batuk kronik
DESCRIPTION
batuk kronikTRANSCRIPT
Referat Batuk Kronik Rizki Aryo Wicaksono S.Ked - 17120040072
BAB I
PENDAHULUAN
Batuk merupakan upaya pertahanan paru terhadap berbagai rangsangan yang ada.
Batuk merupakan refleks fisiologis kompleks yang melindungi paru dari trauma mekanik,
kimia dan suhu. Batuk juga merupakan mekanisme pertahanan paru yang alamiah untuk
menjaga agar jalan nafas tetap bersih dan terbuka dengan jalan mencegah masuknya
benda asing ke saluran nafas dan mengeluarkan benda asing atau sekret yang abnormal
dari dalam saluran nafas.1
Batuk menjadi tidak fisiologis bila dirasakan sebagai gangguan. Batuk semacam itu
sering kali merupakan tanda suatu penyakit di dalam atau diluar paru dan kadang-kadang
merupakan gejala dini suatu penyakit. Batuk mungkin sangat berarti pada penularan
penyakit melalui udara (air borne infection). Batuk merupakan salah satu gejala penyakit
saluran nafas disamping sesak, mengi, dan sakit dada. Sering kali batuk merupakan
masalah yang dihadapi para dokter dalam pekerjaannya sehari-hari. Penyebabnya amat
beragam dan pengenalan patofisiologi batuk akan sangat membantu dalam menegakkan
diagnosis dan penanggulangan penderita batuk.1
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam 1Siloam Hospital Kebon Jeruk
Periode 2 Agustus 2010– 9 Oktober 2010
Referat Batuk Kronik Rizki Aryo Wicaksono S.Ked - 17120040072
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Batuk dalam bahasa latin disebut tussis adalah refleks yang dapat terjadi secara
tiba-tiba dan sering berulang-ulang yang bertujuan untuk membantu membersihkan
saluran pernapasan dari lendir besar, iritasi, partikel asing dan mikroba. Batuk dapat
terjadi secara disengaja maupun tanpa disengaja.2
Batuk kronik adalah batuk yang tidak menghilang selama 8 minggu atau lebih. Batuk
kronik sendiri bukanlah penyakit, tetapi batuk kronik adalah suatu gejala dari penyakit–
penyakit lain. Batuk kronik dapat menyebabkan badan menjadi lemah, dapat merusak
kualitas tidur dan membuat perasaan menjadi marah dan juga frustasi. Batuk kronik
adalah keluhan utama yang sering membawa seseorang ke tenaga kesehatan.3
Terkadang sulit untuk menentukan masalah yang memicu terjadinya batuk kronik pada
pasien, tetapi yang tersering adalah batuk kronik dikarenakan post nasal drip, asma dan
refluks asam yang merupakan gejala khas dari gastroesophageal reflux disease (GERD).
Batuk kronik biasanya menghilang sesudah faktor pemicu dapat dihilangkan.3
B. Epidemiologi
Penelitian epidemiologi telah menunjukkan bahwa batuk kronik banyak
berhubungan dengan kebiasaan merokok. 25% dari mereka yang merokok 1/2
bungkus/hari akan mengalami batuk-batuk, sementara dari penderita yang merokok 1
bungkus per hari akan ditemukan kira-kira 50% yang batuk kronik. Sebagian besar dari
perokok berat yang merokok 2 bungkus/hari akan mengeluh batuk-batuk kronik.
Penelitian berskala besar di AS juga menemukan bahwa 22% non perokok juga
menderita batuk yang antara lain disebabkan oleh penyakit kronik, polusi udara dan lain-
lain. 4
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam 2Siloam Hospital Kebon Jeruk
Periode 2 Agustus 2010– 9 Oktober 2010
Referat Batuk Kronik Rizki Aryo Wicaksono S.Ked - 17120040072
Penelitian menunjukkan bahwa pada penderita batuk kronik didapat 628 sampai 761 kali
batuk/hari. Penderita TB paru jumlah batuknya sekitar 327 kali/hari dan penderita
influenza bahkan sampai 154.4 kali/hari. 5
C. Mekanisme Terjadinya Batuk
Batuk dimulai dari suatu rangsangan pada reseptor batuk. Reseptor ini berupa
serabut saraf non mielin halus yang terletak baik di dalam maupun di luar rongga toraks.
Yang terletak di dalam rongga toraks antara lain terdapat di laring, trakea, bronkus, dan
di pleura. Jumlah reseptor akan semakin berkurang pada cabang-cabang bronkus yang
kecil, dan sejumlah besar reseptor di dapat di laring, trakea, karina dan daerah
percabangan bronkus. Reseptor bahkan juga ditemui di saluran telinga, lambung, hilus,
sinus paranasalis, perikardial, dan diafragma. 2
Serabut afferen terpenting ada pada cabang nervus vagus yang mengalirkan rangsang dari
laring, trakea, bronkus, pleura, lambung, dan juga rangsangan dari telinga melalui cabang
Arnold dari nervus vagus. Nervus trigeminus menyalurkan rangsang dari sinus
paranasalis, nervus glosofaringeus, menyalurkan rangsang dari faring dan nervus frenikus
menyalurkan rangsang dari perikardium dan diafragma.3
Oleh serabut afferen rangsang ini dibawa ke pusat batuk yang terletak di medula, di dekat
pusat pernafasan dan pusat muntah. Kemudian dari sini oleh serabut-serabut afferen
nervus vagus, nervus frenikus, nervus interkostalis dan lumbar, nervus trigeminus, nervus
fasialis, nervus hipoglosus, dan lain-lain menuju ke efektor. Efektor ini berdiri dari otot-
otot laring, trakea, bronkus, diafragma,otot-otot interkostal, dan lain-lain. Di daerah
efektor ini mekanisme batuk kemudian terjadi.3
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam 3Siloam Hospital Kebon Jeruk
Periode 2 Agustus 2010– 9 Oktober 2010
Referat Batuk Kronik Rizki Aryo Wicaksono S.Ked - 17120040072
Gambar 1. Reseptor batuk.Diunduh dari : http://www.asthma.partners.org/Images/CoughReceptors.gif
Pada dasarnya mekanisme batuk dapat dibagi menjadi empat fase yaitu :2
1. Fase iritasi
Iritasi dari salah satu saraf sensoris nervus vagus di laring, trakea, bronkus besar, atau
serat afferen cabang faring dari nervus glosofaringeus dapat menimbulkan batuk.
Batuk juga timbul bila reseptor batuk di lapisan faring dan esofagus, rongga pleura
dan saluran telinga luar dirangsang.
2. Fase inspirasi
Pada fase inspirasi glotis secara refleks terbuka lebar akibat kontraksi otot abduktor
kartilago aritenoidea.Inspirasi terjadi secara dalam dan cepat, sehingga udara dengan
cepat dan dalam jumlah banyak masuk ke dalam paru. Hal ini disertai terfiksirnya iga
bawah akibat kontraksi otot toraks, perut dan diafragma, sehingga dimensi lateral
dada membesar mengakibatkan peningkatan volume paru. Masuknya udara ke dalam
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam 4Siloam Hospital Kebon Jeruk
Periode 2 Agustus 2010– 9 Oktober 2010
Referat Batuk Kronik Rizki Aryo Wicaksono S.Ked - 17120040072
paru dengan jumlah banyak memberikan keuntungan yaitu akan memperkuat fase
ekspirasi sehingga lebih cepat dan kuat serta memperkecil rongga udara yang tertutup
sehingga menghasilkan mekanisme pembersihan yang potensial. Volume udara yang
diinspirasi sangat bervariasi jumlahnya, berkisar antara 200 sampai 3500 ml di atas
kapasitas residu fungsional. Penelitian lain menyebutkan jumlah udara yang dihisap
berkisar antara 50% dari tidal volume sampai 50% dari kapasitas vital. Ada dua
manfaat utama dihisapnya sejumlah besar volume ini. Pertama, volume yang besar
akan memperkuat fase ekspirasi nantinya dan dapat menghasilkan ekspirasi yang
lebih cepat dan lebih kuat. Manfaat kedua, volume yang besar akan memperkecil
rongga udara yang tertutup sehingga pengeluaran sekret akan lebih mudah.
3. Fase kompresi
Fase ini dimulai dengan tertutupnya glotis akibat kontraksi otot adduktor kartilago
aritenoidea, glotis tertutup selama 0,2 detik.Pada fase ini tekanan intratoraks
meninggi sampai 300 cmH2O agar terjadi batuk yang efektif. Tekanan pleura tetap
meninggi selama 0,5 detik setelah glotis terbuka .Batuk dapat terjadi tanpa penutupan
glotis karena otot-otot ekspirasi mampu meningkatkan tekanan intratoraks walaupun
glotis tetap terbuka.
4. Fase ekspirasi/ekspulsi
Pada fase ini glotis terbuka secara tiba-tiba akibat kontraksi aktif otot ekspirasi,
sehingga terjadilah pengeluaran udara dalam jumlah besar dengan kecepatan yang
tinggi disertai dengan pengeluaran benda-benda asing dan bahan-bahan lain. Gerakan
glotis, otot-otot pernafasan dan cabang-cabang bronkus merupakan hal yang penting
dalam fase mekanisme batuk dan disinilah terjadi fase batuk yang sebenarnya.Suara
batuk sangat bervariasi akibat getaran sekret yang ada dalam saluran nafas atau
getaran pita suara.
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam 5Siloam Hospital Kebon Jeruk
Periode 2 Agustus 2010– 9 Oktober 2010
Referat Batuk Kronik Rizki Aryo Wicaksono S.Ked - 17120040072
Gambar 2. Fase batuk
Diunduh dari : http://healthy-lifestyle.most-effective-solution.com/wp-content/uploads/
2010/09/human-anatomy-lungs.jpg
D. Etiologi
Batuk kronik bukan suatu penyakit yang terdiri sendiri, melainkan merupakan gejala pada
berbagai penyakit baik respiratorik maupun non-respiratorik.6
Beberapa penyebab-penyebab umum dari batuk kronis termasuk asma, allergic rhinitis,
persoalan-persoalan sinus (contohnya infeksi sinus), dan pengaliran balik ke esophagus
(esophageal reflux) dari isi-isi lambung. Pada kejadian-kejadian yang jarang, batuk
kronis mungkin adalah akibat dari penghisapan dari benda-benda asing kedalam paru-
paru (biasanya pada anak-anak).Adalah sangat penting untuk memperoleh x-ray dada
jika batuk kronis hadir. 6
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam 6Siloam Hospital Kebon Jeruk
Periode 2 Agustus 2010– 9 Oktober 2010
Referat Batuk Kronik Rizki Aryo Wicaksono S.Ked - 17120040072
Berikut adalah beberapa penyebab dari batuk kronis:
1. Asma
a. Definisi
Asma merupakan suatu penyakit gangguan jalan napas obstruktif intermiten yang
bersifat reversibel, ditandai dengan adanya periode bronkospasme, peningkatan
respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan
penyempitan jalan nafas.7
Gambar 3. Perbedaan bronkus normal dengan asma
Diunduh dari : http://2.bp.blogspot.com/_70HgxsVpUTo/SBEeBIwSPeI/AAAAAAAAAH4/Ss-1ZuEB6To/s400/asthma2.jpg
b. Manifestasi klinis
Keluhan utama penderita asma ialah sesak napas mendadak, disertai fase inspirasi
yang lebih pendek dibandingkan dengan fase ekspirasi, dan diikuti bunyi mengi
(wheezing), batuk yang disertai serangan napas yang kumat-kumatan. Pada
beberapa penderita asma, keluhan tersebut dapat ringan, sedang atau berat dan
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam 7Siloam Hospital Kebon Jeruk
Periode 2 Agustus 2010– 9 Oktober 2010
Referat Batuk Kronik Rizki Aryo Wicaksono S.Ked - 17120040072
sesak napas penderita timbul mendadak, dirasakan makin lama makin meningkat
atau tiba-tiba menjadi lebih berat. 8
Wheezing terutama terdengar saat ekspirasi. Berat ringannya wheezing tergantung
cepat atau lambatnya aliran udara yang keluar masuk paru. Bila dijumpai
obstruksi ringan atau kelelahan otot pernapasan, wheezing akan terdengar lebih
lemah atau tidak terdengar sama sekali. Batuk hampir selalu ada, bahkan
seringkali diikuti dengan dahak putih berbuih. Selain itu, makin kental dahak,
maka keluhan sesak akan semakin berat. 7
Dalam keadaan sesak napas hebat, penderita lebih menyukai posisi duduk
membungkuk dengan kedua telapak tangan memegang kedua lutut. Posisi ini
didapati juga pada pasien dengan Chronic Obstructive Pulmonary Disease
(COPD). Tanda lain yang menyertai sesak napas adalah pernapasan cuping
hidung yang sesuai dengan irama pernapasan. Frekuensi pernapasan terlihat
meningkat (takipneu), otot bantu pernapasan ikut aktif, dan penderita tampak
gelisah. Pada fase permulaan, sesak napas akan diikuti dengan penurunan PaO2
dan PaCO2, tetapi pH normal atau sedikit naik. Hipoventilasi yang terjadi
kemudian akan memperberat sesak napas, karena menyebabkan penurunan PaO2
dan pH serta meningkatkan PaCO2 darah. Selain itu, terjadi kenaikan tekanan
darah dan denyut nadi sampai 110-130/menit, karena peningkatan konsentrasi
katekolamin dalam darah akibat respons hipoksemia.8
c. Pemeriksaan fisik
Penemuan tanda pada pemeriksaan fisis pasien asma, tergantung dari derajat
obstruksi saluran napas. Ekspirasi memanjang, mengi, hiperinflasi dada,
pernapasan cepat sampai sianosis dapat ditemukan pada pasien asma. Dalam
praktek jarang dijumpai kesulitan dalam membuat diagnosis asma, tetapi sering
pula dijumpai pasien bukan asma mempunyai mengi, sehingga diperlukan
pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis.7
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam 8Siloam Hospital Kebon Jeruk
Periode 2 Agustus 2010– 9 Oktober 2010
Referat Batuk Kronik Rizki Aryo Wicaksono S.Ked - 17120040072
d. Pemeriksaan penunjang
- Spirometri
Cara paling cepat dan sederhana untuk menegakkan diagnosis asma adalah
melihat respons pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometri
dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator hirup (inhaler atau
nebulizer) golongan adrenergic beta. Peningkatan VEP atau KVP sebanyak
20% menunjukkan diagnosis asma.7
- Uji provokasi bronkus
Jika pemeriksaan spirometri normal, untuk menunjukkan adanya
hiperaktivitas bronkus dilakukan uji provokasi bronkus. Ada beberapa cara
untuk melakukan uji provokasi bronkus seperti uji provokasi dengan
histamine, metakolin, kegiatan jasmani, udara dingin, larutan garam
hipertonik dan bahkan dengan aqua destilata penurunan VEP sebesar 20%
dianggap bermakna.7
- Pemeriksaan sputum
Sputum eosinofil sangat karakteristik untuk asma, sedangkan neutrofil sangat
dominan pada bronchitis kronik.7
- Pemeriksaan eosinofil total
Jumlah eosinofil total dalam darah sering meningkat pada pasien asma dan hal
ini dapat membantu dalam membedakan asma dari bronchitis kronik.7
- Foto dada
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan penyebab lain obstruksi
saluran napas dan adanya kecurigaan terhadap proses patologis di paru atau
komplikasi asma seperti pneumotoraks, pneumomediastinum, atelektasis, dan
lain-lain.7
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam 9Siloam Hospital Kebon Jeruk
Periode 2 Agustus 2010– 9 Oktober 2010
Referat Batuk Kronik Rizki Aryo Wicaksono S.Ked - 17120040072
- Analisis gas darah
Pemeriksaan ini hanya dilakukan pada asma yang berat. Pada fase awal
serangan, terjadi hipoksemia dan hipokapnia (PaCO2 < 35 mmHg) kemudian
pada stadium yang lebih berat PaCO2 justru mendekati normal sampai
normokapnia. Selanjutnya pada asma yang sangat berat terjadinya hiperkapnia
(PaCO2 ≥ 45 mmHg), hipoksemia dan asidosis respiratorik.7
e. Diagnosis
Diagnosis asma didasarkan pada riwayat penyakit, pemeriksaan fisis, dan
pemeriksaan penunjang. Pada riwayat penyakit akan dijumpai keluhan batuk,
sesak, mengi, atau rasa berat di dada. Tetapi kadang-kadang pasien hanya
mengeluh batuk-batuk saja yang umumnya timbul pada malam hari atau sewaktu
kegiatan jasmani. Yang perlu diketahui adalah faktor-faktor pencetus serangan.
Dengan mengetahui faktor pencetus, kemudian menghindarinya, maka diharapkan
gejala asma dapat dicegah.7
2. Gastroesophageal reflux disease (GERD)
a. Definisi
Penyakit refluks gastroesofageal (Gastroesophageal reflux disease / GERD)
adalah suatu keadaan psikologis sebagai akibat refluks kandungan lambung ke
dalam esophagus, dengan berbagai gejala yang timbul akibat keterlibatan
esophagus, faring, laring dan saluran napas. Telah diketahui bahwa refluks
kandungan lambung ke esofagus dapat menimbulkan berbagai gejala di esofagus
maupun ekstra-esofagus, dapat menyebabkan komplikasi yang berat seperti
struktur, Barret’s esofagus bahkan adenokarsinoma di kardia dan esofagus.9
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam 10Siloam Hospital Kebon Jeruk
Periode 2 Agustus 2010– 9 Oktober 2010
Referat Batuk Kronik Rizki Aryo Wicaksono S.Ked - 17120040072
b. Manifestasi klinis
Gejala klinis yang khas dari GERD adalah nyeri / rasa tidak enak di epigastrium
atau retrosternal bagian bawah. Rasa nyeri biasanya dideskripsikan sebagai rasa
terbakar (heartburn) , kadang-kadang bercampur dengan gejala-gejala disfagia
(kesulitan menelan makanan), mual atau regurgitasi dan rasa pahit di lidah.
GERD dapat juga menimbulkan manifestasi gejala ekstra esophageal yang atipik
dan sangat bervariasi mulai dari nyeri dada non-kardiak (non-cardiac chest pain /
NCCP), suara serak, laryngitis, batuk karena aspirasi sampai timbulnya
bronkiektasis atau asma.9
Gejala GERD biasanya berjalan perlahan-lahan, sangat jarang terjadi episode akut
atau keadaan yang bersifat mengancam nyawa. Oleh karena itu, umumnya pasien
dengan GERD memerlukan penatalaksanaan secara medic. 9
Gambar 4. Gastroesophageal reflux disease (GERD)
Diunduh dari : http://blog.itechtalk.com/wp-content/2009/12/gerd.jpg
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam 11Siloam Hospital Kebon Jeruk
Periode 2 Agustus 2010– 9 Oktober 2010
Referat Batuk Kronik Rizki Aryo Wicaksono S.Ked - 17120040072
3. Postnasal drip
Postnasal drip syndrome adalah salah satu penyebab batuk kronik yang paling sering
dan disebabkan oleh berbagai kondisi termasuk rhinitis vasomotor, rhinitis alergi,
polip hidung dan sinusitis kronik. Setiap hari, hidung, sinus dan tenggorokan
memproduksi mucus untuk membersihkan dan melembabkan saluran hidung. Pada
keadaan normal biasanya cairan tersebut tertelan tanpa disadari, tetapi bila jumlahnya
semakin banyak dibandingkan biasanya seperti pada keadaan alergi, demam, atau
sinusitis, cairan mucus ini dapat dirasakan mengalir dibelakang tenggorokan. Mucus
yang berlebihan disebut juga postnasal drip, yang bisa menyebabkan iritasi dan
inflamasi yang memicu reflex batuk. Jika postnasal drip ini bersifat kronik, maka
batuk juga akan menjadi kronik. 10
Gambar 5. Anatomi postnasal drip
Diunduh dari :
http://www.health.com/health/static/hw/media/medical/hw/n1820.jpg
4. Obat-obat tekanan darah
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam 12Siloam Hospital Kebon Jeruk
Periode 2 Agustus 2010– 9 Oktober 2010
Referat Batuk Kronik Rizki Aryo Wicaksono S.Ked - 17120040072
Angiotensin converting enzyme (ACE) inhibitors, biasanya digunakan untuk
mengatasi tekanan darah yang tinggi dan gagal jantung, dapat menyebabkan batuk
kronik pada 20% pasien yang menggunakan obat jenis ini. Biasanya batuk dimulai
setelah seminggu mulai menggunakan terapi ini dan batuk biasanya hilang dengan
sendirinya saat pengobatan dengan ACE inhibitors dihentikan. Contoh obat ACE
inhibitors adalah enalapril (Vasotec), captopril (Capoten), lisinopril (Zestril, Prinivil),
dll. Generasi yang lebih baru dari ace inhibitor seperti obat-obat yang disebut ARB's
(Angiotensin receptor blockers), [contohnya, valsartan (Diovan), losartan (Cozaar),
dll.] dapat menjadi alternatif-alternatif yang mempunyai potensial yang lebih sedikit
untuk menyebabkan batuk yang kronis. 11
5. Bronkitis kronik
a. Definisi
Didefinisikan sebagai adanya batuk produktif yang berlangsung 3 bulan
dalam 1 tahun selama 2 tahun berturut turut. Diagnosa kronik bronkitis biasanya
dibuat berdasar adanya batuk menetap yang biasanya terkait dengan
penyalahgunaan tembakau. 3
Gambar 6. Bronkus normal dengan bronchitis
Diunduh dari : http://www.clinic-clinic.com/prblm/smptm/ChronicCough.gif
b. Patofisiologi
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam 13Siloam Hospital Kebon Jeruk
Periode 2 Agustus 2010– 9 Oktober 2010
Referat Batuk Kronik Rizki Aryo Wicaksono S.Ked - 17120040072
Penemuan patologis dari bronchitis adalah hipertropi dari kelenjar mukosa
bronchus dan peningkatan sejumlah sel goblet disertai dengan infiltrasi sel radang
dan ini mengakibatkan gejala khas yaitu batuk produktif. Batuk kronik yang
disertai peningkatan sekresi bronkus tampaknya mempengaruhi bronchiolus yang
kecil–kecil sedemikian rupa sampai bronchiolus tersebut rusak dan dindingnya
melebar. Faktor etiologi utama adalah merokok dan polusi udara lain yang biasa
terdapat pada daerah industri. Polusi tersebut dapat memperlambat aktifitas silia
dan fagositosis, sehingga timbunan mukus meningkat sedangkan mekanisme
pertahanannya sendiri melemah.4
Mukus yang berlebihan terjadi akibat displasia. Sel–sel penghasil mukus di
bronkhus. Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau
disfungsional serta metaplasia. Perubahan–perubahan pada sel–sel penghasil
mukus dan sel–sel silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan
menyebabkan penumpukan mukus dalam jumlah besar yang sulit dikeluarkan dari
saluran nafas.4
c. Manifestasi klinis
Gejala utama bronkitis adalah timbulnya batuk produktif (berdahak) yang
mengeluarkan dahak berwarna putih kekuningan atau hijau. Dalam keadaan
normal saluran pernapasan kita memproduksi mukus kira-kira beberapa sendok
teh setiap harinya. Apabila saluran pernapasan utama paru (bronkus) meradang,
bronkus akan menghasilkan mukus dalam jumlah yang banyak yang akan memicu
timbulnya batuk. Selain itu karena terjadi penyempitan jalan nafas dapat
menimbulkan shortness of breath.11
Menurut Gunadi Santoso dan Makmuri (1994), tanda dan gejala yang ada yaitu :
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam 14Siloam Hospital Kebon Jeruk
Periode 2 Agustus 2010– 9 Oktober 2010
Referat Batuk Kronik Rizki Aryo Wicaksono S.Ked - 17120040072
- Biasanya tidak demam, walaupun ada tetapi rendah
- Keadaan umum baik, tidak tampak sakit, tidak sesak
- Mungkin disertai nasofaringitis atau konjungtivitis
- Pada paru didapatkan suara napas yang kasar 11
6. Bronkiektasis
a. Definisi
Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi
(ektasis) dan distorsi bronkus local yang bersifat patologis dan berjalan kronik,
persisten atau irreversible. Kelainan bronkus tersebut disebabkan oleh perubahan-
perubahan dalam dinding bronkus berupa destruksi elemen-elemen elastis, otot-
otot polos bronkus, tulang rawan dan pembuluh-pembuluh darah.Bronkus yang
terkena umumnya adalah bronkus kecil (medium size), sedangkan bronkus besar
umumnya jarang.12
b. Etiologi
Penyebab bronkiektasis sampai sekarang masih belum diketahui dengan jelas.
Pada kenyataannya kasus-kasus bronkiektasis dapat timbul secara congenital
maupun didapat.12
- Kelainan kongenital
Brokiektasis yang timbul kongenital mempunyai ciri sebagai berikut. Pertama,
bronkiektasis mengenai hampir seluruh cabang bronkus pada satu atau kedua
paru. Kedua, bronkiektasis kongenital sering menyertai penyakit-penyakit
kongenital lainnya, misalnya : Mucoviscidosis (Cystic pulmonary fibrosis),
sindrom Kartefener (Bronkiektasis congenital, sinusitis, paranasal dan situs
inversus), hipo atau agamaglobulinemia, dan bronkiektasis pada anak kembar
satu telur.12
- Kelainan didapat
Bronkiektasis sering merupakan kelainan didapat dan kebanyakan merupakan
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam 15Siloam Hospital Kebon Jeruk
Periode 2 Agustus 2010– 9 Oktober 2010
Referat Batuk Kronik Rizki Aryo Wicaksono S.Ked - 17120040072
akibat proses berikut:12
Infeksi
Bronkiektasis sering terjadi sesudah seseorang anak menderita
pneumonia yang sering kambuh dan berlangsung lama. Pneumonia ini
umumnya merupakan komplikasi pertusis meupun influenza yang
diderita semasa anak, tuberkulosis paru, dan sebagainya.12
Obstruksi bronkus
Obstruksi bronkus yang dimaksudkan disini dapat disebabkan oleh
berbagai macam sebab: korpus alineum, karsinoma bronkus atau
tekanan dari luar lainnya terhadap bronkus.12
c. Patofisiologi
Berdasarkan defenisinya, bronkiektasis menggambarkan suatu keadaan dimana
terjadi dilatasi bronkus yang irreversibel (> 2 mm dalam diameter) yang
merupakan akibat dari destruksi komponen muskular dan elastis pada dinding
bronkus. Rusaknya kedua komponen tersebut adalah akibat dari suatu proses
infeksi, dan juga oleh pengaruh cytokine inflamasi, nitrit okside dan netrophilic
protease yang dilepaskan oleh sistem imun tubuh sebagai respon terhadap antigen.
Bronkiektasis dapat terjadi pada kerusakan secara langsung dari dinding bronkus
atau secara tidak langsung dari intervensi pada pertahanan normal jalan nafas.
Pertahanan jalan nafas terdiri dari silia yang berukuran kecil pada jalan nafas.
Silia tersebut bergerak berulang-ulang, memindahkan cairan berupa mukus yang
normal melapisi jalan nafas. Partikel yang berbahaya dan bakteri yang
terperangkap pada lapisan mukus tersebut akan dipindahkan naik ke tenggorokan
dan kemudian batukkan keluar atau tertelan.12
Terlepas dari apakah kerusakan tersebut diakibatkan secara langsung atau tidak
langsung, daerah dinding bronkus mengalami kerusakan dan menjadi inflamasi
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam 16Siloam Hospital Kebon Jeruk
Periode 2 Agustus 2010– 9 Oktober 2010
Referat Batuk Kronik Rizki Aryo Wicaksono S.Ked - 17120040072
yang kronik. Bronkus yang mengalami inflamasi akan kehilangan keelastisannya,
sehingga bronkus akan menjadi lebar dan lembek serta membentuk kantung atau
saccus yang menyerupai balon yang kecil. Inflamasi juga meningkatkan sekresi
mukus. Karena sel yang bersilia mengalami kerusakan, sekret yang dihasilkan
akan menumpuk dan memenuhi jalan nafas dan menjadi tempat berkembangnya
bakteri. Yang pada akhirnya bakteri-bakteri tersebut akan merusak dinding
bronkus, sehingga menjadi lingkaran setan antara infeksi dan kerusakan jalan
nafas.12
d. Manifestasi klinis
Batuk kronik yang produktif merupakan gejala yang menonjol. Terjadi hampir
90% pasien. Beberapa pasien hanya menghasilkan sputum dengan infeksi saluran
pernafasan atas yang akut. Tetapi sebaliknya, pasien-pasien itu mengalami infeksi
yang diam. Sputum yang dihasilkan dapat berbagai macam, tergantung berat
ringannya penyakit dan ada tidaknya infeksi sekunder. Sputum dapat berupa
mukoid, mukopurulen, kental dan purulen. Jika terjadi infeksi berulang, sputum
menjadi purulen dengan bau yang tidak sedap. Dahulu, jumlah total sputum
harian digunakan untuk membagi karakteristik berat ringannya bronkiektasis.
Sputum yang kurang dari 10 ml digolongkan sebagai bronkiektasis ringan,
sputum dengan jumlah 10-150 ml perhari digolongkan sebagai bronkiektasis
moderat dan sputum lebih dari 150 ml digolongkan sebagai bronkiektasis berat.
Namun sekarang, berat ringannya bronkiektasis dikalsifikasikan berdasarkan
temuan radiologis. Pada pasien fibrosis kistik, volume sputum pada umumnya
lebih banyak dibanding penyakit penyebab bronkiektasis lainnya.12
Hemoptisis terjadi pada 56-92% pasien dengan bronkiektasis. Homoptisis
mungkin terjadi masif dan berbahaya bila terjadi perdarahan pada arteri
bronkial.hemoptisis biasanya terjadi pada bronkiektasis kering, walaupun angka
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam 17Siloam Hospital Kebon Jeruk
Periode 2 Agustus 2010– 9 Oktober 2010
Referat Batuk Kronik Rizki Aryo Wicaksono S.Ked - 17120040072
kejadian dari bronkiektasis tipe ini jarang ditemukan.12
Dyspnea terjadi pada kurang lebih 72% pasien bronkiektasis tapi bukan
merupakan temuan yang universal.Biasanya terjadi pada pasien dengan
bronkiektasis luas yang terlihat pada gambaran radiologisnya.12
Wheezing sering dilaporkan dan mungkin akibat obstruksi jalan nafas yang diikuti
oleh destruksi dari cabang bronkus. Seperti dyspnea, ini juga mungkin merupakan
kondisi yang mengiringi, seperti asma.12
Nyeri dada pleuritik kadang-kadang ditemukan, terjadi pada 46% pasien pada
sekali observasi. Paling sering merupakan akibat sekunder pada batuk kronik,
tetapi juga terjadi pada eksaserbasi akut. 12
Penurunan berat badan sering terjadi pada pasien dengan bronkiektasi yang berat.
Hal ini terjadi sekunder akibat peningkatan kebutuhan kalori berkaitan dengan
peningkatan kerja pada batuk dan pembersihan sekret pada jalan nafas. Namun,
pada umumnya semua penyakit kronik disertai dengan penurunan berat badan.13
Demam biasanya terjadi akibat infeksi yang berulang.13
7. Kanker paru
a. Etiologi
Seperti umumnya kanker yang lain penyebab yang pasti daripada kanker paru
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam 18Siloam Hospital Kebon Jeruk
Periode 2 Agustus 2010– 9 Oktober 2010
Referat Batuk Kronik Rizki Aryo Wicaksono S.Ked - 17120040072
belum diketahui, tapi paparan atau inhalasi berkepanjangan suatu zat yang bersifat
karsinogenik merupakan factor penyebab utama di samping adanya factor lain
seperti kekebalan tubuh, genetic dan lain-lain.
Dari beberapa kepustakaan telah dilaporkan bahwa etiologi kanker paru sangat
berhubungan dengan kebiasaan merokok. Lombard dan Doering (1928), telah
melaporkan tingginya insiden kanker paru pada perokok dibandingkan dengan
yang tidak merokok.
Efek rokok bukan saja mengakibatkan kanker paru, tapi dapat juga menimbulkan
kanker pada organ lain mulut, laring dan esophagus.14
b. Manifestasi klinis
Pada fase awal kebanyakan kanker paru tidak menunjukkan gejala-gejala klinis.
Bila sudah menampakkan gejala berarti pasien dalam stadium lanjut.
Gejala-gejala dapat bersifat:
- Batuk baru atau batuk lebih hebat pada batuk kronis
- Hemoptisis
- Mengi (wheezing, stridor) karena ada obstruksi saluran napas
- Atelektasis
- Nyeri dada
- Dispnea karena efusi pleura14
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam 19Siloam Hospital Kebon Jeruk
Periode 2 Agustus 2010– 9 Oktober 2010
Referat Batuk Kronik Rizki Aryo Wicaksono S.Ked - 17120040072
Gambar 7. Kanker paru
Diunduh dari :
http://www.lung-cancer-home.com/uploadfile/200911/30/0D163526702.gif
E. Gejala klinis
Batuk kronik dapat memperlihatkan tanda dan gejala seperti:
1. Pilek atau hidung mampet
2. Sensasi cairan yang mengalir ke bawah di belakang tenggorokan
3. Wheezing atau mengi dan sesak napas
4. Rasa terbakar atau rasa asam di dalam mulut
5. Pada kasus yang jarang, dapat terjadi batuk darah14
F. Faktor resiko
Semua orang dapat mengalami batu kronik, tapi ada faktor-faktor tertentu yang
menyebabkan seseorang lebih rentan terkena batuk kronik:
1. Merokok, seseorang perokok aktif atau mantan perokok memiliki factor resiko untuk
menderita batuk kronik. Seseorang yang terpajan asap rokok secara terus menerus
juga bias menyebabkan batuk dan kerusakan paru.
2. Jenis kelamin, karena wanita memiliki refleks batuk yang lebih sensitif, dan lebih
mungkin menjadi batuk kronis.15
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam 20Siloam Hospital Kebon Jeruk
Periode 2 Agustus 2010– 9 Oktober 2010
Referat Batuk Kronik Rizki Aryo Wicaksono S.Ked - 17120040072
Gambar 8. Bronkitis kronik karena merokok
Diunduh dari : http://www.pennmedicine.org/health_info/images/19365.jpg
G. Diagnosis
Anamnesa memegang peranan sebesar 80% dalam menegakkan diagnosa penyebab batuk
yang menetap. Dalam anamnesa tentang batuk yang merupakan keluhan utama penderita
perlu ditanyakan mengenai lamanya batuk, frekuensi serangan, waktu-waktu serangan,
factor pencetus, apakah dimulai dengan bersin atau tidak, dan sebagainya. 16
Karena penyebab batuk kronik seperti postnasal drip, asma dan GERD sangat umum,
maka pengobatan lebih dikedepankan daripada tes dan dapat dilihat respon dari
pengobatan tersebut. Jika dengan pengobatan batuk kronik menghilang maka diagnosis
dapat ditegakkan. 16
Terapinya meliputi:
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam 21Siloam Hospital Kebon Jeruk
Periode 2 Agustus 2010– 9 Oktober 2010
Referat Batuk Kronik Rizki Aryo Wicaksono S.Ked - 17120040072
1. Antihistamin dan decongestan untuk postnasal drip17
2. Inhalers atau nasal sprays untuk asma18
3. Medikasi penurunan asam untuk GERD 16
Jika dengan pengobatan ini gagal, maka perlu dilakukan pemeriksaan penunjang seperti:
1. Tes pencitraan
a. Foto Rontgen thoraks, meskipun Rontgen thoraks tidak bisa menunjukkan
penyebab batuk seperti postnasal drip, asma atau GERD, tetapi mungkin dapat
digunakan untuk melihat kanker paru dan penyakit paru-paru lainnya.
b. CT scan
c. Tes fungsi paru, tes non-invasif dengan menghitung berapa udara yang dapat
ditampung paru dan berapa cepat dapat inspirasi maupun ekspirasi. Terkadang
juga harus dilakukan asthma challenge test, dengan membandingkan
pernapasan sebelum dan sesudah menggunakan obat inhalasi methacoline.
2. Scope test, tes ini menggunakan pipa fleksibel dan tipis dengan lampu dan kamera
untuk memvisualisasikan struktur dalam tubuh. Prosedur ini selalu diikuti dengan
penyemprotan hidung dan tenggorokan dengan anastesi local seperti lidokain. Dapat
juga diberikan sedatif dan pain relievers untuk membuat prosedur ini lebih nyaman. 16
Macam-macam scope test adalah:
a. Nasal endoscopy, tes ini memasukan pipa endoskopi ke dalam lubang hidung
untuk melihat mukosa hidung dan sinus
b. Upper endoscopy, tes ini memasukan pipa endoskopi ke dalam tenggorokan
menuju esophagus untuk melihat adanya tanda dari refluks asam di lambung
dan esophagus
c. Bronchoscopy, tes ini memasukan pipa endoskopi ke dalam bronkus sampai
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam 22Siloam Hospital Kebon Jeruk
Periode 2 Agustus 2010– 9 Oktober 2010
Referat Batuk Kronik Rizki Aryo Wicaksono S.Ked - 17120040072
ke bronkiolus untuk melihat adanya tanda-tanda infeksi atau obstruksi.16
H. Penatalaksanaan
Pengobatan batuk kronik dengan penyebab yang telah diketahui biasanya dapat dengan
mudah terobati.Tetapi disaat penyebab tidak diketahui, pengobatan menjadi lebih rumit.16
Penatalaksanaan batuk yang paling baik yang paling baik adalah pemberian obat spesifik
terhadap etiologinya. Tiga bentuk penatalaksanaan batuk adalah :
1. Tanpa pemberian obat
Penderita-penderita dengan batuk tanpa gangguan yang disebabkan oleh penyakit
akut dan sembuh sendiri biasanya tidak perlu obat.16
2. Pengobatan Spesifik
Apabila penyebab batuk diketahui maka pengobatan harus ditujukan terhadap
penyebab tersebut. Dengan evaluasi diagnosis yang terpadu, pada hampir semua
penderita dapat diketahui penyebab batuk kroniknya.16
Pengobatan spesifik batuk tergantung dari etiologi atau mekanismenya. Asma diobati
dengan bronkodilator atau kortikosteroid. Post nasal drip karena sinusitis diobati
dengan antibiotik, obat semprot hidung dan kombinasi antihistamin-dekongestan, post
nasal drip karena alergi atau rinitis non alergi ditanggulagi dengan menghindari
lingkungan yang mempunyai faktor pencetus dan kombinasi antihistamin-
dekongestan. Belakangan, antihistamin sedatif lebih efektif dalam pengobatan batuk
dibandingkan dengan obat generasi baru yang tidak membuat ngantuk.16
Refluks gastroesofageal diatasi dengan meninggikan kepala, modifikasi diet, dengan
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam 23Siloam Hospital Kebon Jeruk
Periode 2 Agustus 2010– 9 Oktober 2010
Referat Batuk Kronik Rizki Aryo Wicaksono S.Ked - 17120040072
proton pump inhibitor, dimana dapat menghambat produksi asam dan memungkinkan
jaringan esophageal untuk sembuh. Obat proton pump inhibitor meliputi:
- Esomeprazole (Nexium)
- Lansoprazole (Prevacid)
- Omeprazole (Prilosec)
- Pantoprazole (Protonix)
- Rabeprazole (Aciphex)
Batuk pada bronkitis kronis diobati dengan menghentikan merokok. Antibiotik
diberikan pada pneumonia, sarkoidosis diobati dengan kortikosteroid dan batuk pada
gagal jantung kongestif dengan digoksin dan furosemid.16
Pengobatan spesifik juga dapat berupa tindakan bedah seperti reseksi paru pada
kanker paru, polipektomi, menghilangkan rambut dari saluran telinga luar.16
3. Pengobatan Simptomatik
Pengobatan simptomatik diberikan apabila penyebab batuk yang pasti tidak diketahui,
sehingga pengobatan spesifik tidak dapat diberikan dan batuk tidak berfungsi baik
dan komplikasinya membahayakan penderita.16
Obat yang digunakan untuk pengobatan simptomatik ada dua jenis yaitu antitusif, dan
mukokinesis :
a. Antitusif 16
Antitusif adalah obat yang menekan refleks batuk, digunakan pada gangguan
saluran nafas yang tidak produktif dan batuk akibat teriritasi.
Secara umum berdasarkan tempat kerja obat antitusif dibagi atas antitusif yang
bekerja di perifer dan antitusif yang berkerja di sentral. Antitusif yang bekerja di
sentral dibagi atas golongan narkotik dan non-narkotik.
- Antitusif yang bekerja di perifer
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam 24Siloam Hospital Kebon Jeruk
Periode 2 Agustus 2010– 9 Oktober 2010
Referat Batuk Kronik Rizki Aryo Wicaksono S.Ked - 17120040072
Obat golongan ini menekan batuk dengan mengurangi iritasi lokal di saluran
nafas, yaitu pada reseptor iritan perifer dengan cara anastesi langsung atau
secara tidak langsung mempengaruhi lendir saluran nafas.
Obat-obat anestesi
Obat anestesi lokal seperti benzokain, benzilalkohol, fenol dan garam
fenol digunakan dalam pembuatan lozenges . Obat ini mengurangi batuk
akibat rangsang reseptor iritan di faring, tetapi hanya sedikit manfaatnya
untuk mengatasi batuk akibat kelainan salauran nafas bawah.
Obat anestesi yang diberikan secara topikal seperti tetrakain, kokain dan
lidokain sangat bermanfaat dalam menghambat batuk akibat prosedur
pemeriksaan bronkoskopi. Beberapa hal harus diperhatikan dalam
pemakaian obat anestesi topikal yaitu :
i. Resiko aspirasi beberapa jam sesudah pemakaian obat
ii. Diketahui kemungkinan reaksi alergi terhadap obat anestesi.
iii. Peningkatan tekanan jalan nafas sesudah inhalasi zat anestesi
iv. Resiko terjadinya efek toksis sistemik termasuk aritmia dan kejang
terutama pada penderita penyakit hati dan jantung.
Demulcent
Obat ini bekerja melapisi mukosa faring dan mencegah kekeringan
selaput lendir. Obat ini digunakan sebagai pelarut antitusif lain atau
sebagai lozenges yang mengandung madu, akasia, gliserin dan anggur.
Secara objektif tidak ada data yang menunjukkan obat ini mempunyai
efek antitusif yang bermakna, tetapi karena aman dan memberikan
perbaikan subjektif obat ini banyak dipakai.
- Antitusif yang bekerja sentral.16
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam 25Siloam Hospital Kebon Jeruk
Periode 2 Agustus 2010– 9 Oktober 2010
Referat Batuk Kronik Rizki Aryo Wicaksono S.Ked - 17120040072
Obat ini berkerja menekan batuk dengan meninggikan ambang rangsangan
yang dibutuhkan untuk merangsang pusat batuk dibagi atas golongan narkotik
dan non-narkotik.
Golongan narkotik
Opiat dan derivatnya mempunyai berbagai macam efek farmakologi
sehingga digunakan sebagai analgesik, antitusif, sedatif, menghilangkan
sesak karena gagal jantung dan anti diare. Diantara alkaloid ini morfin
dan kodein sering digunakan. Efek samping obat ini adalah penekanan
pusat nafas, konstipasi, kadang-kadang mual dan muntah, serta efek
adiksi. Opiat dapat menyebabkan terjadinya brokospasme karena
pelepasan histamin. Tetapi efek ini jarang terlihat pada dosis terapi untuk
antitusif.
Kodein merupakan antitusif narkotik yang paling efektif dan salah satu
obat yang paling sering diresepkan. Pada orang dewasa dosis tunggal 20-
60 mg atau 40-160 mg per hari biasanya efektif. Kodein ditolerir dengan
baik dan sedikit sekali menimbulkan ketergantungan. Disamping itu obat
ini sangat sedikit sekali menyebabkan penekanan pusat nafas dan
pembersihan mukosiliar.
Antitusif Non-Narkotik
Dekstrometorfan
Obat ini tidak mempunyai efek analgesik dan ketergantungan. Obat
ini efektif bila diberikan dengan dosis 30 mg setiap 4-8 jam, dosis
dewasa 10-20mg setiap 4 jam. Anak-anak umur 6-11 tahun 5-10mg.
Sedangkan anak umur 2-6 tahun dosisnya 2,5 – 5 mg setiap 4 jam.
Butamirat sitrat
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam 26Siloam Hospital Kebon Jeruk
Periode 2 Agustus 2010– 9 Oktober 2010
Referat Batuk Kronik Rizki Aryo Wicaksono S.Ked - 17120040072
Obat ini bekerja pada sentral dan perifer. Pada sentral obat ini
menekan pusat refleks dan di perifer melalui aktifitas
bronkospasmolitik dan aksi antiinflamasi. Obat ini ditoleransi
dengan baik oleh penderita dan tidak menimbulkan efek samping
konstipasi, mual, muntah dan penekanan susunan saraf pusat.
Butamirat sitrat mempunyai keunggulan lain yaitu dapat digunakan
dalam jangka panjang tanpa efek samping dan memperbaiki fungsi
paru yaitu meningkatkan kapasitas vital dan aman digunakan pada
anak. Dosis dewasa adalah 3x15 ml dan untuk anak-anak umur 6-8
tahun 2x10 ml sedangkan anak berumur lebih dari 9 tahun dosisnya
2x15 ml.
Difenhidramin
Obat ini tergolong obat antihistamin, mempunyai manfaat
mengurangi batuk kronik pada bronkitis. Efek samping yang dapat
ditimbulkan ialah mengantuk, kekeringan mulut dan hidung, kadang-
kadang menimbulkan perangsangan susunan saraf pusat. Obat ini
mempunyai efek antikolinergik karena itu harus digunakan secara
hati-hati pada penderita glaukoma, retensi urin dan gangguan fungsi
paru. Dosis yang dianjurkan sebagai obat batuk ialah 25 mg setiap 4
jam, tidak melebihi 100 mg/ hari untuk dewasa. Dosis untuk anak
berumur 6-12 tahun ialah 12,5 mg setiap 4 jam dan tidak melebihi 50
mg/ hari. Sendangkan untuk anak 2-5 tahun ialah 6,25 mg setiap 4
jam dan tidak melebihi 25 mg / hari
b. Mukokinesis 16
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam 27Siloam Hospital Kebon Jeruk
Periode 2 Agustus 2010– 9 Oktober 2010
Referat Batuk Kronik Rizki Aryo Wicaksono S.Ked - 17120040072
Retensi cairan yang patologis di jalan nafas disebut mukostasis. Obat-obat yang
digunakan untuk mengatasi keadaan itu disebut mukokinesis. Obat mukokinesis
dikelompokkan atas beberapa golongan :
- Diluent ( cairan )
Air adalah diluent yang pertama berguna untuk mengencerkan cairan sputum.
Cairan elektrolit : larutan garam faal merupakan larutan yang paling sesuai
untuk nebulisasi dan cairan lavage , larutan garam hipotonik digunakan pada
pasien yang memerlukan diet garam
- Surfaktan
Obat ini bekerja pada permukaan mukus dan menurunkan daya lengket mukus
pada epitel. Biasanya obat ini dipakai sebagai inhalasi, untuk itu perlu
dilarutkan dalam air atau larutan elektrolit lain. Sulit dibuktikan obat ini lebih
baik daripada air atau larutan elektrolit saja pada terapi inhalasi.
- Mukolitik
Obat ini memecah rantai molekul mukoprotein sehinggaa menurunkan
viskositas mukus. Termasuk dalam golongan ini antara lain ialah golongan
thiol dan enzim proteolitik.
Golongan Thiol
Obat ini memecah rantai disulfida mukoprotein, dengan akibat lisisnya
mukus. Salah satu obat yang termasuk golongan ini adalah asetilsistein.
Asetilsistein
Asetilsistein adalah derivat H-Asetil dari asam amino L-sistein,
digunakan dalam bentuk larutan atau aerosol. Pemberian langsung ke
dalam saluran napas melalui kateter atau bronkoskop memberikan
efek segera, yaitu meningkatkan jumlah sekret bronkus secara nyata.
Efek samping berupa stomatitis, mual, muntah, pusing, demam, dan
menggigil jarang ditemukan.
Dosis yang efektif ialah 200 mg, 2-3 kali per oral. Pemberian secara
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam 28Siloam Hospital Kebon Jeruk
Periode 2 Agustus 2010– 9 Oktober 2010
Referat Batuk Kronik Rizki Aryo Wicaksono S.Ked - 17120040072
inhalasi dosisnya adalah 1-10 ml larutan 20% atau 2-20 ml larutan
10% setiap 2-6 jam. Pemberian langsung ke dalam saluran napas
menggunakan larutan 10-20% sebanyak 1-2 ml setiap jam. Bila
diberikan sebagai aerosol harus dicampur dengan bronkodilator oleh
karena mempunyai efek bronkokonstriksi.
Obat ini selain diberikan secara inhalasi dan oral, juga dapat
diberikan secara intravena. Pemberian aerosol sangat efektif dalam
mengencerkan mukus.
Di samping bersifat mukolitik, N-Asetilsistein juga mempunyai
fungsi antioksidan. N-Asetilsistein merupakan sumber glutation,
yaitu sumber yang bersifat antioksidan. Pemberian N-Asetilsistein
dapat mencegah kerusakan saluran napas yang disebabkan oleh
oksidan. Pada perokok kerusakan saluran napas terjadi karena zat-zat
oksidan dalam asap rokok mempengaruhi keseimbangan oksidan dan
antioksidan. Dengan demikian pemberian N-Asetilsistein pada
perokok dapat mencegah kerusakan parenkim paru terhadap efek
oksidan dalam asap rokok, sehingga mencegah terjadinya emfisem.
Penelitian pada penderita penyakit saluran pernapasan akut dan
kronik menunjukkan bahwa N-Asetilsistein efektif dalam mengatasi
batuk, sesak napas dan pengeluaran dahak. Perbaikan klinik
pengobatan dengan N-Asetilsistein lebih baik bila dibandingkan
dengan bromheksin.
Enzim Proteolitik
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam 29Siloam Hospital Kebon Jeruk
Periode 2 Agustus 2010– 9 Oktober 2010
Referat Batuk Kronik Rizki Aryo Wicaksono S.Ked - 17120040072
Enzim protease seperti tripsin, kimotripsin, streptokinase,
deoksiribonuklease dan streptodornase dapat menurunkan viskositas
mukus. Enzim ini lebih efektif diberikan pada penderita dengan sputum
yang purulen. Diberikan sebagai terapi inhalasi. Tripsin dan kimotripsin
mempunyai efek samping iritasi tenggorokan dan mata, batuk, suara
serak, batuk darah, bronkospasme, reaksi alergi umum, dan metaplasia
bronkus. Deoksiribonuklease efek sampingnya lebih kecil, tetapi
efektifitasnya tidak melebihi asetilsistein.
- Bronkomukotropik
Obat golongan ini bekerja langsung merangsang kelenjar bronkus. Zat ini
menginduksi pengeluaran seromusin sehingga meningkatkan mukokinesis.
Umumnya obat-obat inhalalasi yang mengencerkan mukus termasuk dalam
golongan ini. Biasanya obat ini mempunyai aroma. Contoh obat ini adalah
mentol, minyak kamper, balsem dan minyak kayu putih.
Vicks vapo Rub® mengandung berbagai minyak yang mudah menguap, adalah
bronkomukotropik yang paling populer.
- Bronkorrheik
Iritasi permukaan saluran napas menyebabkan pengeluaran cairan. Saluran
napas bereaksi terhadap zat-zat iritasi yang toksik, pada keadaan berat dapat
terjadi edema paru. Iritasi yang lebih ringan dapat berfungsi sebagai
pengobatan, yaitu merangsang pengeluaran cairan sehingga memperbaiki
mukokinesis. Contoh obat golongan ini adalah larutan garam hipertonik.
- Ekspektoran
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam 30Siloam Hospital Kebon Jeruk
Periode 2 Agustus 2010– 9 Oktober 2010
Referat Batuk Kronik Rizki Aryo Wicaksono S.Ked - 17120040072
Ekspektoran adalah obat yang meningkatkan jumlah cairan dan merangsang
pengeluaran sekret dari saluran napas. Hal ini dilakukan dengan beberapa
cara, yaitu melalui :
Refleks vagal gaster
Stimulasi topikal dengan inhalasi zat
Perangsangan vagal kelenjar mukosa bronkus
Perangsangan medulla
Refleks vagal gaster adalah pendekatan yang paling sering dilakukan untuk
merangsang pengeluaran cairan bronkus. Mekanisme ini memakai sirkuit
refleks dengan reseptor vagal gaster sebagai afferen dan persarafan vagal
kelenjar mukosa bronkus sebagai efferen.
Termasuk ke dalam ekspektoran dengan mekanisme ini adalah :
Amonium klorida
Kalium yodida, obat ini adalah ekspektoran yang sangat tua dan telah
digunakan pada asma dan bronkitis kronik. Selain sebagi ekspektoran
obat ini mempunyai efek menurunkan elastisitas mukus dan secara tidak
langsung menurunkan viskositas mukus. Mempunyai efek samping
angioderma, serum sickness, urtikaria, purpura trombotik
trombositopenik dan periarteritis yang fatal. Merupakan kontraindikasi
pada wanita hamil, masa laktasi dan pubertas. Dosis yang dianjurkan
pada orang dewasa 300 - 650 mg, 3-4 kali sehari dan 60-250 mg, 4 kali
sehari untuk anak-anak.
Guaifenesin ( gliseril guaiakolat ), selain berfungsi sebagai ekspektoran
obat ini juga memperbaiki pembersihan mukosilia. Obat ini jarang
menunjukkan efek samping. Pada dosis besar dapat terjadi mual, muntah
dan pusing. Dosis untuk dewasa biasanya adalah 200-400 mg setiap 4
jam dan tidak melebihi 2-4 gram per hari. Anak-anak 6-11 tahun, 100-
200 mg setiap 4 jam dan tidak melebihi 1-2 gram per hari, sedangkan
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam 31Siloam Hospital Kebon Jeruk
Periode 2 Agustus 2010– 9 Oktober 2010
Referat Batuk Kronik Rizki Aryo Wicaksono S.Ked - 17120040072
untuk anak 2-5 tahun, 50-100 mg setiap 4 jam dan tidak melebihi 600 mg
sehari
Sitrat ( Natrium sitrat )
Ipekak
- Mukoregulator
Obat ini merupakan mukokinetik yang bekerja pada kelenjar mukus yang
mengubah campuran mukoprotein sehingga sekret menjadi lebih encer, obat
yang termasuk golongan ini adalah bromheksin dan S-karboksi metil sistein.
Bromheksin
Bromheksin adalah komponen alkaloid dari vasisin dan ambroksol adalah
metaboliknya. Obat ini meningkatkan jumlah sputum dan menurunkan
viskositasnya. Juga ia merangsang produksi surfaktan dan mungkin
bermanfaat pada sindrom gawat napas neonatus. Kedua obat ini
ditoleransi dengan baik, tetapi dapat menyebabkan rasa tidak enak di
epigastrium dan mual. Harus hati-hati pada penderita tukak lambung.
Dosis bromheksin biasanya 8-16 mg 3 kali sehari, sedangkan ambroksol
45-60 mg sehari.
S-karboksi metil sistein
Obat ini adalah derivat sistein yang lain, juga bermanfaat menurunkan
viskositas mukus. Dosis obat ini biasanya 750 mg 3 kali sehari. Obat ini
memberikan efek setelah diberikan 10-14 hari.
- Mediator Otonom
Stimulator yang palin poten untuk sekresi saluran napas adalah obat-obat
kolinergik seperti asetilkolin dan metakolin. Kenyataannya obat ini sangat
kuat sehingga menimbulkan banyak efek samping antara lain bronkospasme.
Obat-obat simpatomimetik juga bisa merangsang pengeluaran sekret. Obat
Beta 2 agonis juga menyebabkan bronkodilatasi dan merangsang pergerakan
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam 32Siloam Hospital Kebon Jeruk
Periode 2 Agustus 2010– 9 Oktober 2010
Referat Batuk Kronik Rizki Aryo Wicaksono S.Ked - 17120040072
silia. Oleh karena itu menfaat ini dalam mekanisme pengeluaran sekret tidak
diketahui dengan jelas.
I. Komplikasi
Komplikasi tersering adalah keluhan non spesifik seperti badan lemah, anoreksia, mual
dan muntah. Mungkin dapat terjadi komplikasi-komplikasi yang lebih berat, baik berupa
kardiovaskuler, muskuloskeletal atau gejala-gejala lain.2
Pada sistem kardiovaskuler dapat terjadi bradiaritmia, perdarahan subkonjungtiva, nasal
dan di daerah anus, bahkan ada yang melaporkan terjadinya henti jantung. Batuk-batuk
yang hebat juga dapat menyebabkan terjadinya pneumotoraks, pneumomediastinum,
ruptur otot-otot dan bahkan fraktur iga.2
Komplikasi yang sangat dramatis tetapi jarang terjadi adalah Cough syncope atau
Tussive syncope. Keadaan ini biasanya terjadi setelah batuk-batuk yang paroksismal dan
kemudian penderita akan kehilangan kesadaran selama ± 10 detik. Cough syncope terjadi
karena peningkatan tekanan serebrospinal secara nyata akibat peningkatan tekanan
intratoraks dan intraabdomen ketika batuk.6
J. Kesimpulan
Meskipun batuk merupakan mekanisme pertahanan tubuh untuk mengeluarkan sekret dan
benda asing dari saluran napas, tetapi bila gejala ini berlangsung lama dan terus menerus,
akan sangat menggagu bahkan dapat menimbulkan berbagai komplikasi. Untuk itu perlu
ditanggulangi dengan baik.
Batuk kronik adalah batuk yang tidak menghilang selama 8 minggu atau lebih. Batuk
kronik sendiri bukanlah penyakit, tetapi batuk kronik adalah suatu gejala dari penyakit–
penyakit lain
Penyebab batuk kronik seperti postnasal drip, asma dan GERD sangat umum, maka
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam 33Siloam Hospital Kebon Jeruk
Periode 2 Agustus 2010– 9 Oktober 2010
Referat Batuk Kronik Rizki Aryo Wicaksono S.Ked - 17120040072
pengobatan lebih dikedepankan daripada tes dan dapat dilihat respon dari pengobatan
tersebut. Jika dengan pengobatan batuk kronik menghilang maka diagnosis dapat
ditegakkan. Penatalaksanaan batuk yang paling baik adalah dengan menghilangkan
faktor penyebabnya yaitu dengan mengatasi berbagai macam gangguan atau penyakit
yang merangsang reseptor batuk. Batuk kronik pada perokok paling baik ditanggulangi
dengan menghentikan kebiasaan merokok.
Pengobatan simptomatik diberikan apabila penyebab batuk tidak dapat ditentukan dengan
tepat, bila batuk tidak berfungsi dengan baik atau sangat mengganggu serta
dikhawatirkan akan menimbulkan komplikasi.
N-Asetilsistein adalah mukolitik yang sangat efektif untuk mengencerkan sputum.
Mempunyai manfaat pada penyakit saluran napas akut dan kronik. Obat ini mempunyai
efek lain, yaitu antioksidan, sehingga bermanfaat mencegah kerusakan paru oleh oksidan
dalam asap rokok.
LAMPIRAN
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam 34Siloam Hospital Kebon Jeruk
Periode 2 Agustus 2010– 9 Oktober 2010
Referat Batuk Kronik Rizki Aryo Wicaksono S.Ked - 17120040072
Gambar 9. Algoritma penatalaksanaan batuk kronik
Diunduh dari : http://www.clinic-clinic.com/prblm/smptm/ChronicCough.gif
DAFTAR PUSTAKA
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam 35Siloam Hospital Kebon Jeruk
Periode 2 Agustus 2010– 9 Oktober 2010
Referat Batuk Kronik Rizki Aryo Wicaksono S.Ked - 17120040072
1. Aditama T Y. Patofisiologi Batuk. Bagian Pulmonologi FK UI, Unit Paru RS
Persahabatan, Jakarta. 1993; h: 5 – 7.
2. Chung K F, Pavord ID (April 2008). Prevalence, pathogenesis, and causes of
chronic cough. Lancet 371 (9621): 1364–74.
3. McCool F D. Global Physiology and Pathophysiology of Cough. CHEST January
2006 vol. 129 no. 1 suppl 48S-53S
4. Smucny J, Cough, Hueston W J, in 20 Common Problems Respiratory Disorders,
McGraw-Hill Companies, United States. 2002; page: 3-20.
5. Priyanti ZS , Patofisiologi Batuk dan Oksidan Antioksidan,dalam Cermin Dunia
Kedokteran no.84, Jakarta. 1993; h: 8-12.
6. Medicinenet. Chronic Cough. Diunduh 27 September 2010 dari
http://www.medicinenet.com/chronic_cough/page3.htm
7. Sukamto, Sundaru H. Asma Bronkial. Dalam Sudoyo A, Sotiyohadi B, Alwi I,et al,
editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006: 247 – 53.
8. Medicafarma. (2008, Mei 7). Asma Bronkiale. Diunduh 27 September 2010 dari
Medicafarma: http://medicafarma.blogspot.com/2008/05/asma-bronkiale.html
9. Makmun D. Penyakit Refluks Gastroesofageal. Dalam Sudoyo A, Sotiyohadi B, Alwi
I,et al, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006: 317 – 21.
10. Blumenthal M N. Kelainan Alergi pada Pasien THT. Dalam Effendi H, Santoso K,
editor. Buku Ajar Penyakit THT Boies Edisi VI.Jakarta: EGC. 1997: 196 - 8.
11. Anonymous. Chronic Cough. Diunduh 27 September 2010 dari
http://www.nlhep.org/books/pul_Pre/chronic-cough.html
12. Rahmatullah P. Bronkiektasis. Dalam Sudoyo A, Sotiyohadi B, Alwi I,et al, editor.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006: 1045 – 9.
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam 36Siloam Hospital Kebon Jeruk
Periode 2 Agustus 2010– 9 Oktober 2010
Referat Batuk Kronik Rizki Aryo Wicaksono S.Ked - 17120040072
13. Alsagaff H, Mukty A. Bronkiektasis, Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru, Airlangga.
University Press. Surabaya. 2006; hal: 256-261
14. Amin Z. Kanker Paru. Dalam Sudoyo A, Sotiyohadi B, Alwi I,et al, editor. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006: 1015 – 22
15. O’Regan AW, Berman JS. Baum’s Textbook of Pulmonary Disease 7 th Edition.
Editor James D. Crapo, MD. Lippincott Williams & Walkins. Philadelphia. 2004; hal:
255-274.
16. Yunus F, Penatalaksanaan Batuk Dalam Praktek Sehari-hari, dalam Cermin Dunia
Kedokteran no 84, Jakarta. 1993; h: 13-18.
17. Medlinux. (2008, Juli 18). Penatalaksanaan Asma Bronkial. Diunduh 27 September
2010 dari Medicine and Linux:
http://medlinux.blogspot.com/2008/07/penatalaksanaan-asma-bronkial.html
18. Muchid, dkk. (2007, September). Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Asma.
Diunduh 27 September 2010 dari Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik
Depkes RI: http://125.160.76.194/bidang/yanmed/farmasi/Pharmaceutical/ASMA.pdf
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam 37Siloam Hospital Kebon Jeruk
Periode 2 Agustus 2010– 9 Oktober 2010