bab i pendahuluan a. latar belakangrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26811/4/chapter...

24
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perlindungan konsumen adalah bagian dari hukum yang memuat asas-asas atau kaidah kaidah yang bersifat mengatur dan juga mengandung sifat yang melindungi kepentingan konsumen. Adapun hukum konsumen diartikan sebagai keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain yang berkaitan dengan barang dan/atau jasa konsumen dalam pergaulan hidup 4 Terbukanya pasar internasional sebagai akibat dari proses globalisasi ekonomi maka harus tetap menjamin peningkatan kesejahteraan dan keselamatan . Hal ini juga tercantum didalam Undang-Undang No 8 Tahun 1999 mengenai perlindungan konsumen yang menyebutkan bahwa “ Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.”Oleh karena itu, berbicara mengenai perlindungan konsumen berarti mempersoalkan mengenai jaminan ataupun kepastian mengenai terpenuhinya hak-hak konsumen. Sebagaimana yang diketahui bahwa dengan adanya Globalisasi dan perkembangan-perkembangan perekonomian yang terjadi secara pesat di dalam era perekonomian modern ini telah menghasilkan berbagai jenis dan variasi dari barang dan/atau jasa yang dapat dikonsumsi oleh masyarakat. 4 AZ.Nasution, Konsumen dan Hukum : Tinjauan Sosial Ekonomi dan Hukum Pada Perlindungan Konsumen (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1995 ), hal 64-65. Universitas Sumatera Utara

Upload: vukien

Post on 26-Feb-2018

216 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perlindungan konsumen adalah bagian dari hukum yang memuat asas-asas

atau kaidah kaidah yang bersifat mengatur dan juga mengandung sifat yang

melindungi kepentingan konsumen. Adapun hukum konsumen diartikan sebagai

keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan dan

masalah antara berbagai pihak satu sama lain yang berkaitan dengan barang

dan/atau jasa konsumen dalam pergaulan hidup4

Terbukanya pasar internasional sebagai akibat dari proses globalisasi

ekonomi maka harus tetap menjamin peningkatan kesejahteraan dan keselamatan

.

Hal ini juga tercantum didalam Undang-Undang No 8 Tahun 1999

mengenai perlindungan konsumen yang menyebutkan bahwa “ Perlindungan

Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk

memberi perlindungan kepada konsumen.”Oleh karena itu, berbicara mengenai

perlindungan konsumen berarti mempersoalkan mengenai jaminan ataupun

kepastian mengenai terpenuhinya hak-hak konsumen. Sebagaimana yang

diketahui bahwa dengan adanya Globalisasi dan perkembangan-perkembangan

perekonomian yang terjadi secara pesat di dalam era perekonomian modern ini

telah menghasilkan berbagai jenis dan variasi dari barang dan/atau jasa yang dapat

dikonsumsi oleh masyarakat.

4 AZ.Nasution, Konsumen dan Hukum : Tinjauan Sosial Ekonomi dan Hukum Pada Perlindungan Konsumen (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1995 ), hal 64-65.

Universitas Sumatera Utara

masyarakat serta kepastian atas mutu, jumlah dan keamanan terhadap barang

dan/atau jasa yang diperoleh oleh masyarakat di pasar. Sebagaimana diketahui

bahwa akhir-akhir ini banyak beredar makanan yang kadaluwarsa di pasar

swalayan ataupun di tempat-tempat penjualan makanan yang dapat

membahayakan bagi kesehatan manusia, Sehingga hal tersebut dapat merugikan

kepentingan dari konsumen.

Manfaat dari adanya perkembangan era globalisasi pada pasar nasional

yang seperti inilah pada pihak-pihak tertentu dapat memberikan manfaat bagi

konsumen karena kebutuhan konsumen akan barang dan/atau jasa yang diinginkan

dapat terpenuhi serta hal ini akan semakin terbuka lebar kebebasan untuk memilih

aneka jenis dan kualitas barang dan/atau jasa yang sesuai dengan keinginan dan

kemampuan dari konsumen. Karena konsumen tidak hanya sekedar pembeli.

Akan tetapi, semua orang (perorangan atau badan usaha) yang mengkonsumsi

barang dan/atau jasa. Konsumen juga disebut sebagai pemakai kata pemakai ini

menekankan bahwa konsumen adalah sebagai konsumen akhir (Ultimate

Consumer).

Istilah pemakai dalam hal ini tepat digunakan dalam rumusan ketentuan

tersebut sekaligus menunjukkan bahwa barang dan/atau jasa yang dipakai tidak

secara langsung merupakan hasil dari transaksi jual beli. Artinya, yang diartikan

sebagai konsumen tidak selalu memberikan prestasinya dengan cara membayar

uang untuk memperoleh barang dan/atau jasa itu. Dengan kata lain, dasar

Universitas Sumatera Utara

hubungan hukum antara konsumen dan pelaku usaha tidak harus kontraktual (The

Privity Of Contract).5

Seperti yang diketahui bahwa peredaran makanan kadaluarsa ini tidak

hanya terjadi di pasar-pasar tradisional akan tetapi juga banyak terjadi di pasar-

pasar swalayan besar. Seperti yang terjadi di awal bulan Oktober ini, petugas

kepolisian menggerebek sebuah pabrik yang terletak di Jalan Walu Delapan,

Kaputri, Cengkareng, Jawa Barat. Pabrik ini berkedok sebagai distributor

Akan tetapi, kedudukan konsumen yang sangat awam terhadap barang-

barang yang dikonsumsinya dan adanya kesulitan untuk meneliti sebelumnya

mengenai keamanan dan keselamatan di dalam mengkonsumsi barang tersebut.

Kondisi dan fenomena tersebut dapat mengakibatkan kedudukan pelaku usaha dan

konsumen menjadi tidak seimbang dan konsumen selalu berada pada posisi yang

lemah. Untuk meningkatkan harkat dan martabat konsumen maka perlu

ditingkatkan kesadaran, pengetahuan, kepedulian, kemampuan dan kemandirian

konsumen untuk melindungi dirinya serta menumbuhkembangkan sikap pelaku

usaha yang bertanggung jawab. Maka kewajiban untuk menjamin keamanan suatu

produk agar tidak menimbulkan kerugian bagi konsumen dibebankan kepada

produsen dan pelaku usaha, karena pihak produsen dan pelaku usahalah yang

mengetahui komposisi dan masalah-masalah yang menyangkut keamanan suatu

produk tertentu dan keselamatan di dalam mengkonsumsi produk tersebut.

Kerugian-kerugian yang diderita oleh konsumen merupakan akibat kurangnya

tanggung jawab pelaku usaha terhadap konsumen.

5 Shidarta, Hukum Perlindungan konsumen Indonesia (Jakarta : Grasindo, 2004), hal, 6.

Universitas Sumatera Utara

makanan ringan. Padahal sebenarnya, pabrik ini mengolah makanan ringan dari

bahan-bahan yang kadaluwarsa. Modusnya adalah dengan mengumpulkan

berbagai makanan ringan yang sudah kadaluwarsa yang kemudian dimasak

kembali menjadi makanan yang seolah-olah makanan tersebut adalah makanan

baru dan makanan tersebut diberi merek. Pabrik makanan ini sudah beroperasi

selama 4 (empat) tahun dan mampu memproduksi sebanyak 160 (seratus enam

puluh) kardus perhari dan didistribusikan ke sejumlah daerah termasuk cilegon

dan Cirebon. Makanan ini juga didistribusikan di warung-warung kecil, makanan

kadaluwarsa ini mengandung radikal bebas yang dapat mengancam kesehatan

manusia.6

Sementara itu, di Cirebon, Jawa Barat ditemukan pasar yang khusus

menjual kue-kue yang kadaluwarsa. Pasar tersebut merupakan pusat penjualan

kue-kue kering yang sudah kadaluwarsa. Pasar tradisional ini adalah pasar Wateg

Cirebon. Pasar ini, selain menjual kue-kue kering juga menjual sosis, mie instan,

dan susu kaleng yang sudah kadaluwarsa. Makanan-makan ini adalah makanan

yang biasa dikonsumsi oleh anak-anak dan hal ini jelas dapat berakibat kepada

kesehatan dan keselamatan konsumen terutama anak-anak.

7

Peredaran makanan kadaluwarsa ini juga dapat ditemui peredaran di pasar-

pasar modern seperti supermarket, seperti yang ditemukan kasus peredaran

makanan kadaluwarsa ini beredar di hypermarket Kelapa Gading, Jakarta Utara.

6 “Makanan Kadaluwarsa”, (http://www.indosiar.com/ragam/74597/Makanan_Kadaluarsa), diakses pada tanggal 17 Oktober 2010

7 Ibid

Universitas Sumatera Utara

Hypermarket terbukti menjual beberapa merek susu dan coklat yang kadaluarsa,

manajemen hypermarket juga mengakui bahwa pihaknya menjual makanan

kadaluwarsa “ kami disini menggunakan sistem manual cek. Saya rasa ini semua

human error” kata store general manager Hypermarket Kelapa Gading, Sony

Nazar. Ia berkata bahwa pihaknya akan membenahi sistem pengawasan makanan

dan berjanji akan mengganti makanan yang kadaluarsa. Sebelumnya makanan

yang kadaluwarsa yang ditemukan oleh Desperindag di Hypermarket tersebut

yaitu susu yang bermerek antara lain Greenfield dan Whippingcream, Coklat dari

Swiss yang bermerek Lindt dan 2 (dua) kantong plastik bakso olahan yang

bermerek Vida8

Salah satu kasus mengenai akibat penggunaan bahan olahan makanan

kadaluwarsa juga terjadi di Bandung, Jawa Barat yaitu dialami oleh Nyonya Amin

seorang pengusaha catering, tiba-tiba saja harus kehilangan kontrak memasok nasi

dus untuk makan siang karyawan suatu perusahaan. Penyebabnya adalah

keracunan makanan yang disajikan oleh perusahaan cateringnya untuk karyawan

perusahaan tersebut. Ada 5 (lima) orang karyawan yang mengalami pingsan dan

sekitar tiga puluh karyawan menginap selama satu sampe dua hari di rumah sakit,

serta puluhan karyawan yang berobat jalan ke dokter perusahaan dengan kasus

yang sama, keracunan makanan. Sumber keracunan tersebut terdapat pada

makanan kaleng yang menjadi campuran salah satu menu utama siang itu. Tiga

dari 10 (sepuluh) makanan kaleng yang kemudian diolah dan dicampur dengan

8 “Hypermart akui jual makanan kadaluwarsa” ,(http://www.detiknews.com/read/2008/09/10/151244/10003862/10/hypermarket-akui-jual-susu-coklat kadaluarsa ) yang diakses pada tanggal 15 Januari 2011

Universitas Sumatera Utara

bahan lain itu ternyata sudah kadaluwarsa. Nyonya Amin mengaku khilaf, tidak

sempat membaca tanggal kadaluwarsa yang tertulis pada kaleng tersebut. Dari

luar, tampilan fisik dari kaleng-kaleng tersebut tidaklah mencurigakan. Yang ia

sesali, kenapa ia tidak curiga dengan selimut tipis jamur yang timbul pada

permukaan 3 (tiga) kaleng tersebut. Setelah membuang permukaannya, ia

kemudian mencampur isi 3 (tiga) kaleng tersebut dengan isi kaleng lain untuk

kemudian diolahnya. Ketidaktahuan ini jelas dapat membahayakan jiwa manusia

yang mengkonsumsi makanan yang telah tercemar tersebut.9

Ada berbagai macam cara yang dilakukan oleh para pelaku usaha untuk

mendapatkan laba usaha yang sebesar-besarnya dengan mengeluarkan modal

usaha yang sedikitnya dengan tidak memperhatikan hak-hak konsumen, seperti

yang ditemui oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BOPM) yang melakukan

penyelidikan di Semarang,Jawa Timur, operasi penyelidikan tersebut dilakukan

menjelang Hari Raya, Idul Fitri pada bulan Oktober 2006. Operasi ini digelar di

beberapa pasar swalayan, empat kaleng makanan dimusnahkan karena

kemasannya rusak. Empat makanan rusak itu ditemukan di Swalan Hero, jalan

Sultan Agung, Semarang. BPOM menganggap keempat kaleng makanan olahan

itu rusak. “Makanan tersebut berupa corned beef merek Great Wall, Eggrolls

merek Maling, Kecap ikan dalam kaleng, serta Poorke Luncheon merek Maling

10

9”kadaluwarsa”, http//www.pikiranrakyat.com/cetak/0104/24/hikmah/psikologi.htm, yang diakses pada tanggal 20 Desember 2010.

10 Indo Pos,”Makanan Kadaluarsa Dimusnahkan” yang diakses pada tanggal 30 Desember 2010.

.

Perlu kehati-hatian bila membeli makanan untuk sajian atau parsel Lebaran.

Sebab, makanan dan minuman tak layak konsumsi itu masih banyak beredar di

Universitas Sumatera Utara

sejumlah swalayan di Semarang. Selain kadaluawarsa, ada yang tidak

mencantumkan izin klinis dari Departemen Kesehatan (Depkes) sehingga apabila

dikonsumsi dapat membahayakan kesehatan. Puluhan kemasan makanan dan

minuman dari berbagai jenis dirazia tim gabungan Polisi Kota Besar (Poltabes)

dan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Semarang dari beberapa toko

dan swalayan. Produk-produk makanan itu disita dan pada saatnya nanti akan

dimusnahkan. Razia kali pertamanya digelar di Toko Tong Hien Jalan Sultan

Agung.

Berdasarkan informasi masyarakat, beberapa jenis makanan yang dijual di

toko tersebut kadaluwarsa. Polisi yang menindaklanjuti informasi tersebut

menemukan belasan kaleng daging ham yang telah lewat batas akhir pemakaian.

Pemilik toko sempat meyakinkan petugas, bahwa semua makanan dan minuman

yang dijual di toko tersebut layak jual. Namun, setelah polisi menunjukkan label

batas kadaluarsa di kemasan kaleng, ia tidak dapat membantah lagi. Razia

dilanjutkan di supermarket Hero, di tempat tersebut polisi menyita beberapa

produk minuman dan bumbu masak yang sudah kadaluwarsa. Menurut Asisten

Manajer Hero, Awan A, pihaknya tidak pernah menempelkan stiker batas waktu

makanan dan menempelnya adalah distributornya. Di swalayan Gelael Jalan

Sultan Agung, petugas menyita belasan kaleng berisi bumbu penyedap (vetsin)

produk Shanghai, Cina tanpa izin Depkes. Selain itu, polisi menemukan beberapa

Universitas Sumatera Utara

bungkus kurma impor yang tidak menyertakan batas kadaluwarsa, belasan

bungkus puding dan jamu yang sudah kadaluwarsa.11

Dengan demikian, Undang-Undang No 8 Tahun 1999 tentang

perlindungan konsumen bertujuan untuk menjamin kepastian dan perlindungan

terhadap konsumen dan pelaku usaha, khususnya terhadap pelaku usaha agar

menjalankan usahanya dengan jujur agar konsumen tidak mengalami kerugian

atas barang dan/atau jasa yang dikonsumsi oleh konsumen. Karena pada dasarnya

peraturan yang mengatur tentang produk pangan untuk saat ini, sebenarnya sudah

cukup memadai. Tetapi masalahnya adalah sampai sejauh mana produsen pangan

Konsumen menjadi objek dari aktifitas bisnis untuk mendapatkan

keuntungan yang sebesar-besarnya oleh pelaku usaha melalui cara-cara promosi,

cara-cara penjualan serta penerapan perjanjian standar yang dapat merugikan

konsumen.

Faktor utama yang menjadi kelemahan konsumen adalah tingkat kesadaran

dari konsumen akan hak-haknya sebagai konsumen dan hal inilah yang sering

dijadikan oleh para produsen ataupun pelaku usaha untuk mendapatkan

keuntungan sepihak. Oleh karena itu, Undang-Undang No 8 Tahun 1999 tentang

perlindungan konsumen, dimaksudkan agar menjadi landasan hukum yang kuat

bagi masyarakat agar dapat melakukan upaya pemberdayaan konsumen melalui

pembinaan dan pendidikan konsumen.

11 “Makanan Kadaluwarsa Dirazia”, http://www.suara merdeka.com/harian/0211/29/kat7.htm yang diakses pada tanggal 29 Desember 2010.

Universitas Sumatera Utara

mampu menerapkan atau menindaklanjuti setiap ketentuan itu, serta bagaimana

sebenarnya pemerintah secara efektif dan berkelanjutan melakukan pengawasan

terhadap setiap produk pangan tanpa ada laporan dari anggota masyarakat

lembaga atau yayasan perlindungan konsumen.

Secara yuridis normatif, semua peraturan tentang produk pangan sudah

memenuhi standard. Tetapi dalam proses penegakan peraturan itu, dapat

dikatakan, bahwa dalam banyak kasus, peraturan-peraturan tersebut bersifat

nominal dan semantik. Aturan-aturan tertulis sebagai hukum positif sering sekali

dilanggar atau tidak dilaksanakan secara konsekuen, banyak bukti yang terjadi di

masyarakat yang menunjukkan terjadinya peredaran-peredaran produk pangan

yang membahayakan kehidupan manusia, maka dari itu penulis terinspirasi untuk

membahas mengenai perlindungan konsumen atas beredarnya makanan

kadaluarsa sehingga ditulislah skripsi yang berjudul “Tinjauan Yuridis Terhadap

Perlindungan Konsumen Atas Beredarnya Makanan Kadaluwarsa”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka pokok permasalahan yang akan dibahas

didalam skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaturan perlindungan konsumen atas beredarnya

makanan kadaluwarsa serta permasalahan yang dihadapi konsumen

dalam mengkonsumsi makanan kadaluwarsa

Universitas Sumatera Utara

2. Bagaimana bentuk perlindungan hukum terhadap konsumen makanan

kadaluwarsa serta pembinaan dan pengawasan pemerintah dan instansi

yang terkait terhadap beredarnya makanan kadaluwarsa.

3. Bagaimanakah pertanggung jawaban pelaku usaha atas beredarnya

makanan kadaluwarsa serta mekanisme penyelesaian sengketa

konsumen yang dapat ditempuh untuk menyelesaikan berbagai

pelanggaran.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan utama dalam pembahasan skripsi penulis yang berjudul “Tinjauan

Yuridis Terhadap Perlindungan Konsumen Atas Beredarnya Makanan

Kadaluwarsa“ adalah sebagai pemenuhan tugas akhir untuk memperoleh gelar

sarjana hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Selain itu, penulisan pembahasan skripsi ini juga bertujuan, antara lain:

1. Untuk mengetahui pengaturan mengenai perlindungan konsumen atas

beredarnya makanan kadaluwarsa serta untuk mengetahui

permasalahan akibat mengkonsumsi makanan kadaluwarsa?

2. Untuk mengetahui bagaimana bentuk perlindungan konsumen,

pembinaan, dan pengawasan pemerintah dari instansi terkait terhadap

beredarnya makanan kadaluwarsa?

3. Untuk mengetahui tanggung jawab pelaku usaha atas perbuatan

menjual produk yang sudah kadaluwarsa dan mekanisme penyelesaian

sengketa konsumen yang dapat ditempuh untuk menyelesaikan

berbagai pelanggaran.

Universitas Sumatera Utara

Adapun manfaat yang ingin dicapai dan diperoleh dari penulisan skripsi

ini adalah sebagai berikut :

1. Secara Teoritis, pembahasan terhadap masalah-masalah yang telah

dirumuskan diharapkan dapat dijadikan sebagai sumbangan di bidang

perlindungan konsumen, khususnya berkaitan dengan peredaran

makanan kadaluwarsa. Selain itu, hasil pemikiran ini juga akan dapat

menambah khasanah kepustakaan di bidang konsumen pada umumnya,

dan peredaran makanan kadaluwarsa pada khususnya, serta dapat

dijadikan sebagai bahan yang memuat data empiris sebagai dasar

penelitian selanjutnya.

2. Secara Praktis, pembahasan terhadap permasalahan ini diharapkan

dapat menjadi bahan masukan bagi Badan Pengawasan Obat dan

Makanan (BPOM), Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLKI) dan

khususnya pemerintah sebagai bahan pertimbangan di dalam

menentukan kebijakkan dan langkah-langkah untuk memberikan

perlindungan hukum yang baik terhadap konsumen yang berkaitan

dengan makanan kadaluarsa di Indonesia, juga bagi produsen, serta

masyarakat umum mengenai berbagai problema praktis yang dihadapi

dalam menegakkan hak dari konsumen dalam memperoleh informasi

produk, terutama label kadaluarsa pada makanan yang juga dapat

dijadikan sebagai landasan operasional bagi instansi yang terkait dalam

menanggulangi hambata-hambatan dalam penerapan peraturan

Universitas Sumatera Utara

perlindungan konsumen pada umumnya, hak konsumen atas peredaran

makanan kadaluwarsa pada khususnya.

D. Keaslian Penulisan

Penulisan skripsi ini didasarkan kepada ide, gagasan, maupun pemikiran

penulis secara pribadi dari awal hingga akhir penyelesaian. Ide maupun gagasan

yang timbul karena melihat keadaan yang berkembang mengenai bagaimana

perlindungan terhadap konsumen atas beredarnya makanan kadaluwarsa yang

terjadi dalam perdagangan bebas dan terjadi dengan semakin maraknya. Artinya

tulisan ini bukanlah merupakan hasil ciptaan ataupun penggambaran dari karya

orang lain. Oleh karena itu, keaslian dari penulisan ini terjamin adanya. Kalaupun

ada terdapat judul skripsi yang terdahulu yang menyerupai yaitu yang berjudul

“Tanggungjawab Swalayan Macan Yohan Akibat Perbuatan Menjual Produk

Daluarsa Kepada Konsumen Ditinjau dari UU No 8 Tahun 1999”. Akan tetapi

yang menjadi pembahasan dan penelitian dari judul skripsi ini sangatlah berbeda

dan tidak ada kesamaan mengenai apa yang menjadi pembahasan utama dari

skripsi ini. Kalaupun ada pendapat dan kutipan dari penulisan ini, hal tersebut

merupakan semata-mata adalah sebagai faktor pendorong dan pelengkap dalam

usaha menyusun dan menyelesaikan penulisan ini, karena hal ini memang sangat

dibutuhkan untuk menyempurnakan tulisan ini

E. Tinjauan Kepustakaan

Dalam memasuki era industrialisasi ini berbagai hal perlu mendapat

perhatian yang lebih serius lagi, mulai dari penyediaan sumber daya manusia yang

berkualitas, penguasaan ilmu dan teknologi untuk mengantisipasi tuntutan akan

Universitas Sumatera Utara

barang dan/atau jasa yang berkualitas, banyak terjadi persaingan yang lebih ketat

baik terjadi di dalam negeri maupun di luar negeri sebagai akibat dari globalisasi

dan perdagangan bebas. Sementara dibalik itu, kedudukan konsumen masih

lemah. Pembangunan yang dilakukan membawa akibat sampingan yang kompleks

yang memerlukan penanganan yang serius, khususnya masalah di dalam

perlindungan konsumen. Kebutuhan hukum dan perkembangan kesadaran hukum

dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara senantiasa berkembang (dinamis)

sejalan dengan perkembangan pembangunan di dalam segala bidang. Oleh karena

itu, pembinaan hukum harus mampu mengarahkan dan menampung kebutuhan-

kebutuhan hukum yang sesuai dengan tingkat kemajuan pembangunan di dalam

segala bidang, sehingga tercapai ketertiban, keadilan, dan kepastian hukum yang

mengarahkan kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Kenyataan menunjukkan, beragam faktor penting yang menunjukkan

lemahnya kedudukan konsumen. Menurut hasil penelitian Badan dan Pembinaan

Hukum Nasional (BPHN), faktor-faktor yang melemahkan konsumen adalah12

1. Masih rendahnya tingkat kesadaran konsumen akan haknya

:

2. Belum terkondisinya masyarakat konsumen karena sebagai masyarakat belum tahu akan hak-hak dan kemana haknya disalurkan jika mendapatkan kesulitan atau kekurangan dari standar barang dan/atau jasa yang sewajarnya.

3. Belum terkondisinya masyarakat konsumen menjadi masyarakat yang mempunyai kemauan menuntut hak-haknya

4. Proses peradilan yang ruwet dan waktu yang berkepanjangan 5. Posisi konsumen yang lemah.

Pada dasarnya jenis produk seperti pangan ataupun obat-obatan tidak

termasuk produk yang dapat membahayakan, akan tetapi produk-produk seperti

12 Badan Hukum Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) : Laporan Akhir Penelitian Perlindungan Konsumen Atas Kelalaian Produsen, Departemen Kehakiman RI, 1992, hal 70.

Universitas Sumatera Utara

ini merupakan produk-produk yang dapat dengan mudah tercemar sehingga

mengandung racun, yang apabila lalai atau tidak berhati-hati dalam

pembuatannya, atau bahkan dengan sengaja lalai untuk mengedarkan atau sengaja

tidak menarik produk pangan yang sudah kadaluwarsa. Karena dalam sistem

mekanisme yang demikian, produk yang sebenarnya bukan produk yang

berbahaya, dapat saja membahayakan kesehatan dan keselamatan dari konsumen,

sehingga diperlukan seperangkat peraturan yang membuat standar perlindungan

hukum yang tinggi dalam proses dan distribusi produk.13

Makanan yang kadaluarsa merupakan salah satu penyebab utama

terjandinya keracunan. Selain membuat konsumen merasa pusing, diare, mual,

sesak napas, dan kematian akibat keracunan, mengkonsumsi makanan yang sudah

kadaluwarsa ini dalam waktu yang cukup lama juga dapat menyebabkan kanker.

Maraknya kejadian keracunan makanan, sangat berkaitan erat penggunaan bahan

baku yang tidak layak konsumsi. Pemilihan bahan baku yang baik merupakan

salah satu kunci untuk menghindari kasus keracunan.

14

Betapa pun canggihnya proses produksi, tidak akan mampu menutupi

buruknya kualitas bahan baku. Konsumen sebaiknya selalu mengingat pepatah

yang berbunyi garbage in-garbage out, yang berarti bahan baku yang jelek akan

menghasilkan bahan baku yang jelek juga.

15

13 Inosentius Samsul, Perlindungan Konsumen Kemungkinan Penerapan Tanggung Jawab Mutlak, (Jakarta-FH UI Pascasarjana, 2004), hal 68

14 Zumrotin K. Susilo, Penyambung Lidah Konsumen, Diterbitkan atas kerja sama YLKI dengan Puspa Swara, (Jakarta: April 1996), hal 22.

15 Ibid, hal 33.

Universitas Sumatera Utara

Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk menentukan kualitas dari

suatu produk pangan adalah dengan mengamati waktu kadaluwarsa yang

tercantum pada label kemasannya. Konsumen seharusnya dapat memilih produk

pangan yang masih jauh dari batas kadaluwarsa, terutama untuk produk yang

kemungkinan akan mengalami penyimpanan sebelum digunakan. Selain itu

konsumen juga harus dengan cermat mengamati ciri-ciri fisik produk atau

kemasannya. Penentuan batas kadaluwarsa dapat dilakukan dengan metode-

metode tertentu. Penentuan batas kadaluwarsa dilakukan untuk menentukan umur

simpan (Shelf life) produk. Penentuan umur simpan didasarkan atas faktor-faktor

tersebut misalnya adalah keadaan alamiah (sifat makanan), mekanisme

berlangsung perubahan (misalnya kepekaan terhadap air dan oksigen), serta

kemungkinan terjadinya perubahan kimia (internal dan eksternal). Faktor lainnya

adalah ukuran kemasan (volume), kondisi atmosfer (terutama suhu dan

kelembaban), serta daya tahan kemasan selama transit dan sebelum digunakan

terhadap keluar masuknya air, gas, dan bau.

Oleh karena itu pertanggung jawaban atas produk yang telah di

perdangangkan ataupun yang telah didistribusikan ke masyarakat merupakan

tanggung jawab dari produsen ataupun pelaku usaha, karena konsumen sebagai

pihak akhir yang mengkonsumsi produk tersebut memiliki tingkat kesadaran yang

rendah terhadap produk yang dikonsumsinya, dan yang menjadi hak dari

konsumen adalah untuk mendapatkan keamanan yaitu konsumen berhak

mendapatkan keamanan atas barang dan jasa yang ditawarkan kepadanya, produk

Universitas Sumatera Utara

barang dan /atau jasa itu tidak boleh membahayakan jika dikonsumsi sehingga

konsumen tidak dirugikan secara jasmani ataupun rohani.16

Di pihak lain, bagi organisasi bisnis terutama industri makanan, jumlah

konsumen yang banyak merupakan potensi pasar bagi berbagai produk makanan

yang diproduksinya. Sektor swasta atau industri makanan perlu memahami

kebiasaan dan perilaku makan konsumen, sehingga mereka mengetahui makanan

apa yang seharusnya diproduksi dan dipasarkan kepada konsumen. Konsumen

harus dilindungi dari berbagai makanan yang tidak aman dan merugikan

konsumen

17

Akan tetapi, konsumen memiliki kemampuan yang terbatas dalam

mengumpulkan dan mengolah informasi tentang makanan yang dikonsumsinya,

sehingga mereka memiliki keterbatasan dalam menilai makanan dan sulit untuk

menghindari resiko dari produk-produk yang tidak bermutu dan tidak aman bagi

kesehatan. Akhirnya konsumen dengan senang dan tanpa sadar mengkonsumsi

produk-produk makanan tersebut karena penampilan yang menarik dengan harga

yang lebih murah. Padahal makanan tersebut dapat membahayakan bagi

kesehatan. Mengacu pada sistem hukum yang dikembangkan Friedman tentang

tanggung jawab produk terdapat tiga substansi hukum tanggung jawab produk

yang menjadi dasar tuntutan ganti kerugian konsumen. Ketiga dasar tuntutan

tersebut adalah tuntutan karena kelalaian (negligence), tuntutan karena

wanprestasi atau ingkar janji (breach of warranty). Hal ini dilakukan karena

.

16 Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen, Op.cit hal.22. 17 Ujang Sumarwan,”Makalah Masalah Keamanan Pangan Dalam Pola Konsumsi

Masyarakat Indonesia”, dalam percakapan tentang Pendidikan Konsumen dan Kurikulum Fakultas Hukum, Editor Yusuf Shofie, YLKI, 1998, hal ,74.

Universitas Sumatera Utara

secara alamiah kedudukan atau posisi konsumen tidak sama dengan produsen

selaku pelaku usaha. Akan tetapi, di dalam Pasal 27 Undang-Undang No 8 Tahun

1999 tentang Perlindungan Konsumen, dirumuskan bahwa pelaku usaha yang

memproduksi barang dibebaskan dari tanggung jawab atas kerugian yang diderita

konsumen, apabila :18

1. Barang tersebut terbukti seharusnya tidak diedarkan atau dimaksudkan tidak diedarkan

2. Cacat timbul akibat tidak ditaatinya ketentuan mengenai kualifikasi barang

3. Kelalaian yang diakibatkan konsumen 4. Lewatnya jangka waktu penuntutan 4(empat) tahun sejak barang dibeli

atau lewatnya jangka waktu yang diperjanjikan 5. Cacat timbul dikemudian hari. Hukum perlindungan konsumen tidak dapat berdiri sendiri sebagai suatu

sistem tetapi harus terintegrasi juga kedalam suatu sistem perekonomian, yang di

dalamnya terlibat juga pelaku usaha. Sistem perekonomian yang semakin

kompleks berdampak pada perubahan konstruksi hukum dalam hubungan antara

produsen dan konsumen. Perubahan konstruksi hukum diawali dengan perubahan

paradigma hubungan antara konsumen dan produsen. Hubungan yang semula

dibangun diatas prinsip caveat emptor (yang menekankan konsumen haruslah

berhati-hati dalam melakukan transaksi dengan produsen), berubah menjadi

prinsip caveat venditor (yang menekankan kesadaran produsen untuk melindungi

konsumen).19

Ketidak seimbangan posisi ini sangat perlu dikompensasi dengan berbagai

upaya, baik melalui gerakan perlindungan konsumen, perangkat kelembagaan, dan

18 Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindugan Konsumen, (Jakarta:Sinar Grafika, 2009) hal.172.

19 Inosentius Samsul, Op.cit, hal, 4.

Universitas Sumatera Utara

hukum maupun berbagai upaya lain agar konsumen bisa mengkonsumsi barang

dan/atau jasa, khususnya pangan yang diinginkan secara aman. Perlindungan

untuk sejumlah besar konsumen di dalam usaha produksi pangan seperti ini

merupakan keharusan, karena perkembangan ekonomi dan industri yang maju

membawa implikasi lain yang bersifat negatif.20

Pemerintah wajib memikirkan berbagai kewajiban yang arahnya adalah

untuk melindungi masyarakat sebagai konsumen dalam upaya untuk melindungi

konsumen dari situasi tersebut. Penjabaran mengenai hak-hak konsumen melalui

undang-undang Khususnya di Indonesia, merupakan bagian dari implementasi

sebagai suatu negara kesejahteraan, karena Undang-Undang Dasar 1945 beserta

amandemennya di samping sebagai konstitusi politik juga disebut sebagai

konstitusi ekonomi, yaitu konstitusi yang mengandung ide negara kesejahteraan

yang tumbuh berkembang karena pengaruh sosialisme sejak abad ke-19.

Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen menetapkan 9 (Sembilan) hak konsumen, sebagai penjabaran dari

pasal-pasal yang bercirikan negara kesejahteraan, yaitu Pasal 27 ayat (2) dan Pasal

33 Undang Undang Republik Indonesia.

21

Dengan demikian, perlindungan hukum terhadap konsumen yang

diberikan negara haruslah segera dapat diimplementasikan dalam kerangka

kehidupan ekonomi. Hal ini penting, mengingat bahwa perlindungan konsumen

haruslah menjadi salah satu perhatian yang utama karena berkaitan erat dengan

kesehatan dan keselamatan masyarakat sebagai konsumen.

20 Didik J.Rachbini dalam Zamrotin, Ibid, hal, ix. 21 Inosentius Samsul ,Op.cit, Hal, 7.

Universitas Sumatera Utara

F. Metode Penelitian

Untuk melengkapi penulisan skripsi ini dengan tujuan agar dapat lebih

terarah dan dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah, maka metode penulisan

yang digunakan antara lain ;

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam menjawab permasalahan dalam

pembahasan skripsi ini adalah penelitian yuridis normatif yaitu mengacu kepada

norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan

putusan-putusan pengadilan serta norma-norma hukum yang ada dalam

masyarakat.22 Metode ini juga digunakan agar dapat melakukan penelurusan

terhadap norma-norma hukum yang terdapat di dalam peraturan perundang-

undangan perlindungan konsumen yang berlaku, serta memperoleh data maupun

keterangan yang terdapat dalam berbagai literatur di perpustakaan, jurnal hasil

penelitian, koran, majalah, situs internet dan sebagainya 23

Penelitian hukum normatif, sering kali hukum dikonsepsikan sebagai apa

yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan atau hukum dikonsepkan

sebagai kaidah berpatokan pada perilaku manusia yang dianggap pantas.

.

24

22 Zainudin Ali, Metode Penelitian Hukum , (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), hal.105 23 Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum di Indonesia Pada Akhir Abad ke-20, (Bandung

: Alumni, 1994), hal,139. 24 Amiruddin dan Zainal Asikin,Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada, 2003), hal. 118.

Universitas Sumatera Utara

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang dilakukan adalah pendekatan deskriptif analitis

yaitu penelitian yang didasarkan atas satu atau dua variabel yang saling

berhubungan yang didasarkan pada teori atau konsep yang bersifat umum yang

diaplikasikan untuk menjelaskan tentang seperangkat data, atau menunjukkan

komparasi ataupun hubungan seperangkat data dengan seperangkat data lainnya.25

3. Sumber Data

Dan penelitian ini juga menguraikan ataupun mendeskripsikan data yang

diperoleh secara normatif lalu diuraikan untuk melakukan suatu telaah terhadap

data tersebut secara sistematik.

Data yang digunakan dalam skripsi ini adalah data sekunder yaitu data

yang diperoleh melalui studi kepustakaan, meliputi peraturan perundang-

undangan, buku-buku, situs internet, media massa, dan kamus serta data yang

terdiri atas :26

a. Bahan Hukum Primer, yaitu : norma-norma atau kaedah-kaedah dasar

seperti Pembukaan UUD 1945, Peraturan Dasar seperti Peraturan

Perundang-Undangan yang meliputi Undang-Undang, Peraturan

Pemerintah, dan Peraturan Menteri.

b. Bahan Hukum sekunder, yaitu : Buku-buku yang memberikan

penjelasan terhadap bahan hukum primer seperti buku-buku yang

menguraikan materi yang tertulis yang dikarang oleh para sarjana,

bahan-bahan mengajar dan lain-lain.

25 Bambang Suggono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Rajawali Pers, 2010), hal, 38. 26 Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1983)

hal, 24.

Universitas Sumatera Utara

c. Bahan Hukum Tersier, yaitu : Kamus, Ensklopedia, bahan dari Internet

dan lain-lain yang merupakan bahan hukum yang memberikan yang

memberikan penjelasan tentang bahan hukum primer dan bahan

hukum sekunder.

5 . Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan

(Library Research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan

pustaka atau disebut dengan data sekunder. Adapun data sekunder yang digunakan

dalam penulisan skripsi ini antara lain berasal dari buku-buku milik pribadi

maupun pinjaman dari perpustakaan, artikel-artikel baik yang diambil dari media

cetak maupun elektronik, dokumen-dokumen pemerintah, termasuk Peraturan

Perundang-Undangan, dan untuk memperoleh data pendukung akan dilakukan

wawancara secara mendalam ( in depth interviewing)27

Analisis data dalam penulisan ini digunakan data kualitatif, metode

kualitatif ini digunakan agar penulis dapat mengerti dan memahami gejala yang

ditelitinya

.

6. Analisis Data

28

27 Burhan Ashofa, Metode Penelitian Hukum, ( Jakarta ; Rieneka Cipta, 1996),hal 59 28 Soerjono Soekanto,Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : Universitas Indonesia(UI-

Press, 2007), hal, 21.

. Maka skripsi ini digunakan metode analisis kualitatif agar lebih

fokus kepada analisis hukumnya dan menelaah bahan-bahan hukum baik yang

berasal dari peraturan perundang-undangan, buku-buku, bahan dari internet,

Universitas Sumatera Utara

kamus dan lain-lain yang berhubungan dengan judul skripsi yang dapat digunakan

untuk menjawab soal yang dihadapi.

G. Sistematika Penulisan

Dalam menghasilkan karya ilmiah maka pembahasannya harus diuraikan

secara sistematis. Untuk mempermudah penulisan skripsi ini maka diperlukan

adanya sistematika penulisan yang teratur yang terbagi dalam bab-bab yang saling

berangkaian satu sama lain29

29 Fried N.Keslinser, Asas-Asas Penelitian Behavioral (Yogyakarta:Gajah Mada University, Cetakan kedua, 1996), Hal, 770.

. Adapun sistematika penulisan ini adalah :

Bab I berisikan pendahuluan yang merupakan pengantar yang didalamnya

terurai mengenai Latar Belakang penulisan skripsi, Perumusan Masalah,

kemudian dilanjutkan dengan Tujuan Penelitian, Manfaat Penulisan, Keaslian

Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penulisan, yang kemudian diakhiri oleh

Sistematika Penulisan.

Bab II Merupakan bab yang membahas tentang Pengaturan mengenai

makanan kadaluwarsa dan permasalahan yang dihadapi konsumen dalam

mengkonsumsi makanan kadaluwarsa dimana didalamnya diuraikan yaitu

Pengertian Tentang Konsumen dan Pelaku Usaha, Pengetian Pangan, Jenis-Jenis

Makanan Sehat dan Makanan yang Tidak Sehat, Pengertian Kadaluarsa, Kriteria

Produk Kadaluwarsa, Hak dan Kewajiban Konsumen dan Pelaku

Usaha,Pengaturan dan Persyaratan mengenai makanan dan Permasalahan yang

Dialami Oleh Konsumen Dalam Makanan Kadaluwarsa.

Universitas Sumatera Utara

Bab III Merupakan bab yang membahas tentang Perlindungan Hukum

Bagi Konsumen Atas Makanan Kadaluwarsa serta Pembinaan dan Pengawasan

Pemerintah dan Instansi terkait terhadap makanan kadaluwarsa dimana

didalamnya diuraikan tentang Pengertian tentang Perlindungan Konsumen, Upaya

Perlindungan Konsumen Atas Beredarnya Makanan Kadaluwarsa dimana

didalamnya diuraikan tentang Pengertian tentang Perlindungan Konsumen, Upaya

Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Atas Beredarnya Makanan Kadaluwarsa

yaitu Meningkatkan Kesadaran Hukum Konsumen Akan Hak dan Kewajibannya

Dalam Mengkonsumsi Makanan Yang Kadaluwarsa, Mendorong Pelaku Usaha

Makanan Agar Menjaga Kualitas Makanan Yang Diperdagangkan, Pengenaan

Sanksi Bagi Pelaku Usaha Yang Melakukan Pelanggaran, Pembinaan dan

Pengawasan Pemerintah dan Instansi yang terkait Terhadap Makanan

Kadaluwarsa.

Bab IV Merupakan bab yang membahas mengenai Pertanggungjawaban

Pelaku Usaha Atas Beredarnya Makanan Kadaluwarsa Sera Mekanisme

Penyeleseaian Sengketa Yang Dapat Ditempuh Untuk Menyelesaikan Berbagai

Pelanggaran dimana didalamnya diuraikan mengenai Tanggung Jawab Pelaku

Usaha Atas Beredarnya Makanan Kadaluwarsa, Pengertian Sengketa Konsumen,

Penyelesaian Sengketa Konsumen Di Luar Pengadilan yaitu Penyelesaian Secara

Damai, Penyelesaian Sengketa Melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen,

dan Penyelesaian Sengketa melalui Pengadilan yaitu Penyelesaian Sengketa

Melalui Mekanisme Hukum Keperdataan, Penyelesaian Melalui Hukum Pidana,

dan Penyelesaian Secara Hukum Administrasi Negara.

Universitas Sumatera Utara

Bab V ini berisikan rangkuman kesimpulan dari bab-bab yang telah

dibahas sebelumnya dan saran-saran yang mungkin berguna bagi penerapan

Perlindungan Konsumen Atas Beredarnya Makanan Kadaluwarsa di Indonesia

dan orang-orang yang akan membacanya.

Universitas Sumatera Utara