jurnalis, jurnalisme, dan saya
DESCRIPTION
rangkuman dari buku Jurnalis, jurnalisme, dan sayaTRANSCRIPT
T3/PIJ/2013
Dhisa Yunita Advika Sari Agustin
210 110 120 432
ILKOM K
Jurnalis, Jurnalisme, dan Saya
Bab I
Jurnalisme dan Kepentingan Publik
1. Negara, Istana, dan Wartawan (Arys Hilman)Pada agustus 2007, Arys Hilman bergabung dengan para wartawan dari sembilan
negara ASEAN. Ia menemui Perdana Menteri Singapura, Lee Hsie Loong. Ia bertanya
tentang defence cooperation agreement (DCA) dan perjanjian ekstradisi antara Indonesia
dan Singapura. Pemerintah RI menilai DCA menguntungkan Singapura karena menjadikan
wilayah Natuna sebagai tempat latihan jet tempur mereka yang tidak layak dibarter dengan
perjanjian ekstradisi. PM Lee menjawab dengan lugas, ia menyatakan bahwa negosiasi ini
sebenarnya dipersulit oleh DPR. Arys pun membantah dengan mengatakan bukan hanya
DPR yang keberatan, tetapi para menteri juga mempersoalkan hal ini. PM Lee pun berkata,
“tidak ada perlunya bagi kami untuk bernegosiasi melalui anda.” Saya lupa bahwa
kebebasan pers di Singapura tidak seperti di Indonesia. Kepala pemerintahan tak terbiasa
mendengar pers yang berbeda pendapat dengannya.
Singapura dalam indeks kebebasan pers berada pada urutan 141, sementara
Indonesia ada di urutan 100. Pers Singapura jauh dari hingar bingar politik, headline koran
setempat seperti kecelakaan, media sebagai institusi bisnis dan lain-lain. Situasi yang sama
ditemui dia di Kuala Lumpur. Bahasan yang menyita perhatian masyarakat Malaysia adalah
pertumbuhan ekonomi. Namun ketika ada isu besar, pers Malaysia mengambil posisi pada
sisi pemerintah dan masyarakat menyuarakan perbedaan mereka melalui blog di internet.
Disana, koran Malaysia setiap tahun harus memperpanjang lisensi, semacam SIUPP pada
orde baru.
Indonesia pada awal reformasi pernah menempati urutan 50-an namun sekarang
sudah terlempar jauh dari 100 besar. Namun, pers Indonesia masih memiliki daya ketika
berhadapan dengan pemerintah. Presiden sulit mengelak dari pers. Bahkan sampai
sekelompok wartawan Australia bertanya kenapa pers Indonesia begitu galak pada Presiden
SBY. Menghadapi pertanyaan itu Arys menjawab, “sikap pers Indonesia kepada Presiden
SBY sama seperti sikap pers Australia kepada PM Kevin Rudd.” Pers Australia masuk
dalam deretan papan atas kebebasan pers dunia, bahkan melampaui Amerika Serikat.
Namun pers Australia tidak ada apa-apanya dibandingkan negara Skandinavia. Pers Swedia
misalnya yang selau masuk deratan 10 besar didunia. Bahkan di Gutenberg, Raja Swedia
dapat berjalan-jalan tanpa kawalan. Arys pernah mewawancarai PM Blair di rumah dubes
Inggris dengan mengajukan pertanyaan kapan anda berani bilang ‘tidak’ pada Amerika.
Pertanyaan seperti ini bukanlah hal istimewa mengingat Inggris berada pada urutan kisaran
20.
Apresiasi: Ceritanya sangat menarik. Dari cerita ini saya bisa mengetahui bahwa
setiap negara itu memiliki kebebasan pers yang berbeda-beda. Ada yang masih
dikendalikan oleh pemerintah dan ada juga yang bebas dari kendali pemerintah.
2. Jurnalis, Keberpihakan, dan Keselamatan (Sri Lestari)Sri sudah sepuluh tahun bekerja di media dan sebagian besar pengalamannya
bergelut di dunia jurnalistik radio. Karirnya di jurnalistik radio dimulai dari kantor berita
swasta KBR 68H. Setelah delapan tahun, dia pindah ke BBC Siaran Indonesia yang
merupakan bagian dari BBC World Service. Kebijakan BBC Indonesia berujuk kepada
induknya di London. Kebijakannya tak hanya kebijakan editorial tetapi aturan lain yang
mungkin dianggap sepele oleh media lokal. Contoh : ketika meliput anak-anak, mengambil
gambar atau mewawancarai baru bisa dilakukan jika sudah mendapat izin dari orang tua
atau wali mereka karena anak-anak adalah kelompok yang harus dilindungi. Anak-anak
yang menjadi korban eksploitasi seksual dan sasaran kejahatan atau tersangka perilaku
kriminal tidak boleh ditampilkan identitas lengkapnya misalnya wajahnya disamarkan,
ditampilkan dari belakang, dan lain sebagainya. Karena dianggap dapat memicu tindakan
kekerasan.
Berbeda dengan media Indonesia yang pernah mewawancarai anak dan orang tua
distudio, si anak menggunakan topeng sementara orang tua tampil apa adanya. Ini sama aja
mengabaikan hak anak untuk dilindungi identitasnya. Masalah lain yang disoroti ketika
media sibuk untuk mendapatkan wawancara dengan koruptor M. Nazaruddin. Mereka
memanfaatkan BlackBerry Massanger sampai wawancara melalui skype. Sri tidak mendapat
tekanan dari atasannya untuk mewawancarai eksklusif Nazaruddin karena BBC tidak
mengizinkan mewawancarai orang yang terlibat kasus hukum karena media tempat ia
bekerja tidak ingin dimanfaatkan demi keuntungan mereka.
Selain kebijakan editorial, perbedaan bergabung di media internasional adalah
perlindungan terhadap keselamatan jurnalis dalam peliputan seperti memberikan pelatihan
bagaimana meliput di wilayah bencana, medan perang, hutan dan lain-lain. Selain itu,
mereka harus mengisi formulir yang menggambarkan kondisi daerah liputan dan
kemungkinan bahaya yang akan dihadapi.
Bagi Sri ada persamaan bekerja di media lokal dan media asing. Sama-sama
memiliki keleluasan untuk dapat memberikan ruang atau tempat bagi mereka yang
terpinggirkan. Hal yang terpenting adalah bagaimana media memberitakan suara mereka
yang menjadi korban.
Apresiasi: Dari cerita ini saya dapat pelajaran bahwa seorang wartawan itu harus
memperhatikan keselamatan narasumbernya dan harus menyembunyikan identitas
narasumber yang terlibat dalam kasus kejahatan atau menjadi korban asusila. Wartawan
juga harus memberikan ruang atau tempat bagi mereka yang terpinggirikan untuk
mengeluarkan suara.
3. Jurnalis : Pembawa Kebenaran, Bukan Kebetulan (Rieska Wulandari)Reiska diterima menjadi koresponden lokal di Jawa Barat saat masih berstatus
mahasiswa. Atasannya tidak memaksa untuk bekerja sangat produktif namun terkadang
situasi memaksa atau mengizinkan ia untuk ‘panen’ berita. Motif lain ia memproduksi banyak
berita ialah bonus yang didapatkan dari setiap laporan mendalam plus foto-fotonya. Pada
juni 2003 World Wide Fund (WWF) mengundang dia dan temannya untuk meliput
pembalakan liar di Kalimantan Barat dan Malaysia. Disana ia melihat betapa luar biasanya
Malaysia mengeksploitasi Indonesia. Kayu Indonesia yang di cap kayu Malaysia lalu di
ekspor dan mendirikan sebuah hotel bintang empat yang viewnya mengarah ke Danau
Sentarum di Indonesia. Untuk mencapai Malaysia dari Kalimantan Barat ternyata terdapat
shuttle bus liar yang mobilnya dijual oleh orang Malaysia dengan murah karena disana
terdapat asuransi yang akan menggantikan mobil baru apabila mobil lama dicuri. Setelah
tiba di Jawa ia membuat berita dengan jujur dan sebenarnya. Dengan berita ini pemerintah
mulai sadar pembalakan liar harus segera diberantas.
Rieska diterima menjadi wartawan di media Jepang, Jiji Press. Setelah satu bulan ia
bekerja disana, Indonesia digemparkan dengan Bom Bali 2. Setelah di konfirmasi ternyata
pelakunya adalah Muhammad Salik Firdaus yang pernah bersekolah di pesantren Abu
Bakar Baasyir. Berbekal dengan informasi yang ada ia dan atasannya berangkat ke
Majalengka untuk mencari informasi yang mendalam tentang siapa Salik sebenarnya.
Kontrak kerja dengan Jiji Press habis. Ia pun diterima menjadi asisten Kepala Biro Mainichi
Shimbun di Jakarta. Bekerja di Mainichi Shimbun ia ditantang terus membuat feature dan
melakukan riset. Mereka membuat mengenai pengiriman tenaga kerja Indonesia ke Jepang.
Selanjutnya mereka melakukan investigasi ke Lamalera, Flores tentang perburuan paus.
Usut punya usut ternyata LSM mendesak mereka menangkap tuna dengan peralatan yang
canggih. Dengan demikian, laut akan terancam terpolusi solar dan jumlah paus yang mati
akan meningkat. Disini bisa dilihat, tidak semua ‘berjubah malaikat’ itu membawa kebaikan.
Jurnalis harus menggali dan melakukan investigasi untuk membawa kebenaran bukan
kebetulan.
Apresiasi: Setelah membaca cerita ini saya mengetahui bahwa seorang wartawan itu
dalam meliput berita harus mencari sumber dan akar dari permasalahannya. Mereka harus
menginvestigasi berita tersebut sampai tuntas agar bisa menyampaikan informasi ke
khalayak secara utuh dan menyampaikan kebenaran.
4. Pemain yang Tiba-tiba Mesti Menjadi Wasit (Nursyawal)Nursyawal terpilih sebagai komisioner KPID Jabar periode 2009-2012 pada Mei
2009. Sebagai Koordinator Bidang Isi Siaran, ia memiliki dua tugas yaitu menindaklanjuti
aduan masyarakat atas isi siaran dan melakukan pengawasan isi siaran. Ia harus menilai
sebuah perbuatan hukum lalu menetapkan keputusan apakah perbuatan itu melanggar atau
tidak, serta apa tindakan hukum yang adil sebagai sanksi.
Sebagai praktisi ia tidak pernah berpikir jauh tentang tanggapan publik terhadap
karya jurnalistiknya. Yang terpenting karya itu mengangkat isu yang sedang aktual, datanya
akurat, presentasinya menarik, dan redaksi mau menyiarkannya. Ia tidak bertanya apakah
penguasa itu benar-benar telah diawasi oleh saya? Apakah hati nurani masyarakat sama
dengan suara hati saya? Pasal 6 UU 40/1999 menyebut peranan pers sebagai berikut :
a. Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui
b. Menegakkan nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, dan
HAM serta menghormati kebhinekaan
c. Mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan
benar
d. Melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal yang berkaitan
dengan kepentingan umum
e. Memperjuangkan keadilan dan kebenaran
Dan inilah yang ia hadapi setiap hari. Ia kagum dengan teknik penyiaran anak zaman
sekarang. Namun, secara substansif ia mulai ragu apakah mereka telah menjalankan
peranan jurnalis seperti yang diamanahkan oleh UU pers pasal 6 itu. Pengetahuan
substansif yang kurang bahkan membuat presenter televisi membuat kesalahan sepele.
Ketika melakukan siaran live dari sebuah gedung bimbingan belajar yang runtuh akibat
gempa di Padang, presenter siaran ini mencegat tim SAR dari Jepang dengan menanyakan
pertanyaan dalam bahasa Inggris. Namun orang Jepang itu menghindari mikrofon dan pergi
menjauh. Presenter tersebut berkata didepan kamera, “baiklah, mungkin yang bersangkutan
tidak paham Bahasa Inggris.” Bayangkan disaat yang kritis ada seorang wartawan yang
sibuk meminta keterangan dari tim SAR pada detik-detik berharga yang masih bisa
menyelamatkan anak-anak yang tertimbun beton itu.
Ia juga melibatkan diri dalam tim penyusun naskah revisi Pedoman Perilaku
Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS) 2011. Dengan ini diharapkan adanya
kesadaran dari teman seprofesi. KPI dan KPID sendiri berusaha seminimal mungkin ikut
campur dengan tugas Dewan Pers. Suatu saat, peranan lembaga ini untuk menyusun
peraturan isi siaran harus dikurangi dan makin melibatkan para perilaku penyiaran itu sendiri
bersama masyarakat sebagai pemegang hak tunggal kedaulatan atas isi siaran yang baik.
Apresiasi: Pelajaran yang saya dapatkan setelah membaca cerita ini ialah bahwa
setiap wartawan itu tidak pernah berpikir jauh tentang apa tanggapan publik terhadap
karyanya yang penting mereka telah memberikan informasi yang aktual, datanya akurat, dan
dikemas secara menarik. Satu lagi yang penting setiap wartawan harus memiliki
pengetahuan substansif seperti yang diamanahkan oleh UU pers pasal 6.
5. Media Literacy: The Unknown Area (Santi Indra Astuti)Media literacy adalah arena yang kering dan asing bagi orang komunikasi Indonesia,
khususnya jurnalistik yang lebih berorientasi pada media. Lima tahun silam, seorang anak
kecil tewas setelah meniru adegan smackdown yang mereka tonton bersama teman-
temannya. KPI, KPID, dan togatoma mengimbau kepada Lativi untuk memberhentikan
penyiaran smackdown. Namun, setelah basa basi mengatakan berbela sungkawa, petinggi
Lativi mengatakan bahwa mereka tidak bisa memberhentikan program tersebut karena
terikat kontrak ekonomi dengan importir Amerika Serikat. Jika kontrak itu dibatalkan, bangsa
Indonesia akan dinilai ingkar janji dan merusak reputasi negara. Namun, tanpa disangka
smackdown hilang begitu saja. Ternyata tersebar pesan yang sama dimasyarakat untuk
tidak menonton Lativi mulai dari mulut ke mulut, arisan ke arisan, pertemuan warga, dan
lain-lain. Tragedi smackdown Lativi memperlihatkan potret kemenangan publik.
Data penggunaan media setelah diakumulasikan tidak kurang dari 70 persen waktu
kita dihabiskan bersama media. Data UNICEF pada 2007 menunjukkan bahwa anak-anak
Indonesia rata-rata menonton televisi 5 jam sehari dalam weekdays, bukan weekend.
Banyak program televisi yang mengandung unsur kekerasan. Bukan hanya
kekerasan yang dialamiahkan dalam kehidupan sehari-hari seperti dalam kartun “Tom and
Jerry” atau “Naruto” namun juga dalam program pemberitaan. Seperti meng-shoot extreme
close up orang yang telah meninggal karena bunuh diri, memvisualisasikan pekerja kelab
malam berbusana minim dan berdandan menyolok hasil razia aparat, membolak balikkan
jenazah didepan sorotan kamera untuk mencari dompetnya dan membeberkan identitas
korban. Sepertinya Awak liputan semakin “ganas” memainkan kamera dari berbagai angle.
Dalam program talkshow presenter adalah seorang moderator ia tidak boleh menyudutkan
narasumbernya. Namun, sekarang ini banyak presenter yang seolah-olah menjadi seorang
investigator.
Ini menunjukkan betapa pentingnya media literacy. Media literacy bertujuan untuk
memberikan kemampuan khalayak untuk menggunakan media secara sehat, masuk akal,
dan memaanfaatkannya sesuai kebutuhan, serta untuk menangkal dampak negatif media.
Apresiasi: Setelah membaca cerita ini, saya jadi mengetahui istilah “media literacy”.
Saya mendapatkan pelajaran bahwa media harus memberikan
tontonan/informasi/gambaran yang bermutu dan khalayak pun harus mampu menyaring
dampak negatif yang datang dari media dengan cara menggunakan media itu secara sehat
dan memanfaatkannya sesuai dengan kebutuhan.
BAB II
Integritas Wartawan
1. Jurnalisme si Kancil (Yayu Yuniar)Yayu merupakan seorang koresponden media asing. Ia menjadi satu diantara tiga
wartawan surat kabar terbitan Amerika Serikat, The Washington Post, di Jakarta. Biro Asia
Tenggara ini ia gawangi bersama Ellen Nakashima dan Alan Sipress. Mereka sangat
berharap bisa meliput ke Papua. Pada tahun 2006, akhirnya mereka meliput ke Papua dari
ujung utara Manokwari, Bintuni, Wamena, dan Jayapura.
Di manokwari mereka menelusuri penebangan ilegal pohon merbau yang akan dijual
ke Malaysia dan China. Di setiap daerah mereka memiliki fixer, yaitu orang yang bisa
membantu memetakan logistik dan menjadi narasumber untuk memahami setiap tempat
yang mereka datangi. Saat di Bintuni ketika mereka ingin mewawancarai ketua adat, mereka
telah ditunggu oleh sejumlah orang dengan wajah garang. Namun, akhirnya mereka bisa
dilepaskan karena Yayu mengaku mengenal Bupati Bintani dan Kepala Polisi Bintani. Tapi,
fixer mereka ditahan, babak belur diarak telanjang. Mereka mengalami petualangan bak
detektif. Ketika sampai di Jayapura mereka berhasil menemui mantan pejabat Polda Papua
yang tersangka pembalakan kayu triliunan rupiah. Wawancara berlangsung selama tiga jam
dan tersangka memberikan berkas sebagai bentuk pembelaan.
Pada akhirnya jurnalis andal adalah jurnalis berintegritas. Mereka jujur, objektif, gigih,
dan profesional. Teknik dan kelihaian akan terasah seiring pengalaman dan waktu.
Apresiasi: Saya sangat suka dengan cerita yang disuguhkan oleh si penulis. Inti dari
cerita ini adalah wartawan harus bisa bersikap seperti detektif. Menyelinap, bersembunyi,
menyembunyikan identitas diri dan mencari cara untuk mencapai tujuan. Yang paling
penting adalah wartawan harus cerdik seperti kancil.
2. Mengenal Diri dalam Kelebatan Waktu (Siska Widyawati)Siska merupakan seorang wartawan di Jiji Press. Tugasnya adalah memburu
dokumen dan harus melakukan follow up berita exclusive. Sebenarnya ia tidak terlalu peduli
dengan isi dokumen namun itu merupakan salah satu dari tugasnya. Ia selalu
menyembunyikan mimpi untuk menuliskan perspektif-perspektifnya sendiri. Terkadang ia
menulis dan dimuat di koran nasional.
Mimpinya adalah berkeliling dunia. Dengan memburu dokumen ia sudah berkeliling
dunia ke 13 negara. Meskipun mimpinya tercapai tapi jiwanya tetap rindu untuk
menuangkan sesuatu yang lebih personal, menuangkan perspektif-perspektifnya dalam
tulisan.
Dengan pekerjaannya sebagai pemburu dokumen banyak hal yang ia dapatkan. Ia
mengenal istilah “draft” bahwa kita bisa memberitakan isi konferensi sebelum konferensi
berlangsung. Ia juga belajar menangkap berita dengan cepat, melaporkan dengan akurat,
menulis dengan tepat, dan lain-lain. Tapi sampai akhirnya ia memutuskan untuk hengkang
dari tempat ia bekerja dan ingin melanjutkan sekolah di Belanda. Namun, ada berita yang
menggembirakan bahwa ia sedang hamil. Rencana sekolahnya pun dibatalkan dan biarlah
Tuhan yang menentukan kemana arah perjalanan kapal dirinya.
Apresiasi: Dari cerita ini saya dapat mengambil pelajaran bahwa dari sekarang kita
harus mengenali passion kita itu dibidang apa agar kita tidak salah jalan di masa yang akan
datang. Jangan sampai kita baru mengenali diri kita sendiri saat menjalankan sesuatu yang
bukan passion dari kita.
3. Tak Puas dengan Berita, Narasumber Menginterogasi (Media Sucahya)Pada awal tahun 1997, majalah bulanan Info Bisnis menurunkan laporan utama
“Obsesi Bisnis Korps...” yang memberitakan tentang rencana pembangunan mal oleh
yayasan yang dibentuk korps itu. Dalam rapat redaksi mereka mempertimbangkan layak
tidaknya berita ini dijadikan laporan utama, layak atau tidak menurunkan judul sampul
seperti itu, serta menampilkan wajah pimpinan korps tersebut apakah perlu izin dari yang
bersangkutan. Dan mereka memutuskan untuk mengedarkan majalah ini. Setelah sebulan
majalah ini beredar, mereka diundang untuk “bersilaturrahmi” dengan pimpinan korps
dimarkasnya. Sebelum acara dimulai, mereka digeledah seperti orang yang melakukan
pelanggaran. Pimpinan korps menyatakan keberatannya terhadap berita yang diturunkan.
Pertama, mengapa tidak mengajukan surat izin permohonan wawancara dan surat izin
pemuatan foto wajah dirinya. Kedua, ia mempertanyakan kenapa tidak menulis keberhasilan
Serka Asmujiono anggota korps itu dalam mencapai puncak Gunung Everest. Ia mencurigai
ada orang yang “mengorder” tulisan tersebut karena tidak suka dengan dirinya, korpsnya,
dan keluarga cendana.
Ia dan teman-temannya diberi waktu 4 x 24 jam untuk menyerahkan sebuah nama
siapa yang menyuruh mereka menulis laporan utama tersebut. Jika tidak, pimpinan korps
akan melakukan tindakan yang kami tidak ketahui. Mereka pun meminta tolong kepada
Pemimpin Umum Agung Laksono. Mereka menceritakan kasus yang sedang dihadapi.
Agung pun membuat surat secara khusus yang ditujukan kepada pimpinan korps tersebut.
Setelah seminggu peristiwa itu terjadi, ia tidak mendapatkan informasi apa-apa lagi. Mereka
menyimpulkan bahwa Agung sudah menyelesaikan kasus ini secara baik-baik
Apresiasi: Pekerjaan wartawan adalah hal paling sering dihadapkan dengan bahaya
apalagi menuliskan berita tentang orang yang berkuasa. Berita yang tidak terdapat unsur
pemojokan pun akan dianggap memojokkan dan dikira tulisan itu telah diorder oleh
seseorang. Dari cerita ini dapat memberikan sedikit perspektif tentang perilaku sebuah rezim
terhadap kebebasan pers.
4. Media itu Aku: Sekelumit Ingatan dari Catatan Harian (Hawe Setiawan)Pada tahun 2011 ia merupakan juri MLA (Mochtar Lubis Award) untuk kategori
feature. Baginya ada 3 hal yang perlu ditekankan tentang feature. Pertama, feature adalah
salah satu bentuk komposisi jurnalistik yang memiliki karakteristik dan gaya penulisan
tersendiri. Kedua, gaya menulis feature yang baik tentu ditopang oleh kreativitas yang baik
pula pada diri jurnalis. Ketiga, kehadiran feature mengingatkan kembali masyarakat akan
pentingnya mengelola dan mengisi media jurnalistik secara kreatif.
Ketika diminta ikut menulis di buku Jurnalis, Jurnalisme, dan Saya ia diharapkan oleh
Yus untuk menuliskan pengalamannya mengelola Cupumanik. Namun, rasanya tidak baik
menulis lagi apa yang sudah tertuang. Baginya menulis dari ingatan adalah kegiatan yang
runyam. Sebagai orang yang bekerja dibidang tulis menulis, ia menyadari perubahan yang
dahsyat dalam media yang ia manfaatkan akibat kemajuan teknologi
komunikasi&informatika.
Ia mengidentifikasi sedikitnya tiga gejala perubahan jurnalistik yang begitu kentara.
Gejala pertama memperlihatkan bahwa membaca itu menulis dan sebaliknya.orang dapat
mengakses informasi dari berbagai sumber di internet dan mengekspresikan komentarnya.
Gejala kedua memperlihatkan bahwa jagat sosial itu kian personal dan sebaliknya. Weblog
atau blog adalah jurnal pribadi yang bisa diakses banyak orang. Gejala ketiga
memperlihatkan pijakan lokal dengan jangkauan global.
Menurutnya, apabila jurnalis mengabaikan tiga hal inventio, elucutio, dan compositio
yang disampaikan oleh Aristoteles berarti mereka sedang melakukan bunuh diri bahkan bisa
membunuh orang lain. Kelangsungan hidup jurnalisme ditentukan oleh sejauh mana jurnalis
mengindahkan ketiga matra Retorika tersebut.
Apresiasi: Penulis dalam cerita ini tidak memberikan cerita yang menarik namun
lebih memberi pembaca tentang pengetahuan. Seperti apa itu feature, feature yang baik itu
seperti apa, apa saja tiga gejala perubahan jurnalistik, dan tiga hal yang tidak boleh
diabaikan dalam retorika. Namun dari ceritanya, saya dapat menyimpulkan bahwa
perubahan teknologi sangat mempengaruhi dunia jurnalistik.
BAB III
Manajemen Media
1. Alhamdulillah its’s Friday (Hagi Hagoromo)
Hagi adalah seorang pemimpin redaksi di Four Four Two Indonesia (FFTI) yang
merupakan sister magazine dari majalah Playboy Indonesia (PBI). Di PBI ia menjabat wakil
pemimpin redaksi. PBI tutup dan FFTI kerap telat terbit karena terhambat soal dana.
Ditengah situasi ini, ia bertemu dengan teman-temannya dan diajak mebuat majalah baru
dengan konsep mengenai Islam. Ia pun tertarik dengan ajakan ini. Nama majalahnya adalah
AliF yaitu Alhamdulillah its’s Friday.
Mereka menyusun formasi. Mereka sedikit menghadapi kendala dari segi tampilan.
AliF edisi pertama pun terbit dan dibagikan gratis di masjid-masjid besar se-Jakarta.
Sambutannya sangat bagus meski harus banyak yang harus dibenahi. Manajemen AliF
mencantumkan nama Hagi di boks redaksi dan membuat kegemparan di FFTI. Akhirnya
persoalan ini diakhiri dengan damai. Di edisi ketiga, perbaikan mulai terasa. Di edisi ketujuh,
mereka mulai kian berbenah diri. Divisi marketing belum bisa menarik pengiklan disebabkan
strategi marketing yang tidak tepat sesuai sasaran. Setelah setahuan setengah terbit AliF
berganti format menjadi versi online yang konsekuensinya perampingan skuad. Tiga bulan
setelah berganti format Hagi pun memutuskan untuk mengundurkan diri.
Apresiasi: Yang saya dapatkan dari membaca cerita ini ialah pembenahan dalam
setiap media memang diperlukan namun perlu diimbangi dengan strategi yang matang dan
tepat pada setiap divisi usaha. Ini bisa dijadikan pembelajaran bahwa jika satu sisi tidak
berjalan dengan baik maka sisi satunya tak bisa berdiri sendiri.
2. Sampai Jumpa, Advertorial...(Nigar Pandrianto)Salah satu konsekuensi industrialisasi pers ialah semakin pentingnya kehadiran iklan
disurat kabar maupun majalah. Media cetak tidak dapat lagi mengandalkan sirkulasi maupun
loyalitas pembaca, melainkan bergantung pada iklan. Mau tidak mau, iklan menjadi ujung
tombak keberlangsungan media. Kreativitas media memegang peranan penting. Mereka
harus menemukan cara-cara inovatif untuk mengambil kue iklan. Adu kreativitas, adu
konsep, maupun adu ide menjadi warna diantara penulis iklan media agar pengiklan mau
membeli space iklan.
Iklan advertorial dan display sudah dianggap basi. Dulu copywriter yang awalnya
bekerja untuk menulis advertorial sekarang harus memikirkan bentuk iklan yang menarik.
Penulis iklan harus memikirkan kebutuhan pembaca, mencari korelasi dengan keseharian
pembaca, mendekatkan dengan masalah pembaca, akan membuat sisipan-sisipan sejenis
yang lebih diperhatikan dan lebih memberikan manfaat untuk pembaca. Belakangan ada
kecendrungan disejumlah media untuk menarik iklan adalah dengan membuat suplemen
khusus. Seperti tabloid Nova yang menerbitkan Nova Choice sebulan sekali. Nigar ikut serta
dalam pembuatan suplemen khusus ini. Trik untuk menarik pengiklan adalah membuat tema
yang kemungkinan banyak menarik iklan. Membuat tema “rambut sehat” misalnya, sudah
pasti bakal menarik minat pengiklan produk kesehatan rambut.
Singkatnya seiring perubahan-perubahan yang terjadi didunia pers dan komunikasi
pemasaran, seorang copywriter dituntun lebih kreatif agar kesempatan baru dapat tercipta
dan media cetak pun dapat tetap menjalankan fungsinya di masyarakat.
Apresiasi: Setelah saya membaca cerita ini, saya menjadi tahu bahwa seorang
copywriter tidak lagi dituntut untuk membuat editorial namun mereka dituntut harus memiliki
ide kreatif dalam memikirkan bentuk iklan, juga harus memikirkan konten yang dibutuhkan
oleh masyarakat dan memikirkan kebutuhan dalam kegiatan komunikasi pemasaran.
3. Menguji Nyali di Ranah Digital (Irfan Junaidi)Pada akhir September 2009, keluar surat keputusan yang mengharuskan Irfan untuk
hijrah ke Jakarta. Sampai di Jakarta ia mendapat tantangan yaitu ditempatkan menjadi
Kepala Republika Online, situs berita tertua di Indonesia. Dalam setahun kedepan ia diminta
untuk menaikkan kunjungan tiga kali lipat dan pendapatan iklan yang berlipat-lipat. Ia
bertemu dengan salah seorang yang berperan penting dalam pengembangan detik.com.
setelah pertemuan itu ia mendapat pencerahan soal positioning. Ia berpikir untuk
menentukan titik pijak Republika Online yang bernapaskan Islam.
Untuk mendukung perjalanan Republika Online, mereka memindahkan server
supaya performa website lebih cepat, menata kembali tampilan web yang dijalankan dengan
perubahan engine. Engine yang baru dipakai sempat tidak berjalan baik dan menjadikan
peringkat Republik Online di Alexa terjun bebas. Alexa adalah situs pemeringkat website
yang dilihat dari banyak rujukan bagi para pemasang iklan dan paling banyak dikunjungi.
Diganti lah dengan engine baru dan diberlakukan penggantian sumber daya manusia yang
“lebih segar”. Selanjutnya membangun jejaring seperti akun di Facebook dan Twitter,
bekerja sama dengan Yahoo Indonesia, kunjungan ke sekolah-sekolah “Rol to School”, dan
hadir di Google News.
Upaya yang dilakukan pun tak sia-sia. Target melipatkan kunjungan pun tercapai dari
tiga juta per bulan menjadi 12 juta per bulan. Kenaikan pemasangan iklan pun mulai terasa
meskipun belum mencapai target hanya mencapai 70 persen dari target. Namun, ditahun
kedua sudah mulai membaik dan memudahkan tenaga marketing untuk menggaet klien.
Apresiasi: Pendapat saya setelah membaca tulisan ini adalah seorang wartawan
harus selalu siap kemanapun mereka ditugaskan, harus selalu mencari ide-ide yang kreatif
untuk mencapai target yang telah ditetapkan, dan menggunakan kecanggihan teknologi
yang ada untuk merubah media yang ia naungi menjadi lebih modern sesuai dengan
perkembangan zaman.
4. Bertahan sebagai Koresponden (Adi Marsiela)Adi sudah delapan tahun bekerja di Suara Pembaharuan. Sejak awal bekerja ia tidak
pernah menandatangani kontrak kerja. Tidak ada gaji tetap setiap bulannya. Gajinya akan
bertambah jika ia mendapat honor berita yang dimuat. Hal ini membuat para koresponden
dan kontributor melakukan kloning berita seperti saling “menitip” berita atau tempel
menempel kabel lewat kamera televisi.
Organisasi kewartawanan seperti Aliansi Jurnalis Independen masih memandang
sebelah mata wartawan yang menyandang status koresponden dan kontributor.
Koresponden diming-imingi menjadi karyawan tetap dan mendapat gaji pokok. Namun
perusahaan malah menawarkan peluang bisnis program iklan. Pemasukan koresponden
akan bertambah melalui honor penjualan iklan. Di perusahaan media elektronik, para
koresponden hanya dibayar dari honor pemuatan berita mereka. Diperusahaan lain
koresponden bisa menjadi karyawan tetap asalkan mengikuti prosedur penerimaan
wartawan dari awal.
Program sertifikasi wartawan yang dilakukan Persatuan wartawan Indonesia (PWI)
dilakukan untuk menjaga profesionalisme wartawan. Standarisasi dibuat karena banyak
wartawan yang bekerja tidak sesuai standard dan kode etik. Beberapa wartawan yang
sudah mengikuti sertifikasi mengaku tidak ada perubahan dalam pola kerjanya.Karya
jurnalistik memang bukan sesuatu yang bisa ditawar atau dihargai dengan uang. Namun,
tidak tertutup peluang untuk bersinergi. Sehingga hak masyarakat untuk mendapatkan
informasi tetap ada dan pemodal pun tidak kehilangan investasinya.
Apresiasi: Yang saya dapatkan setelah membaca cerita ini adalah saya baru
mengetahui bahwa wartawan yang berstatus koresponden kadang tidak diperlakukan
dengan adil oleh perusahaanya. Gajinya pun jauh lebih kecil dibandingkan dengan
wartawan tetap. Namun masih ada wartawan freelance yang tetap memjadi koresponden
karena merasa lebih independen dan tidak terikat oleh aturan perusahaan.
BAB IV
Meliput Konflik
1. Minus Rencana ke Jalur Gaza (Ismail Fahmi)Ismail ditugaskan bersama Firtra untuk berangkat ke Jalur Gaza meliput kabar
serangan Israel ke Palestina. Mereka ditugaskan untuk bersiaran langsung hampir setiap
saat. Mereka pertama kali tiba di Yordania. Disana akses internet tidak memadai padahal
sistem siaran langsung yang digunakan berbasis internet. Setelah beberapa hari di
Yordania, mereka berangkat menuju Mesir melalui Aqaba, menyeberangi teluk aqaba, dan
tiba di Taba. Saat sampai di Taba mereka diperiksa oleh para petugas. Mereka diperiksa
bak pelaku kejahatan. Tidak lama kemudian, mereka dijemput petugas dari Kedutaan Besar
RI untuk dibawa ke KBRI Kairo. Di Kairo mereka menyempatkan diri meliput korban perang
di rumah sakit terbesar di Mesir.
Mereka pun berangkat menuju perbatasan Rafah, pintu penghubung Mesir dan Jalur
Gaza. Sepanjang perjalanan mereka melewati 15 check point. Setelah melalui “pagar-pagar”
penjagaan akhirnya tiba di Rafah. Sesuai penyerahan bantuan, sebagian anggota tim
kemanusiaan ada yang memutuskan untuk balik ke Indonesia. Akhirnya setelah lama
menunggu, pintu perbatasan tiba-tiba dibuka, para wartawan berlarian dan tas kamera dia
terjatuh. Ketika ia berbalik badan tidak satu pun wartawan yang terlihat. Ia pun nekat naik
bus pengangkut petugas medis. Namun bus hanya mengantar penumpang melintasi pintu
perbatasan dan ia diturunkan di lahan parkir tempat taksi mangkal. Setelah tawar menawar
harga taksi, ia pergi menuju kantor berita APTN, setelah itu menuju Rumah Sakit As-Syifa.
Disana ia bertemu dengan tim medis Indonesia. Ternyata Ismail adalah wartawan pertama
yang berhasil masuk Jalur Gaza karena wartawan yang berlarian tadi tertahan disuatu
ruangan untuk pendataan.
Keberuntungan sepertinya ada di pihak Ismail dan Firtra. Seusai melakukan siaran
langsung di depan gedung parlemen Hamas, mereka ditawari oleh polisi untuk mengelilingi
Jalur Gaza. Mereka menceritakan kepada polisi itu bahwa mereka ingin menemui Ismail
Haniya (Perdana Menteri Palestina dari Hamas). Beberapa hari kemudian, mereka
mendapat kabar bahwa Fauzi Barhoum (juru bicara Hamas) ingin menemui mereka.
Pertemuan khusus dengan Barhoum adalah satu cerita menarik dan mengesankan selama
di Jalur Gaza.
Apresiasi: Setelah membaca cerita ini, saya mengetahui bahwa tugas seorang
wartawan yang dikirimkan ke daerah konflik sangatlah berat. Mereka harus meliput langsung
kejadian yang bisa membahayakan diri mereka sendiri. Selain itu, wartawan kadang
memang tak perlu rencana yang matang, ikuti saja alurnya, mainkan perannya, dan lihat
hasilnya.
2. Senyum Sang Komandan (Galuh Pangestu)Galuh mengalami momentum perubahan dari wartawan investigasi menjadi
wartawan peliput daaerah konflik: Filipina. Sebelum berangkat, ia melakukan riset bukan
hanya membaca berita atau sejarah konflik secara lengkap. Ia mendapat informasi
komprehensif dari Prof. Lingga direktur institut Bangsamoro di Manila. Galuh juga secara
tidak sengaja bertemu dengan Romeo atau Rommy wartawan asal Filipina yang memiliki
semua jaringan yang ia butuhkan untuk liputan. Dalam liputan konflik yang ia utamakan
adalah korban sipil yang mengungsi, menceritakan soal survival, dan juga memilihi fokus
pada anak-anak. Berdasarkan hasil riset dan wawancara ia membagi stakeholders konflik
Mindanau dalam dua kelompok yaitu MILF dan MNLF.
Ia mengontak Mr.Quds, orang dekat Nur Misuari yang pernah menjadi ketua MNLF
yang kontaknya ia dapat dari Rommy. Nur mengizinkan Galuh bertandang ke Pulau Jojo
untuk menemui sang komandan, Khaber Malik yang sedang buron karena menculik
Jenderal Dolorfino. Sebelum menyebrang ke Pulau Jolo ia sempat bertemu dengan Jenderal
Dolorfino untuk wawancara situasi akhir Pulau Jolo dan bagaimana ceritanya saat ia diculik.
Sampai di Pulau Jojo ia membuat janji dengan Prof. Adju, “kuncen” hutan terlarang tersebut.
Galuh diselidiki tentang identitas dan tujuannya datang kesini. Ia pun dibawa ke sebuah
perkampungan ditengah hutan. Penjagaan mulai terlihat ketat. Tak lama kemudian, muncul
satu pasukan dengan laras panjang mengiringi Sang Komandan dengan garang. Sang
Komandan pun tersenyum menyambut kehadiran mereka. Ia pun merasa keangkeran Pulau
Jojo berakhir karena senyuman sang komandan, Khaber Malik.
Apresiasi: Dari cerita ini, saya mendapatkan bahwa seorang jurnalis itu harus
membangun dan mempunyai banyak jaringan agar bisa dengan mudah mendapat akses
meliput. Seorang jurnalis juga harus memiliki keberanian dan tekad yang besar saat meliput
kedaerah konflik agar siap untuk menghadapi apapun yang akan terjadi. Selain itu, sebelum
pergi meliput seorang wartawan harus mengetahui seluk beluk tentang apa yang akan ia
liput dilokasi.
BAB V
Pernak-Pernik di Lapangan
1. Jurnalisme dan Sinema: Romantisme Berkali-kali (Bobby Batara)Bobby adalah seorang wartawan yang profesi idamannya jurnalis spesialis film.
Namun saat itu perfilman Indonesia sedang terpuruk di bioskop. Ia pun bergabung dimajalah
Gamma pada 1999 dan tak lama bergabung di media online. Disaat waktu luang ia
sempatkan untuk bergaul dengan rekan-rekan pecinta film. Di lokasi syuting ia bertemu
dengan Rudi Soedjarwo dan dari perkenalan itu ia diundang untuk ikut konferensi pers film
kedua Rudi yang bertajuk Tragedy. Inilah kesempatan pertamanya meliput sebuah film.
Wartawan film senior Arya Gunawan memberikan kiat bagaimana menjadi wartawan film
yang baik yaitu tonton film sebanyak-banyaknya, baca referensi film atau apapun yang
berkaitan dengan film. Pada awal tahun 2008 perfilman Indonesia mulai meroket. Ia pun
bergabung dalam situs 21ciplex.com yang pada awalnya hanya berisi sinopsis dan jadwal
pemutaran film. Bobby datang membawa revolusi dengan mencatat peristiwa film sebanyak-
banyaknya yang titik beratnya pada perfilman nasional, bentuk dari rasa nasionalisme.
Pada dekade 2000-an jurnalisme film berjalan terseok-seok. Penyebabnya adalah
tidak ada media yang secara khusus menulis laporan atau kritik terhadap film Indonesia,
yang ada hanya media partner untuk mempromosikan sebuah film. Penyebab lain adalah
masalah rotasi. Sangat langka wartawan yang benar-benar berada dalam bidang liputannya
selama bertahun-tahun.
Apresiasi: Setelah membaca cerita ini, saya mengetahui bahwa menjadi wartawan itu
tidak mudah, apalagi wartawan yang berada di bidang khusus film. Tidak banyak yang
bertahan dalam hal ini. Namun, sekali wartawan konsisten dan berdedikasi tinggi ia akan
dihargai oleh narasumber. Jadi, menjadi jurnalisme film memang memerlukan konsistensi
dan kesetiaan yang besar.
2. Susah dan (Mudah-mudahan) Senang Jadi Jurnalis Lifestyle (Yudhanti Budi)Yudhanti bekerja di majalah fit. Bidang liputannya adalah kesehatan, diet dan nutrisi,
fitnes, dan kecantikan. Narasumbernya sebagian besar adalah dokter spesialis, ahli gizi,
beautician, instruktur, dll. Senangnya adalah mendapat banyak pengetahuan. Tantangannya
adalah harus banyak tahu mengenai istilah kedokteran, fitnes, nutrisi dan ketika
mewawancarai instruktur ia harus siap-siap capek karena terkadang harus ikut
mempratikkan gerakan fitnes.
Sebagai reporter majalah ia juga bertanggung jawab terhadap foto artikel meskipun
ada stylist. Ia harus tetap membantu agar foto tidak lari dari tema tulisan. Tantangan saat
pemotretan itu adalah misalnya ketika foto dan tulisan step by step gerakan fitness harus
tepat dan tidak boleh salah, karena bisa menyebabkan cedera pada pembaca. Tantangan
berikutnya adalah membuat teks foto yang singkat tapi harus menjelaskan dengan detil
setiap gerakan. Pemotretan juga bisa mengancam dompet. Ketika pemotretan untuk buklet
perkawinan, mereka meminjam baju pengantin dari desainer ternama yang harganya sampe
belasan atau puluhan juta.
Mewawancarai narasumber juga mendatangkan banyak pengalaman seru. Ia pernah
menulis profil grand master reiki. Reiki adalah metode pengobatan alternatif dari
Jepang.beberapa kali mereka bertemu untuk mewawancara ia dan istrinya. Ia memaksa
untuk membaca tulisan Yudhanti sebelum diterbitkan. Setelah itu ia meminta untuk tidak
mencantumkan nama anak dan istrinya. Yudhanti memasang foto master reiki, istri dan
anak-anaknya dengan mencantumkan nama mereka. Setelah seminggu terbit, Yudhanti
mendapat telepon yang langsung melabraknya dengan kata-kata pedas. Ternyata ibu yang
ada di yayasan itu bukan istrinya master reiki. Istrinya ada di Australia dan menangis karena
melihat terbitan majalah itu. Ini bukan kesalahan Yudhanti karena master reiki sendiri yang
memperkenalkan ibu tersebut sebagai istrinya. Namun case closed karena surat keberatan
tentang tulisan yang dimuat dari istri pertama tak kunjung datang.
Melalui media tempat ia bekerja ini, ia berharap bisa memberikan informasi
mengenai hidup sehat yang benar, fun, seru dan tentu saja gaya.
Apresiasi: Ceritanya sangat menarik dan merupakan salah satu yang paling saya
sukai. Yang saya dapat dari cerita ini adalah seorang wartawan mempunyai kepuasan
tersendiri kalau ia bisa menyampaikan informasi dan hal-hal yang bermanfaat bagi orang
lain. Namun wartawan juga harus berhati-hati, kalau sampai salah menyampaikan akan
menyebabkan kerugian bagi orang banyak.
3. Meliput, Ya; Berhaji, Ya (H. Sarnapi) Bagi seorang wartawan, pengalaman meliput haji maupun umrah merupakan
kenikmatan yang tiada tara. Disana, wartawan harus pintar-pintar menemukan jalur
pengiriman berita. Tidak ada warnet di Mekkah atau Madinah pada saat itu. Namun mereka
bisa mendapatkan akses internet di rumah mukimin dengan memberikan “mahar” 100 real
Saudi. Setiap siang penulis bisa bebas menuliskan hasil pengalaman atau pengamatan
selama berhaji dengan datang kerumah mukimin tersebut.
Ketika masa puncak haji selesai, selesai pula masa edar dari rubrik khusus haji.
Tugas meliput pun lebih ringan dan bisa berkonsentrasi untuk ibadah kecuali ada kejadian
yang besar sehingga perlu digali lebih dan diinformasikan kembali kepada pembaca di tanah
air. Penulisan liputan selama haji lebih banyak didominasi karangan khusus sebab apabila
mengandalkan berita akan membuat bosan pembaca. Semua pengalaman ringan seperti
antre untuk mendapatkan Alquran gratis,mencari obat wasir sampai tengah malam karna
terkendala bahasa, pedagang kaki lima yang berlarian ketika ada polisi itu dituliskan lalu
dikirim ke Bandung dengan komputer sewaan dari seorang mukimin.
Apresiasi: Setelah membaca cerita ini saya mengambil kesimpulan bahwa seorang
wartawan harus bisa fokus terhadap dua hal di waktu yang sama. Melakukan ibadah haji
dengan khusyu’ tetapi juga tetap memperhatikan hal disekitar yang bisa diinformasikan
terhadap masyarakat.
4. Wartawan Juga Harus Pintar “Berperan” (Resi Fahma Gustiningsih)Sebelum ditugaskan, biasanya redaktur menanyakan isu terhangat yang bisa digali.
Ketika itu sedang ramai dibicarakan adalah kasus penjiplakan karya ilmiah yang dilakukan
sejumlah rektor. Untuk melihat sisi lain dari kasus tersebut, redaktur meminta Resi mencari
tahu seberapa besar pengaruh kasus penjiplakan terhadap jasa pembuatan skripsi. Salah
satu tempat pembuatan skripsi ilegal di Jakarta adalah di perempatan Mataram, Jakarta
Pusat. Ia pun langsung pergi menuju lokasi.
Di kios pertama, ketika menanyakan bisa buat skripsi kepada Bapak penjaga kios,
Bapak itu menjawab ketus tanpa senyuman dan meminta untuk menunggu sebentar. Resi
pun berusaha bertanya-tanya kepada anak buah Bapak itu namun ia juga mendapatkan
jawaban yang ketus. Ketika bapak itu kembali, ia mengatakan tidak bisa membuat skripsi.
Ketika menanyakan di kios kedua, Bapak penjaganya menanyakan kepada Resi apakah ia
seorang wartawan. Resi pun menutupi identitas dengan mengaku bahwa ia adalah seorang
mahasiswa. Bapak itu bercerita bahwa orang disekitaran sangat membenci wartawan
bahkan pernah ada wartawan yang dipukuli ketika sedang meliput. Resi pun memutuskan
untuk “berperan” berpura-pura sebagai mahasiswa yang ingin minta dibuatkan skripsi. Saat
di kios yang ketiga, ia disambut ramah. Ia mendapatkan informasi dari kios tersebut.
Kemudia ia lanjut menuju kios yang keempat, kios ini menjual skripsi dalam bentuk softcopy.
Ketika asik mengobrol ia merasa ada yang memperhatikannya. Saat ia dalam perjalanan
menuju kios yang kelima ia sangat yakin bahwa ada yang membuntutinya dan ia pun
memutuskan untuk kembali ke kantor. Kali ini ia benar-benar merasakan bahwa wartawan
adalah profesi yang kompleks namun begitu sederhana. Kompleks karena harus mampu
berperan sebagai apapun dan memposisikan diri dengan tepat.
Apresiasi: Cerita ini merupakan salah satu yang saya favoritkan. Di cerita ini
diperlihatkan bahwa seorang wartawan harus bisa berperan dan memposisikan diri dengan
tepat. Setiap wartawan harus bisa masuk kedalam hal yang ia liput supaya mendapatkan
hasil liputan yang bagus pula.
5. Bisa “Keliling Dunia” Gratis (Achmad Setiyaji)Berawal dari cita-cita keliling dunia dengan cara “murah” dan “meriah” dan
ketertarikannya terhadap orang yang gemar membawa tustel dan notes (wartawan).
Kebiasaan menulis demi meraih nafkah sehari-hari dan memupuk hasrat keliling dunia terus
melekat pada dirinya hingga ke bangku SMA dan Perguruan Tinggi.
Ketika duduk di bangku kuliah semester lima ia magang di redaksi koran Pikiran
Rakyat dan pada saat itu ada perubahan politik di RRC. Ia pun memandang peristiwa itu
sebagai peluang. Ia menggagas dan mengorganisir acara muhibah ke RRC. Momentum di
RRC tak disia-siakan. Dibuat program tambahan ke negara tetangga yaitu Hongkong. Inilah
awal ia keliling dunia dengan cara “murah” dan “meriah”. Empat tahun kemudian, ia diminta
untuk membimbing jemaah calon haji plus membuat tulisan yang menarik. Suatu hari ia
berpikir negara mana yang belum. Ia menemukan potensi peluang yakni adanya kasus
ekspansi pasukan AS dan sekutunya ke Irak. Ia membuat proposal untuk mengajukan ke
Direktur Utama PR tentang rencana meliput ke Irak. Dengan trik-trik dan usaha yang
meyakinkan ia pun diizinkan meliput ke Irak. Sepulang dari Irak, ia mencermati potensi
kedekatannya dengan Aa Gym. Aa Gym pun tertarik mengajaknya berkolaborasi membuat
liputan dan “jalan-jalan” dakwah ke London. Rumusannya “keliling dunia” dengan cara
“murah” dan “meriah” terus menyelinap. Ia merenung mencermati potensi peluang dan
lingkungan. Ia memanfaatkan kedekatannya dengan sebuah jamaah kontroversional Darul
Arqam di Malaysia. Ia pun diajak ke Malaysia, Singapura, dan Thailand. Achmad tidak bisa
mengikuti mereka ke Eropa karena harus meliput jatuhnya pesawat Adam Air di perairan
Sulawesi. Dengan sejumlah trik dan semangat yang menggelora, profesi jurnalistik telah
mengantarkan ia berkeliling dunia dengan “murah” dan “meriah”.
Apresiasi: Penulis berhasil menyampaikan bahwa cita-cita itu bisa dicapai dengan
kerja keras dan dengan semangat yang menggelora pula. Pantang menyerah dan tidak
pernah puas untuk mencapai sesuatu yang lebih baik lagi. Cerita ini sangat menginspirasi
saya bahwa dengan memikirkan segala potensi yang ada disekitar kita maka apapun cita-
cita kita bisa terwujud.
6. Dasi Kupu-Kupu dan Bulu Dada (Budi Suwarna)Budi bercerita tentang dua liputan yang memaksa dia untuk masuk ke dua situasi
yang berbeda. Pertama, ia meliput tur kemiskinan di Jakarta. Kedua, meliput tur kemewahan
di Pulau Bali. Ia merasakan tur kemiskinan bersama tiga orang lainnya dari Australia.
Mereka menyusuri kawasan kumuh sekitar rel kereta api Stasiun Senen, Jakarta Pusat.
Mereka menyaksikan orang yang tinggal dalam kardus, mencium bau busuk air comberan,
dan telinga mendengar kisah yang tragis. Tur kemiskinan juga mengunjungi pinggiran Kali
Ciliwung, Galur, Luar Batang, dan lain-lain. Setelah “bergelimang” dengan kemiskinan, suatu
ketika ia mendapat tugas ikut tur kemewahan di Bali. Ia merasakan spa yang pernah
dinobatkan sebagai The Best Romantic Spa in Asia tahun 2004 dan 2005 di Kirana Spa dan
mampir ke Ayana Hotel and Spa dan merasakan tempat spa mewah yang dinobatkan
sebagai spa terbaik di dunia tahun 2010.
Bidang yang ia liput kebanyakan bersentuhan dengan kehidupan manusia urban,
yang merupakan ladang subur perburuan kisah manusia. Ia pernah melihat cewek-cewek
cantik berebut membeli celana pendek di Pensylvania dan Cleveland, melihat ibu-ibu kaya
histeris berebut tas hermes yang harganya nyaris setengah miliar rupiah. Inilah dunia yang
ia liput. Ia mesti punya banyak perspektif untuk melihat sebuah persoalan. Dan wartawan
bisa memiliki banyak perspektif jika dia belajar dan tidak malas menyelami persoalan.
Apresiasi: Setelah membaca cerita ini, saya mengetahui bahwa seorang jurnalis
dapat merasakan suasana yang berbeda disetiap waktu. Pagi hari mungkin bisa meliput
didaerah kumuh dan malam hari bisa meliput di hotel mewah. Contoh-contoh yang diberikan
pada cerita ini sangat membekas dipikiran pembaca, seperti ibu-ibu kaya yang histeris
berebut tas hermes. Kemasan ceritanya sangat menarik.