Menurut Dezim dan Lincoln (dalam Moleong, 2008:5) yang mengatakan bahwa

penelitian kualitatf merupakan penelitian yang mengunakan latar ilmiah, yang

bermaksud menafsirkan segal fenomena yang sudah terjadi dan dilakukan dengan

jalan melibatkan berbagai metode yang ada. Penelitian selanjutnya berfokus pada

penelitian yang akan dikaji dalam penelitian, seperti yang dikatakan oleh

28

(Moleong, 2010:93) masalah dalam penelitian kualitatif bertumpu pada sesuatu

yang berfokus. Berdasarkan pernyataan tersebut dijelaskan bahwa dalam

melakukan penelitian hendaknya mengetahui fokus apa yang dilakukan oleh

peneliti. Penelitian ini berfokus pada analisis Psikologi Sastra dalam regulasi

emosi tokoh Nurcahya dalam cerbung Mburu Pusaka karya Al Aris Purnomo.

1. Bentuk Penelitian

Bentuk penelitian ini adalah penelitian sastra dengan jenis penelitian

deskriptif kualitatif. Penelitian dengan pendekatan kualitatif lebih menekankan

analisisnya pada proses penyimpulan deduktif dan induktif serta pada analisis

terhadap dinamika hubungan antar fenomena yang diamati dengan mengunakan

logika ilmiah. Penelitian deskriptif melakukan analisis hanya sampai pada taraf

deskripsi yaitu menganalisis dan menyajikan fakta secara sistematik sehingga

dapat lebih mudah untuk dipahami dan disimpulkan.

Penelitian sastra mengandalkan ketelitian, ketepatan, dan kepercayaan

data, serta mengikuti metode kerja ilmiah. Suatu kegiatan ilmiah, penelitian sastra

harus dilakukan dengan dukungan teori dan prinsip keilmuan secara lebih

mendalam (Semi, 1993:18-19). Penelitian sastra yang dilakukan ini diharapkan

dapat membantu memperoleh informasi yang akurat dalam penelitian terhadap

cerbung Mburu Pusaka karya Al Aris Purnomo.

2. Sumber Data dan Data

a) Sumber Data

a. Sumber data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah cerbung

Mburu Pusaka karya Al Aris Purnomo. Cerbung tersebut telah dimuat

29

dalam majalah Jaya Baya edisi 06 minggu II Oktober 2014 sampai edisi 28

minggu III Maret 2015, yang terdiri dari 23 episode cerita.

b. Sumber data sekunder dalam penelitian ini pengarang sebagai narasumber.

b) Data

a. Data primer, berdasarkan sumber data primer yakni teks cerbung Mburu

Pusaka maka data primer dalam penelitian ini adalah struktur teks atau data

literer cerbung seperti fakta-fakta cerita dan sarana-sarana sastra. Selain itu

karena penelitian ini mengunakan pendekatan psikologi sastra maka teks yang

memuat gejala-gejala kejiwaan tokoh dalam cerbung menjadi data primer juga.

b. Data sekunder, berdasarkan pada rekaman hasil wawancara dengan

pengarang Al Aris Purnomo yang termuat dalam flashdisk MP3 untuk

mendukung argumentasi dan melengkapi hasil penelitian.

3. Teknik Pengumpulan Data

Berdasarkan data yang digunakan maka teknik pengumpulan yang

dilakukan adalah sebagai berikut :

a) Teknik Analisis Isi (Teknik Content Analysis)

Teknik pengumpulan data menggunakan teknik ini dengan cara mencatat

dokumen. content analysis, yang dimaksud adalah peneliti bukan hanya bukan

sekedar mencatat isi penting yang tersurat dalam dokumen atau arsip, tetapi juga

tentang makna yang tersirat (Sutopo, 2002:70).

Menurut Holsti (dalam Moleong, 2010:163) teknik content analysis

sering disebut dengan kajian isi, teknik tersebut digunakan untuk menarik

kesimpulan melalui usaha menemukan karakteristik pesan, yang dilakukan secara

objektif dan sistematis. Pada teknik ini digunakan untuk mengalisis unsur

30

struktural dan gejala kejiawaan tokoh dalam cerbung Mburu Pusaka karya Al Aris

Purnomo. Hal ini dilakukan dengan cara membaca teks cerbung dengan

memfokuskan atau lebih spesifik pada tokoh yang ada dalam cerita.

b) Teknik Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu

dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan

pertanyaan dan narasumber yang memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut

(Moleong, 2010:186). Wawancara ini ditujukan kepada Al Aris Purnomo selaku

pengarang cerbung Mburu Pusaka pada tanggal 19 Maret 2016 yang dilakukan

ditempat tinggal beliau di desa Karanglor RT 02/01 kecamatan Manyaran

Kabupaten Wonogiri.

Wawancara ini dilakukan untuk memperoleh informasi mendalam yang

mendukung penelitian ini. Teknik wawancara ini dipakai untuk memperoleh data

dan informasi yang berkaitan dengan keberadaan serta keterciptaan cerbung

Mburu Pusaka, serta menggunakan teknik wawancara terstruktur dimana

pewawancara menetapkan sendiri masalah dan pertanyaan-pertanyaan yang

diajukan kepada pengarang, sehingga pengarang dapat lebih mudah untuk

menjawab pertanyaan secara terinci. (Moleong, 2010:138). Wawancara ini

dilakukan demi memperkuat data yang bersifat aktual dan kevalidan data.

c) Teknik Kepustakaan (Library Reseach)

Pengumpulan data dalam penelitian ini mengunakan teknik studi pustaka,

yaitu mengumpulkan data-data dengan bantuan pustaka yang meliputi naskah,

buku-buku, skripsi, media massa. Studi pustaka ini dimaksudkan untuk

memperoleh data-data yang menunjang penelitian. Studi pustaka bertujuan untuk

31

mengumpulkan data dan informasi dengan bantuan macam-macam materi yang

terdapat di ruang perpustakaan, misalnya berupa buku-buku, majalah, naskah,

catatan sejarah, dokumen, dan lain-lain (Kartini, Kartono, 1990: 33) yang

berkaitan dengan tinjauan psikologi sastra serta bisa membandingkan dengan hasil

penelitian sebelumnya yang relavan seperti skripsi Heka Wati Setyaningsih NIM

C0107006 Tahun 2011 yang berjudul Emosi Tokoh dalam Cerbung Tarung karya

A. Sardi dengan mengunakan tinjauan psikologi sastra, dan skripsi Yunita Astuti

NIM C0110072 Tahun 2014 yang berjudul Regulasi Emosi pada tokoh Tita dalam

novel Amrike Kembang Kopi karya Sunaryata Soemardjo dengan mengunakan

tinjauan psikologi dari Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

Teknik kepustakaan ini untuk pengumpulan data utama dan tulisan lain

yang berkaitan dengan cerbung dan pengarangnya. Adapun cara kerjanya yaitu,

membaca dan memahami teks untuk analisis cerbung Mburu Pusaka karya Al

Aris Purnomo, selanjutnya mencatat data yang penting dan menarik. Dasar dari

teknik kepustakaan ini untuk memudahkan didalam penelitian serta menjadi

teknik terpenting didalam mengupas isi dari penelitian ini.

4. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data merupakan proses mengorganisasikan dan

mengurutkan data kedalam pola, kategori dan satuan uraian dasar (Moleong,

2010:280). Menurut Miles dan Huberman, analisis dalam penelitian kualitatif

terdiri dari tiga komponen yaitu reduksi data, sajian data, dan penarikan

kesimpulan (Sutopo, 2006:113). Analisis dalam penelitian kualitatif terdiri dari

32

tiga komponen pokok yaitu: reduksi data, penyajian data, dan penarikan

kesimpulan atau verifikasi.

a) Reduksi Data

Reduksi data merupakan proses dimana penyerderhanaan dengan

membatasi permasalahan penelitian dengan membatasi permasalahan penelitian

dan juga membatasi pertanyaan-pertanyaan pokok yang perlu dijawab dalam

penelitian (Sutopo, 2006:94).

Data penelitian ini yaitu analisis struktural yang dilanjutkan dengan

mengunakan pendekatan psikologi sastra sebagai pembahasan ini. Tahapan ini

dimulai dengan membaca serta mengelompokkan data berdasarkan deskripsi data

yang meliputi unsur pembangun karya sastra yaitu cerbung Mburu Pusaka karya

Al Aris Purnomo, analisis tahap awal yang dijadikan sebagai pijakan yang

mengkaji keterkaitan antara unsur-unsur karya sastra yang berupa unsur instrinsik

seperti fakta-fakta cerita meliputi karakter, alur, latar, tema, sarana-sarana cerita

diantranya judul, sudut pandang, gaya dan tone, serta data yang mengenai aspek

psikologi yang meliputi aspek kejiwaan, regualasi emosi pada tokoh dan

psikoanalisis dalam cerbung Mburu Pusaka karya Al Aris Purnomo ini. Jika

dalam tahapan ini data sudah terkumpul diidentifikasikan dan diklasifikasikan.

b) Penyajian Data

Penyajian data merupakan sajian dari data-data yang terkumpul. Data-

data tersebut meliputi dari catatan lapangan serta komentar peneliti, dokumen,

biografi, artikel, hasil wawancara akan diatur, diurutkan dan dikelompokkan

(Moleong, 2010:103). Tahapan ini dimulai dengan membaca dan

mengelompokkan data berdasarkan deskripsi data yaitu cerbung Mburu Pusaka

33

karya Al Aris Purnomo, kemudian disajikan dalam analisis struktural yang

membangun cerbung, dalam mengerjakan tahapan ini, semua data yang

terkumpul dideskripsikan, diidentifikasikan dan diklasifikasikan. Data yang sudah

dikelompokkan berdasarkan klasifikasinya, selanjutnya disajikan berdasarkan

karakteristik data, setelahnya data-data yang terkumpul disajikan, kemudian

dibuat deskripsi masing-masing data untuk memperoleh dan mempermudah

tahapan interpestasi.

c) Verifikasi Data

Verifikasi data merupakan tindakan mengecek kembali pada catatan yang

telah dibuat oleh peneliti dan selanjutnya membuat kesimpulan sementara

(Sangidu, 2004:178). Data yang dibutuhkan cerbung Mburu Pusaka karya Al

Aris Purnomo tersebut sudah terkumpul, maka peneliti mulai menarik kesimpulan

dan verifikasinya pada reduksi data maupupun sajian datanya, pada proses

tersebut diberi nama model analisis interaktif (Sutopo, 2006:95).

Penarikan kesimpulan merupakan sebagian dari satu kegiatan dari

kofigurasi yang utuh dari kesimpulan-kesimpulan juga diverifikasi selama

penelitian berlangsung. Verifikasi itu mungkin sesingkat pemikiran kembali yang

melintas dalam pemikiran seorang peneliti selama mengadakan penelitian, suatu

tinjauan ulang pada catatan-catatan lapangan atau mungkin menjadi begitu

seksama dalam memakan tenaga serta pemikiran yang lebih luas dan memakan

waktu.

34

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan seperti berikut :

BAB I berisi tentang pendahuluan yang menguraikan tentang latar belakang

masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,

manfaat penelitian, landasan teori, metode penelitian, sistematika

penulisan.

BAB II berisi tentang analisis data yang menguraikan tentang analisis

struktural maupun regulasi emosi pada tokoh Nurcahya dalam

cerbung Mburu Pusaka karya Al Aris Purnomo

BAB III berisi penutup yang meliputi kesimpulan dan saran.

Pada bagian akhir dilengkapi dengan daftar pustaka, lampiran

sinopsis cerbung Mburu Pusaka, biografi pengarang, lampiran

wawancara dan foto dengan pengarang dan kumpulan cerbung

Mburu Pusaka karya Al Aris Purnomo.