bab i pendahuluan -...

15
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konstitusi negara merupakan suatu cita-cita negara yang melandasi segala aspek kehidupan di suatu negara yang berdasarkan pada pemerintahan yang berkonstitusi. Menurut Aristoteles ada tiga unsur pemerintahan yang berkonstitusi, yaitu: 1 a. Pemerintahan dilaksanakan untuk kepentingan umum; b. Pemerintahan dilaksanakan menurut hukum yang berdasarkan pada ketentuan-ketentuan umum, bukan hukum yang dibuat secara sewenang- wenang yang menyampingkan konvensi dan konstitusi; c. Pemerintahan berkonstitusi berarti pemerintahan yang dilaksanakan atas kehendak rakyat, bukan merupakan paksaan tekanan yang dilaksanakan pemerintahan despotik. Pendapat Aristoteles tersebut menyebutkan bahwa yang pertama pemerintahan yang berkonstitusi pemerintahan dilaksanakan oleh kepentingan umum, kepentingan umum bersifat luas namun berpokok pada satu kepentingan bersama. Yang kedua, pemerintahan yang berkonstitusi dilaksanakan menurut hukum dan juga adanya kehendak rakyat. Artinya adanya konsep negara hukum atau dilaksanakan menurut hukum menghendaki rakyat dilindungi oleh hukum, hukum memberikan perlindungan penuh terhadap kepentingan umum. Hadirnya 1 Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara Edisi Revisi, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), hlm.2.

Upload: ngotruc

Post on 21-Apr-2019

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14679/1/T1_312013092_BAB I.pdfpemegang kedaulatan. Lahirnya negara hukum indonesia mengindikasikan indonesia

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Konstitusi negara merupakan suatu cita-cita negara yang melandasi segala

aspek kehidupan di suatu negara yang berdasarkan pada pemerintahan yang

berkonstitusi. Menurut Aristoteles ada tiga unsur pemerintahan yang berkonstitusi,

yaitu:1

a. Pemerintahan dilaksanakan untuk kepentingan umum;

b. Pemerintahan dilaksanakan menurut hukum yang berdasarkan pada

ketentuan-ketentuan umum, bukan hukum yang dibuat secara sewenang-

wenang yang menyampingkan konvensi dan konstitusi;

c. Pemerintahan berkonstitusi berarti pemerintahan yang dilaksanakan atas

kehendak rakyat, bukan merupakan paksaan tekanan yang dilaksanakan

pemerintahan despotik.

Pendapat Aristoteles tersebut menyebutkan bahwa yang pertama

pemerintahan yang berkonstitusi pemerintahan dilaksanakan oleh kepentingan

umum, kepentingan umum bersifat luas namun berpokok pada satu kepentingan

bersama. Yang kedua, pemerintahan yang berkonstitusi dilaksanakan menurut

hukum dan juga adanya kehendak rakyat. Artinya adanya konsep negara hukum

atau dilaksanakan menurut hukum menghendaki rakyat dilindungi oleh hukum,

hukum memberikan perlindungan penuh terhadap kepentingan umum. Hadirnya

1 Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara Edisi Revisi, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014),

hlm.2.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14679/1/T1_312013092_BAB I.pdfpemegang kedaulatan. Lahirnya negara hukum indonesia mengindikasikan indonesia

hukum yang wujud nyatanya melalui peraturan perundang-undangan atau dalam

bentuk lain hadir bukan untuk memperlemah konstitusi namun memperkuatnya.

Dan yang terakhir adalah pemerintah yang berkonstitusi melaksanakan kehendak

rakyat. Kehendak rakyat merupakan bagian dari HAM yang secara umum diakui

oleh negara. Konstitusi itu sendiri merupakan konsep yang sangat luas. Namun

yang difokuskan dalam penulisan ini adalah salah satu ciri khas dari pemerintahan

yang berkonstitusi yaitu pemerintahan berdasarkan kehendak rakyat.

Berbicara mengenai kehendak rakyat maka dapat diartikan bahwa apa

yang diinginkan oleh rakyat bentuk lainnya adalah pemerintahan rakyat. Dapat

dikatakan seperti itu oleh karena di dalam pemerintahan rakyat maka tentu

mengutamakan kehendak rakyat. Kehendak rakyat dalam bahasa umumnya

dikenal dengan istilah demokrasi. Wujud nyata akan adanya demokrasi di suatu

negara adalam Pemilihan Umum (Pemilu). Demokrasi yang diwujudkan di dalam

pemilu sebenarnya adalah kontrol utama dari negara tersebut. Indonesia adalah

negara hukum menurut Undang-Undang Dasar 1945, maka dari itu perwujudan

dari kontrol negara hukum tersebut adalah demokrasi.

Menurut Franz Magnis Suseno, “demokrasi yang bukan negara hukum

bukan demokrasi dalam arti sesungguhnya. Demokrasi merupakan cara paling

aman untuk mempertahankan kontrol atas negara hukum”.2 Demokrasi sebagai

wujud pengendalian akan kekuasaan yang ada di negara hukum yang mana

pemerintah sebagai pemegang kekuasaan dapat dikendalikan oleh suatu sistem

demokrasi yang memberikan wewenang tertinggi kepada rakyat sebagai

2 Franz Magnis Suseno, Mencari Sosok Demokrasi, Sebuah Telaah Filsofis, (Jakarta:

Gramedia, 1977), hlm.58.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14679/1/T1_312013092_BAB I.pdfpemegang kedaulatan. Lahirnya negara hukum indonesia mengindikasikan indonesia

pemegang kedaulatan. Lahirnya negara hukum indonesia mengindikasikan

indonesia sebagai negara yang menjalankan sistem demokrasi.

Demokrasi secara etimologis dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat.

Rakyat sebagai individu memiliki Hak Asasi Manusia. Pemilihan umum

merupakan perwujudan nyata dari demokrasi itu sendiri. Bahwa ketika rakyat

dalam hal ini ikut andil dalam pemilu maka Hak Asasi nya terpenuhi. Lebih luas

lagi hak untuk memilih atau dipilih menjadi kebutuhan yang harus terpenuhi.

Menurut model budaya demokrasi (civic culture), seorang warga berpartisipasi

dalam pemilu atau pilpres bukan saja karena kondisinya lebih baik secara sosial-

ekonomi, atau karena berada dalam jaringan sosial, akan tetapi, karena ia tertarik

dengan politik, punya perasaan dekat dengan partai tertentu (identitas partai),

punya informasi yang cukup untuk menentukan pilihan, merasa suaranya berarti,

serta percaya bahwa pilihannya dapat ikut memperbaiki keadaan (political

efficacy).3 Dorongan yang timbul dari dalam individu memberikan indikasi bahwa

pemilu tidak hanya bagian penting dalam sistem ketatanegaraan namun juga

merupakan dorongan batin individu, dan dorongan tersebut merupakan dorongan

dari Hak Asasi Manusia. Dorongan batin yang merupakan kehendak rakyat

diwujudkan dengan adanya pemilu itu sendiri yang tentu saja di dalam sistem

penyelenggaraan pemilu.

Kenyataan yang ada adalah ketika suatu negara dijalanakan atau suatu

kehendak rakyat (demokratis) maka penyelenggaraan pemilu merupakan sesuatu

yang tidak dapat dihindari. Pemilu tidak dapat dijumpai di dalam negara dengan

3Almond, Gabriel A. and Sidney Verba. The Civic Culture. Political Attitudes and

Democracy in Five Nations, (Princeton, NJ:Princeton University, 1963) dikutip Saiful Mujani,

William Liddle, Kuskridho Ambardi, Kuasa Rakyat, Analisis Tentang Perilaku Memilih dalam

Pemilihan Legislatif dan Presiden Indonesia Pasca-Orde Baru, (Bandung: Mizan Media Utama,

2012), hlm.22.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14679/1/T1_312013092_BAB I.pdfpemegang kedaulatan. Lahirnya negara hukum indonesia mengindikasikan indonesia

sistem monarki atau otoriter. Secara teoritis penyelanggaran pemilu di dalam

suatu negara menurut Jimly Asshiddiqie mempunyai tujuan:4

a. Untuk memungkinkan terjadinya peralihan kepemimpinan secara

tertib dan damai;

b. Untuk memungkinkan terjadinya pergantian jabatan yang akan

mewakili kepentingan rakyat di lembaga perwakilan;

c. Untuk melaksanakan prinsip kedaulatan rakyat;

d. Untuk melaksanakan prinsip hak-hak asasi warga negara.

Jimly Asshiddiqie menguraikan bahwa tujuan pemilu merupakan bentuk

peralihan atau penggantian kekuasaan baik kekuasaan eksekutif maupun

kekuasaan legislate/lembaga perwakilan, tujuan yang tidak kalah penting adalah

soal kedaulatan rakyat dan melaksanakan hak asasi warga negara. tujuan akan

pelaksanaan kedaulatan rakyat dan pelaksanaan hak asasi warga negara

merupakan tujuan yang bersifat prinsipil, artinya tujuan tersebut memberikan

posisi kuat pentingnya pelaksanaan pemilu. Tujuan penyelenggaraan pemilu

tersebut dapat terwujud jika adanya suatu sistem pemilihan umum yang dicita-

citakan serta ideal bagi warga negara. maka dari itu adanya perubahan diperlukan

dan menjadi kebutuhan yang sangat penting dalam hal penyelenggaraan pemilu di

Indonesia.

Penyelenggaraan pemilu di beberapa negara tidak terlepas dari suatu

sengketa pemilu. Baik negara maju maupun negara berkembang memiliki konflik

dan kelemahan sistem hukum pemilu, namun setiap negara-negara di dunia

4 Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid II, (Jakarta: Sekretariat

Jendral dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2006), hlm.175.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14679/1/T1_312013092_BAB I.pdfpemegang kedaulatan. Lahirnya negara hukum indonesia mengindikasikan indonesia

memiliki lembaga tertentu dalam menangani sengketa pemilu. Penanganan

sengketa pemilu di Indonesia di bawah kewenangan beberapa lembaga negara.

Bahwa sengekta pemilu yang ditangani oleh beberapa lembaga negara

mengakibatkan lembaga-lembaga tersebut terbebani akan tanggungjawab

menangani sengketa pemilu yang bermuara pada terhambatnya proses penegakan

hukum sengketa pemilu. Penegakan hukum terhadap sengketa pemilu mempunyai

dampak yang baik bagi perkembangan demokrasi di Indonesia.

Beberapa lembaga negara yang terkait baik langsung maupun tidak

langsung dengan pelaksanaan dan penanganan sengketa di pemilu antara lain

adalah Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilihan Umum

(Bawaslu), Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK), Dewan

Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP), dan Komisi Yudisial (KY).

Lembaga negara yang terkait secara langsung adalah KPU, Bawaslu, MA, dan

MK. Pada Pemilu Presiden pada tahun 2004 sengketa pemilu muncul terkait

kewenangan Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) yang pada kala itu akibat

dikeluarkannya SK KPU No.42 Tahun 2004 tentang Revisi Tugas dan Wewenang

Panitia Pengawas Pemilu yang dianggap memperlemah kinerja Panwaslu. Pada

pemilihan presiden pada tahun 2009 sengketa diajukan kepada MK hasil putusan

MK mengulang di beberapa provinsi yang diindikasikan adanya kecurangan

namun tetap memenangkan hasil penetapan KPU. Pada pemilihan presiden 2014

yang diikuti 2 calon PHPU (Perkara Hasil Pemilihan Umum) kembali diajukan

dan sudah diputuskan di dalam Putusan MK Nomor 1/PHPU.PERS-XII/2014

yang menyatakan permohonan tidak dapat diterima. Perkara perselisihan tersebut

baru terdapat pada Pemilu Presiden di era reformasi terkait Pemilu legisalatif

Page 6: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14679/1/T1_312013092_BAB I.pdfpemegang kedaulatan. Lahirnya negara hukum indonesia mengindikasikan indonesia

permohonan lebih banyak, pada Pemilu Legislatif 2009 MK menerima 628

permohonana dan meningkat di Pemilu Legislatif 2014 menjadi 702. Permohonan

lain PHPU adalah Pilkada yang masih ditangani oleh MK tingkat Provinsi sampai

Kabupaten atau Kota. Penanganan sengketa Pemilu tentu saja menjadi beban pada

MK yang tentu saja menghambat tugas utama MK sebagai pengawal Konstitusi.

Kewenangan penanganan sengketa pemilu telah diamanatkan oleh

konstitusi kepada Mahkamah Konstitusi, namun terhadap perselisihan hasil

pemilu.5

Sementara untuk pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu,

pelanggaran administrasi pemilu, sengketa pemilu, dan tindak pidana pemilu telah

ditangani oleh beberapa lembaga negara seperti KPU, Bawaslu, DKPP,

Mahkamah Agung juga termasuk PTUN. Dalam bidang perkara sengketa hasil

oleh Mahkamah Konstitusi, dalam bidang sengketa pidana ada kepolisian dan

kejaksaan, dan bidang sengketa administratif ada KPU dan Bawaslu. Banyaknya

campur tangan lembaga negara di penyelesaian sengketa pemilu mengakibatkan

penyelesaian tidak fokus dan memakan waktu yang lama, adanya tarik-menarik

kepentingan penyelesaian sengketa, dan di setiap lembaga juga mempunyai

kewenangan lain yang pada pokoknya tidak memiliki hubungan langsung dengan

penyelesaian sengketa pemilu. Bilamana sengketa pemilu tetap diselesaikan

dengan beberapa lembaga negara maka proses pemilihan umum yang berkualitas

diragukan.

Tatanan hukum yang berlaku sekarang, baik yang masih berasal dari

jaman pemerintahan kolonial Hindia Belanda, maupun setelah Indonesia merdeka

5 Pasal 24C ayat (1) UUD 1945; “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada

tingkat pertama dan terkahir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang

terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang

kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan

memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum”

Page 7: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14679/1/T1_312013092_BAB I.pdfpemegang kedaulatan. Lahirnya negara hukum indonesia mengindikasikan indonesia

yang berasal dari jaman pemerintahan Orde Lama dan Pemerintahan Orde Baru,

harus diperiksa kembali dan diubah. Tujuan pengubahan adalah untuk

menciptakan masyarakat sipil yang demokratis yang menghargai hak-hak individu

dan hak-hak budaya komuniti.6

Pembaruan hukum dengan cara mengubah

merupakan salah satu upaya dalam menampung kehendak-kehendak warga negara

dalam menjunjung tinggi nilai-nilai demokratis oleh karena pembaruan hukum

merupakan hal yang biasa terjadi di suatu negara.

Maka jadilah manusia dan kemanusiaan sebagai wacana awal dari hukum.

Membicarakan dan mengerjakan hukum lebih dahulu diawali dengan

membicarakan manusia dan kemanusiaan7 Kehendak rakyat merupakan bagian

dari pembahasan mengenai manusia dan kemanusiaan yang merupakan bagian

penting dari HAM. Sebelum membicarakan dan mengerjakan hukum dalam hal

ini sebelum memulai pembaruan hukum harus terlebih dahulu mengulas lebih

jauh tentang HAM. HAM menjadi suatu hal yang dasar dalam melakukan

perubahan hukum. Maka dari itu pembaruan hukum pemilu tepat bila mengulas

lebih jauh tentang HAM sebagai warga negara terkait dengan pemilu harus

didengarkan, ditampung, dan diselesaikan oleh hukum itu sendiri. Penanganan

sengketa pemilu merupakan bentuk dari gambaran bagaimana negara hadir dalam

memenuhi hak warga negara terkait dengan pemilu.

Pergerakan suatu hukum di suatu negara senantiasa berkembang tak

terkecuali di Indonesia. Konsekuensi dari sistem demokrasi dan negara hukum

menuntut terus adanya perubahan hukum yang menjadi tuntutan atau kehendak

rakyat. Wujud nyata dari perubahan tersebut adanya hukum yang diperbarui.

6 Mardjono Reksodiputro, Menyelaraskan Pembaruan Hukum, (Jakarta: Komisi Hukum

Nasional RI, 2009), hlm.79. 7 Sajipto Rahardjo, Hukum Dalam Jagat Ketertiban, (Jakarta: UKI Press, 2006), hlm.55.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14679/1/T1_312013092_BAB I.pdfpemegang kedaulatan. Lahirnya negara hukum indonesia mengindikasikan indonesia

Termasuk pembaruan hukum pemilu juga tidak dapat dihindari. Guna

mewujudkan tujuan-tujuan pemilu maka adanya hukum pemilu yang ideal

menjadi suatu kebutuhan yang penting.

Tuntutan pembaruan hukum di negara demokrasi dapat dipastikan

merupakan tuntutan perubahan atau pembaruan yang bersumber pada kehendak

rakyat. Konsep Eugen Ehrlich (1862-1922), seorang ahli hukum dari Austria yang

menganut teori pluralisme hukum (legal pluralism) yang menyebut living law of

the people (hukum yang hidup dari rakyat). Dalam konsepnya itu, Ehrlich

berpendapat bahwa hukum yang hidup itu adalah berasal dari rakyat atau hukum

yang relevan sesuai kehendak rakyat.8 Hukum yang tumbuh masyarakat pluralitas

Indonesia menuntut suatu pembaruan hukum termasuk di dalam bidang pemilu.

Pemilu bagian dari demokrasi, pemerintahan yang berdasar pada kehendak atau

tuntutan rakyat. Pemilu bagian dari konstitusi yang menjunjung tinggi HAM

sebagai bagian penting dari penyelenggaraan pemerintahan yang di dalamnya

terdapat hak-hak yang melekat termasuk hal untuk dipilih dan memilih serta

bagaimana penjaminan atas hak tersebut. Konsep pemikiran tentang pembaruan

hukum menjadi kehendak yang timbul dari masyarakat, kehendak tersebut wajib

untuk diberikan jaminan hukum. Jaminan hukum yang senyatanya ada di

Indonesia yang menjadi tempat letaknya keadilan ada di peradilan itu sendiri.

Tingkatan peradilan yang berbeda, tugas serta kewenangan yang berbeda pula

juga.

Hukum pemilu di Indonesia bagian dari rumpun Hukum Tata Negara.

Indonesia sebagai negara hukum yang tertuang di dalam UUD 1945 sebagai

8

Albert Hasibuan, Dialektika Pembaruan Sistem Hukum Indonesia, Pembaruan

Substansi Hukum di Era Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, (Jakarta: Sekretariat Jenderal

Komisi Yudisial Republik Indonesia, 2012), hlm.125.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14679/1/T1_312013092_BAB I.pdfpemegang kedaulatan. Lahirnya negara hukum indonesia mengindikasikan indonesia

konstitusi mengisyaratkan bahwa hukum menjadi bagian dari diri masyarakat.

Dapat dikatakan bahwa hukum di Indonesia tumbuh dan berkembang di

masyarakat Indonesia. Melihat masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai

macam perbedaan atau dapat dikatakan adanya pluralitas masyarakat maka

kebutuhan masyarakat dalam bidang hukum akan selalu berbeda-beda. Adanya

tuntutan yang tinggi terhadap suatu perubahan atau pembaruan hukum menjadi

suatu keniscayaan.

Sejarah perjalanan pelaksanaan pemilu di Indonesia telah mengakibatkan

banyak dinamika yang terjadi di tengah masyarakat, baik secara individu maupun

kelompok masyarakat tertentu. Pelaksanaan pemilu di Indonesia yang telah

berlangsung hampir 59 tahun sejak tahun 1955 sebagai bentuk pemilu pertama

sampai dengan pelaksanaan pemilukada serentak pada tahun 2017. Pelaksanaan

pemilu di indonesia baik pemilu presiden dan wakil presiden, pemilu legislatif

DPR, DPRD, DPD dan pemilu kepala daerah setiap masa memiliki sistem-sistem

yang berbeda-beda. Sistem pemilu parlementer, sistem perwakilan berimbang

(proporsional) dengan sistem stelsel daftar, dan sistem perwakilan berimbang

(proporsional) dengan sistem daftar calon terbuka pernah ada di dalam sistem

pemilu di Indonesia. Di dalam sejarah sistem kelembagaan pemilu di Indonesia

belum pernah ada badan peradilan khusus menangani sengketa pemilu. Meskipun

demikian di dalam perjalanan sejarah panjang pemilu di Indonesia secara sistem

mengalami perkembangan yang signitifkan, namun masih menjadi permasalahan

panjang yang patut diperdebatkan tentang penanganan sengketa pemilu yang

ditangani oleh peradilan pemilu.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14679/1/T1_312013092_BAB I.pdfpemegang kedaulatan. Lahirnya negara hukum indonesia mengindikasikan indonesia

Untuk senantiasa mengikuti perkembangan hukum yang ada dan bagian

dari suatu pembaruan hukum maka Indonesia haruslah melihat dari negar lain

terhadap penanganan sengketa pemilu. Beberapa negara di dunia juga telah

mempunya badan peradilan khusus pemilu dan mampu menciptakan demokrasi

yang baik di dalam pemilu. Pengadilan Pemilu (Electoral Court/Corte Electoral)

seperti di Uruguay dan Tribunal Pemilu (Tribunal for Qualifying

Elections/Tribunal Calificador de Elecciones) di Chile yang sudah didirikan sejak

1924 dan 1925.9 Di Meksiko, terdapat Tribunal Pemilu, yaitu Tribunal Electoral

del Poder Judicial de la Federación (TEPJF) yang sudah hadir sejak 1996.10

Di

Inggris, fungsi peradilan pemilu ditangani oleh dua hakim dari “the King’s

(Queen’s) Bench Division of the High Court of Justice”. Di Meksiko, terdapat

Tribunal Pemilu, yaitu Tribunal Electoral del Poder Judicial de la Federación

(TEPJF) yang sudah hadir sejak 1996. TEPJF ini memiliki kewenangan mengadili

setiap sengketa yang timbul selama pemilu sekaligus mengesahkan hasil pemilu.

TEPJF ini memiliki regional chamber di 5 kota yang berada di tengah-tengah

diantara negara-negara bagian Meksiko. Di Brasil, bentuk dan kewenangan

pengadilan pemilu hampir sama persis dengan Meksiko. Terdiri dari dua tingkat,

di tingkat federal bernama Tribunal Superior Eleitoral (TSE) dan di tingkat negara

bagian bernama Tribunal Regional Eleitoral (TRE). TRE bertanggung jawab

untuk mengontrol dan memeriksa seluruh proses pemilu di bawah yurisdiksi

mereka, mulai dari proses pendaftaran parpol peserta pemilu sampai proses

9 Ramlan Surbakti, Didik Supriyanto, dan Topo Santoso, Penanganan Sengketa Pemilu,

(Jakarta: Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan, 2011), hlm. 22. 10

Oryza A. Wirawan, “Pengadilan Pemilu, Indonesia Belajar ke Amerika Latin”,

http://m.beritajatim.com/politik_pemerintahan/236686/pengadilan_pemilu,_indonesia_belajar_ke_

amerika_latin.html#.VVhb5vAYPuw, diakses pada 5 februari 2017 pukul 21.00.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14679/1/T1_312013092_BAB I.pdfpemegang kedaulatan. Lahirnya negara hukum indonesia mengindikasikan indonesia

penghitungan suara. TRE juga harus menyelesaikan setiap konflik maupun

sengketa yang terjadi selama pemilu termasuk mengadili jika terdapat gugatan

pemilu.11

Beberapa lembaga peradilan khusus di negara-negara tertentu

menandakan bahwa hadirnya lembaga peradilan khusus bukan hanya menjadi

kebutuhan Indonesia saja namun beberapa negara di dunia juga membutuhkannya

dan hal ini membuktikan lembaga tersebut bukan sebagai lembaga pelengkap

namun menjadi lembaga yang penting di dalam suatu negara. Indonesia sebagai

negara demokrasi dan menjadikan pemilu sebagai landasan demokrasi menjadi

suatu kewajiban untuk hadirnya lembaga peradilan khusus pemilu.

Hadirnya lembaga peradilan pemilu di Indonesia memberi nuansa

pembaruan sistem hukum pemilu di Indonesia dalam rangka menciptakan

pemenuhan HAM dan prinsip kedaulatan rakyat dengan cara lebih tepat, efisien,

dan independen. Pembaharuan hukum pemilu tidak dapat lepas dari hukum

pemilu itu sendiri sebagai suatu kesatuan sistem hukum khusus pemilu. Hukum

selalu dapat ditemukan sebagai pedoman dalam penyelesaian setiap masalah yang

mucul dalam pergaulan manusia, yaitu ketika yang ideal yang diharapkan

(keadilan) tidak tercapai dalam pergaulan tersebut.12

Pemilu sebagai bagian dari

pemerintahan konstitusi dan demokrasi. Jadi dapat disimpulkan bahwa hukum

pemilu adah suatu keidealan (yang seharusnya) di dalam sistem pemilu yang

berkonstitusi dan berdemokrasi, eksistensi hukum pemilu tersebut tidak dapat

dipisahkan di dalam pelaksanaan pemilu secara nyata di Indonesia. Keberadaan

11

Patty Regina, Rafli Fadilah Achmad, dan Valeryan Natasha, Peradilan Khusus Pemilu

(Depok: Universitas Indonesia, 2015), hlm.9. 12

Titon Slamet Kurnia, Sistem Hukum Indonesia, Sebuah Pemahaman Awal, (Bandung:

Mandar Maju bekerjasama dengan Fakultas Hukum UKSW, 2016), hlm.3.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14679/1/T1_312013092_BAB I.pdfpemegang kedaulatan. Lahirnya negara hukum indonesia mengindikasikan indonesia

hukum pemilu penting di dalam penataan sistem hukum indonesia sebagai negara

yang berdemokrasi di dalam menerapkan sistem ketatanegaraanya.

Peralihan beberapa kewenangan penyelesaian sengketa pemilu haruslah

terpusat pada satu lembaga. Peradilan pemilu menjadi kebutuhan dan menjadi

bagian dalam penyelenggaran pemilu di Indonesia. Sebagai upaya dan wujud

indepedensi peradilan yang lebih fokus akan pemilu. Peradilan khusus ini

membawa dampak positif bagi sistem dan pembaruan hukum di Indonesia.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk menulis

tentang :"PEMBARUAN HUKUM PEMILU MELALUI PEMBENTUKAN

PERADILAN PEMILU".

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka

permasalahan pokok yang akan diteliti oleh penulis adalah

Mengapa diperlukan kehadiran badan peradilan pemilu di Indonesia?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan ini adalah :

Untuk mengetahui alasan-alasan pentingnya peradilan pemilu terhadap penegakan

hukum pemilu di Indonesia.

D. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat dari penulisan ini dari segi teoritis adalah memberikan

gambaran tentang arti penting peradilan pemilu di Indonesia dalam menangani

Page 13: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14679/1/T1_312013092_BAB I.pdfpemegang kedaulatan. Lahirnya negara hukum indonesia mengindikasikan indonesia

sengketa pemilu dan dari segi praktis dapat menjadi referensi terhadap pihak

berwenang di dalam penyelesaian sengketa pemilu yang dapat terjadi di Indonesia,

yang dapat diselesaikan oleh peradilan pemilu.

E. Metode Penilitian

Metode penelitian adalah metode yang digunakan untuk dapat mengelola

data sesuai dengan tujuan penelitian. Metode yang digunakan dalam penelitian ini

adalah metode pendekatan yuridis normatif. Dikatakan demikian karena

menggunakan norma-norma hukum yang bersifat menjelaskan dengan cara

meneliti dan membahas peraturan-peraturan hukum yang berlaku saat ini.

Bahan yang dikumpulkan dalam penelitian ini, dapat digolongkan menjadi

tiga, yaitu:

1. Bahan primer, yaitu bahan-bahan hukum yang terdiri dari norma-norma

dan asas-asas hukum, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945, dan Peraturan perundangan-undangan yang terkait.

2. Bahan sekunder, yaitu bahan-bahan hukum yang erat hubungannya dengan

data primer dan dapat membantu menganalisis dan memahami bahan

hukum primer yang terdiri dari buku, jurnal, pendapat para ahli, dan karya-

karya ilmiah lainnya yang terkait topik.

3. Bahan tensier, yaitu bahan hukum yang memberikan informasi tentang

data primer dan data sekunder yaitu internet yang bisa berupa website atau

situs lembaga negara terkait.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14679/1/T1_312013092_BAB I.pdfpemegang kedaulatan. Lahirnya negara hukum indonesia mengindikasikan indonesia

Bahan hukum primer, bahan-bahan hukum yang mengikat dan terdiri dari

kaidah dasar yang terdiri dari

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

b. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan

Kehakiman

c. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah

Konstitusi

d. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan

Pemilu

e. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua

Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah.

f. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua

Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun

2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi

Undang-Undang.

Adapun tekhnik pengolahan data atau bahan-bahan hukum yang

digunakan adalah dengan cara inventarisir peraturan perundang-undangan terkait

dan penelitian terhadap asas-asas atau norma-norma hukum yang terkait disertai

kajian-kajian pustaka yang termasuk di dalam bahan hukum. Cara pengolahan

data tersebut yang nantinya akan berujung kepada peluang-peluang terhadap topik.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14679/1/T1_312013092_BAB I.pdfpemegang kedaulatan. Lahirnya negara hukum indonesia mengindikasikan indonesia

Penalaran yang digunakan penulis dalam penulisan ini adalah metode

deduksi atau penalaran deduktif. Metode deduksi adalah suatu proses penalaran

dari satu atau lebih pernyataan umum (bahan-bahan hukum) untuk mencapai

kesimpulan logis yang bersifat khusus. Metode deduksi membuktikan suatu

kebenaran atau kajian baru dari kebenaran atau kajian yang sudah ada atau

diketahui sebelumnya