kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

152
TESIS KEPASTIAN HUKUM KEDUDUKAN TENAGA HONORER DALAM SISTEM KEPEGAWAIAN AYU PRILIA DIANTARI NIM : 1090561018 PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA 2013

Upload: dangquynh

Post on 30-Dec-2016

233 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

TESIS

KEPASTIAN HUKUM KEDUDUKAN TENAGA HONORER

DALAM SISTEM KEPEGAWAIAN

AYU PRILIA DIANTARI

NIM : 1090561018

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

2013

Page 2: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

i

KEPASTIAN HUKUM KEDUDUKAN TENAGA HONORER

DALAM SISTEM KEPEGAWAIAN

Tesis Untuk Memperoleh Gelar Magister Hukum (MH)

Pada Program Studi Magister Ilmu Hukum

Universitas Udayana

AYU PRILIA DIANTARI

NIM : 1090561018

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI MAGISTER (S2) ILMU HUKUM

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2013

Page 3: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

ii

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Yang bertandatangan di bawah ini :

Nama : Ayu Prilia Diantari

Program Studi : Ilmu Hukum

Judul tesis : Kepastian Hukum Kedudukan Tenaga Honorer Dalam Sistem Kepegawaian

Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah tesis ini bebas dari Plagiat. Apabila dikemudian hari

terbukti Plagiat dalam karya ilmiah ini maka saya bersedia menerima sanksi sebagaimana diatur

dalam Peraturan Mendiknas RI Nomor 17 Tahun 2010 dan Peraturan Perundang-Undang yang

berlaku.

Denpasar, 8 Juli 2013

Yang menyatakan

Ayu Prilia Diantari

Page 4: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

iii

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur saya panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha

Esa karena atas berkat dan rahmatNya tesis yang berjudul “ Kepastian Hukum Kedudukan

Tenaga Honorer Dalam Sistem Kepegawaian” dapat diselesaikan dengan baik.

Tesis ini dapat terselesaikan dengan baik, tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari

semua pihak baik secara langsung maupun tidak langsung kepada penulis selama mengikuti

pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Udayana.

Atas terselesaikannya tesis ini maka ijinkanlah penulis dengan segala kerendahan hati

menghaturkan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesarnya kepada :

1. Bapak Prof.Dr.dr. Ketut Suastika, SpPD (KEMD) sebagai Rektor Universitas

Udayana

2. Ibu Prof.Dr,dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K) sebagai Direktur Program Pasca Sarjana

Universitas Udayana.

3. Bapak Prof.Dr.Drs. Johanes Usfunan, SH.MH, sebagai pembimbing I yang telah

berkenan meluangkan waktu untuk membimbing penulis hingga tesis ini dapat

terselesaikan dengan baik.

4. Bapak Dr. Putu Gede Arya Sumertayasa,SH.MH sebagai pembimbing II yang telah

berkenan membimbing penulis untuk menyelesaikan tesis ini dengan baik.

5. Ibu Dr. Ni Ketut Supasti Dharmawan,SH.M.Hum.LLM sebagai Ketua Program Study

Magister Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana Universitas Udayana.

6. Bapak Dr. Putu Tuni Caka Bawa Landra, SH,MH sebagai sekretaris Program Study

Magister Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana Universitas Udayana.

Page 5: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

iv

7. Seluruh staf dan dosen pada Program Study Magister Ilmu Hukum Program Pasca

Sarjana Universitas Udayana yang telah membantu dalam memberikan ilmu

pengetahuan dan membantu proses administrasi selama perkuliahan di Universitas

Udayana.

8. Bapak Gde Widarmika, SE.MM, selaku Kepala Bidang Data dan Perencanaan

Pegawai dan staf, dan seluruh staf BKD,DIKLAT Kabupaten Badung yang telah

mendukung dan memberikan toleransi yang sangat besar kepada penulis selama

menyusun tesis ini, sehingga tesis ini dapat terselesaikan dengan baik.

9. Terima kasih kepada keluarga tercinta,orang tua Bapak I Made Sidia Wedasmara,

SH.MH, Ibu I Gusti Ayu Rai Wardhani, SH, Kakak Putu Ayu Ratna Wulandari,

SE,AK, adik Komang Trisdia Mahindra Yogi, Mbok Nengah, Mertua dan suami

tercinta dr. I Made Pasek Soma Gauthama yang telah mendukung secara moril dan

senantiasa ada disaat tersulit dalam menyelesaikan tesis ini.

10.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang ikut memberikan

dorongan, semangat untuk terus maju menyelesaikan tesis ini dan memberikan

sumbangan ide dalam penulisan tesis ini.

Semoga segala bantuan yang diberikan kepada penulis mendapatkan pahala oleh Tuhan

Yang Maha Esa. Akhir kata penulis menyadari bahwa tesis ini masih belum sempurna namun

besar harapan penulis semoga tulisan ini dapat berguna dan bermanfaat untuk kita semua.

Denpasar, 8 Oktober 2013

Penulis

Page 6: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

v

Abstrak

Penulisan tesis ini mengkaji tentang Kedudukan Tenaga Honorer Dalam Sistem

Kepegawaian. Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini ada dua yaitu pertama : apakah

semua tenaga honorer sudah pasti dapat diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil berdasarkan PP

No. 48 Tahun 2005 Tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Calon Pegawai

Negeri Sipil (yang selanjutnya disebut PP No. 48 tahun 2005) dan kedua : bagaimana tanggung

jawab pemerintah daerah terhadap tenaga honorer yang tidak dapat diangkat menjadi Calon

Pegawai Negeri Sipil.

Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan

perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Bahan hukum yang digunakan dalam

penelitian ini berasal dari penelitian kepustakaan berupa bahan hukum primer, sekunder serta

bahan hukum tersier .

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa tenaga honorer berdasarkan PP No. 48 Tahun

2005 tidak semua dapat diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil, ada syarat-syarat yang

harus dipenuhi oleh tenaga honorer sebelum namanya diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri

Sipil, selain seleksi administrasi tenaga honorer juga harus melewati tes

disiplin,integritas,kesehatan.

Tanggung jawab yang diberikan pemerintah terhadap tenaga honorer yang tidak dapat

diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil adalah dengan menggunakan pendekatan preventif yaitu :

pemerintah memberikan jaminan kerja selama usia produktif dilingkungan instansi pemerintah

bagi mereka yang memiliki dedikasi tinggi dan memberikan santunan pensiun. Pemberian tanda

terima kasih tersebut dibebankan pada Anggaran Belanja Daerah dan disesuaikan dengan

kemampuan dari daerah masing-masing.

Kata Kunci : Tenaga Honorer, Pemerintah Daerah, Tanggung Jawab.

Page 7: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

vi

abstract

This thesis examines the status of Honorary Power In Personnel System. The problems examined

in this study there are two: first: whether Honorary employee can be appointed as civil servants

and the second: how local government responsibilities for Honorary employee who are not

eligible for appointment as candidate for Civil Servants.

This research is a normative law using statutory approach and the conceptual approach.

Legal materials used in the study came from the research literature in the form of primary legal

materials, secondary and tertiary legal materials.

These results indicate that Honorary employee under PP. 48 of 2005 does not

automatically appointed as candidate for Civil Servants, there are requirements that must be met

by Honorary employee appointed before his name became candidates for Civil Servants, in

addition to the selection and administration of honorary workers also have to pass a test of

discipline, integrity, health.

Given the responsibility of government to Honorary employee who are not eligible for

appointment as Civil Servants is to use a preventive approach, namely: the government provides

job security for government agencies within the productive age for those who have a high

dedication and providing retirement benefits. Giving gratuities are charged to Expenditure

Budget and tailored to the capabilities of each area.

Keywords: Honorary employee, Local Government, Responsibility

Page 8: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

vii

RINGKASAN

Tesis ini meneliti tentang Kepastian Hukum Kedudukan Tenaga Honorer Dalam Sistem

Kepegawaian. Terdapat dua permasalahan yang diangkat dalam penyusunan tesis ini yakni :

1. Apakah semua tenaga honorer sudah pasti dapat diangkat menjadi Calon Pegawai

Negeri Sipil berdasarkan PP No. 48 Tahun 2005

2. Bagaimana tanggung jawab pemerintah daerah terhadap tenaga honorer yang tidak

dapat diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil.

Disamping membahas dua permasalahan tersebut juga membahas mengenai tujuan dan

manfaat dari penelitian ini guna kepentingan ilmu pengetahuan hukum khususnya dalam bidang

kepegawaian serta landasan teori yang menjadi dasar pemecahan permasalahan dengan

menggunakan konsep Negara hukum, teori kewenangan, asas desentralisasi, asas-asas umum

pemerintahan yang baik, teori penjenjangan norma.

Pada Bab II merupakan penjabaran dari landasan teori Bab I dengan membahas Tenaga

honorer, Pegawai Negeri Sipil, dan Pejabat Pembina Kepegawaian.

Tenaga honorer adalah Seseorang yang diangkat oleh Pejabat Pembina

Kepegawaian yaitu pejabat yang mempunyai kewenangan mengangkat, memindahkan dan

memberhentikan Pegawai Negeri Sipil berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan yang

berlaku atau pejabat lain dalam pemerintahan untuk melaksanakan tugas tertentu pada

instansi pemerintah atau yang penghasilannya menjadi Beban Anggaran Pendapatan

dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Pegawai Negeri

Sipil adalah Pegawai Negeri adalah setiap warga Negara Republik Indonesia yang telah

memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas

dalam suatu jabatan negeri atau diserahi tugas Negara lainnya dan digaji berdasarkan Peraturan

Perundang-Undangan yang berlaku, Pejabat Pembina Kepegawaian Pejabat yang berwenang

adalah pejabat yang mempunyai kewenangan mengangkat, memindahkan dan memberhentikan

Pegawai Negeri Sipil berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.

Pada Bab III membahas atas permasalahan pertama yang terdiri dari dua pembahasan

yaitu : Pengaturan Tenaga Honorer yang dapat dilihat pada UU No.43 Tahun 1999 tentang

Pokok-Pokok Kepegawaian, PP No. 48 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer

Menjadi CPNS, Peraturan Kepala BKN No. 21 Tahun 2005 tentang Pedoman 2005, Peraturan

Page 9: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

viii

Kepala BKN No. 15 tahun 2008 tentang Pedoman Audit Tenaga Honorer serta Surat Edaran

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No. 5 Tahun 2010 tentang

Pendataan Tenaga Honorer Yang Bekerja di Lingkungan Instansi Pemerintah. Pembahasan

kedua tentang mekanisme pengangkatan tenaga honorer menjadi CPNS dimana tenaga honorer

dapat diangkat menjadi CPNS tetapi harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan dalam

PP No. 48 Tahun 2005, salah satu syaratnya adalah tenaga honorer maksimal berusia 46 tahun

dan minimal 19 tahun dengan memiliki masa kerja yang telah diatur dalam Peraturan

Pemerintah, selain itu pemeriksaan berkas dilakukan dengan sangat teliti melalui proses

batching, editing, coding, dimasukan nama-nama ke dalam data base, dilakukan verifikasi dan

validasi yang dilakukan oleh BKN, Menpan, BKD dan Inspektorat daerah, sub bab ketiga

membahas mengenai kedudukan tenaga honorer yang diangkat setelah tahun 2005, dimana

dengan berlakunya PP No. 48 tahun 2005, Pasal 8 yang melarang pengangkatan tenaga honorer

setelah tahun 2005 maka kedudukan tenaga honorer yang diangkat setelah tahun 2005 tetap

berkedudukan sebagai tenaga honorer dan tidak bisa diangkat menjadi CPNS.

Pada Bab IV membahas dua permasalahan yaitu : Tanggung jawab pemerintah daerah

terhadap tenaga honorer yang tidak dapat diangkat menjadi CPNS secara preventif dengan cara

pemerintah memberikan jaminan kerja selama usia produktif di lingkungan instansi pemerintah

bagi mereka yang memiliki dedikasi tinggi dalam pekerjaannya dan memberikan santunan

pensiun dalam kedudukan sebagai tenaga honorer dalam bentuk uang ataupun cindera mata

sebagai tanda terima kasih daerah. Pemberian tanda terima kasih tersebut dibebankan pada

Anggaran Belanja Daerah dan disesuaikan dengan kemampuan dari daerah masing-masing.

Pembahasan kedua mengenai pengaturan sengketa tenaga honorer, dimana apabila terjadi

tuntutan karena ketidakpuasan terhadap tindakan pemerintah dengan melakukan pengangkatan

tenaga honorer tersebut maka berdasarkan Pasal 1365 KUHP tenaga honorer dapat menutut ganti

rugi terhadap tindakan pemeritah yang dianggap merugikan tersebut dan berdasarkan Pasal 1

angka 3 dan Pasal 3 UU No. 5 Tahun 1986 tentang PTUN Surat Keputusan yang dikeluarkan

pemerintah dapat digugat di PTUN dan dimohon pembatalan terhadap Surat Keputusan

pengangkatan tenaga honorer tersebut karena sifatnya illegal.

Pada Bab V Kesimpulan pertama : bahwa tidak semua tenaga honorer dapat diangkat

menjadi CPNS, tenaga honorer yang dapat diangkat apabila telah memenuhi syarat-syarat pada

PP No. 48 Tahun 2005 yaitu : Usia paling tinggi 46 (empat puluh enam) tahun dan paling rendah

Page 10: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

ix

19 (sembilan belas) tahun, Masa kerja sebagai tenaga honorer paling sedikit 1 (satu) tahun

sebelum tahun 2005 dan dilakukan secara terus menerus, SK Pengangkatan dikeluarkan oleh

Pejabat yang berwenang, Lulus seleksi administrasi dari Tim audit yang terdiri dari Menpan,

BKN, inspektorat dan Badan kepegawaian daerah pada pengecekan dokumen berupa :

DASK (Daftar Anggaran Satuan Kerja)

SPM (Surat Perintah Membayar)

SPJ ( Surat Pertanggungjawaban) Cek fisik keberadaan tenaga honorer

Daftar absensi

Kesimpulan kedua : Tanggung jawab pemerintah terhadap tenaga honorer yang tidak dapat

diangkat menjadi CPNS dengan memberikan tanggung jawab secara preventif yaitu pemerintah

memberikan jaminan kerja selama usia produktif dilingkungan instansi pemerintah bagi mereka

yang memiliki dedikasi tinggi dalam pekerjaannya dan memberikan santunan pensiun dalam

kedudukan sebagai tenaga honorer dalam bentuk bonus berupa uang ataupun cinderamata

sebagai tanda terima kasih daerah karena telah mengabdikan hidupnya untuk bekerja dan

bersama-sama membangun daerah. Pemberian tanda terima kasih tersebut dibebankan pada

Anggaran Belanja Daerah dan disesuaikan dengan kemampuan dari daerah masing-masing.

Berdasarkan kesimpulan tersebut disarankan pertama : Pemerintah daerah diharapkan tidak

melakukan pengangkatan tenaga honorer sesuai dengan Pasal 8 PP No. 48 tahun 2005, agar tidak

menimbulkan permasalahan dikemudian hari, perekrutan pegawai untuk memenuhi formasi yang

kosong dilingkungan pemerintah daerah dilakukan dengan penerimaan pegawai melalui jalur

umum saja, Kedua : Pemerintah daerah hendaknya memenuhi tanggung jawabnya secara

preventif terhadap tenaga honorer yang tidak dapat diangkat menjadi CPNS untuk menjamin

kesejahteraan pegawai tetap terjamin dan pemerintah berpedoman pada Asas-Asas Umum

Pemerintahan Yang Baik dalam menjalankan pemerintahan agar tidak menimbulkan masalah

dikemudian hari.

Page 11: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

x

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul …………………………………………………………………

Halaman Persyaratan Gelar Megister …………………………………………… i

Surat Persyaratan Bebas Plagiat ……………………………………………….. ii

Halaman Ucapan Terima Kasih …….………………………………………….. iii

Halaman Abstrak ……….……………………………………………………… v

Halaman Abstract ………………………………………………………………. vi

Ringkasan ………………………………………………………………………. vii

Halaman Daftar Isi ……………………………………………………………… x

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang ................................................................................. 1

2. Rumusan Masalah ............................................................................. 7

3. Tujuan Penelitian .............................................................................. 7

3.1. Tujuan Umum ............................................................................ 7

3.2. Tujuan Khusus ........................................................................... 7

4. Manfaat Penelitian .......................................................................... 8

Page 12: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

xi

4.1. Manfaat Teoritis ........................................................................ 8

4.2. Manfaat Praktis ......................................................................... 8

5. Originalitas Penelitian ...................................................................... 8

6. Landasan Teoritis ............................................................................. 15

6.1. Konsep Negara Hukum ............................................................. 15

6.2. Teori Kewenangan .................................................................... 22

6.3. Asas Desentralisasi .................................................................... 29

6.4 Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik ….…….…………. 32

6.5 Teori Penjenjangan Norma ….………………………………… 35

7. Metode Penelitian ............................................................................ 37

7.1. Jenis Penelitian .......................................................................... 37

7.2. Jenis Pendekatan ........................................................................ 39

7.3. Sumber Bahan Hukum .............................................................. 41

7.4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum ........................................ 44

7.5. Teknik Analisis Bahan Hukum ................................................. 45

BAB II PENGATURAN KEPEGAWAIAN REPUBLIK INDONESIA

1. Tenaga Honorer …………………………...............…………… 47

Page 13: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

xii

2. Pegawai Negeri Sipil ………….…………………..................…. 55

3. Pejabat Pembina Kepegawaian …………..................………….. 74

BAB III PENGANGKATAN TENAGA HONORER SEBAGAI ………….

CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL ….………………………….

1. Peraturan Tenaga Honorer ………….……………..…………… 82

2. Mekanisme Pengangkatan Tenaga Honorer menjadi Calon

Pegawai Negeri Sipil ………….……........................................... 89

3. Kedudukan Tenaga Honorer ……….……………………..……. 99

BAB IV TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH DAERAH ….…………..

TERHADAP TENAGA HONORER ….…………………………..

1. Penyelesaian Masalah Tenaga Honorer Oleh Pemerintah Daerah

Secara Preventif ………………………………………………… 108

2.Pengaturan Tentang Penyelesaian Sengketa Tenaga Honorer …. 132

BAB V PENUTUP

1. Kesimpulan ................................................................................. 131

2. Saran .............................................................................................. 132

DAFTAR BACAAN

Page 14: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

1

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Bupati diberi wewenang baik

secara terikat maupun wewenang bebas untuk mengambil keputusan-keputusan untuk

melakukan pelayanan umum, wewenang terikat artinya segala tindakan yang

dilakukan oleh pemerintah sesuai dengan aturan dasar, sedangkan wewenang bebas

artinya pemerintah secara bebas menentukan sendiri mengenai isi dari keputusan

yang akan dikeluarkan karena aturan dasarnya memberi kebebasan kepada penerima

wewenang1.

Wewenang pemerintah tersebut adalah penyelenggaraan pembangunan di

segala aspek termasuk didalamnya adalah pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dan

pengangkatan tenaga honorer di daerah. Hal ini sesuai dengan amanat dari Undang-

Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang telah diubah menjadi Undang-Undang

Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor

32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (selanjutnya disebut UU No. 32

Tahun 2004).

Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 memberikan hak otonomi

kepada daerah untuk mengatur urusan pemerintahan di daerah. hal ini

1 Sadjijono, 2011, Bab-Bab Hukum Administrasi, Laksbang Presindo, Yogyakarta, hlm 59-60

Page 15: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

2

dapat dilihat pada Pasal 21 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah

yang menyatakan bahwa :

Dalam menyelenggarakan otonomi, daerah mempunyai hak :

1. Mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya.2. Memilih pimpinan daerah3. Mengelola aparatur daerah4. Mengelola kekayaan daerah5. Memungut pajak dan retrebusi daerah6. Mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya

alam dan sumber daya lainnya yang berada di daerah.7. Mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah8. Mendapatkan hak lainnya yang diatur dalam peraturan

perundang-undangan.

Selain UU No. 32 Tahun 2004 yang mengatur urusan pemerintahan, Peraturan

Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara

Pemerintah, Pemerintahan Daerah Propinsi dan Pemerintahan Daerah

Kabupaten/Kota (yang selanjutnya disebut PP No. 38 Tahun 2007), juga mengatur

tentang pembagian urusan pemerintahan. Pada Bab III tentang Pembagian Urusan

Pemerintahan, Pasal 5 ayat (1) menyatakan :

Pemerintah mengatur dan mengurus urusan pemerintahan yang menjadikewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2).

Kewenangan pemerintah berdasarkan Pasal 2 ayat (2) adalah : Politik luar negeri,

pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiscal nasional serta agama, sedangkan

yang menjadi urusan pemerintahan adalah : Pasal 2 ayat (4) menyatakan :

Urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas 31 (tigapuluh satu) bidang urusan pemerintahan meliputi :a. pendidikanb. kesehatanc. pekerjaan umum

Page 16: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

3

d. perumahane. penataan ruangf. perencanaan pembangunang. perhubungan,h. lingkungan hidupi. pertahananj. kependudukan dan catatan sipilk. pemberdayaan perempuan dan perlindungan anakl. keluarga berencana dan keluarga sejahteram. sosialn. ketenagakerjaan dan ketransmigrasiano. koperasi dan usaha kecil dan menengahp. penanaman modalq. kebudayaan dan pariwisatar. kepemudaan dan olah ragas. kesatuan bangsa dan politik dalam negerit. otonomi daerah, pemerintahan umum, administrasi keuangan daerah, perangkat

daerah, kepegawaian, dan persandianu. pemberdayaan masyarakat dan desav. statistikw. kearsipanx. perpustakaany. komunikasi dan informatikaz. pertanian dan ketahanan panganaa. kehutananbb. energy dan sumber daya mineralcc. kelautan dan perikanan,dd. perdaganganee. perindustrian.

Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil di daerah sesuai dengan Peraturan

Perundang-undangan yang berlaku yaitu Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999

tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1974

tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (selanjutnya disebut UU No. 43 Tahun 1999).

Berdasarkan Pasal 2 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) UU No. 43 Tahun 1999

menyatakan:

Page 17: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

4

ayat (1) : Pegawai Negeri terdiri dari :a. Pegawai Negeri Sipilb. Anggota Tentara Nasional Indonesiac. Anggota kepolisian Negara Republik Indonesia

ayat (2) : Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf aterdiri dari :a. Pegawai Negeri Sipil Pusat, danb. Pegawai Negeri Sipil Daerah.

ayat (3) : Di samping Pegawai Negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),pejabat yang berwenang dapat mengangkat pegawai tidak tetap.

Manajemen Kepegawaian yang mengatur mengenai Pegawai Negeri Sipil

diatur pada UU No. 43 Tahun 1999) sedangkan pegawai yang tidak berkedudukan

sebagai Pegawai Negeri diatur lebih lanjut pada Peraturan Pemerintah.

Perekrutan terhadap tenaga honorer secara hukum memang diatur tetapi masih

bersifat terbatas, kewenangan yang diberikan kepada pemerintah daerah dalam hal ini

Bupati atau pejabat lain yang ditunjuk untuk itu berdasarkan pada Peraturan

Pemerintah Nomor 48 tahun 2005 (yang selanjutnya disebut PP No. 48 tahun

2005) yang sekarang sudah dirubah dengan Peraturan Pemerintah No. 43

tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 48 tahun

2005 Tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Calon Pegawai

Negeri Sipil.

Salah satu masalah tenaga honorer ini adalah ketika diterbitkannya

PP No. 48 Tahun 2005 pada Pasal 8 yang menyatakan :

“Sejak ditetapkan Peraturan Pemerintah ini semua Pejabat PembinaKepegawaian dan pejabat lain di Lingkungan instansi, dilarangmengangkat tenaga honorer atau yang sejenis kecuali ditetapkandengan Peraturan Pemerintah”.

Page 18: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

5

Permasalahan yang penulis temukan adalah pengangkatan tenaga

honorer di daerah dilakukan secara bertahap sesuai dengan masa kerja dari

tenaga honorer, pengangkatan tenaga honorer ini telah dibatasi sampai

dengan tahun 2005 karena setelah tahun 2005 sudah tidak ada lagi

pengangkatan tenaga honorer ataupun sejenisnya, namun pada

kenyataannya masih banyak terjadi pengangkatan tenaga honorer maupun

kontrak di lingkungan pemerintahan yang diangkat oleh kepala instansi

dalam bentuk Surat Keputusan (SK) Kepala instansi terkait, ini

menimbulkan pertentangan norma antara Peraturan Pemerintah dengan

Surat Keputusan yang dikeluarkan oleh kepala instansi terkait, salah

satunya SK Kepala Dinas Pendidikan No. 1751 Tahun 2012 tentang Guru

Kontrak Di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Badung Tahun 2012 serta

Keputusan Bupati Badung No. 1316/01/HK/2005 tentang Pengangkatan

Tenaga Honorer Di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Badung. Hal ini

menyebabkan kepastian hukum kedudukan tenaga honorer sangat lemah.

Status hukum tenaga honorer perlu diperjelas dan dijamin kepastian

hukumnya karena disatu pihak pengangkatan tenaga honorer maupun

kontrak tetap dilakukan sedangkan dipihak lain muncul peraturan yang

melarang pengangkatan tenaga honorer setelah tahun 2005, hal ini

menimbulkan permasalahan karena tidak adanya jaminan kepastian hukum

bagi mereka yang diangkat menjadi tenaga honorer setelah tahun 2005

sedangkan tenaga mereka sangat dibutuhkan didalam kelancaran

Page 19: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

6

administrasi pemerintahan, Pegawai yang berstatus bukan sebagai pegawai

negeri inilah yang harus mendapat perhatian karena kedudukannya sebagai

pegawai sangat tidak memiliki jaminan kepastian hukum. Hal ini sangat

bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 pada Pasal 27 Ayat 2 yang menyatakan bahwa setiap warga

negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak.

Pemerintah dalam hal ini harus memperhatikan kesejahteraan tenaga

honorer karena sampai kapan mereka akan berstatus sebagai tenaga

honorer dan sampai kapan penggajian tenaga honorer yang dibebankan

kepada APBD akan diberikan, semua itu tidak ada kejelasan. Walaupun

pemerintah memiliki kewenangan diskresi atau Freies Ermessen yaitu

kebebasan yang dimiliki pemerintah untuk melakukan penyimpangan terhadap asas

legalitas, tetapi tindakan pemerintah juga harus dibatasi dan senantiasa bersandar

kepada asas-asas umum pemerintahan yang baik agar membawa manfaat bagi

masyarakat. Pejabat adminisatrasi pemerintahan dituntut harus dapat

mempertanggungjawabkan tindakan diskresi yang dibuat kepada masyarakat. Dari

pemaparan diatas maka penulis tertarik untuk meneliti masalah tersebut

dengan judul “KEPASTIAN HUKUM KEDUDUKAN TENAGA

HONORER DALAM SISTEM KEPEGAWAIAN”.

Page 20: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

7

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah tersebut, maka

rumusan masalah yang akan dikaji sebagai berikut :

1. Apakah semua tenaga honorer sudah pasti dapat diangkat

menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil berdasarkan PP No. 48

Tahun 2005 ?

2. Bagaimana tanggung jawab Pemerintah Daerah terhadap tenaga

honorer yang tidak dapat diangkat menjadi Calon Pegawai

Negeri Sipil ?

3. Tujuan Penelitian

Secara garis besar tujuan penulisan dapat digolongkan menjadi dua

(2) macam yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Sesungguhnya kedua

tujuan ini saling berkaitan, saling mengisi antara yang satu dengan yang

lainnya.

3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian adalah untuk mengetahui, mengkaji dan

menganalisa mengenai proses pengangkatan tenaga honorer

menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil di lingkungan pemerintah

daerah.

Page 21: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

8

3.2 Tujuan Khusus

a) Untuk mengetahui permasalahan yang terjadi antara PP No. 48

tahun 2005 dengan Surat Keputusan yang dikeluarkan oleh

Pejabat instansi di lingkungan pemerintah daerah.

b) Untuk mengetahui tanggung jawab yang dilakukan pemerintah

terhadap tenaga honorer yang tidak dapat diangkat menjadi

Calon Pegawai Negeri Sipil.

4. Manfaat Penelitian

4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi

pengembangan ilmu hukum. Khususnya hukum kepegawaian sehingga

nantinya dapat merumuskan pemikiran yang bersifat teoritis dalam hal

pembuatan peraturan tentang kepegawaian.

4.2 Manfaat Praktis

Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan

bagi aparatur pemerintah daerah dalam menjalankan pemerintahan untuk

mewujudkan keadilan di bidang kepegawaian.

5. Orisinalitas Penelitian

Masalah dalam hal kepegawaian sangat menarik untuk dijadikan

objek penelitian terlebih lagi pegawai yang berstatus sebagai tenaga

honorer karena di Indonesia masih banyak terdapat pegawai yang berstatus

tenaga honorer yang sampai saat sekarang ini belum jelas statusnya dan

Page 22: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

9

tuntutan mereka belum dipenuhi oleh pemerintah. Oleh sebab itu penulis

sangat tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Kepastian Hukum

Kedudukan Tenaga Honorer Dalam Sistem Kepegawaian, sejauh ini belum dilakukan

oleh orang lain dalam penelitian hukum, oleh karena itu judul penelitian ini belum

dikaji oleh peneliti-peneliti lainnya sehingga orisinalitas penelitian ini dapat penulis

pertanggungjawabkan.

Pertama : penulis menemukan penelitian untuk tesis di Universitas Gajah

Mada, Yogyakarta, Tahun 2009, atas nama Haryuni yang berjudul

“Implementasi Kebijakan Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi CPNS Di

Lingkungan Pemerintah Kabupaten Aceh Selatan”2.

Perbandingan :

Haryuni : Dalam penelitian yang dilakukan oleh Haryuni membahas

mengenai permasalahan yang terjadi dalam pengangkatan

tenaga honorer menjadi CPNS di Aceh Selatan, kendala yang

ditemukan dalam penelitian tersebut adalah persepsi

implementator yang berbeda terhadap tenaga honorer yang

bisa masuk database, tidak adanya koordinasi dengan setiap unit

organisasi dalam proses verifikasi dan penyusunan formasi, Hasil

2 Haryuni, Implementasi Kebijakan Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi CPNS Di

Lingkungan Pemerintah Kabupaten Aceh Selatan , diakses dari

http://etd.ugm.ac.id/index.php?mod=opac&sub=Opac&act=view&typ=html&perpus_id=&perpus=1&

searchstring=Tenaga%20honorer&self=1&op=review, pada tanggal 20 Agustus 2011.

Page 23: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

10

seleksi tidak dijadikan sebagai pertimbangan dalam pengangkatan

tenaga honorer, Penempatan tenaga honorer tidak sesuai dengan

kebutuhan riil masing-masing instansi.

Penulis : dalam penelitian ini penulis menitikberatkan pembahasan pada tenaga

honorer yang tidak dapat diangkat menjadi PNS yang disebabkan

pengangkatan honorer tersebut dilakukan melebihi batas tahun yang

ditentukan di dalam PP No. 48 Tahun 2005.

Kedua : penulis menemukan penelitian untuk tesis di Universitas Gajah Mada,

Yogyakarta, Tahun 2009, atas nama Rosanti, yang berjudul “Kebijakan Rekrutmen

Tenaga Honorer Pasca Penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2005 Di

Kabupaten Morowali”3.

Perbandingan :

Rosanti : Dalam penulisan tesis ini Rosanti meneliti tentang alasan Kabupaten

Morowali melakukan pengangkatan tenaga honorer pasca PP No. 48

Tahun 2005 alasannya adalah : adanya pertumbuhan organisasi

pemerintahan daerah dengan berdirinya Kabupaten Morowali pada tahun

1999 yang menimbulkan konflik pemindahan Ibukota, sehingga

berdampak pada kebutuhan jumlah pegawai, penerapan PP No. 41 tahun

3 Rosanti, Kebijakan Rekrutmen Tenaga Honorer Pasca Penerapan Peraturan Pemerintah Nomor

48 Tahun 2005 Di Kabupaten Morowali, diakses dari

morowali://etd.ugm.ac.id/index.php?mod=opac&sub=opac&act=view&typ=html&perpus_id-

&perpus=searcing=tenaga honorer,pada tanggal 20 Agustus 2011.

Page 24: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

11

2007 membuka peluang bagi pegawai untuk mengembangkan karir dan

kegiatan mutasi pegawai menyediakan ruang kosong bagi kebutuhan

Sumber Daya Manusia yang cukup besar untuk menunjang pelaksanaan

tugas pemerintahan. Hal ini kemudian menjadi alasan pemerintah daerah

melalui masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah melakukan

rekrutmen tenaga honorer. Namun demikian rekrutmen yang dilakukan

belum dilaksanakan secara baik sehingga menjadi kurang terkendali.

Dampak dari kebijakan ini terhadap pelaksanaan tugas pemerintahan

secara umum kualitas sumber daya manusia membaik, kualitas pelayanan

publik cenderung membaik, namun jumlah tenaga honorer yang terus

bertambah memberikan tekanan besar pada APBD Kabupaten Morowali

sehingga melebihi kemampuan anggaran keuangan daerah. dalam tesis

tersebut Penulis menyarankan agar pemerintah daerah dalam memenuhi

kebutuhan SDM, rekrutmen tenaga honorer dilakukan perencanaan yang

matang dengan mempertimbangkan keadaan organisasi pemerintah

daerah, kemampuan keuangan daerah, visi dan misi daerah, kondisi sosial

masyarakat dan kebijakan pemerintah pusat dan propinsi. Perencanaan

pegawai harus betul-betul mencerminkan kebutuhan riil organisasi pemda,

sehingga diharapkan tidak terdapat lagi tenaga honorer yang tidak

memiliki kompetensi tetapi menjadi beban pemda.

Penulis : Dalam penelitian Kepastian Hukum Kedudukan Tenaga Honorer Dalam

Sistem Kepegawaian disini lebih khusus membahas mengenai bagaimana

Page 25: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

12

kedudukan tenaga honorer yang telah diangkat setelah tahun 2005, dengan

berlakunya PP No. 48 Tahun 2005 ini kepastian hukum kedudukan tenaga

honorer tersebut tidak jelas dan tidak memiliki kepastian hukum, karena

pengangkatan mereka tidak sesuai dengan PP No. 48 Tahun 2005 yang

telah dikeluarkan, dan membahas sejauh mana tanggung jawab yang

diberikan oleh Pemerintah Daerah sebagai pelaku yang melakukan

tindakan hukum pengangkatan tenaga honorer tersebut.

Ketiga : penulis menemukan penelitian untuk tesis di Universitas Gajah Mada,

Yogyakarta, Tahun 2007, atas nama David Yudia Putra yang berjudul “ Implementasi

Kebijakan Pengangkatan Tenaga Honorer menjadi CPNS Di Lingkungan Pemerintah

Propinsi Sumatera Barat”4.

Perbandingan :

David : Dalam tesis ini membahas mengenai bagaimana implementasi kebijakan

pengangkatan tenaga honorer menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil serta

faktor-faktor apa yang mempengaruhi implementasi kebijakan

pengangkatan tenaga honorer menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil di

lingkungan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat. Hasil dari penelitian ini

4David Yudia Putra yang berjudul “Implementasi Kebijakan Pengangkatan Tenaga Honorer

menjadi CPNS Di Lingkungan Pemerintah Propinsi Sumatera Barat”, diakses dari

http://etd.ugm.ac.id/index.php?mod=opac&sub=Opac&act=view&typ=html&perpus_id=&perpus=1&

searchstring=Tenaga%20honorer&self=1&op=review, pada tanggal 20 Agustus 2011.

Page 26: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

13

adalah pengangkatan tenaga honorer menjadi CPNS tidak dilaksanakan

sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan, hal ini terjadi karena :1.

Persepsi implementor yang keliru menyebabkan terdapat beberapa tenaga

honorer yang tidak masuk data base. 2. Konsitensi dan koordinasi yang

lemah menyebabkan Formasi tahun 2006 yang telah ditetapkan, dari sisi

komposisinya tidak sesuai dengan prioritas pengangkatan Tenaga Honorer

menjadi CPNS. 3. Pengumuman dalam proses perekrutan tidak

menyebutkan bahwa formasi yang lowong harus dilamar oleh para tenaga

honorer, hal ini mengakibatkan beberapa tenaga honorer yang memenuhi

kualifikasi yang dipersyaratkan dalam formasi tersebut tidak bisa diangkat

menjadi CPNS, 4.Evaluasi yang tidak dilaksanakan secara benar dan tepat,

menyebabkan terdapat tenaga honorer yang tidak memenuhi syarat tetap

diusulkan menjadi CPNS.

Penulis : Dalam penelitian ini penulis lebih menekankan pembahasan terhadap tenaga

honorer yang tidak masuk ke dalam data base karena pengangkatannya tidak

sesuai dengan PP No. 48 Tahun 2005.

Keempat : penulis menemukan penelitian untuk tesis di Universitas Gajah Mada,

Yogyakarta, Tahun 2010, atas nama Padmawati dengan judul penelitian “Kajian

Yuridis Status Hukum Tenaga Guru Honorer Pemerintah Kota Surakarta Pada Dinas

Page 27: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

14

Pendidikan Pemuda Dan Olahraga Kota Surakarta Menurut Undang-Undang Nomor

43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian”5.

Perbandingan :

Padmawati : Dalam penelitian ini meneliti tentang keberadaan guru honorer di

Pemerintah Kota Surakarta tujuannya adalah untuk mengetahui

pengaturan tenaga guru honorer Pemerintah Kota Surakarta pada Dinas

Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kota Surakarta menurut Undang-

Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Kepegawaian di Pemerintah

Kota Surakarta pada Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kota

Surakarta menurut Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang

Kepegawaian. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada tesis

tersebut dapat disimpulkan bahwa di Kota Surakarta telah diselesaikan

pada tahun 2009 dimana guru honorer diangkat menjadi Calon Pegawai

Negeri Sipil dengan berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 43

Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian dan dirinci dalam

Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2005 sebagaimana telah diubah

dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2007 tentang

Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil.

5Padmawati, Loc.cit

Page 28: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

15

Penulis : Dalam penelitian ini penulis membahas keberadaan tenaga honorer dengan

permasalahan yang terjadi, baik itu tenaga honorer yang berasal dari

tenaga guru, administrasi, kesehatan. Dimana keberadaan mereka tidak

masuk dalam data base dan tidak dapat diangkat menjadi CPNS karena

pengangkatan mereka bertentangan dengan PP No. 48 Tahun 2008.

6. Landasan Teoritis

Sebagai landasan dalam upaya pembahasan penelitian ini maka

penulis menggunakan teori-teori, konsep-konsep, asas-asas dan pandangan

sarjana sebagai dasar untuk menjawab permasalahan yang dipaparkan

dalam penelitian ini. Adapun landasan teoritis yang digunakan dalam

penelitian ini adalah :

1. Konsep Negara hukum

2. Teori Kewenangan

3. Asas Desentralisasi

4. Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik

5. Teori Penjenjangan Norma

6.1 Konsep Negara Hukum

Negara adalah komunitas yang diciptakan oleh suatu tatanan hukum nasional

(sebagai lawan dari tatanan hukum internasional). Negara sebagai badan hukum

adalah suatu personifikasi dari tatanan hukum nasional yang membentuk komunitas,

oleh sebab itu dari sudut pandang hukum persoalan Negara tampak sebagai persoalan

Page 29: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

16

tatanan hukum nasional6. Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 pasal 1 ayat 3 disebutkan “ Negara Indonesia adalah Negara Hukum”, ini

artinya bahwa “mekanisme kehidupan perorangan, masyarakat dan Negara diatur

oleh hukum (baik itu hukum tertulis maupun tidak tertulis) sehingga baik anggota

masyarakat maupun pemerintah wajib mematuhi hukum tersebut”7.

Konsep negara hukum dianggap sebagai konsep universal, pada

implementasi memiliki karakter yang beragam hal ini disebabkan karena falsafah

bangsa, ideoligi negara dan lain-lain8. Dalam sistem hukum eropa kontinental (civil

law) negara hukum dikenal dengan istilah rechtsstaat, negara hukum menurut eropa

kontinental ini harus memenuhi empat syarat seperti yang dikatakan Freidrich Julius

Stahl dalam bukunya Ridwan HR adalah :

“ 1. Perlindungan Hak Asasi Manusia

2. Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak-hak itu

3. Pemerintahan berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan

4. Peradilan administrasi negara”9

6 Hans Kelsen, 2006, Teori Umum Tentang Hukum Dan Negara, Nusamedia dan Nuansa,

Bandung, hlm.261.

7 Baharuddin Lopa, 1987, Permasalahan dan Penegakan Hukum di Indonesia, Bulan Bintang,Jakarta, hlm 101.

8Ridwan HR, 2006, Hukum Administrasi Negara, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta,hlm 1

9 Ibid, hlm 3

Page 30: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

17

Unsur-unsur negara hukum (rechtsstaat) sebagaimana disampaikan oleh Sri

Soemantri meliputi :

1. Bahwa pemerintah dalam melaksanakan tugas dan kewajiban harusberdasarkan atas hukum.

2. Adanya jaminan terhadap Hak Asasi Manusia (warga negara)3. Adanya pembagian kekuasaan dalam negara4. Adanya pengawasan dan badan-badan peradilan (rechterlijke controle)10

Penjelasan unsur-unsur negara hukum yang dikemukakan oleh Sri Soemantri

diatas memperjelas bahwa Negara Republik Indonesia bersistem konstitusional tidak

absolut (kekuasaan yang tidak terbatas). Dengan konsep unsur dari negara hukum ini

pemerintah daerah yang telah mendapat hak otonomi tidak boleh sewenang-wenang

menjalankan kekuasaannya, pemerintah daerah harus tetap mengacu kepada

pemerintah pusat karena negara kita adalah negara kesatuan.

Unsur-unsur negara hukum pada konsep civil law yang dikemukakan oleh

para sarjana diatas memiliki kesamaan satu dengan yang lain, dengan adanya negara

hukum tugas pemerintah sangat luas yaitu mengutamakan kepentingan seluruh

masyarakat, setiap tindakan pemerintah harus dibatasi oleh Undang-Undang agar

tidak berbuat sewenang-wenang.

Sedangkan konsep negara hukum menurut anglo saxon (common law)

dikenal dengan istilah rule of law, menurut A.V Dicey dalam bukunya Ridwan HR,

10 Sri Soemantri, 1992, Bunga Rampai Hukum Tata Negara Indonesia, Penerbit Alumni Bandung,

Bandung, hlm 29.

Page 31: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

18

yang lahir dalam naungan sistem anglo saxon mengemukakan unsur-unsur Negara

hukum (rule of law) :

1. Supremasi aturan-aturan hukum (supremasi of the law) yaitu tidak adanyakekuasaan yang sewenang-wenang (absence of arbitrary power) dalam artibahwa seseorang hanya boleh dihukum kalau melanggar hukum.

2. Kedudukan yang sama dalam menghadapi hukum (equality before the law).Dalil ini berlaku baik untuk orang biasa maupun untuk pejabat.

3. Terjaminnya hak-hak manusia oleh undang-undang (di Negara lain olehundang-undang dasar) serta keputusan-keputusan pengadilan.11

Dalam kaitan dengan penelitian ini kedua konsep negara hukum baik dari

civil law maupun common law sama-sama digunakan sebagai dasar teori dalam

penelitian ini, dalam konsep civil law dasar yang digunakan adalah Asas Legalitas

dan Perlindungan Hak Asasi Manusia sedangkan dalam common law syarat yang

digunakan untuk memperkuat argumen teoritik dalam kaitan dengan judul penelitian

ini adalah supremasi hukum dan perlindungan Hak Asasi Manusia. Kedua konsep

civil law (rechtsstaat) dan common law (rule of law) sangat relevan dipergunakan

sebagai dasar pembenaran akademik.

Asas legalitas merupakan salah satu prinsip utama yang dijadikan dasar dalam

setiap penyelenggaraan pemerintah dan Negara, secara normatif bahwa setiap

tindakan pemerintah harus berdasarkan peraturan perundang-undangan atau

berdasarkan pada kewenangan dianut setiap Negara hukum selain itu tindakan

pemerintah tidak boleh dilakukan secara retroactive yaitu Asas yang melarang suatu

aturan berlaku surut.

11Ridwan HR, Loc.cit.

Page 32: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

19

Asas non-retroaktif ini biasanya juga dikaitkan dengan asas yang ada dalam hukum

pidana yang berbunyi nullum delictum noela poena sinea pravea lege poenali (Tiada

suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perundang-

undangan yang telah ada sebelum perbuatan dilakukan).

Dengan penerapan asas legalitas ini oleh pemerintah maka tindakan yang

dilakukan akan jelas dan memiliki kepastian hukum karena asas legalitas menjadi

dasar legitimasi tindakan pemerintah sehingga persamaan perlakuan pada setiap

orang terutama pegawai, baik itu yang berstatus pegawai negeri maupun tenaga

honorer akan terwujud sehingga hak asasi mereka sebagai pegawai akan terjaga.

Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak yang dimiliki, diperoleh dan dibawa

bersama dengan kelahiran atau kehadirannya di dalam kehidupan masyarakat. Hak

Asasi Manusia merupakan hak yang melekat pada manusia sebagai makhluk Tuhan

oleh karena itu menjadi kewajiban semua orang untuk menghormati, menjunjung

tinggi dan melindungi HAM12. Dengan berpedoman kepada asas legalitas maka tidak

akan terjadi pelanggaran terhadap HAM, oleh sebab itu pemerintah daerah dalam

mengelola aparaturnya harus berdasarkan pada peraturan yang ada agar tidak terjadi

pelanggaran terhadap HAM, namun apabila pemerintah daerah dalam

pelaksanaannya melanggar peraturan yang ada maka tindakan pemeritah tersebut

dapat dituntut ke Badan Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN). Adminitrative law

12 Dasril Radjab,2005, Hukum Tata Negara Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, hlm.176.

Page 33: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

20

takes several forms agencies can act somewhat like legislatures and somewhat like

court they may promulgate binding regulation goverment areas of their expertise or

they may decide matters involving particular litigants on a case by case basis.13

Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang tata

usaha antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat tata usaha

negara baik di pusat maupun di daerah, sebagai dikeluarkannya keputusan tata usaha

negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan.

Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara adalah badan atau pejabat di pusat dan di

daerah yang melakukan kegiatan yang bersifat eksekutif. Tindakan hukum tata usaha

negara adalah perbuatan hukum badan atau pejabat tata usaha negara yang bersumber

pada suatu ketentuan hukum tata usaha negara yang dapat menimbulkan hak dan

kewajiban pada orang lain.14

Negara Indonesia adalah negara hukum (rechstaat) berdasarkan Pancasila15.

Negara tidak hanya bertugas memelihara ketertiban masyarakat akan tetapi dituntut

untuk peran serta aktif dalam semua aspek kehidupan dan penghidupan rakyat.

Sebagai negara hukum yang berdasarkan atas hukum maka supremasi hukum harus

ditegakkan, segala tindakan pemerintahan tidak bertentangan dengan hukum yang

13 Morris L Cohen and Kent C Olson, 2000, Legal Research, West Group,hlm 206

14 Johanes Usfunan, Perbuatan Pemerintah Yang Dapat Di Gugat, Penerbit Djambatan, Jakarta,hlm 6-7.

15 Sjachran Basah, 1985, Eksistensi Dan Tolak Ukur Badan Peradilan Adminitrasi Di Indonesia,Penerbit Alumni Bandung, Bandung, hal 11.

Page 34: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

21

berlaku, tindakan pemerintah tidak boleh sewenang-wenang, tidak ada tindakan yang

tidak berdasarkan atas hukum dan seseorang hanya dapat dihukum apabila melanggar

hukum, begitu juga dengan tindakan yang dilakukan oleh pemerintah daerah tidak

boleh bertentangan dengan apa yang sudah diberikan oleh pemerintah pusat hal ini

dilakukan untuk menjaga kesatuan bangsa.

Menurut Soehino melihat konsep negara kesatuan dari segi susunannya,

negara kesatuan adalah :

Negara yang tidak tersusun dari negara dengan demikian didalam negara kesatuanini hanya ada satu pemerintahan yaitu pemerintahan pusat yang mempunyaikekuasaan dan wewenang tertinggi dalam segala lapangan pemerintahan.Pemerintah pusat inilah yang pada tingkat akhir dan tertinggi dapat memutuskansegala sesuatu didalam negara itu16.

Dalam negara kesatuan kekuasaan negara terletak pada pemerintah pusat

bukan pada pemerintah daerah tetapi pemerintah pusat dapat menyerahkan sebagian

kekuasaannya kepada pejabat daerah berdasarkan hak otonom (dalam rangka

desentralisasi)17.

Menurut Moh. Mahfud MD konstitusi tidak boleh memberi pembatasan atas

HAM atau menjadikannya sebagai sisa kekuasaan pemerintahan semata sebaliknya

kekuasaan pemerintah harus dibatasi oleh konstitusi agar HAM warganya tidak

16 Soehino, 1980, Ilmu Negara, Penerbit Liberty, Yogyakarta, hlm 224.

17 Mustari Pide, 1999, Otonomi Daerah Dan Kepala Daerah Memasuki Abad XXI, Penerbit Gaya

Media Pratama, Jakarta, hlm 29.

Page 35: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

22

dilanggar baik oleh pemerintah maupun oleh sesama warganya.18 Dengan

berpedoman kepada aturan maka kepastian hukum akan terjadi karena suatu

peraturan dapat membuat semua tindakan yang akan dilakukan pemerintah dapat

diramalkan atau diperkirakan lebih dahulu, dengan melihat kepada peraturan-

peraturan yang berlaku maka pada asasnya dapat dilihat dan diharapkan apa yang

akan dilakukan pemerintah sehingga masyarakat dapat menyesuaikan dengan

keadaan.

6.2 Teori Kewenangan

Kewenangan (authority,gezag) dan wewenang (competence bevoegdheid),

wewenang berasal dari kata wenang yang menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia

wenang (wewenang) diartikan sebagai hak dan kekuasaan (untuk melakukan sesuatu),

sedangkan kewenangan juga diartikan sama.19 Dalam bukunya Ridwan HR tentang

Hukum Adminitrasi Negara, H.D Stout mengatakan:

Bevoegdheid is een begrip uit het berstuurlijke organisatierecht, wat kanworden omschreven als het geheel van regels dat betrekking heft op deverkrijging en uitoefening van bertuursrechtelijke bevoegdheden doorpubliekrechtlijke rechtsubjecten in het bestuursrechtelijke rechtsverkeer(wewenang merupakan pengertian dari hukum organisasi pemerintahan yangdapat dijelaskan sebagai keseluruhan aturan-aturan yang berkenaan denganperolehan dan penggunaan wewenang pemerintahan oleh subjek hukum publik didalam hubungan hukum publik).

18 Moh. Mahfud MD, 2006, Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi, Pustaka LP3ES,

Jakarta, hlm 159.

19 Poerwadarminta, 1987, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, hlm. 1150

Page 36: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

23

Dengan adanya wewenang maka pemerintah pusat maupun daerah dapat

melakukan tindakan hukum pemerintahan sesuai dengan peraturan yang berlaku,

kewenangan memiliki kedudukan yang penting dalam kajian Hukum Tata Negara dan

Hukum Administrasi Negara karena didalamnya terkandung hak dan kewajiban dari

pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Dengan adanya kewenangan ini maka

pemerintah daerah khususnya dapat mengatur daerahnya baik dalam hal urusan

rumah tangga daerah, aparatur pemerintahan daerah, mengelola kekayaan alamnya,

dll.

Menurut F.P.C.L Tonnaer pengertian kewenangan dalam bukunya Ridwan

HR menyatakan :

Overheidsbevoeghdheid wordt in dit verband opgevat als het vermogen ompositief recht vast te stellen en Aldus rechtsbetrekkingen tussen burger onderlingen tussen overhead en te scheppen (kewenangan pemerintah dalam kaitan inidianggap sebagai kemampuan untuk melaksanakan hukum positif dan denganbegitu dapat menciptakan hubungan hukum antara pemerintah dengan warganegara).20

Pengertian kewenangan menurut Ridwan H.R. adalah “Kewenangan yang

biasanya terdiri dari beberapa wewenang, adalah kekuasaan terhadap segolongan

orang-orang tertentu ataupun kekuasaan terhadap sesuatu bidang pemerintahan atau

bidang urusan tertentu yang bulat, seperti urusan-urusan pemerintahan”. Menurut

Achmad Sanusi pada dasarnya, dapat diterima bahwa setiap manusia (menselijk

wezen) dianggap sebagai orang (persoon) atau subjek-hukum. Ia mempunyai

20 Ridwan HR, Op cit , hlm 101.

Page 37: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

24

wewenang hukum, yaitu wewenang untuk memiliki hak-hak subjektif.21 Menurut S.F

Marbun wewenang mengandung arti kemampuan untuk melakukan suatu tindakan

hukum publik atau secara yuridis adalah kemampuan bertindak yang diberikan oleh

undang-undang yang berlaku untuk melakukan hubungan-hubungan hukum.22 Jadi

kewenangan (authority) adalah hak untuk melakukan sesuatu atau memerintah orang

lain untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu agar tercapai tujuan tertentu.

Didalam kewenangan terdapat wewenang-wewenang (recht bevoegdheid).

Hebert A Simon memberikan pengertian wewenang adalah sebagai kekuasaan

untuk mengambil keputusan yang membimbing tindakan-tindakan individu lainnya.

Wewenang merupakan hubungan antara dua individu satunya “atasan” dan yang

lainnya “bawahan”23. Philipus M Hadjon mengatakan “wewenang terdiri atas

sekurang-kurangnya tiga komponen yaitu pengaruh, dasar hukum, dan konformitas

hukum”24. Komponen pengaruh menekankan penggunaan wewenang dimaksudkan

untuk mengendalikan perilaku subjek hukum. Komponen dasar hukum dimaksudkan

21 Satria, Pengertian Wewenang, http://satriagosatria.blogspot.com/2009/12/pengertian-wewenang.html.

22 SF. Marbun, 1997, Peradilan Adminitrasi Negara dan Upaya Administrasi di Indonesia,

Liberty, Yogyakarta, hlm 154-155.

23 Herbert A Simon, 1984, Perilaku Adminitrasi, terjemahan Cetakan kedua, Penerbit PT. Bina

Aksara, Jakarta, hlm 195.

24 Philipus M Hadjon, dkk, 2005, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia(Introduction to the Indonesia Administrative Law), Gadjah Mada University Press,Yogyakarta, hlm 135.

Page 38: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

25

bahwa wewenang itu haruslah mempunyai dasar hukum yang jelas, sedangkan

komponen konformitas hukum dimaksudkan bahwa wewenang itu haruslah

mempunyai standar yaitu standar umum untuk semua jenis wewenang dan standar

khusus untuk wewenang tertentu.

Secara teoritis kewenangan bersumber dari Peraturan Perundang –Undangan,

Dalam bukunya Ridwan HR, HD Van Wijk/Willem Konijnenbelt menjelaskan

kewenangan diperoleh melalui tiga cara yaitu :

1. Atribusi

2. Delegasi

3. Mandat25

Menurut Van Wijk dalam bukunya Hoofdstukken Van Administratif Recht

mengatakan :

Van delegative van bestuursbevoegdheden is sprake wanneer een bevoegdheid van

een bestuursorgaan wordt overgedragen aan een ander orgaan, dat die

bevoegdheid gaat uitoefenen in plaats van het oorspronkelijk bevoegde orgaan.

delegatie impliceert dus overdracht wat aanvankelijke bevoegd heid van a was is

25 Ridwan HR, Op.cit, hlm 105, 1) atribusi adalah pemberian wewenang pemerintahan olehpembuat undang-undang kepada organ pemerintahan, ini artinya bahwa wewenang untuk membuatkeputusan langsung bersumber pada Undang-Undang, kewenangan ini disebut dengan kewenanganasli, 2) delegasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan dari satu organ pemerintahan kepadaorgan pemerintahan lainnya, ini artinya adalah adanya penyerahan wewenang untuk membuatkeputusan oleh Pejabat Pemerintahan kepada pihak lain, pemindahan tanggung jawab dari yangmemberi delegasi (delegans) kepada yang menerima delegasi (delegataris). 3) mandat terjadi ketikaorgan pemerintahan mengizinkan kewenangannya dijalankan oleh organ lain atas namanya. Ini artinyamemberikan wewenang kepada bawahan untuk membuat keputusan atas nama pejabat yang memberimandat dan tanggung jawab pemberi mandat bukan tanggung jawab mandataris

Page 39: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

26

voortaan bevoegdheid van b”.26( terjemahan sendiri : kekuatan delegatif terjadi

ketika kekuatan dari sebuah badan administratif awal ditransfer/diberikan ke

tubuh yang akan menjalankan kekuasaan yang akan menjadi kekuatan yang

dimiliki oleh pihak yang menerima transferan/pihak yang diberi kekuatan).

Dalam kaitan dengan teori kewenangan dalam penelitian ini delegasi

merupakan wewenang yang paling tepat digunakan dalam penelitian ini, pemerintah

pusat melimpahkan wewenang kepada pemerintah daerah untuk mengatur wilayah

dan aparatur di wilayahnya masing-masing. Namun dalam pelaksanaannya

pemerintah daerah tidak boleh menciptakan wewenang baru namun hanya

menjalankan wewenang yang dilimpahkan oleh pemerintah pusat.

Setiap perbuatan pemerintah harus bertumpu pada suatu kewenangan yang

sah, tanpa adanya kewenangan yang sah pejabat atau badan usaha negara dalam hal

ini tidak akan dapat melaksanakan suatu perbuatan pemerintah.27

Selain kewenangan tersebut pemerintah juga memiliki kebebasan bertindak

melalui Freies Ermessen atau kewenangan diskresi. Kewenangan diskresi ini tidak

dapat dipisahkan dengan konsep kekuasaan atau wewenang pemerintahan yang

melekat untuk bertindak secara bebas dengan pertimbangannya sendiri dan

tanggungjawab atas tindakan tersebut. Freies Ermessen berasal dari bahasa Jerman

26 Van Wijk, 1988, Hoofdstukken Van Administratif Recht, Uitgeverij Lemma B.V, Culemborg,hlm. 60

27 Lutfi Effendi, 2004, Pokok-Pokok Hukum Adminitrasi, Banyumedia Publising, Malang, hlm

77.

Page 40: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

27

dan dalam bahasa Inggris dikenal dengan discretion, yang artinya kebebasan

bertindak.

Laica Marsuki mengatakan Freies Ermessen adalah suatu kebebasan yang

diberikan kepada badan atau pejabat administrasi dalam rangka penyelenggaraan

pemerintahan, diembankan dalam kaitan menjalankan bestuurzorg.28 Menurut Nata

Saputra Freies Ermessen adalah suatu kebebasan yang diberikan kepada alat

administrasi yaitu kebebasan yang pada asasnya memperkenankan alat administrasi

Negara mengutamakan keefektifan tercapainya suatu tujuan (doelmatigheid) daripada

berpegang teguh kepada ketentuan hukum.29

Syachran Basah tersebut, tersimpulkan bahwa unsur-unsur yang harus

dipenuhi oleh suatu diskresi adalah:

1. Ada karena adanya tugas-tugas public service yang diemban oleh

administratur negara

2. Dalam menjalankan tugas tersebut, para administratur negara diberikan

keleluasaan dalam menentukan kebijakan-kebijakan

3. Kebijakan-kebijakan tersebut dapat dipertanggungjawabkan baik secara

moral maupun hukum.

28 Sadjijono, Op.cit, hlm 70.

29 M. Nata Saputra, Hukum Administrasi Negara, Rajawali, Jakarta, 1988, hlm.5

Page 41: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

28

Terhadap diskresi perlu ditetapkan adanya batas toleransi. Hal ini diperlukan

agar tidak terjadi kewenangan yang tidak terbatas, yaitu adanya kebebasan atau

keleluasaan administrasi negara untuk bertindak atas inisiatif sendiri, untuk

menyelesaikan permasalahan yang dihadapi, kewenangan pemerintah ini tidak boleh

mengakibatkan kerugian kepada masyarakat, harus dapat dipertanggungjawabkan

secara hukum dan juga secara moral.

Menurut Prof. Muchsan, pelaksanaan diskresi oleh aparat pemerintah (eksekutif)

dibatasi oleh 4 (empat) hal, yaitu:

1. Apabila terjadi kekosongan hukum

2. Adanya kebebasan interprestasi

3. Adanya delegasi perundang-undangan

4. Demi pemenuhan kepentingan umum. 30

Dari penjelasan tersebut diketahui pemerintah memiliki kewenangan diskresi

tetapi tetap pada batas-batas yang ditentukan, batas-batas diskresi seorang pejabat

administrasi pemerintahan adalah memperhatikan :

1. Tidak bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan

2. Tidak bertentangan dengan Hak Asasi Manusia

3. Untuk kepentingan umum

4. Negara dalam keadaan darurat, bencana alam.

30 http://justkazz.blogspot.com/2010/02/penggunaan-asas-diskresi-dalam.html

Page 42: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

29

5. Konstitusi Undang-Undang belum jelas atau belum ada yang mengatur

6. Tidak ada kepentingan antara pejabat dengan produk diskresi

7. Adanya persetujuan dari masyarakat jika diskresi akan merugikan.

8. Dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan asas-asas umum

pemerintahan yang baik.

6. 3 Asas Desentralisasi

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 Pasal 18 menentukan bahwa

:

“Pemerintah Daerah Propinsi, Daerah Kabupaten dan Kota mengatur danmengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugaspembantuan”.

Ini artinya bahwa pemerintah daerah dapat menjalankan dan mengatur

pemerintahannya tanpa campur tangan dari pemerintah pusat, kewenangan ini

diberikan agar pemerintah daerah lebih dapat memperhatikan dan memajukan

daerahnya dengan sumber pendapatan asli daerah yang dimiliki, setiap permasalahan

yang terjadi didaerah dapat segera teratasi dengan adanya hak otonomi tersebut.

J in het veld menyajikan beberapa kebaikan dari asas desentralisasi yaitu :

1. Desentralisasi memberikan penilaian yang lebih tepat terhadap daerahdan penduduk yang beraneka ragam;

2. Desentralisasi meringankan beban pemerintah, karena pemerintahpusat tidak mungkin mengenal seluruh dan segala kepentingan dankebutuhan setempat dan tidak mungkin mengetahui bagaimanamemenuhi kebutuhan tersebut;

3. Dengan desentralisasi dapat meringankan beban yang melampaui batasdari perangkat pusat yang disebabkan tunggakan kerja;

4. Pada desentralisasi unsur individu atau daerah lebih menonjol karenadalam ruang lingkup yang sempit seseorang dapat lebihmempergunakan pengaruhnya daripada masyarakat luas;

Page 43: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

30

5. Pada desentralisasi masyarakat setempat dapat kesempatan ikut sertadalam penyelenggaraan pemerintah tidak hanya sebagai objek;

6. Desentralisasi meningkatkan turut sertanya masyarakat setempat dalammelakukan kontrol terhadap segala tindakan dan tingkah lakupemerintah, ini dapat menghindari pemborosan dalam hal tertentu,desentralisasi dapat meningkatkan daya guna dan hasil guna31.

Daerah Otonomi adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-

batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan

kepentingan masyarakat setempat. Pemberian otonomi ini bertujuan untuk

mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat karena pemerintah pusat tidak

mungkin dapat menjalankan pemerintahan dengan baik tanpa bantuan pemerintah

daerah.

Bagir Manan menyatakan dalam kaitan dengan otonomi daerah hak

mengandung pengertian kekuasaan untuk mengatur sendiri (zelfregelen) dan

mengelola sendiri (zelbesturen) sedangkan kewajiban secara horizontal berarti

kekuasaan untuk menyelenggarakan pemerintahan sebagaimana mestinya. Secara

vertikal berarti kekuasaan untuk menjalankan pemerintahan dalam satu tertib ikatan

pemerintahan Negara secara keseluruhan.32

Dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

Pasal 1 angka 7 disebutkan bahwa :

31 J.In Het Veld, Niewevormen Van Decentralisaties,P.Sikke en A Zadel dalam Beknopt leerbook

voor het gemeente Recht, dalam Victor Situmorang dan Cormentyna Sitanggang, page 42.

32 Bagir Manan, 2000, Wewenang Propinsi, Kabupaten dan Kota Dalam Rangka Otonomi Daerah,Makalah Pada Seminar Nasional, Fakultas Hukum Unpad, Bandung 13 Mei.

Page 44: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

31

“Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintahkepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus pemerintahan dalam systemNegara Kesatuan Republik Indonesia”.

Walaupun terjadi penyerahan wewenang dari pemerintah pusat ke pemerintah

daerah dalam penyelenggaraan pemerintah tidak boleh mengingkari makna Negara

kesatuan. Pemerintahan yang dibentuk sebagai akibat adanya pemisahan kekuasaan

dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah merupakan bagian yang tidak

terpisahkan dari pemerintah pusat dalam Negara kesatuan Republik Indonesia.

Hazairin dalam bukunya Fauzan menyatakan desentralisasi adalah “suatu cara

pemerintahan yang sebagian kekuasaan mengatur dan mengurus dari pemerintah

pusat diserahkan kepada kekuasaan-kekuasaan bawahan misalnya kepada daerah-

daerah dalam Negara sehingga daerah-daerah tersebut mempunyai pemerintahan

sendiri”.33 Dari sudut ketatanegaraan yang dimaksud dengan desentralisasi adalah

“pelimpahan kekuasaan pemerintah dari pusat kepada daerah-daerah yang mengurus

rumah tangganya sendiri”.34 Menurut Siswanto Sunaryo desentralisasi adalah

“penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk

mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem NKRI”35. Kemantapan

33 Muhammad Fauzan, 2006, Hukum Pemerintahan Daerah, Kajian Tentang Hubungan Keuangan

Antara Pusat dan Daerah, UII Press, Yogyakarta, hlm 45.

34 Viktor M Situmorang, 1994, Hukum Administrasi Pemerintahan di Daerah, Sinar Grafika,

Jakarta, hlm 38.

35 Siswanto Sunaryo, 2006, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta,

hlm.7

Page 45: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

32

penyelenggaraan urusan pemerintahan dalam negara termasuk pemerintahan daerah

sampai kelurahan/desa berhubungan langsung oleh kemantapan dasar dan kecermatan

pengaturan prinsip negara kesatuan dan desentralisasi36.

Berdasarkan uraian diatas Indonesia menganut otonomi yang seluas-luasnya,

nyata dan bertanggung jawab, pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk

mengatur semua urusan pemerintah pusat, kecuali masalah politik luar negeri,

pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiscal nasional serta agama.

Dengan asas desentralisasi pemerintah daerah dituntut untuk dapat

meningkatkan daerahnya baik dari segi pendapatan maupun sumber daya manusianya

sehingga dengan asas ini Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah diberikan

kewenangan untuk mengatur aparatur daerahnya dengan baik, berupaya untuk terus

meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui program-program pemerintah

seperti perekrutan pegawai baik dari jalur umum maupun pengangkatan tenaga

honorer.

6.4 Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik

Istilah asas umum pemerintahan yang baik pertama diperkenalkan oleh De

Monchy di Belanda dalam laporan itu dipergunakan istilah Algemene Beginselen Van

Behoorlijke Bestuur yang berkenaan dengan usaha peningkatan perlindungan hukum

36 Arief Mulyadi, 2005, Landasan dan Prinsip Hukum Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan

RI, Prestasi Pustaka,hlm 266.

Page 46: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

33

bagi rakyat terhadap pemerintah37. Asas-asas ini harus diperhatikan oleh pemerintah

karena asas-asas ini diakui dan diterapkan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan

dalam proses Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) yakni setelah adanya Undang-

Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Yang dimaksud dengan

asas-asas umum pemerintahan yang baik adalah meliputi : kepastian hukum, tertib

penyelenggaraan negara, keterbukaan, proporsional, professional dan akuntabilitas

sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang

Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi dan

Nepotisme. Dalam UU No. 32 Tahun 2004 Pasal 20 ayat 1 menentukan :

“Penyelenggaraan pemerintahan berpedoman pada asas-asas umumpenyelenggaraan negara yang terdiri dari : asas kepastian hukum, asas tertibpenyelenggaraan negara, asas kepentingan umum, asas keterbukaan, asas efisiensi,asas efektivitas”.

Crince le Roy menyebutkan beberapa asas umum pemerintahan yang baik

yaitu :

1. Asas kepastian hukum (principle of legal security recht zakerheidsbeginsel)2. Asas keseimbangan (principle of proportionality evenredigheidsbeginsel)3. Asas kesamaan (principle of equality, gelijkheids beginsel)4. Asas kecermatan (principle of carefulness, zorgvuldigheids beginsel)5. Asas motivasi pada setiap keputusan pemerintah (principle of motivation,

motiveringsbeginsel).6. Asas tidak menyalahgunakan kewenangan (principle of non misuse of

competence, verbord van detournament depouvoir).7. Asas permainan yang wajar (principle of fair play, fair play beginsel)8. Asas keadilan atau kewajaran (principle of reasonableness or prohibition of

arbitrariness, redelijkgeids beginsel of verbod van willkeur).

37 Amrah Muslimin, 1982 , Beberapa Asas-Asas Dan Pengertian-Pengertian Pokok Tentang

Administrasi dan Hukum Administrasi, Alumni, Bandung, hlm 140.

Page 47: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

34

9. Asas kepercayaan dan menanggapi pengharapan yang wajar (principle ofmeeting raised expectation of gewekte verwachtingen).

10.Asas peniadaan akibat keputusan yang batal (principle of undoing theconsequences of an annulled decision herstel beginsel

11.Asas perlindungan atas pandangan hidup atau cara hidup pribadi (principle ofprotecting the personal way of life, bescherming van de personlijklevenssfeer).38

Dari uraian asas-asas umum pemerintahan yang baik di atas sangat relevan

digunakan untuk mendukung penelitian ini, pemerintah daerah harus menerapkan

asas-asas umum pemerintahan yang baik dalam menjalankan pemerintahannya

terutama pada asas kepastian hukum dan asas keadilan khususnya dalam hal

perekrutan pegawai baik itu melalui jalur umum maupun pengangkatan pegawai

honorer. Penulis dalam penelitian ini menggunakan asas kepastian hukum dan asas

keadilan karena :

1. Asas kepastian hukum adalah asas dalam Negara hukum yang mengutamakan

landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan dan keadilan dalam setiap

kebijakan penyelenggaraan Negara.39 Asas kepastian hukum memiliki dua

aspek yaitu : aspek material yang berkaitan dengan kepercayaan, dimana asas

kepastian hukum menghalangi badan pemerintah menarik kembali keputusan

dan merubahnya. Aspek formal memberikan hak kepada yang berkepentingan

38 Pipin Syarifin dan Dedah Jubaedah, 2005, Hukum Pemerintah Daerah, Pustaka Setia, Bandung,hlm 81.

39 Riawan Tjandra, 2008, Hukum Administrasi Negara, Universitas Atmajaya Yogyakarta,

Yogyakarta, hlm 75.

Page 48: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

35

untuk mengetahui dengan tepat apa yang dikehendaki daripadanya secara

tepat dan tidak adanya berbagai tafsiran.

2. Asas keadilan menghendaki agar setiap tindakan badan atau pejabat

administrasi negara selalu memperhatikan aspek keadilan dan kewajaran, asas

keadilan menuntut tindakan pemerintah harus proposional, sesuai, seimbang

dan selaras dengan hak setiap orang.

6.5 Teori Penjenjangan Norma

Ajaran Stufenbau Theorie yang dikemukakan oleh Hans Kelsen yang

menganggap bahwa proses hukum digambarkan sebagai hierarki norma-norma.

Validitas (kesahan) dari setiap norma (terpisah dari norma dasar) bergantung pada

norma yang lebih tinggi.40 Hans Kelsen mengungkapkan hukum mengatur

pembentukannya sendiri karena satu norma hukum menentukan cara untuk membuat

norma hukum yang lain. Norma hukum yang satu valid karena dibuat dengan cara

ditentukan dengan norma hukum yang lain dan norma hukum yang lain ini menjadi

validitas dari norma hukum yang dibuat pertama.

Hubungan antara norma yang mengatur pembentukan norma lain lagi adalah

“superordinasi dan subordinasi. Norma yang menentukan pembentukan norma lain

adalah norma yang lebih tinggi sedangkan norma yang dibuat adalah norma yang

40 Antonius Cahyadi dan E. Fernando M. Maullang, Pengantar Ke Filsafat Hukum, KencanaPrenada Media Group, Jakarta, 2007, hlm. 83.

Page 49: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

36

lebih rendah.41 Jenjang Perundang-Undangan adalah urutan-urutan mengenai tingkat

dan derajat daripada Undang-Undang yang bersangkutan, dengan mengingat badan

yang berwenang yang membuatnya dan masalah-masalah yang diaturnya. Undang-

Undang juga dibedakan dalam Undang-Undang tingkat atasan dan tingkat bawahan

yang dikenal dengan hierarki. Undang-Undang yang lebih rendah tingkatannya tidak

boleh bertentangan dengan Undang-Undang yang lebih tinggi.42

Dalam penyelenggaraan pemerintah banyak ditemukan norma konflik, antara

satu peraturan yang lebih rendah dengan peraturan yang lebih tinggi, maupun konflik

norma secara horizontal antara pasal yang satu dengan pasal yang lain dalam

Undang-Undang atau antara satu Undang-Undang dengan Undang-Undang yang lain.

Dalam menghadapi masalah hukum seperti ini maka diperlukan penyelesaian dengan

menggunakan asas-asas preverensi yang meliputi:

a) Lex superior derogat legi inferiori artinya, peraturan perundang-undanganyang lebih tinggi tingkatannya mengenyampingkan berlakunya peraturanperundang-undangan yang lebih rendah tingkatannya.

b) Lex specialis derogat legi generali artinya, peraturan perundang-undanganyang bersifat khusus (special) mengenyampingkan berlakunya peraturanperundang-undangan yang bersifat umum (general).

c) Lex posterior derogat legi priori artinya, peraturan perundang-undangan yangbaru mengenyampingkan berlakunya peraturan perundang-undangan yanglama.43

41 Hans Kelsen, Op cit, hlm 179

42 Soeroso, 2005, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, hlm.131

43 Sudikno Mertokusumo, 2007, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 6-7.

Page 50: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

37

Keberadaan teori penjenjangan norma hukum pada tesis ini sangat

penting karena dengan teori ini akan menjawab permasalahan yang terjadi

secara akademis, dalam penelitian ini terjadi konflik norma antara

peraturan yang lebih tinggi dengan peraturan yang lebih rendah yaitu

antara Peraturan Pemerintah dengan Surat Keputusan, sehingga pada teori

penjenjangan norma ini yang dipergunakan adalah lex superior derogat legi

inferiori yang artinya dengan sistem piramida, peraturan yang lebih rendah

tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, peraturan

yang lebih tinggi mengesampingkan peraturan yang lebih rendah.

7. Metode Penelitian

Metode yang digunakan di dalam penelitian tesis ini adalah :

7.1 Jenis Penelitian

Penelitian tentang Kedudukan Tenaga Honorer Dalam Sistem

Kepegawaian merupakan jenis penelitian hukum normatif, menurut

Soejono Soekanto penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti

bahan pustaka dapat dikatakan penelitian hukum normatif. Penelitian

hukum normatif atau kepustakaan mencangkup : penelitian terhadap asas-

asas hukum, penelitian terhadap sistematik hukum, penelitian terhadap

taraf sinkronisasi vertikal dan horizontal, perbandingan hukum serta

Page 51: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

38

sejarah hukum.44 Morris L Cohen dan Kent C Olson “ legal research is an

essential component of legal practice. It is the process of finding the law

governs an activity and materials that explain or analyze that law”45

(penelitian hukum merupakan bagian terpenting dari praktek hukum.

Penelitian hukum digunakan dalam proses penemuan hukum dalam hal

mengatur dan menerangkan isi hukum). Dalam penelitian ini mengkaji

tentang sistematik hukum yaitu konflik norma antara PP No. 48 tahun 2005

dengan Surat Keputusan Kepala Instansi. Menurut Amiruddin dan Zainal

Asikin menyatakan “penelitian hukum positif disebut juga penelitian

hukum doctrinal dimana acap kali hukum dikonsepkan sebagai apa yang

tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law in book) atau hukum

dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan perilaku

manusia. Sumber datanya adalah bahan hukum primer, bahan hukum

sekunder dan bahan hukum tersier.”46

44 Soejono Soekanto dan Sri Mamudji, 2001, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan

Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm 14.

45 Morris L Cohen, Kent C Olson, 2000, Legal Research In a Nutshell, Seventh Edition, West

Group,ST.Paul,Minn page 1.

46Amiruddin, dkk, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Penerbit PT. Rajagrafindo

Persada, Jakarta, hlm 118.

Page 52: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

39

7.2 Jenis Pendekatan

Macam-macam pendekatan dalam penelitian hukum adalah :

1. Pendekatan Perundang-Undangan (Statute Approach)

Penelitian ini dilakukan dengan menelaah semua Undang-

Undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang

sedang ditangani, pendekatan ini juga bertujuan untuk mengetahui

sinkronisasi peraturan perundang-undangan secara vertikal maupun

horizontal, secara vertikal melihat bagaimana hierarkis peraturan

perundang-undangan tersebut, sedangkan secara horizontal diteliti

sejauh mana peraturan perundang-undangan yang mengatur

berbagai bidang itu mempunyai hubungan fungsional secara

konsisten. Tujuannya adalah agar dalam penelitian ini dapat

mengetahui kelemahan pada peraturan perundang-undangan yang

digunakan dalam mengatur bidang-bidang tertentu.

2. Pendekatan Kasus (Case Approach)

Dilakukan dengan cara melakukan telaah terhadap kasus-kasus yang

berkaiatan dengan isu yang dihadapi yang telah menjadi putusan

pengadilan yang telah mempunyai kekuatan tetap, yang menjadi kajian pokok

dalam pendekatan kasus ini adalah ratio decidendi atau reasoning yaitu

pertimbangan pengadilan untuk sampai pada suatu keputusan. Ratio

decidendi atau reasoning ini digunakan sebagai referensi bagi penyusunan

argumentasi dalam pemecahan isu hukum. if you have one case name in a

Page 53: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

40

subjek area, you should be able to use this piece of information to locate :

other cases, trough the case digests and citators, relevant legislation through

the encyclopaedias47 (jika anda memiliki suatu kasus maka harus

dibandingkan dengan kasus lain yang ada, melalui kasus tersebut dicerna

dengan peraturan yang relevan dan dengan ensiklopedia).

3. Pendekatan Historis (Historical Approach)

Pendekatan ini dilakukan dengan menelaah latar belakang mengenai

apa yang dipelajari dan perkembangan peraturan mengenai isu yang sedang

dihadapi. Pendekatan ini mengungkap filosofi dan pola pikir yang

melahirkan sesuatu yang sedang dipelajari.

4. Pendekatan Komparatif (Comparative Approach)

Pendekatan ini dilakukan dengan membandingkan Undang-Undang

suatu negara dengan Undang-Undang dari satu atau lebih negara lain

mengenai hal yang sama. Pendekatan ini bertujuan untuk mengetahui

persamaan dan perbedaan diantara Undang-Undang tersebut.

5. Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach)

Dalam pendekatan ini beranjak dari pandangan-pandangan

dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum,

dengan mempelajari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin di

47 Terry Hutchinson, 2002, Researching and Writing in Law, Lawbook, Australia, page 35.

Page 54: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

41

dalam ilmu hukum peneliti akan menemukan ide-ide yang

melahirkan pengertian-pengertian hukum, konsep-konsep hukum,

asas-asas hukum yang relevan dengan isu yang dihadapi. Ini akan

dijadikan dasar untuk membangun argumentasi hukum dalam

memecahkan isu yang dihadapi48.

Dalam penelitian ini penulis penggunakan pendekatan undang-undang

dan pendekatan konseptual, karena dalam penelitian ini menelaah semua

peraturan yang berkaitan dengan isu hukum yang sedang ditangani dan

mencari sinkronisasi peraturan baik secara vertikal maupun horizontal, selain

itu dalam penelitian ini juga menggunakan pendekatan konseptual mengkaji

terhadap teori-teori, definisi tertentu yang dipakai sebagai landasan

pengertian dan landasan dalam pelaksanaan yang berkaitan dengan

kepegawaian. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

Konsep Negara hukum, Teori Kewenangan, Asas Desentralisasi,

Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik, Teori Penjenjangan

Norma.

7.3 Sumber Bahan Hukum

1. Bahan Hukum Primer adalah bahan-bahan hukum yang mengikat seperti

norma dan kaidah dasar, peraturan dasar, peraturan perundang-undangan,

48Peter Mahmud Marzuki, 2006, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Surabaya,

hlm.93-95

Page 55: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

42

bahan hukum yang tidak dikodifikasi dan yurisprudensi dalam penelitian ini

bahan hukum primer yang digunakan adalah :

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang No. 43 tahun 1999 (yang selanjutnya disebut

UU No. 43 tahun 1999) tentang Perubahan atas Undang-Undang

RI No. 8 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169).

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara

Yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75).

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 (yang selanjutnya

disebut UU No. 32 tahun 2004) yang telah diubah menjadi

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan

Kedua Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2008 Nomor 59).

Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha

Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 160).

Peraturan Pemerintah No. 48 tahun 2005 (yang selanjutnya

disebut PP No. 48 tahun 2005) yang sekarang sudah dirubah

Page 56: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

43

dengan Peraturan Pemerintah No. 43 tahun 2007 tentang

Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 48 tahun 2005

Tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Calon

Pegawai Negeri Sipil. (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2005 Nomor 122).

Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian

Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan

Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota.

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82).

Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 21

Tahun 2005 tentang Pedoman Pendataan Dan Pengolahan

Tenaga Honorer Tahun 2005.

Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 15

Tahun 2008 tentang Pedoman Audit Tenaga Honorer.

Surat Edaran Menteri Negara PAN dan RB Nomor 5 Tahun

2010 tentang Pendataan Tenaga Honorer Yang Bekerja di

Lingkungan Instansi Pemerintah.

2. Bahan Hukum Sekunder adalah bahan hukum yang memberikan

penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti : buku-buku

hukum, hasil-hasil penelitian, pendapat pakar hukum. Dalam

penelitian ini penulis menggunakan buku, makalah, hasil penelitian

Page 57: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

44

dalam bidang hukum, internet yang berkaitan dengan penelitian

yang penulis lakukan.

3. Bahan Hukum Tersier adalah bahan hukum yang memberikan

petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan

bahan hukum sekunder seperti : kamus hukum, ensiklopedia.49

7.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Teknik pengumpulan bahan hukum yang dipergunakan dalam penelitian ini

adalah dengan sistem kartu (card system). Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji

berpendapat bahwa kartu yang perlu dipersiapkan ada dua yaitu50 :

a. Kartu kutipan yang digunakan untuk mencatat atau mengutip sumber bahanbacaan tersebut diperoleh (nama pengarang/penulis, judul buku atau artikel,impesum, halaman dan sebagainya)

b. Kartu bibliografi dipergunakan untuk mencatat sumber bahan bacaan yangdipergunakan. Kartu ini sangat penting dan berguna pada waktu penelitimenyusun daftar kepustakaan sebagai bagian penutup dari laporanpenelitian.

Dalam penelitian ini bahan hukum primer dicatat dalam kartu kutipan

mengenai substansi yang terkait dengan masalah yang dibahas. Selanjutnya dalam

kartu kutipan atas bahan hukum sekunder dicatat mengenai pendapat para ahli yang

dikemukakan dalam kepustakaan yang dibahas beserta komentar atas pendapatnya.

49 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2007, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan

Singkat, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm.13

50 ibid, hlm 53

Page 58: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

45

Selanjutnya bahan hukum sekunder yang diperoleh melalui study kepustakaan

digunakan sebagai pendukung hasil penelitian.

7.5 Teknik Analisa Bahan Hukum

Bahan hukum yang diperoleh terkait dengan permasalahan yang dibahas

selanjutnya dianalisis melalui langkah-langkah deskripsi, interpretasi, sistematisasi

evaluasi, argumentasi.

Pendeskripsian atau penggambaran yang dilakukan untuk menentukan isu dan

makna dari suatu bahan hukum yang disesuaikan dengan pokok permasalahan yang

diteliti. Pada tahap ini dilakukan pemaparan serta penentuan terhadap makna dari

hukum yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan

masalah kepegawaian baik dalam bentuk Undang-Undang, Peraturan Pemerintah,

Surat Keputusan yang ditetapkan oleh pemerintah.

Tahap interpretasi dilakukan untuk memahami makna dari suatu norma

terutama dalam hal ditemukan konflik norma. Dalam hal ini maka untuk

menyelesaikan konflik norma diantaranya dengan : pengingkaran (disavowal),

reinterpretasi, pembatalan (invalidation), pemulihan (remedy).

Setelah bahan hukum dapat diindentifikasi dengan jelas maka kemudian

dilakukan sistematisasi, pada tahap sistematisasi ini akan dilakukan pemaparan

berbagai pendapat hukum dan hubungan hierarki antara aturan-aturan hukum yang

berkaitan dengan isu hukum dalam penelitian ini. Pada tahap ini juga dilakukan

koherensi antara berbagai aturan hukum dengan pendapat hukum dari para sarjana

yang berhubungan agat dapat dipahami dengan baik. Bahan hukum yang sudah

Page 59: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

46

tersistematisasi, baik yang berasal dari pendapat sarjana maupun peraturan perundang

hukum lainnya selanjutnya dilakukan evaluasi dan diberikan pendapat atau

argumentasi disesuaikan dengan koherensi terhadap permasalahan yang dibahas

dalam penelitian ini.

Page 60: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

47

BAB II

PENGATURAN KEPEGAWAIAN REPUBLIK INDONESIA

Dalam bab ini akan diuraikan mengenai hal-hal yang berkaitan

dengan kepegawaian yaitu : pengertian tenaga honorer, penggunaan

beberapa istilah yang berbeda di dalam menyebutkan tenaga yang bukan

berstatus sebagai Pegawai Negeri, adanya pengangkatan tenaga honorer

setelah tahun 2005 yang menyebabkan ketidakpastian hukum terhadap

kedudukan tenaga honorer yang diangkat tersebut serta pengangkatan

tenaga honorer menjadi Pegawai Negeri Sipil yang tidak sesuai dengan

Pasal 3 ayat (1) PP No. 48 Tahun 2005), selain itu juga akan membahas

pengertian Pegawai Negeri Sipil serta Pejabat Pembina Kepegawaian.

1. Tenaga Honorer

Negara adalah suatu organisasi kekuasaan atau organisasi

kewibawaan yang harus memenuhi persyaratan unsur-unsur tertentu yaitu

harus ada pemerintahan yang berdaulat, wilayah tertentu, dan rakyat yang

hidup dengan teratur sehingga merupakan suatu nation51.

Kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi untuk membuat Undang-

Undang dan melaksanakannya dengan semua cara yang tersedia. Negara

mempunyai kekuasaan tertinggi untuk memaksa semua penduduknya agar

51 C.S.T. Kansil,1992, Ilmu Negara, Sinar Grafika, Jakarta, hlm 12

Page 61: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

48

mentaati Undang-Undang serta Peraturan lainnya, untuk mewujudkan

kedaulatan tersebut dibutuhkan pemerintah yang berdaulat artinya bahwa

negara memiliki pemerintahan yang berwibawa, pemerintah harus diakui

oleh rakyatnya sehingga mempunyai kedudukan yang sederajat dengan

negara lain, untuk memiliki suatu pemerintahan yang berwibawa

dibutuhkan aparatur yang baik dan handal untuk menggerakkan

pemerintahan52.

Sebagai suatu negara hukum, Indonesia dalam menjalankan setiap

tindakan pemerintahannya harus berdasarkan atas hukum, tujuannya agar

setiap tindakan pemerintah memiliki legitimasi sehingga kepastian hukum

tetap ditegakkan, hanya ada satu negara yang berkuasa yaitu pemerintah

pusat yang mempunyai kekuasaan tertinggi, pemerintahan pusat inilah

yang pada tingkat akhir dan tertinggi dapat memutuskan segala sesuatu di

dalam negara tersebut walaupun dalam negara Indonesia terdapat asas

desentralisasi, kewenangan tetap ada pada pemerintah pusat, pemerintah

daerah yang dilimpahkan kekuasaan tidak boleh sewenang-wenang dalam

menjalankan pemerintahannya, segala tindakan pemerintah daerah harus

sesuai dengan aturan yang dimiliki oleh pemerintah pusat, inilah yang

disebut sebagai hukum administrasi negara dimana pemerintah sebagai

52 Ni’matul Huda,2010, Ilmu Negara, Rajagrafindo,hlm32

Page 62: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

49

penggerak negara harus sejalan antara pemerintah pusat dan pemerintah

daerah untuk menciptakan negara yang kuat. Neil Hawke menyatakan

“Administrative law deals with the legal control of government and related

administrative powers”53 artinya hukum administrasi berkaitan dengan kontrol

terhadap pemerintah dan berkaitan dengan kekuasaan administrasi (terjemahan

sendiri). It has been seen that the essential task of administrative law is to provide a

legal control in relation to the exercise of administrative powers conferred on various

administrative agencies for all sorts of different purposes,54 artinya tugas penting dari

hukum adminitrasi adalah untuk memberikan kontrol dalam pelaksanaan kekuasaan

badan administrasi dalam segala tujuan (terjemahan sendiri).

Salah satu kewenangan yang didelegasikan oleh pemerintah pusat

kepada pemerintah daerah untuk mendapatkan aparatur yang baik dan

handal guna mewujudkan pemerintahan yang berdaulat adalah dalam

urusan kepegawaian, dimana pemerintah daerah dapat mengangkat,

memindahkan dan memberhentikan pegawai baik berstatus pegawai negeri

maupun bukan pegawai negeri.

Pegawai memiliki kedudukan dan peranan yang sangat penting

dalam penyelenggaraan fungsi pemerintahan karena pegawai yang akan

53 Neil Hawke, 1998, Introduction To Administrative Law,Cavendish Publishing

Limited,London,Sidney.

54 Ibid, hlm 14

Page 63: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

50

memberikan pelayanan kepada masyarakat, pegawai yang akan membantu

pemerintah di dalam setiap program-program kerja yang telah

direncanakan setiap tahunnya dan pegawai merupakan bagian dari

pemerintah yang akan menjalankan pemerintahan. Kedudukan seseorang

sebagai pegawai secara yuridis formal harus ditetapkan melalui SK

Pengangkatan sebagai pegawai. SK Pengangkatan tersebut adalah

penetapan berlakunya hubungan dinas publik antara seorang pegawai

dengan Negara.

Hubungan dinas publik timbul untuk melakukan suatu atau beberapa

macam jabatan tertentu. Pengangkatan pegawai adalah titik temu antara

kehendak pemerintah dalam membutuhkan pegawai dan kehendak pegawai

untuk bekerja pada pemerintah.55

Indonesia adalah negara hukum sehingga segala tindakan

pemerintah harus berdasarkan dan diatur oleh hukum maka untuk masalah

kepegawaian, pemerintah berpedoman pada UU No. 43 Tahun 1999 tentang

Pokok-Pokok Kepagawaian, UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah, selain itu pemerintah berpedoman pada Peraturan Pemerintah No

48 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer menjadi Pegawai

Negeri Sipil.

55 Riawan Tjandra, Op.cit, hlm 149

Page 64: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

51

Berdasarkan UU No. 43 Tahun 1999 selain Pegawai Negeri Sipil

pemerintah juga dapat mengangkat pegawai tidak tetap atau bukan Pegawai

Negeri Sipil. Di kutip dari tesis Padmawati tentang “Kajian Yuridis Status

Hukum Tenaga Guru Honorer Pemerintah Kota Surakarta Pada Dinas

Pendidikan, Pemuda Dan Olahraga Kota Surakarta Menurut Undang-

Undang Nomor 43 Tahun 1999” menyebutkan :

Tenaga honorer adalah seseorang yang diangkat oleh pejabat pembinakepegawaian atau pejabat lain dalam pemerintahan untuk melaksanakan tugastertentu pada instansi pemerintah atau yang penghasilannya menjadi bebanAPBN/APBD. Tenaga honorer atau yang sejenis yang dimaksud, termasuk gurubantu, guru honorer, guru wiyata bhakti, pegawai honorer, pegawai kontrak,pegawai tidak tetap, dan lain-lain yang sejenis dengan itu yang bertugas di bawahnaungan instansi pemerintah yang digaji dari APBN/APBD56.

Pegawai tidak tetap menurut UU No. 43 Tahun 1999 adalah :

Pegawai yang diangkat untuk jangka waktu tertentu guna melaksanakantugas pemerintahan dan pembangunan yang bersifat teknis professionaldan administrasi sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan organisasi.

Tenaga honorer pada PP No 48 tahun 2005 Tentang Pengangkatan Tenaga

Honorer Menjadi Calon Pegawai Negeri Sipi, Pasal 1 angka 1 menyatakan

tenaga honorer adalah :

Seseorang yang diangkat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian ataupejabat lain dalam pemerintahan untuk melaksanakan tugas tertentu padainstansi pemerintah atau yang penghasilannya menjadi Beban Anggaran

56Padmawati, http://eprints.uns.ac.id/41/ , Kajian Yuridis Status Hukum Tenaga Guru

Honorer Pemerintah Kota Surakarta Pada Dinas Pendidikan, Pemuda Dan Olahraga

Kota Surakarta Menurut Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 , pada tanggal 24

November 2010.

Page 65: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

52

Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan BelanjaDaerah.

Honorer dalam bahasa Inggris berasal dari kata honor yang artinya

kehormatan. Honorarium artinya memberikan honor terhadap hasil

kegiatan yang dilakukan seseorang. Dalam kamus bahasa Indonesia tenaga

honorer adalah tenaga yang dibayar dengan uang honorarium, pegawai

tetap artinya tenaga atau pegawai yang diangkat dan bekerja secara tetap

pada suatu lembaga (kantor, perusahaan) berdasarkan surat keputusan

pimpinan57.

Penggunaan istilah antara UU No. 43 tahun 1999 dengan PP No. 48

Tahun 2005 secara verbal atau tersurat kata tersebut memang berbeda arti

tetapi secara tersirat ada sedikit kesamaan antara tenaga honorer dengan

pegawai tidak tetap yaitu : sama-sama bukan berstatus negeri atau bukan

pegawai tetap, sama- sama diberikan honor sebagai imbalan atas

pengabdian kepada negara atas jasa yang diberikan tanpa diberikan

tunjangan lainnya58.

Penggunaan istilah untuk penyebutan pegawai yang bukan berstatus

Pegawai Negeri Sipil ini berbeda-beda, biasanya tenaga honorer sebutan

bagi mereka yang bekerja di lingkungan instansi pemerintah, tenaga

57 Kamus bahasa Indonesia online, http:// kamusbahasaindonesia.org/honorer

58 http://pusatbahasa.diknas.go.id.kbbi/indexphp.

Page 66: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

53

kontrak untuk mereka yang berstatus guru, pegawai tidak tetap bagi tenaga

medis, walaupun istilah yang berbeda tetapi kedudukan mereka sama yaitu

bukan sebagai Pegawai Negeri Sipil, menurut hemat penulis hendaknya

istilah yang digunakan harus diseragamkan dengan menggunakan istilah

pegawai tidak tetap sesuai dengan ketentuan istilah dalam Undang-Undang

sehingga tidak menimbulkan ketidakpastian hukum terhadap penggunaan

istilah tersebut.

Pegawai tidak tetap tidak berkedudukan sebagai Pegawai Negeri. Penamaan

pegawai tidak tetap mempunyai arti sebagai pegawai di luar PNS dan pegawai

lainnya (tenaga kerja). Penamaan pegawai tidak tetap merupakan salah satu bentuk

antisipasi pemerintah terhadap banyaknya kebutuhan pegawai namun dibatasi oleh

dana APBD/APBN dalam penggajiannya.

Pengangkatan pegawai tidak tetap diserahkan pada kebutuhan dari masing-

masing instansi namun sejak dikeluarkannya PP No. 48 tahun 2005 tentang

Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil maka semua

Pejabat Pembina Kepegawaian dan pejabat lain di lingkungan instansi dilarang

mengangkat tenaga honorer atau sejenisnya kecuali ditetapkan dengan Peraturan

Pemerintah.

Pengangkatan tenaga honorer dibatasi sampai dengan tahun 2005 setelah itu

berdasarkan PP No. 48 Tahun 2005 tidak diperkenankan lagi untuk melakukan

pengangkatan tenaga honorer, namun pada kenyataannya banyak dilakukan

pengangkatan tenaga honorer dengan SK kepala instansi dan kepala daerah yang

Page 67: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

54

menyebabkan ketidakpastian hukum terhadap kedudukan tenaga honorer, selain itu

permasalahan pada PP No. 48 Tahun 2005 adalah pengangkatan tenaga honorer

menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil ini dilaksanakan sampai dengan tahun

anggaran 2009, namun sampai dengan tahun 2007 dalam hal proses pengangkatan

terdapat berbagai permasalahan yang ternyata tidak sesuai dengan keinginan PP. No.

48 tahun 2005. Pasal 3 ayat (1) berbunyi :

“ Pengangkatan tenaga honorer menjadi Pegawai Negeri Sipil diprioritas bagi yangmelaksanakan tugas sebagai :

1. Tenaga guru2. Tenaga kesehatan pada unit pelayanan kesehatan3. Tenaga penyuluh di bidang pertanian, perikanan, peternakan4. Tenaga teknis lainnya yang sangat dibutuhkan pemerintah”

Ketentuan Pasal 3 ayat (1) diatas artinya bahwa tenaga honorer dibutuhkan

untuk memenuhi formasi yang lowong agar kegiatan pelayanan dapat berjalan dengan

baik, tetapi sesuai dengan ketentuan PP No. 48 pengangkatan tenaga honorer itu

diutamakan untuk tenaga guru yang akan ditempat disekolah-sekolah yang ada di

daerah mengingat jumlah guru yang ada masih kurang dibanding jumlah sekolah dan

siswa yang ada khususnya bagi sekolah-sekolah yang ada di pedalaman, yang kedua

pengangkatan diutamakan kepada mereka yang bergelut pada bidang medis seperti

dokter, perawat, bidan yang biasanya ditempatkan pada puskesmas-puskesmas yang

ada di daerah, ketiga tenaga penyuluh untuk pertanian maupun peternakan dengan

tujuan dapat dengan cepat dan mudah membantu petani atau peternak di desa dalam

memberikan informasi terhadap masalah pertanian maupun peternakan, ketiga tenaga

Page 68: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

55

tersebut diprioritaskan karena untuk mempercepat, mempermudah pelayanan kepada

masyarakat.

Pada PP No. 48 tahun 2005 Pasal 3 ayat (1) sudah diatur dengan jelas tenaga-

tenaga yang diutamakan dalam pengangkatan tenaga honorer namun pada kenyataan

yang ada dilapangan pengangkatan tenaga honorer menjadi Calon Pegawai Negeri

Sipil ternyata didominasi oleh tenaga administrasi yang notabene di luar dari skala

prioritas yang termaktub dalam Pasal 3 ayat (1). Hal ini merupakan salah satu

kelemahan dari pengangkatan pegawai dari tenaga honorer karena peluang untuk

terjadinya kolusi maupun nepotisme sangat besar, kepentingan orang-orang tertentu

yang memiliki kekuasaan besar untuk mendapatkan keuntungan pribadi maupun

golongan sangat banyak terjadi, ini harus mendapat perhatian serius dari pemerintah

pusat agar tidak terjadi kecurangan dalam pengangkatan pegawai dan untuk

mendapatkan SDM yang berkualitas guna terciptanya negara yang maju.

2. Pegawai Negeri Sipil

Kedudukan dan peranan dari pegawai negeri dalam setiap organisasi

pemerintah sangat menentukan sebab Pegawai Negeri Sipil adalah tulang punggung

pemerintahan dalam melaksanakan pembangunan nasional. Peranan dari Pegawai

Negeri Sipil seperti diistilahkan dalam dunia kemiliteran yang berbunyi not the gun,

the man behind the the gun yang artinya bukan senjata yang penting melainkan

manusia yang menggunakan senjata itu. Senjata yang modern tidak mempunyai arti

Page 69: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

56

apa-apa apabila manusia yang dipercaya menggunakan senjata itu melaksanakan

kewajibannya dengan benar59.

Pengertian Pegawai Negeri Sipil menurut Kranenburg adalah pejabat yang

ditunjuk, pengertian ini tidak termasuk terhadap mereka yang memangku jabatan

mewakili seperti anggota parlemen, Presiden dan lain sebagainya. Menurut Logeman

Pegawai Negeri adalah setiap pejabat yang mempunyai hubungan dinas dengan

Negara, dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia pegawai berarti orang yang bekerja

pada pemerintah sedangkan negeri berarti Negara atau pemerintah, jadi Pegawai

Negeri Sipil adalah orang yang bekerja pada pemerintah atau Negara.

Pengertian Pegawai Negeri Sipil menurut Mahfud MD ada dua bagian yaitu :

1. Pengertian Stipulatif : pengertian yang bersifat stipulatif adalah pengertian

yang diberikan oleh Undang-Undang tentang Pegawai Negeri, sebagaimana

yang terdapat pada Pasal 1 angka 1 dan Pasal 3 ayat (1) UU No. 43 Tahun

1999. Pengertian yang terdapat pada Pasal 1 angka 1 berkaitan dengan

hubungan pegawai negeri dengan hukum administrasi sedangkan Pasal 3 ayat

(1) berkaitan dengan hubungan pegawai negeri dengan pemerintah atau

mengenal kedudukan pegawai negeri. Pengertian stipulatif selengkapnya

berbunyi :

Pasal 1 angka 1:“Pegawai Negeri adalah setiap warga Negara RepublikIndonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan,

59 Sri Hartini, dkk, 2008, Hukum Kepegawaian Di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, hlm 31.

Page 70: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

57

diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugasdalam suatu jabatan negeri atau diserahi tugas Negaralainnya dan digaji berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku”.

Pasal 3 ayat (1) : “Pegawai Negeri berkedudukan sebagai aparatur Negarabertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakatsecara profesional, jujur, adil dan merata dalampenyelenggaraan tugas Negara, pemerintahan danpembangunan”.

2. Pengertian ekstensif : dalam pengertian ini beberapa golongan yang

sebenarnya bukan Pegawai Negeri menurut UU No. 43 Tahun 1999 tetapi

dalam hal ini dianggap sebagai dan diperlakukan sama dengan Pegawai

Negeri artinya disamping stipulatif ada pengertian yang hanya berlaku pada

hal-hal tertentu. Contoh : pada ketentuan Pasal 92 KUHP yang berkaitan

dengan status anggota dewan rakyat , anggota dewan daerah dan kepala desa.

Menurut Pasal 92 KUHP dimana diterangkan bahwa yang termasuk dalam arti

Pegawai Negeri adalah orang-orang yang dipilih dalam pemilihan berdasarkan

peraturan-peraturan umum dan juga mereka yang bukan dipilih tetapi diangkat

menjadi anggota dewan rakyat dan dewan daerah serta kepala-kepala desa dan

sebagainya. Pengertian Pegawai Negeri menurut KUHP sangatlah luas tetapi

pengertian tersebut hanya berlaku dalam hal ada orang-orang yang melakukan

kejahatan atau pelanggaran jabatan dan tindak pidana lain yang disebut dalam

KUHP, jadi pengertian ini tidak termasuk alam hukum kepegawaian.

Pengertian stipulatif dan ekstensif merupakan penjabaran atas maksud dari

keberadaan Pegawai Negeri dalam hukum kepegawaian. Pengertian tersebut terbagi

dalam bentuk dan format yang berbeda namun pada akhirnya dapat menjelaskan

Page 71: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

58

maksud pemerintah dalam memposisikan penyelenggara Negara dalam system

hukum yang ada karena pada dasarnya jabatan negeri akan selalu berkaitan dengan

penyelenggara Negara yaitu Pegawai Negeri.

Pengertian Pegawai Negeri Sipil pada Undang-Undang No 31 Tahun 1999

tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 1 huruf c,d dan e adalah :

Huruf c :

“Pegawai Negeri Sipil adalah orang yang menerima gaji atau upah dari keuangannegara atau daerah”.

Huruf d :

“Pegawai Negeri Sipil adalah orang yang menerima gaji atau upah dari suatukorporasi yang menerima bantuan dari keuangan negara atau daerah”.

Huruf e :

“Pegawai Negeri Sipil adalah orang yang menerima gaji atau upah dari korporasilain yang menggunakan modal atau fasilitas dari negara atau masyarakat”.60

Dari beberapa pengertian Pegawai Negeri Sipil di atas dapat penulis

simpulkan bahwa Pegawai Negeri adalah seseorang yang bekerja dilingkungan

instansi pemerintah, diangkat berdasarkan syarat yang ditentukan oleh Undang-

Undang Kepegawaian dan digaji oleh Negara sesuai dengan pangkat dan golongan

pegawai yang bersangkutan.

Dari pengertian Pegawai Negeri di atas dapat dilihat unsur-unsur Pegawai

Negeri yaitu :

60 Jur Andi Hamzah, 2005, Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, PT. Rajagrafindo Persada,Jakarta, hlm.266.

Page 72: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

59

1. Warga Negara Indonesia : telah memenuhi syarat Peraturan

Perundang-Undangan.

2. Diangkat oleh Pejabat Yang Berwenang : dalam pasal 1 angka 2 UU

No. 43 tahun 1999 menegaskan pejabat yang berwenang adalah

pejabat yang mempunyai kewenangan mengangkat, memindahkan,

dan memberhentikan Pegawai Negeri Sipil berdasarkan Peraturan

Perundang-Undangan yang berlaku. Pada dasarkan kewenangan untuk

mengangkat Pegawai Negeri berada ditangan Presiden sebagai kepala

eksekutif, namun untuk sampai tingkat kedudukan/pangkat tertentu,

Presiden dapat mendelegasikan wewenangnya pada para Menteri atau

pejabat lain dan para Menteri dapat mendelegasikan kepada pejabat

lain di lingkungan masing-masing.

3. Diserahi tugas dalam jabatan negeri : Pegawai Negeri yang diangkat

dapat diserahi tugas baik dalam tugas dalam suatu jabatan negeri

maupun tugas negara lainnya. Tugas dalam jabatan negeri artinya yang

bersangkutan diberikan jabatan dalam bidang eksekutif yang

ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,

sedangkan jabatan tugas negara lainnya artinya jabatan diluar bidang

eksekutif seperti hakim-hakim pengadilan negeri dan pengadilan

tinggi. Pejabat yudikatif di level pengadilan negeri dan pengadilan

tinggi adalah Pegawai Negeri sedangkan Hakim Agung dan

Mahkamah (Agung dan Konstitusi) adalah pejabat negara.

Page 73: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

60

4. Digaji menurut Peraturan Perundang-undangan yang berlaku : gaji

adalah balas jasa dan penghargaan atas prestasi kerja Pegawai Negeri

yang bersangkutan. Sebagai imbal jasa dari pemerintah kepada

pegawai yang telah mengabdikan dirinya untuk melaksanakan

sebagian tugas pemerintahan dan pembangunan perlu diberikan gaji

yang layak baginya. Dengan adanya gaji maka akan menjamin

kelangsungan pelaksanaan tugas pemerintahan dan pembangunan

sebab Pegawai Negeri tidak akan dibebani tentang masa depan yang

layak dan pemenuhan kebutuhan hidupnya sehingga dapat bekerja

secara profesional61.

Dalam Peraturan Pemerintah No 11 Tahun 2002 tentang Perubahan Atas

Peraturan Pemerintah No. 98 Tahun 2000 tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil

(selanjutnya disebut PP No. 98 Tahun 2000 tentang Pengadaan Pegawai Negeri

Sipil), Pasal 6 menyebutkan tentang syarat-syarat untuk dapat melamar sebagai

Pegawai Negeri Sipil yaitu :

1. Warga Negara Indonesia.2. Berusia serendah-rendahnya 18 (delapan belas) tahun dan setinggi-tingginya

35 (tiga puluh lima) tahun.3. Tidak Pernah dihukum penjara atau kurungan berdasarkan keputusan

pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap karenamelakukan suatu tindakan hukum kejahatan.

4. Tidak pernah diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atautidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil atau diberhentikan tidakdengan hormat sebagai pegawai swasta.

61 Sri Hartini dkk, op.cit, hlm 35.

Page 74: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

61

5. Tidak berkedudukan sebagai Calon/Pegawai Negeri.6. Mempunyai pendidikan, kecakapan, keahlian dan ketrampilan yang

diperlukan.7. Berkelakuan baik.8. Bersedia ditempatkan diseluruh wilayah Negara Republik Indonesia atau

negara lain yang ditentukan oleh Pemerintah.9. Syarat lain ditentukan dalam persyaratan jabatan.

Berdasarkan Pasal 14 Ayat (1) PP 98 Tahun 2000 Pengadaan Pegawai Negeri

Sipil menyebutkan :

Calon Pegawai Negeri Sipil yang telah menjalankan masa percobaan sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun dan paling lama 2 (dua) tahun diangkat menjadi PegawaiNegeri Sipil oleh Pejabat Pembina Kepegawaian dalam jabatan dan pangkattertentu, apabila :

1. Setiap unsur penilaian prestasi kerja sekurang-kurangnya bernilai baik.2. Telah memenuhi syarat kesehatan jasmani dan rohani untuk diangkat

menjadi Pegawai Negeri Sipil.3. Telah lulus pendidikan dan pelatihan Prajabatan”.

Jenis- jenis Pegawai Negeri Sipil berdasarkan Pasal 2 ayat (1) UU No 43Tahun 1999

“Pegawai Negeri adalah :1. Pegawai Negeri Sipil2. Anggota Tentara Nasional Indonesia3. Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia”

Menurut UU No. 43 tahun 1999 Pasal 2 ayat (2) Pegawai Sipil dibagi menjadi

yaitu Pegawai Negeri Sipil Pusat dan Pegawai Negeri Daerah. Pengertian Pegawai

Negeri Pusat dan Pegawai Negeri Daerah adalah :

1. Pegawai Negeri Pusat : Pegawai Negeri Pusat adalah pegawai negeri yang

gajinya dibebankan kepada anggaran pendapatan dan belanja Negara dan

bekerja pada Departemen, Lembaga Pemerintah Nondepartemen,

Kesekretariatan Lembaga Negara, Instansi vertikal di Propinsi, Kabupaten

Page 75: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

62

Kota, Kepaniteraan Pengadilan atau dipekerjakan untuk menyelenggarakan

tugan Negara lainnya.

2. Pegawai Negeri Sipil Daerah : pegawai Negeri Sipil Daerah adalah Pegawai

Negeri Sipil daerah Propinsi, Kabupaten, Kota yang gajinya dibebankan pada

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah pada pemerintah daerah atau

dipekerjakan di luar instansi induknya.

Jenis Pegawai Negeri yang kedua adalah Anggota TNI : Tentara Nasional

Indonesia merupakan komponen dalam pembelaan negara, pertahanan negara sebagai

salah satu fungsi pemerintahan negara merupakan usaha mewujudkan satu kesatuan

pertahanan negara guna mencapai tujuan nasional, melindungi segenap bangsa dan

seluruh tumpah darah Indonesia. Tugas TNI adalah : mempertahankan kedaulatan

negara dan keutuhan wilayah, melindungi kehormatan dan keselamatan perang,

melaksanakan operasi militer serta ikut aktif memelihara perdamaian dunia. Jenis

pegawai negeri yang ketiga adalah anggota Polri : Polisi Republik Indonesia (Polri)

mempunyai fungsi pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan

hukum, perlindungan dan pelayanan kepada masyarakat. Kepolisian RI dipimpin oleh

Kapolri yang bertanggungjawab kepada Presiden.62

Kedudukan Pegawai Negeri Sipil berdasarkan UU No. 43 tahun 1999 Pasal 3

ayat (1) adalah :

62 Harsono,2011, Sistem Administrasi Kepegawaian, Fokusmedia,Bandung, hlm 18.

Page 76: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

63

“Sebagai unsur aparatur Negara yang bertugas untuk memberikan pelayanankepada masyarakat secara professional, jujur, adil dan merata dalampenyelenggaraan tugas Negara, pemerintahan dan pembangunan”.

Dari Pasal tersebut kedudukan pegawai negeri didasarkan pada pokok-pokok

pikiran bahwa pemerintah tidak hanya menjalankan fungsi umum pemerintahan tetapi

juga harus mampu melaksanakan fungsi pembangunan atau dengan kata lain

pemerintah bukan hanya menyelenggarakan tertib pemerintahan tetapi juga harus

mampu menggerakkan dan memperlancar pembangunan untuk kepentingan rakyat

banyak.

Pegawai Negeri mempunyai peranan amat penting sebab pegawai negeri

merupakan unsur aparatur Negara untuk menyelenggarakan pemerintah dan

pembangunan dalam rangka mencapai tujuan Negara. Kelancaran pelaksanaan

pemerintahan dan pembangunan nasional terutama tergantung pada kesempurnaan

aparatur Negara yang pada pokoknya tergantung pada kesempurnaan Pegawai

Negeri.

Dalam hukum publik Pegawai Negeri Sipil bertugas membantu Presiden

sebagai kepala pemerintahan dalam menyelenggarakan pemerintahan, tugas

melaksanakan peraturan perundang-undangan, dalam arti kata wajib mengusahakan

agar setiap Peraturan Perundang-Undangan ditaati oleh masyarakat. Di dalam

melaksanakan Peraturan Perundang-Undangan pada umumnya kepada Pegawai

Negeri diberikan tugas kedinasan untuk dilaksanakan sebaik-baiknya. Sebagai abdi

Negara seorang Pegawai Negeri juga wajib setia dan taat kepada Pancasila sebagai

falsafah dan ideologi Negara, kepada Undang-Undang Dasar 1945, kepada Negara

Page 77: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

64

dan kepada Pemerintah. Pegawai Negeri Sipil sebagai unsur aparatur Negara, abdi

Negara dan abdi masyarakat dituntut untuk dapat melaksanakan tugasnya dengan

baik karenanya ia harus mempunyai kesetiaan, ketaatan penuh terhadap Pancasila,

UUD 1945, Negara dan Pemerintah sehingga dapat memusatkan segala perhatian dan

pikiran serta mengarahkan segala daya upaya dan tenaganya untuk menyelenggarakan

tugas pemerintahan dan pembangunan secara berdaya guna dan berhasil guna.

Untuk medapatkan sumber daya manusia yang baik sebagai Pegawai Negeri

Sipil maka ada beberapa proses tahapan yang dilalui sebelum seseorang menjadi

Pegawai Negeri Sipil. Berdasarkan Pasal 1 angka 8 UU No. 43 tahun 1999

manajemen Pegawai Negeri Sipil adalah :

“Keseluruhan upaya-upaya untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan derajatprofesionalisme penyelenggaraan tugas, fungsi dan kewajiban kepegawaian yangmeliputi perencanaan, pengadaan, pengembangan kualitas, penempatan,promosi, penggajian, kesejahteraan dan pemberhentian”.

Dari pasal tersebut menjelaskan bagaimana proses perjalanan dari Pegawai

Negeri Sipil dalam manata kariernya. Manajemen dalam pasal tersebut membahas

mengenai masalah administrasi yang pada dasarnya berfungsi untuk melaksanakan

kegiatan-kegiatan yang perlu dilaksanakan dalam rangka pencapaian tujuan dalam

batas-batas kebijaksanaan umum yang telah dirumuskan. Secara etimologis

manajemen berasal dari kata manus (tangan) dan agree (melakukan) sehingga manage

adalah mengurus. Management is a distinct process consisting of planning,

organizing, actuating and controlling performance to determine and accomplish

stated objectives by the use of human being and other resources (manajemen adalah

Page 78: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

65

suatu proses khusus yang terdiri atas perencanaan, perorganisasian, pelaksanaan dan

pengawasan yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran yang telah

ditentukan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber lainnya)63.

Manajemen kepegawaian meliputi kegiatan :

1. Perencanaan : planning didefinikan sebagai keseluruhan proses pemikiran dan

penentuan secara matang mengenai hal-hal yang akan dikerjakan dimasa yang

akan datang dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditentukan, dalam

perekrutan Pegawai Negeri Sipil harus ada rencana yang matang mengenai

pengadaan penyelenggaraan perekrutan Pegawai Negeri mengenai jumlah dan

susunan pangkat penerimaan, formasi, pendanaan, waktu penyelenggaraan dll.

2. Pengadaan : setelah adanya kepangkatan dan formasi yang telah ditentukan

dalam perencanaan, diadakan penerimaan pegawai untuk mengisi formasi

yang lowong. Pengadaan dapat dilakukan dengan perekrutan yang diatur pada

Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun 2000 tentang Pengadaan Pegawai

Negeri Sipil sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor

11 Tahun 2002. Pengadaan pegawai dilakukan mulai dari tahap perencanaan,

pengumuman, pelamaran, peyaringan, pengangkatan Calon Pegawai Negeri

Sipil sampai dengan menjadi Pegawai Negeri Sipil. Secara prinsipil

pengadaan dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan organisasi dan lebih

63 Sri Hartini, Op Cit, hlm 31

Page 79: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

66

mengutamakan kualitas daripada kuantitas, pengadaan menggunakan

pendekatan zero growth dimana pengadaan pegawai didasarkan untuk

mengganti pegawai yang pensiun sehingga pengadaan pegawai tidak harus

dilakukan setiap tahunnya. Para pelamar akan mengikuti tes tertulis sesuai

dengan formasi yang dilamar, setelah lulus tes kompetensi tersebut maka

Calon Pegawai Negeri Sipil sebelum diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil

harus memiliki penilaian prestasi kerja sekurang-kurangnya bernilai baik,

telah memenuhi syarat kesehatan jasmani dan rohani untuk dapat diangkat

menjadi Pegawai Negeri Sipil, telah lulus Pendidikan dan Pelatihan

Prajabatan.

3. Pengembangan Kualitas : pengembangan kualitas merupakan suatu keharusan

dalam suatu organisasi untuk mencapai hasil maksimal dalam pelaksanaan

pekerjaannya. Untuk mencapai mencapai daya guna dan hasil guna yang

sebesar-besarnya diadakan pengaturan dan penyelenggaraan pendidikan dan

pelatihan Pegawai Negeri Sipil yang bertujuan untuk meningkatkan

pengabdian, mutu keahlian, kemampuan dan ketrampilan.

4. Penempatan : penempatan pegawai adalah suatu proses yang tidak bisa

terpisahkan dengan pengadaan pegawai. Setelah proses pengadaan pegawai

yang diangkat harus ditempatkan pada unit organisasi tertentu yang

membutuhkan tenaga baru dan mengacu pada formasi yang ada. Pada

dasarnya setiap pegawai memiliki jabatan karena mereka direkrut berdasarkan

kebutuhan untuk melaksanakan tugas dan fungsi yang ada dalam organisasi.

Page 80: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

67

Penempatan pegawai tidak selalu berarti penempatan pegawai baru tetapi bisa

pula berarti sebagai pengangkatan dalam jabatan, promosi, dan mutasi

(perpindahan). Mutasi atau perpindahan atau alih tugas dari suatu unit

organisasi ke unit organisasi lain dengan berdasarkan kepada : kebutuhan

organisasi, lamanya masa kerja, penyegaran organisasi dll.

5. Promosi : promosi merupakan suatu penghargaan (reward) yang diberikan

kepada pegawai yang berprestasi untuk memangku tanggung jawab yang lebih

besar berupa kenaikan pangkat atau jabatan. Kenaikan pangkat bertujuan

untuk mendorong/motivasi pegawai untuk lebih meningkatkan pengabdiannya

didalam melaksanakan tugas sehari-hari. Kenaikan pangkat ada dua yaitu :

kenaikan pangkat reguler adalah penghargaan yang diberikan kepada pegawai

yang telah memenuhi syarat yang ditentukan tanpa terikat pada jabatan.

Kenaikan pangkat pilihan adalah kepercayaan dan penghargaan yang

diberikan kepada pegawai atas prestasi kerja yang tinggi.

6. Penggajian : gaji adalah balas jasa dan penghargaan atas prestasi kerja

pegawai negeri yang bersangkutan. Sebagai imbal jasa dari pemerintah

kepada pegawai yang telah mengabdikan dirinya untuk melaksanakan

sebagian tugas pemerintahan dan pembangunan perlu diberikan gaji yang

layak baginya. Dengan adanya gaji yang layak secara relatif akan menjamin

kelangsungan pelaksanaan tugas pemerintahan dan pembangunan sebaga

pegawai negeri tidak lagi dibebani dengan pemikiran akan masa depan yang

Page 81: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

68

layak dan pemenuhan kebutuhan hidupnya sehingga bisa bekerja dengan

profesional sesuai dengan tuntutan kerjanya.

7. Kesejahteraan : kesejahteraan adalah kompensasi yang pemberiannya tidak

tergantung dari jabatan/pekerjaan PNS dalam rangka peningkatan

kesejahteraan PNS. Kesejahteraan pegawai dapat berupa : cuti, perawatan,

tunjangan, uang suka duka.

8. Pemberhentian : bagian akhir dari proses manajemen pegawai adalah

pemberhentian dimana seluruh kegiatan berakhir disini. Hubungan antara

dinas dan mantan pegawai atau penerima pensiun terbatas pada hubungan

keluarga, kecuali apabila berkaitan dengan hak-hak penerima pensiun yang

diatur pada Peraturan Perundang-Undangan64.

Pegawai Negeri Sipil memiliki hak dan kewajiban, hak merupakan

konsekuensi dari kewajiban, secara logika keduanya memiliki hubungan timbal balik,

hak seseorang dapat dipenuhi karena telah menjalankan kewajiban sebagaimana yang

telah ditentukan sesuai dengan syarat untuk mendapatkan hak tersebut. Satjipto

Rahardjo menyatakan “antara hak dan kewajiban terdapat hubungan yang erat yang

satu mencerminkan adanya yang lain.65 Dalam Hukum Kepegawaian hak dan

64 Miftha Thoha, Manajemen Kepegawaian Sipil Di Indonesia, Kencana Prenada Media Group,

Jakarta, hlm 27-46.

65 Satjipto Rahardjo, 2000, Pengantar Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm 54.

Page 82: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

69

kewajiban seorang Pegawai Negeri telah diatur secara normatif yang dituangkan pada

UU No. 43 Tahun 1999.

Kewajiban Pegawai Negeri Sipil berdasarkan UU No. 43 Tahun 1999 adalah :

1. Wajib setia dan taat kepada Pancasila, UUD 1945, Negara dan Pemerintah

serta wajib menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dalam Negara kesatuan

Republik Indonesia. (Pasal 4)

2. Wajib menaati segala peraturan perundang-undangan yang berlaku dan

melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepadanya dengan penuh

pengabdian, kesadaran dan tanggung jawab. (Pasal 5)

3. Wajib menyimpan rahasia jabatan dan hanya dapat mengemukakan rahasia

jabatan kepada dan atas perintah pejabat yang berwajib atas kuasa undang-

undang. (Pasal 6).

Kewajiban pegawai Negeri adalah segala sesuatu yang wajib dilakukan

berdasarkan peraturan perundang-undangan. Menurut Sastra Djatmika kewajiban

pegawai negeri adalah :

1. Kewajiban-kewajiban yang ada hubungan dengan suatu jabatan

2. Kewajiban-kewajiban yang tidak langsung berhubungan dengan suatu tugas

dalam jabatan melainkan dengan kedudukan sebagai pegawai negeri pada

umumnya.

3. Kewajiban-kewajiban lainnya

Page 83: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

70

4. Elemen-elemen penunjang kewajiban meliputi kesetiaan, ketaatan,

pengabdian, kesadaran, tanggung jawab, jujur, tertib, bersemangat dengan

memegang rahasia Negara dan melaksanakan tugas kedinasan66 :

1. Kesetiaan berarti tekad dan sikap batin serta kesanggupan untuk

mewujudkan dan mengamalkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

1945 dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab.

2. Ketaatan berarti kesanggupan seseorang untuk mentaati segala peraturan

perundang-undangan dan peraturan (kedinasan) yang berlaku serta

kesanggupan untuk tidak melanggar larangan ditentukan.

3. Pengabdian (terhadap Negara dan masyarakat) merupakan kedudukan dan

peranan Pegawai Negeri Sipil Republik Indonesia dalam hubungan

formal baik dengan Negara secara keseluruhan maupun dengan

masyarakat secara khusus.

4. Kesadaran berarti merasa, tahun dan ingat (pada keadaan yang

sebenarnya) atau keadaan ingat (tahu) akan dirinya.

5. Jujur berarti lurus hati, tidak curang, (lurus adalah tegak benar) terus

tersng ( benar adanya). Kejujuran adalah ketulusan hati seseorang dalam

melaksanakan tugas dan kemampuan untuk tidak menyalahgunakan

wewenang yang diberikan kepadanya atau keadaan wajib menanggung

66Sastra Djatmika dan Marsono, 1995, Hukum Kepegawaian di Indonesia, Djambatan,

Jakarta,hlm 103

Page 84: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

71

segala sesuatunya apabila terdapat sesuatu hal, boleh dituntut dan

dipersalahkan.

6. Menjunjung tinggi berarti memuliakan atau menghargai dan menaati

martabat bangsa. Menjunjung tinggi kehormatan bangsa dan Negara

mengandung arti bahwa norma-norma yang hidup dalam bangsa dan

Negara Indonesia harus dihormati. Setiap pegawai negeri sipil harus

menghindari tindakan dan tingkah laku yang dapat menurunkan atau

mencemarkan kehormatan bangsa dan Negara.

7. Cermat berarti (dengan seksama), dengan teliti dengan sepenuh minat

(perhatian).

8. Tertib berarti menaati peraturan dengan baik, aturan yang bertalian dengan

baik.

9. Semangat berarti jiwa kehidupan yang mendorong seseorang untuk bekerja

keras dengan tekad yang bulat untuk melaksanakan tugas dalam rangka

pencapaian tujuan.

10. Rahasia berarti sesuatu yang tersembunyi ( hanya diketahui oleh seseorang

atau beberapa orang saja, ataupun sengaja disembunyikan supaya orang

lain tidak mengetahuinya). Rahasia dapat berupa rencana, kegiatan atau

tindakan yang akan, sedang atau telah dilaksanakan yang dapat

menimbulkan kerugian atau bahaya apabila diberitahukan kepada atau

diketahui oleh orang yang tidak berhak.

Page 85: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

72

11. Tugas kedinasan berarti sesuatu yang wajib dikerjakan atau ditentukan

untuk dilakukan terhadap bagian pekerjaan umum yang mengurus sesuatu

pekerjaan tertentu.

Hak Pegawai Negeri Sipil, pada dasarnya adanya hak manusia karena

mempunyai berbagai kebutuhan yang merupakan pemacu bagi dirinya untuk

memenuhi kebutuhannya seperti bekerja untuk memperoleh uang bagi pemenuhan

kebutuhan. Hak pegawai negeri sipil berdasarkan Pasal 7 sampai dengan pasal 10 UU

No. 43 Tahun 1999 adalah :

Pasal 7 Ayat (1) : “ Setiap pegawai negeri berhak memperoleh gaji yang adil danlayak sesuai dengan beban pekerjaan dan tanggung jawabnya.”

Ayat (2) : “Gaji yang diterima oleh Pegawai Negeri Sipil harus mampumemacu produktivitas dan menjamin kesejahteraan”.

Ayat (3): “Gaji pegawai Negeri yang adil dan layak sebagaimana dimaksuddalam ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.”

Pasal 8 : “Setiap Pegawai Negeri berhak atas cuti”

Pasal 9 Ayat (1) : “Setiap pegawai negeri yang ditimpa oleh sesuatu kecelakaandalam dan karena menjalankan tugas kewajibannya berhakmemperoleh perawatan”.

Ayat (2): “Setiap pegawai negeri yang menderita cacat jasmani atau cacatrohani dalam dan karena menjalankan tugas kewajibannya yangmengakibatkan tidak dapat bekerja lagi dalam jabatan apapunjuga, berhak memeproleh tunjangan”.

Ayat (3) : “Setiap pegawai negeri yang tewas, keluarganya berhakmemperoleh uang duka.”

Pasal 10 : “Setiap Pegawai Negeri yang telah memenuhi syarat-syarat yangditentukan berhak atas pensiun”.

Sebagai abdi negara yang selalu menjadi perhatian masyarakat luas, Pegawai

Negeri Sipil harus memiliki etika dalam menjalankan tugas-tugasnya baik itu dalam

bentuk norma hukum, kesopanan, kesusilaan dan agama. Etika berasal dari kata

Page 86: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

73

Yunani yaitu ethos yang artinya kebiasaan atau watak, etika artinya pola perilaku atau

kebiasaan yang baik dan dapat diterima oleh lingkungan pergaulan seseorang atau

suatu organisasi tertentu.67 Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara menjabarkan

pokok-pokok etika Pegawai Negeri Sipil selain itu pemerintah membentuk KORPRI

dalam rangka meningkatkan kualitas Pegawai Negeri Sipil dengan membuat panca

prasetya KORPRI Pegawai Republik Indonesia sebagai kode etik pegawai Republik

Indonesia. Kode etik adalah sekumpulan norma, asas dan nilai yang menjadi

pedoman bagi anggota kelompok profesi tertentu dalam bersikap, berperilaku dan

melaksanakan kegiatan-kegiatan sebagai anggota kelompok profesi tertentu. Panca

prasetya KORPRI adalah :

1. Setia dan taat kepada negara kesatuan dan pemerintah Indonesia yang

berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

2. Menjunjung tinggi kehormatan bangsa dan negara serta memegang

teguh rahasia jabatan dan rahasia negara.

3. Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat di atas kepentingan

pribadi dan golongan.

4. Bertekad memelihara persatuan dan kesatuan bangsa serta

kesetiakawanan KORPRI.

67 Desi Fernanda, 2003, Etika Organisasi Pemerintah, Lembaga Administrasi Negara RepublikIndonesia, Jakarta, hlm 2.

Page 87: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

74

5. Berjuang menegakkan kejujuran dan keadilan serta meningkatkan

kesejahteraan dan profesionalisme.

Dari uraian diatas dapat penulis simpulkan bahwa Pegawai Negeri Sipil

adalah seseorang yang telah memenuhi syarat yang telah ditentukan oleh Undang-

Undang untuk dapat bekerja pada pemerintahan pusat maupun pemerintahan daerah

yang gajinya dibebankan pada APBD dan APBN.

3. Pejabat Pembina Kepegawaian

Keberadaan Pegawai Negeri Sipil erat kaitannya dengan jabatan dan pejabat,

kedua kata ini memiliki perbedaan arti. Menurut R Soegijatno Tjakranegara jabatan

adalah subjek hukum yang mendukung hak dan kewajiban sebagai subjek hukum

maka jabatan dapat melakukan tindakan-tindakan hukum. Jabatan adalah pendukung

kekuasaan dalam negara hukum, jabatan sebagai kekuasaan dilandaskan atas hukum

dan setiap jabatan harus dirumuskan batas-batas tugas dan kekuasaannya sehingga

bersifat tetap dalam arti tidak berubah-ubah guna menjamin kepastian hukum.68

Pendapat lain mengenai jabatan seperti yang dinyatakan oleh Soenyoto Rais jabatan

adalah keseluruhan dari tugas, kewajiban, wewenang dan tanggung jawab yang

secara keseluruhan dibebankan kepada seseorang. Dalam pasal 1 angka 5 UU No. 43

tahun 1999 disebutkan :

“Jabatan Negeri adalah jabatan dalam bidang eksekutif yang ditetapkanberdasarkan peraturan perundang-undangan termasuk didalamnya jabatan dalam

68 R. Soegijatno Tjakranegara, 1992, Hukum Tata Usaha Dan Birokrasi Negara, Rineka Cipta CetI, Jakarta, hlm 96.

Page 88: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

75

kesekretariatan lembaga tertinggi atau tinggi negara dan kepaniteraanpengadilan”.

Pasal 1 Angka 6 :

“Jabatan karier adalah jabatan struktural dan fungsional yang hanya dapat didudukiPegawai Negeri Sipil setelah memenuhi syarat yang ditentukan”.

Dari pengertian jabatan diatas bahwa seseorang yang sudah memiliki jabatan

sebagai Pegawai Negeri Sipil harus melaksanakan jabatan yang diberikan kepadanya

dengan baik, melaksanakan segala tugas, kewajiban dengan penuh tanggung jawab

untuk nantinya dapat menjadi pejabat yang mampu memimpin dan mengkoordinasi

bawahannya.

Pejabat adalah seseorang yang memiliki jabatan penting, seseorang yang

diserahkan kedudukan dalam sebuah organisasi/institusi baik formal maupun

informal dan turut melekat kewajiban dan hak dari kedudukan yang diberikan

tersebut69.

Berdasarkan Pasal 1 angka 2 UU No. 43 tahun 1999 tentang Undang-Undang

Pokok Kepegawaian disebutkan :

“Pejabat yang berwenang adalah pejabat yang mempunyai kewenangan

mengangkat, memindahkan dan memberhentikan Pegawai Negeri Sipil

berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku”.

Pasal 1 Angka 3 disebutkan :

69 http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20101028195812AAEh88B

Page 89: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

76

“Pejabat yang berwajib adalah pejabat yang karena jabatan atau tugasnyaberwenang melakukan tindakan hukum berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku”.

Pasal 1 Angka 4 menyebutkan :

“Pejabat negara adalah pimpinan dan anggota lembaga tertinggi/tinggi negara

sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Pejabat negara

lainnya yang ditentukan oleh Undang-Undang.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No 11 Tahun 2002 Pasal 1 angka 2

menyebutkan :

“Pejabat Pembina Kepegawaian adalah : Menteri, Jaksa Agung, Sekretaris Negara,Sekretaris Kabinet, Sekretaris Militer, Sekretaris Presiden, Sekretaris WakilPresiden, Kepala Kepolisian Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah NonDepartemen, Pimpinan Sekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara,Gubernur dan Bupati/Walikota”.

Menurut Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 2003 tentang Wewenang

Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil, (yang

selanjutnya disebut PP No. 9 Tahun 2003) Pasal 1 angka 3 menyebutkan :

“Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat adalah Menteri, Jaksa Agung, PimpinanKesekretariatan Lembaga Kepresidenan, Kepala Kepolisian Negara, PimpinanLembaga Pemerintah Non Departemen, Pimpinan Kesekretariatan LembagaTertinggi/ Tinggi Negara, Kepala Pelaksana Harian Badan Narkotika Nasionalserta Pimpinan Kesekretariatan Lembaga lain yang dipimpin oleh pejabatstruktural eselon I dan bukan merupakan bagian dari Departemen/LembagaPemerintah Non Departemen”.

Pasal 1 angka 4 menyebutkan :

“Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Propinsi adalah Gubernur”.

Pasal 1 angka 5 menyebutkan :

“Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Kabupaten/Kota adalah Bupati/Walikota”.

Page 90: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

77

Pasal 11 Ayat 1 UU No. 43 Tahun 1999 yang dimaksud “pejabat negara adalah :1. Presiden dan Wakil Presiden2. Ketua, Wakil Ketua dan Anggota Majelis Permusyawarahan Rakyat3. Ketua, Wakil Ketua dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat4. Ketua,Wakil Ketua,Ketua Muda, dan Hakim Agung pada Mahkamah Agung

serta Ketua, Wakil Ketua dan Hakim pada semua badan Peradilan5. Ketua, Wakil Ketua dan Anggota Dewan Pertimbangan Agung6. Ketua, Wakil Ketua dan Anggota Badan Pemeriksan Keuangan7. Menteri dan Jabatan Setingkat Menteri8. Kepala Perwakilan Republik Indonesia yang berkedudukan sebagai Duta Besar

Luar Biasa dan Berkuasa Penuh9. Gubernur dan Wakil Gubernur10. Bupati/Walikota dan Wakil Bupati/Wakil Walikota11. Pejabat lainnya yang ditentukan oleh Undang-Undang”.

Pejabat Negara ini tidak berkedudukan sebagai Pegawai Negeri Sipil.

Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat menetapkan :

1. Mengangkat Calon Pegawai Negeri Sipil di lingkungannya (Pasal 2 Ayat1 PPNo. 9 Tahun 2003).

2. Mengangkat Calon Pegawai Negeri Sipil menjadi Pegawai Negeri Sipil Pusat dilingkungannya (Pasal 2 Ayat 1 PP No. 9 Tahun 2003).

3. Mengangkat Pegawai Tidak Tetap di Lingkunganya (Pasal 2 Ayat (3) UU No.43 Tahun 1999).

4. Menetapkan kenaikan pangkat Pegawai Negeri Sipil Pusat dan Pegawai NegeriSipil yang diperbantukan di lingkungannya untuk menjadi Juru Muda Tingkat I(I/b) sampai dengan Pembina Tingkat I (IV/b). (Pasal 6 Ayat (1) dan (2) PP No.9 Tahun 2003).

5. Pejabat Pembina Kepegawaian pusat menentapkan pengangkatan, pemindahan,pemberhentian Pegawai Negeri Sipil Pusat di lingkungannya dari jabatanstruktural eselon II ke bawah di lingkungannya, karena untuk eselon Ipengangkatan, pemindahan dan pemberhentiannya dilakukan oleh Presiden.(Pasal 11 dan 12 PP No. 9 Tahun 2003)

Pejabat Pembina Kepegawaian Propinsi menetapkan :

1. Mengangkat Calon Pegawai Negeri Sipil di daerahnya (Pasal 3 Ayat (1).2. Mengangkat Calon Pegawai Negeri Sipil menjadi Pegawai Negeri Sipil.3. Mengangkat Pegawai Tidak Tetap di Lingkunganya (Pasal 2 Ayat (3) UU No.

43 Tahun 1999).4. Menetapkan kenaikan pangkat Pegawai Negeri Sipil di Daerahnya menjadi Juru

Muda Tingkat I (I/b) sampai dengan Pembina Tingkat I (IV/b).

Page 91: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

78

5. Gubernur menetapkan kenaikan pangkat Pegawai Negeri Sipil Daerah yangdiperbantukan dilingkungan pemerintah daerah Kabupaten/Kota untuk menjadipembina golongan IV/a dan pembina tingkat I (IV/b).

6. Mengangkat dan memberhentikan Sekretaris Daerah Propinsi denganpersetujuan DPRD dan diajukan kepada Menteri Dalam Negeri (Pasal 13 Ayat(1) PP No. 9 Tahun 2003).

7. Menetapkan pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian Pegawai NegeriSipil dalam jabatan struktural eselon II ke bawah.

Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah menetapkan :

1. Mengangkat Calon Pegawai Negeri Sipil di daerahnya (Pasal 3 Ayat (1).2. Mengangkat Calon Pegawai Negeri Sipil menjadi Pegawai Negeri Sipil.3. Mengangkat Pegawai Tidak Tetap di Lingkunganya (Pasal 2 Ayat (3) UU No.

43 Tahun 1999).4. Menetapkan kenaikan pangkat Pegawai Negeri Sipil di daerahnya dan Pegawai

Negeri Sipil yang diperbantukan di lingkungannya untuk menjadi Juru MudaTingkat I (I/b) sampai dengan Penata Tingkat I (III/d).

5. Mengangkat dan memberhentikan Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota denganpersetujuan DPRD untuk mendapat ijin Gubernur (Pasal 14 Ayat (1) PP No. 9Tahun 2003).

6. Menetapkan pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian Pegawai NegeriSipil dalam jabatan struktural eselon II.

7. Menetapkan pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian Pegawai NegeriSipil dalam jabatan struktural eselon III ke bawah di lingkungan pemerintahKabupaten/Kota.

Sebagai pejabat negara Presiden menetapkan pemberhentian sementara dari

jabatan negeri bagi Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan struktural eselon I,

jabatan fungsional jenjang utama atau jabatan lain yang pengangkatan dan

pemberhentiannya menjadi wewenang Presiden, pemberhentian sementara dari

jabatan negeri bagi Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan struktural eselon I

di lingkungan pemerintah daerah propinsi. (pasal 18 PP No. 9 Tahun 2003).

Kewenangan Pejabat Pembina Kepegawaian diarahkan untuk menjamin

terselenggaranya tugas pemerintahan dan pembangunan secara berhasil guna dan

Page 92: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

79

berdaya guna, tugas yang paling penting bagi Pejabat Pembina Kepegawaian adalah

harus mampu menjalankan manajemen kepegawaian dengan baik sehingga dapat

menciptakan sumber saya manusia yang baik, bermutu, memiliki ketrampilan bekerja

sehingga kompetisi yang baik dalam lingkungan kerja dapat terwujud dan tercipta

iklim kerja yang serasi, seimbang, guna menjamin kesejahteraan Pegawai.

Pembinaan Pegawai Negeri Sipil yang dapat dilakukan oleh Pejabat Pembina

Kepegawaian baik pusat maupun daerah adalah :

1. Penetapan formasi dan pengadaan pegawai untuk mengisi formasi

yang kosong.

2. Kepangkatan, jabatan, pengangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil, dan

pengangkatan jabatan struktural serta pemberhentian pegawai.

3. Sumpah jabatan, kode etik dan peraturan disiplin pegawai.

4. Pendidikan dan pelatihan (diklat)

5. Kesejahteraan

6. Penghargaan70

Dari uraian dalam bab ini dapat dipahami bahwa istilah pegawai atau

tenaga kerja yang disebut human resources adalah manusia dalam usia

kerja (working ages) yang mampu menyelenggarakan pekerjaan fisik

ataupun mental. Pegawai sebagai personal administration artinya bahwa

70Sastra Djatmika dan Marsono, 1985, Hukum Kepegawaian Indonesia, Liberty, yogyakarta, hlm

52

Page 93: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

80

ada beberapa golongan masyarakat yang penghidupannya dilakukan dengan

bekerja pada kesatuan organisatorisnya yang salah satunya merupakan

kesatuan kerja pemerintahan guna mendapatkan imbalan berupa gaji untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya. Pegawai Negeri maupun Tenaga Honorer

harus berasal dari SDM yang baik guna mewujudkan negara maju dan

pemerintahan yang baik.

Pejabat Pembina Kepegawaian memiliki peranan penting dalam pengelolaan

aparaturnya karena, Pejabat Pembina Kepegawaian yang berhak untuk melakukan

manajemen kepegawaian, Pejabat Pembina Kepegawaian berhak untuk mengangkat,

memindahkan dan memberhentikan pegawai baik berstatus pegawai negeri maupun

tidak berstatus sebagai pegawai negeri, untuk mendapatkan SDM yang baik maka

Pejabat Pembina Kepegawaian harus mentaati peraturan yang ada tidak

mengedepankan kepentingan-kepentingan pribadi di dalam perekrutan pegawai.

Pegawai Negeri adalah mereka yang bekerja pada instansi pemerintah, diangkat

berdasarkan Surat Keputusan Pejabat Pembina Kepegawaian dengan memenuhi

syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang serta mendapatkan gaji dari

anggaran pendapatan belanja negara maupun daerah, selain itu mereka berhak atas

hak-hak yang telah diatur oleh Undang-Undang seperti hak untuk cuti, hak untuk

mendapatkan uang pensiunan serta penghargaan lain berupa kenaikan pangkat sesuai

dengan masa pengabdian, sedangkan pegawai yang bukan berstatus Pegawai Negeri

baik itu tenaga honorer, kontrak, pegawai tidak tetap adalah mereka yang diangkat

oleh Pejabat Pembina Kepegawaian atau Kepala Instansi yang digaji berdasarkan

Page 94: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

81

anggaran daerah tidak mendapatkan kenaikan pangkat, tidak mendapatkan uang

pensiunan dan bekerja sesuai dengan lamanya perjanjian kerja yang telah disepakati

bersama.

Penggunaan istilah yang berbeda untuk menyebutkan mereka yang berstatus

bukan Pegawai Negeri menimbulkan arti yang berbeda-beda di masyarakat oleh

sebab itu menurut hemat penulis bahwa penggunaan istilah tenaga honorer, tenaga

kontrak maupun pegawai tidak tetap harus diseragamkan agar tidak menimbulkan

multitafsir sehingga kepastian hukum tetap terjaga.

Page 95: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

82

BAB III

PENGANGKATAN TENAGA HONORER SEBAGAI CALON PEGAWAI

NEGERI SIPIL

Dalam bab ini akan dibahas mengenai hal-hal penting tentang peraturan

tenaga honorer diantaranya Pokok-Pokok Kepegawaian, Pengangkatan Tenaga

Honorer Menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil, Pedoman Pendataan Dan Pengolahan

Tenaga Honorer Tahun 2005, Pedoman Audit Tenaga Honorer, Pendataan Tenaga

Honorer Yang Bekerja di Lingkungan Instansi Pemerintah. Selain itu pada bab ini

dibahas juga mengenai mekanisme pengangkatan tenaga honorer, tidak semua tenaga

honorer dapat diangkat menjadi Pegawai Negeri, kedudukan tenaga honorer yang

tidak dapat diangkat menjadi PNS akan tetap berstatus sebagai tenaga honorer.

1. Pengaturan Tenaga Honorer

Peraturan tenaga honorer dapat dilihat pada Undang-Undang Pokok

Kepegawaian yaitu UU No.43 Tahun 1999, Peraturan Pemerintah No. 48 Tahun 2005

tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil,

Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara No. 21 Tahun 2005 tentang Pedoman

Pendataan Dan Pengolahan Tenaga Honorer Tahun 2005, Peraturan Kepala BKN No.

15 Tahun 2008 tentang Pedoman Audit Tenaga Honorer, serta Surat Edaran Menteri

Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No. 5 Tahun 2010 tentang

Pendataan Tenaga Honorer Yang Bekerja di Lingkungan Instansi Pemerintah.

Page 96: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

83

UU No. 43 Tahun 1999 Pasal 2 ayat (3) yang menyatakan bahwa selain

Pegawai Negeri Sipil, Pejabat yang berwenang dapat mengangkat pegawai tidak

tetap, ini artinya bahwa pejabat pembina kepegawaian tidak hanya mempunyai

kewenangan untuk mengangkat Calon Pegawai Negeri Sipil sesuai dengan UU

No. 43 tahun 1999 tetapi juga berhak mengangkat pegawai tidak tetap, tujuannya

adalah untuk memenuhi kekurangan sumber daya manusia pada setiap instansi yang

membutuhkan. Pengaturan mengenai honorer ini kemudian diperjelas dengan

dikeluarkannya PP No. 48 Tahun 2005 yang kemudian dirubah dengan PP No. 43

Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2005

Tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil.

Pada Peraturan Pemerintah No. 48 Tahun 2005 tentang Honorer mengatur

mengenai pengangkatan tenaga honorer menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil,

pengangkatan tenaga honorer menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil ini bertujuan

untuk memenuhi kebutuhan tenaga tertentu pada instansi pemerintah. Perubahan PP

48 Tahun 2005 ke PP No. 43 Tahun 2007 dapat dilihat pada :

1. Pasal 3 pada PP No. 48 Pasal 3 ayat (1) pengangkatan tenaga honorer menjadi

Calon Pegawai Negeri Sipil diprioritaskan pada : tenaga guru, tenaga

kesehatan, tenaga penyuluh di bidang pertanian, perikanan dan peternakan dan

tenaga teknis lainnya yang dibutuhkan pemerintah. Sedangkan pada PP No.

43 Tahun 2007 diubah menjadi, tenaga honorer yang diangkat menjadi Calon

Pegawai Negeri Sipil adalah : tenaga guru, tenaga kesehatan, tenaga penyuluh

Page 97: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

84

di bidang pertanian, perikanan, peternakan, tenaga teknis lainnya yang sangat

dibutuhkan pemerintah.

Pasal 3 ayat (2) PP No. 48 Tahun 2005 : Pengangkatan tenaga honorer

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada usia dan masa kerja

sebagai berikut :

a) Tenaga honorer yang berusia paling tinggi 46 (empat puluh enam)

tahun dan mempunyai masa kerja 20 (dua puluh) tahun atau lebih

secara terus menerus.

b) Tenaga honorer yang berusia paling tinggi 46 (empat puluh enam)

tahun dan mempunyai masa kerja 10 (sepuluh) tahun atau lebih

sampai dengan kurang dari 20 (dua puluh) tahun secara terus

menerus.

c) Tenaga honorer yang berusia paling tinggi 40 (empat puluh) tahun dan

mempunyai masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih sampai dengan

kurang dari 10 (sepuluh) tahun secara terus menerus.

d) Tenaga honorer yang berusia paling tinggi 35 (tiga puluh lima) tahun

dan mempunyai masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih sampai dengan

kurang dari 5 (lima) tahun secara terus menerus.

Pasal 3 ayat (2) dan (3) PP No. 43 Tahun 2007 :

Ayat (2) Pengangkatan tenaga honorer sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

didasarkan pada:

Page 98: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

85

a) usia paling tinggi 46 (empat puluh enam) tahun dan paling rendah 19

(sembilan belas) tahun; dan

b) masa kerja sebagai tenaga honorer paling sedikit 1 (satu) tahun secara

terus menerus.

Ayat (3) Masa kerja terus menerus sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

huruf b tidak berlaku bagi dokter yang telah selesai menjalani masa bakti

sebagai pegawai tidak tetap.

2. Pasal 4 PP No 48 Tahun 2005 : pengangkatan tenaga honorer dilakukan

melalui tes administasi, disiplin, integritas, kesehatan dan kompetensi.

Selain itu tenaga honorer juga wajib mengisi/menjawab daftar pertanyaan

mengenai pengetahuan tata pemerintahan /kepemimpinan yang baik,

pengangkatan tenaga honorer ini mengutamakan yang berusia paling

tinggi atau masa kerja lebih banyak. Sedangkan pada Pasal 4 PP No. 43

Tahun 2007 : bahwa pengangkatan tenaga honorer hanya melalui tes

administrasi tanpa dijelaskan apa yang dimaksud dengan tes administasi,

pengangkatan tenaga honorer di prioritaskan bagi mereka yang

mempunyai masa kerja lebih dari lama atau yang menjelang usia 46 tahun

(batas usia disebutkan dengan jelas).

3. Ketentuan Pasal 10 PP No. 48 Tahun 2005 mengenai materi tes honorer

dihapus pada PP No. 43 Tahun 2007.

4. Pasal 11 PP No. 48 Tahun 2005 mengenai biaya pelaksanaan

pengangkatan tenaga honorer dibebankan kepada APBN sedangkan pada

Page 99: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

86

Pasal 11 PP No 43 Tahun 2005 biaya pengangkatan dibebankan pada

APBN apabila pada instansi pusat dan APBD apabila pada instansi

daerah.

Dalam bab I halaman 4 telah diuraikan bahwa pada PP No. 48 Tahun 2005

pada Pasal 8 yang menyatakan :

“Sejak ditetapkan Peraturan Pemerintah ini semua Pejabat PembinaKepegawaian dan pejabat lain di Lingkungan instansi, dilarangmengangkat tenaga honorer atau yang sejenis kecuali ditetapkandengan Peraturan Pemerintah”.

Dari peraturan tentang tenaga honorer tersebut mengatur tentang larangan

adanya pengangkatan tenaga honorer setelah tahun 2005, namun setelah tahun 2005

muncul Surat Keputusan kepala instansi dan kepala daerah yang mengangkat tenaga

honorer, dalam hal ini terjadi pertentangan norma antara Peraturan Pemerintah

dengan Surat Keputusan kepala instansi dan kepala daerah, hal ini telah diuraikan

sebelumnya pada bab I halaman 32 tentang teori penjenjangan norma, dimana aturan

yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi. Jenjang

Perundang-undangan adalah urutan-urutan mengenai tingkat dan derajat daripada

Undang-Undang yang bersangkutan, dengan mengingat badan berwenang yang

membuatnya dan masalah-masalah yang diaturnya. Undang-Undang juga dibedakan

dalam Undang-Undang tingkat atasan dan tingkat bawahan yang dikenal dengan

hierarki. Undang-Undang yang lebih rendah tingkatannya tidak boleh bertentangan

dengan Undang-Undang yang lebih tinggi71.

71 Soeroso, Loc Cit

Page 100: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

87

Peraturan lain yang mengatur masalah tenaga honorer adalah Peraturan

Kepala Badan Kepegawaian Negara No. 21 Tahun 2005 tentang Pedoman Pendataan

dan Pengolahan Tenaga Honorer Tahun 2005. Pedoman pendataan dan pengolahan

tenaga honorer ini bertujuan untuk mempermudah pelaksanaan pendataan dan

pengolahan tenaga honorer. Selain itu dikeluarkan juga Surat Edaran Menteri

Pendayagunaan Apa`ratur Negara No. 5 Tahun 2010 tentang Pendataan Tenaga

Honorer Yang Berkerja Di Lingkungan Instansi Pemerintah.

Peraturan lain adalah dikeluarkannya Peraturan Kepala Badan Kepegawaian

Daerah Tahun 2008 tentang Pedoman Audit Tenaga Honorer, tujuan dari

dikeluarkannya Peraturan BKN ini, karena dari hasil penelitian lapangan yang

dilakukan pada beberapa Provinsi/Kabupaten/Kota ditemukan pengangkatan tenaga

honorer oleh Pejabat Pembina Kepegawaian secara fiktif dan untuk lebih menjamin

akurasi data tenaga honorer, baik yang telah maupun yang akan diangkat menjadi

Calon Pegawai Negeri Sipil perlu dilakukan audit tenaga honorer secara menyeluruh

pada instansi pemerintah.

Seperti yang dinyatakan oleh Neil Hawke pada uraian bab II halaman 43

menyatakan “Administrative law deals with the legal control of government and

related administrative powers”72 It has been seen that the essential task of

administrative law is to provide a legal control in relation to the exercise of

72 Neil Hawke, Loc Cit.

Page 101: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

88

administrative powers conferred on various administrative agencies for all sorts of

different purposes,73. Dari penjelasan tersebut dapat dilihat bahwa adanya hukum

administrasi ini adalah untuk mengetahui kewenangan pemerintah serta batasan dari

kewenangan tersebut agar kewenangan pemerintah tidak menjadi kekuasaan yang

tidak terbatas, seperti misalnya kewenangan diskresi, walaupun pemerintah memiliki

kewenangan diskresi untuk menentang peraturan yang ada tetapi ada batasan terhadap

kewenangan diskresi, ada syarat-syarat yang harus dipenuhi pemerintah agar dapat

melakukan discretion of power, hal ini sesuai dengan penjelasan pada Bab I halaman

24-27.

Menurut hemat penulis, ketentuan mengenai kewenangan harus diperhatikan

oleh pemerintah daerah dalam melaksanakan tugasnya mengemban PP No. 48 Tahun

2005, yang secara jelas melarang adanya pengangkatan pegawai di luar dari PNS

setelah tahun 2005, sehingga dapat mencegah penyalahgunaan wewenang dalam

pengangkatan tenaga honorer tersebut dan pengangkatan tenaga honorer tidak

dilandasi faktor kolusi yaitu permufakatan atau kerja sama secara melawan hukum

antar Penyelenggara Negara atau antara Penyelenggara Negara dan pihak lain yang

merugikan orang lain, masyarakat, dan atau negara (Pasal 1 angka 4 UU No. 28

Tahun 1999) dan nepotisme yaitu setiap perbuatan Penyelenggara Negara secara

melawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan atau kroninya di

73 Ibid, hlm 14

Page 102: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

89

atas kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara (Pasal 1 angka 5 UU No. 28 Tahun

1999). Hal ini nantinya akan berpengaruh terhadap Sumber Daya Manusia yang

dihasilkan, semakin baik memilih Sumber Daya Manusia untuk menjalankan

pemerintahan maka semakin baik pula pemerintahan yang dihasilkan sehingga

nantinya dapat mewujudkan clean government and good governance.

2. Mekanisme Pengangkatan Tenaga Honorer menjadi Calon Pegawai Negeri

Sipil

Berdasarkan Peraturan Kepala BKN No. 21 Tahun 2005, Pengangkatan

tenaga honorer menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil bertujuan untuk menyelesaikan

masalah pegawai honorer yang berprestasi, berdedikasi, bekerja terus-menerus dan

dibiayai oleh APBN/APBD. Pengangkatan tenaga honorer dilakukan secara bertahap

mulai tahun anggaran 2005 dan paling lambat tahun anggaran 2009. Pengangkatan

yang dilakukan harus sangat teliti mengingat ini merupakan hal yang sangat sensitif

sehingga diperlukan kecermatan dari pemerintah pusat.

Teliti artinya adalah pemerintah dalam melakukan pengangkatan dari tenaga

honorer ke Calon Pegawai Negeri Sipil harus sangat hati-hati, cermat, dan seksama

dalam memeriksa berkas-berkas sebagai syarat dari tenaga honorer untuk dapat

diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil, mengingat semua tenaga honorer

memiliki keinginan untuk diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil sehingga

berbagai cara dapat dilakukan agar nama mereka dapat lebih dulu diangkat dari pada

nama yang lainnya, mulai dari pemalsuan berkas, bermain curang dengan

mengedepankan orang penting/pejabat dapat dilakukan bagi mereka yang ingin

Page 103: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

90

segera diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil, segala cara dapat dilakukan

untuk mendapatkan keuntungan.

Dengan berpedoman pada Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik, salah

satunya yaitu Asas Kecermatan, menjadi dasar pelaksanaan oleh Pemerintah dalam

melakukan pemeriksaan berkas tenaga honorer harus secara cermat dan tegas, agar

tidak terpengaruh dan tetap pada aturan hukum yang telah ditentukan karena tindakan

pemerintah harus berdasarkan asas legalitas untuk menciptakan keadilan, seperti yang

dijelaskan pada bab I halaman 17 mengenai legalitas.

Asas legalitas merupakan salah satu prinsip utama yang dijadikan dasar

dalam setiap penyelenggaraan pemerintah dan Negara, secara normatif bahwa setiap

tindakan pemerintah harus berdasarkan peraturan perundang-undangan atau

berdasarkan pada kewenangan dianut setiap Negara hukum. Dengan penerapan asas

legalitas ini oleh pemerintah, maka tindakan yang dilakukan akan jelas dan memiliki

kepastian hukum karena asas legalitas menjadi dasar legitimasi tindakan pemerintah

sehingga persamaan perlakuan pada setiap orang terutama pegawai, baik itu yang

berstatus pegawai negeri maupun pegawai honorer akan terwujud sehingga hak asasi

mereka sebagai pegawai akan terjaga.

Pengangkatan tenaga honorer menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil

dilaksanakan secara objektif artinya pengangkatan ini dilakukan secara benar tanpa

dipengaruhi oleh pendapat atau pandangan secara pribadi atau oleh orang lain, harus

dilaksanakan berdasarkan atas syarat-syarat yang telah ditentukan, serta tidak

membedakan jenis kelamin, suku, agama, ras, golongan atau daerah sehingga akan

Page 104: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

91

diperoleh Calon Pegawai Negeri Sipil yang professional, jujur,bertanggung jawab,

netral, dan memiliki kompetensi sesuai dengan tugas/jabatan yang akan diduduki.

Dengan adanya PP No 48 Tahun 2005 yang melarang adanya pengangkatan

tenaga honorer setelah tahun 2005 maka instansi pusat ataupun pemerintah daerah

tidak diperkenankan lagi untuk mengangkat tenaga honorer dengan alasan apapun

(huruf A angka 1d Peraturan BKN No. 21 Tahun 2005). Namun kenyataannya masih

ada pegawai honorer yang diangkat sampai dengan tahun 2012 dan status mereka

akan tetap menjadi tenaga honorer sampai adanya peraturan baru yang mengganti

bunyi pasal 8 PP No. 48 tahun 2005.

Jumlah tenaga honorer yang ada di daerah seperti pada Pemerintah Daerah

Kabupaten Badung sejumlah 2235 yang masuk dalam data base menjadi data final

yang mendasar pengangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil oleh pemerintah yang

akan diselesaikan sampai dengan tahun 2009, bagi tenaga honorer yang namanya

tidak masuk dalam data base karena pengangkatannya diatas tahun 2005, maka

mereka akan tetap sebagai tenaga honorer.

Kebijakan pemerintah tahun 2005 sampai tahun 2009 adalah menyelesaikan

tenaga honorer yang telah masuk ke dalam data base, menurut Widjaja pengangkatan

ini bertujuan untuk memberantas KKN74.

74Widjaja,2005, Penyelenggaraan Otonomi Di Indonesia, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta, hlm

66.

Page 105: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

92

Oleh sebab itu menurut hemat penulis ada beberapa hal penting berkaitan

dengan pengangkatan tenaga honorer menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil dibatasi

oleh pemerintah pusat sejak 2005 dan Pemerintah Daerah dituntut untuk dapat

menyelesaikan pengangkatan tersebut sampai tahun 2009 yaitu :

1. Mempercepat pemberantasan KKN serta peningkatan kualitas

pelayanan publik artinya pada era reformasi ini banyak terjadi perubahan

ditatanan nasional negara, perubahan yang sangat menonjol adalah keinginan

rakyat agar pemerintahan diselenggarakan secara baik, transparan dan bebas

dari korupsi, kolusi dan nepotisme, sehingga aparatur negara harus

membebaskan diri dari keterikatan pada salah satu partai politik yang

memerintah pemerintah (netral).

Aparatur negara harus menanamkan jiwa pengabdian kepada bangsa,

negara dan pemerintah sebagai abdi masyarakat dan abdi negara, untuk

meningkatkan kualitas pelayanan publik maka produktivitas aparatur selain

diukur dengan kinerja pelaksanaan tugas jabatan atau pekerjaan juga perlu

diukur dengan manfaat dan dampaknya dalam masyarakat baik dalam

pemberian pelayanan maupun dari kegiatan pengelolaan kebijakan yang

harus dilakukan masing-masing.

Dengan jiwa pengabdian akan menyentuh etika publik dan

akuntabilitas publik dan kredibilitas aparat dalam pengelolaan kebijakan

dengan memperhatikan kemungkinan pelaksanaan prinsip reinventing yang

Page 106: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

93

menekankan system intervensi lebih baik mensetir daripada mendayung

ataupun dalam pemberian pelayanan prima.

2. Peningkatan aparatur artinya tantangan yang dihadapi manajemen

pemerintahan pada kenyataaan pada saat ini adalah kualitas pelayanan publik

yang masih rendah, pola perencanaan dan pengukuran kinerja yang belum

terstruktur dengan baik, kebocoran anggaran, tingginya tingkat korupsi dan

buruknya birokrasi karena belum diterapkan prinsip-prinsip good

governance, masalah korupsi terkait erat dengan buruknya birokrasi.

Sistem pengawasan baik internal maupun eksternal belum mantap

serta hubungan keduanya belum jelas. Pada aspek Sumber Daya Manusia

aparatur, profesionalisme dan manejemen kepegawaian masih merupakan

masalah. Hal itu dapat dilihat belum optimalnya adopsi dan aplikasi

manajemen sumber daya manusia aparatur yang berbasis kompetensi.

Fakta yang memprihatinkan adalah belum banyak dirumuskan standar

kompetensi yaitu kemampuan bersikap, berpikir, dan bertindak secara

konsisten sebagai perwujudan dari pengetahuan, sikap, dan keterampilan

yang dimiliki oleh seorang pegawai.

Selain kompetensi, tantangan pada sumber daya manusia aparatur

juga meliputi jumlah dan distribusi menurut lembaga dan daerah. Penataan

perlu dilakukan untuk mewujudkan jumlah/komposisi yang tepat sesuai

dengan kebutuhan baik dari sisi internal maupun eksternal pemerintah

Page 107: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

94

sehingga pemerataan pegawai dapat terwujud untuk optimalnya pelayanan

kepada masyarakat.

3. Menyelesaikan masalah tenaga honorer artinya banyak tenaga honorer

yang mengabdi dalam rentan waktu yang cukup lama, mereka mengabdikan

dirinya untuk negara walaupun mendapatkan upah yang kecil, banyak

diantara mereka yang berdedikasi tinggi, berprestasi, namun memiliki tingkat

kesejahteraan yang masih kurang, oleh sebab itu negara memberikan

perhatian untuk meningkatkan taraf hidup mereka menjadi lebih baik dengan

melakukan pendataan untuk dapat diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil.

Berdasarkan PP No. 43 Tahun 2007 yang merupakan perubahan atas PP No.

48 Tahun 2005 mengatur bahwa pengangkatan honorer menjadi CPNS diprioritaskan

bagi tenaga guru, tenaga kesehatan, tenaga penyuluh di bidang pertanian, perikanan,

peternakan serta tenaga teknis lainnya yang sangat dibutuhkan pemerintah.

Tenaga honorer dapat diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil

apabila telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam PP No. 48 tahun 2005,

tenaga honorer harus melewati beberapa tahapan administrasi sebelum dapat

dinyatakan memenuhi syarat atau tidak untuk diangkat menjadi Calon Pegawai

Negeri Sipil hal ini sesuai dengan PP No. 48 Tahun 2005 yang didukung oleh

beberapa peraturan tentang pengangkatan tenaga honorer menjadi Calon Pegawai

Negeri Sipil.

Pelaksanaan pendataan tenaga honorer dan pengolahannya dilakukan di

daerah dengan dikoordinasikan oleh Gubernur dan data yang sudah diolah kemudian

Page 108: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

95

disampaikan kepada Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (yang selanjutnya

disebut MENPAN) dan Badan Kepegawaian Negara (yang selanjutnya disebut

BKN).

Berdasarkan kriteria tentang tenaga honorer maka dapat dikemukakan hal-hal

sebagai berikut :

1. Batas usia untuk dapat masuk ke dalam data base adalah berusia paling

tinggi 46 tahun dan paling rendah 19 tahun pada 1 Januari 2006.

2. Memiliki masa kerja sebagai tenaga honorer paling sedikit satu tahun

secara terus – menerus dan tidak terputus pada 31 Desember 2005. (diatur

pada Pasal 3 ayat (2) PP No. 43 Tahun 2007)

3. Surat Keputusan pengangkatan tenaga honorer harus diangkat oleh pejabat

yang berwenang, pejabat yang berwenang adalah pejabat yang mempunyai

kewenangan mengangkat, memindahkan dan memberhentikan pegawai

negeri berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pejabat

yang berwenang di propinsi adalah Gubernur dan pejabat berwenang di

Kabupaten adalah Bupati.

Setelah memenuhi syarat adminitrasi sebagaimana disebutkan pada halaman diatas

maka akan dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Batching yaitu kegiatan mengelompokkan formulir pendataan tenaga

honorer 2005 yang telah diisi dengan jumlah tertentu dalam satu bandle.

2. Editing yaitu kegiatan memeriksa isian formulir pendataan tenaga

honorer 2005 dan memberikan tanda edit pada isian yang akan di rekam.

Page 109: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

96

3. Coding yaitu kegiatan memberi kode untuk isian uraian formulir

pendataan tenaga honorer 2005.

4. Setelah itu maka tenaga honorer akan masuk nama-namanya ke dalam

data base. Data base adalah kumpulan data tenaga honorer dari berbagai

instansi pemerintah yang telah tercatat di BKN dan mendapatkan nomor

induk tenaga honorer (NITH).

5. Dilakukan verifikasi yaitu kegiatan memeriksa kembali kesesuaian daftar

tenaga honorer tahun 2005 yang dicetak dari database dengan daftar

tenaga honorer tahun 2005 yang diusulkan.

6. Validasi yaitu kegiatan membandingkan antara isian dalam formulir

pendataan tenaga honorer 2005 dengan data yang ada dalam database file

apakah sama atau tidak dengan program atau secara manual.

Pendataan dan verifikasi tenaga honorer dilakukan oleh BKN, karena BKN

bertugas menyelenggarakan menajemen Pegawai Negeri Sipil yang berupa :

1. Perencanaan kepegawaian2. Pengembangan kualitas sumber daya Pegawai Negeri Sipil3. Administrasi kepegawaian4. Pengawasan dan pengendalian5. Penyelenggaraan dan pemeliharaan informasi kepegawaian6. Mendukung perumusan kebijaksanaan kesejahteraan Pegawai Negeri Sipil7. Memberikan bimbingan teknis kepada unit organisasi yang menangani

kepegawaian pada instansi pemerintah pusat dan pemerintah daerah75.

75 Sri Hartati,Op Cit,hlm 25

Page 110: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

97

Tujuan verifikasi dan validasi adalah untuk mendapatkan kebenaran formal

dan material atas kedudukan dan keberadaan tenaga honorer, mendapatkan data riil

yang dibayarkan dari APBN/APBD dan mencegah terjadinya korupsi, kolusi dan

nepotisme. Kegiatan pengecekan ini dibentuk anggota tim verifikasi dan validasi

yang terdiri dari : BKN, Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (yang

selanjutnya disebut BPKP), Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara dan

Reformasi Birokrasi yang didampingi oleh pejabat inspektorat dan biro

kepegawaian/BKD serta tim pendataan tenaga honorer dari masing-masing instansi.

Audit adalah kegiatan mengumpulkan informasi factual dan signifikan

melalui proses interaksi secara sistematis, objektif, dan terdokumentasi yangt

berorientasi pada asas nilai manfaat.

Tim pemeriksa akan mengecek :

1. Surat Keputusan pertama tenaga honorer, memeriksa apakah

pengangkatan tenaga honorer dilakukan oleh Pejabat Pembina

Kepegawaian atau pejabat lain di lingkungan instansi pemerintah dan

melaksanakan tugas di lingkungan instansi pemerintah.

2. Bukti aktif bekerja secara terus-menerus

3. Pengecekan pada dokumen berupa :

DASK (Daftar Anggaran Satuan Kerja) : dokumen anggaran yang

berisi pendapatan dan belanja setiap perangkat daerah yang

digunakan sebagai dasar pelaksanaan oleh pengguna anggaran.

Page 111: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

98

SPM (Surat Perintah Membayar) : dokumen yang digunakan oleh

pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran untuk mencairkan

dana yang bersumber dan DASK.

SPJ ( Surat Pertanggungjawaban) : dokumen yang dibuat oleh

pengguna anggaran untuk mempertanggungjawabkan uang yang

digunakan yang bersumber dari APBN/APBD.

4. Cek fisik keberadaan tenaga honorer

5. Daftar absensi

6. Dokumen – dokumen lain yang dibutuhkan (sumber : Pedoman Audit

Tenaga Honorer, Peraturan Kepala BKN No. 15 Tahun 2008).

Berdasarkan langkah-langkah sebagaimana diuraikan, maka dilakukan

pengecekan oleh tim audit untuk melakukan wawancara langsung terhadap tenaga

honorer dan Pejabat Pembina Kepegawaian atau pejabat lain yang menandatangani

Surat Keputusan Pengangkatan Tenaga Honorer, kemudian laporan hasil audit akan

ditandatangani oleh seluruh anggota Tim diketahui oleh Kepala BKD, Inpektur

Inspektorat Propinsi/Kabupaten/Kota.

Hasil verifikasi dan validasi tenaga honorer dijadikan sebagai bahan

pertimbangan dalam proses pengangkatan tenaga honorer menjadi Calon Pegawai

Negeri Sipil, jika tidak memenuhi maka dinyatakan tidak dapat dipertimbangkan.

Tenaga honorer yang terbukti secara sah dan meyakinkan telah memalsu atau

memberikan data dan keterangan yang tidak benar dalam proses pendataan dan

Page 112: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

99

pengangkatan sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil dikenakan sanksi pemberhentian

tidak dengan hormat sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil atau Pegawai Negeri Sipil.

3. Kedudukan Tenaga Honorer

Kedudukan adalah tempat atau posisi, martabat atau tingkat orang, atau status

pegawai untuk melakukan pekerjaan atau jabatan.

Tenaga honorer adalah mereka yang diangkat oleh Pejabat Pembina

Kepegawaian atau Kepala instansi yang terkait untuk menjalankan tugas-tugas

tertentu pada instansi pemerintah, tenaga honorer ini tidak berstatus sebagai PNS,

mereka diangkat dengan alasan untuk memenuhi kekurangan jumlah pegawai pada

instansi di pemerintah daerah.

Pemerintah Daerah diberikan kewenangan untuk mengangkat pegawai

honorer di daerahnya sesuai dengan amanat UU No. 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah, yang memberi kewenangan kepada pemerintah daerah untuk

mengatur urusan aparatur daerahnya berdasarkan asas desentralisasi.

Desentralisasi berasal dari bahasa latin “de” yang berarti lepas dan “centrum”

yang artinya pusat, desentralisasi adalah lawan dari sentralisasi sebab kata “de”

untuk menolak kata sebelumnya. Menurut Joeniarto asas desentralisasi adalah asas

yang bermaksud memberikan wewenang dari pemerintah negara kepada pemerintah

lokal untuk mengatur dan mengurus urusan tertentu sebagai urusan rumah tangga

sendiri yang biasanya disebut swatantra atau otonomi.76

76 Pipin syarifin, 2005, Hukum Pemerintah Daerah, Pustaka Bani Quraisy, Bandung, hlm 89.

Page 113: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

100

Hazairin menyatakan desentralisasi adalah “suatu cara pemerintahan yang

sebagian kekuasaan mengatur dan mengurus dari pemerintah pusat diserahkan kepada

kekuasaan-kekuasaan bawahan misalnya kepada daerah-daerah dalam Negara

sehingga daerah-daerah tersebut mempunyai pemerintahan sendiri”.77 Dari sudut

ketatanegaraan yang dimaksud dengan desentralisasi adalah “pelimpahan kekuasaan

pemerintah dari pusat kepada daerah-daerah yang mengurus rumah tangganya

sendiri”.78

Menurut Siswanto Sunaryo desentralisasi adalah “penyerahan wewenang

pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus

urusan pemerintahan dalam sistem NKRI”79. Kemantapan penyelenggaraan urusan

pemerintahan dalam negara termasuk pemerintahan daerah sampai kelurahan/desa

berhubungan langsung oleh kemantapan dasar dan kecermatan pengaturan prinsip

negara kesatuan dan desentralisasi80.

Dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

Pasal 1 angka 7 disebutkan bahwa :

77 Muhammad Fauzan, 2006, Hukum Pemerintahan Daerah, Kajian Tentang Hubungan Keuangan

Antara Pusat dan Daerah, UII Press, Yogyakarta, hlm 45.

78 Viktor M Situmorang, 1994, Hukum Administrasi Pemerintahan di Daerah, Sinar Grafika,

Jakarta, hlm 38.

79 Siswanto Sunaryo, 2006, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta,

hlm.7

80 Arief Mulyadi, 2005, Landasan dan Prinsip Hukum Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan

RI, Prestasi Pustaka,hlm 266.

Page 114: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

101

“Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintahkepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus pemerintahan dalam systemNegara Kesatuan Republik Indonesia”.

Dari pendapat para sarjana di atas setiap pengertian desentralisasi terdapat

kata penyerahan yang merupakan sifat pemberian kewenangan kepada daerah otonom

untuk menjalankan segala kebijaksanaan, perencanaan dan pembiayaan namun

sebagai negara kesatuan kewenangan daerah penerima otonom tersebut tidak serta

merta lepas dari pemerintah pusat karena kewenangan tertinggi tetap berada pada

pemerintah pusat hal ini dilakukan agar kesatuan bangsa tetap terjaga dan prinsip

negara kesatuan tetap dipegang teguh oleh setiap daerah.

Penyerahan wewenang dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, berupa

wewenang delegasi yaitu pelimpahan wewenang pemerintahan dari satu organ

pemerintahan kepada organ pemerintahan lainnya, ini artinya adalah adanya

penyerahan wewenang untuk membuat keputusan oleh Pejabat Pemerintahan kepada

pihak lain, pemindahan tanggung jawab dari yang memberi delegasi (delegans)

kepada yang menerima delegasi (delegataris) dalam penyelenggaraan pemerintah

tidak boleh mengingkari makna Negara kesatuan.

Pemerintahan yang dibentuk sebagai akibat adanya pemisahan kekuasaan dari

pemerintah pusat kepada pemerintah daerah merupakan bagian yang tidak

terpisahkan dari pemerintah pusat dalam Negara kesatuan Republik Indonesia

sehingga setiap peraturan yang dibuat harus sesuai dengan peraturan yang ada

diatasnya dan kewenangan yang diberikan pemerintah pusat tidak boleh melebihi

Page 115: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

102

kewenangan yang diberikan pemerintah pusat tersebut. Seperti yang diungkapkan

oleh Siswanto dalam bukunya hukum Pemerintah Daerah di Indonesia menyatakan :

“Penyelenggaraan pemerintah daerah dalam melaksanakan tugas, wewenang,kewajiban dan tanggung jawabnya serta atas kuasa peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dapat menetapkan kebijakan daerah yang dirumuskanantara lain dalam peraturan daerah, peraturan kepala daerah, dan ketentuan daerahlainnya. Kebijakan daerah yang dimaksud tidak boleh bertentangan denganperaturan perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum sertaperaturan daerah lainnya”81.

Dengan berdasarkan pada Pasal 21 UU No. 32 Tahun 2004 yang menyatakan

bahwa pemerintah daerah berhak untuk mengelola aparatur daerahnya khususnya

masalah kepegawaian baik itu PNS maupun yang bukan PNS. Pengelolaan

kepegawaian khususnya pegawai yang bukan berstatus sebagai PNS menjadi

tanggung jawab pemerintah daerah berdasarkan asas desentralisasi dan kewenangan

delegasi yang diberikan oleh pemerintah pusat, selama pelaksanaannya tidak

menyimpang dari peraturan yang lebih tinggi.

Permasalahan yang menarik untuk penulis bahas adalah dengan adanya

kewenangan delegasi yang dimiliki Pemerintah Daerah untuk mengangkat tenaga

honorer, sampai sekarang masih ada pengangkatan tenaga honorer, padalah sesuai

dengan ketentuan PP No. 48 Tahun 2005 sudah ada larangan untuk mengangkat

tenaga honorer, tenaga honorer yang dapat diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri

Sipil adalah mereka yang telah memiliki masa kerja minimal 1 tahun per tahun 2005,

81 Siswanto, Loc cit, hlm 39.

Page 116: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

103

sehingga bagi tenaga honorer yang diangkat setelah tahun 2005 tidak dapat diangkat

menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil, tenaga honorer yang diangkat setelah tahun

2005 akan tetap berkedudukan sebagai tenaga honorer selama belum ada peraturan

yang mengaturnya.

Hal ini memang menimbulkan kerugian kepada tenaga honorer tersebut

karena disatu sisi pengangkatan terhadap tenaga honorer, kontrak, PTT masih tetap

dilakukan oleh pemerintah dengan Surat Keputusan Kepala Instansi maupun surat

Kepala Daerah, padahal sudah ada larangan dari PP. No 48 Tahun 2005, tindakan

pemerintah ini menimbulkan ketidakpastian hukum dalam bidang kepegawaian,

sedangkan tindakan pemerintah seharusnya berdasarkan pada asas legalitas yang

memiliki kepastian hukum.

Selain itu juga dampak negatif yang diakibatkan dari adanya pengangkatan

tenaga honorer ini adalah besarnya jumlah belanja pegawai yang harus dikeluarkan

oleh daerah karena dipergunakan untuk membayar gaji pegawai khususnya bagi

tenaga honorer, karena pembayaran tenaga honorer diambil melalui APBD, hal ini

dapat mengakibatkan terhambatnya proses pembangunan daerah karena dana yang

tersedia dipergunakan untuk menutupi belanja pegawai yang besar, ini akan

menimbulkan kerugian bagi daerah itu sendiri.

Dalam muatan penyusunan peraturan maupun kebijakan harus memenuhi

beberapa asas, salah satunya adalah asas keadilan dan asas kepastian hukum. Asas

keadilan yang dimaksud adalah bahwa setiap materi Perundang-undangan harus

mencerminkan keadilan secara proposional bagi setiap warga Negara tanpa kecuali,

Page 117: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

104

sedangkan asas kepastian hukum yang dimaksud adalah bahwa setiap materi muatan

peraturan perundang-undangan harus dapat menimbulkan ketertiban dalam

masyarakat melalui jaminan adanya kepastian hukum.82

Negara Indonesia adalah negara hukum (rechstaat) berdasarkan Pancasila83.

Sistem pemerintahan Indonesia adalah sistem konstitusional yaitu pemerintahan

berdasarkan konstitusi (hukum dasar), tidak bersifat absolutism (kekuasaan tidak

terbatas)84. Negara tidak hanya bertugas memelihara ketertiban masyarakat akan

tetapi dituntut untuk peran serta aktif dalam semua aspek kehidupan dan penghidupan

rakyat. Sebagai negara hukum yang berdasarkan atas hukum maka supremasi hukum

harus ditegakkan, segala tindakan pemerintahan tidak bertentangan dengan hukum

yang berlaku, tindakan pemerintah tidak boleh sewenang-wenang, tidak ada tindakan

yang tidak berdasarkan atas hukum dan seseorang hanya dapat dihukum apabila

melanggar hukum, begitu juga dengan tindakan yang dilakukan oleh pemerintah

daerah dalam mengangkat tenaga honorer, tidak boleh bertentangan dengan apa yang

sudah diberikan oleh pemerintah pusat, apabila ketentuan dalam PP No. 48 Tahun

2005 itu melarang pengangkatan tenaga honorer setelah tahun 2005 seharusnya

82 Pipin Syarifin, Op cit, hlm 18

83 Sjachran Basah, 1985, Eksistensi Dan Tolak Ukur Badan Peradilan Adminitrasi Di Indonesia,Penerbit Alumni Bandung, Bandung, hal 11.

84 Bachsan Mustaa, 2003, Sistem Hukum Indonesia Terpadu, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti,

Bandung, hlm 178,

Page 118: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

105

pemerintah daerah tidak melakukan pengangkatan lagi, hal ini untuk menjaga

kesatuan bangsa.

Pemerintah Daerah seharusnya memperhatikan asas legalitas yang

merupakan salah satu prinsip utama dalam setiap penyelenggaraan pemerintah dan

Negara, secara normatif bahwa setiap tindakan pemerintah harus berdasarkan

Peraturan Perundang-undangan atau berdasarkan pada kewenangan dianut setiap

Negara hukum. Dengan penerapan asas legalitas ini oleh pemerintah maka tindakan

yang dilakukan akan jelas dan memiliki kepastian hukum karena asas legalitas

menjadi dasar legitimasi tindakan pemerintah sehingga persamaan perlakuan pada

setiap orang terutama pegawai, baik itu yang berstatus pegawai negeri maupun

pegawai honorer akan terwujud sehingga hak asasi mereka sebagai pegawai akan

terjaga.

Dengan berpedoman pada peraturan maka kepastian hukum akan terwujud

karena suatu peraturan dapat membuat semua tindakan yang akan dilakukan

pemerintah dapat diramalkan atau diperkirakan lebih dahulu. Tindakan pemerintah

transparan tanpa ada yang ditutupi. Dengan melihat pada peraturan-peraturan yang

berlaku maka pada asasnya dapat dilihat dan diharapkan apa yang akan dilakukan

pemerintah sehingga masyarakat dapat menyesuaikan dengan keadaan. Dengan

tindakan pemerintah yang sesuai dengan asas legalitas yang otomatis akan

memberikan suatu kepastian hukum pada pegawai, maka Hak Asasi Manusia

khususnya pegawai baik itu PNS maupun bukan berstatus PNS akan dapat

terlindungi.

Page 119: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

106

Setiap manusia berhak atas pekerjaan, penghidupan yang layak, dihargai

dengan diperlakukan secara adil dalam kehidupannya, karena manusia sebagai

makhluk ciptaan Tuhan memiliki Hak Asasi yang harus dihormati oleh siapa saja.

Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak yang dimiliki, diperoleh dan dibawa bersama

dengan kelahiran atau kehadirannya di dalam kehidupan masyarakat. Hak Asasi

Manusia merupakan hak yang melekat pada manusia sebagai makhluk Tuhan oleh

karena itu menjadi kewajiban semua orang untuk menghormati, menjunjung tinggi

dan melindungi HAM85. Dengan berpedoman kepada asas legalitas maka tidak akan

terjadi pelanggaran terhadap HAM, oleh sebab itu pemerintah daerah dalam

mengelola aparaturnya harus berdasarkan pada peraturan yang ada agar tidak terjadi

pelanggaran terhadap HAM dalam kepegawaian.

Tenaga honorer yang tidak masuk dalam data base karena tidak memenuhi

syarat dan tidak sesuai dengan ketentuan dari PP No. 48 Tahun 2005, dimana

pengangkatannya setelah tahun 2005 maka kedudukannya akan tetap sebagai tenaga

honorer sampai batas waktu pengabdiannya berakhir kepada daerah dimana mereka

bekerja dan tidak dapat menuntut untuk dapat diangkat menjadi PNS karena

pengangkatannya sudah tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Dari uraian tersebut dapat dipahami bahwa tenaga honorer dapat diangkat

menjadi CPNS apabila telah memenuhi syarat-syarat dalam PP No. 48 Tahun 2005,

serta Peraturan Kepala BKN No. 21 Tahun 2005, setelah memenuhi syarat maka

85 Dasril Radjab,2005, Hukum Tata Negara Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, hlm.176.

Page 120: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

107

nama tenaga honorer akan masuk ke dalam data base yang kemudian akan diseleksi

untuk dapat diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil. Setelah mereka

diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil untuk dapat menjadi PNS

dibutuhkan waktu maksimal 2 Tahun masa percobaan sesuai dengan UU No. 43

Tahun 1999 yang dijabarkan pada PP No. 98 Tahun 2000 tentang Pengadaan Pegawai

Negeri Sipil, Pasal 14 yaitu Calon Pegawai Negeri Sipil yang akan diangkat

menjadi Pegawai Negeri Sipil harus memiliki prestasi kerja yang bernilai baik, sehat

jasmani dan rohani, serta telah lulus pada diklat prajabatan.

Tenaga honorer yang diangkat setelah tahun 2005 namanya tidak dapat

masuk ke dalam data base sehingga mereka tetap berkedudukan sebagai tenaga

honorer dan tidak bisa menuntut untuk diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil karena

pengangkatan sebagai honorer tidak memenuhi ketentuan dari PP No. 48 Tahun

2005.

Page 121: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

108

BAB IV

TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH DAERAH TERHADAP TENAGA

HONORER

Pada bab IV ini akan dibahas mengenai tanggung jawab yang diberikan oleh

pemerintah secara preventif untuk menyelesaikan masalah tenaga honorer dan

membahas peraturan penyelesaian sengketa tenaga honorer.

1. Penyelesaian Masalah Tenaga Honorer Oleh Pemerintah Daerah Secara

Preventif

Penyelesaian masalah tenaga honorer secara preventif dalam bagian ini

mengenai tindakan pemerintah dalam hal ini Bupati Badung dalam mengeluarkan

keputusan perlu dilakukan secara cermat, sehingga keputusan yang dikeluarkan itu

tidak menimbulkan kerugian bagi seseorang atau badan hukum perdata. Dalam kaitan

dengan pengangkatan tenaga honorer setelah tahun 2005 merupakan tindakan illegal

karena tidak memenuhi ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

Untuk itu dalam membuat keputusan, pemerintah daerah senantiasa harus

berpedoman pada Peraturan Perundang-undangan yang berlaku dan menjadikan

Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik sebagai pedoman dalam menetapkan

keputusan penerimaan tenaga honorer.

Keberadaan teori penjenjangan norma hukum pada tulisan ini sangat

penting karena dengan teori ini akan menjawab permasalahan yang terjadi

Page 122: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

109

secara akademis, dalam penelitian ini terjadi konflik norma antara

peraturan yang lebih tinggi dengan peraturan yang lebih rendah yaitu

antara Peraturan Pemerintah dengan Surat Keputusan yang dikeluarkan

oleh kepala daerah maupun kepala instansi.

Dalam penyelenggaraan pemerintah banyak ditemukan norma konflik, antara

satu peraturan yang lebih rendah dengan peraturan yang lebih tinggi, maupun konflik

norma secara horizontal antara pasal yang satu dengan pasal yang lain dalam

Undang-Undang atau antara satu Undang-Undang dengan Undang-Undang yang lain.

Untuk mengatasi masalah tersebut dibutuhkanlah suatu teori yang disebut Stufenbau

Theorie.

Ajaran Stufenbau Theorie yang dikemukakan oleh Hans Kelsen yang

menganggap bahwa proses hukum digambarkan sebagai hierarki norma-norma.

Validitas (kesahan) dari setiap norma (terpisah dari norma dasar) bergantung pada

norma yang lebih tinggi.86 Hans Kelsen mengungkapkan hukum mengatur

pembentukannya sendiri karena satu norma hukum menentukan cara untuk membuat

norma hukum yang lain. Norma hukum yang satu valid karena dibuat dengan cara

ditentukan dengan norma hukum yang lain dan norma hukum yang lain ini menjadi

validitas dari norma hukum yang dibuat pertama. Hubungan antara norma yang

mengatur pembentukan norma lain lagi adalah “superordinasi dan subordinasi.

86 Antonius Cahyadi dan E. Fernando M. Maullang, Pengantar Ke Filsafat Hukum, KencanaPrenada Media Group, Jakarta, 2007, hlm. 83.

Page 123: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

110

Norma yang menentukan pembentukan norma lain adalah norma yang lebih tinggi

sedangkan norma yang dibuat adalah norma yang lebih rendah.87 Jenjang

Perundang-Undangan adalah urutan-urutan mengenai tingkat dan derajat daripada

Undang-Undang yang bersangkutan, dengan mengingat badan yang berwenang yang

membuatnya dan masalah-masalah yang diaturnya. Undang-Undang juga dibedakan

dalam Undang-Undang tingkat atasan dan tingkat bawahan yang dikenal dengan

hierarki. Undang-Undang yang lebih rendah tingkatannya tidak boleh bertentangan

dengan Undang-Undang yang lebih tinggi.88

Dalam menghadapi masalah hukum seperti ini maka diperlukan penyelesaian

dengan menggunakan asas-asas preverensi yang meliputi:

a. Lex superior derogat legi inferiori artinya, peraturan perundang-undangan yanglebih tinggi tingkatannya mengenyampingkan berlakunya peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tingkatannya.

b. Lex specialis derogat legi generali artinya, peraturan perundang-undangan yangbersifat khusus (special) mengenyampingkan berlakunya peraturan perundang-undangan yang bersifat umum (general).

c. Lex posterior derogat legi priori artinya, peraturan perundang-undangan yangbaru mengenyampingkan berlakunya peraturan perundang-undangan yanglama.89

Surat Keputusan yang dikeluarkan oleh Bupati maupun Kepala

Instansi di Daerah secara jelas melanggar dan bertentangan dengan PP No.

87 Hans Kelsen, Op cit, hlm 179

88 Soeroso, 2005, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, hlm.131

89 Sudikno Mertokusumo, 2007, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 6-7.

Page 124: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

111

48 tahun 2005, sehingga pada teori penjenjangan norma ini yang

dipergunakan adalah lex superior derogat legi inferiori yang artinya dengan

sistem piramida, peraturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan

dengan peraturan yang lebih tinggi, peraturan yang lebih tinggi

mengesampingkan peraturan yang lebih rendah.

Tindakan hukum pemerintah merupakan tindakan-tindakan yang berdasarkan

sifatnya menimbulkan akibat hukum. Tindakan hukum yang dilakukan pemerintah

adalah keputusan-keputusan dan ketetapan-ketetapan pemerintah yang bersifat

sepihak, dikatakan sepihak karena tindakan pemerintah tersebut tergantung pada

kehendak sepihak dari pemerintah, tidak tergantung pada pihak lain dan tidak

diharuskan ada persesuaian kehendak dengan pihak lain.

Keputusan dan ketetapan hukum sepihak dapat menjadi penyebab terjadinya

pelanggaran hukum terhadap warga Negara, oleh sebab itu diperlukan perlindungan

hukum bagi warga Negara terhadap tindakan hukum pemerintah. Terlebih lagi

pemerintah memiliki kewenangan Freies Ermessen, pemberian wewenang ini

bertujuan agar ada suatu relaksasi dari kekakuan legislasi namun kewenangan ini

dapat menjadi peluang terjadinya pelanggaran kehidupan masyarakat oleh

pemerintah.

Tindakan yang dilakukan pemerintah dengan mengangkat pegawai diluar

ketentuan PP No. 48 Tahun 2005 dapat digugat karena sudah menimbulkan kerugian

bagi pegawai yang diangkat karena disatu sisi tenaga mereka dibutuhkan untuk

Page 125: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

112

bekerja di instansi pemerintah tetapi tidak ada jaminan hari tua maupun jaminan

kesejahteraan kerja. Berdasarkan ketentuan Pasal 53 Ayat (2) UU No. 9 Tahun 2004

tentang PTUN mengatur tentang badan atau badan hukum perdata dapat menuntut

ganti rugi terhadap pemerintah atas kerugian yang dialami karena keputusan yang

dikeluarkan oleh pemerintah tersebut bertentangan dengan Peraturan Perundang-

undangan yang berlaku.

Dalam negara hukum, setiap tindakan pemerintahan harus berdasarkan atas

hukum, karena dalam negara terdapat prinsip wetmatigheid van bestuur atau asas

legalitas. Asas ini menentukan bahwa tanpa adanya dasar wewenang yang diberikan

oleh suatu peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka segala macam aparat

pemerintah tidak akan memiliki wewenang yang dapat mempengaruhi atau mengubah

keadaan atau posisi hukum warga masyarakatnya.

Tindakan pemerintahan memiliki beberapa unsur yaitu sebagai berikut :

1. Perbuatan Pemerintah dalam kedudukannya sebagai Penguasa maupun

sebagai alat perlengkapan pemerintahan

2. Perbuatan tersebut dilaksanakan dalam rangka menjalankan fungsi

pemerintahan.

3. Perbuatan tersebut dimaksudkan sebagai sarana untuk menimbulkan akibat

hukum di bidang hukum administrasi

4. Perbuatan yang bersangkutan dilakukan dalam rangka pemeliharaan

kepentingan negara dan rakyat.

Page 126: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

113

Tindakan pemerintah yang menimbulkan akibat hukum khususnya

dalam hal menimbulkan kerugian kepada masyarakat dibutuhkan adanya

suatu tanggung jawab oleh pemerintah.

Pertanggungjawaban berasal dari tanggung jawab, yang berarti keadaan wajib

menanggung segala sesuatunya (jika ada sesuatu hal, dapat dituntut, dipersalahkan,

diperkarakan). Tanggung Jawab Pemerintahan adalah kewajiban penataan hukum

(compulsory compliance) dari negara atau pemerintah atau pejabat pemerintah atau

pejabat lain yang menjalankan fungsi pemerintahan sebagai akibat adanya suatu

keberatan, gugatan, judicial review, yang diajukan oleh seseorang, masyarakat, badan

hukum perdata baik melalui penyelesaian pengadilan atau di luar pengadilan untuk

pemenuhan berupa:

1. Pembayaran sejumlah uang (subsidi, ganti rugi, tunjangan, dsb)

2. Menerbitkan atau membatalkan/mencabut suatu keputusan atau peraturan,

dan

3. Tindakan-tindakan lain yang merupakan pemenuhan kewajibannya,

misalnya untuk melakukan pengawasan yang lebih efektif dan efisien.

Penyelesaian masalah tenaga honorer secara preventif bertujuan agar tercipta

kedamaian antara pemerintah dan pegawai, tanpa harus menempuh jalur pengadilan,

karena pemerintah dan aparaturnya harus mengedepankan asas kerukunan dalam

menjalankan pemerintahan agar tercipta hubungan yang serasi, harmonis.

Page 127: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

114

Perlindungan hukum preventif adalah diberikannya kesempatan untuk

mengajukan keberatan (inspraak) atau pendapatnya sebelum suatu keputusan

pemerintah mendapat bentuk yang definitive. Perlindungan hukum preventif

bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa90.

Bagi tenaga honorer yang tidak dapat diangkat menjadi CPNS karena

pengangkatannya diatas tahun 2005 dan telah menyalahi aturan pada PP No. 48 tahun

2005 maka tindakan preventif yang dapat dilakukan oleh pemerintah dalam

memberikan pertanggungjawaban atas tindakannya adalah : tidak melakukan

pengangkatan tenaga honorer, tenaga kontrak maupun pegawai tidak tetap lagi sesuai

dengan yang diamanatkan PP No. 48 tahun 2005, pemerintah memberikan jaminan

kerja selama usia produktif dilingkungan instansi pemerintah bagi mereka yang

memiliki dedikasi tinggi dalam pekerjaannya dan memberikan santunan pensiun

dalam kedudukan sebagai tenaga honorer dalam bentuk bonus berupa uang ataupun

cinderamata sebagai tanda terima kasih daerah, karena telah mengabdikan hidupnya

untuk bekerja dan bersama-sama membangun daerah. Pemberian tanda terima kasih

tersebut dibebankan pada Anggaran Belanja Daerah dan disesuaikan dengan

kemampuan dari daerah masing-masing.

90 Titik Triwulan dan Gunadi Widodo, 2011, Hukum Tata Usaha Negara dan Hukum Acara

Peradilan Tata Usaha Negara Indonesia, Jakarta, hlm 362.

Page 128: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

115

Dengan dilakukannya hal tersebut maka fungsi pemerintah akan dapat

terwujud, pemerintah memiliki fungsi :

1. Fungsi pengaturan/fungsi regulasi adalah suatu fungsi untuk menciptakan

kondisi yang tepat sehingga menjadi kondusif bagi berlangsungnya

berbagai akitivitas selain terciptanya tatanan sosial yang baik diberbagai

kehidupan masyarakat.

2. Fungsi pelayanan akan menimbulkan kenyamanan dalam masyarakat.

3. Fungsi pemberdayaan akan mendorong kemandirian masyarakat dan

pembangunan terciptanya kemakmuran dalam masyarakat.

Salah satu peran pemerintah adalah melindungi wilayah, aparaturnya dari

segala bentuk penindasan, perlindungan adalah bentuk perbuatan untuk memberikan

tempat bernaung atau berlindung bagi seseorang yang membutuhkan sehingga merasa

aman terhadap ancaman sekitarnya91. Dengan berpedoman pada Asas-Asas Umum

Pemerintaha Yang Baik maka peran pemerintah ini akan dapat terlaksana.

Pemerintah adalah pelindung masyarakat, tempat untuk mengadu dan

mendapatkan solusi atas permasalahan yang ada, oleh sebab itu pemerintah harus

jujur, cermat dan teliti dalam mengambil setiap keputusan khususnya dalam hal

pengangkatan tenaga honorer agar tidak terjadi keuntungan pada awalnya namun

akhirnya menimbulkan kerugian terhadap pegawai honorer yang diangkat tersebut.

91 Lies Sulistiani, 2009, Sudut Pandang Peran LPSK Dalam Perlindungan Saksi Dan Korban,

Wahana Multiguna Mandiri, hlm.20.

Page 129: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

116

government in the broader sense is charged with the maintenance of the peace and

security of the state within an without. it must therefore,have,first, military power or

the means of making laws: thirdly,financial,power or the ability to extract sufficient

money from the comunity to defray the cost of defending the state and of enforcing

the law it makes on the state behalf 92 (pemerintahan dalam arti luas dibebankan

dengan pemeliharaan perdamaian dan keamanan negara dengan atau tanpa, karena itu

pemerintah harus memiliki, pertama : kekuatan militer dalam arti membuat undang-

undang, kekuasaan dalam keuangan, untuk membiayai biaya membela negara dan

penegakan hukum).

2. Pengaturan Tentang Penyelesaian Sengketa Tenaga Honorer

Dalam setiap kehidupan bersama pasti akan muncul sengketa, demikian juga

hubungan antara pemerintah dan rakyat/aparaturnya. Namun dengan mengedepankan

asas kerukunan yang dipegang sebagai suatu prinsip tentunya sedapat mungkin

menghindari sengketa, jalan musyawarah ditempuh pertama kali dan diutamakan

dalam menyelesaikan masalah sebelum proses pengadilan yang merupakan jalan

terakhir dalam menyelesaikan konflik.

Berdasarkan Pasal 1 UU No. 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok

Kepegawaian menyatakan bahwa pemerintah berperan dalam melaksanakan

92C.F Strong, 1951, Modern Political Constitutions, Sidgwick and Jackson Limited, London, page

6.

Page 130: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

117

manajemen kepegawaian yaitu berupaya meningkatkan efisiensi,

efektivitas, derajat professional penyelenggaraan tugas, fungsi, kewajiban

dalam bidang kepegawaian, pemerintah juga berperan dalam perencanaan

pengadaan pegawai, pengembangan kualitas pegawai, penempatan pegawai

serta promosi jabatan pegawai, memberikan gaji dan bertanggung jawab

atas kesejahteraan pegawai serta berperan dalam pemberhentian pegawai

baik karena pensiun, pelanggaran disiplin pegawai atau meninggal dalam

melaksanakan tugas negara.

Dalam melaksanakan perannya ini pemerintah harus berpedoman

kepada Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik seperti yang telah

dijelaskan pada bab I halaman 30. Istilah asas umum pemerintahan yang baik

pertama diperkenalkan oleh De Monchy di Belanda dalam laporan itu dipergunakan

istilah Algemene Beginselen Van Behoorlijke Bestuur yang berkenaan dengan usaha

peningkatan perlindungan hukum bagi rakyat terhadap pemerintah93.

Asas-asas ini harus diperhatikan oleh pemerintah karena asas-asas ini diakui

dan diterapkan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan dalam proses Peradilan

Tata Usaha Negara (PTUN) yakni setelah adanya Undang-Undang Nomor 51 Tahun

2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang

Peradilan Tata Usaha Negara. Yang dimaksud dengan asas-asas umum pemerintahan

yang baik adalah meliputi : kepastian hukum, tertib penyelenggaraan negara,

93 Amrah Muslimin, 1982 , Beberapa Asas-Asas Dan Pengertian-Pengertian Pokok Tentang

Administrasi dan Hukum Administrasi, Alumni, Bandung, hlm 140.

Page 131: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

118

keterbukaan, proporsional, professional dan akuntabilitas sebagaimana dimaksud

dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara

Yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Dalam UU No. 32

Tahun 2004 Pasal 20 ayat 1 menentukan :

“Penyelenggaraan pemerintahan berpedoman pada asas-asas umumpenyelenggaraan negara yang terdiri dari : asas kepastian hukum, asas tertibpenyelenggaraan negara, asas kepentingan umum, asas keterbukaan, asasefisiensi, asas efektivitas”.

Pemerintah memiliki peran yang sangat penting dalam suatu negara,

karena pemerintah yang akan memimpin rakyatnya untuk bersama-sama

membangun Negara, oleh sebab itu maka setiap tindakan pemerintah harus

berdasarkan atas hukum.

Hukum sebagai sarana atau instrument untuk mengatur hak dan kewajiban

subjek hukum agar masing-masing subjek hukum dapat menjalankan kewajibannya

dengan baik dan mendapatkan haknya secara wajar. Selain itu hukum juga

melindungi subjek hukum. Sudikno Mertokusomo mengatakan hukum berfungsi

sebagai perlindungan kepentingan manusia, agar kepentingan manusia terlindungi

hukum harus dilaksanakan.

Hukum mengatur hubungan hukum antara pemerintah dengan warga

negaranya adalah hukum administrasi Negara atau hukum perdata. Pemerintah

memiliki dua kedudukan hukum yaitu sebagai wakil dari hukum publik dan sebagai

pejabat dari jabatan pemerintahan. Pada saat pemerintah melakukan tindakan hukum

dalam kapasitas sebagai wakil dari badan hukum tindakan tersebut diatur dan tunduk

Page 132: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

119

pada ketentuan hukum keperdataan sedangkan pada saat pemerintah bertindak dalam

kapasitasnya sebagai pejabat tindakan itu diatur dan tunduk pada hukum administrasi

Negara.

Subjek hukum selaku pemikul hak dan kewajiban baik itu manusia, badan

hukum dapat melakukan tindakan-tindakan hukum berdasarkan kemampuan dan

kewenangan yang dimiliki. Dalam kehidupan bermasyarakat tindakan hukum ini akan

menimbulkan suatu hubungan hukum yang nantinya akan membawa akibat hukum.

Agar hubungan hukum ini dapat berjalan dengan baik maka setiap subjek hukum

harus mentaati hukum sebagai pedoman didalam melakukan hubungan hukum

tersebut.

Dalam pelaksanaan tindakan pemerintah tidak selamanya berjalan dengan

baik, kemungkinan adanya perbuatan yang bertentangan dengan hukum sangat besar

sehingga hukum memiliki peran besar dalam perlindungan bagi warga negaranya, dan

kewajiban pemerintah untuk melindungi warganya dengan berdasarkan atas hukum.

Salah satu hubungan hukum yang timbul dari subjek hukum ini adalah

hubungan antara pegawai pemerintah dengan pemerintah itu sendiri. Penelitian ini

membahas kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah untuk mengatur aparatur

daerahnya, kewenangan pemerintah adalah kemampuan untuk melaksanakan hukum

positif karena pemerintah memiliki kekuasaan dalam bidang pemerintahan.

Tindakan yang dilakukan oleh pemerintah yang menimbulkan hubungan

hukum adalah melakukan pengangkatan tenaga honorer setelah tahun 2005 dengan

mengabaikan ketentuan Pasal 8 PP No. 48 tahun 2005 yang melarang adanya

Page 133: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

120

pengangkatan tenaga honorer, kontrak maupun pegawai tidak tetap setelah tahun

2005. Tindakan pemerintah ini menimbulkan akibat hukum yaitu ketidakpastian

hukum terhadap pegawai yang diangkat karena pemerintah telah mengabaikan hukum

sebagai aturan main dalam mengatur hubungan hukum agar tercipta keharmonisan,

kesimbangan dan keadilan.

Pegawai sebagai aparatur daerah memiliki hak asasi untuk mendapatkan

kehidupan yang layak, tindakan pemerintah yang mengangkat pegawai honorer,

kontrak maupun pegawai tidak tetap yang melanggar PP No. 48 tahun 2005

menimbulkan kerugian karena dapat dikatakan pegawai honorer, kontrak maupun

tidak tetap diangkat secara illegal menentang peraturan yang ada sehingga pegawai

tersebut tidak dapat diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil, selain itu tidak ada

jaminan kepastian sampai kapan mereka akan bekerja pada instansi pemerintah

tersebut.

HAM sering didefinisikan hak-hak yang melekat pada sifat manusia, sehingga

tanpa hak tidak mungkin memiliki hak sebagai manusia, hak-hak tersebut tidak dapat

dicabut (inalienable) dan tidak boleh dilanggar (inviolable). Hak Asasi Manusia

bersifat universal sehingga harus dilindungi, dihormati, dipertahankan, tidak boleh

diabaikan, tidak boleh dikurangi dan tidak boleh dirampas.

Hak Asasi Manusia menurut Pasal 1 UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak

Asasi Manusia adalah :

“ Seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagaimakhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerahNya yang wajib

Page 134: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

121

dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara hukum, pemerintah dansetiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”.

Menurut penulis bahwa sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang memiliki akal

dan pikiran yang dapat menentukan baik dan buruk suatu perbuatan, manusia

dianugerahkan Hak Asasi agar setiap hidup dapat dihargai, dihormati, dijunjung

tinggi oleh sesama manusia dimuka bumi. Hak Asasi Manusia ini harus diatur tegas

dalam perundang-undangan agar setiap pelanggaran dapat ditindak tegas sehingga

manusia tetap selalu menghormati sesama manusia.

Salah satu Hak Asasi Manusia yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 27 ayat 2 adalah mengenai hak untuk

mendapatkan pekerjaan. Dalam pasal tersebut berbunyi “ setiap warga negara berhak

atas pekerjaan dan penghidupan yang layak”. Dengan berdasarkan pada Undang-

Undang Dasar maka setiap pegawai berhak atas penghidupan yang layak dari kerja

yang dilakukan selama mengabdi kepada pemerintah.

Ada tiga macam perbuatan pemerintah yang dapat menimbulkan kerugian

yaitu :

1. Perbuatan pemerintah dalam hal pembuatan peraturan perundang-

undangan

2. Perbuatan pemerintah dalam penerbitan ketetapan

3. Perbuatan pemerintah dalam bidang keperdataan

Namun dalam permasalahan pengangkatan tenaga honorer ini bukanlah

termasuk tindakan Freies Ermessen karena syarat-syarat dari kewenangan diskresi

Page 135: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

122

tersebut tidak terpenuhi. Dengan adanya perbuatan pemerintah yang menimbulkan

kerugian maka perlu adanya perlindungan hukum bagi rakyat, prinsip perlindungan

hukum bagi rakyat adalah prinsip pengakuan dan perlindungan terhadap harkat dan

martabat manusia yang bersumber pada Pancasila dan prinsip Negara hukum yang

berdasarkan Pancasila.

Pada bidang keilmuan diberikan perlindungan atas tindakan pemerintah yang

merugikan tersebut yaitu perlindungan hukum dalam bidang perdata bahwa

pemerintah sebagai wakil dari badan hukum publik yang melakukan tindakan-

tindakan hukum dalam bidang perdata apabila melakukan perbuatan melawan hukum

maka pemerintah dihukum untuk membayar ganti rugi. Hal ini sesuai dengan pasal

1365 KUHperdata yang menyebutkan :

“ tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada orang lain,mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, menggantikerugian tersebut”.

Ada dua perbuatan melawan hukum oleh penguasa yaitu :

1. Perbuatan penguasa melanggar undang-undang dan peraturan formal yang

berlaku.

2. Perbuatan penguasa melanggar kepentingan dalam masyarakat yang

seharusnya dipatuhi.

Dalam mengatasi masalah tenaga honorer di daerah pemerintah daerah,

bertanggungjawab dalam memberikan perlindungan hukum terhadap pegawai yang

tidak berstatus Pegawai Negeri Sipil yang tidak dapat diangkat menjadi Calon

Pegawai Negeri Sipil disebabkan karena adanya pertentangan antara PP dengan SK

Page 136: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

123

yang dikeluarkan oleh kepala instansi. Dalam hal ini pemerintah telah melakukan

pelanggaran terhadap PP No. 48 Tahun 2005 yang melarang adanya pengangkatan

tenaga honorer atau sejenisnya dan ini bukanlah termasuk kewenangan diskresi

pemerintah, karena secara tegas dan jelas dalam PP No. 48 Tahun 2005 tidak boleh

ada pengangkatan sedangkan pemerintah daerah tetap melakukan pengangkatan.

Apabila upaya preventif menemui jalan buntu maka terhadap tindakan

pemerintah terhadap (pegawai honorer, pegawai kontrak dan pegawai tidak tetap)

dapat menggugat pemerintah ke Pengadilan. Penyelesaian sengketa tenaga honorer

melalui jalur pengadilan adalah jalan akhir yang dapat ditempuh oleh tenaga honorer

terhadap tindakan pemerintah yang dianggap merugikan tersebut.

Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang tata

usaha antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat tata usaha

Negara baik di pusat maupun daerah, sebagai dikeluarkannya keputusan tata usaha

Negara termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan Perundang-undangan

yang berlaku. Sengketa tata usaha lahir apabila ada seseorang atau badan hukum

perdata merasa dirugikan sebagai akibat dikeluarkannya suatu keputusan.

Penyelesaian sengketa melalui jalur pengadilan ini dapat melalui Pengadilan umum

maupun Pengadilan Tata Usaha Negara.

Pengadilan umum adalah pengadilan yang menyelesaikan sengketa pidana

dan perdata selain itu diberikan wewenang menyelesaikan masalah-masalah yang

timbul dalam bidang hukum lain termasuk sengketa Tata Usaha Negara. Pengadilan

umum ditempuh apabila pemerintah melakukan tindakan hukum sebagai wakil dari

Page 137: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

124

badan hukum sedangkan pengadilan administrasi ditempuh apabila pemerintah

bertindak dalam kapasitasnya sebagai pejabat.

Setelah lahirnya Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara yaitu

UU No. 5 Tahun 1986 yang kemudian dirubah dengan UU No. 9 Tahun 2004, orang

beranggapan bahwa semua sengketa Tata Usaha Negara dapat diselesaikan melalui

pengadilan ini, tetapi setelah berlakunya Undang-Undang tersebut masih memberikan

wewenang pada Pengadilan Umum untuk menyelesaikan sengketa Tata Usaha

Negara yang bersifat umum-abstak, sedangkan di Peradilan Tata Usaha Negara

menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara yang bersifat individual-kongkret.

Sengketa tata usaha Negara yang dapat diselesaikan melalui pengadilan umum

adalah :

1. Sengketa Tata Usaha Negara yang timbul sehubungan dengan

dikeluarkannya suatu keputusan yang memuat peraturan yang bersifat

perdata. Contohnya jual beli yang berkaitan antara seseorang dengan

pemerintah.

2. Sengketa Tata Usaha Negara yang timbul sehubungan dengan

dilaksanakannya suatu keputusan yang masih memerlukan persetujuan.

Artinya disini adalah keputusan tersebut dapat berlaku apabila telah

disetujui oleh instansi lain karena instansi lain tersebut akan terlibat dalam

akibat hukum yang akan ditimbulkan oleh keputusan itu.

3. Sengketa Tata Usaha Negara yang timbul sehubungan dengan

dilaksanakannya putusan Peradilan Tata Usaha Negara.

Page 138: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

125

4. Sengeketa Tata Usaha Negara yang timbul sehubungan dengan perbuatan

nyata badan/pejabat tata usaha Negara.94

Dalam kasus ini tenaga honorer yang tidak puas dengan tindakan preventif

dari pemerintah dan mengajukan gugatan ke pengadilan maka pengadilan yang dapat

menyelesaikan sengketa tersebut adalah Pengadilan Tata Usaha Negara, karena

tindakan pemerintah yang dalam hal ini dilakukan oleh kepala daerah dan kepala

instansi dalam mengeluarkan SK pengangkatan setelah tahun 2005 bersifat final dan

indivudial. Seperti yang dijelaskan dalam bukunya Profesor Johanes Usfunan, ada

empat kategori norma – norma hukum salah satunya adalah individual-kongkrit

seperti yang dikandung oleh keputusan Tata Usaha Negara yang berupa penetapan

tertulis SK pengangkatan dan pemberhentian pegawai, SK pajak tambahan.95

Kongkrit artinya objek yang diputuskan dalam Keputusan Tata Usaha Negara

itu tidak abstrak, tetapi berwujud ditujukannya jelas. Bersifat Individual artinya

Keputusan Tata Usaha Negara tidak ditujukan untuk umum tetapi tertentu baik alamat

maupun hal yang dituju. Bersifat Final artinya sudah definitive dan menimbulkan

akibat hukum.

Sengketa yang dapat diselesaikan melalui Tata Usaha Negara adalah sesuai

dengan ketentuan Pasal 1 angka 3 dan Pasal 3 UU No. 5 Tahun 1986.

94 Ibid, hlm 11

95 Johanes Usfunan, Op cit, hlm 29.

Page 139: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

126

Pasal 1 angka 3 :

“Keputusan tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkanoleh badan/pejabat tata usaha Negara yang berisi tindakan hukum tata usahaNegara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yangbersifat kongkret, individual dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagiseseorang atau badan hukum”.

Pasal 3 (1) :

“Apabila Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak mengelurkan keputusan,sedangkan hal itu menjadi kewajiban maka hal tersebut disamakan denganKeputusan Tata Usaha Negara”.

Pasal 3 (2) :

“Jika suatu badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak mengeluarkan keputusanyang dimohon, sedangkan jangka waktu sebagai mana ditentukan data peraturanperundang-undangan dimaksud telah lewat, maka Badan atau Pejabat Tata UsahaNegara tersebut dianggap telah menolak mengeluarkan keputusan yangdimaksud”.

Pasal 3 (3)

“Dalam hal peraturan perundang-undangan yang bersangkutan tidak menentukanjangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) maka setelah lewat jangkawaktu 4 bulan sejak diterimanya permohonanbadan atau pejabat tata usahaNegara yang bersangkutan dianggap telah mengeluarkan keputusan penolakan.”

Pengadilan Tata Usaha Negara diciptakan untuk menyelesaikan sengketa

antara Pemerintah dan warga negaranya, yakni sengketa yang timbul sebagai akibat

dari adanya tindakan-tindakan pemerintah yang dianggap melanggar hak-hak warga

negaranya. Tujuan pembentukan Peradilan Tata Usaha Negara adalah :

1. Memberikan perlindungan terhadap hak-hak rakyat yang bersumber dari

hak-hak individu.

Page 140: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

127

2. Memberikan perlindungan hak-hak masyarakat yang didasarkan kepada

kepentingan bersama dari individu yang hidup dalam masyarakat

tersebut.96

Pengadilan administrasi atau PTUN merupakan suatu badan peradilan yang

menyelesaikan sengketa administrasi. Fungsi peradilan administrasi Negara adalah :

1. Fungsi penasehatan tujuannya adalah untuk meminimalisir terjadinya

sengketa antara rakyat dengan pemerintah. Nasehat diberikan kepada

rakyat dan pemerintah agar mengurangi sengketa antara kedua belah

pihak.

2. Fungsi perujukan artinya bahwa penyelesaian sengketa dilakukan secara

damai agar keserasian antara rakyat dan pemerintah tetap

terjaga.penyelesaian sengketa secara damai tidak berarti meninggalkan

prinsip-prinsip atau aturan hukum yang berlaku. Para pihak yang

bersengketa secara aktif mencari dan akhirnya menyadari prinsip dan

ketentuan hukum yang sebenarnya dalam hal yang disengketakan, dengan

demikian tidak ada menang kalah tetapi saling pengertian dan saling

menyadari akan hakikat peraturan yang berlaku.

Gugatan untuk menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara adalah gugatan tentang

sah dan tidak sah, maka sebenarnya untuk menyelesaikan sengketa Tata Usaha

96 Riawan Tjandra, 2002, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Universitas Atma Jaya,

Yogyakarta, hlm 1.

Page 141: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

128

Negara tidak dikenal adanya perdamaian, tetapi jika terjadi perdamaian diluar sidang

pemeriksaan maka sesuai surat Edaran Mahkamah Agung RI memberikan petunjuk :

a. Penggugat mencabut gugatannya secara resmi dalam sidang terbuka

untuk umum dengan menyebutkan alasan pencabutan.

b. Jika pencabutan dikabulkan maka hakim memerintahkan agar panitera

mencoret gugatan dari registrasi perkara.

c. Perintah pencoretan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.97

3. Fungsi peradilan adalah fungsi terakhir dilakukan apabila jalan

musyawarah sudah tidak dapat dijalankan.

Sebelum menggunakan ketentuan Pasal 53 ayat 1 UU No. 5 Tahun 1986

untuk menempuh gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara terlebih dahulu harus

dilihat ketentuan Pasal 48 ayat 1 yang menyatakan bahwa dalam hal suatu

Badan/Pejabat Tata Usaha Negara diberi wewenang oleh atau berdasarkan Peraturan

Perundang-undangan untuk menyelesaikan secara administratif.

Upaya adminitratif tersebut adalah suatu prosedur yang dapat ditempuh oleh

seseorang atau badan hukum perdata apabila tidak puas terhadap suatu Keputusan

Tata Usaha Negara yang dilaksanakan di lingkungan pemerintahan sendiri. Upaya

adminitrasi ini ada dua yaitu :

97 Wiyono, 2007, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta,

hlm 109

Page 142: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

129

1. Banding administrasi : penyelesaian sengketa Tata Usaha Negara secara

administrasi yang dilakukan oleh instansi atasan atau instansi lain dari

yang mengeluarkan keputusan yang bersangkutan.

2. Keberatan : penyelesaian sengketa Tata Usaha Negara secara administrasi

yang dilakukan sendiri oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang

mengeluarkan keputusan itu.

Apabila Keputusan Tata Usaha Negara tidak menyediakan penggunaan upaya

administrasi sebagaimana Pasal 48 ayat 1 maka sesuai dengan Pasal 53 ayat 1 dapat

digunakan prosedur gugatan langsung ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Ini

bertujuan agar dilakukan pengujian dari aspek yuridis yang bersifat menilai legalitas

suatu keputusan oleh badan peradilan administrasi murni.

Keputusan yang telah dikeluarkan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara tidak

memuaskan maka pihak yang bersengketa dapat mengajukan banding ke Pengadian

Tinggi Tata Usaha Negara, pemeriksaan di tingkat banding merupakan pemeriksaan

judex facti tingkat terakhir, pada tingkat ini pemeriksaan dilakukan secara

keseluruhan, baik mengenai fakta-fakta, penerapan hukumnya dan putusan akhir yang

telah diputuskan oleh hakim tingkat pertama.

Pemeriksaan tingkat banding bersifat devolutif artinya pengadilan tingkat

tinggi memindahkan dan mengulangi kembali seluruh pemeriksaan perkara yang

pernah dilakukan oleh pengadilan tingkat pertama.

Apabila para pihak ada yang mengajukan keberatan atas keputusan di tingkat

banding maka akan diajukan pada tingkat Mahkamah Agung, upaya hukum yang

Page 143: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

130

dapat dilakukan di Mahkamah Agung adalah memohon peninjauan kembali.

Peninjauan hukum kembali merupakan upaya hukum terakhir yang dapat dilakukan

oleh para pihak yang berperkara.

Putusan Mahkamah Agung atas permohonan peninjauan kembali dapat berupa :

1. Mengabulkan permohonan peninjauan kembali dan membatalkan putusan

yang dimohonkan peninjauan kembali dan kemudian memeriksa dan

memutuskan kembali perkaranya.

2. Menolak permohonan peninjauan kembali dalam hal Mahkamah Agung

berpendapat bahwa permohonan tersebut tidak beralasan.

Page 144: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

131

BAB V

PENUTUP

1. Kesimpulan

1. Tidak semua tenaga honorer dapat diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri

Sipil, tenaga honorer yang dapat diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil

apabila telah memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan, yaitu :

1. Usia paling tinggi 46 (empat puluh enam) tahun dan paling rendah 19

(sembilan belas) tahun.

2. Masa kerja sebagai tenaga honorer paling sedikit 1 (satu) tahun

sebelum tahun 2005 dan dilakukan secara terus menerus, SK

Pengangkatan dikeluarkan oleh Pejabat yang berwenang.

3. Lulus seleksi administrasi dari Tim audit yang terdiri dari Menpan,

BKN, inspektorat dan Badan kepegawaian daerah pada pengecekan

dokumen berupa :

DASK (Daftar Anggaran Satuan Kerja)

SPM (Surat Perintah Membayar)

SPJ ( Surat Pertanggungjawaban) Cek fisik keberadaan tenaga

honorer

Daftar absensi

Page 145: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

132

2. Tanggung jawab pemerintah terhadap tenaga honorer yang tidak dapat

diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil dengan memberikan tanggung

jawab secara preventif yaitu pemerintah memberikan jaminan kerja selama

usia produktif dilingkungan instansi pemerintah bagi mereka yang memiliki

dedikasi tinggi dalam pekerjaannya dan memberikan santunan pensiun dalam

kedudukan sebagai tenaga honorer dalam bentuk bonus berupa uang ataupun

cinderamata sebagai tanda terima kasih daerah karena telah mengabdikan

hidupnya untuk bekerja dan bersama-sama membangun daerah. Pemberian

tanda terima kasih tersebut dibebankan pada Anggaran Belanja Daerah dan

disesuaikan dengan kemampuan dari daerah masing-masing.

2. Saran

1. Pemerintah daerah diharapkan tidak melakukan pengangkatan tenaga honorer

sesuai dengan Pasal 8 PP No. 48 tahun 2005, agar tidak menimbulkan

permasalahan dikemudian hari, perekrutan pegawai untuk memenuhi formasi

yang kosong dilingkungan pemerintah daerah hendaknya dilakukan dengan

penerimaan pegawai melalui jalur umum saja.

2. Pemerintah daerah hendaknya memenuhi tanggung jawabnya secara preventif

terhadap tenaga honorer yang tidak dapat diangkat menjadi Calon Pegawai

Negeri Sipil untuk menjamin kesejahteraan pegawai dan pemerintah berpedoman

Page 146: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

133

pada Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik dalam menjalankan

pemerintahan agar tidak menimbulkan masalah dikemudian hari.

Page 147: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

134

DAFTAR BACAAN

A. BUKU

Amiruddin, dkk, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Penerbit PT.Rajagrafindo Persada, Jakarta .

Asshiddiqie, Jimly dan M. Ali Safa’at, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum,Konstitusi Press, Jakarta, 2006.

Basah,Sjachran, 1985, Eksistensi Dan Tolak Ukur Badan Peradilan Adminitrasi DiIndonesia, Penerbit Alumni, Bandung.

Cahyadi, Antonius dan E. Fernando M. Maullang, 2007, Pengantar Ke FilsafatHukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta.

Cohen,Morris L and Kent C Olson, 2000, Legal Research In a Nutshell, SeventhEdition, West Group,ST.Paul,Minn

Djatmika, Sastra dan Marsono, 1995, Hukum Kepegawaian di Indonesia, Djambatan,Jakarta.

Effendi, Lutfi, 2004, Pokok-Pokok Hukum Adminitrasi, Banyumedia Publising,

Malang

Fauzan, Muhammad, 2006, Hukum Pemerintahan Daerah, Kajian TentangHubungan Keuangan Antara Pusat dan Daerah, UII Press, Yogyakarta.

Fernanda,Desi,2003, Etika Organisasi Pemerintah, Lembaga Administrasin Negara,Jakarta.

Hadjon, M, Philipus, 2005, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, (IntoductionTo The Indonesia Administrative Law), Gadjah Mada University Press,Yogyakarta.

Hutchinson, Terry, 2002, Researching and Writing in Law, Lawbook, Australia.

Kelsen, Hans, 2006, Teori Umum Tentang Hukum Dan Negara, Nusamedia dan

Nuansa, Bandung.

Page 148: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

135

Kansil, C.S.T,Drs. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, PN Balai

Pustaka, Jakarta, 1984.

Lubis,Solly, 1992, Asas-Asas Hukum Tata Negara, Alumni, Bandung.

Lopa, Baharuddin,1987, Permasalahan dan Penegakan Hukum di Indonesia, Bulan

Bintang, Jakarta.

Mahfud, Moh. MD, 2006, Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi,Pustaka LP3ES, Jakarta.

Manan, Bagir, 2000, Wewenang Propinsi, Kabupaten dan Kota Dalam RangkaOtonomi Daerah, Makalah Pada Seminar Nasional, Fakultas Hukum Unpad,Bandung.

Marzuki, Peter Mahmud, 2006, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group,

Surabaya.

Marbun, SF,1997, Peradilan Adminitrasi Negara dan Upaya Administrasi diIndonesia, Liberty, Yogyakarta.

Muslimin, Amrah, 1982 , Beberapa Asas-Asas dan Pengertian-Pengertian PokokTentang Administrasi dan Hukum Administrasi, Alumni, Bandung.

Mulyadi,Arief, 2005, Landasan dan Prinsip Hukum Otonomi Daerah Dalam NegaraKesatuan RI, Prestasi Pustaka.

Muchsan,1982, Hukum Kepegawaian, Bina Aksara, Jakarta.

Mertokusumo,Sudikno, 2007, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, Liberty,

Yogyakarta.

Pide, Mustari, 1999, Otonomi Daerah Dan Kepala Daerah Memasuki Abad XXI,Gaya Media Pratama, Jakarta.

Poerwadarminta, 1987, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta.

Radjab, Dasril, 2005, Hukum Tata Negara Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta.

Page 149: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

136

Ridwan HR, 2006, Hukum Administrasi Negara, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta.

Sadjijino, 2011, Bab-Bab Hukum Administrasi, Laksbang Presindo, Yogyakarta.

Simon A, Herbert 1984, Perilaku Adminitrasi, Cetakan kedua, terjemahan, PenerbitPT. Bina Aksara, Jakarta.

Soemantri, Sri, 1992, Bunga Rampai Hukum Tata Negara Indonesia, Alumni

Bandung.

Soehino, 1980, Ilmu Negara, Penerbit Liberty, Yogyakarta.Thoha, Mitfah, 2007,Manajemen Kepegawaian Di Indonesia, Kencana Pranada Group, Jakarta.

Soeroso, 2005, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta.

Sunaryo, Siswanto, 2006, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, Sinar Grafika,

Jakarta.

Situmorang,Viktor M, 1994, Hukum Administrasi Pemerintahan di Daerah, SinarGrafika, Jakarta.

Syarifin ,Pipin dan Jubaedah, Dedah, 2005, Hukum Pemerintah Daerah, PustakaSetia, Bandung.

Strong, C.F 1951, Modern Political Constitutions, Sidgwick and Jackson Limited,

London.

Thoha, Miftah,2005, Manajemen Kepegawaian Sipil di Indonesia, Kencana, Jakarta.

Tayibnapis, Burhanudin A, 1986, Administrasi Kepegawaian;Suatu TinjauanAnalitik, Penerbit Pradnya Paramitha, Jakarta.

Usfunan, Johanes Perbuatan Pemerintah Yang Dapat Di Gugat, Penerbit Djambatan,Jakarta.

Veld, In Het Niewevormen Van Decentralisaties,P.Sikke en A Zadel dalam Beknopt

leerbook voor het gemeente Recht, dalam Victor Situmorang dan Cormentyna

Sitanggang.

Page 150: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

137

Wijk,Van 1988, Hoofdstukken Van Administratif Recht, Uitgeverij Lemma B.V,

Culemborg.

Widjaja,A.W, 2002, Otonomi Daerah dan Daerah Otonom, Raja Grafindo Persada,

Jakarta

B. ARTIKEL ELEKTRONIK (INTERNET)

Haryuni, 2009, Implementasi Kebijakan Pengangkatan Tenaga HonorerMenjadi CPNS Di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Aceh Selatan,diakses darihttp://etd.ugm.ac.id/index.php?mod=opac&sub=Opac&act=view&typ=html&perpus_id=&perpus=1&searchstring=Tenaga%20honorer&self=1&op=review.

Padmawati, 2010 Kajian Yuridis Status Hukum Tenaga Guru Honorer PemerintahKota Surakarta Pada Dinas Pendidikan Pemuda Dan Olahraga KotaSurakarta Menurut Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, diaksesdari:http://etd.ugm.ac.id/index.php?mod=opac&sub=Opac&act=view&typ=html&perpus_id=&perpus=1&searchstring=Tenaga%20honorer&self=1&op=review.

Putra, David Yudia, 2007, Kebijakan Pengangkatan Tenaga Honorer menjadi CPNSDi Lingkungan Pemerintah Propinsi Sumatera Barat, diakses darihttp://etd.ugm.ac.id/index.php?mod=opac&sub=Opac&act=view&typ=html&perpus_id=&perpus=1&searchstring=Tenaga%20honorer&self=1&op=review.

Pratiwi,Wulan, 2008 Pengaruh Kapasitas Sumber Daya Aparatur BirokrasiTerhadap Peningkatan Pelayanan Publik Di Era Otonomi Daerah SebuahKajian Terhadap Kebijakan Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi CalonPegawai Negeri Sipil Tahun 2005-2009, diakses darihttp://www.lontar.ui.ac.id/file?file=pdf/metadata-107923.pdf.

Rosanti, 2009, Kebijakan Rekrutmen Tenaga Honorer Pasca Penerapan PeraturanPemerintah Nomor 48 Tahun 2005 Di Kabupaten, diakses dariMorowalihttp://etd.ugm.ac.id/index.php?mod=opac&sub=Opac&act=view&typ=html&perpus_id=&perpus=1&searchstring=Tenaga%20honorer&self=1&op=review.

Page 151: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

138

Satria, Pengertian Wewenang, http://satriagosatria.blogspot.com/2009/12/pengertian-

wewenang.html

C. PERATURAN

Undang-Undang No. 43 tahun 1999 tentang Perubahan atas UU RINo. 8 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169).

.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan KeduaUndang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59).

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan NegaraYang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75).

Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 2009 Nomor 160).

Peraturan Pemerintah No. 48 tahun 2005 (yang selanjutnya disebutPP No. 48 tahun 2005) yang sekarang sudah dirubah dengan PeraturanPemerintah No. 43 tahun 2007 tentang Perubahan Atas PeraturanPemerintah Nomor 48 tahun 2005 Tentang Pengangkatan Tenaga HonorerMenjadi Calon Pegawai Negeri Sipil. (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 2005 Nomor 122).

Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian UrusanPemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi danPemerintahan Daerah Kabupaten/Kota. (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 2007 Nomor 82).

Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 21 Tahun2005 tentang Pedoman Pendataan Dan Pengolahan Tenaga Honorer Tahun2005.

Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 15 Tahun2008 tentang Pedoman Audit Tenaga Honorer.

Page 152: kepastian hukum kedudukan tenaga honorer dalam sistem

139

Surat Edaran Menteri Negara PAN dan RB Nomor 5 Tahun 2010tentang Pendataan Tenaga Honorer Yang Bekerja di Lingkungan InstansiPemerintah.