bab i pendahuluan a. latar...

28
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagaimana kita ketahui, energi merupakan kebutuhan mutlak bagi pemenuhan kebutuhan hidup manusia dan pembangunan Negara. Tekad pemerintah Indonesia untuk konsisten menjalankan program pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development) juga tidak lepas dari permasalahan energi, baik energi primer seperti minyak dan gas bumi, maupun energi sekunder seperti listrik. Sebagai Negara yang giat melakukan pembangunan dengan aktivitas ekonomi yang terus meningkat, kebutuhan energi di Indonesia tentu selalu meningkat dari waktu ke waktu. 1 Pembangunan nasional yang dicanangkan pemerintah secara normatif bertujuan menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan bagi masyarakat Indonesia. Ini mengandung pengertian bahwa hasil pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh rakyat secara adil dan merata, tidak terkecuali bagi rakyat yang tinggal di pedesaan dan daerah tertinggal. Masyarakat sendiri dinyatakan sejahtera apabila kebutuhan dasarnya tercukupi. Sementara itu kebutuhan dasar masyarakat sendiri salah satunya adalah kebutuhan akan energi. Meskipun listrik dikategorikan sebagai energi sekunder namun tetap dibutuhkan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Di Indonesia sendiri pemenuhan kebutuhan energi listrik masyarakatnya masih menemui beberapa kendala. Kendala tersebut seperti ketidakmerataan sumber energi bagi seluruh daerah di Indonesia. Bentuk 1 Pusat Studi Energi (PSE) UGM, Dari Yogyakarta Untuk Energi Indonesia : Pandangan dan Hasil Riset Pakar Universitas Gadjah Mada di Bidang Energi, PSE UGM dan Digi Books, Yogyakarta, 2010, hal.1

Upload: dinhtuyen

Post on 06-Mar-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebagaimana kita ketahui, energi merupakan kebutuhan mutlak bagi

pemenuhan kebutuhan hidup manusia dan pembangunan Negara. Tekad

pemerintah Indonesia untuk konsisten menjalankan program pembangunan yang

berkelanjutan (sustainable development) juga tidak lepas dari permasalahan

energi, baik energi primer seperti minyak dan gas bumi, maupun energi sekunder

seperti listrik. Sebagai Negara yang giat melakukan pembangunan dengan

aktivitas ekonomi yang terus meningkat, kebutuhan energi di Indonesia tentu

selalu meningkat dari waktu ke waktu.1

Pembangunan nasional yang dicanangkan pemerintah secara normatif

bertujuan menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan bagi masyarakat

Indonesia. Ini mengandung pengertian bahwa hasil pembangunan harus dapat

dinikmati oleh seluruh rakyat secara adil dan merata, tidak terkecuali bagi rakyat

yang tinggal di pedesaan dan daerah tertinggal. Masyarakat sendiri dinyatakan

sejahtera apabila kebutuhan dasarnya tercukupi. Sementara itu kebutuhan dasar

masyarakat sendiri salah satunya adalah kebutuhan akan energi. Meskipun listrik

dikategorikan sebagai energi sekunder namun tetap dibutuhkan masyarakat dalam

kehidupan sehari-hari. Di Indonesia sendiri pemenuhan kebutuhan energi listrik

masyarakatnya masih menemui beberapa kendala. Kendala tersebut seperti

ketidakmerataan sumber energi bagi seluruh daerah di Indonesia. Bentuk

1 Pusat Studi Energi (PSE) UGM, Dari Yogyakarta Untuk Energi Indonesia : Pandangan dan Hasil Riset Pakar Universitas Gadjah Mada di Bidang Energi, PSE UGM dan Digi Books, Yogyakarta, 2010, hal.1

2

geografis negara Indonesia yang berupa kepulauan merupakan kendala bagi

Perusahaan Listrik Negara (PLN) sebagai pemasok listrik terbesar di Indonesia

untuk memenuhi kebutuhan listrik bagi seluruh masyarakat tanpa terkecuali.

Selain itu tantangan dunia saat ini adalah penggunaan energi tak terbarukan secara

massif. Tendensi tersebut lambat tetapi pasti menciptakan degradasi lingkungan.

Kelestarian biohayati terancam, pencemaran tanah, air dan udara semakin sukar

dikendalikan. Oleh karenanya perlu adanya alternatif energi baru yang mampu

menjawab berbagai permasalahan energi. Energi sendiri lazim dipilahkan kedalam

dua kategori, yaitu: energi terbarukan (renewable energy) dan energi tak

terbarukan (non-renewable energy). Energi terbarukan antara lain tenaga surya

(solar), tenaga angin (wind), tenaga air (water), biomass, geothermal.2 Secara

umum, energi alternatif akan kalah bersaing dalam hal perebutan “pasar” dengan

energi berbahan bakar fosil, dikarenakan energi berbahan bakar fosil masih lebih

bertenaga dibanding energi alternatif. Namun secara faktual, energi alternatif

belakangan ini mampu bersaing dengan energi berbahan bakar fosil. Bahkan,

energi alternatif memiliki potensi untuk terus berkembang, hal tersebut tampak

melalui massifnya penerapan energi alternatif yang dilakukan oleh pemerintah,

bahkan melalui pemerintah pusat, pemerintah daerah diberi kewenangan untuk

mengembangkan energi terbarukan yang mampu memenuhi kebutuhan

masyarakat akan listrik. Dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang

Energi (yang selanjutnya sering disebut dengan UU Energi) disebutkan bahwa

2 Pusat Studi Energi (PSE) UGM, Dari Yogyakarta Untuk Energi Indonesia : Pandangan

dan Hasil Riset Pakar Universitas Gadjah Mada di Bidang Energi, Yogyakarta : PSE UGM dan Digi Books, 2010, hal.5

3

energi dikelola berdasarkan asas kemanfaatan, rasionalitas, efisiensi berkeadilan,

peningkatan nilai tambah, keberlanjutan, kesejahteraan masyarakat, pelestarian

fungsi lingkungan hidup, ketahanan nasional, dan keterpaduan dengan

mengutamakan kemampuan nasional.3

Daerah pesisir pantai Krakal menjadi salah satu daerah yang dijadikan

sasaran pemberian bantuan oleh Kementerian Negara Pembangunan Daerah

Tertinggal (KNPDT) pada tahun 2009, bantuan yang diberikan untuk daerah

pantai Krakal sendiri berupa Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), bantuan

ini diberikan karena daerah pesisir pantai Krakal merupakan salah satu daerah

yang sulit terjangkau oleh aliran listrik dari PLN. Teknologi PLTS diterapkan di

daerah Pantai Krakal karena daerah tersebut memiliki intensitas radiasi sinar

matahari yang cukup untuk pengembangan teknologi PLTS.

Karena keterbatasan anggaran bantuan dari pemerintah, maka tidak semua

rumah di daerah pantai Krakal yang mendapatkan bantuan PLTS, bantuan yang

diberikan hanya sebanyak 59 unit Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dari

total keseluruhan penduduk di daerah pantai krakal ini yang berjumlah 200

Kepala Keluarga (KK), mayoritas warga di pantai Krakal tidak tinggal atau

bermalam di sekitar pantai, melainkan di beberapa dusun yang tersebar di dekat

pantai Krakal.

Kehidupan masyarakat di pantai Krakal tidak jauh berbeda dengan

masyarakat pesisir pada umumnya. Sebagian besar masyarakat di pantai Krakal

hidup dalam kondisi perekonomian menengah ke bawah dan mereka banyak yang

3 Budiarto, Rachmawan, Kebijakan Energi: Menuju Sistem Energi yang Berkelanjutan,

Yogyakarta: Samudra Biru, 2011, hal.236

4

membuka warung makan di lingkungan sekitar pantai dengan sajian utama

masakan laut, dan juga ada beberapa penduduk yang membuka industri rumah

tangga (Home Industry) di daerah ini. Namun usaha ini terkendala oleh energi

listrik yang belum mampu disuplai secara optimal, sehingga warung makan dan

industri rumah tangga hanya buka dari pagi hingga sore hari dan lagi kebutuhan

akan air bersih juga menjadi kendala. Oleh karena itu, pemenuhan energi listrik

menjadi kebutuhan prioritas bagi masyarakat pesisir pantai Krakal sebagai sarana

pendukung perkembangan usaha masyarakat setempat.

Dinamika pembangunan selalu membawa perubahan, dan selalu membawa

dua sisi sekaligus. Dari satu sisi, progam bantuan dari pemerintah untuk

pemenuhan kebutuhan energi listrik di daerah tertinggal ini merupakan sebuah

langkah yang inovatif. Seperti diketahui bersama, bahwa pembangunan di wilayah

pesisir selama ini belum menunjukkan hasil yang signifikan. Terbukti dengan

masih banyaknya masyarakat di daerah pesisir yang belum terlepas dari jerat

kemiskinan. Oleh karena itu, sangat tepat apabila pemerintah berani memberikan

solusi dengan terobosan-terobosan dan pemikiran yang mengedepankan

pemberdayaan masyarakat setempat. Sehingga dapat memberikan perubahan

mendasar mengenai cara pandang masyarakat pesisir dan diharapkan dapat

merangsang pertumbuhan aktivitas ekonomi masyarakat sehingga akan menjadi

basis dalam memperlancar program peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam

rangka meningkatkan pendapatannya. Hal itu dapat terjadi apabila PLTS

dimanfaatkan dalam aktivitas ekonomi produktif. Namun di sisi lain, masuknya

energi listrik juga dapat mengubah gaya hidup yang pada akhirnya mempengaruhi

5

pola hidup masyarakat pedesaan menjadi lebih konsumtif. Hal tersebut dapat

terjadi apabila pemanfaatan energi listrik hanya terbatas pada penggunaan yang

tidak terkait dengan aktivitas ekonomi, atau hanya digunakan untuk keperluan

yang bersifat konsumtif, misalnya untuk sumber daya televisi, radio, tape, dll.

Faktor-faktor ini merupakan sisi yang tidak dikehendaki, namun tetap ada, faktor

demikian sering disebut dengan “evil circle”: dengan membangun berarti muncul

berbagai dampak. Meskipun demikian, timbulnya gaya hidup konsumtif di

masyarakat pedesaan dan daerah tertinggal tidak selalu bersifat negatif. Masuknya

listrik mampu merangsang terwujudnya rasionalisasi di pedesaan, misalnya,

dengan adanya listrik, masyarakat bisa menyaksikan tayangan berita sehingga

dapat menambah wawasan dan pengetahuan mereka.

Atas dasar penjelasan diatas, program bantuan dari pemerintah ini juga perlu

dikaji secara lebih kritis, reflektif, dan menggugat proses adaptasi teknologi

tersebut dengan mempertanyakan apakah masyarakat memang benar – benar

membutuhkan energi listrik atau tidak, karena biasanya pendekatan yang

dilakukan Pemerintah melalui pendesainan program yang memberikan paket

teknologi, dana logistik, dan subsidi dengan tujuan mendorong masyarakat agar

tumbuh dan sejahtera serta memandang masyarakat sebagai objek amaliah melalui

charity strategy, pendekatan patronizing, asuh (nurture), dan proteksi ini semakin

meningkatkan depedensi masyarakat terhadap birokrasi.4

Selain itu perlu dipertanyakan juga lapisan mana saja yang lebih

diuntungkan dari proses itu. Menyebarnya energi listrik dari kota ke pedesaan atau

4 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Dampak Listrik Masuk Desa Di Desa

Cisande, Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi. 1990

6

dari pusat pembangunan ke wilayah-wilayah pinggiran merupakan suatu proses

yang dapat disebut difusi. Secara umum difusi merupakan proses dimana inovasi

tersebar kepada anggota suatu sistem sosial.5

Pengertian tersebut juga menurut Hagget termasuk difusi ekspansi, yaitu

suatu proses di mana inovasi menyebar melalui suatu populasi dari satu daerah ke

daerah yang lain.6 Dalam hal ini, energi listrik yang semula hanya bisa dinikmati

oleh masyarakat kota, sekarang sudah menyebar ke pedesaan, ini merupakan suatu

inovasi dengan diterapkannya teknologi PLTS di pedesaan dan daerah – daerah

tertinggal. Sebagai salah satu bentuk inovasi teknologi, masuknya Pembangkit

Listrik Tenaga Surya di pedesaan akan membawa berbagai dampak terhadap

masyarakat. Dampak-dampak yang terjadi dapat bersifat progressif (kemajuan)

maupun regressif (kemunduran). Apabila proses difusi berjalan secara benar,

proses adaptasi teknologi, sebagai sebuah elemen baru yang masuk ke dalam

struktur masyarakat tersebut akan melekat sesuai dengan tujuan dan tepat sasaran

di dalam struktur masyarakat. Sebaliknya, apabila proses difusi tidak berjalan

sebagaimana mestinya, proses adaptasi teknologi akan menyimpang keluar dari

tujuan dan tidak akan pernah melekat dalam struktur masyarakat. Dengan kata

lain segala bentuk inovasi akan membawa perubahan yang berbeda pada

masyarakat.

Dalam hal ini penulis menyadari ada kalanya komponen pembangunan,

seperti halnya bantuan pemerintah berupa Pembangkit Listrik Tenaga Surya

(PLTS) tidak selalu berintegrasi dengan struktur sosial, distorsi yang biasanya

5 Rogers, Everett M. dan F. Floyd Shoemaker. 1981. Memasyarakatkan ide-ide baru, diterjemahkan oleh Abdillah Hanafi. Surabaya : Usaha Nasional.

6 Bintarto, R. dan Surastopo, H. 1979. Metode Analisa Geografi. Jakarta : LP3ES.

7

dibawa dalam setiap proyek given atau charity dari pemerintah akan memiliki

dampak terhadap masyarakat. Berdasarkan hal tersebut maka penulis kemudian

tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul ”Dampak Pembangkit Listrik

Tenaga Surya (PLTS) Terhadap Masyarakat Pesisir”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis membagi rumusan masalah

sebagai berikut:

a. Apa yang melatarbelakangi pemerintah memberikan bantuan paket teknologi

berupa Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di daerah pesisir Pantai

Krakal.

b. Sejauh mana dampak yang dihasilkan dari Pembangkit Listrik Tenaga Surya

(PLTS) terhadap aspek-aspek kehidupan masyarakat di daerah pesisir Pantai

Krakal.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Memberikan gambaran mengenai tata kehidupan masyarakat dan dampak

keberadaan PLTS terhadap kehidupan masyarakat pesisir Pantai Krakal.

2. Memberikan gambaran mengenai perubahan sosial yang terjadi di daerah

pesisir Pantai Krakal dengan masuknya teknologi PLTS.

3. Menjelaskan sejauh mana keberhasilan dari tujuan program pemerintah

dengan memberikan bantuan PLTS ini terhadap masyarakat di daerah pesisir

Pantai Krakal.

8

4. Memberikan gambaran secara umum bagaimana peran PLTS sehingga dapat

menjadi faktor pendorong yang mampu meningkatkan tingkat perekonomian

masyarakat di daerah pesisir Pantai Krakal.

D. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu,

sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi sosiologi

sebagai hasil karya ilmiah, diharapkan dapat berguna untuk menambah

referensi atau informasi yang berhubungan dengan Sosiologi dimana dalam hal

ini kaitannya dengan Dampak Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS)

Terhadap Masyarakat Pesisir.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Ilmu Pengetahuan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bacaan sehingga

dapat digunakan sebagai sarana acuan dalam mengangkat dan menambah

pengetahuan kita.

b. Bagi Mahasiswa

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan informasi dan

menambah wawasan dalam kaitannya dengan Sosiologi. Serta penelitian ini

diharapkan mampu memberikan informasi ilmiah bagi mahasiswa mengenai

Dampak Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terhadap Masyarakat

Pesisir.

9

c. Bagi Masyarakat

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi bagi masyarakat

tentang kaitannya dengan Dampak Pembangkit Listrik Tenaga Surya

(PLTS) Terhadap Masyarakat Pesisir.

E. Kerangka Teori

A. Dimensi Sosial Teknologi: Suatu Pengantar

Teknologi diciptakan dan digunakan oleh manusia. Teknologi dan

pengetahuan ilmiah bertujuan untuk menghapuskan kemiskinan yang parah,

mencegah pencemaran lingkungan, dan membuat dunia umumnya menjadi

tempat yang jauh lebih baik untuk kehidupan ini. Walaupun ruang lingkup

akibat kekuatan yang dibawa teknologi pada manusia merupakan gejala baru,

namun fakta bahwa teknologi mempunyai seperangkat pembatas bagi

kegiatan manusia dan mengandung tolak ukur besar bagi keberadaannya

bukan hanya gejala masa kini atau hal baru. Semenjak adanya manusia

pertama kali, manusia telah tergantung pada teknologi; dalam kenyataannya

memang dapat dikatakan bahwa teknologilah yang membuat manusia

menjadi manusiawi. Namun meski teknologi mengkondisikan peradaban dan

banyak menjelaskan peradaban, tetapi teknologi tak pernah menentukan

peradaban secara komplit atau bertindak sendiri atau bebas dari pilihan

manusia, dalam hal ini manusia tetap memiliki peranan penting.

B. Telaah Teori Evolusi Terhadap Perubahan Struktur Masyarakat

Perspektif evolusioner menjelaskan perubahan masyarakat dari

sederhana menjadi kompleks. Evolusionisme mengalami perkembangan dan

10

kemandegan, bersifat linier maupun multilinier, atau dari klasik ke neo-

evolusionisme (Sztompka, 2008). Masyarakat pesisir di Indonesia secara

umum berada pada perkembangan awal, yaitu pada tahapan hunting and

fishing.7

Dengan demikian, perspektif evolusioner masih relevan digunakan

sebagai dasar memahami dinamika masyarakat yang terikat habitat.

Masyarakat berinteraksi intensif dengan lingkungan sosial luar, sehingga

pendekatan sosiologi modern juga relevan digunakan. Kajian evolusioner

dalam struktur sosial berusaha memahami perkembangan masyarakat, dan

memadukan pendekatan ekosistem sehingga diharapkan lebih kontekstual.

Masyarakat pesisir pantai Krakal pada awalnya merupakan sebuah

komunitas kecil, sebagaimana yang digambarkan oleh Redfield (1963).

Perkembangan struktur masyarakat dapat ditelaah berdasarkan perkembangan

organisasi sosial primitif sebagaimana yang dilakukan oleh Servis (1971)

maupun pada unsur-unsur organisasi sosial sebagaimana yang dilakukan oleh

Firth (1971).8

Kajian terhadap struktur sosial memberikan makna bahwa struktur

memiliki daya tampung yang dinamis, dapat berkembang sesuai dengan

perjalanan sejarah sosial masyarakat bersangkutan. Interaksi antara

7 Schutkowski, Helgar. 2006. Human Ecology: Biocultural Adaptation in Human

Community. Springer. Berlin. 8 Ritzer, George dan J. Goodman, Douglass. 2010. Teori Sosiologi Modern, Edisi ke-6.

Jakarta : Kencana.

11

masyarakat lokal dengan masyarakat dari lingkungan sosial luar akan

direspon sesuai dengan daya tampung atau kapasitas ruang struktur sosial.9

Jika elemen baru, seperti halnya teknologi PLTS yang masuk ke dalam

kehidupan masyarakat dapat berintegrasi dengan struktur, atau struktur

berada dalam kapasitas yang longgar untuk menerima elemen baru, maka

elemen baru dapat diterima dan menjadi bagian struktur. Sebaliknya, elemen

baru yang tidak mampu berintegrasi dengan struktur akan menguras kapasitas

ruang struktur, yang akan menyebabkan daya tampung struktur sosial

semakin sempit. Konsep Adaptation (adaptasi) – Goal Attainment

(pencapaian tujuan) – Integration (integrasi) – Latent Pattern Maintenance

(pemeliharaan pola), yang sangat terkenal dan disingkat AGIL dari

fungsionalisme struktural Parsons (1957) merupakan salah satu rujukan

penjelasan ini, meskipun peran pendekatan ini mengalami pemudaran.

Pendekatan evolusioner Spencerian, menyatakan masyarakat berevolusi

melalui diferensisasi struktural dan fungsional: (1) dari sederhana menuju

kompleks, (2) dari tanpa bentuk ke keterkaitan antar bagian, (3) dari

keseragaman (homogenitas) ke spesialisasi (heterogenitas), dan (4) dari

ketidakstabilan ke stabil. Kritik terhadap evolusi klasik menghasilkan neo-

evolusi (Sztompka, 2008), Aliran neo-evolusioner Parson menyatakan bahwa

evolusi sosial berlangsung di sepanjang proses utama differensiasi dan

integrasi, dan diferensiasi-diferensiasi struktural muncul disertai potensi

untuk meningkatkan kemampuan adaptif sistem sosial (Parson, 1966).

9 Gidden, Anthony. 2003. The Constitution of The Society: Teori Strukturasi untuk

Analisis Sosial. Pedati. Yogyakarta.

12

Pendekatan teoretik dilengkapi dengan konsep stuktur sosial, yang

menyatakan bahwa struktur merupakan suatu keberlanjutan susunan orang-

orang dalam hubungan-hubungan yang dibatasi atau dikendalikan oleh

institusi-institusi, yaitu norma-norma atau pola-pola tingkah laku yang

dibangun masyarakat (Radcliff-Brown, 1968).

Dari uraian tersebut teori ini dapat digunakan sebagai alat menganalisis

data yang diperoleh di lapangan serta sebagai penentuan terhadap metode

yang akan diterapkan dalam penelitian ini. Penggunaan teori ini bertujuan

untuk menajamkan pembahasan data yang diperoleh agar data yang disajikan

benar-benar sesuai dengan teori yang ada dan dapat dibuktikan.

F. Kerangka Konseptual

Usaha melihat arah pengembangan energi terbarukan perlu diawali dari

kerangka konseptual, yang diharapkan bisa menjadi referensi untuk

mengidentifikasi masalah-masalah yang harus dijawab dan kebutuhan yang harus

dipenuhi. Berikut disampaikan gambaran fungsi dan peran energi terbarukan bagi

usaha meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama masyarakat perdesaan

dan mereka yang hidup di daerah-daerah tertinggal. Berikut digambarkan

hubungan antara energi dan kesejahteraan masyarakat:

13

Sumber: Pusat Studi Energi (PSE) UGM, Dari Yogyakarta Untuk Energi Indonesia : Pandangan

dan Hasil Riset Pakar Universitas Gadjah Mada di Bidang Energi, PSE UGM dan Digi Books,

Yogyakarta, 2010, hal.6

Bagan 1.1. Energi Terbarukan dan Kesejahteraan

Bagan tersebut menegaskan tiga hal. Pertama, atau tujuan atau hilir kegiatan

mengembangkan energi terbarukan adalah kesejahteraan masyarakat. Masyarakat

dinyatakan sejahtera apabila kebutuhan dasarnya tercukupi, mampu

mengidentifikasi masalah yang dihadapi dan mengetahui alternatif-alternatif

solusi pelbagai masalah tersebut, serta mampu menciptakan dan memanfaatkan

peluang yang ada di lingkungannya. Kedua, usaha mencapai kesejahteraan

tersebut dilakukan melalui dua cara yaitu: (1) menempatkan energi terbarukan

sebagai kekuatan untuk memacu pertumbuhan (growth determinant), dan (2)

menempatkan energi terbarukan sebagai kekuatan membuka akses masyarakat

terhadap sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan ekonomi (access

14

determinant). Selanjutnya sasaran dari pengembangan energi terbarukan tersebut

adalah masyarakat perdesaan dan mereka yang hidup di daerah-daerah terpencil.10

Bagan 1.1 diatas juga seringkali dijadikan referensi untuk merumuskan

tujuan, strategi, dan sasaran dalam mengembangkan kebijakan energi terbarukan.

Namun, selain melalui bagan tersebut, sesungguhnya banyak elemen yang harus

diperhatikan dalam pengembangan kebijakan energi terbarukan, salah satunya

adalah memperhatikan dampak yang ditimbulkan akibat adanya pengembangan

energi terbarukan tersebut. Untuk mengukur dampak yang ditimbulkan, akan

lebih jelas apabila digambarkan dalam bentuk bagan. Berikut digambarkan bagan

yang digunakan oleh penulis untuk mengukur dampak yang ditimbulkan akibat

adanya PLTS:

Sumber: penulis

Bagan 1.2. memperkirakan besarnya dampak akibat adanya PLTS

Bagan tersebut menjelaskan bahwa untuk mengukur besarnya dampak akibat

adanya PLTS, perlu dilihat bagaimana kondisi kelompok masyarakat pada masa

10 Pusat Studi Energi (PSE) UGM, Dari Yogyakarta Untuk Energi Indonesia : Pandangan

dan Hasil Riset Pakar Universitas Gadjah Mada di Bidang Energi, PSE UGM dan Digi Books, Yogyakarta, 2010, hal.7

15

sebelum adanya PLTS masuk, dengan begitu perubahan yang terjadi setelah

adanya PLTS dapat dengan mudah dilihat perbedaannya.

Dari bagan 1.2 diatas, dampak yang ditimbulkan bisa dibagi lagi menjadi 2

kategori, yaitu: (1) dampak yang diharapkan, dan (2) dampak yang tidak

diharapkan. Kategorisasi ini mengacu pada obyek penelitian, dimana PLTS ini

merupakan salah satu program pemerintah yang memiliki tujuan-tujuan

pembangunan (goals of development), sementara realitas menunjukkan bahwa

biasanya dalam setiap program pembangunan cenderung membawa serta dampak

dan perubahan ke arah yang negatif. Hal tersebut tidak bisa dihindari, dan itu

merupakan sebuah konsekuensi dari dinamika pembangunan, dimana di dalam

setiap proses pembangunan, pasti selalu membawa dua sisi yang berbeda, yaitu

positif dan negatif. Berikut akan digambarkan dampak yang diharapkan dan

dampak yang tidak diharapkan akibat adanya pembangunan, khususnya

pembangunan PLTS di Pantai Krakal.

Sumber: penulis

Bagan 1.3. Kategorisasi Dampak PLTS

16

Bagan 1.3 tersebut menjelaskan 2 (dua) dampak yang dibawa dalam setiap

program pembangunan. Pertama, adalah dampak yang diharapkan, bahwa

pengembangan energi terbarukan tersebut harus mampu memacu pertumbuhan

ekonomi, membuka akses masyarakat terhadap sumberdaya alam, sumberdaya

manusia, dan ekonomi, kemudian meningkatkan aset dan kapabilitas segenap

lapisan masyarakat, aset ini kemudian dipilah kedalam beberapa kategori, antara

lain: (1) aset yang dikuasai (current assets) seperti dana segar (cash money) dan

benda-benda lain yang mudah dijual-belikan atau dicairkan seperti emas, (2) aset

jangka panjang (longterm assets) seperti tanah dan rumah, (3) aset yang telah

ditanam atau dipersiapkan sebelumnya, seperti hasil sewa, bunga, dll.

Kedua, adalah dampak yang tidak diharapkan, bahwa di dalam

pengembangan energi terbarukan, terutama di daerah perdesaan dan daerah-

daerah tertinggal yang pada dasarnya masyarakatnya masih menganut pola mata

pencaharian di sektor pertanian (subsistence), dan bagi masyarakat pesisir yang

masih menganut pola fish and hunting, masuknya teknologi PLTS yang termasuk

benda sarat akan high technology ini tentu akan membawa berbagai macam

pengaruh dan akan menyebabkan terjadinya perubahan dalam pola kehidupan

mereka, diantaranya adalah perubahan kebudayaan, perubahan interaksi sosial,

adanya stratifikasi sosial, dan adanya indikasi ketidaksempurnaan perubahan

sosial (social change).

17

G. Metode Penelitian

Dalam penulisan karya tulis ini, metode penelitian yang dipakai

menggunakan pendekatan kualitatif melalui studi kasus (case study) sebagai pisau

analisis. Alasan pemilihan studi kasus sebagai pisau analisis karena dianggap

sesuai dengan tujuan penelitian ini, yaitu mengetahui dampak Pembangkit Listrik

Tenaga Surya (PLTS) terhadap masyarakat pesisir. Pendekatan kualitatif

memusatkan perhatian pada prinsip-prinsip umum yang mendasari perwujudan

satuan-satuan gejala yang ada dalam kehidupan sosial.11 Sedangkan studi kasus

merupakan pendekatan penelitian terhadap satu kasus yang dilakukan secara

intensif dan mendalam dalam lingkungan sosial tertentu.12 Adapun hal-hal yang

diperhatikan dalam melakukan studi kasus adalah sebagai berikut:

1) Inti atau hakekat sebuah kasus yang diteliti

2) Latar belakang terjadinya kasus tersebut

3) Lokasi atau setting kasus yang diteliti

4) Konteks kasus

5) Sumber yang bisa memberikan informasi kasus yang diteliti

Pendekatan studi kasus yang dipakai dalam penelitian ini ditujukan untuk

mengamati secara mendalam program bantuan dari pemerintah daerah kepada

masyarakat dalam bentuk penerapan energi listrik terbarukan berbasis tenaga

surya atau lebih dikenal dengan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), di

mana program bantuan ini diinisiasi oleh Kementerian Negara Pembangunan

11 Bambang Rudito, Melia Famiola. Social Mapping Metode Pemetaan Sosial (Bandung:

Rekayasa Sains,2008), hlm. 78. 12 Cholid Narbuko, Metodologi Penelitian (Semarang: Bumi Aksara, 2003), hlm. 164.

18

Daerah Tertinggal, karena jika dilihat secara geografis, daerah di sekitar pantai

Krakal memang sulit untuk dibangun infrastruktur listrik PLN, selain itu sebagian

besar warga yang tinggal di daerah pantai Krakal merupakan warga yang

termasuk kedalam golongan menengah kebawah, sumber penghidupan mereka

sehari-hari adalah dengan membuka warung makan di pinggiran daerah pantai

Krakal, namun warung-warung tersebut hanya buka dari pagi hingga sore hari

karena tidak tersedianya aliran listrik di daerah tersebut, untuk itu pemerintah

daerah merasa perlu menerapkan energi listrik terbarukan di daerah-daerah

terpencil dan tertinggal, dengan tujuan, adanya listrik tersebut mampu mendorong

ekonomi kerakyatan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

H. Ruang Lingkup

Ruang lingkup adalah materi-materi apa saja yang akan dioperasionalkan.

Oleh karena itu ruang lingkup mencakup 2 hal, yaitu ruang lingkup materi dan

ruang lingkup operasional.

1. Ruang Lingkup Materi

Ruang lingkup materi memberi batasan kerja dari materi-materi yang

dijadikan bahan penelitian ini. Batasan yang dipakai untuk pengertian Dampak

Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terhadap Masyarakat Pesisir adalah

akibat-akibat yang timbul baik positif maupun negatif di dalam tata kehidupan

masyarakat pesisir dengan adanya PLTS. Dari batasan tersebut kemudian peneliti

melihat dampak dari aspek: (1) Struktur Sosial, (2) Ekonomi, (3) Sosial, dan (4)

Lingkungan.

19

2. Ruang Lingkup Operasional (Lokasi Penelitian)

Penelitian ini akan mengambil lokasi di sekitaran daerah pesisir pantai

Krakal, jika dilihat secara administratif, pantai Krakal masuk ke dalam wilayah

Desa Ngestirejo, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah

Istimewa Yogyakarta. Di daerah pantai krakal ini sendiri kurang lebih tinggal 200

Kepala Keluarga (KK) dimana hanya 59 Kepala Keluarga yang menggunakan

teknologi PLTS, selanjutnya lokasi penelitian akan ditampilkan dalam gambar 1.1

berikut:

Gambar 1.1

Cakupan wilayah penelitian

Sumber: Data Monografi Desa Ngestirejo, Kecamatan Tanjungsari, 2011

20

I. Sumber Data

Pemahaman mengenai berbagai macam sumber data merupakan bagian yang

sangat penting bagi peneliti karena ketepatan memilih dan menentukan jenis

sumber data akan menentukan ketepatan dan kekayaan data atau informasi yang

dipandang memiliki data yang penting dan berkaitan dengan permasalahan yang

sedang diteliti.

Sumber data dalam penelitian kualitatif dapat berupa manusia dengan tingkah

lakunya, peristiwa-peristiwa, dokumen-dokumen, dan benda-benda lain. Sumber

data yang dimanfaatkan adalah:

1. Informan (narasumber)

Dalam penelitian kualitatif posisi sumber data manusia (narasumber)

sangat penting peranannya sebagai individu yang memiliki informasinya

(sutopo, 2002). Manusia sebagai sumber data perlu dipahami bahwa mereka

terdiri dari beragam individu yang juga memiliki beragam posisi. Adanya

posisi yang beragam tersebut mengakibatkan adanya perbedaan macam akses

dan kelengkapan mengenai berbagai informasi yang bisa diperoleh dan

dimilikinya (sutopo, 2002). Informan dalam penelitian kualitatif diambil

untuk mewakili situasi sosial yang diteliti. Purposive adalah teknik

pengambilan data yang ditentukan. Adanya pertimbangan mengambil data

yang ditentukan tersebut karena informan (sumber data primer) dianggap

berhubungan langsung dengan masalah yang sedang diteliti sehingga akan

memudahkan peneliti untuk memperoleh informasi. Peneliti memilih

informan menurut pertimbangan sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian.

21

Maksud dan tujuan dalam penelitian ini untuk mengetahui Dampak

Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terhadap Masyarakat Pesisir.

Maka jumlah informan (sumber data primer) ditentukan dari kategori usia

dan pekerjaan, tetapi tidak ditentukan batas jumlahnya. Peneliti telah memilih

informan yang sesuai dengan apa yang dibutuhkan peneliti. Informan yang

dipilih berdasarkan kategori umur dan pekerjaan. Kategori tersebut untuk

memudahkan peneliti mengidentifikasi dan menginterpretasi dampak PLTS

di sekitar Pantai Krakal. Informan ini berasal dari kalangan usia tua, usia

muda, pihak pemerintah daerah, teknisi PLTS, kepala desa, ketua kelompok

sadar wisata (institusi lokal), pemilik warung makan, nelayan, pengumpul

rumput laut, penjual hiasan dari kulit kerang, petugas parkir, dan petugas

keamanan setempat. Jumlah informan yang diambil oleh peneliti sebanyak 10

orang. Oleh karena itu peneliti dalam memilih siapa yang akan menjadi

informan, peneliti wajib memahami posisi dengan beragam peran dan

keterlibatannya dengan kemungkinan akses informasi yang dimiliki sesuai

dengan kebutuhan penelitian. Maka sesuai dengan informasi yang dibutuhkan

dalam penelitian ini, peneliti membagi informan menjadi tiga kelompok yaitu

masyarakat, pemerintah daerah, dan institusi lokal.

1. Masyarakat

Masyarakat yang dimaksud di sini ialah penduduk yang bertempat tinggal di

sekitaran daerah pantai Krakal. Namun peneliti akan memberi batasan usia

kepada informan kategori masyarakat. Rentang usia informan yang akan

diwawancarai ialah 20 s/d 50 tahun.

22

2. Pemerintah Daerah (Kementerian Negara Pembangunan Daerah

Tertinggal)

Kelompok informan pemerintah daerah, khususnya dari Kementerian Negara

Pembangunan Daerah Tertinggal sebagai pihak pemberi bantuan. Informan

yang dipilih meliputi kepala dinas dan pegawai, yang masih aktif dan mampu

memahami pertanyaan dan memberikan jawaban.

3. Institusi Lokal

Informan dari pihak institusi lokal menjadi salah satu bagian penting, karena

Institusi lokal ini menjadi jembatan antara pemerintah dan masyarakat dalam

kaitannya terhadap proses pemberian bantuan PLTS. Adapun institusi lokal

yang dibentuk oleh masyarakat pengelola objek penelitian adalah sebuah

Kelompok, bernama Kelompok Sadar Wisata Mutiara Mas.

J. Teknik Pengumpulan Data

1. Pengamatan atau Observasi

Teknik observasi menurut Nasution, adalah dapat menjelaskan secara

luas dan terperinci tentang masalah-masalah yang dihadapi karena data

observasi berupa deskripsi yang faktual, cermat, dan terperinci mengenai

keadaan lapangan, kegiatan manusia dan sistem sosial, serta konteks tempat

kegiatan itu terjadi.13 Peneliti melakukan observasi tentang jumlah penduduk

di sekitar Pantai Krakal, kegiatan penduduk yang dilakukan di sekitar Pantai

Krakal dan mengamati kehidupan sosial para penduduk. Data obsevasi dapat

diperoleh dari dinas-dinas yang terkait dan langsung ke lokasi penelitian.

13 Ibid.

23

2. Wawancara

Menurut Soehartono, wawancara adalah pengumpulan data dengan

mengajukan pertanyaan secara langsung kepada informan oleh

peneliti/pewawancara dan jawaban-jawaban informan dicatat atau direkam

dengan alat perekam.14 Wawancara yang dilakukan oleh peneliti ialah

wawancara terstruktur. Wawancara terstruktur yaitu wawancara yang

dilakukan sesuai dengan pedoman wawancara yang telah dibuat oleh peneliti.

3. Dokumentasi

Pengumpulan data dengan teknik dokumentasi dilakukan untuk

memperoleh informasi dari data-data tertulis, selain itu dokumentasi berguna

untuk menunjang dalam pengumpulan data. Teknik dokumentasi dalam

penelitian ini dilakukan dengan cara mengumpulkan tulisan atau artikel dari

berbagai sumber literatur, data terkait pelaksanaan pembangunan Pembangkit

listrik Tenaga Surya (PLTS) dan bahan-bahan pustaka yang membahas

permasalahan yang sama dengan penelitian ini. Foto-foto yang berupa

dokumen pribadi juga merupakan dokumentasi yang berguna sebagai alat

pengumpul data. Sehingga data yang diperoleh kemudian dapat dijadikan

referensi yang menunjang proses penelitian. Setelah melakukan pengumpulan

data yang berupa dokumentasi, peneliti menggabungkannya dengan hasil

observasi, serta wawancara. Kemudian data-data tersebut dibuat suatu tulisan

yang padu.

14 Cholid Narbuko dan Abu Achmadi, Metode Penelitian. 2005. hlm. 84.

24

Dokumen terdiri dari dua macam, yaitu dokumen pribadi dan

dokumen resmi. Dokumentasi merupakan salah satu teknik pengumpulan

data. Dalam penelitian ini adalah dokumen pribadi maupun dokumen resmi.

Dengan dokumentasi diharapkan mampu memberikan gambar nyata tentang

kehidupan sosial penduduk di sekitar Pantai Krakal, berbentuk gambar, data

statistik, semua data itu menggambarkan situasi dan kondisi penelitian yang

sedang berlangsung.15

K. Validitas Data

Validitas data merupakan salah satu bagian penting dalam penelitian ini

untuk menguji kebenaran dan keabsahan data-data yang diperoleh di lapangan.

Dalam hal ini penulis menggunakan dua cara pengujian validitas data:

1. Triangulasi Data, yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang

memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan

atau sebagai pembanding terhadap data itu. Teknik ini digunakan dengan

membandingkan dan mengecek kepercayaan suatu informasi melalui waktu

dan alat berbeda-beda. Hal ini dilakukan dengan cara membandingkan data

hasil pengamatan dengan data hasil wawancara, membandingkan keadaan

perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang lain,

membandingkan hasil wawancara dengan isi dokumen yang berkaitan. Pada

penelitian ini peneliti mengecek kebenaran hasil observasi, hasil wawancara,

data umur, data pekerjaan, fasilitas, dan lain-lain. Data yang bersumber Dinas

Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan Pertambangan Kab. Gunungkidul

15 Ibid. hlm. 84.

25

dengan data yang ada di Pantai Krakal Desa Ngestirejo, Kecamatan

Tanjungsari.

2. Ketekunan pengamatan, bermaksud menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur

dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang

dicari dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal itu secara rinci.

Pengamatan yang dilakukan dengan teliti dan rinci serta berkesinambungan

terhadap faktor-faktor yang menonjol untuk kemudian ditelaah secara rinci

sehingga dapat dipahami. Peneliti melakukan pengamatan tentang kondisi

lingkungan, aktivitas-aktivitas masyarakat di sekitar Pantai Krakal.

L. Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian kualitatif, dilakukan pada saat pengumpulan

data berlangsung, dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu.

Pada saat wawancara, peneliti sudah melakukan analisis terhadap jawaban yang

diwawancarai. Bila jawaban yang diwawancarai setelah dianalisis terasa belum

memuaskan, maka peneliti akan melanjutkan pertanyaan lagi, sampai tahap

tertentu, diperoleh data yang dianggap kredibel.16 Analisis data dilakukan dengan

tujuan agar informasi yang dihimpun akan menjadi jelas dan eksplisit. Sesuai

dengan tujuan penelitian maka teknik analisis data yang dipakai untuk

menganalisis data dalam penelitian adalah analisis kualitatif model interaktif

sebagaimana diajukan oleh Miles dan Huberman yaitu terdiri dari empat hal

utama:17

16 Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. 2010. hlm. 246. 17 Miles dan Huberman, Analisis Data Kualitatif, Jakarta: Universitas Indonesia Press,

1992, hlm. 15.

26

Bagan 1.4. Model Analisis Interaktif Miles and Huberman

Proses analisis data dengan analisis interaktif ini untuk menganalisis data

yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik data kualitatif sebagai berikut:

1. Pengumpulan Data

Data yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara dan dokumentasi

dicatat dalam catatan lapangan yang terdiri dari dua aspek, yaitu deskriptif

dan refleksi. Catatan deskriptif merupakan alami yang berisis tentang apa

yang dilihat, didengar, dirasakan, disaksikan dan dialami sendiri oleh peneliti

tanpa adanya pendapat dan penafsiran dari peneliti tentang fenomena yang

dijumpai.

Sedangkan catatan refleksi yaitu catatan yang memuat kesan,

komentar dan tafsiran peneliti tentang temuan yang dijumpai dan merupakan

bahan rencana pengumpulan data untuk tahap berikutnya. Untuk

mendapatkan catatan ini maka peneliti melakukan wawancara terhadap

beberapa informan. Peneliti mengumpulkan data dalam penelitian ini. Data

diperoleh dari Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan

Reduksi Data Penarikan Kesimpulan

Pengumpulan Data Penyajian Data

27

Pertambangan Kab. Gunungkidul, wawancara dengan informan, dan data

yang ada dilapangan.

2. Reduksi Data

Reduksi data merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan

dan abstraksi. Cara mereduksi data adalah dengan melakukan seleksi,

membuat ringkasan atau uraian singkat, menggolong-golongkan ke pola-pola

dengan membuat transkrip penelitian untuk mempertegas, memperpendek

membuat fokus, membuat bagian yang tidak penting dan mengatur agar dapat

ditarik kesimpulan.

3. Penyajian Data

Penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan,

hubungan antar kategori, diagram dan sejenisnya. Dalam hal ini Miles dan

Huberman menyatakan “the most frequent form of display data for

qualitative research data in the past has been narrative text”. Yang paling

sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah

dengan teks yang bersifat naratif. Bertujuan untuk memudahkan dalam

menafsirkan dengan apa yang diteliti tentang dampak PLTS terhadap

masyarakat di sekitar Pantai Krakal.

4. Penarikan Kesimpulan

Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles and

Huberman adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal

yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak

ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan

28

data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap

awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti

kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang

dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel. Hal ini dilakukan agar

data yang diperoleh dan penafsiran terhadap data tersebut memiliki validitas,

sehingga kesimpulan yang ditarik menjadi kokoh merupakan jawaban dari

rumusan masalah yang ada dalam penelitian.