pembuktian dalam tindak pidana penistaan agama...

160
PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA (Studi Putusan No : 157/Pid.B/2011/PN.Cms) SKRIPSI Oleh: ARIE WIRAWAN BUDHI PRASETYO E1A009196 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS HUKUM PURWOKERTO 2013

Upload: hoangquynh

Post on 02-Mar-2019

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA

(Studi Putusan No : 157/Pid.B/2011/PN.Cms)

SKRIPSI

Oleh:

ARIE WIRAWAN BUDHI PRASETYO

E1A009196

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS HUKUM

PURWOKERTO

2013

Page 2: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

ii

PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA

(Studi Putusan No : 157/Pid.B/2011/PN.Cms)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar

Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman

Oleh:

ARIE WIRAWAN BUDHI PRASETYO

E1A009196

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS HUKUM

PURWOKERTO

2013

Page 3: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

iii

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA

(STUDI PUTUSAN NO : 157/Pid.B/2011/PN.Cms)

Oleh :

ARIE WIRAWAN BUDHI PRASETYO

NIM. E1A009196

Maksud Skripsi untuk memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada

Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman

Isi dan Format telah disetujui pada tanggal 21 November 2013

Z

Page 4: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

iv

SURAT PERNYATAAN

Saya, yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama : ARIE WIRAWAN BUDHI PRASETYO

NIM : E1A009196

Menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul :

PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA

(Studi Putusan No : 157/Pid.B/2011/PN.Cms)

Yang saya buat ini adalah betul-betul hasil karya sendiri, tidak menjiplak hasil

karya orang lain, maupun dibuatkan orang lain.

Apabila dikemudian hari ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran

sebagaimana tersebut di atas, maka saya bersedia dinakan sanksi apapun dari

Fakultas, termasuk pencabutan gelar Sarjana Hukum (SH) yang saya sandang.

Purwokerto, 21 November 2013

ARIE WIRAWAN BUDHI PRASETYO

NIM. E1A009196

Page 5: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

v

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan atas kepada Tuhan Yang Maha

Esa, atas segala rahmat dan karunia-Nya yang telah memberikan nikmat kesehatan

dan hikmat kepada penulis sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik

meskipun mengalami banyak hambatan dan tantangan.

Skripsi ini berjudul “PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA

PENISTAAN AGAMA (Studi Putusan No: 157/Pid.B/2011/PN.Cms)”,

disusun untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum dari Fakultas Hukum

Universitas Jenderal Soedirman.

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih setinggi-tingginya dan tak

terhingga kepada yang terhormat :

1. Dr. Angkasa, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas

Jenderal Soedirman, Purwokerto beserta para Pembantu Dekan dan

seluruh jajarannya;

2. Dr. Hibnu Nugroho, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing Skripsi I atas

segala bantuan, arahan, bimbingan, kesabaran, dan masukan yang telah

diberikan selama penulisan skripsi ini;

3. Pranoto, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing Skripsi II atas segala

bantuan, arahan, bimbingan dan masukan yang telah diberikan selama

penulisan skripsi ini;

4. Weda Kupita, S.H., M.H., selaku Dosen Penguji Skripsi yang telah banyak

member masukan demi perbaikan skripsi ini;

Page 6: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

v

5. Sanyoto S.H., M.Hum. selaku Ketua Bagian Acara dan Dosen

Pembimbing Akademik atas segala arahan dan masukan yang telah

diberikan selama menempuh studi di Fakultas Hukum Universitas Jenderal

Soedirman, Purwokerto;

6. Seluruh Dosen dan karyawan Fakultas Hukum Universitas Jenderal

Soedirman, Purwokerto;

7. Sunardi sebagai Ayah Kandung tercinta dari penulis atas segala dukungan

baik doa dan usaha serta segala kesabaran dalam membimbing penulis

untuk mengarungi kehidupan;

8. Erlina Bhudianingsih sebagai Ibu Kandung tercinta dari penulis atas segala

dukungan baik doa dan usaha serta segala kesabaran dalam membimbing

penulis untuk mengarungi kehidupan;

9. Arini Budhi Pratiwi sebagai Adik Kandung dari penulis;

10. Devi Kurnia Sofia sebagai orang yang telah mensuport penulis selama

beberapa tahun ini;

11. Teman-teman dan bapak / ibu guru TK Putra III, SD Negeri 07 atau 03

Banjar, SMP Negeri 1 Banjar, SMA Negeri 1 Banjar serta pihak-pihak

yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberi bantuan,

saran serta doa demi kelancaran penulisan skripsi ini;

12. Teman-Teman Angkatan 2009 Fakultas Hukum Universitas Jenderal

Soedirman Purwokerto, serta pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu

persatu yang telah memberi bantuan, saran serta doa demi kelancaran

penulisan skripsi ini.

Page 7: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

v

13. Teman-teman KKN Desa Bakulan Periode Juli-Agustus 2012;

14. Teman-teman Kos Akhomas 2009;

15. Teman-teman kontrakan Q12, Q1, dan P3;

16. Teman-teman Tarung Derajat SATLAT SMAN 1 Banjar yang tidak bisa

saya sebutkan satu persatu.

Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang turut

serta memberikan bantuan dan sumbangan pemikiran selama penulis mengikuti

perkuliahan. Akhirnya segala kebaikan yang telah diberikan kepada penulis dapat

menjadi karunia yang tidak terhingga dalam hidupnya.

Penulis telah berupaya semaksimal mungkin, namun penulis menyadari

masih banyak kekurangannya, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik

yang bersifat membangun dari pembaca demi sempurnanya skripsi ini. Kiranya

skripsi ini dapat bermanfaat dalam memperkaya khasanah ilmu pendidikan.

Purwokerto, 21 November 2013

Penulis

ARIE WIRAWAN BUDHI PRASETYO

NIM. E1A009196

Page 8: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

vi

ABSTRAK

PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA

(Studi Putusan No : 157/Pid.B/2011/PN.Cms)

Oleh:

ARIE WIRAWAN BUDHI PRASETYO

E1A009196

Pembuktian bukanlah upaya untuk mencari kesalahan pelaku namun yang

menjadi tujuan utamanya adalah untuk mencari kebenaran dan keadilan materil.

Untuk bisa membuktikan kesalahan seseorang dalam pembuktian diperlukan alat

bukti. Alat-alat bukti yang dapat diajukan ke persidangan, yaitu keterangan saksi,

keterangan ahli, surat, petunjuk, serta keterangan terdakwa.

Seringkali dalam kasus penistaan agama dalam memutus perkara

mendapat intervensi dari masyarakat yang tengah bergejolak emosinya di luar

persidangan. Hal ini menyebabkan hakim cenderung tidak cermat dalam menilai

alat bukti yang dihadirkan di persidangan. Dalam kasus tindak pidana penistaan

agama yang dilakukan oleh OJ alias RJD dalam Putusan Pengadilan Negeri

Ciamis Nomor : 157/Pid.B/2011/PN.Cms, OJ alias RJD dinyatakan bersalah dan

terbukti melanggar Pasal 156a dan Pasal 378 KUHP.

Sistem pembuktian yang digunakan dalam proses pembuktian berdasarkan

Putusan Pengadilan Negeri Ciamis Nomor: 157/Pid.B/2011/PN.Cms adalah

sistem pembuktian menurut undang-undang secara negatif (negatief wettelijk).

Alat bukti yang digunakan sebagai pertimbangan hakim dalam memutus perkara

tersebut adalah keterangan saksi, keterangan ahli, dan keterangan terdakwa.

Meskipun menurut keterangan salah satu saksi yang dihadirkan terdapat tulisan-

tulisan yang menunjukkan larangan untuk shalat, wirid/dzikir, dan lain-lain

namun tidak dihadirkan sebagai barang bukti dalam proses pembuktian.

Dalam kasus penistaan agama ini hendaknya dikuatkan dengan barang

bukti agar tidak menimbulkan persepsi bahwa tindak pidana penistaan agama

yang dilakukan oleh Terdakwa hanyalah isu semata yang berkembang di

masyarakat.

Kata Kunci : Pembuktian, Tindak Pidana, Penistaan Agama

Page 9: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

vii

ABSTRACT

AUTHENTICATION IN BLASPHEMY CASE

(a Study of a Decision No: 157/Pid.B/2011/PN.Cms)

By:

ARIE WIRAWAN BUDHI PRASETYO

E1A009196

Authentication does not effort to seek the perpetrator’s mistake but it has

special aim to look for the truth and material justice. It need evidential tool to

prove perpetrator’s mistake in authentication. The evidential tools that may be

submitted to the court are: witness’ statement, expert’s statement, official letter,

hints, suspect’s statement.

People out of the court often interven in court’s decision in blasphemy

caseas they are very emotional toward the case. It can affect the judge not

carefully in assessing evidential tools. OJ alias RJD who held for blasphemy

case is convicted of violating law, article 156a and article 378 KUHP based on

Ciamis District Court’s Decision Number : 157/Pid.B/2011/PN.Cms,

Authentication system which is used in authentication process based on

Ciamis District Court’s Decision Number : 157/Pid.B/2011/PN.Cms is system

based on negative law. The evidential tools which is used for judge’s

consideration in deciding the case are witness’s statement, expert’s statement and

suspect’s statement. Although one of witness which is present in court give the

statement that there are articles mentioning disallowance for salat, dhikr, and

other worships, it is not considered as exhibit in authentication process.

In this blashphemy case, the exhibit should be provided in court in order

not to give the perception that blasphemy held by the suspect is ony issue arising

in society.

Key Word : Authentcation, Crime, Blasphemy

Page 10: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... iii

SURAT PERNYATAAN ........................................................................... iv

PRAKATA ................................................................................................... v

ABSTRAK .................................................................................................. vi

ABSTRACT ............................................................................................... vii

DAFTAR ISI ............................................................................................. viii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1

B. Perumusan Masalah ......................................................................... 5

C. Tujuan Penelitian ............................................................................. 5

D. Kegunaan Penelitian ........................................................................ 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian, Tujuan, dan Fungsi Hukum Acara Pidana .................... 7

B. Asas-Asas Hukum Acara Pidana ................................................... 11

C. Pembuktian

1. Pengertian Pembuktian ........................................................... 22

2. Sistem atau Teori Pembuktian ............................................... 24

3. Alat-Alat Bukti Menurut KUHAP ......................................... 28

4. Sistem Pembuktian Menurut KUHAP ................................... 38

D. Tindak Pidana Penistaan Agama

1. Pengertian Tindak Pidana Penistaan Agama .......................... 40

Page 11: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

viii

2. Peraturan Mengenai Tindak Pidana Penistaan Agama ...….. 42

BAB III METODE PENELITIAN

A. Metode Pendekatan ........................................................................ 47

B. Spesifikasi Penelitian ..................................................................... 47

C. Sumber Data .................................................................................. 48

D. Metode Pengumpulan Data ........................................................... 49

E. Metode Penyajian Data .................................................................. 49

F. Metode Analisis Data .................................................................... 50

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Kasus Posisi ........................................................................... 51

2. Dakwaan Penuntut Umum ..................................................... 55

3. Pembuktian

a. Alat Bukti Keterangan Saksi ......................................... 57

b. Alat Bukti Keterangan Ahli .......................................... 80

c. Alat Bukti Keterangan Saksi Yang

Meringankan Bagi Terdakwa ......................................... 82

d. Alat Bukti Keterangan Terdakwa .................................. 96

4. Tuntutan Penuntut Umum .......................................................103

5. Putusan Pengadilan

a. Dasar Pertimbangan Hukum Hakim …..........................103

b. Amar Putusan Pengadilan ……..................................... 113

Page 12: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

viii

B. Pembahasan

1. Alat-alat bukti yang menunjukkan terbuktinya

tindak pidana perkosaan dan pencurian dengan

kekerasan dalam Putusan Nomor:

157/Pid.B/2011/PN.Cms ...................................................... 114

2. Sistem pembuktian dalam tindak pidana penistaan

agama terhadap terdakwa dalam Putusan Nomor:

157/Pid.B/2011/PN.Cms ....................................................... 136

BAB V PENUTUP

A. Simpulan ....................................................................................... 143

B. Saran ............................................................................................ 145

DAFTAR PUSTAKA

Page 13: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Penistaan agama merupakan suatu bentuk penyimpangan perilaku.

Apapun penyebabnya pesannya adalah bahwa mengeluarkan perasaan atau

perbuatan yang pada pokoknya dapat menimbulkan permusuhan, penyalahgunaan

atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia sangat berbahaya,

merusak dan menimbulkan gangguan kesejahteraan bagi diri sendiri, keluarga,

masyarakat, bangsa dan umat manusia.

Secara normatif, jaminan kebebasan kehidupan beragama di Indonesia

sebenarnya cukup kuat. Namun, keindahan aturan-aturan normatif tidak serta

merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga Negara Indonesia

yang merasa dikekang kebebasannya dalam memeluk agama dan berkeyakinan.

Kebebasan itu hanya ada dalam agama yang diakui pemerintah, artinya kalau

memeluk agama di luar agama yang diakui itu maka ada efek yang dapat

mengurangi hak-hak sipil warga negara. Bahkan, orang yang mempunyai

keyakinan tertentu, biasa dituduh melakukan penodaan agama.

Pasal 156a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1946

tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang sering disebut dengan pasal

penodaan agama bisa dikategorikan sebagai delik terhadap agama. Di Indonesia,

Undang-Undang No. 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau

Penodaan Agama yang selama ini dijadikan dasar hukum, selain Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang Hukum

Page 14: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

2

Pidana, upaya penindakan aliran-aliran sesat hanya memuat rumusan sanksi

pidana penjara paling lama lima (5) tahun.

Kasus penistaan agama ini seringkali merupakan penilaian dari

subjektifitas masyarakat terhadap ajaran yang dianut oleh seseorang apakah

menistakan agama ataukah tidak. Seringkali pula ini hanya merupakan persepsi

orang dan menjadikan berita yang mengganggu stabilitas masyarakat di suatu

lingkungan masyarakat padahal patut diduga hal tersebut bisa saja hanya

kesalahpahaman dan dimungkinkan itu hanya isu-isu belaka yang dikeluarkan

oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab. Meskipun mencapai pembuktian

dalam sidang pengadilan, seringkali Majelis Hakim mendapat intervensi dari para

pihak yang emosinya sedang bergejolak di depan pengadilan. Hakim terkesan

terburu-buru dalam memutus perkara karena adanya desakan tersebut sehingga

terkadang keyakinan hakim dalam memutus perkara pun sering terabaikan.

Padahal keyakinan hakim merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam

Majelis Hakim memutus suatu perkara.

Dalam suatu proses peradilan, pada tingkat pemeriksaan di sidang

pengadilan, tahap pembuktian merupakan hal yang sangat penting dalam arti

memiliki peranan yang menentukan apakah seorang Terdakwa benar-benar

bersalah atau tidak, dan seringkali proses pembuktian tidak berjalan sesuai dengan

aturan hukum yang ada. Penegak hukum sekiranya memiliki pedoman dalam

beracara, sehingga hak-hak asasi mereka yang diduga melakukan perbuatan yang

melanggar hukum terlindungi, maka dengan begitu akan berpengaruh terhadap

terciptanya suatu penegakkan hukum yang memenuhi rasa keadilan, ketertiban

Page 15: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

3

berdasarkan Alinea ke-4 Pembukaan Undang-Undang dasar 1945, serta kepastian

hukum. Kepastian hukum mengandung dua pengertian. Pertama, perbuatan apa

yang boleh atau tidak boleh dilakukan. Kedua, berupa keamanan hukum bagi

individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan yang

bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau

dilakukan oleh negara terhadap individu.1

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana sebagai pedoman dalam beracara pidana

yang dinyatakan berlaku di Indonesia harus ditaati, dalam pengertian bahwa bagi

para teoritis banyak hal yang dapat diperbuat untuk disumbangkan kepada

kebutuhan penerapan hukum agar dapat berlaku dan hidup sesuai dengan cita-cita

hukum.

Hakim dalam menjatuhkan putusan selalu mendasari pada alat bukti yang

sah. Ketentuan yang mengatur mengenai pembuktian dalam acara pemeriksaan

perkara pidana terdapat dalam Pasal 183 Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang

merumuskan:

“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang, kecuali apabila

dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh

keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa

Terdakwalah yang bersalah melakukannya”

Tujuan dari hukum pidana adalah mencari kebenaran materil, yaitu

kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan

menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat dengan tujuan

1 Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Cetakan Keempat, Jakarta, Kencana

Prenada Media Grup, 2012, hlm. 137.

Page 16: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

4

untuk mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan melakuakan suatu

pelanggaran hukum. Berdasarkan ketentuan tersebut terkandung ketentuan bahwa

pembuktian harus didasarkan pada alat bukti yang sah. Alat bukti yang sah yang

dimaksud terdapat dalam ketentuan Pasal 184 ayat (1) Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Pidana disebutkan alat bukti yang sah yang membantu hakim dalam mengambil

keputusan seperti :

1. Keterangan saksi;

2. Keterangan Ahli;

3. Surat;

4. Petunjuk;

5. Keterangan Terdakwa.

Untuk menentukan seseorang dapat dijatuhi hukuman pidana sekurang-

kurangnya terdapat dua alat bukti yang sah serta hakim yakin atas tindak pidana

yang Terdakwa terbukti bersalah (Pasal 183 Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana).

Kaitannya dengan penistaan agama, harus dibuktikan kebenarannya

secara materil, dengan kata lain menemukan dan mencari bukti-bukti guna

mempermudah pengelolaan dalam proses suatu perkara pidana. Putusan di

Pengadilan Negeri Ciamis No : 157/Pid.B/2011/PN.Cms; merupakan suatu kasus

mengenai mengeluarkan perasaan atau perbuatan yang pada pokoknya dapat

menimbulkan permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama

yang dianut di Indonesia yang dalam kasus ini adalah agama Islam, dimana hakim

memutus kepada Terdakwa dengan pidana penjara selama 5 (lima) tahun dan

membayar biaya perkara sebesar Rp. 1.000,- (seribu rupiah) terbukti melanggar

Page 17: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

5

Pasal 156a dan Pasal 378 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun

1946 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Hakim dalam menjatuhkan putusan tersebut mendasarkan pada

penyesuaian antara alat bukti berupa keterangan para saksi, keterangan ahli, dan

keterangan Terdakwa.

Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk meneliti guna

penyusunan skripsi dengan judul “PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA

PENISTAAN AGAMA (Studi Putusan No : 157/Pid.B/2011/PN.Cms)”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis

mengambil pokok permasalahan sebagai berikut :

1. Alat bukti apa saja yang menunjukkan terbuktinya tindak pidana

penistaan agama dalam Putusan No : 157/Pid.B/2011/PN.Cms ?

2. Bagaimana sistem pembuktian dalam tindak pidana penistaan agama

terhadap Terdakwa dalam Putusan No : 157/Pid.B/2011/PN.Cms ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui alat bukti apa saja yang menunjukkan terbuktinya

tindak pidana penistaan agama dalam Putusan No :

157/Pid.B/2011/PN.Cms.

2. Untuk mengetahui sistem pembuktian dalam tindak pidana penistaan

agama terhadap Terdakwa dalam Putusan No :

157/Pid.B/2011/PN.Cms.

Page 18: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

6

D. Kegunaan Penelitian

1. Kegunaan Teoritis

a. Dengan adanya penelitian ini berguna untuk menambah

pengetahuan khususnya tentang pembuktian dan pertimbangan

hakim dalam tindak pidana penistaan agama.

b. Dengan adanya penelitian ini diharapkan akan menambah literature

ilmiah, diskusi hukum seputar perkembangan hukum acara pidana

di Indonesia.

2. Kegunaan Praktis

a. Memberikan data dan informasi mengenai bidang ilmu yang telah

diperoleh dalam teori dengan kenyataan yang ada dalam praktik.

b. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan masukan serta

pengetahuan bagi para pihak yang berkompeten dan berminat pada

hal yang sama.

c. Memperluas wawasan, pengetahuan, dan kemampuan analistis

penulis, khususnya dalam Hukum Acara Pidana.

d. Memperoleh data yang akan dipergunakan oleh penulis dalam

penyusunan skripsi sebagai syarat dalam mencapai gelar sarjana

dalam Ilmu Hukum Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto.

Page 19: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian, Tujuan, dan Fungsi Hukum Acara Pidana

Hukum Acara Pidana merupakan hukum formil yang berguna untuk

mempertahankan hukum materiil yaitu hukum pidana. Agar hukum pidana

dapat benar-benar dijalankan maka hukum acara pidana yang mempertahankan

berlakunya hukum pidana. Hal itu juga yang dikatakan oleh A. Chanur Arrasjid

bahwa:

“Hukum formil adalah hukum yang mengatur cara mempertahankan

atau menjalankan peraturan-peraturan hukum materiil.”2

Abdoel Djamali juga sependapat dengan Chanur Arrasjid mengatakan

bahwa:

“Hukum acara atau hukum formal adalah peraturan hukum yang

mengatur tentang cara bagaimana mempertahankan dan menjalankan

peraturan hukum material. Fungsinya menyelesaikan masalah yang

memenuhi norma-norma larangan hukum material melalui suatu

proses dengan berpedomankan kepada peraturan yang dicantumkan

dalam hukum acara.”3

Hukum acara pidana diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana tidak memberikan pengertian hukum

acara pidana, namun pengertian hukum acara pidana bisa didapatkan dari

doktrin.

Beberapa ahli hukum memberikan pengertian tersebut. Van

Bemmelen sebagaimana dikutip Mohammmad Taufik Makarao dan Suhasril

mengatakan bahwa:

2A. Chanur Arrasjid, 2008, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta. halaman 110. 3R. Abdoel Djamali, Pengantar Hukum Indonesia Edisi Revisi, Raja Grafindo Persada,

Jakarta, 2010, hlm 193.

Page 20: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

8

“Ilmu Hukum Acara Pidana mempelajari peraturan-peraturan yang

diciptakan oleh negara, karena adanya dugaaan terjadi pelanggaran

undang-undang pidana.

1. Negara melalui alat-alatnya menyidik kebenaran.

2. Sedapat mungkin menyidik pelaku perbuatan itu.

3. Mengambil tindakan-tindakan yang perlu guna menangkap si

pelaku dan kalau perlu menahannya.

4. Mengumpulkan bahan-bahan bukti (bewijsmateriaal) yang telah

diperoleh pada penyidikan kebenaran guna dilimpahkan kepada

hakim dan membawa Terdakwa ke depan hakim tersebut.

5. Hakim memberi keputusan tentang terbukti tidaknya perbuatan

yang dituduhkan kepada Terdakwa dan untuk itu menjatuhkan

pidana atau tindakan tata tertib.

6. Upaya hukum untuk melawan keputusan tersebut.

7. Akhirnya, melaksanakan keputusan tentang pidana dan tindakan

tata tertib.”4

Penjelasan mengenai hukum acara pidana juga dikemukakan oleh

Kusumadi Pudjosewojo bahwa:

“Hukum pidana beserta hukum acara pidana ada yang menggolongkan ke

dalam hukum publik, karena melindungi tata tertib masyarakat.”5

Perbedaannya dengan Hukum Pidana adalah Hukum Pidana

merupakan peraturan yang menentukan tentang perbuatan yang tergolong

perbuatan pidana. Syarat-syarat umum yang harus dipenuhi agar suatu

perbuatan dapat dikenakan sanksi pidana, pelaku perbuatan pidana dapat

dihukum dan macam- macam hukuman yang dapat dijatuhkan kepada pelaku

perbuatan pidana.

Hukum Acara Pidana disebut Hukum Pidana Formil (Formeel

Strafrech), sedang Hukum Pidana disebut sebagai Hukum Pidana Materiil

4Mohammad Taufik Makarao dan Suhasril, Hukum Acara Pidana Dalam Teori Dan

Praktek, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2004, hlm 1. 5Kusumadi Pudjosewojo, Pedoman Pelajaran Tata Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2004,

hlm 101.

Page 21: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

9

(Materieel Strafrecht). Jadi, Kedua hukum tersebut mempunyai hubungan yang

sangat erat.

Hukum acara pidana juga memiliki tugas penting yang sejalan dengan

tujuan hukum acara pidana. Hibnu Nugroho mengatakan bahwa:

“Tugas penting yang diemban oleh hukum acara pidana adalah

memberikan bingkai yang menjadi garis merah kepada para penegak

hukum dalam melaksanakan tugasnya agar tidak melampaui batas

kewenangannnya, mengingat setiap pelaksanaan suatu penegakan

hukum akan berkaitan langsung dengan pelanggaran HAM, terutama

HAM bagi tersangka/Terdakwa.”6

Dari uraian diatas dapat dimengerti bahwa Hukum Acara Pidana tidak

semata-mata menerapkan Hukum Pidana. Akan tetapi lebih menitikberatkan

pada proses dari pertanggungjawaban seseorang atau sekelompok orang yang

diduga dan/atau didakwa telah melakukan perbuatan pidana.

Suatu aturan hukum yang dibuat pasti memiliki tujuan. Tujuan Hukum

Acara Pidana sangat erat hubungannya dengan tujuan Hukum Pidana. Tujuan

Hukum Acara Pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidaknya

mendekati kebenaran materil, yaitu kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari

suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara

jujur dan tepat dengan tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang tepat

didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum dan untuk selanjutnya

meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menemukan apakah

6 Hibnu Nugroho, Integralisasi Penyidikan Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia, Media

Prima Aksara, Jakarta, 2012, hlm 31.

Page 22: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

10

terbukti bahwa tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa

itu dapat dipersalahkan.7

Hukum Pidana memuat tentang rincian perbuatan yang termasuk

perbuatan pidana, pelaku perbuatan pidana yang dapat dihukum, dan macam-

macam hukuman yang dapat dijatuhkan kepada pelanggar hukum pidana.

Sebaliknya Hukum Acara Pidana mengatur bagaimana proses yang ahrus

dilalui aparat penegak hukum dalam rangka mempertahankan hukum pidana

materiil terhadap pelanggarnya.

Dari penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa kedua hukum tersebut

saling melengkapi, karena tanpa hukum pidana, hukum acara pidana tidak

berfungsi. Sebaliknya tanpa hukum acara pidana, hukum pidana juga tidak

dapat dijalankan (tidak berfungsi sesuai dengan tujuan).

Fungsi dari Hukum Acara Pidana adalah mendapatkan kebenaran

materiil, putusan hakim, dan pelaksanaan keputusan hakim. Menurut Yulies

Tiena Masriani mengatakan bahwa:

“Fungsi Hukum Acara Pidana adalah mendapatkan kebenaran materiil, putusan

hakim dan pelaksanaan keputusan hakim.”8

Kebenaran materiil yang merupakan kebenaran yang senyatanya

didapatkan dengan pembuktian. Pembuktian merupakan ketentuan yang

membatasi sidang pengadilan dalam usahanya mencari dan mempertahankan

7 Sangatta, 2013, Hukum Acara Pidana, http://www. http://statushukum.com. Diakses pada

7 Mei 2013

8Yulies Tiena Masriani, Pengantar Hukum Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hlm 83.

Page 23: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

11

kebenaran. Keseluruhan pihak baik hakim, Terdakwa maupun penasihat

hukum terikat pada ketentuan tata cara dan penilaian alat bukti yang ditentukan

oleh undang-undang.

Selain itu hukum acara pidana memiliki beberapa fungsi, antara lain

adalah fungsi represif dan fungsi preventif. Fungsi represif dalam hukum acara

pidana adalah adanya upaya untuk menegakkan ketentuan pidana dan

melaksanakan hukum pidana. Penegakan ketentuan pidana berarti pemberian

sanksi yang tegas sesuai dengan ketentuan dalam hukum pidana terhadap suatu

perbuatan pidana. Sementara fungsi preventif dalam hukum acara pidana

adalah fungsi pencegahan dan upaya untuk mengurangi tingkat kejahatan.

Fungsi preventif dalam hukum acara pidana ini dapat berjalan dengan baik

apabila seluruh proses hukum acara pidaana dapat diselenggarakan dengan

baik pula agar dapat mencegah terjadinya perbuatan pidana yang sama dalam

masyarakat.9

B. Asas-Asas Hukum Acara Pidana

Asas-asas hukum bukanlah aturan hukum. Asas-asas hukum

merupakan bingkai dari sebuah aturan hukum. Asas-asas hukum tersirat

dalam aturan-aturan hukum. Asas hukum bersifat umum oleh karena itu harus

dituangkan dalam aturan hukumnya agar dapat diterapkan.

Asas-asas hukum harus ada dalam setiap aturan hukum.Jika asas-asas

hukum tidak ada dalam sebuah aturan hukum maka aturan tersebut tidak

9 Sangatta, 2013, Hukum Acara Pidana, http://statushukum.com/hukum-acara-pidana.html,

diakses pada 7 Mei 2013

Page 24: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

12

dapat dimengerti. Hal tersebut yang dikatakan oleh Hibnu Nugroho10

bahwa

asas hukum bukanlah hukum, namun hukum tidak akan dimengerti tanpa

asas-asas tersebut.

Hukum acara pidana juga memiliki asas-asas hukum acara pidana agar

hukum acara pidana dapat dimengerti. Asas-asas hukum acara pidana yaitu:

1. Asas Peradilan Cepat, Sederhana dan Biaya Ringan

Asas ini sebenarnya telah ada sejak berlakunya HIR. Peradilan cepat

dalam HIR misalnya dalam Pasal 71 HIR ada kata-kata satu kali 24 jam.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang

Hukum Acara Pidana (KUHAP) di dalamnya terdapat peradilan cepat

misalnya dalam Pasal 50 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang

merumuskan:

“(1)Tersangka berhak segera mendapat pemeriksaan oleh penyidik dan

selanjutnya dapat diajukan kepada penuntut umum.”

Perumusan Pasal 50 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tersebut

terdapat kata “segera” yaitu agar dilakukan secara cepat. Berdasarkan

perbandingan antara HIR dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) di atas,

sebenarnya ketentuan dalam HIR lebih pasti karena telah dirumuskan

berapa lama waktunya, sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 8

10

M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP Penyidikan dan

Penuntutan, Sinar Grafika, Jakarta, 2008.hlm.33.

Page 25: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

13

Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

(KUHAP) kata “segera” belum menunjukan kepastian.

Perumusan Pasal 67 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) juga di dalamnya

tersirat asas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan yang

dirumuskan:

“Terdakwa atau penuntut umum berhak untuk minta banding terhadap

putusan pengadilan tingkat pertama kecuali terhadap putusan bebas,

lepas dari segala tuntutan hukum yang menyangkut masalah kurang

tepatnya penerapan hukum dan putusan pengadilan dalam acara

cepat.”

Berdasarkan rumusan Pasal 67 Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

tersebut, Yahya Harahap11

mengatakan bahwa bertitik tolak ansich dari

sudut kepentingan kepastian hukum bagi Terdakwa untuk mempercepat

proses penyelesaian perkara, ketentuan ini sangat menguntungkan

Terdakwa. Akan tetapi kalau dipertentangkan dari sudut kepentingan

hukum dan keadilan dalam mewujudkan kebenaran yang hakiki,

barangkali terlampau berat sebelah melindungi kepentingan Terdakwa,

sehingga dirasakan kurang bernafas keselarasan dan keseimbangan dengan

perlindungan ketertiban masyarakat.

Asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan merupakan wujud

penghargaan terhadap hak asasi manusia dan juga agar negara dapat

menghemat pengeluaran sehingga dapat dipergunakan untuk kesejahteraan

11

Ibid, hlm.54.

Page 26: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

14

rakyat. Hal serupa juga dikemukakan oleh Andi Hamzah12

yang

mengatakan bahwa peradilan cepat (terutama untuk menghindari

penahanan yang lama sebelum ada keputusan hakim) merupakan bagian

dari hak asasi manusia. Begitu pula peradilan bebas, jujur, dan tidak

memihak yang ditonjolkan dalam undang-undang tersebut.

Implementasi lainnya terhadap asas peradilan cepat terdapat pula

dalam hal batas waktu penahanan dalam proses beracara pidana.

Penahanan merupakan suatu hak dari para penegak hukum pidana yang

menggunakan suatu pedoman berupa hukum acara pidana yang terdapat di

dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-

Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Pengaturan mengenai batas

waktu penahanan bagi penyidik adalah 20 hari dan dapat diperpanjang atas

izin penuntut umum selama 40 hari yang diatur di dalam Pasal 24 ayat (1)

dan (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-

Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Dalam hal ini batas waktu 60

hari tidak selalu digunakan, hal ini hanya batas waktu maksimum yang

dapat dipergunakan oleh penyidik apabila diperlukan perpanjangan waktu

penahanan guna memperlancar proses penyidikan. Dan apabila telah

sampai batas waktu maksimal penyidik belum juga menyelesaikan apa

yang dituju maka Terdakwa harus segera dikeluarkan demi hukum dan

tanpa syarat apapun. Maka dalam hal ini penyidik harus segera

menyelesaikan proses penyidikan. Begitu pula halnya dalam proses

12

Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2011,.hlm.13.

Page 27: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

15

beracara di Penuntut Umum, Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, dan

Mahkamah Agung. Dengan melihat hal tersebut maka jelaslah Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum

Acara Pidana (KUHAP) memberikan jaminan untuk dilaksanakannya asas

peradilan cepat dalam proses beracara.

2. Praduga Tak Bersalah (Presumption of Innocence)

Asas ini berarti seseorang yang disangka, ditangkap, ditahan,

dituntut, dan dihadapkan di muka sidang pengadilan tidak boleh dianggap

bersalah sampai ada putusan pengadilan yang menyatakan bersalah serta

telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Asas ini terdapat dalam

Penjelasan Umum butir 3 c Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang

dirumuskan:

“Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau

dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak

bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan

kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap.”

Asas ini merupakan bentuk penghargaan terhadap hak asasi manusia.

Asas ini memiliki tujuan untuk memberi perlindungan terhadap hak asasi

dan nama baik seseorang. Hal itu disebabkan karena karena seseorang

yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, dan dihadapkan di muka

sidang pengadilan belum tentu dia bersalah melakukan tindak pidana yang

disangkakan kepadanya.

Page 28: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

16

3. Asas Oportunitas

Asas Oportunitas yaitu suatu asas dimana penuntut umum tidak

diwajibkan untuk menuntut seseorang jika karena penuntutannya akan

merugikan kepentingan umum. A.Z. Abidin Farid dalam Andi Hamzah

memberi perumusan tentang asas oportunitas yaitu asas hukum yang

memberikan wewenang kepada penuntut umum untuk menuntut atau tidak

menuntut dengan tanpa syarat seseorang atau korporasi yang telah

mewujudkan delik demi kepentingan umum.13

Asas oportunitas merupakan pertentangan asas legalitas. Asas

oportunitas mengedepankan kepentingan umum sedangkan asas legalitas

mengedepankan kepentingan hukum. Wujud dari asas oportunitas yaitu

perkara tersebut dideponir.

Asas oportunitas tidak sembarangan dapat dilakukan. Asas ini hanya

berlaku jika kepentingan umum benar-benar dirugikan, selain itu tidak

semua jaksa dapat memberlakukan asas ini. Hal ini diatur oleh Pasal 35 c

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik

Indonesia yang merumuskan:

“Jaksa Agung dapat menyampingkan perkara berdasarkan kepentingan

umum.”

Perumusan Pasal 35 c Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang

Kejaksaan Republik Indonesia dapat diartikan hanya Jaksa Agung yang

dapat mendeponir perkara yang merugikan kepentingan umum.

13

Ibid, hlm.17.

Page 29: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

17

4. Pemeriksaan Pengadilan Terbuka untuk Umum

Asas pengadilan terbuka untuk umum berarti menghendaki adanya

transparansi atau keterbukaan dalam sidang pengadilan. Asas ini terdapat

dalam rumusan Pasal 153 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang

dirumuskan:

“(3) Untuk keperluan pemeriksaan hakim ketua sidang membuka

sidang dan menyatakan terbuka untuk umum kecuali dalam

perkara mengenai kesusilaan atau Terdakwanya anak-anak.”

Arti dari rumusan pasal tersebut berarti asas ini hanya berlaku dalam

sidang pengadilan tidak berlaku dalam tahap penyidikan maupun

praperadilan. Meskipun demikian, asas ini pun tidak dapat diterapkan

dalam semua sidang pengadilan Pasal 153 ayat (3) Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Pidana (KUHAP) memberi pengecualian terhadap sidang pengadilan

mengenai kesusilaan atau Terdakwanya anak-anak. Pengecualian ini

dijelaskan oleh M. Yahya Harahap yang mengatakan bahwa:

“Secara singkat dapat dapat dikemukakan bahwa mengenai perkara

kesusilaan dianggap masalahnya sangat pribadi sekali. Tidak patut

mengungkapkan dan memaparkannya secara terbuka di muka

umum. Demikian juga halnya dengan pemeriksaan sidang anak-

anak, cara-cara pemeriksaan persidangannya memerlukan

kekhususan. Timbul suatu kecenderungan yang agaknya bisa

dijadikan dasar filosofis yang mengajarkan anak-anak melakukan

tindak pidana, bukanlah benar-benar, tetapi melainkan bersifat

“kenakalan” semata-mata.”14

14

M. Yahya Harahap, Op.Cit.hlm.56-57.

Page 30: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

18

Terlaksananya asas ini terdapat di dalam Pasal 153 ayat (4) Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum

Acara Pidana (KUHAP) merumuskan:

“(4) Tidak dipenuhinya ketentuan dalam ayat (2) dan ayat (3)

mengakibatkan batalnya putusan demi hukum.”

Dengan melihat ketentuan Pasal 153 ayat (4) Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

(KUHAP) ini maka asas pemeriksaan pengadilan harus diterapkan karena

jika tidak maka putusan batal demi hukum.

5. Semua Orang Diperlakukan Sama di Depan Hukum

Asas ini berarti tidak membeda-bedakan orang di hadapan hukum.

Tidak peduli seseorang berasal dari mana, memiliki jenis kelamin apa,

miskin ataupun kaya semuanya diperlakukan sama di depan hukum. Jika

seseorang bersalah maka harus dihukum dan jika tidak maka harus

dibebaskan. Selain itu dihukum sesuai dengan kesalahan yang

dilakukannya dengan tidak mendiskriminatifkan.

Asas ini tercantum dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor

48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang merumuskan :

“(1) Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-

bedakan orang.”

Asas ini juga terdapat dalam penjelasan umum butir 3 a Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum

Acara Pidana (KUHAP) yang merumuskan:

Page 31: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

19

“Perlakuan yang sama atas diri setiap orang di muka hukum dengan

tidak mengadakan pembedaan perlakuan.”

Asas semua orang diperlakukan sama di depan hukum terdapat

dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-

Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan ditegaskan kembali oleh

Hibnu Nugroho15

yang mengatakan bahwa:

“Semangat menjujung tinggi HAM yang mendasari lahirnya KUHAP

semakin memperkokoh kedudukan asas ini. Dalam hal ini mulai dari

ditangkapnya seseorang hingga akhir menjalani proses penegakan

hukum, orang tersebut tetap mendapat perlindungan yang memadai.

Setiap tahap pemeriksaan diberikan jangka waktu limitatif yang

secara terang tertulis dalam ketentuan KUHAP dan pelanggaran

terhadap ketentuan tersebut dapat dilakukan pra peradilan.”

6. Peradilan Dilakukan oleh Hakim Karena Jabatannnya dan Tetap

Asas ini menentukan bahwa dalam pengambilan keputusan untuk

menyatakan salah tidaknya Terdakwa dilakukan oleh hakim karena

jabatannya yang bersifat tetap. Sistem ini berbeda dengan sistem juri. Andi

Hamzah16

mengatakan bahwa sistem juri yang menetukan salah tidaknya

Terdakwa ialah suatu dewan yang mewakili golongan-golongan dalam

masyarakat. Pada umumnya mereka awam terhadap ilmu hukum.

7. Tersangka/Terdakwa Berhak Mendapat Bantuan Hukum

Salah satu asas yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

(KUHAP) adalah bahwa tersangka atau Terdakwa berhak mendapatkan

bantuan hukum. Asas ini terdapat dalam Pasal 64 sampai dengan Pasal 74

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang

15

Hibnu Nugroho, Op.Cit.hlm 36-37. 16

Andi Hamzah, Op.Cit.hlm 22.

Page 32: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

20

Hukum Acara Pidana (KUHAP). Asas ini berlaku secara universal di

negara-negara demokrasi. Hal ini terbukti dengan terdapatnya asas ini

dalam The International Covenant an Civil and Political Rights article 14

sub 3d sebagaimana dikutip oleh Andi Hamzah17

bahwa tersangka atau

Terdakwa diberi jaminan sebagai berikut:

“To be tried in his presence, and to defend himself in person or through

legal assistance of his own choosing, to be inform, if he does not

have legal assistance, of this right and to have legal assistance

assigned to him, in any case where the interest justice so require,

and without payment by him in any such case, if he does not have

sufficient means topay for it.

(Diadili dengan kehadiran Terdakwa, membela diri sendiri secara

pribadi atau dengan bantuan penasihat hukum menurut pilihannnya

sendiri, diberi tahu tentang hak-haknya ini jika ia tidak mempunyai

penasihat hukum untuk dia jika untuk kepentingan peradilan perlu

untuk itu, dan jika ia tidak mampu membayar penasihat hukum ia

dibebaskan dari pembayaran).”

8. Asas Akusator

Asas akusator adalah asas yang menempatkan kedudukan

tersangka/Terdakwa sebagai subjek bukan sebagai objek dari setiap

tindakan pemeriksaan. Asas ini adalah asas yang dianut oleh Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum

Acara Pidana (KUHAP) yang berbeda dengan yang dianut oleh HIR yang

masih menggunakan asas inkuisatoir yang masih menempatkan kedudukan

tersangka/Terdakwa sebagai objek pemeriksaan. Mohammad Taufik

Makarao dan Suhasril mengatakan bahwa:

“Prinsip akusator menempatkan kedudukan tersangka/Terdakwa dalam

setiap tingkat pemeriksaan:

- Adalah subyek; bukan sebagai obyek pemeriksaan, karena itu

tersangka atau Terdakwa harus didudukkan dan diperlakukan

17

Ibid, hlm .3.

Page 33: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

21

dalam kedudukan manusia yang mempunyai harkat dan

martabat harga diri.

- Yang menjadi obyek pemeriksaan dalam prinsip akusator adalah

kesalahan yang dialakukan tersangka atau Terdakwa.”18

Perbedaan asas inkuisatoir yang dianut HIR dengan asas akusator

yang dianut oleh Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) salah satunya ditandai

dengan perubahan istilah salah satu alat bukti. Dalam HIR disebut dengan

pengakuan Terdakwa sedangkan di dalam Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

(KUHAP) disebut dengan keterangan Terdakwa. Pengakuan Terdakwa

dalam HIR sebagai alat bukti memiliki kecenderungan bahwa Terdakwa

harus mengakui bahwa dia bersalah.

9. Pemeriksaan Hakim yang Langsung dan Lisan

Asas ini mensyaratkan bahwa dalam pemeriksaan sidang perkara

pidana pemeriksaan tersebut dilaksanakan secara langsung dan lisan. Hal

ini yang membedakan dengan acara perdata. Dalam acara perdata tergugat

dapat diwakili oleh kuasanya.

Hal ini bisa dilihat dalam Pasal 153 ayat (2) huruf a Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Pidana (KUHAP). Oleh karena itu tidak diperbolehkan pemeriksaan

dengan perantaraan tulisan. Asas ini memiliki tujuan agar pemeriksaan

tersebut dapat mencapai kebenaran yang hakiki. Pemeriksaan secara

langsung dan lisan memberikan kesempatan kepada hakim untuk lebih

18

Mohammad Taufik Makarao dan Suhasril, Op.Cit, hlm.3.

Page 34: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

22

teliti dan cermat dimana tidak hanya keterangannya saja yang bisa diteliti

tetapi juga sikap dan cara mereka dalam memberikan keterangan.

C. Pembuktian

1. Pengertian Pembuktian

Kebenaran materiil yang merupakan kebenaran yang senyatanya

didapatkan dengan pembuktian. Pembuktian merupakan ketentuan yang

membatasi sidang pengadilan dalam usahanya mencari dan mempertahankan

kebenaran. Keseluruhan pihak baik hakim, Terdakwa maupun penasihat

hukum terikat pada ketentuan tata cara dan penilaian alat bukti yang ditentukan

oleh undang-undang. Mengenai pembuktian, Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak

memberikan pengertian.

Pengertian tentang pembuktian diperoleh dari doktrin. Beberapa

pengertian tentang pembuktian diantaranya M. Yahya Harahap yang

mengatakan:

“Pembuktian adalah ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan dan pedoman

tentang cara-cara yang dibenarkan undang-undang membuktikan kesalahan

yang yang didakwakan kepada Terdakwa.”19

Pengertian pembuktian juga dikemukakan Leden Marpaung yang

mengatakan bahwa:

“Sebelumnya seseorang diadili oleh Pengadilan, orang tersebut berhak

dianggap tidak bersalah, hal ini dikenal dengan asas “praduga tak

19

M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP Pemeriksaan

Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm

273.

Page 35: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

23

bersalah” (presumption of innocence.). Untuk menyatakan seseorang

“melanggar hukum”, Pengadilan harus dapat menentukan “kebenaran”

diperlukan bukti-bukti, yaitu sesuatu yang menyatakan kebenaran

suatu peristiwa. Dari uraian tersebut, “bukti” dimaksud untuk

menentukan “kebenaran”.20

Pengertian yang dikemukakan oleh Leden Marpaung berarti dalam

mencari kebenaran diperlukan bukti-bukti. Hal itu seperti yang dijelaskan oleh

Darwan Prinst yang mengatakan bahwa:

“Pembuktian bahwa benar suatu peristiwa pidana telah terjadi dan

Terdakwalah yang bersalah melakukannya, sehingga harus

mempertanggungjawabkannya. Untuk membuktikan kesalahan

Terdakwa pengadilan terikat oleh cara-cara atau ketentuan-ketentuan

pembuktian sebagaimana yang diatur oleh undang-undang.

Pembuktian yang sah harus dilakukan di dalam sidang pengadilan

yang memeriksa Terdakwa. Pemeriksaan terhadap alat-alat bukti harus

dilakukan di depan sidang pengadilan.”21

Pembuktian merupakan masalah yang memegang peranan penting

dalam proses pemeriksaan sidang pengadilan. Dengan pembuktian inilah

ditentukan nasib Terdakwa. Apabila hasil pembuktian dengan alat-alat bukti

yang ditentukan undang-undang tidak cukup membuktikan kesalahan yang

didakwakan kepada Terdakwa, Terdakwa dibebaskan dari hukuman.

Sebaliknya, kalau kesalahan yang didakwakan Terdakwa dapat dibuktikan

dengan alat-alat bukti yang disebutkan dalam Pasal 184 Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

(KUHAP), Terdakwa harus dinyatakan bersalah.

2. Sistem atau Teori Pembuktian

20

Leden Marpaung, Proses Penangan Perkara Pidana(Penyelidikan & Penyidikan) Bagian

Pertama Edisi Kedua, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm 22-23. 21

Darwan Prinst, Hukum Acara Pidana Dalam Praktik, Djambatan, Jakarta, 2002, hlm 137.

Page 36: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

24

Sistem pembuktian yang dikenal tidak hanya satu macam, tetapi

terdapat beberapa macam sistem pembuktian yaitu:

1. Sistem atau Teori Pembuktian Berdasar Keyakinan Hakim Melulu

(Convictim in Time).

Sistem pembuktian berdasarkan pada keyakinan hakim benar-

benar diserahkan pada keyakinan hakim sepenuhnya yang boleh

diambil dan disimpulkan dari alat-alat bukti maupun tanpa alat bukti

langsung menarik keyakinan. Menurut Yahya Harahap22

sistem

pembuktian convictim in time menentukan salah tidaknya seseorang

Terdakwa, semata-mata ditentukan oleh penilaian keyakinan hakim.

Keyakinan hakimlah yang menentukan keterbuktian kesalahan

Terdakwa.

Sistem ini sangat tergantung pada subjektivitas dan

kebijaksanaan hakim. Oleh karena itu, kebijaksanaan hakim sangat

diperlukan untuk mencapai tujuan hukum yaitu keadilan. Sistem

pembuktian ini ada karena ketika dahulu pengakuan Terdakwa

memiliki andil yang besar pada keterbuktian kesalahan Terdakwa,

padahal pengakuan Terdakwa itu belum tentu benar. Pengakuan

Terdakwa terkadang dilakukan karena dibayar oleh seseorang

sehingga orang yang bersalah berlindung dibelakangnya, sehingga

diperlukan keyakinan hakim.

22

M Yahya Harahap, Op.Cit. hlm. 277.

Page 37: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

25

Sistem pembuktian berdasarkan keyakinan hakim melulu juga

dijelaskan D. Simons sebagaimana dikutip Andi Hamzah23

yang

menyatakan bertolak pangkal pada pemikiran itulah, maka teori

berdasar keyakinan hakim melulu yang didasarkan kepada keyakinan

hati nuraninya sendiri ditetapkan bahwa Terdakwa telah melakukan

perbuatan yang didakwakan. Dengan sistem ini, pemidanaan

dimungkinkan tanpa didasarkan kepada alat-alat bukti dalam undang-

undang. Sistem ini dianut oleh peradilan juri di Prancis.

Sistem pembuktian hakim berdasarkan keyakinan hakim

melulu memiliki kelemahan yaitu dalam menjalankan tugasnya

hakim tidak dibatasi oleh apapun sehingga hakim terlalu bebas yang

dapat menimbulkan ketidakadilan maupun kesewenang-wenangan.

Hal itu juga diungkapkan oleh A. Minkenhof dalam Andi Hamzah

yang menyatakan bahwa:

“Sistem ini memberi kebebasan kepada hakim terlalu besar,

sehingga sulit diawasi. Di samping itu, Terdakwa atau

penasihat hukumnya sulit untuk melakukan pembelaan. Dalam

hal ini hakim dapat memidana Terdakwa berdasarkan

keyakinannya bahwa ia telah melakukan apa yang

didakwakan. Praktik peradilan juri di Prancis membuat

pertimbangan berdasarkan metode ini dan mengakibatkan

banyaknya putusan-putusan bebas yang sangat aneh.”24

2. Sistem atau Teori Pembuktian Berdasar Keyakinan Hakim Atas

Alasan yang Logis (Conviction Raisonee).

Keyakinan hakim dapat dikatakan tetap memegang peranan

penting untuk menentukan salah tidaknya Terdakwa dalam sistem ini.

23

Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2011. hlm.252. 24

Ibid, hlm.252-253.

Page 38: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

26

Akan tetapi, dalam sistem pembuktian ini, faktor keyakinan hakim

dibatasi. Jika dalam sistem pembuktian conviction in time peran

keyakinan hakim leluasa tanpa batas maka pada sistem conviction

raisonee, keyakinan hakim harus didukung dengan alasan-alasan yang

jelas. Hal ini ditegaskan oleh M. Yahya Harahap25

bahwa keyakinan

hakim harus mempunyai dasar-dasar alasan yang logis dan benar-

benar dapat diterima akal . Tidak semata-mata atas dasar keyakinan

yang tertutup tanpa uraian alasan yang masuk akal.

Sistem ini dan sistem pembuktian berdasarkan undang-undang

secara negatif pada dasarnya memiliki sebuah kesamaan dimana

kedua-duanya tetap berdasarkan keyakinan hakim, hanya saja

perbedaannya terletak pada dasar keyakinan hakim timbul. Jika pada

sistem pembuktian conviction raisonnne keyakinan itu di dasarkan

pada alasan-alasan yang logis. Alasan-alasan tersebut bisa didapatkan

dari ilmu-ilmu pengetahuan. Sedangkan pembuktian berdasarkan

undang-undang secara negatif keyakinan hakim didasarkan pada

aturan undang-undang.

3. Sistem atau Teori Pembuktian Berdasar Undang-Undang Secara

Positif.

Sistem ini tidak berdasarkan atas keyakinan hakim artinya

dalam hal ini keyakinan hakim tidak memiliki peranan. Sistem ini

hanya mendasarkan pada undang-undang saja.

25

M Yahya Harahap, Op.Cit. hlm. 277.

Page 39: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

27

Pembuktian dengan sistem ini mendasarkan pada alat-alat

bukti menurut undang-undang. Oleh karena itu sistem pembuktian ini

memiliki kelemahan dimana hakim hanya sebagai corong dari

undang-undang.

4. Sistem atau Teori Pembuktian Berdasar Undang-Undang Secara

Negatif.

Sistem pembuktian ini merupakan gabungan dari sistem

pembuktian berdasar undang-undang secara positif dan sistem

pembuktian berdasar keyakinan hakim melulu. M. Yahya Harahap

mengatakan bahwa:

“Sistem pembuktian menurut undang-undang secara negatif merupakan

teori antara sistem pembuktian menurut undang-undang secara positif

dengan sistem pembuktian menurut keyakinan atau conviction in

time.”26

Untuk menentukan salah atau tidaknya seorang Terdakwa

menurut sistem pembuktian undang-undang secara negatif, terdapat

dua komponen:

a. pembuktian harus dilakukan menurut cara dan dengan alat-alat

bukti yang sah menurut undang-undang,

b. dan keyakinan hakim yang juga harus didasarkan atas cara dan

dengan alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang.

26

Ibid, hlm 278.

Page 40: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

28

3. Alat-Alat Bukti Menurut KUHAP

Mengenai macam-macam alat bukti diatur dalam Pasal 184 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum

Acara Pidana (KUHAP) yang terdiri dari :

1. Keterangan Saksi

Keterangan saksi adalah alat bukti urutan pertama dalam Pasal

184 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Keterangan saksi memiliki

pengertian dalam Pasal 1 angka 27 Undang-Undang Nomor 8 tahun

1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang

merumuskan:

“Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang

berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia

dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri.”

Penting untuk diketahui tidak semua alat bukti keterangan saksi

adalah alat bukti yang sah, keterangan saksi harus memenuhi ketentuan

agar dapat menjadi alat bukti yang sah. Ketentuan tersebut yaitu:

1. Saksi harus mengucapkan sumpah atau janji.

Saksi harus mengucapkan sumpah agar keterangannya dapat

menjadi alat bukti yang sah. Pasal 160 ayat (3) Undang-Undang Nomor

8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

(KUHAP) merumuskan:

“ (3) Sebelum memberi keterangan, saksi wajib mengucapkan sumpah

atau janji menurut cara agamanya masing-masing, bahwa ia akan

memberikan keterangan yang sebenarnya dan tidak lain daripada

yang sebenarnya,.”

Page 41: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

29

Jika saksi tidak mau mengucapkan sumpah maka akibat

hukumnya keterangan saksi tersebut tidak dapat dijadikan alat bukti.

Hal ini diatur dalam Pasal 185 ayat (7) Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

(KUHAP) yang merumuskan:

“(7) Keterangan dari saksi yang tidak disumpah meskipun sesuai

dengan satu dengan yang lain, tidak merupakan alat bukti,

namun apabila keterangan itu sesuai dengan keterangan dari

saksi yang disumpah dapat dipergunakan sebagai tambahan alat

bukti sah yang lain.”

2. Keterangan saksi harus diberikan di dalam persidangan.

Hal ini diatur dalam Pasal 185 ayat (1) Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Pidana (KUHAP) yang merumuskan:

“(1) Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi

nyatakan di sidang pengadilan.”

3. Keterangan tersebut adalah keterangan tentang apa yang ia dengar

sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri yang berkaitan dengan

peristiwa pidana.

Keterangan saksi yang bernilai sebagai bukti adalah

keterangan saksi yang diatur dalam Pasal 1 angka 27 Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang

Hukum Acara Pidana (KUHAP) yaitu keterangan yang saksi lihat

sendiri, saksi dengar sendiri dan saksi alami sendiri.

4. Keterangan seorang saksi saja dianggap tidak cukup

Page 42: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

30

Hal ini sesuai dengan prinsip minimum pembuktian bahwa

untuk menyatakan Terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang

di dakwakan sekurang-kurangnya ada dua alat bukti. Pasal 185 ayat

(2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-

Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) merumuskan:

“(2) Keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan

bahwa Terdakwa bersalah terhadap perbuatan yang

didakwakan kepadanya.”

Sebenarnya Pasal 185 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana menegaskan

kembali apa yang dirumuskan Pasal 183 Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1981 mengenai batas minimum pembuktian. P.A.F Lamintang

dan Theo Lamintang27

mengatakan bahwa seperti yang pernah

dikatakan di muka, dalam ketentuan yang diatur dalam Pasal 185 ayat

(2) KUHAP, yang mengatakan bahwa keterangan seorang saksi saja

tidak cukup untuk membuktikan kesalahan Terdakwa terkandung suatu

asas yang sangat penting untuk diperhatikan, baik oleh penyidik,

penuntut umum, hakim maupun penasihat hukum, yakni asas unus testis

nullus testis, atau yang di dalam praktik juga sering disebut dengan

perkataan satu saksi bukan saksi.

2. Keterangan Ahli

27

Ibid., hlm.417-418.

Page 43: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

31

Pasal 1 angka (28) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

merumuskan sebagai berikut:

“Keterangan yang diberikan oleh seorang ahli yang memiliki keahlian

khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu

perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan.”

3. Surat

Pengertian surat tidak didapatkan di dalam Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Pidana (KUHAP), tetapi bisa didapatkan dari para ahli. Pengertian surat

menurut Asser-Anema dalam Mohammad Taufik Makarao dan

Suhasril28

surat ialah segala sesuatu yang mengandung tanda baca yang

dapat dimengerti, dimaksud untuk mengeluarkan isi pikiran.

Pasal 187 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) merumuskan sebagai

berikut:

“Surat sebagaimana tersebut pada Pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat

atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, adalah:

a. berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat

oleh pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat di

hadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian atau

keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya

sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang

keterangannya itu;

b. surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-

undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenal hal

yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung

jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu

hal atau sesuatu keadaan;

28

Mohammad Taufik Makarao dan Suhasril,Op.Cit.hlm.127.

Page 44: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

32

c. surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat

berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu

keadaan yang diminta secara resmi dan padanya;

d. surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya

dengan isi dari alat pembuktian yang lain.”

Surat dari rumusan pasal tersebut agar dapat dijadikan alat

bukti yang sah yaitu :

- dibuat atas sumpah jabatan atau

- dikuatkan dengan sumpah.

Ketentuan dalam Pasal 187 Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

(KUHAP) menimbulkan persoalan karena surat pada huruf d

yaitu surat lain tidak dibuat atas sumpah maupun dikuatkan

dengan sumpah. Selain itu surat pada huruf d hanya dapat berlaku

jika ada hubungannnya dengan isi alat bukti lain. Hal ini dapat

diartikan keberadaan surat lain sangat bergantung dengan isi alat

bukti lain. Oleh karena itu, nilainya sebagai alat bukti, tergantung

pada isinya. Jika isinya tidak ada hubungan dengan alat bukti

yang lain, surat bentuk “yang lain” tidak mempunyai nilai

pembuktian.

Nilai kekuatan pembuktian surat:

a. Secara formal alat bukti surat sebagaimana pada Pasal 187

huruf a, b, dan c Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

(KUHAP) adalah bukti yang sempurna. Alasan

kesempurnaan tersebut dikemukakan Mohammad Taufik

Page 45: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

33

Makarao dan Suhasril29

bahwa alat bukti surat dibuat secara

resmi menurut formalitas yang ditentukan peraturan

perundang-undangan.

Alat bukti surat sempurna hal ini dapat diartikan:

- Surat tersebut benar, kecuali dapat dilumpuhkan dengan

alat bukti yang lain.

- Semua pihak tak dapat menilai lagi kesempurnaan baik

bentuk dan pembuatannya.

- Semua pihak juga tidak bisa menilai lagi keterangan yang

dibuat oleh pejabat yang berwenang sepanjang isi dari

keterangan itu tidak dapat dilumpuhkan oleh alat bukti lain.

b. Secara materiil surat bukan alat bukti yang mengikat dan

menentukan. Artinya hakim memiliki kebebasan dalam

memberikan penilaian. Secara materiil surat bukan alat bukti

yang mengikat dan menentukan memiliki beberapa alasan

yang dikemukakan oleh Mohammad Taufik Makarao dan

Suhasril yang mengatakan bahwa:

“Alasan ketidak terikatan hakim atas alat bukti surat didasarkan

pada beberapa asas antara lain: asas proses pemeriksaan

perkara pidana ialah untuk mencari kebenaran materil atau

kebenaran sejati (materiel waarheid), bukan mencari

kebenaran formil. Lalu asas keyakinan hakim sebagaimana

terncantum dalam Pasal 183, bahwa hakim boleh

menjatuhkan pidana kepada seorang Terdakwa telah terbukti

dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah dan

keyakinan hakim bahwa Terdakwalah yang bersalah

29

Ibid, hlm.128.

Page 46: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

34

melakukannya. Kemudian asas batas minimum

pembuktian.”30

4. Petunjuk

Pasal 188 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

merumuskan sebagai berikut:

“Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena

persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun

dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi

suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.”

Dilihat dari bunyi pasal di atas, maka dapat dikatakan bahwa

alat bukti petunjuk adalah merupakan alat bukti tidak langsung, karena

hakim dalam mengambil kesimpulan tentang pembuktian haruslah

menghubungkan suatu alat bukti dengan alat bukti lainnya dan memilih

yang ada persesuaiannya satu sama lain. Dalam hal ini penilaian yang

dilakukan oleh hakim diperlukan sikap arif lagi bijaksana setelah hakim

mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan keseksamaan

berdasarkan hati nuraninya.

5. Keterangan Terdakwa.

Keterangan Terdakwa merupakan alat bukti terakhir dalam

proses pembuktian. Terdakwa juga dalam memberikan keterangan di

persidangan harus bebas tanpa tekanan. Ketika Terdakwa ditempatkan

sebagai subjek dan bebas dari tekanan dalam memberikan

keterangannya diharapkan Terdakwa akan memberikan keterangan

sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Keterangan Terdakwa

30

Loc. Cit.

Page 47: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

35

diberikan tanpa harus mengucapkan sumpah terlebih dahulu hal itu

yang sering membuat keterangan Terdakwa seringkali diabaikan oleh

hakim. Selain itu keterangan Terdakwa seringkali diabaikan karena ada

kecenderungan seseorang untuk mengelak melakukan kejahatan yang

dilakukannya yang disebabkan faktor psikologis. Andi Hamzah

mengatakan bahwa31

psikologi memegang peranan penting. Pada

umumnya manusia takut menerima pidana. Dan walaupun dalam

hatinya terbenih keinginan menerangkan yang sebenarnya, kadang-

kadang takut menerima pidana itu akhirnya yang menang, sehingga

pada umumnya Terdakwa mengkhianati hati nuraninya sendiri.

Keterangan Terdakwa meskipun demikian, seharusnya hakim

jangan selalu mengabaikan keterangan Terdakwa karena keterangan

Terdakwa merupakan alat bukti yang sah di dalam Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Pidana. Keterangan Terdakwa memang ditempatkan di posisi terakhir

di dalam Pasal 184 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Hal itu salah satu

alasan agar dalam pemeriksaan Terdakwa memberikan keterangannya

paling akhir agar Terdakwa dapat secara jelas mengerti tidak pidana

yang didakwakan kepadanya.

31

Andi Hamzah, Op.Cit., hlm.281.

Page 48: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

36

Keterangan Terdakwa sebenarnya memiliki sifat yang sama

dengan keterangan saksi. Menurut Andi Hamzah32

yang mengatakan

bahwa perubahan alat pembuktian dari pengakuan Terdakwa menjadi

keterangan Terdakwa sangat penting dan membawa akibat jauh, bahwa

keterangan Terdakwa itu mempunyai sifat yang sama dengan

keterangan saksi.

Alat bukti keterangan Terdakwa diatur dalam Pasal 189

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang

Hukum Acara Pidana yang terdiri dari empat ayat yang terumuskan

sebagai berikut:

1. Keterangan Terdakwa ialah apa yang Terdakwa nyatakan di sidang

tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau

alami sendiri.

2. Keterangan Terdakwa yang diberikan di luar sidang dapat digunakan

untuk membantu menemukan bukti di sidang, asalkan keterangan itu

didukung oleh suatu alat bukti yang sah sepanjang mengenai hal

yang didakwakan kepadanya.

3. Keterangan Terdakwa hanya dapat digunakan terhadap dirinya

sendiri.

4. Keterangan Terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa ia

bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya,

melainkan harus disertai dengan alat bukti yang lain.

Pasal 189 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana di atas dapat

ditarik beberapa asas untuk menentukan keterangan Terdakwa dinilai

sebagai alat bukti yang sah menurut undang-undang, yakni di

antaranya:

1. Keterangan itu dinyatakan di sidang pengadilan;

32

Ibid, hlm.280.

Page 49: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

37

2. Tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri

atau alami sendiri.33

Nilai kekuatan pembuktian alat bukti keterangan Terdakwa

menutur Yahya Harahap adalah sebagai berikut:

1. Sifat nilai kekuatan pembuktiannya bebas

Hakim tidak terikat pada nilai kekuatan yang terdapat pada alat bukti

keterangan Terdakwa. Dia bebas untuk menilai kebenaran yang

terkandung di dalamnya. Hakim dapat menerima atau

menyingkirkannya sebagai alat bukti dengan jalan

mengemukakan alasan-alasannya.

2. Harus memenuhi batas minimum pembuktian

Adanya keharusan untuk mencukupkan alat bukti keterangan

Terdakwa dengan sekurang-kurangnya satu lagi alat bukti yang

lain, baru mempunyai nilai pembuktian yang cukup.

3. Harus memenuhi asas keyakinan hakim.

Kendati kesalahan Terdakwa telah terbukti memenuhi asas batas

minimum pembuktian, masih harus lagi dibarengi dengan

keyakinan hakim, bahwa memang Terdakwa yang bersalah

melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya. Asas

keyakinan hakim harus melekat pada putusan yang diambilnya

sesuai dengan sistem pembuktian yang dianut Pasal 183

KUHAP.34

Dengan melihat penjelasan di atas maka yang keterangan

Terdakwa tersebut haruslah dinyatakan di dalam persidangan yang

berisi apa yang Terdakwa lakukan berdasarkan pengalamannya dan

hakim bebas menentukan apakah keterangan Terdakwa dapat

digunakan sebagai salah satu dasar pertimbangan hakim ataupun tidak

sesuai dengan keyakinan hakim.

33

M. Yahya Harahap, 2001, Op. cit., hlm. 299 34

M. Yahya Harahap, 2001, Op. cit., hlm. 311-312.

Page 50: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

38

4. Sistem Pembuktian Menurut KUHAP

Sistem pembuktian ada bermacam-macam. Setiap negara menganut

sistem pembuktian yang berbeda. Pengertian pembuktian telah dijelaskan di

atas. Sedangkan sistem sendiri juga memiliki pengertian. Menurut Tatang M.

Amirin dalam Hibnu Nugroho menyatakan bahwa:

“....sistem dipergunakan untuk menunjuk pada pengertian skema atau

metode pengaturan organisasi atau susunan sesuatu , atau model tata

cara. Dapat juga dalam arti suatu bentuk atau pola pengaturan,

pelaksanaan, atau pemrosesan; dan juga dalam pengertian metode

pengelompokan, pengkodifikasian dan sebagainya....”35

Sistem pembuktian yang dianut oleh Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana itu adalah:

a. Menurut undang-undang artinya hakim tidak dapat secara bebas

menentukan jenis alat bukti apa saja yang dapat digunakan dalam

pembuktian di persidangan maupun minimal banyaknya alat bukti yang

harus ada untuk membuktikan kesalahan Terdakwa.

Hal itu juga dikemukakan oleh P.A.F Lamintang dan Theo

Lamintang bahwa:

“wettelijk atau menurut undang-undang karena untuk pembuktian,

undang-undanglah yang menentukan tentang jenis dan banyaknya alat

bukti yang harus ada”.36

b. Negatif artinya meskipun telah memenuhi minimal alat bukti yang telah

ditentukan undang-undang, tetapi belum dapat dijatuhkan pidana apabila

hal tersebut belum dapat menimbulkan keyakinan hakim. Jadi di samping

dipenuhi batas minimum pembuktian dengan alat bukti yang sah jua

35

Hibnu Nugroho, Op.Cit.hlm. 9. 36

Loc.Cit.

Page 51: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

39

harus dibarengi dengan keyakinan hakim bahwa Terdakwalah yang

bersalah melakukan tindak pidana yang telah didakwakan kepadanya.

Menurut M Yahya Harahap, Untuk menentukan salah atau tidaknya

seorang Terdakwa menurut sistem pembuktian undang-undang secara

negatif, terdapat dua komponen 37

:

a. Pembuktian harus dilakukan menurut cara dan dengan alat-alat bukti

yang sah menurut undang-undang

b. Dan keyakinan hakim yang juga harus didasarkan atas cara dan

dengan alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang.

Ketentuan Pasal 183 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8

Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana didalamnya

terkandung dua hal, yakni :

1. Batas minimum pembuktian

Terdakwa dinyatakan bersalah apabila telah memenuhi dua alat bukti

yang sah dan baru mempunyai nilai pembuktian yang cukup. Dalam hal ini

alat bukti yang sah didefinisikan sebagai alat bukti yang tercantum di dalam

Pasal 184 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun

1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

2. Asas keyakinan hakim

Menurut Lilik Mulyadi38

, Asas keyakinan hakim harus melekat pada

putusan yang diambilnya sesuai dengan sistem pembuktian yang dianut

Pasal 183 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981

37

M. Yahya Harahap. 2009. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP

Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali. Jakarta : Sinar

Grafika hal. 279 38

Mulyadi, Lilik. 2012. Hukum Acara Pidana Normatif, Teeoritis, Praktik dan

Permasalahannya. Bandung : P.T. ALUMNI hal : 199

Page 52: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

40

tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang merumuskan

“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila

dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh

keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa

Terdakwalah yang bersalah melakukannya.” adalah pembuktian menurut

undang-undang secara negatif. Artinya di samping dipenuhi batas minimum

pembuktian dengan alat bukti yang sah maka dalam pembuktian yang cukup

tersebut harus dibarengi dengan hakim memperoleh “keyakinan” bahwa

tindak pidana tersebut memang benar-benar terjadi dan bahwa Terdakwa

telah bersalah melakukan tindak pidana tersebut.

D. Tindak Pidana Penistaan Agama

1. Pengertian Tindak Pidana

Hingga saat ini belum ada kesepakatan para sarjana tentang pengertian

Tindak Pidana (strafbaar feit). Menurut Moeljatno, Tindak Pidana adalah

perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai

ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang

melanggar aturan tersebut.39

Dalam kita menjabarkan sesuatu rumusan delik kedalam unsur-

unsurnya, maka yang mula-mula dapat kita jumpai adalah disebutkan sesuatu

tindakan manusia, dengan tindakan itu seseorang telah melakukan sesuatu

tindakan yang terlarang oleh undang-undang. Setiap tindak pidana yang

terdapat di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1946

39

Syarof, Uwais Rifqon, 2012, Pengertian tindak Pidana,

http://kakpanda.blogspot.com/2012/12/pengertian-tindak-pidana.html, diakses pada 7 Mei 2013

Page 53: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

41

tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) pada umumnya dapat

dijabarkan ke dalam unsur-unsur yang terdiri dari unsur subjektif dan unsur

objektif. Unsur subjektif adalah unsur-unsur yang melekat pada diri si pelaku

atau yang berhubungan dengan diri si pelaku, dan termasuk ke dalamnya yaitu

segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya. Sedangkan unsur objektif

adalah unsur-unsur yang ada hubungannya dengan keadaan-keadaan, yaitu di

dalam keadaan-keadaan mana tindakan-tindakan dari si pelaku itu harus di

lakukan.40

Unsur-unsur subjektif dari suatu tindak pidana itu adalah:

1. Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus atau Culpa);

2. Maksud atau Voornemen pada suatu percobaan atau pogging seperti

yang dimaksud dalam Pasal 53 ayat 1 Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana (KUHP);

3. Macam-macam maksud atau oogmerk seperti yang terdapat misalnya di

dalam kejahatan-kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan, pemalsuan

dan lain-lain;

4. Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachte raad seperti yang

terdapat di dalam kejahatan pembunuhan menurut Pasal 340 Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP);

40

Anonim, 2012, Pengertian Tindak Pidana dan Unsur Menurut Para Ahli,

http://www.sarjanaku.com/2012/12/pengertian-tindak-pidana-dan-unsur.html, diakses pada 7 Mei

2013

Page 54: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

42

5. Perasaan takut yang antara lain terdapat di dalam rumusan tindak

pidana menurut Pasal 308 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

2. Peraturan Mengenai Tindak Pidana Penistaan Agama

Perlu diketahui bahwa Code Penal sendiri tidak mengatur mengenai

delik agama, yang ada hanyalah undang-undang mengenai Godslastering di

Negeri Belanda pada tahun 1932 yang terkenal dengan nama Lex Donner oleh

Menteri Donner yang menciptakan undang-undang tersebut. Undang-undang di

Jerman dalam Strafgesetzbuch mencantumkan delik agama dalam Pasal 166,

tampaknya menjadi model dan ilham bagi Negeri Belanda, yang tidak memiliki

aturan mengenai delik agama tersebut di tengah-tengah kehidupan hukum di

sana dan tidak mengadakan transfer ke Undang-Undang Republik Indonesia

No. 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.41

Akhirnya tindak pidana penistaan terhadap agama diatur di dalam

Pasal 156 dan Pasal 156a huruf (a) Undang-Undang Republik Indonesia No. 1

Tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yang merumuskan:

“Dipidana dengan pidana penjara selama-lumanya lima tahun barang

siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau

melakukan perbuatan:

a. yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau

penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.

b. dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apa

pun juga yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa.”

Di negeri Belanda, Jerman dan lain-lain, bahwa ucapan, pernyataan

ataupun perbuatan-perbuatan yang mengejek Tuhan, memiliki peraturan

41

Ismuhadi. 2008. Analisa Pidana Hukum dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana di

Indonesia. www.repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12134/1/09E02103.pdf . Diakses pada

22 Mei 2013

Page 55: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

43

sendiri, suatu Godslasteringswet di samping peraturan-peraturan yang

bersangkutan dengan delik¬delik agama, ataupun pernyataan terhadap Tuhan,

Nabi dan lain-lainnya dituangkan dalam satu ketentuan seperti di Inggris, yaitu

blasphemy.42

Selanjutnya menurut Oemar Seno Aji yang dikutip oleh Ismuhadi,

tindak pidana penistaan terhadap agama di Indonesia sendiri diatur di dalam

Pasal 156 dan Pasal 156a huruf (a) Undang-Undang Republik Indonesia No. 1

Tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yang dimasukkan

pada tahun 1965 dengan Penetapan Presiden Nomor 1 Tahun 1965 Pencegahan

Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama kedalam kodifikasi mengenai delik

agama. Namun demikian, Indonesia dengan Pancasila dengan sila Ketuhanan

Yang Maha Esa sebagai causa prima, tidak memiliki suatu afweer terhadap

serangan kata-kata mengejek terhadap Tuhan. Tidak terdapat di sini suatu

perundang-undangan semacam Godslasteringswet ataupun blasphemous libel

di atas. Hal ini dikemukakan sebagai suatu kekurangan yang vital dalam suatu

negara yang berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa. 43

Tindak pidana penistaan terhadap agama yang diatur di dalam Pasal

156 Undang-Undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 1946 tentang Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana, adalah salah satu dari haatzaai-artikelen yang

befaamd dirumuskan dengan perbuatan pidana yang kontroversial, yaitu

mengeluarkan pernyataan perasaan bermusuhan, benci atau merendahkan

dengan objek dari perbuatan pidana tersebut, ialah golongan penduduk, yang

42

Loc.Cit. 43

Loc.Cit

Page 56: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

44

kemudian diikuti oleh interprestasi otentik. Dikatakan dalam Pasal 156

Undang-Undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana kemudian, bahwa yang dimaksudkan dengan golongan

penduduk ialah golongan yang berbeda, antara lain karena agama dengan

golongan penduduk yang lain. Maka suatu pernyataan perasaan di muka umum

yang bermusuhan, benci atau merendahkan terhadap golongan agama, dapat

dipidanakan berdasarkan Pasal 156a Undang-Undang Republik Indonesia No.

1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Selanjutnya

istilah dalam bahasa Belanda, yaitu ongelukkig adalah pernyataan yang

ditujukan terhadap golongan agama itu ditempatkan dalam salah satu haatzaai-

artikelen (pasal-pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Indonesia).44

Selanjutnya Pasal 156a huruf (a) Undang-Undang Republik Indonesia

No. 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

memidanakan barangsiapa di muka umum mengeluarkan perasaan atau

melakukan perbuatan :

a. yang pada pokoknya bersifat bermusuhan, penyalagunaan atau

penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.

b. dengan maksud agar orang tidak menganut agama apapun juga, yang

bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Seperti telah dikemukakan di atas, pasal ini dimasukkan dalam

kodifikasi delik agama pada Penetapan Presiden Nomor 1 Tahun 1965

44

Loc.CIt

Page 57: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

45

Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama, dimana dalam Pasal 1

Penetapan Presiden Nomor 1 Tahun 1965 Pencegahan Penyalahgunaan

dan/atau Penodaan Agama melarang untuk dengan sengaja dimuka umum

menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum, untuk

melakukan penafsiran tentang suatu agama yang dianut di Indonesia atau

melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan dari

agama itu, penafsiran dan kegiatan-kegiatan mana menyimpang dari pokok

ajaran agama itu.

Selanjutnya barangsiapa melanggar ketentuan dalam Pasal 1

Penetapan Presiden Nomor 1 Tahun 1965 Pencegahan Penyalahgunaan

dan/atau Penodaan Agama, ia diberi peringatan dan diperintahkan untuk

menghentikan perbuatannya itu ke dalam suatu keputusan bersama menteri

agama, jaksa agung dan menteri dalam negeri. Jika yang melanggar itu suatu

organisasi atau aliran kepercayaan, ia oleh presiden setelah mendapat

pertimbangan dari menteri agama, menteri/jaksa agung dan menteri dalam

negeri, dapat dibubarkan dan dinyatakan sebagai organisasi/aliran terlarang.

Jika setelah diadakan tindakan-tindakan sebagaimana tersebut di atas,

ia masih terus melanggar ketentuan dalam Pasal 1 Penetapan Presiden Nomor 1

Tahun 1965 Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama, maka

orang/anggota atau anggota pengurus dari organisasi/aliran tersebut dipidana

penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun.

Sandaran dari peraturan tersebut adalah pertama-tama melindungi

ketenteraman beragama dari pernyataan ataupun perbuatan

Page 58: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

46

penodaan/penghinaan serta ajaran-ajaran untuk tidak memeluk agama yang

bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Page 59: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

47

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Pendekatan

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis

normatif, yaitu penelitian yang mengkonsepkan hukum sebagai apa yang tertulis

dalam peraturan perundang-undangan (laws in book) atau hukum dikonsepkan

sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku manusia yang

dianggap pantas45

dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan

analitis (Analitical Approach). Pendekatan perundang-undangan digunakan

karena yang diteliti adalah berbagai aturan hukum yang menjadi fokus sekaligus

tema sentral suatu penelitian.46

Sedangkan pendekatan analitis (Analitical

Approach) maksud utamanya adalah mengetahui makna yang dikandung dalam

peraturan perundang-undangan secara konsepsional, sekaligus mengetahui

penerapannya dalam praktik. 47

B. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

preskriptif, yaitu suatu penelitian yang menetapkan standar prosedur,

ketentuan-ketentuan, rambu-rambu dalam melaksanakan aturan hukum,

45

Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo

Persada, Jakarta, 2006, hlm.118. 46

Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayu Media

Publishing, Malang, 2008, hlm. 302. 47

Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif (Edisi Revisi), Bayu

Media Publishing, Malang, 2007, hlm. 303

Page 60: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

48

sehingga apa yang senyatanya berhadapan dengan apa yang seharusnya, agar

dapat memberikan rumusan-rumusan tertentu.48

Atau dengan kata lain penelitian ini menganalisis persoalan hukum

dengan aturan yang berlaku dan cara mengoperasionalkan aturan tersebut

dalam peristiwa hukum.49

Peter Mahmud Marzuki50

menyatakan bahwa ilmu hukum mempunyai

karakteristik sebagai ilmu yang bersifat preskriptif dan terapan. Sebagai ilmu yang

bersifat preskriptif ilmu hukum mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai hukum,

validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum dan norma-norma hukum. Sebagai

ilmu terapan ilmu hukum menciptakan standar prosedur, ketentuan-ketentuan,

rambu-rambu dalam melaksanakan aturan hukum.

C. Sumber Data

Mengingat penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif, maka

data pokok yang digunakan adalah data sekunder. Data sekunder merupakan data

yang berasal dari bahan hukum primer yaitu bahan - bahan hukum yang mengikat

berupa peraturan perundang - undangan yang berlaku dan bahan hukum sekunder

yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer misalnya rancangan

undang-undang, hasil penelitian, hasil karya dari kalangan hukum, dan seterusnya

yang meliputi:

a. Bahan Hukum Primer, ialah semua aturan hukum yang dibentuk dan/atau

dibuat secara resmi oleh suatu lembaga negara, dan/atau badan-badan

48

Johny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif (Edisi Revisi), Malang,

Bayu Media Publishing, 2007, hlm. 303 dan 310. 49

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencara Media Group, Jakarta, 2010,

hlm 22 50

Ibid, hlm 91.

Page 61: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

49

pemerintahan yang demi tegaknya akan diupayakan berdasarkan daya paksa

yang dilakukan secara resmi pula oleh aparat negara. Bahan-bahan hukum

primer terdiri dari perundang-undangan dan putusan-putusan hakim. Penulis

menggunakan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), dan

Putusan Pengadilan Negeri Ciamis Nomor : 157/Pid.B/2011/PN.Cms.

b. Bahan Hukum Sekunder, ialah bahan yang memberikan penjelasan terhadap

bahan hukum primer, seperti rancangan undang-undang, hasil-hasil

penelitian, atau pendapat para pakar hukum.

c. Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk terhadap

bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, yaitu kamus hukum.51

D. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan bahan hukum dalam penelitian ini menggunakan metode studi

kepustakaan yaitu mencarinya dalam misal buku-buku literatur , jurnal ilmiah, dan

sebagainya. Selain itu juga menggunakan metode dokumenter yaitu dengan

menelaah terhadap dokumen pemerintah maupun non pemerintah (Putusan

Pengadilan, Risalah Rapat, dan sebagainya).

E. Metode Penyajian Data

Hasil penelitian disajikan dalam bentuk uraian-uraian yang tersusun

secara sistematis, artinya data sekunder yang diperoleh akan dihubungkan satu

dengan yang lain disesuaikan dengan permasalahan yang diteliti, sehingga secara

51

Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta, PT. Raja

Grafindo Persada, 2006, hlm. 32.

Page 62: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

50

keseluruhan merupakan satu kesatuan yang utuh sesuai dengan kebutuhan

penelitian.

Penelitian ini akan menyajikan bahan hukum dalam bentuk teks naratif

yaitu dalam bentuk uraian yang mendasarkan pada teori yang disusun secara logis

dan sistematis.

F. Metode Analisis Data

Metode analisis dalam penelitian ini yaitu normatif kualitatif, yakni

merupakan cara menginterprestasikan dan mendiskusikan bahan hasil penelitian

berdasarkan pada pengertian hukum, norma hukum, teori-teori hukum serta

doktrin yang berkaitan dengan pokok permasalahan.

Page 63: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

51

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Dari hasil penelitian terhadap Putusan Nomor:

157/Pid.B/2011/PN.Cms diperoleh data sebagai berikut:

1. Kasus Posisi

Berawal pada sekitar tahun 2000, Terdakwa dapat mengobati orang

yang sakit melalui pengobatan alternatif. Keberhasilan Terdakwa mengobati

orang sakit tersiar dari mulut ke mulut dari perbincangan antara orang yang

pernah diobati oleh Terdakwa dengan orang lain sehingga kemampuan

Terdakwa mulai dikenal oleh masyarakat. Adapun nama Terdakwa saat

mengobati orang yang sakit dikenal dengan nama RJD. Melihat semakin

banyaknya orang yang datang kepada Terdakwa, akhirnya pada sekitar tahun

2003, Terdakwa mendirikan sebuah saung tempat mengobati orang sakit

sampai kemudaan Terdakwa mendirikan bangunan-bangunan atau saung-saung

lainnya secara bertahap hingga menjadi sebuah padepokan yang kemudian

diberi nama Padepokan Jati Sampurna.

Dalam melakukan pengobatan terhadap pasiennya, Terdakwa

menggunakan metode totok saraf pada bagian kepala, perut, punggung, lutut,

lalu diberi makan mie rebus dengan irisan cabai rawit dan disuruh meminum

kopi hitam. Dalam melakukan pengobatan tersebut, Terdakwa tidak

menetapkan biaya pengobatan secara khusus, akan tetapi pasien-pasien dapat

memberikan sumbangan secara sukarela yang diletakkan di dalam kotak yang

sudah disediakan Terdakwa.

Page 64: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

52

Pada bulan Juni sampai dengan bulan Oktober tahun 2005, terdapat

pasangan suami istri, yaitu SA dan W yang datang ke tempat Terdakwa untuk

berobat dan menginap di rumah Terdakwa. Pada saat berobat Terdakwa selalu

mengatakan kepada saksi SA dan W bahwa apabila ingin sembuh, maka kedua

saksi tersebut harus menjalankan perintah Terdakwa, yaitu :

- Tidak shalat karena shalat merupakan olahraga umat Islam.

- Tidak wirid.

- Mengakui bahwa Terdakwa adalah pengganti Kanjeng Nabi Muhammad

SAW.

- Masjid adalah tempat paguyuban atau tempat ngobrol.

- Dilarang mengunjungi tempat keramat karena sudah berada di padepokan

Terdakwa.

Pelarangan melaksanakan ibadah tersebut tidak hanya disampaikan

kepada saksi SA dan W, tetapi juga kepada pasien lainnya yang datang

berobat kepada Terdakwa. Hal tersebut dilakukan di saung tempat para pasien

menunggu untuk diobati. Selama saksi SA dan W berada di tempat Terdakwa

keduanya tidak pernah melaksanakan shalat karena dilarang oleh Terdakwa.

Kemudian pada tahun 2007, ada sepasang suami-isteri yang sedang

sakit mendengar bahwa Terdakwa mempunyai kelebihan bisa

menyembuhkan berbagai macam penyakit, sehingga suami-isteri tersebut

yaitu NN dan ES datang ke padepokan milik Terdakwa karena NN menderita

pegal-pegal dan diobati oleh Terdakwa dengan cara dipijat pada bagian

persendian lalu disuruh minum kopi dan makam mie rebus dengan irisan

Page 65: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

53

cabai rawit. Pada saat berada di padepokan milik Terdakwa, NN dan

suaminya selalu diingatkan oleh Terdakwa mengenai beberapa hal, yaitu:

- Untuk apa shalat karena di dalam Al-Qur’an tidak ada perintah praktik

shalat, yang ada hanya tegakkan shalat dan praktik shalat itu hanya ada

dalam hadits dan hadits itu buatan manusia.

- Untuk apa melaksanakan puasa, jaman dahulu puasa itu karena tidak ada

makanan sedangkan sekarang sudah merdeka dan banyak makanan.

- Melarang untuk berdzikir/wirid karena hanya memanggil khoddam dan

membuat pusing kepala.

- Sesama muslim dilarang mengucapkan Assalamu’alaikum karena ucapan

Assalamu’alaikum tidak ada bedanya dengan apa kabar.

- Dilarang memakai kerudung karena kerudung itu bukan untuk menutupi

aurat tetapi hanya untuk menutupi debu.

- Untuk apa naik haji, karena haji itu hanya untuk menyembah batu hitam,

tidak ada bedanya dengan umat kristen dan cina yang membakar dupa/hio,

menyembah patung.

- Dan kalau datang ke padepokannya serta mengikuti ajarannya harus siap

untuk dikucilkan.

Perbuatan Terdakwa membuat larangan tersebut diucapkan di saung

yang berada di tempat Terdakwa. Larangan-larangan tersebut juga disampaikan

kepada setiap pasien lainnya yang datang berobat kepada Terdakwa.

Kemudian pada tahun 2007 pula nama padepokannya berubah

menjadi Padepokan Tri Tunggal.

Page 66: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

54

Pada akhir tahun 2010, kegiatan pengobatan yang dilakukan oleh

Terdakwa mulai dibicarakan dan menimbulkan keresahan di masyarakat karena

tersiar kabar kalau dalam melakukan pengobatan tersebut oleh Terdakwa

diselipkan pelarangan beribadah yang bertentangan dengan ajaran agama Islam

hingga muncul di beberapa media massa.

Untuk menanggapi situasi yang berkembang di masyarakat tersebut,

Pemerintah Kabupaten Ciamis melakukan pembinaan dengan Terdakwa oleh

karena Terdakwa masih berstatus sebagai PNS di lingkungan Pemerintah

Kabupaten Ciamis, yaitu:

- Pembinaan ke- I, pada hari Rabu tanggal 12 Januari 2011 di Kantor

Sekretariat Daerah Kabupaten Ciamis.

- Pembinaan ke- II, pada hari Senin tanggal 31 Januari 2011 di Kantor

Kecamatan Cijeungjing.

- Pembinaan ke- III, pada hari Selasa tanggal 1 Februari 2011 di Kantor

Sekretariat Daerah Kabupaten Ciamis.

Dari tiga kali pembinaan tersebut Terdakwa tetap bersikukuh mempertahankan

keberadaan Padepokan Tri Tunggal Jaya Sampurna Galuh miliknya tersebut

karena Terdakwa menganggap bahwa dirinya tidak pernah melakukan hal-hal

sebagaimana yang diisukan masyarakat.

Melihat perkembangan yang terjadi di masyarakat tersebut kemudian

DPD MUI Kab. Ciamis mengirim surat kepada Pemerintah Daerah Kabupaten

Ciamis Nomor: 65/DPD MUI/Kab.Cms/2011 tanggal 30 Januari 2011 perihal

permohonan dialog dengan Bupati Kabupaten Ciamis tentang keberadaan

Page 67: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

55

Padepokan Tri Tunggal Jaya Sampurna Galuh. Selanjutnya untuk menjawab

surat tersebut maka kemudian Pemerintah Kabupaten Ciamis telah membuat

surat Nomor: 222.4/III-Pem-Um.1 tanggal 1 Februari 2011 perihal

Permohonan Dialog kepada Ketua DPD Majelis Ulama Indonesia Kabupaten

Ciamis, dimana dialog tersebut kemudian dialaksanakan di tingkat Kecamatan

dengan dipimpin oleh Camat Cijeungjing yang dilaksanakan tanggal 2 Februari

2011 yang dihadiri oleh MUI, dari unsur pesantren, elemen masyarakat seperti

Front Pembela Islam, LPI, GEMPUR, dan tokoh masyarakat Cijeungjing dan

Terdakwa sendiri, namun dalam pertemuan tersebut tidak ditemukan titik temu,

karena Terdakwa tetap tidak mengakui atas apa yang dituduhkan kepadanya

dan tetap tidak mau menutup padepokan tersebut sehingga situasi menjadi

tidak kondusif.

2. Dakwaan Penuntut Umum

Terdakwa diajukan ke persidangan dengan dakwaan kumulatif sebagai

berikut:

KESATU

Bahwa Terdakwa OJ Alias RJD pada suatu hari yang tidak dapat

ditentukan secara pasti antara tahun 2003 sampai dengan tahun 2010,

setidaknya dalam suatu waktu antara 2003 sampai dengan 2010, bertempat di

Dusun Timbangwindu, RT 25/08, Desa Pamalayan, Kecamatan Cijeungjing,

Kabupaten Ciamis, setidaknya di suatu tempat dalam daerah hukum

Pengadilan Negeri Ciamis yang berwenang untuk memeriksa dan mengadili,

telah dengan sengaja dimuka umum mengeluarkan perasaan atau

Page 68: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

56

perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan

atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia. Perbuatan

Terdakwa diatur dan diancam pidana dalam Pasal 156a huruf a KUH Pidana.

DAN

KEDUA

Bahwa Terdakwa OJ Alias RJD pada suatu hari yang tidak dapat

ditentukan secara pasti antara tahun 2003 sampai dengan tahun 2010,

setidaknya dalam suatu waktu antara 2003 sampai dengan 2010, bertempat di

Dusun Timbangwindu, RT 25/08, Desa Pamalayan, Kecamatan Cijeungjing,

Kabupaten Ciamis, setidaknya di suatu tempat dalam daerah hukum Pengadilan

Negeri Ciamis yang berwenang untuk memeriksa dan mengadili, telah dengan

maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan

hukum dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu

muslihat ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain

untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya atau supaya memberi

hutang maupun menghapuskan piutang. Perbuatan Terdakwa diatur dan

diancam pidana dalam Pasal 378 KUH Pidana.

3. Pembuktian

Hakim dalam perkara ini memeriksa beberapa alat bukti dan barang

bukti dalam persidangan, yaitu :

a. Alat Bukti Keterangan Saksi

Page 69: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

57

1. S, di bawah sumpah di persidangan yang pada ppokoknya

menerangkan sebagai berikut:

- Pada bulan Desember 2010 saksi selaku koordinator LSM

Kabupaten Ciamis mnendengar dan membaca di beberapa media

massa adanya kabar dugaan penodaan agama Islam dan/atau

pelanggaran hukum lainnya yang dilakukan oleh Terdakwa OJ

selaku pendiri Padepokan Tri Tunggal Jaya Sampurna Galuh.

- Kemudian pada awal bulan Januari 2011, saksi bersama elemen-

elemen ORMAS mendatangi Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI)

Kabupaten Ciamis untuk kordinasi dan menanyakan tentang dugaan

tersebut, dan hasil kordinasi adalah sepakat untuk menindaklanjuti

hasil kordinasi tersebut.

- Pada pertengahan bulan Januari 2011 diadakan pertemuan di rumah

Ketua MUI Kabupaten Ciamis dengan maksud untuk membahas isu-

isu tersebut. Pada saat itu pertemuan dihadiri Ketua MUI Kabupaten

Ciamis, Ketua MUI Kecamatan cijeungjing, dan ORMAS-ORMAS

Islam diantaranya Front Pembela Islam (FPI), Majelis Mujahidin

Indonesia (MMI), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Pergerakan

Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), dan Lembaga Swadaya

Masyarakat (LSM) Gempur dan menghasilkan kesepakatan untuk

mencari fakta-fakta tentang adanya dugaan penodaan agama yang

dilakukan Terdakwa OJ.

Page 70: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

58

- Sekitar akhir bulan Januari 2011 diadakan lagi pertemuan di rumah

Penasihat MUI dan hasil pertemuan dengan MUI menyatakan

sepakat membuat surat yang ditujukan kepada Bupati Kabupaten

Ciamis untuk mengadakan dialog 3 (tiga) pihak diantaranya dari

PEMDA, MUI, elemen masyarakat, dan pihak Terdakwa yang

dijadwalkan pada tanggal 2 Februari 2011 yang dilaksanakan di

Kantor Desa Pamalayan Kec. Cijeungjing Kabupaten Ciamis yang

dipimpin Ketua MUI Kab. Ciamis dan dihadiri oleh Camat

Cijeungjing, Kapolsek, elemen masyarakat, warga masyarakat,

aparat desa, anggota Polres Ciamis, anggota KODIM Ciamis, dan

Terdakwa OJ beserta pengurus Padepokan Tri Tunggal Jaya

Sampurna Galuh.

- Awalnya dialog berjalan lancar namun pada saat MUI menghadirkan

orang yang mengetahui adanya penodaan agama, suasana dialog

menjadi panas dan tidak terkendali sehingga saksi memberhentikan

acara tersebut untuk menjaga hal-hal yang tidak diinginkan.

- Dalam pertemuan tersebut disepakati semua pihak bahwa

pengusutan masalah ini harus melalui jalur hukum sebelum acara

ditutup oleh Ketua MUI.

- Kemudian saksi melaporkan kejadian ini ke Polres Ciamis untuk

dijadikan dasar penyidikan sambil membawa tiga orang lainnya yang

mengetahui adanya dugaan penodaan agama tersebut, yaitu SA, W,

dan Drs. E.

Page 71: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

59

Atas keterangan saksi tersebut Terdakwa keberatan atas

keterangan saksi yang menyatakan bahwa Terdakwa telah melarang

shalat, wirid/dzikir, dan mengaku sebagai pengganti Nabi Muhammad

SAW.

Atas keberatan Terdakwa tersebut, saksi menyatakan tetap pada

keterangannya semula.

2. SA Binti ES, di bawah sumpah di persidangan yang pada pokoknya

menerangkan sebagai berikut:

- Saksi pernah berobat kepada Terdakwa karena saksi menderita sakit

dalam perut dan suami saksi menderita sesak nafas. Saksi

mengetahui tempat Terdakwa karena suami saksi diberi tahu teman

kerjanya bahwa ada tempat pengobatan alternatif yang letaknya di

daerah Cijeungjing.

- Pada waktu datang, saksi langsung bertemu dengan Terdakwa dan

Terdakwa mengaku sebagai RJD. Saksi baru mengetahui nama asli

Terdakwa OJ di kemudian hari.

- Setelah bertemu dengan Terdakwa lalu saksi diajak ke suatu ruangan

kemudian saksi menyampaikan keluhan mengenai penyakit yang

saksi derita. Setelah itu saksi disuruh ke sebuah kamar yang letaknya

di pinggir padepokan bersama suami saksi. Di dalam kamar terdapat

tikar dan bed cover, serta tulisan-tulisan yang ditempel di dinding

kamar yang berbunyi dilarang melaksanakan shalat, dilarang

Page 72: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

60

wirid/dzikir, dilarang mendatangi tempat keramat, dilarang minum

air keramat dan ada juga tulisan atas nama RJD.

- Metode pengobatan yang dilakukan oleh Terdakwa dengan cara

menarik urat di bagian tangan, punggung dan lutut serta saksi

disuruh minum kopi dan makan mie instan yang dicampur dengan

cabai rawit.

- Setelah dilakukan pengobatan, saksi disuruh Terdakwa untuk tinggal

di padepokan, katanya karena saksi sedang hamil dan akan

melahirkan yang tidak wajar dan jika melahirkan di luar padepokan

akan ada terjadi hal aneh seperti melahirkan ular.

- Karena hawatir dan takut atas ucapan Terdakwa maka saksi

sekeluarga langsung tinggal di padepokan Terdakwa dan

ditempatkan di saung bekas kandang ayam yang lokasinya agak jauh

dari rumah Terdakwa.

- Ketika saksi tinggal di padepokan, pengobatan oleh Terdakwa hanya

diberikan jika saksi merasa sakit dan kemudian diberi minum kopi

namun perut saksi tetap saja merasa sakit dan menurut Terdakwa

bahwa nanti juga akan sembuh asal saksi tetap mengabdi kepada

Terdakwa.

- Setelah dilakukan pengobatan, kemudian saksi bersama suami saksi

(saksi W bin K) mendengar pengarahan/nasehat Terdakwa yaitu:

a. Tidak boleh shalat karena shalat hanya olahraga agama Islam.

b. Dilarang wirid yang berlebihan karena akan mengundang jin.

Page 73: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

61

c. Masjid adalah tempat paguyuban atau tempat ngobrol.

d. Dilarang mengunjungi tempat-tempat keramat karena sudah ada

di padepokan Terdakwa OJ.

e. Terdakwa mengaku sebagai pengganti Nabi Muhammad SAW.

- Perbuatan tersebut dilakukan Terdakwa pada hari Kamis tanggal 16

Juni 2005 sekitar jam 17.00 WIB di tempat/bangunan yang

disediakan untuk pengobatan yang terletak di pinggir rumah

Terdakwa OJ.

- Saksi tidak pernah melihat ada tempat khusus ibadah seperti

mushola, yang ada hanya saung-saung. Selain itu saksi tidak pernah

melihat orang yang melaksanakan ibadah shalat di padepokan

Terdakwa, kalaupun ada pasien yang melaksanakan ibadah shalat

pasti dipojokkan/dicemooh.

- Saksi berada di padepokan Terdakwa selama 5 (lima) bulan yaitu

dari bulan Juni 2005 sampai dengan bulan Oktober 2005.

- Selama saksi berada di padepokan Terdakwa, saksi hamil dan

melahirkan seorang bayi laki-laki yang diberi nama Raspati oleh

Terdakwa. Bayi saksi lahir di WC yang ada di lokasi pengobatan

pada bulan Oktober 2005. Selanjutnya bayi tersebut dipisahkan

dengan saksi karena Terdakwa mengatakan bahwa bayi saksi

tersebut mempunyai kelainan lalu bayi tersebut disimpan di dalam

kotak kayu dan diletakkan di tempat terbuka dan diberitahukan

kepada orang-orang yang datang ke padepokan bahwa bayi tersebut

Page 74: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

62

adalah bayi ajaib. Kemudian di samping kotak penyimpanan bayi

diletakkan kotak tempat penyimpanan uang dan di pinggir kotak

tersebut dibubuhi nama RASPATI dan uangnya diambil oleh

Terdakwa.

- Setelah bayi saksi lahir, Terdakwa mengatakan tidak perlu untuk di-

Adzan-in serta saksi tidak diberi kesempatan untuk menyusui atau

mengurus bayi karena Terdakwa mengatakan bahwa bayi tersebut

ada kelainan dan saksi dianggap Terdakwa tidak akan kuat karena

kalau dirawat sendiri oleh saksi bayi tersebut bisa berubah jadi ular.

Bayi tersebut hanya diberi minum air gula aren oleh D dan E. Bayi

saksi dipisahkan oleh Terdakwa dari saksi selama 14 (empat belas)

hari. Setelah itu saksi mengambil paksa bayi tersebut sebab saksi

sudah melihat keadaan bayi yang menderita. Selanjutnya saksi keluar

dari padepokan.

- Selama saksi tinggal di padepokan saksi juga disuruh membuat

sebuah saung oleh Terdakwa agar penyakit saksi sembuh. Untuk

membangun saung tersebut saksi mengeluarkan uang sebesar Rp.

8.000.000,- (delapan juta rupiah).

- Penyakit yang saksi derita tidak sembuh hingga sekarang.

Atas keterangan saksi tersebut Terdakwa menyatakan keberatan,

yaitu:

Page 75: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

63

- Terdakwa tidak menyuruh saksi tinggal di tempat Terdakwa, tetapi

saksi sendiri yang minta kepada Terdakwa untuk tinggal di tempat

Terdakwa.

- Tidak benar Terdakwa melarang untuk shalat, wirid, dan mengaku

sebagai pengganti Nabi Muhammad SAW.

- Tidak benar di dalam kamar ada tulisan-tulisan yang berisi larangan

shalat.

- Tidak benar Terdakwa melarang untuk menyusui bayi saksi, tetapi

saksi sendiri yang mengatakan kepada Terdakwa bahwa

payudaranya tidak ada air susunya.

- Terdakwa tidak pernah menyuruh saksi untuk membangun saung,

tetapi saksi sendiri yang meminta untuk ikut membangun.

- Tidak benar di padepokan Terdakwa tidak ada mushola, tetapi ada

saung yang bisa dipakai shalat.

Atas bantahan Terdakwa tersebut saksi tetap pada

keterangannya.

3. Saksi W Bin K, di bawah sumpah pada pokoknya memberikan

keterangan sama dengan yang diterangkan isti saksi, yaitu SA Binti ES

Atas keterangan saksi tersebut Terdakwa keberatan karena

Terdakwa tidak pernah melarang untuk melaksanakan shalat, melarang

melakukan wirid, dan tidak pernah mengaku sebagai pengganti Nabi

Muhammad SAW.

Page 76: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

64

Bahwa atas keberatan Terdakwa tersebut, saksi menyatakan

tetap pada keterangannya.

4. EI Bin IR, di bawah sumpah pada pokoknya memberikan keterangan

sebagai berikut:

- Saksi mempunyai hubungan keluarga akan tetapi tidak ada hubungan

pekerjaan dengan Terdakwa OJ.

- Saksi pernah kedatangan I dan H yang menceritakan kepada saksi

bahwa sewaktu silaturahmi Idul Fitri bahwa mereka pernah berobat

kepada Terdakwa tetapi tidak sembuh.

Atas keterangan saksi tersebut Terdakwa tidak merasa keberatan

dan menerima keterangan saksi tersebut.

5. DS Bin M, di bawah sumpah pada pokoknya memberikan keterangan

sebagai berikut:

- Saksi mulai mengenal Terdakwa sejak tahun 2005, ketika berobat

kepada Terdakwa karena menderita sakit pegal-pegal di rumah

Terdakwa karena diberitahu oleh S bahwa Terdakwa suka

mengobati.

- Saksi langsung bertemu dengan Terdakwa dan saksi langsung

diobati Terdakwa dengan cara ditotok bagian syaraf dan setelah

ditotok saksi langsung disuruh minum kopi dan yang memberikan

kopi adalah istri Terdakwa namun hingga saat ini belum sembuh.

Page 77: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

65

- Setelah berobat kepada Terdakwa saksi tidak dimintai biaya

pengobatan namun setelah selesai berobat saksi langsung ikut

Terdakwa sebagai balas jasa atas kebaikannya terhadap saksi.

- Saksi ikut Terdakwa sejak tahun 2005 sampai dengan tahun 2007

dengan alasan setelah saksi ikut Terdakwa hidup saksi menjadi lebih

tenang. Saksi sering konsultasi dengan Terdakwa, dimana dalam

pembicaraan tersebut saksi sering disuruh untuk berlaku sabar.

- Saksi sampai sekarang masih sesekali datang ke padepokan dan

selama 2 tahun saksi bersama Terdakwa, Terdakwa tidap pernah

mangajak saksi untuk shalat.

- Pada waktu saksi SA melahirkan yang membantu melahirkan adalah

suaminya. Setelah dilahirkan, yang merawat bayi tersebut adalah

saksi sendiri karena disuruh Terdakwa. Bayi tersebut kemudian

diberi nama RESPATI dan tidak dirawat sendiri oleh ibu

kandungnya yaitu saksi SA karena Terdakwa melarang ibunya untuk

merawatnya.

- Setelah bayi dilahirkan, saksi disuruh Terdakwa agar menyimpan

bayi tersebut di atas kotak karena Terdakwa mengatakan kepada

saksi bahwa bayi tersebut merupakan bayi istimewa yang akan

mengangkat martabat dan derajat padepokan.

- Setiap pasien yang melihat bayi tersebut menyimpan uang ke dalam

kotak yang sudah disediakan di samping kotak bayi atas perintah

Terdakwa tetapi uangnya kemudian diambil sendiri oleh Terdakwa.

Page 78: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

66

- Bayi tersebut berada di padepokan selama 2 minggu karena setelah

itu bayi tersebut diambil oleh ibunya. Selama dua minggu berada di

padepokan, bayi tersebut oleh saksi hanya diberi air gula sesuai

perintah Terdakwa.

- Selama di padepokan yang sering dikatakan Terdakwa kepada saksi

adalah bahwa shalat lima waktu itu hanya olahraganya orang Islam,

bedzikir/wirid itu hanya akan menimbulkan rasa sakit dan pusing di

kepada, serta melarang untuk membaca Al-Qur’an yang juga

disampaikan Terdakwa kepada para pasien lain yang datang.

- Saksi keluar dari padepokan karena saksi ingat keluarga dan

keluarga juga menyuruh saksi keluar dari padepokan, selain itu saksi

merasakan bahwa padepokan sudah menyimpang oleh karena itu

saksi tidak kembali lagi ke padepokan.

- Saksi sempat kenal dengan saksi U yang datang ke padepokan untuk

mengobati anaknya dan pernah membangun saung di lingkungan

padepokan. Setahu saksi setelah saung dibangun anak U tidak

sembuh.

Atas keterangan saksi tersebut Terdakwa keberatan karena tidak

pernah melarang shalat dan wirid.

Atas keberatan Terdakwa tersebut, saksi menyatakan tetap pada

keterangannya.

6. EN Bin H. ME, di bawah sumpah pada pokoknya memberikan

keterangan sebagai berikut:

Page 79: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

67

- Saksi adalah Kepala Dusun Timbangwindu .

- Terdakwa adalah PNS pada Kantor Kecamatan Cijeungjing Kab.

Ciamis dan Terdakwa membuka praktik pengobatan alternatif di

rumahnya atau padepokannya.

- Saksi tidak pernah menerima laporan atas berdirinya padepokan

tersebut. Saksi baru tahu pada tahun 2008 ketika saksi menjabat

sebagai Kepala Dusun.

- Dengan adanya padepokan tersebut warga sekitar menjadi resah

setelah ada kabar karena ajaran di padepokan tersebut telah

menyimpang dari ajaran agama Islam yaitu melarang untuk

melaksanakan shalat, dzikir, dan membaca syahadat kepada para

pasiennya.

- Kemudian saksi selaku kepala dusun pernah meredam gejolak yang

terjadi di dusun Timbangwindu yang dilakukan oleh para pemuda

sehubungan dengan keresahan yang disebabkan oleh perbuatan

Terdakwa dengan cara diadakan rapat musyawarah di desa untuk

menutup padepokan tersebut.

Atas keterangan saksi tersebut Terdakwa keberatan karena

Terdakwa tidak pernah melarang untuk melaksanakan shalat dan

melarang melakukan wirid.

Atas keberatan Terdakwa tersebut, saksi menyatakan tetap pada

keterangannya.

Page 80: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

68

7. OSQ, S. Ag. Bin D, di bawah sumpah pada pokoknya memberikan

keterangan sebagai berikut:

- Saksi mengenal Terdakwa sejak tahun 2004 karena adik ipar saksi

(saksi DS bin M) pernah tinggal di padepokan milik Terdakwa untuk

berguru ilmu hikmah.

- Saksi pernah datang ke padepokan tersebut dengan maksud dan

tujuan ingin mengetahui bahwa di padepokan tersebut terdapat

indikasi yang bertentangan dengan ajaran agama Islam, yaitu tidak

boleh mendirikan shalat. Saksi datang ketempat tersebut antara

waktu Dzuhur sampai Ashar dan disana tidak ada kegiatan Shalat.

- Saksi pernah berdialog tentang Islam dengan Terdakwa dan

Terdakwa mengatakan kalau kita melaksanakan amalan harus

dengan penuh keikhlasan, apakah artinya shalat dengan gerakan-

gerakan shalat sementara kita tidak ikhlas dan mendekatkan diri

kepada Allah SWT itu sia-sia.

- Terdakwa mengatakan tidak perlu shalat yang penting berbuat baik,

malah Terdakwa mengatakan kepada saksi bahwa KH. IH pimpinan

Pondok Pesantren Darussalam ketika shalat sendiri sering menengok

ke atas dan ke bawah, ke belakang, ke kiri, dan ke kanan oleh karena

itu dia telah membodohi murid-muridnya. Terdakwa pun

mengatakan bahwa KH. ASM itu tidak benar karena dia punya hijib

untuk kekayaan.

Page 81: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

69

- Saksi pernah berdialog dengan Terdakwa mengenai kelebihan yang

Terdakwa punya dan Terdakwa mengatakan suatu ketika Terdakwa

menyendiri kemudian seolah-olah ada kekuatan yang memaksa

dengan membentur-benturkan kepala ke dinding sampai muntah

seperti Rosul dibersihkan dari kotoran oleh malaikat, oleh karena itu

setelah kejadian tersebut Terdakwa diberi kelebihan seperti itu.

- Cara pengobatan yang dilakukan Terdakwa adalah dengan cara

ditotok kemudian pasien disuruh minum kopi hitam dan makan mie

instan pedas.

Atas keterangan saksi tersebut Terdakwa merasa keberatan,

yaitu:

a. Saksi DS datang ke Padepokan bukan untuk berguru ilmu Hikmah,

tetapi saksi DS datang untuk berobat karena ia ketergantungan

obat.

b. Terdakwa tidak pernah melarang untuk melaksanakan shalat.

c. Terdakwa tidak pernah menjelekan KH. IH dan KH. ASM.

Atas keberatan Terdakwa tersebut, saksi menyatakan tetap pada

keterangannya.

8. U Bin S, di bawah sumpah pada pokoknya memberikan keterangan

sebagai berikut:

- Saksi pernah membawa anaknya yang benrnama N atau Y untuk

berobat kepada Terdakwa sekitar tahun 2005 karena saksi

mengetahui Terdakwa bisa melakukan pengobatan alternatif dari O.

Page 82: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

70

- Setibanya di tempat Terdakwa, saksi tidak langsung bertemu dengan

Terdakwa tetapi ditemui oleh pegawainya. Setelah menunggu sekitar

3 (tiga) jam baru saksi bertemu dengan Terdakwa.

- Setelah bertemu dengan Terdakwa saksi menyampaikan tentang

penyakit anak saksi dan Terdakwa mengatakan penyakit anak saksi

gampang disembuhkan dan tidak akan lama diobati kemudian saksi

mengatakan insyaAllah mudah-mudahan sembuh, lalu Terdakwa

mengatakan kepada saksi jangan mengatakan InsyaAllah dan jangan

mengucapkan asma Allah dan mengucapkan istigfar.

- Pengobatan yang dilakukan oleh Terdakwa adalah dengan cara

menotok bagian tubuh kemudian setelah selesai disuruh minum kopi

hitam dan makan mie instan pedas.

- Setelah dilakukan pengobatan saksi dan anak saksi langsung pulang

dan oleh Terdakwa saksi disuruh kembali lagi pada malam Jum’at,

sehingga pada hari Kamis siang saksi datang lagi bersama anak saksi

ke tempat Terdakwa dan langsung bertemu dengan Terdakwa.

- Anak saksi diobati pada malam hari karena katanya pada malam itu

akan datang yang ghoib yang akan menyembuhkan anak saksi.

- Pada malam hari saksi dan anak saksi dibawa tempat yang berada di

belakang rumah Terdakwa, kemudian Terdakwa mengatakan bahwa

saksi harus membangun saung di tempat tersebut agar anak saksi

sembuh.

Page 83: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

71

- Saksi menyanggupi permintaan Terdakwa itu. 5 (lima) hari

kemudian saksi datang lagi ke tempat Terdakwa untuk membangun

saung di tempat Terdakwa dan selesai kurang lebih selama 1 (satu)

minggu dengan biaya sekitar Rp. 11.000.000,- (sebelas juta rupiah).

- Saksi membangun saung tersebut pada saat bulan puasa, dan saksi

memperhatikan bahwa orang-orang yang ada di padepokan

Terdakwa tidak ada yang melaksanakan shalat termasuk shalat

tarawih.

- Setelah saung tersebut selesai dibangun ternyata anak saksi tetap

tidak sembuh sebagaimana yang dijanjikan oleh Terdakwa.

- Terdakwa tidak pernah melarangnya untuk melaksanakan shalat atau

berdzikir, tetapi menurut pengamatannya memang disana tidak ada

aktifitas shalat atau dzikir, bahkan waktu itu ada pasien dari

Majalengka yang sedang melaksanakan shalat tetapi disana malah

dibunyikan musik dengan suara keras.

Atas keterangan saksi tersebut Terdakwa keberatan yaitu

mengenai pembangunan saung, tujuan Terdakwa menyuruh

membangun saung adalah untuk ditempati saksi dan anaknya selama

berobat ditempat Terdakwa, selain itu Terdakwa tidak penah melarang

untuk mengucapkan insyaAllah, mudah-mudahan, membaca istighfar

dan Asmaul husna .

Atas keberatan Terdakwa tersebut saksi menyatakan tetap pada

keterangannya.

Page 84: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

72

9. E Bin A, di bawah sumpah pada pokoknya memberikan keterangan

sebagai berikut:

- Saksi kenal dengan Terdakwa karena saksi pernah berobat ke rumah

Terdakwa sekitar tahun 2003 karena sakit pegal-pegal. Ketika saksi

datang saksi langsung bertemu dengan Terdakwa. Saat itu saksi

langsung disuruh masuk kamar dan setelah berada dikamar saksi

disuruh berbaring kemudian dipijit oleh Terdakwa. Setelah selesai

dipijit saksi disuruh kembali lagi ke paviliun dan diberi minum air

aqua.

- Ketika di paviliun itu Terdakwa menceritakan bahwa di dalam kamar

tadi Terdakwa pernah dibelah dadanya oleh malaikat seperti Nabi

Muhammad SAW dan mengaku bahwa Terdakwa adalah pengganti

Nabi Muhammad SAW. Kemudian Terdakwa melarang saksi untuk

melaksanakan shalat, berdzikir, dan shalat tahajud. Terdakwa pun

mengatakan bahwa KH. IH (pimpinan Ponpes Darussalam) ketika

sedang berdakwah itu bukan suaranya.

- Ketika itu saksi langsung pulang karena saksi tidak percaya atas

segala kata-kata yang diucapkan Terdakwa.

Atas keterangan saksi tersebut Terdakwa keberatan yaitu

Terdakwa tidak pernah mengatakan mengaku sebagai pengganti Nabi

Muhammad SAW dan tidak pernah melarang shalat, wirid/dzikir dan

shalat tahajud juga tidak pernah mengatakan KH. IH kalau sedang

berdakwah itu bukan suaranya .

Page 85: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

73

Atas keberatan Terdakwa tersebut saksi menyatakan tetap pada

keterangannya.

10. ETR Bin S, di bawah sumpah pada pokoknya memberikan keterangan

sebagai berikut:

- Saksi adalah Ketua RT di Dusun Timbangwindu, Desa Pamalayan,

Kecamatan Cijeungjing, Kabupaten Ciamis.

- Terdakwa adalah PNS pada Kantor Kecamatan Cijeungjing, Kab.

Ciamis, dan Terdakwa juga membuka praktik pengobatan alternatif

di rumahnya atau padepokannya yang bernama Tri Tunggal Jaya

Sampurna Galuh sejak tahun 2000.

- Saksi mengetahui praktik Terdakwa tersebut dari warga sekitar

padepokan.

- Dengan adanya padepokan tersebut warga sekitar menjadi resah

setelah ada kabar karena ajaran di padepokan tersebut telah

menyimpang dari ajaran agama Islam karena Terdakwa melarang

untuk melaksanakan Shalat, Dzikir, dan membaca Syahadat kepada

para pasiennya.

- Sekarang ini praktik pengobatan Terdakwa ditutup setelah ada

gejolak di masyarakat dan setelah diberitakan di media massa .

Atas keterangan saksi tersebut Terdakwa keberatan karena

Terdakwa tidak pernah melarang shalat dan wirid/ dzikir.

Atas keberatan Terdakwa tersebut saksi menyatakan tetap pada

keterangannya.

Page 86: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

74

11. NN Binti H, di bawah sumpah pada pokoknya memberikan keterangan

sebagai berikut:

- Saksi datang ke padepokan milik Terdakwa pada sekitar tahun 2008

bersama suami saksi yaitu saksi ES dengan tujuan untuk berobat

karena saksi sakit maag dan suami saksi sakit reumatik/sakit pada

lutut. Ketika itu Terdakwa mengobati saksi di dalam kamar dengan

cara dipijit urat dan sendi-sendi tubuh saksi kemudian setelah selesai

saksi disuruh Terdakwa minum kopi dan makan mie instan yang

ditambah cabai rawit. Saksi berobat seminggu sekali selama kurang

lebih 4 bulan.

- Sewaktu saksi berobat kepada Terdakwa di padepokan milik

Terdakwa, Terdakwa pernah mengatakan kepada saksi dan suami

saksi yaitu:

a. Untuk apa melaksanakan Shalat karena di dalam Al Qur’an

tidak ada perintah praktik shalat, yang ada hanya tegakan

shalat dan praktik shalat itu hanya ada dalam hadist dan

hadist itu hanya buatan manusia.

b. Untuk apa melaksanakan puasa, jaman dahulu puasa itu

karena tidak ada makanan sedangkan sekarang sudah

merdeka dan banyak makanan.

c. Melarang untuk berdzikir/wirid karena berdzikir/wirid itu

hanya memanggil khodam dan membuat pusing kepala.

Page 87: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

75

d. Sesama muslim dilarang untuk mengucapkan

Assalamualaikum karena ucapan Assalamualaikum itu tidak

ada bedanya dengan apa kabar.

e. Dilarang untuk memakai kerudung karena memakai

kerudung itu bukan untuk menutupi aurat tetapi hanya untuk

menutup debu.

f. Untuk apa naik haji karena naik haji itu hanya untuk

menyembah batu hitam, tidak ada bedanya dengan umat

Kristen dan Cina yang membakar dupa/hio, menyembah

patung.

g. Terdakwa juga mengatakan kalau datang ke padepokan serta

mengikuti ajaran Terdakwa harus siap untuk dikucilkan.

- Setelah diobati Terdakwa sakit maag yang saksi derita memang

sembuh tetapi sakit suami saksi tetap tetap tidak sembuh.

- Saksi percaya dengan ucapan Terdakwa karena ternyata penyakit

saksi sembuh, sehingga saksi takut jika shalat penyakit saksi kambuh

lagi namun kemudian saksi sadar bahwa hal tersebut salah dan tidak

berobat lagi kepada Terdakwa.

- Selama saksi berobat Terdakwa tidak pernah meminta biaya

pengobatan, tetapi memberi alakadarnya dan dimasukan kedalam

kotak yang sudah disediakan.

- Setelah perkara ini ditangani oleh Polisi saksi pernah bertemu

kembali dengan Terdakwa di Polres Ciamis, dan saat itu Terdakwa

Page 88: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

76

berkata, “Ibu Enung, sekarang kita tidak usah melawan arus. Saya

juga sekarang sudah Shalat Jum’at, karena sudah dibicarakan banyak

orang jadi ikut-ikutan saja”.

Atas keterangan saksi tersebut Terdakwa keberatan yaitu

Terdakwa tidak pernah melarang shalat, puasa, dzikir, mengucap salam,

memakai kerudung dan naik haji.

Atas keberatan Terdakwa tersebut saksi menyatakan tetap pada

keterangannya.

12. ES Bin MS, di bawah sumpah pada pokoknya memberikan keterangan

yang sama dengan saksi NN.

Atas keterangan saksi tersebut Terdakwa keberatan yaitu

Terdakwa tidak pernah melarang shalat, puasa, dzikir, mengucap salam,

memakai kerudung dan naik haji.

Atas keberatan Terdakwa tersebut saksi menyatakan tetap pada

keterangannya.

13. M, di bawah sumpah pada pokoknya memberikan keterangan sebagai

berikut :

- Saksi kenal dengan Terdakwa karena sama-sama sebagai PNS di

lingkungan Pemda Kab. Ciamis dimana Terdakwa adalah seorang

PNS pada kantor Kecamatan Cijeungjing Kab. Ciamis sedangkan

saksi adalah sebagai Asisten Daerah Bidang Pemerintahan.

- Pemerintah Daerah Kabupaten Ciamis telah membuat Surat Nomor :

223.4/III-Pem-Um.1 tanggal 1 Februari 2011 perihal Permohonan

Page 89: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

77

Dialog kepada Ketua DPD Majelis Ulama Indonesia Kabupaten

Ciamis yang maksud dan tujuan surat tersebut yaitu untuk membalas

surat dari DPD MUI Kab. Ciamis No: 65/DPD

MUI/Kab.Cms/I/2011 tanggal 30 Januari 2011 perihal permohonan

dialog dengan Bapak Bupati Kabupaten Ciamis tentang keberadaan

Padepokan Tri Tunggal Jaya Sampurna Galuh.

- Dialog tersebut dilaksanakan di tingkat Kecamatan dipimpin oleh

Camat Cijeungjing yang dilaksanakan tanggal 02 Februari 2011.

Berdasarkan laporan dari Camat Cijeungjing kesimpulannya adalah

dalam pertemuan tersebut tidak ditemukan titik temu karena

Terdakwa tetap tidak mengakui atas apa yang dituduhkan

kepadanya. Karena situasi menjadi tidak kondusif akhirnya

pertemuan diputuskan bahwa Terdakwa akan diajukan melalui

proses hukum dan padepokan Terdakwa ditutup.

- Pembinaan yang dilakukan oleh Sekretaris Daerah, Asisten

Pemerintahan Setda Kab. Ciamis serta Kepala SKPD terhadap

Terdakwa pada waktu itu sebatas pembinaan sebagai PNS dan

apabila dalam praktik pengobatan yang dilakukan oleh Terdakwa

sudah menimbulkan atau mengganggu ketertiban umum lebih baik

praktik pengobatan tersebut dihentikan saja.

- Pembinaan tersebut dilakukan pada :

a. Pembinaan ke-I pada hari Rabu tanggal 12 Januari 2011 di

Kantor Sekretariat Daerah Kab. Ciamis yang dihadiri oleh

Page 90: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

78

Sekretaris Daerah, Para Asisten Setda kab. Ciamis, Kepala

Badan Kepegawaian dan Diklat Daerah Kab. Ciamis, Kepala

Kesbangpolinmas Kab. Ciamis, Kepala Bagian Umum, Camat

Cijeungjing dan Terdakwa.

b. Pembinaan ke-II pada hari Senin tanggal 31 Januari 2011 di

Kantor Kecamatan Cijeungjing yang dihadairi oleh Kepala

Bagian Pemerintahan Umum, Camat Cijeungjing, Sekretaris

Camat, Kasubag Tata Pemerintahan dan Terdakwa.

c. Pembinaan ke-III pada hari Selasa tanggal 1 Februari 2011 di

Kantor Sekretariat Daerah Kab. Ciamis yang dihadiri oleh

Sekretaris Daerah Kab. Ciamis, Para Asisten Setda Kab. Ciamis,

Kepala Badan Kepegawaian dan Diklat Daerah Kab. Ciamis,

Kepala Kesbangpolinmas Kab. Ciamis, Kepala Bagian Umum,

Camat Cijeungjing dan Terdakwa.

- Dari 3 (tiga) kali pembinaan tersebut Terdakwa tetap bersikukuh

mempertahankan keberadaan padepokan tersebut karena

menganggap bahwa dirinya tidak pernah melakukan hal-hal

sebagaimana yang diisukan masyarakat.

- Saksi mengetahui mengenai surat yang dikirimkan Terdakwa kepada

elemen masyarakat seperti FPI, LPI, Ormas Gempur dan MUI yang

inti surat tersebut berisi permohonan maaf dari Terdakwa dan

kesediaan untuk mengucapkan dua kalimah syahadat.

Page 91: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

79

Atas keterangan saksi tersebut Terdakwa membenarkan dan

tidak keberatan.

14. Drs. US Bin CS, di bawah sumpah pada pokoknya memberikan

keterangan yang sama dengan saksi M.

Menimbang, bahwa atas keterangan saksi tersebut Terdakwa

membenarkan dan tidak keberatan.

15. I Bin E, di bawah sumpah pada pokoknya memberikan keterangan

sebagai berikut :

- Saksi pernah bertemu dengan Terdakwa di Kantor Kecamatan

Cijeungjing pada saat saksi akan membuat KTP, lalu Terdakwa

memanggil saksi dan menanyakan kabar saksi dan dijawab oleh

saksi bahwa sakit rematik karena sudah tua.

- Terdakwa mengatakan kalau ingin sehat seperti Terdakwa,

Terdakwa mengatakan kepadanya agar tidak Shalat, tidak boleh

Wudhlu, tidak membaca sholawat dan tidak berziarah ke daerah

Pamijahan Tasikmalaya karena dulunya Terdakwa juga punya sakit,

tetapi bisa sembuh karena Terdakwa tidak wudhlu, tidak shalat, dan

tidak dzikir.

Menimbang, bahwa atas keterangan saksi tersebut Terdakwa

keberatan karena tidak pernah mengatakan hal-hal seperti itu kepada

saksi pada saat bertemu di Kantor Kecamatan Cijeungjing.

Menimbang, bahwa atas keberatan tersebut saksi menyatakan

tetap pada keterangannya.

Page 92: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

80

b. Alat Bukti Keterangan Ahli

Drs. KH. AHMAD HIDAYAT, SH. Bin KH. MUH. SIROD selaku

Ketua MUI Kabupaten Ciamis, yang telah memberikan keterangan

dibawah sumpah, pada pokoknya sebagai berikut :

- Ahli pernah mendapat laporan dari LSMdan berdasarkan laporan LSM

tersebut perbuatan Terdakwa yang dikatagorikan telah menodai Agama

Islam adalah Terdakwa melarang untuk melaksanakan shalat 5 (lima)

waktu, melarang membaca Sholawat, melarang membaca ayat Qursy,

melarang berdzikir, dan mengaku sebagai pengganti Nabi Muhammad

SAW.

- Perbuatan Terdakwa tersebut menurut pandangan Islam adalah bahwa

pokok-pokok ajaran Agama Islam bersumber dari Al Qur’an dan Al

Hadist (Sunnah Rosululloh Saw) dan setiap muslim berkewajiban untuk

melaksanakan Akidah Islamiyah dan Syariat Islam.

- Yang dimaksud dengan Akidah Islamiyah adalah keimanan yang

bersumber kepada tauhid diantaranya Rukun Islam sedangkan yang

dimaksud dengan Syariat Islam tertuang dalam rukun Islam, jadi

perbuatan Terdakwa dapat dikatagorikan sebagai orang yang telah

melakukan penodaan terhadap Agama Islam karena telah melanggar

Rukun Iman dan Rukun Islam, melanggar Rukun Iman karena telah

mengaku sebagai pengganti Nabi, melanggar Rukun Islam karena

Terdakwa telah melarang untuk melaksanakan shalat, melarang

Page 93: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

81

membaca ayat-ayat Al-Qur’an, melarang berdzikir dan melarang untuk

melaksanakan aktifitas ibadah Agama Islam.

- Dampak dari perbuatan Terdakwa tersebut akan mengganggu segi-segi

kehidupan umat beragama dan dapat juga menimbulkan permusuhan

sesama pemeluk Agama Islam dan menggangu Ukhuwah Islamiah.

- Pengobatan yang dilakukan oleh Terdakwa tidak menjadi masalah.

- Oleh karena melarang shalat bertentangan dengan ajaran agama Islam

maka orang yang melarang shalat adalah kafir.

- Dengan adanya perbuatan tersebut bagi umat Islam berdampak sebagai

berikut :

a. Merupakan penghinaan terhadap kehidupan beragama Islam;

b. Merupakan penyimpangan dari fungsi agama Islam itu sendiri.

c. Merupakan penodaan terhadap hakekat ajaran agama Islam yang

diturunkan berdasarkan wahyu/Al-Qur’an/Sunnah Rosul.

d. Ditinjau dari segi kehidupan umat beragama mengganggu

kerukunan intern umat beragama.

e. Dapat menimbulkan permusuhan sesama pemeluk agama Islam

yang mengganggu Ukuwah Islamiyah.

Atas keterangan saksi tersebut Terdakwa keberatan bahwa

Terdakwa tidak pernah melakukan perbuatan yang dituduhkan

kepadanya yaitu melarang untuk melaksanakan shalat, melarang

membaca ayat-ayat Al Qur’an, melarang berdzikir dan melarang untuk

melaksanakan aktifitas ibadah Agama Islam.

Page 94: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

82

Atas keberatan Terdakwa tersebut ahli menyatakan tetap pada

keterangannya.

c. Alat Bukti Keterangan Saksi Yang Meringankan Bagi Terdakwa

Adapun saksi yang meringankan bagi Terdakwa yang berasal dari

pengajuan Penuntut Umum, yaitu:

1. IHA Bin S, di bawah sumpah pada pokoknya memberikan keterangan

sebagai berikut :

- Saksi mengenal dengan Terdakwa sejak tahun 2003 sejak saksi

mulai berobat kepada Terdakwa karena menderita sakit radang otak

dan ambeian.

- Ketika pertama kali saksi datang langsung bertemu Terdakwa dan

langsung diobati dengan cara dipijit pada bagian yang sakit

kemudian disuruh minum kopi hitam dan makan mie instan rebus

yang dibubuhi dengan irisan cabai.

- Saksi datang berobat kepada Terdakwa sebanyak 4 (empat) kali dan

setelah berobat kepada Terdakwa penyakit saksi langsung sembuh

kemudian ikut Terdakwa sampai dengan sekarang untuk membantu.

- Selain membantu saksi juga membuka warung di samping rumah

Terdakwa tetapi saksi tidak menetap di tempat Terdakwa.

- Menurut Terdakwa minum kopi dan makan mie rebus hanya sekedar

tes saja apakah sudah sembuh atau belum.

- Dalam melakukan pengobatan Terdakwa dibantu oleh saksi Y, tetapi

pengobatan lebih banyak dilakukan oleh Terdakwa.

Page 95: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

83

- Selain saksi yang membantu di rumah Terdakwa ada DS, I, J dan E.

- Di sebelah warung milik saksi terdapat sebuah saung yang ditempati

oleh saksi U dan anaknya yang dibuat oleh saksi U.

- Terdakwa mengobati pasiennya di ruang tertutup dan jarang ada

pasien yang menginap kecuali saksi SA dan saksi W, serta saksi U.

- Saksi SA pernah melahirkan seorang bayi yang diberi nama

RASPATI.

- Di padepokan milik Terdakwa, terdapat sebuah mushola, tetapi tidak

pernah ada pengajian serta saksi tidak pernah mendengar adanya

larangan beribadah atau tulisan yang berisi larangan beribadah.

- Padepokan milik Terdakwa adalah padepokan yang terbuka dan

boleh didatangi oleh siapapun.

Atas keterangan saksi tersebut Terdakwa tidak mengajukan

keberatan dan membenarkannya.

2. TM Binti D, di bawah sumpah pada pokoknya memberikan

keterangan sebagai berikut :

- Saksi adalah istri Terdakwa.

- Cara pengobatan yang dilakukan Terdakwa adalah dengan cara

ditotok dibagian tubuh pasien yang sakit, setelah ditotok kemudian

disuruh minum air putih, selanjutnya disuruh minum kopi pahit,

kemudian makan mie instan yang pedas.

- Ssaksi tidak mengetahui mengenai nasehat, ajaran atau pelarangan

ibadah yang disampaikan Terdakwa kepada pasiennya.

Page 96: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

84

- Saksi mulai mengetahui adanya tuduhan kepada suami

saksi/Terdakwa telah melakukan penodaan Agama setelah membaca

dari Media Massa dan setelah itu banyak gunjingan di masyarakat

pada sekitar akhir tahun 2010.

- Atas adanya berita tersebut dari keluarga tidak ada reaksi apa-apa

karena merasa tidak pernah melakukan hal-hal yang jadi berita

tersebut.

- Saksi pernah menanyakannya kepada suami saksi/Terdakwa atas

berita tersebut, tetapi suami saksi/Terdakwa menjawab tidak pernah

melakukannya hal yang dituduhkan tersebut.

- Terdakwa pernah dipanggil ke PEMDA sebanyak 2 (dua) kali serta

pernah juga ada pertemuan sebanyak 2 (dua) kali di Balai Desa

Pamalayan sehubungan dengan tuduhan tersebut dan disuruh untuk

menutup padepokan.

- Setelah pertemuan tersebut, padepokan tempat pengobatan ditutup.

- Tempat dilakukan pengobatan tersebut adalah di suatu tempat di

dalam padepokan dan apabila ada pasien datang untuk berobat atau

setelah berobat kemudian berkonsultasi dengan Terdakwa.

- Padepokan tersebut hanya dipergunakan untuk balai pengobatan saja

dan dapat dikunjungi oleh siapa saja/umum.

- Pasien yang datang berobat, setelah berobat memberikan balas jasa

semampunya.

Page 97: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

85

- Ada pasien yang tinggal menetap di padepokan tersebut yaitu

diantaranya saksi SA dan suaminya, yaitu saksi W dan menetap

selama 5 (lima) bulan pada tahun 2005 karena saksi SA hamil dan

kemudian melahirkan seorang bayi laki-laki di padepokan yang

kemudian diberi nama RASPATI dan disimpan di dalam kotak kayu

dan berada di dalam padepokan selama kurang lebih 2 (dua) minggu

dan bayi tersebut tidak dirawat sendiri oleh saksi SA.

- Selama berada di padepokan, saksi SA tinggal di sebuah saung milik

Terdakwa. Saksi SA pernah memperbaiki saung tersebut, karena

saung tersebut akan dijadikan tempat tinggal oleh saksi SA, yaitu

membeli biliknya.

- Selain saksi SA, ada pasien lain yang pernah membangun saung di

lingkungan padepokan, yaitu saksi U. Saung yang dibangun oleh

saksi U berada di atas kolam ikan.

- Terdakwa telah membuat surat pernyataan tertanggal 7 Maret 2011

yang dikirimkan ke beberapa elemen masyarakat, yang isinya pada

pokoknya berupa permohonan maaf dari Terdakwa kepada seluruh

lapisan masyarakat.

- Setiap harinya suami saksi melaksanakan shalat, masalah membaca

wirid, menurut suami saksi/ Terdakwa bahwa Terdakwa mengatakan

kalau membaca wirid jangan karena ada yang diharapkan tapi kalau

membaca wirid itu harus ikhlas karena Allah jadi pasien-pasiennya

menerima nasehat dari Terdakwa hanya setengah-setengah.

Page 98: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

86

Atas keterangan saksi tersebut Terdakwa tidak mengajukan

keberatan dan membenarkannya

3. ES Binti S, di bawah sumpah pada pokoknya memberikan keterangan

sebagai berikut :

- Saksi mengenal Terdakwa pada sekitar tahun 2003 karena saksi

pernah berobat kepada Terdakwa karena kram usus.

- Terdakwa mengobati penyakit saksi dengan cara ditotok dibagian

perut dan setelah diobati kurang lebih sebanyak 3 (tiga) kali penyakit

saksi menjadi sembuh.

- Sebelum dan sesudahnya saksi berkonsultasi dengan Terdakwa di

balai saung yang berada di samping rumah Terdakwa.

- Setelah sembuh, saksi sering datang ke rumah Terdakwa untuk

silaturahmi dan membantu pekerjaan mengasuh anak-anak Terdakwa

dan sekarang di padepokan saksi ikut berjualan dengan membuka

warung.

- Ada pasien yang tinggal menetap di padepokan tersebut yaitu

diantaranya saksi SA dan suaminya, yaitu saksi W dan menetap

selama 4 bulan pada tahun 2005.

- Sewaktu menetap saksi SA melahirkan seorang bayi laki-laki di

sebuah WC yang kemudian diberi nama “Raden Raspati” dan yang

menolong kelahirannya adalah saksi karena dimintai tolong

Terdakwa.

Page 99: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

87

- Bayi tersebut diurus oleh saksi dan saksi D atas perintah Terdakwa

kurang lebih selama 14 hari karena setelah itu dibawa pergi saksi

SA.

- Bayi tersebut tidak dipertontonkan kepada pasien yang datang, tapi

bayi tersebut disimpan ditempat terbuka di dalam saung.

- Yang bekerja di tempat Terdakwa adalah :

a. D, T, dan E mengurus anak-anak

b. J : membantu Terdakwa mengobati pasien dan mengurus sawah

Atas keterangan saksi tersebut Terdakwa tidak mengajukan

keberatan dan membenarkannya.

4. JS Bin J, di bawah sumpah pada pokoknya memberikan keterangan

sebagai berikut :

- Saksi mengenal dengan Terdakwa sekitar tahun 2003 ketika saksi

berobat kepada Terdakwa karena sakit maag yang saksi derita

selama kurang lebih 30 tahun.

- Cara pengobatan yang dilakukan Terdakwa yaitu dengan cara

ditotok di bagian perut kemudian makan pisang muli dan disuruh

minum kopi serta makan mie instan ditambah irisan cabai dan

setelah diobati penyakitnya menjadi sembuh.

- Setelah diobati saksi tidak diminta untuk membayar biaya

pengobatan, tapi saksi memberi seikhlasnya dan dimasukan dalam

kotak yang disediakan.

Page 100: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

88

- Sejak penyakit saksi sembuh sampai sekarang saksi terkadang

datang di padepokan Terdakwa ikut membantu pekerjaan misalnya

mencangkul di sawah atau pekerjaan lainnya.

- Selain membantu mencangkul disawah saksi juga membantu

Terdakwa melakukan penotokan kepada para pasien yang datang

karena disuruh oleh Terdakwa. Saksi dapat melakukan hal tersebut

karena saksi melihat cara Terdakwa melakukan totokan pada pasien.

- Padepokan milik Terdakwa adalah padepokan yang terbuka dan bisa

didatangi oleh siapa saja.

- Saksi tidak pernah mendengar bahwa Terdakwa suka melarang

shalat atau melarang dzikir baik kepada saksi maupun kepada pasien

yang berobat.

Atas keterangan saksi tersebut Terdakwa tidak mengajukan

keberatan dan membenarkannya.

5. SS Bin D, di bawah sumpah pada pokoknya memberikan keterangan

sebagai berikut :

- Saksi mengenal Terdakwa sekitar tahun 2003. Ketika itu saksi

pertama kali datang berobat kepada Terdakwa karena sakit gula.

- Ketika saksi berobat tempat pengobatan Terdakwa belum merupakan

padepokan.

- Cara Terdakwa mengobati pasiennya dengan cara ditotok dibagian

urat syaraf kemudian setelah dua kali berobat saksi disuruh minum

Page 101: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

89

kopi dan makan mie instan ditambah irisan cabai. Setelah berobat

sebanyak 3 (tiga) kali penyakit saksi menjadi sembuh.

- Setelah diobati saksi tidak diminta untuk membayar biaya

pengobatan, tetapi saksi memberi seikhlasnya dan dimasukan dalam

kotak yang disediakan.

- Setelah diobati, saksi pernah datang ke tempat Terdakwa untuk

membantu jika saksi pulang kerja, itupun tidak lama.

- Selama di padepokan, saksi juga shalat sebagaimana biasanya.

- Padepokan milik saksi adalah padepokan yang bisa didatangi oleh

siapa saja

Atas keterangan saksi tersebut Terdakwa tidak mengajukan

keberatan dan membenarkannya.

6. YK Bin S, di bawah sumpah pada pokoknya memberikan keterangan

sebagai berikut :

- Saksi mengenal Terdakwa sekitar tahun 2005. Ketika itu saksi

pertama kali datang berobat kepada Terdakwa karena sakit hernia.

- Saksi datang berobat kepada Terdakwa dua kali dan penyakit saksi

menjadi sembuh.

- Cara Terdakwa mengobati pasiennya dengan cara ditotok dibagian

kening, dada, di atas kemaluan, dan di bagian kaki. Setelah ditotok

saksi hanya disuruh untuk minum kopi tidak disuruh makan mie

instan pedas.

Page 102: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

90

- Pada waktu Terdakwa mengobatai saksi Terdakwa tidak pernah

mengatakan tentang larangan shalat shalat agar penyakit saksi

sembuh.

- Setelah sembuh saksi pernah datang lagi ke tempat Terdakwa untuk

mengantar saksi SA dan suaminya, yaitu saksi W, dengan maksud

mau berobat, karena saksi SA menderita sakit pada perutnya.

- Setelah mengantar mereka saksi langsung pulang, tetapi kemudian

saksi mendengar bahwa kedua orang itu menetap di tempat

Terdakwa bahkan sampai SA melahirkan.

Atas keterangan saksi tersebut Terdakwa tidak mengajukan

keberatan dan membenarkannya.

Adapun saksi yang meringankan bagi Terdakwa yang diajukan oleh

Penasihat Hukum Terdakwa, yaitu:

1. CSM, SPd,MM., di bawah sumpah pada pokoknya memberikan

keterangan sebagai berikut :

- Saksi pertama kali mengenal Terdakwa sejak pertama kali datang

berobat ke tempat Terdakwa pada tanggal 10 November 2010 karena

saksi menderita sakit maag akut karena diajak oleh teman yang

pernah berobat kepada Terdakwa.

- Saksi datang bersama dengan isteri yang juga ikut berobat seminggu

sekali.

- Saksi datang berobat kepada Terdakwa sebanyak 3 kali, sedangkan

isteri saksi berobat sebanyak 4 kali. Ketika datang yang keempat

Page 103: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

91

kalinya itu sekaligus saksi membawa adik ipar saksi yang menderita

sakit gula.

- Cara pengobatan yang dilakukan Terdakwa dengan cara ditotok di

bagian urat syaraf. Setelah itu disuruh minum kopi dimana menurut

Terdakwa minum kopi itu bukan bagian dari pengobatan tapi hanya

untuk mendeteksi saja.

- Setelah beberapa kali berobat kepada Terdakwa akhirnya penyakit

saksi dan istri saksi sembuh.

- Setelah selesai diobati tidak ada paksaan dari Terdakwa untuk

membayar biaya pengobatan, tetapi saksi memberi secara suka rela.

- Selama saksi berobat kepada Terdakwa tidak pernah melarang saksi

untuk melaksanakan shalat, hanya saja pada waktu Terdakwa

melihat saksi memakai cincin, Terdakwa pernah melarang untuk

menggunakannya karena katanya memakai perhiasan seperti itu riya

hukumnya dan saksi pernah menerima nasehat dari Terdakwa

katanya bahwa “kita itu kalau hidup harus jujur, bageur dan cageur”.

- Saksi tidak pernah mendengar Terdakwa melarang untuk

melaksanakan shalat lima waktu.

- Mengenai wirid Terdakwa pernah cerita kepada saksi katanya jika

melakukan wirid itu harus dengan ikhlas jangan dibarengi dengan

keinginan yang lain.

Menimbang, bahwa atas keterangan saksi tersebut Terdakwa

tidak mengajukan keberatan dan membenarkannya.

Page 104: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

92

2. C, di bawah sumpah pada pokoknya memberikan keterangan sebagai

berikut :

- Saksi pertama kali mengenal Terdakwa sejak pertama kali datang

berobat ke tempat Terdakwa pada sekitar bulan Oktober 2010 karena

isteri saksi menderita sakit rheumatik dan anak saksi menderita sakit

maag.

- Cara pengobatan yang dilakukan Terdakwa dengan cara ditotok dan

setelah ditotok lalu disuruh minum kopi dan makan mie rebus

memakai irisan cabai.

- Saksi, isteri serta anak saksi datang berobat kepada sebanyak 6

(enam) kali, datang dua minggu sekali.

- Untuk biaya pengobatan tidak ada tarif khusus, tapi memberi secara

suka rela dan dimasukan kedalam kotak yang tersedia.

- Saksi tidak pernah mendengar Terdakwa melarang untuk

melaksanakan shalat.

- Padepokan milik Terdakwa terbuka untuk siapa saja yang mau

berobat kepada Terdakwa.

Atas keterangan saksi tersebut Terdakwa tidak mengajukan

keberatan dan membenarkannya.

3. TAW, di bawah sumpah pada pokoknya memberikan keterangan sebagai

berikut :

Page 105: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

93

- Saksi mengenal Terdakwa sejak tahun 2006 ketika saksi datang

berobat kepada Terdakwa karena sakit migran dengan ditemani

suami saksi.

- Saksi mengetahui Terdakwa membuka praktik pengobatan alternatif

dari saudara saksi yang pernah berobat kepada Terdakwa.

- Cara pengeobatan yang dilakukan Terdakwa dengan cara ditotok dan

setelah ditotok lalu disuruh minum kopi dan makan mie instan pedas.

- Menurut Terdakwa minum kopi dan makan mie itu hanya untuk

menetralkan karena makanan itu akan menimbulkan penyakit.

- Selama pengobatan Terdakwa hanya menyampaikan larangan-

larangan agar jangan makan obat-obat kimia.

- Setelah melakukan pengobatan saksi suka berbincang dengan

Terdakwa, mengenai falsafah hidup Terdakwa, yaitu Terdakwa

mengatakan bahwa “hidup itu harus jujur, bener dan bageur dan

jangan jadikan Agama sebagai suatu perbedaan”.

- Saksi pertama kali berobat di balai-balai terbuka dan saung milik

Terdakwa boleh didatangi oleh siapa saja.

Atas keterangan saksi tersebut Terdakwa tidak mengajukan

keberatan dan membenarkannya.

4. AM, di bawah sumpah pada pokoknya memberikan keterangan sebagai

berikut :

Page 106: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

94

- Saksi mengenal Terdakwa sekitar bulan Februari 2010 ketika saksi

datang berobat ke tempat pengobatan Terdakwa di Padepokan

Terdakwa karena diberi tahu oleh S yang perobat kepada terdalwa.

- Saksi menderita sakit maag, sakit jantung, sakit lambung, dan sesak

napas.

- Saksi datang berobat kepada Terdakwa sebanyak 5 kali dengan

datang seminggu sekali.

- Setelah berobat kepada Terdakwa sakit saksi menjadi sembuh.

- Selama saksi berobat kepada Terdakwa tidak pernah mendengar

Terdakwa mengatakan hal-hal seperti itu.

- Selama berobat ke Terdakwa, saksi membayar hanya sekadarnya

saja.

Atas keterangan saksi tersebut Terdakwa tidak mengajukan

keberatan dan membenarkannya.

5. DZM, di bawah sumpah pada pokoknya memberikan keterangan sebagai

berikut :

- Saksi mengenal Terdakwa pada tahun 2003 sejak saksi pertama kali

berobat kepada Terdakwa karena sakit maag karena diberitahu oleh

orang tua saksi yaitu saksi S dan dan saksi E yang sebelumnya

pernah berobat kepada Terdakwa.

- Saksi datang berobat kepada Terdakwa sebanyak 4 (empat) kali dan

datang seminggu sekali.

Page 107: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

95

- Terdakwa melakukan pengobatan dengan cara ditotok pada bagian

syaraf dan disuruh minum kopi.

- Menurut Terdakwa minum kopi dan makan mie pedas bukan

merupakan bagian dari pengobatan tapi hanya untuk mendeteksi

pengaruh kopi dan mie pedas kepada penyakit yang diderita pasien.

- Terdakwa tidak pernah melarang shalat kepada saksi.

- Setelah saksi sembuh saksi setiap hari datang ke tempat Terdakwa

karena saksi bekerja ditempat Terdakwa sebagai pembantu rumah

tangga dengan tugas mengasuh anak-anak Terdakwa dan

mengantarkan ke sekolah dengan bayaran per-minggu.

- Ketika berobat, saksi tidak pernah membayar biaya pengobatan.

- Baru sekitar tahun 2004 ada padepokan.

- Ketika saksi tinggal di tempat Terdakwa saksi pernah mengenal

pasien yang hamil dan melahirkan ditempat Terdakwa yaitu saksi SA

yang ditemani suaminya yang bernama W.

- Saksi SA berada di padepokan Terdakwa sampai melahirkan

anaknya kurang lebih 4 (empat ) bulan.

- Saksi mengetahui saksi U ikut membangun saung karena diberitahu

oleh Terdakwa, kata Terdakwa untuk istirahat saksi U ketika kontrol

dan sampai sekarang masih ada dan masih dipakai jika ada tamu

yang menginap.

- Saung tersebut tidak dikunci dan digembok karena suka ada yang

memakai.

Page 108: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

96

Atas keterangan saksi tersebut Terdakwa tidak mengajukan

keberatan dan membenarkannya.

d. Alat Bukti Keterangan Terdakwa

Di persidangan telah pula didengar keterangan Terdakwa yang

pada pokoknya sebagai berikut :

- Terdakwa belum pernah dihukum atau terlibat tindak pidana lainnya

sebelumnya.

- Terdakwa bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil di Kantor

Kecamatan Cijeungjing dan membuka praktik pengobatan alternatif

setelah menyelesaikan jam kerja di kantor.

- Terdakwa membuka praktik pengobatan alternatif sejak tahun 2000,

pada awalnya Terdakwa membuka pengobatan di rumah Terdakwa

sendiri, namun kemudian Terdakwa membuat tempat padepokan

setelah banyak orang yang datang yaitu sejak tahun 2003.

- Semenjak tahun 2003 padepokan Terdakwa diberi nama Jati

Sampurna, kemudian tahun 2007 berubah menjadi Tri Tunggal

kemudian pada tahun 2010 berubah lagi menjadi Tri Tunggal Jaya

Sampurna Galuh yang berarti bahwa hati, ucapan dan perbuatan

harus seiring dan sejalan.

- Di padepokan Terdakwa memakai nama RJD dan biasa dipanggil

“Kang Aden”, dengan maksud hanya untuk lebih dikenal saja.

- Tempat pengobatan Terdakwa sudah terdata di Kantor Kejaksaan

Negeri Ciamis sejak tanggal 23 Maret 2003 dibawah Nomor : B-

Page 109: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

97

24/0.2.24/Dsb.I/03/2010 dan sudah pula mempunyai akta

pendiriannya yaitu Akta Notaris No.13 tanggal 20 Oktober 2010

yang dibuat oleh Notaris IS ,S.H.

- Terdakwa mendapatkan ilmu pengobatan tersebut merupakan

anugrah dari Allah SWT karena keprihatinan hidup Terdakwa.

- Terdakwa melakukan pengobatan kepada pasien-pasiennya dengan

cara ditotok pada bagian syaraf atau bagian yang sakit dan minum

kopi dan makan mie instan rebus yang dicampur irisan cabai, akan

tetapi minum kopi dan makan mie pedas bukan suatu keharusan,

hanya merupakan anjuran saja.

- Manfaat dari kopi dan cabai, intinya adalah cabai untuk membuka

aliran darah yang beku, sedangkan kopi fungsinya untuk membuka

peredaran darah.

- Terdakwa kenal dengan saksi SA ketika yang bersangkutan datang

ke tempat pengobatan milik Terdakwa untuk keperluan berobat kira-

kira pada tahun 2005 karena menderita sakit perut yang tidak

kunjung sembuh yang berkunjung bersama dengan suaminya yaitu

saksi W.

- Metode pengobatan yang dilakukan untuk mengobati penyakit saksi

SA dengan cara mengelus/mengusap pada bagian perut yang sakit

kemudian diberi air putih untuk diminum dan diusapkan pada bagian

perut yang sakit.

Page 110: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

98

- Terdakwa mengobati sakit perut saksi SA kurang lebih sekitar 3

bulan sampai yang bersangkutan melahirkan anak laki-laki di tempat

pengobatan miliknya dan setelah saksi SA obati selama kurang lebih

3 bulan penyakit sakit perut berhasil Terdakwa sembuhkan.

- Terdakwa tidak pernah mengatakan kepada pasien-pasien bahwa

Terdakwa sebagai penganti Nabi Muhammad SAW dan tidak pernah

melarang shalat dan dzikir terhadap pasien SA dan saksi W.

- Terdakwa tidak pernah melarang saksi SA untuk keluar padepokan

dan juga tidak pernah mengintimidasi atau menakut-nakuti apabila

keluar padepokan akan terjadi sesuatu.

- Saksi SA melahirkan anak laki-laki, tetapi tidak benar Terdakwa

akan mengambil bayi tersebut dan tidak benar Terdakwa menjadikan

bayi tersebut sebagai tontonan di padepokan.

- Bayi itu ditaruh disebelah tempat praktik pengobatan ditaruh di

dalam tempat bayi terbuat dari kayu yang dikelilingi oleh kelambu

atas keinginan saksi SA sendiri.

- Saksi E Bin A pernah berobat kepadanya tetapi Terdakwa tidak

pernah melarang untuk melakukan shalat, dzikir, shalat tahajud dan

juga tidak pernah mengaku sebagai nabi.

- Saksi U datang ke padepokan milik Terdakwa untuk mengobati

anaknya pada tahun 2005 yang menderita temperamen atau

gangguan jiwa dan menginap satu malam.

Page 111: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

99

- Terdakwa mengobati anaknya saksi U dengan cara ditotok di bagian

kepala dan bagian perut kemudian disuruh minum air putih yang

sudah diberi doa-doa olehnya.

- Pada waktu itu anaknya saksi U belum sembuh karena memaksa

untuk pulang.

- Saksi U membuat bangunan yang terbuat dari kayu disekitar

padepokan miliknya bukan atas perintahnya dan Terdakwa pun tidak

pernah menjanjikan kepada saksi U bahwa anaknya pasti sembuh

asal saksi U membuat bangunan tersebut.

- Bangunan saung yang dibangun oleh saksi U hanya khusus untuk

saksi U dan ketika saksi U pulang maka saung tersebut tidak

dipergunakan sampai saat ini dan digembok sejak U pulang dari

padepokan Terdakwa.

- Terdakwa kenal dengan saksi ES karena pernah datang berobat ke

padepokan miliknya bersama-sama dengan isterinya (saksi N) dan

datang ke padepokan milik Terdakwa untuk berobat pada tahun 2007

karena menderita reumatik dan maag sedangkan penyakit yang

diderita oleh isterinya yaitu reumatik dan Terdakwa mengobati saksi

ES dan isterinya dengan cara ditotok di bagian lutut, bagian perut,

dan bagian kepala kemudian disuruh minum kopi dan makan mie

instan ditambah irisan cabai rawit.

- Terdakwa mengetahui adanya tuduhan penodaan agama kepada

dirinya setelah membaca media massa sekitar akhir Desember 2010.

Page 112: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

100

- Dengan adanya keresahan di masyarakat tersebut Terdakwa selaku

PNS pernah dipanggil oleh SEKDA di Kantor SEKDA yang dihadiri

oleh SEKDA, Asda Bidang Pemerintahan, Kabag Pemerintahan,

Kepala BKD, Camat Cijeungjing, dan Terdakwa sendiri dengan

tujuan menanyakan kepada Terdakwa mengenai kebenaran terhadap

apa yang diberitakan dalam media massa dan Terdakwa menolak

atas apa yang dituduhkan kepada Terdakwa karena Terdakwa merasa

tidak melakukan hal-hal yang dituduhkan kepada dirinya.

- Dalam pertemuan itu SEKDA menyarankan kepada Terdakwa agar

menghentikan kegiatan pengobatan di padepokan Terdakwa, namun

Terdakwa tidak melaksanakan saran dari SEKDA tersebut karena

kasihan banyak pasien yang datang dari jauh.

- Setelah pertemuan pertama Terdakwa kemudian dipanggil lagi oleh

SEKDA, yang dibicarakan dalam pertemuan kedua hanya

mempertegas isi pertemuan pertama dan masalah gejolak yang

ditimbul di masyarakat akan tetapi Terdakwa tetap menolak apa

yang dituduhkan bahwa dirinya telah melakukan penodaan agama.

- Kemudian Terdakwa membuat surat pernyataan yang di tujukan

kepada pemerintah daerah yang pada pokoknya berisi bahwa

Terdakwa lebih baik keluar dari Pegawai Negeri Sipil daripada harus

berhenti menolong orang yang sakit.

- Setelah pertemuan dengan Pemerintah Daerah kemudian Terdakwa

mendapat undangan untuk melakukan dialog di Kantor Desa

Page 113: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

101

Pamalayan yang diselenggarakan pada tanggal 2 Februari 2011, yang

dihadiri oleh MUI Kabupaten Ciamis, Camat Cijeungjing Kepala

Desa Pamalayan, elemen masyarakat seperti FPI, LPI, HMI, PMII,

dan Ormas Gempur.

- Dialog tersebut tidak menghasilkan apa-apa karena terjadi deadlock

dimana masing-masing pihak mempertahankan sikapnya dan terlalu

memaksakan kehendak dan akhirnya diputuskan bahwa masalahnya

diselesaikan melalui jalur hukum dan Terdakwa langsung dilaporkan

kepada pihak Kepolisian dengan tuduhan bahwa Terdakwa telah

melakukan penodaan agama.

- Terdakwa tidak pernah mengatakan melarang shalat karena shalat

hanya olah raga orang Muslim, tetapi Terdakwa hanya mengatakan

bahwa shalat itu mengandung unsur oleh raga serta Terdakwa tidak

pernah melarang melakukan wirid, yang pernah Terdakwa katakan

bahwa kalau wirid itu harus dilakukan secara ikhlas, jangan

dilakukan karena ada yang diharapkan.

- Terdakwa tidak pernah mengatakan bahwa Terdakwa sebagai

pengganti Nabi Muhammad SAW, tetapi Terdakwa mengatakan

bahwa kita sebagai pengikut nabi kita harus melaksanakan segala

ajarannya secara konsekwen.

- Terdakwa mengatakan hal-hal yang berkaitan dengan agama tersebut

karena mereka menanyakan kepada Terdakwa masalah sumber-

sumber penyakit.

Page 114: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

102

- Perkataan tersebut disampaikan untuk menjawab pertanyaan dari

saksi ES saja.

- Terdakwa memang pernah melarang wirid kepada saksi ES, karena

pada waktu itu saksi ES mengatakan bahwa dia suka wirid di atas

kuburan, waktu itu Terdakwa melarangnya karena wirid di kuburan

hanya akan memanggil khodam.

- Tujuan Terdakwa mendirikan padepokan adalah untuk menyediakan

tempat bagi orang-orang yang berobat dan terbuka untuk umum.

- Setiap orang yang datang dicatat dan ada buku tamunya.

- Terdakwa tidak pernah mengatakan kepada saksi ES bahwa

Terdakwa telah dibelah dada untuk dibersihkan seperti halnya Nabi

Muhammad SAW.

- Terhadap saksi NN Terdakwa tidak pernah melarang shalat dan tidak

pernah melarang memakai kerudung dan tidak pernah mengatakan

memakai kerudung itu bukan untuk menutup aurat tapi hanya

menghalangi dari debu.

- Terdakwa tidak pernah melarang puasa, tapi Terdakwa pernah

mengatakan bahwa kalau melaksanakan puasa itu harus sabar dan

ikhlas.

- Saksi U membangun saung atas kemauannya sendiri.

Page 115: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

103

4. Tuntutan Penuntut Umum

Setelah mendengar keterangan para saksi, keterangan ahli, dan

keterangan Terdakwa yang diajukan dipersidangan, maka Jaksa Penuntut

Umum mengajukan tuntutan sebagai berikut:

1. Menyatakan Terdakwa OJ Alias RJS Bin M, telah terbukti secara sah

dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “dengan sengaja

dimuka umum mengeluarkan perasaan atau perbuatan yang pada

pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan

terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia” dan tindak pidana

“penipuan” sebagaimana dalam pasal 156a huruf a KUHP dan pasal

378 KUHP.

2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa tersebut di atas dengan pidana

penjara selama 5 (lima) tahun dikurangi selama Terdakwa berada

dalam tahanan sementara dengan perintah Terdakwa tetap ditahan.

3. Menetapkan supaya Terdakwa dibebani biaya perkara sebesar

Rp.1.000,- (seribu rupiah).

5. Putusan Pengadilan

a. Dasar Pertimbangan Hukum Majelis Hakim

Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi dan

keterangan Terdakwa yang telah didengar di persidangan, maka Majelis

Hakim telah memperoleh fakta-fakta yuridis yang pada pokoknya

sebagai berikut :

Page 116: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

104

- Bahwa saat ini Terdakwa bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil di

Kantor Kecamatan Cijeungjing.

- Bahwa selain menjadi PNS Terdakwa membuka praktik pengobatan

Alternatif setelah menyelesaikan jam kerja di Kantor yang bertempat

di rumah Terdakwa yang beralamat di di Dsn. Timbangwindu Ds.

Pamalayan Kec. Cijeungjing Kab.Ciamis atau sekarang dikenal

dengan nama Padepokan Tri Tunggal Jaya Sampurna Galuh.

- Bahwa Terdakwa membuka praktik pengobatan Alternatif sejak

tahun 2000, pada awalnya Terdakwa membuka pengobatan di rumah

Terdakwa sendiri, namun kemudian Terdakwa membuat tempat

padepokan setelah banyak orang yang datang dengan mendirikan

beberapa saung.

- Bahwa Terdakwa membuat saung-saung sejak tahun 2003, awalnya

Terdakwa membuat satu buah saung untuk khusus melayani

pengobatan kemudian Terdakwa mendirikan bangunan-bangunan

atau saung-saung lainnya secara bertahap.

- Bahwa pada awal membuka praktik belum ada namanya, namun

sejak tahun 2003 diberi nama Jati sampurna, kemudian tahun 2007

berubah menjadi Tri Tunggal kemudian pada tahun 2010 berubah

lagi menjadi Tri Tunggal Jaya Sampurna Galuh.

- Bahwa nama tersebut berubah-rubah maksudnya tahapan-tahapan

karena semakin banyak orang/pasien yang datang.

Page 117: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

105

- Bahwa di padepokan Terdakwa memakai nama RJD dan biasa

dipanggil “Kang Aden”, dengan maksud hanya untuk lebih dikenal

saja.

- Bahwa tempat pengobatan Terdakwa sudah terdata di Kantor

Kejaksaan Negeri Ciamis sejak tanggal 23 Maret 2003 dibawah

Nomor: B-24/0.2.24/Dsb.I/03/2010 dan sudah pula mempunyai akta

pendiriannya yaitu Akta Notaris No.13 tanggal 20 Oktober 2010

yang dibuat oleh Notaris IS ,S.H.

- Bahwa Terdakwa melakukan pengobatan kepada pasien-pasiennya

dengan cara di totok pada bagian syaraf atau bagian yang sakit.

- Bahwa setelah melakukan pengobatan Terdakwa menyuruh pasien-

pasiennya untuk minum kopi dan makan mie instan rebus yang

dicampur irisan cabai.

- Bahwa pada saat Terdakwa mengobati pasiennya, berdasarkan

keterangan saksi-saksi yang diajukan Penuntut Umum yang

merupakan pasien-pasien Terdakwa, pada saat Terdakwa melakukan

pengobatan di padepokan miliknya, Terdakwa juga memberikan

ajaran kepada pasiennya yang isinya adalah:

a. Untuk apa shalat karena di dalam Al-Qur’an tidak ada perintah

praktik shalat, yang ada hanya tegakkan shalat dan praktik

shalat itu hanya ada dalam hadist dan hadist itu buatan

manusia.

Page 118: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

106

b. Untuk apa melaksanakan puasa, jaman dahulu puasa itu karena

tidak ada makanan sedangkan sekarang sudah merdeka dan

banyak makanan.

c. Melarang untuk berdzikir/wirid karena itu hanya memanggil

khoddam.

d. Dilarang untuk memakai kerudung karena kerudung itu bukan

untuk menutupi aurat tetapi hanya untuk menutupi debu.

e. Untuk apa naik haji, karena naik haji itu hanya untuk

menyembah batu hitam, tidak ada bedanya dengan umat

kristen dan cina yang membakar dupa/hio, menyembah patung.

f. Dan kalau datang ke padepokannya serta mengikuti ajarannya

harus siap untuk dikucilkan.

- Bahwa ajaran tersebut disampaikan Terdakwa kepada pasiennya di

padepokan dan pernah juga dilakukan di kantor kecamatan

Cijeunjing.

- Bahwa padepokan milik Terdakwa bersifat terbuka kepada semua

orang dan bisa didatangi oleh siapa saja.

- Bahwa pada bulan Juni 2005 sampai dengan bulan Oktober tahun

2005, ada pasangan suami istri yaitu saksi SA Binti ES dan saksi W

Bin K, yang datang ke padepokan Terdakwa untuk berobat dan

menginap di padepokan Terdakwa.

Page 119: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

107

- Bahwa pada saat berobat, Terdakwa menjanjikan kepada saksi SA

dan saksi W akan sembuh apabila mereka tinggal di padepokan dan

membuat sebuah saung di padepokan Terdakwa.

- Bahwa saksi SA dan saksi W percaya dengan kata-kata dan janji-

janji Terdakwa sehingga saksi SA dan saksi W membuat sebuah

saung sebagaimana permintaan Terdakwa.

- Bahwa setelah saung tersebut berdiri, sakit yang diderita oleh SA

dan saksi W tidak kunjung sembuh dan keduanya hendak

meninggalkan rumah Terdakwa, tetapi dilarang oleh Terdakwa

dengan alasan apabila keluar dari areal padepokan, maka akan terjadi

sesuatu pada diri saksi SA Binti ES dan saksi W Bin K.

- Bahwa selain saksi SA dan saksi W, juga terdapat pasien bernama Y

yang dibawa oleh orangtuanya yaitu saksi U Bin S untuk berobat

kepada Terdakwa karena suka menyendiri dan tidak bisa diatur.

- Bahwa pada saat berobat kepada Terdakwa, Terdakwa mengatakan

bahwa sakit yang diderita oleh Y akan sembuh apabila saksi U Bin S

mendirikan sebuah saung di padepokan Terdakwa.

- Bahwa mendengar kata-kata dan janji-janji Terdakwa tersebut, saksi

U Bin S menjawabnya dengan kata-kata, “Insya Allah mudah-

mudahan anak saya cepat sembuh”, tetapi ucapan saksi U Bin S

tersebut dipotong oleh Terdakwa dengan mengatakan bahwa Allah

sudah menentukan segala-galanya dan InsyaAllah itu merupakan

suatu ketidakpastian.

Page 120: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

108

- Bahwa mendengar kata-kata dan janji-janji Terdakwa serta didorong

oleh keinginan untuk melihat anaknya cepat sembuh, akhirnya saksi

U Bin S mendirikan sebuah saung di atas kolam ikan di dalam

padepokan Terdakwa.

- Bahwa setelah saung selesai dibuat dan menghabiskan dana sebesar

Rp 11.000.000,00 (sebelas juta rupiah), sakit yang diderita Y tidak

sembuh sebagaimana yang dijanjikan oleh Terdakwa sehingga saksi

U Bin S merasa kecewa dan dibohongi.

- Bahwa saung yang dibangun oleh saksi U tersebut, setelah ditinggal

pulang oleh saksi U, saung tersebut tetap dipergunakan oleh

Terdakwa dalam kegiatan sehari-hari padepokan, yaitu digunakan

sebagai tempat istirahat pasien Terdakwa.

- Bahwa pada akhir tahun 2010, kegiatan pengobatan yang dilakukan

oleh Terdakwa mulai meresahkan masyarakat karena masyarakat

mendengar kabar kalau dalam pengobatan tersebut oleh Terdakwa

diselipkan pelarangan beribadah yang bertentangan dengan ajaran

Agama Islam sehingga berita mengenai perbuatan Terdakwa tersebut

muncul di beberapa media massa.

- Bahwa karena melihat perkembangan yang terjadi di masyarakat

maka kemudian Pemerintah Daerah Kabupaten Ciamis telah

membuat Surat Nomor : 223.4/III-Pem-Um.1 tanggal 1 Februari

2011 perihal Permohonan Dialog kepada Ketua DPD Majelis Ulama

Indonesia Kabupaten Ciamis yang maksud dan tujuan surat tersebut

Page 121: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

109

yaitu untuk membalas surat dari DPD MUI Kab. Ciamis No :

65/DPD MUI/Kab.Cms/I/2011 tanggal 30 Januari 2011 perihal

permohonan dialog dengan Bapak Bupati Kabupaten Ciamis

(tentang keberadaan Padepokan Tri Tunggal Jaya Sampurna Galuh).

- Bahwa dialog tersebut dilaksanakan di tingkat Kecamatan dipimpin

oleh Camat Cijeungjing yang dilaksanakan tanggal 02 Februari 2011

yang dihadiri oleh MUI, dari unsur pesantren, elemen masyarakat

seperti FPI, LPI, Gempur, dan tokoh masyarakat Cijeungjing dan

Terdakwa sendiri, namun dalam pertemuan tersebut tidak ditemukan

titik temu, karena Terdakwa tetap tidak mengakui atas apa yang

dituduhkan kepadanya, karena situasi menjadi tidak kondusif

akhirnya pertemuan diputuskan bahwa Terdakwa akan diajukan

melalui proses hukum dan Padepokan Terdakwa ditutup.

- Bahwa menanggapi situasi yang berkembang di masyarakat Pemkab

Ciamis juga telah melakukan pembinaan/ dialog dengan Terdakwa

yaitu :

a. Pembinaan ke I pada hari Rabu tanggal 12 Januari 2011 di

Kantor Sekretariat Daerah Kab. Ciamis yang dihadiri oleh

Sekretaris Daerah, Para Asisten Setda Kab. Ciamis, Kepala

Badan Kepegawaian dan Diklat Daerah Kab. Ciamis, Kepala

Kesbangpolinmas Kab. Ciamis, Kepala Bagian Umum, Camat

Cijeungjing dan Terdakwa.

Page 122: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

110

b. Pembinaan ke II pada hari Senin tanggal 31 Januari 2011 di

Kantor Kecamatan Cijeungjing yang dihadairi oleh Kepala

Bagian Pemerintahan Umum, Camat Cijeungjing, Sekretaris

Camat, Kasubag Tata Pemerintahan dan Terdakwa.

c. Pembinaan ke III pada hari Selasa tanggal 1 Februari 2011 di

Kantor Sekretariat Daerah Kab. Ciamis yang dihadiri oleh

Sekretaris Daerah Kab. Ciamis, Para Asisten Setda Kab. Ciamis,

Kepala Badan Kepegawaian dan Diklat Daerah Kab. Ciamis,

Kepala Kesbangpolinmas Kab. Ciamis, Kepala Bagian Umum,

Camat Cijeungjing dan Terdakwa.

- Bahwa dari tiga kali pembinaan tersebut Terdakwa tetap bersikukuh

mempertahankan keberadaan padepokan.

- Bahwa pada tanggal 7 Maret 2011, Terdakwa membuat surat

pernyataan yang berisi tentang pernyataan membubarkan padepokan

milik Terdakwa.

- Bahwa pada tanggal 9 Maret 2011, Terdakwa juga mengirimkan

surat kepada Ketua MUI dan beberapa organisasi lainnya di

Kabupaten Ciamis yang berisi tentang permohonan maaf Terdakwa.

Menimbang, bahwa untuk menentukan seseorang dapat

dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan suatu

tindak pidana yang didakwakan kepadanya adalah apabila seluruh

unsur-unsur dari ketentuan pidana yang didakwakan kepadanya telah

terbukti secara sah dan meyakinkan. Oleh karena itulah kini

Page 123: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

111

dipertimbangkan, apakah dengan fakta-fakta hukum tersebut di atas,

Terdakwa sudah dapat dinyatakan telah terbukti secara sah dan

meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sesuai dengan pasal-

pasal tindak pidana yang didakwakan kepadanya;

Menimbang, bahwa karena Dakwaan Penuntut Umum disusun

secara Komulatif, maka konsekuensi yuridis pembuktiannya adalah

Majelis Hakim harus mempertimbangkan kedua dakwaan Komulatif

tersebut untuk dibuktikan;

Menimbang, bahwa oleh karena itu Majelis Hakim akan

membuktikan terlebih dahulu Dakwaan PERTAMA yaitu apakah

Terdakwa telah melakukan perbuatan atau tindak pidana sebagimana

dirumuskan dan diancam pidana dalam Pasal 156a huruf a KUHP, yang

unsur-unsurnya sebagai berikut :

Ad. 1. Barangsiapa;

Ad. 2. Dengan Sengaja di muka Umum Mengeluarkan Perasaan

atau Perbuatan yang pada pokoknya bersifat Permusuhan,

Penyalahgunaan atau Penodaan terhadap suatu agama yang dianut

di Indonesia;

Menimbang, bahwa berdasarkan fakta-fakta yuridis yang

dihasilkan berdasarkan pembuktian maka Majelis Hakim berpendapat

seluruh unsur-unsur dari dakwaan KESATU Penuntut Umum telah

terpenuhi. Selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan dan

membuktikan dakwaan KEDUA yang pada pokoknya perbuatan

Page 124: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

112

Terdakwa sebagimana diatur dalam Pasal 378 KUHP, yang unsur-

unsurnya sebagai berikut :

Ad. 1. Barangsiapa.

Ad. 2. Dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain

secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat

palsu, dengan tipu muslihat ataupun rangkaian kebohongan,

menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu

kepadanya atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan

piutang.

Menimbang, bahwa berdasarkan fakta-fakta yuridis yang

dihasilkan berdasarkan pembuktian maka Majelis Hakim berpendapat

seluruh unsur-unsur dari dakwaan KEDUA Penuntut Umum telah

terpenuhi.

Menimbang, bahwa Majelis Hakim telah berpendapat bahwa

seluruh unsur dari dakwaan PERTAMA dan KEDUA telah terpenuhi

dan terbukti sebagaimana telah dipertimbangkan Majelis Hakim secara

cermat maka terhadap Pembelaan/Pledooi Terdakwa/Penasihat Hukum

Terdakwa dengan semua analisanya yang pada pokoknya memohon

kepada Majelis Hakim agar Terdakwa dibebaskan dari segala dakwaan

Penuntut Umum tidak beralasan sehingga harus ditolak;

Menimbang, bahwa dalam perkara ini terhadap diri Terdakwa

pernah dikenakan penahanan yang sah dengan jenis Penahanan Rutan

maka sesuai dengan ketentuan pasal 22 ayat (4) KUHAP, beralasan

Page 125: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

113

hukum untuk menetapkan agar lamanya masa penahanan yang pernah

dijalani Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;

Menimbang, bahwa oleh karena Terdakwa dijatuhi pidana maka

harus pula dibebani untuk membayar biaya perkara sesuai dengan

ketentuan dalam pasal 197 ayat (1) huruf (i) KUHAP yang besarnya

sebagaimana ditentukan dalam amar putusan ini;

Menimbang, bahwa sebelum menjatuhkan pidana atas diri

Terdakwa, terlebih dahulu akan dipertimbangkan mengenai hal-hal

yang meringankan maupun hal-hal yang memberatkan bagi Terdakwa

sebagaimana ditentukan dalam pasal 197 ayat (1) huruf (f) KUHAP,

yaitu :

Hal-hal yang meringankan :

- Terdakwa belum pernah dihukum;

- Terdakwa mempunyai tanggungan keluarga.

Hal-hal yang memberatkan :

- Perbuatan Terdakwa meresahkan masyarakat;

- Terdakwa berbelit-belit di persidangan dan tidak mengakui

perbuatannya.

b. Amar Putusan Pengadilan

1. Menyatakan Terdakwa OJ Alias RJD Bin M telah terbukti secara

sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “

PENODAAN AGAMA DAN PENIPUAN”;

Page 126: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

114

2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan

pidana penjara selama 5 (lima) tahun;

3. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani Terdakwa

dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;

4. Menetapkan agar Terdakwa tetap berada dalam tahanan;

5. Membebani Terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar

Rp.1.000,- (seribu rupiah).

B. Pembahasan

1) Alat-alat bukti yang menunjukkan terbuktinya tindak pidana

perkosaan dan pencurian dengan kekerasan dalam Putusan Nomor :

157/Pid.B/2011/PN.Cms

Proses persidangan hasilnya adalah sebuah putusan yang

menyatakan Terdakwa bersalah atau tidak bersalah. Dalam proses

persidangan tersebut akan dilakukan pembuktian untuk membuktikan

apakah Terdakwa bersalah atau tidak. Pembuktian untuk menyatakan

Terdakwa bersalah atau tidak bersalah dilakukan dengan memeriksa alat-

alat bukti dan barang bukti yang ada. M. Yahya Harahap mengemukakan

pendapatnya mengenai pembuktian sebagai berikut:

“Pembuktian adalah ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan dan

pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan undang-undang membuktikan

kesalahan yang yang didakwakan kepada Terdakwa.”52

52

M. Yahya Harahap. Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP Pemeriksaan Sidang

Pengadilan. Banding. Kasasi. dan Peninjauan Kembali. Sinar Grafika. Jakarta. 2009. hlm 273.

Page 127: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

115

Pengertian pembuktian juga dikemukakan Leden Marpaung yang

mengatakan bahwa:

“Sebelumnya seseorang diadili oleh Pengadilan, orang tersebut berhak

dianggap tidak bersalah, hal ini dikenal dengan asas “praduga tak

bersalah” (presumption of innocence.). Untuk menyatakan seseorang

“melanggar hukum”, Pengadilan harus dapat menentukan “kebenaran”

diperlukan bukti-bukti, yaitu sesuatu yang menyatakan kebenaran suatu

peristiwa. Dari uraian tersebut, “bukti” dimaksud untuk menentukan

“kebenaran”.53

Pengertian yang dikemukakan oleh Leden Marpaung berarti dalam

mencari kebenaran diperlukan bukti-bukti. Hal itu seperti yang dijelaskan

oleh Darwan Prinst yang mengatakan bahwa:

“Pembuktian bahwa benar suatu peristiwa pidana telah terjadi dan

Terdakwalah yang bersalah melakukannya, sehingga harus

mempertanggungjawabkannya. Untuk membuktikan kesalahan Terdakwa

pengadilan terikat oleh cara-cara atau ketentuan-ketentuan pembuktian

sebagaimana yang diatur oleh undang-undang. Pembuktian yang sah harus

dilakukan di dalam sidang pengadilan yang memeriksa Terdakwa.

Pemeriksaan terhadap alat-alat bukti harus dilakukan di depan sidang

pengadilan.”54

Berdasarkan pendapat di atas pembuktian merupakan proses yang

terjadi di dalam sidang pengadilan untuk menentukan bersalah atau tidaknya

Terdakwa berdasarkan dakwaan yang diajukan penuntut umum. Pembuktian

juga meupakan hal yang sangat penting karena di sinilah ditentukannya

nasib Terdakwa. Apabila hasil pembuktian dengan alat-alat bukti yang

ditentukan undang-undang tidak cukup membuktikan kesalahan yang

didakwakan kepada Terdakwa, Terdakwa dibebaskan dari hukuman.

Sebaliknya, kalau kesalahan yang didakwakan Terdakwa dapat dibuktikan

53

Leden Marpaung. Proses Penangan Perkara Pidana(Penyelidikan & Penyidikan) Bagian Pertama

Edisi Kedua. Sinar Grafika. Jakarta. 2009. hlm 22-23.

54 Darwan Prinst. Hukum Acara Pidana Dalam Praktik. Djambatan. Jakarta. 2002. hlm 137.

Page 128: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

116

dengan alat-alat bukti yang disebutkan dalam Pasal 184 Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

(KUHAP), Terdakwa harus dinyatakan bersalah. Hakim dalam

melaksanakan tugasnya untuk mengadili segala perkara tindak pidana yang

dilakukan di daerah hukumnya mempertimbangkan hal-hal yang

berhubungan dengan terjadinya tindak pidana tersebut, sehingga hakim

secara arif dan bijaksana menentukan alat-alat bukti yang secara limitatif

telah ditentukan oleh undang-undang yang dengan alat-alat bukti tersebut

hakim memperoleh keyakinan bahwa Terdakwa secara sah dan meyakinkan

bersalah melakukan suatu tindak pidana yangdidakwakan kepadanya.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-

Undang Hukum Acara Pidana kita menganut sistem pembuktian secara

negatif hal itu diatur dalam Pasal 183 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang merumuskan :

“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila

dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh

keyakinan bahwa Terdakwalah yang bersalah melakukannya.”

Selanjutnya dalam Pasal 184 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1981 diatur mengenai alat-alat bukti yang telah ditentukan secara

limitatif yang dirumuskan:

“ (1) Alat bukti yang sah ialah:

a. keterangan saksi;

b. keterangan ahli;

c. surat;

d. petunjuk;

e. keterangan Terdakwa.”

Page 129: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

117

Putusan Pengadilan Negeri Ciamis Nomor : 157/ Pid.B/ 2011/ PN.

Cms yang menjadi dasar OJ Alias RJD Bin M menjadi Terdakwa adalah alat

bukti keterangan saksi, keterangan ahli, dan keterangan Terdakwa

sebagaimana akan diuraikan sebagai berikut:

a. Alat Bukti Keterangan Saksi

Putusan Pengadilan Negeri Ciamis Nomor: 157/ Pid.B/ 2011/ PN.

Cms di dalam proses persidangan pada saat pembuktian dihadirkan 26 saksi

termasuk 5 orang saksi yang diajukan Terdakwa yang memberikan

keterangannya di bawah sumpah di persidangan. Keterangan saksi adalah

alat bukti urutan pertama dalam Pasal 184 ayat (1) Undang-Undang Nomor

8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

Keterangan saksi memiliki pengertian dalam Pasal 1 angka 27 Undang-

Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Pidana yang merumuskan:

“Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang

berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia

dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri.”

Penting untuk diketahui tidak semua alat bukti keterangan saksi

adalah alat bukti yang sah, keterangan saksi harus memenuhi ketentuan agar

dapat menjadi alat bukti yang sah. Ketentuan tersebut yaitu:

1. Saksi harus mengucapkan sumpah atau janji.

Saksi harus mengucapkan sumpah agar keterangannya dapat

menjadi alat bukti yang sah. Pasal 160 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8

Page 130: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

118

Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

merumuskan:

“ (3) Sebelum memberi keterangan, saksi wajib mengucapkan sumpah

atau janji menurut cara agamanya masing-masing, bahwa ia akan

memberikan keterangan yang sebenarnya dan tidak lain daripada

yang sebenarnya,.”

Jika saksi tidak mau mengucapkan sumpah maka akibat hukumnya

keterangan saksi tersebut tidak dapat dijadikan alat bukti. Hal ini diatur

dalam Pasal 185 ayat (7) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang merumuskan:

“(7) Keterangan dari saksi yang tidak disumpah meskipun sesuai

dengan satu dengan yang lain, tidak merupakan alat bukti, namun

apabila keterangan itu sesuai dengan keterangan dari saksi yang

disumpah dapat dipergunakan sebagai tambahan alat bukti sah

yang lain.”

Saksi-saksi dihadirkan dalam proses pembuktian perkara tindak

pidana penistaan agama dalam Putusan Pengadilan Negeri Ciamis Nomor:

157/Pid.B/2011/PN.Cms., yaitu saksi S, SA Binti ES, W Bin K, EI Bin IR,

DS Bin M, EN Bin H. ME, OSQ, S. Ag. Bin D, U Bin S, E Bin A, ETR

Bin S, NN Bin H, ES Bin MS, M, US Bin CS, I Bin E, IHA Bin S, TM

Binti D, ES Binti S, JS Bin J, SS Bin D, dan YK Bin S yang dihadirkan

oleh Penuntut Umum dan saksi CSM, C, TAW, AM, dan DZM yang

dihadirkan oleh Penasihat Hukum dalam memberikan keterangannya

tersebut berada di bawah sumpah.

Page 131: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

119

2. Keterangan saksi harus diberikan di dalam persidangan.

Hal ini diatur dalam Pasal 185 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

yang merumuskan:

“(1) Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan

di sidang pengadilan.”

Saksi-saksi yang dihadirkan dalam proses pembuktian perkara

tindak pidana penistaan agama dalam Putusan Pengadilan Negeri Ciamis

Nomor: 157/Pid.B/2011/PN.Cms berupa 21 orang saksi yang dihadirkan

oleh Penuntut Umum dan 5 orang saksi yang dihadirkan oleh Penasihat

Hukum dalam memberikan keterangan tersebut dilakukan di dalam

persidangan.

a. Keterangan tersebut adalah keterangan tentang apa yang ia dengar sendiri, ia

lihat sendiri dan ia alami sendiri yang berkaitan dengan peristiwa pidana.

Keterangan saksi yang bernilai sebagai bukti adalah keterangan

saksi yang diatur dalam Pasal 1 angka 27 Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yaitu

keterangan yang saksi lihat sendiri, saksi dengar sendiri dan saksi alami

sendiri.

Saksi-saksi dihadirkan dalam proses pembuktian perkara tindak

pidana penistaan agama dalam Putusan Pengadilan Negeri Ciamis Nomor:

157/Pid.B/2011/PN.Cms., yaitu saksi S, SA Binti ES, W Bin K, EI Bin IR,

DS Bin M, EN Bin H. ME, OSQ, S. Ag. Bin D, U Bin S, E Bin A, ETR

Bin S, NN Bin H, ES Bin MS, M, US Bin CS, I Bin E, IHA Bin S, TM

Page 132: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

120

Binti D, ES Binti S, JS Bin J, SS Bin D, dan YK Bin S yang dihadirkan

oleh Penuntut Umum dan saksi CSM, C, TAW, AM, dan DZM yang

dihadirkan oleh Penasihat Hukum yang diberikan di bawah sumpah di dalam

persidangan isi keterangannya sesuai dengan sebagaimana dirumuskan

dalam Pasal 1 angka 27 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Keterangan tersebut yaitu apa yang

ia dengar, ia lihat dan ia alami sendiri.

Seperti apa yang dinyatakan oleh saksi SA Binti ES yang

menyatakan bahwa setelah dilakukan pengobatan, kemudian saksi bersama

suami saksi (saksi W bin K) mendengar pengarahan/nasehat Terdakwa

yaitu:

a. Tidak boleh shalat karena shalat hanya olahraga agama Islam.

b. Dilarang wirid yang berlebihan karena akan mengundang jin.

c. Masjid adalah tempat paguyuban atau tempat ngobrol.

d. Dilarang mengunjungi tempat-tempat keramat karena sudah ada di

padepokan Terdakwa OJ.

e. Terdakwa mengaku sebagai pengganti Nabi Muhammad SAW.

Kemudian yang diterangkan oleh NN Binti H, sewaktu saksi

berobat kepada Terdakwa di padepokan milik Terdakwa, Terdakwa pernah

mengatakan kepada saksi dan suami saksi yaitu:

a. Untuk apa melaksanakan Shalat karena di dalam Al Qur’an tidak ada

perintah praktik shalat, yang ada hanya tegakan shalat dan praktik shalat

itu hanya ada dalam hadist dan hadist itu hanya buatan manusia.

Page 133: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

121

b. Untuk apa melaksanakan puasa, jaman dahulu puasa itu karena tidak ada

makanan sedangkan sekarang sudah merdeka dan banyak makanan.

c. Melarang untuk berdzikir/wirid karena berdzikir/wirid itu hanya

memanggil khodam dan membuat pusing kepala.

d. Sesama muslim dilarang untuk mengucapkan Assalamualaikum karena

ucapan Assalamualaikum itu tidak ada bedanya dengan apa kabar.

e. Dilarang untuk memakai kerudung karena memakai kerudung itu bukan

untuk menutupi aurat tetapi hanya untuk menutup debu.

f. Untuk apa naik haji karena naik haji itu hanya untuk menyembah batu

hitam, tidak ada bedanya dengan umat Kristen dan Cina yang membakar

dupa/hio, menyembah patung.

g. Terdakwa juga mengatakan kalau datang ke padepokan serta mengikuti

ajaran Terdakwa harus siap untuk dikucilkan.

Begiu pula dengan saksi-saksi lainnya yang dihadirkan dalam

persidangan berupa 21 saksi yang dihadirkan oleh Penuntut Umum dan 5

orang saksi yang dihadirkan oleh Penasihat Hukum dalam Putusan

Pengadilan Negeri Ciamis Nomor: 157/Pid.B/2011/PN.Cms. telah

memenuhi ketentuan Pasal 1 angka 27 Undang-Undang Nomor 8 tahun

1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang pada

intinya merumuskan bahwa keterangan tersebut berdasarkan apa yang ia

dengar, ia lihat dan ia alami sendiri.

Page 134: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

122

b. Keterangan seorang saksi saja dianggap tidak cukup

Hal ini sesuai dengan prinsip minimum pembuktian bahwa untuk

menyatakan Terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang di dakwakan

sekurang-kurangnya ada dua alat bukti. Pasal 185 ayat (2) Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

(KUHAP) merumuskan:

“(2) Keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan

bahwa Terdakwa bersalah terhadap perbuatan yang didakwakan

kepadanya.”

Sebenarnya Pasal 185 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana menegaskan

kembali apa yang dirumuskan Pasal 183 Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana mengenai batas

minimum pembuktian. P.A.F Lamintang dan Theo Lamintang55

mengatakan

bahwa seperti yang pernah dikatakan di muka, dalam ketentuan yang diatur

dalam Pasal 185 ayat (2) KUHAP, yang mengatakan bahwa keterangan

seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan kesalahan Terdakwa

terkandung suatu asas yang sangat penting untuk diperhatikan, baik oleh

penyidik, penuntut umum, hakim maupun penasihat hukum, yakni asas unus

testis nullus testis, atau yang di dalam praktik juga sering disebut dengan

perkataan satu saksi bukan saksi.

Putusan Nomor: 157/Pid.B/2011/PN.Cms dalam persidangan hadir

26 orang saksi termasuk 11 saksi meringankan yang memberikan keterangan

55

Ibid.. hlm.417-418.

Page 135: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

123

di bawah sumpah sehingga memenuhi batas minimum pembuktian sesuai

dengan Pasal 183 dan Pasal 185 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.

Dengan melihat penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

keterangan saksi yang dihadirkan dalam persidangan berupa 26 orang saksi

termasuk 11 saksi meringankan merupakan alat bukti sah yang dapat

digunakan hakim dalam pertimbangan hukumnya untuk menjatuhkan pidana

terhadap Terdakwa OJ Alias RJD Bin M.

b. Keterangan Ahli

Keterangan ahli merupakan alat bukti yang tersebut dalam Pasal

184 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-

Undang Hukum Acara Pidana pada urutan kedua. Bukan berarti keterangan

saksi lebih penting daripada keterangan ahli, karena alat-alat bukti yang

terumuskan dalam Pasal 184 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana memiliki nilai

kekuatan pembuktian yang sama, yakni nilai kekuatan pembuktian bebas.

Definisi keterangan ahli terdapat di dalam Pasal 1 angka (28)

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang

Hukum Acara Pidana (KUHAP) merumuskan sebagai berikut:

“Keterangan yang diberikan oleh seorang ahli yang memiliki keahlian

khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara

pidana guna kepentingan pemeriksaan.”

Kemudian dalam Pasal 186 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana pun memberikan

definisi mengenai istilah tersebut bahwa keterangan ahli ialah apa yang

Page 136: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

124

seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan. Keterangan ahli berdasarkan

penjelasan Pasal 186 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana dapat diberikan pada waktu

pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum yang dibuat dalam bentuk

suatu laporan dengan mengingat sumpah di waktu ia menerima jabatan atau

pekerjaan, dan dapat pula keterangan ahli diberikan di sidang pengadilan

setelah mengucapkan sumpah dihadapan hakim.

Penjelasan Pasal 186 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana di atas dapat dilihat

bahwa alat bukti keterangan ahli memiliki dua bentuk dalam tata cara

pembuktian, yakni dalam bentuk laporan dan ahli memberikan keterangan

secara lisan dan langsung di sidang pengadilan.

Syarat sahnya keterangan ahli, yaitu:

a. keterangan diberikan oleh ahli;

b. memiliki keahlian khusus dalam bidang tertentu;

c. menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya;

d. diberikan di bawah sumpah.56

Dalam Putusan Pengadilan Negeri Ciamis Nomor:

157/Pid.B/2011/PN.Cms, di dalam proses persidangan pada saat pembuktian

selain dihadirkan beberapa orang saksi, Penuntut Umum juga menghadirkan

seorang ahli yaitu Drs. KH. Ahmad Hidayat, SH. Bin KH. Muh. Sirod

selaku Ketua MUI Kabupaten Ciamis yang memberikan keterangannya di

bawah sumpah di persidangan.

56

M. Yahya Harahap. Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP (Penyidikan dan

Penuntutan). Sinar Grafika. Jakarta. 2002 . hlm. 296

Page 137: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

125

Data tersebut di atas perlu diuraikan untuk menentukan termasuk

atau tidaknya keterangan tersebut sebagai keterangan ahli dengan

dihubungkan dengan syarat sahnya keterangan ahli.

Pertama, syarat keterangan diberikan oleh ahli. Perlu diketahui

terlebih dahulu mengenai siapa itu ahli. Berdasarkan Pasal 1 angka 28

KUHAP bahwa seorang ahli adalah orang yang mempunyai keahlian

khusus. Ahli yang memberikan keterangan di persidangan ada dua

kelompok ahli hal itu dapat diketahui dari Pasal 120, Pasal 133, Pasal 179,

180 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang

Hukum Acara Pidana. Mohammad Taufik Makarao dan Suhasril dari pasal-

pasal tersebut membagi ahli menjadi dua kelompok. Mohammad Taufik

Makarao dan Suhasril57

mengatakan bahwa:

“Dari pasal-pasal tersebut di atas, maka terlihat ada dua kelompok ahli.

1. Ahli kedokteran kehakiman yang memiliki keahlian dalam kedokteran

kehakiman sehubungan dengan pemeriksaan korban penganiayaan,

keracunan, atau pembunuhan.

2. Ahli pada umumnya, yakni orang-orang yang memiliki keahlian

khusus dalam bidang-bidang tertentu, misalnya notaris, ahli pajak,

pendeta, ulama dan sebagainya.

Bila melihat hal di atas maka ahli yang dihadirkan dalam persidangan

berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Ciamis Nomor:

157/Pid.B/2011/PN.Cms adalah seorang ulama karena berdasarkan identitas

yang diberikan oleh ahli menyebutkan bahwa ahli adalah seorang ulama dari

Majelis Ulama Indonesia. Maka dari hal ini ahli yang dihadirkan dalam

persidangan merupakan kelompok ahli pada umumnya.

57

Mohammad Taufik Makarao dan Suhasril. Op.Cit.. hlm.125.

Page 138: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

126

Kedua, syarat memiliki keahlian khusus dalam bidang tertentu.

Dari data tersebut dapat dilihat bahwa orang memberikan keterangan selaku

ahli di persidangan menurut Putusan Pengadilan Negeri Ciamis Nomor

157/Pid.B/2011/PN.Cms memiliki keahlian khusus berupa pengetahuan

mengenai ilmu agama yaitu agama Islam yang merupakan keahliannya

dalam bidang keagamaan sebagai seorang ulama.

Ketiga, syarat menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya.

Dari data berupa Putusan Pengadilan Negeri Ciamis Nomor

157/Pid.B/2011/PN.Cms dapat dilihat bahwa ahli telah memberikan

keterangan berdasarkan pengetahuan dalam bidang keahliannya, yakni

menerangkan mengenai apakah perbuatan yang dilakukan oleh Terdakwa

tersebut telah menyimpang dari akidah-akidah dalam agama Islam atau

berdasarkan pengetahuannya sebagai ulama mengenai keagamaan yaitu

agama Islam. Hal ini dibuktikan dengan keterangannya yang menilai apa

yang dilakukan oleh Terdakwa berdasarkan kajian Agama yaitu Agama

Islam yaitu bahwa Perbuatan Terdakwa tersebut tidak sesuai dengan

pandangan Islam dan perbuatan Terdakwa dapat dikatagorikan sebagai

orang yang telah melakukan penodaan terhadap Agama Islam karena telah

melanggar Rukun Iman dan Rukun Islam, melanggar Rukun Iman karena

telah mengaku sebagai pengganti Nabi, melanggar Rukun Islam karena

Terdakwa telah melarang untuk melaksanakan shalat, melarang membaca

ayat-ayat Al-Qur’an, melarang berdzikir dan melarang untuk melaksanakan

aktifitas ibadah Agama Islam.

Page 139: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

127

Keempat, syarat diberikan di bawah sumpah. Jelas sekali terlihat

berdasarkan hasil penelitian, di dalam Putusan Pengadilan Negeri Ciamis

Nomor: 157/Pid.B/2011/PN.Cms disebutkan bahwa ahli memberikan

keterangannya di dalam persidangan dan berada di bawah sumpah.

Dengan melihat penjelasan di atas, maka syarat-syarat sahnya

keterangan ahli telah terpenuhi, maka dapat dikatakan keterangan ahli dalam

kasus ini merupakan alat bukti sah yang dapat digunakan hakim dalam

pertimbangan hukumnya untuk menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa OJ

Alias RJD Bin M.

c. Alat Bukti Petunjuk

Alat bukti petunjuk diatur dalam Pasal 188 Undang-Undang Nomor

8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana terdiri

dari tiga ayat yang isinya mengenai definisi petunjuk, sumber diperolehnya

petunjuk, dan cara penggunaannya, yang terumuskan sebagai berikut:

1. Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena

persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun

dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu

tindak pidana dan siapa pelakunya.

2. Petunjuk sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat diperoleh

dari:

a. keterangan saksi;

b. surat;

c. keterangan Terdakwa.

3. Penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam setiap

keadaan tertentu dilakukan oleh hakim dengan arif lagi bijaksana

setelah ia mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan

kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya.

Pengertian petunjuk dalam Pasal 188 ayat (1) Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

Page 140: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

128

memang tidak jelas adanya. Seharusnya pengertian tersebut menjadi seperti

berikut: Petunjuk ialah suatu isyarat yang dapat ditarik dari suatu perbuatan,

kejadian atau keadaan di mana isyarat itu mempunyai persesuaian antara

yang satu dengan yang lain maupun isyarat itu mempunyai persesuaian

dengan tindak pidana itu sendiri, dan dari isyarat yang bersesuaian tersebut

melahirkan atau mewujudkan suatu petunjuk yang membentuk kenyataan

terjadinya suatu tindak pidana dan Terdakwalah pelakunya.

Sumber perolehan petunjuk hanya dapat diperoleh dari keterangan

saksi, surat, dan keterangan Terdakwa. Selain dari ketiga hal tersebut

tidaklah dapat dijadikan sumber untuk memperoleh petunjuk karena

ketentuan Pasal 188 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana membatasinya secara limitatif

yang dapat dilihat dari penggunaan kata “hanya” pada ketentuan tersebut.

Penggunaan alat bukti petunjuk jarang sekali digunakan oleh hakim

dalam membuktikan kesalahan Terdakwa karena dalam praktik peradilan

pun penerapannya sering mengalami kesulitan. Apabila kurang hati-hati

mempergunakannya, putusan yang bersangkutan bisa mengambang

pertimbangannya dalam suatu keadaan yang samar, sehingga putusan itu

lebih dekat kepada sifat penerapan hukum secara sewenang-wenang.

P.A.F. Lamintang berpendapat mengenai alat bukti petunjuk,

bahwa:

“Dari ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Pasal 188 KUHAP tersebut

di atas, kiranya orang dapat mengetahui bahwa pembuktian yang

didasarkan pada petunjuk-petunjuk di dalam berbagai alat bukti itu tidak

mungkin akan diperoleh oleh hakim tanpa mempergunakan suatu

Page 141: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

129

redenering atau suatu pemikiran tentang adanya suatu persesuaian antara

kenyataan satu dengan kenyataan lain, atau suatu kenyataan dengan tindak

pidananya sendiri”.58

Berdasarkan data dalam hasil penelitian tidak ditemukan adanya

petunjuk dalam perkara tindak pidana “dengan sengaja dimuka umum

mengeluarkan perasaan atau perbuatan yang pada pokoknya bersifat

permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang

dianut di Indonesia” dan tindak pidana “penipuan” pada Putusan Pengadilan

Negeri Ciamis Nomor: 157/Pid.B/2011/PN.Cms, maka dapat dikatakan

hakim tidak menggunakan alat bukti petunjuk dalam membuktikan

kesalahan Terdakwa karena alat-alat bukti lainnya seperti keterangan saksi

dan keterangan ahli yang telah dibahas di atas sudah mencukupi untuk

membuktikan bahwa Terdakwa OJ Alias RJD bersalah melakukan perbuatan

yang didakwakan kepadanya, dan hal tersebut telah memenuhi prinsip

minimum pembuktian, sehingga tidak perlu lagi alat bukti petunjuk.

d. Alat Bukti Keterangan Terdakwa

Dalam Putusan Pengadilan Negeri Ciamis Nomor:

157/Pid.B/2011/PN.Cms, Terdakwa OJ Alias RJD Bin M memberikan

keterangannya. Keterangan Terdakwa merupakan alat bukti terakhir dalam

proses pembuktian. Terdakwa juga dalam memberikan keterangan di

persidangan harus bebas tanpa tekanan. Ketika Terdakwa ditempatkan

sebagai subjek dan bebas dari tekanan dalam memberikan keterangannya

diharapkan Terdakwa akan memberikan keterangan sesuai dengan keadaan

58

P.A.F. Lamintang & Theo Lamintang. 2010. Op. cit.. hlm. 428

Page 142: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

130

yang sebenarnya. Keterangan Terdakwa diberikan tanpa harus mengucapkan

sumpah terlebih dahulu hal itu yang sering membuat keterangan Terdakwa

seringkali diabaikan oleh hakim. Selain itu keterangan Terdakwa seringkali

diabaikan karena ada kecenderungan seseorang untuk mengelak melakukan

kejahatan yang dilakukannya yang disebabkan faktor psikologis. Andi

Hamzah mengatakan bahwa59

psikologi memegang peranan penting. Pada

umumnya manusia takut menerima pidana. Dan walaupun dalam hatinya

terbenih keinginan menerangkan yang sebenarnya, kadang-kadang takut

menerima pidana itu akhirnya yang menang, sehingga pada umumnya

Terdakwa mengkhianati hati nuraninya sendiri. Seperti yang dilakukan oleh

Terdakwa dimana ia selama memberikan keterangannya di persidangan

dinilai Majels Hakim terlalu berbelit-belit dan tidak mengingkari apa yang

dikatakan oleh saksi yang dihadirkan oleh Penuntut Umum yang

menyatakan bahwa Terdakwa mengaku sebagai pengganti Nabi Muhammad

SAW, melarang shalat karena hanya merupakan olahraga orang Islam,

melarang dzikir karena hanya memanggil khadam, dan menyatakan buat apa

pergi ibadah Haji karena hanya menyembah batu hitam (Ka’bah) tidak ada

bedanya dengan dengan umat kristen dan cina yang membakar dupa/hio

serta menyembah patung.

Keterangan Terdakwa meskipun demikian, seharusnya hakim

jangan selalu mengabaikan keterangan Terdakwa karena keterangan

Terdakwa merupakan alat bukti yang sah di dalam Undang-Undang Nomor

59

Andi Hamzah. Op.Cit.. hlm.281.

Page 143: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

131

8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

Keterangan Terdakwa memang ditempatkan di posisi terakhir di dalam

Pasal 184 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Hal itu salah satu alasan agar dalam

pemeriksaan Terdakwa memberikan keterangannya paling akhir agar

Terdakwa dapat secara jelas mengerti tidak pidana yang didakwakan

kepadanya.

Keterangan Terdakwa sebenarnya memiliki sifat yang sama dengan

keterangan saksi. Menurut Andi Hamzah60

yang mengatakan bahwa

perubahan alat pembuktian dari pengakuan Terdakwa menjadi keterangan

Terdakwa sangat penting dan membawa akibat jauh, bahwa keterangan

Terdakwa itu mempunyai sifat yang sama dengan keterangan saksi.

Alat bukti keterangan Terdakwa diatur dalam Pasal 189 Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Pidana yang terdiri dari empat ayat yang terumuskan sebagai berikut:

1. Keterangan Terdakwa ialah apa yang Terdakwa nyatakan di sidang

tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau

alami sendiri.

2. Keterangan Terdakwa yang diberikan di luar sidang dapat

digunakan untuk membantu menemukan bukti di sidang, asalkan

keterangan itu didukung oleh suatu alat bukti yang sah sepanjang

mengenai hal yang didakwakan kepadanya.

3. Keterangan Terdakwa hanya dapat digunakan terhadap dirinya

sendiri.

4. Keterangan Terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa

ia bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya,

melainkan harus disertai dengan alat bukti yang lain.

60

Ibid. hlm.280.

Page 144: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

132

Pasal 189 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana di atas dapat ditarik beberapa

asas untuk menentukan keterangan Terdakwa dinilai sebagai alat bukti yang

sah menurut undang-undang, yakni di antaranya:

1. Keterangan itu dinyatakan di sidang pengadilan;

2. Tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri

atau alami sendiri.61

Data dari hasil penelitian ditemukan bahwa keterangan Terdakwa

OJ Alias RJD Bin M diberikan di persidangan, maka asas keterangan itu

dinyatakan di sidang pengadilan telah terpenuhi. Kemudian apa yang

Terdakwa terangkan merupakan perbuatan yang ia lakukan atau yang ia

ketahui sendiri atau alami sendiri. Meskipun berdasarkan Putusan

Pengadilan Negeri Ciamis Nomor: 157/Pid.B/2011/PN.Cms keterangan

Terdakwa OJ ada yang memiliki persesuaian dengan alat bukti keterangan

saksi yang ada dan ada pula yang bertentangan.

Terdakwa tetap tidak mau mengakui bahwa dirinya telah

melakukan hal-hal yang dituduhkan padanya yaitu telah melakukan

penistaan terhadap agama tertentu yaitu agama Islam dan banyak yang

bertentangan dengan keterangan-keterangan para saksi yang dihadirkan,

namun terdapat pula beberapa keterangan Terdakwa yang memiliki

persamaan dengan keterangan beberapa saksi yang diantaranya adalah:

61

M. Yahya Harahap. 2009. Op. cit.. hlm. 319

Page 145: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

133

- Bahwa Terdakwa seorang PNS di Kantor Kecamatan Cijeungjing

Kabupaten Ciamis;

- Bahwa Terdakwa membuka sebuah praktik pengobatan alternatif;

- Bahwa Terdakwa adalah pemilik dari Padepokan Tri Tunggal Jaya

Sampurna Galuh yang terletak di Wilayah Dusun Timbangwindu Desa

Pamalayan Kec. Cijeungjing Kab Ciamis;

- Bahwa Terdakwa melakukan pengobatan dengan cara memberikan

makan kepada pasien berupa mie yang telah diberi irisan cabai rawit dan

minuman kopi hitam;

- Bahwa Terdakwa mengenal para saksi;

- Bahwa beberapa saksi merupakan pasien Terdakwa;

- Bahwa saksi SA melahirkan di padepokan Terdakwa;

- Bahwa Terdakwa pernah dipanggil oleh Pemda Kabupaten Ciamis terkait

isu tentang Terdakwa telah melakukan penistaan agama, yaitu agama

Islam;

- Setelah dilakukan perundingan tersebut Terdakwa tetap tidak mau

menutup padepokan tersebut;

- dll.

Keterangan Terdakwa yang tidak sesuai dengan alat bukti lainnya

yaitu:

- Terdakwa tidak pernah mengatakan kepada pasien-pasien bahwa

Terdakwa sebagai penganti Nabi Muhammad SAW.

Page 146: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

134

- Terdakwa tidak pernah melarang saksi SA untuk keluar padepokan dan

juga tidak pernah mengintimidasi atau menakut-nakuti apabila keluar

padepokan akan terjadi sesuatu.

- Terdakwa tidak pernah melarang shalat dan dzikir terhadap pasien SA

dan saksi W.

- Terdakwa tidak pernah menyuruh saksi SA untuk menaruh anaknya di

tempat seperti itu, hal tersebut atas keinginan saksi SA sendiri.

- Terdakwa tidak pernah menyuruh atau menganjurkan sesuatu kepada

saksi U atau anaknya selain dari cara-cara pengobatan yang Terdakwa

lakukan.

- Bangunan saung yang dibangun oleh saksi U hanya khusus untuk saksi

U dan ketika saksi U pulang maka saung tersebut tidak dipergunakan

sampai saat ini.

- dll.

Nilai kekuatan pembuktian alat bukti keterangan Terdakwa

menurut Yahya Harahap adalah sebagai berikut:

1. Sifat nilai kekuatan pembuktiannya bebas

Hakim tidak terikat pada nilai kekuatan yang terdapat pada alat bukti

keterangan Terdakwa. Dia bebas untuk menilai kebenaran yang

terkandung di dalamnya. Hakim dapat menerima atau

menyingkirkannya sebagai alat bukti dengan jalan mengemukakan

alasan-alasannya.

2. Harus memenuhi batas minimum pembuktian

Adanya keharusan untuk mencukupkan alat bukti keterangan

Terdakwa dengan sekurang-kurangnya satu lagi alat bukti yang lain,

baru mempunyai nilai pembuktian yang cukup.

3. Harus memenuhi asas keyakinan hakim.

Kendati kesalahan Terdakwa telah terbukti memenuhi asas batas minimum

pembuktian, masih harus lagi dibarengi dengan keyakinan hakim,

bahwa memang Terdakwa yang bersalah melakukan tindak pidana

Page 147: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

135

yang didakwakan kepadanya. Asas keyakinan hakim harus melekat

pada putusan yang diambilnya sesuai dengan sistem pembuktian yang

dianut Pasal 183 KUHAP.62

Dengan melihat penjelasan di atas maka Majelis Hakim dapat menilai

bahwa beberapa dari keterangan Terdakwa memiliki keterkaitan dengan alat

bukti lainnya yaitu keterangan saksi sesuai dengan keyakinan hakim, maka

keterangan Terdakwa tersebut dapat diambil sebagai alat bukti yang sah untuk

memutus perkara tersebut di dalam Putusan Pengadilan Negeri Ciamis

Nomor: 157/Pid.B/2011/PN.Cms.

Alat-alat bukti pada Pasal 184 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang

diuraikan di atas yang telah dihubungkan dengan alat-alat bukti yang terdapat

dalam Putusan Pengadilan Negeri Ciamis Nomor: 157/Pid.B/2011/PN.Cms,

diperoleh alat-alat bukti yang sah dalam putusan tersebut yang telah

memenuhi syarat-syarat dikatakan sebagai alat bukti yang sah, yakni

keterangan saksi (26 saksi yang diajukan berupa 15 orang saksi yang

memberatkan dan 11 orang saksi meringankan), keterangan ahli berupa

keterangan langsung ahli di dalam persidangan, dan keterangan Terdakwa OJ

Alias RJD.

62

M. Yahya Harahap. 2009. Op. cit.. hlm. 332-333.

Page 148: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

136

2) Sistem pembuktian dalam tindak pidana penistaan agama terhadap

Terdakwa dalam Putusan Nomor: 157/Pid.B/2011/PN.Cms

Sistem pembuktian dalam hukum acara pidana ada bermacam-macam.

Setiap negara menganut sistem pembuktian yang berbeda tergantung dengan

sistem hukum yang dianut di negara tersebut.

Pengertian tentang pembuktian diperoleh dari doktrin. Beberapa

pengertian tentang pembuktian diantaranya diperoleh menurut M. Yahya

Harahap yang mengatakan:

“Pembuktian adalah ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan dan

pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan undang-undang

membuktikan kesalahan yang yang didakwakan kepada Terdakwa.”63

Pengertian pembuktian juga dikemukakan Leden Marpaung yang

mengatakan bahwa:

“Sebelumnya seseorang diadili oleh Pengadilan, orang tersebut berhak

dianggap tidak bersalah, hal ini dikenal dengan asas “praduga tak

bersalah” (presumption of innocence.). Untuk menyatakan seseorang

“melanggar hukum”, Pengadilan harus dapat menentukan “kebenaran”

diperlukan bukti-bukti, yaitu sesuatu yang menyatakan kebenaran suatu

peristiwa. Dari uraian tersebut, “bukti” dimaksud untuk menentukan

“kebenaran”.64

Pengertian yang dikemukakan oleh Leden Marpaung berarti dalam

mencari kebenaran diperlukan bukti-bukti. Hal itu seperti yang dijelaskan oleh

Darwan Prinst yang mengatakan bahwa:

“Pembuktian bahwa benar suatu peristiwa pidana telah terjadi dan

Terdakwalah yang bersalah melakukannya, sehingga harus

mempertanggungjawabkannya. Untuk membuktikan kesalahan Terdakwa

pengadilan terikat oleh cara-cara atau ketentuan-ketentuan pembuktian

sebagaimana yang diatur oleh undang-undang. Pembuktian yang sah

63

M. Yahya Harahap. 2009. Op. Cit. hlm 273.

64 Leden Marpaung. Op. Cit. hlm 22-23.

Page 149: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

137

harus dilakukan di dalam sidang pengadilan yang memeriksa Terdakwa.

Pemeriksaan terhadap alat-alat bukti harus dilakukan di depan sidang

pengadilan.”65

Pembuktian merupakan masalah yang memegang peranan penting

dalam proses pemeriksaan sidang pengadilan. Dengan pembuktian inilah

ditentukan nasib Terdakwa. Apabila hasil pembuktian dengan alat-alat bukti

yang ditentukan undang-undang tidak cukup membuktikan kesalahan yang

didakwakan kepada Terdakwa, Terdakwa dibebaskan dari hukuman.

Sebaliknya, kalau kesalahan yang didakwakan Terdakwa dapat dibuktikan

dengan alat-alat bukti yang disebutkan dalam Pasal 184 Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

(KUHAP), Terdakwa harus dinyatakan bersalah. Seperti yang terdapat dalam

Putusan Pengadilan Negeri Ciamis Nomor: 157/Pid.B/2011/PN.Cms,

Terdakwa OJ Alias RJD yang dinyatakan bersalah setelah melewati proses

persidangan yang didasarkan atas hal-hal yang diajukan baik oleh pihak

Penasihat Hukum dan Terdakwa maupun yang diajukan oleh pihak Penuntut

Umum.

Sedangkan sistem sendiri juga memiliki pengertian. Menurut Tatang

M. Amirin dalam Hibnu Nugroho menyatakan bahwa:

“....sistem dipergunakan untuk menunjuk pada pengertian skema atau

metode pengaturan organisasi atau susunan sesuatu, atau model tata cara.

Dapat juga dalam arti suatu bentuk atau pola pengaturan, pelaksanaan,

atau pemrosesan; dan juga dalam pengertian metode pengelompokan,

pengkodifikasian dan sebagainya....”66

65

Darwan Prinst. Op. Cit. hlm 137.

66 Hibnu Nugroho. Op.Cit.hlm. 9.

Page 150: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

138

Sistem pembuktian yang dianut oleh Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana itu adalah:

a. Menurut undang-undang artinya hakim tidak dapat secara bebas

menentukan jenis alat bukti apa saja yang dapat digunakan dalam

pembuktian di persidangan maupun minimal banyaknya alat bukti yang

harus ada untuk membuktikan kesalahan Terdakwa.

Hal ini juga diungkapkan oleh Andi Hamzah yang mengatakan :

“Indonesia sendiri menganut sistem atau teori pembuktian

berdasarkan undang-undang negative (negatief wettelijk). Hal tersebut

dapat disimpulkan dari Pasal 183 Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang

Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang dapat disimpulkan bahwa

pembuktian harus didasarkan kepada undang-undang (KUHAP), yaitu

alat bukti yang sah tersebut dalam PAsal 184 KUHAP, disertai

dengan keyakinan hakim yang diperoleh dari alat-alat bukti

tersebut.”67

Hal itu juga dikemukakan oleh P.A.F Lamintang dan Theo Lamintang

bahwa:

“wettelijk atau menurut undang-undang karena untuk pembuktian,

undang-undanglah yang menentukan tentang jenis dan banyaknya alat

bukti yang harus ada”.68

Dalam Putusan Pengadilan Negeri Ciamis Nomor:

157/Pid.B/2011/PN.Cms, hakim tidak menentukan alat bukti apa saja yang

harus diajukan di persidangan. Dalam persidangan tersebut digunakan alat

bukti yang bersifat limitatif berdasarkan Pasal 184 ayat (1) Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum

Acara Pidana dan masalah pengajuan alat bukti diserahkan kepada kedua

pihak yaitu Penasihat Hukum dan Terdakwa serta Penuntut Umum.

67

Andi Hamzah. Op. Cit. hlm 254.

68 Loc.Cit.

Page 151: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

139

b. Negatif artinya meskipun telah memenuhi minimal alat bukti yang telah

ditentukan undang-undang, tetapi belum dapat dijatuhkan pidana apabila

hal tersebut belum dapat menimbulkan keyakinan hakim. Jadi di samping

dipenuhi batas minimum pembuktian dengan alat bukti yang sah jua harus

dibarengi dengan keyakinan hakim bahwa Terdakwalah yang bersalah

melakukan tindak pidana yang telah didakwakan kepadanya.

Menurut M Yahya Harahap, Untuk menentukan salah atau tidaknya

seorang Terdakwa menurut sistem pembuktian undang-undang secara

negatif, terdapat dua komponen 69

:

a. Pembuktian harus dilakukan menurut cara dan dengan alat-alat bukti

yang sah menurut undang-undang

b. Dan keyakinan hakim yang juga harus didasarkan atas cara dan

dengan alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang.

Hal tersebut juga diungkapkan oleh Adami Chazawi yang

mengatakan:

“Menurut sistem ini, dalam hal membuktikan kesalahan Terdakwa

melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya, hakim tidak

sepenuhnya mengandalkan alat-alat bukti serta dengan cara-cara

yang ditentukan oleh undang-undang. Itu tidak cukup, tetapi harus

disertai pula keyakinan bahwa Terdakwa bersalah melakukan tindak

pidana. Keyakinan yang dibentuk ini haruslah didasarkan atas fakta-

fakta yang diperoleh dari alat bukti yang ditentukan dalam undang-

undang. Kegiatan pembuktian didasarkan pada dua hal, yaitu alat-

alat bukti dan keyakinan yang merupakan kesatuan tidak dipisahkan,

yang tidak berdiri sendiri-sendiri.”70

Ketentuan Pasal 183 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8

Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana didalamnya

terkandung dua hal, yakni :

69

M. Yahya Harahap. 2009. Op. Cit. hal. 279

70 Adami Chazawi. Hukum Pembuktian Tindak Pidana Korupsi. Bandung : P.T Alumni. 2008. hlm 26

Page 152: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

140

1. Batas minimum pembuktian

Terdakwa dinyatakan bersalah apabila telah memenuhi dua alat bukti

yang sah dan baru mempunyai nilai pembuktian yang cukup. Dalam hal ini

alat bukti yang sah didefinisikan sebagai alat bukti yang tercantum di dalam

Pasal 184 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun

1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

Berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Ciamis Nomor:

157/Pid.B/2011/PN.Cms telah diajukan alat bukti yaitu keterangan saksi

sejumlah 26 orang saksi yang terbagi dalam 15 orang saksi yang

memberatkan (saksi S, SA Binti ES, W Bin K, EI Bin IR, DS Bin M, EN

Bin H. ME, OSQ, S. Ag. Bin D, U Bin S, E Bin A, ETR Bin S, NN Bin

H, ES Bin MS, M, US Bin CS, dan I Bin E yang dihadirkan oleh Penuntut

Umum) dan 11 orang saksi meringankan (saksi IHA Bin S, TM Binti D,

ES Binti S, JS Bin J, SS Bin D, dan YK Bin S yang dihadirkan oleh

Penuntut Umum dan saksi CSM, C, TAW, AM, dan DZM yang dihadirkan

oleh Penasihat Hukum), keterangan ahli (Drs. KH. Ahmad Hidayat, SH. Bin

KH. Muh. Sirod), dan keterangan Terdakwa OJ Alias RJD. Dengan

demikian pembuktian tersebut telah memenuhi batas minimum pembuktian.

2. Asas keyakinan hakim

Menurut Lilik Mulyadi71

, Asas keyakinan hakim harus melekat pada

putusan yang diambilnya sesuai dengan sistem pembuktian yang dianut

Pasal 183 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981

71

Mulyadi. Lilik. Op. Cit. hal : 199

Page 153: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

141

tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang merumuskan

“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila

dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh

keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa

Terdakwalah yang bersalah melakukannya.” adalah pembuktian menurut

undang-undang secara negatif. Artinya di samping dipenuhi batas minimum

pembuktian dengan alat bukti yang sah maka dalam pembuktian yang cukup

tersebut harus dibarengi dengan hakim memperoleh “keyakinan” bahwa

tindak pidana tersebut memang benar-benar terjadi dan bahwa Terdakwa

telah bersalah melakukan tindak pidana tersebut.

Dengan diajukannya alat bukti berupa 15 orang saksi yang

memberatkan (saksi S, SA Binti ES, W Bin K, EI Bin IR, DS Bin M, EN

Bin H. ME, OSQ, S. Ag. Bin D, U Bin S, E Bin A, ETR Bin S, NN Bin

H, ES Bin MS, M, US Bin CS, dan I Bin E yang dihadirkan oleh Penuntut

Umum) dan 11 orang saksi meringankan (saksi IHA Bin S, TM Binti D,

ES Binti S, JS Bin J, SS Bin D, dan YK Bin S yang dihadirkan oleh

Penuntut Umum dan saksi CSM, C, TAW, AM, dan DZM yang

dihadirkan oleh Penasihat Hukum), keterangan ahli (Drs. KH. Ahmad

Hidayat, SH. Bin KH. Muh. Sirod), dan keterangan Terdakwa OJ Alias RJD

berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Ciamis Nomor:

157/Pid.B/2011/PN.Cms hakim telah mendapatkan keyakinan bahwa

Terdakwalah bersalah telah melakukan tindak pidana penistaan agama

dengan adanya kalimat dalam Amar Putusan berupa:

Page 154: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

142

“Menyatakan Terdakwa ONDON JUHANA Alias RADEN

JAYADININGRAT Bin MANSUR telah terbukti secara sah dan

meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “ PENODAAN

AGAMA DAN PENIPUAN”72

Dengan melihat penjelasan di atas, maka berdasarkan hasil penelitian

terhadap Putusan Pengadilan Negeri Ciamis Nomor: 157/Pid.B/2011/PN.Cms,

hakim dalam menjatuhkan putusan atas suatu tindak pidana yang didakwakan

kepada Terdakwa telah memenuhi asas minimal pembuktian yang sah di

persidangan dan hakim telah memperoleh keyakinan atas kesalahan Terdakwa

dan bahwa Terdakwalah yang bersalah melakukannya. Hal ini menjelaskan

bahwa sistem pembuktian berdasarkan undang-undang secara negatif yang

diterapkan terhadap kasus tindak pidana penistaan agama dalam Putusan

Pengadilan Negeri Ciamis Nomor: 157/Pid.B/2011/PN.Cms dengan alat bukti

berupa keterangan saksi, keterangan ahli, dan keterangan Terdakwa yang

diajukan di persidangan.

72

Putusan Pengadilan Negeri Ciamis Nomor: 157/Pid.B/2011/PN.Cms. hlm. 85.

Page 155: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

143

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan terhadap Putusan

Pengadilan Negeri Ciamis Nomor: 157/Pid.B/2011/PN.Cms, maka dapat

disimpulkan sebagai berikut:

1. Alat-alat bukti yang menunjukkan terbuktinya tindak pidana penistaan

agama dalam Putusan Pengadilan Negeri Ciamis Nomor:

157/Pid.B/2011/PN.Cms, yakni:

a. keterangan saksi. Terdiri dari 26 orang saksi berupa 15 orang saksi yang

memberatkan dan 11 orang saksi yang meringankan yang dihadirkan di

persidangan. Dari keterangan beberapa saksi diperoleh keterangan

bahwa Terdakwa telah melakukan suatu tindak pidana penistaan agama

berupa melarang shalat karena shalat hanya olahraga agama Islam,

dilarang wirid yang berlebihan karena akan mengundang jin, masjid

adalah tempat paguyuban atau tempat ngobrol, dilarang mengunjungi

tempat-tempat keramat karena sudah ada di padepokan Terdakwa OJ,

dan Terdakwa mengaku sebagai pengganti Nabi Muhammad SAW.

b. keterangan ahli. Berupa keterangan seorang ahli yang merupakan

seorang ulama dari Majelis Ulama Indonesia Kabupaten Ciamis yang

bernama Drs. KH. Ahmad Hidayat, SH. Bin KH. Muh. Sirod yang

menyatakan bahwa apa yang dilakukan oleh Terdakwa merupakan

bertentangan dengan akidah dan syariat dalam agama Islam. Bahwa

perbuatan Terdakwa tersebut dapat berakibat : Merupakan penghinaan

terhadap kehidupan beragama Islam, merupakan penyimpangan dari

Page 156: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

144

fungsi agama Islam itu sendiri, merupakan penodaan terhadap hakekat

ajaran agama Islam yang diturunkan berdasarkan wahyu/Al

Qur’an/Sunnah Rosul, ditinjau dari segi kehidupan umat beragama

mengganggu kerukunan intern umat beragama, dan dapat menimbulkan

permusuhan sesama pemeluk agama Islam yang mengganggu Ukuwah

Islamiyah.

c. keterangan Terdakwa. Adapun Keterangan Terdakwa yang menjadi

pertimbangan hakim dalam memberikan putusan, yaitu:

1) Terdakwa membenarkan identitasnya pada saat pemeriksaan

identitas di sidang pengadilan dan membenarkan bahwa Terdakwa

adalah pemilik dari Padepokan Tri Tunggal Jaya Sampurna;

2) Terdakwa seorang PNS di Kantor Kecamatan Cijeungjing

Kabupaten Ciamis;

3) Terdakwa membuka sebuah praktik pengobatan alternatif;

4) Terdakwa melakukan pengobatan dengan cara memberikan makan

kepada pasien berupa mie yang telah diberi irisan cabai rawit dan

minuman kopi hitam;

5) Terdakwa pernah diundang untuk dilakukan pembicaraan terkait

isu yang beredar bahwa Terdakwa telah melakukan penodaan

agama; Hingga akhir pertemuan Terdakwa tetap tidak mau

menutup padepokan tersebut.

2. Sistem pembuktian dalam tindak pidana penistaan agama terhadap

Terdakwa dalam Putusan No : 157/Pid.B/2011/PN.Cms B.

Page 157: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

145

a. Menentukan salah atau tidaknya seorang Terdakwa dan untuk

menjatuhkan pidana kepada Terdakwa harus:

1) Kesalahannya terbukti sekurang-kurangnya “dua alat bukti yang

sah”;

2) Dan atas terbuktinya dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti

yang sah, hakim “memperoleh keyakinan” bahwa tindak pidana

benar-benar terjadi dan bahwa Terdakwalah yang bersalah.

b. Dalam membuktikan kesalahan Terdakwa, Majelis Hakim telah

menerapkan sistem pembuktian berdasarkan undang-undang secara

negatif dengan alat bukti berupa keterangan saksi, keterangan ahli, dan

keterangan Terdakwa yang diajukan di persidangan.

B. Saran

Hakim di dalam proses pembuktian hendaknya cermat dalam

menggunakan alat-alat bukti yang berkaitan dengan perbuatan yang

didakwakan oleh penuntut umum serta alat-alat bukti tersebut harus saling

berkesinambungan dengan pertimbangan dan penjatuhan pidananya. Dalam

kasus penistaan agama ini hendaknya dikuatkan dengan barang bukti agar tidak

menimbulkan persepsi bahwa tindak pidana penistaan agama yang dilakukan

oleh Terdakwa hanyalah isu semata yang berkembang di masyarakat.

Page 158: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

DAFTAR PUSTAKA

PUTUSAN :

Putusan Pengadilan Negeri Ciamis Nomor 157/Pid.B/2011/PN.Cms

BUKU :

Abdoel, R. Djamali. 2010. Pengantar Hukum Indonesia Edisi Revisi. Jakarta:

Raja Grafindo Persada

Asikin, Zainal & Amiruddin. 2006. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta:

PT. Raja Grafindo Persada

______________________. 2006. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta:

PT. Raja Grafindo Persada

Chanur, A. Arrasjid. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Hukum. Jakarta: Sinar Grafika

Chazawi, Adami. 2008. Hukum Pembuktian Tindak Pidana Korupsi. Bandung :

P.T Alumni.

Hamzah, Andi. 2011. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika

Ibrahim, Johny. 2007. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif (Edisi

Revisi). Malang: Bayu Media Publishing

____________. 2008. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Malang:

Bayu Media Publishing

Lamintang, P.A.F & Theo Lamintang. 2010. Pembahasan KUHAP Menurut Ilmu

Pengetahuan Hukum Pidana & Yurisprudensi. Jakarta: Sinar Grafika

Mahmud, Peter Marzuki. 2010. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencara Media

Group

___________________. 2012. Pengantar Ilmu Hukum Cetakan Keempat, Jakarta:

Kencana Prenada Media Grup

Marpaung, Leden. 2009. Proses Penangan Perkara Pidana(Penyelidikan &

Penyidikan) Bagian Pertama Edisi Kedua. Jakarta: Sinar Grafika

Mulyadi, Lilik. 2012. Hukum Acara Pidana Normatif, Teeoritis, Praktik dan

Permasalahannya. Bandung : P.T. ALUMNI

Nugroho, Hibnu. 2012. Integralisasi Penyidikan Tindak Pidana Korupsi Di

Indonesia. Jakarta: Media Prima Aksara

Page 159: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

Prinst, Darwan. 2002. Hukum Acara Pidana Dalam Praktik. Jakarta: Djambatan

Pudjosewojo, Kusumadi. 2004. Pedoman Pelajaran Tata Hukum. Jakarta: Sinar

Grafika

Taufik, Mohammad Makarao & Suhasril. 2004. Hukum Acara Pidana Dalam

Teori Dan Praktek. Jakarta: Ghalia Indonesia

Tiena, Yulies Masriani. 2008. Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika

Wisnubroto. 2002. Praktek Peradilan Pidana Proses Persidangan Perkara Pidana.

Jakarta: Galaxy Puspa Mega

Yahya, M. Harahap. 2008. Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP

Penyidikan dan Penuntutan. Jakarta: Sinar Grafika

________________. 2009. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP

Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan

Kembali. Jakarta : Sinar Grafika.

JURNAL :

Diane, Zulfi Zaini. 2011. Implementasi Pendekatan Yuridis Normatif dan

Pendekatan Normatif Sosiologis Dalam Penelitian Ilmu Hukum, Jurnal

Ilmu Hukum Pranata Hukum, Juli 2011 volume 6 no.2

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN :

Indonesia, Undang-Undang Nomor 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan

Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama

________, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana

________, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang

Hukum Acara Pidana

________, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum

________, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat

________, Penetapan Presiden Nomor 1 Tahun 1965 Pencegahan Penyalahgunaan

dan/atau Penodaan Agama

Page 160: PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA PENISTAAN AGAMA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARIE WIRAWAN BUDHI... · merta indah pula dalam kenyataannya. Banyak sekali Warga

SUMBER INTERNET :

Ismuhadi. 2008. Analisa Pidana Hukum dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana

di Indonesia.

www.repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/12134/1/09E02103.pdf .

diakses pada 22 Mei 2013

Syarof, Uwais Rifqon. 2012. Pengertian Tindak Pidana.

http://kakpanda.blogspot.com/2012/12/pengertian-tindak-pidana.html,

diakses pada 7 Mei 2013

Sangatta. 2013. Hukum Acara Pidana. http://www. http://statushukum.com.

diakses pada 7 Mei 2013

Anonim. 2012. Pengertian Tindak Pidana dan Unsur Menurut Para Ahli.

http://www.sarjanaku.com/2012/12/pengertian-tindak-pidana-dan-

unsur.html, diakses pada 7 Mei 2013