bab i pendahuluan i.1. latar belakang...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Masalah
Formasi Wungkal-Gamping adalah batuan sedimen tertua penyusun zona
Pegunungan Selatan bagian barat yang tersingkap di daerah Bayat (Bothe, 1929).
Bayat merupakan suatu kecamatan yang letaknya berada di Kabupaten Klaten,
Provinsi Jawa Tengah. Daerah ini merupakan areal laboratorium lapangan geologi
yang menggambarkan litologi secara lengkap di Pulau Jawa selain daerah
Karangsambung yang berada di Kebumen. Mulai dari batuan tertua hingga yang
termuda semua tersingkap baik di daerah ini, sehingga banyak penelitian yang
dilakukan di daerah ini untuk mengetahui informasi geologi baik sejarah
stratigrafi maupun tektonik dari Pulau Jawa.
Salah satu lokasi yang pernah diteliti mengenai sejarah stratigrafi Pulau
Jawa yaitu di wilayah Perbukitan Jiwo Timur. Pada wilayah ini terdapat
singkapan batuan sedimen tertua yaitu Formasi Wungkal-Gamping dengan luas
penyebaran lateral yang terpisah-pisah. Penelitian pada formasi ini pernah
dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu, seperti Bothe (1929), Sumosusastro
(1956), Sumarso dan Ismoyowati (1975), Fauzia (2012), Rahmawati (2012),
Pakpahan (2012), dan Handayani (2012).
Bothe (1929) membagi Perbukitan Jiwo Timur menjadi dua kelompok
batuan berdasarkan kandungan foraminifera besar, yaitu Gunung Wungkal dan
Gunung Gamping. Menurut Sumosusastro (1956) Perbukitan Jiwo Timur tersusun
atas lapisan batupasir dan batugamping dengan pola transgresif. Selanjutnya,
penelitian yang dilakukan oleh Sumarso dan Ismoyowati (1975) menyatakan
bahwa Perbukitan Jiwo Timur tersusun atas sandy calcarenites dengan sisipan
yellowish sandstone dan napal. Fauzia (2012) melakukan pengukuran stratigrafi
pada jalur Gunung Pendul hingga Watuprau. Pengukuran stratigrafi juga
dilakukan oleh Pakpahan (2012) pada jalur Bukit Salam, Tegalsalam. Rahmawati
(2012) menghasilkan biozonasi pada batugamping Formasi Wungkal-Gamping
jalur Padasan hingga bagian selatan Gunung Gajah. Handayani (2012) melakukan
studi petrogenesis Formasi Wungkal-Gamping di jalur Sekarbolo. Berdasarkan
2
hal itu peneliti merasa perlu dan tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut
pada Formasi Wungkal-Gamping terutama pada singkapan baru sebagai hasil
penggalian lahan di sebelah barat laut Gunung Temas yaitu jalur Gunung Gajah.
Dusun Gunung Gajah dipilih sebagai lokasi penelitian selain karena
singkapan batuan di daerah ini baru digali tetapi juga kondisi singkapan yang
ideal. Singkapan ini terdiri dari tebing bagian barat dan timur. Litologi di daerah
ini tersusun atas batuan metamorf, sedimen dan batuan beku. Batuan metamorf
merupakan basement di daerah ini. Breksi menumpang di atas batuan metamorf
secara tidak selaras. Di atas breksi terdapat batupasir karbonatan sisipan
batugamping Nummulites dengan hubungan tidak selaras. Di bagian termuda dari
singkapan di daerah ini terdapat perlapisan batupasir-batulanau dan intrusi yang
sejajar dengan perlapisan batuan. Batuan sedimen di daerah ini termasuk Formasi
Wungkal-Gamping. Kondisi tersebut tidak ditemukan pada peneliti terdahulu
sehingga hal ini layak menjadi suatu penelitian.
I.2. Maksud dan Tujuan
Tugas akhir ini disusun dengan maksud sebagai studi fasies pada jalur
penelitian dari pengukuran stratigrafi berskala 1:10, analisis petrografi dan
paleontologi dari beberapa sampel batuan, serta analisis fasies pada Formasi
Wungkal-Gamping pada jalur Gunung Gajah, Kecamatan Bayat, Kabupaten
Klaten, Provinsi Jawa Tengah. Tujuan dari penyusunan tugas akhir ini adalah
untuk menentukan fasies batuan (batuan sedimen) pada jalur pengukuran
stratigrafi berdasarkan geometri, litologi, struktur sedimen, dan fosil sehingga
dapat diketahui umur, lingkungan, mekanisme dan dinamika sedimentasi pada
jalur penelitian.
I.3. Ruang Lingkup Penelitian
I.3.1. Ruang Lingkup Wilayah
Penelitian ini dilakukan pada singkapan batuan yang berada di
Gunung Gajah, tepatnya di Desa Gunung Gajah, Kecamatan Bayat,
Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah. Pengukuran stratigrafi dilakukan
pada 2 tebing dengan 3 jalur. Jalur 1 terletak pada tebing sebelah barat bagian
3
utara tepatnya pada koordinat UTM 9141627 mU dan 49S 0464029 mT
(bagian tua) sampai koordinat 9141575 mU dan 0463949 mT (bagian muda).
Jalur 1 memiliki ketebalan kurang lebih 20 meter. Jalur 2 terletak pada tebing
sebelah barat bagian selatan tepatnya pada koordinat UTM 9141567 mU dan
49S 463955 mT (bagian tua) sampai koordinat 9141533 mU dan 463957 mT
(bagian muda). Jalur 2 memiliki ketebalan kurang lebih 14 meter. Jalur 3
terletak pada tebing sebelah timur tepatnya pada koordinat UTM 9141592
mU dan 49S 0463992 mT (bagian tua) sampai koordinat 9141546 mU dan
0463988 mT (bagian muda). Jalur 3 memiliki ketebalan kurang lebih 19
meter. Luas wilayah pada lokasi daerah penelitian ini kurang lebih 60 x 50 m2
(Gambar 1.1).
Gambar 1.1. Lokasi Penelitian (Bakosurtanal, 2000)
I.3.2. Batasan Masalah
Pembahasan masalah pada penelitian ini dibatasi pada studi fasies
untuk menentukan fasies apa saja yang terbentuk pada daerah ini. Hal
4
tersebut dilakukan dari pengukuran stratigrafi dengan metode tongkat jacob
dan tidak dilakukan pemetaan geologi di daerah ini. Penentuan fasies
berdasarkan geometri, litologi, struktur sedimen, dan kandungan fosil.
Pengukuran pola arus purba tidak dilakukan pada studi ini karena tidak
ditemukan struktur sedimen dalam kondisi yang ideal sehingga proses
pengukuran menjadi tidak akurat. Pengamatan batuan dilakukan secara
megaskopis di lapangan dan didukung oleh pengamatan mikroskopis baik
pada batuan metamorf, sedimen, dan beku. Pembagian fasies dilakukan pada
batuan sedimen sedangkan batuan metamorf dan batuan beku hanya diamati
untuk menentukan nama batuannya saja. Umur pengendapan ditentukan
berdasarkan biozonasi foraminifera kecil (plangtonik) pada sampel batuan
dari Formasi Wungkal-Gamping yang berlokasi di jalur Gunung Gajah, Desa
Gunung Gajah, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah.
I.4. Peneliti Terdahulu
Formasi Wungkal-Gamping memiliki luas penyebaran yang cukup
terbatas sehingga diperlukan informasi geologi yang lebih detail terutama untuk
mengetahui genesa batuannya. Adapun peneliti yang lebih dahulu telah
melakukan penelitian mengenai daerah ini, antara lain:
1. Bothe (1929)
Bothe (1929) mengelompokkan batuan yang berumur Eocene di
Perbukitan Jiwo menjadi dua kelompok. Batuan tersebut terdiri dari
batugamping dan napal. Di bagian barat Perbukitan Jiwo, yaitu lereng
Gunung Cakaran tersingkap batupasir kuarsa dan konglomerat kuarsa yang
dianggap sebagai bagian bawah dari lapisan berumur Eocene. Batugamping
dan serpih ditemukan di beberapa lokasi dengan kandungan Assilina sp.,
Nummulites, dan Orbitoides yang telah dideskripsi oleh Verbeek dan
Fennema. Selain itu Gerth dalam Bothe (1929) menemukan beberapa foram
besar di beberapa tempat, diantaranya Assillina cf. spira Verbeek, Pellatispira
sp., Nummulites javanus Verbeek, Nummulites bagelensis Verbeek,
Orthophragmina sowerbyi Nuttal (=Orthophragmina ephippium van javana
Verbeek), Nummulites gisehensis Forksal, Orthophragmina javana Douville,
5
Orthophragmina dispansa Sowerby, Nummulites cf. Vredenburgi Prever,
Nummulites pengaronensis Verbeek, Orthophragmina omphalus Fritsch.
Selanjutnya, dua kelompok batuan berumur Eocene itu dinamakan
Gunung Wungkal dan Gunung Gamping. Kelompok Gunung Wungkal
dicirikan oleh yellowish sandstone serta batuan karbonat yaitu batugamping
dan napal yang mengadung foraminifera besar berupa Assilina spira,
Nummulites javanus, Orthophragmina sowerbyi, dan Nummulites bagelensis.
Kelompok lapisan Wungkal merupakan bagian awal hingga tengah dari
Middle Eocene menurut Bothe (1933) dalam Sumarso dan Ismoyowati
(1975).
Pada bagian atasnya kelompok Gunung Gamping melapisi kelompok
Gunung Wungkal yang dicirikan oleh napal kebiru – biruan dan batugamping
yang tersingkap hanya di sisi tenggara dan utara Dowo. Kelompok ini
mengandung foraminifera besar berupa Orthophragmina javana, O. dispansa,
O. omphalus, Nummulites bagelensis, dan N. pengaronensis sehingga
dinyatakan memiliki umur akhir Middle Eocene hingga Late Eocene.
2. Sumosusastro (1956)
Peneliti selanjutnya yaitu Sumosusastro (1956) menyatakan bahwa
Perbukitan Jiwo bagian timur tersusun oleh batuan yang berumur Eocene.
Singkapan batuan yang ditemukan diberi nama “Gamping Eocene”, “Padasan
Eocene”, dan “Dowo Eocene.” Singkapan “Gamping Eocene” melingkupi
Perbukitan Jiwo timur yang memanjang ke arah timur laut – barat daya.
Panjangnya bervariasi mulai dari 1 km dengan lebar 100 – 400 m dan di
tempat lain panjangnya 2 km dengan lebar 20 – 60 m. Kedua lapisan ini
dipotong oleh intrusi diorit pada suksesi tertentu. Kemiringan perlapisan ini
ke arah SSE dengan besar dip 150 – 35
0. Sebagian singkapan ini tersingkap
akibat erosi. Singkapan “Gamping Eocene” dipisahkan atau membaji dengan
“Padasan Eocene” yang terdiri dari batuan Pra Tersier dan diorit. “Dowo
Eocene” merupakan singkapan terpanjang (panjang 500 m dan tebal 15 – 100
m) dengan arah NNE – SSW.
6
Penyebaran batuan yang berumur Eocene ini dimulai dari Penggingan
barat berupa yellowish – brown sandstone setebal 5 meter. Di atasnya
terdapat batugamping berwarna gelap setebal 40 – 50 m. Batuan ini
mengandung foram besar berupa Nummulites, Assilina, dan Discocyclina
yang melimpah. Semakin ke atas terdapat perubahan batuan menjadi
greenish – grey mudstone, greyish – brown sandstone, nodular marly
limestone, dan yang teratas yaitu brownish – grey sandy mudstone.
Posisi stratigrafi dari formasi Eocene ini dapat diketahui dari
kehadiran fosilnya menurut Gerth (1930) dan Doorninck (1932) dalam
Sumosusastro (1956). Singkapan dasar dari formasi ini bernama “Wungkal
Beds” yang tersingkap di bagian barat Perbukitan Jiwo. Batuan penyusunnya
batupasir kuarsa, quartzconglomerates, batulempung, dan batugamping yang
mengandung Assilina, Nummulites javanus, N. bagelensis, dan Discocyclina
sowerbyi sehingga disimpulkan memiliki umur Lower – Middle Eocene.
Sedangkan bagian bawah singkapan “Gamping Eocene” terdapat di atas
formasi berumur Pra Tersier dengan ciri arenaceous. Kehadiran Assilina pada
“Gamping Eocene” bagian selatan menunjukan umur Upper Eocene. Kedua
batuan tersebut terdeposisi secara paralel namun terdapat disconformity
diantaranya akibat suatu kondisi yang cukup kompleks. Karakteristik batuan
yang ada menunjukkan lingkungan pengendapan berupa laut dangkal.
3. Sumarso dan Ismoyowati (1975)
Formasi berumur Eocene ini juga diteliti oleh Sumarso dan
Ismoyowati (1975). Formasi ini tersingkap di sekitar Dusun Padasan setebal
120 m dan terdapat batuan metamorf sebagai basement. Bagian bawah
formasi ini tersusun dari sandy calcarenites dengan sisipan yellowish
sandstone. Selain terdapat fragmen batuan metamorf pada bagian ini juga
mengandung foram besar seperti Assilina sp., Nummulites bagelensis, N.
javanus, dan Discocyclina javana yang berumur upper-Early Eocene. Pada
bagian barat terdapat kondisi yang berbeda mengenai kehadiran foram besar.
Kehadiran Assilina digantikan oleh Pellatispira madaraszi dan Nummulites
semiglobulus yang menandai umur lower-Middle Eocene sampai Late
7
Eocene. Sekuen ini memiliki pola bergradasi ke atas dari marly clay hingga
bluish marl. Di bagian napal hadir Truncorotaloides rohri, Globorotalia
cerroazulensis pomeroli, Globorotalia cerroazulensis cerroazulensis,
Globigerina linaperta, Globigerina compacta, dan Globigerina cryptomhala
yang menunjukkan umur lower-Middle Eocene (P14). Di bagian paling atas
terdapat kemunculan Turborotalia rohri dan Globigerinatheka semiinvoluta
yang menunjukkan umur early-Late Eocene (P15). Berdasarkan kehadiran
foraminifera plangtonik yang semakin melimpah di bagian atas maka
disimpulkan bahwa formasi Eocene ini memiliki kondisi transgresi.
Formasi Eocene ini diintrusi oleh mikrodiorit setelah Eocene dan
sebelum late-Middle Miocene. Intrusi tersebut memotong Perbukitan Jiwo
bagian tenggara. Kemudian intrusi tersebut dilapisi oleh lapisan transgresif
Wonosari berumur lower-Middle Miocene. Intrusi dan lapisan ini juga
dijumpai pada bagian Utara Desa Dowo (sebelah tenggara Perbukitan Jiwo).
Namun kontak dengan basement metamorf tidak tersingkap di daerah ini.
Bagian bawahnya berupa batupasir dengan sedikit fosil yang dilapisi oleh
calcareous berumur awal Tb ditinjau dari foraminifera besar Pellatispira dan
plangtonik Truncorotaloides rohri, T. topilensis, Globorotalia cerroazulensis
pomeroli, dan Globorotalia bullbrooki pada zona P13/P14.
4. Fauzia (2012)
Fauzia (2012) melakukan penelitian dengan metode pengukuran
stratigrafi pada perbukitan Jiwo Timur khususnya daerah Gunung Pendul
bagian timur hingga Watuprau. Kemudian peneliti membagi daerah ini dalam
9 fasies berdasarkan keempat parameter utama (geometri, litologi, struktur
sedimen, dan fosil) pada jalur pengukuran. Fasies tersebut antara lain Fasies
A (rudstone), Fasies B (rudstone mengkasar ke atas), Fasies C (batupasir
dengan sisipan batulempung), Fasies D (batupasir), Fasies E (batupasir
gradasi normal), Fasies F (batulanau sisipan batupasir), Fasies G (perselingan
batupasir dengan batulanau), Fasies H (breksi polimik), Fasies I (batulanau
dengan sisipan batupasir karbonatan). Fauzia (2012) menyusun 9 fasies
menjadi 7 asosiasi fasies yang berumur Middle Oligocene pada bagian atas.
8
Hanya asosiasi fasies 1 (fasies A dan B) dengan lingkungan pengendapan
reef-forereef shelf yang termasuk ke dalam Formasi Wungkal. Sisanya adalah
bagian dari Formasi Kebo.
5. Rahmawati (2012)
Rahmawati (2012) melakukan penelitian di lima jalur Padasan untuk
menghasilkan biozonasi umur berdasarkan fosil foraminifera besar. Pada
lokasi penelitian ini ditemukan batugamping yang mengandung foraminfera
besar dalam kondisi tidak lapuk. Batugamping tersebut termasuk dalam
Formasi Wungkal-Gamping. Dari kelima jalur pengukuran stratigrafi
disimpulkan memiliki kisaran umur awal Eosen tengah hingga awal Eosen
akhir.
Biozonasi Padasan 1 dibagi atas zona parsial Nummulites gerthi
Doornink (awal Ta 3), zona selang Assilina exponens Sowerby (Ta 3 – akhir
Ta 3), zona selang Assilina exponens (Sowerby) – Discocyclina omphalus
(Fritsch) dan zona parsial Discocyclina omphalus (Fritsch) (awal Tb).
Biozonasi Padasan 2 merupakan zona parsial Assilina exponens Sowerby (Ta
3 – akhir Ta 3). Biozonasi Padasan 3 merupakan zona parsial Austrotrilina
sp., zona selang Austrotrilina sp. – Assilina exponens (Sowerby), dan zona
parsial Assilina exponens Sowerby (Ta 3 – akhir Ta 3). Biozonasi Padasan 4
merupakan zona Assilina exponens Sowerby (Ta 3 – akhir Ta 3). Biozonasi
Padasan 5 dibagi atas zona parsial Alveolina cucumiformis Hottinger (Ta 3),
zona parsial Discocyclina omphalus (Fritsch), dan zona parsial N. granulata
(d’Archiac) (Ta 3). Genus foraminifera besar pada Padasan 1, 2, 4
menunjukkan lingkungan pengendapan di fore-reef shelf pada laut dangkal.
Sedangkan Padasan 3 dan 5 terbentuk pada lingkungan pengendapan back-
reef shelf, reef-shelf hingga fore-reef shelf pada laut dangkal.
Rahmawati (2012) juga menyebutkan beberapa spesies fosil yang
belum pernah ditemukan pada batugamping Formasi Wungkal-Gamping,
Bayat, Klaten sebelumnya. Spesies itu antara lain Discocyclina shepardi
Barker, Nummulites acutus (Sowerby), N. densa Doornink, N. djokjakartae
Martin., N. nanggulani Verbeek, N. perforatus Montfort, N. atacicus
9
Leymerie, N. mamilla Fichtel & Moll, Nummulites sp. (1), Nummulites sp.
(2), N. variolarius (Lamarck), N. boniensis Hanzawa, N. Subramondi de la
Harpe, N. exilis Douville, N. globulus Leymerie, N. discorbonus
Schlothemim, N. intermedius d’Archiac, Ranikothalia sahnii Davies,
Alveolina cucumiformis Hotinger, A. Elliptica nuttali Davies, A. Globosa
(Leymerie), Assilina granulata (d’Archiach), Assilina sp., (2), Assilina sp.
(2), Amphistegina sp., Biplanispira sp., Discocyclina assamica Samanta,
Operculina aegyptiaca Hamam, Tansinhokella tatauensis Banner &
Hodgkinson, Asterocyclina matanzensis Cole, Miliolina sp., Austrotrilina sp.,
dan Distichoplax biserialis (Dietrich).
6. Pakpahan (2012)
Studi fasies juga dilakukan oleh Pakpahan (2012) pada jalur Bukit
Salam, Tegalsalam. Litologi penyusun daerah ini berupa variasi dari batupasir
dan batugamping yang dibagi menjadi 11 fasies berumur Eosen Tengah.
Mekanisme pengendapan yang mempengaruhi daerah ini adalah arus traksi
dan suspensi pada lingkungan pengendapan forereef dari carbonate platform
di bagian foreslope. Dinamika sedimentasi daerah ini memiliki fase
pengendapan yang berubah–ubah sesuai kondisi muka air laut.
7. Handayani (2012)
Handayani (2012) melakukan studi petrogenesis Formasi Wungkal-
Gamping di jalur Sekarbolo di sebelah barat daya Desa Krakitan dengan
metode pengukuran stratigrafi. Litologi penyusun daerah ini berupa batupasir
kuarsa, batugamping pasiran dan batugamping foraminifera yang terbagi
menjadi 4 fasies. Fasies itu diantaranya fasies batupasir kuarsa, fasies sandy
allochem limestone, fasies foraminiferal rudstone dan fasies foraminiferal
packstone. Mekanisme pengendapannya berupa arus traksi. Umur
pengendapan daerah ini dimulai pada Middle Eocene hingga Upper Eocene
berdasarkan foram besarnya dengan lingkungan pengendapan berupa reef-
forereef shelf.
10
Penelitian ini mengacu pada beberapa peneliti terdahulu dan keaslian penelitian
dapat dinilai seperti pada tabel 1.1 di bawah ini.
Tabel 1.1. Keaslian Penelitian
No. Peneliti
Terdahulu
Lokasi
Penelitian Objek Penelitian Hasil Penelitian
1. Bothe (1929) Perbukitan
Jiwo Timur
Pembagian
kelompok batuan
berdasarkan
kandungan
foraminifera besar.
Perbukitan Jiwo terdiri dari
kelompok Gunung Wungkal dan
Gamping.
Kelompok Gunung Wungkal
dicirikan oleh yellowish sandstone,
batugamping dan napal berumur
Middle Eocene.
Kelompok Gunung Gamping
dicirikan oleh napal kebiru – biruan
dan batugamping berumur akhir
Middle Eocene hingga Late Eocene.
2. Sumosusastro
(1956)
Perbukitan
Jiwo bagian
timur, bagian
timur laut
barat daya, dan
bagian utara
Desa Dowo.
Pembagian
kelompok batuan
berdasarkan litologi
dan kandungan fosil.
Perbukitan Jiwo dibagi menjadi
Gamping Eocene, Padasan Eocene,
dan Dowo Eocene yang terdiri dari
yellowish–brown sandstone, dan
batugamping berwarna gelap
berumur lower Middle Eocene dan
Upper Eocene.
Singkapan “Gamping Eocene”
dipotong oleh intrusi diorit pada
suksesi tertentu.
Karakteristik batuan menunjukkan
lingkungan pengendapan laut
dangkal.
Kehadiran sedikit tuf
mengindikasikan lemahnya
aktivitas volkanisme pada saat
sedimentasi.
3. Sumarso dan
Ismoyowati
(1975)
Perbukitan
Jiwo bagian
tenggara dan
sekitarnya
Pembagian
kelompok batuan
berdasarkan litologi
dan kandungan fosil.
Formasi Wungkal-Gamping
memiliki ketebalan 120 meter dan
terdapat batuan metamorf sebagai
basement.
11
Bagian bawah formasi ini berupa
sandy calcarenites yang berumur
akhir Ta, dengan sisipan yellowish
sandstone.
Selain itu, terdapat napal dengan
lapisan bawah berumur lower –
Middle Eocene dan lapisan paling
atas berumur early – Late Eocene.
Sekuen batuan ini diintrusi oleh
mikrodiorit di sepanjang Perbukitan
Jiwo bagian tenggara.
4. Surono
(1992)
Surakarta –
Giritontro
Litologi Jalur Gunung Gajah tersusun atas
aluvium tua dan batuan malihan.
5. Fauzia
(2012)
Perbukitan
Jiwo Timur
jalur Gunung
Pendul bagian
timur hingga
Watuprau
Pembagian
kelompok batuan
berdasarkan litologi
dan kandungan fosil.
Jalur ini tersusun atas 9 fasies, yaitu
rudstone, rudstone mengkasar ke
atas, batupasir dengan sisipan
batulempung, batupasir, batupasir
gradasi normal, batulanau sisipan
batupasir, perselingan batupasir
dengan batulanau, breksi polimik,
batulanau dengan sisipan batupasir
karbonatan.
Terdapat 7 asosiasi fasies yang
berumur Middle Oligocene pada
bagian atas. Hanya asosiasi fasies 1
(fasies A dan B) dengan lingkungan
pengendapan reef-forereef shelf
yang termasuk ke dalam Formasi
Wungkal. Sisanya adalah bagian
dari Formasi Kebo.
6. Rahmawati
(2012)
Penelitian di
lima jalur
Padasan –
Gunung Gajah
Zonasi umur batuan
berdasarkan
foraminifera besar.
Jalur ini memiliki kisaran umur
awal Eosen tengah (awal Ta 3)
hingga awal Eosen akhir (awal Tb).
Genus foraminifera besar pada
Padasan jalur 1, 2, 4 menunjukkan
lingkungan pengendapan di fore-
reef shelf pada laut dangkal.
12
Padasan jalur 3 dan 5 terbentuk
pada back-reef shelf, reef-shelf
hingga fore-reef shelf di laut
dangkal.
7. Pakpahan
(2012)
Jalur Bukit
Salam,
Tegalsalam
Pembagian
kelompok batuan
berdasarkan litologi
dan kandungan fosil.
Variasi dari batupasir dan
batugamping yang dibagi menjadi
11 fasies.
Mekanisme pengendapannya
berupa arus traksi dan suspensi
pada lingkungan pengendapan
forereef dari carbonate platform di
bagian foreslope.
Dinamika sedimentasi daerah ini
terjadi selama Eosen Tengah
dengan fase pengendapan yang
berubah – ubah sesuai kondisi muka
air laut.
8. Handayani
(2012)
Jalur
Sekarbolo di
sebelah barat
daya Desa
Krakitan
Pembagian
kelompok batuan
berdasarkan litologi
dan kandungan fosil.
Formasi Wungkal-Gamping ini
dibagi menjadi 4 fasies, yaitu fasies
batupasir kuarsa, fasies sandy
allochem limestone, fasies
foraminiferal rudstone dan fasies
foraminiferal packstone.
Mekanisme pengendapan arus
traksi.
Umur pengendapan daerah ini
dimulai pada Middle Eocene hingga
Upper Eocene berdasarkan foram
besarnya dengan lingkungan
pengendapan berupa reef-forereef
shelf.
9. Setiawati
(2013)
Jalur Gunung
Gajah
Litologi dan
kandungan fosil
Jalur ini tersusun atas batuan
metamorf, breksi, batupasir karbonatan
dengan sisipan batugamping
Nummulites, batupasir, batulanau, dan
intrusi (sill).
13
Berdasarkan informasi geologi yang telah diteliti oleh peneliti terdahulu,
dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa kesamaan maupun perbedaan dengan
kondisi di daerah penelitian ini. Keaslian penelitian ini dinilai dari lokasi atau
jalur penelitian yang belum pernah diteliti sebelumnya yaitu jalur Gunung Gajah
serta variasi litologi yang ditemukan pada lokasi ini cukup berbeda dengan hasil
penelitian oleh peneliti terdahulu. Berdasarkan kondisi inilah maka studi fasies
pada jalur Gunung Gajah, Desa Gunung Gajah, Kecamatan Bayat, Kabupaten
Klaten, Provinsi Jawa Tengah layak dijadikan penelitian.