bab i pendahuluan a. latar...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagaimana kita ketahui, energi merupakan kebutuhan mutlak bagi
pemenuhan kebutuhan hidup manusia dan pembangunan Negara. Tekad
pemerintah Indonesia untuk konsisten menjalankan program pembangunan yang
berkelanjutan (sustainable development) juga tidak lepas dari permasalahan
energi, baik energi primer seperti minyak dan gas bumi, maupun energi sekunder
seperti listrik. Sebagai Negara yang giat melakukan pembangunan dengan
aktivitas ekonomi yang terus meningkat, kebutuhan energi di Indonesia tentu
selalu meningkat dari waktu ke waktu.1
Pembangunan nasional yang dicanangkan pemerintah secara normatif
bertujuan menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan bagi masyarakat
Indonesia. Ini mengandung pengertian bahwa hasil pembangunan harus dapat
dinikmati oleh seluruh rakyat secara adil dan merata, tidak terkecuali bagi rakyat
yang tinggal di pedesaan dan daerah tertinggal. Masyarakat sendiri dinyatakan
sejahtera apabila kebutuhan dasarnya tercukupi. Sementara itu kebutuhan dasar
masyarakat sendiri salah satunya adalah kebutuhan akan energi. Meskipun listrik
dikategorikan sebagai energi sekunder namun tetap dibutuhkan masyarakat dalam
kehidupan sehari-hari. Di Indonesia sendiri pemenuhan kebutuhan energi listrik
masyarakatnya masih menemui beberapa kendala. Kendala tersebut seperti
ketidakmerataan sumber energi bagi seluruh daerah di Indonesia. Bentuk
1 Pusat Studi Energi (PSE) UGM, Dari Yogyakarta Untuk Energi Indonesia : Pandangan dan Hasil Riset Pakar Universitas Gadjah Mada di Bidang Energi, PSE UGM dan Digi Books, Yogyakarta, 2010, hal.1
2
geografis negara Indonesia yang berupa kepulauan merupakan kendala bagi
Perusahaan Listrik Negara (PLN) sebagai pemasok listrik terbesar di Indonesia
untuk memenuhi kebutuhan listrik bagi seluruh masyarakat tanpa terkecuali.
Selain itu tantangan dunia saat ini adalah penggunaan energi tak terbarukan secara
massif. Tendensi tersebut lambat tetapi pasti menciptakan degradasi lingkungan.
Kelestarian biohayati terancam, pencemaran tanah, air dan udara semakin sukar
dikendalikan. Oleh karenanya perlu adanya alternatif energi baru yang mampu
menjawab berbagai permasalahan energi. Energi sendiri lazim dipilahkan kedalam
dua kategori, yaitu: energi terbarukan (renewable energy) dan energi tak
terbarukan (non-renewable energy). Energi terbarukan antara lain tenaga surya
(solar), tenaga angin (wind), tenaga air (water), biomass, geothermal.2 Secara
umum, energi alternatif akan kalah bersaing dalam hal perebutan “pasar” dengan
energi berbahan bakar fosil, dikarenakan energi berbahan bakar fosil masih lebih
bertenaga dibanding energi alternatif. Namun secara faktual, energi alternatif
belakangan ini mampu bersaing dengan energi berbahan bakar fosil. Bahkan,
energi alternatif memiliki potensi untuk terus berkembang, hal tersebut tampak
melalui massifnya penerapan energi alternatif yang dilakukan oleh pemerintah,
bahkan melalui pemerintah pusat, pemerintah daerah diberi kewenangan untuk
mengembangkan energi terbarukan yang mampu memenuhi kebutuhan
masyarakat akan listrik. Dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang
Energi (yang selanjutnya sering disebut dengan UU Energi) disebutkan bahwa
2 Pusat Studi Energi (PSE) UGM, Dari Yogyakarta Untuk Energi Indonesia : Pandangan
dan Hasil Riset Pakar Universitas Gadjah Mada di Bidang Energi, Yogyakarta : PSE UGM dan Digi Books, 2010, hal.5
3
energi dikelola berdasarkan asas kemanfaatan, rasionalitas, efisiensi berkeadilan,
peningkatan nilai tambah, keberlanjutan, kesejahteraan masyarakat, pelestarian
fungsi lingkungan hidup, ketahanan nasional, dan keterpaduan dengan
mengutamakan kemampuan nasional.3
Daerah pesisir pantai Krakal menjadi salah satu daerah yang dijadikan
sasaran pemberian bantuan oleh Kementerian Negara Pembangunan Daerah
Tertinggal (KNPDT) pada tahun 2009, bantuan yang diberikan untuk daerah
pantai Krakal sendiri berupa Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), bantuan
ini diberikan karena daerah pesisir pantai Krakal merupakan salah satu daerah
yang sulit terjangkau oleh aliran listrik dari PLN. Teknologi PLTS diterapkan di
daerah Pantai Krakal karena daerah tersebut memiliki intensitas radiasi sinar
matahari yang cukup untuk pengembangan teknologi PLTS.
Karena keterbatasan anggaran bantuan dari pemerintah, maka tidak semua
rumah di daerah pantai Krakal yang mendapatkan bantuan PLTS, bantuan yang
diberikan hanya sebanyak 59 unit Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dari
total keseluruhan penduduk di daerah pantai krakal ini yang berjumlah 200
Kepala Keluarga (KK), mayoritas warga di pantai Krakal tidak tinggal atau
bermalam di sekitar pantai, melainkan di beberapa dusun yang tersebar di dekat
pantai Krakal.
Kehidupan masyarakat di pantai Krakal tidak jauh berbeda dengan
masyarakat pesisir pada umumnya. Sebagian besar masyarakat di pantai Krakal
hidup dalam kondisi perekonomian menengah ke bawah dan mereka banyak yang
3 Budiarto, Rachmawan, Kebijakan Energi: Menuju Sistem Energi yang Berkelanjutan,
Yogyakarta: Samudra Biru, 2011, hal.236
4
membuka warung makan di lingkungan sekitar pantai dengan sajian utama
masakan laut, dan juga ada beberapa penduduk yang membuka industri rumah
tangga (Home Industry) di daerah ini. Namun usaha ini terkendala oleh energi
listrik yang belum mampu disuplai secara optimal, sehingga warung makan dan
industri rumah tangga hanya buka dari pagi hingga sore hari dan lagi kebutuhan
akan air bersih juga menjadi kendala. Oleh karena itu, pemenuhan energi listrik
menjadi kebutuhan prioritas bagi masyarakat pesisir pantai Krakal sebagai sarana
pendukung perkembangan usaha masyarakat setempat.
Dinamika pembangunan selalu membawa perubahan, dan selalu membawa
dua sisi sekaligus. Dari satu sisi, progam bantuan dari pemerintah untuk
pemenuhan kebutuhan energi listrik di daerah tertinggal ini merupakan sebuah
langkah yang inovatif. Seperti diketahui bersama, bahwa pembangunan di wilayah
pesisir selama ini belum menunjukkan hasil yang signifikan. Terbukti dengan
masih banyaknya masyarakat di daerah pesisir yang belum terlepas dari jerat
kemiskinan. Oleh karena itu, sangat tepat apabila pemerintah berani memberikan
solusi dengan terobosan-terobosan dan pemikiran yang mengedepankan
pemberdayaan masyarakat setempat. Sehingga dapat memberikan perubahan
mendasar mengenai cara pandang masyarakat pesisir dan diharapkan dapat
merangsang pertumbuhan aktivitas ekonomi masyarakat sehingga akan menjadi
basis dalam memperlancar program peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam
rangka meningkatkan pendapatannya. Hal itu dapat terjadi apabila PLTS
dimanfaatkan dalam aktivitas ekonomi produktif. Namun di sisi lain, masuknya
energi listrik juga dapat mengubah gaya hidup yang pada akhirnya mempengaruhi
5
pola hidup masyarakat pedesaan menjadi lebih konsumtif. Hal tersebut dapat
terjadi apabila pemanfaatan energi listrik hanya terbatas pada penggunaan yang
tidak terkait dengan aktivitas ekonomi, atau hanya digunakan untuk keperluan
yang bersifat konsumtif, misalnya untuk sumber daya televisi, radio, tape, dll.
Faktor-faktor ini merupakan sisi yang tidak dikehendaki, namun tetap ada, faktor
demikian sering disebut dengan “evil circle”: dengan membangun berarti muncul
berbagai dampak. Meskipun demikian, timbulnya gaya hidup konsumtif di
masyarakat pedesaan dan daerah tertinggal tidak selalu bersifat negatif. Masuknya
listrik mampu merangsang terwujudnya rasionalisasi di pedesaan, misalnya,
dengan adanya listrik, masyarakat bisa menyaksikan tayangan berita sehingga
dapat menambah wawasan dan pengetahuan mereka.
Atas dasar penjelasan diatas, program bantuan dari pemerintah ini juga perlu
dikaji secara lebih kritis, reflektif, dan menggugat proses adaptasi teknologi
tersebut dengan mempertanyakan apakah masyarakat memang benar – benar
membutuhkan energi listrik atau tidak, karena biasanya pendekatan yang
dilakukan Pemerintah melalui pendesainan program yang memberikan paket
teknologi, dana logistik, dan subsidi dengan tujuan mendorong masyarakat agar
tumbuh dan sejahtera serta memandang masyarakat sebagai objek amaliah melalui
charity strategy, pendekatan patronizing, asuh (nurture), dan proteksi ini semakin
meningkatkan depedensi masyarakat terhadap birokrasi.4
Selain itu perlu dipertanyakan juga lapisan mana saja yang lebih
diuntungkan dari proses itu. Menyebarnya energi listrik dari kota ke pedesaan atau
4 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Dampak Listrik Masuk Desa Di Desa
Cisande, Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi. 1990
6
dari pusat pembangunan ke wilayah-wilayah pinggiran merupakan suatu proses
yang dapat disebut difusi. Secara umum difusi merupakan proses dimana inovasi
tersebar kepada anggota suatu sistem sosial.5
Pengertian tersebut juga menurut Hagget termasuk difusi ekspansi, yaitu
suatu proses di mana inovasi menyebar melalui suatu populasi dari satu daerah ke
daerah yang lain.6 Dalam hal ini, energi listrik yang semula hanya bisa dinikmati
oleh masyarakat kota, sekarang sudah menyebar ke pedesaan, ini merupakan suatu
inovasi dengan diterapkannya teknologi PLTS di pedesaan dan daerah – daerah
tertinggal. Sebagai salah satu bentuk inovasi teknologi, masuknya Pembangkit
Listrik Tenaga Surya di pedesaan akan membawa berbagai dampak terhadap
masyarakat. Dampak-dampak yang terjadi dapat bersifat progressif (kemajuan)
maupun regressif (kemunduran). Apabila proses difusi berjalan secara benar,
proses adaptasi teknologi, sebagai sebuah elemen baru yang masuk ke dalam
struktur masyarakat tersebut akan melekat sesuai dengan tujuan dan tepat sasaran
di dalam struktur masyarakat. Sebaliknya, apabila proses difusi tidak berjalan
sebagaimana mestinya, proses adaptasi teknologi akan menyimpang keluar dari
tujuan dan tidak akan pernah melekat dalam struktur masyarakat. Dengan kata
lain segala bentuk inovasi akan membawa perubahan yang berbeda pada
masyarakat.
Dalam hal ini penulis menyadari ada kalanya komponen pembangunan,
seperti halnya bantuan pemerintah berupa Pembangkit Listrik Tenaga Surya
(PLTS) tidak selalu berintegrasi dengan struktur sosial, distorsi yang biasanya
5 Rogers, Everett M. dan F. Floyd Shoemaker. 1981. Memasyarakatkan ide-ide baru, diterjemahkan oleh Abdillah Hanafi. Surabaya : Usaha Nasional.
6 Bintarto, R. dan Surastopo, H. 1979. Metode Analisa Geografi. Jakarta : LP3ES.
7
dibawa dalam setiap proyek given atau charity dari pemerintah akan memiliki
dampak terhadap masyarakat. Berdasarkan hal tersebut maka penulis kemudian
tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul ”Dampak Pembangkit Listrik
Tenaga Surya (PLTS) Terhadap Masyarakat Pesisir”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis membagi rumusan masalah
sebagai berikut:
a. Apa yang melatarbelakangi pemerintah memberikan bantuan paket teknologi
berupa Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di daerah pesisir Pantai
Krakal.
b. Sejauh mana dampak yang dihasilkan dari Pembangkit Listrik Tenaga Surya
(PLTS) terhadap aspek-aspek kehidupan masyarakat di daerah pesisir Pantai
Krakal.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Memberikan gambaran mengenai tata kehidupan masyarakat dan dampak
keberadaan PLTS terhadap kehidupan masyarakat pesisir Pantai Krakal.
2. Memberikan gambaran mengenai perubahan sosial yang terjadi di daerah
pesisir Pantai Krakal dengan masuknya teknologi PLTS.
3. Menjelaskan sejauh mana keberhasilan dari tujuan program pemerintah
dengan memberikan bantuan PLTS ini terhadap masyarakat di daerah pesisir
Pantai Krakal.
8
4. Memberikan gambaran secara umum bagaimana peran PLTS sehingga dapat
menjadi faktor pendorong yang mampu meningkatkan tingkat perekonomian
masyarakat di daerah pesisir Pantai Krakal.
D. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu,
sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi sosiologi
sebagai hasil karya ilmiah, diharapkan dapat berguna untuk menambah
referensi atau informasi yang berhubungan dengan Sosiologi dimana dalam hal
ini kaitannya dengan Dampak Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS)
Terhadap Masyarakat Pesisir.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Ilmu Pengetahuan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bacaan sehingga
dapat digunakan sebagai sarana acuan dalam mengangkat dan menambah
pengetahuan kita.
b. Bagi Mahasiswa
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan informasi dan
menambah wawasan dalam kaitannya dengan Sosiologi. Serta penelitian ini
diharapkan mampu memberikan informasi ilmiah bagi mahasiswa mengenai
Dampak Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terhadap Masyarakat
Pesisir.
9
c. Bagi Masyarakat
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi bagi masyarakat
tentang kaitannya dengan Dampak Pembangkit Listrik Tenaga Surya
(PLTS) Terhadap Masyarakat Pesisir.
E. Kerangka Teori
A. Dimensi Sosial Teknologi: Suatu Pengantar
Teknologi diciptakan dan digunakan oleh manusia. Teknologi dan
pengetahuan ilmiah bertujuan untuk menghapuskan kemiskinan yang parah,
mencegah pencemaran lingkungan, dan membuat dunia umumnya menjadi
tempat yang jauh lebih baik untuk kehidupan ini. Walaupun ruang lingkup
akibat kekuatan yang dibawa teknologi pada manusia merupakan gejala baru,
namun fakta bahwa teknologi mempunyai seperangkat pembatas bagi
kegiatan manusia dan mengandung tolak ukur besar bagi keberadaannya
bukan hanya gejala masa kini atau hal baru. Semenjak adanya manusia
pertama kali, manusia telah tergantung pada teknologi; dalam kenyataannya
memang dapat dikatakan bahwa teknologilah yang membuat manusia
menjadi manusiawi. Namun meski teknologi mengkondisikan peradaban dan
banyak menjelaskan peradaban, tetapi teknologi tak pernah menentukan
peradaban secara komplit atau bertindak sendiri atau bebas dari pilihan
manusia, dalam hal ini manusia tetap memiliki peranan penting.
B. Telaah Teori Evolusi Terhadap Perubahan Struktur Masyarakat
Perspektif evolusioner menjelaskan perubahan masyarakat dari
sederhana menjadi kompleks. Evolusionisme mengalami perkembangan dan
10
kemandegan, bersifat linier maupun multilinier, atau dari klasik ke neo-
evolusionisme (Sztompka, 2008). Masyarakat pesisir di Indonesia secara
umum berada pada perkembangan awal, yaitu pada tahapan hunting and
fishing.7
Dengan demikian, perspektif evolusioner masih relevan digunakan
sebagai dasar memahami dinamika masyarakat yang terikat habitat.
Masyarakat berinteraksi intensif dengan lingkungan sosial luar, sehingga
pendekatan sosiologi modern juga relevan digunakan. Kajian evolusioner
dalam struktur sosial berusaha memahami perkembangan masyarakat, dan
memadukan pendekatan ekosistem sehingga diharapkan lebih kontekstual.
Masyarakat pesisir pantai Krakal pada awalnya merupakan sebuah
komunitas kecil, sebagaimana yang digambarkan oleh Redfield (1963).
Perkembangan struktur masyarakat dapat ditelaah berdasarkan perkembangan
organisasi sosial primitif sebagaimana yang dilakukan oleh Servis (1971)
maupun pada unsur-unsur organisasi sosial sebagaimana yang dilakukan oleh
Firth (1971).8
Kajian terhadap struktur sosial memberikan makna bahwa struktur
memiliki daya tampung yang dinamis, dapat berkembang sesuai dengan
perjalanan sejarah sosial masyarakat bersangkutan. Interaksi antara
7 Schutkowski, Helgar. 2006. Human Ecology: Biocultural Adaptation in Human
Community. Springer. Berlin. 8 Ritzer, George dan J. Goodman, Douglass. 2010. Teori Sosiologi Modern, Edisi ke-6.
Jakarta : Kencana.
11
masyarakat lokal dengan masyarakat dari lingkungan sosial luar akan
direspon sesuai dengan daya tampung atau kapasitas ruang struktur sosial.9
Jika elemen baru, seperti halnya teknologi PLTS yang masuk ke dalam
kehidupan masyarakat dapat berintegrasi dengan struktur, atau struktur
berada dalam kapasitas yang longgar untuk menerima elemen baru, maka
elemen baru dapat diterima dan menjadi bagian struktur. Sebaliknya, elemen
baru yang tidak mampu berintegrasi dengan struktur akan menguras kapasitas
ruang struktur, yang akan menyebabkan daya tampung struktur sosial
semakin sempit. Konsep Adaptation (adaptasi) – Goal Attainment
(pencapaian tujuan) – Integration (integrasi) – Latent Pattern Maintenance
(pemeliharaan pola), yang sangat terkenal dan disingkat AGIL dari
fungsionalisme struktural Parsons (1957) merupakan salah satu rujukan
penjelasan ini, meskipun peran pendekatan ini mengalami pemudaran.
Pendekatan evolusioner Spencerian, menyatakan masyarakat berevolusi
melalui diferensisasi struktural dan fungsional: (1) dari sederhana menuju
kompleks, (2) dari tanpa bentuk ke keterkaitan antar bagian, (3) dari
keseragaman (homogenitas) ke spesialisasi (heterogenitas), dan (4) dari
ketidakstabilan ke stabil. Kritik terhadap evolusi klasik menghasilkan neo-
evolusi (Sztompka, 2008), Aliran neo-evolusioner Parson menyatakan bahwa
evolusi sosial berlangsung di sepanjang proses utama differensiasi dan
integrasi, dan diferensiasi-diferensiasi struktural muncul disertai potensi
untuk meningkatkan kemampuan adaptif sistem sosial (Parson, 1966).
9 Gidden, Anthony. 2003. The Constitution of The Society: Teori Strukturasi untuk
Analisis Sosial. Pedati. Yogyakarta.
12
Pendekatan teoretik dilengkapi dengan konsep stuktur sosial, yang
menyatakan bahwa struktur merupakan suatu keberlanjutan susunan orang-
orang dalam hubungan-hubungan yang dibatasi atau dikendalikan oleh
institusi-institusi, yaitu norma-norma atau pola-pola tingkah laku yang
dibangun masyarakat (Radcliff-Brown, 1968).
Dari uraian tersebut teori ini dapat digunakan sebagai alat menganalisis
data yang diperoleh di lapangan serta sebagai penentuan terhadap metode
yang akan diterapkan dalam penelitian ini. Penggunaan teori ini bertujuan
untuk menajamkan pembahasan data yang diperoleh agar data yang disajikan
benar-benar sesuai dengan teori yang ada dan dapat dibuktikan.
F. Kerangka Konseptual
Usaha melihat arah pengembangan energi terbarukan perlu diawali dari
kerangka konseptual, yang diharapkan bisa menjadi referensi untuk
mengidentifikasi masalah-masalah yang harus dijawab dan kebutuhan yang harus
dipenuhi. Berikut disampaikan gambaran fungsi dan peran energi terbarukan bagi
usaha meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama masyarakat perdesaan
dan mereka yang hidup di daerah-daerah tertinggal. Berikut digambarkan
hubungan antara energi dan kesejahteraan masyarakat:
13
Sumber: Pusat Studi Energi (PSE) UGM, Dari Yogyakarta Untuk Energi Indonesia : Pandangan
dan Hasil Riset Pakar Universitas Gadjah Mada di Bidang Energi, PSE UGM dan Digi Books,
Yogyakarta, 2010, hal.6
Bagan 1.1. Energi Terbarukan dan Kesejahteraan
Bagan tersebut menegaskan tiga hal. Pertama, atau tujuan atau hilir kegiatan
mengembangkan energi terbarukan adalah kesejahteraan masyarakat. Masyarakat
dinyatakan sejahtera apabila kebutuhan dasarnya tercukupi, mampu
mengidentifikasi masalah yang dihadapi dan mengetahui alternatif-alternatif
solusi pelbagai masalah tersebut, serta mampu menciptakan dan memanfaatkan
peluang yang ada di lingkungannya. Kedua, usaha mencapai kesejahteraan
tersebut dilakukan melalui dua cara yaitu: (1) menempatkan energi terbarukan
sebagai kekuatan untuk memacu pertumbuhan (growth determinant), dan (2)
menempatkan energi terbarukan sebagai kekuatan membuka akses masyarakat
terhadap sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan ekonomi (access
14
determinant). Selanjutnya sasaran dari pengembangan energi terbarukan tersebut
adalah masyarakat perdesaan dan mereka yang hidup di daerah-daerah terpencil.10
Bagan 1.1 diatas juga seringkali dijadikan referensi untuk merumuskan
tujuan, strategi, dan sasaran dalam mengembangkan kebijakan energi terbarukan.
Namun, selain melalui bagan tersebut, sesungguhnya banyak elemen yang harus
diperhatikan dalam pengembangan kebijakan energi terbarukan, salah satunya
adalah memperhatikan dampak yang ditimbulkan akibat adanya pengembangan
energi terbarukan tersebut. Untuk mengukur dampak yang ditimbulkan, akan
lebih jelas apabila digambarkan dalam bentuk bagan. Berikut digambarkan bagan
yang digunakan oleh penulis untuk mengukur dampak yang ditimbulkan akibat
adanya PLTS:
Sumber: penulis
Bagan 1.2. memperkirakan besarnya dampak akibat adanya PLTS
Bagan tersebut menjelaskan bahwa untuk mengukur besarnya dampak akibat
adanya PLTS, perlu dilihat bagaimana kondisi kelompok masyarakat pada masa
10 Pusat Studi Energi (PSE) UGM, Dari Yogyakarta Untuk Energi Indonesia : Pandangan
dan Hasil Riset Pakar Universitas Gadjah Mada di Bidang Energi, PSE UGM dan Digi Books, Yogyakarta, 2010, hal.7
15
sebelum adanya PLTS masuk, dengan begitu perubahan yang terjadi setelah
adanya PLTS dapat dengan mudah dilihat perbedaannya.
Dari bagan 1.2 diatas, dampak yang ditimbulkan bisa dibagi lagi menjadi 2
kategori, yaitu: (1) dampak yang diharapkan, dan (2) dampak yang tidak
diharapkan. Kategorisasi ini mengacu pada obyek penelitian, dimana PLTS ini
merupakan salah satu program pemerintah yang memiliki tujuan-tujuan
pembangunan (goals of development), sementara realitas menunjukkan bahwa
biasanya dalam setiap program pembangunan cenderung membawa serta dampak
dan perubahan ke arah yang negatif. Hal tersebut tidak bisa dihindari, dan itu
merupakan sebuah konsekuensi dari dinamika pembangunan, dimana di dalam
setiap proses pembangunan, pasti selalu membawa dua sisi yang berbeda, yaitu
positif dan negatif. Berikut akan digambarkan dampak yang diharapkan dan
dampak yang tidak diharapkan akibat adanya pembangunan, khususnya
pembangunan PLTS di Pantai Krakal.
Sumber: penulis
Bagan 1.3. Kategorisasi Dampak PLTS
16
Bagan 1.3 tersebut menjelaskan 2 (dua) dampak yang dibawa dalam setiap
program pembangunan. Pertama, adalah dampak yang diharapkan, bahwa
pengembangan energi terbarukan tersebut harus mampu memacu pertumbuhan
ekonomi, membuka akses masyarakat terhadap sumberdaya alam, sumberdaya
manusia, dan ekonomi, kemudian meningkatkan aset dan kapabilitas segenap
lapisan masyarakat, aset ini kemudian dipilah kedalam beberapa kategori, antara
lain: (1) aset yang dikuasai (current assets) seperti dana segar (cash money) dan
benda-benda lain yang mudah dijual-belikan atau dicairkan seperti emas, (2) aset
jangka panjang (longterm assets) seperti tanah dan rumah, (3) aset yang telah
ditanam atau dipersiapkan sebelumnya, seperti hasil sewa, bunga, dll.
Kedua, adalah dampak yang tidak diharapkan, bahwa di dalam
pengembangan energi terbarukan, terutama di daerah perdesaan dan daerah-
daerah tertinggal yang pada dasarnya masyarakatnya masih menganut pola mata
pencaharian di sektor pertanian (subsistence), dan bagi masyarakat pesisir yang
masih menganut pola fish and hunting, masuknya teknologi PLTS yang termasuk
benda sarat akan high technology ini tentu akan membawa berbagai macam
pengaruh dan akan menyebabkan terjadinya perubahan dalam pola kehidupan
mereka, diantaranya adalah perubahan kebudayaan, perubahan interaksi sosial,
adanya stratifikasi sosial, dan adanya indikasi ketidaksempurnaan perubahan
sosial (social change).
17
G. Metode Penelitian
Dalam penulisan karya tulis ini, metode penelitian yang dipakai
menggunakan pendekatan kualitatif melalui studi kasus (case study) sebagai pisau
analisis. Alasan pemilihan studi kasus sebagai pisau analisis karena dianggap
sesuai dengan tujuan penelitian ini, yaitu mengetahui dampak Pembangkit Listrik
Tenaga Surya (PLTS) terhadap masyarakat pesisir. Pendekatan kualitatif
memusatkan perhatian pada prinsip-prinsip umum yang mendasari perwujudan
satuan-satuan gejala yang ada dalam kehidupan sosial.11 Sedangkan studi kasus
merupakan pendekatan penelitian terhadap satu kasus yang dilakukan secara
intensif dan mendalam dalam lingkungan sosial tertentu.12 Adapun hal-hal yang
diperhatikan dalam melakukan studi kasus adalah sebagai berikut:
1) Inti atau hakekat sebuah kasus yang diteliti
2) Latar belakang terjadinya kasus tersebut
3) Lokasi atau setting kasus yang diteliti
4) Konteks kasus
5) Sumber yang bisa memberikan informasi kasus yang diteliti
Pendekatan studi kasus yang dipakai dalam penelitian ini ditujukan untuk
mengamati secara mendalam program bantuan dari pemerintah daerah kepada
masyarakat dalam bentuk penerapan energi listrik terbarukan berbasis tenaga
surya atau lebih dikenal dengan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), di
mana program bantuan ini diinisiasi oleh Kementerian Negara Pembangunan
11 Bambang Rudito, Melia Famiola. Social Mapping Metode Pemetaan Sosial (Bandung:
Rekayasa Sains,2008), hlm. 78. 12 Cholid Narbuko, Metodologi Penelitian (Semarang: Bumi Aksara, 2003), hlm. 164.
18
Daerah Tertinggal, karena jika dilihat secara geografis, daerah di sekitar pantai
Krakal memang sulit untuk dibangun infrastruktur listrik PLN, selain itu sebagian
besar warga yang tinggal di daerah pantai Krakal merupakan warga yang
termasuk kedalam golongan menengah kebawah, sumber penghidupan mereka
sehari-hari adalah dengan membuka warung makan di pinggiran daerah pantai
Krakal, namun warung-warung tersebut hanya buka dari pagi hingga sore hari
karena tidak tersedianya aliran listrik di daerah tersebut, untuk itu pemerintah
daerah merasa perlu menerapkan energi listrik terbarukan di daerah-daerah
terpencil dan tertinggal, dengan tujuan, adanya listrik tersebut mampu mendorong
ekonomi kerakyatan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
H. Ruang Lingkup
Ruang lingkup adalah materi-materi apa saja yang akan dioperasionalkan.
Oleh karena itu ruang lingkup mencakup 2 hal, yaitu ruang lingkup materi dan
ruang lingkup operasional.
1. Ruang Lingkup Materi
Ruang lingkup materi memberi batasan kerja dari materi-materi yang
dijadikan bahan penelitian ini. Batasan yang dipakai untuk pengertian Dampak
Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terhadap Masyarakat Pesisir adalah
akibat-akibat yang timbul baik positif maupun negatif di dalam tata kehidupan
masyarakat pesisir dengan adanya PLTS. Dari batasan tersebut kemudian peneliti
melihat dampak dari aspek: (1) Struktur Sosial, (2) Ekonomi, (3) Sosial, dan (4)
Lingkungan.
19
2. Ruang Lingkup Operasional (Lokasi Penelitian)
Penelitian ini akan mengambil lokasi di sekitaran daerah pesisir pantai
Krakal, jika dilihat secara administratif, pantai Krakal masuk ke dalam wilayah
Desa Ngestirejo, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah
Istimewa Yogyakarta. Di daerah pantai krakal ini sendiri kurang lebih tinggal 200
Kepala Keluarga (KK) dimana hanya 59 Kepala Keluarga yang menggunakan
teknologi PLTS, selanjutnya lokasi penelitian akan ditampilkan dalam gambar 1.1
berikut:
Gambar 1.1
Cakupan wilayah penelitian
Sumber: Data Monografi Desa Ngestirejo, Kecamatan Tanjungsari, 2011
20
I. Sumber Data
Pemahaman mengenai berbagai macam sumber data merupakan bagian yang
sangat penting bagi peneliti karena ketepatan memilih dan menentukan jenis
sumber data akan menentukan ketepatan dan kekayaan data atau informasi yang
dipandang memiliki data yang penting dan berkaitan dengan permasalahan yang
sedang diteliti.
Sumber data dalam penelitian kualitatif dapat berupa manusia dengan tingkah
lakunya, peristiwa-peristiwa, dokumen-dokumen, dan benda-benda lain. Sumber
data yang dimanfaatkan adalah:
1. Informan (narasumber)
Dalam penelitian kualitatif posisi sumber data manusia (narasumber)
sangat penting peranannya sebagai individu yang memiliki informasinya
(sutopo, 2002). Manusia sebagai sumber data perlu dipahami bahwa mereka
terdiri dari beragam individu yang juga memiliki beragam posisi. Adanya
posisi yang beragam tersebut mengakibatkan adanya perbedaan macam akses
dan kelengkapan mengenai berbagai informasi yang bisa diperoleh dan
dimilikinya (sutopo, 2002). Informan dalam penelitian kualitatif diambil
untuk mewakili situasi sosial yang diteliti. Purposive adalah teknik
pengambilan data yang ditentukan. Adanya pertimbangan mengambil data
yang ditentukan tersebut karena informan (sumber data primer) dianggap
berhubungan langsung dengan masalah yang sedang diteliti sehingga akan
memudahkan peneliti untuk memperoleh informasi. Peneliti memilih
informan menurut pertimbangan sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian.
21
Maksud dan tujuan dalam penelitian ini untuk mengetahui Dampak
Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terhadap Masyarakat Pesisir.
Maka jumlah informan (sumber data primer) ditentukan dari kategori usia
dan pekerjaan, tetapi tidak ditentukan batas jumlahnya. Peneliti telah memilih
informan yang sesuai dengan apa yang dibutuhkan peneliti. Informan yang
dipilih berdasarkan kategori umur dan pekerjaan. Kategori tersebut untuk
memudahkan peneliti mengidentifikasi dan menginterpretasi dampak PLTS
di sekitar Pantai Krakal. Informan ini berasal dari kalangan usia tua, usia
muda, pihak pemerintah daerah, teknisi PLTS, kepala desa, ketua kelompok
sadar wisata (institusi lokal), pemilik warung makan, nelayan, pengumpul
rumput laut, penjual hiasan dari kulit kerang, petugas parkir, dan petugas
keamanan setempat. Jumlah informan yang diambil oleh peneliti sebanyak 10
orang. Oleh karena itu peneliti dalam memilih siapa yang akan menjadi
informan, peneliti wajib memahami posisi dengan beragam peran dan
keterlibatannya dengan kemungkinan akses informasi yang dimiliki sesuai
dengan kebutuhan penelitian. Maka sesuai dengan informasi yang dibutuhkan
dalam penelitian ini, peneliti membagi informan menjadi tiga kelompok yaitu
masyarakat, pemerintah daerah, dan institusi lokal.
1. Masyarakat
Masyarakat yang dimaksud di sini ialah penduduk yang bertempat tinggal di
sekitaran daerah pantai Krakal. Namun peneliti akan memberi batasan usia
kepada informan kategori masyarakat. Rentang usia informan yang akan
diwawancarai ialah 20 s/d 50 tahun.
22
2. Pemerintah Daerah (Kementerian Negara Pembangunan Daerah
Tertinggal)
Kelompok informan pemerintah daerah, khususnya dari Kementerian Negara
Pembangunan Daerah Tertinggal sebagai pihak pemberi bantuan. Informan
yang dipilih meliputi kepala dinas dan pegawai, yang masih aktif dan mampu
memahami pertanyaan dan memberikan jawaban.
3. Institusi Lokal
Informan dari pihak institusi lokal menjadi salah satu bagian penting, karena
Institusi lokal ini menjadi jembatan antara pemerintah dan masyarakat dalam
kaitannya terhadap proses pemberian bantuan PLTS. Adapun institusi lokal
yang dibentuk oleh masyarakat pengelola objek penelitian adalah sebuah
Kelompok, bernama Kelompok Sadar Wisata Mutiara Mas.
J. Teknik Pengumpulan Data
1. Pengamatan atau Observasi
Teknik observasi menurut Nasution, adalah dapat menjelaskan secara
luas dan terperinci tentang masalah-masalah yang dihadapi karena data
observasi berupa deskripsi yang faktual, cermat, dan terperinci mengenai
keadaan lapangan, kegiatan manusia dan sistem sosial, serta konteks tempat
kegiatan itu terjadi.13 Peneliti melakukan observasi tentang jumlah penduduk
di sekitar Pantai Krakal, kegiatan penduduk yang dilakukan di sekitar Pantai
Krakal dan mengamati kehidupan sosial para penduduk. Data obsevasi dapat
diperoleh dari dinas-dinas yang terkait dan langsung ke lokasi penelitian.
13 Ibid.
23
2. Wawancara
Menurut Soehartono, wawancara adalah pengumpulan data dengan
mengajukan pertanyaan secara langsung kepada informan oleh
peneliti/pewawancara dan jawaban-jawaban informan dicatat atau direkam
dengan alat perekam.14 Wawancara yang dilakukan oleh peneliti ialah
wawancara terstruktur. Wawancara terstruktur yaitu wawancara yang
dilakukan sesuai dengan pedoman wawancara yang telah dibuat oleh peneliti.
3. Dokumentasi
Pengumpulan data dengan teknik dokumentasi dilakukan untuk
memperoleh informasi dari data-data tertulis, selain itu dokumentasi berguna
untuk menunjang dalam pengumpulan data. Teknik dokumentasi dalam
penelitian ini dilakukan dengan cara mengumpulkan tulisan atau artikel dari
berbagai sumber literatur, data terkait pelaksanaan pembangunan Pembangkit
listrik Tenaga Surya (PLTS) dan bahan-bahan pustaka yang membahas
permasalahan yang sama dengan penelitian ini. Foto-foto yang berupa
dokumen pribadi juga merupakan dokumentasi yang berguna sebagai alat
pengumpul data. Sehingga data yang diperoleh kemudian dapat dijadikan
referensi yang menunjang proses penelitian. Setelah melakukan pengumpulan
data yang berupa dokumentasi, peneliti menggabungkannya dengan hasil
observasi, serta wawancara. Kemudian data-data tersebut dibuat suatu tulisan
yang padu.
14 Cholid Narbuko dan Abu Achmadi, Metode Penelitian. 2005. hlm. 84.
24
Dokumen terdiri dari dua macam, yaitu dokumen pribadi dan
dokumen resmi. Dokumentasi merupakan salah satu teknik pengumpulan
data. Dalam penelitian ini adalah dokumen pribadi maupun dokumen resmi.
Dengan dokumentasi diharapkan mampu memberikan gambar nyata tentang
kehidupan sosial penduduk di sekitar Pantai Krakal, berbentuk gambar, data
statistik, semua data itu menggambarkan situasi dan kondisi penelitian yang
sedang berlangsung.15
K. Validitas Data
Validitas data merupakan salah satu bagian penting dalam penelitian ini
untuk menguji kebenaran dan keabsahan data-data yang diperoleh di lapangan.
Dalam hal ini penulis menggunakan dua cara pengujian validitas data:
1. Triangulasi Data, yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan
atau sebagai pembanding terhadap data itu. Teknik ini digunakan dengan
membandingkan dan mengecek kepercayaan suatu informasi melalui waktu
dan alat berbeda-beda. Hal ini dilakukan dengan cara membandingkan data
hasil pengamatan dengan data hasil wawancara, membandingkan keadaan
perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang lain,
membandingkan hasil wawancara dengan isi dokumen yang berkaitan. Pada
penelitian ini peneliti mengecek kebenaran hasil observasi, hasil wawancara,
data umur, data pekerjaan, fasilitas, dan lain-lain. Data yang bersumber Dinas
Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan Pertambangan Kab. Gunungkidul
15 Ibid. hlm. 84.
25
dengan data yang ada di Pantai Krakal Desa Ngestirejo, Kecamatan
Tanjungsari.
2. Ketekunan pengamatan, bermaksud menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur
dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang
dicari dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal itu secara rinci.
Pengamatan yang dilakukan dengan teliti dan rinci serta berkesinambungan
terhadap faktor-faktor yang menonjol untuk kemudian ditelaah secara rinci
sehingga dapat dipahami. Peneliti melakukan pengamatan tentang kondisi
lingkungan, aktivitas-aktivitas masyarakat di sekitar Pantai Krakal.
L. Teknik Analisis Data
Analisis data dalam penelitian kualitatif, dilakukan pada saat pengumpulan
data berlangsung, dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu.
Pada saat wawancara, peneliti sudah melakukan analisis terhadap jawaban yang
diwawancarai. Bila jawaban yang diwawancarai setelah dianalisis terasa belum
memuaskan, maka peneliti akan melanjutkan pertanyaan lagi, sampai tahap
tertentu, diperoleh data yang dianggap kredibel.16 Analisis data dilakukan dengan
tujuan agar informasi yang dihimpun akan menjadi jelas dan eksplisit. Sesuai
dengan tujuan penelitian maka teknik analisis data yang dipakai untuk
menganalisis data dalam penelitian adalah analisis kualitatif model interaktif
sebagaimana diajukan oleh Miles dan Huberman yaitu terdiri dari empat hal
utama:17
16 Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. 2010. hlm. 246. 17 Miles dan Huberman, Analisis Data Kualitatif, Jakarta: Universitas Indonesia Press,
1992, hlm. 15.
26
Bagan 1.4. Model Analisis Interaktif Miles and Huberman
Proses analisis data dengan analisis interaktif ini untuk menganalisis data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik data kualitatif sebagai berikut:
1. Pengumpulan Data
Data yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara dan dokumentasi
dicatat dalam catatan lapangan yang terdiri dari dua aspek, yaitu deskriptif
dan refleksi. Catatan deskriptif merupakan alami yang berisis tentang apa
yang dilihat, didengar, dirasakan, disaksikan dan dialami sendiri oleh peneliti
tanpa adanya pendapat dan penafsiran dari peneliti tentang fenomena yang
dijumpai.
Sedangkan catatan refleksi yaitu catatan yang memuat kesan,
komentar dan tafsiran peneliti tentang temuan yang dijumpai dan merupakan
bahan rencana pengumpulan data untuk tahap berikutnya. Untuk
mendapatkan catatan ini maka peneliti melakukan wawancara terhadap
beberapa informan. Peneliti mengumpulkan data dalam penelitian ini. Data
diperoleh dari Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan
Reduksi Data Penarikan Kesimpulan
Pengumpulan Data Penyajian Data
27
Pertambangan Kab. Gunungkidul, wawancara dengan informan, dan data
yang ada dilapangan.
2. Reduksi Data
Reduksi data merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan
dan abstraksi. Cara mereduksi data adalah dengan melakukan seleksi,
membuat ringkasan atau uraian singkat, menggolong-golongkan ke pola-pola
dengan membuat transkrip penelitian untuk mempertegas, memperpendek
membuat fokus, membuat bagian yang tidak penting dan mengatur agar dapat
ditarik kesimpulan.
3. Penyajian Data
Penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan,
hubungan antar kategori, diagram dan sejenisnya. Dalam hal ini Miles dan
Huberman menyatakan “the most frequent form of display data for
qualitative research data in the past has been narrative text”. Yang paling
sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah
dengan teks yang bersifat naratif. Bertujuan untuk memudahkan dalam
menafsirkan dengan apa yang diteliti tentang dampak PLTS terhadap
masyarakat di sekitar Pantai Krakal.
4. Penarikan Kesimpulan
Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles and
Huberman adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal
yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak
ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan
28
data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap
awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti
kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang
dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel. Hal ini dilakukan agar
data yang diperoleh dan penafsiran terhadap data tersebut memiliki validitas,
sehingga kesimpulan yang ditarik menjadi kokoh merupakan jawaban dari
rumusan masalah yang ada dalam penelitian.