retardasi mental

16
5 BAB II LANDASAN TEORI II.1. Tinjauan Pustaka II.1.1. Definisi Retardasi Mental Individu yang termasuk dalam retardasi mental merupakan individu yang mengalami kemunduran atau tidak dapat berkembang dengan baik. American Association on Mental Deficiency (AAMD) dan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi keempat (DSM-IV) mendefinisikan retardasi mental sebagai fungsi intelektual keseluruhan yang secara bermakna di bawah rata-rata yang menyebabkan atau berhubungan dengan gangguan pada perilaku adaptif dan bermanifestasi selama periode perkembangan yaitu sebelum usia 18 tahun (American Psychiatric Association, 2000). International Classification of Disease revisi ke-10 (ICD-10) menggunakan istilah “retardasi mental adalah suatu kondisi terhentinya atau tidak lengkapnya perkembangan pikiran, yang terutama ditandai oleh gangguan keterampilan yang dimanifestasikan selama periode perkembangan, yang mempengaruhi keseluruhan tingkat kecerdasan, yaitu kemampuan kognitif, bahasa, motorik, dan sosial” (Szymanski LC & Kaplan LC, 2004 ; Maslim, 2001). Retardasi mental disebut juga oligofrenia (oligo = kurang atau sedikit dan fren = jiwa) atau tuna mental (Willy & Albert, 2009). I.1.1.1. Epidemiologi Prevalensi retardasi mental pada suatu waktu diperkirakan adalah kira-kira 1% dari populasi. Insidensi tertinggi adalah pada anak usia sekolah, dengan puncak usia 10 sampai 14 tahun. Retardasi mental kira-kira 1 ½ kali lebih sering pada laki-laki dibandingkan wanita (“Pahami anak Down, 2004”). Pada lanjut usia, prevalensi lebih sedikit, karena mereka dengan retardasi mental yang berat atau sangat berat memiliki angka mortalitas yang tinggi yang disebabkan dari penyulit gangguan fisik yang menyertai (Kaplan & Sadock, 2003). I.1.1.2. Faktor Penyebab Faktor penyebab dalam Retardasi Mental (RM) adalah kondisi genetik (kromosom dan bawaan), pemaparan prenatal dengan infeksi dan toksin, trauma

Upload: afra-pritami-balqis

Post on 28-Dec-2015

33 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

RM

TRANSCRIPT

Page 1: Retardasi Mental

5

BAB II

LANDASAN TEORI

II.1. Tinjauan Pustaka

II.1.1. Definisi Retardasi Mental

Individu yang termasuk dalam retardasi mental merupakan individu yang

mengalami kemunduran atau tidak dapat berkembang dengan baik. American

Association on Mental Deficiency (AAMD) dan Diagnostic and Statistical

Manual of Mental Disorders edisi keempat (DSM-IV) mendefinisikan retardasi

mental sebagai fungsi intelektual keseluruhan yang secara bermakna di bawah

rata-rata yang menyebabkan atau berhubungan dengan gangguan pada perilaku

adaptif dan bermanifestasi selama periode perkembangan yaitu sebelum usia 18

tahun (American Psychiatric Association, 2000).

International Classification of Disease revisi ke-10 (ICD-10) menggunakan

istilah “retardasi mental adalah suatu kondisi terhentinya atau tidak lengkapnya

perkembangan pikiran, yang terutama ditandai oleh gangguan keterampilan yang

dimanifestasikan selama periode perkembangan, yang mempengaruhi keseluruhan

tingkat kecerdasan, yaitu kemampuan kognitif, bahasa, motorik, dan sosial”

(Szymanski LC & Kaplan LC, 2004 ; Maslim, 2001). Retardasi mental disebut

juga oligofrenia (oligo = kurang atau sedikit dan fren = jiwa) atau tuna mental

(Willy & Albert, 2009).

I.1.1.1. Epidemiologi

Prevalensi retardasi mental pada suatu waktu diperkirakan adalah kira-kira

1% dari populasi. Insidensi tertinggi adalah pada anak usia sekolah, dengan

puncak usia 10 sampai 14 tahun. Retardasi mental kira-kira 1 ½ kali lebih sering

pada laki-laki dibandingkan wanita (“Pahami anak Down, 2004”). Pada lanjut usia,

prevalensi lebih sedikit, karena mereka dengan retardasi mental yang berat atau

sangat berat memiliki angka mortalitas yang tinggi yang disebabkan dari penyulit

gangguan fisik yang menyertai (Kaplan & Sadock, 2003).

I.1.1.2. Faktor Penyebab

Faktor penyebab dalam Retardasi Mental (RM) adalah kondisi genetik

(kromosom dan bawaan), pemaparan prenatal dengan infeksi dan toksin, trauma

Page 2: Retardasi Mental

6

perinatal (seperti prematuritas), kondisi yang didapat, dan faktor sosiokultural.

Keparahan retardasi mental yang dihasilkannya adalah berhubungan dengan saat

dan lama trauma atau pemaparan pada sistem saraf pusat. Kira-kira ¾ kasus RM

berat diketahui penyebabnya, sedangkan kasus RM ringan hanya setengahnya

yang diketahui penyebabnya (Kaplan & Sadock, 2003).

I.1.1.2.1. Faktor Genetik

Kelainan kromosom autosomal adalah berhubungan dengan retardasi mental.

Kelainan kromosom mungkin terdapat dalam jumlahnya atau dalam bentuknya.

1. Kelainan dalam jumlah kromosom, antara lain terdapat pada : Sindrom Down

atau Langton-Down atau mongolisme (trisomi otosomal atau trisomi

kromosom 21).

2. Kelainan dalam bentuk kromosom : “Cri du chat”: tidak terdapat cabang

pendek pada kromososm 5.

I.1.1.2.2. Faktor Pranatal

Diperlukan dalam perkembangan janin, meliputi kesehatan fisik, psikologis,

dan nutrisi maternal selama kehamilan. Penyakit dan kondisi kronis maternal yang

mempengaruhi perkembangan normal sistem saraf pusat janin adalah diabetes

yang tidak terkendali, anemia, emfisema, hipertensi, dan pemakaian jangka

panjang alkohol dan zat narkotik. Infeksi maternal selama kehamilan, terutama

infeksi virus yang telah diketahui menyebabkan kerusakan janin dan retardasi

mental. Derajat kerusakan janin tergantung pada variabel tertentu seperti jenis

infeksi virus, usia kehamilan janin, dan keparahan penyakit (Kaplan & Sadock,

2003).

I.1.1.2.3. Faktor Perinatal

Bayi prematur dan bayi dengan berat badan lahir rendah berada dalam resiko

tinggi mengalami gangguan neurologis dan intelektual yang bermanifestasi

selama bertahun-tahun sekolahnya. Derajat gangguan perkembangan saraf

biasanya berhubungan dengan beratnya perdarahan intracranial atau tanda-tanda

iskemia serebral (Kaplan & Sadock, 2003). Selain itu trauma sebelum lahir,

seperti sinar-X, bahan kontrasepsi dan usaha melakukan abortus dapat

mengakibatkan kelainan dengan retardasi mental. Pada waktu lahir, kepala dapat

mengalami tekanan sehingga timbul perdarahan di dalam otak. Mungkin juga

Page 3: Retardasi Mental

7

terjadi kekurangan O2 (asfiksia neonatorum) yang terjadi pada 1/5 dari semua

kelahiran. Hal ini dapat terjadi karena aspirasi lender, aspirasi liquor amnii,

anesthesia ibu dan prematuritas. Bila kekurangan zat asam berlangsung terlalu

lama maka akan terjadi degenerasi sel-sel korteks yang kelak mengakibatkan

retardasi mental (Willy & Albert, 2009).

I.1.1.2.4. Gangguan Didapat pada Masa Anak-anak (Kaplan & Sadock, 2003)

1. Infeksi, yang paling serius mempengaruhi integritas serebral adalah ensefalitis

dan meningitis. Ensefalitis campak telah hampir dihilangkan oleh pemakaian

vaksin campak di seluruh dunia, dan insidensi infeksi bakterial pada sistem

saraf pusat telah diturunkan dengan nyata oleh obat antibakterial. Sebagian

besar episode ensefalitis disebabkan oleh organisme virus. Meningitis yang

didiagnosis lambat, dapat secara serius mempengaruhi perkembangan kognitif

anak.

2. Trauma Kepala, dapat menjadi penyebab kecacatan mental pada anak,

misalnya akibat kecelakaan di rumah (seperti terjatuh dari meja, jendela

terbuka atau dari tangga) dan kecelakaan kendaraan bermotor. Selain itu,

penyiksaan pada anak juga dapat menjadi suatu penyebab cedera kepala.

3. Masalah lain, misalnya pemaparan zat kimia, tumor intrakranial, pembedahan,

dan kemoterapi juga dapat merugikan fungsi otak.

I.1.1.2.5. Faktor Lingkungan dan Sosiokultural (Kaplan & Sadock, 2003 ;

Willy & Albert, 2009)

Retardasi mental dapat disebabkan oleh faktor-faktor biomedis ataupun

sosiobudaya (yang berhubungan dengan deprivasi psikososial dan penyesuaian

diri).

1. Retardasi mental akibat cultural-familial, apabila didapatkan retardasi mental

paling sedikit pada salah seorang dari orang tua penderitadan pada seorang atau

lebih saudaranya. Selain itu anak-anak dalam keluarga dengan ekonomi dan

pendidikan rendah dapat mempengaruhi perkembangan anak, misalnya dalam

hal perawatan medis yang buruk dan gizi maternal yang buruk.

2. Retardasi mental akibat lingkungan, timbul karena kurangnya rangsangan dari

lingkungan, antara lain rangsangan sensorik. Terlalu kurangnya komunikasi

verbal mengakibatkan kesukaran mengutarakan isi pikiran dalam kata-kata dan

Page 4: Retardasi Mental

8

penalaran konkret serta menghambat perkembangan pemikiran abstrak pada

anak. Selain itu, dapat disebabkan oleh pengaruh gangguan mental parental

yang parah sehingga dapat mengganggu pengasuhan dan stimulasi anak dan

aspek lain dari lingkungan mereka, dengan demikian menempatkan anak pada

resiko perkembangan. Anak-anak dari orang tua dengan gangguan mood dan

skizofrenia berada dalam resiko mengalami gangguan tersebut dan gangguan

yang berhubungan.

I.1.1.3 Gambaran klinis

I.1.1.3.1 Retardasi Mental Ringan

Retardasi mental ringan mungkin tidak terdiagnosis sampai anak tersebut

memasuki sekolah, karena keterampilan sosial dan komunikasi mungkin adekuat

dalam tahun-tahun prasekolah. Tapi, saat menjadi lebih besar, defisit kognitif

tertentu seperti kemampuan yang buruk untuk berpikir abstrak dan egosentrik

yang membedakan dirinya dari anak lain dalam seusianya. Walaupun anak RM

ringan mampu dalam fungsi akademik dan dapat mengikuti pendidikan formal

setingkat sekolah dasar dimana pada retardasi mental ini anak dapat dilatih dan

dididik di sekolah khusus. Selain itu kemampuan vokasionalnya bisa mendukung

mereka pada beberapa kasus, namun mereka mungkin sulit dalam kemampuan

asimilasi sosial, misalnya kemampuan komunikasi, harga diri yang kurang dan

ketergantungan terhadap lingkungan. Pada sebagian besar kasus, retardasi mental

ringan dapat mencapai suatu tingkat keberhasilan sosial dalam lingkungan yang

mendukung (Kaplan & Sadock, 2003 ; Willy & Albert, 2009).

I.1.1.3.2 Retardasi Mental Sedang

Pada retardasi mental sedang kemungkinan didiagnosis pada usia yang lebih

muda dibandingkan retardasi mental ringan karena terjadi perkembangan yang

lebih lambat, dan biasanya dimulai pada tahun-tahun usia sekolah dasar. Pada

retardasi ini, anak tidak dapat dididik, tetapi dapat dilatih. Walaupun pencapaian

akademiknya terbatas, anak dengan retardasi mental sedang, bila mendapatkan

perhatian khusus secara individual dapat mengembangkan keterampilannya

(Kaplan & Sadock, 2003 ; Willy & Albert, 2009).

Page 5: Retardasi Mental

9

I.1.1.3.3 Retardasi Mental Berat

Retardasi mental berat biasanya jelas pada tahun-tahun prasekolah, dimana

terjadi perkembangan keterampilan yang buruk seperti komunikasi dan

keterampilan motoriknya. Pada retardasi mental ini anak tidak dapat dididik dan

dapat dilatih. Pendekatan perilaku dapat membantu mendorong suatu tingkat

perawatan diri sendiri, walaupun orang dengan retardasi mental berat biasanya

memerlukan pengawasan yang luas (Kaplan & Sadock, 2003 ; Willy & Albert,

2009).

I.1.1.3.4 Retardasi Mental Sangat Berat

Anak dengan retardasi mental seperti ini mengalami keterampilan

komunikasi dan motorik yang sangat terbatas. Pada retardasi mental ini anak tidak

dapat dididik dan tidak dapat dilatih. Akan tetapi, jika dilakukan pengawasan yang

terus menerus, pada masa dewasa peningkatan yang sederhana dapat dicapai

(Kaplan & Sadock, 2003 ; Willy & Albert, 2009).

Tabel 1. Karakteristik Perkembangan Retardasi Mental (Kaplan & Sadock,

2003).

Derajat Retardasi Mental

Usia Prasekolah (0-5) Maturasi dan Perkembangan

Usia Sekolah (6-20) Latihan dan Pendidikan

Dewasa (21 dan Lebih) Keadekuatan Sosial dan Kejuruan

Sangat berat Retardasi jelas; kapasitas berfungsi yang minimal dalam bidang sensorimotorik ; memerlukan perawatan; memerlukan bantuan dan pengawasan terus menerus

Ada beberapa perkembangan motorik; dapat berespon minimal atau terbatas terhadap latihan menolong diri sendiri

Beberapa perkembangan motorik dan bicara; dapat mencapai perawatan diri yang sangat terbatas; memerlukan perawatan

Berat Perkembangan motorik yang miskin; berbicara sedikit biasanya tidak mampu belajar dari latihan

Dapat berbicara atau belajar berkomunikasi; dapat dilatih dlaam kebiasaan sehat dasar; memperoleh

Dapat berperan sebagian dalam pemeliharaan diri sendiri di bawah pengawasan lengkap; dapat

Page 6: Retardasi Mental

10

menolong diri sendiri; sedikit atau tidak mempunyai keterampilan komunikasi

manfaat dari latihan kebiasaan sistematik; tidak mampu memperoleh manfaat dari latihan kejuruan

mengembangkan keterampilan melindungi diri sendiri sampai tingkat minimal yang berguna dalam lingkungan yang terkendali

Sedang Dapat berbicara atau belajar untuk berkomunikasi; kesadaran sosial yang buruk; perkembangan motorik yang cukup; mendapat manfaat dari latihan menolong diri sendiri; dapat ditangani dengan pengawasan sedang

Dapat memperoleh manfaat dari latihan dalam keterampilan sosial dan pekerjaan; tidak mungkin berkembang lebih dari kelas dua dalam subjek akademik; dapat belajar sendirian di tempat yang telah dikenal

Dapat bekerja sendiri dalam pekerjaan yang tidak terlatih dan setengah terlatih di bawah kondisi terawasi; memerlukan pengawasan dan bimbingan jika berada dalam stress sosial atau ekonomi ringan

Ringan Dapat mengembangkan keterampilan social dan komunikasi; retardasi minimal dan bidang sensorimotorik; sering tidak dapat dibedakan dari normal dampai lebih tua

Dapat belajar keterampilan akademik sampai kira-kira kelas enam pada akhir usia remaja; dapat dibimbing untuk menyesuaikan diri dengan sosial

Biasanya dapat mencapai keterampilan social dan kejuruan yang adekuat untuk membiayai diri sendiri tetapi mungkin memerlukan bantuan dan bimbingan jika di bawah stress sosial

Page 7: Retardasi Mental

11

I.1.1.4. Diagnosis

Tabel 2. Kriteria Diagnostik untuk Retardasi Mental (Kaplan & Sadock, 2003).

A. Fungsi intelektual yang secara bermakna di bawah rata-rata : I.Q. kira-kira 70 atau kurang pada tes I.Q. yang dilakukan secara individual.

B. Adanya defisit atau gangguan yang menyertai dalam fungsi adaptif

(yaitu efektivitas orang tersebut untuk memenuhi standar-standar yang dituntut menurut usianya dalam kelompok kulturalnya) pada sekurang-kurangnya dua bidang keterampilan berikut: komunikasi, merawat diri sendiri di rumah, keterampilan sosial/interpersonal, menggunakan sarana masyarakat, mengarahkan diri sendiri, keterampilan akademik fungsional, pekerjaan, liburan, kesehatan dan keamanan).

C. Onset sebelum usia 18 tahun.

Berdasarkan pada derajat keparahan yang mencerminkan tingkat gangguan in- telektual :

Retardasi mental ringan : IQ 50-55 sampai kira-kira 70 Retardasi mental sedang : IQ 35-40 sampai 50-55 Retardasi mental berat : IQ 20-25 sampai 35-40 Retardasi mental sangat berat : IQ di bawah 20 atau 25 Retardasi mental, keparahan tidak ditentukan : jika terdapat kecurigaan

kuat adanya retardasi mental tetapi intelegensi pasien tidak dapat diuji oleh tes intelegensi baku.

I.1.1.5. Pencegahan dan Pengobatan

Menyadari semakin kompleksnya masalah yang dihadapi pada retardasi

mental maka berbagai usaha dilakukan untuk pencegahan. Pencegahan yang

dilakukan dibedakan sebagai berikut :

I.1.1.5.1. Pencegahan Primer

Merupakan tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan atau menurunkan

kondisi yang menyebabkan gangguan perkembangan disertai dengan retardasi

mental.

Page 8: Retardasi Mental

12

Tindakan tersebut antara lain (Kaplan & Sadock, 2003) :

1. Pendidikan untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat umum

tentang retardasi mental.

2. Usaha terus menerus dari professional bidang kesehatan untuk menjaga dan

memperbarui kebijaksanaan kesehatan masyarakat.

3. Aturan untuk memberikan pelayanan kesehatan maternal dan anak yang

optimal.

4. Eradikasi gangguan yang diketahui disertai dengan kerusakan sistem saraf

pusat.

5. Konseling keluarga dan genetik membantu menurunkan insiden retardasi

mental.

I.1.1.5.2. Pencegahan Sekunder dan Tersier

Dilakukan apabila suatu gangguan yang disertai retardasi mental telah

dikenali. Gangguan harus diobati untuk mempersingkat perjalanan penyakit

(pencegahan sekunder) dan menekan sekuela atau kecacatan yang terjadi

setelahnya (pencegahan tersier). Adapun cara pencegahan, menurut Willy &

Albert (2009) antara lain :

1. Pencegahan Sekunder, meliputi diagnosis dan pengobatan dini keradangan

otak, perdarahan subdural, kraniostenosis (sutura tengkorak menutup terlalu

cepat, dapat dibuka dengan kraniotomi; pada mikrosefali yang kongenital,

operasi tidak menolong).

2. Pencegahan Tersier, merupakan pendidikan penderita atau latihan khusus

sebaiknya di sekolah luar biasa. Dapat diberikan neuroleptika untuk

mengurangi gelisah, hiperaktif. Amfetamine atau antihistamin berguna pada

hiperkinesia.

I.1.1.5.3. Latihan dan Pendidikan (American Occupational Therapy Association, 2003)

1. Occuppasional Therapy (Terapi Gerak)

Terapi ini diberikan kepada anak retardasi mental untuk melatih gerak

funsional anggota tubuh (gerak kasar dan halus).

2. Playtherapy(Terapibermain)

Terapi yang diberikan kepada anak retardasi mental dengan cara bermain,

Page 9: Retardasi Mental

13

misalnya: memberikan pelajaran tentang hitungan, anak diajarkan dengan cara

sosiodrama, bermain jual-beli.

3. Activity Daily Living (ADL) atau Kemampuan Merawat Diri

Untuk memandirikan anak retardasi mental, mereka harus diberikan

pengetahuan dan keterampilan tentang kegiatan kehidupan sehari-hari (ADL)

agar mereka dapat merawat diri sendiri tanpa bantuan orang lain dan tidak

tergantung kepada orang lain.

4. Life Skill (Keterampilan hidup)

Anak yang memerlukan layanan khusus, terutama anak dengan IQ di bawah

rata-rata biasanya tidak diharapkan bekerja sebagai administrator. Bagi anak

retardasi mental yang memiliki IQ dibawah rata-rata, mereka juga diharapkan

untuk dapat hidup mandiri. Oleh karena itu, untuk bekal hidup, mereka

diberikan pendidikan keterampilan. Dengan keterampilan yang dimilikinya

mereka diharapkan dapat hidup di lingkungan keluarga dan masyarakat serta

dapat bersaing di dunia industri dan usaha.

5. Vocational Therapy (Terapi Bekerja)

Selain diberikan latihan keterampilan. Anak retardasi mental juga diberikan

latihan kerja. Dengan bekal keterampilan yang telah dimilikinya, anak retardasi

mental diharapkan dapat bekerja.

II.1.2. Pengertian Motorik Halus

Perkembangan motorik merupakan proses tumbuh kembang kemampuan

gerak seorang anak. Pada dasarnya, perkembangan ini berkembang sejalan dengan

kematangan saraf dan otot anak. Oleh karena itu, walaupun anak hanya bisa

melakukan aktivitas yang sederhana, namun hal tersebut merupakan hasil pola

interaksi yang kompleks dari berbagai bagian dan sistem dalam tubuh yang

dikontrol oleh otak. Perkembangan setiap anak tidak bisa sama, tergantung proses

kematangan masing-masing anak, khususnya pada anak dengan retardasi mental

tentunya mengalami perkembangan motorik lebih lambat dibanding anak normal

seusianya (Palisano et al., 2001). Perlunya pelatihan dalam meningkatkan motorik

pada anak retardasi mental sangatlah penting dalam kehidupan mereka dan dapat

secara langsung mempengaruhi rasa percaya diri anak serta kesuksesan di sekolah,

Page 10: Retardasi Mental

14

dalam kehidupan sehari-hari, bermain, dan lingkungannya (American

Occupational Therapy Association, 2003).

Kemampuan motorik halus diperlukan gerakan yang hanya menggunakan

otot–otot tertentu saja dan dilakukan oleh otot–otot kecil, membutuhkan

koordinasi gerak dan daya konsentrasi yang baik (Astati, 2000). Selain itu

diperlukan kesanggupan untuk menggunakan otot tangan dengan baik terutama

jari–jari tangan antara lain dengan menggerakkan pergelangan tangan,

menggerakkan jari kaki, menggenggam, menjepit dengan ibu jari dan telunjuk

(Sulistyaningsih, 2010).

Untuk memaksimalkan ketrampilan motorik halus pada anak retardasi

mental diperlukan latihan–latihan yang tepat seperti, kemampuan melengkungkan

telapak tangan membentuk cekungan (palmar arching), menggunakan jari

telunjuk dan jempol untuk memegang suatu benda, sembari menggunakan jari

tengah dan jari manis untuk kestabilan tangan (hand side separation), membuat

bentuk lengkung dengan jempol dan telunjuk (open web space).

(Sulistyaningsih, 2010)

Berdasarkan pendapat-pendapat diatas maka dalam penelitian ini yang

dimaksud dengan kemampuan motorik halus adalah ketangkasan atau penguasaan

ketrampilan tangan anak retardasi mental yang dinyatakan dalam bentuk skor tes

kemampuan motorik seperti melipat jari. menggenggam, memegang, menjepit dan

menempel pada sebuah kertas.

I.1.2.1. Tahap Perkembangan Motorik Halus

Pada dasarnya, yang dimaksud perkembangan motorik adalah proses

tumbuh kembang kemampuan gerak seorang anak. Secara umum, perkembangan

motor dibagi menjadi dua yaitu motorik kasar dan motorik halus.

Motorik kasar adalah bagian dari aktivitas motorik yang melibatkan keterampilan

otot-otot besar. Sedangkan motorik halus merupakan aktivitas keterampilan yang

melibatkan gerakan otot-otot kecil, seperti menggambar, meronce manik-manik,

menulis dan makan. Kemampuan motorik halus ini berkembang setelah

kemampuan motorik kasar berkembang optimal.

Page 11: Retardasi Mental

15

I.1.2.2. Prinsip-Prinsip Perkembangan Motorik Halus (Hurlock, 1999)

1. Perkembangan melibatkan perubahan. Perkembangan motorik ditandai dengan

adanya perubahan ukuran, perubahan proporsi, hilangnya ciri lama, dan

mendapatkan ciri baru.

2. Hasil proses kematangan dan belajar. Proses kematangan yaitu warisan

genetik individu, sedangkan proses belajar yaitu perkembangan yang berasal

dari latihan dan usaha setiap individu.

3. Terdapat perbedaan dalam perkembangan motorik individu. Walaupun pola

perkembangan sama, setiap anak akan mengikuti pola perkembangan dengan

cara dan kecepatannya masing-masing.

4. Dapat diramalkan. Pola perkembangan fisik dapat diramalkan semasa

kehidupan pra dan pasca lahir. Perkembangan motorik akan mengikuti hukum

chepolocaudal yaitu perkembangan yang menyebar ke seluruh tubuh dari

kepala ke kaki. Hukum yang kedua yaitu proximodialis yaitu perkembangan

dari yang dekat ke yang jauh.

5. Pola perkembangan mempunyai karakteristik yang dapat diramalkan.

Karakteristik dalam perkembangan anak juga dapat diramalkan, hal ini berlaku

baik untuk perkembangan fisik maupun mental. Semua anak mengikuti pola

perkembangan yang sama dari satu tahap ke tahap lainnya.

6. Setiap tahap memiliki bahaya yang potensial. Beberapa hal yang menyebabkan

antara lain dari lingkungan bahkan dari anak itu sendiri. Bahaya ini dapat

mengakibatkan terganggunya penyesuaian fisik, psikologis, dan sosial anak.

I.1.2.3. Faktor yang mempengaruhi motorik halus (Hurlock, 1999)

Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan gerak

motorik terutama motorik halus, antara lain :

1. Perkembangan sistem saraf. Sistem saraf sangat berpengaruh dalam

perkembangan motorik, karena sistem saraf merupakan sistem pengontrol

gerak motorik pada tubuh manusia.

2. Kemampuan fisik yang memungkinkan untuk bergerak. Karena perkembangan

motorik sangat erat kaitannya dengan fisik, maka kemampuan fisik seseorang

akan sangat berpengaruh pada perkembangan motorik seseorang. Anak yang

Page 12: Retardasi Mental

16

normal perkembangan motoriknya akan lebih baik dibandingkan anak yang

memiliki kekurangan fisik.

3. Keinginan anak yang memotivasinya untuk bergerak. Ketika anak mampu

melakukan suatu gerakan motorik, maka akan termotivasi untuk bergerak

kepada motorik yang lebih luas lagi. Hal tersebut dikarenakan semakin dilatih

kemampuan motorik anak akan semakin meningkat.

4. Lingkungan yang mendukung. Perkembangan motorik anak akan lebih

teroptimalkan jika lingkungan tempat tumbuh kembang anak mendukung

mereka untuk bergerak bebas. Kegiatan di luar ruangan bisa menjadi pilihan

yang terbaik karena dapat menstimulasi perkembangan otak.

5. Aspek psikologis anak. Untuk menghasilkan kemampuan motorik yang baik

pada anak diperlukan kondisi psikologis yang baik pula, agar mereka dapat

mengembangkan gerakan motoriknya.

6. Umur. Kecepatan pertumbuhan yang pesat adalah pada masa prenatal, tahun

pertama kehidupan dan pada masa remaja.

7. Jenis Kelamin. Setelah melewati pubertas, pertumbuhan anak laki-laki akan

lebih cepat dibanding anak perempuan.

8. Genetik. Genetik adalah bawaan anak, yaitu potensial anak yang akan menjadi

ciri khasnya, antara lain bentuk tubuh (cacat fisik) dan kecerdasan. Kelainan

genetik akan mempengaruhi proses tumbuh kembang anak.

9. Kelainan Kromosom. Pada umumnya kelainan kromosom akan disertai dengan

kegagalan pertumbuhan.

I.1.2.4. Kontrol Gerakan Motorik

Dalam menimbulkan aktivitas gerakan motorik, diperlukan koordinasi

antara sistem saraf dan kontraksi otot. Kontol atas setiap gerakan motorik,

seberapapun tingkat kerumitannya, bergantung pada masukan konvergens ke

neuron motorik pada unit motorik spesifik. Neuron-neuron motorik, pada

gilirannya, mencetuskan kontraksi serat-serat otot di dalam unit motorik masing-

masing melalui kejadian-kejadian yang berlangsung di taut neuromuskulus.

Terdapat tiga tingkatan masukan yang mengontrol keluaran unit motorik

(Sherwood, 2001) :

Page 13: Retardasi Mental

17

1. Masukan dari neuron-neuron aferen, biasanya melalui antarneuron yang terletak di antaranya, setinggi korda spinalis yaitu reflex korda spinalis.

2. Masukan dari korteks motorik primer. Serat-serat yang berasal dari badan sel-sel piramidalis di dalam korteks motorik primer turun secara langsung tanpa interupsi sinaptik untuk berakhir di neuron motorik (atau di antarneuron lokal yang berakhir di neuron motorik). Serat-serat ini membentuk sistem motorik kortikospinalis (atau piramidalis).

3. Masukan dari sistem motorik multineuron (atau ekstrapiramidalis). Jalur- jalur yang menyusun sistem ini mencakup sejumlah sinaps yang melibatkan banyak daerah di otak. Penghubung terakhir di multineuron adalah batang otak, terutama formasio retikularis, yang pada gilirannya dipengaruhi oleh daerah-daerah motorik korteks, serebelum, dan nukleus basal. Selain itu korteks motorik itu sendiri saling berkaitan dengan thalamus serta dengan daerah-daerah pramotorik dan motorik suplementer. Hanya korteks motorik primer dan batang otak yang secara langsung mempengaruhi neuron motorik, sedangkan daerah otak lain yang terlibat mengatur aktivitas motorik secara tidak langsung dengan menyesuaikan keluaran motorik motorik dari korteks motorik dan batang otak.

Sistem kortikospinalis terutama memperantarai gerakan-gerakan volunter yang halus dan berlainan pada tangan dan jari tangan, misalnya gerakan yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan jahit menjahit. Daerah motorik suplementer dan pramotorik, dengan masukan dari serebroserebelum, merencanakan perintah motorik volunteer yang disampaikan ke neuron-neuron motorik yang sesuai oleh korteks motorik primer melalui sistem desendens ini. Sedangkan sistem multineuron, sebaliknya, terutama berperan dalam mengatur postur tubuh keseluruhan yang melibatkan gerakan involunter kelompok otot-otot besar di badan dan tungkai (Sherwood, 2001).

Sebagian masukan yang berkonvergensi di neuron-neuron motorik bersifat eksitatorik, sementara yang lain inhibitorik. Gerakan terkoordinasi bergantung pada keseimbangan yang sesuai dengan aktivitas kedua masukan tersebut. Jika sistem inhibitorik yang berasal dari batang otak terganggu, otot-otot menjadi hiperaktif (tonus otot meningkat; reflex anggota badan menguat) karena aktivitas masukan eksitatorik ke neuron motorik tidak dilawan (paralisis spastik). Sebaliknya, hilangnya masukan eksitatorik, seperti yang menyertai kerusakan

Page 14: Retardasi Mental

18

jalur-jalur eksitatorik desendens yang keluar dari korteks motorik primer, menimbulkan paralisis flaksid (otot melemas walaupun aktivitas refleks masih ada). Kerusakan pada korteks motorik primer di salah satu sisi otak, menyebabkan paralisis flaksid di separuh badan yang berlawanan (hemiplegia). Gangguan di semua jalur desendens, seperti trauma berat pada korda spinalis,disertai dengan paralisis flaksid di bawah tingkat kerusakan, kuadriplegia (paralisis keempat anggota badan) jika kerusakan korda spinalis atas dan paraplegia (paralisis kedua tungkai) jika kerusakan pada korda spinalis bagian bawah. Kerusakan neuron-neuron motorik, baik badan sel maupun serat-serat eferennya menyebabkan paralisis flaksid dan tidak adanya respon reflex pada otot yang terkena (Sherwood, 2001).

Kerusakan serebelum atau nukleus basal tidak menimbulkan paralisis tetapi menyebabkan aktivitas yang tidak terkoordinasi serta pola gerakam yang tidak sesuai. Daerah-daerah ini yang secara normal bertugas memperhalus aktivitas yang dimulai secara volunter. Kerusakan daerah-daerah korteks yang lebih tinggi yang berperan dalam perencanaan aktivitas motorik menyebabkan ketidakmampuan membuat perintah motorik yang sesuai untuk menyelesaikan gerakan yang diinginkan (Sherwood, 2001).

Gambar 1. Kontrol gerakan motorik (Sherwood, 2001)

Page 15: Retardasi Mental

19

II.2 Kerangka Teori

Berdasarkan teori-teori pendukung, maka dapat dibuat kerangka teori

sebagai berikut :

II.3 Kerangka Konsep

Bagan 1. Kerangka teori hubungan antara usia dan prestasi belajar dengan gerak motorik halus pada retardasi mental di SLB Abdi Pratama Jakarta Timur.

RETARDASI MENTAL

Usia Jenis Kelamin Tingkat pendidikan Derajat retardasi

mental

Prestasi Belajar

Gangguan Kognitif Dan

Gangguan Adaptif

Gangguan Motorik

Faktor Penyebab : Genetik Pranatal Perinatal Gangguan Didapat Lingkungan dan

Sosiokultural

Page 16: Retardasi Mental

20

II.3 Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka berpikir diatas, dapat dibuat kerangka konsep sebagai

berikut :

Variabel Independen

II.4. Perumusan Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini sebagai berikut :

H1 : Terdapat hubungan antara usia dengan gerak motorik halus pada

retardasi mental di SLB Abdi Pratama Jakarta Timur.

H2 : Terdapat hubungan antara prestasi belajar dengan gerak motorik

halus pada retardasi mental di SLB Abdi Pratama Jakarta Timur.

Bagan 2. Kerangka konsep hubungan antara usia dan prestasi belajar dengan gerak motorik halus pada retardasi mental di SLB Abdi Pratama Jakarta Timur.

Usia

Retardasi Mental

Gerak Motorik Halus

Prestasi Belajar

Variabel Dependen