bab i pendahuluan -...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Semakin pesatnya perkembangan media baru atau media online, yang
dipicu dengan semakin canggihnya teknologi komunikasi, telah memunculkan
fenomena baru yang disebut konvergensi media. Konvergensi media bisa
didefiniskan sebagai arus atau aliran konten yang terjadi di berbagai platform
media.1 Dalam pengertian ini disebutkan bahwa audiens memiliki peran krusial
dalam membentuk dan mendistribusikan konten. Konvergensi media harus
dipahami sebagai proses yang berkelanjutan, merupakan interaksi antara berbagai
bentuk dan platform media.
Maka dari itu, konvergensi media punya kaitan yang sangat erat dengan
jurnalisme karena di dalam konvergensi media sangat terikat dengan perubahan
(change) yang merupakan bagian tak terpisahkan dari ruang berita (news room).2
Semakin besar perubahan yang terjadi, maka media akan memunculkan konten
yang makin banyak dan beragam. Dari sana, news room dituntut untuk terus
berinovasi. Internet merupakan salah satu perkembangan teknologi yang
mengubah news room. Berita semakin mudah didapat, lebih cepat, dan dengan
penyebaran yang lebih luas. Perkawinan antara media konvensional dengan media
baru dalam konvergensi media ini mampu menghasilkan sistem kerja dan
pengolahan berita yang baru.
1 Henry Jenkins. 2006. Convergence Culture: Where Old and New Media Collide. New York: NYU
Press. Hal. 3. 2 August E Grant. 2008. Understanding Media Convergence: The State of the Field. New York:
Oxford University Press. Hal. 12.
2
Dengan semakin meluasnya penggunaan internet, tentu saja media-media
akan memanfaatkannya sebagai peluang untuk memasarkan produknya. Media-
media besar yang sudah mapan di Indonesia lalu mulai bermain dalam ranah
media online ini pada awal 2000-an dan mencapai puncaknya pada medio 2010
ketika penetrasi internet di masyarakat Indonesia semakin tinggi. Jumlah
pengguna Internet di Indonesia per akhir tahun 2012 mencapai 61,08 juta orang,
naik sekitar 10 persen ketimbang tahun 2011. 3 Meski baru berkisar 25 persen dari
total jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 250 juta orang, angka penetrasi
dipastikan terus meningkat setiap tahunnya.
Ada empat faktor yang menjadi pendorong bagi dinamisme yang terjadi
dalam dunia media massa ini: (1) kemajuan teknologi, (2) perubahan gaya hidup
masyarakat dalam memperoleh informasi, (3) respons industri media, (4)
perkembangan dunia jurnalistik itu sendiri.4 Maka bermunculah apa yang sering
dinamakan portal berita atau situs-situs yang berisikan berita-berita yang
mengandalkan aktualitas, termasuk Goal.com Indonesia (selanjutnya disebut
“Goal Indonesia” saja) yang beralamat di http://www.goal.com/id-ID/.
Sebagai portal berita yang isinya melulu tentang sepakbola, Goal
Indonesia tentu tetap menjalankan fungsi-fungsi media massa sebagaimana
mestinya, yakni pertama, sebagai pemberi informasi; kedua, pemberian komentar
atau interpretasi yang membantu pemahaman makna informasi; ketiga,
pembentukan kesepakatan; keempat, korelasi bagian-bagian masyarakat dalam
pemberian respon terhadap lingkungan; kelima, transmisi warisan budaya; dan
keenam, ekspresi nilai-nilai dan simbol budaya yang diperlukan untuk
melestarikan identitas dan kesinambungan masyarakat.5
3 MarkPlus Insight Netizen Survey. 2012. Pertumbuhan Jumlah Pengguna Internet di Indonesia
2010-2012. Diakses pada 17 November 2013. Terarsip dalam http://www.wajanbolic.com/?p=2173
4 Ninok Leksono. 2007. “Surat Kabar di Tengah Era Baru Media & Jurnalistik” dalam St. Sularto (ed.). Kompas, Menulis dari Dalam. Jakarta: Penerbit Kompas. Hal 261.
5 Denis McQuail. 1992. Media Performance: Mass Communication and The Public Interest. London: SAGE Publications. Hal. 3-7.
3
Goal Indonesia merupakan salah satu edisi dari situs induk Goal. Goal
didirikan pada 2004 oleh Chicco Merighi dan Gian Luigi Longinotti-Buitoni
sebelum berpindah tangan ke Perform Group pada 2011. Perform adalah sebuah
perusahaan multimedia sports content berbasis internet dan platform digital asal
Inggris. Hingga saat ini, Goal telah berkembang dengan cakupan lebih dari 200
negara dan memiliki 36 edisi dalam 17 bahasa, termasuk Goal dalam bahasa
Indonesia seperti yang kita bahas ini. Meski demikian, setiap edisi diberikan
kebebasan untuk mengatur kebijakan redaksionalnya sendiri dan tidak tergantung
pada “Goal pusat”.
Goal Indonesia sendiri baru hadir di Indonesia pada 2008 dan sejak saat
itu berkembang pesat menjadi salah satu situs berita sepakbola nomor satu di
Indonesia.6 Goal Indonesia mampu bersaing dan bahkan melampaui situs-situs
berita sepakbola di Indonesia yang sudah mapan sebelumnya, seperti Detiksport
(http://sport.detik.com/), Kompas Bola (http://bola.kompas.com/), Yahoo!
Olahraga (http://id.olahraga.yahoo.com/), Bolanews (http://www.bolanews.com/),
dan lainnya. Dari sana bisa dilihat terdapat hubungan simbiosis mutualisme antara
media massa dengan sepakbola yang dibantu dengan fanatisme masyarakat
Indonesia terhadap olahraga ini bahwa konten sepakbola di Tanah Air sangat
banyak peminatnya.
Merebaknya kegiatan jurnalistik yang dipublikasikan di ranah internet ini
– termasuk yang dilakukan oleh Goal Indonesia – tentu membutuhkan
pengelolaan manajemen media online yang baik. Apalagi kini persaingan
antarmedia, baik secara horisontal maupun vertikal, semakin meruncing. Praktis,
sistem manajemen yang bagus akan mendukung proses kerja media itu sendiri.
Manajemen sendiri secara umum dapat diartikan sebagai metode sistematis dalam
6 Berdasarkan hasil comScore dan Effective Measure pada Oktober 2012. comScore dan Effective
Measure adalah semacam Nielsen Media atau alat ukur popularitas untuk website yang banyak dipakai dalam dunia marketing dan periklanan.
4
mengatur aktivitas yang terdiri dari empat hal: perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan, dan pengontrolan.7
Selain keempat unsur itu – yang harus bisa diterapkan kepada seluruh
anggota organisasi tersebut – sebuah organisasi juga harus memperhatikan
masalah efektivitas dan efisiensi dalam sistem manajemennya. Efisiensi bisa
diartikan sebagai kemampuan untuk meminimalkan penggunaan sumber daya
dalam mencapai tujuan organisasi (doing things right), sementara efektivitas
dipandang sebagai kemampuan untuk menentukan tujuan yang tepat (doing the
right thing).8
Sistem manajemen yang telah disebutkan di atas juga berlaku dalam
sebuah organisasi media, sehingga dikenal dengan manajemen media. Media
harus efektif dan efisien untuk memanfaatkan segala sumber yang ada demi
tercapainya tujuan-tujuan (goals), yang mencakup visi dan misi media itu sendiri.
Sebuah manajemen media haruslah memiliki pemahaman konseptual, pemahaman
atas sumber daya, dan pemahaman teknis yang matang demi pencapaian seluruh
tujuan yang diinginkan.
Keunikan dari Goal Indonesia adalah, bahwa dalam proses manajemen
media, mereka menggunakan internet sebagai jalur utamanya. Mulai dari
perekrutan, pelatihan, proses redaksional mulai dari rapat redaksi hingga produksi
berita, komunikasi antaranggota, hal-hal teknis lainnya, dan bahkan pemecatan –
semuanya dilakukan melalui satu jalur: internet.9 Penulis mengalami hal ini
sendiri karena sejak awal direkrut dan bekerja sampai sekarang, hampir tidak
pernah bersinggungan secara tatap muka langsung dengan para pengelola Goal
Indonesia. Maka dari itu, internet menjadi bagian yang sangat vital dan paling
utama dalam proses manajemen media di Goal Indonesia.
7 James AF Stoner, R. Edward Freeman & Daniel R. Gilbert, Jr. 1995. Management. Sixth Edition.
London: Prentice-Hall International. Hal. 10. 8 Ibid. Hal. 9. 9 Penulis merupakan salah satu staf Goal Indonesia sejak September 2012 hingga sekarang.
5
Komunikasi terjalin melalui e-mail, milis, dan aplikasi chatting seperti
Yahoo! Messenger, WhatsApp, Line, dan Viber. Komunkasi tak hanya dilakukan
melalui komputer saja, melainkan juga menggunakan ponsel yang tersambung
dengan internet atau yang populer disebut sebagai smartphone. Jalur telepon
konvensional atau layanan pesan singkat (SMS) juga bisa diterapkan jika benar-
benar terpaksa.
Seandaianya anggota redaksi Goal Indonesia bertemu langsung secara
tatap muka, itupun hanya sekedar gathering, berdiskusi biasa, membahas rencana
ke depan, dan hal-hal lain yang tidak berkaitan langsung dengan proses
manajemen media seperti yang sudah terjalin lewat dunia maya tersebut.
Pengelolaan manajemen media yang berbasis internet sepenuhnya ini
disebabkan karena Goal Indonesia tak punya kantor berwujud fisik, sehingga
seluruh proses manajemennya melalui internet. Maka proses manajemen dalam
“kantor virtual” ini sering disebut sebagai virtual management atau diterjemahkan
bebas sebagai manajemen virtual.
Kalaupun ada kantor berwujud fisik, maka itulah kantor Goal pusat yang
terletak di Inggris yang berada di bawah naungan Perform Group, induk
perusahaan Goal. Jadi secara teknis, Goal Indonesia tidak memiliki kantor sendiri
di Indonesia. Kembali lagi, internet menjadi semacam “kantor maya” dari para
staf mereka untuk berdiskusi, mengatur aktivitas redaksional, pemasaran, dan
sebagainya.
Dari hal-hal yang telah dibahas di atas, saya tertarik untuk membahas
manajemen media Goal Indonesia sebagai portal berita sepakbola internet
berbasis full-internet. Penulis merasa tertantang untuk mengetahui langkah-
langkah apa saja yang telah ditempuh oleh Goal Indonesia – terutama ditilik dari
sisi jurnalismenya – mulai dari kelahirannya pada 2008 hingga bisa berkembang
pesat sampai sekarang ini.
6
B. Rumusan Masalah
Bagaimana proses manajemen media online Goal Indonesia sebagai portal
berita sepakbola yang berbasis pada virtual management?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui proses manajemen redaksi Goal Indonesia sebagai portal
berita sepakbola yang berbasis pada full-internet.
2. Mengetahui peran dan fungsi manajemen redaksi Goal Indonesia dalam
pengelolaan portal berita.
3. Menganalisis bagaimana Goal Indonesia, dengan manajemen media yang
mereka lakukan, mampu berkembang pesat menjadi salah satu portal berita
sepakbola terbesar di Indonesia.
4. Mengetahui sejauh mana peran internet dalam perkembangan media massa
di Indonesia.
D. Manfaat Penelitian
1. Memetakan dinamika industri media baru di era konvergensi media,
khususnya media online di Indonesia.
2. Memaparkan aspek-aspek manajerial dalam pengelolaan institusi media
online.
3. Mendeskrispsikan perspektif ekonomi media sebagai landasan
penyelenggaraan institusi media.
4. Memperkaya kajian new media.
E. Kerangka Pemikiran
7
1. Perkembangan Internet di Indonesia
Penggunaan dan penetrasi internet semakin meningkat dari hari ke hari di
seluruh dunia. Sejak mulai masif dipergunakan pada awal abad ke-21, pada tahun
2013 jumlah pengguna internet di seluruh dunia telah menyentuh angka 2,4 miliar
orang, meningkat 8 persen dari tahun sebelumnya.10 Jumlah tersebut mencakup 34
persen dari seluruh populasi dunia. Data mirip juga juga dikemukakan oleh
etForecast dan ITU11 yang menyatakan internet di tahun 2013 ini sudah
menjangkau 38,8 persen populasi manusia, meningkat secara drastis jika
dibandingkan dengan tahun 2000 yang hanya sebesar 7,1 persen.
Dalam data tersebut juga disebutkan, benua Eropa menjadi kawasan dengan
presentasi pengguna internet tertinggi, yakni 75 persen, diikuti dengan benua
Amerika (61 persen), negara-negara pecahan Uni Soviet (52 persen), negara-
negara di kawasan Arab (38%). Adapun kawasan Asia-Pasifik memiliki
presentase terendah kedua (32 persen) setelah Afrika (16 persen).
Indonesia sendiri merupakan negara dengan perkembangan penggunaan
internet yang signifikan. Setidaknya 63 juta dari 240 juta penduduk Indonesia
tercatat sebagai pengguna aktif internet. Dengan kata lain, hampir 25 persen
penduduk Indonesia adalah pengguna internet.12 Dan jumlah ini akan terus
meningkat di setiap tahun. Dengan besarnya angka yang ada, dapat dikatakan
bahwa masyarakat Indonesia merupakan salah satu bentuk masyarakat digital di
mana pemanfaatan komunikasi melalui teknologi internet sudah menjadi bentuk
media habit sehari-hari.
Berdasarkan hasil riset yang dilakukan Sekolah Tinggi Sandi Negara
(STSN) Indonesia bersama Yahoo!, pengguna internet di Indonesia didominasi
10 Deliusno. 2013. Pengguna Internet Dunia Capai 2,4 Miliar. Diakses 15 Nov 2013. Terarsip dalam
http://tekno.kompas.com/read/2013/05/31/14232198/Pengguna.Internet.Dunia.Capai.2.4.Miliar..Indonesia.55.Juta
11 Kompas, 18 Maret 2014, halaman 16. 12 Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia. 2013. Indonesia Internet Users. Diakses 15
November 2013. Terarsip dalam http://www.apjii.or.id/v2/index.php/read/page/halaman-data/9/statistik.html
8
oleh kalangan remaja usia antara 15 sampai 19 tahun sebanyak 64 persen.13 Ini
menunjukkan penggunaan internet di Indonesia sangat didominasi oleh kaum
muda mengingat mereka sudah tersentuh dengan teknologi “dari sononya” atau
yang dikenal dengan sebutan “penduduk asli digital” (digital natives).
Internet merupakan media elektronik baru yang diminati kaum muda
karena memiliki banyak manfaat, seperti social networking, transfer file, e-mail,
mencari berita, pusat pembelajaran, lahan bisnis, media forum diskusi, sarana
hiburan, dan mesin pencari apapun. Internet bisa mengirimkan tulisan, gambar,
video, suara, dan bahkan siaran langsung (broadcast live, teleconference, radio
online, dll.). Hal itu disebabkan peningkatan pengguna internet melalui ponsel dan
tren untuk mengakses media online. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa
masyarakat sekarang menggunakan media online untuk mencari tahu informasi
terbaru dan terlibat aktif di jejaring sosial internet.
2. New Media Menciptakan Konvergensi Media
Semakin luas penggunaan internet di seluruh dunia membuat media-media
konvensional, seperti media cetak dan media elektronik, mulai berevolusi untuk
menyambut perubahan ini. Ada empat faktor yang menjadi pendorong bagi
dinamisme ini yaitu: (1) kemajuan teknologi, (2) perubahan gaya hidup
masyarakat dalam memperoleh informasi, (3) respons industri media, (4)
perkembangan dunia jurnalistik itu sendiri.14
Sejak akhir abad ke-20 hingga awal abad ke-21 ini, terdapat perubahan
yang terjadi dalam memperoleh berita. Perubahan tersebut dicirikan sebagai
berikut: (1) mendapatkan berita secara “fleksibel, kapan saja, di mana saja, dan
dengan melalui media yang lebih beragam”; (2) memilih media yang konsep dan
13 NN. 2012. Pengguna Internet di Indonesia Didominasi Kalangan Remaja. Diakses 15 November
2013. Terarsip dalam http://www.lensaindonesia.com/2012/09/26/pengguna-internet-di-indonesia-didominasi-kalangan-remaja.html
14 Ninok Leksono. 2007. “Surat Kabar di Tengah Era Baru Media & Jurnalistik” dalam St. Sularto (ed.). Kompas, Menulis dari Dalam. Jakarta: Penerbit Kompas. Hal 261.
9
layanannya paling memenuhi kebutuhan; (3) ingin diintegrasikan secara aktif
dalam aliran informasi.15 Dari situlah new media lahir.
a. New Media
New media atau media baru, bisa diartikan sebagai merupakan sebuah
terminologi untuk menjelaskan konvergensi antara teknologi komunikasi digital
yang terkomputerisasi (ICT) serta terhubung ke dalam jaringan. Menurut
Lievrouw and Livingstone, new media didefinisikan sebagai berikut16:
“In the that new media is made possible through ICT that can best be
understood as ‘infrastructures’: Infrastructures with three key
components: artefacts or devices used to communicate or convey
information; the activities or practices in which people engage to
communicate or share information; and the social arrangements or
organizational forms that develop around those devices and practice.”
Dari pengertian di atas, new media dapat dipahami sebagai infrastruktur
yang terdiri dari tiga bagian, yaitu: (1) perangkat yang digunakan untuk
berkomunikasi atau menyampaikan informasi; (2) aktivitas yang digunakan
orang-orang untuk berbagi informasi; dan (3) susunan sosial atau bentuk organisir
yang mengembangkan perangkat-perangkat dan aktivitas tersebut.
Sebagian besar teknologi yang digambarkan sebagai new media ini
berformat digital, memiliki karakteristik dapat dimanipulasi, bersifat jaringan,
padat, mampat, interaktif dan tidak memihak. Dilihat dari karakteristik ini, new
media bukanlah televisi, film, majalah, surat kabar, buku, atau publikasi berbasis
kertas, tetapi lebih kepada internet, website, komputer multimedia, permainan
komputer, dan lain sebagainya. Media baru bukanlah televisi, film, majalah, buku,
atau publikasi berbasis kertas. Secara lebih mendetail, karakteristik new media ini
dikemukakan oleh McQuail17:
1) Desentralisasi: pengadaan dan pemilihan berita/informasi tidak lagi
sepenuhnya di tangan komunikator.
15 Ibid. Hal 270. 16 Leah A Lievrouw & Sonia Livingstone. 2009. Handbook of New Media. London: SAGE
Publications. Hal 283 17 Dennis McQuail, op.cit.
10
2) Berkemampuan tinggi: pengaturan melalui media kabel dan satelit
mengatasi hambatan komunikasi yang disebabkan oleh pemancar siaran
lainnya.
3) Interaktif: setiap pelaku komunikasi yang terlibat di dalamnya dapat
melakukan proses komunikasi timbal balik di mana mereka dapat memilih,
menjawab kembali, menukar informasi dan dihubungkan dengan lainnya
secara langsung.
4) Fleksibel: fleksibel dalam hal ini meliputi bentuk, isi, dan penggunaannya.
Menurut McLuhan, kehadiran new media ini dapat membuat sebuah
proses komunikasi menjadi global. Itulah mengapa dunia saat ini disebut dengan
global village atau desa global.18 Global village menjelaskan bahwa tidak ada lagi
batas waktu dan tempat yang jelas. Informasi dapat berpindah dari satu tempat ke
belahan dunia lain dalam waktu yang sangat singkat dengan menggunakan
teknologi internet. Singkatnya, manusia tidak lagi hidup dalam isolasi, tetapi
terhubung dengan media secara berkelanjutan dan seketika itu juga.
Dengan jaringan internet sebagai saluran komunikasi dan informasi yang
mampu menjangkau seluruh dunia, maka peranan new media baru tersebut kini
menjadi sangat dominan. Hal-hal yang tak bisa dipungkiri, bahwa orang saat ini,
terutama kaum muda, semakin banyak yang mencari berita lewat portal berita,
semakin luasnya penggunaan seluler (ponsel, smartphone, laptop, dsb.), dan
mendapatkan informasi melalui sarana bergerak seluler tersebut. Khusus kaum
muda, mereka yang hidup di zaman sekarang merupakan digital natives yang
sejak lahir hidup di era digital sehingga kurang tertarik dengan media cetak dan
lebih tertarik dengan media online.
b. Konvergensi Media
Semakin pesatnya perkembangan media baru atau media online, yang
dipicu dengan semakin canggihnya teknologi komunikasi, telah memunculkan
18 Disarikan dari Richard West and Lynn Turner. 2010. Introducing Communication Theory:
Analysis and Application. New York: McGraw Hill. Hal 427-446
11
fenomena baru yang disebut konvergensi media. Perkembangan pesat ini
disebabkan oleh beberapa faktor utama, yakni: audiens yang terfragmentasi,
teknologi digital yang semakin tersedia dan murah, dan perubahan dalam struktur
sosial dan legal sehingga bisa memungkinkan kepemilikan antarmedia.19
Itulah konsep dari konvergensi atau dalam hal ini adalah konvergensi
media? Konvergensi media bisa didefiniskan sebagai arus atau aliran konten yang
terjadi di berbagai platform media.20 Dalam pengertian ini disebutkan bahwa
audiens memiliki peran krusial dalam membentuk dan mendistribusikan konten.
Konvergensi media harus dipahami sebagai proses yang berkelanjutan, merupakan
interaksi antara berbagai bentuk dan platform media.
Konvergensi media juga memungkinkan adanya integrasi antara
penyediaan konten online dengan industri multimedia. Fenomena ini menyertakan
keterikatan antara TIK (teknologi informasi komunikasi) dengan perusahaan
teknologi informasi, jaringan telekomunikasi, dan dengan penyedia konten yang
berasal dari media cetak dan media elektronik. Definisi lain tentang kovergensi
antara lain adalah:
- Konvergensi merujuk pada kombinasi antara televisi dan komputer
yang membentuk keanekaragaman produk-produk multimedia dan
perusahaan-perusahaan dari berbagai bidang industri.21
- Konvergensi adalah penggabungan teknologi komunikasi baru dan
teknologi komunikasi massa tradisional.22
- Konvergensi tidak memberikan kelebihan apa-apa kecuali lebih efektif
dan efisien.23 Konvergensi menghasilkan media baru yang betumpu
19 Stephen Quinn. 2005. Convergent Journalism: An Introduction. Oxford: Focal Press. Hal 8. 20 Henry Jenkins. 2006. Convergence Culture: Where Old and New Media Collide. New York: NYU
Press. Hal. 3. 21 Xigen Li dan Rene duPlessis. “Cross-Media Partnership and Its Effect on Technological
Convergence of Online News Content” dalam Li, Xigen (ed.). 2006. Internet Newspapers: The Making of a Mainstream Medium. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates. Hal 161.
22 Powerpoint Pengantar Ilmu Komunikasi: Studium Generale slide 16 dari mata kuliah Pengantar Ilmu Komunikasi oleh Ana Nadhya Abrar.
23 Jan Pavlik. 2000. Journalism and New Media. New York: Columbia University Press. Hal xiii
12
pada 3Cs: communication network, computing/information technology
dan digitised media and information content.
Jika dilihat dalam konteks yang lebih luas, konvergensi mengubah
hubungan antara teknologi, industri, pasar, gaya hidup dan khalayak.24
Singkatnya, konvergensi mengubah pola-pola hubungan produksi dan konsumsi,
yang berdampak pada berbagai bidang seperti ekonomi, politik, pendidikan, dan
kebudayaan. Konvergensi memberikan kesempatan baru kepada publik untuk
memperluas pilihan akses media sesuai selera mereka.
Para analis industri melihat konvergensi media sebagai gejala-gejala
tenggelamnya “media lama” (media cetak) dan terbitnya “media baru” yang
diasosiasikan dengan penerbitan digital. Industri-industri media melihat hal ini
sebagai peluang untuk memperluas jangkauan ekonominya dengan memasuki
lingkungan new media melalui merger, akuisisi, dan kemitraan strategis di antara
perusahaan media. Ketersediaan multimedia (audio, video, foto, gambar, dan teks)
dalam konvergensi media telah memungkinkan terjadinya pengembangan konten-
konten baru bagi perusahaan media. 25 Misalnya seperti penyatuan antara surat
kabar dan televisi ke dalam format new media yang sering disebut sebagai surat
kabar digital.
3. Media Online dan Jurnalisme Online
Keberadaan new media dan konvergensi media yang telah disinggung di
atas tadi tak bisa dilepaskan dari semakin maraknya kemunculan media online
yang juga terus berkembang. Media online bisa diartikan sebagai media yang
berbasiskan teknologi komunikasi interaktif dalam hal ini jaringan komputer, dan
oleh karenanya ia memiliki ciri khas yang tidak dimiliki media konvensional lain,
24 Anang Hermawan. 2009. Tantangan Masa Depan Konvergensi Media. Diakses 15 November
2013. Terarsip di http://abunavis.wordpress.com/2007/12/09/tantangan-masa-depan-konvergensi-media/
25 Xigen Li dan Rene duPlessis. “Cross-Media Partnership and Its Effect on Technological Convergence of Online News Content” dalam Li, Xigen (ed.). 2006. Internet Newspapers: The Making of a Mainstream Medium. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates. Hal 160.
13
salah satunya adalah pemanfaatan internet sebagi wahana di mana media tersebut
ditampilkan, sekaligus sebagai sarana produksi dan penyebaran informasinya.
Oleh karena itu, peranan teknologi komunikasi dalam hal ini internet, sangatlah
besar dalam mendukung setiap proses penyelenggaraan media online.
Adanya unsur baru, yakni internet, berimplikasi pada beberapa perubahan
ruang lingkup manajemen redaksional. Misalnya hal-hal yang berakitan dengan
riset-riset dalam media online, proses jurnalistik (seperti deadline, editing, dan
produksi), rubrikasi isi, desain dan visualisasi media. Tidak seperti media massa
konvensional sebelumnya yang memilki bentuk fisik media, media online terdiri
atas halaman-halaman web di dalamnya.
Jika media cetak distribusi produknya dilakukan dengan penjualan produk
cetak medianya, maka distribusi media online lebih kepada distribusi informasi
dengan cara akses terhadap situs media online yang bersangkutan lewat jaringan
internet. Konsumen media online tidak membeli media tersebut, namun
membayar biaya akses ke penyedia jasa internet. Penayangan (upload) informasi
dapat langsung dilakukan pada saat itu juga tanpa harus menunggu produksi
media seperti di media cetak. Kecepatan penyampaian informasi lebih diutamakan
karena inilah yang menjadi salah satu keunggulan media online.
Selain itu desain dan visualisasi media online bisa berubah setiap saat
tergantung pada perubahan isi yang bisa berubah-ubah karena selalu di-update.
Dan oleh karenanya ciri khas kapasitas informasinya hampir tak terbatas, maka
media online bisa menyediakan bank data, arsip, referensi, dan sumber-sumber
lain yang berkaitan dengan berita. Itulah yang membuat adanya fasilitas-fasilitas
khusus yang harus dimunculkan di media online seperti misalnya mesin pencari
(search engine) atau tags untuk memudahkan pencarian berita.
Jurnalis media online dituntut memiliki kemampuan memilih sudut
pandang berita secara cepat. Pemahaman teori dasar jurnalistik (unsur dan nilai
berita) dinilai belum cukup, karena jurnalis harus juga memiliki kepekaan atas
arah peristiwa dan pemberitaan. Ia juga harus bisa melaporkan berita secara cepat
14
ke koordinator liputan/redaktur yang berada di kantor. Di sini jurnalis dituntut
untuk membuat laporan yang logis, data yang akurat, serta mampu menyampaikan
kutipan-kutipan yang menarik perhatian. Perangkat yang mobile seperti telepon
seluler dan komputer jinjing (laptop) sangat mempermudah kerja jurnalis.
Selanjutnya, para redaktur di kantor harus menyaring laporan yang masuk dengan
memperhatikan berbagai hal agar berita yang ditayangkan itu tetap mengacu pada
prinsip-prinsip jurnaslime konvensional.
Menurut Foust, ada beberapa keuntungan yang bisa didapat dengan
kehadiran jurnalisme online ini26, yaitu:
1) Audiences Control: Audiens memiliki kontrol besar terhadap informasi yang
diterimanya. Mereka tidak lagi bertindak pasif dengan berita yang diterima,
melainkan mampu aktif mencari informasi di media online yang ia telusuri.
Oleh karena itu, audiens di media online sering disebut dengan user bukan
pembaca, pendengar, maupun pemirsa.
2) Non-linearity: Salah satu atribut unik dalam internet, yakni informasi
bergerak efektif dalam bentuk tidak linier alias independen. Dalam satu topik
berita, user dengan bebas memilih berita-berita yang menurutnya menarik.
Misalnya soal rencana pembangunan jembatan layang baru di sebuah kota,
maka ada user yang hanya membaca berita tentang jumlah uang yang
dibutuhkan oleh pemda untuk membangun jembatan layang itu atau membaca
berita tentang tanggapan gubernur seputar pembangunan jembatan layang
tersebut. Maka sering di portal berita ada istilah ‘berita terkait’.
3) Storage and Retrieval: Berita yang sudah diterbitkan akan tersimpan di
internet dan bisa diakses kembali (retrieve). Jadi, tinggal menggunakan mesin
pencari, kita akan dengan mudah mencari informasi yang diinginkan.
4) Unlimited Space: Karena berbagai macam keterbatasan, media-media
konvensional tentu tak bisa sebebas media online. Misalnya, surat kabar tak
26 James C. Foust. 2009. Online Journalisme: Principles and Practices of News for the Web.
Scottsdale: Holcomb Hathaway Publishers. Hal 7-12.
15
mungkin menuliskan laporan pengadilan secara penuh karena tentu akan
menambah halaman dan tentu menambah biaya cetak, sedangkan kondisi ini
tidak akan ditemui di media online.
5) Immediacy: Keberadaan internet membuat aktualitas sebuah berita akan
semakin tinggi. Pembaca tak perlu menunggu berita hingga keesokan pagi
untuk mendapat informasi tentang gunung meletus di suatu daerah, tapi
tinggal membuka media online dan langsung mendapatkan informasi tersebut
saat itu juga.
6) Multimedia Capability: Internet memungkinkan sebuah media online
menampilkan informasi dalam beberapa format seperti tulisan, gambar,
ilustrasi, animasi, suara, dan video.
7) Interactivity and User-Generated Content: Pada akhirnya, internet akan
membuat user memiliki partisipasi audiens yang lebih besar atau yang biasa
disebut interaktivitas. Dengan adanya forum, boks komentar, blog, hingga
citizen journalism, para user bisa terlibat aktif dalam memperoleh dan
mengolah informasi. Dalam hal ini, jurnalisme online akan memiliki
komunikasi interpersonal beralur give-and-take dan sudah bukan lagi one-
way seperti media massa konvensional.
4. Virtual Management sebagai Penerapan Manajemen Redaksional
Media Online
Internet merupakan salah satu perkembangan teknologi yang mengubah
news room. Berita semakin mudah didapat, lebih cepat, dan dengan penyebaran
yang lebih luas. Perkawinan antara media konvensional dengan media baru dalam
konvergensi media ini mampu menghasilkan sistem kerja dan pengolahan berita
yang baru. Fenomena jurnalisme online yang sekarang berkembang pesat ini
menjadi contoh menarik. Khalayak pengakses media konvergen atau pembaca
tinggal meng-click informasi yang diinginkan.
16
Di sisi lain, jurnalisme online juga membuat wartawan terus-menerus
meng-update informasi sesuai reportasenya. Konsekuensinya adalah
berkurangnya fungsi editor dari sebuah lembaga pers karena wartawan relatif
mempunyai kebebasan untuk segera meng-upload informasi baru tanpa terkendala
lagi oleh mekanisme kerja lembaga pers konvensional yang relatif panjang.
Dengan kata lain, manajemen media yang diasuh pun juga berbeda dengan
manajemen media online.
Manajemen mau tidak mau menjadi kata kunci keberhasilan suatu media
dalam mengelola dan mempertahankan eksistensinya. Bidang-bidang atau bagian
media dan sumber daya media perlu diatur dan diberdayakan kemampuan dan
fungsinya agar mencapai hasil sesuai dengan yang diharapkan.
a. Manajemen media secara umum
Seluruh upaya manajemen media pada dasarnya adalah memproduksi
informasi untuk kemudian secara fisik memproduksi media dan
mendistribusikannya. Bagian redaksi dinilai sebagai sebagai bagian yang
terpenting dalam manajemen media. Meskipun demikian, dalam manajemen
sebuah media, tidak ada unsur yang lebih unggul. Baik SDM, bagian produksi,
maupun bagian marketing juga punya tingkat kepentingan yang sama dalam
pengelolaan media.
Untuk memahami lebih lanjut tentang konsep manajemen media ini, ada
baiknya kita melihat konsep manajemen media yang diutarakan oleh James Stoner
dkk.27 yang merumuskan jika manajemen memiliki empat fungsi sebagai berikut:
1) Perencanaan (planning) menunjukan bahwa para manajer memikirkan
tujuan dan kegiatannya sebelum melaksanakannya. Kegiatan mereka
biasanya berdasar suatu cara, rencana, atau logika, bukan asal tebak saja.
2) Pengorganisasian (organization) berarti para manajer itu mengkoordinir
sumber daya manusia dan sumber daya bahan yang dimiliki organisasi.
27 James AF Stoner, R. Edward Freeman & Daniel R. Gilbert, Jr. 1995. Management. Sixth Edition.
London: Prentice-Hall International. Hal 11-12.
17
Sejauh mana efektifnya suatu organisasi tergantung pada kemampuannya
untuk mengerahkan sumber daya yang ada dalam mencapai tujuannya.
Tentu saja, dengan makin terpadu dan makin terarahnya pekerjaan akan
menghasilkan makin efektifnya organisasi. Mendapatkan koordinasi yang
sedemikian itu adalah salah satu tugas manajer.
3) Memimpin (to lead) menunjukan bagaimana para manajer mengarahkan
dan mempengaruhi bawahannya, menggunakan orang lain untuk
melaksanakan tugas tertentu, Dengan menciptakan suasana tepat, mereka
membantu bawahannya bekerja sebaik mungkin.
4) Pengendalian (controlling) berarti para manajer berusaha untuk
meyakinkan bahwa organisasi bergerak dalam arah tujuan. Apabila salah
satu bagian dari organisasi menuju arah yang salah, para manajer berusaha
untuk mencari sebabnya dan kemudian mengarahkannya kembali ke
tujuan yang benar.
Bagan 1.1. Skema proses manajemen media.28
Bidang-bidang atau setiap sumber daya di atas tersebut perlu diberdayakan
kemampuan dan fungsinya agar dicapai hasil yang sesuai dengan yang
diharapkan. Lebih lanjut, Fink29 juga menjelaskan konsep manajemen yang
kurang lebih mirip dengan Stoner:
28 Powerpoint Pengantar: Ruang Lingkup Perkuliahan Manajemen Media slide 10 dari mata
kuliah Manajemen Media oleh Wisnu Martha Adiputra. 29 Conrad Fink. 1996. Startegic Newspaper Management. USA: Allyn & Bacon. Hal 196-216.
18
1) Research in the newsroom: Media terlebih dahulu memahami
khalayak yang dapat dilakukan dengan menganalisis keadaan
geografis dan demografis pasar yang hendak dituju.
2) Planning ini the newsroom: Kegiatan ini meliputi dua hal penting,
yakni merencanakan penggunaan sumber daya manusia secara
efektif dan menyiapkan mekanisme jurnalistik baku untuk
menciptakan kualitas berita.
3) How to manage the newsroom’s resource: Media mengelola empat
elemen utama, yakni sumber daya manusia, uang, sumber eksternal
(narasumber, kantor berita, iklan, dll), dan newshole (kolom,
halaman, desain media, editing, dll).
4) Evaluating in the newsroom: Melakukan kontrol dan evaluasi untuk
melihat keberhasilan rencana pengelolaan dan implementasinya.
b. Manajemen redaksional dan penerapannya di media online
Berdasarkan uraian di atas, maka manajemen media yang dijalankan oleh
media online tentu memiliki karakteristik berbeda berbeda dengan media
konvensional, seperti media yang berbasis cetak. Kehadiran internet dan kemajuan
teknologi membuat orang bisa mengakses mengakses informasi di mana saja
secara cepat dan lengkap sesuai kebutuhan dengan teknologi mobile. Pada saat
inilah konvergensi media akan mencapai titik maksimal. Titik esensialnya adalah
bahwa keunikan internet terletak pada efisiensinya sebagai sebuah medium.
Pers menjadi pihak pertama yang memanfaatkan teknologi ini dengan
menampilkan informasi dalam bentuk teks, gambar, audio, dan visual.
Konsekuensinya, model-model jurnalisme via internet dan teknologi seluler yang
mengusung kecanggihan teknologi ini juga membawa pengaruh bagi praktik kerja
jurnalisme mainstream (cetak, radio, dan televisi). Ambil contoh salah satu bentuk
media online, yakni situs berita. Sebuah situs berita dirancang untuk diakses
secara gratis oleh pembaca. Maka dari itu, para pengelola situs berita terlebih
dahulu memikirkan bagaimana agar situs berita mampu mendapat dukungan iklan
19
sehingga menjamin keberlanjutan situs berita. Persoalan seputar finansial ini
punya peran yang tak kalah penting dengan masalah redaksional sebagai
konsekuensi dari media berbasis dua muka (pembaca dan pengiklan).
Tidak seperti media massa konvensional sebelumnya yang memilki bentuk
fisik media, media online terdiri atas halaman-halaman web di dalamnya.
Distribusi produk media online lebih kepada distribusi informasi dengan cara
akses terhadap situs media online yang bersangkutan lewat jaringan internet.
Oleh karena itu, usaha memahami khalayak melalui riset-riset dalam
ruang berita, seperti masukan dan tanggapan dari pembaca serta kuisoner masih
bisa dilakukan, sedangkan feedback dari sirkulasi seperti yang dikemukakan Fink
tidak mungkin dilakukan. Ada beberapa penyesuaian yang terjadi, misalnya
masukan dan tanggapan lebih sering dilakukan secara online yakni lewat fasilitas
e-mail yang dikirimkan ke redaksi media, misalnya tanggapan atas berita yang
dimuat langsung ataupun melalui online survei atau kuis. Jadi, setiap aktivitas
yang dilakukan pembaca dalam hubungannnya dengan media online dilakukan
secara online juga.
Demikian halnya dalam pencarian dan penulisan informasi, media online
memiliki pemaknaan yang berbeda dalam hal deadline, editing dan produksi
informasi/berita. Penayangan (upload) informasi dapat langsung dilakukan pada
saat itu juga tanpa harus menunggu produksi media seperti di media cetak.
Kecepatan penyampaian informasi lebih diutamakan karena inilah yang menjadi
salah satu keunggulan media online.
Selain itu desain dan visualisasi media online bisa berubah setiap saat
tergantung pada perubahan isi yang bisa berubah-ubah karena selalu di-update.
Dan oleh karenanya ciri khas kapasitas informasinya hampir tak terbatas, maka
media online bisa menyediakan bank data, arsip, referensi, dan sumber-sumber
lain yang berkaitan dengan berita, maka ada fasilitas-fasiulitas yang harus
dimunculkan di media online seperti misalnya mesin pencari (search engine).
20
Karena adanya unsur baru yang sangat berperan yakni teknologi
komunikasi dan informasi, maka kemungkinan dibutuhkannya sebuah divisi
khusus yang akan mengelola teknologi yang digunakan media online sangat besar.
Dengan adanya divisi baru ini maka akan berpengaruh pada struktur dan proses
kerja media secara keseluruhan. Pengelolaan sumber daya ini kemudian menjadi
sangat penting dalam media online.
c. Virtual management dan kelompok kerja virtual
Dalam beberapa dekade terakhir, perkembangan teknologi telah
mengacaukan pasar media yang berdampak semakin terpinggirkannya eksistensi
media-media tradisional. Keberadaan teknologi produksi digital yang semakin
murah membuat audiens bisa membuat konten sesuai keinginan mereka sementara
internet menawarkan pendistribusian konten tersebut secara global. 30
Perubahan teknologi ini tidak dapat dielakkan dan mendasari adanya
perkembangan di industri media dan bisa bersifat mengacaukan apa yang sudah
ada. Teknologi yang bersifat mengacaukan ini berpotensi membuat industri baru
atau membuat transformasi baru dari industri yang sudah mapan sebelumnya. 31
Salah satu bentuk transformasi itu adalah keberadaan virtual management.
Dengan semakin meluasnya penggunaan teknologi informasi dan ditambah
tuntutan untuk bersaing secara global, maka sebuah perusahaan atau organisasi
juga dituntut untuk memiliki struktur virtual management ini. Virtual
management atau diterjemahkan bebas sebagai manajemen virtual adalah sistem
manajemen dengan anggota kelompok yang tersebar luas di titik manapun dan
sangat jarang bertatap muka satu dengan yang lainnya.
30 Ann Hollifield. 2011. “Changing Perceptions of Organizations” dalam Wilson Lowrey & Peter
Gade (ed.). Changing the News. New York: Routledge. Hal 193. 31 Bozena Mierzejewska. 2011. “Media Management in Theory and Practice” dalam Mark Deluze
(ed.). Managing Media Work. London: SAGE Publications. Hal 19.
21
Sistem keanggotaan seperti ini lazim disebut sebagai tim virtual atau
kelompok kerja virtual. Pengertian, kelompok kerja virtual dituturkan oleh
Powell, Piccoli, dan Ives32:
[…] as groups of geographically, organizationally and/or time
dispersed workers brought together by information and telecommunication
technologies to accomplish one or more organizational tasks.
Kelompok kerja virtual bekerja dalam sebuah "ruang kerja" yang berlokasi
di dunia internet, di mana seorang individu dapat menyelesaikan tugas-tugas yang
diperlukan untuk melaksanakan bisnis profesional atau pribadi tanpa memiliki
"fisik" lokasi usaha.33
Komunikasi mereka termediasi melalui teknologi komputer, misalnya
lewat video conference, instant message, email, shared databases, threaded
discussions dan calendaring, guna menghubungkan orang-orang yang terpisah
secara fisik guna mencapai sasaran bersama. Mereka bekerja di bawah oleh
kebijakan perusahaan dan persyaratan kerja. Mereka terdiri atas para anggota dari
organisasi yang sama ataupun hubungan anggota organ dengan para pekerja dari
organisasi lain semisal partner perusahaan.
Keberadaan manajemen virtual dan kelompok kerja virtual ini juga
membuat tren bekerja di rumah menjadi semakin populer. Lebih jauh,
keanggotaan tim dapat dibentuk sesuai dengan keahlian dan latar belakang yang
diperlukan, dari mana saja di dunia, memungkinkan organisasi untuk menjadi
lebih fleksibel, efisien, dan mampu bersaing secara global. Fenomena ini terus
merebak dari tahun ke tahun seperti yang dijelaskan oleh pakar teknologi
informasi Onno W. Purbo dalam tulisannya34:
32 Anne Powell, Gabriele Piccoli, dan Blake Ives. 2004. Virtual teams: a review of current literature
and directions for future research. The DATA BASE for Advances in Information Systems - Winter Vol. 35, issue 1. Hal 8.
33 NN. Vitual Workgroup. Diakses pada 17 Juli 2014. Terarsip dalam http://www.pcmag.com/encyclopedia/term/53960/virtual-workgroup
34 Onno W. Purbo. 2013. Kerja Tanpa Kantor, Siapa Takut!. Diakses pada 24 Juni 2014. Terarsip dalam http://majalahict.com/berita-316-elifestyle----kerja-tanpa-kantor-siapa-takut.html
22
Pada tempo dulu, bekerja di kantoran, bekerja di sebuah institusi atau
perusahaan ternama mungkin terkesan sangat bergengsi dan menjadi kelas
elit tersendiri pada para orang tua kita. Kalau kita bekerja sendiri, di
rumah, dicap orang tak berguna lah, tidak terpakai dan lainnya.
Sialnya, pada hari ini, para orang tua tampaknya harus gigit jari &
menerima kenyataan bahwa justru semakin banyak dan semakin bergengsi
pekerjaan-pekerjaan yang tidak mempunyai kantor. Mengapa? Karena
pada akhirnya yang di tuntut dari seorang profesional bukan absensi
kantor-nya melainkan target /hasil/pencapaian objektif.
Dalam banyak kesempatan, banyak terlihat profesional dengan
mobilitas tinggi, kalaupun mempunyai kantor sering kali meninggalkan
kantornya – bahkan sangat lumrah jika pekerjaannya dikerjakan di rumah
atau sambil ngobrol dan minum kopi di cafe bersama mitra-mitranya.
Gadget yang memiliki karakteristik mobilitas tinggi seperti ponsel
(smartphone atau handphone), komputer jinjing (laptop, notebook, atau netbook),
hingga tablet menjadi peralatan yang tak terpisahkan bagi para pekerja yang
menggeluti manajemen virtual ini. Komunikasi yang intens menjadi ciri khas dari
para profesional ini, email traffic di mailing list yang diselingi banyak berita
berseliweran di layar ponsel menjadi bagian integral kehidupan mereka.
Meski manajemen virtual ini memiliki banyak manfaat seperti lebih efektif
dan efisien dalam mengilangkan batasan waktu dan tempat, lebih murah karena
tanpa biaya operasional kantor, terdapat pula beberapa kelemahan jika
dibandingkan dengan sistem manajemen biasa yang mengandalkan komunikasi
tatap muka. Kelemahan itu antara lain koordinasi yang minim karena antaranggota
berada dalam kondisi tempat dan waktu yang berbeda, masalah interpersonal,
hingga perbedaan kultural antaranggota.
5. Konten Sepakbola di Media-media Tanah Air
Sepakbola menjadi salah satu olahraga paling populer di seluruh dunia dan
punya daya tarik tersendiri dibanding jenis olahraga lainnya. Seperti yang pernah
diungkapkan seorang kolumnis sepakbola Walter Lutz yang dikutip oleh
23
Sindhunata35: “Kendati perang, krisis, bencana, skandal permainan, suap-menyuap
perwasitan, pengkhianatan terhadap fair-play, sepakbola tidak pernah lapuk dan
mati, malahan senantiasa ada dan terus menghibur dunia.”
Diperkirakan, dari tujuh miliar penduduk bumi di mana setengahnya
adalah penggemar sepakbola.36 Dengan penggemar yang luar biasa jumlahnya ini,
tentu membuat kalangan kalangan industri media masa di seluruh dunia tertarik
untuk masuk ke dalam dunia sepakbola ini. Jurnalisme olahraga telah menjadi
ranah yang menggiurkan untuk menggaet minat pembaca. Hampir seluruh format
media, mulai dari surat kabar harian, radio, televisi, hingga portal berita internet,
selalu menyediakan tempat khusus untuk rubrikasi olahraga, terutama sepakbola.
Dan di Indonesia, sepakbola adalah salah satu cabang olahraga yang paling
populer. Indonesia adalah masyarakat yang gila bola. Banyak sekali indikator
yang bisa memperkuat pernyataan ini, seperti tingginya rating pertandingan
sepakbola di televisi, menjamurnya acara nobar (nonton bareng), kaus/jersey
sepakbola yang selalu laku keras, stadion klub-klub lokal yang terisi penuh,
markaknya fanbase klub-klub tertentu, dan sebagainya. Selain karena memang
fanatisme masyarakat Indonesia yang sudah mendarah daging terhadap tim-tim
lokal dan tentu saja tim-tim tersohor dari luar negeri (klub dan negara), tingginya
animo masyarakat terhadap sepakbola juga tak lepas dari banjir informasi dan
pemberitaan yang dilakukan media-media di Tanah Air.
Pemberitaan mengenai sepakbola di dalam media-media Indonesia
menunjukkan bentuk dan format yang lengkap.37 Di ranah surat kabar misalnya,
sejak dahulu sepakbola memiliki rubrikasi khusus. Dalam beberapa kesempatan,
surat kabar kerap menjadikan sepakbola sebagai headline bagi seluruh berita
35 Sindhunata. 2002. Bola-Bola Nasib: Catatan Sepak Bola Sindhunata. Jakarta: Penerbit Buku
Kompas. Hal. 8 36 NN. 2013. Top 10 List of the Internet World's Most Popular Sports. Diakses pada 13 Mei 2014.
Terarsip dalam http://www.topendsports.com/world/lists/popular-sport/fans.htm 37 Wisnu Martha Adiputra. 2010. Pemberitaan Sepakbola: Antara Distribusi Informasi dan
Permainan Makna. Diakses pada 13 Mei 2014. Terarsip dalam http://wisnumartha14.blogspot.com/2010/06/pemberitaan-sepakbola-antara-distribusi.html.
24
olahraga, bahkan berita sepakbola bisa menjadi headline untuk surat kabar secara
keseluruhan bila pertandingannya penting.
Hal lain yang mengindikasikan pertumbuhan pesat jurnalisme olahraga
adalah perkembangan tabloid olahraga. Jika sampai tahun 1970-an, berita
olahraga hanya menjadi bagian dari koran umum, atau setidaknya sisipan yang
disediakan koran umum, maka sejak diterbitkannya tabloid Bola (pada 1984),
jurnalisme olahraga memiliki ruang sendiri dalam tabloid olahraga yang khusus
mengangkat berita-berita olahraga.38
Keberhasilan Bola ini lalu menginspirasi terbitnya beberapa tabloid lain,
seperti Tribun, Go, Soccer, dan lainnya. Pada 2013 hingga sekarang, Bola berubah
format menjadi harian, meski tetap berkala menerbitkan tabloid mingguanya itu.
Dengan demikian. Bola harian ini lalu bersaing dengan pemain lama seperti
Topskor dan juga pemain baru Superball, koran harian khusus sepakbola milik
Tribun yang terbit pada Januari 2014 lalu. Selain tabloid dan harian, beberapa
majalah juga bermunculan seperti Bola Vaganza, Four Four Two, World Soccer,
hingga Inside United yang bahkan hanya berisi informasi tentang salah satu
kesebelasan paling terkenal di dunia, Manchester United.
Itu baru jenis media cetak yang terbit secara berkala dan belum termasuk
buku. Menjelang Piala Dunia, turut menjamur buku-buku berisikan segala
informasi tentang pergelaran sepakbola terakbar itu. Belakangan, dengan naiknya
pamor timnas Indonesia U-19, banyak sekali buku yang berkaitan dengan
‘perjalanan meraih prestasi’ yang dilakukan oleh Evan Dimas dkk, biografi Indra
Sjafri, dan lain sebagainya.
Pada ranah media elektronik, perkembangan jurnalisme olahraga dimulai
dari siaran berita olahraga dan siaran langsung pertandingan yang dilakukan oleh
radio dan setelah itu mulai merambah ke stasiun-stasiun televisi. Hingga saat ini,
terjadi perebutan hak siar pertandingan olahraga, terutama sepakbola, yang terjadi
38 Fajar Junaedi. 2012. Komodifikasi Berita Konflik Suporter Sepak Bola dalam Jurnalisme
Olahraga. Diakses pada 14 Mei 2014. Terarsip dalam http://www.academia.edu/5714239/Komodifikasi_Berita_Konflik_Suporter_Sepak_Bola_dalam_Jurnalisme_Olahraga.
25
pada antarstasiun televisi, baik oleh stasiun televisi teresterial ataupun televisi
kabel. Saling ganti kepemilikan hak siar terhadap liga-liga tertentu menjadi
pemandangan jamak dalam beberapa tahun terakhir.
Perkembangan internet semakin memanaskan persaingan di bidang
jurnalisme olahraga ini, terutama dalam penyediaan konten sepakbola. Kelebihan
internet yang mampu menyajikan informasi secara lebih cepat menjadikan media
massa lain harus semakin meningkatkan kualitas pemberitaannya. Kini, dengan
keberadaan internet, khalayak langsung mengakses hasil pertandingan secara
langsung. Banyak portal berita bermunculan, baik yang khusus hanya menyajikan
sepakbola (misalnya Goal atau Bola.net) maupun portal berita menjadi bagian dari
keseluruhan media (misal Detiksport yang merupakan bagian dari Detik.com atau
Kompas Bola yang merupakan bagian dari Kompas.com).
Hal-hal yang dibahas di atas barulah menyentuh ranah pemberitaan atau
informasi bersifat faktual. Informasi bersifat fiksional pun juga ada. Contoh pesan
fiksi untuk sepakbola misalnya adalah film “Escape to Victory “, “Bend It Like
Beckham”, “Goal!” dan “Shaolin Soccer” yang masuk dalam ranah produksi
Hollywood. Untuk film buatan Indonesia, terdapat “Garuda di Dadaku”, “Romeo
Juliet”, “Tendangan dari Langit”, dan “Hari Ini Pasti Menang”.
Melihat segala kelengkapan yang ada dalam penyajian konten sepakbola di
Indonesia, bisa kita bayangkan berapa banyak perputaran uang berkaitan dengan
komoditas bernama sepakbola ini hanya dari satu negara saja. Pertanyaan
selanjutnya adalah, bagaiamanakah isi dari konten-konten sepakbola yang sudah
sangat banyak itu? Apakah sudah ideal?
Jika dianalisis dari jenis beritanya, bisa dikatakan relatif sudah ideal. Dari
berita langsung (hard news), tentu saja begitu banyak dan lengkap seputar
informasi sepakbola karena inilah berita yang paling dinantikan pembaca. Berita
ringan (soft news) juga tak kalah laris karena menguak aktivitas pemain sepakbola
di luar lapangan sampai dengan berita tentang pasangan pemain. Pun dengan
berita mendalam (feature news) di mana berisi segala aspek dan aspek mendetail
tentang sepakbola. Informasi mengenai sepakbola meluas pada berita analisis
26
yang relatif kompleks dan beragam, termasuk menelaah permasalahan sosial-
budaya melalui sepakbola. Dalam jenis berita ini, ada sebuah permainan makna,
yang meskipun tidak berhubungan secara langsung dengan sepakbola, tetap
membuat rangkaian informasi rasional dan membuat kita lebih “nikmat” dalam
mengakses informasi.
Namun, dari komplet dan beragamnya berita sepakbola yang ada di media-
media Indonesia itu, ada beberapa hal yang masih kurang ideal. Salah satunya
adalah hampir seluruh pemberitaan didominasi oleh sepakbola Eropa. Jika boleh
diambil angka kasar, maka berita sepakbola Eropa menguasai 80 persen porsi
pemberitaan, sisanya adalah berita nasional seputar sepakbola Indonesia. Tak
heran jika kita akan lebih akrab dengan nama-nama pemain luar negeri ketimbang
para pemain lokal, kita akan lebih banyak berdiskusi seputar sepakbola
internasional ketimbang nasional, dan seterusnya.
Terkait gejala-gejala semacam ini, peran media sama sekali tak boleh
dikesampingkan. Lihat saja, sepakbola Eropa mendominasi headline-headline
berita olahraga di seluruh format media. Suguhan partai-partai sepakbola Eropa
tiap akhir pekan di layar televisi juga semakin memanjakan mata pecinta
sepakbola di Indonesia. Keadaan sungguh berbalik tampak ketika kita melihat
berita seputar sepakbola nasional. Media-media di Tanah Air seakan-akan meng-
anaktiri-kan sepakbola nasional dan yang kurang mendapat porsi banyak. Secara
tidak langsung, hal ini menyebabkan animo masyarakat sepakbola nasional
menjadi lebih rendah ketimbang sepakbola Eropa.
F. Kerangka Konsep
Dari penjabaran kerangka pemikiran di atas, dijelaskan bahwa kemunculan
new media yang disertai dengan adanya konvergensi media telah memberikan
dimensi baru bagi dunia jurnalisme. Yang unik dari perubahan ini adalah, begitu
pesatnya perkembangan penetrasi publik media-media online ini sehingga
27
membuat produsen media kini berlomba-lomba mengeluarkan konten online atau
konten digital kepada publik.
Hal tersebut menjadikan si komunikator alias media tersebut harus
mengatur strategi bagaimana menyajikan isu menjadi sebuah berita yang sesuai
dengan ideologi media mereka, mengatur sumber daya manusianya dan sumber
daya materiil dengan baik, membuat rencana jangka pendek dan jangka panjang,
dan sebagainya. Artinya, butuh pengelolaan atau manajemen yang tepat agar
sebuah media bisa mencapai tujuannya (goals).
Goal Indonesia sebagai salah satu media online tentu juga butuh
manajemen media yang bisa memungkinkan terjadinya sinergi dari segala sumber
daya guna mencapai tujuan yang ingin dicapai. Dalam penelitian yang
menggunakan studi kasus ini, terdapat variabel-variabel manajemen yang akan
dijadikan kerangka konsep.
Bagan 1.2. Kerangka konsep penelitian.
28
Dari bagan di atas, bisa dijelaskan bahwa fokus penelitian ini terletak pada
keempat proses manajemen media yang terjadi dalam Goal Indonesia.
1) Perencanaan (Planning): Merupakan proses menetapkan tujuan-tujuan
dan membuat strategi yang sekiranya cocok untuk mencapai tujuan-tujuan
tersebut. Dalam hal ini, peneliti akan melihat bagaimana proses
terbentuknya Goal Indonesia dan apa saja tujuan-tujuan yang ingin dicapai
olehnya.
2) Pengorganisasian (Organizing): Merupakan proses yang melibatkan
sumber daya manusia yang saling bekerjasama secara terstruktur dalam
upaya mencapai tujuan. Dalam hal ini, peneliti akan menjabarkan struktur
manajemen Goal Indonesia beserta tugas pokok dan fungsinya.
3) Pengarahan (Leading): Merupakan segala proses pengaturan dan
pengelolaan yang berhubungan dengan tugas pokok anggota organiasi.
Dalam hal ini, peneliti akan menjelaskan apa saja yang dilakukan
manajemen Goal Indonesia dalam mengatur dan mengelola sumber
dayanya, baik itu sumber daya manusia maupun materiil.
4) Pengontrolan (Controlling): Merupakan proses yang memastikan
kegiatan aktivitas dalam organisasi tersebut berjalan sesuai rencana.
Dalam hal ini, peneliti akan melihat bagaimana Goal Indonesia bisa
mengelola situsnya agar terus berjalan setiap hari dengan kontrol yang
telah ditetapkan.
No. Kerangka
Konsep
Operasionalisasi
Konsep
Teknik Pengambilan Data
1. Perencanaan
(Planning)
- Identifikasi media
- Identifikasi
pengguna
- Tujuan-tujuan yang
ingin dicapai
Mengakses data statistik
pengguna dan statistik
media melalui Google
Analytics.
Mewawancarai SDM Goal
Indonesia (mulai dari
29
founder, pemimpin redaksi
hingga staf redaksi).
Melakukan observasi ke
lapangan dan mengikuti
jalannya proses redaksional
Goal Indonesia.
2. Pengorganisasian
(Organizing)
- Struktur Organisasi
- Pembagian SDM
beserta tugas dan
fungsi pokoknya
- Rubrikasi media
- Layout media.
Mengeksplorasi situs Goal
Indonesia.
Mengeksplorasi CMS Goal
Indonesia.
Mewawancarai SDM Goal
Indonesia terkait.
Melakukan observasi ke
lapangan dan mengikuti
jalannya proses redaksional
Goal Indonesia.
3. Pengarahan
(Leading)
- SDM
- Keuangan
- Infrastruktur
teknologi
- Pihak eksternal
Mewawancarai SDM Goal
Indonesia terkait.
Melakukan observasi ke
lapangan dan mengikuti
jalannya proses redaksional
Goal Indonesia.
4. Pengontrolan
(Controlling)
- Pemantauan proses
kerja redaksional
secara keseluruhan.
- Penilaian proses
kerja redaksional
secara keseluruhan.
Mewawancarai SDM Goal
Indonesia (mulai dari
founder, pemimpin redaksi
hingga staf redaksi).
Melakukan observasi ke
lapangan dan mengikuti
jalannya proses redaksional
Goal Indonesia.
Tabel 1.1. Kerangka konsep penelitian.
30
G. Metode Penelitian
Untuk menganalisis penelitian yang berfokus pada bidang komunikasi
faktual dengan lokus pada komunikator ini, penulis akan menggunakan
metodologi studi kasus. Studi kasus bisa diartikan sebagai metode riset yang
menggunakan berbagai sumber data yang bisa digunakan untuk meneliti,
menguraikan, dan menjelaskan secara komprehensif berbagai aspek individu,
kelompok, suatu program, organisasi, atau peristiwa secara sistematis.39
Penggunaan studi kasus ini mempertimbangkan beberapa hal unik yang dalam
sebuah organisasi yang dijadikan unit analisis dengan menggunakan pendekatan
kualitatif.
Penelitian studi kasus memiliki subjek yang relatif terbatas, namun
variabel-variabel dan fokus yang diteliti sangat luas dimensinya. Pada akhirnya,
studi kasus dimaksudkan untuk mempelajari secara intensif tentang latar belakang
masalah keadaan dan posisi suatu peristiwa yang sedang berlangsung saat ini,
serta interaksi lingkungan unit sosial tertentu yang bersifat apa adanya (given).
1. Alasan Pemilihan Studi Kasus
Dengan pisau analisis studi kasus, penulis bisa terfokus pada satu
fenomena ini, yakni bagaimana sebuah media online (Goal Indonesia) melakukan
proses manajemen medianya dengan menggunakan internet sebagai jalur
utamanya. Hasil penelitian ini pun nantinya akan bersifat deskriptif dan heuristik
sehingga mampu menimbulkan interpretasi baru atau makna baru dari isu yang
diteliti ini.
2. Lokasi Penelitian
39 Rahmat Krisyantoro. 2008. Teknik Praktik Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada Media.
Hal 56-57.
31
Karena Goal Indonesia tidak memiliki kantor berwujud sendiri, maka
lokasi penelitian akan dilangsungkan di ‘dunia maya’ atau melalui internet.
Namun, jika diperlukan, peneliti akan bertatap langsung dengan para staf Goal
Indonesia yang berdomisili di Jakarta dan Bandung.
3. Teknik Pengumpulan Data
Rencananya, penulis akan mengumpulkan data penelitian dengan data
primer dan sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung
dari subjek penelitian di lapangan baik melalui proses wawancara dari
narasumber, proses pengamatan, maupun berinteraksi langsung dengan objek
penelitian. Sedangkan data sekunder merupakan data yang diperoleh dari sumber
kedua selain data lapangan seperti data literatur buku, internet, dan hasil penelitian
sebelumnya. Data sekunder ini digunakan sebagai pelengkap data primer.
Berhubung penulis sudah terlibat aktif di Goal Indonesia sejak 2012, maka
proses pengumpulan data ini bisa dilakukan dengan menghubungi langsung para
pengelola umum Goal Indonesia, seperti founder, pemimpin redaksi, hingga staf-
staf editorial lain. Jika diperlukan, penulis bisa berangkat ke Jakarta atau Bandung
untuk melakukan wawancara langsung yang lebih mendalam dengan narasumber
yang tersebar di kedua kota tersebut. Berikut adalah penejelasan detailnya.
a. Wawancara mendalam
Teknik wawancara bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai
fakta-fakta dari informan dalam bentuk wawancara tidak tersetruktur
(percakapan). Wawancara mendalam (in depth interview) merupakan
proses perolehan keterangan untuk tujuan penelitian dengan menggunakan
cara tanya jawab dan bertatap muka antara pewawancara dengan
informan.40 Dalam penelitian ini, wawancara akan dilakukan dengan staf
redaksi Goal Indonesia, dari berbagai macam lapisan jabatan.
40 HB Sutopo. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: UNS Press. Hal. 72.
32
No Narasumber Jabatan Tanggal
1 Bima Prameswara Said Founder Minggu II September 2014
2 Agung Harsya Editor in Chief Minggu II September 2014
3 Gunawan Widyantara Content Manager
– Web Admin
Minggu III September 2014
4 Moh Yanuar Firdaus Assistant Editor Minggu III September 2014
5 Dede Sugita Duty Editor –
Online Journalist
Minggu III September 2014
6 Abi Yazid Koresponden Minggu III September 2014
Tabel 1.2. Jadwal wawancara.
b. Observasi Partisipan
Observasi merupakan pengamatan dan pencatatan secara sistematik
terhadap unsur-unsur yang tampak dalam suatu gejala atau gejala-gejala
dalam objek penelitian.41 Suatu observasi disebut observasi partisipan jika
orang yang melakukan observasi turut ambil bagian dalam objek yang ia
teliti. Pengamatan partisipatif memungkinkankan peneliti dapat
berkomunikasi secara akrab dan leluasa dengan narasumber, sehingga
memungkinkan untuk bertanya secara lebih rinci dan detail terhadap hal-
hal yang akan diteliti. Dalam penelitian ini, peneliti akan mengamati
secara langsung segala proses manajemen redaksi di Goal Indonesia,
dengan status sebagai salah satu bagian anggota dari Goal Indonesia,
sesuai dengan kerangka konsep penelitian.
c. Studi dokumentasi
Pada teknik pengumpulan data ini, peneliti berupaya untuk menjawab
masalah penelitian dengan menggunakan dokumen yaitu data tertulis yang
telah diolah oleh orang lain atau suatu lembaga.42 Studi dokumentasi
merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara
41 Afifuddin dan Saebani. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Pustaka Setia. Hal.
134. 42 R. Adi. 2004. Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum: Edisi 1. Jakarta: Granita. Hal 61.
33
dalam penelitian kualitatif ini. Dokumen ini meliputi surat-surat, laporan,
notulensi rapat, proposal, dan lain-lain.
4. Analisis Data
Dari data yang sudah didapatkan, baik itu dari wawancara dengan staf
Goal Indonesia, observasi langsung, maupun studi dokumentasi, maka akan
dilakukan analisis data. Analisis data merupakan kegiatan mengolah data-data
hasil penelitian menjadi informasi yang dapat digunakan untuk mengambil
kesimpulan dalam suatu penelitian. Dalam hal ini, peneliti akan melakukan
langkah-langkah sebagai berikut:
a. Pengorganisasian data: pada tahap ini semua “fakta” yang telah
dikumpulkan diorganisasikan dalam susunan yang logis, atau bisa juga
secara kronologis.
b. Kategorisasi data: Kategori diidentifikasi, dan dengan kategori-kategori
itu data dimasukkan dalam kelompok-kelompok yang bermakna.
c. Interpretasi data: penafsiran dari “data” atau kelompok “data” yang masuk
dalam kategori itu dan mencari hubungannya dengan kasus yang sedang
diteliti.
d. Identifikasi pola: data dan artinya diselidiki untuk menemukan tema-tema
penting, serta dilakukan pula pengidentifikasian pola-pola yang muncul
sehingga kita mengerti kasus yang dijadikan studi.
e. Sintesis dan generalisasi: Gambaran keseluruhan kasus disusun; dan
kesimpulan diambil serta dipakai sebagai titik tolak untuk mencari
kemungkinan diterapkan pada kasus-kasus lain.