jurnalisme sastrawi

Upload: heri-suhaeri

Post on 10-Oct-2015

59 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

tentang jurnalisme sastrawi

TRANSCRIPT

46

BAB 2

LANDASAN TEORI2.1.Teori Umum

2.1.1.Komunikasi Massa

Istilah komunikasi diambil dari bahasa Yunani, yaitu Common yang berarti pertukaran pikiran dan informasi menuju pada terbentuknya pengertian bersama. Menurut Onong Uchjana Effendy dalam buku Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, komunikasi adalah proses penyampaian suatu pesan dalam bentuk lambang bermakna sebagai panduan pikiran dan perasaan berupa ide, informasi, kepercayaan, harapan, himbauan, dan sebagainya yang dilakukan seseorang kepada orang lain baik secara secara langsung maupun tidak langsung melalui media dengan tujuan mengubah sikap, pandangan, atau perilaku (Effendy, 2006: 6).

Komunikasi massa adalah komunikasi yang ditujukan kepada massa (masyarakat) atau komunikasi dengan menggunakan media massa. massa di sini menurut Herbert Blumer adalah kumpulan orang-orang dari berbagai kelompok lapisan masyarakat yang tidak saling mengenal dan terpisah satu sama lain serta tidak mempunyai pemimpin atau organisasi formal. Menurut Gerbner (1967), seorang ahli komunikasi, Mass communication is the technologically and institutionally based production and distribution of the most broadly shared continuoas flow of messages in industrial societies (Rakhmat, 2003: 188)

Jadi, Gerbner berpendapat bahwa komunikasi massa adalah suatu produksi dan distribusi pesan yang terus menerus dalam masyarakat industri yang berlandaskan teknologi yang ada di ruang lingkup social dan lembaga.

Joseph A. Devito mengemukakan definisi yang lebih detail tentang komunikasi massa, First, mass communication is communication addressed to masses, to an extremely large society. This does not mean that the audience include all people or everyone who reads or everyone who watches television; rather it means an audience that is large and generally rather poorly defined. Second, mass commnucation is communication mediated by audio and or visual transmitter. Mass communication is perhaps most easily and most logically defined by its forms: television, radio, newspaper, magazines, films, books, and tapes (Nurudin, 2007: 11-12)

Pernyataan tersebut diatas menunjukkan bahwa komunikasi massa merupakan komunikasi yang ditunjukan kepada khalayak yang sangat banyak, atau biasa disebut. massa. Tapi ini tidak berarti bahwa massa yang dimaksud adalah orang-orang yang hanya menonton televisi atau membaca koran, melainkan dapat diartikan sebagai masyarakat dalam arti luas. Lalu disebutkan juga bahwa komunikasi massa adalah komunikasi yang disalurkan melalui pemancar-pemancar audio atau visual. Komunikasi mungkin akan lebih mudah dimengerti apabila didefinisikan dengan media penunjangnya, seperti televisi, radio, iklan, koran, majalah, buku, dan film.

Dari kedua pendapat ahli komunikasi massa tersebut diatas, peneliti menyimpulkan bahwa komunikasi massa merupakan bentuk komunikasi yang disampaikan melalui media massa sebagai media penunjang, dan disampaikan secara terbuka kepada masyarakat luas di berbagai wilayah yang sudah melalui proses beragam unsur komunikasi massa.

Harold D. Lasswell (Wiryanto, 2007: 70-80) memformulasikan unsur-unsur komunikasi dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut Who Says What in Which Channelt Whom With What Effect?a) Unsur who (sumber atau komunikator) Sumber utama dalam komunikasi massa adalah lembaga atau organisasi atau orang yang bekerja dengan fasilitas lembaga atau organisasi (institutionalized person). Yang dimaksud dengan lembaga atau organisasi adalah perusahaan surat kabar, stasiun radio atau televisi, studio film, penerbit buku atau majalah.

b) Unsur says what (pesan) Pesan-pesan komunikasi massa dapat diproduksi dalam jumlah yang sangat besar dan dapat menjangkau audiens yang sangat banyak. Pesan-pesan itu berupa berita, pendapat, lagu, iklan, dan sebagainya. Charles Wright (1977) memberikan karakteristik pesan-pesan komunikasi massa sebagai berikut:

1. Publicly. Pesan-pesan komunikasi massa pada umumnya tidak ditujukan kepada orang perorang secara eksklusif, melainkan bersifat terbuka, untuk umum atau publik.

2. Rapid. Pesan-pesan komunikasi massa dirancang untuk mencapai audien yang luas dalam waktu yang singkat serta simultan.

3. Transient. Pesan-pesan komunikasi massa untuk memenuhi kebutuhan segera, dikonsumsi sekali pakai dan bukan untuk tujuan yang bersifat permanen. Pada umumnya, pesan-pesan komunikasi massa cenderung dirancang secara timely, supervisial, dan kadang-kadang bersifat sensasional.c) Unsur in which channel (saluran atau media) Unsur ini menyangkut semua peralatan yang digunakan untuk menyebarluaskan pesan-pesan komunikasi massa. Media yang mempunyai kemampuan tersebut adalah surat kabar, majalah, radio, televisi, internet, dan sebagainya.

d) Unsur to whom (penerima; khalayak; audience) Penerima pesan-pesan komunikasi massa biasa disebut audience atau khalayak. Orang yang membaca surat kabar, mendengarkan radio, menonton televisi, browsing internet merupakan beberapa contoh dari audience. Menurut Charles Wright, mass audience memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut:

1. Large yaitu penerima-penerima pesan komunikasi massa berjumlah banyak, merupakan individu-individu yang tersebar dalam berbagai lokasi;

2. Heterogen yaitu penerima-penerima pesan komunikasi massa terdiri dari berbagai lapisan masyarakat, beragam dalam hal pekerjaan, umur, jenis kelamin, agama, etnis, dan sebagainya;

3. Anonim yaitu anggota-anggota dari mass audience umumnya tidak saling mengenal secara pribadi dengan komunikatornya.

e) Unsur with what effect (dampak) Dampak dalam hal ini adalah perubahan-perubahan yang terjadi dalam diri audience sebagai akibat dari keterpaan pesan-pesan media. David Berlo mengklasifikasikan efek atau perubahan ke dalam tiga kategori, yaitu perubahan dalam ranah pengetahuan, sikap dan perilaku nyata.2.1.2Fungsi Komunikasi MassaApabila komunikasi dipandang dari arti yang lebih luas tidak hanya diartikan sebagai pertukaran berita, informasi dan pesan saja, tetapi sebagai kegiatan individu dan kelompok mengenai tukar menukar data, fakta, dan ide maka fungsi komunikasi massa adalah sebagai berikut:

a. Fungsi pengawasan: Media massa merupakan sebuah medium di mana dapat digunakan untuk pengawasan terhadap aktivitas masyarakat pada umumnya. Fungsi pengawasan ini bisa berupa peringatan dan kontrol sosial maupun kegiatan persuasif. Pengawasan dan kontrol sosial dapat dilakukan untuk aktivitas preventif untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Seperti, pemberitaan bahaya narkoba bagi kehidupan manusia yang dilakukan melalui media massa dan ditujukan kepada masyarakat, maka fungsinya untuk kegiatan preventif agar masyarakat tidak terjerumus dalam pengaruh narkoba. Sedangkan fungsi persuasif sebagai upaya memberi reward dan punishment kepada masyarakat sesuai dengan apa yang dilakukannya. Medai massa dapat memberi reward kepada masyarakat yang bermanfaat dan fungsional bagi anggota masyarakat lainnya, namun sebagainya akan memberikan punishment apabila aktivitasnya tidak bermanfaat bahkan merugikan fungsi-fungsi sosial lainnya di masyarakat.

b. Fungsi social learning: Fungsi utama dari komunikasi massa melalui media massa adalah melakukan guiding dan pendidikan sosial kepada seluruh masyarakat. Media massa bertugas untuk memberikan pencerahan-pencerahan kepada masyarakat di mana komunikasi massa itu berlangsung. Komunikasi massa itu dimaksukan agar proses pencerahan itu berlangsung efektif dan efisien dan menyebar secara bersamaan di masyarakat secara luas. Fungsi komunikasi massa ini merupakan sebuah andil yang dilakukan untuk menutupi kelemahan fungsi-fungsi paedogogi yang dilaksanakan melalui komunikasi tatap muka, di mana karena sifatnya, maka fungsi paedogogi hanya dapat berlangsung secara eksklusif antara individu tertentu saja.

c. Fungsi penyampaian informasi: Komunikasi massa yang mengandalkan media massa, emiliki fungsi utama, yaitu menjadi proses penyampaian informai kepada masyarakat luas. Komunikasi massa memungkinkan informasi dari institusi publik tersampaikan kepada masyarakat secara luas dalam waktu cepat sehingga fungsi informasi tercapai dalam waktu cepat dan singkat.

d. Fungsi transformasi budaya: Fungsi informatif adalah fungsi-fungsi yang bersifat statis, namun fungsi-fungsi lain yang lebih dinamis adalah fungsi transformasi budaya. Komunikasi massa sebagaimana difat-sifat budaya massa, maka yang terpentin adalah komunikasi massa menjadi proses transormai budaya yang dilakukan bersama-sama oleh semua komponen komunikasi massa, terutama yang dilakukan oleh media massa. Fungsi transformasi budaya ini menjadi sangat penting dan terkait dengan fungsi-fungsi lainnya terutama fungsi social learning, akan tetapi fungsi transformasi budaya lebih kepada tugasnya yang besar sebagai bagian dari bidaya global. Sebagaimana diketahui bahwa perubahan-perubahan budaya yang disebabkan karena perkembangan telematika menjadi perhatian utama semua masyarakat di dunia, karena selain dapat dimanfaatkan untuk pendidikan juga dapat dipergunakan untuk fungsi-fungsi lainnya, seperti politik, perdagangan, agama, hukum, militer, dan sebagainya. Jadi, tidak dapat dihindari bahwa komunikasi massa memainkan peran penting dalam proses ini di mana hampir semua perkembangan telematika mengikut-sertakan proses-proses komunikasi massa terutama dalam proses transformasi budaya.

e. Hiburan: Fungsi lain dari komunikasi adalah hiburan, bahwa seirama dengan fungsi-fungsi lain, komunikasi massa juga digunakan sebagai medium hiburan, terutama karena komuniasi massa menggunakan media massa, adi fungsi-fungsi hiburan yang ada pada media massa juga merupakan bagian dari fungsi komunikasi massa. Transformasi budaya yang dilaksanakan oleh komunikasi massa mengikut-sertakan fungsi hiburan ini sebagai bagian penting dalam fungsi komunikasi massa. Hiburan tidak terlepas dari fungsi media massa itu sendiri dan juga tidak terlepas dari tujuan transformasi budaya. Dengan demikian, maka fungsi hiburan dari komunikasi massa saling mendukung fungsi-fungsi lainnya dalam proses komunikasi massa.2.1.3Karakteristik Komunikasi MassaKarakteristik komunikasi massa seperti yang dijelaskan oleh Nurudin dalam buku Pengantar Komunikasi Massa adalah sebagai berikut:

1. Komunikator dalam komunikasi massa melembaga (Institution Communicator) atau Collective Communicator. Komunikator berbicara mewakili lembaga (media massa), bukan atas nama dirinya sendiri.

2. Pesan bersifat umum. Isi pesan yang disampaikan menyangkut kepentingan orang, tidak menyangkut kepentingan perorangan taua pribadi. Hal itu karena dikonsumsi untuk orang banyak yang heterogen

3. Komunikasi massa menimbulkan keserempakan (simultaneous) dan serentak (instantaneous) penerima oleh massa. Media yang menjadi saluran komunikasi diterima pada saat yang sama oleh publik.

4. Komunikan bersifat heterogen. Penonton televisi, pendengar radio maupun pembaca terdiri dari beragam pendidikan, umur, jenis kelamin, status social ekonomi, memiliki agama atau kepercayaan agama yang tidak sama pula. Namun, mereka adalah komunikan.

5. Berlangsung satu arah (one way traffic communication), yaitu komunikator kepada komunikan. Tanggapan atau reaksi muncul belakangan. Umpan balik khalayak atas isi pesan suatu media massa dapat berupa tindakan meneruskan atau berhenti membaca Koran, mendengar radio, atau menonton televisi. Sedangkan umpan balik yang ditujukan kepada media massa antara lain dengan mempermasalahkan kebenaran dan keakuratan suatu berita, kritik terhadap cara-cara penyampaian berita, atau dukungan terhadap pesan tertentu.6. Komunikasi massa mengandalkan peralatan teknis. Media massa sebagai alat utama dalam menyampaikan pesan kepada khalayaknya sangat membutuhkan bantuan peralatan teknis. Peralatan teknis yang dimaksud misalnya pemancar untuk media elektronik.

7. Komunikasi massa dikontrol oleh Gatekeeper. Gatekeeper berfungsi untuk menginterpretasikan pesan, menganalisis, menambah data, dan mengurangi pesan guna menentukan berkualitas tidaknya informasi yang akan disebarkan. (Nurudin, 2007: 19-32)2.1.4Dampak Komunikasi MassaA. Dampak Media Massa sebagai Obyek Fisik

Menurut Steven H. Chavve ada 4 dampak kehadiran media massa sebagai obyek/fisik sebagai berikut:a. Dampak Ekonomis

Kehadiran media massa menimbulkan dampak ekonomis, yaitu menggerakkan usaha dalam berbagai sector seperti produksi, distribusi dan konsumsi jasa media massa. Selain itu, kehadiran surat kabar juga berpengaruh terhadap pertumbuhan pabrik kertas, percetakan dan grafika. Dengan demikian juga kehadiran televisi, membuka kesempatan kerja bagi juru kamera, reporter, produser, teknisi, dan berbagai profesi lainnya.

b. Dampak Sosial

Dampak sosial berkaitan dengan perubahan pada struktur atau interaksi sosial sebagai akibat kehadiran media massa. Misalnya, pemilikan media massa (memiliki radio, televisi, atau berlangganan surat kabar) telah meningkatkan status social pemiliknya.

c. Dampak pada Penjadwalan Kegiatan

Kehadiran media massa ternyata dapat mengubah jadwal kegiatan sehari-hari khalayak. Misalnya saat musim piala dunia, banyak masyarakat pencinta bola yang rela mengorbankan waktu tidurnya untuk menonton acara tersebut.

d. Media Massa sebagai Penyalur Perasaan

Sering kali orang menggunakan media (dengan mendengarkan radio dan menonton televisi) untuk menghilangkan perasaan tertentu seperti kesepian, marah, kecewa, bosan, dan sebagainya.

e. Dampak Mnumbuhkan Perasaan Tertentu

Kehadiran media massa bukan saja dapat menghilangkan perasaan tidak enak pada diri seseorang, tetapi juga dapat menumbuhkan perasaan tertentu. Terkadang seseorang akan mempunyai perasaan positif atau negatif terhadap media tertentu. Tumbuhnya perasaan senang atau percaya pada suatu media massa tertentu kemungkinan berkaitan erat dengan pengalaman individu bersama media massa tersebut (Riswandi, 2009: 111).B. Dampak Pesan Media Massa

a. Dampak KognitifDampak ini terjadi bila ada perubahan pada apa yang diketahui, dipahami, atau dipersepsi oleh khalayak. Dengan perkataan lain, dampak ini berkaitan dengan penyampaian informasi, pengetahuan, dan kepercayaan, yang diberikan oleh media massa. Dari media massa kita bisa mengetahui informasi mengenai adanya bencana banjir di Jakarta, naiknya suku bunga BI, atau terjadinya kerusuhan di daerah tertentu. Menurut Mc.Luhan, media massa adalah perpanjangan alat indera manusia. Melalui madia massa kita memperoleh informasi tentang benda, orang, peristiwa, atau tempat-tempat yang belum pernah kita lihat dan kunjungi secara langsung. Realitas yang ditampilkan media massa adalah realitas yang sudah diseleksi. Televisi memilih tokoh-tokoh tertentu untuk ditampilkan.b. Dampak AfektifDampak pesan media massa sampai tahap afektif bila pesan yang disebarkan media massa mengubah apa yang dirasakan, disenangi, atau dibenci oleh khalayak. Dampak ini berkaitan dengan perasaan, rangsangan emosional, sikap, atau nilai. Misalnya kita merasa terharu ketika membaca ulasan tentang keberhasilan seorang pemulung yang akan melanjutkan pendidikan S2, atau Anda merasa takut bepergian degan angkutan umum setelah menonton berita kriminal di televisi.c. Dampak Konatif/BehavioralDampak pesan media massa sampai pada tahap konatif bila pesan-pesan yang disebarkan media massa mendorong Anda untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu. Misalnya ketika menonton tayangan televisi atau membaca berita tentang Gempa Tsunami di Aceh, Anda tergerak untuk mengirimkan bantuan kepada korban bencana tersebut.2.1.5Media Massa

Menurut Denis McQuail (2000), media massa adalah media yang mampu menjangkau massa dalam jumlah besar dan luas (university of reach), bersifat umum dan mampu memberikan popularitas kepada siapa saja yang muncul di media massa.

Dalam perkembangannya media massa merupakan sumber pembentukan karakter serta kebudayaan yang ada di dalam masyarakat. Oleh karena itu pengamatan di dalam media massa dan masyarakat akan selalu memberikan gambaran yang dinamis dan sejalan dengan perubahan yang terjadi di dalam masyarakat. Selain itu perkembangan media tidak hanya mencakup perspektif media tetapi perkembangan media pun menjadi sangat penting dalam sebuah proses perkembangan masyarakat yang selalu di dalam masa transisi dan mengalami perubahan baik bidang ekonomi, politik, social.Media massa, sebagai media yang menunjang komunikasi massa terbagi atas 2 jenis, yaitu media cetak dan media elektronik.a. Media CetakMedia cetak adalah suatu bentuk media yang mengutamakan fungsinya sebagai media yang dapat menyampaikan informasi. Maka media cetak terdiri dari lembaran dengan sejumlah kata, gambar, atau kolom dalam tata warna dan halaman putih, dengan fungsi utama untuk memberikan informasi atau menghibur. Media cetak juga dapat digunakan sebagai suatu dokumen atas segala hal yang dikatakan orang lain dan rekaman peristiwa yang ditangkap oleh jurnalis dan diubah dalam bentuk kata-kata, gambar, foto, dan sebagainya. Yang disusun sesuai dengan susunan rubrik yang sudah disesuaikan dengan temanya.b. Media Elektronik

Media elektronik merupakan media komunikasi atau media massa yang menggunakan alat-alat elektronik (mekanis), media elektronik kini terdiri dari:1. RadioRadio adalah media massa elektronik tertua dan paling fleksibel. Keunggulan radio siaran ini adalag berada dimana saja, apabila surat kabar memperoleh julukan sebagai kekuatan keempat, maka radio siaran mendapat julukan kekuatan kelima atau the fifth estate. Hal ini disebabkan karena siaran radio juga dapat melakukan fungsi control social seperti surat kabar, di samping empat fungsi lainnya, yaitu memberi informasi, menghibur, mendidik, dan melakukan persuasi.

2. Film

Motion pictures atau film adalah bentuk dominan dari komunikasi massa visual di belahan dunia ini. Lebih dari ratusan juta orang menonton film di bioskop, film televisi, dan film video laser setiap minggunya.

3. Televisi

Televisi adalah sebuah alat penangkap siaran bergambar. Kata televisi berasal dari tele dan vision; yang memiliki arti masing-masing jauh (tele) dan tampak vision). Jadi televisi berarti tampak atau dapat melihat dari jarak jauh. Pada dasarnya media televisi lahir karena perkembangan teknologi.

4. Internet

Secara harfiah, internet (kependekan dari interconnected-networking) ialah rangkaian komputer yang terhubung di dalam beberapa rangkaian. Dapat diartikan internet adalah system komputer umum, yang berhubung secara global dan menggunakan TCP/IP sebagai protocol pertukaran paket (packet switching communication protocol). Jumlah pengguna internet yang besar dan semakin berkembang, telah mewujudkan budaya internet. Internet juga mempunyai pengaruh yang besar atas ilmu pengetahuan, dan pandangan dunia. Dengan hanya berpandukan pada mesin pencari seperti Google, pengguna di seluruh dunia mempunyai akses internet yang mudah dan cepat atas bermacam-macam informasi. Dibanding dengan buku dan perpustakaan, internet melambangkan penyebaran (decentralization) informasi dan data secara ekstrim.2.1.6 Televisi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2006: 1335), televisi adalah sistem penyiaran gambar yang disertai dengan bunyi (suara) melalui kabel atau melalui angkasa dengan menggunakan alat yang mengubah cahaya (gambar) dan bunyi (suara) menjadi gelombang listrik dan mengubahnya kembali menjadi berkas cahaya yang dapat dilihat dan bunyi yang dapat didengar. Sementara itu, J.B. Wahyudi (1982) mendefinisikan televisi sebagai berikut.

Televisi adalah medium audiovisual yang hidup, dengan demikian lebih mengutamakan gerak atau moving/acting, bahkan ada yang berpendapat bahwa gambar yang ditayangkan di televisi haruslah merupakan perpaduan antar gerak, seni dan teknik.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan televisi adalah alat atau benda untuk menyiarkan siaran-siaran yang menawarkan gambar dan suara. Dari siaran televisi ini penonton dapat mendengarkan dan melihat gambar-gambar yang disajikan, yang memadukan antara unsure-unsur film sekaligus.Realitas pertumbuhan yang sedemikian cepat dan maraknya dari media ini setidaknya dapat kita tilik bersama dari sejarah munculnya televisi di Indonesia. TVRI merupakan stasiun televisi pertama yang dimiliki negeri ini. Pada awal kelahirannya tahun 1962 jumlah pesawat televisi di Jakarta hanya berjumlah 10.000 buah. Tujuh tahun kemudian jumlahnya meningkat menjadi 65.000 buah. Pada akhir Maret 1972 jumlah pesawat televisi di Indonesia ada 212.580 buah, sampai tahun 1984 berjumlah 7.132.462 buah. Hanya dalam kurun waktu 12 tahun jumlah pesawat televisi di Indonesia meningkat sampai hampir 34 kali lipat Indonesia memasuki babak baru dalam dunia pertelevisian sebagaimana disinggung di atas pada 1962, ketika Indonesia menjadi tuan rumah Asian Games, yaitu dengan didirikannya TVRI pada tanggal 24 Agustus 1962. Hanya dengan menggunakan satu pemancar yang dipasang di kompleks senayan, TVRI melakukan peliputan Asian Games yang dapat dinikmati oleh penduduk Jakarta. Dimana pada awal penyelenggaraannya, jangkauan penyiaran TVRI masih terbatas di Jakarta dan sekitarnya. Dan dikarenakan masih terbatasnya berbagai pendukung teknis, masa penyiarannya pun hanya sekitar dua jam per hari dan ekstra setengah jam pada malam minggu. Sines Indonesia, Garin Nugroho, menambahkan bahwa saat menyiarkan peristiwa internasional tersebut, Indonesia adalah negara ke-4 di Asia yang memiliki televisi setelah Jepang, Filipina dan Thailand. Oleh karena itu, dapat kita simpulkan sekali lagi bahwa sejak inilah Indonesia mulai memasuki babakan baru dalam memanfaatkan medium televisi (Wahyuni, 2000: 71-72); Nugroho, et al, 2002: vii).

Semenjak dikeluarkannya SK Menteri Penerangan No.111 Tahun 1990, industri dan bisnis televisi berubah menjadi demikian maraknya. Awalnya adalah tahun 1987/1988 ketika RCTI diizinkan siaran untuk pertama kalinya dengan menggunakan dekoder (decoder), yang kemudian diikuti oleh SCTV (1989), TPI (1991), ANTV (1993) dan Indosiar (1994). Kini dapat kita lihat betapa deras perkembangannya bahkan untuk saluran siaran pun, hingga tahun 2005 terdapat 10 stasiun televisi swasta dan tidak kurang dari 30 stasiun televisi lokal. Melihat realitas tersebut maka dapat dikatakan bahwa masyarakat Indonesia telah mengalami masa bulan madu dengan televisi dimana pertumbuhan televisi terjadi demikian maraknya setelah 25 tahun (lebih) hanya memiliki satu stasiun televisi, yakni TVRI Oleh karena itu, tidak dapat dimungkiri televisi kini telah menjadi sebuah fenomena sekaligus media yang teramat populer. Diakui atau tidak, televisi telah menjadi bagian dari kehidupan sebagian besar masyarakat Indonesia. Sebuah rumah baru dikatakan lengkap, jika ada pesawat televisi di dalamnya. Hal ini tidak hanya berlaku pada masyarakat kota yang relatif kaya, melainkan telah merambah ke pelosok-pelosok desa, di rumah-rumah hunian liar, di pinggir-pinggir sungai kota ataupun di bawah jembatan layang. Meminjam ungkapan Garin Nugroho, televisi telah menjadi bagian dari kehidupan sebagian besar masyarakat Indonesia sebagai sahabat populer masyarakat sekaligus musuh keluarga yang sulit diusir karena kepopulerannya (Alkhajar, 2011).2.1.7 Program Acara TelevisiBerbagai macam program acara disiarkan oleh stasiun-stasiun televisi setiap harinya, program-program acara tersebut digolongkan menjadi dua jenis, yaitu: (Baksin, 2006: 47)a) Program Artistik

Program Artistik disajikan dalam bentuk program hiburan. Penekanan aspek keindahan dan lebih memainkan imajinasi seniman nya seperti musik, drama, komedi, talkshow, dan sejenisnya merupakan acara hiburan yang banyak di produksi oleh televisi baik di studio maupun di luar studio. Program artistik memiliki isi pesan berupa fiksi dan nonfiksi, penyajiannya tidak terikat waktu, yang menjadi sasaran adalah kepuasan pemirsa, mengutamakan bahasa bebas (dramatis), atau improvisasi serta disertai dengan refleksi daya khayal kuat.

Pada dasarnya program hiburan tidak membebani penonton untuk berpikir. Produksi dibuat dengan dekorasi, tata artistic, tata lampu maupun property meriah. Misalnya: acara komedi, sinetron, reality show.

b) Program Jurnalistik

Program Jurnalistik adalah program yang memiliki tujuan untuk memberikan informasi, dan biasanya dikemas dalam bentuk news atau berita, tujuannya yaitu untuk memberi tambahan pengetahuan (informasi) kepada masyarakat luas. Ciri sebuah program jurnalistik adalah bersumber dari sebuah permasalahan yang sedang hangat, actual, lalu disusun menurut aturan jurnalistik, dan disiarkan dalam program acara yang tersedia. Diproduksi berdasarkan informasi dan fakta atas kejadian-kejadian yang menyangkut social, politik, ekonomi, maupun budaya yang ada disekitar masyarakat. Format ini memerlukan nilai-nilai factual yang disajikan dengan ketepatan dan kecepatan waktu. Namun jurnalistik atau jurnalisme, menurut Luwi Ishwara (2005), mempunyai cirri-ciri yang penting untuk kita perhatikan.

1. Skeptis

Skeptis adalah sikap untuk selalu mempertanyakan segala sesuatu, meragukan apa yang diterima, dan mewaspadai segala kepastian agar tidak mudah tertipu. Inti dari skeptis adalah keraguan. Media janganlah puas dengan permukaan sebuah peristiwa serta enggan untuk mengingatkan kekurangan yang ada di dalam masyarakat. Wartawan haruslah terjun ke lapangan, berjuang, serta menggali hal-hal yang eksklusif.

2. Bertindak (action)

Wartawan tidak menunggu sampai peristiwa itu muncul, tetapi ia akan mencari dan mengamati dengan ketajaman naluri seorang wartawan.

3. Berubah

Perubahan merupakan hokum utama jurnalisme. Media bukan lagi sebagai penyalur informasi, tapi fasilitator, penyaring, dan pemberi makna dari sebuah informasi.4. Seni dan Profesi

Wartawan melihat dengan mata yang segar pada setiap peristiwa untuk menangkap aspek-aspek yang unik.

5. Peran Pers

Pers sebagai pelapor, bertindak sebagai mata dan telinga publik, melaporkan peristiwa-peristiwa di luar pengetahuan masyarakat secara netral dan tanpa prasangka. Selain itu, pers juga harus berperan sebagai interpreter, wakil publik, peran jaga, dan pembuat kebijaksanaan serta advokasi.Program Jurnalistik pun juga dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu:

a. Hard news

Hard news ialah sebuah fakta kejadian terbaru yang diliput harus mempunyai nilai berita yang tinggi, tanpa mengandung pendapat-pendapat penulis berita. Hard news dalam penyajiannya harus disiarkan secara ringkas, actual serta akurat dalam pelaporannya, namun tetap tidak mengabaikan etika jurnalistik, kelengkapan data dan obyektivitas. Peran televisi sebagai sumber utama hard news bagi masyarakat cenderung untuk terus meningkat. Media televisi biasanya menyajikan hard news secara reguler yang ditayangkan dalam suatu program berita.b. Soft newsSoft news ialah segala informasi penting dan menarik yang disampaikan secara mendalam (indepth) serta mempunyai packaging yang menarik pula, namun penayangannya tidaklah seperti hard news yang bersifat segera. Contoh program soft news adalah dokumenter, feature, news magazine, dan lain-lain. Berita lunak atau soft news bisa berupa perbincangan (talkshow) penyampaian berbagai pendapat, adu argumentasi antar pengisi acara pada topik tertentu.2.1.8Jenis-Jenis Berita TelevisiBerita adalah laporan mengenai suatu peristiwa atau kejadian yang terbaru (actual); laporan mengenai fakta-fakta yang actual, menarik perhatian, dinilai penting, atau luar biasa (Budiman, 2005). Selanjutnya berdasarkan jenisnya, Kris Budiman membedakannya menjadi dua, yaitu yang pertama straight news yang berisi laporan peristiwa politik, ekonomi, masalah social, dan kriminalitas, sering disebut sebagai hard news. Sementara straight news yang berisikan hal-hal tentang olahraga, kesenian, hobi, elektronika dan lain-lain dikategorikan sebagai berita ringan atau lunak (soft news).

Jenis berita yang kedua adalah feature atau berita kisah. Jenis berita ini lebih bersifat naratif, berkisah mengenai aspek-aspek insani (human interest). Sebuah feature tidak terlalu terikat pada nilai-nilai berita dan faktualitas. Ada lagi yang dinamakan berita investigative (investigative news), berupa hasil penyelidikan seorang atau satu tim wartawan secara lengkap dan mendalam dalam pelaporannya.2.1.9Nilai Berita (News Value)

Sebuah berita jika disajikan haruslah memuat nilai berita di dalamnya. Nilai berita itu mencakup beberapa hal, seperti berikut (Putra, 2006: 33)

1. Objektif: berdasarkan fakta, tidak memihak

2. Aktual: terbaru, belum basi, belum banyak/umum diketahui

3. Luar biasa: besar, aneh, janggal, tidak umum, unik,

4. Penting: Pengaruh atau dampaknya bagi orang banyak; menyangkut pemikiran, komentar, dan kehidupan orang penting atau terkenal,

5. Jarak: familiaritas, kedekatan (geografis, cultural, psikologis)

Berita juga mempunya bagian-bagian, di antaranya adalah sebagai berikut.

a. Judul atau kepala berita (headline)

b. Baris tanggal (date line)

c. Teras berita (lead atau intro)

d. Tubuh berita (body)e. Tambahan (minor detai)Bagian- bagian di atas tersusun secara terpadu dalam sebuah berita. Susunan yang paling sering di dengar ialah susunan piramida terbalik. Metode ini lebih menonjolkan inti berita saja. Atau dengan kata lain, lebih menekankan hal-hal yang umum terlebih dahulu baru ke hal khusus. Tujuannya adalah untuk memudahkan atau mempercepat pembaca dalam mengetahui apa yang diberitakan; juga untuk memudahkan para redaktur memotong bagian kurang atau tidak penting yang terletak di bagian paling bawah dari tubuh berita (Facruddin, 2012: 104-105). Dengan selalu mengedepankan unsur-unsur yang berupa fakta di tiap bagiannya, terutama pada tubuh berita. Dengan senantiasa meminimalkan aspek non factual yang pada kecenderungan akan menjadi sebuah opini.Untuk itu, sebuah berita harus memuat fakta yang di dalamnya terkandung unsur-unsur 5W+1H. Hal ini senada dengan apa yang dimaksudkan oleh Lasswell, salah seorang pakar komunikasi (Putra, 2006: 38).

1. Who siapa yang terlibat di dalamnya?

2. What - apa yang terjadi di dalam suatu peristiwa?

3. Where di mana terjadinya peristiwa itu?

4. Why mengapa peristiwa itu terjadi?

5. When kapan terjadinya?

6. How bagaimana terjadinya?

Sumber berita dapat membantu dalam hal pengumpulan informasi, sebagaimana di ungkapkan oleh Eugene J. Webb dan Jerry R. Salancik (Ishwara, 2005:67) berikut ini.

1. Observasi langsung dan tidak langsung dilihat berdasarkan situasi berita

2. Proses wawancara

3. Pencarian atau penelitian bahan-bahan melalui dokumen publik

4. Partisipasi dalam peristiwa2.2Teori Khusus2.2.1Manajemen Produksi Penyiaran

Pada media penyiaran, fungsi manajemen produksi dalam sebuah stasiun televisi yang sesuai dengan Standart Operational Procedure (SOP) meliputi (Morrisan, 2008: 130):

1. Perencanaan (planning): fungsi ini mencakup kegiatan penentuan tujuan (objectives) media penyiaran serta mempersiapkan rencana dan strategi yang akan digunakan untuk mencapai tujuan tersebut.

2. Pengorganisasian (organizing): fungsi ini merupakan proses penyusunan struktur organisasi yang sesuai dengan tujuan organisasi, sumber daya yang dimiliki dan lingkungan yang melingkupinya.

3. Pengarahan (directing) dan memberi pengaruh (influencing): fungsi ini tertuju pada upaya untuk merangsang antusiasme karyawan untuk melaksanakan tanggung jawab mereka secara efektif. Kegiatan mengarahkan dan mempengaruhi ini mencakup empat bagian penting yaitu: motivasi, komunikasi, kepemimpinan, dan pelatihan.

4. Pengawasan (controlling): fungsi ini merupakan proses untuk mengetahui apakah tujuan-tujuan organisasi sudah tercapai atau belum. Terdapat banyak sebutan untuk fungsi pengawasan antara lain: evaluasi (evaluating), Penilaian (appraising), dan perbaikan (correcting). Pengawasan membantu penilaian apakah perencanaan, pengorganisasian, penyusunan personalia dan pengarahan telah dilaksanakan secara efektif.2.2.2Proses Produksi Berita Televisi

Departemen produksi atau redaksi berita stasiun televisi pada umumnya telah memiliki sebuah desain produksi program berita sesuai dengan target audiensi dan target market yang telah dirancang. Idealnya tahapan-tahapan produksi program televisi harus dijalani secara berurutan. Artinya, tahapan pertama harus diselesaikan sebelum bisa melanjutkan tahapan berikutnya. Namun, berbeda dengan proses produksi program non berita. Produksi program berita televisi dilakukan dengan cepat, bahkan pada kondisi situasi tertentu tahapan satu dengan lainnya dilakukan secara bersamaan, sehingga tidak menunggu tahapan satu selesai sebelum memulai tahapan selanjutnya.

Kadang kala, ketika mengejar tayang suatu peristiwa besar agar tidak di dahului competitor, materi berita (gambar saja) ditayangkan (di-roll) tanpa tahapan akhir yang sempurna. Produksi berita televisi memanfaatkan atau memburu materi audiovisual apa adanya tanpa manipulasi (karya jurnalistik), sehingga gambar yang ditayangkan as it happen atau saat sebuah peristiwa sedang berlangsung.

Proses produksi berita televisi menurut Andi Fachruddin dalam buku Dasar-Dasar Produksi Siara Televisi adalah sebagai berikut.

1. Pra Produksi

Perencanaan dan detail petunjuk pelaksanaan produksi konten audiovisual harus dibuat terlebih dahulu. Perencanaan pengambilan gambar, story board, sehingga memiliki panduan dalam mengatur shot. Ide peliputan dibahas dalam sebuah rapat redaksi membicarakan setiap ide liputan dan menimbangnya dari berbagai hal. Pembahasan rapat termasuk focus pada informasi yang harus diperoleh, gambar yang harus direkam, dan narasumber yang harus diwawancarai.

2. Produksi

Ide atau rencana yang dibuat dengan wishlist setelah disepakati redaksi bisa jadi berbeda dengan kondisi di lapangan. Redaksi dan jurnalis televisi melakukan komunikasi terus untuk memantau perkembangan setiap isu penting dan menarik. Realita narasumber tidak sesuai yang dibayangkan, perkembangan di lapangan yang jauh lebih menarik, dan hambatan eksternal (alami) yang tak terduga. Maka seorang jurnalis harus memiliki alternatif rencana, sehingga proses produksi bisa berjalan sesuai rencana. Serta memastikan ketersediaan materi berita tidak kehilangan momentum apalagi dengan competitor kuatnya.

3. Pasca produksi

Menjelang berita on air, rapat redaksi (istilahnya: budgeting) menyusun komposisi berita berdasarkan kebijakan redaksi dalam sebuah rundown program berita. Rapat final mengevaluasi urgensi berita dalam rundown (akan ditayangkan), apakah sesuai dengan rapat redaksi di awal serta mensinkronkannya dengan situasi terakhir. Editing naskah oleh produser dan editing gambar oleh editor diproses bersamaan. Dalam tahap ini, segala aspek teknis naskah dan gambar yang akan ditayangkan diperhitungkan. Gambar biru (bluish), tidak focus, goyang sedapat mungkin tidak dipergunakan kecuali memiliki nilai berita besar (karya jurnalistik televisi) dan gambar yang standar broadcast belum diterima (Fachruddin, 2012: 18-20).2.2.2Jenis-Jenis Jurnalisme

A. Jurnalisme Warga (Citizen Journalism)Lahirnya konsep citizen journalism sangat berkaitan erat dengan gerakan civic journalism atau disebut juga dengan istilah public journalism (jurnalisme publik) di Amerika Serikat setelah pemilihan presiden tahun 1988. Gerakan jurnalisme publik ini muncul karena krisisnya kepercayaan publik Amerika terhadap media-media mainstream dan kekecewaan terhadap kondisi politik saat itu (Kusumaningati,2012:7).Ada dua istilah yang perlu dipahami terlebih dahulu agar tidak menimbulkan kerancuan pemahaman, yakni tentang new media (media baru) dan mainstream media (media utama) dengan citizen journalism (jurnalisme warga) dan civic journalism (jurnalisme publik). Media utama menunjuk pada saluran komunikasi massa lama seperti surat kabar, majalah, radio, tv, dan sejenisnya, sementara media baru menunjuk pada jaringan internet. Menurut Stuart Allan dalam Citizen Journalism, Global Perspective (2009) menyebutkan bahwa varian kata Citizen journalism sering juga disebut dengan participatory journalism, hyperlocal journalism, distributed journalism, networked journalism, open source journalism, dan grassroot journalism. Baik citizen journalism maupun civic journalism menjadikan masyarakat sebagai bahan utamanya. Hanya saja dalam civic journalism masyarakat didudukkan sebagai objek, semenara dalam citizen journalism masyarakat didudukkan sebagai objek sekaligus subjek (Nurudin, 2009: 215)Citizen journalism atau jurnalisme warga adalah suatu bentuk kegiatan jurnalisme yang dilakukan oleh warga biasa. Maksud dari warga biasa yaitu warga yang bukan berstatus sebagai jurnalis professional. Jadi, seorang warga biasa, tanpa harus berlatar belakang pendidikan jurnalistik atau ilmu kewartawanan, dapat melakukan kegiatan jurnalisme dan menyampaikan berita dengan gayanya sendiri (Kusumaningati, 2012: 5).

Sementara itu, civic journalism adalah mengangkat derajat warga menjadi pemegang peran potensial dalam masalah publik dan bukan sekedar korban, menggerakkan orang-orang sebagai warga suatu Negara agar dapat meningkatkan diskusi publik, membantu komunitas menyelesaikan masalah, dan membantu Negara dalam mencari orang-orang yang produktif sehingga kegiatan politik dan kemasyarakatan dapat berjalan dengan baik (Karsten, 2004)

Selain itu, civic journalism juga merupakan upaya wartawan professional dan media tempat mereka bekerja untuk lebih dekat dengan personal warga (pembacanya), serta ikut terlibat dalam menyelesaikan persoalan itu secara langsung. Bukan hanya memberitakan peristiwa atau fenomena dalam sikap yang objektif saja, tetapi lebih menyatu dan terlibat dalam membimbing warga dan mendorong warga untuk melakukan sesuatu.Aaron Barlow (2007, 140) membedakan antara civic journalism dan citizen journalism, bahwan dalam civic journalism melibatkan jurnalis professional sementara dalam citizen journalism dibatasi pada mereka yang mempublikasikan konten dalam blog dan dinyatakan bahwa mereka tidaklah secara professional bekerja layaknya jurnalis media massa, baik dalam pengertian secara latar belakang pendidikan kejurnalistikan dan bagaimana cara menulis produk-produk jurnalistik. Di bagian lain Barlow menegaskan bahwa gerakan civic journalism maupun citizen journalism pada praktisnya tidaklah sama. Bagi Barlow citizen journalism lebih menekankan pada isu-isu apa yang akan dipublikasikan dan setiap isu memiliki arti penting bagi warga/komunitas; tidak seperti kerja media massa dimana setiap jurnalis memiliki framing berbeda dalam melihat isu sesuai dengan kepentingan ekonomi politik, sebagai salah satu contoh kekuatan yang ada di media massa.Jadi, wartawan yang bekerja di media massa biasanya melakukan liputan karena penugasan, sementara citizen journalism menuliskan pandangannya atas suatu peristiwa karena di dorong oleh keinginan untuk membagi apa yang dilihat dan diketahuinya.a. Bentuk-Bentuk Citizen Journalism

Menurut D. Lasica lewat tulisannya dalam Online Journalism Review (2003) pernah membagi media untuk citizen journalism dalam beberapa bentuk, yaitu:

1. Partisipasi audiens (seperti komentar-komentar pengguna yang dilampirkan untuk mengomentari kisah berita, blog pribadi, foto atau video gambar yang diambil dari kamera handphone, atau berita local yang ditulis oleh penghuni sebuah komunitas)

2. Berita independent dan informasi yang ditulis dalam website.

3. Partisipasi di berita situs. Berisi komentar-komentar pembaca atas sebuah berita yang disiarkan oleh media tertentu.

4. Tulisan ringan seperti dalam milis, dan email.5. Situs pemancar pribadi (video situs pemancar).

Steve Outing pernah mengklasifikasikan bentuk-bentuk citizen journalism sebagai berikut:

1. Citizen journalism membuka ruang untuk komentar publik. Dalam ruang itu, pembaca atau khalayak bisa bereaksi, memuji, mengkritik, atau menambahkan bahan tulisan jurnalisme profesional. Pada media cetak konvensional jenis ini biasa dikenal dengan surat pembaca.

2. Menambahkan pendapat masyarakat sebagai bagian dari artikel yang ditulis. Warga diminta untuk ikut menuliskan pengalamannya pada sebuah topik utama liputan yang dilaporkan jurnalis.

3. Kolaborasi antara jurnalis profesional dengan nonjurnalis yang memiliki kemampuan dalam materi yang dibahas. Tujuannya dijadikan alat untuk mengarahkan atau memeriksa keakuratan artikel. Terkadang profesional nonjurnalis ini dapat juga menjadi kontributor tunggal yang menghasilkan artikel tersebut.

4. Bloghouse warga. Bentuknya blog-blog gratisan yang dikenal, misalnya ada wordpress, blogger, atau multiply. Melalui blog, orang bisa berbagi cerita tentang dunia, dan bisa menceritakan dunia berdasarkan pengalaman dan sudut pandangnya.

5. Newsroom citizen transparency blogs. Bentuk ini merupakan blog yang disediakan sebuah organisasi media sebagai upaya transparansi. Dalam hal ini pembaca bisa melakukan keluhan, kritik, atau pujian atas apa yan ditampilkan organisasi media tersebut.

6. Stand-alone citizen journalism site, yang melalui proses editing. Sumbangan laporan dari warga, biasanya tentang hal-hal yang sifatnya sangat lokal, yang dialami langsung oleh warga. Editor berperan untuk menjaga kualitas laporan, dan mendidik warga (kontributor) tentang topik-topik yang menarik dan layak untuk dilaporkan.

7. Stand-alone citizen journalism, yang tidak melalui proses editing.

8. Gabungan stand-alone citizen journalism website dan edisi cetak.

9. Hybrid: pro + citizen journalism. Suatu kerja organisasi media yang menggabungkan pekerjaan jurnalis profesional dengan jurnalis warga.

10. Penggabungan antara jurnalisme profesional dengan jurnalisme warga dalam satu atap. Website membeli tulisan dari jurnalis profesional dan menerima tulisan jurnalis warga.

11. Model Wiki. Dalam Wiki, pembaca adalah juga seorang editor. Setiap orang bisa menulis artikel dan setiap orang juga bisa memberi tambahan atau komentar terhadap komentar yang terbit (Yudhapramesti, 2007).

b. Kelebihan Citizen Journalism1. Citizen journalism mendorong terciptanya iklim demokratisasi. Blog mampu mewacanakan informasi alternatif dan tidak terikat oleh sistem seperti halnya dalam media utama. Dengan adanya kebebasan ini akan memberikan beragam informasi kepada masyarakat. Secara tidak langsung pula, mendukung gerakan demokratisasi.

2. Citizen journalism memupuk budaya tulis dan baca masyarakat.

3. Mematangkan terciptanya public sphere (ruang publik) di masyarakat. Masyarakat bisa berdiskusi bebas dalam sebuah blog tanpa ada aturan, larangan tertentu seperti halnya yang dilakukan pada media utama.

4. Citizen journalism juga manifestasi fungsi watch dog (kontrol social) media. Ketika kekuasaan tidak bisa terkontrol secara efektif, blog memberikan suntikan vitamin untuk melakukan kontrol atas ketimpangan di masyarakat.c. Tantangan Citizen Journalism1. Masalah profesionalisme. Seorang jurnalis adalah seorang professional. Ia bekerja karena sesuai dengan profesinya sebagai orang yang bertugas mencari, mengolah, dan menyiarkan informasi. Karena profesinya ia mendapatkan gaji. 2. Jurnalis adalah orang terlatih. Jurnalis membutuhkan keahlian tertentu. Artinya, tidak semua orang (apalagi tidak terlatih) bisa membuat berita.

3. Jurnalis terikat oleh system. Selama ini jurnalis terkait sebuah system yang ada di media massa itu.

4. Jurnalis bukan anonim. Wartawan adalah orang yang bekerja di suatu media massa dengan bukti legal bahwa ia sebagai wartawan, baik itu menyangkut Kartu Tanda Penduduk, Kartu Pers atau kartu media dimana dia bekerja. Jadi, mereka bukan wartawan gadungan, atau yang sering disebut dengan Wartawan Tanpa Surat Kabar (WTS). Jadi, jurnalis bukan orang anonim.

5. Kualitas isi penting. Jurnalis juga orang yang dituntut untuk memperhatikan kualitas tulisan. Sementara itu, tidak ada tuntutan dalam tulisan di blog harus berkualitas seperti dalam dunia jurnalis. Ia boleh menulis apa saja yang dia suka, dengan cara apapun.

6. Jurnalis terikat hukum. Jurnalis juga bukan orang yang bebas berbuat tanpa ikatan atau di luar aturan yang ada. Seorang jurnalis akan terikat hukum bila dia melanggar.B. Jurnalisme Presisi

Jurnalisme presisi adalah aplikasi ilmu social dalam dunia jurnalistik. Jadi, syarat yang ada pada ilmu social digunakan dalam lapangan jurnalistik. Dengan kata lain, jurnalisme presisi adalah kegiatan jurnalistik yang menekankan ketepatan (presisi) informasi dengan memakai pendekatan ilmu social dalam proses kerjanya (Nurudin, 2009: 226)

Dalam pengumpulan data misalnya, apa yang menjadi syarat dan akurasi dalam ilmu social juga berlaku dalam jurnalistik. Dengan demikian, narasumber akan dipilih berdasarkan kaidah-kaidah tertentu yang diberlakukan dalam ilmu social.C. Jurnalisme Kuning

Jurnalisme kuning adalah jurnalisme pemburukan makna. Ini disebabkan karena orientasi pembuatannya lebih menekankan pada berita-berita sensasional dari pada substansi isinya. Tentu saja, karena tujuannya untuk meningkatkan penjualan ia sering dituduh sebagai jurnalisme yang tidak professional dan tidak beretika. Karena yang dipentingkan adalah bagaimana caranya masyarakat suka pada beritanya. Meskipun ia diprotes oleh kalangan tertentu, ia tidak akan bergeming. Ataupun, isinya tidak sesuai dengan fakta yang terjadi. Hal itu merupakan perkara lain (Nurudin, 2009: 230).

Ciri khas jurnalisme kuning adalah pemberitaannya yang bombastis, sensasional, dan pembuatan judul utama yang menarik perhatian publik. Tujuannya hanya satu, agar masyarakat tertarik. Setelah tertarik diharapkan masyarakat membelinya. Ini sesuai dengan psikologi komunikasi massa. Orang akan tertarik untuk membaca atau membeli Koran, yang diperhatikan pertama kali adalah judulnya. Apalagi judul-judul yang dibuat sangat bombastis.

Jika ditinjau dalam sejarah, istilah jurnalisme kuning muncul pada tahun 1800. Jurnalisme kuning muncul ditandai dengan pertempuran headline antara dua Koran besar di kota New York. Diantaranya Joseph Pulitzer (New York World) dan William Randolph Hearts (New York Journal). Persaingan ketat itu terjadi pada tahun 1895 sampai tahun 1898. Kedua surat kabar tersebut dituduh telah menyebarkan berita sensasional untuk mendongkrak sirkulasi.D. Jurnalisme Lher

Jurnalisme lher sering juga disebut dengan jurnalisme sensasional. Karena berita dan gambar atau grafis yang disuguhkan dilandasi dengan atau untuk mencari sensasi semata. Ada juga yang menyebutnya dengan jurnalisme pornografi. Dalam praktiknya, jurnalisme lher disamping menampilkan dada dan paha wanita dari berbagai pose yang mencolok tetapi juga disertai judul-judul asosiatif untuk pembacanya yang mengarah pada seks. Meskipun kenyataannya, kata-kata yang asosiatif tersebut hanya berhubungan dengan profesi keartisan seperti bermain film atau menyanyi.Jika kita melihat sejarah perkembangan media massa di Indonesia, tabloid Monitor bisa dikatakan media yang mempelopori jurnalisme lher. Jurnalisme lher memang ditentang banyak orang, tetapi kemunculannya menjadi sebuah keniscayaan. Ia telah ikut mempengaruhi perkembangan jurnalisme di Indonesia. Berkaitan dengan itu setidak-tidaknya bisa diberikan beberapa catatan sebagai berikut:1. Jurnalisme lher muncul sebagai representasi jurnalisme masyarakat kelas bawah. Jurnalisme jenis ini kebanyakan disukai masyarakat menengah ke bawah. Jurnalisme lher berkembang sejalan dengan tingkat pendidikan masyarakat yang belum begitu tinggi.

2. Jurnalisme lher bisa jadi juga menjadi symbol perlawanan terhadap pemerintah otoriter. Ketika ditengah masyarakat yang ingin bisa menikmati akses berita tentang politik dibatasi, maka mereka beralih ke berita-berita yang sensasional dan menghibur.

3. Jurnalisme lher, nyata menjadi pilihan media massa yang lebih mementingkan bisnis dari pada idealisme. Sementara, jurnalisme lher dalam praktiknya justru bisa mendatangkan keuntungan materi yang tidak terbilang. Namun demikian, moral, etika, norma masyarakat akhirnya menjadi korban.

4. Jurnalisme lher bisa jadi muncul ditengah euphoria kebebasan media massa. kebebasan pers tidak hanya berpusat pada orientasi melawan kekuasaan, tetapi menerbitkan media yang disukai masyarakat seperti jurnalisme lher itu.

5. Jurnalisme lher telah nyata merusak generasi muda di masa depan. Jika pada masa muda saja sudah banyak berkaitan dengan jurnalisme lher semacam itu, tidak ada jaminan bahwa di masa mendatang mereka tidak terpengaruh oleh dampak jurnalisme lher.

6. Tabloid, majalah, dan koran menampilkan jurnalisme lher di Indonesia dijual sangat bebas. Semua orang, bahkan anak kecil sekalipun bisa mendapatkannya di agen Koran.

E. Jurnalisme Perdamaian dan Jurnalisme Perang

Membicarakan jurnalisme damai tidak akan lepas dari Johan Galtung, seorang profesor studi perdamaian dan juga direktur TRASCEND Peace and Development Network. Ia pertama kali memperkenalkan istilah jurnalisme damai pada tahun 1970. Profesor itu awalnya mencermati banyaknya jurnalisme perang yang mendasarkan diri pada asumsi yang sama seperti halnya wartawan peliput masalah olahraga. Isinya hanya berfokus pada kemenangan penting dalam sebuah permainan menang-kalah antara dua belah pihak.

Ada banyak nama lain dari jurnalisme damai antara lain: jurnalisme baru, jurnalisme pasca-realis, jurnalisme solusi, jurnalisme yang menguatkan, jurnalisme analisis konflik, jurnalisme perubahan, jurnalisme holistic, jurnalisme dengan kerangka besar, jurnalisme sebagai mediator (penengah), jurnalisme untuk masyarakat terbuka (open society), jurnalisme pembangunan, jurnalisme analisis, jurnalisme reflektif, dan jurnalisme konstruktif.Menurut Annabel Mc Goldrick dan Jake Lynch (2001), yang harus dilakukan oleh jurnalis perdamaian adalah sebagai berikut:

1. Hindari penggambaran bahwa konflik hanya terdiri dari dua pihak yang bertikai atas satu isu tertentu. Konsekuensi dari penggambaran macam ini adalah satu pihak yang menang dan ada satu pihak yang kalah.

2. Hindari penerimaan perbedaan tajam antara aku dan yang lain. Hal ini bisa digunakan untuk membuat perasaan bahwa pihak lain adalah ancaman atau tidak bisa diterima tingkah laku yang beradab. Keduanya merupakan pembenaran untuk terjadinya kekerasan.

3. Hindari memperlakukan konflik seolah-olah ia hanya terjadi pada saat dan tempat kekerasan terjadi.

4. Hindari pemberian penghargaan kepada tindakan ataupun kebijakan dengan menggunakan kekerasan hanya karena dampak yang terlihat.

5. Hindari pengidentifikasian suatu kelompok hanya dengan mengulang ucapan para pemimpin mereka ataupun tuntutan yang telah dikemukakan.

6. Hindari pemusatan perhatian hanya pada pihak-pihak yang bertikai, hanya mencari perbedaan diri ucapan-ucapan kedua belah pihak tentang apa yang mereka inginkan.

7. Hindari pelaporan yang hanya menonjolkan unsure kekerasan dan mendeskripsikan tentang horror.

8. Hindari menyalahkan salah satu pihak karena memulai perselisihan

9. Hindari laporan yang hanya berfokus pada penderitaan, ketakutan, dan keluhan hanya dari satu sisi.

10. Hindari penggunaan bahasa-bahasa yang menonjolkan sosok korban seperti kata miskin, hancur, tak berdaya, memelas, tragedy yang semuanya hanya menunjukkan hal apa yang telah dan mungkin dilakukan untuk kelompok ini.

11. Hindari penggunaan kata-kata emosional yang tidak tepat menggambarkan apa yang telah terjadi kepada sekelompok orang.

12. Hindari penggunaan kata sifat seperti kejam, brutal, dan barbar. Penggunaan kata-kata seperti itu menjelaskan pandangan satu pihak terhadap apa yang telah dilakukan oleh pihak lainnya.

13. Hindari penggunaan label seperti kata teroris, ekstrimis, kelompok fanatik, atau juga fundamentalis. Hal ini juga selalu terjadi sebagai pemberian julukan dari kita, kepada mereka. Tak pernah ada orang yang menggunakan kata tersebut untuk mendeskripsikan diri mereka, oleh karenanya jika jurnalis menggunakan kata-kata tersebut itu berarti jurnalis sudah berpihak kepada salah satu pihak.

14. Hindari pemusatan perhatian hanya pada pelanggaran hak-hak asasi manusia, perlakuan kejam, dan kesalahan dari satu sisi saja.

15. Hindari pembentukan opini atau klaim yang seolah-olah sudah pasti.

16. Hindari pujian atas perjanjian perdamaian yang dilakukan oleh para pemimpin politik, yang hanya akan membawa kemenangan bagi militer ataupun gencatan senjata, seperti seolah-olah telah tercipta perdamaian.

17. Hindari penantian akan memimpin kita mengusulkan jalan keluar.

F. Jurnalisme Kepiting

Jurnalisme kepiting adalah jurnalisme yang juga mementingkan jalan tengah (jalan aman) dalam menanggapi persoalan, untuk tak mengatakan memilih jalan selamat. Lebih dalam lagi bisa dikatakan, ia tidak mencoba masuk ke dalam diskusi yang lebih dalam jika punya dampak yang buruk bagi lembaga dan karier jurnalistik dirinya. Dalam menanggapi kasus yang punya risiko politik yang sangat tinggi, ia mencoba mendudukkan persoalan dengan sangat hati-hati. Ia tetap berpegang pada kenyataan bahwa pada bagaimanapun juga pers tidak akan lepas dari sistem politik.

Oleh karenanya, ketika mengkritik kemapanan yang berkaitan erat dengan kekuasaan politik ia cenderung menyamarkan, tetapi akan sebaliknya jika tidak berkaitan dengan politik. Ia cenderunng berbicara apa adanya, apalagi angin politik cenderung lebih menguntungkan.

G. Advocacy JournalismAdvocacy journalism atau jurnalisme advokasi adalah kegiatan jurnalistik yang berupaya menyuntikkan opini ke dalam berita. Tiap reportase, tanpa mengingkari fakta, diarahkan untuk membentuk opini publik. Rangkaian opini yang terbentuk dan hendak diapungkan di dapat dari kerja para jurnalis ketika memproses liputan fakta demi fakta secara intens dan sungguh-sungguh. Jadi, kesimpulan opini mereka memiliki erat dengan realitas fakta peristiwa yang terjadi dalam masyarakat (Sumadiria, 2008: 170).

Mereka mengapkir objektivitas dan menggelembungkan tekad reporter untuk menyuntikkan opini mereka ke dalam laporan yang mereka tulis. Jurnalisme lama mengharuskan laporan dibuat berdasarkan urutan fakta-fakta dan menuntut sikap netral para jurnalis dalam observasi mereka. Informasi harus disusun berdasarkan prioritas, dari fakta yang paling penting sampai yang kurang penting. Seorang jurnalis lama harus yakin bahwa perspektifnya terhadap suatu realitas peristiwa cukup mengandung kebenaran ketika diolah berdasarkan sudut pandang wartawan yang mencari fakta di lapangan. Kebenaran cukup terukur, walaupun hanya untuk melaporkan apa yang terlihat saat meliput.

H. Alternative JournalismAlternative journalism atau jurnalisme alternatif merupakan kegiatan jurnalistik yang menyangkut publikasi internal dan bersifat lebih personal. Berbeda dengan underground newspaper, jurnal-jurnal alternatif kerap lebih professional, lebih terfokus pada item pemberitaan tertentu, dan coba menarik khalayak lebih beruumur. Jurnal-jurnal alternatif memunculkan tulisan-tulisan yang hendak membasmi korupsi, dengan tampilan yang lain dari anjing menyalak, dan melebihi media underground konvensional dalam performa kritikan dan liputannya. Tujuan mereka adalah menggerakkan minat dan sikap, bahkan perilaku, sekelompok khalayak yang mereka tentukan sebagai pangsa konsumen.I. Literacy JournalismLiteracy journalism atau jurnalisme sastra, membahas pemakaian gaya penulisan fiksi untuk kepentingan dramatisasi pelaporan dan membuat artikel menjadi memikat. Teknik pelaporan dipenuhi dengan gaya penyajian fiksi yang memberikan detail-detail potret subjek, yang secara sengaja diserahkan kepada pembaca untuk dipikirkan, digambarkan, dan ditarik kesimpulannya. Pembaca diajak mengimajinasikan tampakan fakta-fakta yang telah dirancang jurnalis dalam urutan adegan, percakapan, dan amatan suasana.

Gay Talese (1970) mengatakan, meski seperti fiksi, jurnalisme ini bukanlah fiksi. Pengaruh fiksi memang sangat kental dalam laporan jurnalis yang dijalinkan di sela-sela teks fakta. Hasilnya, menurut Atmakusumah yang mengutip Tom Wolf : sebuah bacaan yang amat langsung, dengan realitas yang terasa konkret, serta melibatkan emosi dan mutu penulisnya. Istilah jurnalisme sastra yang kemudian menyebar dari new journalism yang diperkenalkan oleh Tom Wolf, menurut Mark Kramer, berkembang pada pertengahan tahun 1960 yang penuh pemberontakan. Jurnalisme sastra lalu memasuki berbagai wilayah penulisan, misalnya penulisan traveling, memoar, esai-esai histories dan etnografis, dan sejumlah fiksi, bahkan semifiksi ambigu yang berasal dari peristiwa-peristiwa nyata.

Feature termasuk karya jurnalistik sastra yang dibangun di atas landasan gaya penulisan fiksi yang bersifat naratif, kreatif, dan bahkan imajinatif. Sebagai suatu cerita yang khas faktual objektif yang tunduk kepada kaidah jurnalistik konvensional normative dan sekaligus jurnalistik sastra, kehadiran feature dalam media massa, kini benar-benar sudah dianggap sebagai berkah.2.3 Kerangka Pikir Penelitian

Reporter

Produser Program

Proses Produksi Berita

Non Reporter

(Citizen Journalism)

Audience

Program Berita

10