bab i pendahuluan -...

16
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Batuk (dalam bahasa latin disebut tussis) adalah sebuah mekanisme reflek pertahanan yang dapat membersihkan saluran pernapasan laring, trakea dan bronkus dari lendir, mukus, partikel asing dan mikroba (Chung, 2008). Batuk merupakan gejala paling umum dari suatu penyakit dan alasan kebanyakan orang untuk pergi ke dokter (Schappert, 1997). Selain itu batuk sebagai gejala sendiri menjadi 10-38% alasan rujukan ke dokter spesialis pernapasan (McGarvey et al., 1998; Irwin et al., 1998). Di Indonesia, peralihan dari musim kemarau ke musim hujan atau pancaroba dapat meningkatkan resiko terserang penyakit, umumnya batuk dan pilek (Maharani, 2015). Penyakit batuk dan saluran nafas bagian atas akut ternyata menempati jumlah kunjungan rumah sakit yang paling tinggi. Batuk merupakan gejala yang dialami cukup sering, terutama pada anak, batuk dapat terjadi 4 hingga 8 kali tiap tahunnya (Susanti, 2007).Dalam kondisi normal, batuk memiliki peran yang penting dalam melindungi saluran pernapasan dan paru-paru dari partikel-partikel asing. Namun, batuk juga memiliki mekanisme yang dapat menyebarkan infeksi saluran pernapasan seperti influenza dan TB (Canning et al., 2014). Sebuah studi mengimplikasikan bahwa syaraf vagal afferent yang berhubungan dengan laring, trakea, dan bronkus intrapulmonary berperan dalam meregulasi batuk. Syaraf vagal afferent yang berhubungan dengan trakea, batang otak dan bronkus memiliki peran yang penting dalam refleks batuk pada hewan

Upload: haquynh

Post on 18-Mar-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah

Batuk (dalam bahasa latin disebut tussis) adalah sebuah mekanisme reflek

pertahanan yang dapat membersihkan saluran pernapasan laring, trakea dan

bronkus dari lendir, mukus, partikel asing dan mikroba (Chung, 2008). Batuk

merupakan gejala paling umum dari suatu penyakit dan alasan kebanyakan orang

untuk pergi ke dokter (Schappert, 1997). Selain itu batuk sebagai gejala sendiri

menjadi 10-38% alasan rujukan ke dokter spesialis pernapasan (McGarvey et al.,

1998; Irwin et al., 1998). Di Indonesia, peralihan dari musim kemarau ke musim

hujan atau pancaroba dapat meningkatkan resiko terserang penyakit, umumnya

batuk dan pilek (Maharani, 2015). Penyakit batuk dan saluran nafas bagian atas

akut ternyata menempati jumlah kunjungan rumah sakit yang paling tinggi. Batuk

merupakan gejala yang dialami cukup sering, terutama pada anak, batuk dapat

terjadi 4 hingga 8 kali tiap tahunnya (Susanti, 2007).Dalam kondisi normal, batuk

memiliki peran yang penting dalam melindungi saluran pernapasan dan paru-paru

dari partikel-partikel asing. Namun, batuk juga memiliki mekanisme yang dapat

menyebarkan infeksi saluran pernapasan seperti influenza dan TB (Canning et al.,

2014).

Sebuah studi mengimplikasikan bahwa syaraf vagal afferent yang

berhubungan dengan laring, trakea, dan bronkus intrapulmonary berperan dalam

meregulasi batuk. Syaraf vagal afferent yang berhubungan dengan trakea, batang

otak dan bronkus memiliki peran yang penting dalam refleks batuk pada hewan

2

uji kucing (Canning et al., 2014). Batuk dapat disebabkan oleh adanya mekanisme

alergi yang dipicu oleh alergen seperti debu, jamur, serbuk bunga, ataupun

lingkungan sekitar (Prabhudesai, 2014).

Beberapa tahun belakang, ketertarikan terhadap efikasi dan keamanan obat

herbal telah meningkat dengan pesat, karena obat herbal banyak digunakan untuk

swamedikasi (Peixoto et al., 2009). Di Indonesia telah banyak ditemui berbagai

macam obat batuk, salah satu di antaranya adalah obat batuk herbal “X” yang

memiliki indikasi meredakan batuk yang disebabkan alergi.

Untuk itu, dilakukan uji aktivitas obat batuk herbal “X” terhadap

penghambatan kontraksi dan relaksasi otot polos trakea yang diinduksi histamin

sebagai agen alergi. Obat batuk herbal “X” merupakan sirup yang mengandung

ekstrak airZingiber officinale. Kaempferia galanga (kencur), dan Glycyrrhiza

glabra.Ketiga tanaman tersebut termasuk ke dalam daftar tanaman herbal yang

memiliki aktivitas antitusif dan/atau ekspektoran (Sellapan, 2015).Telah dilakukan

studi terhadap efek anti batuk pada ekstrak jahe (Zingiber officinale),dengan hasil

ekstrak jahe dapat mengurangi batuk yang disebabkan oleh mekanisme stimulus

pada trakea (Raja& Pandey, 2012). Glycyrrhiza glabra dikenal dengan efeknya

sebagai ekspektoran yang menstimulasi sekresi mukus pada trakea, dan terdapat

komponen hasil isolasi dari Glycyrrhiza glabra yang memiliki kemampuan

relaksasi otot trakea yang diinduksi dengan asetilkolin, KCl dan histamin (Liu et

al.,2008).

Uji aktivitas dilakukan pada organ terisolasi yaitu trakea marmut. Marmut

merupakan hewan uji yang telah digunakan sebagai model untuk respon alergi

3

pada saluran pernapasan selama lebih dari 100 tahun (Auer dan Lewis, 1910; Gay

et al., 1949; Zosky dan Sly, 2007).

B. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dirumuskan

permasalahan sebagai berikut:

1. Apakah obat batuk herbal “X” memiliki efek penghambatan kontraksi

pada otot polos trakea marmut yang diinduksi histamin?

2. Apakah obat batuk herbal “X” yang diuji memiliki efek relaksasi

terhadap otot polos trakea pada marmut yang sebelumnya diinduksi

histamin? Seberapa besar potensinya?

C. Tujuan penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas relaksasi dan

penghambatan kontraksi obat batuk herbal “X” terhadap otot trakea marmut yang

diinduksi dengan agonis histamin.

D. Manfaat penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan untuk penelitian yang lebih

dalam mengenai kontraksi dan relaksasi otot polos trakea serta perannya dalam

regulasi batuk dan pernapasan.

E. Tinjauan pustaka

1. Batuk

Batuk (dalam bahasa latin disebut tussis) adalah sebuah mekanisme

reflek saluran pernapasan yang berfungsi membersihkan jalur pernapasan

bagian atas seperti laring, trakea dan bronkus dari lendir, mukus, partikel

4

asing dan mikroba. Batuk kronis secara umum dapat berlangsung hingga

lebih dari 8 minggu. Penyebab batuk dapat bermacam-macam seperti

merokok aktif maupun pasif, menghirup polusi udara terutama partikel debu.

Selain itu terdapat juga batuk yang disebabkan oleh penyakit seperti asma,

bronchitis, postnasal drip syndrome hingga flu ringan (Chung, 2008).

Batuk merupakan mekanisme yang efisien untuk membersihkan saluran

pernapasan atas, dan dapat dianggap sebagai mekanisme pertahanan tubuh

innate/natural. Gangguan dalam mekanisme batuk dapat berbahaya dan

bahkan fatal pada suatu penyakit. Namun di sisi lain, batuk juga menjadi

tanda adanya penyakit di saluran pernapasan ketika batuk terjadi berlebihan

atau lebih dari sekedar mekanisme pertahanan(Chung, 2008).Batuk memiliki

tiga fase yaitu (1) inspirasi udara ke dalam saluran pernapasan; (2) usaha

untuk menghembuskan napas yang tertahan karena tertutupnya glottis; (3)

terbukanya glottis dengan ekspirasi udara yang cepat berulang-ulang

menghasilkan suara batuk. Refleks batuk dipacu oleh adanya proses inflamasi

atau perubahan mekanisme pada jalur pernapasan dan inhalasi iritan, biasanya

dari saluran pernapasan atas terutama laring, karina, dan bagian lain pada

tempat percabangan dari saluran pernapasan. Reseptor batuk dapat dipicu

oleh kontraksi otot polos bronkus yang diinduksi oleh lepasnya agen

konstriktor histamin (Chung, 2008).

Refleks batuk sebagian besar dibantu oleh syaraf vagal afferent primer

seperti RARs (Rapidly Adapting Receptors) pada bronkus yang diaktifkan

oleh mekanisme deformasi dan stimulasi epitel saluran pernapasan akibat

5

adanya partikel asing atau mukus, dan juga dibantu oleh kontraksi otot polos

pada saluran pernapan yang diinduksi oleh agen konstriksi (Karlsson et al.,

1988; Widdicombe, 1995). Mekanisme di atas terdapat pada laring, trakea

dan karina. Aktivasi bronkus C fiber oleh senyawa kimia seperti bradikinin

dan capsaicin dapat memacu batuk pada hewan maupun manusia (Fox, 1996).

2. Obat batuk herbal “X”

Berdasarkan Certificate of Analysis yang terlampir pada Lampiran II,

obat batuk herbal “X” merupakan sebuah produk obat herbal yang diproduksi

oleh PT Deltomed danmengandung bahan-bahan sebagai berikut :

a. Zingiberis rhizoma

Zingiberis rhizoma adalah simplisia akar kering dari tanaman Zingiber

officinale. Jahe (Zingiber officinale) merupakan tanaman berakar umbi

yang dapat tumbuh secara menahun. Batangnya berbentuk tegak, silinder,

dan ditumbuhi oleh daun yang berbentuk lurus dengan ukuran 10-15 cm.

Jahe telah digunakan sebagai obat sejak jaman dahulu, tercatat pada awal

masa aksara Cina dan Sansekerta serta pada literatur kesehatan Yunani

kuno, Romawi dan Arab (Bone, 1997).

Jahe telah digunakan selama bertahun-tahun pada terapi tradisional

untuk demam, bronchitis dan batuk (Bera et al., 2015). Jahe juga

merupakan satu di antara obat tradisional dari seluruh dunia yang poten

untuk menyembuhkan penyakit flu dan gejala-gejalanya (Ali et al.,

2008).Jahe termasuk ke dalam daftar tanaman herbal yang memiliki

fungsi sebagai antitusif dan/atau ekspektoran yang disusun oleh MIMS

6

Pharmacy. Pada umumnya efek farmakologi yang ditimbulkan oleh jahe

disebabkan oleh komponen gingerol dan shogaolnya. Sedangkan untuk

efek antitusif, shogaol diketahui lebih poten daripadi gingerol (Mishraet

al., 2012).

Pada studi yang telah dilakukan sebelumnya, ditemukan bahwa

ekstrak jahe dapat mengurangi batuk yang disebabkan oleh mekanisme

stimulus pada trakea dibandingkan dengan kontrol yang digunakan yaitu

benadryl atau difenhidramin (Raja et al., 2012). Komponen akar jahe

yaitu 6-shogaol, 8-gingerol dan 6-gingerol diketahui dapat meningkatkan

potensi isoprotenol dalam relaksasi otot polos trakea marmut maupun

manusia yang diinduksi dengan asetilkolin. Salah satu mekanisme yang

ditemukan adalah penghambatan enzim phospodiesterase (PDE) yang

bekerja mendegradasi cAMP. Penghambatan enzim PDE akan

mengakibatkan kenaikan cAMP sehingga terjadi relaksasi pada otot

saluran pernapasan (Townsendet al., 2014). Komponen 6-shogaol juga

diketahui memiliki kemampuan dalam menghambat enzim phospolipase

C. Enzim tersebut berfungsi untuk meregulasi IP3 dan DAG. IP3

berfungsi melepaskan Ca2+ dari retikulum endoplasma dan DAG

berfungsi membuka kanal Ca2+. Hal ini menyebabkan peningkatan

influks Ca2+ sehingga dapat terjadi kontraksi. Maka, dengan cara

menghambat enzim phospolipase C, senyawa 6-shogaol dapat

menghambat peningkatan Ca2+ intraseluler dengan mencegah influks

Ca2+ (Townsendet al., 2014; Townsendet al., 2013). Gingerol dan

7

shogaol juga diketahui dapat menghambat prostaglandin dan leukotrien

sebagai agen inflamasi ketika terjadi paparan alergen. Leukotrien

bertanggung jawab atas reaksi inflamasi yang timbul ketika ada alergen,

termasuk menyebabkan kontraksi pada otot polos saluran pernapasa.

Apabila leukotrien dihambat maka kontraksi pada otot polos akan

menurun atau terhambat (Tjendraputra et al., 2001).

b. Kaempferia rhizoma

Kaempferiae rhizome merupakan simplisia akar kering dari tanaman

Kaempferiae galangaatau kencur. Kencur adalah tanaman herbal kecil

yang sebagian batangnya berada di dalam tanah. Daunnya biasanya

berpasangan dua-dua dengan bentuk oval, berujung runcing dengan

permukaan yang halus dan berukuran 6-15 cm. Di Indonesia, kencur

digunakan untuk mengobati sakit perut, mengurangi bengkak dan rematik

otot. Sedangkan di India, kencur digunakan sebagai tanaman obat yang

memiliki fungsi ekspektoran, karminatif dan dapat membantu

menyembuhkan rematik, dipepsia dan batuk (Kirtikar dan Basu,1982).

Kencur termasuk ke dalam daftar tanaman herbal yang memiliki fungsi

sebagai antitusif dan/atau ekspektoran yang disusun oleh MIMS

Pharmacy (Sellapan, 2015).

Dari penelitian sebelumnya, ditemukan senyawa dari kencur yaitu

ethyl-p-methoxycinnamate (EPMC) dapat menghambat sitokin seperti

interleukin yang bekerja sebagai agen inflamasi. Selain itu kencur juga

memiliki efek antitusif pada mencit yang diinduksi dengan SO2 (Umaret

8

al., 2012). Namun belum ditemukan adanya penelitian mengenai

pengaruh Kaempferia galanga pada trakea marmut.

c. Akar manis (Licorice)

Akar manis adalah simplisia kering dari akar tanaman Glycyrrhiza

glabra. Glycyrrhiza glabra adalah tanaman perennial yang tumbuh

secara tegak dengan tinggi hingga lebih dari 1m (Anonim, 1985).Akar

manis telah digunakan sebagai obat selama lebih dari 4000 tahun (Anil

dan Jyotsna, 2012). Akar manis juga diketahui sebagai anti inflamasi,

antivirus, hingga antimikroba (Tianet al., 2008).

Glycyrrhiza glabra termasuk ke dalam daftar tanaman herbal yang

memiliki fungsi sebagai antitusif dan/atau ekspektoran yang disusun oleh

MIMS Pharmacy. Akar manis atau simplisia akarnya bekerja sebagai

demulcent, yaitu agen yang dapat mengurangi iritasi pada membran

mukus dengan cara membentuk sebuah lapisan film pelindung atau yang

juga biasa disebut mukoprotektif (Sellapan, 2015). Akar manisbekerja

secara efektif sebagai obat batuk yang dapat menghasilkan efek

ekspektoran dan menstimulasi sekresi mukus pada trakea. Glycyrrhizin

merupakan senyawa yang berperan sebagai demulcent dalam akar manis

(Damle, 2014).

Pada penelitian yang telah dilakukan, salah satu komponen dari akar

manis yaitu isoliquiritigenin dapat menyebabkan relaksasi pada otot

trakea marmut yang diinduksi dengan asetilkolin, histamin, dan KCl.

Salah satu mekanisme yang diketahui adalah dengan meningkatkan

9

cGMP intraselular yang menyebabkan menurunnya kadar Ca2+ dan pada

akhirnya relaksasi otot trakea (Liuet al., 2008). Selain itu, senyawa

glycyrrhizin juga diketahui dapat meningkatkan efek salbutamol dalam

relaksasi otot trakea (Yanget al., 2010).

3. Trakea

Trakea berbentuk seperti tabung yang membentang bagian bawah laring

hingga bagian atas dada yang terletak di atas jantung. Trakea terdiri dari

jaringan ikat yang rapat dan cincin yang terbentuk dari kartilago hialin.

Cincin kartilago ini berbentuk seperti sepatu kuda atau huruf C dimana tidak

melingkar secara sempurna namun memiliki bagian yang terbuka secara

posterior sepanjang trakea. Pada bagian posterior trakea, terdapat ligament

otot polos trakea yang dapat berkontraksi. Fungsi dari trakea adalah

menyalurkan udara dari laring ke paru-paru. Pada bagian ujung, trakea

membelah menjadi dua bronkus yang dinamakan karina (Assefa, 2003;

Forciea, 2014).

Reseptor histamine dapat ditemukan pada bagian melingkar trakea dan

pulmonary arteri. Reseptor ini merespon terhadap agonis H1, H2 dan H3. Pada

trakea marmut kontraksi otot polosnya disebabkan oleh adanya agonis

histamin pada reseptor H1 (Cardell dan Edvinsson, 1994).

4. Interaksi Obat dan Reseptor

Aktivitas obat pada sistem biologi disebabkan oleh adanya interaksi

antara molekul obat dengan suatu kompleks molekul spesifik yang

merupakan komponen dari sistem biologi. Komponen dimana obat

10

berinteraksi disebut dengan reseptor. Interaksi obat dengan reseptor dapat

secara sederhana digambarkan sebagai berikut dengan asumsi kompleksnya

bersifat reversibel dan jumlah obat lebih banyak daripada reseptor yang

tersedia.

Obat + Reseptor ⇌ Komplek obat-reseptor→→→ Efek biologis

Timbulnya efek biologis tergantung pada banyaknya dan kuatnya

kompleks obat-reseptor yang terbentuk. Semakin banyak dan semakin kuat

kompleks obat-reseptor, maka semakin kuat pula efek biologis yang

dihasilkan.Untuk melakukan studi mengenai interaksi obat-reseptor dan

hubungannya dengan efek biologisnya maka metode yang paling sering

digunakan adalah metode organ terisolasi.Obat merupakan suatu molekul

spesifik atau ligan yang dapat mengikat reseptor. Ada dua macam ligan, yaitu

agonis dan antagonis yang perbedaanya dapat digambarkan pada gambar 2.

Gambar 1. Aksi spesifik ligan pada reseptor

11

a. Agonis

Agonis adalah sebuah ligan atau obat yang bila berikatan dengan

reseptor akan menghasilkan efek biologis. Ada dua syarat agonis agar

dapat menghasilkan respon, yaitu:

1. Afinitas, merupakan kemampuan obat untuk berinteraksi dengan

reseptornya. Parameter yang digunakan untuk mengukur afinitas

adalah nilai pD2. Apabila nilainya besar, maka afinitas ligan

terhadap reseptor semakin besar. pD2 merupakan nilai minus

logaritma dari ED50 sehingga jika pD2 besar,nilai ED50 kecil dan

konsentrasi yang dibutuhkan untuk mencapai respon 50% akan

lebih kecil.

2. Aktivitas intrinsik, merupakan kemampuan suatu obat untuk

menghasilkan efek atau respon dari jaringan. Aktivitas intrinsik

berfungsi dalam menentukan besarnya efek maksimum yang

dicapai oleh suatu senyawa.

b. Antagonis

Antagonis adalah sebuah ligan atau obat yang bila berikatan dengan

reseptor tidak akan menghasilkan efek biologis atau mengurangi

efek yang ada. Terdapat dua jenis antagonis, yaitu:

1. Antagonis kompetitif, adalah antagonis yang mengikat reseptor

secara reversibel pada daerah yang sama dengan tempat ikatan

agonis, namun tidak menimbulkan efek. Efek antagonis

kompetitif dapat diatasi dengan penambahan agonis, karena

12

dapat meningkatkan jumlah reseptor yang berkompleks dengan

agonis. Antagonis kompetitif akan menggeser profil kurva ke

arah kanan (Gambar 2) dan menurunkan afinitas ligan terhadap

reseptor namun tidak menurunkan efek maksimalnya.

2. Antagonis non kompetitif, adalah antagonis yang dapat

mengurangi efektifitas suatu agonis melalui mekanisme selain

berikatan dengan tempat agonis pada reseptor. Efek antagonis

non kompetitif tidak dapat diatasi dengan penambahan agonis,

karena ikatan dengan reseptornya bersifat irreversibel. Antagonis

non kompetitif akan menurunkan respon maksimal yang

ditimbulkan oleh aktivasi reseptor (Gambar 3) namun tidak

mempengaruhi afinitas ligan terhadap reseptor.

5. Histamin

Gambar 4. Struktur molekul histamin

Bobot molekul : 184,1 g/mol

Histamin memiliki titik didih 209-210oC, titik lebur 83-84oC dan bersifat

larut dalam air, alkohol, dan kloroform panas. Stabil dalam air, namun

terpengaruh pada cahaya. Memiliki dua pKa yaitu 9,68 dan 5,88. Histamin

13

disintesis dan dilepaskan oleh berbagai macam sel dalam tubuh manusia

seperti basofil, sel mast, platelet, dan limfosit. Histamin disimpan dalan

vesikel atau granul yang dilepaskan ketika adanya stimulasi. Histamin (2-4[-

emidazolyl]ethylamine) ditemukan pada tahun 1910 dan diidentifikasi

sebagai mediator reaksi anafilaksis pada tahun 1932. Histamin merupakan

mediator poten dalam berbagai macam reaksi fisiologis (Criado et al., 2010).

Histamin juga memiliki peran yang penting dalam reaksi patofisiologis.

Pada kondisi alergi, yaitu ketika tubuh terpapar alergen, histamin dilepaskan

dari basofil dan sel mast yang kemudian akan bertanggung jawab pada gejala

alergi yang muncul baik pada kulit maupun saluran pernapasan. Histamin

adalah sebuah Autakoid, yaitu substansi kimia yang secara normal terdapat

dalam tubuh dan memiliki fungsi fisiologik dan patologik yang penting.

Histamin banyak ditemukan di berbagai tempat dalam tubuh namun memiliki

konsentrasi tertinggi di otak, organ pencernaan, kulit dan paru-paru. Histamin

terkonsentrasi pada 3 sel utama, yaitu sel mast, enterochromaffin-like cell

(ECL) dan berbagai macam neuron. Aktivitas farmakologi yang dihasilkan

oleh histamin tergantung pada jenis jaringan dan tipe reseptor yang teraktivasi

(Guenthner, 2015).

6. Reseptor histamin

Reseptor histamin merupakan bagian dari keluarga G-protein coupled

receptor (GPCR). Histamin memiliki empat reseptor yaitu H1, H2, H3 dan H4.

Tiap reseptor histamin memiliki fungsinya masing-masing dengan

mekanisme kerja yang berbeda. Reseptor H1 berikatan dengan protein Gq

14

yang memiliki fungsi stimulasi phospholipase C, sedangkan reseptor H2

berikatan dengan protein Gs yang dapat mengaktivasi adenylyl cyclase.

Reseptor H3 dan H4 berikatan dengan protein Gi yang kerjanya menghambat

adenylyl cyclase.

Tabel I. Lokasi reseptor histamin beserta aksi agonis dan mekanismenya padareseptor masing-masing

Reseptor Lokasi Aksi Agonis Mekanismepada reseptor

H1 Otot polos,endotelium,otak

Kontraksi otot polos,vasodilatasi, peningkatanpermeabilitas vaskuler

PeningkatanIP3, DAG (Gq)

H2 Mukosalambung,otot jantung,sel mast,otak

Stimulasi sekresi asamlambung, stimulasi jantung

PeningkatancAMP (Gs)

H3 Presinaptikpada otak,myentericplexus,syarafneuron

Penghambatan pelepasanneurotransmitter

PenurunancAMP, Ca2+ (Gi)

H4 Eosinofil,Neutrofil,Sel T CD4

- PenurunancAMP, Ca2+ (Gi)

Aktivasi reseptor H1 dapat meningkatkan permeabilitas vaskuler,

menstimulasi saraf sensorik pernapasan dan meningkatkan kemotaksis

eosinofil sehingga menyebabkan bersin, nasal kongesti dan rhinorrhea. Pada

bagian korteks serebral atau bagian otak bagian luar, aktivasi reseptor H1

dapat menyebabkan terjadinya inhibisi kanal K+ pada sel membran,

depolarisasi neuron, sehingga meningkatkan tegangan voltase sel. Antagonis

reseptor H1 dapat menyebabkan kantuk karena efeknya berkebalikan yaitu

menghambat aktivasi reseptor H1 dan menurunkan tegangan voltase sel.

Reseptor H1 banyak ditemukan di bagian perifer, seperti pada otot polos

15

dimana aktivasi reseptor dapat menyebabkan vasokonstriksi (Parsons dan

Ganellin, 2006).Untuk mengetahui potensi obat-obatan antihistamin,

dilakukan uji farmakologi pada usus marmut atau kontraksi otot trakeanya

(Criado, 2010).

F. Landasan teori

Batuk merupakan penyakit umum yang paling sering dijumpai di masyarakat.

Beberapa di antaranya dapat beruba gejala dari penyakit lain seperti penyakit

pernapasan TBC atau influenza. Pada kondisi normal, batuk berfungsi sebagai

mekanisme perlindungan tubuh dari bakteri, mikroba atau partikel asing, namun

apabila terjadi dengan frekuensi yang tinggi menyebabkan ketidaknyamanan

penderitanya. Di Indonesia telah banyak beredar obat-obatan herbal yang dapat

menangani berbagai penyakit dengan bahan-bahan yang alami. Obat batuk herbal

“X” yang akan diteliti memiliki komposisi Zingiber officinales, Kaempferia

galanga, dan Glycyrrhiza glabra. Ketiganya termasuk dalam daftar tanaman obat

herbal yang diketahui memiliki efek antitusif dan/atau ekspektoran (Sellapan,

2015). Dari penelitian sebelumnya, diketahui ekstrak jahe dapat mengurangi batuk

yang disebabkan oleh mekanisme stimulus pada trakea (Raja et al., 2012).

Sedangkan komponen dari Glycyrrhiza glabra yaitu isoliquiritigenin diketahui

dapat menyebabkan relaksasi pada otot trakea marmut yang diinduksi dengan

asetilkolin, histamin, dan KCl (Liu et al., 2010).

Berdasarkan penelitian sebelumnya, diharapkan obat batuk herbal “X” yang

berisi campuran ekstrak tanaman dapat memberikan efek yang mirip atau sejenis.

16

G. Hipotesis

1. Obat batuk herbal “X” dapat menghambat kontraksi otot trakea marmut

yang diinduksi dengan histamin.

2. Obat batuk herbal “X” memiliki efek relaksasi terhadap otottrakea marmut

yang telah diinduksi dengan histamin.