bab i pendahuluan a. latar belakang - welcome to fakultas...

113
1 Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024 FH UNSOED 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyalahgunaan narkoba adalah realitas yang ditemui di dalam masyarakat. Secara nasional, merebaknya penyalahgunaan narkoba (yang dalam hal ini sebagai pengguna) tidak saja dilakukan oleh orang dewasa, tetapi anak-anak yang masih menjalani pendidikan baik pendidikan tinggi, menengah bahkan pendidikan dasarpun tidak luput untuk melakukan penyalahgunaan. Bahkan jumlahnya cukup menghawatirkan. Berdasakan data hasil survei Badan Narkotika Nasional (BNN) terkait penggunaan narkoba tercatat sebanyak 921.695 orang atau sekitar 4,7 persen dari total pelajar dan mahasiswa di tanah air adalah sebagai pengguna barang haram tersebut. 1 Penyalahgunaan narkoba, khususnya narkotika adalaha bahaya laten yang setiap kali diberantas tak lantas habis tetapi akan tumbuh di tempat yang baru dengan modus yang berbeda. Kenyataan tindak pidana narkotika dalam masyarakat menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat baik secara kuantitatif maupun kualitatif dengan korban yang meluas, terutama di kalangan anak-anak, remaja, dan generasi pada 1 suaramerdeka.com, “Pengguna Narkotika Paling Banyak di Kalangan Pelajar”, diakses pada 8 Oktober 2012, pukul 06:59.

Upload: phungquynh

Post on 10-Mar-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

1

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyalahgunaan narkoba adalah realitas yang ditemui di dalam

masyarakat. Secara nasional, merebaknya penyalahgunaan narkoba (yang

dalam hal ini sebagai pengguna) tidak saja dilakukan oleh orang dewasa,

tetapi anak-anak yang masih menjalani pendidikan baik pendidikan tinggi,

menengah bahkan pendidikan dasarpun tidak luput untuk melakukan

penyalahgunaan. Bahkan jumlahnya cukup menghawatirkan. Berdasakan

data hasil survei Badan Narkotika Nasional (BNN) terkait penggunaan

narkoba tercatat sebanyak 921.695 orang atau sekitar 4,7 persen dari total

pelajar dan mahasiswa di tanah air adalah sebagai pengguna barang haram

tersebut.1

Penyalahgunaan narkoba, khususnya narkotika adalaha bahaya

laten yang setiap kali diberantas tak lantas habis tetapi akan tumbuh di

tempat yang baru dengan modus yang berbeda. Kenyataan tindak pidana

narkotika dalam masyarakat menunjukkan kecenderungan yang semakin

meningkat baik secara kuantitatif maupun kualitatif dengan korban yang

meluas, terutama di kalangan anak-anak, remaja, dan generasi pada

1 suaramerdeka.com, “Pengguna Narkotika Paling Banyak di Kalangan Pelajar”, diakses pada 8

Oktober 2012, pukul 06:59.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

2

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

umumnya.1 Generasi muda menjadi sasaran utama berkembangnya bisnis

narkotika, karena rasa keingintahuan untuk mencoba dari jiwa-jiwa yang

masih muda ini lebih besar dari orang dewasa. Pengedar dan bandar

narkotika pantas mendapatkan hukuman berat pada tindak pidana ini.

Namun untuk pengguna narkotika terutama anak-anak yang awalnya

dibujuk dan ditawari secara gratis oleh si pengedar, lantas dijadikan

terdakwa dan dijatuhi hukuman berupa perampasan kemerdekaan tentu

penerapannya masih harus dikaji lagi.

Dalam kehidupan masyarakat, anak yang melakukan

penyalahgunaan narkoba sebagai pengguna dan kemudian diproses

melalui proses peradilan anak, beberapa diantaranya dijatuhi pidana

penjara. Sementara pidana penjara adalah pidana yang paling dihindari

sebagai reaksi kenakalan anak karena dampak yang ditimbulkan akan

mengganggu perkembangan fisik, mental, dan sosial anak. Pada alinea

terakhir penjelasan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang

Pengadilan Anak menjelaskan bahwa Putusan Hakim akan mempengaruhi

kehidupan selanjutnya dari anak yang bersangkutan, oleh sebab itu Hakim

harus yakin benar, bahwa putusan yang diambil akan dapat menjadi salah

satu dasar yang kuat untuk mengembalikan dan mengantar anak menuju

masa depan yang baik untuk mengembangkan dirinya sebagai warga yang

bertanggung jawab bagi kehidupan keluarga, bangsa, dan negara.

1 Alinea kedua Penjelasan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009

tentang Narkotika.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

3

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

Seorang yang hanya menggunakan narkoba bukan pengedar

ataupun bandar berada dalam persimpangan peran, sebagai pelaku atau

sebagai korban. Di negara seperti Inggris dan Australia, mereka

menempatkan para pengguna narkoba sebagai korban bukan sebagai

pelaku, oleh karenanya para pengguna narkoba akan segera direhabilitasi

dan ditangani oleh para ahli yang dibekali oleh kompetensi yang cukup.

Lain halnya dengan di Indonesia, seorang terdakwa tindak pidana

penyalahgunaan narkotika hanya dapat memperoleh tindakan hukum

berupa rehabilitasi bila telah memenuhi persyarataan dalam Surat Edaran

Mahkamah Agung Nomor: 04/ Tahun 2010 yaitu: terdakwa dalam kondisi

tertangkap tangan, pada saat tertangkap tangan barang bukti untuk ganja 5

gram, surat ijin laboratorium positif menggunakan narkotika, surat

keterangan dari dokter jiwa/psikiater pemerintah, tidak terdapat bukti

bahwa yang bersangkutan terlibat peredaran Narkotika dan adanya

keterangan ahli yang menerangkan seberapa besar kondisi/taraf kecanduan

dari terdakwa.

Beberapa terobosan dalam penanganan masalah kejahatan narkoba

ini sudah dilakukan dibeberapa Negara yaitu berupa konsep diversi dalam

penanganan atau pemidanaan bagi pecandu dan korban penyalahgunaan

narkoba. Pada dasarnya hukum pidana sifatnya keras dan

menyengsarakan, oleh sebab itu hukum pidana harus dijadikan sebagai

Ultimum Remedium (jalan terakhir) bukan sebagai Primum Remedium

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

4

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

(jalan utama) apalagi sebagai Maximum Remedium (hukuman terberat).

Tindak pidana anak merupakan tindak pidana yang khas apabila

dibandingkan dengan tindak pidana yang dilakukan oleh orang

dewasa pada umumnya menginagt sifat-sifat emosional anak

masih belum stabil serta masih belum dapat membedakan

perbuatan mana yang baik dan yang buruk oleh karena itu perlu

ditangani secara khusus dalam rangka memberikan perlindungan

dan kesejahteraan anak.

Pengadilan Negeri Purwokerto menangani suatu kasus mengenai

Penyalahgunaan Narkotika Golongan I bagi Diri sendiri yang dilakukan

oleh Saiful Ngibad Bin Kusworo (17th), Hakim memutus terdakwa dengan

pidana penjara selama 1 (satu) tahun 1 (satu) bulan karena terbukti

melanggar Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang - Undang Republik

Indonesia Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika yang merumuskan

“Setiap Penyalah Guna Narkotika Golongan 1 bagi diri sendiri dipidana

dengan pidana penjara paling lama empat tahun. Hal yang menarik dari

putusan perkara tersebut adalah pemberian pidana penjara pada terdakwa

anak, sedangkan terdakwa adalah pengguna bagi dirinya sendiri dan bukan

pecandu menurut hakim. Ada benturan antara perlindungan hak terhadap

anak dengan tindakan anak dalam kejahatan khusus yang sifatnya extra

ordinary crime. Berdasarkan hal inilah, maka penulis merasa perlu untuk

mengadakan penelitian dan penulisan hukum yang berjudul: Penjatuhan

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

5

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

Pidana Penjara bagi Anak Pelaku Penyalahgunaan Narkotika (Studi

terhadap Putusan Perkara Nomor: 56/Pid.Sus/2011/PN.Pwt.).

B. Perumusan Masalah

Agar permasalahan yang hendak diteliti tidak mengalami perluasan konteks

dan supaya penelitian yang dilaksanakan lebih mendalam maka diperlukan suatu

pembatasan masalah. Untuk memudahkan dalam penyusunan dan pencarian data

guna menghasilkan sebuah penelitian yang baik dan menghindari pengumpulan

data yang tidak diperlukan dalam penulisan, maka perlu disusun perumusan

masalah secara teratur dan sistematis yang merupakan pembatasan masalah yang

akan dibahas. Berdasarkan hal-hal tersebut, maka penulis merumuskan masalah

dalam penelitian sebagai berikut:

1. Apa dasar pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan Pidana

Penjara bagi Anak Pelaku Penyalahgunaan Narkotika pada Putusan

Perkara Nomor : 56/Pid.Sus/2011/PN.Pwt.?

2. Apakah Penjatuhan Pidana Penjara bagi Anak Pelaku Penyalahgunaan

Narkotika pada Putusan Perkara Nomor : 56/Pid.Sus/2011/PN.Pwt.

sesuai dengan tujuan pemidanaan?

C. Kegunaan Penelitian

1. Kegunaan teoritis

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

6

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

Hasil penelitian ini diharapkan akan dapat menambah wacana dan

pengetahuan hukum dalam bidang pidana terutama dalam pemberian

putusan hakim untuk menyelesaikan kasus penyalahgunaan Narkotika dan

apa sajakah yang menjadi pertimbangan hakim untuk memutus suatu

kasus penyalahgunaan narkotika.

2. Kegunaan Praktis

Hasil penelitiaan ini dapat digunakan sebagai wacana bagi pembaca untuk

menulis judul skripsi ataupun memberikan pengetahuan baru tentang

hukum pidana dan juga berguna bagi masyarakat pada umumnya.

D. Tujuan Penelitian

Suatu kegiatan penelitian harus mempunyai tujuan yang hendak dicapai

secara jelas. Tujuan penelitian diperlukan untuk memberikan arah dalam

melangkah sesuai dengan maksud penelitian. Adapun tujuan yang hendak

dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui dasar pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan

Pidana Penjara bagi Anak Pelaku Penyalahgunaan Narkotika pada

Putusan Perkara Nomor : 56/Pid.Sus/2011/PN.Pwt.

2. Untuk mengetahui kesesuaian Penjatuhan Pidana Penjara bagi Anak

Pelaku Penyalahgunaan Narkotika pada Putusan Perkara Nomor :

56/Pid.Sus/2011/PN.Pwt. dengan tujuan pemidanaan.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

7

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Istilah dan Pengertian Tindak Pidana

1. Istilah Tindak Pidana

Masyarakat kerap kali menyebut segala tindakan yang

bertentangan dengan hukum pidana adalah kejahatan. Berbeda dengan

istilah yang digunakan pada tataran akademisi dan penegak hukum,

kejahatan atau perbuatan yang melanggar hukum memiliki beberapa istilah

salah satunya adalah tindak pidana.

Istilah tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana

Belanda yaitu Strafbaar Feit. Walaupun istilah ini terdapat dalam WvS

Belanda, dengan demikian WvS Hindia Belanda (KUHP), tetapi tidak ada

penjelasan resmi tentang apa yang dimaksud dengan Strafbaar Feit itu.

Oleh karena itu, para ahli hukum berusaha untuk memberikan arti dan isi

dari istilah itu. Sayangnya sampai kini belum ada kesamaan pendapat.1

Secara literlijk, kata “Straf” artinya pidana, “Baar” artinya dapat atau

boleh dan “Feit” adalah perbuatan. Dalam kaitannya dengan istilah

Strafbaar Feit secara utuh, ternyata Straf diterjemahkan juga dengan kata

hukum. Padahal sudah lazim hukum itu adalah terjemahan dari kata Recht,

1 Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana (Bagian 1), PT Raja Grafindo Persada,

Jakarta, 2005, hlm. 67.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

8

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

seolah-olah arti Straf sama dengan Recht, yang sebenarnya tidak demikian

halnya.1

Pidana dan hukuman tidaklah sama, sehingga akan dijelaskan terlebih

dahulu perbedaan keduanya. Sarjana hukum Indonesia membedakan istilah

hukuman dan pidana yang dalam bahasa Belanda hanya dikenal suatu

istilah untuk keduanya, yaitu Straf. Istilah hukuman adalah istilah umum

untuk segala macam sanksi baik perdata, administrasif, disiplin, dan

pidana. Sedangkan istilah pidana diartikan sempit yang berkaitan dengan

hukum pidana.2

Perkataan Feit itu sendiri dalam bahasa Belanda berarti “Sebagian dari

suatu kenyataan” atau een gedeelte van de wrkelijkheid, sedang strafbaar

berarti “dapat dihukum”, hingga secara harfiah perkataan strafbaar feit itu

dapat diterjemahkan sebagai “Sebagian dari suatu kenyataan yang dapat

dihukum”, yang sudah barang tentu tidak tepat, oleh karena kelak akan

kita ketahui bahwa yang dapat dihukum itu sebenarnya adalah manusia

sebagai pribadi bukan kenyataan, perbuatan ataupun tindakan.3

2. Pengertian Tindak Pidana

Tindak Pidana merupakan rumusan tentang perbuatan yang dilarang untuk

dilakukan (dalam peraturan perundang-undangan) yang disertai ancaman

pidana bagi siapa yang melanggar larangan tersebut. Jadi, perbuatan (feit)

di sini adalah unsur pokok dari suatu tindak pidana yang dirumuskan

tersebut.4

Pengertian tindak pidana atau strafbaar feit banyak dikemukakan oleh

para ahli hukum, yang mana pengertian tersebut dibagi menjadi dua

pandangan, yaitu pandangan monistis dan pandangan dualistis. Pandangan

monistis cenderung tidak memisahkan antara criminal act dan criminal

responsibility sedangkan, pandangan dualistis cenderung memisahkan

secara tegas antara criminal act dan criminal responsibility. Criminal act

1 Ibid., hlm.69.

2 Andi Hamzah, Asas-Asas Hukum Pidana, PT Rineka Cipta, Bandung, 1994, hlm. 27.

3 P.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, PT Citra Aditya Bakti,

Bandung, 1997, hlm. 181. 4 Adami Chazawi, Op.Cit., hlmn 4-5.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

9

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

adalah perbuatan yang dilarang dengan sanksi ancaman pidana, unsurnya

terdiri dari: perbuatan manusia, memenuhi rumusan undang-undang, dan

bersifat melawan hukum. Criminal responsibility adalah dapat

dipertanggungjawabkannya si pembuat atas perbuatannya, unsurnya terdiri

dari: kemampuan bertanggung jawab dan kesengajaan (dolus) atau

kealpaan (culpa).

Berikut ini pandangan para ahli hukum mengenai tindak pidana yang

disebutkan secara berbeda-beda sesuai istilah mereka masing-masing. Para

ahli hukum yang memiliki pandangan monistis diantaranya adalah J.E.

Jonkers, menurut Beliau, “Peristiwa pidana ialah perbuatan yang melawan

hukum (wederrechttelijk) yang berhubungan dengan kesengajaan atau

kesalahan yang dilakukan oleh orang yang dapat

dipertanggungjawabkan”.1 Wirjono Prodjodikoro dalam bukunya yang

berjudul “Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia” mengemukakan,

“Tindak pidana berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan

hukuman pidana”.2 Menurut H.J. Schravendijk, “Perbuatan yang boleh

dihukum adalah kelakuan orang yang begitu bertentangan dengan

keinsyafan hukum sehinggga kelakuan itu diancam dengan hukuman, asal

dilakukan oleh seseorang yang karena itu dapat dipersalahkan”.3 Simons

secara lebih lanjut mengemukakan, “Strafbaar feit adalah kelakuan

1 Adami Chazawi, 2005, Op. Cit, hlm. 75.

2 Wirjono Projodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia, PT. Eresco, Jakarta,

1981, hlm. 50. 3 Adami Chazawi, 2005, Loc.Cit., hlm. 75.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

10

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

(handeling) yang diancam dengan pidana, yang bersifat melawan hukum,

yang berhubungan dengan kesalahan dan yang dilakukan oleh orang yang

mampu bertanggungjawab”.1

Para ahli hukum yang memiliki pandangan dualistis diantaranya

adalah Moeljatno, Beliau mengemukakan, “Perbuatan pidana adalah

perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai

ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang

melanggar larangan tersebut”.2 Roeslan Saleh mengemukakan, “Perbuatan

pidana, yaitu sebagai perbuatan yang oleh aturan hukum pidana dinyatakan

sebagai perbuatan yang dilarang”.3 Menurut Pompe, “Strafbaarfeit itu

sebenarnya adalah tidak lain daripada suatu tindakan yang menurut sesuatu

rumusan undang-undang telah dinyatakan sebagai tindakan yang dapat

dihukum”.4 Hampir senada dengan pendapat Pompe, menurut H.B. Vos,

“Starfbaar feit adalah suatu kelakuan manusia yang diancam pidana oleh

peraturan perundang-undangan”.5

3. Unsur-Unsur Tindak Pidana

Menurut Lamintang, bahwa setiap tindak pidana dalam KUHP pada

umumnya dapat dijabarkan unsur-unsurnya menjadi dua macam, yaitu

unsur-unsur subyektif dan obyektif. Yang dimaksud dengan unsur-unsur

”subyektif” adalah unsur-unsur yang melekat pada diri si pelaku atau yang

berhubungan dengan diri si pelaku dan termasuk kedalamnya yaitu segala

sesuatu yang terkandung di dalam hatinya. Sedangkan yang dimaksud

1 Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, 1982, hlm. 38.

2 Ibid., hlm. 37.

3 Roeslan Saleh, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana, dalam Mahrus

Ali, Dasar-Dasar Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, 2011, hlm. 98. 4 Adami Chazawi, Op.Cit., hlm. 72.

5 Ibid., hlm. 72.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

11

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

dengan unsur ”obyektif” itu adalah unsur-unsur yang ada hubungannya

dengan keadaan-keadaan, yaitu keadaan-keadaan di mana tindakan dari si

pelaku itu harus dilakukan. 1

Berkaitan dengan pengertian unsur-unsur tindak pidana

(strafbaarfeit) ada beberapa pendapat para sarjana mengenai pengertian

unsur-unsur tindak pidana menurut aliran monistis dan menurut aliran

dualistis.

Para sarjana yang berpandangan aliran monistis, yaitu :

a. D. Simons, sebagai penganut pandangan monistis Simons

mengatakan bahwa pengertian tindak pidana (strafbaarfeit) adalah

”Een strafbaar gestelde, onrechtmatige, met schuld verband staande

handeling van een toerekeningsvatbaar persoon”.

Atas dasar pandangan tentang tindak pidana tersebut di atas,

unsur-unsur tindak pidana menurut Simons adalah :

1) Perbuatan manusia (positif atau negatif, berbuat atau tidak berbuat

atau membiarkan);

2) Diancam dengan pidana (strafbaar gesteld);

3) Melawan hukum (onrechtmatig);

4) Dilakukan dengan kesalahan (met schuld in verband staad);

5) Oleh orang yang mampu bertanggung jawab (toerekeningsyatbaar

persoon).

Dari unsur-unsur tindak pidana tersebut, Simons membedakan

adanya unsur obyektif dan unsur subyektif dari strafbaarfeit adalah :

Yang dimaksud dengan unsur obyektif ialah :

a) perbuatan orang;

b) Akibat yang kelihatan dari perbuatan itu;

c) Mungkin ada keadaan tertentu yang menyertai perbuatan-perbuatan

itu seperti dalam Pasal 281 KUHP sifat ”openbaar” atau ”dimuka

umum”

Selanjutnya unsur subyektif dari strafbaarfeit adalah :

a) Orangnya mampu bertanggung jawab.

b) Adanya kesalahan (dolus atau culpa). Perbuatan harus dilakukan

dari perbuatan atau dengan keadaan-keadaan mana perbuatan itu

dilakukan.

b. Van Hamel, menyatakan Stafbaarfeit adalah een weterlijk omschre en

mensschelijke gedraging onrechmatig, strafwardig en aan schuld te

wijten. Jadi menurut Van Hamel unsur-unsur tindak pidana adalah :

1) Perbuatan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang;

2) Bersifat melawan hukum;

1 P.A.F Lamintang, 1984. Op. cit., hlm. 183.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

12

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

3) Dilakukan dengan kesalahan dan

4) Patut dipidana.

c. E. Mezger, menyatakan tindak pidana adalah keseluruhan syarat untuk

adanya pidana, dengan demikian unsur-unsurnya yaitu :

1) Perbuatan dalam arti yang luas dari manusia (aktif atau

membiarkan);

2) Sifat melawan hukum (baik bersifat obyektif maupun bersifat

subyektif);

3) Dapat dipertanggungjawabkan kepada seseorang;

4) Diancam dengan pidana.

d. J. Baumman, menyatakan bahwa unsur-unsur tindak pidana adalah

perbuatan yang memenuhi rumusan delik, bersifat melawan hukum,

dan dilakukan dengan kesalahan. 1

Dari pendapat para sarjana yang beraliran monistis tersebut dapat

disimpulkan bahwa tidak adanya pemisahan antara criminal act dan

criminal responsibility. Lebih lanjut mengenai unsur-unsur tindak pidana

menurut pendapat para sarjana yang berpandangan dualistis adalah sebagai

berikut :

1. H.B. Vos, menyebutkan Strafbaarfeit hanya berunsurkan :

1) Kelakuan manusia dan

2) Diancam pidana dengan undang-undang.

2. W.P.J. Pompe, menyatakan : menurut hukum positif strafbaarfeit

adalah tidak lain dari feit, yang diancam pidana dalam ketentuan

undang-undang, jadi perbuatan itu adalah perbuatan yang bersifat

melawan hukum, dilakukan dengan kesalahan dan diancam pidana.

3. Moeljatno, memberikan arti tentang strafbaarfeit, yaitu sebagai

perbuatan yang diancam dengan pidana, barangsiapa melanggar

larangan tersebut. Untuk adanya perbuatan pidana harus ada unsur-

unsur :

1) Perbuatan (manusia);

2) Yang memenuhi rumusan dalam undang-undang (ini merupakan

syarat formil) dan

3) Syarat formil itu harus ada karena keberadaan asas legalitas yang

tersimpul dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP. Syarat meteriil pun harus

ada pula, karena perbuatan itu harus pula betul-betul dirasakan oleh

masyarakat sebagai perbuatan yang tidak boleh atau tidak patut

dilakukan, oleh karena itu bertentangan dengan atau menghambat

tercapainya tata dalam pergaulan masyarakat yang dicita-citakan

oleh masyarakat. 2

1 Sudarto, Hukum Pidana I, Yayasan Sudarto d/a Fakultas Hukum Undip, Semarang,

1990, hlm. 41-42. 2 Ibid., hlm. 42-43.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

13

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

Dengan demikian pandangan sarjana yang beraliran dualistis ini ada

pemisahan antara criminal act dan criminal responsibility.

Menurut Sudarto, baik aliran monistis maupun dualistis, tidak

mempunyai perbedaan yang prinsipil dalam menentukan adanya pidana.

Apabila orang menganut pendirian yang satu, hendaknya memegang

pendirian itu secara konsekuen, agar tidak terjadi kekacauan pengertian.

Bagi orang yang berpandangan monistis, seseorang yang melakukan

tindak pidana sudah dapat dipidana, sedangkan bagi yang berpandangan

dualistis, sama sekali belum mencukupi syarat untuk dipidana karena

masih harus disertai syarat pertanggungjawaban pidana yang harus ada

pada si pembuat atau pelaku pidana. Jadi menurut pandangan dualistis

semua syarat yang diperlukan untuk pengenaan pidana harus lengkap

adanya.1

B. Pengertian dan Jenis Narkotika

1. Pengertian Narkotika

Narkotika menurut pengertian yuridis diatur dalam Pasal 1 butir 1

Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika yang

merumuskan bahwa:

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau

bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat

menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilang rasa,

mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat

menimbulkan ketergantungan yang dibedakan kedalam golongan-

golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-undang ini.

Sedangkan dari pendapat dari salah satu sarjana pengertian tentang

narkotika adalah zat-zat (obat) baik dari bahan alam atau sintesis maupun

semi sintesis yang dapat menimbulkan ketidaksadaran atau pembiusan.

Efek narkotika di samping membius dan menurunkan kesadaran, adalah

mengakibatkan daya khayal atau halusinasi (ganja), serta menimbulkan

daya rangsang atau stimulan (cocain). Narkotika dapat menimbulkan

ketergantungan (depence).2

1 Ibid., hlm. 45.

2 Hari Sasangka, Narkotika dan Psikotropika dalam Hukum Pidana untuk Mahasiswa dan

Praktik serta Penyuluh Masalah Narkoba Mandar Maju, Bandung, 2003, hlm. 52.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

14

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

Istilah narkotika biasanya disamakan dengan drug, hal ini sejalan

dengan pendapatnya Soedjono Dirdjosisworo yang mengemukakan bahwa:

Istilah narkotika disini bukanlah narcotics pada farmacologie (farmasi),

melainkan sama artinya dengan drug, yaitu sejenis zat yang apabila

dipergunakan akan membawa efek dan pengaruh-pengaruh tertentu

pada tubuh si pemakai, yaitu:

a. Mempengaruhi kesadaran;

b. Memberikan dorongan yang dapat berpengaruh terhadap perilaku

manusia;

c. Pengaruh-pengaruh tersebut dapat berupa;

1) Penenang;

2) Perangsang (bukan rangsangan seks);

3) Menimbulkan halusinasi (pemakainya tidak mampu membedakan

antara khayalan dan kenyataan, kehilangan kesadaran akan waktu

dan tempat).1

Sudarto mengemukakan, “Perkataan narkotika berasal dari perkataan

Yunani „narke‟, yang berarti terbius sehingga tidak merasa apa-apa”.2

Smith Kline dan Frech Clinical Staff sebagaimana dikutip oleh Djoko

Prakoso mengemukakan:

Narcotics are drugs which product insensibility or stuporduce to their

depresant offer on the central nervous system, included in this

definition are ophium-ophium derivativis (morphine, codein,

methadone).

Artinya lebih kurang ialah:

Narkotika adalah zat-zat atau obat yang dapat mengakibatkan

ketidaksadaran atau pembiusan dikarenakan zat-zat tersebut bekerja

mempengaruhi susunan syaraf sentral. Dalam definisi narkotika ini

1Soedjono Dirdjosisworo, Segi Hukum tentang Narkotika Di Indonesia, PT. Karya

Nusantara, Bandung, 1976, hlm. 14, dalam Taufik Makarso, Suhasril dan Moh. Zakky, Tindak

Pidana Narkotika, Ghalia Indonesia, Ciawi-Bogor, 2005, hlm. 17. 2 Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, Alumni, Bandung, 1981, hlm. 36.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

15

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

sudah termasuk candu, zat-zat yang dibuat dari candu (morphine,

codein, methadone).1

Berbagai pengertian narkotika berdasarkan peraturan perundang-undangan

dan doktrin para sarjana mempunyai kesamaan pada efek atau akibat yang

ditimbulkan dari penggunaan narkotika yang termasuk obat yang

penggunaanya harus mengunakan ijin yang terbatas.

2. Jenis-Jenis Narkotika

Pembahasan mengenai narkotika berkaitan dengan macam-macamnya.

Mengenai macam macam narkotika dan bagaimana narkotika itu adalah

sebagai berikut:

a. Bahwa narkotika ada 2 macam, yaitu narkotika alam dan narkotika

sintesis. Yang termasuk narkotika alam ialah berbagai jenis candu,

morphine, heroin, ganja, hashish, codein dan cocaine. Narkotika alam

ini termasuk dalam pengertian narktika sempit. Sedang narkotika

sintesis adalah termasuk pengertian narkotika secara luas. Narkotika

sintesis yang termasuk di dalamnya zat-zat (obat) yang tergolong

dalam 3 jenis obat yaitu : Hallucinogen, Depressant, dan Stimulant;

b. Bahwa narkotika itu bekerja mempengaruhi susunan syaraf sentral

yang akibatnya dapat menimbulkan ketidaksadaran atau pembiusan.

Berbahaya apabila disalahgunkan;

1 Djoko Prakoso, Bambang Riyadi Lany dan Mukshin, Kejahatan-Kejahatan yang

Merugikan dan Membahayakan Negara, dalam Taufik Makarso, Suhasril dan Moh. Zakky,

Op.Cit.,hlm. 18.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

16

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

c. Bahwa narkotika dalam pengertian di sini adalah mencakup obat-obat

bius dan obat-obat barbahaya atau narcotic and dangerous drugs.

Di Indonesia narkotika alam digolongkan dalam obat-obatan

Daftar O dan narkotika sintesis digolongkan dalam obat-obatan Daftar G.

Karena kebanyakan orang tidak tahu suatu obat dikategorikan dalam

Daftar O atau Daftar G, maka mereka menggunakan istilah baru: obat yang

disalahgunakan (drug abuse).

Berikut jenis-jenis Narkotika yang sering diperkenalkan dalam berbagai

penyuluhan bahaya Narkotika:

1) HEROIN dikenal dengan nama Putaw atau PTW

Efek :

a) Menimbulkan rasa kantuk, lesu, penampilan “dungu‟, jalan

mengambang, rasa senang yang berlebihan.

b) Konsumsi dihentikan menimbulkan rasa sakit dan kejang, perut

kram, menggigil, muntah, mata berair, hidung berlendir, hilang

nafsu makan dan kehilangan cairan tubuh.

c) Menimbulkan kematian bila over dosis.

Karakteristik :

a) Merupakan Narkoba yang sangat cepat menimbulkan

ketergantungan.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

17

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

b) Berupa serbuk putih dengan rasa pahit. Warna bisa putih atau

coklat.

c) Cara penggunaan dapat disuntikkan, dihirup dan dimakan.

2) GANJA dikenal dengan nama Mariyuana, Hashish, Gelek, Budha Stick,

Cimeng, Gras

Efek :

a) Menurunkan ketrampilan motorik, denyut jantung meningkat,

gelisah dan panik, depresi, halusinasi, rasa senang yang berlebihan,

rasa ketakutan dan agresi.

b) Komplikasi kesehatan pada daerah pernafasan, sistem peredaran

darah dan kanker.

Karakteristik :

a) Menimbulkan ketergantungan psikis, yang diikuti oleh kecanduan

dalam waktu lama, terutama bagi pengguna rutin.

b) Bentuk daun kering, cairan lengket, minyak “damar ganja”.

3) MORFIN

Efek :

a) Menurunkan ketrampilan motorik, denyut jantung meningkat,

gelisah dan panik, depresi, halusinasi, rasa senang yang berlebihan,

rasa ketakutan dan agresi.

b) Komplikasi kesehatan pada daerah pernafasan, sistem peredaran

darah dan kanker.

Karakteristik :

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

18

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

a) Analgesik yang kuat, tidak berbau.

b) Berupa kristal putih yang warnanya menjadi kecoklatan.

Khusus untuk Mariyuana atau ganja yang menjadi jenis narkotika yang

dipakai dalam studi putusan dalam penelitian ini kenyataannya, Mariyuana

adalah zat yang sangat berbahaya. Berbeda dengan minuman keras yang

biasanya keluar dari tubuh dalam 24 jam karena water-soluble, mariyuana

adalah fat-soluble, yang berarti zat psikoaktif ini mengikat pada bagian

lemak tubuh (biasanya pada otak dan sistem reproduksi) dan dapat

dideteksi sampai 30 hari sesudah penggunaan. Penelitian menunjukkan

bahwa Mariyuana mengganggu daya ingat dan mempengaruhi sistem

kognitif, fungsi sistem reproduksi, sakit jantung, paru-paru, kelenjar

endokrin, dan mengurangi daya tahan tubuh sehingga menyebabkan

pemakai mudah terinfeksi penyakit. Mariyuana mengandung zat penyebab

kanker lebih daripada rokok yang paling kuat. Pada umumnya ganja

adalah pintu gerbang menuju penggunaan Narkoba lainnya. Kebanyakan

pecandu berat Narkoba mulai bereksperimen dengan ganja.1

3. Penyalahgunaan Narkotika oleh Anak

Tindak pidana penyalahgunaan narkotika merupakan istilah teknis

yuridis yang digunakan oleh pembentuk undang-undang sebagai bentuk

penegasan sikapnya dalam menggunakan istilah. Penggunaan narkotika

sebenarnya diperbolehkan, tetapi hanya untuk penelitian dan pengobatan

dengan syarat dan ijin tertentu menurut Undang-Undang. Taufik

Makarso, Suhasril dan Moh. Zakky tidak menggunakan istilah teknis

yuridis tersebut, mereka menggunakan istilah tindak pidana narkotika,

mereka juga mengemukakan bahwa bentuk umum tindak pidana narkotika

ada tiga, yaitu:

a) Penyalahgunaan/ melebihi dosis;

hal ini disebabkan oleh banyak hal, seperti yang telah diutarakan di

atas.

1 Tim Ahli Badan Narkotika Nasional, Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba (Apa yang

Bisa Anda Lakukan), Badan Narkotika Kabupaten Banyumas, 2009, hlm. 11.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

19

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

b) Pengedaran narkotika;

karena keterikatan dengan sesuatu mata rantai peredaran narkotika,

baik nasional maupun internasional.

c) Jual beli narkotika;

ini pada umumnya dilatarbelakangi oleh motivasi untuk mencari

keuntungan materiil, namun ada juga untuk motivasi mencari

kepuasan.1

Mengenai gejala-gejala Penyalahgunaan obat berikut macam-macamnya:

1) Hadirnya peralatan sebagai tanda/bukti

- Hadirnya peralatan obat-obatan, seperti pipa rokok yang biasa

dipakai untuk menghirup kokain/heroin; kertas linting untuk ganja

atau botol obat kecil, pematik gas, korek api, plester, kertas timah,

sendok kecil,

- Kehadiran obat-obat sendiri,

- Adanya bau alkohol atau obat lainnya.

2) Tanda-tanda di Sekolah

- Prestasi belajar di sekolah tiba-tiba menurun,

- Sering bolos sekolah, sikap negatif terhadap sekolah,

- Sering mengantuk atau tidur di sekolah.

3) Kehidupan Sosial/Teman

- Anak tiba-tiba mencari teman baru dan tidak suka lagi teman-

teman lamanya,

- Tiba-tiba bosan dengan kegiatan-kegiatan atau hobinya yang dulu

yang sering ia lakukan dengan senang hati,

- Sering melamun dalam waktu yang lama

- ada kesulitan konsentrasi dan daya ingat menurun.

4) Perubahan Emosi/Perasaan Hati

- Perubahan suasana hati: dulu senang bergaul, sekarang mengunci

diri atau sebaliknya.

- sering tertawa terkikih-kikih tanpa alasan yang cukup jelas, dan

tiba-tiba mulai cerewet atau malah menjadi diam.

5) Masalah perilaku

- Tiba-tiba menjadi pembohong, pencuri

- mudah tersinggung, suka marah, pemalas

- penuh rahasia, tidak mau berkomunikasi

6) Keadaan Tubuh

- tidak memperdulikan kebersihan diri sendiri

- hidung berair walaupun tidak sakit flu

- Mata merah; pupil mata besar atau membesar

- Kurag nafsu makan

- Kulit gatal

- Berat badan anak tiba-tiba menurun.2

1 Ibid., hlm. 45.

2 Tim Ahli Badan Narkotika Nasional, 2009, Op. Cit., hlm.57-58.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

20

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

Berbagai penelitian yang dilakukan para ahli, setidaknya ada beberapa

faktor yang menyebabkan timbulnya penyalahgunaan narkotika,

diantaranya sebagai berikut:

1. Faktor individu, terdiri dari aspek kepribadian dan kecemasan atau

depresi. Termasuk dalam aspek kepribadian antara lain kepribadian

yang ingin tahu, mudah kecewa, sifat tidak sabar dan rendah diri.

Sedangkan yang termasuk dalam kecemasan atau depresi adalah

karena tidak mampu menyelesaikan kesulitan hidup, sehingga

melarikan diri dengan penggunaan narkotika dan obat-obatan

terlarang.

2. Faktor sosial budaya, terdiri dari keluarga dan pengaruh teman.

Kondisi keluarga di sini merupakan kondisi keluarga disharmonis

seperti orang tua bercerai, orang tua sibuk dan jarang di rumah serta

perekonomian keluarga yang serba berlebihan maupun yang serba

kekurangan. Sedang yang termasuk pengaruh teman misalnya karena

berteman dengan seorang yang ternyata pemakai narkoba dan ingin

diterima dalam suatu kelompok.

3. Faktor lingkungan, lingkungan yang tidak baik maupun tidak

mendukung dan menampung segala sesuatu yang menyangkut

perkembangan psikologi anak dan kurangnya perhatian terhadap

anak, juga bisa mengarahkan seorang anak untuk menjadi user atau

pemakai narkotika.

4. Faktor narkotika itu sendiri, mudahnya narkotika didapat didukung

dengan fakor-faktor yang sudah disebut di atas, semakin

memperlengkap timbulnya narkotika. 1

Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika diatur dalam Pasal 111

sampai Pasal 148 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika yang merupakan ketentuan khusus (asas lex specialis derogat

lex generalis) dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Oleh

karena itu terhadap kejadian yang menyangkut tindak pidana narkotika

harus diterapkan ketentuan-ketentuan tindak pidana dalam Undang-

1 AR. Sujono dan Bony Daniel, Komentar dan Pembahasan Undang- Undang Nomor 35

Tahun 2009 tentang Narkotika, Sinar Grafika, Jakarta 2011, hlm. 7.

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

21

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, kecuali hal-hal yang

belum diatur di dalamnya.

Ketentuan dalam Undang - Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang

narkotika merupakan delik kejahatan dikarenakan narkotika itu hanya

digunakan untuk pengobatan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi, maka apabila ada perbuatan di luar kepentingan-kepentingan

tersebut dan mengingat besarnya akibat yang ditimbulkan dari pemakaian

narkotika secara tidak sah sangat membahayakan bagi jiwa manusia.

Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

diatur mengenai Penyalahgunaan Narkotika yaitu dalam Pasal 127 yang

berisi :

(1) Setiap penyalahguna:

a. Narkotika Golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan pidana

penjara paling lama 4 (empat) tahun;

b. Narkotika Golongan II bagi diri sendiri dipidana dengan pidana

penjara paling lama 2 (dua) tahun;dan

c. Narkotiaka Golongan III bagi diri sendiri dipidana dengan pidana

penjara paling lama 1 (satu) tahun.

(2) Dalam memutus perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Hakim

wajib memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

54, Pasal 55, dan Pasal 103.

(3) Dalam hal Penyalahgunaaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dapat dibuktikan atau terbukti sebagai korban penyalahgunaan

Narkotika, Penyalah Guna tersebut wajib menjalani rehabilitasi medis

dan rehabilitasi sosial.

C. Unsur-Unsur dapat Dipidananya Seseorang

1. Unsur-Unsur Perbuatan

Unsur-unsur tindak pidana dalam tataran Undang-Undang yakni

dalam KUHP pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua macam yaitu,

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

22

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

unsur-unsur subjektif dan unsur-unsur objektif. Unsur-unsur subjektif

adalah unsur-unsur yang melekat pada diri si pelaku, dan termasuk ke

dalamnya, yaitu segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya.

Sedangkan yang dimaksud dengan unsur-unsur objektif adalah unsur-

unsur yang ada hubungannya dengan keadaan-keadaan mana tindakan-

tindakan dari si pelaku itu harus dilakukan.

Unsur-unsur subjektif dari suatu tindak pidana itu adalah:

a. Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus atau culpa);

b. Maksud atau voornomen pada suatu percobaan atau poeging seperti

yang dimaksud di dalam Pasal 53 Ayat (1) KUHP;

c. Macam-macam maksud atau oogmerk seperti yang terdapat misalnya

di dalam kejahatan-kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan,

pemalsuan dan lain-lain;

d. Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachte raad seperti yang

misalnya yang terdapat di dalam kejahatan pembunuhan menurut

Pasal 340 KUHP;

e. Perasan takut atau vress seperti yang antara lain terdapat di dalam

rumusan tindak pidana menurut Pasal 308 KUHP.

Unsur-unsur objektif dari suatu tindak pidana itu adalah:

a. Sifat melanggar hukum atau wederrechtetlijkheid;

b. Kualitas dari si pelaku, misalnya “keadaan sebagai seseorang

pegawai negeri” di dalam kejahatan jabatan menurut Pasal 415

KUHP atau “keadaaan sebagai pengurus atau komisaris dari suatu

perseroan terbatas” di dalam kejahatan menurut Pasal 398 KUHP;

c. Kausalitas, yakni hubungan antara sesuatu tindakan sebagai

penyebab dengan sesuatu kenyataan sebagai akibat.1

Syarat dapat dipidananya seseorang adalah apabila telah memenuhi

dua unsur, yaitu unsur perbuatan dan pembuat (orang). Berikut adalah

skema dapat dipidananya seseorang:2

Syarat pemidanaan pidana

perbuatan orang

1 P.A.F Lamintang, 1997, Op. Cit., hlm. 193-194.

2 Sudarto, 1990, Op. Cit., hlm.50.

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

23

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

1. memenuhi rumusan undang-undang 3. kesalahan:

2. bersifat melawan hukum a. Mampu bertanggung jawab

(tidak ada alasan pembenar) b. Dolus atau culpa

(tidak ada alasan pemaaf)

2. Unsur Pembuat/Anak

Terkait dengan unsur pembuat sebagai salah satu unsur dapat

dipidananya seseorang yang dalam penelitian ini adalah anak, maka

berikut adalah definisi anak. Terdapat banyak sekali definisi yang

menjabarkan atau memberikan batasan mengenai anak. Masing-masing

definisi ini memberikan batasan yang hampir sama, tetapi disesuaikan

dengan sudut pandangnya masing-masing. Pasal 1 Konvensi Hak Anak

yang telah diratifikasi Indonesia pada tahun 1990, mendefinisikan bahwa:

Anak adalah Setiap manusia yang berusia di bawah 18 tahun

kecuali berdasarkan undang-undang yang berlaku bagi anak

ditentukan bahwa usia dewasa dicapai lebih awal.

Sama dengan definisi di atas, dalam Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dalam Pasal 1 butir (1)

menyatakan bahwa:

Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas)

tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

24

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

BAB I Ketentuan Umum Pasal 1 butir (1) Undang-Undang

Nomor 3 Thun 1997 tentang Pengadilan Anak memberi pengertian anak

dengan lebih sempit, yaitu:

Anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai

umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai 18 (delapan belas)

tahun dan belum pernah kawin.

Dalam Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the

Child), ada 4 (empat) prinsip dasar yang kemudian dirumuskan utuh

dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002. Prinsip-prinsip

umum (general principles) Konvensi Hak Anak yang diserap sebagai

prinsip-prinsip dasar dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002

tersebut, yakni: a. Non diskriminasi; b. Kepentingan terbaik bagi anak; c.

Hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan; d.

Penghargaan terhadap pendapat anak.

Empat kategori hak anak dalam konvensi Hak-Hak Anak, yaitu:

a. Hak terhadap kelangsungan hidup (survival right) yaitu hak-hak

dalam konvensi hak-hak dalam konvensi hak anak yang meliputi

hak-hak untuk melestarikan dan mempertahankan hidup (the right of

live) dan hak untuk memperoleh standar kesehatan tertinggi dan

perawatan yang sebaik-baiknya (the right to the highest standart of

healt and medical care attainable);

b. Hak terhadap perlindungan (protection right) yaitu hak-hak dalam

konvensi hak anak yang meliputi hak perlindungan dari diskriminasi,

tindak kekerasan dan keterlantaran bagi anak yang tidak mempunyai

keluarga bagi anak-anak pengungsi;

c. Hak untuk tumbuh kembang (development right) yaitu hak-hak anak

dalam konvensi hak-hak anak yang meliputi segala bentuk

pendidikan (formal dan non formal) dan hak untuk mencapai standar

hidup yang layak bagi perkembangan fisik, mental, spiritual, moral,

dan sosial anak;

Page 25: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

25

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

d. Hak untuk berpartisipasi (partisipation right) yitu hak-hak anak yang

meliputi hak untuk menyatakan pendapat dalam segala hal yang

mempengaruhi anak (the right of a child to express her/his views

freely in all matters affectingthe child)1.

Tujuan perlinduangan anak adalah untuk menjamin terpenuhinya

hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi

secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta

mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi

terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia dan

sejahtera2.

Anak dan kenakalan memang tidak dapat dipisahkan, karena sifat

nakal selalu dimiliki anak berkaitan dengan proses tumbuh kembang

anak yaitu proses meniru dan ingin tahu. Namun kenakalan harus

diwaspadai karena logika berpikir anak belum terbentuk dengan baik,

berbagai faktor dapat mempermudah anak meniru dan melakukan

kenakalan yang berbahaya.

Kenakalan anak berasal dari bahasa asing yaitu Juvenile Deliquency

(JD). Secara etimologi JD terdiri dari kata Juvenile dan Deliquency.

Juvenile sinonim dari young person (orang yang muda), youngster

(masa muda), youth (kaum muda), child (anak-anak) maupun

adolescent (remaja). Deliquency adalah tindakan atau perbuatan itu

yang dilakukan oleh orang dewasa merupakan suatu jawaban.3

Pada Pasal 1 butir (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak memberi pengertian tentang

anak nakal.

Anak nakal adalah:

1 Mohammah Joni dan Zulchaina Z. Tanamas, Aspek Hukum Perlindungan Anak dalam

Perspektif Konvensi Hak Anak, PT Citra Aditya Bakti, Bandung ,1999, hlm.35. 2 Isi dari pasal 3 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

3 Mohammah Joni dan Zulchaina Z. Tanamas,1999, Op. Cit., hlm. 29.

Page 26: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

26

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

a. Anak yang melakukan tindak pidana; atau

b. Anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang

bagi anak menurut peraturan perundang-undangan maupun

peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam

masyarakat yang bersangkutan.

Pengertian lain dari anak nakal, yaitu setiap perbuatan atau tingkah

laku seseorang anak di bawah umur 18 tahun dan belum kawin yang

merupakan pelanggaran terhadap norma-norma hukum yang berlaku

serta dapat membahayakan perkembangan pribadi si anak

bersangkutan.1

Terhadap anak yang melakukan kejahatan sehingga disebut anak

nakal, perlu segera dilakukan berbagai tindakan sampai pada pengajuan

anak dalam proses pengadilan anak. Namun demikian, kita tidak dapat

mengharapkan sepenuhnya pada proses pengadilan anak, masih

terdapat kekurangan-kekurangan dan kelemahan-kelemahan.2

Uraian mengenai pengertian Anak dapat disebutkan beberapa unsur

sebagai persyaratan yang harus ada bagi seorang Anak yang

perbuatannya dapat digolongkan sebagai kenakalan Anak, yaitu:3

a. Subjek yang melakukan adalah pria dan/atau wanita di bawah usia

tertentu;

b. Melakukan pelanggaran hukum yang berlaku di negaranya;

c. Tidak dapat diperbaiki sifatnya;

d. Secara sadar bekerja sama untuk melakukan pelanggaran atau

kejahatan dengan orang lain terutama bersifat amoral;

e. Tanpa sebab yang patut diketahui dan tanpa ijin orang tua atau

walinya pergi dari rumahnya dan menetap;

f. Tanpa pengetahuan orang tuanya atau walinya sering mengunjungi

tempat-tempat yang reputasinya buruk;

g. Berulang-ulang pergi ke tempat yang tertentu atau yang diragukan

haknya;

h. Sering mengeluarkan perkataan yang tidak patut diucapkan;

i. Dipersalahkan melakukan tindakan yang melanggar norma-norma

yang berlaku.

3. Pidana

1Romli Atmasasmita, dalam Setya Wahyudi, Implementasi Ide Diversi dalam

Pembaruan Sistem Peradilan Anak di Indonesia, Genta Publishing, Yogyakarta, 2011, hlm.30. 2 Ibid. hlm. 21.

3 Romli Atmasasmita, Problema Kenakalan Anak/Remaja (Yuridis Sosio Kriminologis),

Amrico, Bandung, 1984. hlm.19.

Page 27: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

27

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

Hukum pidana merupakan bagian dari hukum publik. Moeljatno

mengatakan, istilah hukuman yang berasal dari “straf” dan istilah

“dihukum” yang berasal dari “wordt gestraf” merupakan istilah yang

konvensional. Beliau tidak setuju dengan istilah-istilah itu dan

menggunakan istilah yang inkonvensional, yaitu pidana yang

menggantikan kata “straf” dan diancam dengan pidana untuk

menggantikan kata “wordt gestraf”. Menurut Moeljatno, kalau “straf”

diartikan “hukuman”, maka “straf” seharusnya diartikan sebagai hukum

hukuman”1

Menurut Van Hamel, arti dari pada pidana atau straf menurut hukum

positif adalah :

”Sesuatu penderitaan yang bersifat khusus, yang telah dijatuhkan oleh

kekuasaan yang berwenang menjatuhkan pidana atas nama negara sebagai

penanggung jawab dari ketertiban hukum bagi seorang pelanggar, yakni

semata-mata karena orang tersebut telah melanggar sesuatu peraturan

hukum yang ditegakkan oleh negara”.2

Simons mengatakan pidana atau straf dapat diartikan sebagai berikut :

”Sesuatu penderitaan yang oleh undang-undang pidana telah dikaitkan

dengan pelanggaran terhadap sesuatu norma, yang dengan suatu putusan

hakim telah dijatuhkan bagi seseorang yang bersalah”. 3

Sejalan dengan perkembangan hukum dewasa ini, Sudarto

mempertanyakan istilah “pidana”. Dalam hal ini Sudarto menyatakan :

“Yang jelas harus disadari ialah bahwa pengertian pidana dari abad

kesembilan belas perlu diadakan revisi apabila kita menghendaki suatu

pembaharuan dalam hukum pidana kita. Pada waktu KUHP kita dibuat,

ialah lebih dari 60 tahun yang lalu, mengenakan pidana diartikan sebagai

pemberian nestapa secara sengaja. Ilmu hukum pidana dalam

perkembangannya, lebih-lebih dengan munculnya sanksi yang berupa

tindakan sebagai akibat dari pengaruh aliran modern maka di berbagi

1 Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, dalam Mahrus

Ali, Dasar-Dasar Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, 2011, hlm. 185. 2 P.A.F. Lamintang, 1984. Hukum Penitensier Indonesia. Alumni, Bandung. hlm. 47

3 Ibid., hlm. 48.

Page 28: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

28

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

negara akhirnya pengertian pidana demikian itu harus ditinjau

kembali”. 1

Apabila seperangkat sanksi pidana yang telah ditetapkan merupakan

hasil pilihan yang kurang tepat atau sudah tidak sesuai lagi dengan

perkembangan kriminalitas, maka adalah wajar apabila penanggulangan

perkembangan kriminalitas agak “agak terganggu”. Hubungan antara

gejala masa kini, yaitu adanya peningkatan dan perkembangan kriminalitas

di satu pihak dengan keterbatasan jumlah sanksi pidana yang tersedia bagi

Hakim dan Jaksa di lain pihak, merupakan salah satu masalah di bidang

kebijakan pemidanaan (centencing polity) yang cukup sulit.2

Pilihan untuk memenjarakan pelaku penyalahgunaan narkotika

sepenuhnya diserahkan kepada kebijakan Hakim termasuk dalam

menangani perkara anak. Pasal 103 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35

Tahun 2009 bahwa:

(1) Hakim yang memeriksa perkara pecandu Narkotika dapat

memutuskan untuk memerintahkan yang bersangkutan

menjalani pengobatan atau rehabilitasi baik jika terbukti

bersalah atau menetapkan yang bersangkutan menjalani

pengobatan atau rehabilitasi jika tidak terbukti bersalah.

Berikut The Beijing Rules menetapkan prinsip-prinsip yang

seharusnya diatur sebagai pedoman bagi hakim dalam mengambil

keputusan dalam perkara anak, adalah sebagai berikut:

Rule 17.1: (a) reaksi yang diambil (termasuk sanksi pidana) selalu

harus diseimbangkan dengan keadaan-keadaan dan bobot

keseriusan tindak pidana; (b) pembatasan

kebebasan/kemerdekaan pribadi anak hanya dikenakan

setelah pertimbangan yang hati-hati dan dibatasi

seminimal mungkin; (c) perampasan kemerdekaan pribadi

jangan dikenakan kecuali anak melakukan perbuatan

serius (termasuk tindakan kekerasan terhadap orang lain)

atau terus menerus melakukan tindak pidana serius, dan

kecuali tidak ada bentuk respons/sanksi lain yang lebih

1 Sudarto, 1986. Op. cit. hlm. 80.

2 Muladi dan Barda Nawawi Arief, 2005. Op. cit. hlm. 98-99.

Page 29: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

29

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

tepat; (d) kesejahteraan anak harus menjadi faktor

pedoman dalam mempertimbangkan kasus anak.

Rule 17.4:Adanya prinsip “diversi”, yakni hakim diberikan

kewenangan untuk menghentikan atau tidak melanjutkan

proses pemeriksaan, atau dengan kata lain hakim dapat

tidak menjatuhkan sanksi apapun terhadap anak.

Rule 19.1: Penempatan seorang anak dalam lembaga Pemasyarakatan

harus selalu ditetapkan sebagai upaya terakhir (the last

resort) dan untuk jangka waktu minimal yang diperlukan

Tujuan utama dari sistem peradilan pidana ini telah ditegaskan

dalam The Beijing Rules dalam rule 5.1 bahwa:

The juvenile justice system shall emphasize the well – being of

the juvenileand shall ensure that any reaction to juvenile

offenders shall always be in proportion to the circumtances of

both the offender and the offence.

Ditegaskan kembali dalam Konvensi Hak-Hak Anak Pasal 37

huruf (b) Resolusi No. 109, maupun Peraturan Minimum Standar PBB

tentang Administrasi Peradilan Bagi Anak (The Beijing Rules), Resolusi

No. 40/33, tanggal 29 November 1985, yang telah diratifikasi oleh

Pemerintah Indonesia melalui Keputusan Presiden Nomor: 36 Tahun

1990. Dinyatakan:

Penangkapan, penahanan, dan penghukuman/pemenjaraan

harus menjadi langkah terakhir yang diambil dalam

penanganan anak yang berkonflik dengan hukum (ultimum

remedium) dan untuk jangka waktu yang paling pendek/waktu

yang sesingkat-singkatnya.

Bahkan Kepolisian Republik Indonesia telah membuat pedoman

dalam melaksanakan tugas sebagai penyidik POLRI melalui Telegram

KAPOLRI tertanggal 11 November 2006 dengan Nomor Pol :

TR/1124/XI/2006, antara lain disebutkan;

Page 30: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

30

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

Kategori tindak pidana yang dilakukan oleh anak yang diancam

dengan sanksi pidana sampai dengan 1 tahun dapat diterapkan

diversi; Kategori tindak pidana yang diancam dengan sanksi

pidana di atas 1 tahun s.d. 5 tahun dapat dipertimbangkan

untuk penerapan diversi; dan anak kurang dari 12 tahun

dilarang untuk ditahan, dan penanganan terhadap anak yang

berkonflik dengan hukum harus mengedepankan konsep

restorative justice.

Ketentuan Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang Pengadilan Anak

diatur mengenai perbedaan ancaman pidana bagi Anak dan orang

dewasa yaitu menentukan ancaman pidana paling lama ½ ( satu per

dua) dari maksimum ancaman pidana terhadap orang dewasa. Selain itu

sanksi yang dapat dijatuhkan terhadap Anak ditentukan berdasarkan

perbedaan umur, yaitu bagi Anak berumur 8 sampai 12 tahun hanya

dikenakan tindakan, sedangkan Anak yang telah berumur 12 sampai 18

tahun dapat dijatuhi tindakan atau pidana. Jika dilakukan oleh Anak di

bawah usia 8 tahun, maka oleh penyidik akan dikembalikan untuk

dibina kepada orang tua, wali atau orang tua asuhnya atau Departemen

Sosial.

Ketentuan internasional sanksi pidana bagi Anak tertuang dalam

SMRJJ/The Beijing Rules dan The Tokyo Rules, ketentuan sanksi

terhadap Anak dalam The Beijing Rules, terdapat dalam rule 18 tentang

”berbagai tindakan penempatan Anak (various disposition measures)

yaitu :

a. Care, guidance and supervision orders (perintah pengasuhan,

pembimbingan dan pengawasan);

Page 31: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

31

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

b. Probation (percobaan);

c. Community service orders (perintah pelayanan masyarakat);

d. Financial penalties, compensation and restitution (sanksi finansial,

kompensasi dan restitusi);

e. Intermediate treatment and other treatment orders (perintah untuk

pembinaan langsung atau tindakan pembinaan lain);

f. Orders to participate in group counseling and similiar activities

(perintah untuk berperan serta dalam kelompok konseling dan

tindakan serupa;)

g. Orders councerning foster care, living communities or other

educational settings (perintah pembimbingan masyarakat, hidup di

tengah masyarakat tindakan pendidikan lain);

h. Other relevant orders (perintah relevan yang lain);

4. Tujuan Pemidanaan

Sebelum membahas mengenai tujuan pemidanaan, berikut pengertian

tentang pemidanaan. Menurut Sudarto, perkataan ”pemidanan” adalah

sinomin dengan perkataan penghukuman. Lebih lanjut Sudarto,

mengatakan :

”Penghukuman berasal dari kata dasar ”hukum”, sehingga dapat diartikan

sebagai penetapan hukum atau memutus beratkan tentang hukumnya.

Menetapkan/memutuskan hukumnya untuk suatu peristiwa tidak

hanya menyangkut bidang khusus hukum pidana saja, akan tetapi juga

bidang hukum lainnya (hukum perdata, hukum administrasi dsb.).

Page 32: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

32

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

sehingga menetapkan hukum dalam hukum pidana, maka istilah tersebut

harus disempitkan artinya. Pengertian penghukuman dalam perkara

pidana kerapkali sinonim dengan ”pemidanaan” atau ”pemberian/

penjatuhan pidana” oleh Hakim. Penghukuman dalam hal ini juga

mempunyai makna yang sama dengan “sentence” atau “veroordeling”,

misalnya dalam pengertian “sentence conditionaly” atau “voorwaardelijk

veroordeeid” yang sama artinya dengan “dihukum bersyarat” atau

“dipidana bersyarat”.

Di Indonesia sendiri hukum pidana positif belum pernah merumuskan

tujuan pemidanaan. Selama ini wacana tentang tujuan pemidanaan tersebut

masih dalam tataran yang bersifat teoritis. Namun sebagai bahan kajian, konsep

KUHP telah menetapkan tujuan pemidanaan pada Pasal 54, yaitu:1

1. Pemidanaan bertujuan:

a. Mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan

norma hukum demi pengayoman masyarakat;

b. Mensyaratkan terpidana dengan mengadakan pembinaan

sehingga menjadi orang yang baik dan berguna;

c. Menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana,

memulihkan keseimbangan dan mendatangkan rasa damai

dalam masyarakat; dan

d. Membebaskan rasa bersalah pada terpidana

2. Pemidanaan tidak dimaksudkan untuk menderitakan dan

merendahkan martabat manusia.

W.v.S yang asli dari negeri Belanda mempunyai memori penjelasan

yang disebut Memorie van Toilichting (M.v.T) Dari M.v.T inilah dapat

diketahui pernyataan yang berkaitan dengan tujuan pemidanaan yang

menyatakan sebagai berikut, “Dalam menentukkan tinggi rendahnya

pidana, Hakim untuk tiap kejahatan harus memperhatikan keadaan

obyektif dan subyektif dari tindak pidana yang dilakukan, harus

memperhatiakn perbuatan dan pembuatnya, hak-hak apa saja yang

ditinggal, dan kerugian apa yang ditimbulkannya”.2

1 Konsep KUHP Edisi 2005, dalam Mahrus Ali, Dasar-Dasar Hukum Pidana, Sinar

Grafika, Jakarta, 2011, hlm. 192. 2 Ninik Widiyanti dan Panji Anoraga, Perkembangan Kejahatan dan Masalahnya, PT

Pradnya Paramita, Jakarta, 1987, hlm. 57.

Page 33: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

33

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

Secara tradisional teori-teori pemidanaan pada umumnya dapat dibagi

dalam dua kelompok teori, yaitu:1

1. Teori absolut atau teori pembalasan (retribituve/vergeldings theorieen)

2. Teori relatif atau teori tujuan (utilitarian/doeltheorieen)

Teori-teori tentang tujuan pemidanaan:

1. Teori Retributif

Pemidanaan atas perbuatan yang salah bersifat adil karena akan

memperbaiki keseimbangan moral yang dirusak oleh kejahatan.

Ketidakseimbangan akan terjadi bilamana seorang penjahat gagal

untuk menerima penderitaan atas kejahatannya.

2. Teori Teleologis (Teleological Theory)

Pidana sebagai sesuatu yang dapat dipergunakan untuk mencapai

kemanfaatan baik yang berkaiatan dengan orang yang bersalah.

Kemanfaatan suatu perbuatan diukur dari keberhasilannya di dalam

menciptakan kebahagiaan atau mengurangi penderitaan setiap orang.

3. Retributivisme Teleologis (Teleolgical Retributivist)

Tujuan pemidanaan bersifat plural karena menghubungkan prinsip-

prinsip teleologis dan prinsip-prinsip retributif dalam satu kesatuan,

sehingga seringkali pandangan ini disebut sebagai aliran integratif.

Misalnya pencegahan dan rehabilitasi yang kesemuanya dilihat sebagai

sasaran-sasaran yang harus dicapai oleh suatu rencana pemidanaan.2

Menurut Sudarto, tujuan pemidanaan pada hakikatnya merupakan

tujuan umum negara. Sehubungan dengan hal tersebut, maka politik

hukum adalah berarti usaha untuk mewujudkan peraturan perundang-

undangan pidana yang sesuai dengan keadaan dan situasi pada suatu dan

untuk sama-sama yang akan datang. Lebih lanjut Sudarto mengemukakan

bahwa tujuan pemidanaan adalah :

a. Untuk menakut-nakuti orang agar jangan sampai melakukan kejahatan

orang banyak (general preventie) maupun menakut-nakuti orang

1 Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-Teori dan Kebijakan Hukum Pidana, Alumni,

Bandung 1984, hlm. 10. 2 Muladi, Lembaga Pidana Bersyarat, Alumni, Bandung, 1985, hlm. 49-52.

Page 34: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

34

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

tertentu yang sudah melakukan kejahatan agar di kemudian hari tidak

melakukan kejahatan lagi (special preventie);

b. Untuk mendidik atau memperbaiki orang-orang yang sudah

menandakan suka melakukan kejahatan agar menjadi orang yang baik

tabiatnya, sehingga bermanfaat bagi masyarakat;

c. Untuk mencegah dilakukannya tindak pidana demi pengayoman

negara, masyarakat, dan penduduk, yakni :

1) Untuk membimbing agar terpidana insaf dan menjadi anggota

masyarakat yang berbudi baik dan berguna

2) Untuk menghilangkan noda-noda yang diakibatkan oleh tindak

pidana. 1

Pada dasarnya terdapat tiga pokok pikiran tentang tujuan yang ingin

dicapai dengan suatu pemidanaan, yaitu: a.) untuk memperbaiki pribadi dari

penjahatnya itu sendiri. b.) untuk membuat orang menjadi jera untuk

melakukan kejahatan. c.) untuk membuat penjahat-penjahat tertentu menjadi

tidak mampu melakukan kejahatan-kejahatan yang lain, yakni penjahat-

penjahat yang dengan cara yang lain sudah tidak dapat diperbaiki lagi.2

Ada beberapa hal yang dapat ditentukan hakim dalam putusannya, artinya

ada beberapa tujuan yang harus diperhatikan dalam menjatuhkan

pidananya.3

a. Pertama, yaitu apa yang disebut orang dengan koreksi adalah

terhadap orang yang melanggar terhadap suatu norma pidana yang

dijatuhkan berlaku sebagai suatu peringatan, bahwa hal itu tidak

boleh terulang lagi.4 Pidana yang bersifat koreksi diarahkan pada

manusia yang pada dasarnya mempunyai rasa tanggungjawab, dan

dalam kejadian tertentu itu melakukan kesalahan. Hal ini tidak dapat

menjadi reaksi terhadap pelanggaran-pelanggaran atau kejahatan-

kejahatan yang kurang berat, terutama kejahatan yang dilakukan

karena kelalaian terpidana. Kemudian tujuan lain yang pemidanaan

yang disebutkan Ruslan saleh adalah :

b. Kedua, yaitu resosialisasi yang berarti usaha dengan tujuan bahwa

terpidana akan kembali ke dalam masyarakat dengan daya tahan,

dalam arti bahwa ia dapat hidup dalam masyarakat dan tidak

1 Sudarto, 1986. Op. cit. hlm. 83

2 P.A.F. Lamintang, 1984, Op.Cit., hlm. 23.

3 Roeslan Saleh, Stetsel Pidana Indonesia, Aksara Baru, Jakarta, 1987, hlm.5.

4 Ibid, hlm. 6.

Page 35: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

35

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

melakukan tindak kejahatan lagi. Jadi pidana yang bersifat

resosialisasi adalah untuk mereka yang masih bersama-sama dengan

orang lain hidup rukun dan damai dalam masyarakat.1

c. Ketiga adalah pengayoman kehidupan masyarakat. Tujuan ini dapat

terjadi apabila manusia yang telah melakukan kejahatan berat dan

dikhawatirkan akan ditakuti, di waktu yang akan masih besar sekali

kemungkinan ia akan melakukan delik-delik berat, walaupun

terhadapnya telah diadakan usaha-usaha resosialisasi. Mengenai hal

ini, bahwa masyarakat memang mempunyai hak, bahkan mempunyai

kewajiban melindungi dirinya terhadap berbagai kemungkinan yang

besar resikonya. Hal ini berarti bahwa dengan keadaan senyatanya

adalah bagaimana membuat terpidana untuk tidak melakukan delik-

delik berat yang baru.2

Penjatuhan pidana dan pemidanaan dapat dikatakan cermin peradilan

pidana kita. Apabila proses peradilan yang misalnya berakhir dengan

penjatuhan pidana itu berjalan sesuai asas peradilan, niscaya peradilan kita

dinilai baik. Apaila sebaliknya, tentu saja ada kemerosotan kewibawaan

hukum.3

Berkaitan dengan pidana dan pemidanaan tentu tak lepas dengan

pidana yang ditentukan secara limitatif di Indonesia. Pasal 10 Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana,

Pidana terdiri atas:

a. Pidana pokok:

1. Pidana mati;

2. Pidana penjara;

3. Pidana kurungan;

4. Pidana denda;

5. Pidana tutupan;

b. Pidana tambahan:

1. Pencabutan hak-hak tertentu;

2. Perampasan barang-barang tertentu;

3. Pengumuman putusan hakim.

Khususnya untuk Anak Nakal yang melakukan tindak pidana, Pasal 23

ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan

Anak juga memberi batasan pidana berupa pidana pokok dan pidana tambahan,

yaitu:

(2) Pidana pokok yang dapat dijatuhkan pada anak ialah;

1 Ibid, hlm.7.

2 Ibid, hlm.8.

3 Bambang Waluyo, Pidana dan Pemidanaan, Sinar Grafika, Jakarta, 2000, hlm. 34.

Page 36: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

36

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

a. Pidana penjara;

b. Pidana kurungan;

c. Pidana denda; atau

d. Pidana pengawasan.

(3) Selain pidana pokok sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) terhadap

Anak Nakal dapat juga dijatuhi pidana tambahan, berupa perampasan

barang-barang tertentu dan atau pembayaran ganti rugi.

Menganai pidana penjara yang menjadi poin pentingnya, seseorang yang

dijatuhi pidana penjara akan ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan tentu tak

lepas dengan sistem yang dianut lembaga tersebut yaitu pemasyarakatan yang

berlaku saat ini di Indonesia. Pasal 1 angka (2) Undang- Undang Nomor 12

Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan memberikan pengertiannya sebagai

berikut:

Sistem Pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas

serta cara pembinaan warga binaan pemasyarakatan berdasarkan

pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang dibina,

dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas waraga binaan

pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak

mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh

lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan

dapat hidup secara wajar sebagai warga negara yang baik dan

bertanggung jawab.

Suatu lembaga kepenjaraan yang diarahkan kembali dalam masyarakat

tidak mudah diciptakan karena ketentuan undang-undangnya sendiri yang

hampir tidak mungkinkan memeperpendek waktu pidana, dan harus

menjalani pidana tersebut pada umumnya secara penuh, di samping peralatan

yang tidak murah untuk mengadakan lembaga pemasyarakatan dengan ide

tersebut.1

Sifat pidana sebagai “Ultimatum Remidium” (obat yang terakhir)

menghendaki, apabila perlu sekali hendaknya jangan menggunakan pidana

sebagai sarana. Maka peraturan yang mengancam pidana terhadap suatu

perbuatan hendaknya dicabut, apabila tidak ada manfaatnya. Proses

(pencabutan) ini merupakan persoalan kriminalisasi (de-criminalisering).2

1 Roeslan Saleh, Segi Lain Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1984, hlm. 30.

2 Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, Alumni, Bandung, 1986, hlm. 24.

Page 37: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

37

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif.

Penelitian yuridis normatif, yakni penelitian yang difokuskan untuk mengkaji

penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif.1

Penelitian ini menggunakan tipe penelitian yuridis normatif karena

bertujuan mengkaji penerapan pasal dalam undang-undang, yakni data

sekunder (dalam hal ini adalah Putusan Perkara Nomor:

56/Pid.Sus/201/PN.Pwt.) khususnya berkenaan dengan perkara tindak pidana

penyalahgunaan narkotika yang terdakwanya anak dan putusannya berupa

penjatuhan pidana penjara. Data yang telah diperoleh tersebut kemudian

dianalisa dengan peraturan perundang-undangan serta literatur-literatur yang

berkaitan dengan masalah yang akan diteliti (perspektif).2

1 Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayu Media

Publishing, Malang, 2006, hlm. 295. 2 Tedi Sudrajat, “Aplikasi Metode Penelitian Normatif dalam Penulisan Hukum”,

Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, 2012, hlm. 6.

Page 38: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

38

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

B. Metode Pendekatan

Sehubungan dengan tipe penelitian normatif yang akan peneliti

gunakan, maka ada beberapa pendekatan yang digunakan yaitu

pendekatan perundang-undangan atau Statue Approach dan pendekatan

Analitis atau Analitycal Approach.1

Metode pendekatan pertama yang digunakan dalam penelitian ini

adalah pendekatan perundang-undangan. Pendekatan ini digunakan

karena yang akan diteliti adalah berbagai aturan hukum yang menjadi

fokus sekaligus tema sentral suatu penelitian. Selain itu peneliti juga akan

menggunakan pendekatan analitis (Analitycal Approach) untuk

mendukung pendekatan yang pertama. Pada pendekatan analitis akan

diketahui makna yang dikandung oleh istilah-istilah yang digunakan

dalam aturan perundang-undangan serta konsepsional, sekaligus

mengetahui penerapannya dalam praktik dan putusan-putusan hukum.

C. Spesifikasi Penelitian

Penelitian ini menggunakan spesifikasi penelitian terhadap asas-asas

hukum dan penelitian terhadap sinkronisasi hukum. Penelitian terhadap

asas-asas hukum dilakukan terhadap bahan hukum primer dan sekunder

yang digunakan peneliti untuk menghimpun asas-asas hukum yang

merupakan unsur ideal dari hukum khusunya mengenai Penjatuhan

Pidana Penjara bagi Anak Pelaku Penyalahgunaan Narkotika.

1 Op.Cit, hlm. 310.

Page 39: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

39

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

1. Penelitian Asas-Asas Hukum

Penelitian asas-asas hukum dalam penelitian ini dilakukan

terhadap asas-asas hukum bahan hukum primer dan asas-asas

hukum bahan hukum sekunder. Penelitian asas-asas hukum

terhadap asas-asas hukum bahan hukum primer meliputi asas-asas

hukum yang terdapat pada Putusan Perkara Nomor:

56/Pid.Sus/2011/PN.Pwt., Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

(KUHP), Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP),

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tantang Pengadilan Anak,

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Perlindungan

Anak, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika,

dan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan

Kehakiman. Penelitian asas-asas hukum terhadap asas-asas hukum

bahan hukum sekunder meliputi asas-asas hukum yang terdapat

pada buku-buku teks dan literatur-literatur lainnya sebagai bahan

hukum sekunder.

2. Sedangkan pada penelitan taraf sinkronisasi hukum, peneliti akan

menginventarisasi perundang-undangan yang berkaitan dengan

Pidana Penjara bagi Anak dalam Penyalahgunaan Narkotika

dengan menyusunnya sesuai hirarki perundang-undangan, disusun

secara kronologis dan menelaah fungsi perundang-undangan

berdasarkan tinkatannya.

Page 40: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

40

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

D. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ditetapkan dengan tujuan agar ruang lingkup

permasalahan yang akan diteliti lebih sempit dan terfokus, sehingga

penelitian yang dilakukan lebih terarah. Penelitian hukum ini mengambil

lokasi di Pengadilan Negeri Purwokerto didukung studi kepustakaan di

Pusat Informasi Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Jeneral Soedirman

dan Unit Pelayanan Terpadu Universitas Jenderal Soedirrman.

E. Sumber Data

Jenis data yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian hukum ini

adalah data sekunder. Data sekunder ini diperoleh dari bahan-bahan

kepustakaan dari studi dokumen yang berhubungan dengan

permasalahan yang diteliti. Sumber data sekunder dalam penulisan

hukum (skripsi) ini diperoleh dari:

1) Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer adalah semua peraturan hukum yang dibentuk

dan/atau dibuat secara resmi oleh suatu lembaga negara, dan/atau

badan-badan pemerintahan, keputusan-keputusan yang dihasilkan oleh

komisi-komisi internasional, dan seluruh amar putusan badan

yudisial.1

Penelitian ini menggunakan bahan hukum primer berupa:

a. Norma atau kaedah dasar, yakni yang tertuang dalam

Pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun

1945,

1 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Perdana Media Group, Surabaya,

2007, hlm 141.

Page 41: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

41

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

b. Peratuan dasar yang terdapat dalam batang tubuh Undang-

Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945,

c. Peratuaran Perundang-undangan berupa Undang-Undang dan

peraturan setaraf yaitu Undang – Undang Nomor 3 Tahun 1997

tentang Pengadilan Anak, Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2002, dan Undang – Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika, serta Peraturan Pemerintah dan peraturan setaraf,

Peraturan Presiden dan Peraturan Daerah bila diperlukan.

d. Bahan Hukum yang tidak dikodifikasi yakni hukum yang hidup

dalam masyarakat yang menjadi pertimbangan atas putusan

Hakim.

2) Bahan hukum sekunder

Bahan hukum sekunder yang digunakan meliputi bahan-bahan

yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer, seperti

rancangan KUHP dan artikel hukum hasil penelitian hukum yang

dilakukan sebelumnya.

3) Bahan hukum tersier

Bahan hukum tersier merupakan bahan yang memberikan petunjuk

maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum

sekunder. Dalam penelitian ini bahan hukum tersier yang digunakan

adalah kamus hukum.

Page 42: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

42

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

F. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Pada penelitian normatif, pengumpulan data dilakukan dengan

metode kepustakaan dan metode dokumenter. Penelitian kepustakaan

meliputi pengkajian terhadap bahan-bahan pustaka atau materi yang

berkaitan langsung dan tidak langsung dengan permasalahan Penjatuhan

Pidana Penjara pada Anak Pelaku Penyalahgunaan Narkotika (yaitu;

literatur, hasil penelitian hukum, artikel ilmiah, dan jurnal ilmiah).

Sedangkan pada metode dokumenter, peneliti menelaah dokumen-

dokumen pemerintah dan nonpemerintah (yaitu: Putusan Pengadilan

Negeri Purwokerto: 56/Pid.Sus/2011/PN.Pwt., Mass Media, Internet,

Aturan suatu Instansi).

G. Teknik Pengolahan Bahan Hukum

Bahan-bahan hukum yang telah dikumpulkan diolah menggunakan

sistem kartu, yaitu membahas bahan hukum yang berhubungan dengan

Penjatuhan Pidana Penjara pada Anak Pelaku Penyalahgunaan Narkotika.

Kemudian dipaparkan, disistemasi, lalu dianalisa untuk

mengintepretasikan hukum yang berlaku.

H. Teknik Penyajian Bahan Hukum

Dalam menyajikan bahan hukum peneliti memilah-milah bahan

hukum dalam bagaian-bagaian tertentu yang mendeskripsikan seluruh

bahan hukum yang telah dikumpulkan. Data yang disajikan berbentuk

Page 43: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

43

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

teks naratif yang disusun secara logis dan sistematis. Dalam

penyusunannya disajikan secara singkat dan jelas, sehingga penyusunan

data dapat mudah dipelajari.

I. Teknik Analisa Bahan Hukum

Dalam penelitian hukum normatif, teknik analisa data dilakukan

dengan menggunakan teknik analisa normatif kualitatif1 yaitu data yang

diperoleh dari penelitian akan dianalisa dengan mengintepretasikan dan

membahasnya berdasarkan pada pengertian hukum, norma hukum, teori-

teori hukum serta doktrin yang berkaitan dengan pokok permasalahan.

Kualitas dari analisa data penelitian sangat tergantung dari kualitas

intepretasi yang digunakannya. Dalam penelitian yang akan dilaksanakan

ini model intepretasi hukumnya adalah intepretasi Gramatikal2 atau

intepretasi menurut bahasa yang merupakan upaya untuk memahami

suatu teks perundang-undangan berdasarkan bahasa dan susunan kata

yang digunakan. Logika deduktif digunakan untuk menarik kesimpulan

dari berbagai asas hukum dan norma hukum yang siftnya umum menjadi

khusus (Putusan Perkara Nomor: 56/Pid.Sus/2011/PN. Pwt.) yang

sifatnya khusus lebih konkret dan disinilah proses deduksinya.

1 Nayla Alawiya, “Sistematika Proposal Penelitian”, Fakultas Hukum Unsoed:

Purwokerto, hlm.5. 2 Nayla Alawiya, “Metode dan Penulisan Hukum (bagian pertama)”, Fakultas Hukum

Unsoed: Purwokerto, hlm.6

Page 44: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

44

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Putusan Pengadilan Negeri Purwokerto pada perkara Nomor

56/Pid.Sus/2011/PN.Pwt, tentang Penjatuhan Pidana Penjara bagi Anak

Pelaku Penyalahgunaan Narkotika sebagaimana didakwaan terhadap terdakwa

melanggar Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009

tentang Narkotika, pada pokoknya dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Identitas

Terdakwa Saiful Ngibad Bin Kusworo, tempat lahir Banyumas,

umur 17 tahun tanggal lahir 2 September 1993, jenis kelamin laki-laki,

kebangsaan Indonesia, alamat/tempat tinggal Jalan Raya Kampus Nomor

50 Kelurahan Grendeng Kecamatan Purwokerto Utara, Kabupaten

Banyumas Agama Islam,tidak bekerja, pendidikan SMA.

2. Duduk perkara

Terdakwa Saiful Ngibad Bin Kusworo pada hari Kamis tanggal 1

September 2011 sekitar pukul 21.00 WIB atau setidak-tidaknya pada

waktu lain dalam bulan September tahun 2011, bertempat di jalan H.

Madrani Kelurahan Grendeng Kecamatan Purwokerto Utara Kabupaten

Banyumas atau setidak-tidaknya di tempat lain yang masih termasuk

Page 45: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

45

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Purwokerto menyalahgunakan

Narkotika Golongan I bagi diri sendiri dengan cara sebagai berikut:

Pada awal bulan Agustus 2011 terdakwa datang ke rumah Ari (status

DPO) di jalan H. Madrani Kel. Grendeng Kec. Purwokerto Utara Kab.

Banyumas, dan setelah berada di rumah Ari, terdakwa ditawari dan

diajak oleh Ari untuk memakai atau menghisap ganja, dan atas ajakan

tersebut terdakwa mau menghisap ganja, lalau Ari memeberikan 1

(satu) linting ganaja, kemudian terdakwa menghisap 1 (satu) linting

ganja , terdakwa merasa pusing dan nikmat yang akhirnya timbul

keinginan kembali untuk menghisap atau memakai ganja,

Selanjutnya pada tanggal 21 Agustus 2011 terdakwa memesan 1 (satu)

paket ganaja kepada Ar (status DPO) segarha Rp. 100.000,- (seratus

ribu rupiah), kemudian terdakwa diSMS Ari bahwa barang ganja sudah

ada,

Kemudian pada hari Senin tanggal 22 Agustus 2011 terdakwa datang ke

rumah Ari (status DPO) di jalan H.Madrani Kel Grendeng Kec.

Purwokerto Utara Kab. Banyumas untuk mengambil 1 (satu) paket

ganja, dan setelah terdakwa mendapatkannya, terdakwa lalu

membaginya menjadi 8 (delapan) linting ganja, kemudian terdakwa dan

Ari (status DPO) memekai ganja tersebut dengan cara 1 (satu) linting

ganaj dibakat lalu dihisap seperti merokok sedangkan pengaruhnya

adalah kepala menjadi pusing,

Page 46: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

46

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

Pada hari Selasa tanggal 30 Agustus 2011, Niko datang ke rumah

terdakwa di jalan Raya Kampus Nomor 50 Kelurahan Grendeng RT 6/7

Kec. Purwokerto Utara Kab. Banyumas untuk memesan ganja seharga

Rp. 50.000,- (lima puluh ribu rupiah) untuk dipakai bersama terdakwa,

kemudian terdakwa datang ke rumah Ari (status DPO) untuk memesan

ganja seharga Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah),

Keesokkan harinya pada tanggal 31 Agustus 2011 sekitar pukul 19.00

WIB, terdakwa menerima SMS dari Ari yang berbunyi “Barang Ganja

sudah ada disimpan di kamar kosong”,

Kemudian pada hari Kamis tanggal 1 September 2011 sekitar pukul

14.00 WIB terdakwa datang ke rumah Ari di jalan H.Madrani Kel.

Grendeng Kec. Purwokerto Utara Kab. Banyumas untuk mengecek

ganja yang berada di kamar kososng tersebut, dan setelah berada di

rumah Ari, terdakwa lalu membuka kamar kososn tersebut dan

terdakwa melihat ternyata benar ada 1 (satu) bungkus kertas inyak

warna coklat diduga berisi ganja yang disembunyikan di dalam lemari,

Selanjutnya sekitar pukul 21.00 WIB terdakwa ditangkap oleh pihak

yang berwajib untuk diproses sesuai dengan hukum yang berlaku,

3. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum

Berdasarkan fakta-fakta perbuatan terdakwa sebagaimana diuraikan

dalam duduk perkara di atas, Penuntut Umum mengajukan terdakwa ke

depan sidang Pengadilan dengan dakwaan alternatif yaitu :

Page 47: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

47

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

Kesatu melanggar Pasal 111 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun

2009 tentang Narkotika.

ATAU

Kedua melanggar Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 35

Tahun 2009 tentang Narkotika.

4. Alat bukti yang diajukan di persidangan

a. Keterangan saksi

1) Saksi : Pramuaji, S.H

Saksi tersebut pada pokoknya menerangkan sebagai berikut :

Pada hari Kamis 1 September 2011 sekitar pukul 21.00 WIB

saksi dan saksi Aris Budi Setiyono bersama tim yang sedang

melakukan tugas di depan pintu taman Andhang Pangrenan

Kelurahan Karangklesem Kecamatan Purwokerto Selatan

Kabupaten Banyumas melihat seseorang yang mencurigakan di

depan pintu taman Andhang Pangrena Purwokerto, kemudian

saksi dan saksi Aris Budi Setiyono mendekati lalu menanyakan

identitasnya dan mengaku bernama Saeful (terdakwa);

Saat terdakwa ditanya identitasnya, terdakwa menerima SMS

dengan nomor 08190332269 yang isinya “barange wis ana

durung sich”, dan atas SMS tersebut saksi Aris Budi Setiyono

menanyakan barang apa yang dimaksud dan kemudian dijawab

terdakwa pesanan ganja;

Page 48: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

48

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

Setelah itu saksi juga menanyakan lagi dimana ganja tersebut

sekarang yang dijawab terdakwa bahwa ganja disimpan di

kamar kosong di rumah Dirin di jalan Raya Kampus

Kelurahan Grendeng RT 6/7 Kecamatan Purwokerto Utara

Kabupaten Banyumas;

Selanjutnya saksi dan saksi Aris Budi serta terdakwa berangkat

menuju rumah Dirin di jalan Raya Kampus Kelurahan

Grendeng RT 6/7 Kecamatan Purwokerto Utara Kabupaten

Banyumas untuk menunjukkan serta mengambil ganja, dan

setelah berada di rumah Dirin lalu terdakwa masuk ke dalam

kamar kosong dan mengambil 1 (satu) bungkus kertas minyak

warna coklat yang berisi ganaja yang disembunyikan di lemari;

Saksi Aris Budi sempat menanyakan terdakwa darimana

mendapatkan ganja tersebut dan terdakwa mengakui 1 (satu)

bungkus kertas minyak warna coklat yang berisi ganja tersebut

adalah miliknya yang dibeli dari Ari (status DPO) seharga Rp.

100.000,- dan terdakwa tidak memeliki ijin dari pihak yang

berwenang untuk membeli ganaja tersebut sehingga kemudian

dilakukan penangkapan terhadap terdakwa;

Menurut pengakuan terdakwa ganja sebanyak 1(satu) bungkus

kertas minyak warna coklat itu akan digunakannya sendiri;

Sebelumnya sebagai seorang anggota , saksi telah mendapat

informasi bahwa di Taman Andhang Pangrenan Purwokerto

Page 49: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

49

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

sekitar pukul 19.00 hingga 21.00 WIB sering dijadikan

transaksi Narkoba.

2) Kedua Orang Tua Terdakwa (Kusworo dan Mujinah)

Terdakwa sekarang sudah tidak bersekolah lagi

Terdakwa di rumah tidak pernah berbuat yang aneh-aneh dan

termasuk anak yang pendiam, setelah pulang sekolah langsung

pulang dan kalu akan pergi ke ruma temannya selalu pamit;

Di rumah terdakwa tidak pernah terlihat merokok;

Uang pembayaran SPP di sekolah juga dibayarkan ke sekolah,

jadi tidak ada masalah dengan terdakwa perilakunya selama ini;

Uang jajan untuk terdakwa wajar tidak berlebihan, terdakwa

juga tidak pernah meminta banyak untuk uang sakunya tersebut,

hanya pada waktu lebaran banyak yang memberi uang kepada

terdakwa dan uang itulah yang kemudian digunaka terdakwa

untuk membeli/memesan ganja;

Sebagai orang tua dari terdakwa mereka masih sanggup

mengurus dan mendidik terdakwa menjadi anak yang baik

setelah keluar dari penjara nanti, dan sebagai orang tua pula

setelah keluar dari penjara nanti mereka berharap terdakwa

dapat bersekolah kembali dan masuk Pondok Pesantren.

b. Barang bukti

Dalam persidangan Penuntut Umum mengajukan barang bukti berupa :

1) 1 (satu) paket kecil ganja seberat 4,025 gram;

Page 50: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

50

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

2) Hand Phone Nokia tipe 112 warna silver dengan nomor

089665766776;

3) 1 (satu) botol berisi urine milik Seful Ngibad (terdakwa)

Barang bukti telah disita sesuai Pasal 38 KUHAP, sehingga dapat

dipergunakan untuk memperkuat dalam proses pembuktian.

c. Surat

Di persidangan Penuntut Umum mengajukkan alat bukti surat berupa:

1) Berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan Laboratoris

Kriminalistik 7 September 2011 NO.LAB:

1000/NNF/IX/2011 yang ditandatangani oleh Yayuk Murti

Rahayu, B.Sc dan Ibnu Sutarto, ST terhadap barang bukti

berupa : 1 (satu) bungkus kertas minyak warna coklat berisi

batang, daun dan biji dengan berat 4,025 gram dan 1 (satu)

buah tube berisi urine dengan kesimpulan: bahwa batang, daun

dan biji tersebut adalah positif Derivat Cannabinoid atau ganja

dan terdaftar dalam golongan 1 (satu) Nomor urut 8 (delapan)

Lampiran Undang-Undang Republik Indonesia No. 35 Tahun

2009 tentang Narkotika, dan 1 (satu) tube urine tersebut adalah

negatif;

2) Kutipan Akta Kelahiran No. 12160/TP/1998 tertanggal 3

Desember 1998 atas nama Saiful Ngibad, lahir pada tanggal 2

September 1993, anak laki-laki dari suami isteri: Kusworo dan

Mujinah yang dibuat dan ditandatangani oleh Drs. Joeliono

Page 51: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

51

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten

Banyumas;

3) Kartu Keluarga No. 3302272602054207 tertanggal 27 D

esember 2006 atas nama Kepala keluarga Kusworo.

d. Keterangan Terdakwa

Dipersidangan telah didengar pula keterangan terdakwa yang

pada pokoknya menerangkan sebagai berikut :

Pada pokoknya terdakwa mengakui apa yang telah diungkapkan

para saksi dalam persidangan;

Terdakwa mengakui dirinya menghisap ganja karena ditawari oleh

Ari (DPO) awalnya, setelah itu terdakwa jadi timbul keinginan

kembali untuk menghisap atau memeakai ganja, terdakwa

sebelumnya telah 2 (dua) kali membeli dan menghisap ganja pada

Ari seharga Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah) yaitu di awal bulan

Agustus 2011 dan pada tanggal 22 Agustus 2011, dan yang ketiga

kalinya inilah terdakwa ditangkap;

Terdakwa mengaku tidak memiliki ijin dari pihak yang berwenang

untuk memesan/membeli ganja;

Terdakwa belum pernah dihukum;

Terdakwa menyesali perbuatannya

Terdakwa membenarkan trhadap barang bukti yang diperlihatkan

di persidangan.

Page 52: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

52

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

5. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum

Penuntut umum dalam tuntutan pidananya, pada pokoknya

menuntut supaya Mejelis Hakim yang mengadili perkara ini memutuskan :

1. Menyatakan terdakwa Saiful Ngibad Bin Kusworo terbukti

secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana

Penyalah Guna Narkotika Golongan I bagi diri sendiri,

sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 127 ayat (1)

huruf a Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika;

2. Menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa oleh karena itu

selama 2 (dua) tahun, dikurang selama waktu terdakwa

menjalani tahanan sementara dan memerintahkan terdakwa

tetap dalam tahanan;

3. Menyatakan barang bukti berupa:

1 (satu) bungkus kertas minyak warna coklat berisi ganja

seberat 4,025 gram.

1 (satu) botol plastik berisi urine milik Saiful Ngibad Bin

Kusworo

Seluruhnya dirampas untuk dimusnahkan.

1 (satu) buah Hand Phone merk Nokia warna silver tipe 112

Dirampas untuk Negara.

4. Menetapkan supaya terdakwa membayar biaya perkara sebesar

Rp. 2.500,- (dua ribu lima ratus rupiah).

Page 53: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

53

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

6. Pertimbangan Hukum Hakim

Terdakwa yang didakwa dengan dakwaan alternatif oleh Penuntut

Umum, maka Hakim Pengadilan anak pada Pengadilan Negeri tersebut

akan langsung mempertimbangkan dakwaan yang relevan dengan fakta-

fakta hukum yang terungkap di persidangan, dan dakwaan yang relevan

den fakta-fakta di persidangan menurut pendapat Hakim Pengadilan Anak

pada Pengadilan Negeri tersebut adalah dakwaan Kedua Pasal 127 ayat (1)

huruf a Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang

mengandung unsur-unsur sebagi berikut:

1. SETIAP ORANG

2. PENYALAH GUNA NARKOTIKA GOLONGAN 1 BAGI DIRI

SENDIRI

Ad. 1 UNSUR SETIAP ORANG

Udang-Undang Nomo 35 Tahun 2009 tentang Narkotika tidak

mendefinisikan secara jelas yang dimaksud dengan “Setiap

Orang”, tetapi beberapa Undang-Undang mendefinisikan

“Setiap Orang” adalah orang perseorangan atau termasuk

korporasi;

Unsur “Setiap Orang” dalam perkara ini ditunjukkan kepada

orang perseorangan, hal ini sebagaimana dari fakta-fakta hukum

yang terungkap di persidangan, bahwa menurut Penuntut Umum

telah mengajukkan seorang terdakwa tersebut mampu

Page 54: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

54

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

mempertanggungjawabkan terhadap perbuatan yang

dilakukannya sendiri;

Di persidangan terdakwa membenarkan identitas dirinya

sebagaimana termuat dalam dakwaan Penuntut Umum, sehingga

orang dalam perkara ini benar ditujukan kepada terdakwa

tersebut di atas, sehingga tidak salah orang atau error in

persona;

Sesuai alat bukti surat berupa Kutipan Akta Kelahiran No.

12160/TP/1998 tertanggal Puwokerto 3 Desember 1998, Kartu

Keluarga No. 3302272602054207 tertanggal 27 Desember 2006,

serta hasil Laporan Petugas Pembimbing Kemasyarakatan, dan

keterangan terdakwa serta orang tua terdakwa, terbukti bahwa

terdakwa Saiful Ngibad Bin Kusworo dilahirkan pada tanggal 2

September 1993;

Apabila kelahiran terdakwa tersebut di atas dikaitkan dengan

kejadian tindak pidana yang terjadi pada tanggal 1 September

2011, maka terdakwa Saiful Ngibad Bin Kusworo saat kejadian

tindak pidana berusia 17 (tujuh belas) tahun, 11 (sebelas) bulan,

29 (dua puluh sembilan) hari artinya masih di bawah 18

(delapan belas) tahun;

Karena usia terdakwa Saiful Ngibad Bin Kusworo masih di

bawah 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah menikah,

sehingga secara yuridis terdakwa Saiful Ngibad Bin Kusworo

Page 55: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

55

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

masih tergolong anak (vide Pasal 1 angka 1 Undang-Undang

Nomor 3 Tahun 1997), dengan demikian yang berwenang

memeriksa perkara terdakwa a quo adalah pengadilan anak

sesuai dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997;

Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas menurut pendapat

Hakim unsur “Setiap Orang” ini telah terpenuhi.

Ad. 2 Unsur Penyalah Guna Narkotika Golongan 1 untuk Diri Sendiri

Yang dimaksud dengan “Penyalah Guna Narkotika” adalah

orang yang menggunakan Narkotika tanpa hak atau melawan

hukum (vide Ketentuan Umum Pasal 1 angka 15 Undang-

Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika), sedangkan

Pecandu Narkotika yaitu orang yang menggunakan atau

menyalahgunakan Narkotika dan dalam keadan ketergantungan

pada Narkotika, baik secara fisik maupun psikis (vide Ketentuan

Umum Pasal 1 angka 13 Undang-Undang Nomor 35 Tahun

2009 tentang Narkotika);

Pengertian “tanpa hak” di sini adalah tiada kewenangna yang

melekat pada diri seseorang untuk melakukan suatu perbuatan

menurut Undang-Undang atau tidak termasuk lingkup tugas dan

wewenang seseorang atau karena tidak mendapat ijin dari

pejabat yang berwenang sebagaimana ditentuka Undang-

Undang, sedangkan yang dimaksud dengan “Melawan Hukum”

adalah melakukan suatu perbuatan yang bertentangan dengan

Page 56: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

56

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

hukum, baik dalam arti formil yaitu bertentangan dengan

Undang-Undang atau hukum tertulis lainnya, maupun dalam arti

materiil yakni bertentangan dengan nilai-nilai kepatutan, nilai-

nilai keadialn yang hidup dan dijunjung tinggi oleh masyarakat;

Yang dimaksud dengan “Narkotika Golongan 1” sesuai dengan

Pasal 6 ayat (1) huruf a Penjelasan Undang-Undang RI Nomor

35 Tahun 2009 yaitu Narkotika yang hanya dapat digunakan

untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak

digunalan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi

mengakibatkan ketergantungan;

Narkotika Golongan 1 sesuai denga Pasal 8 ayat (1 dan 2)

Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

disebutkan bahwa NarkotikaGolongan 1 dilarang digunakan

untuk kepentingan pelayanan Kesehatan, dan dalam jumlah

terbatas Narkotika Golongan 1 dapat digunakan untuk

kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

setelah mendapat persetujuan dari menteri;

Sesuai fakta-fakta hukum, maka terbukti terdakwa Saiful

Ngibad Bin Kusworo memang telah memesan ganja kepada Ari

(status DPO) seharga Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah)

berpatungan bersama temannnya Niko (status DPO) masing-

masing Rp. 50.000,- (lima puluh ribu rupiah), dan dari Ari telah

memberitahukan kedapa terdakwa via SMS kalau ganja pesanan

Page 57: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

57

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

telah ada dan disimpan di dalam lemari di bawah baju di kamar

Ari, terdakwa sendiri telah memeriksa kamar Ari dan ganja

pesanannya memang telah tersedia, tetapi terdakwa belum

mengambil ganja pesanannya karena terdakwa belum membayar

dan masih menunggu uang patungan dari Niko;

Perbuatan terdakwa telah memesan ganja dan akan

menggunakannya untuk diri sendiri tanpa ijin pihak yang

berwenang, menurut Hakim terdakwa adalah termasuk kategori

penyalah guna narkotika karena hanya menggunakan ganja

tanpa hak atau melawan hukm bukan pecandu karena tidak ada

ketergantungan terdakwa terhadap ganja baik secara fisik

maupun psikis;

Pemesanan dan penggunaan ganja oleh terdakwa tersebut juga

tidak sesuai dengan peruntukkannya sebagaimana Pasal 7 dan

Pasal 8 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun

2009 tentang Narkotika karena terdakwa bukan orang atau

Pejabat yang diberi wewenang untuk melakukan suatu perbuatan

yang berkenaan dengan narkotika sebagaimana diatur dalam

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009

tentang Narkotika;

Semua unsur dari Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-Undang

Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika telah terpenuhi, maka

perbuatan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan

Page 58: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

58

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dalam dakwaan

kedua Penuntut Umum, maka kepada terdakwa haruslah

dipidana sesuai dengan kesalahan yang telah diperbuatnya;

Mengenai Nota pembelaan/pledoi Penasehat Hukum terdakwa

bahwa terdakwa adalah pecandu sesuai hasil penelitian BAPAS,

menurut pendapat Hakim berdasarkan fakta di persidangan

terdakwa bukanlah seorang pecandu karena Hakim tidak melihat

ada ketergantungan dalam diri terdakwa terhadap ganja, selama

di persidangan juga tidak pernah diajukan suatu surat keterangan

dari seorang dokter ahli yang menerangkan bahwa terdakwa

adalah pecandu dan seberapa besar kondisi/taraf kecanduan

terdakwa, terdakwa di sini menggunakan ganja awalnya hanya

diajak oleh Ari (DPO) dan kemudian karena pernah mencoba

timbul keinginan dari terdakwa untuk menggunakan lagi;

Berkaitan dengan Pledoi Penasehat Hukum bahwa terdakwa

adalah pecandu dan sebaiknya dijatuhkan tindakan hukum

bukan hukuman, maka Hakim mempertimbangkan sesuai Surat

Edaran MA Nomor: 04/Tahun 2010 tentang “Penempatan

Penyalahgunaan, Korban Penyalahgunaan dan Pecandu

Narkotika ke dalam Lembaga Rehabilitasi Medis dan

Rehabilitasi Sosial” tetapi untuk seorang terdakwa dijatuhi

tindakan hukum ini harus memenuhi beberapa persyaratan yaitu:

terdakwa dalam kondisi tertangkap tangan, pada saat tertangkap

Page 59: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

59

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

tangan barang bukti untuk ganja 5 gram, surat uji laboratorium

positif menggunakan narkotika, surat keterangan dari dokter

jiwa/psikiater pemerintah, tidak terdapat bukti bahwa yang

bersangkutan terlibat peredaran Narkotika dan adanya

keterangan ahli yang menerangkan seberapa besar kondisi/taraf

kecanduan dari terdakwa dan karena terdakwa tidak memenuhi

persyaratan tersebut, maka jenis hukuman yang dijatuhkan oleh

Penuntut Umum bukan tindakan hukum sudah tepat;

Selama proses persidangan Hakim tidak menemukan alasan-

alasan penghapus pidana dari terdakwa, maka terdakwa harus

mempertanggungjawabkan perbuatannya;

Setelah membaca dan memperhatikan dengan seksama laporan

penelitian Kemasyarakatan yang dibuat oleh BAPAS

Purwokerto, pendapat orang tua, perbuatan pidana yang

dilakukan oleh terdakwa berdasarkan fakta-fakta hukum yang

diperoleh di persidangan, serta hal-hal yang memberatkan dan

meringankan dari terdakwa yaitu:

Hal yang memberatkan:

Terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam

memberantas peredaran Narkotika.

Perbuatan terdakwa dapat merusak mental generasi muda

yang merupakan modal penerus bangsa.

Hal yang meringankan:

Page 60: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

60

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

Terdakwa mengakui dan berterus terang di persidangan.

Terdakwa menyesali perbuatannya dan berjanji tidak akan

mengulanginya lagi

Terdakwa belum pernah dihukum

Terdakwa masih sangat muda bisa diharapkan

memperbaiki diri di kemudian hari.

Terdakwa masih ingin melanjutkan sekolah lagi.

- Hakim tidak sependapat dengan dengan tuntutan Penuntut

Umum mengenai lama hukuman pidana yang dijatuhkan

kepada terdakwa karena pada dasarnya penjatuhan pidana

tidak dimaksudkan untuk pembalasan dendam terhadap

terdakwa, tetapi lebih merupakan pembinaan bagi terdakwa

agar setelah menjalankan pidananya dapat menjadi orang

yang lebih baik lagi, apalagi terdakwa masih anak-anak

sehingga diharapkan dapat memperbaiki diri dan

dikemudian hari menjadi anak yang lebih baik.

7. Putusan

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP,

Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 3 Tahun

1997 tentang Pengadilan Anak, serta Peraturan Perundang-Undangan yang

berlaku dan berhubungan dengan perkara ini, khususnya Pasal 127 ayat (1)

huruf a Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, serta

Page 61: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

61

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

peraturan-peraturan lain dari perundang-undangan yang berkenaan dengan

perkara ini:

1. Menyatakan Terdakwa: Saiful Ngibad Bin Kusworo telah terbukti

secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana:

Penyalah Guna Narkotika Golongan 1 bagi Diri Sendiri;

2. Menjatuhkan pidana bagi terdakwa tersebut oleh karena itu dengan

pidana penjara selama: 1 (satu) tahun dan 1 (satu) bulan;

3. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa

tersebut dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;

4. Memerintahkan terdakwa agar tetap dalam tahanan;

5. Menyatakan agar barang bukti berupa:

1 (satu) paket kecil ganja dalam bungkus kertas minyak seberat

4,025 gram;

1 (satu) botol plastik berisi urine milik terdakwa Saiful Ngibad

Bin Kusworo;

Dirampas dan dimusnahkan.

1 (satu) buah HP merk Nokia tipe 112

Dirampas untuk Negara.

6. Membebankan biaya perkara kepada terdakwa sebesar Rp. 2.500 (dua

ribu lima ratus rupiah);

Page 62: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

62

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

B. Pembahasan

1. Dasar Pertimbangan Hukum Hakim dalam Menjatuhkan Pidana

Penjara bagi Anak Pelaku Penyalahgunaan Narkotika dalam Putusan

Pengadilan Negeri Purwokerto Nomor: 56/Pid.Sus/2011/PN.Pwt

Putusan Pengadilan Negeri Purwokerto Nomor:

56/Pid.Sus/2011/PN.Pwt dengan terdakwa Saiful Ngibad Bin Kusworo

yang berusia 17 (tujuh belas) tahun 11 (sebelas) bulan, 29 (dua puluh

sembilan) hari saat melakukan tindak pidana penyalahgunaan Narkotika,

Hakim menjatuhkan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan 1 (satu)

bulan setelah secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak

pidana Penyalahguna Narkotika Golongan I bagi Diri Sendiri sesuai

rumusan yang Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 35

Tahun 2009 tentang Narkotika.

Setiap perkara pidana yang diproses dalam persidangan harus melewati

serangkaian pembuktian yang pada puncaknya akan dibacakan putusan

diakhir persidangan oleh Hakim. Pembahasan mengenai Penjatuhan

Pidana Penjara bagi Anak Pelaku Penyalahguna Narkotika diawali dari

rumusan pada Pasal 50 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009

tentang Kekuasaan Kehakiman yang merumuskan,

Putusan Pengadilan selain harus memuat alasan dan dasar putusan,

juga memuat pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan yang

bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar

untuk mengadili.

Page 63: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

63

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

Berdasarkan rumusan pasal di atas, untuk menjawab perumusan

masalah yang pertama mengenai Dasar Pertimbangan Hukum Hakim

dalam menjatuhkan pidana penjara bagi anak pelaku penyalahgunaan

narkotika dalam Putusan Pengadilan Negeri Purwokerto Nomor:

56/Pid.Sus/2011/PN.Pwt peneliti menganalisanya dengan membaginya

menjadi tiga pertimbangan yang didalamnya terdapat serangkaian doktrin,

asas-asas hukum dan peraturan hukum normatif. Hakim dalam memutus

perkara pidana mendasarkan pada beberapa pertimbangan, yaitu:

a. Dasar mengadili

b. Dasar memutus

c. Faktor subyektif Hakim

Ad a. Dasar mengadili

Kewenangan mengadili dalam hal ini adalah kewenangan

mengadili bagi Pengadilan Negeri. Dasar hukum menentukan

kewenangan mengadili bagi Pengadilan Negeri diatur pada Pasal

84 sampai dengan Pasal 86 KUHAP. Bertitik tolak dari ketentuan

yang dirumuskan pada pasal-pasal tersebut, menurut M. Yahya

Harahap terdapat beberapa kriteria atau asas yang dapat digunakan

oleh Pengadilan Negeri untuk menentukan kewenangannya

mengadili perkara yang dilimpahkan penuntut umum kepadanya,

yaitu:

1) Tindak pidana dilakukan (locus delicti)

Page 64: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

64

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

Menurut asas ini Pengadilan Negeri berwenang mengadili setiap

perkara pidana yang dilakukan dalam daerah hukumnya. 1

Adapun dasar hukumnya yaitu Pasal 84 (1) KUHAP yang

merumuskan,

Pengadilan Negeri berwenang mengadili segala perkara

mengenai tindak pidana yang dilakukan dalam daerah

hukumnya.

Berdasarkan pasal tersebut maka jelas bahwa, “tempat

tindak pidana dilakukan” atau locus delicti menentukan

kewenangan relatif Pengadilan Negeri untuk mengadili perkara

pidana yang bersangkutan.

2) Tempat tinggal terdakwa dan tempat kediaman sebagian besar

saksi yang dipanggil.

Menurut asas ini jika saksi yang hendak dipanggil sebagian

besar bertempat tinggal atau lebih dekat dengan suatu

Pengadilan Negeri maka, Pengadilan Negeri tersebut yang

paling berwenang memeriksa dan mengadili.2 Kriteria ini diatur

pada Pasal 84 ayat (2) KUHAP yang menyatakan:

Pengadilan negeri yang di dalam daerah hukumnya

terdakwa bertempat tinggal, berdiam terakhir, di tempat ia

diketemukan atau ditahan, hanya berwenang mengadili

perkara terdakwa tersebut, apabila tempat kediaman

sebagian besar saksi yang dipanggil lebih dekat pada tempat

pengadilan negeri itu daripada tempat kedudukan

1 M. Yahya Harahap, Pembahasan, Permasalahan, dan Penerapan KUHAP (Pemeriksaan

Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali), Sinar Grafika, Jakarta, 2007, hlm.

96. 2 Ibid., hlm. 99.

Page 65: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

65

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

pengadilan negeri yang di dalam daerahnya tindak pidana

itu dilakukan.

Berdasarkan pasal tersebut di atas, penentuan kewenangan

relatif menurut asas locus delicti dapat dikesampingkan dengan

asas tempat tinggal, tempat kediaman terakhir, tempat

diketemukan atau tempat terdakwa ditahan akan tetapi, syarat

bahwa saksi-saksi yang hendak dipanggil sebagian besar

bertempat tinggal atau lebih dekat dengan Pengadilan Negeri

tempat dimana terdakwa bertempat tinggal, berkediaman

terakhir, diketemukan atau ditahan harus dipenuhi.1

3) Kewenangan relatif sehubungan dengan beberapa tindak pidana

dalam daerah hukum berbagai pengadilan negeri.

Asas ini dibedakan menjadi dua, yaitu:

a) Masing-masing Pengadilan Negeri berwenang mengadili

sesuai dengan asas locus delicti apabila di dalam tindak-

tindak pidana tersebut tidak terdapat unsur “berlanjut” atau

“perbarengan”.

Menurut asas ini setiap Pengadilan Negeri berwenang

mengadili berdasarkan asas locus delicti akan tetapi,

beberapa tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku harus

benar-benar murni terpisah dan berdiri sendiri tidak ada unsur

1 Ibid., hlm. 101.

Page 66: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

66

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

berlanjut atau unsur perbarengan. Adapun dasar hukumnya

yaitu Pasal 84 ayat (3) KUHAP yang menyatakan,

Apabila seseorang melakukan beberapa tindak pidana

dalam daerah hukum berbagai pengadilan negeri, maka

tiap pengadilan negeri itu masing-masing berwenang

mengadili perkara pidana itu.

b) Salah satu Pengadilan Negeri yang berwenang memeriksanya

dengan jalan menggabungkan semua perkara.

Asas ini diatur pada Pasal 84 ayat (4) KUHAP, dalam

penerapannya harus dihubungkan dengan Pasal 64 dan Pasal

65 KUHP. Tanpa menghubungkan Pasal 84 ayat (4) KUHAP

dengan Pasal 64 dan Pasal 65 KUHP tersebut, tidak dapat

melaksanakan kemungkinan penggabungan perkara.1 Pasal

84 ayat (4) KUHAP menyatakan:

Terhadap beberapa perkara pidana yang satu sama lain

ada sangkut pautnya dan dilakukan oleh seorang dalam

daerah hukum berbagai pengadilan negeri, diadili oleh

masing-masing pengadilan negeri dengan ketentuan

dibuka kemungkinan penggabungan perkara tersebut.

Kalimat “terhadap beberapa perkara pidana yang satu sama

lain ada sangkut pautnya” pada pasal di atas tersebut adalah

yang dimaksud dalam penerapannya Pasal 84 ayat (4)

KUHAP harus dihubungkan dengan Pasal 64 dan Pasal 65

KUHP. Pasal 64 KUHP mengatur tentang perbuatan berlanjut

1 KUHAP, Bab X, Pasal 84 ayat (3).

Page 67: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

67

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

sedangkan Pasal 65 KUHP mengatur tentang perbarengan

perbuatan.

4) Wewenang mengadili berdasarkan penetapan atau penunjukan

Menteri Kehakiman.

Kewenangan mengadili berdasarkan penetapan atau

penunjukan Menteri Kehakiman secara tegas diatur pada Pasal

85 KUHAP, kewenangan ini berupa “pengalihan” kewenangan

mengadili dari Pengadilan Negeri kepada Pengadilan Negeri

yang lain. Pasal 85 KUHAP menyatakan:

Dalam hal keadaan daerah tidak mengizinkan suatu

pengadilan negeri mengadili suatu perkara, maka atas usul

ketua pengadilan negeri atau Kepala Kejaksaan Negeri

yang bersangkutan, Mahkamah Agung mengusulkan kepada

Menteri Kehakiman untuk menetapkan atau menunjukan

Pengadili Negeri lain daripada yang tersebut pada Pasal

84 untuk mengadili perkara yang dimaksud.

Berdasarkan Pasal 85 KUHAP di atas, pengalihan hanya

terjadi apabila keadaan daerah tidak mengizinkan untuk

mengadili suatu perkara. Artinya, suatu Pengadilan Negeri

mengalami kesulitan tugas operasional peradilan, berhubung

karena keadaan daerah tidak mengizinkan.1 Menurut penjelasan

Pasal 85 KUHAP yang dimaksud “keadaan daerah tidak

mengizinkan”, antara lain karena ada gangguan keamanan atau

karena bencana alam.

1 M. Yahya Harahap, op.cit, hlm. 107.

Page 68: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

68

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

5) Wewenang mengadili Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berdasar

undang-undang.

Khusus bagi Pengadilan Negeri Jakarta Pusat undang-

undang memberi wewenang kepadanya untuk mengadili tindak

pidana yang dilakukan di luar negeri yang dapat diadili menurut

hukum Republik Indonesia.1 Hal ini sebagaimana diatur pada

pasal 86 KUHAP yang merumuskan,

Apabila seorang melakukan tindak pidana di luar negeri

yang dapat diadili menurut hukum Republik Indonesia,

maka pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang berwenang

mengadilinya.

Penjelasan mengenai kewenangan mengadili di atas apabila

dihubungkan dengan dari hasil penelitian pada Putusan Perkara

Nomor: 56/Pid.Sus/PN.Pwt. diketahui bahwa, asas yang digunakan

adalah asas locus delicti karena Pengadilan Negeri yang berwenang

mengadili Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika yang

dilakukan oleh terdakwa Saiful Ngibad Bin Kusworo adalah

Pengadilan Negeri Purwokerto, sebagaimana kita ketahui dari data

hasil penelitian tempat terjadinya tindak pidana penyalahgunaan

narkotika yang dilakukan oleh terdakwa Saiful Ngibad Bin

Kusworo adalah Taman Andhang Pangrenan dan daerah Grendeng

yang berada di Purwokerto, sehingga termasuk dalam daerah

1 Ibid., hlm. 108.

Page 69: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

69

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

hukum Pengadilan Negeri Purwokerto. Hal ini sesuai dengan

ketentuan yang diatur pada Pasal 84 ayat (1) KUHAP.

Ad b. Dasar memutus

Dasar memutus yang dimaksud di sini adalah dasar Hakim dalam

menjatuhkan putusan. Hakim dalam menjatuhan putusan yang berupa

pemidanaan harus memenuhi syarat pemidanaan. Menurut Sudarto

syarat dapat dipidananya seseorang adalah apabila telah memenuhi dua

unsur, yaitu unsur perbuatan dan pembuat (orang). Berikut adalah

skema dapat dipidananya seseorang:

Syarat pemidanaan pidana

perbuatan orang

3. memenuhi rumusan undang-undang 3. kesalahan:

4. bersifat melawan hukum a. Mampu bertanggung jawab

(tidak ada alasan pembenar) b. Dolus atau culpa

(tidak ada alasan pemaaf) 1

Syarat pemidanaan di atas apabila dihubungkan dengan data yang

diperoleh dari hasil penelitian pada Putusan Perkara Nomor:

56/Pid.Sus/PN.Pwt. maka dapat diuraikan sebagai berikut:

1) Perbuatan

Perbuatan di sini meliputi berbuat dan tidak berbuat.1 Salah satu

ahli hukum yang mengemukakan pengertian perbuatan adalah

1 Sudarto, 1990, op. cit, hlm.50.

Page 70: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

70

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

Simons, beliau mengemukakan, “Dalam arti sesungguhnya

„handelen‟ (berbuat) mempunyai sifat aktif, tiap gerak otot yang

dikehendaki, dan dilakukan dengan tujuan untuk menimbulkan suatu

akibat”.2 Menurut Sudarto perbuatan yang memungkinkan adanya

penjatuhan pidana adalah perbuatan yang memenuhi rumusan

undang-undang dan bersifat melawan hukum (tidak ada alasan

pembenar).3 Diuraikan lebih lanjut mengenai unsur memenuhi

rumusan Undang-Undang dan bersifat melawan hukum adalah

sebagai berikut:

a) Memenuhi rumusan undang-undang

Suatu perbuatan dikatakan memenuhi atau mencocoki

rumusan delik dalam undang-undang apabila perbuatan konkrit

dari si pembuat memiliki sifat-sifat atau ciri-ciri dari delik itu

sebagaimana secara abstrak disebutkan dalam undang-undang”.4

Hal ini sesuai dengan asas nullum delictum nulla poena sine

praevia lege poenali yang artinya tiada delik tiada pidana tanpa

peraturan terlebih dahulu. Asas ini dikenal juga dengan asas

legalitas yang diatur pada Pasal 1 Ayat (1) KUHP yang

merumuskan,

Tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan

aturan pidana dalam perundang-undangan yang telah ada

sebelum perbuatan dilakukan.

1 Ibid., hlm. 64.

2 Ibid., hlm. 64.

3 Ibid., hlm. 50.

4 Ibid., hlm. 52.

Page 71: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

71

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

Berdasarkan data dari hasil penelitian diketahui bahwa,

perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa Saiful Ngibad Bin

Kusworo telah memenuhi unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal

127 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009

tentang Narkotika, dengan demikian perbuatan yang telah

dilakukannya tersebut termasuk ke dalam perbuatan yang

memenuhi rumusan undang-undang yakni Undang-Undang

Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

b) Memenuhi sifat melawan hukum (tidak ada alasan pembenar)

Menurut Sudarto, sifat melawan hukum ada dua ajaran yaitu:

1. Menurut ajaran sifat melawan hukum yang formil

Suatu perbuatan itu bersifat melawan hukum, apabila perbuatan

diancam pidana dan dirumuskan sebagai suatu delik dalam

undang-undang; sedang sifat melawan hukumnya perbuatan itu

dapat dihapus, hanya berdasarkan suatu ketentuan undang-

undang. Jadi menurut ajaran ini melawan hukum sama dengan

melawan atau bertentangan dengan undang-undang (hukum

tertulis).

2. Menurut ajaran sifat melawan hukum yang materiil

Suatu perbuatan itu melawan hukum atau tidak, tidak hanya

yang terdapat dalam undang-undang (yang tertulis) saja, akan

tetapi harus dilihat berlakunya asas-asas hukum yang tidak

tertulis. Sifat melawan hukumnya perbuatan yang nyata-nyata

masuk dalam rumusan delik itu dapat dihapus berdasarkan

ketentuan undang-undang dan juga berdasarkan aturan-aturan

yang tidak tertulis (urbergesetzlich).1

Perbuatan yang dilakukan oleh Saiful Nibad Bin Kusworo

telah memenuhi rumusan delik pada Pasal 127 ayat (1) huruf a

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dan

1 Ibid., hlm. 78.

Page 72: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

72

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

itu menjadi indikasi bahwa perbuatan yang dilakukannya adalah

bersifat melawan hukum yang tepatnya bersifat melawan hukum

formil. Sedangkan sifat melawan hukum dalam arti materiil

ditemukan pada perbuatan terdakwa yang menggunakan narkotika

sangat bertentangan dengan nilai-nilai yang hidup dan dijunjung

tinggi oleh masyarakat karena menggunakan narkotika dapat

merusak masayarakat terutama generasi muda. Generasi muda

baik pelaku maupun lingkungan pemuda yang ikut

mengkonsumsi narkotika akan mengakibatkan masyarakat yang

malas, tidak produktif, dan akan memicu kejahatan-kejahatan

lainnya. Perbuatan terdakwa lebih bersifat melawan hukum

materiil.

Tidak ada alasan pembenar artinya, tidak ada alasan yang

menghapus sifat melawan hukum perbuatan yang memenuhi

rumusan undang-undang. Secara teoritis yang dapat dikategorikan

sebagai alasan pembenar dalam hukum pidana adalah pembelaan

terpaksa (nooodwer), melaksanakan ketentuan undang-undang,

dan melaksanakan perintah atasan.1 Secara yuridis yang dapat

dikategorikan alasan pembenar diatur secara tegas pada Pasal 50

dan Pasal 51 ayat (1) KUHP.

Terkait mengenai alasan pembenar, berdasarkan data dari

hasil penelitian tidak ditemukan adanya alasan yang dapat

1 Mahrus Ali, op.cit, hlm. 151.

Page 73: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

73

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

menghapus sifat melawan hukum perbuatan yang telah memenuhi

rumusan delik pada Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-Undang

Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika tersebut karena

perbuatan itu dilakukan bukan untuk pembelaan terpaksa, bukan

untuk melakasanakan ketentuan undang-undang, dan bukan untuk

melaksanakan perintah atasan, melainkan untuk kepentingan

pribadinya yakni pemakaian Narkotika Golongan I untuk

dikonsumsi sendiri.

2) Orang

Orang dalam hal ini adalah orang yang melakukan perbuatan atau

disebut dengan pembuat oleh karena itu, yang dimaksud orang di sini

adalah subjek tindak pidana. Pada dasarnya subjek tindak pidana

adalah manusia (natuurlijke personen). Sudarto dalam

kesimpulannya menjelaskan bahwa di samping manusia badan

hukum, perkumpulan atau korporasi dapat menjadi subjek tindak

pidana di samping manusia, apabila secara khusus ditentukan dalam

undang-undang untuk delik tertentu.1 Unsur “orang” (natuurlijke

personen) ini juga terpenuhi yaitu terdakwa Saiful Ngibad Bin

Kusworo.

Syarat lain yang harus dipenuhi untuk adanya pemidanaan adalah

adanya kesalahan karena orang yang melakukan perbuatan yang

memenuhi rumusan delik dalam undang-undang dan bersifat

1 Sudarto, op.cit, hlm. 63.

Page 74: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

74

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

melawan hukum tidak dapat dijatuhi pidana apabila orang tersebut

tidak memiliki kesalahan. Hal ini sesuai asas “Tiada Pidana tanpa

Kesalahan” artinya, untuk adanya pemidanaan harus ada kesalahan

pada orang yang melakukan perbuatan tersebut.

a) Kesalahan

Kesalahan dalam arti yang luas dapat disamakan dengan

pengertian “pertanggungjawaban dalam hukum pidana”, di

dalamnya terkandung makna dapat dicelanya (verwijtbaarheid) si

pembuat atas perbuatannya.1 Kesalahan dalam pandangan

normatif ditentukan berdasar penilaian normatif yaitu, penilaian

(dari luar) mengenai hubungan antara pembuat dengan

perbuatannya.

Kesalahan terdiri dari beberapa unsur dimana penjatuhan

pemidanaan baru dimungkinkan apabila unsur-unsur tersebut

telah dipenuhi. Unsur-unsur yang dimaksud diantaranya adalah:

1) Mampu bertanggung jawab

Memorie van Tolichting (memori penjelasan) secara negatif

menyebutkan mengenai pengertian kemampuan bertanggung

jawab sebagai berikut:

Tidak ada kemampuan bertanggung jawab pada si pembuat:

1) Dalam hal ia tidak ada kebebasan memilih antara berbuat

dan tidak berbuat mengenai apa yang dilarang atau

diperintahkan oleh undang-undang.

1 Ibid., hlm. 89-90.

Page 75: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

75

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

2) Dalam hal ia ada dalam keadaan yang sedemikian rupa,

sehingga tidak dapat menginsyafi bahwa perbuatannya itu

bertentangan dengan hukum dan tidak dapat menentukan

akibat perbuatannya.1

Ketentuan mengenai kemampuan bertanggung jawab secara

a contrario dapat dilihat pada rumusan Pasal 44 KUHP yang

merumuskan:

(1) Barangsiapa melakukan perbuatan yang tidak dapat

dipertanggungjawabkan padanya, disebabkan karena

jiwanya cacat dalam tumbuhnya (gebrikkige ontwikeling)

atau terganggu karena penyakit (ziekelijke storing), tidak

dipidana.

(2) Jika ternyata bahwa perbuatan yang tidak dapat

dipertanggungjawabkan padanya disebabkan karena

jiwanya cacat dalam tumbuhnya atau terganggu karena

penyakit, maka hakim dapat memerintahkan supaya orang

itu dimasukkan ke dalam rumah sakit jiwa, paling lama

satu tahun sebagai waktu percobaan.

(3) Ketentuan tersebut dalam ayat (2) hanya berlaku bagi

Mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi dan Pengadilan

Negeri.

Berdasarkan data dari hasil penelitian, kesalahan yang

dilakukan oleh terdakwa Saiful Ngibad Bin Kusworo apabila

dihubungkan dengan pengertian kemampuan bertanggung

jawab dan ketentuan Pasal 44 KUHP di atas maka ia dapat

bertanggungjawab atas kesalahannya tersebut. Hal ini karena

ia melakukan kesalahan itu dalam keadaan jiwa yang sehat,

tidak ada gangguan, dan tidak dalam keadaan sebagaimana

yang disebutkan dalam Pasal 44 ayat (1) KUHP sehingga

1 Ibid., hlm. 94.

Page 76: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

76

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

dapat membedakan mana perbuatan yang diperintahkan dan

dilarang oleh undang-undang, serta dapat menginsyafi akibat

yang akan muncul apabila melakukan perbuatan yang

dilarang oleh undang-undang tersebut.

2) Dolus atau culpa (tidak ada alasan pemaaf)

Dolus atau kesengajaan menurut Memorie van Toelichting

adalah menghendaki dan mengetahui (willen and wettens).

Seseorang yang melakukan sesuatu dengan sengaja dapat

dibedakan tiga corak sikap batin yang menunjukan tingkatan

atau bentuk dari kesengajaan itu, yaitu:

a. Kesengajaan sebagai maksud (opzet als oogmerk) untuk

mencapai suatu tujuan (yang dekat); dolus directus,

b. Kesengajaan dengan sadar kepastian (opzet met

zekerheidbewustzijn atau noodzakelijkeidbewustzijn),

c. Kengajaan dengan sadar kemungkinan (dolus eventualis

atau voowaardelijke opzet).1

Culpa atau kealpaan menurut Memorie van Toelichting

disatu pihak berlawanan benar-benar dengan kesengajaan dan

di pihak lain dengan hal yang kebetulan (toevel/ casus).2

Kealpaan ada atau tidak pada suatu kesalahan bukan ditetapkan

secara psikologis oleh psikiater, tetapi ditetapkan secara

normatif oleh Hakim.

Penggunaan kata “Setiap orang tanpa hak dan melawan

hukum” dalam beberapa Pasal Undang-Undang Nomor 35

1 Ibid., hlm. 103.

2 Ibid., hlm. 124.

Page 77: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

77

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

Tahun 2009, tidak mempedulikan unsur kesengajaan sehingga

dapat menjerat orang yang tidak berniat melakukan Tindak

Pidana Narkotika. Namun, pada terdakwa Saiful Ngibad Bin

Kusworo yang mengaku akan menggunakan narkotika berupa

ganja untuk yang ketiga kalinya karena ada keinginan

memakainya kembali setelah sebelumnya telah dua kali

menggunakan termasuk dalam unsur dolus atau kesengajaan.

Pemakaian narkotika ini mempunyai corak kesengajaan

dengan maksud (opzet als oogmerk) karena ia menghendaki

perbuatan memakai ganja dengan akibat yang akan

ditimbulkan setelah mengkonsumsinya.

Alasan pemaaf artinya menyangkut pribadi si pembuat,

dalam arti bahwa orang ini tidak dapat dicela (menurut hukum)

atau ia tidak bersalah atau tidak dapat dipertanggungjawabkan,

meski perbuatannya bersifat melawan hukum. Pada diri

terdakwa tidak ditemukan alasan pemaaf sebagaimana yang

dirumuskan secara a contrario pada Pasal 44 KUHP (tidak

mampu bertanggung jawab) dan Pasal 51 ayat (2) KUHP

(dengan itikad baik melaksanakan perintah jabatan yang tidak

sah).

3) Pidana

Uraian di atas telah menunjukan bahwa Hakim dalam

menjatuhkan pidana pada Putusan Perkara Nomor:

Page 78: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

78

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

56/Pid.Sus/2011/PN.Pwt. telah memenuhi syarat pemidanaan

sebagaimana yang dikemukan oleh Sudarto baik syarat mengenai

perbuatan maupun syarat mengenai orang (pembuat). Sesuai dengan

ketentuan yang diatur dalam KUHAP, Hakim dalam menjatuhkan

pidana di samping harus memenuhi syarat pemidanaan juga harus

mendasarkan pada hasil pembuktian di persidangan. Pasal 183

KUHAP merumuskan,

Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang

kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang

sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-

benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah

melakukannya.

Kata “sekurang-kurangnya dua alat bukti” pada rumusan Pasal

183 KUHAP di atas mengandung arti bahwa, Hakim baru dapat

menjatuhkan pidana kepada terdakwa apabila mendasarkan minimal

pada dua alat bukti, dan dari pemeriksaan dua alat bukti tersebut

menimbulkan keyakinan bagi Hakim bahwa terdakwa terbukti

bersalah. Alat bukti yang dimaksud pada Pasal 183 KUHAP tersebut

lebih lanjut diatur pada Pasal 184 ayat (1) KUHAP yang

merumuskan:

Alat bukti yang sah ialah:

a. Keterangan saksi

b. Keterangan ahli

c. Surat

d. Petunjuk

e. Keterangan terdakwa.

Page 79: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

79

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian, Putusan

Perkara Nomor: 56/Pid.Sus/PN.Pwt. telah sesuai dengan ketentuan

Pasal 183 KUHAP karena telah diperoleh fakta-fakta hukum yang

terbukti dan tidak disangkal oleh terdakwa. Penjatuhan pidana oleh

Hakim dalam putusan tersebut dilakukan sebagai berikut:

1) Hakim mendasarkan pada lebih dari satu alat bukti yang sah

sebagaimana yang diatur pada Pasal 184 ayat (1) KUHAP, yang

terdiri dari:

a) Keterangan saksi, yang diperoleh dari:

- Aris Budi Setiyono (penyidik)

- Pramuaji, S.H (penyidik)

- Ahmad Sodirin (tetangga terdakwa)

- Kusworo dan Mujinah (kedua orang tua terdakwa)

b) Surat, yang berupa:

- Berita Acara Pemeriksaan Laboratoris Kriminalistik 7

September 2011 NO.LAB: 1000/NNF/IX/2011 yang

ditandatangani oleh Yayuk Murti Rahayu, B.Sc dan Ibnu

Sutarto, ST terhadap barang bukti berupa : 1 (satu)

bungkus kertas minyak warna coklat berisi batang, daun

dan biji dengan berat 4,025 gram dan 1 (satu) buah tube

berisi urine dengan kesimpulan: bahwa batang, daun dan

biji tersebut adalah positif Derivat Cannabinoid atau ganja

dan terdaftar dalam golongan 1 (satu) Nomor urut 8

(delapan) Lampiran Undang-Undang Republik Indonesia

Page 80: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

80

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dan 1 (satu) tube

urine tersebut adalah negatif;

- Kutipan Akta Kelahiran No. 12160/TP/1998 tertanggal 3

Desember 1998 atas nama Saiful Ngibad, lahir pada

tanggal 2 September 1993, anak laki-laki dari suami isteri:

Kusworo dan Mujinah yang dibuat dan ditandatangani

oleh Drs. Joeliono Kepala Dinas Kependudukan dan

Catatan Sipil Kabupaten Banyumas;

- Kartu Keluarga No. 3302272602054207 tertanggal 27

Desember 2006 atas nama Kepala Keluarga Kusworo.

c) Keterangan terdakwa, yang diperoleh dari pernyataan

terdakwa di persidangan.

d) Alat bukti di atas disertai dengan barang bukti yang dibawa

ke persidangan, barang bukti tersebut berupa:

- 1 (satu) paket kecil ganja seberat 4,025 gram

- Hand Phone Nokia tipe 112 warna silver dengan nomor

089665766776

- 1 (satu) botol berisi urine milik Saiful Ngibad (terdakwa)

2) Uraian di atas telah menunjukkan bahwa dasar putusan Hakim

dalam menjatuhkan pidana di dalam Putusan Perkara Nomor:

52/Pid.Sus/2011/PN.Pwt. tidak hanya telah memenuhi syarat

pemidanaan sebagaimana yang dikemukakan oleh Sudarto

tetapi juga telah memenuhi ketentuan Pasal 183 KUHAP.

Page 81: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

81

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

Hakim dari alat bukti tersebut memperoleh keyakinan bahwa

terdakwa Saiful Ngibad Bin Kusworo bersalah melakukan

tindak pidana Penyalah Guna Narkotika Golongan I bagi Diri

Sendiri.

Penjatuhan Pidana Penjara bagi Anak

Pejatuhan pidana oleh Hakim pada Putusan Perkara Nomor:

56/Pid.Sus.2011/PN.Pwt. menggunakan Undang-Undang Nomor 35 Tahun

2009 tentang Narkotika sebagai dasar hukumnya. Undang-Undang Nomor

35 Tahun 2009 tentang Narkotika merupakan undang-undang pidana

khusus. Undang-undang tersebut dalam pelaksanaannya berlaku azas lex

specialis derogate legi generalis yang artinya, undang-undang yang

khusus mengesampingkan undang-undang yang umum. Berlakunya azas

lex specialis derogate legi generalis berdasarkan Pasal 103 KUHP

dirumuskan sebagai berikut,

Ketentuan-ketentuan dalam Bab I sampai dengan Bab VIII buku ini

juga berlaku bagi perbuatan-perbuatan yang oleh ketentuan

perundang-undangan lainnya diancam dengan pidana, kecuali jika

oleh undang-undang ditentukan lain.

Rumusan Pasal 103 KUHP ini memperbolehkan berlakunya aturan

pidana yang diatur di luar KUHP yang sifatnya lebih khusus seperti

dirumuskan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika,

khususnya Pasal 111 sampai Pasal 148. Berkaitan dengan penelitian

terhadap Putusan perkara Nomor: 56/Pid.Sus/2011/PN.Pwt. selain

menggunakan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009, dikarenakan

terdakwanya Anak, maka digunakan pula Undang-Undang Nomor 3

Page 82: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

82

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Kedua Undang-Undang ini

berkedudukan sama dalam tata urutan peraturan perundang-undangan dan

sifat berlakunyapun lebih khusus dari Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana. Tidak menjadi persoalan apabila kedua Undang-Undang ini dalam

mengatur hal yang sama, terdapat kesamaan pula dalam pengaturannya.

Namun dalam penelitian ini terdapat kerancuan dalam mengatur Anak

Nakal khususnya dalam penyalahgunaan narkotika.

Berkaitan dengan pidana dan pemidanaan tentu tak terlepas dengan

jenis pidana yang ditentukan secara limitatif di Indonesia. Pasal 10 Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana, yang merumuskannya:

Pidana terdiri atas:

c. Pidana pokok:

6. Pidana mati;

7. Pidana penjara;

8. Pidana kurungan;

9. Pidana denda;

10. Pidana tutupan;

d. Pidana tambahan:

4. Pencabutan hak-hak tertentu;

5. Perampasan barang-barang tertentu;

6. Pengumuman putusan hakim.

Terdakwa Saiful Ngibad Bin Kusworo yang berusia 17 (tujuh belas)

tahun 11 (sebelas) bulan, 29 (dua puluh sembilan) hari saat melakukan

tindak pidana penyalahgunaan Narkotika termasuk Anak sebagaimana

dalam rumusan BAB I Ketentuan Umum Pasal 1 butir (1) Undang-Undang

Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak memberi pengertian anak,

yaitu:

Anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai

umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai 18 (delapan belas)

tahun dan belum pernah kawin.

Page 83: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

83

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

Anak Nakal yang dimaksudakan, diperjelas pada Pasal 1 butir (2)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 tahun 1997 tentang

Pengadilan Anak memberi pengertian tentang anak nakal sebagai berikiut:

Anak nakal adalah:

c. Anak yang melakukan tindak pidana; atau

d. Anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang

bagi anak menurut peraturan perundang-undangan maupun

peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam

masyarakat yang bersangkutan.

Hakim terhadap terdakwa Saiful Ngibad Bin Kusworo yang masih

Anak dan terbukti melakukan tindak pidana hanya dapat menjatuhkan

pidana atau tindakan kepadanya sesuai rumusan Pasal 22 Undang-Undang

Nomor 3 Tahun 1997. Hakim dalam putusan yang diteliti ini memilih

menjatuhkan pidana yang aturannya terdapat dalam Undang-Undang

Pengadilan Anak. Pasal 10 KUHP dikesampingkan dengan aturan yang

lebih khusus dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang

Pengadilan Anak khususnya Pasal 23 ayat (2) dan (3) yang mengatur

secara limitatif ancaman pidana pokok dan pidana tambahan terhadap

Anak Nakal, yaitu:

(2) Pidana pokok yang dapat dijatuhkan pada anak ialah;

e. Pidana penjara;

f. Pidana kurungan;

g. Pidana denda; atau

h. Pidana pengawasan.

(3) Selain pidana pokok sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)

terhadap Anak Nakal dapat juga dijatuhi pidana tambahan,

berupa perampasan barang-barang tertentu dan atau

pembayaran ganti rugi.

Page 84: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

84

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

Pilihan Hakim menjatuhkan pidana pada Anak yang melakukan tindak

pidana, selanjutnya akan ditentukan pidana pokoknya yang di atur secara

limitatif dalam Undang-Undang Pengadilan Anak. Tentu tidak mudah,

karena Pasal 64 ayat (2) huruf d Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002

tentang Perlindungan Anak merumuskan bahwa Perlindungan khusus bagi

anak yang berhadapan dengan hukum dilaksanakan melalui penjatuhan

sanksi yang tepat untuk kepentingan yang terbaik bagi anak1. Sedangkan,

bila dilihat pilihan pidana pada Pasal 23 ayat (2) dan (3) Undang-Undang

Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak akan sulit menilai bahwa

pidana pokok tersebut terbaik bagi si anak apalagi tindak pidana yang

dilakukannya adalah penyalahgunaan narkotika. Anak yang memakai

narkotika yang terpenting adalah dibina dan diobati supaya tidak timbul

keinginan menggunakan narkotika lagi.

Ancaman pidana paling lama empat tahun pada Pasal 127 ayat (1)

huruf a Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang

telah diuraikan sebelumnya dan telah terbukti dilakukan Saiful Ngibad Bin

Kusworo secara sah dan meyakinkan dalam persidangan, tidak begitu saja

dijatuhkan seutuhnya sesuai rumusan pasalnya, karena ada pengkhususan

lagi dalam Undang-Undang Pengadilan Anak. Hakim yang memilih

menjatuhkan pidana penjara bagi anak harus cermat karena menurut

rumusan Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang

Pengadilan Anak, Pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada Anak

1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tantang Perlindungan Anak.

Page 85: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

85

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

Nakal paling lama ½(satu perdua) dari maksimum ancaman pidana bagi

orang dewasa.1

Diketahui bahwa ketentuan pidana penjara sebagaimana yang diatur

pada Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009

tentang Narkotika hanya ditentukan batas maksimumnya yaitu empat

tahun oleh karena itu, untuk menentukan batas minimunya sebagaimana

yang telah dijelaskan sebelumnya harus dikembalikan pada aturan

induknya yakni KUHP. Pasal 12 ayat (2) KUHP menentukan bahwa batas

minimum pidana penjara selama waktu tertentu adalah satu hari.

Berdasarkan batas minimum yang ditentukan pada Pasal 12 ayat (2)

KUHP dan berdasarkan batas maksimum yang ditentukan pada Pasal 127

ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika, Hakim dapat menjatuhkan pidana penjara berapa pun lamanya

dengan ketentuan tidak boleh kurang dari satu hari dan tidak boleh lebih

dari empat tahun, dan dengan adanya Undang-Undang tentang Pengadilan

Anak maka dibatasi setengahnya. Sehingga lamanya pidana penjara yang

dapat dijatuhkan bagi terdakwa Saiful Ngibad ini antara satu hari sampai

dua tahun. Sehingga tidak ada salahnya jika Hakim memutus pidana

penjara selama satu tahun dan satu bulan terhadap terdakwa anak ini.

1 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.

Page 86: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

86

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

Ad.c Faktor subyekif Hakim

Hakim bukanlah corong undang-undang, mereka adalah manusia

yang mempunyai hati nurani yang dalam mengambil keputusan di

akhir persidangan tidak hanya didasarkan peraturan perundang-

undangan tertulis semata, tetapi juga pertimbangan moril dan sosial.

Memang pribadi hakim mempunyai pengaruh yang besar terhadap

keputusannya yang diambilnya. Di samping pertimbangan yang

rasionil dalam menentukkan pidana, hal-hal yang bersifat emosionil,

misalnya sampai di mana rasa kasih sayangnya terhadap sesama

hidup, akan mempengaruhi keputusannya.1

Setiap putusan akhir dalam suatu perkara pidana diuraikan secara

singkat mengenai pertimbangan Hakim yaitu hal-hal yang

memberatkan dan meringankan dari terdakwa yang termasuk faktor

subyektif Hakim dalam memutuskan suatu perkara pidana. Putusan

Pengadilan Negeri Purwokerto pada perkara Nomor

1 Sudarto, 1986, op.cit, hlm.89.

Page 87: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

87

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

56/Pid.Sus/2011/PN.Pwt mencantumkan hal-hal yang memberatkan

dan ha-hal yang meringkan terhadap terdakwa Saiful Ngibad Bin

Kusworo. Hal yang memberatkan dan hal yang meringankan

sebagaimana diatur pada Pasal 197 ayat (1) huruf f KUHAP yang

merumuskan,

(1) Surat putusan pemidanaan memuat:

f. Pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar

pemidanaan atau tindakan dan pasal peraturan perundang-

undangan yang menjadi dasar hukum dari putusan, disertai

keadaan yang memberatkan dan yang meringankan

terdakwa.

Mengenai hal-hal yang memberatkan, menjadi alasan klasik di

setiap perkara tindak pidana penyalahagunaan narkotika jika terdakwa

tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas peredaran

Narkotika dan perbuatan terdakwa dapat merusak mental generasi

muda yang merupakan modal penerus bangsa sebagai hal yang

memberatkan hukuman pidana bagi terdakwa. Hal ini jelas tidak dapat

disangkal, karena bahaya Narkotika yang disalahgunakan tidak hanya

berimbas pada satu orang atau sekelompok orang saja, tetapi satu

generasi muda yang nantinya akan mengemban tanggung jawab besar

terhadap pembangunan bangsanya di masa depan.

Terkait hal yang meringankan sebagaimana dari data hasil

penelitian diketahui bahwa, terdakwa Saiful Ngibad Bin Kusworo

mengakui dan berterus terang terhadap tindak pidana yang dibuktikan

di persidangan, menyesal, dan berjanji tidak akan mengulanginya

Page 88: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

88

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

perbuatannya. Terdakwa yang masih termasuk anak ini juga belum

pernah dihukum sebelumnya, masih ingin melanjutkan sekolah, dan

diharapkan dapat memperbaiki diri di kemudian hari. Hal yang

meringankan ini apabila dicermati maka lebih kepada sikap dan

tindakan pembuat sesudah melakukan tindak pidana, yang mana sikap

dan tindakan pembuat sesudah melakukan tindak pidana wajib

dipertimbangkan oleh Hakim dalam pemidanaan.1

Sejalan hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang meringankan

dengan penentuan berat-ringannya suatu pidana, Barda Nawawi Arief

mengutip:

Menurut Oemar Seno Adjie, jika dalam suatu undang-undang

terdapat “ground” yang dimaksudkan untuk memberatkan atau

meringankan hukuman, maka akan mengurangi kebebasan hakim

dalam penjatuhan ataupun pemilihan hukuman. Tetapi sebenarnya

dalam maksimal dan minimal yang ditentukan, hakim pidana bebas

mencari hukuman yang dijatuhkan terhadap terdakwa secara tepat.

Jadi bukan kebebasan mutlak secara tidak terbatas untuk

menyalurkan kehendaknya dengan kesewenang-wenangan subjektif

untuk menentukan berat ringannya hukuman. Harus

dipertimbangkan sifat dan seriusnya delik yang dilakukan, keadaan

yang meliputi perbuatan yang dihadapkan kepadanya, kepribadian

pelaku, umur, tingkat pendidikan, jenis kelamin, lingkungannya,

sifatnya sebagai bangsa dan lain-lain.2

Pendapat Oemar Seno Adji tak berbeda jauh dengan J.E.

Sahetapy yang mengemukakan:

Patutlah diingat bahwa masalah berat ringan atau takaran pidana

sangat erat bertautan dengan konsep penilaian yang hendak diberikan

terhadap kejahatan atau jenis kejahatan yang tertentu. In concreto

1 Muladi, dalam Muladi dan Barda Nawawi Arief, op.cit, hlm. 69.

2 Barda Nawawi Arief, Pidana Penjara Terbatas, dalam Gregorius Aryadi, Putusan

Hakim dalam Perkara Pidana (Studi Kasus tentang Pencurian dan Korupsi di daerah Istimewa

Yogyakarta), Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Yogyakarta, 1995, hlm. 73.

Page 89: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

89

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

lazimnya takaran atau berat ringannya pidana dikaitkan dengan sikap

penjahat selama ia diadili. Selain dari itu takaran tersebut juga

dipengaruhi oleh hal-hal lain, seperti apakah ia mempersulit jalannya

sidang dan sebagainya. Ada pula beberapa hal lain yang tampaknya

dilupakan, seperti realitas kehidupan sosial, sepak terjang hidupnya,

sifat, bentuk, dan cara kejahatan yang dilaksanakannya serta juga

bagaimana skala nilai-nilai masyarakat yang bersangkutan.1

Pendapat mengenai penentuan berat-ringannya pidana yang

diberikan Hakim, dari doktrin di atas penulis dapat membaginya

menjadi tiga aspek, yaitu bobot tindak pidana, kondisi diri pelaku, dan

lingkungan sosial.

a) Bobot tindak pidana

Hakim meyakini dakwan kedua dari Jaksa Penuntut Umum yang

tepat dikenakan bagi terdakwa Saiful Ngibad Bin Kusworo yaitu

memenuhi rumusan Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-Undang

Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang dipertimbangkan

berdasarkan pembuktian fakta-fakta hukum di persidangan.

Terpenuhinya unsur “Setiap orang” dan “Penyalah guna

narkotika” Golongan I bagi diri sendiri” memasukkan terdakwa

anak ini pada kategori penyalah guna narkotika karena

menggunakan ganja tanpa hak atau melawan hukum bukan

sebagai pecandu karena tidak ditemukan ada ketergantungan pada

terdakwa terhadap ganja baik secara fisik maupun psikis.

Terdakwa yang tidak masuk dalam kategori pecadu narkotika atau

1 J.E. Sahetapy, Suatu Studi Khusus Mengenai Ancaman Pidana Mati terhadap

Pembunuhan Berencana, Rajawali Press, Jakarta, 1982. hlm. 180.

Page 90: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

90

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

korban penyalahgunaan narkotika berakibat pula pada pemberian

pidana terhadapnya dan mengesampingkan pemberian tindakan.

Penyalahgunaan narkotika termasuk tindak pidana khusus yang

pengaturaannya dipisahkan dan termasuk tindak pidana yang berat

karena akibat yang ditimbulkannya dapat meluas hingga merusak

generasi muda.

b) Kondisi diri pelaku

Pada apa yang telah dikemukakan oleh J.E. Sahetapy,

diketahui bahwa untuk menentukan berat ringan pidana yang

hendak dijatuhkan oleh Hakim terhadap terdakwa berkaitan

dengan sikap terdakwa itu selama menjalani proses persidangan

dan berdasarkan data dari hasil penelitian, terdakwa Saiful

Ngibad Bin Kusworo selama menjalani proses persidangan tidak

mempersulit jalannya proses persidangan tersebut. Hal ini tampak

dari sikapnya yang mengakui perbuatan yang telah dilakukannya

dan memberikan keterangan yang jelas dan tidak berbelit-belit.

Ini artinya, sikap yang terdakwa tampakkan selama menjalani

proses persidangan tersebut berkaitan juga dengan penentuan

berat ringan pidana penjara. Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang

Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dalam hal

yang sama merumuskan,

Dalam menentukan berat ringannya pidana, hakim wajib

memperhatikan pula sifat yang baik dan jahat dari terdakwa.

Page 91: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

91

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

Terdakwa yang masih dikategorikan sebgai anak juga

menjadi pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan pidana.

Walaupun perkembangan teknologi dan informasi mempengaruhi

perkembangan diri anak menjadi lebih cepat tahu dan

berkembang menjadi lebih cepat dewasa dari umurnya, tapi tidak

mengurangi pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan pidana

dengan membedakannya dengan penjatuhan pidana untuk orang

yang sudah dewasa.

Berdasarkan data pendukung yang diperoleh dari hasil

wawancara dengan Abdul Latif salah satu Hakim di Pengadilan

Negeri Purwokerto, Hakim sebenarnya mengalami kendala dalam

menjatuhkan pidana penjara pada terdakwa anak. Penjatuhan

pidana penjara bagi anak khususnya dalam tindak pidana

Penyalahgunaan Narkotika pada umumya sangat dihindari, tetapi

untuk beberapa kasus vonis berupa penjatuhan pidana penjara

diputuskan dikarenakan kondisi keluarga dari terdakwa terutama

orang tua ataupun walinya tidak mendukung pemulihan mental

pada diri terdakwa atau cenderung tidak peduli atas kondisi

anaknya yang membutuhkan perhatian khusus, sehingga

dikhawatirkan akan memperburuk kondisi fisik dan psikis anak.

Lembaga pemasyarakatan yang nantinya akan menerima anak-

anak tahanan seperti inilah yang diharapkan akan membantu anak

dengan pembinaan di dalamnya. Bila dikaitkan dengan perbuatan

Page 92: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

92

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

Saiful Ngibad Bin Kusworo yang menggunakan narkotika dan

orang tuanya mengaku tidak mengetahuinya, apalagi melaporkan

pada pihak yang berwajib untuk dimintakan rehabilitasi setelah

anaknya ditangkap, Hakimpun juga mempertimbangkan hal

tersebut.

c) Lingkungan sosial masyarakat

Selain penentuan berat ringannya pidana dari hal-hal yang

memberatkan dan hal-hal yang meringankan yang ditemukan

dalam diri terdakwa saat menjalani proses persidangan. Dalam

perkara dengan terdakwa anak, Hakim juga harus

mempertimbangkan laporan penelitian Kemasyarakatan

sebagaimana diwajibkan dalam Pasal 59 ayat (2) Undang-Undang

Nomor 1997 tentang Pengadilan Anak. Salah satu unsur penting

dalam peradilan pidana anak adalah Probation Officer yang di

Indonesia dilakukan oleh BISPA (Bimbingan Pemasyarakatan dan

Pengentasan Anak) yang bertugas menyelidiki latar belakang

sosial dan budaya seorang anak sampai melakukan tindak pidana.1

Serangkaian penelitian yang dilakukan dan beberapa rekomendasi

yang diberikan oleh BISPA ini menjadi unsur penting dalam

Hakim merumuskan putusan, walaupun laporan ini sifatnya tidak

mengharuskan Hakim untuk melaksanakannya. Sejalan dengan

1 Sunaryo,”Perlindungan Hukum atas Hak Asasi Manusia bagi Anak dalam Proses

Peradilan Pidana”, Dinamika Hukum, Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman, Mei 2002,

hlm. 89.

Page 93: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

93

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

pemikiran Wagiati Soetodjo, “Demikianlah walaupun Case study

ini tidak mengikat Hakim, namun ia merupakan alat pertimbangan

yang mau tidak mau wajib diperhatikan oleh Hakim, sehingga

menjadi pedoman bagi Hakim dalam memutus perkara pidana

Anak di muka sidang pengadilan”.1 Pertimbangan Hakim dalam

putusan perkara Nomor: 56/Pid.Sus/2011/PN.Pwt di dasarkan azas

kebebasan dan kemandirian Hakim, Hakim tidak sependapat

dengan saran BAPAS Purwokerto atas penelitian terhadap diri

terdakwa Saiful Ngibad Bin Kusworo bahwa terdakwa adalah

Pecandu Narkotika sehingga tindakan lebih tepat diberikan

baginya adalah rehabilitasi dari pada hukuman berupa perampasan

kemerdekaan.

Pengaruh tempat tinggal terdakwa Saiful Ngibad Bin

Kusworo di Jalan Raya Kampus Kelurahan Grendeng dan

pergaulannnya bersama saudaranya dan teman-temanya yang

terlebih dahulu menggunakan Narkotika sangat berpengaruh

terhadap tingkah laku terdakwa. Wagiati Soetodjo mengutip

pendapat Sutherland yang mengembangkan teori Association

Differential menyatakan,

Anak menjadi delinkuen disebabkan oleh partisipasinya di tengah-

tengah suatu lingkungan sosial yang ide dan teknik delinkuen

tertentu dijadikan sebagai sarana yang efisien untuk mengatasi

kesulitan hidupnya. Karena itu semakin anak luas bergaul,

semakin intensif frekuensinya dengan Anak Nakal, akan menjadi

1 Wagiati Soetodjo, Hukum Pidana Anak, PT Refika Aditama, Bandung, 2006, hlm. 46-

47.

Page 94: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

94

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

semakin lama pula anak tadi menjadi benar-benar menjadi nakal

dan kriminil.1

Pendapat yang senada mengenai perilaku Anak yang dalam

pergaulan di lingkungan sosial membawa dampak yang

menyimpang yaitu,

Perilaku anak/ remaja yang cenderung kriminal umumnya

disebabkan oleh renggangnya interaksi atau kurangnya perhatian

orang tua. Di sisi lain anak berinteraksi sangat erat dengan teman-

temannya. Interaksi intensif di lingkungan yang kurang

mendukung tumbuh kembangnya pola pikir sehat menyebabkan

dia cenderung bertindak menyimpang, termasuk dari norma

hukum.2

Pidana penjara merupakan bagian dari penegakan hukum pidana

terhadap anak sebagai konsekuensi atas tindak pidana yang

dilakukan dan dalam penjatuhan putusan pidana penjara

sepenuhnya menjadi kewenangan Hakim. Adapun yang biasanya

menjadi dasar-dasar pertimbangan bagi Hakim dalam menjatuhkan

pidana penjara terhadap anak adalah :

- Anak tersebut melakukan tindak pidana lebih dari satu kali,

- Anak tersebut melakukan suatu tindak pidana yang tergolong

dalam kejahatan berat,

- Dipandang bahwa anak tersebut sudah tidak dapat diperbaiki lagi

dengan upaya lainnya,

- Anak tersebut membahayakan masyarakat.3

1 Ibid., hlm.24.

2 Hibnu Nugroho, “Hukuman Anak Bermasalah”

http://m.suaramerdeka.com/index.php/read/cetak/2012/01/20/174353, diases pada 13 Juni 2013. 3 Madhe Sadhi Asturti, Pemidanaan terhadap Anak sebagai Pelaku Tindak Pidana, IKIP,

Malang, 1997, hlm.117.

Page 95: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

95

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

2. Kesesuaian Penjatuhan Pidana Penjara bagi Anak Pelaku

Penyalahgunaan Narkotika dalam Putusan Pengadilan Negeri

Purwokerto Nomor: 56/Pid.Sus/2011/PN.Pwt dengan Tujuan

Pemidanaan.

Pemidanaan menjadi suatu masalah yang selalu dikaji baik di

Indonesia maupun di berbagai negara lainnya. Seiring dengan desakan

masyarkat dunia mengenai pentingnya perlindungan hak asasi manusia,

tujuan dari pemidanaanpun berubah ke arah yang lebih humanis. Sulit

memang untuk mengakomodir beberapa keinginan dalam satu regulasi.

Pada satu sisi pelaku tindak pidana hendaknya dihukum sebagai bentuk

pertanggungjawaban atas akibat tindak pidana yang ia lakukan. Namun, di

sisi lain ada berbagai dampak yang buruk dari suatu hukuman baik untuk

diri si pelaku maupun keberhasilan dari pemberantasan tindak pidana itu

sendiri.

a. Tujuan penjatuhan pidana penjara

Page 96: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

96

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

Tujuan agar pelaku tindak pidana yang dikenai pidana itu akan jera,

tidak melakukan tindak pidana lagi, menakut-nakuti masyarakat sehingga

tidak melakukan tindak pidana adalah suatu tujuan pemidanaan yang pada

pelaksanaanya tidak mudah. Bahkan lebih banyak seorang yang dikenai

pidana akan mengulangi tindak pidana itu kembali, tidak dapat di terima

kembali dalam masyarakat, hingga bertambah buruk perilakunya. Tentu

dampak buruk dari pemberian pidana ini tidak diinginkan, tetapi

kenyataanya tidak jarang terjadi dan selalu menjadi permasalahan yang

sering dikaji ulang untuk mendapatkan solusinya.

Hakim sebagai puncak dari serangkaian proses panjang peradilan

pidana harus cerdas dan berhati nurani karena keputusannya untuk

menjatuhkan pidana kepada seseorang akan sangat mempengaruhi

kehidupan orang tersebut. Dalam perkara dengan terdakwa Saiful Ngibad

Bin Kusworo ini, terdakwa adalah seorang anak yang masih memiliki

masa depan yang panjang. Terdakwa dibujuk oleh saudaranya untuk

menghisap ganja, ia ditangkap dan divonis penjara satu tahun satu bulan.

Hakim tidak menyalahi aturan normatif dalam menjatuhkan pidana dalam

perkara ini, tetapi bila dilhat dari aturannya sendiri ada keganjilan terkait

perkara dengan pelaku anak yang melakukan tindak pidana

penyalahgunaan narkotika ini.

Mengenai penjatuhan pidana ada yang perlu disadari oleh Hakim,

Sudarto berpendapat:

Page 97: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

97

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

Hakim dalam penghukuman yang berupa penjatuhan pidana harus

menyadari apa makna pemidanaan itu, harus menyadari apa yang hendak

dicapai dengan yang ia kenakan kepada sesama manusia yang telah

melanggar ketentuan undang-undang. Dalam menetapkan hukum hakim

tidak semata-mata hanya menegakan hukum demi hukum itu sendiri,

melainkan harus mengejar kemanfaatan sosial. Oleh karena itu keputusan

hakim itu tidak boleh terlepas dari politik kriminil, karena pengadilan

merupakan aparat politik kriminil. Maka dalam hubungan ini hakim harus

“menentukkan posisinya”.1

Penjatuhan pidana penjara bagi Saiful Ngibad Bin Kusworo harus

diketahui tujuan yang hendak dicapai dan manfaat sosial yang akan

berpengaruh pada masyarakat. Khusus mengenai penjatuhan pidana

penjara pada anak, pertimbangan pidana dan perlakuan terhadap anak-anak

yang melakukan tindak pidana perlu mendapat perhatian khusus, sebab

pada peradilan anak ini keputusan Hakim tersebut harus mengutamakan

pada pemberian bimbingan edukatif terhadap anak-anak, di samping

tindakan yang bersifat menghukum.2

Secara tradisional teori-teori pemidanaan pada umumnya dapat dibagi

dalam dua kelompok teori, yaitu:

3. Teori absolut atau teori pembalasan (retribituve/vergeldings theorieen)

4. Teori relatif atau teori tujuan (utilitarian/doeltheorieen) 3

Teori absolut sudah banyak di tinggalkan oleh beberapa negara

termasuk Indonesia dan dengan berlakunya Undang-Undang tentang

Pemasyarakatan yang saat ini sedang mengimplemantasikan teori tujuan

pada proses pemidanaannya dengan metode pembinaan. Dasar

1 Sudarto, Kapita Selekta,1990, hlm. 100.

2 Wagiati Soetodjo, op.cit, hlm.47.

3 Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-Teori dan Kebijakan Hukum Pidana, Alumni,

Bandung 1984, hlm. 10.

Page 98: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

98

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

pembenaran adanya pidana menurut teori relatif terletak pada tujuannya

yaitu, pidana dijatuhkan bukan “quia peccatum est” (karena orang

membuat kejahatan) melainkan “ne peccetur” (supaya orang jangan

melakukan kejahatan).1 Tujuan pidana supaya orang jangan melakukan

kejahatan ini terdiri dari:

1) Teori menakuti yaitu tujuan dari pidana itu adalah untuk menakut-

nakuti seseorang, sehingga tidak melakukan tindak pidana baik

terhadap pelaku itu sendiri maupun terhadap masyarakat (preventif

umum).

2) Teori memperbaiki yaitu bahwa dengan menjatuhkan pidana akan

mendidik para pelaku tindak pidana sehingga menjadi orang yang baik

dalam masyarakat (preventif khusus).2

Mengenai pencegahan E. Utrecht dalam hal yang sama

mengemukakan, sifat prevensi dari hukuman itu ada dua macam:

1) Prevensi umum (generale preventive).

2) Prevensi khusus (special preventive).

Prevensi umum bertujuan untuk menghindarkan supaya orang pada

umumnya tidak melanggar. Prevensi khusus bertujuan menghindarkan

supaya pembuat (dader) tidak melanggar.3

Mengenai tujuan pemidanaan, Hakim dalam perkara ini tidak

sependapat dengan tuntutan Penuntut Umum untuk memidana terdakwa

dua tahun penjara, karena dari pertimbangan dalam putusannya

“Penjatuhan pidana pada dasarnya adalah bukan dimaksudkan sebagai

pembalasan dendam bagi terdakwa, tetapi lebih merupakan pembinaan

bagi terdakwa agar setelah menjalankan pidananya dapat menjadi orang

lebih baik lagi, apalagi terdakwa masih anak-anak sehingga diharapkan

1 Ibid., hlm. 16.

2 Roeslan Saleh, 1987, op.cit, hlm. 26.

3 E. Utrecht, Hukum Pidana I, Universitas Jakarta, Jakarta, 1958, hlm. 157.

Page 99: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

99

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

dapat memeperbaiki diri dan dikemudian hari dapat menjadi anak yang

lebih baik. Hakim di sini menggunakan teori tujuan dalam menjatuhkan

pidana penjara bagi terdakwa. Hakim bermaksud membina terdakwa

dengan memenjarakannya, tetapi harus dikaji lagi mengenai manfaat dari

dijatuhkannya pidana penjara bagi terdakwa. Seorang yang baru mencoba-

coba narkotika dan kondisi terdakwa yang masih muda dengan pergaulan

yang saat ini cukup mengkhawatirkan merupakan tantangan bagi negara

untuk memberikan pembinaan dan pendidikan yang sesuai.

b. Tujuan pidana penjara bagi anak penyalahguna narkotika

Bila dibandingkan, antara Peyalah Guna narkotika yang baru

mencoba-coba dengan Pecandu Narkotika ternyata bisa diperoleh putusan

yang berbeda jauh. Pasal 103 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009

ayat (1) dan (2) merumuskan bahwa:

(1) Hakim yang memeriksa perkara Pecandu Narkotika dapat:

a. memutuskan untuk memerintahkan yang bersangkutan

menjalani pengobatan atau rehabilitasi baik jika

terbukti bersalah atau menetapkan yang

bersangkutan menjalani pengobatan atau rehabilitasi

jika tidak terbukti bersalah.

b. menetapkan untuk memerintahkan yang bersangkutan

menjalani pengobatan dan/atau perawatan melalui

rehabilitasi jika Pecandu Narkotika tersebut tidak

terbukti bersalah melakukan tindak pidana Narkotika.

(2) Masa menjalani pengobatan dan/atau perawatan bagi

Pecandu Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf a diperhitungkan sebagai masa menjalani hukuman.

Penjelasan Pasal 103 Ayat (1) huruf (a) Undang-Undang Nomor 35

Tahun 2009 menegaskan bahwa penggunaan kata memutuskan bagi

Page 100: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

100

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

Pecandu Narkotika yang terbukti bersalah melakukan tindak pidana

Narkotika mengandung pengertian bahwa putusan Hakim tersebut

menggunakan vonis (hukuman) bagi Pecandu Narkotika yang

bersangkutan. Sedangkan pada kata menetapkan berarti tidak terbukti

melakukan tindak pidana narkotika, tetapi tetap wajib menjalani

pengobatan dan perawatan.

Pilihan untuk memenjarakan pelaku penyalahgunaan narkotika

sepenuhnya diserahkan kepada kebijakan Hakim termasuk dalam

menangani perkara anak. Sebuah problema adalah ketika suatu pilihan

memidana anak dikaitkan dengan Pasal 64 ayat (2) huruf d Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang lebih

menitikberatkan pada aspek pemberian sanksi yang tepat untuk

kepentingan terbaik bagi Anak yang berhadapan dengan hukum. Terlebih

lagi khusus untuk tindak pidana penyalahgunaan narkotika, dimana pelaku

hanya mengkonsumsi untuk diri sendiri tidak untuk tujuan lain seperti

memproduksi, mengedarkan, atau memperdagangkan narkotika upaya

pengobatan untuk menghentikan keinginan memakai narkotika terkadang

harus dikesampingkan karena peraturannya menghendaki demikian.

Salah satu kendalanya adalah beberapa istilah dalam Undang-Undang

Narkotika dan Undang-Undang Perlindungan Anak yang hampir sama,

tetapi aturannya berbeda-beda.

- Pecandu Narkotika sebagai orang yang menggunakan

atau menyalahgunakan narkotika dan dalam keadaan ketergantungan

Page 101: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

101

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

pada narkotika, baik secara fisik maupun psikis (Pasal 1 angka 13

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika);

- Penyalah Guna adalah orang yang menggunakan narkotika tanpa

hak atau melawan hukum (Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 35

Tahun 2009 tentang Narkotika)

- Korban Penyalahguna Narkotika adalah seseorang yang tidak

sengaja menggunakan narkotika, karena dibujuk, diperdaya, ditipu,

dipaksa, dan/atau diancam untuk menggunakan narkotika (Penjelasan

Pasal 54 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika)

Pasal 67 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak, merumuskan:

Perlindungan khusus bagi anak yang menjadi korban

penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif

lainnya (napsza) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59, dan terlibat

dalam produksi dan distribusinya, dilakukan melalui upaya

pengawasan, pencegahan, perawatan, dan rehabilitasi oleh

pemerintah dan masyarakat.

Permasalahan kembali terjadi akibat banyaknya istilah adalah

kerancuan pengaturan di mana Pasal 4 huruf d di Undang-Undang Nomor

35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang merumuskan bahwa:

Undang-Undang Narkotika bertujuan menjamin pengaturan upaya

rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalahguna dan pecandu

narkotika.

Namun jaminan upaya rehabilitasi sosial dan medis dibatasi kembali,

dalam Pasal 54 Undang-Undang Narkotika merumuskan bahwa:

Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahguna Narkotika wajib

menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

Sehingga, berdasarkan Pasal 54 tersebut, hak penyalah guna untuk

mendapat rehabilitasi menjadi tidak diakui. Penyalah guna yang awalnya

mendapatkan jaminan rehabilitasi, tetapi pada Pasal 127 Undang-Undang

Page 102: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

102

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, kemudian juga menjadi subjek

yang dapat dipidana dan kehilangan hak rehabilitasinya, kecuali dapat

dibuktikan atau terbukti sebagai korban narkotika.

Pembuktian bahwa penyalah guna narkotika merupakan korban

narkotika sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Narkotika,

merupakan suatu hal yang sulit, karena harus melihat awal pengguna

narkotika menggunakan narkotika dan diperlukan pembuktian bahwa

penggunaan narkotika ketika menggunakan narkotika dalam kondisi

dibujuk, diperdaya, ditipu, dipaksa, dan atau diancam untuk menggunakan

narkotika. Dalam implementasinya, Mahkamah Agung RI mengeluarkan

Surat Edaran Nomor 04 Tahun 2010 tentang Penempatan,

Penyalahgunaan, Korban Penyalahgunaan, dan Ketergantungan

Narkotika yang sebenarnya penerapan pemidanaan bagi Pecandu

Narkotika saja karena merujuk pada yang diatur dalam Pasal 103 huruf

dan b Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009.

Sebagaimana yang menjadi pertimbangan Hakim yang mengadili

terdakwa Saiful Ngibad Bin Kusworo juga mempertimbangkan penjatuhan

pidana penjara bukan rehabilitasi karena Surat Edaran No. 04 Tahun 2010

tentang Penempatan, Penyalahgunaan, Korban Penyalahgunaan,

dan Ketergantungan Narkotika yang sifatnya sebagai himbauan dan

digunakan Hakim bila memperoleh kesulitan. Korban Penyalahgunaan

Narkotika dan Pecandu Narkotika telah dijamin Undang-Undang untuk

direhabiltasi, seorang Penyalah Guna Narkotika untuk mendapat

Page 103: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

103

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

rehabilitasi medis diperlukan adanya laporan terlebih dahulu dari dirinya

sendiri ataupun keluarganya kepada instansi yang berwenang, dan bila ia

tertangkap tanpa ada bukti melapor terlebih dahulu bila ia seorang

pemakai, ia harus memenuhi persyaratan yang cukup rumit. Seorang

seperti Saiful Ngibad Bin Kusworo yang baru menggunakan Narkotika

Golongan I berupa ganja sebanyak dua kali karena dibujuk oleh

saudaranya dan tertangkap ketika akan menggunakan yang ketiga kalinya

ini menurut Hakim bukanlah seorang pecandu narkotika, sehingga dapat

dijatuhi pidana penjara. Dalam amar putusan tidak memutuskan agar

terdakwa menjalani rehabilitasi, sedangkan seorang pecandu bisa

mendapat rehabilitasi medis yang diperhitungkan sebagai masa menjalani

hukuman bila ia dapat membuktikan bahwa ia seorang pecandu yang

syaratnya ditentukan dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 04

Tahun 2010.

Pecandu Narkotika juga dapat terbukti melakukan tindak pidana

narkotika seperti halnya Penyalah Guna Narkotika, sehingga dapat dikenai

hukuman. Perbedaannya Pecandu Narkotika mendapat hukuman dengan

cara diobati dan mendapat perawatan, sedangkan Penyalah Guna

Narkotika yang tidak terbukti sebagai pecandu narkotika tidak bisa

memperoleh hukuman berupa pengobatan dan/atau perawatan. Undang-

Undang Pengadilan Anak, telah secara limitatif menentukan pidana pokok,

sehingga Hakim lebih banyak terpacu menggunakan pilihan pidana dalam

Page 104: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

104

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

Undang-Undang tentang Pengadilan Anak daripada Undang-Undang

tentang Narkotika atau Undang-Undang Perlindungan Anak. Penyalah

guna Narkotika yang masih coba-coba seperti Saiful Ngibad Bin Kusworo

tidak dimungkinkan mendapat pengobatan dan/atau perawatan layaknya

pecandu narkotika, atau secara tidak langsung menyimpulkan ia termasuk

anak yang berbahaya yang harus dibina di Lembaga Pemasyarakatan

bukan orang yang sakit atau sebagai korban yang harus diselamatkan dan

diobati.

Pidana penjara masih dianggap sebagai cara yang tepat untuk

mencapai tujuan dari suatu pemidanaan termasuk upaya membina dan

mendidik anak yang salah bergaul sehingga melakukan perbuatan yang

melanggar Undang-Undang. Mengenai keberadaan penjara sendiri, ada

salah satu pendapat yang ekstrim mengenai peniadaan pidana penjara

adalah pendapat Prof. Herman Bianchi yang menyatakan:

“The institution of prison and imprisonment are to be for ever

abolished, entirely and totality. No trace should be lift of this darkside

in human history”

(Lembaga penjara dan pidana penjara harus dihapuskan untuk selama-

lamanya dan secara menyeluruh. Tidak sedikitpun (bekas) yang patut

diambil dari sisi yang gelap di dalam sejarah kemanusiaan ini).1

Indonesia sendiri masih menganggap Lembaga kepenjaraan atau

yang kini disebut Lembaga Pemasyarakatan diperlukan untuk membina

orang-orang yang melanggar hukum dapat berubah menjadi orang yang

1 Barda Nawawi Arief, Kapita Selekta, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2010, hlm.37.

Page 105: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

105

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

baik dan dapat mengembalikkannya di tengah masyarakat. Penjatuhan

pidana penjara bukannlah upaya pertama atau yang utama untuk membina

seseorang terutama bagi anak-anak. Pasal 66 ayat (4) Undang-Undang

Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia,

Penangkapan, penahanan, atau pidana penjara anak hanya boleh

dilakukan sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat

dilaksanakan sebagai upaya terakhir.

Penjatuhan pidana penjara menimbulkan dampak negatif dan kerugian

khususnya terhadap terpidana anak. Adapun dampak dari penjatuhan pidana

perampasan kemerdekaan diantaranya adalah:

- Anak akan akan terpisah dari keluarganya sehingga akan berdampak

pada gangguan terhadap gangguan hubungan keluarga seperti terlalu

singkatnya dalam memberikan pendidikan, pengarahan, bimbingan

yang positif dari orang tua terhadap terpidana anak

- anak menjadi lebih ahli tentang kejahatan, hal ini dikarenakan adanya

pengaruh yang didapat dari terpidana lainnya dimana hal ini membuka

kemungkinan bagi terpidana untuk mempelajari prilaku kriminal

terpidana yang lainnya sehingga anak akan menjadi lebih ahli tentang

kejahatan

- anak tersebut diberi cap oleh masyarakat, hal ini dapat kita kaitkan

dengan teori labeling yang dikemukakan oleh Matza dimana

memandang para kriminal bukanlah sebagai orang yang bersifat jahat

tetapi mereka adalah individu-individu yang sebelumnya pernah

berstatus jahat sebagai pemberian system peradilan pidana maupun

masyarakat luas.1

Perlu kita pikirkan bersama bahwa persoalan penjatuhan pidana

penjara anak sangat serius karena penjara yang menjadi tempat

penghukuman anak terbukti bukan merupakan tempat yang tepat untuk

membina anak mencapai proses pendewasaan yang diharapkan.

1 Topo Santoso dan Eva Achjani, Kriminologi, PT.Radja Grafindo Persada, Jakarta, 2003,

hlm. 98.

Page 106: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

106

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

Selama proses peradilan anak yang berhadapan dengan hukum

kehilangan hak-hak dasarnya seperti komunikasi dengan orang tua,

hak memperoleh pendidikan, dan hak kesehatan, dan ada stigma yang

melekat pada anak setelah selesai proses peradilan sehingga akan

menyulitkan dalam perkembangan psikis dan sosial ke depannya.1

Melihat begitu besarnya kerugian dan dampak negatif yang

ditimbulkan, maka hendaklah dicari dan dirumuskan alternatif-alternatif

dari pidana penjara terhadap anak sebagai pelaku kejahatan misalnya

dengan memberikan pembinaan yang bersifat noninstitusional seperti:

pidana pembinaan, pengawasan, denda, kerja sosial dan ganti kerugian,

seperti halnya yang disebutkan dalam The Beijing Rules pada Rule 18

mengenai macam-macam tindakan yang dapat dijatuhkan pada terpidana

anak adalah;

- pidana pengawasaan

- pengawasan (Probation),

- kerja sosial (Community Service order),

- pidana denda atau ganti rugi (Compensation, restitution),

- perawatan lanjutan dan perintah perawatan lainnya (intermediete

treatment and other treatment orders),

- berpartisipasi dalam kegiatan kelompok konseling dan kegiatan lain

serupa (orders to participate in group concelling and smiliar activities),

- membantu perkembangan dalam masyarakat atau dalam lingkungan yang

mendidik (orders concerning foster care, living communication or other

educational setting),

- tindakan-tindakan lain yang relevan (other relevant orders).

1 Hadi Supeno, “Alternatif Pemidanaan “Restorative Justice” Bagi Anak Berkonflik

Dengan Hukum” , diakses pada 31 Januari 2013

http://www.kpai.go.id/publikasi-mainmenu-33/artikel/190-alternatif-pemidanaan-

restorative-justice-bagi-anak-berkonflik-dengan-hukum.html

Page 107: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

107

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

Penggunaan narkotika untuk diri sendiri yang khususnya dilakukan

anak sebenarnya menempatkan anak pada pelaku sekaligus korban pada

tindak pidana tersebut. Penjatuhan pidana penjara bagi peyalahguna

narkotika yang memandang anak sebagai korbannya, Pasal 64 ayat (3)

huruf a Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan

Anak merumuskan,

(3) Perlindungan khusus bagi anak yang menjadi korban tindak pidana

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan melalui:

a. upaya rehabilitasi, baik dalam lembaga maupun di luar

lembaga.

Pasal 67 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak

(1) Perlindungan khusus bagi anak yang menjadi korban

penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif

lainnya (napza) sebagaimana dimaksud dalam Psal 59, dan

terlibat dalam produksi dan distribusinya, dilakukan melalui

upaya pengawasan, pencegahan, perawatan, dan rehabilitasi

oleh pemerintah dan masyarakat.

Kondisi Lembaga Permasyarakatan (Lapas) saat ini sudah tidak

mendukung pemulihan terpidana penyalah guna narkotika khususnya

anak-anak, apalagi minimnya ketentuan yang menjamin pengurangan

dampak buruk pemakaian narkotika. Padahal Declaration on The

Guiding Principles of Drug Demand Reduction menyebutkan bahwa

kebijakan narkotika pada tingkat nasional maupun internasional harus

bertujuan mencegah dan mengurangi dampak buruk dari pemakaian

narkotika.

Page 108: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

108

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

Bila narapidana narkotika digabung dengan tahanan kriminal

lainnya, dikhawatirkan semakin memperburuk kondisi kejiwaan dan

kesehatan. Kesehatan yang diderita para narapidana narkotika akan

semakin berat. Bagi pemakai narkotika tempatnya bukan dipenjara

melainkan harus direhabilitasi, hal ini sesuai dengan Undang-Undang

Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, sangat diharapkan adanya

kerja sama dengan pihak kepolisian sehingga harus ada kriteria yang

jelas antara pelaku menjadi pemakai dan pelaku yang melakukan

kegiatan seperti memproduksi, pengedaran atau bandar narkotika.

Sehingga ke depan harus memberikan batas yang jelas dalam persoalan

penyalah guna narkotika tersebut sehingga bisa dilakukan rehabilitasi.

Tindak pidana penyalahgunaan narkotika khususnya yang

dilakukan untuk pemakai diri sendiri bukan untuk diproduksi dan

diperjual-belikan demi suatu tujuan keuntungan pribadi perlu adanya

pemisahan. Pada dasarnya, pengedar narkotika dalam terminologis

hukum dikategorisasikan sebagai pelaku (daders), akan

tetapi pengguna dapat dikategorisasikan baik sebagai pelaku dan/atau

korban. Selaku korban, maka pengguna narkotika adalah warga negara

yang harus dilindungi, serta dihormati hak-haknya baik dalam proses

hukum maupun dimensi kesehatan dan sosial.

Pengguna narkotika dapat memilih tempat rehabilitasi yang telah

memenuhi kualifikasi dan apabila pengguna narkotika dalam

pengawasan negara maka negara memberikan hak rehabilitasi secara

Page 109: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

109

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

cuma-cuma kepada pengguna narkotika dimana pembiayaanya dapat

diambil dari harta kekayaan dan asset yang disita oleh negara (Pasal 9

ayat (1), Penjelasan Pasal 103 ayat 1 huruf b dan Penjelasan Pasal 101

ayat (3) UU Narkotika). Tetap harus diingat pula, bahwa pemakai

narkotika lebih-lebih pemakai narkotika yang masih muda umurnya

sebenarnya harus dipandang sebagai orang yang sakit, seorang pasien,

yang perlu ditolong untuk disembuhkan.1

Pengguna narkotika akan dipidanakan terlebih dahulu minimal

empat tahun jika terbukti memiliki narkotika golongan I, sedangkan

rehabilitasinya masih menunggu peraturan pelaksana. Padahal Undang-

Undang Nomor 35 Tahun 2009 pada dasarnya menganggap pengguna

narkotika sebagai korban sehingga harusnya direhabilitasi terlebih

dahulu. Undang-Undang Narkotika tetap menimbulkan implikasi

yuridis bagi pengguna narkoba. Secara global, implikasi yuridis

tersebut berorientasi kepada aturan pelaksanaan bagi Undang-Undang

Narkotika. Upaya ini merupakan bentuk implementasi dari ketentuan

Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, khususnya

Pasal 54, 55, 103, dan 127. Undang-undang ini lebih bersifat humanis

kepada korban penyalahgunaan Narkotika, tetapi keras terhadap para

pengedar, importir dan produsen Narkotika.

Seorang anak yang masih berada dibawah kekuasaan orang tuanya

harusnya segala tindakannya diawasi oleh orang tua dan menjadi

1 Sudarto, Kapita Selekta,1990, hlm. 42.

Page 110: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

110

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

kewajiban orang tua untuk melindunginya. Pada perkara ini, jika anak

sebagai pengguna narkotika dan orang tua tidak mengetahuinya, apalagi

sampai anak dipidana penjara tentu orang tua atau wali dari si anak ini

harus ikut bertanggung jawab. Pada Pasal 26 ayat (1) huruf a Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

merumuskan orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk

mengasuh, memelihara, mendidik, dan memelihara anak.

Suatu kelalaian jika orang tua tidak mengetahui anaknya sebagai

pemakai narkotika, dan sebuah ironi jika anak dipenjara karena

kelalaian orang tua dalam mengawasi anaknya. Bagi penulis sendiri,

terdakwa Saiful Ngibad Bin Kusworo adalah korban penyalahgunaan

narkotika yang akan lebih bijaksana dan lebih bermanfaat bila ia

menjalani pengobatan atau rehabilitasi dari pada dipidana penjara.

Banyak pencandu, korban penyalahgunaan narkotika yang

dihukum dengan hukuman pidana. Pecandu dan penyalahguna harusnya

direhabilitasi bukan dipidana, yaitu didorong untuk melakukan upaya

“depenalisasi” dan “dekriminalisasi” bagi pengguna narkotika.

Depenalisasi merupakan perbuatan yang semula diancam dengan

pidana, tetapi kemudian ancaman itu dihilangkan, tetapi masih

dimungkinkan adanya tuntutan dengan cara lain. Sementara

dekriminalisasi adalah proses menghilangkan ancaman pidana

perbuatan yang semula tindak pidana menjadi tindakan biasa. Terkait

Page 111: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

111

Nanda Arum Dhini Ari – E1A009024

FH UNSOED 2013

dengan masih banyaknya pengguna narkotika di Indonesia yang

menerima hukuman pidana, bukan rehabilitasi. Upaya dekriminalisasi

berarti Hakim dalam memutuskan tindak pidana narkotika, khusus

pengguna itu tidak dimasukkan dalam penjara tapi dititipkan ke tempat

rehabilitasi.

Page 112: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

112

[Type text]

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada Bab IV maka didapat

simpulan sebagai berikut:

1. Dasar pertimbangan hukum Hakim dalam menjatuhkan Pidana Penjara bagi

Anak Pelaku Penyalahgunaan Narkotika pada Putusan Perkara Nomor:

56/Pid.Sus/2011/PN.Pwt. adalah dari pertimbangan: a) Dasar mengadili

yaitu Pasal 84 ayat 1 KUHAP dengan asas Locus delicti, b) Dasar memutus

yaitu terpenuhinya syarat pemidanaan dan Pasal 183 KUHAP, dan c) Faktor

subyektif Hakim yaitu berupa hal-hal yang memberatkan dan meringankan

yang dilakukan terdakwa di persidangan, serta penilaian bobot tindak pidana

yang dilakukan terdakwa, kondisi diri terdakwa, dan lingkungan tempat

tinggal terdakwa.

2. Penjatuhkan Pidana Penjara bagi Anak Pelaku Penyalahgunaan Narkotika

pada Putusan Perkara Nomor: 56/Pid.Sus/2011/PN.Pwt. tidak sesuai dengan

tujuan pemidanaan terhadap anak karena tidak ditujukan untuk kepentingan

terbaik bagi anak. Anak pengguna narkotika membutuhkan pengobatan agar

menghentikan penggunaan dan mengurangi dampak buruk narkotika.

Page 113: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Welcome to Fakultas …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB I... · 2015-07-30 · Di negara seperti Inggris dan Australia,

113

[Type text]

B. Saran

Berdasarkan simpulan yang telah diuraikan di atas, dalam hal ini saran yang

dapat diberikan adalah Hakim dalam perkara anak pengguna narkotika sebaiknya

mengutamakan sanksi yang terbaik bagi kepentingan anak berupa pengobatan dan

pembinaan atau sanksi berupa tindakan bukan pidana yang bersifat penghukuman

atau perampasana kemerdekaan, sehingga tujuan pemidanaan bagi anak penguna

narkotikapun dapat tercapai.