bab i pendahuluan a. latar belakang...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pemerintah Indonesia bertekad mengimplementasikan pancasila serta UUD 1945
secara murni dan konsekuen. Sejak tahun 1974 telah berlaku hubungan industrial
pancasila yang berkaitan dengan aspek perburuhan di Indonesia. Penataan hubungan
industrial di Indonesia awalnya merupakan keputusan yang mendesak. Saat itu, sejak
kemerdekaan sampai akhir orde lama, Hubungan industrial dilaksanakan namun tidak
dapat menciptakan ketenangan kerja bagi berlangsungnya usaha. Hal ini disebabkan
karena saat itu belum semua unsur tripartite mampu paham akan pentingnya
hubungan industrial. Hubungan industrial yang dilaksanakan tidak berdasarkan
falsafah bangsa Indonesia sendiri, namun berdasarkan falsafah bangsa lain yang
didasari pada paham komunis dan paham liberalism.1
Hubungan industrial berjalan melalui serikat pekerja, organisasi pengusaha,
lembaga kerja sama bipartite dan tripartite, peraturan perusahaan, perjanjian kerja
bersama, peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan, dan lembaga penyelesaian
perselisihan hubungan industrial. Setiap perusahaan memiliki serikat pekerjanya
1 Kertonegoro, S. 1974, Hubungan Industrial (Hubungan Antara Pengusaha dan Pekerja (bipartite) dan
Pemerintah (Tripartite)), Yayasan Tenaga Kerja Indonesia hal.11.
2
tersendiri, dan setiap perusahaan memiliki kewenangan tersendiri ingin terlibat pada
asosiasi pengusaha atau tidak. Namun dari pemerintah yang berperan memantau
hubungan diantara kedua aktor tersebut berasal dari DISNAKERTRANS.
Berkembangnya zaman, berkembang juga permasalahan dalam hubungan industrial.
Konflik semakin hadir mewarnai perjalanan hubungan industrial. Aksi mogok buruh
yang bersifat nasional dengan mengangkat isu-isu upah minimal yang diterima oleh
pekerja dengan ujung konflik yang melibatkan aktor lainnya yakni pengusaha dan
pemerintah. Upah minimal yang dibawa oleh pekerja tidak kunjung usai selama
perjalanan ketenagakerjaan di Indonesia karena memang kondisi biaya hidup yang
semakin mahal. 2
Konflik biasanya terjadi dikarenakan adanya perbedaan dan
pertentangan suatu kepentingan, sebuah pendapat, ide atau salah paham akan hasil
dari sebuah kebijakan, baik dalam bentuk kekerasan (violent) maupun dalam “kadar
rendah” yang tidak menggunakan kekerasan (non violent). 3 Konflik industrial seperti
yang diketahui bersama sudah menjadi permasalahan yang sangat kompleks, ada
beberapa kasus yang tidak menyebabkan kekerasan dan ada beberapa kasus yang
menyebabkan kekerasan. Konflik Industrial berada pada masalah yang tidak jauh dari
permasalahan gaji, rendahnya tingkat pendidikan para tenaga kerja industri,
kurangnya perlindungan hukum, kesejahteraan, lock out dan outsourcing yang bisa
2 Lihat http://m.liputan6.com/news/read/732541/situasi-perburuhan-di-indonesia pada 26 May 2014.
3 Albert F, Eldridge, 1979. Image Of Conflict, New York: ST. Martin’s, hal.2 lihat Skripsi : Z,
Muhammad, Manajemen Konflik Berbasis Komunitas, Yogyakarta; Jurusan Ilmu Pemerintahan 2007
hal.32.
3
dikatakan dengan perbudakan. Permasalahan outsourcing misalnya memang menjadi
momok bagi para pekerja industri, outsourcing ini membuat hubungan antara para
pekerja industri dengan pengusaha menjadi mudah dimainkan atau fleksibel.
Permainan tersebut biasanya disebut labour market flexibility yang bermakna
hubungan kerja antara pekerja industri dengan pengusaha berjalan tanpa konsekuensi
yang berat bagi pengusaha, lebih mudah dipahami dengan kalimat “semua terserah
pengusaha karena pengusaha memiliki modal besar yakni uang”. Hal tersebut berlaku,
sementara kepada para pekerja industri perekonomian Indonesia bersandar. Jika tidak
ada pekerja industri, maka perekonomian tidak akan berputar karena tidak adanya
hasil produksi.
Upah yang sangat murah terhadap pekerja industri ini menjadi godaan yang
sangat menggairahkan bagi para pemilik modal. Kehidupan para pekerja industri kian
melarat ditengah pabrik-pabrik yang melahirkan produk baru, dibalik kehidupan
mewah sang pemilik modal. Kelas pekerja industri di Indonesia merupakan bagian
yang sangat mayoritas, seharusnya dengan angka yang mayoritas tersebut pekerja
terlindung dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah sebagai pemegang
kekuasaan tertinggi dalam sebuah urusan rumah tangga kenegaraan. Hal tersebut
membuat pekerja dengan mengatasnamakan serikat pekerjanya melakukan aksi protes
melalui kekerasan (violent). Biasanya demo dengan jumlah yang besar dan terkadang
merusak fasilitas umum.
4
Tetapi juga terdapat beberapa pekerja dan pengusaha menyelesaikan konflik yang
tidak menyebabkan kekerasan (non violent). Hal tersebut bisa saja dilakukan melalui
tahap negosiasi di lembaga bipartite yang menjadi saran dari pemerintah, lembaga
bipartite ini dihadirkan melalui pihak perusahaan, namun pemerintah juga berperan
didalamnya untuk melakukan pengawasan terhadap kegiatan industrial pada
perusahaan tersebut dalam tingkat lembaga tripartit. Konflik memiliki hubungan
dengan proses politik, konflik merupakan gejala yang serba hadir dalam kehidupan
manusia bermasyarakat dan bernegara.4 Oleh karenanya apabila terdapat konflik yang
hadir mewarnai kehidupan bermasyarakat dan sulit ditanganinya, maka masyarakat
melibatkan pemerintah sebagai pemegang kuasa tertinggi. Begitupun dengan
masalahan perburuhan yang sudah cukup mewarnai proses politik di Indonesia.
Hubungan industrial memiliki arti tersendiri, yakni hubungan antara semua pihak
yang tersangkut atau berkepentingan atas proses produksi atau pelayanan jasa di suatu
perusahaan. Berangkat dari tatanan kehidupan bermasyarakat yang berlandaskan
Pancasila, melihat landasan hubungan industrial dalam pasal 16 (1) UU No 13 Tahun
2003 tentang ketenagakerjaan disebutkan bahwa pengertian istilah hubungan
industrial adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para perilaku dalam
proses produksi barang dan jasa yang terdiri atas unsur pengusaha, pekerja/buruh, dan
pemerintah yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar
4 Ramlan Subakti, Memahami Ilmu Politik, PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, 2010, hal.
209.
5
Negara Republik Indonesia tahun 1945. Unsur-unsur yang terkait dalam hubungan
industrial ini mengatur peran masing-masing dan interaksi dalam berjalannya proses
kerjasama tersebut. Aturan-aturan yang mengatur hak dan kewajiban masing-masing
pihak semuanya tercantum dalam Undang-Undang ketenagakerjaan. Menurut UU
No.13/2003 (bab XI, pasal 102, ayat 1-3) mengatakan fungsi dari masing-masing
pihak semuanya tercantum sebagai berikut :
1. Pemerintah : Menetapkan kebijakan, memberikan pelayanan, melaksanakan
pengawasan, dan melakukan penindakan terhadap pelanggaran peraturan
perundang-undangan ketenagakerjaan;
2. Pekerja atau buruh dan serikat pekerja atau serikat buruhnya : Menjalankan
pekerjaan sesuai dengan kewajibannya, menjaga ketertiban demi
kelangsungan produksi, menyalurkan aspirasi secara demokratis;
3. Pengusaha dan organisasi pengusahanya : Menciptakan kemitraan,
mengembangkan usaha, memperluas lapangan kerja, dan memberikan
kesejahteraan pekerja atau buruh secara terbuka, demoratis dan berkeadilan.
Kondisi baik atau tidaknya sebuah hubungan industrial tergantung bagaimana
aktor bekerja. Aktor-aktor ini merupakan faktor yang sangat besar dalam
berlangsungnya hubungan industrial, memiliki pengaruh yang besar dalam proses
terbentuknya perjanjian kerja untuk menentukan kondisi kerja, upah, jam kerja,
jaminan sosial, kesehatan dan keselamatan kerja, atau permasalahan lainnya. Peran
6
pemerintah tentunya sangat diperlukan untuk membuat UMR (Upah Minimum
Regional) serta lembaga kerja sama sebagai pemangku kepentingan tripartit.
Sementara pengusaha memiliki peran untuk membuat lembaga kerja sama bipartit.
Menurut Undang-Undang No.22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan
Perburuhan mengatakan bahwa perselisihan industrial atau perselisihan perburuhan
adalah pertentangan antara majikan atau perkumpulan majikan dengan serikat buruh
atau gabungan serikat-serikat buruh berhubung dengan tidak adanya penyesuaian
paham mengenai hubungan kerja, syarat-syarat kerja, dan atau keadaan perburuhan.5
Secara singkat dikatakan bahwa jika terjadi perselisihan antar aktor dalam hubungan
industrial, maka yang diperlukan adalah perundingan, melalui perundingan maka hal
yang dijadikan bahan perselisihan akan mendapatkan kesepakatan dan jalan keluar.
Apabila perselisihan tidak bisa diselesaikan dengan cara musyawarah, biasanya
permasalahan ini diselesaikan dengan lembaga penyelesaian perselisihan industrial.
Atas didasari hal tersebut, peneliti akan melakukan penelitian dalam penulisan terkait
permasalahan mengenai hubungan kerja yang sudah kompleks, menyebabkan konflik
bermunculan, dan merugikan pihak yang terlibat didalamnya.
Konflik memang tidak bisa dihindari, karena setiap manusia memiliki sifat yang
khas, tidak statik dan ingin berubah-ubah. Konflik merupakan salah satu alasan
untuk memengaruhi proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan umum. Dalam hal
5 Kertonegoro, S. op.cit., hal. 157.
7
ini antara pihak yang berupaya mendapatkan nilai-nilai dan mereka yang berupaya
keras mempertahankan apa yang selama ini telah mereka dapatkan, antara pihak yang
sama-sama berupaya keras untuk mendapatkan nilai-nilai yang sama dan pihak yang
sama-sama mempertahankan nilai-nilai yang selama ini mereka kuasai.6
Oleh
karenanya, menurut pandangan konflik, pada dasarnya politik adalah konflik.
Pandangan ini ada benarnya sebab hadir dalam masyarakat, termasuk dalam proses
politik. Selain itu, konflik merupakan gejala yang melekat dalam proses politik.
Namun ternyata pandangan lain memandang bahwa tidak semua berdimensi politik
sebab selain konflik politik terdapat pula konflik pribadi, konflik ekonomi, konflik
agama, yang tidak selalu diselesaikan melalui proses politik. Apabila konflik-konflik
yang disebutkan belakangan ini berkaitan dengan pemerintah atau diselesaikan
melalui proses politik, konflik-konflik yang semula tidak berdimensi politik
berkembang menjadi konflik politik. 7 Mengelaborasikan kedua pandangan tersebut,
penulisan mengenai manajemen konflik pada kasus ketenagakerjaan ini merupakan
bagian dari proses politik. Segala keputusan yang ada pada proses penyelesaian
konflik dalam hal ini tetap memiliki hubungan dengan DISNAKERTRANS selaku
pemerintah.
6 Paul Conn. 1971. Conflict and Decision Making: An Introduction to Political Science. New York:
Harper & Row Publisher. Hlm. 42. Didalam Ramlan Subakti, op.cit, hal. 10.
7 Ibid, hal. 11.
8
Patut diketahui nantinya penulisan ini akan memfokuskan pada tiga cara pandang,
pertama dari sisi pemerintah, kedua dari sisi pengusaha dan yang ketiga dari sisi
pekerja. Sudah banyak kasus perburuhan yang penyelesaian konfliknya menempuh
jalur kekerasan (violent) seperti misalnya aksi yang disertai dengan kegiatan anarkis,
memblokade beberapa jalan utama hingga melumpuhkan perekonomian masyarakat
lainnya. Namun, pada penulisan ini akan mengambil pada sisi sebaliknya yakni
perusahaan yang dipilih menjadi lokus penulisan ini adalah perusahaan yang
memiliki konflik dan selesai dengan jalur tanpa kekerasan (non violent).
Adapun penulisan ini memandang tiga akor yang berperan didalamnya. Pertama,
dari sisi pemerintah yakni bagaimana pemerintah setempat melalui
DISNAKERTRANS melakukan tugasnya untuk mengawasi kegiatan industrial guna
memastikan apakah perundang-undangan ketenagakerjaan sudah berjalan sesuai
dengan yang tertulis atau belum, serta mengeluarkan beberapa keputusan politik guna
memperbaiki konflik yang hadir. Pemerintah dalam hal ini juga diharuskan
memberikan segenap informasi mengenai hal-hal yang bersangkutan dengan
hubungan industrial guna untuk memperbaiki taraf kehidupan pekerja dan pengusaha.
Kedua dari sisi pengusaha, seperti apa perusahaan menempatkan pekerja formal dan
informal pada berjalannya hubungan industrial sehari-hari. Respon apa yang
diberikan oleh pihak perusahaan apabila pekerjanya menuntut kesejahteraan lebih
dari apa yang dirasakan kurang pada bejalannya hubungan industrial. Terakhir yang
ketiga dari sisi pekerja dimana dalam hal ini pasti terlibat pada sebuah serikat pekerja.
9
Apakah serikat pekerja tersebut berperan dengan bagus dalam menjembatani
hubungan antara pekerja dengan pengusaha. Pekerja dalam konteks ini terbagi
menjadi tiga jenis. Pertama, pekerja yang bekerja dikantor yang disebut dengan
karyawan. Kedua, pekerja yang bekerja di gudang dengan kategori pekerja tetap.
Ketiga, pekerja yang bekerja di gudang dengan kategori pekerja kontrak selama
maksimal dua tahun. Ketiga jenis pekerja tersebut memiliki kebebasan apakah ingin
terlibat dalam serikat pekerja atau tidak, namun dalam kasus ini hanya pekerja
gudang dengan kategori pekerja tetap yang terlibat serikat pekerja.
B. Rumusan Masalah
Dengan keadaan diatas menarik peneliti untuk menelusuri lebih jauh serta
menuangkannya dalam sebuah penulisan. Dalam rangka untuk mengetahui
penyelesaian konflik yang terjadi pada kasus ketenagakerjaan maka penelitian ini
akan dilakukan di perusahaan Out Of Asia Indonesia yang berada di daerah Tembi,
Bantul. Agar penelitian ini memiliki alur yang jelas dan terdapat batasan didalamnya,
maka peneliti hanya ingin melihat kasus tidak secara luas dan membatasi cakupannya
sebagai berikut : “Bagaimana penyelesaian konflik yang terjadi dalam hubungan
industrial antara pengusaha, pekerja dan pemerintah dalam menangani konflik yang
terjadi pada PT Out Of Asia Indonesia?”
10
C. Tujuan Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini, peneliti memiliki tujuan :
1. Melihat interaksi aktor-aktor hubungan industrial pada PT Out Of Asia
Indonesia;
2. Menganalisa permasalahan yang terjadi dan memberikan penawaran yang
kiranya bisa menyelesaikan perselisihan;
3. Memberikan pemahaman lebih lanjut kepada pembaca tentang bagaimana
hubungan industrial yang berlandaskan Pancasila berjalan dengan baik di
Indonesia;
4. Melengkapi syarat menempuh sidang Sarjana.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk berbagai
pihak, baik secara teoritis maupun secara praktis, diantaranya sebagai berikut :
1. Secara teoritis, diharapkan dapat dijadikan sebagai pedoman untuk
meningkatkan kontribusi pemikiran dalam penyelesaian perselisihan yang
terjadi pada masalah tenaga kerja di Indonesia. Pembahasan terkait
manajemen konflik pada penulisan ini kiranya mampu menjadi sebuah
cermin untuk kasus lainnya, khususnya pada kasus ketenagakerjaan.
2. Secara praktis, bagi pekerja agar dapat bermanfaat dalam menyelesaikan
sebuah konflik yang terjadi dalam hubungan kerja. Bagi pengusaha
11
diharapkan agar dapat memberikan keadilan dan kesejahteraan secara
cukup sesuai dengan perjanjian kerja. Bagi pemerintah untuk selalu berada
pada posisi tengah tanpa memihak satu sisi saja. Penelitian ini tentu saja
diharapkan dapat memberikan penjelasan terkait manajemen sebuah
konflik yang terjadi, khususnya pada kasus ketenagakerjaan.
E. Kerangka Teori
E.1. Hak dan Kewajiban Seutuhnya Aktor Industrialisasi
Hubungan industrial pada awalnya dikenal dengan istilah asing industrial
relation yang sebelumnya disebut dengan istilah hubungan perburuhan (labour
relations, atau labour-management relation). Istilah tersebut berubah dikarenakan
sejarah mengatakan bahwa istilah hubungan perburuhan dikatakan memberikan kesan
yang sempit, seolah-olah hubungan perburuhan mengidentikan hubungan antara
pengusaha dengan pekerja saja. Padahal aspek yang terkandung dalam istilah
hubungan industrial ada banyak, yakni aspek sosial budaya, psikologi, ekonomi,
politik, hukum dan hankamnas. Pengubahan tersebut mengandung arti bahwa
hubungan industrial tidak hanya mencakup antara pengusaha dengan pekerja, tetapi
juga melibatkan pemerintah dan masyarakat luas.
Hubungan industrial yang berlaku di Indonesia berlandaskan pada nilai pancasila.
Pengusaha dan pekerja berperan sebagai pelaku proses produksi yang merupakan
12
pejuang dari bagian kekuatan nasional untuk mencapai kesejahteraan bangsa agar
mampu menghalang berbagai macam ancaman dari segala macam bentuk. Hubungan
industrial ini mengandung beberapa asas dengan aspek-aspek sebagai berikut :
a. Asas keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
Berbagai macam bentuk dari setiap kegiatan proses atau yang dilakukan harus
digerakaan dan dikendalikan oleh rasa keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa;
b. Asas Manfaat
Manfaat sangat dibutuhkan dalam berjalannya proses produksi antara hubungan kerja
yang terjadi. Keduanya harus mampu memberikan keseimbangan agar dapat
memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan para pekerja serta
keluarganya, atau bagi perluasan kesempatan kerja masyarakat;
c. Asas Demokrasi
Kesejahteraan yang dirasakan oleh kedua aktor antara pengusaha dengan pemerintah
diharapkan bisa terjadi. Diperlukan untuk meningkatkan sistem produksi dan
produktivitas yang harus dilakukan sesuai dengan persatuan dan kesatuan melalui
mufakat;
13
d. Asas adil dan merata
Maju atau tidaknya sebuah perusahaan merupakan hasil dari apa yang terjadi dalam
proses produksi. Jadi dengan demikian semua pihak dapat menikmati hasil secara adil
dan merata agar tidak terjadi kesenjangan sosial;
e. Asas keseimbangan
Keseimbangan sangat diperlukan agar keserasian dan keselarasan dapat terjadi.
Kesimbangan tersebut harus terjadi antar berbagai kepentingan. Kepentingan dunia
dan akhirat, materil dan spiritual, jiwa dan raga, individu, masyarakat dan Negara;
f. Asas hukum
Semua unsur yang terlibat dalam proses berjalannya hubungan industrial ini harus
mampu untuk saling menghormati, mematuhi dan menaati peraturan yang ada pada
undang-undang. Karena mau bagaimana pun bangsa kita berlandaskan akan hukum;
g. Asas kemandirian
Kemandirian yang dimaksudkan disini adalah agar unsur-unsur yang terlibat mampu
melepaskan diri agar tidak mudah terpengaruh oleh pihak luar, harapannya adalah
nantinya akan mampu bersaing di pasar bebas;
h. Asas kejuangan
Unsur yang terlibat juga harus mampu mendorong sikap patriotisme, mengutamakan
kepentingan Negara dari pada kepentingan pribadi atau kepentingan golongan;
14
i. Asas ilmu pengetahuan dan teknologi
Tenaga kerja harus mampu melengkapi diri dengan keterampilan yang sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pengusaha juga perlu aktif berperan
dalam meningkatkan pendidikan, ketrampilan dan pelatihan dari tenaga kerjanya.8
Ketiga para pelaku (pekerja, pengusaha, dan pemerintah) telah memiliki peran
atas hak dan kewajibannya masing-masing, yakni :
1. Pekerja merupakan tenaga kerja yang bekerja didalam hubungan kerja
dengan pengusaha, dimana hasil kerja tersebut diganti dengan upah yang
diberikan oleh pengusaha. Dalam berlangsungnya hubungan kerja ini,
biasanya para pekerja ikut terlibat dalam Serikat Pekerja yang bersifat
organisasi dengan unsur yang mandiri, demokratis, bebas dan bertanggung
jawab. Serikat Pekerja ini dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja guna
mempejuangkan hak dan kepentingan kaum pekerja serta keluarganya;
2. Pengusaha merupakan setiap bentuk usaha dengan badan hukum atau tidak,
yang memperkerjakan pekerja dengan tujuan mencari keuntungan atau tidak.
Milik perseorangan atau persekutuan, atau badan hukum, baik milik swasta
ataupun milik Negara. Dalam berlangsungnya hubungan kerja ini, pengusaha
mempunyai beberapa hak terhadap pekerja sebagai partner dalam mencapai
keberhasilan usahanya;
8 Ibid, hal. 19-20.
15
3. Pemerintah merupakan pembuat kebijakan, penguasa yang memiliki
wewenang untuk dapat melakukan regulasi dan supervise di bidang
ketenagakerjaan. Peran pemerintah sangat berpengaruh terhadap
keharmonisan hubungan industrial. Pemerintah berperan untuk menciptakan
hubungan industrial yang demokratis, aman, dinamis, dan seimbang.
Ketiga para pelaku ini memiliki porsi masing-masing. Pengusaha dengan pekerja
memiliki tingkatan yang sama dalam segi hukum, terjadi hormat-menghormati,
harga-menghargai, toleransi, bantu-membantu atau bahu-membahu dalam mencapai
keberhasilan usaha. Ditinjau dari segi hukum, maka hubungan antara pengusaha
dengan pekerja adalah sama. Hanya saja yang membuatnya beda adalah karena
keterikatan perjanjian kerja yang dibuat oleh pengusaha yang menyebabkan pekerja
harus tunduk pada peraturan dan pemerintah kerja yang dikeluarkan oleh pengusaha.
Pemerintah menganjurkan agar tiap perusahaan dapat menerima tenaga kerja
semaksimal mungkin, akan tetapi pemerintah sama sekali tidak menyetujui kalau
pekerja daya kerjanya dipakai secara habis-habisan (terkuras), karena dampaknya
yang negatif akan merugikan pihak buruh itu sendiri, perusahaan, dan masyarakat
luas.9
9 G. Kartasapoetra, dkk., Hukum Perburuhan di Indonesia Berlandaskan Pancasila, Bina Aksara, 1986,
hal 117 pada Sunindhia, Y.W, Widiyanti N., Masalah PHK Dan Pemogokan, Bina Aksara, 1988,
hal.123.
16
Hubungan industrial dalam sebuah perusahaan tidak hanya sebuah perundingan
bersama (collective bargaining) antara dua aktor pengusaha dengan pekerja yang
tidak selalu terjadi secara harmonis. Tetapi hubungan yang terjadi diantara keduanya
berlangsung seecara terus menerus dengan sifat yang berkelanjutan dengan para
manajer, fungsionaris dan kader serikat pekerja serta para pekerja baik dalam
kelompok maupun secara individu. Kerja sama yang terjadi antara dua aktor ini
disebut dengan hubungan bipartite. Harapannya adalah hubungan bipartite ini dapat
menjalin kerja sama yang bagus diantara keduanya. Saling pengertian, mampu
memperbaiki kinerja, bahkan memfasilitasi perubahan yang diperlukan. Kerja sama
yang baik dapat membawa dampak perubahan yang bagus dalam perjalanan
perusahaan untuk meningkatkan sebuah efisiensi yang tinggi, meningkatkan
produktifitas serta meningkatkan daya saing perusahaan dengan perusahaan lainnya.
Jika terjalin dengan baik hubungan ini juga akan membawa kesejahteraan di pihak
pekerja. Kepuasan kerja yang besar, upah dan kondisi kerja yang baik akan mampu
mengurangi perselisihan didalam hubungan industrial. Komitmen memang sangat
dibutuhkan agar keharmonisan hubungan berjalan dengan lancar dan berjangka waktu
panjang.10
Hubungan industrial memiliki bagian yang paling penting, yakni hubungan kerja
yang terjadi antara pengusaha dengan pekerja dapat dikatakan dengan hubungan kerja
sektor formal. Sebelumnya harus diketahui definisi dari hubungan kerja yang
10
Kertonegoro, S. op.cit., hal.38.
17
memiliki turunan yakni perjanjian kerja. Perjanjian kerja merupakan suatu bentuk
dari sebuah perjanjian yang luar biasa, masyarakat luas mengenalnya dengan
hubungan kerja karena memang perjanjian ini adalah hal yang luar biasa. Bagaimana
tidak, perjanjian ini mencakup kehidupan dari tenaga kerja secara luas. Hal ini
merupakan hubungan yang terjalin berdasarkan perjanjian kerja. Jika belum
terjadinya perjanjian kerja maka tidak ada hubungan kerja yang terjalin diantara
keduanya.
Perjanjian kerja adalah dimana pekerja mengatakan akan kesanggupannya untuk
bekerja, dan pengusaha mengatakan akan kesanggupannya untuk memperkerjakan
dan memberikan upah. Hal tersebut dikatakan dengan perjanjian kerja. Pada dasarnya,
dengan adanya perjanjian kerja tersebut maka timbul secara otomatis akan hak dan
kewajiban yang sudah dipegang oleh masing-masing aktor (pengusaha dan pekerja).
Masing-masing aktor memiliki tanggung jawab untuk menjaga toleransi dan tidak
saling merugikan. Mampu berorientasi pada kepentingan bersama yang bersifat
komplementer yakni untuk saling mengisi kekosongan agar mampu menjunjung
tinggi musyawarah demi tercapainya mufakat.
Istilah hubungan kerja memiliki artian yang lebih luas dan merupakan pengertian
yang abstrak (tidak terlihat), maksudnya adalah perwujudan dari istilah hubungan
kerja yang nampaknya dapat terlihat suatu keterangan tertulis yang ditanda tangani
oleh dua belah pihak yang memiliki kepentingan dalam hal ini antara pengusaha
dengan pekerja. Perjanjian terkait syarat-syarat dari ketenagakerjaan antara serikat
18
pekerja dengan pengusaha disingkat menjadi perjanjian perburuhan (perjanjian kerja)
yang diselenggarakan oleh serikat-serikat tenaga kerja yang telah tergabung dalam
daftar di perkumpulan tenaga kerja dengan pengusaha yang berbadan hukum, pada
umumnya ini memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi terlebih dahulu. 11
Adanya
perjanjian kerja ini maka dengan sendirinya akan terjadinya kewajiban dari para
pekerja untuk melakukan pekerjaannya. Syarat utama dari kewajiban ini adalah
bahwasannya dalam melakukan pekerjaan tidak bisa diwakili oleh saudara, anak
ataupun orang lain yang ditunjuk olehnya. Dengan sendirinya terjadi kewajiban dari
para pengusaha untuk membayar upah dari apa yang sudah dilakukan oleh pekerja.
Upah yang dimaksud merupakan segala sesuatu yang diberikan oleh para pengusaha
untuk menghargai hasil dari pekerjaan yang telah selesai dilakukan berdasarkan dari
perjanjian kerja. Para pekerja industri memang harus bekerja sesuai dengan perintah
pengusaha. Jika ada unsur yang harus dilakukan namun tidak terdapat dalam
perjanjian kerja sebelumnya, maka dapat dikatakan bahwa itu bukanlah hubungan
kerja.
Perjanjian yang terjalin antar dua aktor ini harus terjadi dalam bentuk tertulis.
Alasannya karena jika nanti timbul sebuah salah paham atau muncul sebuah konflik
diantaranya maka perjanjian yang tertulis tersebut dapat menjadi bukti untuk
membela haknya. Perjanjian kerja juga harus memiliki butiran-butiran dari peraturan
yang memuat apa yang sudah perusahaan bentuk atau yang sudah para pekerja bentuk.
11
Soerjanatamihardja, Perjanjian Kerja Dalam Praktik, PT. Indira DJ. DR. Samratulangi, 1959, hal.5.
19
Hubungan kerja tersebut berlangsung selama jangka waktu yang tak tertentu,
berakhirnya hubungan kerja tersebut ketika salah satu pihak memutuskan atau kedua
belah pihak memutuskan seperti misalnya pensiun. Hubungan kerja juga bisa
diperpanjang jika kesepakatan diantara kedua belah pihak bersama ingin melanjutkan
hal tersebut. Perubahan pada hubungan kerja juga dapat terjadi ketika perubahan
tersebut tentunya disetujui oleh kedua belah pihak. Karena perubahan perjanjian kerja
tersebut merupakan perbuatan dalam membuat perjanjian bukan tindakan membuat
perjanjian baru. Perjanjian kerja tetap ada, namun hanya isi yang terkandung
didalamnya yang berubah. Jika perubahan perjanjian kerja hanya ada pada satu pihak
dan pihak lainnya tidak menyetujui, maka bisa dilakukan pemutusan hubungan kerja.
Namun melakukan pemutusan kerja pun tidak bisa sembarangan. Diperlukannya
untuk memperhatikan tenggang pernyataan menurut Undang-Undang yang berlaku di
Indonesia.
Permasalahan pembayaran gaji (upah) yang menjadi hak dari pekerja tentunya
termasuk ke dalam perjanjian kerja yang tersedia. Secara mendasar, pengusaha tentu
saja tidak memiliki wewenang untuk menurunkan upah yang telah disepakati
sebelumnya. Namun jika pihak pengusaha memiliki alasan tertentu seperti misalnya
pekerja membuat kesalahan yang merugikan perusahaan dengan bukti yang nyata dan
diulangi berkali-kali. Dengan contoh kejadian seperti itu pengusaha memiliki
wewenang untuk menurunkan upah terhadap pekerja. Menurunkan upah begitu saja
juga harus memiliki tenggang waktu tertentu agar para pekerja mengetahui
20
sebelumnya. Tercapai kesepakatan bersama bahwasannya “no work no pay”,
walaupun hubungan dalam perjanjian kerja terjalin antara keduanya. Namun jika
pekerja tidak melakukan pekerjaan yang sesuai maka pengusaha tidak diwajibkan
untuk membayarkan upah. Pemerintah Indonesia telah membuat tetap terkait
kewajiban-kewajiban dari pengusaha untuk membuat jaminan sosial bagi para tenaga
kerja, memberikan keleluasaan pekerja untuk melakukan pemilihan umum. Disisi lain
juga terdapat beberapa alasan yang membuat hubungan kerja antara keduanya tidak
berjalan harmonis, berikut contohnya :
21
(Tabel 1.1) 12
12
Soerjanatamihardja, op.cit., hal.52.
RINTANGAN YANG
MENYEBABKAN
TIDAK BERLAKUNYA
PEKERJAAN
RINTANGAN SAH
PENGUSAHA
A. Bersifat pribadi misalnya :
Karena sakit atau meninggal dunia ; Perubahan
kedudukan hukum pengusaha ; Dilakukannya
pelanggaran hukum pailisemen.
B. Resiko perusahaan misalnya :
Kekurangan bahan ; Kerusakan mesin atau lainnya yang
menyebabkan keseluruhan perusahaan diberhentikan ;
Kelesuan pasar ; Keadaan iklim yang memberhentikan
produksi.
C. Bersifat mutlak, misalnya :
Keadaan perang/atau revolusi hingga perusahaan
terpaksa ditutup ; Bencana alam.
PEKERJA
A. Mangkir diizinkan bila :
Karena sakit ; Meninggalnya salah seorang keluarga ;
Menjalankan kewajiban berdasarkan UU ; Keadaan
dengan izin majikan.
B. Keadaan luar biasa bukan kesalahannya :
Iklim/cuaca ; Gangguan lalu lintas dijalan umum.
C. Risiko Perusahaan :
Mendapatkan kecelakaan ; Penyakit pekerjaan.
RINTANGAN TIDAK SAH
PENGUSAHA Penutupan perusahaan, terkecuali yang merupakan
force majeure
PEKERJA
a. Pemogokan : secara umum, semua tindakan kolektif yang
bersifat menghentikan pekerjaan/memperlambat jalannya
pekerjaan dalam perusahaan, akan tetapi pemogokan tsb
tidak dikarenakan itikad buruk pengusaha.
b. Mangkir tanpa izin : tidak masuk kerja tanpa menunjukan
alasan.
22
Dalam memperkerjakan tenaga kerja di Indonesia, pemerintah sendiri tentunya
akan menelan berbagai macam bentuk persyaratan kerja antara lain soal pengupahan,
perlindungan atas keselamatan kerja, kesejahteraan dan jaminan dan lain-lain yang
berkaitan dengan penghargaan atas para tenaga kerja di Indonesia yang dapat
merugikan para tenaga kerja. Jika terjadi ketidakserasian dalam perjalanan produksi,
maka eksistensi dari pihak-pihak yang terikat oleh perjanjian kerja baik dari segi
organisasi yang mewakili segala pekerja atau organisasi yang mewakili pengusaha di
segala tingkatan perlu mendapatkan dorongan serta bantuan dari pemerintah.
Disarankan agar perjanjian kerja antar aktor juga dapat dipahami oleh khalayak luas
dalam masyarakat. 13
E.2. Konflik Antar Aktor Industrialisasi
Konflik, sebuah kata yang terdengar sangar dan membuat pikiran kita mengarah
kepada hal yang identik dengan kekerasan. Sebenarnya, konflik tidak selalu identik
dengan kekerasan. Tetapi memang saja budaya kita telah ajeg dengan asumsi bahwa
konflik adalah penderitaan. Sistem nilai budaya yang acap kali mengelompokkan
masyarakat dalam hubungan yang cenderung bersifat kompetitif dan dominatif dari
pada hubungan yang bersifat kooperatif. Makan atau dimakan. Kalah atau mengalah.
Proses ini pada akhirnya menumbuhkan kembangkan kembali pada masa lampau,
yakni hukum purba. Hukum purba menjelaskan bahwa siapa yang kuat dialah yang
13
Sunindhia, Y.W, Widiyanti N., Masalah PHK Dan Pemogokan, Bina Aksara, 1988, hal.38.
23
membuat hukum.14
Hubungan kerja tidak bisa berjalan selaras jika tidak adanya rasa
kepercayaan pada setiap aktor. Jadi, hal tersebut perlu untuk menjiwai secara konkrit
agar masuk ke dalam ketentuan hubungan kerja antara pengusaha dengan pekerja.
Menurut G.R. Terry, konflik biasanya mengikuti suatu pola yang teratur, yakni :15
a. Timbul karena suatu krisis tertentu
Adanya bahaya potensial tertentu, mengancam pengoperasian secara harmonis serta
eksistensi organisasi yang bersangkutan. Mulai terlihat pertentangan secara serius;
b. Gejala eskalasi ketidaksesuaian paham terjadi
Konflik yang berlangsung mulai menarik perhatian pihak manajemen. Dirasakan
perlu adanya tindakan-tindakan korektif tertentu, walapun pada tahapan ini hal
tersebut tidak diduga;
c. Konfrontasi menjadi pusat perhatian
Konfrontasi menjadi pusat perhatian, penyebabnya diadakannya pembicaraan-
pembicaraan antara para manajer yang menduduki peringkat lebih tinggi. Pada
tahapan ini biasanya disampaikan janji-janji untuk meneliti keluhan-keluhan yang ada,
dan kemudian orang mulai menyusun sebuah rencana untuk tindakan selanjutnya;
14
Francis Diana, Teori Dasar Transformasi Konflik Sosial, Quills, 2006, hal.7-8 .
15Ibid, hal.2.
24
d. Krisis selanjutnya dialihkan
Dilakukan penelitian tentang apakah keluhan-keluhan yang disampaikan dapat
dibenarkan atau tidak. Dipersoalkan proses prosedur-prosedur yang diusulkan untuk
kemudian diambil keputusan penerimanaan atau penolakkan;
Permasalahan hubungan kerja yang berjalan tidak sesuai dengan yang tertulis
sudah menyebabkan konflik dalam takaran yang cukup sulit. Konflik dalam
hubungan industrial di Indonesia merupakan konflik yang sudah menjadi proses dari
politik. Konflik antara pekerja dan pengusaha tidak memiliki ujung, dan pemerintah
masih terlihat kurang memuaskan dalam mengeluarkan kebijakan. Konflik menjadi
sulit sifatnya ketika memang dari setiap aktor yang terlibat sulit untuk memiliki rasa
toleransi yang tinggi. Aktor hubungan industrial seutuhnya telah memiliki tugas
masing-masing. Tugas tersebut diikuti oleh hak dan kewajiban. Pemerintah telah
membuat sebuah lembaga kerjasama bipartite dan tripartite untuk menjadi pemangku
kepentingan dalam aktor hubungan industrial tersebut. Lembaga tersebut sepertinya
tidak terlihat mampu memberikan penyelesaian terhadap konflik yang terjadi.
Kehadiran lembaga tersebut sudah baik, namun masih belum mampu menyelesaikan
konflik. Konflik yang ada dalam kasus ini merupakan konflik yang berasal dari tidak
sesuainya paham antara pekerja dengan pengusaha dalam payung perjanjian kerja
yang ada diantara pekerja dengan pengusaha. Serta peran pemerintah dalam
memberikan kebijakan demi menengahi kerenggangan yang ada.
25
Setiap individu perlu memiliki waktu luang untuk memanaj konflik yang
dihadapinya. Konflik tentu saja dialami oleh setiap individu sebagai bentuk dari ciri
kehidupan yang memiliki perkembangan, apalagi manusia adalah individu yang
beragam. Bahkan bagi beberapa tokoh yang memilih karirnya di dunia politik mampu
menciptakan konflik untuk sebuah perubahan. Selanjutnya memiliki banyak pengikut
untuk mengubah rezim yang lama menjadi rezim yang baru. Konflik pada umumnya
terbagi menjadi beberapa jenis, konflik terbagi dalam kelompok berdasarkan berapa
jumlah orang yang ikut terlibat dalam konflik tersebut. Jenis-jenis konflik ada
beragam, yakni konflik personal dan konflik interpersonal, konflik interes, konflik
realistis dan konflik non realistis, konflik destruktif dan konflik konstruktif, konflik
menurut bidang kehidupan, serta demokrasi dan konflik. Pembagian jenis konflik
tersebut berdasarkan dengan latar terjadinya konflik, pihak yang terkait dalam konflik,
dan substansi konflik.
Konflik yang terjadi dalam hubungan industrial di Indonesia pada khususnya
termasuk kedalam jenis konflik interpersonal. Konflik interpersonal adalah konflik
yang terjadi di dalam suatu organisasi atau konflik di tempat kerja. Konflik ini
merupakan konflik pada suatu organisasi di antara pihak-pihak yang terlibat konflik
dan saling tergantung dalam melaksanakan pekerjaan untuk mencapai tujuan
organisasi. Konflik interpersonal terbagi menjadi tujuh macam bentuk, yakni :16
16
Wirawan, Konflik Dan Manajemen Konflik: Teori, Aplikasi dan Penelitian, Jakarta: Salemba, 2010,
hal.55-56.
26
1. Konflik antar manajer : Konflik ini merupakan bentuk konflik yang terjadi
antara manajer atau birokrat organisasi dalam rangka melaksanakan fungsinya
sebagai pemimpin organisasi. Contohnya, setiap tahunnya terjadi konflik di
antara manajer unit kerja mengenai anggaran organisasi. Anggaran organisasi
terbatas, sedangkan setiap manajer unit kerja menginginkan tambahan
anggaran untuk melaksanakan tugasnya dalam bekerja;
2. Konflik antara pegawai dan manajernya : Konflik ini merupakan konflik yang
terjadi antara manajer unit kerja dengan karyawan yang berada dibawahnya.
Objek yang menjadi konflik ini sangat bervariasi tergantung dengan aktivitas
dari organisasinya. Contohnya, manajemen kerja yang dilakukan oleh manajer
terhadap anak buahnya. Melaksanakan manajemen kinerja setiap tahunnya,
manajer harus melakukan evaluasi kerja. Apabila dalam terjadinya evaluasi
kerja karyawan tidak menerima hasil dari evaluasi yang dikeluarkan, maka
karyawan akan meminta naik banding ke atasan manajer;
3. Konflik hubungan industrial : Konflik ini terjadi pada sebuah organisasi atau
perusahaan dan karyawannya atau dengan serikat pekerja; serta konflik
antarserikat pekerja;
4. Konflik antar kelompok kerja : Dalam organisasi, terdapa beberapa kelompok
kerja yang masing-masing melaksanakan tugas yang berbeda-beda untuk
mencapai tujuan organisasi bersama. Masing-masing kelompok harus
27
memberikan konstribusi dalam mencapai tujuan organisasi tersebut. Dalam
memberikan kontribusi kelompok-kelompok kerja tersebut saling memiliki
ketergantungan. Contohnya, missal dalam sebuah proyek penetrasi pasar baru
di suatu daerah, kelompok penjualan produk tergantung pada kelompok
distribusi produk. Output kelompok pengiriman produk menjadi masukan
kelompok penjualan produk. Kinerja kelompok penjualan produk tergantung
pada apa yang dilakukan oleh kelompok pengiriman produk. Keterlambatan
pengiriman produk bisa menimbulkan kekecewaan dan kemarahan kelompok
penjualan produk;
5. Konflik antara anggota kelompok kerja dan kelompok kerjanya : Suatu
kelompok kerja mempunyai anggota yang memiliki keragaman pendidikan,
agama, latar belakang budaya, pengalaman dan kepribadian. Semua perbedaan
ini bisa saja menimbulkan konflik, pengalaman, dan kepribadian. Semua
perbedaan ini bisa menimbulkan konflik dalam melaksanakan tugas dan
fungsi tim kerjanya;
6. Konflik interes (conflict of interest) : Konflik ini memiliki sifat yang
individual dan interpersonal. Jenis konflik seperti ini terjadi dalam diri
seorang pegawai yang terlibat dalam konflik, yakni antara keharusan
melaksanakan ketertarikan organisasi dan ketertarikan individunya;
28
7. Konflik antara organisasi dan pihak luar organisasi : Konflik ini terjadi
merupakan konflik yang terjadi antara suatu perusahaan atau organisasi dan
pemerintah; perusahaan dan perusahaan lainnya; perusahaan dan pelanggan;
perusahaan dan lembaga swadaya masyarakat; serta perusahaan dan
masyarakat.17
Jenis konflik interpersonal yang banyak terjadi di Indonesia yakni adalah konflik
yang terjadi dalam hubungan industrial. Potensi konflik yang terjadi dalam hubungan
industrial ini tidak dapat dihindari karena perbedaan kepentingan yang datang dari
masing-masing aktor yang secara tiba-tiba dalam setiap waktunya. Konflik memang
memiliki sifat yang wajar, setiap individu pasti pernah memiliki konflik. Konflik
dalam industri contohnya, hampir setiap perusahaan berpotensi memiliki konflik
karena disana tidak hanya ada satu kepentingan, bisa saja terdapat dua atau tiga
kepentingan. Kepentingan pertama, adalah kepentingan yang datang dari pengusaha,
kedua adalah kepentingan yang datang dari pekerja, dan ketiga adalah kepentingan
yang datang dari pemerintah. Konflik hubungan industrial terjadi karena terjadinya
benturan keinginan yang berawal dari pemikiran, kemudian menyebabkan tindakan
seperti menggugat.
Namun, pandangan lain berangkat dari Karl Marx dengan teori konflik struktural
yang mengatakan bahwa konflik melihat pertikaian dalam sistem sosial. Teori ini
17
Ibid.
29
melihat bahwa dalam masyarakat tidak selalu berada dalam keteraturan. Konflik
struktural membawa pada bagaimana otoritas berperan secara berbeda-beda yang
menghasilkan superordinasi dan subordinasi. Konflik struktural melihat perubahan
sosial yang disebabkan oleh konflik-konflik kepentingan seperti misalnya kepentinga
aktor industrialisasi yakni pekerja dan pengusaha. Dalam konflik selalu terdapat
negosiasi yang dilakukan agar terciptanya kelanggengan bersama. Terdapat empat
bidang struktural yang terjadi dalam teori konflik, yakni :
a. Konflik hirarkis yakni konflik antara berbagai tingkatan organisasi. Seperti
misalnya konflik manajemen dengan para karyawan;
b. Konflik fungsional yakni konflik antara berbagai departemen organisasi;
c. Konflik lini-staf yakni konflik antara lini dan staf yang biasanya melekat pada
perbedaan antara lini dan staf;
d. Konflik formal-informal yakni konflik antara organisasi formal dan informal.
Setiap unit teoriti memiliki struktur sosial dan identitas tersendiri, seperti
misalnya kesetiaan kelompok serta sentiment bangsa yang melekat di dalamnya.
Kebanyakan komunitas manusia dibagi-bagi menjadi kelompok-kelompok teritotial
yang didasarkan atas solidaritas yang dekat atau solidaritas karena sama. Teori
struktur dipandang sebagai strategi kontrol politik yang mampu menyangkut cara
pengaturan akses dalam berbagai jenis sumber daya yang berbeda seperti misalnya
pemberian hak dan kewajiban dalam hubungan industrial. Oleh karenanya persoalan
30
ketenagakerjaan juga mencakup dengan struktur dan budaya masyarakat seperti
misalnya pekerja.
E.3. Penyelesaian Konflik Hubungan Industrial
Permasalahan dan konflik-konflik yang muncul menimbulkan kesadaran pihak
pekerja untuk memperjuangkan haknya, sehingga muncul konflik dan menekan pihak
pengusaha untuk menciptakan hubungan yang damai dan harmonis. Manajemen
hubungan industrial menjadi salah satu jalan keluar untuk menciptakan keadilan dan
kesejahteraan dari setiap aktor yang memiliki kepentingan didalamnya.
Memanajemen hubungan industrial seharusnya mampu membuat hubungan diantara
pekerja dengan pengusaha menjadi hubungan antar manusia (inter personal).
Perjalanan keberhasilan sebuah perusahaan tergantung dengan hubungan yang baik
antara pengusaha sebagai pihak yang memiliki perusahaan serta pemilik modal,
dengan pekerja yang berperan menjalankan perusahaan tersebut. Hubungan diantara
kedua pihak ini harus bisa dimanajemen dengan baik, tidak saling merugikan. Jadi
bisa dikatakan bahwa manajemen hubungan industrial adalah manajemen antar
manusia, antar aktor yang memiliki kepentingan dalam sebuah roda perusahaan.
Sebagai wujud bahwa sudah terlaksananya manajemen hubungan industrial yang baik
adalah dengan membuat peraturan bersama, untuk tidak merugikan pihak yang ada
didalamnya. Hal lainnya yakni membuat perjanjian kerja secara tertulis, perjanjian
31
kerja tersebut bisa menjadi rujukan yang obyektif jika terjadinya konflik diantara
pekerja dan pengusaha.18
Kedua pihak tersebut tidak akan sama-sama sejahtera jika
tidak terjalinnya keharmonisan diantaranya.
Memanajemen konflik dalam hubungan industrial sangat di perlukan. Tujuan
yang lebih spesifik dalam manajemen hubungan industrial adalah :19
1. Melindungi dan menciptakan keseimbangan interes pekerja dan pengusaha
dengan menciptakan pemahaman bersama dan hubungan baik dalam semua
aspek proses produksi;
2. Menghindari perselisihan hubungan industrial dengan menciptakan
komunikasi dua arah untuk mengembangkan sikap saling percaya, keadilan,
keharmonisan, dan hubungan baik yang sehat;
3. Meningkatkan produktivitas perusahaan untuk menciptakan keuntungan
bersama;
4. Membangun dan mempertahankan demokrasi industrial berdasarkan kerja
sama, tidak hanya berbagi hasil perusahaan. Akan tetapi, partisipasi juga
diperlukan tidak hanya berbagi hasil perusahaan. Akan tetapi, partisipasi juga
18
Simanjuntak, Payaman J, Manajemen Hubungan Industrial Serikat Pekerja, Perusahaan &
Pemerintah, Lembaga Penerbit FEUI: Jakarta 2011.
19 Wirawan, op.cit., hal.225.
32
diperlukan dalam pengambilang keputusan, di mana individu tenaga kerja
merupakan warga perusahaan yang baik;
5. Menghindari ketidakpuasan, pemogokan, dan lock out perusahaan dengan
menciptakan tingkat upah, manfaat yang menguntungkan kedua belah pihak,
serta budaya dan iklim kerja yang kondusif.
Perekonomian yang tidak statis menimbulkan pesaingan antara investor negara
lain menjadi semakin ketat. Indonesia menarik para investor dengan cara
menawarkan upah murah bagi pekerja untuk investor yang akan menanamkan
modalnya. Negara juga melanggar pekerja untuk ikut peran secara politik seperti
melakukan demonstarsi yang sebenarnya itu menjadi hak dari pekerja. Pengusaha
sebagai investor juga tidak mau memiliki kerugian, investor meningkatkan harga jual
produk kepada konsumen, sehingga beban yang seharusnya ditanggung oleh investor
justru ditanggung oleh konsumen. Tidak hanya itu, investor juga memberatkan biaya
produksi kepada pekerja. Bagi investor, upah pekerja adalah biara produksi yang
paling lentur. Investor lebih memilih menekan upah pekerja dengan tetap rendah
daripada investor harus berhadapan dengan kekuatan birokrasi atau pasar. Jalan yang
dilakukan pengusaha tersebut tentu saja memberikan dampak yang buruk bagi
kehidupan pekerja dan keluarganya. Pekerja telah melakukan kerja keras untuk
menghasilkan hasil produksi yang sesuai dengan keinginan pengusaha. Tidak adanya
kesejahteraan yang diharapkan pekerja menjadi salah satu alasan terkuat pekerja
untuk melakukan aksi secara besar-besaran. Akibat dari permasalahan ini adalah
33
konflik yang berkepanjangan. Pekerja sudah berkorban banyak untuk kemajuan
perusahaan, dan pengusaha nampaknya tidak pernah memikirkan hal tersebut.
Konflik yang berkepanjangan di Indonesia sebenarnya juga tidak bisa
memberikan dampak yang baik bagi perekonomian Indonesia. Lihat saja, beberapa
perusahaan memilih untuk mundur dari Indonesia. Indonesia dikenal dengan konflik
industrial yang berlangsung secara terus menerus, seolah tidak akan selesai dan
menemukan titik ujung. Aksi yang dilakukan pekerja dan mundurnya investor dari
luar, fenomena ini perlu diberikan perhatian lebih dari pemerintah. Karena jika hal ini
akan berlangsung secara terus menerus, maka perekonomian Indonesia tidak akan
menemukan titik stabil. Rasa saling menjaga human relation antara kedua aktor ini
akan memiliki dampak yang sangat besar bagi berjalannya perusahaan. Namun, tetap
peran pemerintah disini sangat dibutuhkan. Keputusan tertinggi akan datang dari
pemerintah, maka pemerintah sangat berperan. Meningkatnya jumlah pengangguran
dan keinginan masyarakat dengan jumlah besar untuk mencoba mengadu nasib di
kota besar merupakan titik lemah para investor untuk membuat pekerja menjadi
pasrah menerima upah murah yang diberikan walaupun taraf tersebut merupakan
taraf yang tidak adil.
Hubungan industrial berusaha menjelaskan sebuah pola kerjasama, konflik serta
penyelesaian konflik yang terjadi antara aktor industri yakni pekerja dan pengusaha.
Menininjau hubungan industrial dari sisi manajemen, aktor industri yang berperan
didalamnya tidak memiliki pilihan lain kecuali untuk terus bekerja serta berusaha
34
menumbuh kembangkan hubungan kerja yang harmonis. Konflik industrial memiliki
akibat yang bersifat negatif juga bersifat positif. 20
Pertama mengenai akibat konflik
yang negatif, konflik industrial mulanya sudah di pandang buruh melalui komentar-
komentar yang tidak ramah, keluh kesah, atau ucapan-ucapan ketus yang semuanya
bersifat negative. Apabila konflik tidak dapat dikelola dengan benar akan terus
memberikan pandangan yang negatif. Berikut adalah akibat negatif dari konflik
yakni :
a. Konflik yang terjadi antarkelompok dalam organisasi sering mendorong
pimpinan organisasi untuk mengubah gaya kepemimpinan partisipatif ke gaya
otoriter. Alasannya adalah dengan mengarahkan mereka pada pencapaian
tujuan organisasi, maka memungkinkan masing-masing untuk memunculkan
konflik ke permukaan menjadi lebih kecil;
b. Konflik meningkatkan kecenderungan kedua belah pihak untuk melakukan
suatu hubungan yang negatif. Masing-masing pihak ingin menunjukan bahwa
dirinya berbeda dari yang lain. Sehingga apapun yang dilakukan oleh pihak
lain selalu dinilai negatif oleh pihak lainnya;
c. Konflik cenderung menyebabkan masing-masing kelompok untuk loyal
kepada kelompoknya saja, tetapi kurang memperhatikan kepentingan
kelompok lain, maupun kepentingan organisasi pada umumnya.
20
Haryani, Sri, Hubungan Industrial di Indonesia, UPP AMP YKPN, 1987 hal.40.
35
Kemudian yang kedua adalah akibat konflik yang bersifat positif, yakni :
a. Konflik menyebabkan munculnya masalah yang sebelumnya tidak pernah
disadari atau tidak pernah dengan sengaja dimunculkan. Setelah masalah
dimunculkan, maka mereka akan berpikir bagaimana menyelesaikan masalah
tersebut;
b. Konflik memotivasi orang-orang dari kedua pihak untuk memahami masalah
yang dihadapi masing-masing dan bagaimana pandangan/pendapat mereka
tentang isu tersebut. Hal ini dapat membuka wawasan masing-masing pihak
terhadap pihak lain;
c. Konflik sering mendorong munculnya pertimbangan untuk ide baru,
pendekatan, dan inovasi baru atau bahkan untuk melakukan perubahan.
Munculnya konflik mendorong organisasi untuk beroperasi dengan cara yang
tidak seperti semula, sehingga dimungkinkan munculnya perubahan-
perubahan seperti itu;
d. Konflik juga menyebabkan pengambilan keputusan yang lebih baik, yaitu
dengan memperhatikan aspek-aspek yang selama ini kurang mendapat
perhatian atau membuat keputusan dengan informasi yang lebih komprehensif
dari sebelumnya.
36
Kedua akibat dari konflik hubungan industrial tersebut memberikan warna bahwa
kondlik tidak selalu hadir buruk. Untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas,
produktivitas dan semangat kerja manajemen terhadap konflik yang ada maka
digunakan dua pendekatan yang pertama adalah memperlakukan karyawan adalah
tidak hanya sebagai pekerja yang dibayar untuk bekerja namun juga untuk bekerja
dalam memberikan saran tentang cara kerja yang efisien, efektif dan produksi. Kedua
adalah dengan cara menekankan bahwa peningkatan efisiensi, efektivitas dan
semangat kerja tidak akan memberikan akibat pada pengurangan jumlah tenaga kerja
dan berkurangnya pendapatan karyawan. Hubungan industrial memiliki prinsip dalam
tahap kerja sama ini, berikut poinnya :
a. Saling menghargai;
b. Saling menghormati;
c. Saling mendukung;
d. Berusaha menempatkan diri pada posisi pihak lain;
e. Melakukan tindakan yang saling menguntungkan.
Uraian diatas kiranya dapat membantu menyelaraskan konflik industri yang terjadi
pada perusahaan di Indonesia.
37
F. Definisi Konseptual
F.1. Hubungan Industrial
Hubungan Industrial merupakan bahasan dari seluruh aspek dan permasalahan
ekonomi, sosial, politik, dan budaya baik secara langsung maupun tidak langsung.
Hubungan industrial ini merupakan hubungan yang berkaitan antara pekerja dengan
pengusaha yang biasa disebut dengan bipartit. Dalam hubungan industrial juga
muncul peran pemerintah yang disebut dengan tripartite.21
F.2. Penyelesaian Konflik
Konflik yang terjadi pada hubungan kerja yang terjalin antara pekerja dan
pengusaha memiliki karekter masing-masing. Terdapat beberapa perusahaan yang
tidak sesuai dengan peraturan hukum tertulis. Namun ada beberapa perusahaan yang
justru memanfaatkan konflik yang sudah pernah terjadi. Terkadang situasi yang sulit
memecahkan sebuah perselisihan memicu kehadiran konflik yang bersifat kekerasan
ataupun tidak.. Hal ini yang akan kemudian dibahas mendalam nantinya.
21
Haryani, Sri, op.cit., hal.2.
38
G. Definisi Operasional
Definisi Operasional yakni menunjukan indikator-indikator dalam melihat dan
menganalisa dinamika perselisihan hubungan industrial yang terjadi pada PT Out Of
Asia Indonesia.
G.1. Negosiasi dan Musyawarah
Pada tahapan ini untuk meminimalisir konflik yang terjadi antara pekerja dan
pengusaha maka dibutuhkannya suatu kondisi untuk melekaukan negosiasi dan
musyawarah. Biasanya, negosiasi dan musyawarah dibutuhkan ketika pegusaha
memposisikan pekerja pada posisi yang lemah dan defensif. Pada tahap ini kedua
aktor akan mempertahankan haknya, sehingga dibutuhkan negosiasi dan musyawarah
untuk menyelesaikannya. Apabila kiranya konflik tidak dapat diselesaikan hanya
antara dua aktor saja, maka negosiasi dan musyawarah naik pada takaran Lembaga
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Tahapan negosiasi membuat
pandangan manajemen terhadap serikat pekerja bahwa serikat pekerja sebagai faktor
penghalang dalam hubungan indsutri. Konflik yang terjadi pada tahapan ini biasanya
diselesaikan melalui negosiasi yang cenderung berlangsung keras karena masing-
masing pihak akan mempertahankan haknya. Biasanya situasi mempertahankan
haknya tersebut berlangsung dengan cara pemogokan. Disisi lain, serikat pekerja pun
juga mengambil langkah lain yang lebih keras. Misalnya melakukan usaha
39
pemupukan rasa antagonisme pada kalangan pekerja dan masyarakat luas terhadap
perusahaan dan berusaha mencari serta memperoleh dukungan politik. Sampai pada
akhirnya masing-masing pihak bertindak dengan cara apapun yang menurutnya legal
untuk mencapai segala ambisi yang diinginkannya.
G.2. Kerjasama
Kerjasama juga dapat menjadi salah satu faktor penyelesaian konflik yang terjadi
pada hubungan industrial. Pada tahap ini pekerja dapat memposisikan pekerja untuk
meningkatkan efisiensi, efektivitas produktivitas serta semangat kerja yang tinggi dan
dapat meyakinkan pekerja bahwa tidak berkurangnya pendapatan pekerja. Maka,
tahapan kerjasama dapat dijadikan sebagai acuan meminimalisir atau mencegah
konflik yang terjadi. Lembaga Kerjasama Industrial yang biasa dikenal dengan
lembaga bipartite dan tripartite telah mengatur hal tersebut secara badan hukum.
Tahapan kerjasama membuat serikat pekerja untuk turut berperan secara aktif dalam
peningkatan efisiensi, efektivitas, produktivitas dan semangat kerja para pekerja.
Tahapan kerja sama dalam hubungan industrial terbagi menjadi dua asumsi, yakni :
a. Pihak yang terlibat dalam hubungan industrial sama-sama memperoleh
keuntungan apabila mampu menjalankan organisasi yang meraih
keberhasilan;
b. Karyawan berada pada posisi yang memungkinkan mereka mengamati
untuk bisa mengetahui proses produksi yang berjalan dengan mendeteksi
40
berbagai kelamahan proses yang terjadi, tidak lupa juga untuk saling
memberikan saran apabila terjadi ketidakseimbangan.
H. Metode Penelitian
H.1. Jenis Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian kualitatif dengan
menggunakan jenis penelitian metode studi kasus. Metode kualitatif dipilih karena
disebabkan mampu memberikan kajian yang dapat mencari fokus dari penelitian yang
dilakukan. Kualitatif dapat mengelaborasi dan mengeksplorasikan hasil penulisan
dengan mendalami dan melakukan pengarahan dari berjalannya penelitian ini.
Metode ini mengutamakan kualitas analisis serta interprestasi, bukan dengan
menggunakan data-data statistik nantinya. Kualitatif dipilih karena nantinya peneliti
bukan saja melihat apa yang terlihat dari hal tersebut, namun juga mencari tahu
mengapa fenomena dari hubungan industrial terlihat tidak sesuai dengan apa yang
sudah tertulis.
Menurut Kirk dan Miller, penelitian kualitatif ini merupakan bagian dari tradisi
tertentu yang terdapat dalam aliran ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental
bergantung pada pengamatan manusia dalam lingkungan kemampuannya sendiri serta
41
yang berhubungan dengan ornag-orang tersebut dalam bahasannya dan dalam
permasalahannya. 22
Pendekatan studi kasus ini dapat dikatakan relevan karena penulisan ini berjalan
memotret sebuah kejadian. Karena fokus dalam studi kasus adalah melihat suatu
kejadian secara spesifik seperti bagaimana alur dan latar belakang yang ada. Dalam
metode studi kasus dijelaskan terdapat tiga jenis-jenis studi kasus, yaitu Explanatory,
Exploratory, dan Descriptive.23
Adapun tipe studi kasus yang digunakan dalam
penulisan ini adalah tipe Descriptive yang menurut Winarno Surachmad merupakan
jenis metode yang digunakan untuk menemukan fakta dengan interprestasi yang
secara tetap, dimana pelaksanaannya sampai pada analisis dan interprestasi data.24
Hal tersebut dianggap cocok dengan hubungan industrial di Indonesia untuk mencari
pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan keadaan subyek yang
terjadi nyata pada kehidupan sehari-hari. Studi kasus menitik beratkan pada
pertanyaan “mengapa” dan “bagaimana”. Dimana keduanya ini nanti mengharapkan
dapat menjawab dari kegelisahan yang dimiliki oleh peneliti. Mengapa para pekerja
melakukan aksi pemogokan, kesalahan terjadi dari pihak mana diantara ketiga pihak
yang ada yakni pengusaha, pekerja dan pemerintah. Kesalahan terjadi di tingkat
22
Haryani, Sri, op.cit., hal.2.
23 Tugas UAS agraria Arini Medina 10/299208/SP/24079.
24 Surachmad, Winarno, 1982, Pengantar Penelitian Ilmiah : Dasar, Metode dan Teknik, Tarsito,
Bandung, hal 227 dalam skripsi Oktariana Maharani Sari Putri, Ilmu Pemerintahan
02/158813/SP/19835.
42
kebijakan pengusaha, kebijakan pemerintah atau memang dari serikat pekerja sendiri.
Lalu bagaimana solusi yang baik untuk menutupi kekurangan tersebut, hubungan
tripartite tidak berjalan harmonis.
Kualitatif tidak dapat meyetting data yang diperoleh oleh peneliti, data yang
nantinya didapatkan akan bersifat alamiah. Peneliti hanya turun ke lapangan serta
melakukan pengamatan terkait penulisan. Pengamatan yang dilakukan melihat
fenomena dibalik tragedi hubungan tripartite yang tidak berjalan sesuai dengan apa
yang sudah tertulis. Melihat kekurangan yang terjadi dalam realita terkait hak-hak
serta kewajiban dari tiga aktor yang tidak berjalan sesuai harapan dengan landasan
pancasila. Kualitatif berarti mengutamakan proses dibandingkan dengan hasil
penelitian. Nantinya penggalian informasi yang terjadi antara peneliti dengan
responden dapat dikatakan dengan proses yang menjadi tumpuan utama dari
penulisan ini.
H.2. Teknik Pengumpulan Data
H.2.1 Sumber Data
Sumber-sumber data yang peneliti dapatkan berasal dari data-data primer dan
data-data sekunder. Data primer meliputi kata-kata atau tindakan dari informan yang
nantinya akan diambil dari wawancara dengan beberapa responden, dalam kasus ini
peneliti akan melakukan wawancara terhadap pekerja yang terlibat dalam asosiasi
pekerja maupun yang tidak terlibat dan melakukan wawancara terhadap pengusaha
43
PT Out Of Asia Indonesia. Sementara data sekunder dapat diambil dari melakukan
pengamatan, meliput dari dokumen atau foto-foto terkait, juga bisa melalui jurnal,
buku, baik yang berasal dari internet atau yang berbentuk hardfile. Data sekunder
bisa didapatkan dari sebuah group pada akun sosial media milik PT. Out Of Asia
Indonesia. Tujuannya adalah untuk mendukung pernyataan atau fakta-fakta yang
sudah terungkap melalui hasil dari wawancara sebelumnya. Data sekunder ini
memiliki sifat untuk mendukung dari data primer.
Posisi data primer sangat penting karena nantinya judgement akan menjadi ukuran
dari keabsahan penelitian. Penelitian ini dapat ditanggung jawabkan kebenarannya
dari. Data sekunder berfungsi untuk menutupi kekurangan dengan menyisipkan
beberapa dokumen terkait. Jadi sebenarnya keduanya memiliki posisi yang sama-
sama penting. Data primer hadir dengan upaya klarifikasi serta data sekunder dapat
menjadi penegas. Maka keduanya harus dimaksimalkan keberadaannya agar nantinya
peneliti dapat memiliki data yang akurat.
H.2.2 Cara Mengumpulkan Data
Melakukan pengamatan terhadap lokus penelitian terlebih dahulu dilakukan, jika
sudah dapat mempelajari seutuhnya maka setelahnya peneliti turun ke lapangan untuk
melakukan penelitian. Pengamatan terkait karakter menjadi penting untuk
memudahkan peneliti memiliki strategi mengingat watak setiap orang berbeda dengan
44
budaya yang sendiri-sendiri. Setelah peneliti mampu memahami karakter tersebut
maka dilakukanlah pengumpulan data.
a. Observasi
Observasi merupakan proses pengamatan yang aktif untuk melakukan sebuah
tindakan yang dipilih untuk nantinya diamati lebih dalam. Nantinya data observasi ini
merupakan data yang bersifat deskriptif yang faktual serta rinci dari apa yang terjadi
di lapangan pada setiap kegiatan-kegiatan yang dilakukan. Observasi yang dilakukan
yakni observasi pasif, dilakukan secara formal maupun informal pada PT. Yamaha
Musik Manufacturing Indonesia untuk mengetahui bagaimana perselisihan dalam
hubungan industrial bisa terjadi.
b. Wawancara
Wawancara merupakan proses dari kegiatan tanya jawab yang dilakukan oleh
pihak yang memiliki wewenang terhadap permasalahan yang diteliti. Nantinya
wawancara ini memerlukan waktu untuk cross and check dari data yang telah peneliti
dapatkan. Wawancara akan direkam kemudian terlebih dahulu diubah menjadi
deskriptif lalu dibahas lebih dalam. Responden yang akan diwawancarai antara lain :
1. Pekerja/Buruh;
2. Pengurus Serikat Buruh Independen (SBI);
3. Pengusaha/karyawan PT. Out Of Asia dalam lembaga bipartite dan tripartite;
45
4. Pegawai Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Bantul.
c. Studi Pustaka
Studi pustaka merupakan sebuah teknik pengumpulan data dengan mencari serta
membaca dari hasil penelitian yang dilakukan oleh orang lain. Hasil penelitian
tersebut dapat berupa buku atau jurnal. Penelitian orang lain yang digunakan menjadi
referensi tentunya yang memiliki keselarasan dengan topik apa yang sedang peneliti
bawa untuk diteliti.
H.3. Analisa Data
Peneliti dalam menyelesaikan penulisan ini menggunakan penelitian yang
berbentuk deskriptif kualitatif dari sesuatu yang ada, baik berupa sebuah keadaan,
kegiatan, proses, kejadian serta peristiwa lain yang dinyatakan dalam bentuk kata-
kata. Maka nantinya analisa yang ada tentu saja akan berbentuk memberikan
penerangan berdasarkan fakta, bukan berdasarkan pada angka. Pengumpulan data
pada metode ini merupakan langkah awal, setelah dikumpulkan maka peneliti
kelompokkan sesuai dengan kebutuhan keabsahan data. Setelahnya nanti akan
dilakukan penafsiran data, maksudnya adalah menginterprestasikan serta
menghubungkan dengan kerangka pemikiran yang digunakan dalam teori ini. Melalui
analisa kualitatif ini tentu saja data yang sudah terkumpul setelah diinterprestasikan
akan dianalisa lalu diambil kesimpulannya. Harapannya penelitian ini nanti akan
memberikan kajian mendalam terkait hubungan industrial tiga aktor yang seharusnya
46
terjadi pada kehidupan perburuhan sehari-hari, serta faktor atau fenomena lainnya
yang berhubungan dengan hal tersebut.
I. Sistematika Penulisan
Penulisan mengenai masalah ketenagakerjaan ini akan disusun dalam lima bab
dan dipaparkan dengan urutan tertentu. Tujuannya adalah agar mampu memberikan
penjelasan bagi pembaca mengenai alur penulisan yang dilakukan. Bab pertama,
merupakan bab yang membahas mengenai pendahuluan secara makro mengenai
permasalahan hubungan industrial yang terjadi di Indonesia. Pada bab ini
menerangkan garis besar mengenai isi yang akan dibahas pada bab-bab berikutnya
yang terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, kerangka teori, tujuan penelitian
dengan konsep teori manajemen konflik dan kasus yang dipilih pada perusahaan
furniture PT. Out Of Asia Indonesia. Bab kedua, membahas bagaimana sejarah
perusahaan Out Of Asia hingga sampai di Indonesia. Kemudian dielaborasikan
dengan relasi tiga aktor yang berperan didalamnya yakni pekerja, pengusaha dan
pemerintah. Bab ketiga, membahas mengenai konflik-konflik yang hadir mewarnai
perjalanan perusahaan serta seperti apa tahapan konflik yang terjadi. Konflik tersebut
dielaborasikan dengan teori manajemen konflik, konflik yang terjadi biasanya konflik
antara pekerja dan pengusaha serta campur tangan pemerintah untuk memberikan
penyelesaian pada konflik yang ada. Bab keempat, membahas seperti apa resolusi
serta penyelesaian konflik yang sesuai dengan definisi operasional. Bab kelima,
membahas mengenai kesimpulan dan saran dari keseluruhan penulisan.