gangguan mental
DESCRIPTION
mental manusiaTRANSCRIPT
Gangguan Mental: Depresi
September 12, 2011 by Josephine Widya
Apakah depresi itu?
Setiap orang kadang-kadang merasa sedih. Namun, perasaan ini biasanya berumur pendek dan selesai dalam
beberapa hari. Bila kita mengalami depresi, kehidupan sehari-hari akan terganggu dan menyebabkan rasa sakit
bagi kita dan mereka yang peduli tentang kita. Depresi adalah penyakit umum, tetapi serius.
Banyak orang dengan penyakit depresi tidak pernah mencari pengobatan. Mayoritas penderita depresi, bahkan
mereka dengan kondisi yang paling parah, bisa menjadi lebih baik dengan pengobatan. Obat-obatan,
psikoterapi, dan metode lainnya dapat secara efektif mengobati depresi.
Bagaimanakah bentuk-bentuk dari depresi?
Ada beberapa bentuk gangguan depresi:
Gangguan depresi Mayor, atau depresi berat, dicirikan oleh kombinasi gejala yang mengganggu
kemampuan seseorang untuk bekerja, tidur, belajar, makan, dan menikmati kegiatan yang baginya
sangat menyenangkan. Jenis depresi ini mematikan dan menjauhkan penderita dari fungsi normalnya.
Beberapa orang mungkin hanya mengalami satu episode dalam hidup mereka, tetapi dari antara
mereka lebih sering memiliki beberapa episode.
Gangguan Dysthymic, atau dysthymia, ditandai dengan depresi jangka panjang (2 tahun atau lebih)
gejala yang mungkin tidak cukup parah untuk menonaktifkan seseorang, tetapi dapat mencegah
berfungsi normal atau sehat. Orang dengan dysthymia juga mungkin mengalami satu atau lebih episode
depresi berat selama hidup mereka.
Depresi ringan ditandai dengan gejala selama 2 minggu atau lebih yang tidak memenuhi kriteria penuh
untuk depresi mayor. Tanpa pengobatan, orang dengan depresi ringan berada pada risiko tinggi untuk
mengembangkan gangguan depresi berat.
Beberapa bentuk depresi sedikit berbeda dan unik. Namun, tidak semua orang setuju tentang bagaimana untuk
mengkarakterisasi dan menentukan bentuk-bentuk depresi. Mereka termasuk:
Psychotic depresi, yang terjadi ketika seseorang memiliki depresi berat ditambah beberapa bentuk
psikosis, seperti memiliki keyakinan palsu yang mengganggu atau keluar dari realitas (delusi), atau
mendengar atau melihat hal-hal yang tidak dapat dirasakan oleh indera orang lain.
Postpartum depresi, yang jauh lebih serius daripada ‘baby blues’ pada banyak wanita setelah melahirkan.
Perubahan hormon, fisik, dan tanggung jawab baru merawat bayi baru lahir dapat memengaruhi kondisi
mental seseorang. Diperkirakan bahwa 10 sampai 15 persen wanita mengalami depresi pasca
melahirkan.
Seasonal Affective Disorder (SAD), yang ditandai dengan timbulnya depresi selama musim dingin. SAD
dapat efektif diobati dengan terapi cahaya, tetapi hampir setengah dari mereka dengan SAD tidak
membaik dengan terapi cahaya saja. Obat antidepresan dan psikoterapi dapat mengurangi gejala SAD
jika dikombinasikan dengan terapi cahaya.
Gangguan bipolar, juga disebut manik-depresif, tidak sama seperti depresi berat atau dysthymia. Gangguan
bipolar ditandai dengan perubahan siklik dari suasana hati yang tertinggi ekstrim (misalnya, mania) ke posisi
terendah ekstrim (misalnya, depresi).
Apa saja tanda dan gejala depresi?
Orang dengan penyakit depresi tidak semua mengalami gejala yang sama. Tingkat keparahan, frekuensi, dan
durasi gejala bervariasi tergantung pada individu dan penyakit tertentu yang dideritanya.
Tanda dan gejala termasuk:
Sedih yang tak kunjung usai, cemas, atau perasaan “kosong”
Perasaan putus asa atau pesimisme
Perasaan bersalah, tidak berharga, atau tidak berdaya
Iritabilitas rendah, gelisah
Kehilangan minat dalam kegiatan atau hobi menyenangkan sekali, termasuk seks
Kelelahan dan penurunan energi
Kesulitan berkonsentrasi, mengingat rincian, dan membuat keputusan
Insomnia, terjaga di pagi hari, atau tidur berlebihan
Makan berlebihan, atau kehilangan nafsu makan
Pikiran bunuh diri, usaha bunuh diri
Nyeri atau sakit, sakit kepala, kram, atau masalah pencernaan yang tidak mudah bahkan dengan
perawatan.
Apa penyakit yang sering berdampingan dengan depresi?
Penyakit lain mungkin datang sebelum depresi, menyebabkan, atau menjadi konsekuensi dari itu. Akan tetapi,
depresi dan penyakit lainnya berinteraksi secara berbeda pada orang berbeda. Dalam kasus apa pun,
gangguan sampingan yang terjadi perlu didiagnosa dan diobati.
Gangguan kecemasan, seperti pasca-traumatic stress disorder (PTSD), gangguan obsesif-kompulsif, gangguan
panik, fobia sosial, dan gangguan kecemasan umum, sering menyertai depresi. PTSD dapat terjadi setelah
seseorang mengalami peristiwa menakutkan atau cobaan, seperti serangan kekerasan, bencana alam,
kecelakaan, terorisme atau pertempuran militer. Orang yang mengalami PTSD sangat rentan untuk mengalami
depresi.
Dalam Institut Nasional Kesehatan Mental (NIMH), para peneliti menemukan bahwa lebih dari 40 persen orang
dengan PTSD juga mengalami depresi 4 bulan setelah kejadian traumatis.
Alkohol dan penyalahgunaan zat atau ketergantungan lainnya juga dapat berdampingan dengan depresi.
Penelitian menunjukkan bahwa suasana hati dan gangguan penyalahgunaan zat sering terjadi bersama.
Depresi juga dapat terjadi dengan penyakit medis lain yang serius seperti penyakit jantung, stroke, kanker, HIV
/ AIDS, diabetes, dan penyakit Parkinson. Orang yang mengalami depresi bersama dengan yang penyakit medis
lain cenderung memiliki gejala yang lebih parah dari kedua depresi dan penyakit medis, lebih banyak kesulitan
beradaptasi dengan kondisi kesehatan mereka, dan biaya medis yang lebih daripada mereka yang tidak
memiliki gangguan sampingan berupa depresi. Mengobati depresi juga dapat membantu meningkatkan hasil
mengobati penyakit medis.
Apa penyebab depresi?
Kemungkinan besar, depresi disebabkan oleh kombinasi genetik, biologis, faktor lingkungan, dan psikologis.
Penyakit depresi adalah gangguan otak. Teori-teori lama tentang depresi menunjukkan bahwa neurotransmiter
penting (bahan kimia yang digunakan sel-sel otak untuk berkomunikasi) tidak seimbang dalam depresi. Namun,
tetaplah sulit untuk membuktikan hal ini.
Teknologi pencitraan otak, seperti Magnetic Resonance Imaging (MRI), telah menunjukkan bahwa otak orang
yang mengalami depresi terlihat berbeda daripada orang yang tanpa depresi. Bagian-bagian otak yang terlibat
dalam suasana hati, berpikir, tidur, nafsu makan, dan perilaku tampak berbeda. Tapi gambar-gambar ini tidak
mengungkapkan mengapa depresi terjadi. Hal tersebut juga tidak dapat digunakan untuk mendiagnosis
depresi.
Beberapa jenis depresi cenderung diturunkan dalam keluarga. Namun, depresi juga dapat terjadi pada orang
dengan keluarga tanpa riwayat depresi. Para ilmuwan sedang mempelajari gen tertentu yang mungkin
membuat beberapa orang lebih rentan terhadap depresi. Beberapa penelitian genetika menunjukkan bahwa
risiko untuk hasil depresi dari pengaruh beberapa gen bertindak bersama faktor-faktor tertentu
seperti lingkungan. Selain itu, trauma, kehilangan orang yang dicintai, hubungan yang sulit, atau situasi stres
dapat memicu episode depresi. Episode depresi lain dapat terjadi dengan atau tanpa memicu jelas.
Cerita pribadi:
Ini benar-benar sulit untuk keluar dari tempat tidur di pagi hari. Aku hanya ingin bersembunyi di bawah selimut
dan tidak berbicara dengan siapa pun. Aku tak ingin makan dan aku kehilangan banyak berat badan.
Semuanya tidak lagi tampak menyenangkan. Aku lelah sepanjang waktu dan aku tidak tidur nyenyak pada
malam hari. Tapi aku tahu aku harus terus berjalan karena aku harus bersekolah. Aku mempunyai masa depan
yang harus diperjuangkan. Aku hanya merasa begitu tidak mungkin, tidak akan ada sesuatu yang berubah.
Segala sesuatunya buruk dan akan tetap begitu untuk selamanya.
Bagaimana pengalaman anak-anak dan remaja yang mengalami depresi?
Anak-anak yang mengalami depresi seringkali terus memiliki episode saat mereka memasuki usia dewasa.
Anak-anak yang mengalami depresi juga lebih cenderung memiliki penyakit lebih parah lainnya di kemudian
hari.
Seorang anak dengan depresi mungkin berpura-pura sakit, menolak untuk pergi ke sekolah, berpegang teguh
pada orangtua, atau khawatir bahwa orangtua akan mati. Anak yang lebih tua mungkin merajuk, mendapat
masalah di sekolah, menjadi negatif dan mudah tersinggung, dan merasa disalahpahami. Tanda-tanda ini dapat
dilihat sebagai perubahan suasana hati yang normal khas anak-anak ketika mereka bergerak melalui tahap
perkembangan. Oleh sebab itu, sulit untuk mendiagnosis orang muda dengan depresi secara akurat.
Sebelum pubertas, anak laki-laki dan perempuan sama-sama mungkin untuk mengembangkan depresi. Pada
usia 15, bagaimana pun, anak perempuan memiliki kemungkinan dua kali lebih besar untuk mengalami
depresi.
Depresi selama masa remaja datang pada waktu mereka berusaha mencari jati diri; ketika anak laki-laki dan
perempuan membentuk sebuah identitas terpisah dari orang tua mereka, bergulat dengan isu-isu gender dan
seksualitas yang muncul, dan membuat keputusan independen untuk pertama kalinya dalam hidup mereka.
Depresi pada remaja seringkali memiliki gangguan sampingan seperti kecemasan, gangguan makan, atau
penyalahgunaan zat. Hal ini juga dapat menyebabkan peningkatan risiko untuk bunuh diri.
Percobaan NIMH (dengan dana klinis) pada 439 remaja dengan depresi berat menemukan bahwa kombinasi
obat dan psikoterapi adalah pengobatan yang paling efektif.
Bagaimana depresi didiagnosis dan diobati?
Depresi, bahkan kasus yang paling parah, dapat diobati secara efektif. Pengobatan yang lebih cepat akan
memberikan hasil yang lebih baik.
Langkah pertama untuk mendapatkan perawatan yang tepat adalah mengunjungi dokter atau spesialis
kesehatan mental. Obat-obat tertentu, dan beberapa kondisi medis seperti virus atau gangguan tiroid, dapat
menyebabkan gejala yang sama seperti depresi. Seorang dokter dapat menyingkirkan kemungkinan ini dengan
melakukan pemeriksaan fisik, wawancara, dan tes laboratorium. Jika dokter tidak dapat menemukan kondisi
medis yang dapat menyebabkan depresi, langkah berikutnya adalah evaluasi psikologis.
Dokter mungkin akan merujuk pasien ke seorang profesional kesehatan mental. Segala riwayat keluarga atau
gangguan mental lainnya, dan sejarah lengkap gejala pasien akan sangat dibutuhkan dalam
pengobatan. Pasien harus membahas kapan gejala dimulai, berapa lama mereka telah berlangsung, seberapa
parah mereka, apakah mereka telah terjadi sebelumnya, dan bagaimana mereka ditanggapi. Para profesional
kesehatan mental juga mungkin bertanya apakah pasien menggunakan alkohol, obat-obatan, atau berpikir
tentang kematian dan bunuh diri.
Setelah didiagnosis, orang dengan depresi dapat diobati dengan beberapa cara. Perawatan yang paling umum
adalah dengan obat-obatan antidepresan dan psikoterapi.
Bagaimana saya bisa membantu orang lain yang depresi?
Jika Anda tahu seseorang berada dalam depresi, hal itu akan memengaruhi Anda juga. Yang paling penting
yang dapat Anda lakukan adalah membantu teman atau saudara Anda mendapatkan diagnosis dan
pengobatan. Anda mungkin perlu membuat janji dan pergi dengan dia untuk menemui dokter. Dorong dia
untuk menjalani pengobatan atau untuk mencari pengobatan yang berbeda jika tidak ada perbaikan terjadi
setelah 6 sampai 8 minggu.
Menawarkan dukungan emosional, pemahaman, kesabaran, dan dorongan.
Bicara kepadanya, dan mendengarkan dengan saksama.
Jangan pernah mengabaikan perasaan, berikanlah harapan.
Jangan pernah mengabaikan komentar tentang bunuh diri, dan beritahukan mereka ke terapis atau
dokter.
Ajak untuk berjalan-jalan, berwisata, dan kegiatan lainnya. Terus mencoba jika dia mulai down, tetapi
tidak mendorong dia untuk kembali bahagia dengan terlalu cepat.
Memberikan bantuan dalam mendapatkan janji dokter.
Mengingatkan mereka bahwa dengan waktu dan perawatan, depresi akan teratasi.
Bagaimana jika diri saya sendiri mengalami depresi?
Jika Anda mengalami depresi, Anda mungkin merasa lelah, tak berdaya, dan putus asa. Ini mungkin sangat sulit
untuk mengambil tindakan apa pun untuk membantu diri Anda sendiri. Bila Anda mulai mengenali depresi dan
mulai pengobatan, Anda akan mulai merasa lebih baik.
Jangan menunggu terlalu lama untuk dievaluasi atau diobati. Ada penelitian yang menunjukkan satu lagi
menunggu, semakin besar gangguan dapat terjadi. Cobalah untuk menemui ahli kesehatan
mental secepat mungkin.
Cobalah untuk menjadi aktif dan berolahraga. Pergi ke sebuah film atau acara lain, atau kegiatan yang
pernah Anda nikmati.
Tetapkan tujuan yang realistis untuk diri sendiri.
Memecah tugas besar menjadi yang kecil, menetapkan beberapa prioritas dan melakukan apa yang Anda
bisa saja.
Cobalah untuk menghabiskan waktu dengan orang lain dan curhat dengan teman terpercaya. Cobalah
untuk tidak mengisolasi diri sendiri dan biarkan orang lain membantu Anda.
Mengharapkan suasana hati Anda untuk meningkat secara bertahap, tidak segera. Jangan berharap untuk
tiba-tiba ‘snap out’ dari depresi Anda. Sering kali selama pengobatan untuk depresi, tidur dan nafsu
makan akan mulai membaik sebelum suasana hati Anda.
Menunda keputusan penting, seperti menikah atau bercerai atau mengubah pekerjaan, sampai Anda
merasa lebih baik. Diskusikan keputusan dengan orang lain yang mengenal Anda dengan baik dan
memiliki pandangan yang lebih obyektif terhadap situasi Anda.
Ingat bahwa berpikir positif akan menggantikan pikiran negatif.Lanjutkan dengan mendidik diri sendiri
tentang depresi.
Minggu, 04 November 2012
Design Sistem Pakar dan Gangguan Penyakit Mental (DEPRESI)
A. DEPRESI
Depresi merupakan gangguan mental yang sering terjadi di tengah masyarakat. Berawal dari stres yang tidak diatasi, maka seseorang bisa jatuh ke fase depresi. Penyakit ini kerap diabaikan karena dianggap bisa hilang sendiri tanpa pengobatan. Depresi itu sendiri merupakan respons mental seseorang dalam menghadapi berbagai persoalan kehidupan, dan muncul disaat semua masalah menumpuk di otak dan tak tahu bagaimana cara mengatasinya. Sebagian besar orang tak merasakan gejala depresi, namun bila memuncak akan timbul perasaan yang tak bisa kita hindari.
Depresi Sebagai Bagian dari Gangguan Alam Perasaan
Kelainan fundamental dan kelompok gangguan alam perasaan yang membedakan dengan kelompok gangguan kejiwaan lainnya adalah adanya perubahan suasana perasaan (mood), biasanya ke arah depresi (dengan atau tanpa anxietas yang menyertainya), atau ke arah elasi. Perubahan efek ini biasanya disertai dengan suatu perubahan pada keseluruhan tingkat aktifitas, dan kebanyakan gejala lainnya adalah sekunder terhadap perubahan itu, atau mudah dipahami hubungannya dengan perubahan tersebut. (Muslim, 2001)
Tabel 2.3 Klasifikasi Gangguan Perasaan (mood) (Rusdi, Jakarta, 2001)
Kode Jenis Gangguan Suasana Perasaan (mood)
F.32. Episode depresi
F.32.0 Episode depresi ringan
F.32.00 Tanpa gejala somatik
F.32.01 Dengan gejala somatik
F.32.1 Episode depresi sedang
F.32.10 Tanpa gejala somatik
F.32.11 Dengan gejala somatik
F.32.2 Episode depresi berat tanpa gejala psikotik
F.32.3 Episode depresi berat dengan gejala psikotik
F.32.8 Episode depresi lainnya
F.32.9 Episode depresi yang tidak tergolongkan (unspecified)
F.33 Gangguan depresi berulang
F.33.0 Gangguan depresi berulang, episode kini ringan
F.33.00 Tanpa gejala somatik
F.33.01 Dengan gejala somatik
F.33.1 Gangguan depresi berulang, episode kini sedang
F.33.01 Tanpa gejala somatik
F.33.11 Dengan gejala somatik
F.33.2 Gangguan depresi berulang, episode kini berat tanpa gejala psikotik
F.33.3 Gangguan depresi berulang, episode kini berat dengan gejala psikotik
F.33.4 Gangguan depresi berulang, kini di atas remisi
F.33.8 Gangguan depresi berulang lainnya
F.33.9 Gangguan depresi berulang yang tidak tergolongkan (unspecified)
B. SISTEM PAKAR Professor Edward Fieganbaum dari universitas Stanford sebagai seorang pelopor awal dari psikologi sistem pakar, mendifinisikan sistem pakar sebagai suatu program komputer cerdas yang menggunakan knowledge dan prosedur inferensi untuk meyelesaikan masalah yang cukup sulit sehingga membutuhkan ahli untuk menyelesaikannya.
Sistem pakar (expert system) adalah program komputer yang berusaha untuk mewakili pengetahuan keahlian manusia dalam bentuk heuristik. Istilah heuristic berasal kata Yunani eureka yang berate “menemukan”. Heuristik adalah aturan yang menjadi patokan atau aturan untuk menebak dengan baik. (McLeod dan Schell, 2007)
Arsitektur Sistem Pakar
Menurut Kusrini (2006) Sistem pakar memiliki beberapa komponen utama yaitu antarmuka pengguna (user interface), basis data sistem pakar (expert system database), fasilitas akusisi pengetahuan (knowledge acquisition facility), dan mekanisme inferen (inference mechanism). Selain itu ada satu komponen yang hanya ada beberapa sistem pakar, yaitu fasilitas penjelasan (explanation facility)
Antarmuka pengguna adalah perangkat lunak yang menyediakan media komunikasi antar pengguna dengan sistem.
Basis data sistem pakar berisi pengetahuan singkat pada subyek tertentu. Berisi pengetahuan yang dibutuhkan untuk memahami, merumuskan, dan menyelesaikan masalah. Basis data ini terdiri dari 2 elemen dasar :
1. fakta, situasi masalah dan teori yang terkait.
2. heuristic khusus atau rules, yang berlangsung menggunakan pengetahuan untuk menyelesaikan khusus.
Ada beberapa tahapan – tahapan untuk membuat sistem pakar seperti :
a. Idenfikasi masalah dan kebutuhan
b. Mentukan kesesuaian masalah
c. Mempertimbangkan alternative
d. Menghitung pengembalian investasi
e. Menyeleksi alat pembuat
f. Melaksanakan rekayasa pengetahuan
g. Merancang sistem
Sistem pakar memiliki beberapa komponen utama yaitu :
1. Antarmuka pengguna : perangkat lunak yang menyediakan media komunikasi antara engguna dengan sistem.
2. Basis data : berisi pengetahuan yang dibutuhkan untuk memahami, merumuskan, dan menyelesaikan masalah.
3. Fasilitas akuisisi: perangkat lunak yang menyediakan fasilitas dialog antara pakar dan sistem
4. Mekanisme inferensi : perangkat lunak yang melakukan penalaran dengan menggunakan pengetahuan yang ada untuk menghasilkan suatu kesimpulan atau hasil akhir.
C. KESIMPULAN
Aplikasi sistem pakar yang dibuat agar mampu menganalisa jenis gangguan perkembangan yang dialami pasien berdasarkan gejala – gejala yang dimasukan oleh user. Aplikasi mampu menyimpan reprentasi pengetahuan pakar berdasarkan nilai kebenaran dan nilai ketidakbenaran. Aplikasi sistem pakar ini sudah dapat menjelaskan definisi gangguan perkembangan penyebab dan pengobatannya.
Pengertian, penyebab gejala dan penatalaksanaan gangguan psikologi kebidananDepresi atau biasa disebut sebagai gangguan afektif merupakan salah satu bentuk psikosis. Ada beberapa pendapat mengenai definisi dari depresi, diantaranya yaitu :
Menurut National Institut of Mental Health, gangguan depresi dimengerti sebagai suatu penyakit “ tubuh yang menyeluruh “ ( whole-body ), yang meliputi tubuh, suasana perasaan ( mood ), dan pikiran.
Southwestern Psychological Services memiliki pendapat yang mirip dengan National Institut of Mental Health bahwa depresi adalah dipahami sebagai suatu
penyakit, bukan sebagai suatu kelemahan karakter, suatu refleksi dari kemalasan atau suatu ketidakmauan “ untuk menoba lebih keras “.
Staab dan Feldman menyatakan bahwa depresi adalah suatu penyakit yang menyebabkan suatu gangguan dalam perasaan dan emosi yang dimiliki oleh individu yang ditunjuk sebagai suasana perasaan.Secara umum, depresi sebagai suatu gangguan alam perasaan perasaan sedih yang sangat mendalam, yang bisa terjadi setelah kehilangan seseorang atau peristiwa menyedihkan lainnya, tetapi tidak sebanding dengan peristiwa tersebut dan terus menerus dirasakan melebihi waktu yang normal.
B . Gejala-gejala depresi
Menurut Diagnostic and Statistical Manual IV - Text Revision (DSM IV-TR) (American Psychiatric Association, 2000), seseorang menderita gangguan depresi jika:
lima (atau lebih) gejala di bawah telah ada selama periode dua minggu dan merupakan perubahan dari keadaan biasa seseorang serta sekurangnya salah satu gejala harus emosi depresi atau kehilangan minat atau kemampuan menikmati sesuatu.
a) Keadaan emosi depresi / tertekan sebagian besar waktu dalam satu hari, hampir setiap hari, yang ditandai oleh laporan subjektif (misal: rasa sedih atau hampa) atau pengamatan orang lain (misal: terlihat seperti ingin menangis).
b) Kehilangan minat atau rasa nikmat terhadap semua, atau hampir semua kegiatan sebagian besar waktu dalam satu hari, hampir setiap hari (ditandai oleh laporan subjektif atau pengamatan orang lain)
c) Hilangnya berat badan yang signifikan saat tidak melakukan diet atau bertambahnya berat badan secara signifikan (misal: perubahan berat badan lebih dari 5% berat badan sebelumnya dalam satu bulan)
d) Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari
e) Kegelisahan atau kelambatan psikomotor hampir setiap hari (dapat diamati oleh orang lain, bukan hanya perasaan subjektif akan kegelisahan atau merasa lambat)
f) Perasaan lelah atau kehilangan kekuatan hampir setiap hari
g) Perasaan tidak berharga atau perasaan bersalah yang berlebihan atau tidak wajar (bisa merupakan delusi) hampir setiap hari
h) Berkurangnya kemampuan untuk berpikir atau berkonsentrasi, atau sulit membuat keputusan, hampir setiap hari (ditandai oleh laporan subjektif atau pengamatan orang lain)
i) Berulang-kali muncul pikiran akan kematian (bukan hanya takut mati), berulang-kali muncul pikiran untuk bunuh diri tanpa rencana yang jelas, atau usaha bunuh diri atau rencana yang spesifik untuk mengakhiri nyawa sendiri.
Adapun bagi ibu hamil, tanda-tanda atau gejala yang menunjukkan mengalami depresi tidak jauh atau sama halnya dengan gejala-gejala di atas dan waktunya pun kurang lebih 2 minggu, yakni diantaranya sebagai berikut :
ditandai dengan perasaan muram, murung, kesedihan tidak bisa atau sulit berkonsentrasi, mengingat, atau mengambil keputusan pekerjaan dan aktivitas sehari-hari terganggu hubungan calon ibu dengan orang-orang sekitarnya terganggu kondisi ibu mengancam keselamatan janin Putus asa, terkadang beberapa ada yang merasa cemas kadang-kadang dapat sarkastik, nihilistic, tegang, kaku dan menolak intervensi terapeutik Selain itu, gejala di atas biasanya disertai perubahan nafsu makan dan pola tidur, harga diri yang rendah, hilangnya energi dan penurunan dorongan seksual.
Ada 2 fase penatalaksanaan farmakologis yang digambarkan dalam Panel Pedoman Depresi ( Depression Guideline Panel ) :
1) Fase akut
Gejalanya ditangani, dosis obat disesuaikan untuk mencegah efek yang merugikan dan klien diberi penyuluhan.
2) Fase lanjut
Klien dimonitor pada dosis efektif untuk mencegah terjadinya kambuh. Pada fase pemeliharaan, seorang klienyang beresiko kambuh sering kali tetap diberi obat bahkan selama remisi.
Untuk klien yang dianggap tidak beresiko tinggi mengalami kambuh, pengobatan dihentikan.
Penggunaan antidepresan trisiklik sebaiknya hanya pada pasien hamil yang mengalami depresi berat yang mengeluhkan gejala vegetatif dari depresi, seperti menangis, insomnia, gangguan nafsu makan dan ada ide-ide bunuh diri. Selective serotonin reuptake inhibitors ( SSRIs ) terbukti sudah sangat berguna untuk menangani depresi sehingga menjadi pilihan untuk ibu hamil, mencakup fluoksetin dan sertralint. Obat ini menjadi pilihan karena obat tersebut lebih sedikit memiliki efek antikolinergik yang merugikan, toksisitas jantung, dan bereaksi lebih cepat daripada antidepresan trisiklik dan inhibitor oksidase monoamin ( MOA ) serta tidak menyebabkan hipotensi ortostatik, konstipasi dan sedasi. Disamping itu, psikoterapi atau metode support group secara ruti harus dilakukan bila ada konflik intrapsikis yang berpengaruh pada kehamilan. Terapi perilaku kognitif sangat menolong pasien depresi dan disertai antidepresan. Terapi elektrokompulsif (ECT) digunakan pada pasien depresi psikotik untuk
mendapatkan respon yang lebih cepat, bila kehidupan ibu dan anak terancam, misalnya pada depresi hebat dan klien sampaiingin bunuh diri atau jika tidak berespon terhadap pengobatan antidepresan. Dalam menghadapi klien penderita depresi, harus dilakukan dengan sikap serius dan mengerti keadaan penderita. Kita harus memberi pengertian kepada mereka dan mensupport atau memberikan motivasi yang dapat menenagkan jiwanya. Hendaknya jangan menghibur, memberi harapan palsu, bersikap optimis dan bergurau karena akan memperbesar rasa tidak mampu dan rendah diri.
KONSEP GANGGUAN JIWA DALAM PPDGJ - III
KONSEP GANGGUAN JIWA DALAM PPDGJ - III bodymatoh
Istilah yang digunakan dalam PPDGJ adalah gangguan Jiwa atau gangguan mental (mental disorder), tidak mengenal istilah penyakit Jiwa (mental illness/mental desease)
PPDGJ-III mengelompokkan diagnosis gangguan jiwa ke dalam 100 katagori diagnosis, mulai dari F 00 sampai dengan F 98.
F 99 – Gangguan Jiwa YTT (Yang Tidak Tergolongkan), yaitu untuk mengelompokkan Gangguan Jiwa yang tidak khas.
Konsep Gangguan Jiwa dari PPDGJ II merujuk ke DSM-III, sedang PPDGJ-III merujuk pada DSM-IV.
Mental Disorder is conceptualized as clinically significant behavioural or psychological syndrome or patern that occurs in an individual and that is associated with present distress (eq., a painfull symptom) or disability (ie., impairment in one or more important areas of functioning) or with a significant increased risk of suffering death, pain, disability, or an important loss of freedom.
KONSEP DISABILITY
Konsep “ Disability” dari “ The ICD-10 Classification of Mental and Behavioural Disorder” :
Gangguan kinerja (performance) dalam peran sosial dan pekerjaan, tidak digunakan
sebagai komponen esensial untuk diagnosis gangguan jiwa, oleh karena itu hal ini berkaitan
dengan variasi sosial-budaya yang sangat luas.
Yang dikatakan sebagai “disability” adalah keterbatasan/ kekurangan kemampuan untuk
melaksanakan kegiatan hidup sehari-hari yang biasa dan diperlukan untuk perawatan diri dan
kelangsungan hidup (mandi, berpakaian, makan, kebersihan diri, buang air besar dan kecil).
Dari Konsep tersebut diatas, dapat dirumuskan bahwa didalam KONSEP GANGGUAN JIWA, di
dapatkan butir-butir :
1. Adanya Gejala Klinis yang bermakna, berupa :
- Sindrom atau Pola Perilaku
- Sindrom atau pola psikologik
2. Gejala klinis tersebut menimbulkan penderitaan (distress), a.l berupa rasa nyeri,tidak
nyaman, tidak tenteram, terganggu, disfungsi organ tubuh, dll.
3. Gejala klinis tersebut menimbulkan “disabilitas” dalam aktivitas kehidupan, sehari-hari yang
biasa dan diperlukan untuk perawatan diri dan kelangsungan hidup (mandi, berpakaian,
malan, kebersihan diri, dll)
DIAGNOSIS MULTIAKSIAL
Tujuan dari diagnosis Multiaksial :
1. Mencakup informasi yang komprehensif (Gangguan Jiwa, kondisi fisik umum, masalah Psikososial dan lingkungan, taraf fungsi secara global), sehingga dapat membantu dalam :
· Perencanaan terapi
· Meramalkan “outcome” atau prognosis
2.Format yang “mudah” dan “sistematik”, sehingga dapat membantu dalam :
* Menata dan mengkomunikasikan informasi klinis
* Menangkap kompleksitas situasi klinis
* Menggambarkan heterogenitas individual dengan diagnosis klinis yang sama.
3. Memacu penggunaan “Model bio-psiko-sosial” dalam klinis, pendidikan dan penelitian
DIAGNOSIS MULTIAKSIAL TERDIRI DARI 5 AKSIS :
Aksis I : * Gangguan klinis
* Kondisi lain yang menjadi Fokus
Perhatian klinis
Aksis II : * Gangguan kepribadian
* Retardasi Mental
Aksis III : * Kondisi Medik Umum
Aksis IV : * Masalah Psikososial dan lingkungan
Aksis V : * Penilaian fungsi secara global
Catatan :
Ø Antara Aksis I, II, III tidak selalu harus ada hubungan etiologik atau patogenese
Ø Hubungan antara “Aksis I-II-III” dan “Aksis IV” dapat timbal balik saling mempengaruhi
AKSIS I
F00 – F09 Gangguan Mental Organik & Simtomatik
F19 Gangguan Mental & perilaku akibat zat psikoaktif
F20 – F29 Skizofrenia, Gangguan skizotipal & gangguan waham
F30 – F39 Gangguan suasana perasaan (afektif/mood)
F40 – F49 Gangguan neurotik, gangguan somatoform & gangguan terkait stress
F50 – F59 Sindrom perilaku karena gangguan fisiologis/ fisik
F62 – F68 Perubahan Kepribadian karena non organic, gangguan impuls, gangguan seks
F80 – F89 Gangguan Perkembangan Psikologis
F90 – F98 Gangguan perilaku & emotional onset kanak –remaja
Gangguan Jiwa YTT
AKSIS II
F60 Gangguan Kepribadian khas
F60.0 Gangguan Kepribadian Paranoid
F60.1 Gangguan Kepribadian schizoid
F60.2 Gangguan Kepribadian dissosial
F60.3 Gangguan Kepribadian emosional tak stabil
F60.4 Gangguan Kepribadian histrionik
F60.5 Gangguan Kepribadian anankastik
F60.6 Gangguan Kepribadian cemas(menghindar)
F60.7 Gangguan Kepribadian dependen
F60.8 Gangguan Kepribadian khas lainnya
F60.9 Gangguan Kepribadian YTT
Gangguan Kepribadian Campuran dan lainnya
Gangguan Kepribadian Campuran
Perubahan Kepribadian yang bermasalah
Gambaran Kepribadian Maladaptif
Mekanisme Defensi Maladaptif
F70 –F79 Retardasi Mental
AKSIS III
Bab I A00 – B99 Penyakit infeksi dan parasit tertentu
Bab II C00 –D48 Neoplasma
Bab IV E00 – G90 Penyakit endokrin, Nutrisi, & metabolik
Bab VI G00 – G99 Penyakit susunan syaraf
Bab VII H00 – H59 Penyakit Mata & adneksa
Bab VIII H60 – H95 Penyakit telinga & Prosesus Mastoid
Bab IX I00 – I99 Penyakit sistem sirkulasi
Bab X J00 – J99 Penyakit sistem Pernafasan
Bab XI K00 – K93 Penyakit sistem Pencernakan
Bab XII L00 – L99 Penyakit kulit & jaringan subkutan
Bab XIII M00 – M99 Penyakit sistem musculoskeletal &
Jaringan ikat
Bab XIV N00 – N99 Penyakit sistem genito-urinaria
Bab XV O00 – O99 Kehamilan, kelahiran anak & masa Nifas
Bab XVII Q00 – Q99 Malformasi congenital, deformasi, Kel.
Bab XVIII R00 – R99 Gejala, tanda & temuan klinis-lab.
Bab XIX S00 – T98 Cedera, keracunan & akibat kausa ekst
Bab XX V01 – V98 Kausa eksternal dari Morb. & mort.
Bab XXI Z00 – Z99 Faktor status kes. & Pelayanan kes
AKSIS IV
Masalah dengan “Primary support group” (keluarga)
Masalah berkaitan dengan lingkungan sosial
Masalah Pendidikan
Masalah Pekerjaan
Masalah Perumahan
Masalah Ekonomi
Masalah Akses ke pelayanan Kesehatan
Masalah Berkaitan interaksi dengan hukum/kriminal
Masalah Psikososial & Lingkungan lain
AKSIS V
GLOBAL ASSESSMENT OF FUNCTIONING (GAF) SCALE
100 – 91 Gejala tidak ada, berfungsi maksimal, tidak ada masalah yang tak tertanggulangi.
90 – 81 Gejala minimal, berfungsi baik, cukup puas, tidak lebih dari masalah harian yang biasa.
80 – 71 Gejala sementara & dapat diatasi, disabilitas ringan dalam sosial, pekerjaan, sekolah dll.
70 – 61 Beberapa gejala ringan & menetap, disabilitas ringan dalam fungsi, secara umum masih baik.
60 – 51 Gejala sedang (moderate), disabilitas sedang.
50 – 41 Gejala berat (serious), disabilitas berat.
40 – 31 Beberapa disabilitas dalam hubungan dengan realita & komunikasi, disabilitas berat dalam beberapa fungsi.
30 – 21 Disabilitas berat dalam komunikasi & daya nilai, tidak mampu berfungsi hampir semua bidang.
20 – 11 Bahaya mencederai diri/orang lain, disabilitas sangat berat dalam komunikasi & mengurus diri.
10 – 01 Seperti diatas => persisten & lebih serius.
0 Informasi tidak adekuat.
Klasifikasi dan Urutan Hierarki Blok Diagnosis gangguan Jiwa berdasarkan PPDGJ-III
F.0. Gangguan mental organik termasuk gangguan mental simtomatik
F.00. –F. 03. Demensia
F.04- F.07, F. 09 Sindrom Amnestik & Gangguan Mental Organik
F.1. Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan alkhohol dan zat psikoaktif lainnya.
F.10. Gangguan mental dan perilaku akibat
Penggunaan alkhohol
F.11, F.12, F.14. Gangguan mental & perilaku akibat
Penggunaan Opioida /kanabinoida/kokain
Gangguan mental & perilaku akibat penggunaan
Sedativa atau Hipnotika/stimulansia lain/
Hallusinogenika
F.17, F.18, F.19. Gangguan Mental & perilaku akibat penggunaan
Tembakau/pelarut yang mudah menguap/ zat
Multiple & Zat psikoaktif lainnya
F.2. Skizofrenia, gangguan skizotipal dan gangguan waham.
F. 20, F.21, F.23. Skizofrenia, Gangguan skizitipal, Psikotik
akut dan sementara
F.22, F. 24 Gangguan waham menetap, gangguan
Waham terinduksi
F. 25. Gangguan Skizoafektif
F. 28, F. 29 Gangguan Psikoaktif non-organik lainnya
Atau YTT
F.3. Gangguan suasana perasaan (mood / afektif)
F.30, F.31. Episode manik, Gangguan afektif bipolar
F. 32-F.39. Episode depressif, Gangguan depressi
Berulang, Gangguan suasana Perasaan
(Mood/afektif) menetap/lainnya/YTT.
F. 4. Gangguan Neurotik, Gangguan somatoform, dan gangguan terkait stress
F. 40, F.41. Gangguan anxietas, Fobik atau lainnya
F. 42. Gangguan Obsesif- kompulsif
F. 43, F.45, F.48 Reaksi terhadap stres berat, & gangguan
penyesuaian, gangguansomatoform,
Gangguan neurotik lainnya.
F. 44. Gangguan dissosiatif (konversi)
F. 5. Sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis dan faktor fisik
F.50- F.55, F.59 Gangguan makan, gangguan tidur, Disfungsi
Seksual, atau gangguan perilaku lainnya
F. 6. Gangguan kepribadian dan perilaku masa dewasa
Gangguan kepribadian, gangguan kebiasaan danImpuls, gangguan identitas & preferensi seksual
F. 7. Retardasi Mental
F. 70 –F.79. Retardasi Mental
F. 8. Gangguan Perkembangan Psikologis
F.80- F.89 Gangguan Perkembangan Psikologis
F. 9. Gangguan Perilaku dan emosional dengan onset biasanya pada masa anak dan remaja
Gangguan Hiperkinetik, Gangguan tingkah laku, Gangguan emosional atau gangguan fungsi sosial
Khas, gangguan “tic”, atau gangguan perilaku & Emosional lainnya.
PEDOMAN DIAGNOSTIK DARI PPDGJ – III
1. Pedoman diagnostik disusun berdasarkan atas jumlah dan keseimbangan gejala-gejala, yang
biasanya ditemukan pada kebanyakan kasus untuk dapat menegakkan suatu diagnosis pasti.
2. Apabila syarat-syarat yang tercantum didalam pedoman diagnostik dapat dipenuhi, maka
diagnosis dapat dianggap pasti. Namun apabila hanya sebagian saja terpenuhi, maka
diagnosis masih bermanfaat direkam untuk berbagai tujuan. Keadaan ini sangat tergantung
kepada pembuat diagnosis dan para pemakai lainnya untuk menetapkan apakah akan
merekam suatu diagnosis pasti atau diagnosis dengan tingkat kepastian yang rendah.
3. Deskripsi klinis dari pedoman diagnostik ini tidak mengandung implikasi teoritis, dan bukan
merupakan pernyataan yang komprehensif mengenai tingkat pengetahuan yang mutahir dari
gangguan tersebut. Pedoman ini hanya merupakan suatu kumpulan gejala dan konsep yang
telah disetujui oleh sejumlah besar pakar dan konsultan dari berbagai negara, untuk dijadikan
dasar yang rasional dalam memberikan batasan terhadap kategori-kategori diagnosis dan
diagnosis gangguan jiwa.
4. Disarankan agar para klinisi mengikuti anjuran umum untuk mencatat sebanyak mungkin
diagnosis yang mencakup seluruh gambaran klinis.
Bila mencantumkan lebih dari satu diagnosis, diagnosis utama diletakkan paling atas dan
selanjutnya diagnosis lain sebagai tambahan. Diagnosis utama dikaitkan dengan kebutuhan
tindakan segera atau tuntutan pelayanan terhadap kondisi pasien saat ini atau tujuan lainnya.
Bila terdapat keraguan mengenai urutan untuk merekam beberapa diagnosis, atau pembuat
diagnosis tidak yakin tentang tujuan untuk apa informasi itu akan digunakan, agar mencatat
diagnosis menurut urutan numerik dalam klasifikasi.
GANGGUAN JIWA
Gangguan jiwa merupakan kondisi terganggunya kejiwaan manusia sedemikian rupa
sehingga mengganggu kemampuan individu itu untuk berfungsi secara normal didalam
masyarakat maupun dalam menunaikan kewajibannya sebagai insan dalam masyarakat itu.
(Dep Kes RI, 1997)
Gangguan jiwa adalah perubahan perilaku yang terjadi tanpa alasan yang masuk akal,
berlebihan, berlangsung lama dan menyebabkan kendala terhadap individu tersebut atau
orang lain . ( Suliswati, 2005)
FAKTOR – FAKTOR PENYEBAB GANGGUAN JIWA
Gangguan jiwa dipengaruhi oleh banyak faktor. Dalam diktat kuliah psikiatri, Dr. dr. Luh Ketut
Suryani mengungkapkan bahwa gangguan jiwa dapat terjadi karena tiga faktor yang bekerja
sama yaitu faktor biologik, psikologik, dan sosiobudaya.
FAKTOR BIOLOGIK
Untuk membuktikan bahwa gangguan jiwa adalah suatu penyakit seperti kriteria penyakit
dalam ilmu kedokteran, para psikiater mengadakan banyak penelitian di antaranya mengenai
kelainan-kelainan neurotransmitter, biokimia, anatomi otak, dan faktor genetik yang ada
hubungannya dengan gangguan jiwa.
Gangguan mental sebagian besar dihubungkan dengan keadaan neurotransmitter di otak,
misalnya seperti pendapat Brown et al, 1983, yaitu fungsi sosial yang kompleks seperti agresi
dan perilaku seksual sangat dipengaruhi oleh impuls serotonergik ke dalam hipokampus.
Demikian juga dengan pendapat Mackay, 1983, yang mengatakan noradrenalin yang ke
hipotalamus bagian dorsal melayani sistem monoamine di limbokortikal berfungsi sebagai
pemacu proses belajar, proses memusatkan perhatian pada rangsangan yang datangnya
relevan dan reaksi terhadap stres.
Pembuktian lainnya yang menyatakan bahwa gangguan jiwa merupakan suatu penyakit adalah
di dalam studi keluarga.
Pada penelitian ini didapatkan bahwa keluarga penderita gangguan afektif, lebih banyak menderita gangguan afektif daripada skizofrenia (Kendell dan Brockington, 1980), skizofrenia erat hubungannya dengan faktor genetik (Kendler, 1983). Tetapi psikosis paranoid tidak ada hubungannya dengan faktor genetik, demikian pendapat Kender, 1981).
Walaupun beberapa peneliti tidak dapat membuktikan hubungan darah mendukung etiologi
genetik, akan tetapi hal ini merupakan langkah pertama yang perlu dalam membangun
kemungkinan keterangan genetik. Bila salah satu orangtua mengalami skizofrenia
kemungkinan 15 persen anaknya mengalami skizofrenia.
Sementara bila kedua orangtua menderita, maka 35-68 persen anaknya menderita skizofrenia,
kemungkinan skizofrenia meningkat apabila orangtua, anak dan saudara kandung menderita
skizofrenia (Benyamin, 1976). Pendapat ini didukung Slater, 1966, yang menyatakan angka
prevalensi skizofrenia lebih tinggi pada anggota keluarga yang individunya sakit dibandingkan
dengan angka prevalensi penduduk umumnya.
FAKTOR PSIKOLOGIK
Hubungan antara peristiwa hidup yang mengancam dan gangguan mental sangat kompleks
tergantung dari situasi, individu dan konstitusi orang itu. Hal ini sangat tergantung pada
bantuan teman, dan tetangga selama periode stres. Struktur sosial, perubahan sosial dan
tigkat sosial yang dicapai sangat bermakna dalam pengalaman hidup seseorang.
Kepribadian merupakan bentuk ketahanan relatif dari situasi interpersonal yang berulang-
ulang yang khas untuk kehidupan manusia. Perilaku yang sekarang bukan merupakan ulangan
impulsif dari riwayat waktu kecil, tetapi merupakan retensi pengumpulan dan pengambilan
kembali.
Setiap penderita yang mengalami gangguan jiwa fungsional memperlihatkan kegagalan yang
mencolok dalam satu atau beberapa fase perkembangan akibat tidak kuatnya hubungan
personal dengan keluarga, lingkungan sekolah atau dengan masyarakat sekitarnya. Gejala
yang diperlihatkan oleh seseorang merupakan perwujudan dari pengalaman yang lampau
yaitu pengalaman masa bayi sampai dewasa.
FAKTOR SOSIOBUDAYA
Gangguan jiwa yang terjadi di berbagai negara mempunyai perbedaan terutama mengenai pola
perilakunya. Karakteristik suatu psikosis dalam suatu sosiobudaya tertentu berbeda dengan
budaya lainnya. Adanya perbedaan satu budaya dengan budaya yang lainnya, menurut Zubin,
1969, merupakan salah satu faktor terjadinya perbedaan distribusi dan tipe gangguan jiwa.
Begitu pula Maretzki dan Nelson, 1969, mengatakan bahwa alkulturasi dapat menyebabkan
pola kepribadian berubah dan terlihat pada psikopatologinya. Pendapat ini didukung
pernyataan Favazza
(1980) yang menyatakan perubahan budaya yang cepat seperti identifikasi, kompetisi,
alkulturasi dan penyesuaian dapat menimbulkan gangguan jiwa.
Selain itu, status sosial ekonomi juga berpengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa
Goodman (1983) yang meneliti status ekonomi menyatakan bahwa penderita yang dengan
status ekonomi rendah erat hubungannya dengan prevalensi gangguan afaktif dan
alkoholisma. (litbang)
http://www.balipost.co.id/BaliPostcetak/2005/8/3/k4.htm
Konsep penyebab gangguan jiwa yang popular adalah kombinasi bio-psiko-sosial. Gangguan
jiwa disebabkan karena gangguan fungsi komunikasi sel-sel saraf di otak, dapat
berupa kekurangan maupunkelebihan neurotransmitter atau substansi tertentu. Pada sebagian
kasus gangguan jiwa terdapat kerusakan organik yang nyata padas struktur otak misalnya
pada demensia. Jadi tidak benar bila dikatakan semua orang yang menderita gangguan jiwa
berarti ada sesuatu yang rusak di otaknya. Pada kebanyakan kasus malah faktor
perkembangan psikologis dan sosial memegang peranan yang lebih krusial. Misalnya mereka
yang gemar melakukan tindak kriminal dan membunuh ternyata setelah diselidiki disebabkan
karena masa perkembangan mereka sejak kecil sudah dihiasi kekerasan dalam
rumah tangga yang ditunjukkan oleh bapaknya yang berprofesi dalam militer. Jadi ilmu jiwa
justru merupakan satu-satunya ilmu yang mengenali penyakit medis secara komplet, yaitu dari
segi fisik, pola hidup dan juga riwayat perkembangan psikologis atau kejiawaan seseorang.
Oleh karena itu pengobatan ilmu kejiwaan juga bersifat menyeluruh, tidak sekedar obat minum
saja, tetapi meliputi terapi psikologis, terapi perilaku dan terapi kognitif/konsep berpikir.
Setiap individu hendaknya mengetahui konsep-konsep tentang gangguan jiwa dan
pencegahannya. Mungkin saat ini cukup banyak masyarakat awam yang rajin membaca rubrik
kesehatan baik lewat tabloid maupun internet, tapi sayangnya permasalahan gangguan jiwa
kurang popular jika dibandingkan masalah osteoporosis, hipertensi, penyakit jantung, stroke,
makanan sehat maupun kesehatan kulit. Padahal yang perlu diketahui, gangguan jiwa dapat
mengenai siapa saja. Apalagi di tengah kehidupan yang semakin dipenuhi stressor seperti
sekarang ini. Tahukah Anda bahwa profesi yang paling banyak melakukan bunuh diri
di USA itu justru dokter spesialis kejiwaan?
Oleh karena itu mempelajari ilmu kejiwaan adalah penting dan lebih penting lagi untuk dapat
mempraktekkan kiat-kita untuk mendapatkan jiwa yang sehat.
Konsep yang perlu Anda pahami adalah ada 3 mekanisme pertahanan utama jiwa kita untuk
menolak terjadinya gangguan jiwa di tengah terpaan badai kehidupan sebagaimanapun. Ketiga
benteng jiwa yang sehat itu adalah personality yang tangguh, persepsi yang positif (positif
thinking)dan kemampuan adaptasi. Kepribadian yang tangguh adalah hasil pembelajaran
selama proses perkembangan sejak kecil, dan tentunya hal ini didapatkan dengan banyaknya
asupan nilai-nilai yang ditanamkan di keluarga dan disekolah serta didapatkan dari banyaknya
pengalaman langsung. Nilai-nilai hanya dapat berfungsi jika diterapkan langsung dalam
keadaan nyata yaitu dengan banyak bergaul baik dengan lingkungan benar maupun salah.
Apabila kita berani SAY YES di lingkungan yang benar dan SAY NO saat di lingkungan salah,
lama kelamaan kepribadian kita akan tangguh. Mengurung anak dengan tujuan
menghindarinya dari perkenalan dengan narkoba tidak menjamin bahwa kemudian ia tidak
terjebak narkoba, yang benar adalah menanamkan nilai-nilai yang tangguh kepada si anak
serta membiarkannya mengenal narkoba. Kepribadiannya yang tangguh itu sendiri yang akan
membuatnya berani menolak narkoba seumur hidupnya.
Persepsi juga perlu sebagai benteng kejiwaan. Seseorang yang selalu memandang peristiwa
yang menimpanya dengan positif dan memandang hari depannya dengan optimis maka ia
memiliki jiwa
yang sehat. Persepsi positif diperlukan terutama menghadapi kegagalan-demi kegagalan
dalam hidup sehingga tidak membuat diri menjadi frustasi berlebih maupun menyalahi diri
sendiri bahkan bunuh diri.
Dan yang tidak kalah penting adalah kemampuan adaptasi karena segala sesuatu dalam hidup
ini potensial untuk berubah. Hari ini bisa hidup mapan, tapi hari esok siapa tahu. Hari ini bisa
bertemu kelompok orang yang asyik, hari esok siapa yang dapat menjanjikan. Adaptasi akan
membuat jiwa kita meliuk-liuk dalam kehidupan seperti air yang mengalir. Dengan demikian
kita dapat selalu menyesuaikan diri dengan perubahan yang ada. Setiap menghadapi bencana
maka kita dapat mengubah pemikiran dari “mengapa semua ini harus kualami” menjadi “
setelah semua ini menimpaku, aku harus melakukan apa?”. Dengan demikian kita akan dapat
bangkit dan semakin maju setiap kali terjatuh. Lain padang lain belalang, lain lubuk lain pula
ikannya. Artinya, jadilah seseorang yangflexible dengan keadaan yang ada, NOW and HERE.
Leonardo Paskah Suciadi
http://www.wikimu.com/News/2008.
NEUROSA dan PSIKOSA
Angka kejadian/ Insidensi
*GANGGUAN JIWA RINGAN( NON-PSIKOTIK)
20 – 60 PERMIL
*GANGGUAN JIWA BERAT (PSIKOTIK)
1– 3 PERMIL
A. NEUROSA (PSIKONEUROSA)
Neurosa adalah kesalahan penyesuaian diri secara emosional karena tidak dapat
diselesaikannya suatu konflik tidak sadar, kecemasan yang timbul dirasakan secara langsung
atau diubaholeh berbagai mekanisme pembelaan psikologik =>dan muncullah gejala-gejala
subyektif yang mengganggu.
Neurosa merupakan istilah yang dipakai dalam sejarah penemuan gangguan ini, dan secara
diskriptif digunakan untuk menerangkan gangguan cemas, histeria, dan obsesi tanpa kelainan
fisik penderita.
Neurosa mengandung unsur etiologik dengan hakekat adanya konflik, dan penderita bereaksi
secara menyimpang terhadap beban kehidupan.
Gangguan yang timbul :
Ketegangan yang terjadi dari hubungan antar manusia yang mengecewakan sejak kecil,
sehingga mengganggu penyesuaiannya (adaptasi)
Reaksi itu dapat berupa :
Ø Gangguan lihat
Ø Kelumpuhan
Ø Tremor
Ø Rasa takut
Ø Cemas
Tanpa ada kerusakan organis.
Neurosa merupakan istilah yang menerangkan sekelompok gangguan jiwa yang disebabkan
oleh faktor psikologik tanpa dasar fisik atau organik yang ditandai dengan kecemasan sebagai
gejala utama serta diikuti oleh tingkah laku yang tidak wajar.
PATOGENESE DAN DINAMIKA NEUROSA
Semua bentuk sumber kecemasan
Menimbulkan kecemasan
Berakar dalam kepribadian
dianggap sebagai sifat konstitusional
MASALAH YANG TIMBUL PADA GANGGUAN NEUROTIK
Kecemasan yang mengambang bebas, biasanya serangannya mendadak
Menyerupai gangguan fisik, mencakup gejala sensorik, motorik atau penyakit somatik
Amnesia, fuque, kepribadian ganda, somnambulisme
Ketakutan irrasional yang disadari oleh klien
5. Obsesif-kompulsif Impuls atau pikiran irasional yang muncul yang disadari oleh klien
Perasaan kesal, putus asa, celaan yang berlebihan terhadap diri sendiri
Perasaan lemah, lelah, kurang minat, keluhan badaniah
8. Depersonalisasi Perasaan asing dan tidak wajar terhadap dirinya sendiri, tubuh dan lingkungannya yang biasanya
disadari oleh klien.
Perasaan cemas tentang adanya penyakit pada berbagai organ tubuhnya.
B. PSIKOSA
Menurut PPDGJ I Th. 1973
Adalah suatu gangguan fungsi kepribadian (mental) seseorang sampai suatu taraf tertentu,
sehingga tidak memungkinkannya lagi melakukan beberapa tugas secara memuaskan seperti :
· Daya kemampuan menilai realitas
· Daya kemampuan untuk mengadakan hubungan dengan dunia luar
· Daya kemampuan tanggapan Pancaindera
· Daya kemampuan tanggapan perasaan (afektif)
Menurut PPDGJ II Th. 1983
Adalah suatu gangguan jiwa dengan kehilangan rasa kenyataan (sense of reality.)
Hal ini dapat diketahui dengan terdapatnya
*Gangguan pada hidup perasaan (afek dan emosi)
*Gangguan pada proses berfikir
*Gangguan pada psikomotorik dan kemauan, sehingga :
Semuanya tidak sesuai lagi dengan kenyataan, pasien tidak dapat“dimengerti” atau “dirasai”
lagi oleh orang normal.
Orang awam sering menyebut “GILA”, tetapi pasien sendiri merasa tidak sakit.
Menurut PPDGJ III Th. 1993
Istilah “Psikotik” dipertahankan sebagai suatu istilah diskriptif, khususnya dalam F.23.
Gangguan psikotik akut dan sementara. Penggunaannya tidak melibatkan asumsi mekanisme
psikodinamik, dan hanya menunjukkan adanya hallusinasi, waham, atasu sejumlah kelainan
perilaku tertentu, seperti eksitasi (kegairahan), dan overactivity (aktivitas yang berlebih),
retardasi psikomotor yang berat dan perilaku katatonik.
Konsep gangguan jiwa menurut PPDGJ-III yang merujuk pada SDM IV adalah :
“ Mental disorder is conceptualized as clinically significant behavioral or psychological syndrome or pattera that occurs in an individual and that is associated with present distress (eg. A painfull symtom) or disability (ic, impairment in one or more important areas of functioning) or with a significant increased ask of suffering death pain, disability, or an important loss of freedom (Maskun Rusdi, 1998)
Evaluasi klien psikiatrik terdiri atas dua bagian : informasi subyektif yang dikaitkan oleh
pasien, dan informasi obyektif yang didapat melalui observasi. Hal ini merupakan dasar dari
suatu penilaian psikiatrik. Ini berlaku untuk individu pasien anak, dewasa, pasangan dan
keluarga (Dep Kes RI, 1997).
Pengertian Psikosa
Adalah suatu gangguan jiwa dengan kehilangan rasa kenyataan (“sense of reality”) Hal
ini diketahui dengan terdapatnya gangguan pada hidup perasaan (afek dan emosi), proses
berfikir, psikomotorik kemauan, sedemikian rupa sehingga semua ini tidak sesuai dengan
kenyataan lagi.
Penderita tidak dapat “dimengerti” dan tidak dapat “dirasai” lagi oleh orang normal, karena itu
seorang awampun dapat menyatakan bahwa orang itu “gila”, bila psikosa itu sudah jelas.
Penderita sendiri juga tidak memahami penyakitnya, ia tidak merasa sakit
( WF Maramis, 2004).
Adalah suatu gangguan jiwa yang serius, yang timbul karena penyebab organik ataupun
emosional (fungsional) dan yang menunjukkan gangguan kemampuan berfikir, bereaksi
secara emosional, mengingat, berkomunikasi, menafsirkan kenyataan dan bertindak sesuai
dengan kenyataan itu, sedemikian rupa sehingga kemampuan untuk memenuhi tuntutan hidup
sehari-hari sangat terganggu (WF Maramis,2004).
Psikosa ditandai dengan perilaku yang regrasif, hidup perasaan yang tidak sesuai,
berkurangnya pengawasan terhadap impuls-impuls serta waham dan hallusinasi. Istilah
psikosa dapat dipakai untuk keadaan seperti yang disebutkan diatas dengan variasi yang luas
mengenai
berat dan lamanya. Menninger menyebutkan lima sindroma klasik yang menyertai sebagian
besar pola psikotik, yaitu :
1. Perasaan sedih, rasa bersalah dan rasa tidak mampu yang mendalam
2. Keadaan rangsang yang tidak menentu dan tidak terorganisasi, disertai pembicaraan dan
motorik yang berlebihan
3. Regresi ke otisme (“ Autism”), Manerisme pembicaraan dan perilaku, isi pikiran yang
berwaham, acuh tak acuh terhadap harapan sosial
4. Pre okupasi yang berwaham, disertai kecurigaan, kecenderungan membela diri atau rasa
kebesaran
5. Keadaan bingung dan delirium dengan disorientasi dan hallusinasi
(WF Maramis, 2004)
Dapat digambarkan secara umum bahwa Psikosa adalah suatu gangguan jiwa yang serius
yang timbul karena penyebab organik ataupun fungsional (emosional /psikogenik) dan
menunjukkan gangguan kemampuan :
· Berfikir
· Bereaksi secara emosional
· Mengingat
· Berkomunikasi
· Menafsirkan kenyataan dan bertindak sesuai dengan kenyataan itu.
Sehingga tuntutan pemenuhan hidup sehari-hari sangat terganggu, ditandai dengan adanya :
Ø Perilaku yang regressif
Ø Alam perasaan yang tidak sesuai
Ø Berkurangnya pengawasan terhadap impuls-impuls
Ø Adanya waham dan hallusinasi
Pada umumnya keluhan atau gejala pasien secara garis besar sbb:
a. Adanya gejala psikotik
b. Kecemasan yang tidak rasional dan perilaku menghindar
c. Gangguan afek
d. Perilaku antisosial
e. Keluhan fisik dan kecemasan yang tidak rasional tentang penyakit fisik
f. Kesulitan belajar dan konsentrasi
Masalah klasik yang timbul sehubungan dengan psikotik berkisar pada hal –hal berikut :
1. Gangguan pada alam perasaan, sedih, rasa bersalah dan perasaan tidak mampu yang
mendalam
2. Irritabilitas yang tidak menentu dan tidak terorganisasi, pembicaraan dan motorik yang
berlebihan
3. Gangguan komunikasi, regressi ke otisme, manerism pembicaraan dan perilaku
4. Gangguan isi pikiran yang berwaham
5. Acuh tak acuh terhadap masa depan
6. Gangguan curiga, kecenderungan membela diri atau rasa kebesaran
7. Gangguan bingung dan delirium dengan gangguan orientasi dan hallusinasi.
Skizofrenia (Psikosa Fungsional)
Pengertian :
Skizofrenia adalah Demensia prekoks, dalam perjalanan penyakitnya memperlihatkan adanya
deteriorasi. Digolongkan katatonik, hebrefrenik dan keadaan paranoid, dasar gangguan ini
adalah terpecahnya fungsi-fungsi psikologik. Ia memberi nama baru dengan
istilah “Skizofrenia”, deteriorasi tidak selalu harus ada, isi dan arti dari gejala-gejala psikotik
lebih diutamakan
(WF Maramis, 2004)
Psikopatologi
Penyebab gangguan skizofrenia belum diketahui dengan pasti. Adabeberapa teori penyebab :
1. Teori Somatogenik
(1) Keturunan :diturunkan melalui gen yang resesif
:sering timbulnya skizofrenia pada waktu pubertas, Kehamilan dan puerperium
: Mungkin disebabkan oleh kesalahan metabolisme (inborn error of metabolism)
(4) Susunan saraf pusat : Diduga ada kelainan susunan saraf pusat yang dapat menyebabkan gangguan neurotransmitter
2. Teori Psikogenik
(1) Adolf Meyer : suatu kondisi mal-adaptasi
(2) Sigmund Freud : adanya kelemahan ego
(3) Eugen Bleuler : adanya jiwa yang terpecah belah atau disharmoni
(4) Stres psikologik : adanya persaingan antara saudara kandung, hubungan yang
kurang baik dalam keluarga, pekerjaan dan Masyarakat
3. Teori Sosiogenik
(1) Keadaan sosial ekonomi
(2) Pengaruh keagamaan
(3) Nilai-nilai moral dan lain-lain
4.Akhirnya muncul teori yang menganggap bahwa skizofrenia dapat disebabkan oleh bermacam-
macam sebab, meliputi ketiga teori diatas ( Pandangan holistik)
(Pedoman Diagnosis dan terapi lab/UPF Ilmu Kedokteran Jiwa, 1997).
Gejala-gejala skizofrenia dibagi menjadi 2(dua) kelompok :
1. Gejala-gejala primer
(1) Gangguan proses pikiran
(2) Gangguan emosi
(3) Gangguan kemauan
(4) Gangguan otisme
2. Gejala-gejala sekunder
(1) Waham
(2) Hallusinasi
(3) Gejala katatonik atau gangguan psikomotorik yang lain
(WF Maramis, 2004)
Skizofrenia dapat dibedakan menjadi beberapa tipe menurut PPDGJ III tahun 1993, yaitu :
F 20. 0 Skizofrenia paranoid
F 20. 1 Skizofrenia hebefrenik
F 20. 2 Skizofrenia katatonik
F 20. 3 Skizofrenia tak terinci (undifferentiated)
F 20. 4 Skizofrenia pasca-skizofrenia
F 20. 5 Skizofrenia residual
F 20. 6 Skizofrenia simpleks
F 20. 7 Skizofrenia lainnya
F 20. 8 Skizofrenia YTT
DIAGNOSA DAN DIAGNOSA BANDING
Menurut Eugen Bleuler diagnosa skizofrenia sudah boleh dibuat bila terdapat gejala-gejala
primer dan disharmoni (keretakan, perpecahan atau ketidak seimbangan) pada unsur-unsur
kepribadian (proses pikir, afek/emosi, kemauan dan psikomotorik), diperkuat dengan adanya
gejala-gejala sekunder.
Kurt Schneider (1939) menyusun gejala rangking pertama (“first rank symtoms) dan
berpendapat bahwa diagnosa skizofreniasudah boleh dibuat bila terdapat satu gejala dari
kelompok A dan satu gejala dari kelompok B, dengan syarat bahwa kesadaran penderita tidak
menurun. (WF Maramis, 2004).
Gejala-gejala rangking pertama menurut Schneider ialah
1. Hallusinasi pendengaran
(1) Pikirannya dapat didengar sendiri
(2) Suara-suara yang sedang bertengkar
(3) Suara-suara yang mengkomentari perilaku penderita
2. Gangguan batas ego
(1)Tubuh dan gerakan-gerakan penderita dipengaruhi oleh suatu kekuatan dari luar
(2) Pikirannya diambil atau disedot keluar
(3) Pikirannya dipengaruhi oleh orang lain atau pikirannya dimasukkan kedalam pikiran orang lain
(4) Pikirannya diketahui orang lain atau pikirannya disiarkan keluar secara umum
(5) Perasaannya dibuat oleh orang lain
(6) Kemauannya atau tindakannya dipengaruhi oleh orang lain
(7) Dorongannya dikuasai orang lain
(8) Persepsi yang dipengaruhi oleh waham
Menurut Prof. Kusumanto Setyonegoro (1967) membuat diagnosa skizofrenia dengan
memperlihatkan gejala-gejala pada tiga buah koordinat, yaitu :
(1) Koordinat pertama (intinya organobiologik)
Yaitu :Otisme, gangguan afek dan emosi, gangguan assosiasi(proses berfikir), ambivalensi (gangguan
kemauan), gangguan aktivitas (abulia atau kemauan yang menurun) dan gangguan
konsentrasi.
(2) Koordinat kedua (intinya psikologik)
Yaitu :gangguan pada cara berfikir yang tidak sesuai lagi dengan perkembangan kepribadian dengan
memperhatikan perkembangan ego, sistematik motivasi dan psikodinamika dalam interaksi
dengan lingkungan
(WF Maramis, 2004)
PROGNOSA
Dahulu bila diagnosa skizofrenia dibuat, maka ini berarti bahwa sudah tidak ada harapan lagi
bagi orang yang bersangkutan, bahwa kepribadiannya selalu akan menuju kemunduran
mental (deteriorasi mental).
Dan bila seorang dengan skizofrenia kemudian menjadi sembuh, maka diagnosanya harus
diragukan.
Sekarang dengan pengobatan modern, ternyata bahwa bila penderita itu datang berobat dalam
tahun pertama setelah serangan pertama, maka kira-kira sepertiga dari mereka akan sembuh
sama sekali (“ Full remission atau recovery), sepertiga yang lain dapat dikembalikan ke
masyarakat walaupun masih harus sering diperiksa dan diobati selanjutnya (“Social
recovery”), sepertiga sisanya biasanya mempunyai prognosa yang jelek, mereka tidak dapat
berfungsi didalam masyarakat dan menuju
kekemunduran mental, sehingga mungkin menjadi penghuni tetap di Rumah Sakit Jiwa.
Untuk menetapkan prognosa, kita harus mempertimbangkan semua faktor dibawah ini :
1. Kepribadian Pre-psikotik : bila skizoid dan hubungan antar manusia memang kurang
memuaskan, maka prognosanya lebih jelek. Bilaskizofrenia timbul secara akut, maka
prognosa lebih baik dari pada bila penyakit itu mulai secara pelan-pelan.
2. Jenis skizofrenia : jenis katatonik memiliki prognosa paling baik dari pada semua
jenis. Jenis hebefrenia dan simpleksmemiliki prognosa yang sama jelek.
3. Umur : Semakin muda umur permulaannya, semakin jelek prognosanya
4. Pengobatan : Semakin lekas mendapat pengobatan, semakin baik prognosanya
5. Faktor keturunan : prognosa menjadi lebih berat bila didalam keluarga terdapat
seorang atau lebih yang juga menderitaskizofrenia.
(WF Maramis, 2004)
PENGOBATAN
Pengobatan harus secepat mungkin diberikan, karena keadaan psikotik yang lama
menimbulkan kemungkinan yang lebih besar bahwa penderita menuju kekemunduran mental.
Terapis jangan melihat kepada penderita skizofrenia sebagai penderita yang tidak dapat
disembuhkan lagi atau sebagai suatu makhluk yang aneh dan inferior. Keluarga atau orang
lain dilingkungan penderita diberi penerangan (manipulasi lingkungan) agar mereka lebih
sabar menghadapinya.
Macam-macam pengobatan
1. Farmako terapi
2. Terapi elektro- konvulsi (TEK)
3. Terapi koma insulin
4. Psikoterapi dan rehabilitasi
5. Lobotomi Prefrontal
(WF Maramis, 1998)
Farmakoterapi
Dari sudut organobiologi sudah diketahui bahwa padaskizofrenia (dan juga gangguan jiwa
lainnya) terdapat gangguan pada fungsi neurotransmitter sel-sel susunab saraf pusat (otak)
yaitu pelepasan zat dopamin dan serotonin yang mengakibatkan gangguan proses pikiran,
alam perasaan dan perilaku sebagaimana yang telah diuraikan pada bab III : gejala
klinisskizofrenia. Oleh karena itu obat psikofarmaka yang akan diberikan ditujukan pada
gangguan fungsi neurotransmitter tadi, sehingga gejala-gejala klinis tadi dapat dihilangkan
atau dengan kata lain penderita skizofrenia dapat diobati
(Dadang Hawari, 2001)
(1) Pemberian Anti psikosis
1). Neuroleptika dosis efektif tinggi (diberikan) dalam dosis terbagi 2 – 3 kali/ sehari
- Khlorpromazin : 75 – 500 mg (per-os)
Injeksi 25 – 50 mg/kali (im)
- Perazin : 50 – 60 mg (per-os)
-Thioridazin : 75 – 500 mg (per-os)
Diutamakan untuk skizofrenia yang disertai penyakit organik, misalnya skizofrenia dengan
gangguan hepar
(2). Neuroleptika dengan dosis rendah (diberikan dalam dosis terbagi ) 1-2 kali / sehari
- Flupenazin HCL : 5 – 10 mg (per-os)
- Flupenazin depo : 25 mg /4 minggu (intra musculer)
- Trifluoperazin : 3 – 20 mg (per-os)
- Haloperidol : 5 – 15 mg(per-os)
- Pimozid : 2 – 8 mg (per-os)
(Pedoman Diagnosis dan terapi lab/UPF Ilmu Kedokteran Jiwa, 1994)
(3). Terapi elektro-konvulsi (TEK)
Tidak lebih unggul dibandingkan dengan obat-obatan, tetapi bila diberikan bersama-sama akan
lebih mempercepat proses penyembuhan.
(Maramis, 2004)
(4). Terapi Koma insulin
Meskipun pengobatan ini tidak khusus, bila diberikan pada permulaan penyakit, hasilnya
memuaskan. Prosentase kesembuhan lebih besar bila dimulai dalam waktu 6 (enam) bulan
sesudah penderita jatuh sakit. Terapi koma insulin memberi hasil yang baik
pada katatonia dan skizofrenia paranoid.
(WF Maramis, 2004)
(5). Psikoterapi dan Rehabilitasi
Bertujuan untuk memperkuat fungsi ego dengan cara psikoterapi agar pasien bisa bersosialisasi.
Manipulasi lingkungan agar lingkungan dapat memahami dan menerima keadaan pasien,
membimbing dalam kehidupan sehari-hari, memberi kesibukan atau pekerjaan untuk pasien.
Mengawasi minum obat secara teratur dalam jangka waktu lama dan membawa pasien untuk
pemeriksaan ulang.
(Pedoman Diagnosis dan Terapi Lab/UPF Ilmu Kedokteran Jiwa,1994)
(6). Lobotomi Prefrontal
Dapat dilakukan bila terapi lain secara intensif tidak berhasil dan bila penderita sangat
mengganggu lingkungannya.
(WF Maramis, 2004)
PERAWATAN KLIEN GANGGUAN JIWA
Menurut Carpenito (1989), pemberian asuhan keperawatan merupakan proses terapeutik yang
melibatkan hubungan kerjasama antara perawat dengan klien, keluarga atau masyarakat untuk
mencapai tingkat kesehatan yang optimal (Kelliat, 1991). Perawat memerlukan metode ilmiah
dalam melakukan proses terapeutik tersebut yaitu : Proses keperawatan. Penggunaan proses
keperawatan membantu perawat dalam melakukan praktek keperawatan, menyelesaikan
masalah keperawatan klien dan atau memenuhi kebutuhan klien secara ilmiah, logis,
sistematis dan terorganisasi.
Pada dasarnya proses keperawatan merupakan salah satu teknik penyelesaikan
masalah (problem solving). Proses keperawatan bertujuan untuk memberikan asuhan
keperawatan sesuai dengan kebutuhan dan masalah klien dapat diidentifikasi dan
diprioritaskan untuk dipenuhi dan diselesaikan.
Dengan menggunakan proses keperawatan, perawat dapat terhindar dari tindakan keperawatan
yang bersifat rutin, intuisi, tidak untuk bagi individu klien. Proses keperawatan mempunyai ciri
dinamis, siklik, saling bergantung, luwes dan terbuka. Setiap tahap dapat diperbaharui jika
keadaan klien berubah. Tahap demi tahap merupakan siklus dan saling bergantung. Diagnosa
keperawatan tidak mungkin dapat dirumuskan jika data pengkajian belum ada.
Proses keperawatan merupakan sarana/wahana kerjasama perawat dan klien yang umumnya
pada tahap awal peran perawat lebih besar dari peran klien, namun pada proses sampai akhir
diharapkan peran klien lebih besar dari peran perawat sehingga kemandirian klien dapat
tercapai. Kemandirian klien merawat
diri dapat pula digunakan sebagai kriteria kebutuhan terpenuhi dan atau masalah teratasi.
KEKAMBUHAN KLIEN GANGGUAN JIWA
Kekambuhan adalah suatu keadaan dimana penyakit dapat hilang timbul sewaktu-waktu
dengan kondisi yang sama ataupun berbeda ( Sullinger, 1988). Penderita gangguan jiwa
diperkirakan akan kambuh 50 % pada tahun pertama dan sekitar 70 % pada tahun kedua dan
100 % pada tahun kelima setelah pulang dari Rumah Sakit (Carson & Ross, 1997)
Menurut Sullinger penyebab kekambuhan dapat diidentifikasi menjadi 4 antara lain :
Klien (Penderita)
Diketahui bahwa klien yang gagal minum obat dengan teratur mempunyai kecenderungan untuk
kambuh. Menurut hasil penelitian menunjukkan 25 % sampai 50 % klien dari RS Jiwa tidak
memakan obat dengan teratur (Appleton, 1982 yang dikuti Sullinger, 1988). Klien kronis sulit
memakan obat karena adanya gangguan realitas dan ketidakmampuan mengambil keputusan.
Dokter sebagai pemberi resep
Memakan obat dengan teratur dapat menekan terjadinya kekambuhan. Namun pemakaian
neuroleptika yang lama dapat menyebabkan efek samping Tardive diskenia yang bisa
mengganggu hubungan sosial seperti gerakan yang tidak terkontrol.
Perawat sebagai penanggung jawab kasus atau case manager
Setelah klien pulang dari perawatan di Rumah Sakit, maka yang bertanggung jawab atas
program adaptasi klien di rumah adalah perawat Puskesmas. Penanggung jawab klien
mempunyai banyak waktu untuk bertemu klien, sehingga dapat mengidentifikasi gejala dini
dan segera mengambil tindakan
Keluarga
Dalam penelitian Snyder (1981) dan Vaugh (1976), memperlihatkan bahwa keluarga dengan
ekspresi emosi “Para penderita gangguan jiwa di negara kita masih menjadi golongan yang
tersisih. Kondisi ini disebabkan tingkat kesadaran masyarakat masih rendah, adanya stigma
negatif terhadap para penderita, ketertutupan pihak keluarga terdekat akibat perasaan malu
memiliki anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa
hingga fasilitas pengobatan dan rehabilitasi yang masih kurang. Ini yang harus kita perbaiki,”
jelasnya.
Perawatan psikososial yang tinggi diperkirakan terjadi kekambuhan dalam waktu 9 bulan.
Hasilnya 57 % dirawat oleh keluarga dengan ekspresi emosi yang tinggi dan 17 % dengan
keluarga yang mempunyai ekspresi emosi rendah. Dengan terapi keluarga diharapakan dapat
menurunkan ekspresi emosi yang tinggi. ( Budi Anna Kelliat, 1997).
Untuk itu, dr Widya menjelaskan perlu dilakukan perawatan intensif dengan pendekatan kekeluargaan (psikososial). Terapi jenis itu, lanjutnya, menekankan peran aktif anggota keluarga dan Iingkungan sekitar dalam interaksi dengan pasien. Namun untuk mencapai kondisi ini, pasien harus terlebih dulu menjalani terapi lain, seperti pemberian obat yang teratur hingga terapi kejang listrik (ECT).
Dokter Widya meminta agar tidak membiarkan pasien berada sendirian atau diganggu oleh ejekan lingkungannya. Pasien sebaiknya dilibatkan dalam pembicaraan yang menarik minatnya, atau berikan keleluasaan untuk menyalurkan bakat dan hobinya.
“Hal terpenting adalah jangan biarkan faktor penyebab stres menimpa mereka. Kita harus memasukkan perawatan dan rehabilitasi penyakit jiwa ini ke dalam program prioritas kesehatan masyarakat. Harus juga diupayakan supaya program jaminan sosial kesehatan masyarakat miskin (askeskin) mencakup pelayanan untuk para penderita gangguan jiwa. Hal ini harus kita lakukan sebagai bagian dan upaya mencapai derajat kesehatan komprehensif secara fisil, mental, dan sosial,” tambah Fachmi. (*/S-4)
Sumber : Media Indonesia , Rabu, 31 Oktober 2007
http://www.idijakbar.com/?show=detailnews&kode=19&tbl=terkini
GANGGUAN PSIKOTIK
- Hendaya berat dalam daya nilai realitas
(+)
- Dasar organik
(-)
GANGGUAN NEUROTIK
- Daya nilai realitas tak terganggu
- Dasar Organik (-)
- Kepribadian tetap utuh
- Perilaku kadang - kadang terganggu tapi dalam batas norma-norma sosial
PERBANDINGAN ANTARA PSIKONEUROSA DAN PSIKOSA
FAKTOR NEUROSA PSIKOSA
Perilaku Umum Dekompensasi kepribadian ringan, kontak dengan realita dan fungsi social terganggu
Dekompensasi kepribadian hebat, kontak dengan realita sangat terganggu, tidak dapat berfungsi sosial
Gejala – gejala Gejala psikologik dan somatik bervariasi luas, tetapi tidak terdapat hallusinasi atau gangguan proses berfikir, emosi dan tindakan yang ekstrim
Gejala bervariasi luas dengan waham dan hallusinasi, kedangkalan emosi dan perilaku hebat
Orientasi Penderita jarang kehilangan orientasi terhadap lingkungan
Penderita sering kehilangan orientasi terhadap lingkungan
Pemahaman (Insight)
Penderita sering masih memahami bahwa ia terganggu
Penderita jarang sekali memahami bahwa ia terganggu
Aspek Sosial Perilaku penderita jarang membahayakan diri sendiri atau masyarakat
Perilaku penderita sering berbahaya bagi diri sendiri dan atau masyarakat
Perawatan dan pengobatan
Jarang diperlukan perawatan di Rumah Sakit
Biasanya diperlukan perawatan di Rumah Sakit
Gejala gejala Klasik
Mengeluh, tetapi orang lain menganggap tidak apa-apa
Tidak merasa sakit, perilaku tidak wajar, orang lain terganggu.