bab i pendahuluan a. latar belakangrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27309/4/chapter...

23
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan suatu peristiwa penting dalam kehidupan manusia, karena perkawinan tidak saja menyangkut pribadi kedua calon suami istri, tetapi juga menyangkut urusan keluarga dan masyarakat. Pada umumnya perkawinan dianggap sebagai sesuatu yang suci dan karenanya setiap agama selalu menghubungkan kaedah-kaedah perkawinan dengan kedah-kaedah agama. Semua agama umumnya mempunyai hukum perkawinan yang tekstular. Manusia dalam menempuh pergaulan hidup dalam masyarakat ternyata tidak dapat terlepas dari adanya saling ketergantungan antara manusia dengan yang lainnya. Hal itu dikarenakan sesuai dengan kedudukan manusia sebagai mahluk sosial yang suka berkelompok atau berteman dengan manusia lainnya. Hidup bersama merupakan salah satu sarana untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia baik kebutuhan yang bersifat jasmani maupun yang bersifat rohani. Demikian pula bagi seorang laki-laki ataupun seorang perempuan yang telah mencapai usia tertentu maka ia tidak akan lepas dari permasalahan tersebut. Ia ingin memenuhi kebutuhan hidupnya dengan melaluinya bersama dengan orang lain yang bisa dijadikan curahan hati, penyejuk jiwa, tempat berbagi suka dan duka. Hidup bersama antara seorang laki-laki dan perempuan sebagai pasangan suami istri dan telah memenuhi ketentuan hukumnya, ini yang lazimnya disebut sebagai sebuah perkawinan. Perkawinan pada hakekatnya adalah merupakan Universitas Sumatera Utara

Upload: doanlien

Post on 07-May-2018

215 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkawinan merupakan suatu peristiwa penting dalam kehidupan manusia,

karena perkawinan tidak saja menyangkut pribadi kedua calon suami istri, tetapi

juga menyangkut urusan keluarga dan masyarakat. Pada umumnya perkawinan

dianggap sebagai sesuatu yang suci dan karenanya setiap agama selalu

menghubungkan kaedah-kaedah perkawinan dengan kedah-kaedah agama. Semua

agama umumnya mempunyai hukum perkawinan yang tekstular.

Manusia dalam menempuh pergaulan hidup dalam masyarakat ternyata

tidak dapat terlepas dari adanya saling ketergantungan antara manusia dengan

yang lainnya. Hal itu dikarenakan sesuai dengan kedudukan manusia sebagai

mahluk sosial yang suka berkelompok atau berteman dengan manusia lainnya.

Hidup bersama merupakan salah satu sarana untuk memenuhi kebutuhan hidup

manusia baik kebutuhan yang bersifat jasmani maupun yang bersifat rohani.

Demikian pula bagi seorang laki-laki ataupun seorang perempuan yang telah

mencapai usia tertentu maka ia tidak akan lepas dari permasalahan tersebut. Ia

ingin memenuhi kebutuhan hidupnya dengan melaluinya bersama dengan orang

lain yang bisa dijadikan curahan hati, penyejuk jiwa, tempat berbagi suka dan

duka. Hidup bersama antara seorang laki-laki dan perempuan sebagai pasangan

suami istri dan telah memenuhi ketentuan hukumnya, ini yang lazimnya disebut

sebagai sebuah perkawinan. Perkawinan pada hakekatnya adalah merupakan

Universitas Sumatera Utara

2

ikatan lahir dan batin antara seorang laki-laki dan perempuan untuk membentuk

suatu keluarga yang kekal dan bahagia.

Pengertian perkawinan menurut ketentuan Pasal 1 Undang-Undang Nomor

1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyebutkan bahwa :

“Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.” Suatu perkawinan mempunyai arti yang sangat penting bagi kehidupan

manusia dikarenakan :

1. Dalam suatu perkawinan yang sah selanjutnya akan menghalalkan hubungan

atau pergaulan hidup manusia sebagai suami istri. Hal itu adalah sesuai

dengan kedudukan manusia sebagai mahluk yang memiliki derajat dan

kehormatan.

2. Adanya amanah dari Tuhan mengenai anak-anak yang dilahirkan. Anak-anak

yang telah dilahirkan hendaknya dijaga dan dirawat agar sehat jasmani dan

rohani demi kelangsungan hidup keluarga secara baik-baik dan terus

menerus.

3. Terbentuknya hubungan rumah tangga yang tentram dan damai. Dalam suatu

rumah tangga yang tentram, damai dan diliputi rasa kasih sayang, selanjutnya

akan menciptakan kehidupan masyarakat yang tertib dan teratur.

4. Perkawinan merupakan suatu bentuk perbuatan ibadah. Perkawinan

merupakan salah satu perintah agama kepada yang mampu untuk segera

melaksanakannya, karena dengan perkawinan dapat mengurangi perbuatan

maksiat dan memelihara diri dari perzinahan.

Universitas Sumatera Utara

3

Perkawinan membutuhkan perekat yang berfungsi untuk menyatukan dua

insan. Kalau perekatnya banyak, perkawinan akan menjadi semakin kokoh dan

tidak mudah digoyahkan dalam berbagai masalah. Sebaliknya, kalau perekatnya

cuma sedikit, perkawinan akan mudah sekali berakhir, hanya menunggu waktu

saja. Kehadiran anak merupakan pengikat yang paling mendasar dalam

perkawinan. Jika sudah ada anak, selayaknyalah sepasang suami istri berusaha

mempertahankan perkawinan karena anak adalah tanggung jawab mereka.

Akibat hukum dari adanya suatu ikatan perkawinan tersebut yaitu akan

timbul hak dan kewajiban tertentu antara satu dengan yang lain, yaitu antara

suami istri dan antara mereka bersama dengan masyarakat. Perkawinan bagi

manusia bukan hanya sekedar hubungan antara jenis kelamin yang berbeda

sebagaimana makhluk lainnya, tetapi perkawinan bertujuan untuk membentuk

keluarga yang bahagia dan kekal, serta menyangkut kehormatan keluarga dan

kerabat dalam pergaulan masyarakat. Dengan perkawinan yang sah, pergaulan

laki-laki dan perempuan terjadi secara terhormat sesuai kedudukan manusia

sebagai makhluk yang berkehormatan. Demikian pula anak keturunan dari hasil

perkawinan yang sah akan menghiasi kehidupan keluarga dan merupakan

kelangsungan hidup manusia secara baik dan terhormat.

Dalam kemajuan teknologi yang pesat dan semakin canggih seperti saat

ini, maka komunikasi semakin mudah untuk dilakukan. Hal ini sangat besar

pengaruhnya terhadap hubungan internasional yang melintasi wilayah antar

negara. Bagi Indonesia, sejak dicetuskannya Proklamasi Kemerdekaan pada

tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia menjadi negara yang merdeka dan berdaulat

Universitas Sumatera Utara

4

setelah beberapa abad menjadi jajahan bangsa asing. Dengan kemerdekaannya itu

maka bangsa Indonesia mulai ikut serta secara langsung dalam pergaulan bersama

diantara bangsa-bangsa merdeka di dunia ini. Seperti adanya organisasi ASEAN

serta organisasi internasional PBB yang bisa mempererat hubungan antar bangsa

atau antar warga negara. Keterbukaan Indonesia dalam aktifitas dan pergaulan

internasional membawa dampak tertentu pada hubungan manusia dalam bidang

kekeluargaan, khususnya perkawinan. Selain itu, manusia mempunyai rasa cinta

yang universal, tidak mengenal perbedaan warna kulit, agama, golongan maupun

bangsa, sehingga bukanlah hal yang mustahil bila terjadi perkawinan antar

manusia yang mempunyai kewarganegaraan yang berbeda yaitu antara warga

negara Indonesia (WNI) dengan warga negara asing (WNA). Perkawinan ini di

Indonesia dikenal dengan istilah perkawinan campuran.

Pengertian Perkawinan campuran didefinisikan dalam Pasal 57 Undang-

undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan :

”Yang dimaksud dengan perkawinan campuran dalam Undang-undang ini ialah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia.” Perkawinan campuran telah merambah seluruh pelosok tanah air dan kelas

masyarakat. Globalisasi informasi, ekonomi, pendidikan dan transportasi telah

menggugurkan stigma bahwa kawin campur adalah perkawinan antara ekspatriat

kaya dan orang Indonesia1

1 Nuning Hallet, Mencermati Isi Rancangan UU Kewarganegaraan, http://www.mixedcouple.com, diakses 12 August 2006.

. Menurut survei yang dilakukan oleh Mixed couple

Club, jalur perkenalan yang membawa pasangan berbeda kewarganegaraan

Universitas Sumatera Utara

5

menikah antara lain adalah perkenalan melalui internet, kemudian bekas teman

kerja/bisnis, berkenalan saat berlibur, bekas teman sekolah/kuliah dan sahabat

pena. Perkawinan campuran juga terjadi pada tenaga kerja Indonesia dengan

tenaga kerja dari negara lain2

Pemerintah dan DPR pada akhirnya telah menyepakati bersama

Rancangan Undang-Undang tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia yang

saat ini telah diundangkan menjadi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006

tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, dimuat dalam Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 63 dan Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 4634, serta diundangkan pada tanggal 1 Agustus 2006.

Undang-Undang ini menggantikan Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 yang

dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan ketatanegaraan Republik

Indonesia. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 secara substansi jauh lebih

maju dan demokratis dari pada Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958, karena

dalam pembentukan undang-undang tersebut telah mengakomodasi berbagai

pemikiran yang mengarah kepada pemberian perlindungan warga negaranya

dengan memperhatikan kesetaraan gender, tapi yang tidak kalah penting adalah

pemberian perlindungan terhadap anak-anak hasil perkawinan campuran antara

warga negara Indonesia dengan warga negara asing.

. Dengan banyak terjadinya perkawinan campuran di

Indonesia, sudah seharusnya perlindungan hukum dalam perkawinan campuran ini

diakomodir dengan baik dalam perundang-undangan di Indonesia.

Berkaitan dengan status dan kedudukan hukum anak dari hasil perkawinan

2 Ibid.

Universitas Sumatera Utara

6

campuran, mengingat dengan diberlakukannya Undang-undang No.12 tahun 2006

tentu saja membawa konsekuensi-konsekuansi yang berbeda dengan Undang-

Undang yang terdahulu, di mana seorang anak sudah terlanjur dilahirkan dari

suatu perkawinan campuran3

.

Ilustrasi4

Tayangan Kick Andy di Metro TV pada hari Jumat, 24 Agustus 2007 terasa

sangat menarik karena membahas tentang perkawinan campuran antara

perempuan Indonesia dengan pria asing. Tayangan ini penulis rasa dapat membuat

masyarakat peka terhadap isu-isu perkawinan campuran.

:

Dalam tayangan itu memang lebih kental dengan kisah perkawinan

campuran yang bermasalah. Penonton pasti sangat salut dengan perjuangan dua

perempuan Indonesia yang menikah dengan pria AS, yang menjadi nara sumber di

acara tersebut. Marcelina dan Yuni mungkin hanya contoh kecil dari banyaknya

perkawinan campuran yang tidak sukses.

Marcelina misalnya, karena perkawinannya yang bermasalah, terpaksa

menyelundupkan dua buah hatinya ke Indonesia agar tetap bisa mengasuh mereka.

Sementara Yuni, masih berjuang di pengadilan AS untuk mendapatkan hak asuh

anak laki-lakinya bernama Thomas yang saat ini pengasuhannya diambil alih oleh

pemerintah AS. Karena ayah Thomas yang warga negara AS, diduga melakukan

penyiksaan dan pengabaian terhadap anak.

Dari cerita kedua ibu itu, penonton bisa merasakan bagaimana beratnya 3 Suwarningsih, Kawin campur Menyebabkan Berubahnya Undang-Undang Tentang Kewarganegaraan RI. www.baliprov.go.id. 20 Februari 2008 (diakses pada tanggal 27 Oktober 2008) 4 www.kickandy.com, diakses 1 Maret 2011.

Universitas Sumatera Utara

7

perjuangan mereka dan susahnya berurusan dengan hukum suatu negara akibat

perkawinan campuran yang bermasalah. Kebanyakan yang jadi persoalan adalah

masalah anak-anak terkait dengan status kewarganegaraan mereka. Meski

sekarang para mixed-couple (pasangan perkawinan campuran) sudah bisa

bernapas lega karena lewat undang-undang baru di Indonesia, anak-anak dari hasil

perkawinan campuran bisa mendapatkan status dwi kewarganegaraan.

Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk

memaparkan skripsi yang berjudul : “TINJAUAN YURIDIS KEDUDUKAN

ANAK DALAM PERKAWINAN CAMPURAN DITINJAU DARI UNDANG-

UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN

(STUDI KASUS : YUNI VS LARRY)”

B. Permasalahan

Berdasarkan atas uraian-uraian tersebut pada latar belakang maka penulis

mencoba merumuskan permasalahan yang akan dibahas serta dianalisa dengan

bertitik tolak pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, teori, pendapat

para sarjana, serta azas-azas hukum guna melengkapi pembahasan secara lengkap

dan menyeluruh.

Perumusan masalah ini penulis angkat karena hal-hal ini merupakan

kendala-kendala yang biasanya sering dihadapi para pasangan yang melakukan

perkawinan campuran serta anak-anak hasil dari dari perkawinan campuran

tersebut.

Adapun permasalahan yang penulis angkat di dalam skripsi ini

Universitas Sumatera Utara

8

berhubungan dengan kasus Yuni Vs Larry adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah status kewarganegaraan anak hasil perkawinan campuran

setelah berlakunya Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 tentang

Kewarganegaraan ?

2. Bagaimana perlindungan hukum bagi anak hasil perkawinan campuran

(kewarganegaraan ganda) apabila terjadi perceraian kedua orang tuanya

setelah berlakunya Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 tentang

Kewarganegaraan ?

3. Bagaimanakah cara pendaftaran kewarganegaraan Indonesia bagi anak dengan

kewarganegaraan ganda ?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Didalam penulisan skripsi ini penulis mempunyai beberapa tujuan pokok

yang akan dicapai di dalam pembahasan skripsi ini. Adapun tujuan penulisan

skripsi ini adalah :

1. Untuk mengetahui status kewarganegaraan anak hasil perkawinan campuran

setelah berlakunya Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 tentang

Kewarganegaraan.

2. Untuk mengetahui perlindungan hukum bagi anak hasil perkawinan campuran

(kewarganegaraan ganda) apabila terjadi perceraian kedua orang tuanya

setelah berlakunya Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 tentang

Kewarganegaraan.

Universitas Sumatera Utara

9

3. Untuk mengetahui cara pendaftaran kewarganegaraan Indonesia bagi anak

dengan kewarganegaraan ganda.

Sedangkan manfaat yang penulis harapkan dari penulisan skripsi ini adalah

sebagai berikut :

1. Secara teoritis, penulis berharap penulisan skripsi ini dapat memberikan

sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu hukum keperdataan pada

umumnya dan dalam hal terjadinya perkawinan campuran perbedaan

kewarganegaraan pada khususnya.

2. Secara praktis, penulis berharap penulisan skripsi ini dapat memberikan

masukan terhadap masalah-masalah yang sering timbul dan dihadapi oleh

pasangan suami istri serta anak-anaknya dalam perkawinan campuran setelah

diundangkannya Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 tentang

Kewarganegaraan.

D. Keaslian Penelitian

Judul yang diambil dalam penulisan skripsi ini yaitu Tinjauan Yuridis

Kedudukan Anak Dalam Perkawinan Campuran Ditinjau Dari Undang-Undang

Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan (Studi Kasus : Yuni Vs Larry),

belum pernah ditulis dan belum pernah ada pembahasan sebelumnya.

Hal ini didasarkan pada penulusuran yang dilakukan pada perpustakaan

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan perpustakaan Universitas

Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara

10

Akan tetapi ada hasil penelitian terdahulu yang bahasannya hampir sama,

yaitu : Skripsi yang disusun oleh Edwina I. H. Ginting, dengan judul “Status

Kewarganegaraan Anak Dari Pasangan Perkawinan Campuran (Studi Tentang

Undang-Undang No. 12 Tahun 2006)”, Program Reguler Fakultas Hukum USU

tahun 2004.

E. Tinjauan Pustaka

Permasalahan perkawinan di Indonesia telah diatur dalam Undang-Undang

Perkawinan No. 1 Tahun 1974. Dalam undang-undang ini telah ditentukan

pengertian perkawinan yang terdapat pada pasal 1 Undang-Undang No. 1 Tahun

1974 yaitu :

“Ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.”. Selain itu di dalam undang-undang ini telah ditentukan pula prinsip-prinsip

atau asas-asas mengenai perkawinan dan segala yang berhubungan dengan

perkawinan yang telah disesuaikan dengan perkembangan dan tuntutan zaman.

Asas-asas atau prinsip-prinsip yang tercantum dalam undang-undang ini adalah

sebagai berikut :

1. Tujuan Perkawinan

Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal.

Untuk itu suami istri perlu saling membantu dan melengkapi agar masing-masing

dapat mengembangkan kepribadiannya membantu dan mencapai kesejahteraan

spiritual dan materiil.

Universitas Sumatera Utara

11

2. Sahnya Perkawinan.

Dalam undang-undang ini dinyatakan bahwa suatu perkawinan adalah sah

bilamana dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan

tersebut dan di samping itu tiap-tiap perkawinan harus dicatat menurut peraturan

perundang-undangan yang berlaku. Pencatatan tiap-tiap perkawinan adalah sama

halnya dengan pencatatan peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan seseorang,

yaitu kelahiran dan kematian yang dinyatakan dalam surat-surat keterangan, suatu

akta resmi yang juga dimuat dalam daftar pencatatan.

3. Asas Monogami

Undang-undang ini menganut asas monogami. Hanya apabila dikehendaki

oleh yang bersangkutan, karena hukum dan agama dari yang bersangkutan

mengizinkannya, seorang suami dapat beristri lebih dari seorang. Namun

demikian perkawinan seorang suami dengan lebih dari seorang istri, meskipun hal

itu dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan, hanya dapat dilakukan

apabila dipenuhi berbagai persyaratan tertentu dan diputuskan oleh pengadilan.

4. Usia Perkawinan

Undang-undang ini menganut prinsip bahwa calon suami istri itu harus

telah matang jiwa raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan, agar dapat

mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa berakhir pada perceraian serta

mendapat keturunan yang baik dan sehat. Untuk itu harus dicegah adanya

perkawinan antara calon suami istri yang masih di bawah umur.

Universitas Sumatera Utara

12

5. Mempersukar Terjadinya Perceraian

Tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia kekal

dan sejahtera, maka undang-undang ini menganut prinsip untuk mempersukar

terjadinya perceraian. Untuk memungkinkan perceraian, harus ada alasan-alasan

tertentu serta harus dilakukan di depan sidang pengadilan.

6. Hak dan Kedudukan Istri

Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan

suami baik dalam kehidupan rumah tangga maupun dalam pergaulan masyarakat,

sehingga dengan demikian segala sesuatu dalam keluarga dapat dirundingkan dan

diputuskan bersama oleh suami istri.

7. Jaminan Kepastian Hukum

Untuk menjamin kepastian hukum, maka perkawinan berikut segala

sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan yang terjadi sebelum undang-

undang ini berlaku, yang dijalankan menurut hukum yang telah ada adalah sah.

Demikian pula apabila mengenai sesuatu hal undang-undang ini tidak mengatur,

dengan sendirinya berlaku ketentuan yang ada.

Keadaan hukum perkawinan di Indonesia beragam coraknya. Bagi setiap

golongan penduduk berlaku hukum perkawinan yang berbeda dengan golongan

penduduk yang lainnya. Keadaan ini telah menimbulkan permasalahan hukum

antar golongan di bidang perkawinan, yaitu peraturan hukum manakah yang akan

diberlakukan terhadap perkawinan antara dua orang yang berbeda

kewarganegaraan.

Untuk memecahkan masalah tersebut, Pemerintah Hindia Belanda

Universitas Sumatera Utara

13

mengeluarkan peraturan tentang perkawinan campuran yakni Regeling op de

Gemengde Huwelijken (Stb. No. 158 Tahun 1898).

Menurut Pasal 1 GHR, perkawinan campuran adalah perkawinan antara

”orang-orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan”.

Pasal 1 di atas memberikan penekanan pada verschillend rech

onderwopen, yaitu yang takluk pada hukum berlainan. Seperti disebutkan di atas,

warisan stelsel hukum kolonial mengakibatkan pluralisme hukum yang berlaku di

Indonesia, antara lain suku bangsa, golongan, penganut-penganut agama, berlaku

hukum yang berlainan terutama di lapangan hukum perdata. Adapun yang menjadi

pertimbangan pluralisme tersebut bukan karena diskriminatif tetapi justru untuk

dapat memenuhi kebutuhan hukum dari semua golongan yang bersangkutan,

terutama yang, menyangkut hukum perkawinan. Karena faktor perbedaan agama

dan kepercayaan masing-masing pihak, tidak mungkin mengadakan hukum yang

seragam.

Pasal 2 GHR menyebutkan dengan tegas mengenai status seorang

perempuan dalam perkawinan campuran, yaitu selama pernikahan belum putus,

seorang istri tunduk kepada hukum yang berlaku bagi suaminya baik di lapangan

hukum publik maupun hukum sipil. Pasal 10 GHR mengatur tentang perkawinan

campuran di luar negeri, di antaranya mengatur perkawinan campuran antar

bangsa atau antar negara, antara lain yang memiliki kewarganegaraan yang

berbeda.

Sementara itu, Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974

memberikan definisi yang sedikit berbeda dengan definisi di atas. Adapun

Universitas Sumatera Utara

14

pengertian perkawinan campuran yang diatur dalam Pasal 57 Undang-Undang

Perkawinan adalah :

Yang dimaksud dengan perkawinan campuran dalam Undang-Undang ini ialah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Asing dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia.

Pasal 57 membatasi makna perkawinan campuran pada perkawinan antara

seorang warga negara RI dengan seorang yang bukan warga negara RI, sehingga

padanya termasuk perkawinan antara sesama warga negara RI yang berbeda

hukum dan antara sesama bukan warga negara RI.

Purnadi Purbacaraka dan Agus Brotosusilo memberikan pengertian

perkawinan internasional sebagai berikut5

Perkawinan Internasional adalah suatu perkawinan yang mengandung unsur using. Unsur using tersebut bisa berupa seorang mempelai mempunyai kewarganegaraan yang berbeda dengan mempelai lainnya, atau kedua mempelai sama kewarganegaraannya tetapi perkawinannya dilangsungkan di negara lain atau gabungan kedua-duanya.

:

Perbedaan hukum yang ada telah menyebabkan beberapa macam

perkawinan campuran, yaitu6

5 Purnadi Purbacaraka, Agus Brotosusilo, Sendi-Sendi Hukum Perdata International Suatu Orientasi, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1997, Halaman 36.

:

6 Titik Triwulan Tutik, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara, Jakarta, Prestasi Pustaka Publiser, 2006, Halaman 242.

Universitas Sumatera Utara

15

1. Perkawinan Campuran Antar Golongan (Intergentiel)

Menerangkan hukum mana atau hukum apa yang berlaku, kalau timbul

perkawinan antara 2 orang, yang masing-masing sama atau berbeda

kewarganegaraannya, yang tunduk kepada peraturan hukum yang berlainan.

Misalnya WNI asal Eropa kawin dengan orang Indonesia asli.

2. Perkawinan Campuran Antar Tempat (Interlocal)

Mengatur hubungan hukum (perkawinan) antara orang-orang Indonesia asli

dari masing-masing lingkungan adat. Misalnya, orang Minang kawin dengan

orang Jawa.

3. Perkawinan Campuran Antar Agama (Interreligius)

Mengatur hubungan hukum (perkawinan) antara 2 orang yang masing-masing

tunduk kepada peraturan hukum agama yang berlainan. Misalnya orang Islam

dengan orang Kristen.

Berkaitan dengan status sang istri dalam perkawinan campuran, terdapat

asas, yaitu7

1. Asas Mengikuti

:

Sang istri mengikuti status suami baik pada waktu perkawinan dilangsungkan

maupun kemudian setelah perkawinan berjalan.

2. Asas Persamarataan

Perkawinan sama sekali tidak mempengaruhi kewarganegaraan seseorang,

dalam arti mereka masing-masing (suami dan istri) bebas menentukan sikap

dalam menentukan kewarganegaraan.

7 Ibid, hal. 244

Universitas Sumatera Utara

16

Definisi anak dalam pasal 1 ayat 1 UU No. 23 Tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak adalah :

“Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun,

termasuk anak yang masih dalam kandungan.”

Dalam hukum perdata, diketahui bahwa manusia memiliki status sebagai

subjek hukum sejak ia dilahirkan. Pasal 2 KUHP memberi pengecualian bahwa

anak yang masih dalam kandungan dapat menjadi subjek hukum apabila ada

kepentingan yang menghendaki dan dilahirkan dalam keadaan hidup8

Manusia sebagai subjek hukum berarti manusia memiliki hak dan

kewajiban dalam lalu lintas hukum. Namun tidak berarti semua manusia cakap

bertindak dalam lalu lintas hukum. Orang-orang yang tidak memiliki kewenangan

atau kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum diwakili oleh orang lain.

Berdasarkan pasal 1330 KUHP, mereka yang digolongkan tidak cakap adalah

mereka yang belum dewasa, wanita bersuami dan mereka yang dibawah

pengampuan.

.

Dengan demikian anak dapat dikategorikan sebagai subjek hukum yang

tidak cakap melakukan perbuatan hukum. Seseorang yang tidak cakap karena

belum dewasa diwakili oleh orang tua atau walinya dalam melakukan perbuatan

hukum. Anak yang lahir dari perkawinan campuran memiliki kemungkinan bahwa

ayah ibunya memiliki kewarganegaraan yang berbeda sehingga tunduk pada dua

yurisdiksi hukum yang berbeda.

Berdasarkan UU Kewarganegaraan yang lama, anak hanya mengikuti

8 Sri Susilowati Mahdi, Surini Ahlan Sjarif dan Akhmad Budi Cahyono, Hukum Perdata : Suatu Pengantar, Jakarta: Gitama Jaya Jakarta, 2005, hal.21.

Universitas Sumatera Utara

17

kewarganegaraan ayahnya, namun berdasarkan UU Kewarganegaraan yang baru

anak akan memiliki dua kewarganegaraan. Menarik untuk dikaji karena dengan

kewarganegaraan ganda tersebut, maka anak akan tunduk pada dua yurisdiksi

hukum.

Kewarganegaraan merupakan hubungan yang paling sering dan kadang-

kadang hubungan satu-satunya antara seorang individu dan suatu negara yang

menjamin diberikannya hak-hak dan kewajiban-kewajiban individu itu pada

hukum internasional. Kewarganegaraan dapat sebagai simbol keanggotaan

kolektivitas individu-individu di mana tindakan, keputusan dan kebijakan mereka

diakui melalui konsep hukum negara yang mewakili individu- individu itu9

Kewarganegaraan menurut pasal 1 ayat 2 Undang-Undang

Kewarganegaraan Nomor 12 tahun 2006 adalah :

.

Segala hal ihwal yang berhubungan dengan warga negara.

Hak atas kewarganegaraan sangat penting artinya karena merupakan

bentuk pengakuan asasi suatu negara terhadap warga negaranya. Adanya status

kewarganegaraan ini akan memberikan kedudukan khusus bagi seorang warga

negara terhadap negaranya di mana mempunyai hak dan kewajiban yang bersifat

timbal balik dengan negaranya. Indonesia telah memberikan perlindungan hak

anak atas kewarganegaraan yang dicantumkan dalam Pasal 5 Undang- Undang

No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, di mana disebutkan bahwa setiap

anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan.

Dengan adanya hak atas kewarganegaraan anak maka negara mempunyai

9 J.G. Starke, Pengantar Hukum Internasional, Edisi Kesembilan, Jakarta, Aksara Persada, 1989, Halaman 125.

Universitas Sumatera Utara

18

kewajiban untuk melindungi anak sebagai warga negaranya dan juga

berkewajiban untuk menjamin pendidikan dan perlindungan hak-hak anak lainnya

F. Metode Penelitian

1. Sifat Penelitian

Sifat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan

penelitian deskriptif analitis, karena bertujuan untuk menggambarkan keadaan

nyata, kemudian data yang diperoleh dianalisis secara kualitatif10

Penelitian deskriptif dilakukan dengan cara melukiskan keadaan yang

menjadi obyek persoalannya dan bertujuan memberikan gambaran mengenai hal

yang menjadi pokok permasalahannya, dalam hal ini tentang status dan

kedudukan anak. Sehingga dapat dianalisis dan akhirnya dapat diambil

kesimpulan yang bersifat umum. Penulis menggunakan peraturan perundang-

undangan yang berhubungan dengan perkawinan dan kewarganegaraan.

.

2. Metode Pendekatan

Penelitian memiliki arti dan tujuan sebagai “suatu upaya pencarian” dan

tidak hanya merupakan sekedar pengamatan dengan teliti terhadap sesuatu obyek

yang terlihat kasat mata11

Suatu penelitian secara ilmiah dilakukan oleh manusia untuk menyalurkan

hasrat ingin tahunya yang telah mencapai taraf ilmiah, yang disertai dengan suatu

keyakinan, bahwa setiap gejala akan ditelaah dan dicari hubungan sebab

.

10 Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian hukum dan Jurimetri, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1998), halaman 116 11 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum (Suatu Pengantar), Penerbit PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, Halaman 27-28.

Universitas Sumatera Utara

19

akibatnya, atau kecenderungan yang timbul, oleh karena itu, menurut H.L.

Manheim, bahwa suatu penelitian pada dasarnya usaha secara hati-hati dan cermat

menyelidiki berdasarkan pengetahuan yang dimiliki subjek ke dalam cara berfikir

ilmiah12

Metode pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini, adalah

pendekatan yuridis normatif, yaitu suatu pendekatan yang terhadap hubungan

antara faktor-faktor yuridis (hukum positif) dengan faktor-faktor normatif (asas-

asas hukum).

.

a. Faktor-Faktor Yuridis

Penelitian dengan pendekatan yuridis dilaksanakan dengan melalui

tahapan sebagai berikut :

1. Inventarisasi terhadap peraturan yang mencerminkan kebijaksanaan

pemerintah di bidang peraturan perundang-undangan yang mendukung

pelaksanaan pembentukan undang-undang tentang status dan

kedudukan anak hasil perkawinan campur yang ditinjau dari Undang-

Undang No.12 Tahun 2006.

2. Menganalisis perundang-undangan dan peraturan-peraturan yang telah

diinventarisir tersebut untuk mengetahui sejauhmana peraturan

perundang-undangan tersebut di atas sinkron baik secara vertikal dan

horizontal.

12 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Penerbit UI Press, 1986, Jakarta, Halaman 9.

Universitas Sumatera Utara

20

b. Faktor-Faktor Normatif

Merupakan penelitian terhadap asas-asas hukum kewarganegaraan

yang terkait dengan status dan kedudukan anak. Hal ini berarti penelitian

terhadap data sekunder, oleh karena itu titik berat penelitian adalah tertuju

pada penelitian kepustakaan yang akan lebih banyak mengkaji dan

meneliti data sekunder dan tidak diperlukan penyusunan atau perumusan

hipotesa13

3. Sumber Data

.

Sesuai dengan fokus utama penelitian yaitu yuridis normatif, maka data-

data yang hendak dikumpulkan adalah data-data sekunder dari hukum positif,

yang meliputi bahan-bahan hukum, baik bahan hukum primer, bahan hukum

sekunder dan bahan hukum tersier14

Sumber data dalam penelitian diperoleh dari data hukum positif :

.

1. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, yakni :

a. Peraturan Perundang-undangan yang berkaitan dengan

kewarganegaraan dan perkawinan, yaitu:

1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan.

2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2006

tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.

b. Yurisprudensi.

13 Soerjono Soekanto, Ibid, Halaman 25. 14 Ronny Hanitijo Soemitro, Ibid, Halaman 40.

Universitas Sumatera Utara

21

2. Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan

hukum primer, seperti: buku-buku penunjang, hasil-hasil penelitian

hukum, hasil-hasil karya (ilmiah) dari kalangan hukum dan sebagainya.

3. Bahan Hukum tersier atau bahan hukum penunjang, mencakup bahan-

bahan primer, sekunder dan tersier (penunjang) di luar bidang hukum,

misalnya yang berasal dari bidang: sosiologi dan filsafat dan lain

sebagainya, yang dapat dipergunakan untuk melengkapi ataupun

menunjang data penelitian15

4. Teknik Pengumpulan Data

.

Dalam rangka melaksanakan penelitian ini agar mendapatkan data yang

tepat, digunakan metode pengumpulan data yaitu studi Kepustakaan.

Menurut Sanapiah Faisal16

5. Teknik Analisis Data

, Studi Pustaka adalah sumber data bukan

manusia. Dilakukan untuk memperoleh data sekunder dengan cara mempelajari

konsepsi-konsepsi, teori-teori atau peraturan atau kebijakan-kebijakan yang

berlaku dan berhubungan erat dengan pokok permasalahan status dan kedudukan

anak hasil perkawinan campuran ditinjau dari UU No.12 Tahun 2006.

Setelah data selesai, tahap berikutnya yang harus dilakukan adalah analisis

data. Pada tahap ini data yang dikumpulkan akan diolah dan dimanfaatkan

sedemikian rupa sehingga dapat digunakan untuk menjawab permasalahan.

Analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisis data

kualitatif normatif yaitu data yang diperoleh setelah disusun secara sistematis,

15 Soerjono Soekanto, Op.cit, Halaman 41. 16 Sanapiah Faisal, Penelitian Kualitatif: Dasar-dasar dan Aplikasi, (Malang: YA3, 1990), halaman. 42.

Universitas Sumatera Utara

22

untuk kemudian dianalisis secara kualitatif normatif dalam bentuk uraian, agar

dapat ditarik kesimpulan untuk dapat dicapai kejelasan mengenai permasalahan

yang akan diteliti. Hasil penelitian kepustakaan akan dipergunakan untuk

menganalisis data, kemudian data dianalisis secara kualitatif normatif untuk

menjawab permasalahan dalam skripsi ini.

G. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah di dalam pembahasan skripsi tentang Tinjauan

Yuridis Kedudukan Anak Dalam Perkawinan Campuran Ditinjau dari Undang-

Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan (Studi Kasus : Yuni Vs

Larry), maka dalam hal ini penulis membaginya dalam beberapa bab. Sistematika

penulisan tersebut dibagi dalam 5 bab, yaitu sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN yang terdiri dari latar belakang,

perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian

penelitian, tinjauan pustaka, metode penulisan dan

sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN UMUM TERHADAP HUKUM

PERKAWINAN DI INDONESIA yang terdiri dari definisi

perkawinan, syarat-syarat perkawinan, tata cara perkawinan

dan akibat hukum perkawinan.

Universitas Sumatera Utara

23

BAB III : TINJAUAN UMUM TERHADAP PERKAWINAN

CAMPURAN DI INDONESIA yang terdiri dari definisi

perkawinan campuran, syarat-syarat perkawinan campuran

dan status kewarganegaraan pasangan perkawinan campuran.

BAB IV : TINJAUAN YURIDIS KEDUDUKAN ANAK HASIL

PERKAWINAN CAMPURAN DITINJAU DARI

UNDANG-UNDANG NO. 12 TAHUN 2006 TENTANG

KEWARGANEGARAAN yang terdiri dari kasus posisi,

status kewarganegaraan anak hasil perkawinan campuran,

perlindungan hukum bagi anak hasil perkawinan campuran

(kewarganegaraan ganda) apabila terjadi perceraian kedua

orang tuanya setelah berlakunya Undang-Undang No. 12

Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan dan cara pendaftaran

kewarganegaraan Indonesia bagi anak dengan

kewarganegaraan ganda.

BAB V : PENUTUP yang terdiri atas kesimpulan berdasarkan

pembahasan permasalahan dalam skripsi ini dan saran-saran

sebagai rekomendasi atas temuan-temuan yang diperoleh

dalam penelitian selama proses pengerjaan skripsi ini.

Universitas Sumatera Utara