jurnal psikologi klinis dan kesehatan mental ... · tersebut diungkapkan berasal dari sekolah dan...

13
Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental http://url.unair.ac.id/cf758369 e-ISSN 2301-7090 ARTIKEL PENELITIAN KESEHATAN MENTAL PADA PENARI REMAJA DI SURABAYA DITINJAU DARI JENIS TARIAN YANG DIIKUTI Rezza Nadear Nenovarmaychisa & Tri Kurniati Ambarini, M.Psi., Psikolog. Departemen Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental, Fakultas Psikologi Universitas Airlangga ABSTRAK Tidak banyak orang yang mengetahui bahwa kegiatan menari memiliki beberapa faktor resiko yang menyebabkan penari mengalami tekanan mental hingga stres. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kesehatan mental penari kreasi dan penari tradisional mengingat jenis tarian tersebut memiliki ciri yang berbeda. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini ialah kuantitatif deskriptif. Alat ukur yang digunakan ialah Mental Health Inventory 38 (MHI-38) oleh Veit & Ware (1983) yang telah dimodifikasi pada penelitian sebelumnya oleh Aziz (2015). Alat ukur ini memiliki dua dimensi yaitu psychological distress dan psychological well-being dan melibatkan 60 penari tradisional dan 60 penari kreasi di Surabaya. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa psychological distress lebih banyak dirasakan oleh penari kreasi dan psychological well-being lebih banyak dimiliki oleh penari tradisional. Hasil-hasil tersebut diperoleh dari uji cross-tabulation antara jenis tarian dengan masing-masing dimensi dari MHI-38. Kata kunci: Jenis Tarian, Kesehatan Mental, Penari, Remaja ABSTRACT Only a few of people realize that in dancing there are many risk factors that can cause mental pressure to the dancers. The pressure may result in mental stress. This study is aiming to find out the difference between the creative and traditional dancers mental health. The method used in this research is quantitative descriptive. The measurement used is The Mental Health Inventory 38 (MHI-38) established by Veit & Ware (1983) which was modified in a previous study by Aziz (2015). This measurement has two dimensions: psychological distress and psychological well- being. This study involves 60 traditional dancers and 60 creative dancers in Surabaya. The results in this study show that that psychological distress occurs more among creative dancers and psychological well-being is acquired more by traditional dancer. The results are taken from cross- tabulation examinations between both dance types by each dimension from MHI-38. Key words: Dancers, Mental Health, Teenager, Type of Dance *Alamat korespondensi: Fakultas Psikologi Universitas Airlangga, Kampus B Universitas Airlangga Jalan Airlangga 4-6 Surabaya 60286. Surel: [email protected] Naskah ini merupakan naskah dengan akses terbuka dibawah ketentuan the Creative Common Attribution License (http://creativecommons.org/licenses/by/4.0), sehingga penggunaan, distribusi,

Upload: others

Post on 02-Dec-2020

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental ... · tersebut diungkapkan berasal dari sekolah dan budaya yang popular dalam kehidupan sehari-hari (Lubis & Nurlaila, 2010). APA

Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental http://url.unair.ac.id/cf758369 e-ISSN 2301-7090

ARTIKEL PENELITIAN

KESEHATAN MENTAL PADA PENARI REMAJA DI SURABAYA DITINJAU DARI JENIS TARIAN YANG DIIKUTI

Rezza Nadear Nenovarmaychisa & Tri Kurniati Ambarini, M.Psi., Psikolog.

Departemen Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental, Fakultas Psikologi Universitas Airlangga

ABSTRAK

Tidak banyak orang yang mengetahui bahwa kegiatan menari memiliki beberapa faktor resiko yang menyebabkan penari mengalami tekanan mental hingga stres. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kesehatan mental penari kreasi dan penari tradisional mengingat jenis tarian tersebut memiliki ciri yang berbeda. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini ialah kuantitatif deskriptif. Alat ukur yang digunakan ialah Mental Health Inventory 38 (MHI-38) oleh Veit & Ware (1983) yang telah dimodifikasi pada penelitian sebelumnya oleh Aziz (2015). Alat ukur ini memiliki dua dimensi yaitu psychological distress dan psychological well-being dan melibatkan 60 penari tradisional dan 60 penari kreasi di Surabaya. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa psychological distress lebih banyak dirasakan oleh penari kreasi dan psychological well-being lebih banyak dimiliki oleh penari tradisional. Hasil-hasil tersebut diperoleh dari uji cross-tabulation antara jenis tarian dengan masing-masing dimensi dari MHI-38. Kata kunci: Jenis Tarian, Kesehatan Mental, Penari, Remaja

ABSTRACT

Only a few of people realize that in dancing there are many risk factors that can cause mental pressure to the dancers. The pressure may result in mental stress. This study is aiming to find out the difference between the creative and traditional dancers mental health. The method used in this research is quantitative descriptive. The measurement used is The Mental Health Inventory 38 (MHI-38) established by Veit & Ware (1983) which was modified in a previous study by Aziz (2015). This measurement has two dimensions: psychological distress and psychological well-being. This study involves 60 traditional dancers and 60 creative dancers in Surabaya. The results in this study show that that psychological distress occurs more among creative dancers and psychological well-being is acquired more by traditional dancer. The results are taken from cross-tabulation examinations between both dance types by each dimension from MHI-38. Key words: Dancers, Mental Health, Teenager, Type of Dance

*Alamat korespondensi: Fakultas Psikologi Universitas Airlangga, Kampus B Universitas Airlangga Jalan Airlangga 4-6 Surabaya 60286. Surel: [email protected]

Naskah ini merupakan naskah dengan akses terbuka dibawah ketentuan the Creative Common Attribution License (http://creativecommons.org/licenses/by/4.0), sehingga penggunaan, distribusi,

Page 2: Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental ... · tersebut diungkapkan berasal dari sekolah dan budaya yang popular dalam kehidupan sehari-hari (Lubis & Nurlaila, 2010). APA

Kesehatan Mental pada Penari Remaja di Surabaya Ditinjau dari Jenis Tarian yang diikuti. 58

Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental Tahun 2017, Vol. 6, 57-69

reproduksi dalam media apapun atas artikel ini tidak dibatasi, selama sumber aslinya disitir dengan baik.

P E N D A H U L U A N Remaja menurut World Health Organization (WHO) merupakan individu yang berusia 12

hingga 20 tahun. Usia tersebut merupakan usia dimana individu sedang aktif-aktifnya untuk mencoba hal baru atau cenderung melakukan kegiatan kelompok (Wijaya & Rehulina, 2013). Kegiatan kelompok yang dilakukan oleh remaja ialah seperti mengikuti ekstrakulikuler maupun komunitas. Namun, terdapat satu berita bahwa remaja di tahun 2007 mengalami tekanan mental lima kali lebih besar dibandingkan dengan pelajar usia yang sama pada tahun 1938. Pemicu hal tersebut diungkapkan berasal dari sekolah dan budaya yang popular dalam kehidupan sehari-hari (Lubis & Nurlaila, 2010). APA (American Psychological Association) (2014) mengungkapkan bahwa gangguan kesehatan mental tidak hanya dialami oleh orang dewasa saja, namun remaja sekarang lebih mudah untuk mengalami stres dikarenakan pola hidupnya yang mengikuti orang dewasa (Kusmiyati, 2014).

Menurut WHO, orang dapat dikatakan sehat mentalnya jika kondisi emosional, kepribadian, intelektual, serta fisik individu berfungsi secara baik. Individu melakukan rutinitas seperti biasanya. Selain itu, individu dikatakan sehat mentalnya jika ia mampu masuk dalam kelompok tertentu. APA mengungkapkan yang menyebabkan remaja mengalami gangguan kesehatan mental dikarenakan kualitas tidur yang buruk, kurangnya berolahraga, serta pilihan diet yang tidak baik. Oleh karena itu dalam pernyataan tersebut dijelaskan mengenai pentingnya berolahraga (Kusmiyati, 2014).

Menari merupakan kegiatan dalam dunia kreatif namun setara dengan kegiatan olahraga, karena didalam menari individu akan dipaksa untuk menggerakkan badannya dan mengikuti irama. Selain itu, pada sebuah jurnal diungkapkan bahwa untuk melihat konsekensi psikologis dari luka bagi penari dapat bercermin melalui psikologi olahraga, karena dampak dari kedua hal tersebut tidak jauh berbeda (Mainwaring, Krasnow, & Kerr, 2001), sehingga, untuk meminimalisir terkena gangguan kesehatan mental, individu khususnya remaja dapat berolahraga, dengan menari contohnya.

Terdapat jurnal oleh Brauninger (2012) yang menjelaskan bahwa beberapa budaya menggunakan tarian sebagai usaha guna mengurangi stres pada individu. Tari mampu melatih proses kognitif individu, mengatasi peristiwa yang menakutkan, menganalisis masalah, mencari berbagai solusi untuk kehidupan sehari-hari, serta meningkatkan citra tubuh seseorang dan membuat individu menjadi lebih percaya diri (Hanna, 2006 dalam Brauninger, 2012). Selain itu, tari mampu merangsang sistem vestibular, menciptakan keadaan lebih waspada, berdampak positif pada kebugaran tubuh, dan juga memberi kekuatan pada sistem kardiovaskular (Brauninger I. , 2012)

Hal itu diperkuat dengan ungkapkan oleh (Andersen & Hanrahan, 2015) bahwa tari tidak hanya mempunyai dampak positif untuk fisik, tapi juga diimbangi dengan dampak positif untuk emosi, sosial, spiritual, dan juga mampu memberikan dampak positif psikologis. Individu akan lebih mudah untuk menunjukkan apa yang sedang individu tersebut rasakan ketika menari. Postur tubuh ketika menari akan mampu meluapkan emosi yang ada pada diri individu (Andersen & Hanrahan, 2015). Ketika sedang menari, individu dapat menghilangkan stres, melepaskan ketegangan pada tubuh, mengekspresikan emosi, mengganti emosi gelap seperti melankolis, kesedihan dengan emosi yang lebih menyenangkan serta akan mampu mengatasi stres dan juga kondisi emosional yang tidak menyenangkan (Andersen & Hanrahan, 2015).

Namun siapa yang menyangka bahwa dalam kegiatan menaripun terdapat beberapa faktor yang membuat penari tersebut menjadi terganggu kesehatan mentalnya. Pada sebuah jurnal

Page 3: Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental ... · tersebut diungkapkan berasal dari sekolah dan budaya yang popular dalam kehidupan sehari-hari (Lubis & Nurlaila, 2010). APA

Kesehatan Mental pada Penari Remaja di Surabaya Ditinjau dari Jenis Tarian yang diikuti. 59

Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental Tahun 2017, Vol. 6, 57-69

dijelaskan bahwa beberapa pasien di Rumah Sakit Jiwa ialah individu yang bekerja di dunia kreatif, salah satunya penari (Kyaga, et al., 2012). Berdasarkan wawancara awal dengan beberapa penari remaja di Surabaya diketahui bahwa tekanan dari orang tua, tekanan pelatih, kondisi ruang latihan, kondisi di tempat menari, melihat teman yang jauh lebih mampu, kesusahan dengan gerakan hingga berusaha menampilkan tarian yang baik dapat menjadi sebuah keadaan dimana membuat penari-penari tersebut berada pada titik terendah hingga stres. Hal tersebut didukung oleh artikel yang menjelaskan hal-hal apa saja yang membuat penari stres, yaitu ketika membandingkan diri sendiri dengan orang lain, ketika audisi atau menjelang tampil, ketika memiliki pemikiran untuk membahagiakan orang, ketika stres dalam mengatur jadwal, dan yang terakhir ialah mengingat tarian serta melakukan teknik yang baik (Savidant, 2016)

Selain itu diketahui bahwa terdapat dua jenis tarian yaitu tradisional dan kreasi dimana jika tradisional merupakan tarian yang turun temurun, biasanya gerakannya bersifat gemulai, dan gerakannya sudah pasti. Sedangkan tari kreasi merupakan tari yang tidak ada batasan. Tarian tersebut mengikuti kemauan koreografer, sehingga tarian tersebut akan mengikuti jaman dan seperti yang kita ketahui bahwa tarian akan terus berkembang. Pada masa sekarang, tarian yang sedang digemari ialah tarian yang memasukkan gerakan akrobatik didalamnya seperti gerakan breakdance yang didalamnya banyak atraksi-atraksi berbahaya (Wijaya & Rehulina, 2013). Guna menampilkan tarian serta atraksi yang sempurna, penari membutuhkan latihan-latihan ekstra. Semakin ekstrim latihan serta gerakan yang dilakukan, akan meningkatkan resiko cedera pada penari. Adapun cedera sering menimbulkan goncangan psikis pada diri individu yang bersangkutan, karena nantinya akan berpengaruh pada diri individu (Gunarsa, 2008)

Jurnal oleh (Shah, Weiss, & Burchette, 2012) meneliti mengenai cedera yang terjadi pada 184 penari di Amerika Serikat. Hasil dari penelitan tersebut menjelaskan bahwa 82% diantara penari-penari tersebut menderita antara satu dan tujuh luka-luka, dengan rincian 40% mengalami cedera pada kaki dan pergelangan kaki, 17% cedera pada punggung bagian bawah, dan 16% pada lutut. Pada jurnal tersebut dijelaskan pula bahwa penari wanita yang mengalami cedera dapat kembali menari setelah 18 hari, namun jika penari pria dapat menari kembali rata-rata setelah 21 hari. Kebanyakan penari dijelaskan tidak mengikuti pertunjukan maupun kompetisi ketika cedera, sehingga sesuai dengan yang diungkapkan bahwa goncangan psikis yang terjadi pada individu yang mengalami cedera ialah dikarenakan individu tersebut tidak dapat berpartisipasi pada pertunjukan maupun kompetisi menari yang seharusnya ia ikuti (Gunarsa, 2008). Selain itu terdapat penelitian oleh Crossman pada penari professional berusia 12-21 tahun mengenai perasaan penari pada saat melakukan proses rehabilitasi saat cedera, yaitu ketika penari melihat rekan sejawatnya menari namun ia tidak, hal tersebut akan menimbulkan perasaan bersalah, tekanan, dan kemarahan (Mainwaring, Krasnow, & Kerr, 2001).

Selain itu, terdapat pula jurnal yang mengungkapkan bahwa apapun jenis tariannya, akan selalu ada resiko cedera yaitu tergantung pada faktor ekstrinsik maupun instrinsik (Mainwaring, Krasnow, & Kerr, 2001). Faktor ekstrinsik diantaranya lingkungan ketika latihan, permukaan lantai, kondisi sepatu, serta jadwa kinerja dan latihan. Lalu untuk faktor intrinsik diantaranya usia, kepribadian, kelelahan, tekanan psikologis, serta lingkungan sekitar. Jenis tarian yang berbeda akan menghasilkan cedera yang berbeda. Pada jurnal tersebut dijelaskan bahwa cedera nantinya akan berpengaruh pada kesehatan mental individu. Penari yang diteliti banyak yang tidak mengakui bahwa ia cedera dikarenakan ketakutan jika posisi yang ditempati akan diganti sehingga penari akan kehilangan penghasilan. Ketakutan yang lain ialah takut akan reaksi orang lain seperti pelatih, orang tua, serta penari lainnya dan dampak apa yang akan terjadi pada karir penari tersebut selanjutnya. Ada juga tekanan dari koreografer, rekan sejawat, serta penari itu sendiri, sehingga penari memilih untuk menyembunyikan dan terus berlatih dan tampil meski mengalami sakit dan cedera hanya karena dikarenakan pertunjukan yang harus tetap berlanjut (Mainwaring, Krasnow, & Kerr, 2001)

Page 4: Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental ... · tersebut diungkapkan berasal dari sekolah dan budaya yang popular dalam kehidupan sehari-hari (Lubis & Nurlaila, 2010). APA

Kesehatan Mental pada Penari Remaja di Surabaya Ditinjau dari Jenis Tarian yang diikuti. 60

Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental Tahun 2017, Vol. 6, 57-69

Oleh karena itu, dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui bagaimana kesehatan mental yang dimiliki penari tradisional dan penari kreasi yang mana diketahui setiap tarian memiliki ciri-ciri yang berbeda sehingga resiko yang dihasilkan akan berbeda pula.

M E T O D E Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif deskriptif. Penelitian deskriptif biasanya digunakan sebagai studi pendahuluan, dimana dengan penelitian deskriptif, informasi atau data yang didapatkan merupakan informasi yang diperoleh secara alami dan natural (Gravetter & Forzano, 2003). Metode pengumpulan yang digunakan ialah dengan menggunakan kuisioner secara online dan langsung. Variabel bebas yang digunakan pada penelitian ini ialah penari remaja tradisional dan kreasi, sedangkan untuk variabel terikatnya ialah kesehatan mental. Metode analisis data yang digunakan adalah statistik deskriptif dan cross-tab dengan menggunakan SPSS 20. Instrumen Penelitian

Penelitian ini menggunakan alat ukur Mental Health Inventory-38 (MHI-38) oleh Veit & Ware (1983) yang telah dimodifikasi pada penelitian sebelumnya oleh Aziz (2015). Alat ukur ini memiliki 2 dimensi yaitu psychological distress dan psychological well-being yang mana dalam setiap dimensinya memiliki masing-masing 3 indikator yaitu pada psychological distress terdapat kecemasan, depresi, hilang kontrol lalu untuk psychological well-being terdapat emosi, cinta, dan kepuasan (Aziz, 2015). Total item pada alat ukur ini ialah 24 item. Adapun alternatif jawaban yang tersedia ialah sebanyak empat alternatif yaitu (4) hampir setiap saat, (3) sering sekali, (2) jarang, dan (1) tidak pernah. Subjek Penelitian

Subjek pada penelitian ini ialah individu yang berusia 12-20 tahun yang aktif menjadi anggota ekstrakulikuler, sanggar, dan juga komunitas tari tradisional atau tari kreasi di Surabaya. Teknik yang digunakan ialah purposive sampling yang mana sampel dipilih menurut keputusan peneliti (Budijanto, 2013). Adapun jumlah subjek pada penelitian ini yaitu sebanyak 120 subjek, yang mana didalamnya ialah terdiri dari 60 penari tradisional dan 60 penari kreasi.

H A S I L P E N E L I T I A N Uji Deskriptif

Penelitian ini menggunakan bantuan SPSS 20.0 untuk melakukan analisis deskriptif

skala kesehatan mental:

Tabel 1 Hasil Analisis Deskriptif Skala Kesehatan Mental

Descriptive Statistics

N Min Max Mean Std. Deviation

Jumlah 120 45 78 62,4167 5,99942

Valid N 120

Page 5: Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental ... · tersebut diungkapkan berasal dari sekolah dan budaya yang popular dalam kehidupan sehari-hari (Lubis & Nurlaila, 2010). APA

Kesehatan Mental pada Penari Remaja di Surabaya Ditinjau dari Jenis Tarian yang diikuti. 61

Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental Tahun 2017, Vol. 6, 57-69

Berdasarkan tabel 1 dapat terlihat bahwa nilai minimum subjek dalam mengisi

pertanyaan ialah 45 dan maksimum subjek dalam mengisi pertanyaan pada kuesioner

adalah 78. Lalu untuk mean atau rata-rata yang didapat dari skala kesehatan mental ialah

62,4167 dan standar deviasi atau simpangan bakunya ialah 5,9994.

Uji Cross-Tab

Cross-tabulation merupakan analisis deskriptif dengan tabel yang terdiri dari baris

yang mewakili satu kategori dan kolom yang mewakili kategori lainnya (Acock, 2008).

Tabel 2 Uji Cross-Tab Jenis Tarian dengan Kesehatan Mental Psychological

Distress

Crosstab

Jenis Tarian Psychological Distress

Total Rendah Sedang Tinggi

Tari Kreasi (Tari

Modern/Tari Kontemporer)

9 38 13 60

Tari Tradisional (Tari

Tradisional Klasik/Tari

Kerakyatan)

10 46 4 60

Total 19 84 17 120

Pada tabel 2 diketahui bahwa jumlah subjek dengan jenis tari kreasi pada dimensi 1

yang memiliki psychological distress rendah ada sebanyak 9 orang, lalu untuk subjek yang

memiliki psychological distress sedang ada sebanyak 38 orang dan untuk subjek yang

memiliki psychological distress tinggi diketahui sebanyak 13 orang. Sedangkan untuk

jumlah subjek dengan jenis Tari Tradisional, subjek yang memiliki psychological distress

rendah ialah sebanyak 10 orang, subjek yang memiliki psychological distress sedang ada

sebanyak 46 orang dan yang memiliki psychological distress tinggi ialah sebanyak 4 orang.

Page 6: Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental ... · tersebut diungkapkan berasal dari sekolah dan budaya yang popular dalam kehidupan sehari-hari (Lubis & Nurlaila, 2010). APA

Kesehatan Mental pada Penari Remaja di Surabaya Ditinjau dari Jenis Tarian yang diikuti. 62

Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental Tahun 2017, Vol. 6, 57-69

Sehingga dapat disimpulkan bahwa dari 120 subjek dengan rincian 60 penari tradisional

dan 60 penari kreasi bahwa subjek pada penari kreasi lebih tinggi psychological distressnya

daripada penari tradisional.

Tabel 3 Uji Cross-Tab Jenis Tarian dengan Kesehatan Mental Psychological

Well-Being

Crosstab

Jenis Tarian Psychological Well-Being

Total Rendah Sedang Tinggi

Tari Kreasi (Tari Modern/Tari

Kontemporer)

11 40 9 60

Tari Tradisional (Tari

Tradisional Klasik/Tari

Kerakyatan)

5 42 13 60

Total 16 82 22 120

Tabel 3 menunjukkan bahwa jumlah subjek dengan jenis tari kreasi pada dimensi 2

yang masuk dalam psychological well-being rendah terdapat 11 orang, golongan

psychological well-being sedang sebanyak 40 orang, dan yang masuk dalam mempunyai

psychological well-being tinggi ada sebanyak 9 orang. Jumlah subjek dengan jenis tari

tradisional pada dimensi 2 yaitu yang masuk dalam golongan psychological distress rendah

ada sebanyak 5 orang, untuk yang masuk dalam golongan psychological well-being sedang

ada sebanyak 42 orang, dan untuk subjek yang masuk dalam golongan psychological well-

being tinggi ada sebanyak 13 orang, sehingga dapat disimpulkan bahwa dibandingkan

penari kreasi, penari tradisional mempunyai psychological well-being yang lebih tinggi.

Page 7: Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental ... · tersebut diungkapkan berasal dari sekolah dan budaya yang popular dalam kehidupan sehari-hari (Lubis & Nurlaila, 2010). APA

Kesehatan Mental pada Penari Remaja di Surabaya Ditinjau dari Jenis Tarian yang diikuti. 63

Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental Tahun 2017, Vol. 6, 57-69

DISKUSI

Menari merupakan suatu kegiatan yang dapat memiliki dampak positif untuk fisik,

emosi, sosial, spiritual, dan psikologis bagi individu (Andersen & Hanrahan, 2015). Selain

itu diketahui pula bahwa dengan menari dapat meningkatkan kesehatan mental pada

individu dan juga melepaskan tekanan-tekanan pada diri individu (Schoffro, 2017). Namun

kebanyakan orang tidak mengetahui bahwa banyak faktor didalam menari yang menjadi

stressor sendiri bagi penari, diantaranya ialah tekanan dari orang tua, tekanan dari pelatih,

biaya yang mahal, ruang menari yang tidak sesuai, disaat tidak dapat menerima gerakan

dengan baik, gugup ketika tampil sendiri, tidak dipilih menjadi center dan juga keadaan

dimana penari tidak bisa gerakan yang telah diajarkan namun teman-temannya sudah bisa.

Hal tersebut bagi peneliti sangat perlu untuk diteliti mengingat kesehatan mental sangat

penting dan juga belum ada yang meneliti mengenai hal ini. Oleh karena itu, penelitian ini

dilakukan untuk mengetahui bagaimana kesehatan mental penari remaja di Surabaya

ditinjau dari jenis tarian yang diikuti dimana terdapat dua jenis tarian yaitu tari kreasi dan

tari tradisional. Setiap jenis tarian memiliki ciri yang berbeda-beda. Tari kreasi bersifat

lebih bebas daripada tari tradisional yang gerakannya ialah turun temurun sehingga pola

gerakannya sudah ditentukan (Yoyok & Siswandi, 2006) dan gerakan yang dihasilkan

gemulai. Salah satu dari jenis tari tradisional yaitu tari rakyat merupakan sebuah tarian

yang muncul sebagai ungkapan kebahagiaan, sehingga untuk menampilkannya, dibutuhkan

penghayatan. Berbeda dengan tari kreasi, tari kreasi dikenal dengan gerakan yang bebas

tidak terikat dengan tradisi.

Tari modern merupakan salah satu jenis dari tarian kreasi dimana gerakannya lahir

dari sebuah ide yang mana ide tersebut berasal dari koreografernya (Yoyok & Siswandi,

2006), karena itu tarian kreasi akan selalu berkembang, sehingga gerakan yang digunakan

akan selalu baru. Beberapa jenis dari tari kreasi yaitu tari disko, tari balet, breakdance

(Yoyok & Siswandi, 2007). Gerakan yang ada pada tari kreasi kebanyakan bertempo cepat,

lalu untuk breakdance diketahui didalamnya banyak gerakan patah-patah yang didalamnya

penuh dengan gerakan akrobatik yang tidak jarang akan menimbulkan sebuah resiko

seperti cedera.

Page 8: Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental ... · tersebut diungkapkan berasal dari sekolah dan budaya yang popular dalam kehidupan sehari-hari (Lubis & Nurlaila, 2010). APA

Kesehatan Mental pada Penari Remaja di Surabaya Ditinjau dari Jenis Tarian yang diikuti. 64

Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental Tahun 2017, Vol. 6, 57-69

Cedera akan menimbulkan kegoncangan psikis pada individu (Gunarsa, 2008), yang

mana jika sebagai penari, cedera akan berpengaruh untuk nasib individu tersebut

kedepannya. Penari bisa saja tidak diperkenankan untuk mengikuti kegiatan menari

sehingga tidak dapat mengikuti perlombaan ataupun bisa juga penari akan mendapatkan

susunan formasi yang tidak diharapkan. Adapun perasaan-perasaan yang dirasakan penari

ketika mengalami cedera yaitu ketakutan akan reaksi orang lain seperti pelatih, orang tua,

serta penari lainnya dan dampak apa yang akan terjadi pada karir penari tersebut

selanjutnya. Adapula penari yang merasa tertekan dikarenakan koreografer, rekan sejawat,

serta penari itu sendiri, sehingga penari memilih untuk menyembunyikan dan terus

berlatih dan tampil meski mengalami sakit dan cedera (Mainwaring, Krasnow, & Kerr,

2001). Pada penelitian tersebut dijelaskan pula bahwa penari merasa tertekan, marah

terhadap dirinya sendiri ketika harus menjalani proses rehabilitasi dan tidak bisa

mengikuti kegiatan menari.

Peneliti menggunakan skala kesehatan mental MHI-38 (Mental Health Inventory)

oleh Veit & Ware (1983) yang diberikan kepada subjek melalui online dan juga secara

langsung untuk mengetahui frekuensi psychological distress dan psychological well-being

pada penari tradisional dan kreasi. Hasil dari pengisian kuisioner tersebut diketahui

melalui uji cross-tabulation bahwa penari kreasi memiliki psychological distress yang lebih

tinggi daripada penari tradisional.

Pada pembahasan diatas diketahui bahwa dalam psychological distress golongan

tinggi lebih banyak dijumpai pada penari kreasi. Sesuai yang dijelaskan bahwa subdimensi

dari psychological distress adalah cemas, depresi, dan hilang kontrol, sehingga disini

diketahui bahwa penari kreasi memiliki tingkat kecemasan, depresi, dan juga hilang

kontrol yang lebih tinggi. Jika disambungkan dengan ciri-ciri dari tari kreasi bahwa tari

kreasi menekankan kebebasan dalam bergerak dan akan selalu berkembang (Madden,

Putukian, McCarty, & Young, 2010), sehingga hal ini berarti penari kreasi harus

mempelajari gerakan-gerakan yang terus diperbarui dan mengikuti jaman. Tempo gerakan

pada tari kreasi juga cenderung cepat, sehingga penari harus mampu menghafalkan

gerakan dengan cepat. Ketika seorang penari tidak dapat menyerap gerakan yang diajarkan

dengan baik, penari akan tertinggal dengan yang lain, sehingga penari akan mengalami

Page 9: Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental ... · tersebut diungkapkan berasal dari sekolah dan budaya yang popular dalam kehidupan sehari-hari (Lubis & Nurlaila, 2010). APA

Kesehatan Mental pada Penari Remaja di Surabaya Ditinjau dari Jenis Tarian yang diikuti. 65

Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental Tahun 2017, Vol. 6, 57-69

kecemasan selama berada di tempat latihan menari. Jika dihubungkan dengan wawancara

awal peneliti dengan hal kecemasan, maka kecemasannya ialah kecemasan akan tekanan

pelatih, tekanan akan teman-teman kelompok yang mengharuskan agar segera dapat

mengikuti gerakan, serta kekhawatiran apabila tidak dapat menampilkan yang terbaik.

Selain itu, diketahui bahwa dalam gerakan tari kreasi terdapat gerakan-gerakan ekstrim

(Madden, Putukian, McCarty, & Young, 2010) yang mana memasukkan unsur akrobatik

didalamnya. Guna mendapatkan gerakan tersebut atau untuk menyempurnakannya,

dibutuhkan latihan yang mana dalam latihan tidak dapat dipungkiri memiliki faktor resiko

untuk cedera. Penari yang cedera akan mempengaruhi psikisnya (Gunarsa, 2008). Penari

yang terguncang psikisnya jika tidak ditindaklanjuti akan menjadi stres hingga depresi. Hal

tersebut dikarenakan cedera akan mempengaruhi bagaimana nasib penari tersebut

nantinya. Penari yang cedera kemungkinan akan digantikan posisinya sehingga penari

tersebut merasa bahwa ia tidak dapat menunjukkan kemampuan menari serta gerakan-

gerakan lain yang telah individu tersebut pelajari. Penari yang berada pada titik terendah,

tidak jarang akan kehilangan kontrol. Hal tersebut berarti kesehatan mental yang dimiliki

penari kreasi ialah rendah.

Sedangkan untuk psychological well-being golongan tinggi paling banyak ialah pada

penari tradisional. Subdimensi dari psychological well-being sendiri ada tiga yaitu emosi

positif, cinta, serta kepuasan. Pada tari tradisional diketahui bahwa gerakannya merupakan

gerakan yang turun temurun sehingga gerakannya sudah pasti dan ditentukan oleh

konteksnya. tari tradisional juga merupakan tarian yang ekspresif, yang mengharuskan

penarinya untuk menghayati tarian yang sedang dibawakan. Berdasarkan hasil wawancara

awal, penari merasa puas ketika dapat membawakan sebuah tarian dengan baik. Tari

tradisional mengharuskan penari untuk menghayati tarian tersebut karena setiap tarian

memiliki makna. Ketika menghayati tarian, secara tidak langsung penari akan merasakan

cinta, hal tersebut dikarenakan penari diharuskan untuk menyatu dengan tarian tersebut

agar dapat menghayati dengan baik. Sehingga ketika penari berhasil dalam menghayati, hal

tersebut akan memberikan kepuasan pada penari dan akan memunculkan emosi positif

pada diri penari. Sehingga hal tersebut berarti bahwa kesehatan mental yang dimiliki

penari tradisional tinggi.

Page 10: Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental ... · tersebut diungkapkan berasal dari sekolah dan budaya yang popular dalam kehidupan sehari-hari (Lubis & Nurlaila, 2010). APA

Kesehatan Mental pada Penari Remaja di Surabaya Ditinjau dari Jenis Tarian yang diikuti. 66

Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental Tahun 2017, Vol. 6, 57-69

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis data pada penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan

bahwa psychological distress golongan tinggi lebih banyak dimiliki oleh penari kreasi

daripada penari tradisional. Sedangkan untuk psychology well-being golongan tinggi lebih

banyak dimiliki oleh penari tradisional daripada penari kreasi.

PUSTAKA ACUAN

Acock, Alan. (2006). A Gentle Introduction to Stata, Second Edition. Texas: A Stata Press Publication StataCorp LP

Adi, Rianto. (2004). Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum. Jakarta: Granit

Andersen, M.B. & Hanrahan, S.J. (2015). Doing Exercise Psychology. United States of America: Human Kinetics

Anna, Lusia. (2012, 18 Oktober). Penderita Gangguan Jiwa Lebih Kreatif?. Diakses pada 21 Mei 2017 melalui https://app.kompas.com/amp/lifestyle/read/2012/10/18/15185148/penderita.gangguan.jiwa.lebih.kreatif

Anwar, Chairul. (1986). Laporan Penelitian Kegiatan Minat Seni Budaya Mahasiswa di Daerah Istimewa Yogyakarta. Yogyakarta: Lembaga Penelitian Universitas Gadjah Mada

APH. (2014, 01 Juni). Surabaya, Kota Modern tapi Kaya Heritage. Surabaya. Diakses pada 30 Mei 2017 melalui http://www2.jawapos.com/baca/artikel/1888/surabaya-kota-modern-tapi-kaya-heritage

Astono, Margono, Sumardi & Murtono. (2007). Apresiasi Seni: Seni Tari & Seni Musik Kelas X. Jakarta: Yudhistira

Astono, Margono, Sumardi & Murtono. (2008). Pendidikan Seni: Apresiasi Seni Tari & Musik 3 Kelas XII (KTSP). Jakarta: Yudhistira

Aziz, Rahmat. (2015). Aplikasi Model RASCH dalam Pengujian Alat Ukur Kesehatan Mental di Tempat Kerja. Malang: Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri (UIN) Malang

Azwar, S. (2012). Penyusunan Skala Psikologi (Edisi Kedua)i. Yogyakarta: Pustaka Belajar

Bakker, Frank. (1988). Personality Differences between Young Dancers and Non-Dancers. Diakses pada 30 Maret 2017 melalui http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/0191886988900372

Page 11: Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental ... · tersebut diungkapkan berasal dari sekolah dan budaya yang popular dalam kehidupan sehari-hari (Lubis & Nurlaila, 2010). APA

Kesehatan Mental pada Penari Remaja di Surabaya Ditinjau dari Jenis Tarian yang diikuti. 67

Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental Tahun 2017, Vol. 6, 57-69

Baroroh, Ali. (2008). Trik-trik Analisis Statistik dengan SPSS 15. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo

Brauninger, Iris. (2012). Dance Movement Therapy Group Intervention in Stress Treatment:

A Randomized Controlled Trial (RCT). Spain: University of Deusto

Dance, Ceroc. Health Benefits Of Dance. Diakses pada 1 April 2017 melalui

http://ceroc.co.nz/health-benefits-of-dance/

Dewi, Melina. (2014, 04 November). Seni Tari Harmonisasi Ekspresi, Kreativitas dan Karakter. Highlight. Diakses https://www.atmajaya.ac.id/web/konten.aspx?gid=highlight&cid=seni-tari-diskusi-panel

Fauzi, Harry & Mulyadi, Yadi. (2016). Buku Seni Budaya SMA-MA/SMK-MAK Kelas X. Bandung: Yrama Widya

Ginting, Pepita. (2013). Hubungan Overweight dengan Status Mental Emosional Anak. Medan: Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Gravetter, F.J. & Forzano, L.B. (2003). Research Method for Behavioral Science. Belmont: Wadsworth

Greenberg, J.S. (2002). Comprehensive Stress Management 7th Edition. United States: Mc Graw Hill Company

Gunarsa, S. D. (2008). Psikologi Olahraga Prestasi. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia

Harinaldi. (2005). Prinsip-Prinsip Statistik untuk Teknik dan Sains. Penerbit Erlangga: Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Indonesia

Hamdi, Asep & Bahruddin, E. (2014). Metode Penelitian Kuantitatif Aplikasi dalam Pendidikan. Jogjakarta: Deepublish

Heniwaty, Yusnizar. (2015). Peta Konsep Pembelajaran Tari. Medan: Jurusan Sendratasik, FBS, Universitas Negeri Medan

IDAI (Indonesian Pediatric Society). (2013, 10 September). Masalah Kesehatan Mental Emosional Remaja. Seputar Kesehatan Anak. Diakses pada 1 April 2017 melalui http://www.idai.or.id/artikel/seputar-kesehatan-anak/masalah-kesehatan-mental-emosional-remaja

IDAI (Indonesian Pediatric Society). (2013, 10 September). Masalah Kesehatan Mental Remaja di Era Globalisasi. Seputar Kesehatan Anak. Diakses pada 22 Maret 2017 melalui http://www.idai.or.id/artikel/seputar-kesehatan-anak/masalah-kesehatan-mental-remaja-di-era-globalisasi

Kartono, K. (2000). Hygiene Mental. Bandung: CV. Mandar Maju

Page 12: Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental ... · tersebut diungkapkan berasal dari sekolah dan budaya yang popular dalam kehidupan sehari-hari (Lubis & Nurlaila, 2010). APA

Kesehatan Mental pada Penari Remaja di Surabaya Ditinjau dari Jenis Tarian yang diikuti. 68

Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental Tahun 2017, Vol. 6, 57-69

Kusmiyati. (2014, 18 Februari). Studi: Remaja Sekarang Lebih Mudah Stres. Health Info. Diakses pada 31 Maret 2017 http://health.liputan6.com/read/829675/studi-remaja-sekarang-lebih-mudah-stres

Kyaga, Landen, Boman, Hultman, Langstorm, dkk,. (2012). Mental Illness, Suicide and Creativity: 40-Year Prospective Total Population Study. Sweden: Department of Medical Epidemiology and Biostatistics, Karolinka Institute

Lubis, Petti & Nurlaila, Anda. (2010, 13 Januari). Mengapa Tingkat Stres Pelajar Makin Tinggi. Life. Diakses pada 31 Maret 2017 melalui http://life.viva.co.id/news/read/120642-mengapa-tingkat-stres-pelajar-makin-tinggi

Madden, Christopher., Putukian, Margot., McCarty, Eric., & Young, Craig. (2010). Netter’s Sports Medicine 2nd Edition. China: Elsevier Inc

Mainwaring, Lynda., Krasnow, Donna., & Kerr, Gretchen. (2001). And The Dance Goes On: Psychological Impact of Injury. Journal of Dance Medicine & Science

Marilyah, Lina. (2004). Jurnal Provitae. Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara Jakarta & Yayasan Obor Indonesia

Murtono, Sri & Murwani, Sri. (2007). Seni Budaya dan Keterampilan Kelas 3 SD. Jakarta: Yudhistira

Nakita. (2014, 7 Desember). Jangan Bikin Anak Stres Karena Orangtua. Ibu dan Anak. Diakses pada 30 Mei 2017 melalui http://www.tribunnews.com/kesehatan/2014/12/07/jangan-bikin-anak-stres-karena-target-orangtua

Nazir, M. (2005). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Notosoedirdjo, M. & Latipun. (2005). Kesehatan Mental, Konsep dan Penerapan. Malang: UMM Press

Rasyad, Rashdian. (2003). Metode Statistik Deskriptif untuk Umum. Jakarta: Grasindo

Ritvo, Fischer, Miller, Andrews, Paty, dkk. (1997). MSQLI Multiple Sclerosis Quality of Life Inventory: A User’s Manual. New York: National Multiple Sclerosis Society. Diakses pada 26 April 2017 melalui http://www.nationalmssociety.org/For-Professionals/Researchers/Resources-for-Researchers/Clinical-Study-Measures/Mental-Health-Inventory-(MHI)

Santrock, John W. (2007). Remaja. Jakarta: Penerbit Erlangga

Santrock, John W. (2011). Life-Span Development (Edisi Ketigabelas, Jilid 1). Penerbit Erlangga.

Page 13: Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental ... · tersebut diungkapkan berasal dari sekolah dan budaya yang popular dalam kehidupan sehari-hari (Lubis & Nurlaila, 2010). APA

Kesehatan Mental pada Penari Remaja di Surabaya Ditinjau dari Jenis Tarian yang diikuti. 69

Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental Tahun 2017, Vol. 6, 57-69

Savidant, Courtney. (2016, 13 Oktober). Things Dancers Stress About. Diakses pada 12 Juni 2017 melalui http://www.caledoniadance.ca/dance-blog/things-dancers-stress-about

Schoffro, Michelle. (2017). Dancing Benefits to Physical, Emotional, and Mental Health. Healthy Living. Diakses pada 30 Mei 2017 melalui http://www.healthpedia.us/dancing-benefits-to-physical-emotional-and-mental-health/

Shah, S., Weiss. DS., & Burchette, RJ. (2012). Injuries in Professional Modern Dancers: Incidence, Risk Factors, and Management. San Francisco: Journal of Dance Medicine & Science

Simamora, Bilson. (2008). Panduan Riset Perilaku Konsumen. Jakarta: PT Gramedia Pusaka Utama

Sugiyanto. (1999). Kerajinan Tangan dan Kesenian Untuk SLTP, Jilid I. Jakarta: Penerbit Erlangga

Tambunan, Derwin. (2010). Perbedaan Kesehatan Mental pada Gay Ditinjau dari Perilaku Religius. Medan: Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

Veit, C., & Ware, J. (1983). The structure of Psychological Distress and Well-Being in General Populations. Journal of Consulting and Clinical Psychology, 51, 730-742

WHO. (2014). Mental health: A State of Well-Being. Diakses pada 21 Maret 2017 melalui http://www.who.int/features/factfiles/mental_health/en/

WHO. (2017). 10 Facts on Mental Health. Diakses pada 21 Maret 2017 melalui http://www.who.int/features/factfiles/mental_health/mental_health_facts/en/

Wijaya, Vincent & Rehulina, Margaretha. (2013). Pemaknaan Breakdance pada Penari Breakdance Remaja Wanita. Surabaya: Fakultas Psikologi Universitas Airlangga Surabaya

Yoyok & Siswandi. (2006). Pendidikan Seni Budaya Kelas VII SMP. Jakarta: Yudhistira

Yoyok & Siswandi. (2007). Pendidikan Seni Budaya Kelas IX SMP. Jakarta: Yudhistira