bab i pendahuluan a. latar belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/87450/potongan/s1...fenol...

21
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menghambat kerja radikal bebas dengan cara menyerahkan satu atau lebih elektronnya kepada radikal bebas sehingga menjadi bentuk molekul yang normal kembali dan menghentikan berbagai kerusakan yang dapat ditimbulkan. Penggunaan senyawa antioksidan berkembang seiring dengan semakin bertambahnya pengetahuan tentang aktivitas radikal bebas terhadap beberapa penyakit degeneratif seperti penyakit jantung dan kanker (Pokorny dkk., 2001; Praptiwi et.al., 2006). Antioksidan dapat dibagi menjadi dua berdasarkan sumbernya yaitu antioksidan alami yang terdapat di dalam tumbuh-tumbuhan dalam bentuk senyawa fenolik dan antioksidan sintetik yang merupakan antioksidan hasil sintesis kimia, seperti ter-butil hidroksi anisol (BHA), dan ter-butil hidroksi toluen (BHT). Antioksidan sintetik memang memiliki efektifitas yang tinggi, tetapi kurang aman bagi kesehatan dapat meningkatkan terjadinya karsinogenesis . Oleh karena itu, pencarian rempah-rempah, buah atau tanaman yang mempunyai senyawa antioksidan alami menjadi penting untuk dikembangkan karena sifatnya yang lebih aman (Mammadov dkk., 2011; Kahl dan Kappus, 1993; Pujimulyani, 2003). Tanaman sirih merah (Piper corcatum Ruiz. & Pav.), meniran (Phyllanthus niruri L.), dan keladi tikus (Typhonium flagelliforme (lodd) Bl.) merupakan tanaman yang telah dibuktikan khasiatnya sebagai imunomodulator (Apriyanto, 2011; Sriningsih dan Wibowo, 2009; Sriyanti, 2012). Selain itu, penelitian terhadap

Upload: trannga

Post on 09-Jun-2018

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menghambat kerja radikal

bebas dengan cara menyerahkan satu atau lebih elektronnya kepada radikal bebas

sehingga menjadi bentuk molekul yang normal kembali dan menghentikan berbagai

kerusakan yang dapat ditimbulkan. Penggunaan senyawa antioksidan berkembang

seiring dengan semakin bertambahnya pengetahuan tentang aktivitas radikal bebas

terhadap beberapa penyakit degeneratif seperti penyakit jantung dan kanker

(Pokorny dkk., 2001; Praptiwi et.al., 2006).

Antioksidan dapat dibagi menjadi dua berdasarkan sumbernya yaitu

antioksidan alami yang terdapat di dalam tumbuh-tumbuhan dalam bentuk senyawa

fenolik dan antioksidan sintetik yang merupakan antioksidan hasil sintesis kimia,

seperti ter-butil hidroksi anisol (BHA), dan ter-butil hidroksi toluen (BHT).

Antioksidan sintetik memang memiliki efektifitas yang tinggi, tetapi kurang aman

bagi kesehatan dapat meningkatkan terjadinya karsinogenesis . Oleh karena itu,

pencarian rempah-rempah, buah atau tanaman yang mempunyai senyawa

antioksidan alami menjadi penting untuk dikembangkan karena sifatnya yang lebih

aman (Mammadov dkk., 2011; Kahl dan Kappus, 1993; Pujimulyani, 2003).

Tanaman sirih merah (Piper corcatum Ruiz. & Pav.), meniran (Phyllanthus

niruri L.), dan keladi tikus (Typhonium flagelliforme (lodd) Bl.) merupakan

tanaman yang telah dibuktikan khasiatnya sebagai imunomodulator (Apriyanto,

2011; Sriningsih dan Wibowo, 2009; Sriyanti, 2012). Selain itu, penelitian terhadap

kombinasi ketiga ekstrak juga telah dilakukan dan dibuktikan khasiatnya sebagai

imunomodulator yaitu mampu meningkatkan nilai indeks dan kapasitas fagositosis

makrofag mencit jantan galur Balb/c dibandingkan kontrol (Sagala, 2013).

Senyawa antioksidan memiliki kaitan yang erat dengan sistem imun karena

senyawa antioksidan dapat melindungi sel-sel imun terhadap kerusakan yang

diakibatkan oleh radikal bebas. Adanya produksi radikal bebas berupa spesies

reaktif oksigen (SOR) dapat dibentuk oleh sel imun itu sendiri dalam proses imun

ataupun berasal dari faktor lain. Namun produksi radikal bebas yang berlebihan

mengakibatkan stres oksidatif yang dapat menyebabkan kerusakan sel imun dan

transduksi sinyal. Sehingga diperlukan suatu keseimbangan antara radikal bebas-

antioksidan untuk menjaga sistem imun agar dapat berfungsi secara optimal.

Antioksidan berperan di dalam menangkap kelebihan radikal bebas sehingga

kerusakan sel dapat dihindari (Puertollano dkk., 2011).

Walaupun telah terdapat penelitian mengenai aktivitas imunomodulator

ekstrak tunggal sirih merah, meniran, keladi tikus serta kombinasinya, namun

belum ada penelitian yang menguji aktivitas antioksidan dari kombinasi ketiga

ekstrak ini. Dilakukannya uji aktivitas antioksidan terhadap ektrak tunggal dan

kombinasinya untuk mengetahui pengaruh kombinasi ketiga ekstrak tanaman ini

dibanding ekstrak tunggalnya. Efek kombinasi ekstrak dibuktikan belum tentu

berupa adisi dari efek masing-masing ekstrak tunggalnya, bisa jadi kombinasi

ekstrak memberikan efek sinergis ataupun efek yang lebih rendah dibanding ekstrak

tunggalnya (Prihartanto, 2008; Sarastri, 2012).

Selain melakukan uji aktivitas antioksidan, dilakukan juga uji kadar fenolik

total pada ketiga tanaman ini beserta kombinasinya untuk mengetahui pengaruh

senyawa fenol terhadap aktvitas antioksidan. Senyawa fenol memiki kaitan yang

erat dengan antioksidan karena senyawa ini dapat menyumbang hidrogen ke radikal

bebas dan bahkan memecah rantai reaksi oksidasi lipid pada tahap inisiasi awal

(Gulcin dkk., 2004).

Di dalam tananam keladi tikus, terdapat senyawa fenolik yang berhasil

diidentifikasi yang termasuk ke dalam glikosida flavonoid yaitu 6-glukosil apigenin

(isovitexin) (Farida dkk., 2012). Senyawa fenolik pada tanaman meniran berupa

senyawa-senyawa flavonoid, tanin, dan kumarin (Bagalkotkar dkk., 2006).

Senyawa fenolik yang berhasil diidentifikasi di dalam minyak atsiri sirih merah,

adalah hidroksikavikol, kavikol, kavibetol, karvakrol, eugenol, vinil-2-metoksi

fenol dan 2-hidroksi-fenilmetil asam benzoat (Adnan dkk. 2011; Sulistiyani

dkk.,2007).

Dengan dilakukannya uji antioksidan dan uji kadar fenolik total pada

ekstrak tunggal dan kombinasinya, diharapkan dapat memberikan gambaran

mengenai pengaruh kombinasi ekstrak terhadap aktivitas antioksidan dan kadar

fenolik total dibanding ekstrak tunggalnya serta dapat mengetahui besarnya

pengaruh kadar fenolik total terhadap aktivitas antioksidan.

B. Rumusan Masalah

1. Ekstrak tunggal dan kombinasi ekstrak manakah yang memberikan kadar

fenolik total dan aktivitas penangkapan radikal bebas DPPH tertinggi?

2. Bagaimana pengaruh kombinasi ketiga ekstrak terhadap kadar fenolik total dan

aktivitas penangkapan radikal bebas DPPH jika dibandingkan dengan ekstrak

tunggalnya?

3. Bagaimana kontribusi senyawa fenolik ekstrak tunggal serta kombinasinya

terhadap aktivitas penangkapan radikal bebas DPPH?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui ekstrak tunggal dan kombinasi ketiga ekstrak yang mempunyai

nilai fenolik total dan aktivitas penangkapan radikal bebas DPPH tertinggi.

2. Mengetahui pengaruh kombinasi ketiga ekstrak terhadap kadar fenolik total

dan aktivitas penangkapan radikal bebas DPPH jika dibandingkan dengan

ekstrak tunggalnya.

3. Mengetahui kontribusi senyawa fenolik tunggal serta kombinasinya terhadap

aktivitas penangkapan radikal bebas DPPH.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai kadar

fenolik total dan aktivitas antioksidan melalui penangkapan radikal bebas DPPH

dari tumbuhan sirih merah, meniran, dan keladi tikus serta kombinasi ketiga

ekstraknya. Kadar fenolik total dan aktivitas antioksidan ini diharapkan dapat

dihubungkan dengan aktivitas imunomodulatornya dan nantinya dapat ditentukan

apakah ketiga tumbuhan ini layak dikombinasikan untuk menghasilkan kadar

fenolik total dan aktivitas antioksidan yang tertinggi.

E. Tinjauan Pustaka

1. Uraian Tanaman

a. Tanaman Meniran (Phyllanthus niruri L.)

1) Klasifikasi Tanaman

Gambar 1. Tanaman Meniran (Anonim, 2012)

Klasifikasi ilmiah meniran :

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Ordo : Euphorbiales

Suku : Euphorbiaceae

Genus : Phyllanthus

Spesies : Phyllanthus niruri L.

(Backer dan Van Den Brink, 1965)

2) Deskripsi tanaman

Meniran (Phyllanthus niruri L.) merupakan terna liar yang

berasal dari Asia tropik yang tersebar di seluruh daratan Asia,

Benua Afrika, Amerika, dan Australia. Di Indonesia, penyebaran

meniran cukup luas karena terdapat beberapa nama daerah yang

melekat pada tumbuhan ini, seperti sikolop (Sumatera), memeniran

(Jawa), Sidukung anak (Sulawesi), serta belalang babiji (Maluku)

(Kardinan & Kusuma, 2004).

Meniran merupakan tanaman terna atau tak berkayu, banyak

ditemukan di tempat lembab dan berbatu, di pinggir jalan, di tanah

kosong, di antara rerumputan, di pinggir selokan, dan tempat-

tempat lainnya sampai ketinggian 1000 mdpl. tingginya kurang

lebih 50 cm, bercabang terpencar dan pangkalnya agak berkayu,

batangnya berwarna hijau pucat (Phyllanthus niruri) atau hijau

kemerahan (Phyllanthus urinaria), berbentuk bulat dan basah.

Daun berupa daun majemuk, lonjong, menyirip genap, tepi rata,

ujung dan pangkal tumpul, pertulangan menyirip, permukaan

halus, panjang ±1,5 cm, lebar ± 0,7 cm, berwarna hijau kemerahan.

Permukaan daun bagian bawah berbintik-bintik kelenjar.

Bunganya berseling, dalam satu tanaman terdapat bunga jantan di

bawah ketiak daun dan bunga betina yang keluar di atas ketiak daun

(tunggal, di pangkal). Buahnya bulat berdiameter 2 mm- 2,5 mm,

beruang tiga dan berwarna hijau keunguan. Biji berbentuk ginjal,

keras dan berwarna coklat serta perakarannya merupakan akar

tunggang (Hutapea, 1994; Wijayakusuma dan Dalimartha, 2001;

Sastroamidjojo,2001)

3) Kandungan Kimia dan Khasiat

Meniran banyak mengandung berbagai unsur kimia sebagai

berikut

Tabel I. Kandungan senyawa tanaman meniran (Bagalkotkar et al, 2006)

Lignan Filantin, hipofilantin, nirantin, lintetralin,filtetralin, nirtetralin,

isolintetralin, 2,3-Desmetoksi seko-isolintetralin, 2,3-

Desmetoksi seko-isolintetralin diasetat, linantin,

Demetilendioksinirantin, urinatetralin, kubebib dimetil eter,

nirfilin, filnirurin, seko-4-hidroksilintetralin, seko-

isolariciresinol trimetil eter, hidroksinirantin, 3,4-

metilendioksibensil-3’,4’-dimetoksibesilbutirolakton

Terpen Simen, limonen, lupeol

Flavonoid Kuersetin, kuersitrin, gallokatekin, astragalin, rutin, kuersetol,

nirurin, niruriflavon

Saponin Diosgenin

Alkaloid Norsekurinin, nirurin, filokrisin

Kumarin Asam elagat, metil brevifolinkarboksilat

Tanin Asam repandusinat, geraniin, korilagin

Khasiat meniran yang beragam berkaitan erat dengan

senyawa yang dikandungnya. Filantin dan hipofilantin merupakan

komponen utama yang berkhasiat melindungi hati dari zat toksik

atau disebut memiliki efek antihepatotoksik. Senyawa flavonoid

kuersetin yang terkandung dikenal sebagai antikarsinogen

(Kardinan & Kusuma, 2004).

Secara empiris dan klinis, herba meniran berfungsi sebagai

antibakteri, antihepatoksik, antipiretik, antiradang, antivirus,

diuretik, ekspektoran, hipoglikemik, serta sebagai

immunostimulan (Kardinan & Kusuma, 2004). Menurut Harish

dan Shivanandappa (2006), ekstrak metanol daun dan buah

meniran memiliki aktivitas penangkapan radikal bebas DPPH

dengan IC50 sebesar 14,5 µg/mL dan 32,6 µg/mL. Ekstrak 80%

herba meniran pada dosis 40 mg/200 g BB dapat meningkatkan

aktivitas fagositosis makrofag peritoneum tikus (Sriningsih dan

Wibowo,2009).

b. Tanaman Sirih Merah (Piper crocatum Ruiz. & Pav.)

1) Klasifikasi Tanaman

Gambar 2. Daun Sirih Merah (Anonim, 2012)

Kingdom : Plantae

Sub Kingdom : Tracheobionta

Super Divisi : Spermatophyta

Divisi : Magnollophyta

Kelas : Magnoliopsida

Sub Kelas : Magnoliidae

Ordo : Piperales

Familia : Piperaceae

Genus : Piper

Spesies : Piper crocatum Ruiz. & Pav.

(Backer & Van Den Brinck, 1963)

2) Deskripsi tanaman

Tanaman sirih merah tumbuh menjalar seperti sirih hijau.

Batangnya berwarna hijau keunguan dan berbentuk bulat.

Tanaman sirih merah tidak berbunga. Daunnya bertangkai

membentuk jantung dengan bagian atas meruncing, bertepi rata,

dan permukaannya mengkilap. Panjang daunnya bisa mencapai 15-

20 cm. Warna daun bagian atas hijau bercorak putih keabu-abuan.

Bagian bawah daun berwarna merah hati cerah. Daunnya berlendir,

berasa pahit, dan beraroma wangi khas sirih. Batangnya bersulur

dan beruas dengan jarak buku 5-10 cm di setiap buku tumbuh daun

dan bakal akar (Kardinan dan Taryono, 2003)

Tanaman sirih merah termasuk cukup langka karena tidak

tumbuh di setiap daerah atau tempat. Sirih merah dapat tumbuh di

daerah yang berhawa dingin dengan baik namun pada daerah yang

berhawa panas tanaman ini tidak dapat tumbuh subur. Selain itu,

apabila sirih merah terlalu banyak terkena sinar matahari, batang

sirih merah akan mengering, tetapi jika disiram berlebihan akar dan

batangnya akan cepat membusuk. Sirih merah tumbuh dengan baik

jika ditempatkan pada daerah yang mendapat 60-75% cahaya

matahari (Sudewo, 2010)

3) Kandungan Kimia dan Khasiat

Di dalam daun sirih merah terdapat senyawa flavonoid,

polifenol, alkaloid, minyak atsiri dan tanin (Safitri dan Fahma,

2008). Senyawa minyak atsiri sirih merah yang merupakan

senyawa fenolik adalah hidroksikavikol, kavikol, kavibetol,

karvakrol, eugenol, vinil-2-metoksi fenol dan 2-hidroksi-fenilmetil

asam benzoat (Adnan dkk. 2011; Sulistiyani dkk.,2007). Persen

penangkapan radikal bebas yang dimiliki oleh ekstrak etanol sirih

merah dengan konsentrasi 100 µg/mL sebesar 59,34% (Alfarabi

dkk., 2010)

Secara empiris diketahui tanaman sirih merah dapat

menyembuhkan penyakit batu ginjal, kolesterol, asam urat,

serangan jantung, stroke, radang prostat, radang mata, masuk angin

dan nyeri sendi (Sudewo, 2010). Pemberian ekstrak etanol daun

sirih merah (Piper crocatum) pada dosis 10 mg/kgBB,

100mg/kgBB dan 300 mg/kgBB dapat meningkatkan indeks

fagositosis makrofag tikus yang diinduksi vaksin hepatitis B

(Apriyanto,2011).

c. Tanaman Keladi Tikus (Typhonium flagelliforme (Lodd.) Bl.)

1) Klasifikasi Tanaman

Gambar 3. Tanaman Keladi Tikus (Anonim, 2007)

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledonae

Ordo : Arales

Familia : Araceae

Subfamili : Aroidae

Genus : Typhonium

Spesies : Typhonium flagelliforme (Lodd.) Blume

(Backer & van den Brink, 1968)

2) Deskripsi tanaman

Tanaman keladi tikus adalah tanaman sejenis talas setinggi

25-30 cm dan termasuk tumbuhan semak. Daun berbentuk bulat

dengan ujung runcing seperti jantung dan berwarna hijau segar.

Umbi berbentuk bulat rata sebesar buah pala (Harfia & Lucie,

2006)

Keladi tikus merupakan salah satu tanaman yang langka.

Dimana tanaman ini sangat sulit tumbuh di tempat terbuka,

biasanya tumbuh di tempat lembab yang tidak terkena sinar

matahari langsung. Tumbuhan keladi tikus ini tumbuh pada

ketinggian 1000 meter di atas permukaan laut. Keladi tikus muncul

pada musim hujan, tumbuh di pinggir pematang sawah, kebun-

kebun kosong, serta parit-parit di pinggir jalan yang bertanah

lembab dan mendapatkan cahaya matahari 60%. Keladi tikus

terdapat di Malaysia, Korea bagian selatan, dan Indonesia.

Tumbuhan keladi tikus sering dijumpai tumbuh secara liar di

beberapa daerah di Indonesia. Keladi tikus mudah ditemukan

sepanjang pantai utara Pulau Jawa, sebagian Kalimantan, Sumatra,

dan Papua (Sudewo dan Bambang 2004).

3) Kandungan Kimia dan Khasiat

Senyawa yang terkandung dalam tanaman keladi tikus yaitu

alkaloid, saponin, steroid, glikosida flavonoid, dan triterpenoid

(Syahid, 2007). Salah satu kandungan senyawa fenolik keladi tikus

adalah 6-glukosil apigenin (isovitexin) berhasil diisolasi dari

ekstrak etil asetat keladi tikus yang mempunyai aktivitas

antioksidan (penangkapan radikal bebas DPPH) dengan IC50

sebesar 34,39 µg/mL (Farida dkk., 2012).

Menurut penelitian yang dilakukan Choo dkk. (2001)

menunjukkan bahwa ekstrak heksan keladi tikus memiliki efek

sitotoksik terhadap P388 murine leukemia (IC50~15 µg/ml). Studi

etnofarmakologi mengindikasikan bahwa ekstrak keladi tikus

mampu mencegah terjadinya hepatokarsinogenesis pada tikus

(Choon dkk., 2008). Menurut Sriyanti (2012), ekstrak keladi tikus

dengan dosis 250 mgkgBB, 500 mg/kgBB, dan 1000 mg/kgBB

dapat meningkatkan fagositosis makrofag tikus yang terinduksi

cyclophosphamide. Penelitian mengenai aktivitas antioksidan pada

ekstrak metanol keladi tikus sudah dilakukan dan didapatkan

persen penangkapan radikal bebas DPPH pada konsentrasi 100

µg/mL sebesar 60,1% (Mohan, 2008).

2. Kombinasi Ekstrak

Kombinasi ekstrak digunakan dengan harapan dapat memberikan

efek yang lebih baik dibandingkan dengan tanaman tunggalnya. Terdapat

berbagai macam interaksi mungkin yang terjadi di dalam kombinasi ekstrak

yaitu efek sinergis, efek tidak sinergis, dan efek aditif (Heo dkk.,2006).

Efek sinergis terjadi apabila masing-masing komponen mempunyai

efek tertentu dan kombinasi komponen dapat memberikan efek yang lebih

tinggi daripada kalkulasi masing-masing efek komponen tunggalnya (Shao

dkk., 2004; Vattem dkk, 2005). Efek tidak sinergis terjadi apabila kombinasi

memberikan efek yang lebih rendah dibandingkan dengan komponen

tunggalnya (Pinelo, 2004; Wang dkk., 2000). Kombinasi akan memberikan

efek adisi apabila efek yang diberikan oleh kombinasi merupakan

penjumlahan dari efek masing-masing komponen tunggalnya (Heo dkk.,

2006)

3. Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan/senyawa kimia yang

dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan

menggunakan pelarut cair (Depkes RI, 2000). Pemisahan senyawa aktif

dalam ekstrak melalui partisi. Proses partisi bergantung pada perbedaan

kemampuan larut solut dalam dua macam pelarut (solven) yang tidak saling

campur dan berbeda polaritasnya. Prinsip partisi yaitu menggunakan pelarut

yang kepolarannya sesuai dengan kepolaran senyawa seperti melarutkan

senyawa polar dalam pelarut polar ataupun senyawa non polar dalam pelarut

non polar. Senyawa aktif dapat terpisah berdasarkan kelarutannya dalam

dua macam pelarut yang tidak saling campur dan berbeda polaritasnya

berdasarkan prinsip like dissolves like (Snyder & Kirkldan, 1997).

Senyawa aktif yang terdapat dalam simplisia biasanya digolongkan

ke dalam golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid dan lain-lain. Dengan

diketahuinya senyawa aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah

pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat. Simplisia yang lunak seperti

rimpang dan daun mudah diserap oleh pelarut, karena itu penyerbukan

simplisia tidak perlu sampai halus sebelum diekstraksi. Penyerbukan sampai

halus diperlukan pada simplisia yang keras seperti biji, kulit kayu dan kulit

akar karena zat aktifnya susah diserap oleh pelarut. Disamping

memperhatikan sifat fisik dan senyawa aktif dari simplisia harus juga

diperhatikan senyawa-senyawa lain yang terdapat dalam simplisia seperti

protein,karbohidrat, lemak, dan gula, karena senyawa ini akan

mempengaruhi tingkat kejenuhan pelarut sehingga akan berpengaruh pula

pada proses pelarutan senyawa aktif (Depkes RI, 2000).

Maserasi merupakan salah satu metode ekstraksi dingin. Maserasi

adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan

beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan

(kamar). Secara teknologi, maserasi termasuk ekstraksi dengan prinsip

metode pencapaian konsentrasi keseimbangan. Maserasi kinetik berarti

dilakukan pengadukan yang terus-menerus. Remaserasi berarti dilakukan

penambahan ulang pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama,

dan seterusnya (Depkes RI, 2000).

4. Antioksidan

Antioksidan merupakan suatu molekul yang dapat menetralkan

radikal bebas dengan mendonorkan elektron. Hal ini berarti molekul

antioksidan menjadikan dan membuat molekul radikal bebas menjadi non-

radikal (Praptiwi et.al.,2006).

Mekanisme kerja antioksidan memiliki dua fungsi. Fungsi pertama

merupakan fungsi utama dari antioksidan yaitu sebagai pemberi atom

hidrogen. Antioksidan (AH) yang mempunyai fungsi utama tersebut sering

disebut sebagai antioksidan primer. Senyawa ini dapat memberikan atom

hidrogen secara cepat ke radikal lipida (R•,ROO•) atau mengubahnya ke

bentuk lebih stabil, sementara turunan radikal antioksidan (A•) atau

prooksidan tersebut memiliki keadaan lebih stabil dibanding radikal lipida.

Fungsi kedua merupakan fungsi sekunder antioksidan, yaitu memperlambat

laju autooksidasi dengan berbagai mekanisme di luar mekanisme pemutusan

rantai autooksidasi dengan pengubahan radikal lipida ke bentuk lebih stabil

(Gordon,1990).

Berdasarkan sumbernya, antiksiodan dapat dikelompokkan menjadi

dua, yaitu antioksidan alami dan antioksidan sintetik. Senyawa fenolik atau

polifenolik umumnya merupakan senyawa antioksidan alami yang terdapat

di dalam tumbuhan. Senyawa fenolik dan polifenolik ini dapat dalam bentuk

senyawa golongan flavonoid, turunan asam sinamat, kumarin, tokoferol,

dan asam-asam organik polifungsional (Pratt dan Hudson, 1990).

Antioksidan sintetik adalah antioksidan yang diperoleh dari hasil

sintesa reaksi kimia. Antioksidan sintetik yang sering digunakan adalah ter-

butil hidroksi anisol (BHA), ter-butil hidroksi toluen (BHT), propil galat

(PG), dan ter-butil hidroksi kuinon (TBHQ). Penggunaan antioksidan

sintetik pada konsentrasi tinggi dapat mengakibatkan efek toksik bagi

manusia (Barlow, 1990).

5. Hubungan Antioksidan dan Imunomodulator

Antioksidan memiliki kaitan yang erat dengan sistem imun karena

antioksidan dapat mencegah terjadinya kerusakan yang terjadi pada sel

akibat radikal bebas dan dapat menjaga kesehatan tubuh. Selama proses

inflamasi, aktivasi dari sel fagosit dan/atau reaksi antara bakteri dengan

reseptor yang spesifik mampu untuk mempromosikan pembentukan

flavoprotein NADPH oksidase, yang dapat mengkatalisasi produksi dari

radikal superoksida (O2-). Selain itu, neutrofil dan makrofag dikenal mampu

memproduksi radikal bebas dan H2O2, yang penting dalam pertahanan

melawan mikroba atau benda asing (Puertollano dkk., 2011). Namun

apabila terjadi kelebihan produksi dari radikal bebas ini dapat berbahaya

bagi sel imun sendiri, karena radikal bebas dapat menyerang dan

mengakibatkan kerusakan sel imun. Sehingga pemberian antioksidan yang

cukup sangat penting karena dapat menghindari kerusakan sel imun yang

diakibatkan oleh radikal bebas.

Antioksidan juga dapat memproteksi respon imun dari efek-efek

imunosupresan yang berasal dari lingkungan seperti sinar ultraviolet dan

asap rokok (Bendich, 1993). Penelitian Sutomo (2014) membuktikan bahwa

isolat dari buah kasturi yang merupakan senyawa antioksidan mempunyai

efek sebagai imunomodulator melalui peningkatan (stimulasi) makrofag

terhadap fagositasi latex bead. Selain itu, senyawa apigenin (golongan

flavonoid) (Romanovä dkk., 2001; Kumar dkk., 2012), dan andrografolid

(golongan terpenoid) (Trivedi dkk., 2007; Wang dkk., 2010; Vasu dkk.,

2010; Kumar dkk., 2012) yang juga merupakan senyawa antioksidan

terindikasi memiliki aktivitas sebagai imunomodulator.

6. Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi digunakan untuk memisahkan komponen yang

terkandung dalam ekstrak dimana komponen tersebut terdistribusi di antara

dua fase, yaitu fase gerak dan fase diam. Kromatografi lapis tipis merupakan

metode yang mudah, cepat, tidak mahal, dan memiliki kelebihan dibanding

kromatografi kertas yang memiliki keterbatasan dalam penggunaan fase

geraknya (Striegel dan Hill, 1996).

Fase diam dapat berupa serbuk halus yang berfungsi sebagai

permukaan penjerap (kromatografi cair-padat) atau sebagai penyangga

untuk lapisan zat cair (kromatografi cair-cair). Fase diam yang sering

dipakai adalah silika gel (asam silikat), alumina (alumina oksida), kiselgur

(tanah diatom), dan selulosa (Fried dan Sherma, 1999). Selain itu, fase diam

agar dapat memadamkan flouresensi semua senyawa di bawah sinar UV254

haruslah mengandung indikator flouresensi (Gandjar dan Rohman, 2009).

Fase gerak merupakan media transport komponen yang akan

dipisahkan. Komponen tersebut akan memisah berdasarkan kapilaritas dan

hasil gaya tarik dari fase gerak dan gaya hambat dari fase diam (Fried dan

Sherma, 1999). Fase gerak di dalam kromatografi lapis tipis dapat berupa

pelarut tunggal ataupun campuran pelarut.

Setelah dielusi dengan fase gerak, kromatogram hasil elusi dapat

dideteksi dengan berbagai cara. Deteksi kromatogram akan lebih mudah

dilakukan apabila senyawa yang dipisahkan memiliki warna, berpendar,

atau menyerap sinar ultraviolet. Penyerapan sinar ultraviolet biasanya

terjadi pada senyawa yang memiliki ikatan rangkap terkonjugasi atau

senyawa aromatik. Akan tetapi tidak semua senyawa memiliki warna,

berpendar, ataupun menyerap sinar ultraviolet secara alami, sehingga perlu

diberi pereaksi penampak bercak sehingga dapat menghasilkan warna atau

pendaran (Sherma, 1994).

Pengamatan pada kromatografi lapis tipis dilakukan dengan cara

melihat nilai Rf (Retardation factor) dari solut. Nilai Rf didefinisikan sebgai

jarak yang ditempuh solut dibagi jarak yang ditempuh fase gerak. Nilai

minimum Rf yaitu 0, ini terjadi ketika solut tertahan pada posisi titik awal

permukaan fase diam. Apabila solut bermigrasi dengan kecepatan yang

sama dengan fase gerak yang menunjukkan bahwa solut mempunyai

perbandingan distribusi (D) dan faktor retensi (k’) sama dengan 0, maka

nilai Rf bernilai maksimal yaitu 1 (Gandjar dan Rohman, 2009).

7. Senyawa Fenolik

Senyawa fenolik atau polifenol merupakan sekelompok metabolit

sekunder yang mempunyai cincin aromatik yang terikat dengan satu atau

lebih substituen gugus hidroksi yang berasal dari jalur metabolisme asam

sikimat dan fenil propanoid. Termasuk di dalam kelompok senyawa fenolik

adalah fenol sederhana, asam fenolat, kumarin, tanin, dan flavonoid. Dalam

tanaman, senyawa-senyawa ini biasanya berada dalam bentuk glikosida atau

esternya (Proestos dkk., 2006).

Senyawa fenolik yang terdapat di dalam tumbuhan tinggi adalah

golongan flavonoid seperti flavonol, flavon, antosianidin, isoflavon dan

golongan non flavonoid seperti asam-asam fenolat, asam benzoat, dan asam

hidrosinamat.

Senyawa fenolik diketahui memiliki aktivitas antioksidan karena

senyawa fenolik dapat berperan sebagai donor hidrogen ke pada radikal

bebas sehingga menghasilkan radikal stabil yang benergi rendah yang

berasal dari senyawa fenolik yang kehilangan atom hidrogen, struktur

radikal baru ini menjadi stabil karena terjadinya resonansi pada cincin

benzenanya (Shahidi dan Naczk, 2004). Selain itu, senyawa fenolik dapat

memecah rantai reaksi oksidasi lipid pada tahap inisiasi awal (Gulcin dkk.,

2004).

Kadar senyawa fenolik total dapat ditetapkan secara

spektrofotometri visibel dengan menggunakan pereaksi Folin-Ciocalcetau

(Vermerris dan Nicholson, 2006). Di dalam pereaksi Folin-Ciocalteu

terdapat natrium tungstat (Na2WO4.H2O) dan natrium molibdat

(Na2MoO4.H2O) yang berwarna kuning intens dalam air. Adanya senyawa

fenolik akan dioksidasi oleh reagen yang berisi asam fosfomolibdat-tungstat

menghasilkan produk “molybdenum blue” yang berwarna biru dan dapat

diukur absrobansinya pada panjang gelombang maksimal 750-765 nm

(Jakobek dkk., 2007).

Gambar 4. Reaksi senyawa fenolik dengan pereaksi Folin Ciocalteu (Sambada,2011).

Metode ini berlangsung dalam suasana basa sehingga perlu

ditambahkan natrium karbonat. Metode ini sederhana, sensitif, teliti, dan

mendeteksi semua kelompok fenolik dalam ekstrak (Prior dkk., 2005; Zin

dkk., 2004).

8. Uji Penangkapan Radikal DPPH (2,2-difenil-1-pikrilhidrazil)

DPPH merupakan radikal bebas, stabil pada suhu kamar, dan sering

digunakan untuk mengevaluasi aktivitas antioksidan beberapa senyawa atau

ekstrak bahan alam. Metode dengan menggunakan DPPH dapat

menunjukkan secara langsung kemampuan ekstrak atau antioksidan untuk

Senyawa Fenol Pereaksi Folin Ciocalteu Kuinon Kompleks Molybdenum-blue

menyumbangkan hidrogen dan/atau elektron untuk menetralkan DPPH. Jika

semua elektron pada radikal bebas DPPH menjadi berpasangan, maka warna

larutan berubah dari ungu tua menjadi kuning terang dan serapan pada

panjang gelombang 517 nm akan hilang. Perubahan ini dapat diukur secara

stoikiometri sesuai dengan jumlah penangkapan elektron atau hidrogen oleh

molekul DPPH akibat adanya zat antioksidan (Green,2004: Gurav dkk.,

2007)

Gambar 5. Reaksi reduksi DPPH oleh donor atom hidrogen (Pokorny dkk., 2001)

F. Landasan Teori

Salah satu cara untuk menguji aktivitas antioksidan pada ekstrak adalah

dengan menggunakan metode DPPH. Ekstrak meniran, sirih merah, dan keladi tikus

telah dibuktikan memiliki kemampuan untuk menangkap radikal bebas DPPH.

Ekstrak metanol daun keladi tikus dan ekstrak etanol sirih merah pada konsentrasi

100 µg/mL memberikan persen penangkapan radikal sebesar 60,1% dan 59,34%

(Mohan, 2008; Alfarabi dkk., 2010). Menurut Harish dan Shivanandappa (2006),

ekstrak metanol daun dan buah meniran memiliki aktivitas penangkapan radikal

bebas DPPH dengan IC50 sebesar 14,5 µg/mL dan 32,6 µg/mL.

Senyawa-senyawa fenolik dilaporkan memiliki aktivitas antioksidan karena

dapat berperan sebagai donor hidrogen kepada radikal bebas sehingga

menghasilkan radikal stabil yang benergi rendah, radikal baru dapat distabilkan

DPPH• + Antioksidan (AH) DPPH-H +A•

DPPH• + R• DPPH-R

dengan resonansi pada cincin benzenanya (radikal peroksi) dan senyawa fenolik

juga dapat memecah rantai reaksi oksidasi lipid pada tahap inisiasi awal (Shahidi

dan Naczk, 2004; Gulcin dkk., 2004).

Kombinasi ekstrak digunakan dengan harapan dapat memberikan efek yang

lebih baik dibandingkan dengan tanaman tunggalnya. Terdapat berbagai macam

interaksi mungkin yang terjadi di dalam kombinasi ekstrak yaitu efek sinergis, efek

tidak sinergis, dan efek aditif (Heo dkk.,2006).

Di dalam tananam keladi tikus , terdapat senyawa fenolik yang berhasil

diidentifikasi yang termasuk ke dalam glikosida flavonoid yaitu 6-glukosil apigenin

(isovitexin) (Farida dkk., 2012). Senyawa fenolik pada tanaman meniran berupa

senyawa-senyawa flavonoid, tanin, dan kumarin (Bagalkotkar dkk., 2006).

Senyawa fenolik sirih merah yang berhasil diidentifikasi adalah hidroksikavikol,

kavikol, kavibetol, karvakrol, eugenol, vinil-2-metoksi fenol dan 2-hidroksi-

fenilmetil asam benzoat (Adnan dkk. 2011; Sulistiyani dkk.2007).

G. Hipotesis

Kombinasi ketiga ekstrak, yaitu ekstrak etanolik sirih merah (Piper

crocatum Ruiz. & Pav), meniran (Phyllanthus niruri L.), dan keladi tikus

(Typhonium flagelliforme (Lodd) Bl.) memiliki aktivitas antioksidan melalui

kemampuannya untuk menangkap radikal bebas DPPH yang dipengaruhi oleh

kandungan senyawa fenoliknya.