lahirnya ajaran kong hu cu
DESCRIPTION
AgamaTRANSCRIPT
LAHIRNYA AJARAN KONG HU CU
Agama ini lebih tepat dikatakan pandangan dunia dan filsafat negara, Kong
hu cu sudah merupakan kepercayaan yang dianggap sebagai agama. Paham ini
timbul dari Tiongkok dari pelajaran seorang filosof Tionghoa yang bernama
Confusius yang semasa dengan Lao Tse. Kon fu tse bukanlah pencipta
konfusionisme melainkan orang yang memperbaiki dan memperbaharui
konfusionisme. Faham ini lebih tepat dikatakan pandangan dunia filsafat negara
yang berdasarkan etika keagamaan yang berasal dari permulaan zaman Tsou yang
feodal (1050 SM ) dan baru dijadikan agama negara di bawah dinasti Han ( 206 SM
– 221 SM).
BEBERAPA AJARAN KONG HU CU
Kong Hu cu menghindari membicarakan hal-hal yang bersifat metafisis dan
abstrak.
Konfusius percaya bahwa dunia ini dibangun atas dasar-dasar moral. Jika
masyarakat & negara rusak secara moral maka tatanan alam tersebut juga akan
terganggu, sehingga terjadilah perang, banjir, gempa, kemarau panjang, penyakit
dan sebagainya. Konfusius memberi penghormatan yang tinggi kepada manusia,
yang diyakininya untuk diberkahi dengan cahaya ketuhanan. Orang-orang yang
membuat sistem itu menjadi hebat, bukan karena sistemitu yang membuat mereka
hebat.
Confusius percaya bahwa seseorang itu asalnya adalah baik dan akan
kembali ke sifat yang baik. Ia percaya bahwa orang tidak memerlukan juru selamat.
Apa yang diperlukan oleh manusia adalah guru yang berbudi, yang dengan
melakukan sungguh-sungguh ajarannya, serta menjadi contoh teladan bagi orang
lain. Dalam bidang susila, ia menekankan kebajikan yang harus ditanamkan di atas
semuanya adalah sifat membesarkan hati manusia (jen). Ada lima kebijaksanaan di
dunia ini menurut pandangan Jen: menghormat, keluhuran budi, ketulusan hati,
ketekunan dan keramahtamahan. Ia juga mengatakan bahwa Jen tercapai karena
mencintai orang lain.
1
Contoh Nyata Sebagian Respoden yang Menolak Konghucu Sebagai Agama
Pada 20 Desember 1999 sebagian responden menolak Konghucu sebagai
agama. Tong Djoe sedang menjamu Presiden Abdurrahman Wahid dan rombongan,
yang sedang berkunjung ke Negeri Tirai Bambu, 2 Desember yang lalu. Kali ini,
Tong Djoe bukan sedang menjadi pengusaha, melainkan sebagai Ketua Himpunan
Konfusianisme Internasional. Karena itu ada obrolan tentang perlunya pengakuan
terhadap eksistensi konfusianisme di Indonesia. Pengakuan itu diperlukan sebagai
satu tolak ukur penting bagi pengusaha RRC ataupun Cina perantauan untuk
mengikis kecurigaan adanya diskriminasi rasial terhadap etnis Tionghoa di
Indonesia.
Di era Soeharto, hak hidup konfusianisme memang amat dibatasi. Dengan
Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967 tentang Tata Cara Ibadah Cina serta Surat
Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 470/1978, pemerintah hanya mengakui lima
agama: Islam, Kristen, Katolik, Hindu, dan Buddha. Konghucu diakui sebagai aliran
kepercayaan belaka. Akibatnya, sekitar sejuta umat Konghucu—berdasarkan
sensus terakhir 1976—yang kebanyakan warga keturunan Tionghoa, sulit
memperoleh hak dan kewajiban yang sama sebagaimana umat beragama lain.
Agaknya, Gus Dur punya pandangan yang lebih terbuka. Setidaknya,
Presiden Gus Dur menyambut baik gagasan yang disuarakan Tong Djoe. "Sebagai
muslim, kami harus menyambut baik saudara-saudara kami yang beragama
Konghucu," kata Presiden Wahid, "Di kemudian hari, agama ini akan bangkit
kembali untuk mendorong kemajuan rakyat Tiongkok dan kaum Cina perantauan."
Presiden pun secara khusus menyebutkan bahwa karena keperluan itulah ia
sengaja mengajak pemimpin Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia (Matakin)
Bingky Irawan dalam kunjungannya ke Beijing. Sebelumnya, Bingky dan sejumlah
pemimpin agama minoritas memang kerap bolak-balik ke Ciganjur dan bertemu
dengan Gus Dur. Apakah ini isyarat Konghucu akan diakui sebagai agama resmi di
Indonesia? Presiden Gus Dur cuma menjawab diplomatis. "Pemerintah akan
memberikan kesempatan yang sama kepada semua agama dan menjamin hak
hidup semua agama, termasuk pengakuan terhadap eksistensi Konghucu," katanya
kepada TEMPO. Gus Dur juga menyatakan akan meninjau kembali berbagai
ketentuan dan undang-undang yang bersifat diskriminatif, termasuk soal
2
pembatasan pembangunan kelenteng dan tempat ibadah umat Konghucu.
Namun karena kebesaran hati Gus Dur terhadap konfusianisme dan
Konghucu tidak serta-merta disambut setuju di Indonesia, Menteri Agama K.H.
Tholhah Hasan mengatakan, untuk mengakui Konghucu sebagai agama,
pemerintah mesti melihat dulu persyaratannya. Syarat itu, antara lain, apakah
Konghucu memiliki kitab suci dan sistem ritual yang jelas. Bila syarat itu dipenuhi,
pengakuan tinggal soal formalitas. "Sekadar informasi, seperti yang diakui Duta
Besar Cina kepada saya, di negaranya, Konghucu tidak digolongkan sebagai
agama, melainkan semacam aliran kepercayaan," kata Tholhah kepada TEMPO.
Sementara itu, jajak pendapat TEMPO menunjukkan dua hal: resistansi dan
ketidaktahuan responden mengenai konfusianisme dan Konghucu. Resistansi
ditunjukkan oleh separuh di antara mereka, yang tidak setuju bila Konghucu
diresmikan sebagai agama baru di Indonesia. Mereka beralasan Konghucu sekadar
aliran kepercayaan belaka. Responden—mayoritas beragama Islam—khawatir
keputusan pemerintah untuk menyetujui Konghucu sebagai agama akan membuat
aliran kepercayaan lain ikut-ikutan meminta hak yang sama.
Ketidaktahuan diwakili oleh seperempat responden, yang menjawab tidak
tahu—sama banyak dengan mereka yang menjawab setuju. Minimnya pemahaman
dalam soal agama dan pernak-perniknya itulah yang menyebabkan sepertiga
responden—lebih banyak daripada pilihan lain—menjawab tidak tahu ketika ditanya
siapa yang berhak memutuskan Konghucu adalah agama.
Di mata staf ahli Departemen Agama Komaruddin Hidayat, resistansi
responden terhadap Konghucu dianggap sebagai masalah konsensus politik. Bagi
masyarakat yang dominan Konghucu, Islamlah yang minoritas dan mengancam
mayoritas. Bagi negara yang dominan Kristen, Islam dianggap sebagai minoritas
dan merongrong mayoritas. Di Indonesia, yang mayoritas muslim, minoritas
dianggap merongrong. "Semua agama yang kecil akan dianggap deviant atau
rongrongan terhadap agama yang dominan," kata dosen Fakultas Ushuluddin IAIN
Jakarta itu.
Situasi ini, menurut Komaruddin, berpotensi menimbulkan silang sengketa di
masyarakat, seperti ketika aliran Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
hendak dimasukkan dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara 1978. Semua agama
3
mayoritas akan merasa terganggu bila minoritas diakui. Sebaliknya, kelompok
minoritas biasanya lebih agresif dan militan. Karena itu, ia mengusulkan agar
pemerintah meninjau ulang sikapnya terhadap agama, apakah masih perlu
mengatur pelaksanaan agama bagi warganya atau cukup "menunggu di luar" saja.
6 Prinsip dalam Konfusianisme, Jen, Li , Xin , Chung, Yi, Hsiao
Jen: didasarkan pada sifat manusia dan kebajikan. Hal ini dianggap sebagai salah
satu teori yang paling penting dari filsafat Konfusianisme. Jen mengajarkan kita
untuk bersikap baik terhadap sesama manusia dan kebutuhan mereka. Berbagi
dengan orang lain
Li: prinsip hormat dan kepatutan. Seorang individu harus menunjukkan hormat
terhadap, orang tua nya nenek moyang dan atasan, dll . Dia harus
memperlakukan orang lain dengan cara yang ia ingin diperlakukan. Dia harus
memperlakukan orang lain dengan kesetaraan dan tidak boleh egois atau
menghakimi orang lain.
Xin: mengacu pada kesetiaan dan bersikap jujur terhadap diri sendiri dan orang lain.
Hal ini membantu individu untuk mendapatkan kekaguman, kepercayaan dan
keyakinan orang lain.
Chung: tentang kesetiaan terhadap satu negara atau negara, atau Chung juga
merupakan salah satu keyakinan Konfusianisme yang penting. Loyalitas
memperkuat ikatan antara para penguasa dan warga negara.
Yi: kebenaran adalah dasar kebajikan manusia. Salah satu harus selalu mengikuti
prinsip Yi dan dapat membedakan apa yang benar dan salah. Menegakkan
kebenaran dalam keadaan apapun dan tidak melepaskan nilai-nilai moral.
Hsiao atau hao: berarti bahwa kita harus mengasihi dan menghormati orangtua dan
orang tua juga harus mengasihi anak-anak mereka. Orang tua dan
anak harus sama-sama setia satu sama lain. Ajaran ini
menekankan nilai dari sebuah keluarga, dimana para anggota
muda harus taat dan menghormati yang lebih tua.
Agama di Indonesia
Agama di Indonesia memegang peranan penting dalam kehidupan
masyarakat. Hal ini dinyatakan dalam ideologi bangsa Indonesia, Pancasila:
4
“KeTuhanan Yang Maha Esa”. Sejumlah agama di Indonesia berpengaruh secara
kolektif terhadap politik, ekonomi dan budaya. Di tahun 2010, kira-kira 85,1% dari
240.271.522 penduduk Indonesia adalah pemeluk Islam, 9,2% Protestan, 3,5%
Katolik, 1,8% Hindu, dan 0,4% Buddha. Dalam UUD 1945 dinyatakan bahwa "tiap-
tiap penduduk diberikan kebebasan untuk memilih dan mempraktikkan
kepercayaannya" dan "menjamin semuanya akan kebebasan untuk menyembah,
menurut agama atau kepercayaannya".
Pemerintah, bagaimanapun, secara resmi hanya mengakui enam agama,
yakni Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Buddha dan Khonghucu. Dengan banyaknya
agama maupun aliran kepercayaan yang ada di Indonesia, konflik antar agama
sering kali tidak terelakkan. Lebih dari itu, kepemimpinan politis Indonesia
memainkan peranan penting dalam hubungan antar kelompok maupun golongan.
Program transmigrasi secara tidak langsung telah menyebabkan sejumlah konflik di
wilayah timur Indonesia.
Sejarah Masuknya Khonghucu di Indonesia
Agama Konghucu berasal dari Cina daratan dan yang dibawa oleh para
pedagang Tionghoa dan imigran. Diperkirakan pada abad ketiga Masehi, orang
Tionghoa tiba di kepulauan Nusantara. Berbeda dengan agama yang lain, Konghucu
lebih menitikberatkan pada kepercayaan dan praktik yang individual, lepas daripada
kode etik melakukannya, bukannya suatu agama masyarakat yang terorganisir
dengan baik, atau jalan hidup atau pergerakan sosial. Di era 1900-an, pemeluk
Konghucu membentuk suatu organisasi, disebut Tiong Hoa Hwee Koan (THHK) di
Batavia (sekarang Jakarta).
Setelah kemerdekaan Indonesia di tahun 1945, umat Konghucu di Indonesia
terikut oleh beberapa huru-hara politis dan telah digunakan untuk beberapa
kepentingan politis. Pada 1965, Soekarno mengeluarkan sebuah keputusan
presiden No. 1/Pn.Ps/1965 1/Pn.Ps/1965, di mana agama resmi di Indonesia
menjadi enam, termasuklah Konghucu. Pada awal tahun 1961, Asosiasi Khung
Chiao Hui Indonesia (PKCHI), suatu organisasi Konghucu, mengumumkan bahwa
aliran Konghucu merupakan suatu agama dan Confucius adalah nabi mereka.
Tahun 1967, Soekarno digantikan oleh Soeharto, menandai era Orde Baru. Di
bawah pemerintahan Soeharto, perundang-undangan anti Tiongkok telah
5
diberlakukan demi keuntungan dukungan politik dari orang-orang, terutama setelah
kejatuhan PKI, yang diklaim telah didukung oleh Tiongkok. Soeharto mengeluarkan
instruksi presiden No. 14/1967, mengenai kultur Tionghoa, peribadatan, perayaan
Tionghoa, serta menghimbau orang Tionghoa untuk mengubah nama asli mereka.
Bagaimanapun, Soeharto mengetahui bagaimana cara mengendalikan Tionghoa
Indonesia, masyarakat yang hanya 3% dari populasi penduduk Indonesia, tetapi
memiliki pengaruh dominan di sektor perekonomian Indonesia. Di tahun yang sama,
Soeharto menyatakan bahwa “Konghucu berhak mendapatkan suatu tempat pantas
di dalam negeri” di depan konferensi PKCHI.
Pada tahun 1969, UU No. 5/1969 dikeluarkan, menggantikan keputusan
presiden tahun 1967 mengenai enam agama resmi. Namun, hal ini berbeda dalam
praktiknya. Pada 1978, Menteri Dalam Negeri mengeluarkan keputusan bahwa
hanya ada lima agama resmi, tidak termasuk Konghucu. Pada tanggal 27 Januari
1979, dalam suatu pertemuan kabinet, dengan kuat memutuskan bahwa Konghucu
bukanlah suatu agama. Keputusan Menteri Dalam Negeri telah dikeluarkan pada
tahun 1990 yang menegaskan bahwa hanya ada lima agama resmi di Indonesia.
Karenanya, status Konghucu di Indonesia pada era Orde Baru tidak pernah
jelas. De jure, berlawanan hukum, di lain pihak hukum yang lebih tinggi mengizinkan
Konghucu, tetapi hukum yang lebih rendah tidak mengakuinya. De facto, Konghucu
tidak diakui oleh pemerintah dan pengikutnya wajib menjadi agama lain (biasanya
Kristen atau Buddha) untuk menjaga kewarganegaraan mereka. Praktik ini telah
diterapkan di banyak sektor, termasuk dalam kartu tanda penduduk, pendaftaran
perkawinan, dan bahkan dalam pendidikan kewarga negaraan di Indonesia yang
hanya mengenalkan lima agama resmi.
Setelah reformasi Indonesia tahun 1998, ketika kejatuhan Soeharto,
Abdurrahman Wahid dipilih menjadi presiden yang keempat. Wahid mencabut
instruksi presiden No. 14/1967 dan keputusan Menteri Dalam Negeri tahun 1978.
Agama Konghucu kini secara resmi dianggap sebagai agama di Indonesia. Kultur
Tionghoa dan semua yang terkait dengan aktivitas Tionghoa kini diizinkan untuk
dipraktekkan. Warga Tionghoa Indonesia dan pemeluk Konghucu kini dibebaskan
untuk melaksanakan ajaran dan tradisi mereka.
6
Hubungan antar agama
Walaupun pemerintah Indonesia mengenali sejumlah agama berbeda, konflik
antar agama kadang-kadang tidak terelakkan. Di masa Orde Baru, Soeharto
mengeluarkan perundang-undangan yang oleh beberapa kalangan dirasa sebagai
anti Tionghoa. Presiden Soeharto mencoba membatasi apapun yang berhubungan
dengan budaya Tionghoa, mencakup nama dan agama. Sebagai hasilnya, Buddha
dan Khonghucu telah diasingkan.
Antara 1966 dan 1998, Soeharto berikhtiar untuk de-Islamisasi pemerintahan,
dengan memberikan proporsi lebih besar terhadap orang-orang Kristen di dalam
kabinet. Namun pada awal 1990-an, isu Islamisasi yang muncul, dan militer terbelah
menjadi dua kelompok, nasionalis dan Islam. Golongan Islam, yang dipimpin oleh
Jenderal Prabowo, berpihak pada Islamisasi, sedangkan Jenderal Wiranto dari
golongan nasionalis, berpegang pada negara sekuler.
Semasa era Soeharto, program transmigrasi di Indonesia dilanjutkan, setelah
diaktifkan oleh pemerintahan Hindia Belanda pada awal abad ke-19. Maksud
program ini adalah untuk memindahkan penduduk dari daerah padat seperti pulau
Jawa, Bali dan Madura ke daerah yang lebih sedikit penduduknya, seperti Ambon,
kepulauan Sunda dan Papua. Kebijakan ini mendapatkan banyak kritik, dianggap
sebagai kolonisasi oleh orang-orang Jawa dan Madura, yang membawa agama
Islam ke daerah non-Muslim. Penduduk di wilayah barat Indonesia kebanyakan
adalah orang Islam dengan Kristen merupakan minoritas kecil, sedangkan daerah
timur, populasi Kristen adalah sama atau bahkan lebih besar dibanding populasi
orang Islam. Hal ini bahkan telah menjadi pendorong utama terjadinya konflik antar
agama dan ras di wilayah timur Indonesia, seperti kasus Poso di tahun 2005.
Pemerintah telah berniat untuk mengurangi konflik atau ketegangan tersebut
dengan pengusulan kerjasama antar agama. Kementerian Luar Negeri, bersama
dengan organisasi Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama, yang dipegang
oleh Sarjana Islam Internasional, memperkenalkan ajaran Islam moderat, yang
mana dipercaya akan mengurangi ketegangan tersebut. Pada 6 Desember 2004,
dibuka konferensi antar agama yang bertema “Dialog Kooperasi Antar Agama:
Masyarakat Yang Membangun dan Keselarasan”. Negara-negara yang hadir di
7
dalam konferensi itu ialah negara-negara anggota ASEAN, Australia, Timor Timur,
Selandia Baru dan Papua Nugini, yang dimaksudkan untuk mendiskusikan
kemungkinan kerjasama antar kelompok agama berbeda di dalam meminimalkan
konflik antar agama di Indonesia. Pemerintah Australia, yang diwakili oleh menteri
luar negerinya, Alexander Downer, sangat mendukung konferensi tersebut.
*****************INFO PENTING KONG HU CU**************************
Pemimpin Umat: Xueshi, Wenshi, Jiaosheng
Kitab Suci: Sishu, Wujing, Xiao Jing
Tempat Ibadat: Klenteng, Kong Miao, Wen Miao, Litang
Hari Libur Nasional: Imlek
Hari Agama Nasional: Jing Tian Gong (Khing Thi Kong), Harlah Nabi, Hari Wafat
Nabi, Qing Ming, Duan Wu, Dong Zhi
Pelaksanaan Ibadah: Tgl.1 dan 15 Yinli /Imlek, Minggu
*****************************************************************************
Hal-hal yang perlu diketahui dalam agama Khonghucu
o Mengangkat Konfusius sebagai salah satu nabi
o Menetapkan Litang (Gerbang Kebajikan) sebagai tempat ibadah resmi,
namun dikarenakan tidak banyak akses ke litang, masyarakat umumnya
menganggap klenteng sebagai tempat ibadah umat Khonghucu.
o Menetapkan Sishu Wujing sebagai kitab suci resmi
o Menetapkan tahun baru Imlek, sebagai hari raya keagamaan resmi
o Hari-hari raya keagamaan lainnya; Imlek, Hari lahir Khonghucu (27-8
Imlek), Hari Wafat Khonghucu (18-2-Imlek), Hari Genta Rohani (Tangce) 22
Desember, Chingming (5 April), Qing Di Gong (8/9-1 Imlek) dsb.
o Rohaniawan; Jiao Sheng (Penyebar Agama), Wenshi (Guru Agama),
Xueshi (Pendeta), Zhang Lao (Tokoh/Sesepuh).
o Kalender Imlek terbukti di buat oleh Nabi Khongcu (Konfusius). Nabi
Khongcu mengambil sumbernya dari penangalan dinasti Xia (2200 SM) yang
sudah di tata kembali oleh Nabi Khongcu.
8
Ajaran Konfusius
Ajaran Konfusianisme atau Kong Hu Cu (juga: Kong Fu Tze atau
Konfusius) dalam bahasa Tionghoa, istilah aslinya adalah Rujiao yang berarti
agama dari orang-orang yang lembut hati, terpelajar dan berbudi luhur. Khonghucu
memang bukanlah pencipta agama ini melainkan beliau hanya menyempurnakan
agama yang sudah ada jauh sebelum kelahirannya seperti apa yang beliau
sabdakan: "Aku bukanlah pencipta melainkan Aku suka akan ajaran-ajaran kuno
tersebut". Meskipun orang kadang mengira bahwa Khonghucu adalah merupakan
suatu pengajaran filsafat untuk meningkatkan moral dan menjaga etika manusia.
Sebenarnya kalau orang mau memahami secara benar dan utuh tentang Ru
Jiao atau Agama Khonghucu, maka orang akan tahu bahwa dalam agama
Khonghucu (Ru Jiao) juga terdapat Ritual yang harus dilakukan oleh para
penganutnya. Agama Khonghucu juga mengajarkan tentang bagaimana hubungan
antar sesama manusia atau disebut "Ren Dao" dan bagaimana kita melakukan
hubungan dengan Sang Khalik/Pencipta alam semesta (Tian Dao) yang disebut
dengan istilah "Tian" atau "Shang Di".
Ajaran falsafah ini diasaskan oleh Kong Hu Cu yang dilahirkan pada tahun
551 SM Chiang Tsai yang saat itu berusia 17 tahun. Seorang yang bijak sejak masih
kecil dan terkenal dengan penyebaran ilmu-ilmu baru ketika berumur 32 tahun, Kong
Hu Cu banyak menulis buku-buku moral, sejarah, kesusasteraan dan falsafah yang
banyak diikuti oleh penganut ajaran ini. Ia meninggal dunia pada tahun 479 SM.
Konfusianisme mementingkan akhlak yang mulia dengan menjaga hubungan antara
manusia di langit dengan manusia di bumi dengan baik. Penganutnya diajar supaya
tetap mengingat nenek moyang seolah-olah roh mereka hadir di dunia ini. Ajaran ini
merupakan susunan falsafah dan etika yang mengajar bagaimana manusia
bertingkah laku.
Konfusius tidak menghalangi orang Tionghoa menyembah keramat dan
penunggu tapi hanya yang patut disembah, bukan menyembah barang-barang
keramat atau penunggu yang tidak patut disermbah, yang dipentingkan dalam
ajarannya adalah bahwa setiap manusia perlu berusaha memperbaiki moral. Ajaran
ini dikembangkan oleh muridnya Mensius ke seluruh Tiongkok dengan beberapa
9
perubahan. Kong Hu Cu disembah sebagai seorang dewa dan falsafahnya menjadi
agama baru, meskipun dia sebenarnya adalah manusia biasa. Pengagungan yang
luar biasa akan Kong Hu Cu telah mengubah falsafahnya menjadi sebuah agama
dengan diadakannya perayaan-perayaan tertentu untuk mengenang Kong Hu Cu.
Intisari ajaran Khong Hu Cu
Delapan Pengakuan Iman (Ba Cheng Chen Gui) dalam agama Khonghucu:
o 1. Sepenuh Iman kepada Tuhan Yang Maha Esa (Cheng Xin Huang
Tian)
o 2. Sepenuh Iman menjunjung Kebajikan (Cheng Juen Jie De)
o 3. Sepenuh Iman Menegakkan Firman Gemilang (Cheng Li Ming Ming)
o 4. Sepenuh Iman Percaya adanya Nyawa dan Roh (Cheng Zhi Gui
Shen)
o 5. Sepenuh Iman memupuk Cita Berbakti (Cheng Yang Xiao Shi)
o 6. Sepenuh Iman mengikuti Genta Rohani Nabi Kongzi (Cheng Shun
Mu Duo)
o 7. Sepenuh Iman memuliakan Kitab Si Shu dan Wu Jing (Cheng Qin
Jing Shu)
o 8. Sepenuh Iman menempuh Jalan Suci (Cheng Xing Da Dao)
Lima Sifat Kekekalan (Wu Chang):
o Ren - Cintakasih
o Yi - Kebenaran/Keadilan/Kewajiban
o Li - Kesusilaan, Kepantasan
o Zhi - Bijaksana
o Xin - Dapat dipercaya
Lima Hubungan Sosial (Wu Lun):
o Hubungan antara Pimpinan dan Bawahan
o Hubungan antara Suami dan Isteri
o Hubungan antara Orang tua dan anak
o Hubungan antara Kakak dan Adik
10
o Hubungan antara Kawan dan Sahabat
Delapan Kebajikan (Ba De):
o Xiao - Laku Bakti
o Ti - Rendah Hati
o Zhong - Satya
o Xin - Dapat Dipercaya
o Li - Susila
o Yi - Bijaksana
o Lian - Suci Hati
o Chi - Tahu Malu
Zhong Shu = Satya dan Tepa selira/Tahu Menimbang:
Kitab Suci
Kitab sucinya ada 2 kelompok, yakni:
← A. Wu Jing (Kitab Suci yang Lima) yang terdiri atas:
1. Kitab Sanjak Suci (Shi Jing)
2. Kitab Dokumen Sejarah (Shu Jing)
3. Kitab Wahyu Perubahan (Yi Jing)
4. Kitab Suci Kesusilaan (Li Jing)
5. Kitab Chun-qiu (Chunqiu Jing)
← B. Si Shu (Kitab Yang Empat) yang terdiri atas:
1. Kitab Ajaran Besar (Da Xue)
2. Kitab Tengah Sempurna (Zhong Yong)
3. Kitab Sabda Suci (Lun Yu)
4. Kitab Mengzi (Meng Zi)
Selain itu masih ada satu kitab lagi: Xiao Jing (Kitab Bhakti).
Definisi Agama Menurut Agama Khonghucu
Berdasarkan kitab Zhong Yong agama adalah bimbingan hidup karunia Tian/Tuhan
Yang Maha Esa (Tian Shi) agar manusia mampu membina diri hidup di dalam Dao 11
atau Jalan Suci, yakni "hidup menegakkan Firman Tian yang mewujud sebagai
Watak Sejati, hakikat kemanusiaan". Hidup beragama berarti hidup beriman kepada
Tian dan lurus menegakkan firmanNya.
Konsep Ketuhanan Dalam Agama Konghucu
Ru Jiao atau agama Konghucu adalah agama monoteis, percaya hanya pada satu
Tuhan, yang biasa disebut Tian, Tuhan Yang Maha Esa atau Shangdi (Tuhan Yang
Maha Kuasa). Tuhan dalam konsep Konghucu tidak dapat diperkiarakan dan
ditetapkan, namun tiada wujud satupun tanpa Dia. Dilihat tiada nampak, didengar
tidak terdengar, namun dapat dirasakan oleh orang beriman. Dalam Yijing dijelaskan
bahwa Tuhan itu Maha Sempurna dan Maha Pencipta (Yuan) ; Maha Menjalin,
Maha Menembusi dan Maha Luhur (Heng) ; Maha Pemurah, Maha Pemberi Rahmat
dan Maha Adil (Li), dan Maha Abadi Hukumnya (Zhen).
Watak Sejati Atau Sifat Kodrat Umat Manusia, Menurut Agama Konghucu
Sifat kodrati atau watak sejati manusia (Xing) menurut agama Konghucu
adalah bersih dan baik, karena berasal dari Tian sendiri. Agar sifat baik ini bisa
terpelihara, maka manusia perlu berupaya hidup di dalam jalan yang diridhoi Tuhan
(Jalan Suci, Dao). Bimbingan agar manusia dapat hidup dalam Jalan Suci disebut
agama. Dengan demikian menjadi jelas bahwa agama diciptakan oleh Tuhan dan
disampaikan oleh para nabi untuk kepentingan umat manusia. menyadari bahwa
agama – agama diturunkan Tuhan lewat Nabi untuk kepentingan umat manusia,
maka umat Konghucu wajib hidup penuh susila, tepasalira, penuh toleransi dan
penghormatan kepada umat agama lain, atas dasar keyakinan bahwa agama –
agama atau jalan – jalan Suci itu semuanya berasal dariNya.
Seperti halnya ajaran pokok agama lain, dalam agama Konghucu dikenal
hubungan vertikal antara manusia dengan Sang Khalik dan hubungan, horizontal
antara sesama manusia. Dalam kosakata Agama Konghucu disebut sebagai Zhong
Shu, Satya kepada (Firman) Tuhan, dan Tepasalira (tenggang rasa) kepada sesama
manusia. Prinsip Tepasalira ini kemudian ditegaskan dalam beberapa sabdanya
yang terkenal. “Apa yang diri sendiri tiada inginkan, jangan diberikan kepada orang
12
lain” dan “Bila diri sendiri ingin tegak (maju), berusahalah agar orang lain tegak
(maju)”. Kedua sabda ini dikenal sebagai “Golden Rule” (Hukum Emas) yang bersifat
Yin dan Yang.
Dalam berbagai kesempatan Kongzi menekankan pentingnya manusia
mempunyai “Tiga Pusaka Kehidupan”, “Tiga Mutiara Kebajikan” atau “Tiga
Kebajikan Utama”, yaitu : Zhi, Ren dan Yong. Ditegaskan bahwa, “Yang Zhi tidak
dilamun bimbang, yang Ren tidak merasakan susah payah, dan yang Yong tidak
dirundung ketakutan”.
Zhi berarti wisdom dan sekaligus enlightenment (Bijaksana dan tercerahkan/
pencerahan). Bijaksana dapat diartikan pandai, selalu menggunakan akal budinya,
arif, tajam pikiran, mampu mengatasi persoalan dan mampu mengenal orang lain.
Pencerahan atau yang Tercerahkan, berarti mampu mengenal dan memahami diri
sendiri, termasuk di dalamnya mampu mengenal yang hakiki. Untuk mencapai Zhi,
manusia harus belajar keras, dengan menggunakan kemampuan dan upaya diri
sendiri. Agama, para Nabi dan atau Guru Agung hanya bisa membantu, namun
untuk mencapainya adalah dari upaya diri sendiri. Orang yang ingin memperoleh
Zhi, berarti ia harus belajar keras untuk meraih Kebijaksanaan dan sekaligus
Pencerahan (batin).
Ren berarti Cinta Kasih universal, tidak terbatas pada orang tua dan keluarga
sedarah belaka namun juga kepada sahabat, lingkungan terdekat, masyarakat,
bangsa, negara, agama dan umat manusia. Ren bebas dari stigma masa lalu dan
tidak membeda-bedakan manusia dari latar belakang atau ikatan primordialnya. Ren
tidak mengenal segala bentuk diskriminasi atau pertimbangan atas dasar kelompok.
Meski berasal dari satu kelompok, bila seseorang bersalah atau melanggar
Kebajikan, maka bisa saja kita berpihak kepada orang yang berasal rbeda namun
benar-benar berada dalam Kebajikan. Ren dalam pengertian Agama Konghucu
selalu didasari pada sikap ketulusan, berbakti, memberi bukan meminta atau
menuntut balasan dalam bentuk apapun. Namun perlu diingat bahwa Ren tidak
berarti mencinta tanpa dasar pertimbangan baik dan buruk. Dalam salah satu
sabdanya Kongzi mengatakan bahwa “Orang yang berperi cinta kasih bisa mencintai
dan membenci”. Mencintai Kebaikan dan membenci keburukan. Balaslah Kebaikan
13
dengan Kebaikan; Balaslah Kejahatan dengan kelurusan”. Di sini berarti siapa pun
yang bersalah, harus diluruskan, dihukum secara adil dan diberi pendidikan secara
optimal agar dapat kembali ke jalan yang benar. Setelah berada di jalan yang benar,
kita tidak boleh terkena stigma, menilai atas dasar masa lalu seseorang.
Yong juga diartikan sebagai Keberanian untuk melakukan koreksi dan
instrospeksi diri. Bila bersalah, kita harus Berani mengakui kesalahan tersebut dan
sekaligus Berani untuk mengkoreksinya. Nabi Kongzi berkata, “Sungguh beruntung
aku. Setiap berbuat kesalahan, selalu ada yang mengingatkannya”. Ditambahkan,
“Sesungguh-sungguhnya kesalahan adalah bila menjumpai diri sendiri bersalah,
namun tidak berusaha untuk mengkoreksi atau memperbaikinya”. Maka seorang
yang berjiwa besar adalah orang yang berani belajar dari kesalahan.
Oleh Mengzi, Yong kemudian dijabarkan sebagai Yi (Kebenaran) dan Li (kesusilaan,
Tahu Aturan, Ketertiban atau Hukum). Bila seseorang mampu menjalani Ren, Yi, Li
dan Zhi dengan baik, maka ia diharapkan mampu menjadi seorang Junzi (Kuncu),
atau orang yang beriman (dan tentu saja berbudi pekerti luhur). Dalam Islam disebut
“Insan Kamil”. Dengan demikian diharapkan ia akan menjadi manusia yang
terpercaya atau Dapat Dipercaya (Xin).
Pokok ajaran Ren, Yi, Li, Zhi dan Xin atau, inilah yang biasa disebut sebagai
“Lima Kebajikan” atau Wu Chang. Di Indonesia kedatangan agama Konghucu
diperkirakan telah terjadi sejak akhir jaman pra sejarah, terbukti dari ditemukannya
benda pra sejarah seperti kapak sepatu yang terdapat di Indo China dan Indonesia,
yang tidak terdapat di India dan Asia Kecil. Penemuan ini membuktikan telah terjadi
hubungan antara kerajaan-kerajaan yang terdapat di daratan yang kita kenaI
sekarang sebagai Tiongkok dengan Indonesia, baik secara langsung atau tidak
langsung melalui Indo China. Perlu diketahui bahwa pendiri Dinasti Xia, dinasti
pertama dalam sejarah Tiongkok kuno, adalah Xia Yu, yang merupakan orang
Yunan, atau nenek moyang bangsa Melayu.
Tempat Ibadah & Rohaniwan Agama Konghucu
Tempat ibadah Konghucu adalah Litang, Miao (Bio), Kongzi Miao, Khongcu
Bio dan Kelenteng. Litang, selain merupakan tempat sembahyang, juga merupakan
tempat kebaktian berkala (biasanya setiap hari Minggu atau tanggal 1 dan 15 an
14
Imlek). Di sini umat mendapat siraman rohani (khotbah) dari para Rohaniwan. Miao
dan Kelenteng biasanya hanya merupakan tempat sembahyang. Kalau pun ada
kebaktian, biasanya ditempatkan di ruangan yang terpisah agar tak terganggu
aktivitas sembahyang. Di samping menjadi tempat ibadah agama Konghucu,
Kelenteng biasanya juga menjadi tempat ibadah agama Tao dan agama Buddha
Mahayana.
Rohaniwan agama Konghucu terdiri atas : Xueshi, Wenshi, Jiaosheng,
Zhanglao dan ketua-Ketua / Pimpinan-Pimpinan Majelis dan atau Tempat Ibadah.
Sebelum menjadi Xueshi, harus melalui jenjang Wenshi. Sebelum menjadi Wenshi,
harus melalui jenjang Jiaosheng. Tokoh yang sudah mencapai tingkatan sesepuh
atau sangat senior di sebut Zhanglao.
Setian rohaniwan, sesepuh dan para pimpinan tempat ibadah yang
memegang mandat Pengangkatan dari Dewan Pengurus Majelis Tinggi Agama
Konghucu Indonesia (MATAKIN) dan atau menerima Surat Liyuan Rohaniwan
(persidian, peneguhan iman) dari Dewan Rohaniwan MATAKIN, memiliki
kewenangan:
- Menyelenggarakan kebaktian bagi umat Konghucu di daerahnya.
- Melakukan Liyuan umat.
- Memimpin berbagai upacara suci bagi umat Konghucu, sesuai Hukum Agama
Konghucu, termasuk Hukum Perkawinan Agama Konghucu, yang diatur dalam tata
Agama Konghucu.
Kitab Suci Khonghucu:
A. Shi Shu
Berisi percakapan Nabi dengan murid-muridnya, sabda-sabda Nabi, peristiwa-
peristiwa dalam perjalanan Nabi, pokok-pokok keimanan agama Khonghucu, serta
catatan percakapan / ujar-ujar rasul MengZi (Bingcu).
Kitab Shi Shu dibagi menjadi 4 macam:
Da Xue (Kitab Ajaran Besar)
Berisi bimbingan dan ajaran pembinaan diri, keluarga, masyarakat, negara dan
dunia. Kitab ini ditulis oleh Zeng Zi (Can) alias Zi Xing murid Nabi Khongcu dari
angkatan muda yang walau lambat namun tekun sekali dan sungguh-sungguh
15
yang mampu memahami asas Yi Yi Guan Zhi yang menerima sabda langsung
Nabi tentang pembinaan diri (ada pada Bab Utama), dan menyusun uraiannya
dalam bab-bab berikutnya. Kitab ini terdiri dari Bab utama dengan 10 bab uraian
terdiri dari 1.753 huruf ditambah 134 (dari bab V substitusi Zhu Xi). Merupakan
bimbingan pembinaan diri umat Ru (pemeluk Kong Hu Cu) dengan Bab utama
sebagai sabda yang langsung dari Nabi Khongcu menjadikan kitab ini tak lekang
oleh zaman selalu menjadi pedoman baku umat Ru.
Zhong Yong (Kitab Tengah Sempurna)
Berisi ajaran keimanan agama Konghucu. Kitab ini ditulis oleh Zi Si alias Kong Ji
cucu Nabi Khongcu dan murid Zeng Zi, yang bertalenta luar biasa, yang
menerima sabda langsung Nabi Khongcu tentang Keimanan (ada pada Bab
Utama), dan memberi uraiannya dalam bab-bab berikutnya. Terdiri dari Bab
Utama dengan 32 bab uraian, 3.568 huruf. Kitab ini merupakan tuntunan
keimanan bagi penganut Ru dengan Bab Utama yang merupakan Sabda
Langsung dari Nabi Khongcu tentang iman hidup beragama dalam hubungan
manusia. Tuhan menjadikannya sebagai sumber keyakinan imani dan pedoman
agamis umat Ru yang baku dan utama.
Lun Yu (Kitab Sabda Suci)
Berisi kumpulan tulisan ajaran, diskusi, percakapan, komentar dari Nabi
Khongcu, dengan para murid, antar murid, dan wacana ajaran Nabi Khongcu.
Kitab ini terdiri dari 2 jilid, masing-masing 10 Bab (= 20 bab), 15.917 huruf.
Cakupan aspek ajaran Nabi Khongcu selaku Mu Duo Genta Rohani umat
manusia dapat ditelusuri dalam kitab ini, sehingga selalu menjadi "buku
pertama" yang dipakai sebagai referensi (kadang-kadang malah dianggap
sebagai referensi tunggal bagi orang kemudian), namun bagi umat Ru tetap
menjadi sumber acuan ajaran terapan laku dari Nabi Khongcu sebagai
ejawantah nilai keimanan dan keyakinan paling konkrit.
Meng Zi (Kitab Meng Zi)
Karya Meng Zi dan para muridnya seperti Wan Zhang dan Gong Sun Chou
terdiri dari 7 Bab (masing-masing 2 bagian) dan 35.377 huruf. Kitab ini
16
merupakan "Penegasan" Meng Zi dalam menjabarkan, menegakkan,
meluruskan, kemurnian ajaran Nabi Khongcu. Kitab ini demikian bertautan
dengan ajaran Nabi Khongcu, hingga dikemudian hari melahirkan istilah Kong
Meng bagi sebagian orang dalam menyebutkan ajaran Ru secara pragmatis,
tetapi ini adalah sebagian dari sebuah kesatuan (utuh) Agama Khonghucu (Ru
Jiao).
B. Wu Jing (NGo King)
Terdiri dari 5 kitab (aslinya ada 6, yaitu catatan musik yang sebagian besar musnah
terbakar pada jaman chin zhe huang (sekitar 200SM) yang kemudian sisanya
digabungkan dalam kitab sanjak),yaitu I Ching / Yak King / Hi King yaitu kitab
perubahan alam semesta beserta segala isinya, Shu Jing / Su King yaitu kitab
dokumentasi sejarah agama Khonghucu, Shi King yaitu kitab sanjak, Lee Ki / Li Ji
yaitu kitab catatan kesusilaan, Chun Ciu King yaitu kitab catatan komentar Nabi
Khongzi atas peristiwa yang terjadi pada jaman Chun Ciu (dinasti Ciu).
Kitab suci Wu Jing dibagi menjadi 5 macam:
Shi Jing (Kitab Sanjak)
Berisi nyanyian religi, puji – pujian akan keagungan Tian dan nyanyian untuk
upacara di istana. Disebut juga sebagai Pa Jing (Kitab Kuncup Bunga). Terdiri
dari 39.222 huruf, merupakan kumpulan 311 sanjak dari seleksi 3000-an sanjak
yang dilakukan Nabi Khongcu melanjutkan rintisan Zhuo Gong kini tinggal 305
yang ada (6 hilang waktu pembakaran kitab, yakni sanjak No. 171, 172, 173,
174, 206, 209). Sanjak tertua berasal dari Dinasti Shang (1766-1122 SM) dan
termuda dari zaman Zhou Ding Wang (605 -586 SM). Kitab ini terdiri dari 4 bab:
1. Guo Feng (Nyanyian Rakyat) menggambarkan adat-istiadat, 15 buku 160
sanjak.
2. Xiau Ya (Pujian kecil), puja pengiring upacara di istana, 8 buku 80 sanjak
3. Da Ya (Pujian Besar), kidung puja untuk Wen Wang, 3 buku 31 sanjak
4. Song (Kidung Suci) untuk mengiringi peribadahan, 3 buku 40 sanjak
17
Shu Jing (Kitab Hikayat)
Berisi sejarah suci agama Konghucu. Kitab ini disebut juga sebagai Shang Shu
(Kitab Pandita/Mulia) dan Zai Jing (Kitab Tarikh/Buku Zaman) serta Bi Jing
(Kitab Tembok) karena ditemukan di dalam tembok rumah Nabi Khongcu,
sehingga selamat dari zaman pembakaran kitab. Kitab ini terdiri dari 25.700
huruf dengan 58 bab (4 buku 6 jilid):
1. Yu Shu yang berisi Yao Dian dan Shun Dian (perundangan Baginda Yao
dan Shun)
2. Xia Shu yaitu 4 bab naskah Dinasti Xia (2205-1766 SM)
3. Shang Shu yang terdiri atas 17 bab naskah Dinasti Shang (1766-1122 SM)
4. Zhou Shu yang terdiri atas 3 jilid 32 bab naskah Dinasti Zhou (1122-255 SM)
Yi Jing (Kitab Perubahan)
Berisi tentang penjadian alam semesta, sehingga mereka yang menghayati
Kitab ini akan mampu menyibak tabir kuasa Tian dengan segala aspeknya.
Nama lain dari kitab Yi Jing adalah Kitab tanda-tanda/simbol-suci. Kitab ini
merupakan Kitab langit (Tian Shu) yang mengandung nilai sakral ketuhanan,
karenanya bersifat universal. Kitab ini terdiri dari 24.707 huruf yang berisi:
1. Iman akan Tuhan (Wu Ji, Tai Ji, Yin Yang) dengan diagram Ba Gua lengkap
dengan uraian Hexagram turunannya.
2. Penjelasan Gua yang disebut Tuan oleh Wen Wang dan Yao yang disebut
Xiang oleh Zhou Gong
3. Tafsir pengertian dan penjelasan Shi Yi oleh Nabi Khongcu
Li Jing (Kitab Kesusilaan)
Berisi aturan dan pokok – pokok kesusilaan dan kepribadian. Kitab ini dinamai
juga Dai Jing (karena jasa marga Dai dalam mengumpulkan kembali setelah
pembakaran kitab). Terdiri dari 99.020 huruf, oleh Nabi Khongcu dipilah menjadi
3:
1. Zhou Li (Kesusilaan Negeri Zhou) susunan Zhou Gong. Di dalamnya
terdapat uraian tentang Liu Guan Enam Departemen yang merupakan Tata
18
Negara Negeri Zhou, pada zaman Han disebut sebagai Zhou Guan yang
sebelumnya disebut Zhou Guan Li.
2. Yi Ji (Kesusilaan dan Peribadahan) yang berisi tata agama dan tata ibadah
negeri zhou susunan Zhou Gong, yang sering dipakai oleh Nabi Khongcu
sebagai acuan. Dinamai juga Li Cu Jing Kitab Kesusilaan Kuno.
3. Li Ji (Catatan Kesusilaan) yang berisi himpunan tulisan tentang nilai agamis
dan moral dasar kaum Ru, sekaligus sebagai terapan dan penafsiran dari 2
kitab tersebut di atas. Merupakan kumpulan tulisan yang berasal dari Nabi
Khongcu, murid-murid beliau, ada juga tambahan dari tokoh Ru dinasti Han
(3 bab Ming Tang, Yue Ling, Yue Ji) ditambah hasil kerja marga Dai yang 46
bab jadi berjumlah 49 bab.
Chun Qiu Jing (Kitab Chun Qiu)
Kitab ini disebut juga dengan nama Lin Jing (Kitab Qi Lin) yaitu hewan suci
yang berhubungan erat dengan kelahiran Nabi Khongcu dan peristiwa
terbunuhnya mengakhiri kalam kitab ini. Kitab ini terdiri dari 18.000 huruf hasil
karya Nabi Khongcu sendiri, merupakan risalah dan kronik, sekaligus
"Pengadilan" zaman Chun Qiu, sekaligus "cermin" untuk mengenal Nabi
Khongcu (lihat Meng Zi, III B; 8, VI B 21, VII B;2). Ada 3 Kitab Tafsir (komentar)
yang menjadi pelengkap dari Kitab Chun Qiu ini yakni:
1. Chun Qiu Zuo Zhuan oleh Zuo Qiu Ming, sahabat sekaligus "murid" Nabi
Khongcu. Tafsir ini paling cocok dan uraiannya pas dengan Guo Yi; sering
dijadikan satu dengan Chun Qiu Jing karena paling dekat.
2. Chun Qiu Gong Yang Zhuan susunan Kong Yang Goa pada akhir Dinasti
Zhou hidup pada zaman Zhan Guo murid Perguruan Zi Xia.
3. Chun Qiu Cu Liang Zhuan susunan Gu Liang Chi pada awal Dinasti Han,
juga murid dari perguruan Zi Xia.
Pengertian AGAMA KONGHUCU
Agama Konghucu dikenal pula sebagai Ji Kauw (dialek Hokian) atau Ru Jiao
(Hua Yu), yang berarti agama yang mengajarkan kelembutan atau agama bagi kaum
terpelajar.
19
KONGZI, KONGCHU, CONFUCIUS
Kongzi (Hua Yu) atau Kongchu (dialek Hokian) atau Conficius (Latin) adalah
nama nabi terakhir dalam agama Konghucu. Ia lahir pada tanggal 27 bulan 8 tahun
0001 Imlek atau 551 SM. Kongzi adalah nabi terbesar dalam agama Konghucu dan
oleh sebab itu banyak orang yang kemudian menamai Ru Jiao sebagai
Confucianism, yang krmudian di Indonesia dikenal dengan agama Konghucu.
BEBERAPA NABI LAIN DALAM AGAMA KONGHUCU
Nabi pertama yang tercatat dalam sejarah Ru Jiao adalah Fu Xi, hidup pada
30 abad SM, yang mendapat wahyu dan menuliskan kitab Yi Jing atau Kitab
Perubahan. Fu Xi beristrikan Nabi Nu Wa, yang menciptakan Hukum Perkawinan.
Sejak saat itu anak bukan lagi dianggap anak ibu saja, melainkan anak ayah. Selain
Nu Wa, di dalam Ru Jiao dikenal Nabi perempuan lain, yaiu Lei Zu, Jiang Yuan, dan
Tai Ren. Nabi lain yang masih dikenal antara lain Huang Di, Yao, Sun, Xia Yu, Wen,
Zhou Gong atau Jidan dan terakhir Kongzi. Kitab Yi Jing yang kita kenal sekarang
tidak ditulis oleh Fu Xi belaka, namun ditulis dan disempurnakan oleh 5 (lima) nabi
yang mendapat wahyu dalam tempo berlainan, yaitu : Fu Xi, Xia Yu, Wen, Zhou
Gong dan Kongzi.
Pengertian Konfusianisme, Sejarah Dan Prinsipnya
Sejarah Konfusianisme dari Cina ,dapat ditelusuri kembali ke ajaran
Konfusius. K'ung Fu Tzu atau Kong Fuzi, atau 'Guru Kong', terkenal sebagai
Konfusius, adalah seorang filsuf dan pemikir sosial Cina. Lahir di 551 SM, di provinsi
Lu, Konfusius menghabiskan sebagian besar hidupnya dalam mengajar etika dan
nilai-nilai moral kepada masyarakat. Paradigma Konfusius digunakan sebagai
panduan untuk para penguasa provinsi Cina, pada abad keenam SM, tentang
bagaimana mengatur negara.Ajaran Konfusius telah dicatat oleh pengikutnya yang
diperkenalkan ke dunia sebagai Konghucu. Konfusius adalah orang yang percaya
pada hidup sederhana dan berpikir tinggi.
Konfusianisme Keyakinan Dan Prakteknya
20
Kepercayaan Konghucu tidak didasarkan pada pandangan agama tetapi
berkisar pada masyarakat. Kepercayaan Konghucu didasarkan pada nilai-nilai etis.
Konfusius menyatakan bahwa berpikir tentang kehidupan setelah kematian di luar
pemahaman manusia tidak perlu khawatir tentang hal itu. Sebaliknya kita harus
berkonsentrasi pada hidup secara harmonis. Sistem kepercayaan tentang
kepercayaan Konghucu dalam Tuhan agak sangat kabur, karena tidak ada indikasi
tentang Tuhan dalam ajaran Konfusius dan menghormati manusia lain seperti
agama. Berikut adalah lima prinsipnya :
* Jen
* Li
* Xin
* Chung
* Yi
* Hsiao
Sejarah Kong Hu - Cu
Lahir sekitar tahun 551 SM di kota kecil Lu, kini masuk wilayah propinsi
Shantung di timur laut daratan Cina. Dalam usia muda ditinggal mati ayah,
membuatnya hidup sengsara di samping ibunya. Waktu berangkat dewasa dia jadi
pegawai negeri kelas rendah tapi sesudah selang beberapa tahun dia memutuskan
untuk keluar. Sepanjang enam belas tahun berikutnya Kong Hu-Cu jadi guru, sedikit
demi sedikit mencari pengaruh dan pengikut anutan filosofinya. Menginjak umur lima
puluh tahun dirinya mulai bersinar karena dia dapat kedudukan tinggi di
pemerintahan kota Lu.
Sang nasib baik rupanya tidak selamanya ramah karena orang-orang yang iri
dengannya menyeretnya ke pengadilan sehingga bukan saja berhasil mencopotnya
dari kursi jabatan tapi juga membuatnya meninggalkan kota. Tak kurang dari tiga
belas tahun lamanya Kong Hu-Cu berkelana ke mana kaki melangkah, dia menjadi
jadi guru keliling, dia baru pulang kerumah asalnya ketika lima tahun sebelum
wafatnya tahun 479 SM.
Kong Hu-Cu dianggap selaku pendiri sebuah agama tetapi sebenarnya
bukan. Dia jarang sekali mengkaitkan ajarannya dengan ketuhanan, menolak
21
perbincangan alam akhirat, dan mengelak tegas setiap omongan yang berhubungan
dengan soal-soal metafl\isika. Dia tak lebih dan tak kurang seorang filosof sekuler,
yang cuma berurusan dengan masalah-masalah moral politik dan pribadi serta
tingkah laku manusia.
Ada dua nilai yang teramat penting, kata Kong Hu-Cu, yaitu “Yen” dan “Li:”
“Yen” sering diterjemahkan dengan kata “Cinta,” tapi sebetulnya lebih kena diartikan
“Keramah-tamahan dalam hubungan dengan seseorang.” “Li” dilukiskan sebagai
gabungan antara tingkah laku, ibadah, adat kebiasaan, tatakrama dan sopan santun.
Pemujaan terhadap leluhur adalah dasarnya kepercayaan orang Cina bahkan
sebelum lahirnya Kong Hu-Cu, lebih diteguhkan lagi dengan titik berat kesetiaan
kepada sanak keluarga dan penghormatan terhadap orang tua. Ajaran Kong Hu-Cu
juga menggaris bawahi arti penting kemestian seorang istri menaruh hormat dan taat
kepada suami serta kemestian serupa dari seorang warga kepada pemerintahannya.
Ini agak berbeda dengan cerita-cerita rakyat Cina yang senantiasa menentang tiap
bentuk tirani. Kong Hu-Cu yakin, adanya negara itu tak lain untuk melayani
kepentingan rakyat bukan sebaliknya. Tak bosan-bosannya Kong Hu-Cu
menekankan bahwa penguasa harus memerintah berlandaskan teladan yang
moralis dan bukannya lewat main keras.
Pokok pandangan utama Kong Hu-Cu dasarnya teramat konservatif. Dia
menghimbau baik penguasa maupun rakyat supaya kembali ke asal, berpegang
pada ukuran moral yang baik. Kenyataan yang ada bukanlah perkara yang mudah
dihadapi. Keinginan Kong Hu-Cu agar cara memerintah bukan main hukum,
melainkan lewat dengan menunjukkan teladan yang baik yang meskipun tidak begitu
lancar pada awal-awal jamannya. Karena itu, Kong Hu-Cu lebih mendekati seorang
pembaharu, seorang inovator. Kong Hu-Cu hidup di jaman dinasti Chou, semasa dia
hidup petuah-petuahnya sama sekali diabaikan. Baru sesudah dia wafatlah ajaran-
ajarannya menyebar luas ke seluruh pojok Cina.
Dengan munculnya dinasti Ch’in tahun 221 SM, mengalami masa yang amat
suram. Kaisar Shih Huang Ti, kaisar pertama dinasti Ch’ing bertekat bulat membabat
habis penganut Kong Hu-Cu dan memenggal mata rantai yang menghubungi masa
lampau. Dia menggerakkan baik orang maupun tukang pukul dan pengacau
profesional untuk melakukan penggeledahan besar-besaran, merampas semua
buku yang memuat ajaran Kong Hu-Cu dan dilemparkan ke dalam api unggun
22
sampai hancur jadi abu. Kejahatan ini hanya berlangsung sementara saja. Saat
dinasti Ch’ing mendekati saat mundurnya, penganut-penganut Kong Hu-Cu bangkit
kembali bara semangatnya dan mengobarkan lagi doktrin Kong Hu-Cu. Di masa
dinasti berikutnya (dinasti Han tahun 206 SM - 220 M). Confucianisme menjadi
filsafat resmi negara Cina.
Mulai dari masa dinasti Han, kaisar-kaisar Cina setingkat demi setingkat
mengembangkan sistem seleksi bagi mereka yang ingin jadi pegawai negeri dengan
jalan menempuh ujian agar yang jadi pegawai negeri jangan orang sembarangan
melainkan punya standar kualitas baik ketrampilan maupun moralnya. Lama-lama
seleksi makin terarah dan berbobot: mencantumkan mata ujian filosofi dasar Kong
Hu-Cu. Berhubung jadi pegawal negeri, itu merupakan jenjang tangga menuju
kesejahteraan material dan keterangkatan status sosial, sering terjadi pertarungan
sengit beremput tempat antara para peminat. Akibat berikutnya, banyak orang yang
menekuni ajaran Kong Hu Cu. Dan, selama berabad-abad seluruh pegawai negeri
Cina terdiri dari orang-orang yang pandangannya berpijak pada filosofi Kong Hu-Cu.
Sistem ini berlangsung hampir selama dua ribu tahun, mulai tahun 100 SM sampai
1900 M.
Tapi, Confucianisme bukanlah semata filsafat resmi pemerintahan Cina, tapi
juga diterima dan dihayati oleh sebagian terbesar orang Cina, berpengaruh sampai
ke dasar-dasar hati mereka, menjadi arah pandu berpikir selama jangka waktu lebih
dari dua ribu tahun.
23