bab i pendahuluan a. latar belakangrepository.ump.ac.id/8009/2/meviana rizki amalia bab...

12
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri dan virus. Penyakit ini diawali dengan beberapa gejala atau lebih, salah satunya yaitu panas disertai sakit tenggorokan atau rasa nyeri saat menelan, pilek, batuk berdahak atau kering (Riskesdas, 2013). Saat ini ISPA masih menjadi masalah kesehatan dunia. Berdasarkan WHO (2007) ISPA adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular di dunia. Hampir 4 juta orang meninggal akibat ISPA setiap tahun, 98%-nya disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan bawah. Tingkat mortalitas sangat tinggi pada bayi, anak-anak, danorang lanjut usia, terutama di negara-negara dengan pendapatan perkapita rendah dan menengah. Secara global, tingkat kematian balita mengalami penurunan sebesar 41%, dari tingkat estimasi 87 kematian per 1000 kelahiran hidup pada tahun 1990 menjadi 51 kematian per1000 kelahiran hidup pada tahun 2011 (WHO, 2012). World Health Organization (WHO) memperkirakan insidensi ISPA di negara berkembang 0,29% kurang lebih 151 juta jiwa dan negara industri 0,05% kurang lebih 5 juta jiwa (WHO, 2012). Saftari dalam Syahrani, (2012) menyatakan ISPA merupakan masalah kesehatan yang utama di Indonesia karena masih tingginya angka Hubungan Faktor Predisposing..., MEVIANA RIZKI AMALIA, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018

Upload: others

Post on 17-Aug-2020

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ump.ac.id/8009/2/MEVIANA RIZKI AMALIA BAB I.pdfkejadian ISPA di Jawa Tengah pada tahun 2007 mencapai 18,45% (Profil Kesehatan Indonesia,

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit yang

disebabkan oleh bakteri dan virus. Penyakit ini diawali dengan beberapa

gejala atau lebih, salah satunya yaitu panas disertai sakit tenggorokan atau

rasa nyeri saat menelan, pilek, batuk berdahak atau kering (Riskesdas,

2013).

Saat ini ISPA masih menjadi masalah kesehatan dunia. Berdasarkan

WHO (2007) ISPA adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas

penyakit menular di dunia. Hampir 4 juta orang meninggal akibat ISPA

setiap tahun, 98%-nya disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan bawah.

Tingkat mortalitas sangat tinggi pada bayi, anak-anak, danorang lanjut usia,

terutama di negara-negara dengan pendapatan perkapita rendah dan

menengah. Secara global, tingkat kematian balita mengalami penurunan

sebesar 41%, dari tingkat estimasi 87 kematian per 1000 kelahiran hidup

pada tahun 1990 menjadi 51 kematian per1000 kelahiran hidup pada tahun

2011 (WHO, 2012). World Health Organization (WHO) memperkirakan

insidensi ISPA di negara berkembang 0,29% kurang lebih 151 juta jiwa dan

negara industri 0,05% kurang lebih 5 juta jiwa (WHO, 2012).

Saftari dalam Syahrani, (2012) menyatakan ISPA merupakan

masalah kesehatan yang utama di Indonesia karena masih tingginya angka

Hubungan Faktor Predisposing..., MEVIANA RIZKI AMALIA, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ump.ac.id/8009/2/MEVIANA RIZKI AMALIA BAB I.pdfkejadian ISPA di Jawa Tengah pada tahun 2007 mencapai 18,45% (Profil Kesehatan Indonesia,

2

kejadian ISPA terutama pada balita. Period prevalence ISPA dihitung

dalam kurun waktu 1 bulan terakhir. Lima provinsi dengan ISPA tertinggi

adalah Nusa Tenggara Timur (41,7%), Papua (31,1%), Aceh (30,0%), Nusa

Tenggara Barat (28,3%), dan Jawa Timur (28,3%). Pada Riskesdas 2007,

Nusa Tenggara Timur juga merupakan provinsi tertinggi dengan ISPA.

Period prevalence ISPA Indonesia menurut Riskesdas 2013 (25%)

mengalami peningkatan dari tahun 2007 (24%). Karakteristik penduduk

dengan ISPA yang tertinggi terjadi pada kelompok umur 1-4 tahun (25,8%).

Menurut jenis kelamin, tidak berbeda antara laki-laki dan perempuan.

Penyakit ini lebih banyak dialami pada kelompok penduduk dengan kuintil

indeks kepemilikan terbawah dan menengah bawah (Kemenkes RI, 2014).

Hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga 2010 Di Indonesia,

menunjukkan bahwa angka kesakitan ISPA untuk bayi umur kurang dari 1

tahun sebesar 42,4 % anak umur 1–4 tahun 40,6 %, sedangkan angka

kematian untuk bayi sebesar 21 % dan untuk umur 1–4 tahun sebesar 35

%.Sedangkan berdasarkan hasil survei Program Pemberantasan Penyakit

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (P2 ISPA) tahun 2010 menunjukkan

bahwa angka kematian pada Balita sebesar 3 per 1.000 Balita.

Penyakit ISPA juga merupakan masalah kesehatan utama di Jawa

Tengah. Angka tersebut mengalami penurunan pada tahun 2007 yaitu

menjadi 24,29% dan pada tahun 2008 juga mengalami penurunan menjadi

23,63%. Angka ini sangat jauh dari target Survey Penyakit Menular (SPM)

tahun 2010 sebesar 100% (Profil Kesehatan Jawa Tengah, 2008). Angka

Hubungan Faktor Predisposing..., MEVIANA RIZKI AMALIA, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ump.ac.id/8009/2/MEVIANA RIZKI AMALIA BAB I.pdfkejadian ISPA di Jawa Tengah pada tahun 2007 mencapai 18,45% (Profil Kesehatan Indonesia,

3

kejadian ISPA di Jawa Tengah pada tahun 2007 mencapai 18,45% (Profil

Kesehatan Indonesia, 2007). Hasil Riset Dasar Kesehatan Nasional

(Kemenkes RI, 2014) diketahui setiap tahunnya 40-60% dari kunjungan di

Puskesmas merupakan penderita penyakit ISPA.

Angka kejadian ISPA yang masih tinggi pada balita disebabkan oleh

tingginya frekuensi kejadian kekambuhan pada balita. Periode satu tahun

rata-rata seorang anak di pedesaan dapat terserang 3 sampai 5 kali,

sedangkan di daerah perkotaan 6 sampai 8 kali. Penyebab tingginya

kekambuhan pada balita terkait dengan banyaknya faktor yang berhubungan

dengan Angka kejadian ISPA termasuk pneumonia yang masih tinggi pada

balita disebabkan oleh tingginya frekuensi kejadian pneumonia pada balita.

Dalam satu tahun rata-rata seorang anak di pedesaan dapat terserang 3

sampai 5 kali, sedangkan di daerah perkotaan 6 sampai 8 kali. Penyebab

tingginya kekambuhan pada balita terkait dengan banyaknya faktor yang

berhubungan dengan ISPA. Berbagai faktor yang mempengaruhi mulai dari

faktor internal dan faktor eksternal yang menyebabkan kambuhnya ISPA

pada balita. Berbagai faktor yang mempengaruhi mulai dari faktor internal

dan faktor eksternal yang menyebabkan kambuhnya ISPA pada balita (Eva,

2009). Salah satu factor eksternalnya adalah pendidikan, dimana pendidikan

orang tua berpengaruh terhadap insidensi ISPA pada anak. Semakin rendah

pendidikan orang tua derajat ISPA yang diderita anak semakin berat.

Demikian sebaliknya, semakin tinggi pendidikan orang tua, derajat ISPA

yang diderita anak semakin ringan (Huriah, 2005). ISPA cenderung lebih

Hubungan Faktor Predisposing..., MEVIANA RIZKI AMALIA, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ump.ac.id/8009/2/MEVIANA RIZKI AMALIA BAB I.pdfkejadian ISPA di Jawa Tengah pada tahun 2007 mencapai 18,45% (Profil Kesehatan Indonesia,

4

tinggi pada kelompok dengan pendidikan dan tingkat pengeluaran per kapita

lebih rendah (Riskerdas, 2007).

Selain itu, faktor perilaku dalam pencegahan dan penanggulangan

penyakit ISPA pada bayi dan balita lebih efektif dilakukan oleh keluarga,

baik yang dilakukan oleh ibu atau keluarga yang tinggal dalam satu rumah.

Peran keluarga sangat penting dalam menangani ISPA karena penyakit

ISPA termasuk dalam penyakit yang sering diderita sehari-hari di dalam

keluarga atau masyarakat. Penanganan ISPA tingkat keluarga

keseluruhannya dapat digolongkan menjadi tiga kategori yaitu perawatan

oleh ibu balita, tindakan yang segera dan pengamatan tentang

perkembangan penyakit balita, dan pencarian pertolongan pada pelayanan

kesehatan (Kemenkes RI, 2011)

Kekambuhan ISPA ini dipengaruhi juga oleh rendahnya daya tahan

tubuh balita, adanya penyakit yang lain dan kondisi lingkungan yang tidak

sehat yang mempengaruhi munculnya penyakit ISPA kembali (WHO,

2008). Kondisi lingkungan yang tidak sehat ini dipengaruhi oleh sikap

seseorang dalam menjaga kesehatan lingkungan sekitar agar terhindar dari

berbagai macam penyakit..

Sikap terhadap sakit atau penyakit adalah bagaimana penilaian atau

pendapat seseorang terhadap gejala atau tanda-tanda penyakit, cara

penularan penyakit, dan cara pencegahan penyakit ISPA (Bimo dalam

Sunaryo, 2004).

Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan di Puskesmas

Hubungan Faktor Predisposing..., MEVIANA RIZKI AMALIA, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ump.ac.id/8009/2/MEVIANA RIZKI AMALIA BAB I.pdfkejadian ISPA di Jawa Tengah pada tahun 2007 mencapai 18,45% (Profil Kesehatan Indonesia,

5

Banjarnegara 1 didapatkan data bahwa jumlah kunjungan pasien ISPA

secara keseluruhan pada bulan Januari sampai September 2017 yaitu sebesar

2035 kasus atau 26,3% dari jumlah pasien.

Dari hasil wawancara dengan beberapa tenaga kesehatan di

puskesmas Banjarnegara 1 diperoleh data bahwa angka kejadian ISPA di

puskesmas Banjarnegara memang tergolong tinggi karena setiap bulannya

penyakit ISPA selalu masuk dalam 10 besar penyakit yang paling banyak di

puskemas. Wawancara juga di lakukan kepada orang tua yang memiliki

anak dengan Penyakit ISPA. Dari 6 pasien sebanyak 3 mengalami

kekambuhan lebih dari 1 kali. Dari 6 orang yang di wawancarai 4 orang

dengan pendidikan SD kurang memahami cara bersikap pada penanganan

ISPA, dan kurang paham penyebab ISPA yang terjadi pada anaknya,

sedangkan 2 orang lainnya dengan pendidikan SMP dan SMA, cukup

paham penyebab ISPA dan tata cara penangana ISPA.

Berdasarkan uraian tersebut peneliti bermaksud untuk melakukan

penelitian dengan judul "Hubungan Faktor Predisposing (Pendidikan,

Perilaku dan Sikap) dengan Kejadian Kekambuhan ISPA Pada Balita di

Puskesmas Banjarnegara 1.

B. Rumusan Masalah

Saat ini ISPA masih menjadi masalah kesehatan dunia. Berdasarkan

WHO (2007) ISPA adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas

Hubungan Faktor Predisposing..., MEVIANA RIZKI AMALIA, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ump.ac.id/8009/2/MEVIANA RIZKI AMALIA BAB I.pdfkejadian ISPA di Jawa Tengah pada tahun 2007 mencapai 18,45% (Profil Kesehatan Indonesia,

6

penyakit menular didunia. Hampir 4 juta orang meninggal akibat ISPA

setiap tahun, 98%-nya disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan bawah.

Tingkat mortalitas sangat tinggi pada bayi, anak-anak, dan orang lanjut usia,

terutama di negara-negara dengan pendapatan perkapita rendah dan

menengah. Salah satu Faktor penyebabnya adalah faktor ekstrinsik yang

meliputi kepadatan hunian, polusi udara, tipe rumah, ventilasi, kelembaban,

letak dapur, jenis bahan bakar, penggunaan obat nyamuk, asap rokok,

penghasilan keluarga serta faktor ibu baik pendidikan, sikap ibu, maupun

perilaku ibu.

Permasalahan dalam penelitian ini adalah “Apakah ada hubungan

faktor predisposing (pendidikan, perilaku dan sikap) dengan kejadian

kekambuhan ISPA pada Balita di Puskesmas Banjarnegara 1 ?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan faktor predisposing (pendidikan, perilaku

dan sikap) dengan kejadian kekambuhan ISPA pada Balita di Puskesmas

Banjarnegara 1.

2. Tujuan Khusus

Hubungan Faktor Predisposing..., MEVIANA RIZKI AMALIA, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ump.ac.id/8009/2/MEVIANA RIZKI AMALIA BAB I.pdfkejadian ISPA di Jawa Tengah pada tahun 2007 mencapai 18,45% (Profil Kesehatan Indonesia,

7

a. Mengidentifikasi karakteristik Balita di Puskesmas Banjarnegara 1

berdasarkan: umur balita, jenis kelamin, jenis pekerjaan ibu dan

tingkat pendidikan ibu.

b. Menganilisis hubungan tingkat pendidikan Ibu dengan kejadian

kekambuhan ISPA pada Balita di Puskesmas Banjarnegara 1.

c. Menganilisis hubungan perilaku dengan kejadian kekambuhan ISPA

pada Balita di Puskesmas Banjarnegara 1.

d. Menganilisis hubungan sikap dengan kejadian kekambuhan ISPA

pada Balita di Puskesmas Banjarnegara 1.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Menambah pengetahuan dan wawasan terutama yang berkaitan dengan

topik penelitian, yaitu hubungan faktor predisposing (pendidikan,

perilaku dan sikap) dengan kejadian kekambuhan ISPA pada Balita di

Puskesmas Banjarnegara 1.

2. Bagi Responden

Peneliti berharap penelitian ini dapat bermanfaat bagi responden sebagai

informasi tentang pendidikan, perilaku dan sikap dengan kejadian

kekambuhan ISPA pada Balita di Puskesmas Banjarnegara 1.

3. Bagi instansi terkait

Sebagai bahan informasi yang dapat bermanfaat bagi dinas kesehatan

dan instansi terkait untuk memberikan perencanaan ataupun

implementasi yang baik dan tepat melalui program kesehatan dan

Hubungan Faktor Predisposing..., MEVIANA RIZKI AMALIA, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ump.ac.id/8009/2/MEVIANA RIZKI AMALIA BAB I.pdfkejadian ISPA di Jawa Tengah pada tahun 2007 mencapai 18,45% (Profil Kesehatan Indonesia,

8

tumbuh kembang anak Balita.

4. Bagi ilmu pengetahuan

Sebagai tambahan pustaka dalam meningkatkan ilmu pengetahuan

khususnya terkait hubungan faktor predisposing (pendidikan, perilaku

dan sikap) dengan kejadian kekambuhan ISPA pada balita dan sebagai

acuan bagi peneliti selanjutnya yang ingin meneliti lebih lanjut

mengenai kejadian ISPA pada Balita.

5. Penelitian Terkait

a. Montasser et al (2012) meneliti tentang “Assessment and

Classification of Acute Respiratory Tract Infections among

Egyptian Rural Children”, penelitian ini bertujuan untuk

mempelajari masalah ISPA (infeksi saluran pernafasan akut)

menurut pedoman IMCI (pengelolaan terpadu penyakit anak-anak)

dan menemukan hubungannya dengan faktor-faktor terkait yang

berbeda. Penelitian ini merupakan penelitian Studi cross sectional

diikuti dengan studi komparatif terhadap klasifikasi ISPA yang

berbeda. Tempat penelitian Rumah Sakit Terpadu Met-Mazah di

desa Met-Mazah, Dakahlia Governorate, Mesir. Penelitian

dilakukan terhadap seratus anak di bawah 5 tahun yang dipilih

dengan pengambilan sampel secara sistematis melalui periode 6

bulan. Sebagian besar kasus ISPA di bawah dua tahun. Pneumonia

berat atau penyakit yang sangat parah sedikit lebih tinggi di antara

anak laki-laki dan mereka memiliki riwayat kelahiran 6 dan lebih

Hubungan Faktor Predisposing..., MEVIANA RIZKI AMALIA, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ump.ac.id/8009/2/MEVIANA RIZKI AMALIA BAB I.pdfkejadian ISPA di Jawa Tengah pada tahun 2007 mencapai 18,45% (Profil Kesehatan Indonesia,

9

dengan tidak ada perbedaan yang signifikan. Lebih dari setengah

(60%) dari mereka dengan ukuran keluarga ≥ 6 menderita

pneumonia berat atau penyakit yang sangat parah dengan perbedaan

statistik yang signifikan (p = 0,005). ISPA secara bermakna

berhubungan dengan usia anak, ukuran keluarga, dan riwayat

imunisasi.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian diatas adalah peneliti

menilai dan mengklasifikasi infeksi saluran pernapasan akut

sedangkan peneliti menganalisis faktor predisposing (pendidikan,

perilaku dan sikap) dengan kejadian kekambuhan ISPA pada Balita

di Puskesmas Banjarnegara 1. Persamaan pada penelitian ini adalah

sama-sama menganalisi kejadian ispa pada balita.

b. Firdausia (2013) meneliti tentang “Hubungan Tingkat Pendidikan

Dan Pekerjaan Ibu Dengan Perilaku Pencegahan Ispa Pada Balita

di Wilayah Kerja Puskesmas Gang Sehat Pontianak”, penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat pendidikan dan

pekerjaan ibu dengan perilaku pencegahan ISPA pada balita di

wilayah kerja puskesmas gang sehat pontianak. Penelitian ini

merupakan penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional.

Hasil didapatkan 28 responden sebagai sampel. Sebagian besar

responden memiliki perilaku pencegahan cukup (46,4%), sebanyak

42,9% responden memiliki perilaku pencegahan baik, dan 10,7%

berperilaku pencegahan kurang. hasil analisis melalui uji

Hubungan Faktor Predisposing..., MEVIANA RIZKI AMALIA, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ump.ac.id/8009/2/MEVIANA RIZKI AMALIA BAB I.pdfkejadian ISPA di Jawa Tengah pada tahun 2007 mencapai 18,45% (Profil Kesehatan Indonesia,

10

kolmogorov-smirnov menunjukkan terdapat hubungan antara

tingkat pendidikan dengan perilaku pencegahan ispa pada balita

(p=0,001), dan terdapat hubungan antara pekerjaan dengan perilaku

pencegahan ispa pada zalita (p=0,013). Ibu dengan pendidikan lebih

tinggi memiliki perilaku pencegahan lebih baik, begitu juga ibu yang

tidak bekerja.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian diatas adalah penelitian

di atas menggunakan desain analitik sedangkan peneliti

menggunakan desain case control. Persamaan pada penelitian ini

adalah sama-sama meneliti tentang kejadian ISPA.

c. Yudav et al (2013) meneliti tentang “Risk Factors for Acute

Respiratory Infections in Hospitalized Under Five Children in

Central Nepal”. Penelitian ini merupakan penelitian prospektif

berbasis rumah sakit. Hasil Sebanyak 200 kasus dan 200 kontrol

didaftarkan. Berbagai risiko Faktor yang terkait dengan ISPA secara

bertahap adalah logistik regresi adalah jenis kelamin laki-laki,

tempat tinggal pedesaan, kepadatan penduduk, sejarah ISPA di

keluarga manapun anggota dalam dua minggu dan kekurangan gizi.

Itu Faktor risiko yang tidak signifikan secara statistik adalah masa

bayi, status ekonomi, orang tua buta huruf, bahan bakar masak selain

LPG, berat lahir rendah, prematuritas, kurang pemberian ASI

eksklusif, kekurangan vitamin A dan imunisasi yang tidak lengkap.

Perbedaan penelitian ini dengan yang peneliti lakukan adalah

Hubungan Faktor Predisposing..., MEVIANA RIZKI AMALIA, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ump.ac.id/8009/2/MEVIANA RIZKI AMALIA BAB I.pdfkejadian ISPA di Jawa Tengah pada tahun 2007 mencapai 18,45% (Profil Kesehatan Indonesia,

11

peneliti ini menganalisis faktor risiko untuk infeksi pernapasan akut

di rumah sakit di bawah lima tahun di Nepal tengah sedangkan

peneliti menganalisis faktor predisposing (pendidikan, perilaku dan

sikap) dengan kejadian ISPA pada Balita di Puskesmas

Banjarnegara 1. Persamaan pada penelitian ini adalah sama

menganalisis kejadian ispa pada balita.

d. Syamsi (2016) meneliti tentang “Hubungan Tingkat Pendidikan

Dan Pengetahuan Ibu Balita Tentang Dengan Kejadian Ispa Pada

Balita Diwilayah Kerja Puskesmas Bontosikuyu Kabupaten

Kepulauan Selayar”, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

hubungan tingkat pendidikan dan pengetahuan ibu balita dengan

kejadian Ispa pada balita di wilayah kerja Puskesmas Bontosikuyu

Kabupaten Kepulauan Selayar. Penelitian ini merupakan penelitian

deskriptif menggunakan metode cross sectional. Hasil analisa

bivariat didapatkan uji Chi-square test. Pada variabel ini adalah ρ =

0.06, sehingga menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara

tingkat pendidikan ibu dengan kejadian ISPA. Pada Balita diwilayah

kerja Puskesmas Bontosikuyu Kabupaten Kepulauan Selayar. Hasil

uji Chi- square test pada variable ini adalah ρ = 0.004. Perbedaan

penelitian ini dengan yang peneliti lakukan adalah penelitian di atas

menggunakan desain deskriptifsedangkan peneliti menggunakan

desain case control. Persamaan pada penelitian ini adalah

Hubungan Faktor Predisposing..., MEVIANA RIZKI AMALIA, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ump.ac.id/8009/2/MEVIANA RIZKI AMALIA BAB I.pdfkejadian ISPA di Jawa Tengah pada tahun 2007 mencapai 18,45% (Profil Kesehatan Indonesia,

12

menggunakan variabeltingkat pendidikan ibu dan sama

menggunakan variabel terikat kejadian ispa pada balita.

Hubungan Faktor Predisposing..., MEVIANA RIZKI AMALIA, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018