kekuatan pembuktian visum et repertum …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/veronika...

127
KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN YANG DILAKUKAN SUTRISNO (Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan No :179/Pid.B/2013/PN.Kdr.) SKRIPSI Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Disusun Oleh : VERONIKA RUKMANA E1A109085 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS HUKUM PURWOKERTO 2014 ii

Upload: duongkien

Post on 01-Feb-2018

247 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM DALAM TINDAK

PIDANA PENGANIAYAAN YANG DILAKUKAN SUTRISNO

(Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan No :179/Pid.B/2013/PN.Kdr.)

SKRIPSI

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum

Universitas Jenderal Soedirman

Disusun Oleh :

VERONIKA RUKMANA

E1A109085

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS HUKUM

PURWOKERTO

2014

ii  

Page 2: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

LEMBAR PENGESAHAN ISI DAN FORMAT

SKRIPSI

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM DALAM TINDAK

PIDANA PENGANIAYAAN YANG DILAKUKAN SUTRISNO

(Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan No :179/Pid.B/2013/PN.Kdr.)

Oleh :

VERONIKA RUKMANA

E1A109085

Diterima dan Disahkan

Pada Tanggal, 19 February 2014

iii  

Page 3: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Veronika Rukmana

NIM : E1A109085

SKS : 2009

Program Studi : Ilmu Hukum

Bagian : Hukum Acara Pidana

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi ini benar-benar merupakan hasil

karya saya, bukan merupakan pengambil alihan tulisan atau pikiran orang lain yang saya

akui sebagai tulisan atau pikiran saya.

Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa skripsi ini hasil

jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Purwokerto, 19 February 2014 Yang Membuat Pernyataan, Veronika Rukmana E1A109085 

iv  

Page 4: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

MOTO PENULIS

Apapun tugas hidup anda, lakukan dengan baik. Seseorang semestinya melakukan

pekerjaannya sedemikian baik sehingga mereka yang masih hidup, yang sudah mati,

dan yang belum lahir tidak mampu melakukannya lebih baik lagi.

v  

Page 5: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan YME atas segala rahmat dan anugerah-Nya sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul : KEKUATAN PEMBUKTIAN

VISUM ET REPERTUM DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN YANG

DILAKUKAN SUTRISNO (Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan No

:179/Pid.B/2013/PN.Kdr.)

Skripsi ini merupakan salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana

Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman .Berbagai kesulitan dan

hambatan penulis hadapi dalam penyusunan skripsi ini. Namun berkat bimbingan,

bantuan dan moril serta pengarahan dari berbagai pihak, maka skripsi ini dapat

diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terimakasih yang

tulus kepada:

1. Dr. Angkasa,SH,M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Jenderal

Soedirman;

2. Handri Wirastuti Sawitri,S.H.,M.H. selaku Dosen Pembimbing I atas segala arahan

dan masukan untuk skripsi ini;

3. Pranoto,S.H.,M.H selaku Dosen Pembimbing II atas segala arahan dan masukan

untuk skripsi ini;

4. Dr Hibnu Nugroho, S.H., M.H.selaku Dosen penguji atas semua masukan dan ilmu

yang berharga untuk penulis;

5. Kepada kedua orang tua saya Dedy Hardoyo (Liem Kok Yung) dan Agustin Sri

Handayani yang telah memberi motivasi dan dukungan saya untuk lulus;

vi  

Page 6: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

6. Kepada kedua kakak saya Yohanes Tri Setiawan dan Immanuel Kurniawan yang

selalu membantu dalam kesulitan dalam penulis;

Penelitian ini tentunya masih jauh dari kesempurnaan. Meskipun demikian,

penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Purwokerto, 19 Februari 2014

Veronika Rukmana

vii  

Page 7: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

PERSEMBAHAN

1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio, yang selalu

memberikan toleransi waktu dan dukungan kepada penulis;

2. Dimas Fadjrian, yang telah memberikan dukungan, dan menjadi penyemangat serta

senantiasa mendampingi penulis selama menyelesaikan skripsi ini;

3. Elisabeth astri Purani, dan teman-teman lain yang telah memberikan dukungan , saran

dan semangat untuk penulis menyelesaikan skipsi ini;

4. Pegawai/ Staf Akademik Fakultas Hukum Universitas Jendral Sudirman Purwokerto

atas bantuannya selama perkuliahan hingga penulisan karya ini sebagai tugas akhir;

5. Semua teman-teman FH Paralel 2009, FH Paralel 2010, FH Paralel 2011 dan FH

Paralel 2012 yang selalu membantu selama perkuliahan hingga penulisan karya ini

sebagai tugas akhir;

6. Dan semua pihak yang selau mendukung saya ,yang tidak dapat saya sebutkan satu

persatu.

Purwokerto,19 Februari 2014

Veronika Rukmana

viii  

Page 8: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL.............................................................................. i

HALAMAN JUDUL ................................................................................. i

HALAMAN PENGESAHAN................................................................... ii

SURAT PERNYATAAN .......................................................................... iii

MOTO PENULIS...................................................................................... iv

KATA PENGANTAR............................................................................... v

PERSEMBAHAN ..................................................................................... vii

DAFTAR ISI.............................................................................................. viii

ABSTRAK ................................................................................................. ix

ABSTRACT............................................................................................... x

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah ...................................................... 1

2. Perumusan Masalah............................................................. 5

3. Tujuan Penelitian................................................................. 5

4. Kegunaan Penelitian............................................................ 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian dan Tujuan Hukum Acara Pidana ..................... 7

B. Asas–Asas Hukum Acara Pidana ........................................ 9

C. Pembuktian .......................................................................... 22

a. Pengertian dan Tujuan Pembuktian ................................ 22

b. Sistem Pembuktian ......................................................... 25

ix  

Page 9: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

D. Alat Bukti Menurut KUHAP.............................................. 30

E. Pengertian dan Macam-Macam Visum Et Repertum.......... 56

1. Pengertian Visum Et Repertum..................................... 56

2. Macam-Macam Visum Et Repertum ............................ 59

F. Syarat Alat Bukti Visum Et Repertum ................................ 63

G. Tindak Pidana Penganiayaan............................................... 64

1. Pengertian Tindak Pidana Penganiayaan ...................... 64

2. Unsur-Unsur Tindak Pidana Penganiayaan .................. 65

BAB III METODE PENELITIAN

A. Metode Pendekatan ............................................................. 69

B. Spesifikasi Penelitian........................................................... 69

C. Sumber Data ........................................................................ 69

D. Metode Pengumpulan Data ................................................. 70

E. Metode Penyajian Data........................................................ 71

F. Metode Analisis Data .......................................................... 71

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian.................................................................... 72

B. Pembahasan ......................................................................... 84

BAB V PENUTUP

A. Simpulan.............................................................................. 111

B. Saran .................................................................................... 112

DAFTAR PUSTAKA

x  

Page 10: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

ABSTRAK

Penelitian ini mengambil judul Kekuatan Pembuktian Visum Et Repertum dalam Tindak Pidana Penganiayaan yang dilakukan Sutrisno (Tinjauan Yuridis terhadap Putusan No :179/Pid.b/2013/PN.Kdr.)

Permasalahan pada penelitian ini adalah bagaimana Kekuatan Pembuktian Visum Et Repertum dalam Tindak Pidana Penganiayaan yang dilakukan Sutrisnoserta bagaimana pertimbangan hukum hakim dalam Tindak Pidana Penganiayaan yang dilakukan Sutrisno.

Untuk membahas permasalahan tersebut, maka metode yang digunakan adalah yuridis normatif, dengan sumber data berupa data sekunder. Data disajikan dalam bentuk uraian yang di susun secara sistematis dengan analisis kualitatif.

Hasil Penelitian ini Kekuatan Pembuktian Visum Et Repertum dalam Tindak Pidana Penganiayaan yang dilakukan Sutrisno (Tinjauan Yuridis terhadap Putusan No :179/Pid.b/2013/PN.Kdr.) oleh karena Visum et Repertum tersebut dibuat oleh seorang ahli, yaitu, seorang dokter pada RS BHAYANGKARA Kota Kediri, sesuai dengan pasal 187 huruf c KUHAP, maka surat bukti tersebut dapat dijadikan sebagai alat bukti yang sah sehingga mempunyai kekuatan pembuktian yang sah.

Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana dalam Putusan No :179/Pid.b/2013/PN.Kdr, sudah adanya minimal dua alat bukti yaitu adanya keterangan saksi dan alat bukti surat berupa Visum et Repertum No. VER/96/V/2013/Rumkit dan juga sudah dipertimbangkan keterangan terdakwa yang mengakui perbuatannya sehingga hakim memperoleh keyakinan bahwa terdakwa sebagai pelaku tindak pidana serta Majelis Hakim juga mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan terhadap terdakwa.

Kata kunci: Pembuktian, Visum Et Repertum , Penganiayaan

xi  

Page 11: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

ABSTRACT

This study takes the title Visum Et Repertum Strength of Evidence in Crime's persecution Sutrisno (Judicial Review against Decision No.: 179/Pid.b/2013/PN.Kdr.)

The problem in this study is how the Strength of Evidence Visum Et Repertum in Crime Sutrisno's persecution and how the legal reasoning of judges in Crime Sutrisno's persecution.

To address these problems, the method used is normative, the data sources in the form of secondary data. The data presented in the form of the description in the stacking systematically with qualitative analysis.

The results of this study Visum Et Repertum Strength of Evidence in Crime's persecution Sutrisno (Judicial Review of the Decision No.: 179/Pid.b/2013/PN.Kdr.) Because Visum et Repertum was made by an expert, ie, a physician the RS Bhayangkara Kediri, in accordance with article 187 c Criminal Code, the proof can be used as legal evidence that has probative force is legitimate.

Dropping Basic Considerations in Criminal Justice in Decision No: 179/Pid.b/2013/PN.Kdr, already the existence of at least two items of evidence, namely the testimony of witnesses and documentary evidence in the form of Visum et Repertum No.. VER/96/V/2013/Rumkit and also considered the testimony of the defendant confessed to the judge that the conviction gained as a criminal defendant and the judges also consider aggravating and relieve the defendant.

 Keywords: Evidence, Visum Et Repertum, Persecution

  

 

 

 

xii  

Page 12: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Proses pembuktian memegang peran yang sangat penting dalam

penyelesaian suatu tindak pidana dimuka persidangan pengadilan. Penerapan

hukum materil dalam kasus – kasus kongkrit yang dihadapi dipengadilan,

kasus mecerminkan atau mewujudkan keadilan prosedural disamping keadilan

substantife, artinya Hakim dalam menerapkan ketentuan hukum materil harus

berdasarkan ketentuan hukum acara pidana, oleh karena itu dikatakan bahwa

ketentuan hukum acara pidana bertujuan untuk mempertahankan hukum

pidana materil. Fungsi hukum acara pidana menurut van Bemmelen adalah :

1. Mencari dan menemukan kebenaran (materil).

2. Pemberian keputusan oleh hakim.

3. Pelaksanaan keputusan hakim.1

Berdasarkan pendapat tersebut hukum acara pidana dalam rangka

penegakan hukum pidana menduduki peran yang sangat penting dan

menentukan, khususnya dalam rangka mencari dan menemukan kebenaran

materil.

Usaha-usaha yang dilakukan untuk mencari kebenaran materiil suatu

perkara pidana dimaksudkan untuk menghindari adanya kekeliruan dalam

penjatuhan pidana terhadap diri seseorang, hal ini sebagaimana ditentukan

                                                            1Andi Hamzah,.2005. Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia hal.18.  

  

Page 13: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

2

dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Ketentuan Pokok

Kekuasaan Kehakiman Pasal 1 ayat 2 yang menyatakan

“ Mahkamah Agung adalah pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.

Dengan adanya ketentuan perundang-undangan diatas, maka dalam proses

penyelesaian perkara pidana penegak hukum wajib mengusahakan

pengumpulan bukti maupun fakta mengenai perkara pidana yang ditangani

dengan selengkap mungkin. Di dalam usaha memperoleh bukti-bukti yang

diperlukan guna kepentingan pemeriksaan suatu perkara pidana, seringkali

para penegak hukum dihadapkan pada suatu masalah atau hal-hal tertentu

yang tidak dapat diselesaikan sendiri dikarenakan masalah tersebut berada di

luar kemampuan atau keahliannya. Dalam hal demikian maka bantuan seorang

ahli sangat penting diperlukan dalam rangka mencari kebenaran materiil

selengkap-lengkapnya bagi para penegak hukum tersebut.

Menurut ketentuan hukum acara pidana di Indonesia, mengenai

permintaan bantuan tenaga ahli diatur dan disebutkan didalam KUHAP.

Untuk permintaan bantuan tenaga ahli pada tahap penyidikan disebutkan

pada Pasal 120 ayat (1) KUHAP , yaitu

“ Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta pendapat orang ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus”.

Sedangkan untuk permintaan bantuan keterangan ahli pada tahap

pemeriksaan persidangan, terdapat pada Pasal 180 ayat (1) KUHAP menyatakan:

“ Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di sidang pengadilan, hakim ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan dapat pula minta agar diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan”.

  

Page 14: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

3

Mengenai keterangan ahli sebagaimana disebutkan dalam kedua pasal

KUHAP diatas, diberikan pengertiannya pada Pasal 1 butir ke-28 KUHAP,

yang menyatakan :

“Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan”.

Terkait dengan bantuan keterangan ahli yang diperlukan dalam proses

pemeriksaan suatu perkara pidana, maka bantuan ini pada tahap penyidikan

juga mempunyai peran yang cukup penting untuk membantu penyidik mencari

dan mengumpulkan bukti-bukti dalam usahanya menemukan kebenaran

materiil suatu perkara pidana. Dalam kasus-kasus tertentu, bahkan penyidik

sangat bergantung terhadap keterangan ahli untuk mengungkap lebih jauh

suatu peristiwa pidana yang sedang ditanganinya. Kasus-kasus tindak pidana

seperti pembunuhan, penganiayaan dan perkosaan merupakan contoh kasus

dimana penyidik membutuhkan bantuan tenaga ahli seperti dokter ahli

forensik atau dokter ahli lainnya untuk memberikan keterangan medis tentang

kondisi korban yang selanjutnya cukup berpengaruh bagi tindakan penyidik

dalam mengungkap lebih lanjut kasus tersebut.

Keterangan ahli yang dimaksud yaitu keterangan dari dokter yang

dapat membantu penyidik dalam memberikan bukti. Bukti tersebut berupa

keterangan medis yang sah dan dapat dipertanggung jawabkan mengenai

keadaan korban, terutama terkait dengan pembuktian adanya tanda-tanda

kekerasan. Keterangan dokter yang dimaksudkan tersebut dituangkan secara

  

Page 15: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

4

tertulis dalam bentuk surat hasil pemeriksaan medis yang disebut dengan

visum et repertum.

Visum et repertum dalam pengungkapan suatu kasus, menunjukkan

peranan yang cukup penting bagi tindakan pihak kepolisian selaku aparat

penyidik. Pembuktian terhadap unsur tindak pidana dari hasil pemeriksaan

yang termuat dalam visum et repertum, menentukan langkah yang diambil

pihak kepolisian dalam mengusut suatu kasus.

Keberadaan Visum et Repertum sungguh sangat penting, hal ini

dikarenakan ada bagian-bagian dalam hal pembuktian yang tidak dapat

dilakukan oleh penyidik khususnya penyidik Polri tanpa bantuan dari orang

yang ahli di bidangnya terutama bidang kedokteran. Sebagaimana yang kita

ketahui bersama, bidang kedokteran forensik sangat diperlukan dalam hal

tindak pidana yang berkaitan dengan tubuh, kesehatan dan nyawa manusia.

Tujuan utamanya tentu saja selaras dengan fungsi utama proses peradilan

pidana yaitu mencari kebenaran sejauh yang dapat dilakukan oleh manusia

dengan tetap menjaga dan menghormati hak dari tersangka maupun hak dari

seorang terdakwa.

Yang menjadi salah satu alat bukti dalam tindak pidana penganiayaan

iniadalah Visum Et Repertum Rumah Sakit Bhayangkara Kediri No. VER / 96

/ V/ 2013 / Rumkityang dibuat dan ditandatangai oleh dr. T Wahyudi W

Dokter Pada Rumah Sakit Bhayangkara Kediri, yang telah melakukan

pemeriksaan pada hari Selasa tanggal 28 Mei 2013 dengan hasil pemeriksaan

Kepala terdapat gigi seri pertama kiri atas lepas serta saat dilakukan

  

Page 16: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

5

pemeriksaan didapatkan gigi seri pertama kiri atas lepas diduga akibat

persentuhan tumpul, oleh karena itu mendorong Penulis melakukan penelitian

dengan judul Kekuatan Pembuktian Visum Et Repertum Dalam Tindak

Pidana Penganiayaan Yang Dilakukan Sutrisno (Tinjauan Yuridis

Terhadap Putusan No:179/Pid.B/2013/PN.Kdr)

B. Rumusan Permasalahan

Berdasarkan hal-hal yang telah di uraikan di atas, maka penulis

merumuskan suatu permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana kekuatan pembuktian Visum Et Repertum dalam tindak Pidana

penganiayaan yang dilakukan Sutrisno dalam Putusan Nomor:

179/Pid.B/2013/PN.Kdr?

2. Bagaimanakah pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan pidana

dalam Putusan Nomor: 179/Pid.B/2013/PN.Kdr?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui kekuatan pembuktian Visum Et Repertum dalam tindak

Pidana penganiayaan yang dilakukan Sutrisno dalam Putusan Nomor:

179/Pid.B/2013/PN.Kdr?

2. Untuk mengetahui dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana

dalam Putusan Nomor: 179/Pid.B/2013/PN.Kdr.

  

Page 17: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

6

D. Kegunaan Penelitian

1. Kegunaan Teoritis

Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan

sumbangan pemikiran sekaligus sebagai bahan infomasi, dokumentasi

kepada kalangan akademisi dan juga masyarakat luas tentang kekuatan

pembuktian Visum Et Repertum dalam tindak Pidana penganiayaan yang

dilakukan oleh Sutrisno dalam Putusan Nomor: 179/Pid.B/2013/PN.Kdr.

2. Kegunaan Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi aparat

penegak hukum, praktisi maupun akademisi dalam rangka memberi

pengetahuan tentang kekuatan pembuktian Visum Et Repertum dalam

tindak Pidana penganiayaan yang dilakukan Sutrisno dalam Putusan

Nomor: 179/Pid.B/2013/PN.Kdr.

  

Page 18: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Hukum Acara Pidana

Hukum acara pidana tidak dapat dilepaskan dari hukum pidana, karena

keduanya mempunyai hubungan yang sangat erat dan saling terkait. Untuk

mengetahui arti hukum acara pidana maka harus mengetahui dahulu tentang

hukum pidana. Hukum pidana dibedakan menjadi dua, yaitu :

a. Hukum pidana materiil yang berisi petunjuk dan uraian tentang delik, peraturan tentang syarat-syarat dapat dipidananya sesuatu perbuatan, petunjuk tentang orang yang dapat dipidana dan aturan tentang pemidanaan, dan mengatur kepada siapa dan bagaimana pidana itu dapat dijatuhkan.

b. Hukum pidana formil yang mengatur bagaimana Negara melalui alat-alatnya melaksanakan haknya untuk memidana dan menjatuhkan pidana.2

Pengertian hukum acara pidana tidak secara jelas didefinisikan di

dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP),

hanya memberikan pengertian-pengertian mengenai bagian-bagian dari

hukum acara pidana, seperti penyelidikan, penyidikan, penangkapan, upaya

hukum, penyitaan, penggeledahan, dan lain-lain.

Untuk memahami apa hukum acara pidana itu, maka di bawah ini ada

beberapa definisi hukum acara pidana menurut para sarjana, diantaranya

adalah sebagai berikut :

                                                            2Andi Hamzah. Hukum Acara Pidana Indonesia (Edisi Revisi). Jakarta: Sinar Grafika. 2001. Hal. 4.

  

Page 19: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

8

J. Dc Bosch Kemper3

Hukum Acara Pidana adalah sejumlah asas-asas dan peraturan-peraturan, undang-undang yang mengatur hak Negara untuk menghukum bilamana Undang-undang pidana itu dilanggar.

R. Soesilo4

Hukum Acara Pidana adalah hukum yang mengatur tentang cara bagaimana mempertahankan atau menyelenggarakan hukum pidana materiil, sehingga memperoleh kaputusan hakim dan cara bagaimana isi putusan itu harus dilakukan.

“Menurut Van Bemmelen5

Seperti yang dikutip oleh R. Atang Ranoemihardjo menyatakan bahwa kedua definisi di atas agak sempit dan kurang tepat, sebab keduanya menitikberatkan kepada cara bagaimana hukum pidana materiil harus dilaksanakan dan karenanya diabaikan tugas utama dari hukum acara pidana yaitu mencari dan mendapatkan kebenaran selengkap-lengkapnya, tentang apakah perbuatan itu terjadi dan siapakah yang dapat dipersalahkan. Jadi dapat dikatakan tidak tepat karena hukum acara pidana tidak selalu dapat melaksanakan hukum pidana materiil”.

Sedangkan menurut Van Bemmelen seperti yang dikutip Andi

Hamzah6, mengatakan bahwa pengertian Hukum Acara Pidana adalah :

“Ilmu yang mempelajari peraturan-peraturan yang diciptakan Negara, karena adanya dugaan terjadi pelanggaran Undang-Undang pidana, yaitu sebagai berikut: 1. Negara melalui alat-alatnya menyidik kebenaran; 2. Sedapat mungkin menyidik pelaku perbuatan itu; 3. Mengambil tindakan-tindakan yang perlu guna menangkap si

pembuat dan kalau perlu menahannya; 4. Mengumpulkan bahan-bahan bukti (bewijsmateriaal) yang telah

diperoleh pada penyidikan kebenaran guna dilimpahkan kepada hakim dan membawa terdakwa ke depan hakim tersebut;

                                                            3 Andi Hamzah, Bungan Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1986,Hal 16. 4 R Soesilo, Hukum Acara Pidana (Prosedur Penyelesaian Perkara Pidana menurut KUHAP bagi penegak Hukum), Bogor: Politeria, 1982. Hal 3 5 R. Atang Ranoemihardjo. Ilmu Kedokteran Kehakiman (forensic Science). Bandung: Tarsito. 1983. Hal. 11. 6 Andi Hamzah.Opcit.Hal. 6.

  

Page 20: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

9

5. Hakim memberikan keputusan tentang terbukti tidaknya perbuatan yang dituduhkan kepada terdakwa dan untuk itu menjatuhkan pidana atau tindakan tata tertib;

6. Upaya hukum untuk melawan keputusan tersebut; 7. Akhirnya melaksanakan keputusan tentang pidana dan tindakan

tata tertib”.

Definisi yang diberikan oleh Van Bemmelen7 dikatakan lebih lengkap dan tepat karena dalam definisi tersebut merinci pula substansi hukum acara pidana seperti disebutkannya tahap penyelidikan, tahap penyidikan, tahap penuntutan, sampai pada proses di pengadilan. Jadi bukan permulaan dan akhirnya saja.

 

Pengertian hukurn acara pidana sebagaimana dikemukakan oleh para

sarjana, pada hakekatnya tujuan yang hendak dicapai oleh ketentuan hukum

acara pidana adalah mencari dan mendapatkan kebenaran dari suatu perkara

pidana.

Menurut R. Soesilo8, tujuan dari hukum acara pidana adalah sebagai

berikut:

“Tujuan hukum acara pidana pada hakekatnya memang mencari kebenaran. Para penegak hukum mulai dari polisi, jaksa sampai pada hakim dalam menyelidiki, menuntut dan mengadili perkara senantiasa harus berdasarkan kebenaran, harus mendasarkan hal-hal yang sungguh-sungguh terjadi. Untuk itu dibutuhkan petugas-petugas yang selain berpengalaman luas, berpendidikan yang bermutu dan berotak yang cerdas, juga berkepribadian yang tangguh, yang kuat mengelakkan dan menolak segala godaan.”

B. Azas-azas Hukum Acara Pidana

Kitab Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara

Pidana (KUHAP) mengatur perlindungan terhadap keluhuran harkat serta

martabat manusia yang telah diletakkan di dalam undang-undang, baik pada

                                                            7 Andi Hamzah.Opcit.Hal. 6. 8Ibid. Hal. 19.

  

Page 21: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

10

waktu pemeriksaan permulaan maupun pada waktu persidangan pengadilan.

Terdapat asas-asas dalam hukum acara pidana yang menjadi patokan hukum

sekaligus merupakan tonggak pedoman bagi instansi jajaran aparat penegak

hukum dalam menerapkan pasal-pasal KUHAP.

Makna asas-asas hukum itu sendiri merupakan ungkapan hukum yang

bersifat umum. Sebagian berasal dari kesadaran hukum serta keyakinan

kesusilaan atau etis kelompok manusia dan sebagian yang lain berasal dari

pemikiran dibalik peraturan undang-undang serta Yurisprudensi. Rumusan

pengertian asas-asas hukum yang demikian itu konsekuensinya adalah

kedudukan asas itu menjadi unsur pokok dan dasar yang penting dari

peraturan hukum.

Asas-asas penting yang terdapat dalam Hukum Acara Pidana :

a. Asas Peradilan Cepat, Sederhana dan Biaya Ringan

Asas Peradilan Cepat, Sederhana dan Biaya Ringan adalah suatu

asas dimana suatu proses peradilan diharapkan dapat dilaksanakan secara

cepat dan sederhana sehingga biayanyapun ringan, sehingga tidak

menghabiskan anggaran Negara terlalu besar dan tidak memberatkan pada

pihak yang berperkara.

Tekanan pada peradilan cepat atau lazim disebut contante justitie

semakin ditekankan dalamUndang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang

Hukum Acara Pidana (KUHAP), dalam penjelasan umum butir 3 e

dikatakan:

  

Page 22: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

11

“Peradilan yang harus dilakukan dengan cepat, sederhana dan biaya ringan serta bebas, jujur dan tidak memihak harus diterapkan secara konsekuen dalam seluruh tingkat peradilan.” Penjelasan umum tersebut dijabarkan dalam banyak pasal

dalamUndang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana

(KUHAP), misalnya Pasal-pasal 24 ayat (4), 25 ayat (4), 26 ayat (4), 27

ayat (4), 28 ayat (4). Umumnya dalam pasal-pasal tersebut dimuat

ketentuan bahwa jika telah lewat waktu penahanan seperti tercantum dalam

ayat sebelumnya, maka penyidik, penuntut umum dan hakim harus sudah

mengeluarkan tersangka atau terdakwa dari tahanan demi hukum. Hal ini

mendorong penyidik, penuntut umum dan hakim untuk mempercepat

penyelesaian perkara tersebut.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara

Pidana (KUHAP) Pasal 50 juga mengatur tentang hak tersangka dan

terdakwa untuk “segera” diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang

dimengerti olehnya tentang apa yang disangkakan kepadanya pada waktu

di mulai pemeriksaan, ayat (1), segera perkaranya diajukan ke pengadilan

oleh penuntut umum, ayat (2), segera diadili oleh pengadilan, ayat (3).

Pasal 102 ayat (1) KUHAP juga mengatakan penyelidik yang

menerima laporan atau pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa yang

patut diduga merupakan tindak pidana wajib “segera” melakukan tindakan

penyelidikan yang diperlukan. Selain bagi penyelidik berlaku juga bagi

penyidik dalam hal yang sama, penyidik juga harus segera menyerahkan

hasil penyidikannya kepada penuntut umum. Penuntut umumpun menurut

  

Page 23: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

12

Pasal 140 ayat (1) KUHAP diperintahkan untuk secepatnya membuat surat

dakwaan. Dari pasal-pasal tersebut dapat diketahui bahwa KUHAP

menghendaki peradilan yang cepat, sederhana dan biaya ringan.

MenurutYahya Harahap9 menjabarkan mengenai asas sederhana dan biaya ringan adalah sebagai berikut : 1) Penggabungan pemeriksaan perkara dengan tuntutan ganti rugi

yang bersifat perdata oleh seorang korban yang mengalami kerugian sebagai akibat langsung dari tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa.

2) Pembatasan penahanan dengan memberi sanksi dapat dituntut ganti rugi pada sidang praperadilan, tidak kurang artinya sebagai pelaksana dari prinsip menyederhanakan proses penahanan.

3) Demikian juga peletakan asas diferensiasi fungsional, nyata-nyata member makna menyederhanakan penanganan fungsi dan wewenang penyidikan, agar tidak terjadi penyidikan bolak-balik, tumpang tindih atau overlappingdan saling bertentangan.

b. Asas Praduga Tak Bersalah (Presumption of innocence).

Asas Praduga Tak Bersalah (presumption of innocence) adalah asas

yang wajib menganggap bahwa setiap orang yang disangka, ditangkap,

ditahan, dituntut dan atau dihadapkan di muka sidang pengadilan tidak

bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan

kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap.

Asas ini disebutkan dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 48 Tahun

2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dan juga dalam Penjelasan Umum

butir 3 huruf c yang merumuskan :

“Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapankan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak

                                                            9 M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP (Jilid I)., Jakarta : Pustaka Kartini, 2001, Hal 54.

  

Page 24: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

13

bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap.”

Menurut M. Yahya Harahap10 menyatakan pendapatnya yaitu :

“Asas praduga tak bersalah ditinjau dari segi teknis yuridis ataupun dari segi teknis penyidikan dinamakan “prinsip akusatur”. Prinsip akusatur menemspatkan kedudukan tersangka/terdakwa dalam setiap tingkat pemeriksaan adalah sebagai subjek, bukan objek pemeriksaan, karena itu tersangka/terdakwa harus didudukan atau diperlakukan dalam kedudukan manusia yang mempunyai harkat martabat harga diri. Sedangkan yang menjadi objek pemeriksaan dalam prinsip akusatur adalah kesalahan (tindakan pidana), yang dilakukan oleh tersangka/terdakwa. Karena itulah pemeriksaan ditujukan”.

c. Asas Oportunitas

Hukum acara pidana mengenal suatu badan yang khusus diberi

wewenang untuk melakukan penuntutan pidana ke pengadilan yang disebut

penuntut umum. Hakim tidak dapat meminta supaya suatu delik diajukan

kepadanya, jadi hakim hanya menunggu saja penuntutan dari penuntut

umum karena penuntut umum memiliki hak penuntutan, dalam hubungan

dengan hak penuntutan dikenal dua asas yaitu asas legalitas dan asas

oportunitas.

Asas Oportunitas adalah adanya hak yang dimiliki oleh penuntut

umum untuk tidak menuntut ke Pengadilan atas seseorang. Di Indonesia

wewenang ini hanya diberikan pada kejaksaan (Pasal 6 butir a dan b serta

Pasal 137 sampai dengan Pasal 144 KUHAP).

Pasal 6 butir a dan b Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang

Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyebutkan :

                                                            10Ibid. Hal. 38. 

  

Page 25: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

14

a. Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undangundangini untuk bertindak sebagai penuntut umum sertamelaksanakan putusan pengadilan yang telah memperolehkekuatan hukum tetap.

b. Penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang olehundang-undang ini untuk melakukan penuntutan danmelaksanakan penetapan hakim.

Pasal 137 sampai dengan Pasal 144 Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyebutkan :

Pasal 137 Penuntut umum berwenang melakukan penuntutan terhadap siapapun yangdidakwa melakukan suatu tindak pidana dalam daerah hukumnya dengan'melimpahkan perkara ke pengadilan yang berwenang mengadili.

Pasal 138 (1) Penuntut umum setelah menerima hasil penyidikan dari penyidik

segera mempelajari dan menelitinya dan dalam waktu tujuh hari wajib memberitahukan kepada penyidik apakah hasil penyidikan itu sudah lengkap atau belum.

(2) Dalam hal hasil penyidikan ternyata belum lengkap, penuntut umum mengembalikan berkas perkara kepada penyidik disertai petunjuk tentang hal yang harus dilakukan untuk dilengkapi dan dalam waktu empat belas hari sejak tanggal penerimaan berkas, penyidik harus sudah menyampaikan kembali berkas perkara itu kepada penuntut umum.

Pasal 139 Setelah penuntut umum menerima atau menerima kembali hasil penyidikan yang lengkap dari penyidik, ia segera, menentukan apakah berkas perkara itu sudah memenuhi persyaratan untuk dapat atau tidak dilimpahkan ke pengadilan.

Pasal 140 (1) Dalam hal penuntut umum berpendapat bahwa dari hasil

penyidikandapat dilakukan penuntutan, ia dalam waktu secepatnya membuat surat dakwaan.

(2) a. Dalam hal penuntut umum memutuskan untuk menghentikan penuntutan karena tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana atau perkara ditutup demi hukum, penuntut umum menuangkan hal tersebut dalam surat ketetapan.

b. Isi surat ketetapan tersebut diberitahukan kepada tersangkadan bila ia ditahan, wajib segera dibebaskan.

  

Page 26: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

15

c. Turunan surat ketetapan itu wajib disampaikan kepadatersangka atau keluarga atau penasihat hukum, pejabat rumah tahanan negara, penyidik dan hakim.

d. Apabila kemudian ternyata ada alasan baru, penuntut umumdapat melakukan penuntutan terhadap tersangka.

Pasal 141 Penuntut umum dapat melakukan penggabungan perkara dan membuatnyadalam satu surat dakwaan, apabila pada waktu yang sama atau hampirbersamaan ia menerima beberapa berkas perkara dalam hal: a. beberapa tindak pidana yang dilakukan oleh seorang yang sama

dankepentingan pemeriksaan tidak menjadikan halangan terhadappenggabungannya;

b. beberapa tindak pidana yang bersangkut-paut satu dengan yang lain;

c. beberapa tindak pidana yang tidak bersangkut-paut satu dengan yanglain, akan tetapi yang satu dengan yang lain itu ada hubungannya,yang dalam hal ini penggabungan tersebut perlu bagi kepentinganpemeriksaan.

Pasal 142 Dalam hal penuntut umum menerima satu berkas perkara yang memuatbeberapa tindak pidana yang dilakukan oleh beberapa orang tersangka yangtidak termasuk dalm ketentuan Pasal 141, penuntut umum dapat melakukanpenuntutan terhadap masing-masing terdakwa secara terpisah.

Pasal 143 (1) Penuntut umum melimpahkan perkara ke pengadilan negeri

denganpermintaan agar. segera mengadili perkara tersebut disertai dengansurat dakwaan.

(2) Penuntut umum membuat surat dakwaan yang diberi tanggal danditandatangani serta berisi :

a. nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan tersangka;

b. uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidanayang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan.

(3) Surat dakwaan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b batal demi hukum.

(4) Turunan surat pelimpahan perkara beserta surat dakwaan disampaikan kepada tersangka atau kuasanya atau penasihat hukumnya dan penyidik, pada saat yang bersamaan dengan

  

Page 27: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

16

penyampaian surat pelimpahan perkara tersebut ke pengadilan negeri.

Pasal 144 (1) Penuntut umum dapat mengubah surat dakwaan sebelum

pengadilan menetapkan hari sidang, baik dengan tujuan untuk menyempurnakan maupun untuk tidak melanjutkan penuntutannya.

(2) Pengubahan surat dakwaan tersebut dapat dilakukan hanya satu kali selambat-lambatnya tujuh hari sebelum sidang dimulai.

(3) Dalam hal penuntut umum mengubah surat dakwaan ia menyampaikan turunannya kepada tersangka atau penasihat hukum dan penyidik.

Sebagai kebalikan dari asas ini adalah asas legalitas, asas ini

mengandung arti bahwa jaksa penuntut umum tidak diwajibkan untuk

melakukan penuntutan terhadap seseorang jika kepentingan umum akan

dirugikan.

A.Z. Abidin Farid11 memberi perumusan tentang asas oportunitas

sebagai berikut :

“Asas hukum yang memberikan wewenang kepada Penuntut Umum untuk menuntut atau tidak menuntut dengan atau tanpa syarat seseorang atau korporasi yang telah mewujudkan delik demi kepentingan hukum.”

d. Asas Pemeriksaan Pengadilan Terbuka Untuk Umum

Asas Pemeriksaan Pengadilan Terbuka Untuk Umum ialah asas yang

memerintahkan bahwa dalam tahap pemeriksaan, pengadilan terbuka untuk

umum maksudnya yaitu boleh disaksikan dan diikuti oleh siapapun, kecuali

dalam perkara yang menyangkut kesusilaan dan perkara yang terdakwanya

anak-anak.

                                                            11 A.Z. Abidin Farid, Sejarah dan Perkembangan Asas Opportunitas di Indonesia, Ujung

Pandang: UNHAS, 1981. Hal. 12.

  

Page 28: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

17

Asas ini terdapat dalam Pasal 153 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang merumuskan

sebagai berikut :

“Untuk keperluan pemeriksaan, Hakim Ketua Sidang membuka sidang dan menyataka terbuka untuk umum kecuali dalam perkara mengenai kesusilaan atau terdakwanya anak-anak”.

Uraian di atas mengemukakan bahwa saat membuka sidang hakim

ketua harus menyatakan “sidang terbuka untuk umum”. Pelanggaran atas

ketentuan ini atau tidak dipenuhinya ketentuan ini mengakibatkan putusan

pengadilan “batal demi hukum” (Pasal 153 ayat (4) KUHAP) ada

pengecualian dalam ketentuan ini yaitu sepanjang mengenai perkara yang

menyangkut kesusilaan atau terdakwanya adalah anak-anak, yang dalam hal

ini persidangan dapat dilakukan dengan pintu tertutup.

Andi Hamzah12 berpendapat mengenai hal ini bahwa :

“Seharusnya kepada hakim diberikan kebebasan untuk menentukan sesuai situasi dan kondisi apakah sidang terbuka atau tertutup untuk umum. Sebenarnya hakim dapat menetapkan apakah suatu sidang dinyatakan seluruhnya atau sebagiannya tertutup untuk umum yang artinya persidangan dilakukan di belakang pintu tertutup. Pertimbangan tersebut sepenuhnya diserahkan kepada hakim. Hakim melakukan itu berdasarkan jabatannya atau atas permintaan penuntut umum dan terdakwa. Saksi pun dapat mengajukan permohonan agar sidang tertutup untuk umum dengan alasan demi nama baik keluarganya. Misalnya dalam kasus perkosaan, saksi korban memohon agar sidang tertutup untuk umum agar ia bebas memberikan kesaksiannya”.

e. Semua Orang Diperlakukan Sama di Depan Hukum

Asas semua orang diperlakukan sama di depan hukum maksudnya

ialah hukum tidak membeda-bedakan siapapun tersangkanya atau apapun

jabatannya dalam melakukan pemeriksaan.

                                                            12 Andi Hamzah.Opcit.Hal. 18. 

  

Page 29: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

18

Romli Atmasasmita13 dalam bukunya mengatakan bahwa :

“Asas persamaan di muka hakim tidak secara eksplisit tertuang dalam KUHAP, akan tetapi asas ini merupakan bagian yang tak terpisahkan dari KUHAP. Ditempatkannya asas ini sebagai satu kesatuan menunjukan bahwa betapa pentingnya asas ini dalam tata kehidupan Hukum Acara Pidana di Indonesia.”

Asas yang umum dianut di negara-negara yang berdasarkan hukum

ini tegas tercantum pula dalam Undang-Undang Pokok Kekuasaan

Kehakiman Pasal 5 ayat (1) dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dalam penjelasan umum butir 3a.

Pasal 5 ayat (1) tersebut merumuskan :

“Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang.”14

f. Asas Peradilan Dilakukan Oleh Hakim Karena Jabatannya dan Tetap

Asas ini berarti bahwa pengambilan keputusan salah tidaknya

terdakwa dilakukan oleh hakim karena jabatannya dan bersifat tetap.

Hakim-hakim tersebut diangkat oleh kepala negara secara tetap. Ini disebut

dalam Pasal 31 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan

Kehakiman yang merumuskan :

“Sistem hakim yang tetap di Indonesia mengikuti sistem di negeri Belanda yang dahulu menganut sistem juri, tetapi sejak tahun 1813 dihapuskan. Sebaliknya Perancis sejak revolusi meniru sistem itu dari Inggris. Karena banyaknya kelemahan-kelemahan sistem itu maka Jerman juga tidak menganutnya.”

Menurut D. Simons15 sebagaimana dikutip dalam bukunya Andi

Hamzah, menyatakan sebagai berikut:

                                                            13 Romli Atmasasmita, Bunga Rampai Hukum Acara Pidana, Jakarta : Bina Cipta, 1983.hal.30. 14 Ibid. Hal. 20.

  

Page 30: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

19

“Sistem hakim yang tetap di Indonesia mengikuti sistem di Negara Belanda yang dahulu juga menganut sistem juri pula, tetapi sejak tahun 1813 dihapuskan. Sebaliknya Perancis sejak revolusi meniru sistem itu dari Inggris. Karena banyaknya kelemahan-kelemahan sistem tersebut maka Jerman juga tidak menganutnya.”

g. Asas Tersangka / Terdakwa Berhak Mendapat Bantuan Hukum

Asas berhak mendapat bantuan hukum bagi tersangka atau terdakwa

adalah suatu upaya yang secara filosifi melindungi hak asasi manusia dari

diri tersangka maupun terdakwa dalam suatu perkara untuk memperoleh

bantuan hukum dari seorang penasehat hukum.

Ketentuan Pasal 69 sampai dengan Pasal 74 Undang-Undang Nomor

8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) diatur tentang

bantuan hukum dimana tersangka / terdakwa mendapat kebebasan-

kebebasan yang sangat luas. Kebebasan-kebebasan itu antara lain sebagai

berikut :

a.) Bantuan Hukum dapat diberikan sejak saat tersangka ditangkap atau ditahan.

b.) Bantuan hukum dapat diberikan pada semua tingkat pemeriksaan. c.) Penasihat hukum dapat menghubungi tersangka / terdakwa pada semua

tingkat pemeriksaan pada setiap waktu. d.) Pembicaraan antara penasihat hukum dan tersangka tidak didengar oleh

penyidik dan penuntut umum, kecuali pada delik yang menyangkut keamanan negara.

e.) Turunan berita acara diberikan kepada tersangka atau penasihat hukum guna kepentingan pembelaan.

f.) Penasihat hukum berhak mengirimkan dan menerima surat dari tersangka / terdakwa.16

Pembatasan-pembatasan hanya dikenakan apabila penasihat hukum

menyalahgunakan hak-hak tersebut. Kebebasan-kebebasan ini hanya dari                                                               

15M Yahya Harahap.Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Penyelidikan dan Penuntutan. Jakarta: Sinar Grafika . 2001.hal. 22. 16 Andi Hamzah. Opcit.Hal. 21.

  

Page 31: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

20

segi yuridis semata-mata, bukan dari segi politis, social, dan ekonomi. Segi-

segi yang disebut terakhir ini juga menjadi penghambat pelaksanaan

bantuan hukum yang merata.

Menurut Adnan Buyung Nasution17

“setiap periode sejarah dengan sistem politiknya tersendiri, telah banyak memberikan pengaruh atas masalah ini. Persoalannya bertambah rumit apabila kita melihat dari sudut ekonomi, disebabkan oleh kemiskinan yang merembes luas, tingkat tuna huruf tinggi dan keadaan kesehatan yang memburuk.”

h. Asas Akusator dan Inkisitor (Accusatoir dan Inquisitor)

Asas akusator mempunyai arti bahwa menempatkan kedudukan

Terdakwa sebagai subyek pemeriksaan, terdakwa tidak lagi dipandang

sebagai obyek. Sedangkan pemahaman dalam asas inkisitor, terdakwa

dipandang sebagai obyek pemeriksaan. Asas inkisitor ini sesuai dengan

pandangan bahwa pengakuan tersangka merupakan alat bukti terpenting,

sehingga untuk mendapatkan pengakuan dari tersangka sering digunakan

tindakan kekerasan ataupun penganiayaan.

Asas akusatoir ini telah ditunjukkan dalam Pasal 54 Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang berisi

ketentuan untuk memberikan kebebasan kepada tersangka maupun

terdakwa untuk mendapatkan penasehat hukumnya.

Pasal 54 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum

Acara Pidana (KUHAP) menyebutkan bahwa :

“Guna kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tatacara yang ditentukan dalam undang-undang ini.”

                                                            17Andi Hamzah. Loc.Cit. Hal. 21. 

  

Page 32: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

21

Sesuai dengan hak-hak asasi manusia yang sudah menjadi ketentuan

universal, maka asas inkisitor ini telah ditinggalkan oleh banyak negeri

beradab. Hal ini terbukti dengan adanya hak memperoleh bantuan hukum

sejak awal pemeriksaan ditingkat penyidikan. Selain itu juga dibuktikan

dengan berubahnya pola sistem pembuktian di mana alat-alat bukti berupa

pengakuan diganti dengan “keterangan terdakwa”.

Dalam bukunya, Andi Hamzah18 mengatakan bahwa:

“Kebebasan memberi dan mendapatkan nasihat hukum menunjukan bahwa dengan KUHAP telah dianut asas akusator itu. Ini berarti perbedaaan antara pemeriksaan pendahuluan dan pemeriksaan sidang pengadilan pada asasnya telah dihilangkan.”

i. Asas Pemeriksaan Hakim Yang Langsung dan Lisan

Asas pemeriksaan hakim yang langsung dan lisan artinya yaitu,

dalam acara pemeriksaan pengadilan, pemeriksaan dilakukan oleh hakim

secara langsung kepada terdakwa dan saksi, ini berbeda dengan acara

perdata di mana tergugat dapat mewakili oleh kuasanya. Sedangkan arti

dari lisan sendiri yaitu pemeriksaan hakim bukan dilakukan secara tertulis

tetapi secara lisan antara hakim dan terdakwa.

Asas ini diatur dalam Pasal 153 ayat (2) dalamUndang-Undang

Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

menyebutkan bahwa :

a. Hakim ketua sidang memimpin pemeriksaan di sidang pengadilan yang dilakukan secara lisan dalam bahasa Indonesia yang dimengerti oleh terdakwa dan saksi.

                                                            18Andi Hamzah. Loc.Cit. Hal. 21.  

  

Page 33: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

22

b. Ia wajib menjaga supaya tidak dilakukan hal atau diajukan pertanyaan yang mengakibatkan terdakwa atau saksi memberikan jawaban secara tidak bebas.

Pemeriksaan di sidang pengadilan dilakukan oleh hakim secara

langsung, artinya langsung kepada terdakwa dan para saksi.Sedangkan

pemeriksaan hakim dilakukan secara lisan, artinya bukan tertulis antara

hakim dan terdakwa.

Pengecualian dari asas langsung adalah kemungkinan putusan

dijatuhkan tanpa hadirnya terdakwa, yaitu putusan verstek atau in absentia.

Bambang Poernom19 berpendapat bahwa :

“Pemeriksaan perkara pidana antara para pihak yang terlibat dalam persidangan harus dilakukan tidak secara tertulis tetapi harus dengan lisan atau satu sama lain agar dapat diperoleh keterangan yang benar dari yang bersangkutan tanpa tekanan dari pihak manapun. Tata cara pemeriksaan perkara pidana dengan mendengarkan keterangan langsung adalah memberikan kesempatan terutama kepada terdakwa untuk mengeluarkan pendapatnya atau jika perlu memberikan keterangan ingkar karena pada waktu pemeriksaan permulaan tidak bebas keterangannya yang diperiksa secara tertutup.”

C. Sistem Pembuktian dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang

Hukum Acara Pidana (KUHAP)

Pembuktian menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah proses,

perbuatan, cara membuktian, suatu usaha menentukan benar atau salahnya si

terdakwa dalam sidang pengadilan.

Membuktikan menurut Martiman Prodjohamidjojo20 yaitu:

                                                            19 Bambang Poernomo, Pola Teori dan Asas Umum Hukum Acara Pidana, Yogyakarta: Liberty, 1985.Hal. 79. 20Martiman Prodjohamidjojo. Sistem Pembuktian dan Alat-Alat Bukti.Jakarta:Ghalia Indonesia. 1983. Hal. 12.

  

Page 34: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

23

“Mengandung maksud dan usaha untuk menyatakan kebenaran adalah suatu peristiwa, sehingga dapat diterima oleh akal terhadap kebenaran peristiwa tersebut. Dalam hukum acara pidana, acara pembuktian adalah dalam rangka mencari kebenaran materiil dan KUHAP menetapkan tahapan dalam mencari kebenaran sejati yaitu melalui: 1. Penyidikan; 2. Penuntutan; 3. Pemeriksaan di persidangan; 4. Pelaksanaan, pengamatan, dan pengawasan. Sehingga acara pembuktian hanyalah merupakan salah satu fase dalam hukum acara pidana secara keseluruhan.”

1. Penyidikan Pasal 102 ayat (1) Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

menyebutkan :

“Penyelidik yang mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa yang 'patut diduga merupakan tindak pidana wajib segera melakukan tindakan penyelidikan yang diperlukan.”

2. Penuntutan

Pasal 137 Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

menyebutkan :

“Penuntut umum berwenang melakukan penuntutan terhadap siapapun yang didakwa melakukan suatu tindak pidana dalam daerah hukumnya dengan melimpahkan perkara ke pengadilan yang berwenang mengadili.”

3. Pemeriksaan di Persidangan

Pasal 145 ayat (1) Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

menyebutkan :

“Pemberitahuan untuk datang ke sidang pengadilan dilakukan secara sah, apabila disampaikan dengan surat panggilan kepada terdakwa di alamat tempat tinggalnya atau apabila tempat tinggalnya tidak diketahui, disampaikan di tempat kediaman terakhir.”

  

Page 35: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

24

4. Pelaksanaan, Pengawasan, dan Pengamatan Putusan Pengadilan

Pelaksanaan putusan pengadailan diatur dalam Pasal 270 Undang-

Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang menyebutkan bahwa :

“Pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dilakukan oleh jaksa, yang untuk itu panitera mengirimkan salinan surat putusan kepadanya.”

Pengawasan, dan pengamatan putusan pengadilan diatur dalam Pasal

277 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

yang menyebutkan bahwa :

(1) Pada setiap pengadilan harus ada hakim yang diberi tugas khusus untuk membantu ketua dalam melakukan pengawasan dan pengamatan terhadap putusan pengadilan yang menjatuhkan pidanaperampasan kemerdekaan.

(2) Hakim sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang disebut hakim pengawas dan pengamat, ditunjuk oleh ketua pengadilan untuk palinglama dua tahun.

Sistem atau teori pembuktian dalam mengungkap tindak pidana di

dalam hukum acara pidana terdapat beberapa macam, antara negara yang satu

dengan yang lain berbeda-beda terutama di negara-negara Eropa Kontinental

yang dianut Belanda, Perancis, dan di Indonesia sendiri yang menekankan

pada penilaian pembuktian ada ditangan hakim berbeda dengan negara-negara

Anglo Saxon yang dianut oleh Amerika Serikat yang menggunakan sistem juri

yang menentukan salah tidaknya terdakwa sedangkan hakim hanya memimpin

sidang dan menjatuhkan pidana.

Beberapa ajaran mengenai teori atau sistem pembuktian dalam hukum

acara pidana, yaitu :

  

Page 36: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

25

a. Sistem atau Teori Pembuktian Berdasarkan Undang-Undang Secara

Positif (Positive Wettelijk Bewijs Theorie)

Sistem atau teori pembuktian ini juga sering disebut dengan teori

pembuktian formal (formele bewijstheorie), teori pembuktian ini dikatakan

secara positif karena didasarkan kepada alat-alat pembuktian yang berupa

undang-undang atau peraturan tertulis yang artinya jika telah terbukti suatu

perbuatan sesuai dengan alat-alat bukti tersebut oleh undang-undang, maka

keyakinan hakim sudah tidak diperlukan lagi. Walau hakim tidak yakin

dengan kesalahan terdakwa tetapi perbuatannya sudah memenuhi syarat

dan ketentuan pembuktian menurut undang-undang maka sudah cukup

untuk menentukan kesalahan terdakwa. 21

Menurut D. Simons22seperti yang dikutip oleh Andi Hamzah:

“Sistem atau teori pembuktian berdasar undang-undang secara positif (positief wettelijk) ini berusaha untuk menyingkirkan semua pertimbangan subyektif hakim dan mengikat hakim secara ketat menurut peraturan-peraturan pembuktian yang keras. Dianut di Eropa pada waktu berlakunya asas inkisitor (inquisitoir) dalam acara pidana.”

Teori ini menekankan pada ketentuan perundangan sehingga hakim

hanya sebagai corong undang-undang yang hanya mengucapkan sesuai

dengan bunyi undang-undang yang terkait. Keuntungan dari sistem ini

adalah pembuktian bersifat obyektif yang artinya hakim wajib benar-benar

menerapkan mencari dan menemukan kebenaran mengenai salah atau

                                                            21 Yahya Harahap.Op.cit. Hal.257.  22 Andi Hamzah.Op.cit. Hal.251. 

  

Page 37: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

26

tidaknya terdakwa sesuai dengan cara pembuktian dengan alat-alat bukti

yang telah ditentukan undang-undang23.

b. Sistem atau Teori Pembuktian Berdasarkan Keyakinan Hakim Melulu

(Conviction-in Time)

M. Yahya Harahap24 berpendapat:

“Dalam sistem pembuktian berdasarkan keyakinan hakim melulu atau yang disebut juga sistem pembuktian conviction-in time, untuk menentukan salah atau tidaknya terdakwa semata-mata ditentukan oleh penilaian “keyakinan hakim”. Keyakinan hakim yang menentukan keterbuktian kesalahan terdakwa. Keyakinan diambil oleh hakim secara langsung dengan mengabaikan alat-alat bukti yang ada.”

Sistem pembuktian ini mendasarkan bahwa dalam memutus suatu

perkara pidana hakim mendasarkan pada hati nuraninya sendiri. Dalam hal

ini maka nilai pembuktian berada penuh ditangan hakim dan bersifat

subyektif karena segala sesuatunya itu hakim yang menentukan. Seorang

hakim dapat saja menjatuhkan putusan hanya dengan keyakinannya tanpa

melihat pembuktian melalui alat-alat bukti yang cukup dipersidangan

sehingga dapat timbul kemungkinan bahwa hakim dapat saja melepaskan

terdakwa dari tindak pidana yang dituduhkan kepadanya walaupun

dipersidangan telah cukup bukti kalau terdakwa benar-benar bersalah dan

hakim bisa saja memutus terdakwa bersalah atas dakwaan yang

didakwakan kepadanya walaupun dalam persidangan pembuktian

terdakwa tidak terbukti bersalah berdasarkan alat-alat bukti yang sah.

                                                            23 Andi Hamzah.Op.cit. Hal. 248. 24 Yahya Harahap.Op.cit. Hal.  256. 

  

Page 38: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

27

c. Sistem atau Teori Pembuktian Berdasarkan Keyakinan Hakim atas

Alasan yang Logis (Conviction Raisonee)

Sistem pembuktian berdasarkan keyakinan hakim atas alasan yang

logis hampir sama dengan teori pembuktian keyakinan melulu, akan tetapi

teori ini faktor kebebasan hakim lebih dibatasi dimana setiap keyakinan

hakim dalam memutus suatu perkara pidana harus berdasarkan alasan-

alasan yang jelas, hakim wajib menguraikan dan menjelaskan alasan-

alasan apa yang mendasari keyakinannya atas kesalahan terdakwa

sehingga bisa mengambil putusan tersebut. Keyakinan hakim harus

mendasar dengan alasan yang logis dan benar-benar dapat diterima secara

logika25.

“Sistem atau teori pembuktian atas alasan yang logis merupakan jalan tengah atau yang berdasar keyakinan hakim sampai batas tertentu ini terpecah kedua jurusan. Pertama, sistem atau teori pembuktian bebas karena hakim bebas untuk menyebut alasan-alasan keyakinannya (vreije bewijsheorie) yaitu pembuktian berdasar keyakinan hakim atas alasan yang logis (conviction raisonee) dan yang kedua teori pembuktian berdasarkan undang-undang secara negatif (negatief wettelijk bewijsteorie). Persamaan keduanya ialah keduanya sama berdasar atas keyakinan hakim, artinya terdakwa tidak mungkin dipidana tanpa adanya keyakinan hakim bahwa ia bersalah.sedangkan perbedaan keduanya adalah jika keyakinan hakim atas alasan yang logis pangkal tolaknya ada keyakian hakim sedangkan yang pembuktian berdasarkan undang-undang secara negatif pada ketentuan undang-undang. Kemudian pada yang pertama dasarnya ialah suatu konklusi yang tidak didasarkan undang-undang sedangkan pada yang kedua didasarkan kepada ketentuan undang-undang yang disebut secara limitatif.”26

                                                            25 Andi Hamzah.Op.cit. Hal. 249. 26 Yahya Harahap.Ibid. Hal.  257. 

  

Page 39: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

28

d. Sistem atau Teori Pembuktian Berdasarkan Undang-Undang secara

Negatif (Negatief wettelijk)

Sistem pembuktian negatif ini merupakan gabungan dari sistem

pembuktian menurut undang-undang dengan sistem pembuktian menurut

keyakinan atau conviction in time yang kemudian menimbulkan rumusan

salah tidaknya seorang terdakwa ditentukan oleh keyakinan hakim yang

didasarkan kepada cara dan dengan alat-alat bukti yang sah menurut

undang-undang.

Untuk menentukan salah atau tidaknya seorang terdakwa menurut sistem pembuktian undang-undang secara negatif terdapat dua komponen yaitu : 1. Pembuktian harus dilakukan menurut cara dan dengan alat-alat

bukti yang sah menurut undang-undang; 2. Dan keyakinan hakim yang juga harus didasarkan atas cara dan

dengan alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang. Dengan demikian, sistem ini memadukan unsur “obyektif dan subyektif” dalam menentukan salah atau tidaknya terdakwa. Tidak ada yang paling dominan di antara kedua unsur tersebu. Jika salah satu diantara dua unsur itu tidak ada, tidak cukup mendukung keterbuktian kesalahan terdakwa.27

Dapat disimpulkan bahwa hakim dalam membuat keputusan harus

didasarkan dengan alat-alat bukti dipersidangan dan dengan alat bukti

tersebut menimbulkan keyakinan hakim tentang tindak pidana tersebut.

e. Sistem Pembuktian Menurut KUHAP

Sistem pembuktian yang dianut olehUndang-Undang Nomor 8

Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) adalah sistem atau

teori pembuktian berdasarkan Undang-Undang Negatif (negatief

wettelijke). Hal tersebut dapat dilihat dalam Pasal 183Undang-Undang

                                                            27 Yahya Harahap.Op.cit. Hal.279. 

  

Page 40: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

29

Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang

isinya:

Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada orang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwa yang bersalah melakukannya.

Dengan demikian Pasal 183 KUHAP mengatur untuk menentukan

salah atau tidaknya seorang terdakwa dan untuk menjatuhkan pidana

kepada terdakwa, harus :

a. Kesalahannya terbukti dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah

b. Dan atas keterbuktian dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, hakim memperoleh keyakinan bahwa tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.28

M. Yahya Harahap29 berpendapat : “Alasan pembuat undang-undang merumuskan Pasal 183 KUHAP ditujukan untuk mewujudkan suatu ketentuan yang seminimal mungkin dapat menjamin “tegaknya kebenaran sejati” serta “tegaknya keadilan dan kepastian hukum”. Dari penjelasan Pasal 183 KUHAP pembuat undang-undang telah menentukan pilihan bahwa sistem pembuktian yang paling tepat dalam kehidupan penegak hukum di Indonesia adalah sistem pembuktian menurut undang-undang secara negatif demi tegaknya keadilan, kebenaran, dan kepastian hukum.” Wirjono Prodjodikoro seperti yang dikutip oleh Andi Hamzah30:

“Bahwa sistem pembuktian berdasarkan undang-undang secara negatif sebaiknya dipertahankan berdasarkan dua alasan, Pertama memang sudah selayaknya harus ada keyakinan hakim tentang kesalahan terdakwa untuk dapat menjatuhkan suatu hukuman pidana, janganlah hakim terpaksa memidana orang sedangkan hakim tidak yakin atas kesalahan terdakwa. Kedua, ialah berfaedah jika ada aturan yang mengikat hakim dalam menyusun keyakinannya, agar ada patokan-patokan tertentu yang harus diturut oleh hakim dalam melakukan peradilan.”

                                                            28Ibid. Hal. 280. 29Ibid. Hal. 256-259. 30Andi Hamzah. Opcit.Hal. 264.

  

Page 41: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

30

R. Soesilo31, berpendapat bahwa sehubungan dengan masalah

kekuatan pembuktian dari alat-alat bukti yang diajukan di persidangan,

maka hakim dalam memeriksa perkara pidana dalam sidang pengadilan

senantiasa berusaha untuk membuktikan :

a. Apakah betul suatu peristiwa itu terjadi; b. Apakah betul suatu peristiwa tersebut merupakan tindak pidana; c. Apa sebab-sebabnya peristiwa itu terjadi; d. Siapakah orang yang bersalah melakukan peristiwa itu.

D. Alat-Alat Bukti Dalam KUHAP

Alat bukti yang sah dalam hukum acara pidana, diatur dalam Pasal 184

ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana

(KUHAP), yaitu:

a. Keterangan Saksi; b. Keterangan Ahli; c. Surat; d. Petunjuk; e. Keterangan terdakwa.

Dari alat bukti di atas hakim memeriksa untuk memperoleh kebenaran

materiil dari kejadian yang terjadi dan hakim tidak boleh memeriksa selain

alat bukti tersebut.

Sebagaimana yang diuraikan terlebih dahulu, Pasal 184 ayat (1)KUHAP telah menentukan secara limitatif alat bukti yang sah menurut undang-undang. Diluar alat bukti itu,tidak dibenarkan dipergunakan untuk membuktikan kesalahan terdakwa. Ketua sidang, penuntut umum, terdakwa dan penasehat hukum terikat dan terbatas hanya diperbolehkan mempergunakan alat-alat bukti itu saja. Mereka tidak leluasa mempergunakan alat bukti yang dikehendakinya diluar alat bukti yang ditentukan Pasal 184 ayat (1). Yang dinilai sebagai alat bukti, dan yang dibenarkan mempunyai kekuatan pembuktian hanya

                                                            31R. Soesilo. Hukum Acara Pidana (Prosedur Penyelesaian Perkara Pidana menurut KUHAP bagi penegak Hukum). Bogor: Politeria. 1982. Hal. 109. 

  

Page 42: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

31

terbatas pada alat-alat itu saja. Pembuktian dengan alat bukti diluar jenis alat bukti tersebut pada Pasal 184 ayat (1), tidak mempunyai nilai serta mempunyai kekuatan pembuktian yang mengikat.32

Tidak setiap hal harus dibuktikan dalam persidangan, Pasal 184 ayat

(2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana

(KUHAP)yang rumusan ini disebut sebagai notoire feiten notorious

(generally known) yang disebut sebagai hal yang sudah umum diketahui. Hal-

hal yang bersifat umum yang diketahui oleh setiap orang secara patut maka

tidak perlu dibuktikan. Biasanya dalam hal ini adalah berdasarkan

pengalaman setiap manusia secara umum karena hal ini sudah diketahui dan

sudah menjadi kebiasaan sehari-hari. Dari penjelasan Pasal 184 ayat

(2)Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana

(KUHAP)diterapkan :

1. Majelis hakim dapat menarik dan mengambilnya sebagai suatu kenyataan yang dapat dijadikan sebagai fakta tanpa membuktikan lagi;

2. Akan tetapi kenyataan yang diambil hakim dari notoire feiten, tidak bisa berdiri sendiri membuktikan kesalahan terdakwa. Tanpa dikuatkan oleh alat bukti yang lain, kenyataan yang ditarik dan diambil hakim adri notoire feiten tidak cukup membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. Bukankah pada hakikatnya notoire feiten tidak tergolong alat-alat bukti yang diakui oleh undang-undang sebagaimana disebutkan secara limitatif dalam Pasal 184 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Hal yang secara umum sudah diketahui hanyalah merupakan penilaian terhadap sesuatu pengalaman dan kenyataan tertentu saja. Bukan sesuatu yang dapat membuktikan kesalahan terdakwa secara menyeluruh.33

                                                            32 M. Yahya Harahap. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP.Jakarta : Sinar Grafika. 2002. Hal.252.  33Ibid. Hal.276. 

  

Page 43: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

32

a. Keterangan Saksi

Menurut Pasal 1 butir (26) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) merumuskan bahwa:

“Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidik, penuntutan dan pengadilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat, dan ia alami sendiri.”

Aturan mengenai pembuktian saksi terdapat dalam Pasal 185 ayat

1 sampai 7 KUHAP. Keterangan saksi yang dimaksud dalam Pasal 184

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana

(KUHAP) ini adalah saksi sebagai alat bukti yang dihadirkan dalam

sidang pengadilan agar hakim dapat menilai keterangan-keterangan saksi

itu, yang ditinjau dari sudut dapat atau tidak dipercaya, berdasarkan

tinjauan terhadap pribadi, gerak geriknya dan yang lain-lain.

Saksi yang dihadirkan dalam persidangan nantinya akan disumpah

agar mempunyai kekuatan pembuktian yang kuat dan nantinya dapat

dijadikan pertimbangan hakim dalam memutus suatu perkara pidana.

Disebutkan dalam Pasal 160 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) bahwa saksi wajib untuk

disumpah atau janji dalam setiap akan dimintai keterangannya di

persidangan sesuai dengan agamanya masing-masing. Kemudian lafal

sumpah atau yang diucapkan berisi bahwa saksi akan memberikan

keterangan yang sebenar-benarnya dan tidak lain dari yang sebenarnya

yang dilakukan sebelum saksi memberikan keterangannya dalam

persidangan dan jika dalam keadaan perlu oleh hakim pengadilan sumpah

  

Page 44: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

33

atau janji ini dapat diucapkan sesudah saksi memberikan keterangannya

sesuai dengan Pasal 160 ayat (4)Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Jika saksi yang dihadirkan tidak disumpah karena permintaan

sendiri atau pihak yang lain tidak bersedia saksi untuk disumpah karena

saksi ditakutkan akan berpihak pada salah satu pihak, maka keterangan

dari saksi tersebut tetap digunakan, akan tetapi sifatnya hanya digunakan

sebagai tambahan alat bukti sah yang lain.

Selain itu saksi yang karena jabatannya tidak dapat menjadi saksi

akan tetapi mereka tetap bersedia menjadi saksi maka dapat diperiksa oleh

hakim akan tetapi tidak disumpah karena itu merupakan perkecualian

relatif karena menyimpan rahasia jabatan. Saksi yang dihadirkan

diharapkan sudah dewasa sehingga keterangannya bisa dipercaya dan

dapat dipertanggung jawabkan.

Saksi yang menolak mengucapkan sumpah atau janji didepan

pengadilan saat akan diambil keterangannya tanpa suatu alasan yang sah

maka saksi tersebut dapat dikenakan sandera yang didasarkan penetapan

hakim ketua sidang, paling lama penyanderaan adalah empat belas hari

(Pasal 161 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara

Pidana).

Pengertian umum keterangan saksi ada dalam Pasal 1 butir 27

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana

(KUHAP), yang merumuskan sebagai berikut :

  

Page 45: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

34

"Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu". Dengan demikian kesaksian yang didengar dari orang lain atau

biasa disebut dengan "testimonium de auditu" bukan merupakan

keterangan saksi. Begitu pula pendapat maupun rekaan yang diperoleh

dari hasil pemikiran saja bukan merupakan keterangan saksi (Pasal 185

ayat (5) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara

Pidana).

Dari penegasan rumusan Pasal 1 butir 27 Undang-Undang Nomor

8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), dihubungkan

dengan Pasal 135 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang

Hukum Acara Pidana (KUHAP), Pidana dapat ditarik kesimpulan sebagai

berikut :

a. Setiap keterangan saksi di luar dari yang didengarnya sendiri dalam peristiwa pidana yang terjadi atau di luar dari yang dilihat dan dialaminya dalam peristiwa pidana yang terjadi, keterangan yang diberikan di luar pendengaran, penglihatan atau pengalaman sadar mengenai suatu peristiwa pidana terjadi, tidak dapat dijadikan dan dinilai sebagai alat bukti. Keterangan semacam ini tidak memiliki kekuatan nilai pembuktian.

b. Testimonium de auditu keterangan saksi yang diperoleh sebagai hasil pendengarannya dari orang lain, tidak mempunyai nilai sebagai alat bukti. Keterangan saksi di sidang pengadilan berupa keterangan ulang dari yang didengarnva dari orang lain, keterangan saksi seperti ini tidak dapat dianggap sebagai alat bukti.

c. Pendapat atau rekaan yang saksi peroleh dari pemikiran bukan merupakan keterangan. Penegasan ini sesuai dengan ketentuan Pasal 185 ayat (5) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana. Oleh karena itu setiap keterangan saksi yang bersifat pendapat atau hasil pemikiran saksi harus dikesampingkan dari pernbuktian dalam membuktikan kesalahan terdakwa. Keterangan yang bersifat dan berwarna

  

Page 46: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

35

pendapat dan pemikiran pribadi saksi tidak dapat dinilai sebagai alat bukti.34

Mengenai keterangan saksi de auditu ini, Mr. S.M. Amin35 dalam

bukunya "Hukum Acara Pengadilan Negeri" telah memberikan penjelasan

sebagai berikut :

"Kesaksian de auditu adalah keterangan tentang kenyataan-kenyataan, dan hal-hal yang didengar, dilihat atau dialami bukan oleh saksi sendiri akan tetapi keterangan-keterangan yang disampaikan oleh orang lain kepadanya mengenai kenyataan-kenyataan dan hal-hal yang didengar, dilihat atau dialami sendiri oleh orang lain tersebut". Tidak setiap orang dapat menjadi saksi dalam persidangan, selain

karena ketidak cakapannya menjadi saksi, yang tidak dapat menjadi

terutama karena mempunyai hubungan dekat dengan terdakwa karena

cenderung tidak bernilai obyektif dan cenderung membela terdakwa,

diantaranya :

a. Keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus keatas atau ke bawah

sampai derajat ketiga dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai

terdakwa, (Pasal 168 butir a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

tentang Hukum Acara Pidana);

b. Saudara dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa,

saudara ibu atau saudara bapak, juga mereka yang mempunyai

hubungan karena perkawinan, dan anak-anak saudara terdakwa sampai

derajat ketiga, (Pasal 168 butir b Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1981 tentang Hukum Acara Pidana);

                                                            34M. Yahya Harahap.Op.cit.Hal. 266. 35Leden Marpaung. Pemberantasan dan Pencegahan Tindak Pidana Ekonomi.Jakarta :Sinar Grafika. Jakarta. 1994. Hal. 33. 

  

Page 47: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

36

c. Suami atau isteri terdakwa meskipun sudah bercerai atau yang

bersama-sama sebagai terdakwa, (Pasal 168 butir c Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana);

d. Orang yang mempunyai hubungan pekerjaan, harkat, martabat, atau

jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia yang ditentukan undang-

undang.

Kemudian dalam Pasal 171 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) ditentukan saksi yang tidak

disumpah yaitu:

a. Anak yang umurnya belum cukup lima belas tahun dan belum pernah kawin;

b. Orang sakit ingatan atau sakit jiwa meskipun ingatannya baik kembali.

Dalam penjelasan pasal tersebut dikatakan bahwa anak yang belum berumur lima belas tahun, demikian juga orang yang sakit ingatan, sakit jiwa, sakit gila meskipun kadang-kadang saja, yang dalam ilmu penyakit jiwa disebut psychopaat, mereka ini tidak dapat dipertanggungjawabkan secara sempurna dalam hukum pidana maka mereka tidak dapat diambil sumpah atau janji dalam memberikan keterangan, karena itu keterangan mereka hanya dipakai sebagai petunjuk saja. Keterangan saksi agar menjadi kuat maka harus dihadirkan saksi

lebih dari seorang dan minimal ada dua alat bukti karena keterangan dari

seorang saksi saja tanpa ada alat bukti yang lain tidak cukup

membuktikan bahwa terdakwa benar-benar bersalah terhadap dakwaan

yang didakwakan kepadanya (unus testis nullus testis).

Dalam hal terdakwa memberikan keterangan yang mengakui kesalahan yang didakwakan kepadanya, keterangan seorang saksi sudah cukup untuk membuktikan kesalahan terdakwa, karena disamping keterangan saksi tunggal itu, telah terpenuhi ketentuan

  

Page 48: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

37

minimum pembuktian dan the degree of evidence yakni keterangan saksi ditambah dengan alat bukti keterangan terdakwa. Dengan ini dapat disimpulkan bahwa persyaratan yang dikehendaki Pasal 185 ayat (2) adalah : 1) Untuk dapat membuktikan kesalahan terdakwa paling sedikit

harus didukung oleh dua orang saksi; 2) Atau kalau saksi yang ada hanya terdiri dari seorang saja maka

kesaksian tunggal itu harus dicukupi atau ditambah dengan salah satu alat bukti yang lain.36

Keterangan saksi merupakan alat bukti yang paling utama dalam

pemeriksaan perkara pidana. Dalam Pasal 185 ayat (6) Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)untuk

menilai kebenaran keterangan saksi hakim harus memperhatikan:

a) Persesuaian antara keterangan saksi satu dengan yang lainnya; b) Persesuaian antara keterangan saksi dengan alat bukti yang

lain; c) Alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi untuk memberi

keterangan yang tertentu; d) Cara hidup dan kesusilaan saksi serta segala sesuatu yang pada

umumnya dapat mempengaruhi dapat tidaknya keterangan itu dipercaya.

b. Keterangan Ahli

Keterangan ahli merupakan keterangan dari pihak diluar kedua

pihak yang sedang berperkara, dimana yang digunakan adalah keterangan

berkaitan dengan ilmu pengetahuannya dalam perkara yang

dipersidangkan sehingga membuat terang suatu perkara pidana guna

kepentingan pemeriksaan. Keterangan ahli sebagai alat bukti diatur dalam

Pasal 186 KUHAP menunjukkan keterangan ahli dari segi pembuktian,

yaitu:

                                                            36Ibid. Hal.288. 

  

Page 49: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

38

Keterangan ahli adalah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang Pengadilan (Pasal 186Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana). Penjelasan : 1. Keterangan ahli ini dapat juga sudah diberikan pada waktu

pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum yang dituangkan dalam bentuk laporan dan dibuat dengan mengikat sumpah diwaktu ia menerima jabatan atau pekerjaan.

2. Jika hal itu tidak diberikan pada waktu pemeriksaan di penyidik atau penuntut umum, maka pada waktu pemeriksaan di sidang, diminta untuk memberikan keterangan (ahli) dan dicatat dalam Berita Acara Pemeriksaan (berita acara pemeriksaan persidangan) Pasal 179 ayat (1) dan (2) KUHAP. Maka setiap orang yang diminta pendapatnya untuk memberikan keterangan ahli secara lisan di persidangan jo. Pasal 180 ayat (1), Pasal 186 dan penjelasan jo. Pasal 1 butir 28 KUHAP, jo. Pasal 184 ayat (1) sub b KUHAP, jo. Stb. 1937 No.350, yang mendasarkan dari berbagai pasal tersebut, berdasarkan fungsi dan tugas serta kewenangan yang dimiliki masing-masing ahli itu, disebabkan alasan karena keahliannya itu, dapat meliputi : 1. Ahli kedokteran forensik atau; 2. Dokter, bukan ahli kedokteran forensik (jo.Stb.1937

no.3500; atau; 3. Ahli lainnya, yaitu keterangan yang diberikan oleh orang

yang memenuhi syarat-syarat atau kriteria Pasal 1 butir 28 KUHAP; atau

4. Saksi ahli yaitu keterangan orang ahli yang menyaksikan tentang suatu hal (pokok soal, materi pokok) yang diperlukan, kemudian memeriksa (meneliti, menganalisa) serta mengemukakan pendapatnya berdasarkan keahliannya yaitu, selanjutnya dengan menarik kesimpulan daripadanya, untuk membuat jelas suatu perkara pidana, yang berguna bagi kepentingan pemeriksaan.37

Sedangkan dalam Pasal 1 angka 28 Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), menerangkan lebih

lanjut mengenai pengertian keterangan ahli, yaitu:

“Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk

                                                            37Ibid.Hal.72‐73.  

  

Page 50: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

39

membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan.” Pasal 184 (1)Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang

Hukum Acara Pidana (KUHAP), pembentuk undang-undang meletakkan

keterangan ahli dalam urutan kedua hal ini dinilai bahwa dalam

pemeriksaan perkara pidana sangat dibutuhkan dikarenakan

perkembangan ilmu dan teknologi telah berdampak terhadap kualitas

metode kejahatan yang memaksa para penegak hukum harus bisa

mengimbanginya dengan kualitas metode pembuktian yang memerlukan

pengetahuan, dan keahlian.

Pasal yang mengatur tentang keterangan ahli dalam Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

terdapat dalam Pasal 1 angka 28, Pasal 120, Pasal 133, Pasal 179, Pasal

180 dan Pasal 186.

Dikatakan, bahwa keterangan ahli amat diperlukan dalam setiap tahapan pemeriksaan, oleh karena ia diperlukan baik dalam tahap penyidikan, tahap penuntutan, maupun tahap pemeriksaan di sidang pengadilan. Jaminan akurasi dari hasil-hasil pemeriksaan atas keterangan ahli atau para ahli didasarkan pengetahuan dan pengalamannya dalam bidang-bidang keilmuannya, akan dapat menambah data, fakta dan pendapatnya, yang dapat ditarik oleh Hakim dalam menimbang-nimbang berdasarkan pertimbangan hukumnya, atas keterangan ahli itu dalam memutus perkara yang bersangkutan. Sudah tentu, masih harus dilihat dari kasus perkasus dari perkara tindak pidana tersebut masing-masing, atas tindak pidana yang didakwakan pada terdakwa dalam surat dakwaan dari penuntut umum di sidang pengadilan.38

                                                            38 R. Soeparmono. Keterangan Ahli & Visum Et Repertum dalam Aspek Hukum Acara Pidana. Bandung: Mandar Maju. 2002. Hal. 3.

  

Page 51: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

40

Keterangan yang diberikan oleh ahli harus diberikan di suatu

persidangan yang terbuka untuk umum. Salah satu syarat seorang ahli

untuk memberikan keterangan adalah disumpah dalam persidangan agar

keterangan yang diberikan sesuai dengan pengetahuannya dan syarat yang

lainnya adalah ahli memberikan keterangan berdasarkan ilmu

pengetahuan yang dimilikinya. Jika dalam persidangan seorang ahli tidak

dapat hadir, maka dapat memberikan keterangannya dalam surat yang

nantinya dibacakan disidang pengadilan yang sebelumnya juga diangkat

sumpah pada ahli.

Keterangan ahli dapat juga diberikan untuk membantu pada waktu

pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum sesuai dalam Pasal 120

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana

(KUHAP) yang nantinya dituangkan dalam suatu bentuk laporan dan ahli

mengingat sumpah jabatan waktu pertama menerima jabatannya dan

diucapkan dimuka penyidik bahwa ahli akan memberi keterangan

menurut pengetahuannya sebaik-baiknya. Akan tetapi ada pengecualian

bagi ahli untuk tidak memberikan keterangannya dalam pengadilan yaitu

dalam suatu hal karena pekerjaan atau jabatan, harkat dan martabat yang

mewajibkan ahli menyimpan rahasia dapat menolak untuk memberikan

keterangan yang diminta.

Ahli dalam Pasal 133 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menekankan kepada ahli dalam

kedokteran forensik yang menangani korban baik luka, keracunan ataupun

  

Page 52: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

41

mati yang diakibatkan suatu tindak pidana. Untuk itu disetiap satuan

kepolisian diperlukan tim ahli dalam kedokteran forensik, psikiatri,

antropologi forensik, ilmu kimia forensik, fisika forensik dan lain

sebagainya untuk membantu penyidikan dalam mengungkap kasus dan

mempermudah proses identifikasi korban, tersangka ataupun barang bukti

yang ada dalam tindak pidana. Tindakan yang dilakukan oleh tim ahli

disini harus dijalankan dengan baik dan penuh tanggung jawab

berdasarkan sumpah jabatan dan profesi yang diembannya.

IKetut Martika dan Djoko Prakoso39 berpendapat, bahwa:

Keterangan ahli dalam KUHAP dapat dilakukan pemeriksaan ulang atau penelitian ulang karena diperlukan/ dibutuhkan oleh hakim kepada ahli apabila timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasehat hukum terhadap hasil keterangan ahli tersebut yang diatur dalam Pasal 180 (2),(3), dan (4) KUHAP.

Seorang ahli yang dihadirkan dipersidangan tidak hanya ahli

dalam kedokteran forensik saja akan tetapi juga ahli dalam bidang tertentu

yang berkaitan dengan pemeriksaan di persidangan sesuai dalam Pasal

179 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana

(KUHAP) bisa dihadirkan oleh hakim, penuntut umum, dan penasehat

hukum. Ahli dipersidangan yang bertugas membantu hakim, penuntut

umum, penasehat hukum dan terdakwa mengenai segala sesuatu yang

tidak diketahuinya yang dapat diketahui mengenai keterangan ahli yang

mempunyai keahlian khusus dalam masalah yang hendak dibuat menjadi

jelas dan terang, dan tujuan pemeriksaan ahli ini untuk membuat terang

                                                            39I Ketut Martika & Djoko Prakoso.Dasar-dasar Ilmu Kedokteran Kehakiman. Jakarta: Rineka Cipta. 1992. Hal. 66.

  

Page 53: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

42

perkara pidana yang sedang dihadapi. Sifat dari keterangan ahli ini

menunjukkan suatu keadaan tertentu atau suatu hal dan belum

menunjukkan mengenai siapa yang dapat dipersalahkan dalam suatu

perkara tindak pidana yang bersangkutan.

Yahya Harahap40 berpendapat:

Apa yang dapat diambil dari Pasal 1 angka 28, dikaitkan dengan ketentuan Pasal 184 ayat (1) huruf b dan Pasal 186, agar keterangan ahli dapat bernilai sebagai alat bukti yang sah : 1. Harus merupakan keterangan yang diberikan oleh seorang yang

mempunyai keahlian khusus tentang sesuatu yang ada hubungannya dengan perkara pidana yang sedang diperiksa.

2. Sedang keterangan yang diberikan seorang ahli, tapi tidak mempunyai keahlian khusus tentang suatu keadaan yang ada hubungannya dengan perkara pidana yang bersangkutan, tidak mempunyai nilai sebagai alat bukti yang sah menurut undang-undang.

Adanya tata cara pembuktian dari ahli sebagai alat bukti di tahap

penyidikan dengan menggunakan laporan atau dalam bentuk surat sesuai

dalam Pasal 133 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum

Acara Pidana (KUHAP)dan meminta keterangan ahli secara lisan di

sidang pengadilan berdasarkan Pasal 179 dan 186 menimbulkan dualisme,

terutama yang berasal dari laporan atau visum et repertum yaitu :

a) Pada suatu alat bukti keterangan ahli yang berbentuk laporan atau visum et repertum, tetap dapat dinilai sebagai alat bukti keterangan ahli;

b) Pada sisi lain alat bukti keterangan ahli yang berbentuk laporan, juga menyentuh alat bukti surat yang terdapat dalam Pasal 187 huruf c KUHAP.41

                                                            40 Yahya Harahap. Op.cit.  Hal.299. 41Ibid.Hal. 303. 

  

Page 54: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

43

Untuk menjawab dualisme diatas maka yang dapat dijadikan

pedoman adalah pendapat hakim akan mempergunakan nama alat bukti

apa yang akan diberikan karena keduanya sama-sama bersifat kekuatan

pembuktian yang bebas dan tidak mengikat, hakim bebas menentukan

apakah akan membenarkan alat bukti tersebut atau malah akan

menolaknya.

Nilai kekuatan pembuktian dengan keterangan ahli tidak jauh

berbeda dengan keterangan saksi yaitu :

1. Mempunyai nilai kekuatan pembuktian yang bebas atau vrij bewijskaracht yang ditentukan oleh penilaian hakim apakah akan menerima keterangan dari ahli tersebut atau akan menolaknya.

2. Keterangan ahli yang berdiri sendiri dan tidak didukung oleh alat bukti yang lain tidak memadai untuk membuktikan tentang tidak atau bersalahnya terdakwa. Oleh karena itu agar keterangan ahli dapat digunakan sebagai dasar memutus perkara pidana oleh hakim harus disertai dengan alat bukti yang lain.42

Suatu kasus akan sering terdapat dua keterangan ahli yang

digunakan yaitu keterangn ahli yang berupa laporan dan juga berasal dari

keterangan yang diberikan secara lisan di pengadilan. Jika keterangan ahli

tersebut menjelaskan hal yang sama maka alat bukti keterangan ahli

masih bernilai satu alat bukti, akan tetapi jika keterangan ahli ini yang

berupa laporan dan juga dari keterangan lisan di sidang pengadilan

menunjukkan suatu keadaan yang berbeda dan menunjukan hal yang

berkesesuaian antara satu dengan yang lainnya maka dapat dinyatakan

bahwa keterangan ahli tersebut ada dua alat bukti keterangan ahli yang

                                                            42Ibid.Hal. 253.  

  

Page 55: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

44

sah yang masing-masing berdiri sendiri dan telah memenuhi batas

minimum pembuktian berdasarkan Pasal 183 Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

c. Surat

A Plito seperti yang dikutip oleh Martiman Prodjohamidjojo43:

“Pengertian surat adalah pembawa tanda tangan bacaan yang berarti, yang menterjemahkan suatu isi pikiran. Tidak termasuk kata surat, adalah foto dan peta, sebab benda ini tidak memuat tanda bacaan, surat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 187 KUHAP dimaksudkan adalah surat-surat yang dibuat oleh pejabat-pejabat resmi yang terbentuk berita acara, akta, surat keterangan ataupun surat yang lain yang mempunyai hubungan dengan perkara yang sedang diadili.” Surat sebagai alat bukti diatur dalam Pasal 187 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)yang menurut ketentuan ini: “Surat yang dinilai dengan alat bukti yang sah di persidangan menurut undang-undang yaitu surat yang dibuat atas sumpah jabatan dan atau surat yang dikuatkan dengan sumpah. Alat bukti surat menurut definisi Asser-Anema yaitu segala sesuatu yang mengandung tanda-tanda baca yang dapat dimengerti, dimaksud untuk mengeluarkan isi pikiran.44

Sebagai syarat dalam menentukan dapat atau tidaknya suatu surat

itu dapat dikategorikan sebagai suatu alat bukti yang sah ialah bahwa

surat-surat itu harus dibuat diatas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan

sumpah. Surat resmi yang dimaksud dalam Pasal 187 Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) berbentuk

berita acara, akte, surat keterangan ataupun surat lain yang mempunyai

hubungan dengan perkara yang diadili.

                                                            43 Martiman Prodjohamidjojo. Komentar Atas KUHAP. Jakarta : Pradya Paramitha. 1983. Hal. 24. 44 Andi Hamzah. Op.cit. Hal. 276.  

  

Page 56: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

45

Berdasarkan bunyi Pasal 187 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP): “Surat sebagaimana dimaksud Pasal 184 ayat (1) huruf cUndang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, adalah: a. Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh

pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat dihadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya sendiri disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangan itu;

b. Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan;

c. Surat keterangan dari seorang ahli yamng memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi daripadanya;

d. Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dan alat pembuktian yang lain”.

Rumusan dalam Pasal 187 huruf dUndang-Undang Nomor 8

Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), berbeda dengan

ketentuan dalam huruf a,b dan c karena huruf d menunjukkan surat secara

umum yang tidak berlandaskan sumpah jabatan dan sumpah di sidang

pengadilan yang bersifat resmi dan cenderung bersifat pribadi. Penjelasan

selanjutnya menyebutkan bahwa berlakunya alat bukti surat lain harus

mempunyai hubungan dengan alat bukti lain agar mempunyai kekuatan

pembuktian artinya alat bukti surat lain tidak dapat berdiri sendiri secara

utuh.

Bentuk surat lain yang diatur dalam huruf d “hanya dapat berlaku” jika isinya mempunyai hubungan dengan alat pembuktian yang lain. Nilai berlakunya masih digantungkan dengan alat bukti yang lain. Kalau isi surat itu atau kalau alat pembuktian yang lain itu

  

Page 57: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

46

terdapat salng hubungan, barulah surat itu berlaku dan dinilai sebagai alat bukti surat.45

Berdasarkan pasal diatas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak mengatur tentang kekuatan

pembuktian dari surat lain karena tidak mempunyai bobot sebagai alat

bukti hanya mengatur surat-surat resmi saja. penerapan surat lain sebagai

bentuk alat bukti surat terlihat ganjil karena jika suatu alat bukti surat

digantungkan dengan alat bukti yang lain yaitu jika mempunyai hubungan

isinya dengan alat bukti yang lain sehingga terkesan tidak mempunyai

nilai pembuktian bahkan cenderung menjadi alat bukti petunjuk yang

intinya saling menghubungkan antara alat bukti satu dengan yang lainnya

sehingga tercipta suatu urutan suatu peristiwa yang terjadi dalam perkara

pidana yang diperiksa di sidang pengadilan.

Pasal 187 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum

Acara Pidana (KUHAP) dapat diartikan bahwa pejabat yang mempunyai

wewenang untuk membuat surat-surat tersebut, dibebaskan untuk

menghadap sendiri dipersidangan dan pembacaan surat-surat tersebut

telah dianggap mempunyai kekuatan bukti yang sama dengan apabila

mereka menerangkan sendiri secara lisan dihadapan persidangan

pengadilan.

Surat yang dijadikan sebagai alat bukti dipengadilan biasanya

berasal dari kedokteran forensik yang meneliti barang bukti yang

ditemukan di tempat kejadian perkara (TKP) yang kemudian diteliti

                                                            45 Yahya Harahap.Op.cit. Hal.309. 

  

Page 58: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

47

dimana barang bukti mati kemudian dituangkan dalam bentuk surat dan

dapat dijadikan suatu pegangan bagi hakim untuk memutus suatu tindak

pidana yang bersangkutan karena barang bukti mati tersebut tidak bisa

berbohong dan terdakwa tidak bisa mengelak jika barang bukti tersebut

telah nyata menunjukkan bahwa terdakwa telah melakukan tindak pidana

yang dituntutkan kepadanya.

Nilai kekuatan pembuktian surat menurut Yahya Harahap46jika

dinilai dari segi teoritis serta dihubungkan dengan prinsip pembuktian

dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara

Pidana (KUHAP) dapat dibedakan menjadi 2, yaitu :

1. Ditinjau dari segi formal Alat bukti yang disebut pada Pasal 187 huruf a,b dan c adalah alat bukti yang sempurna sebab bentuk surat-surat ini dibuat secara resmi menurut formalitas yang ditentukan peraturan perundang-undangan. Alat bukti surat resmi mempunyai nilai pembuktian formal yang sempurna dengan sendirinya bentuk dan isi surat tersebut : a. Sudah benar, kecuali dapat dilumpuhkan dengan alat bukti

yang lain; b. Semua pihak tak dapat lagi menilai kesempurnaan bentuk

dan pembuatannya; c. Juga tak dapat lagi menilai kebenaran keterangan yang

dituangkan pejabat yang berwenang didalamnya sepanjang isi keterangan tersebut tidak dapat dilumpuhkan dengan alat bukti yang lain;

d. Dengan demikian ditinjau dari segi formal, isi keterangan yang tertuang di dalamnya, hanya dapat dilumpuhkan dengan alat bukti lain, baik berupa alat bukti keterangan saksi, keterangan ahli atau keterangan terdakwa.

2. Ditinjau dari segi materiil Alat bukti surat tidak mempunyai kekuatan mengikat sama dengan alat bukti saksi, dan ahli yang sama-sama mempunyai nilai pembuktian yang bersifat bebas yang penilaiannya digantungkan dari pertimbangan hakim. Ketidakterikatannya

                                                            46Ibid. Hal.309‐312. 

  

Page 59: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

48

hakim atas alat bukti surat tersebut didasarkan pada beberapa asas, antara lain : a. Asas proses pemeriksaan perkara pidana adalah untuk

mencari kebenaran materiil atau kebenaran sejati (materiel waarheid), bukan mencari kebenaran formal. Nilai kebenaran dan kesempurnaan formal dapat disingkirkan demi untuk mencapai dan mewujudkan kebenaran materiil atau kebenaran sejati yang digariskan oleh penjelasan Pasal 183 KUHAP yang memikul kewajiban bagi hakim untuk menjamin tegaknya kebenaran, keadilan, kepastian hukum bagi seseorang.

b. Asas keyakinan hakim sesuai yang terdapat dalam Pasal 183 KUHAP yang menganut ajaran sistem pembuktian menurut undang-undang secara negatif. Dimana hakim dalam memutus harus berdasarkan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, dan dengan alat bukti tersebut hakim memperoleh keyakinan bahwa terdakwa itu bersalah atau tidak. Hakim diberi kebebasan untuk menentukan putusan yang diambilnya dengan tetap memperhatikan tanggung jawab dengan moral yang tinggi atas landasan tanggung jawab demi mewujudkan kebenaran sejati.

c. Asas batas minimum pembuktian yaitu sesuai dengan Pasal 183 KUHAP hakim dalam memberikan putusan harus berdasarkan minimal dua alat bukti dan dengan alat bukti tersebut hakim memperoleh keyakinan untuk memberikan keputusan dipersidangan.

d. Petunjuk

Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau karena keadaan yang

karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun

dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu

tindak pidana dan siapa pelakunya. Alat bukti petunjuk diatur dalam Pasal

188 ayat (1), (2), (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang

Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Dari bunyi Pasal 188 ayat (1) KUHAP dijumpai kata-kata “menandakan” yang maksudnya adalah bahwa justru oleh karena tidak mungkin dapat diperoleh oleh karena tidak mungkin dapat diperoleh kepastian mutlak bahwa terdakwa benar-benar telah bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya secara

  

Page 60: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

49

pasti, maka dari kata-kata demikian dipergunakan kepadanya secara pasti, maka dari kata-kata demikian dipergunakan, sehingga dari sekian banyak petunjuk yang ada telah dapat terbukti. Bahwa perbuatan, kejadian atau keadaan yang dianggap sebagai petunjuk haruslah ada kesesuaian antara satu dengan yang lain, karena justru pada persesuaian itulah letak kekuatan utama dari petunjuk-petunjuk sebagai sebagai alat bukti. Dan dari bunyi Pasal 188 (1), yang menyatakan bahwa diantara petunjuk-petunjuk itu harus ada “persesuaian”, maka hal itu berarti bahwa sekurang kurangnya harus ada dua petunjuk untuk memperoleh bukti yang sah, namun kalau bunyi pasal itu lebih diteliti lagi ternyata satu satu perbuatan saja yang ada persesuaiannya dengan tindak pidana itu, ditambah dengan satu alat bukti yang lain dan yang berkesesuaian keseluruhannya, maka sudah cukup alasan untuk menyatakan bahwa menurut hukum perbuatan yang didakwakan telah terbukti.47

Pasal 188 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang

Hukum Acara Pidana (KUHAP) menegaskan bahwa petunjuk itu

diperoleh dari keterangan saksi, surat, dan juga keterangan dari terdakwa

dimana diantara ketiganya harus ada kesesuaian dan saling berhubungan.

Persesuaian antara perbuatan, kejadian satu sama lain menunjukkan

adanya suatu tindak pidana atau tidak, jika tidak ada persesuaian diantara

ketiga alat bukti diatas maka belum bisa ditentukan itu merupakan

petunjuk dan yang dapat melakukan penilaian itu merupakan petunjuk

dalam setiap keadaan atau bukan adalah hakim, dimana harus melakukan

pemeriksaan secara seksama dan cermat berdasarkan hati nuraninya. Pasal

188 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara

Pidana (KUHAP) menerangkan bahwa:

Penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim dengan arif lagi

                                                            47 I Ketut Martika  & Djoko Prakoso.Op.cit. Hal. 44. 

  

Page 61: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

50

bijaksana, setelah ia mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan keseksamaan berdasarkan hati nuraninya.

Bunyi pasal 188 ayat (3)Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), sangat berpengaruh dalam setiap

penggunaan alat bukti petunjuk sebagai syarat dan dasar penilaian

pembuktian kesalahan terdakwa, karena nantinya akan berpengaruh

terhadap tanggung jawab sebagai seorang hakim yang merangkai alat

bukti yang ada sehingga menjadi dasar penjatuhan hukuman.

Syarat-syarat untuk dapat dijadikan petunjuk sebagai alat bukti

haruslah:

a. Mempunyai persesuaian atau sama lain atas perbuatan yang terjadi.

b. Keadaan-keadaan perbuatan itu berhubungan satu sama lain dengan sengaja kejahatan yang terjadi.

c. Berdasarkan pengamatan hakim baik dari keterangan terdakwa maupun saksi di persidangan.48

Penggunaan alat bukti petunjuk dalam praktek persidangan sangat

dihindari, bila perlu menggunakan alat bukti yang lainnya kecuali jika

dalam keadaan yang penting dan mendesak sekali maka alat bukti

petunjuk dapat digunakan jika alat bukti yang lain belum mencukupi

untuk membuktikan kesalahan terdakwa. Dinilai juga bahwa alat bukti

petunjuk digunakan manakala alat bukti yang lain belum mencukupi batas

minimum pembuktian yang sesuai dala Pasal 183 KUHAP.

Alat bukti petunjuk dalam persidangan dilihat dari persesuaian

antara alat bukti satu dengan yang lainnya sehingga hakim memperoleh

                                                            48Andi Hamzah dan Indra Dahlan.Perbandingan KUHP, HIR dan Komentar.Jakarta.: Ghalia. Indonesia. 1984. Hal. 263.

  

Page 62: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

51

gambaran mengenai proses terjadinya tindak pidana dan penyebab

terjadinya tindak pidana. Sumber dari alat bukti petunjuk diperoleh hakim

dengan memperhatikan alat bukti yang lain sehingga diperoleh

persesuaian antara perbuatan, kejadian, atau keadaan yang sebenarnya.

Pasal 188 ayat (2) KUHAP ditentukan secara limitatif untuk mencari

bukti petunjuk yaitu diperoleh dari :

a) Keterangan saksi b) Surat c) Keterangan terdakwa

Alat bukti petunjuk tidak mencantumkan alat bukti ahli karena

keterangan ahli diperoleh dari keterangan dari pakar dalam bidang

keilmuan yang terkait yang bersifat subyektif dari pengetahuan masing-

masing ahli dan dalam hal ini kemungkinan besar sudah telah bercampur

dengan nilai-nilai budaya, keyakinan, latar belakang hidup, pendidikan

dari ahli itu sendiri dan cenderung akan selalu membenarkan pendapatnya

sehingga tidak bernilai obyektif.

Alat bukti petunjuk baru ada jika sudah ada alat bukti yang lain

sehingga sifatnya menggantungkan alat bukti yang lain atau “asessoir”.

Dengan kata lain alat bukti petunjuk tidak akan pernah ada jika tidak ada

alat bukti lain.

Djisman Samosir49 berpendapat bahwa:

“Penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim dengan arif lagi

                                                            49 C. Djisman Samosir. Jaksa dan Hakim dalam Proses Pidana.Bandung. Binacipta. 1985. Hal. 90.

  

Page 63: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

52

bijaksana setelah ia mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan keseksamaan hati nuraninya.”

Menurut Yahya Harahap50sendiri berpendapat bahwa nilai

kekuatan pembuktian petunjuk serupa dengan sifat dan kekuatan alat

bukti yang lain yakni:

a) Hakim tidak terikat atas kebenaran persesuaian yang diwujudkan oleh petunjuk, oleh karena itu hakim bebas menilainya dan mempergunakannya sebagai upaya pembuktian.

b) Petunjuk sebagai alat bukti, tidak bisa berdiri sendiri membuktikan kesalahan terdakwa, dia tetap terikat kepada prinsip batas pembuktian. Oleh karena itu, agar petunjuk mempunyai nilai kekuatan pembuktian yang cukup, harus didukung dengan sekurang-kurangnya satu alat bukti yang lain.

e. Keterangan terdakwa

Pengertian keterangan terdakwa diatur dalam Pasal 189 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana

(KUHAP), merumuskan:

“Keterangan terdakwa ialah apa yang didakwakan di sidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri.” Keterangan terdakwa disini bukan berarti pengakuan terdakwa

yang ada dalam HIR, akan tetapi keterangan terdakwa bersifat lebih luas

baik yang merupakan penyangkalan, pengakuan, ataupun pengakuan

sebagian dari perbuatan atau keadaan. Suatu perbedaan yang jelas antara

keterangan terdakwa dengan pengakuan terdakwa sebagai alat bukti ialah

keterangan terdakwa yang menyangkal dakwaan, tetapi membenarkan

beberapa keadaan atau perbuatan yang menjurus kepada terbuktinya

                                                            50 Yahya Harahap. Op.cit. Hal.317. 

  

Page 64: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

53

perbuatan sesuai alat bukti lain merupakan alat bukti.Pengaturan tentang

keterangan terdakwa terdapat dalam Pasal 189-193 KUHAP.

Dengan dilihat dengan jelas bahwa keterangan terdakwa sebagai alat bukti tidak perlu sama atau berbentuk pengakuan. Semua keterangan terdakwa hendaknya didengar. Apakah itu berbentuk penyangkalan, pengakuan, ataupun pengakuan sebagai dari perbuatan atau keadan. Tidak perlu hakim mempergunakan seluruh keterangan seorang terdakwa atau saksi, demikian menurut HR dengan arrest-nya tanggal 22 Juni 1944, NJ.44/45 No.59. sedangkan pengakuan sebagai alat bukti mempunyai syarat-syarat berikut. a. Mengaku ia yang melakukan delik yang didakwakan b. Mengaku ia bersalah.51

Menurut Memorie van Toelichting Ned Sv. Penyangkalan

terdakwa atas dakwaan yang ditujukan pada dirinya boleh menjadi alat

bukti yang sah, hal ini lah yang menjadi konsekuensi penggunaan kata

keterangan terdakwa sehingga hakim harus mendengarkan penyangkalan

dan pengakuan dari terdakwa.

Keterangan terdakwa yang dapat diambil sebagai alat bukti yang

sah harus mengandung beberapa asas, yaitu :

1. Keterangan terdakwa dinyatakan disidang pengadilan.

2. Keterangan terdakwa bisa menjadi alat bukti jika dikemukakan disidang

pengadilan, baik itu yang berbentuk penjelasan yang diutarakan sendiri,

penjelasan ataupun jawaban terdakwa yang diajukan kepadanya oleh

hakim, penuntut umum atau penasehat hukum baik yang berbentuk

penyangkalan ataupun pengakuan. Ada juga keterangan terdakwa yang

dikemukakan diluar persidangan seperti pada waktu penyidikan dan

                                                            51 Andi Hamzah.Op.cit. Hal.278. 

  

Page 65: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

54

penyelidikan di kepolisian dapat digunakan untuk membantu untuk

menemukan bukti disidang asalkan keterangan didukung oleh suatu alat

yang sah sepanjang mengenai hal yang didakwakan kepadanya (Pasal

189 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum

Acara Pidana) dan keterangan yang dinyatakan di luar sidang sepanjang

mengenai hal yang didakwakan kepadanya. Selain itu keterangan yang

diberikan haruslah dinyatakan di depan penyidik, dicatat dalam berita

acara penyidik, kemudian ditanda tangani oleh penyidik dan terdakwa;

3. Keterangan terdakwa berisi tentang perbuatan yang ia lakukan atau

yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri;

4. Keterangan terdakwa hanya mempunyai alat bukti terhadap diri sendiri.

Mengenai kekuatan pembuktian keterangan terdakwa, bahwa

seperti alat bukti yang lainnya untuk menemukan kebenaran materiil maka

harus memenuhi Pasal 183 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang

Hukum Acara Pidana (KUHAP), yaitu paling tidak harus memenuhi batas

minimum pembuktian dengan 2 alat bukti yang sah, oleh karena itu pada

Pasal 189 (4)Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara

Pidana (KUHAP), juga menjelaskan:

Keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa ia bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya, melainkan harus disertai dengan alat bukti yang lain.

Paling tidak dalam suatu tindak pidana selain keterangan terdakwa

harus ada satu alat bukti lain yang mendukung sehingga hakim dapat

mengambil putusan, selain itu dengan alat bukti tersebut timbul keyakinan

  

Page 66: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

55

hakim atas tindak pidana tersebut bahwa terdakwa bersalah atau tidak atas

dakwaan yang ditujukan padanya. Kemudian sifat nilai kekuatan

pembuktiannya adalah bebas, maka dengan ini hakim tidak terikat pada

nilai kekuatan pembuktian keterangan terdakwa atau menyingkirkan

kebenaran yang terkandung didalamnya, karena segala sesuatunya harus

ada alasan yang logis yang bisa diterima oleh hakim.

Alat bukti yang ada dalam Pasal 184 Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tersebut dapat

dihadirkan oleh terdakwa dan juga oleh pihak kejaksaan. Alat bukti yang

dihadirkan oleh terdakwa biasanya terkait untuk meringankan hukuman

terdakwa yang sering disebut saksi yang meringankan sedangkan alat bukti

yang dihadirkan oleh jaksa terkesan memberatkan atau untuk

membuktikan bahwa benar telah terjadi tindak pidana karena peran dari

jaksa penuntut umum dalam persidangan adalah sebagai wakil negara yang

harus menyandarkan sikapnya kepada kepentingan masyarakat dan negara

sehingga sifatnya harus bersifat obyektif.

Selain itu dengan alat bukti tersebut hakim telah menemukan

keyakinan bahwa perbuatan tersebut merupakan tindak pidana dan

terdakwalah yang melakukan tindak pidana, jika dengan alat bukti tersebut

hakim tidak menemukan keyakinannya maka alat bukti tersebut tidak bisa

dijadikan acuan untuk membuktikan bahwa itu merupakan tindak pidana.

Dalam pemeriksaan perkara pidana yang sifatnya ingin mengejar

  

Page 67: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

56

kebenaran materiil agar terdakwa diperiksa jangan membawa-bawa orang

lain yang tidak ada sangkut pautnya dengan dirinya dan untuk

menghindari adanya fitnah terhadap diri orang lain yang tak bersalah.

E. Pengertian dan Macam-Macam Visum Et Repertum

1. Pengertian Visum Et Repertum

Istilah visum et repertum tidak ditemukan dalam KUHAP, tetapi

terdapat dalam Stbl tahun 1937 Nomor 350 tentang Visa reperta

merupakan bahasa Latin. Visa berarti penyaksian atau pengakuan telah

melihat sesuatu, dan reperta berarti Laporan. Dengan demikian apabila

diterjemahkan secara bebas berdasarkan arti kata, Visa Reperta berarti

laporan yang dibuat berdasarkan penyaksian atau pengakuan telah

melihat sesuatu.

Visum et repertum merupakan bentuk tunggal dari kata visa et

reperta. Dalam Stbl 1937 Nomor 350, dalam Pasal 1 disebutkan bahwa

“visa reperta para dokter yang dibuat atas sumpah jabatan, yang

diucapkan pada waktu menyelesaikan pelajaran kedokteran di Indonesia

maupun atas sumpah khusus seperti dimaksud dalam Pasal 2, dalam

perkara pidana mempunyai kekuatan pembuktian.

Menurut Pasal 10 Surat Keputusan Menteri Kehakiman No.

M04.UM.01.06 tahun 1983 menyatakan bahwa hasil pemeriksaan ilmu

kedokteran kehakiman disebut visum et repertum. Dalam KUHAP tidak

  

Page 68: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

57

disebut visum et repertum tetapi menggunakan istilah alat bukti surat dan

alat bukti keterangan ahli.

Pasal 1 butir 28 KUHAP memberikan pengertian tentang

keterangan ahli sebagai berikut :

“Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan”.

Visum et repertum adalah istilah yang dikenal dalam Ilmu Kedokteran

Forensik, biasanya dikenal dengan nama Visum. Visum berasal dari

bahasa Latin, bentuk tunggalnya adalah visa. Dipandang dari arti etimologi

atau tata bahasa, kata visum atau visa berarti tanda melihat atau melihat

yang artinya penandatanganan dari barang bukti tentang segala sesuatu hal

yang ditemukan, disetujui, dan disahkan, sedangkan Repertum berarti

melapor yang artinya apa yang telah didapat dari pemeriksaan dokter

terhadap korban. Secara etimologi visum et repertum adalah apa yang

dilihat dan diketemukan.52

Abdul Mun’im Idris dalam R. Atang Ranoemihardja, memberikan

pengertian visum et repertum sebagai suatu laporan tertulis dari dokter

yang telah disumpah tentang apa yang dilihat dan ditemukan pada barang

                                                            52Mun’in Idries Abdul dan Agung Legowo Tjiptomartono, 2002 Penerapan Ilmu Kedokteran Kehakiman Dalam Proses Penyidikan, Karya Unipres, Jakarta. Hal.10.

  

Page 69: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

58

bukti yang diperiksanya serta memuat pula kesimpulan dari pemeriksaan

tersebut guna kepentingan peradilan.53

Pada dasarnya dalam ilmu kedokteran dan kehakiman ada 3 (tiga)

jenis visum et repertum, yaitu sebagai berikut: Pertama, Visum et

repertum orang hidup. Adapun Visum et repertum orang hidup, terdiri

dari 3 (tiga) jenis yaitu:

(a). Visum et repertum luka/visum et repertum seketika/visum et

repertum defenitif .

Visum ini tidak membutuhkan perawatan dan pemeriksaan lanjut

sehingga tidak menghalangi pekerjaan korban. Kualifikasi luka yang

dokter tulis pada bagian kesimpulan visum Et Repertum yakni luka derajat

I (satu) atau luka golongan C. Dokter tidak diperkenankan menulis

lukapenganiayaan ringan karena ini istilah hukum.

(b). Visum et repertum sementara.

Visum ini membutuhkan perawatan dan pemeriksaan lanjut

sehinggamenghalangi pekerjaan korban. Kualifikasi lukanya tidak

ditentukan dan tidak ditulis oleh dokter pada bagian kesimpulan visum et

repertum.

(c). Visum et repertum lanjutan.

Visum ini dilakukan bilamana luka korban telah dinyatakan sembuh.

Alasanlain pembuatannya yaitu korban pindah rumah sakit, korban pindah

dokter atau korban pulang paksa. Kedua, Visum et repertum jenasah.

                                                            53Ibid.hal 18 

  

Page 70: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

59

Visum ini dilakukan Jika korban meninggal dunia maka dokter membuat

visum et repertum jenasah. Dokter menuliskualifikasi luka pada bagian

kesimpulan visum et repertum kecuali luka korban belum sembuh

ataukorban pindah dokter. Ketiga, Expertise merupakan visum et repertum

khusus yang melaporkan keadaan benda atau bagian tubuh korban.

Misalnya darah, mani, liur, jaringan tubuh, rambut, tulang, dan lain-lain.

Ada pihak yang mengatakan bahwa expertise bukan termasuk visum et

repertum.

Ada 8 (delapan) hal yang harus diperhatikan saat pihak berwenang

meminta dokter untuk membuat visum et repertum korban hidup, yakni

sebagai berikut: Pertama, Harus tertulis, tidak boleh secara lisan; Kedua,

Langsung menyerahkannya kepada dokter,tidak boleh dititip melalui

korban atau keluarganya, serta tidak boleh melalui jasa pos;Ketiga,

Bukan kejadian yang sudah lewat sebab termasuk rahasia jabatan

dokter;Keempat, Ada alasan mengapa korban dibawa kepada dokter;

Kelima, Ada identitas korban; Keenam, Ada identitas pemintanya;

Ketujuh, Mencantumkan tanggal permintaannya; Kedelapan, Korban

diantar oleh polisi atau jaksa.

2. Macam-Macam Visum Et Repertum

a. Visum Et Repertum Korban Hidup

1) Visum Et Repertum

  

Page 71: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

60

Visum Et Repertum diberikan bila korban setelah diperiksa

didapatkan lukanya tidak menimbulkan penyakit atau halangan

untuk menjalankan tugas jabatan atau pencarian.

2) Visum Et Repertum Sementara

Visum Et Repertum Sementara diberikan apabila setelah

diperiksa, korban perlu dirawat atau diobservasi. Karena korban

belum sembuh, Visum Et Repertum sementara tidak memuat

kualifikasi luka.Ada 5 manfaat dibuatnya Visum Et Repertum

sementara, yaitu:

a) Menentukan apakah ada tindak pidana atau tidak, b) Mengarahkan penyelidikan, c) Berpengaruh terhadap putusan untuk melakukan penahanan

sementara terhadap terdakwa, d) Menentukan tuntutan jaksa, e) Medical record. 54

3) Visum Et Repertum Lanjutan.

Visum Et Repertum lanjutan diberikan apabila setelah dirawat

atau diobservasikorban sembuh, korban belum sembuh, pindah

Rumah Sakit, korban belum sembuh pulang paksa, dan korban

meninggal dunia.

b. Visum Et Repertum Mayat.

Visum Et Repertum mayat dibuat berdasar otopsi

lengkapberdasarkan pemeriksaan luar dan dalam mayat. Visum ini

                                                            54I Ketut Murtika dan Djoko Prakoso, Dasar-dasar Ilmu Kedokteran Kehakiman, Rineka Cipta, Jakarta, 1992, Hal. 135.

  

Page 72: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

61

dibuat untuk mencari sebab kematian serta hubungannya dengan

tindak pidana sehingga harus dilakuakan otopsi.55

Jenazah yang akan dimintakan visum et repertum harus diberi

label yang memuat identitas mayat, dilakukan dengan diberi cap

jabatan, diikatkan pada ibu jari kaki atau bagian tubuh lainnya. Pada

surat permintaan visum et repertum harus jelas tertulis jenis

pemeriksaan yang diminta, apakah pemeriksaan luar (pemeriksaan

jenazah) atau pemeriksaan dalam/autopsi (pemeriksaan bedah

jenazah). Pemeriksaan forensik terhadap jenazah meliputi :

a) Pemeriksaan luar jenazah yang berupa tindakan yang tidak

merusak keutuhan jaringan jenazah secara teliti dan sistematik

b) Pemeriksaan bedah jenazah, pemeriksaan secara menyeluruh

dengan membuka rongga tengkorak, leher, dada, perut, dan

panggul.

Kadang kala dilakukan pemeriksaan penunjang yang diperlukan

seperti pemeriksaan histopatologi, toksikologi, serologi, dan

sebagainya.Dari pemeriksaan dapat disimpulkan sebab, jenis luka atau

kelainan, jenis kekerasan penyebabnya, sebab dan mekanisme

kematian, serta saat kematian seperti tersebut di atas.

c. Visum Et Repertum Pemeriksaan Ditempat Kejadian.

d. Visum Et Repertum Penggalian Mayat.

e. Visum Et Repertum Mengenai Umur.

                                                            55I Ketut Murtika dan Djoko Prakoso, Op. Cit, Hal. 131. 

  

Page 73: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

62

f. Visum Et Repertum Psikiatrik.

Visum et repertum psikiatrik perlu dibuat oleh karena adanya

pasal 44 (1) KUHP yang berbunyi ”Barang siapa melakukan perbuatan

yang tidak dapat dipertanggungjawabkan padanya disebabkan karena

jiwanya cacat dalam tumbuhnya atau terganggu karena penyakit, tidak

dipidana”. Jadi selain orang yang menderita penyakit jiwa, orang yang

retardasi mental juga terkena pasal ini. Visum ini diperuntukkan bagi

tersangka atau terdakwa pelaku tindak pidana, bukan bagi korban

sebagaimana yang lainnya. Selain itu visum ini juga menguraikan

tentang segi kejiwaan manusia, bukan segi fisik atau raga manusia.

Karena menyangkut masalah dapat dipidana atau tidaknya seseorang

atas tindak pidana yang dilakukannya, maka adalah lebih baik bila

pembuat visum ini hanya dokter spesialis psikiatri yang bekerja di

rumah sakit jiwa atau rumah sakit umum.

g. Visum Et Repertum Mengenai Barang Bukti: darah, mani, dan

sebagainya.

Tujuan dari Visum Et Repertum adalah untuk memberikan

kepada hakim suatu kenyataan atau fakta-fakta dari barang bukti

tersebut atas semua keadaan sebagaimana tertuang dalam bagian

pemberitaan, agar supaya hakim dapat mengambil putusannya dengan

tepat atas dasar kenyataan atau fakta-fakta tersebut. Fakta-fakta

tersebut kemudian ditarik suatu “Kesimpulan”, maka atas dasar

pendapatnya yang dilandasai pengetahuan yang sebaik-baiknya

  

Page 74: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

63

berdasarkan atas keahliannya tersebut diharapkan agar supaya usaha

membantu pemecahan pengungkapan masalahnya menjadi terang

(lebih jelas), dan hal mana diserahkan hakim sepenuhnya.

F. Syarat Alat Bukti Visum Et Repertum

Pembuatan visum et repertum haruslah memenuhi syarat formil dan

syarat materil. Syarat formil menyangkut prosedur yang harus dipenuhi yakni

sebagaimana tercantum dalam Instruksi Kapolri No.Pol INS/E/20/IX/75 tentang

Tata Cara Permohonan/pencabutan visum et repertum sebagai berikut:

a. Permintaan visum et repertum haruslah tertulis (sesuai dengan Pasal

133 Ayat (2) KUHAP);

b. Pemeriksaan atas mayat dilakukan dengan cara dibedah, jika ada

keberatan dari pihak keluarga korban, maka pihak Pilisi atau

pemeriksa memberikan penjelasan akan pentingnya dilakukan dengan

bedah mayat;

c. Permintaan visum et repertum hanya dilakukan terhadap tindak

pidana yang baru terjadi, tidak dibenarkan permintaan yang telah

lampau;

d. Polisi wajib menyaksikan dan mengikuti jalannya bedah mayat;

e. Untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan, maka polisi perlu

melakukan pengamanan tempat dilakukannya bedah mayat.

Sedangkan syarat materil visum et repertum adalah menyangkut isi dari

visum et repertum tersebut yaitu sesuai dengan kenyataan yang ada pada tubuh

  

Page 75: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

64

korban yang diperiksa. Disamping itu isi dari visum et repertum tersebut tidak

bertentangan dengan ilmu kedokteran yang telah teruji kebenarannya.

G. Tindak Pidana Penganiayaan

1. Pengertian Tindak Pidana Penganiayaan

Penganiayaan adalah istilah yang digunakan KUHP untuk tindak

pidana terhadap tubuh. Namun KUHP sendiri tidak memuat arti

penganiayaan tersebut. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia arti

penganiayaan adalah: “perlakuan yang sewenang-wenang”. Pengertian

yang dimuat dalam kamus besar Bahasa Indonesia adalah pengertian

dalam arti luas, yakni yang menyangkut termasuk “perasaan” atau

“bathiniah”. Sedangkan yang dimaksud penganiayaan dalam hukum

pidana adalah menyangkut tubuh manusia.

Meskipun pengertian penganiayaan tidak ada dimuat dalam KUHP,

namun kita dapat melihat pengertian penganiayaan menurut pendapat

sarjanah, doktrin, dan penjelasan menteri kehakiman.

Menurut Mr. M.H. Tirtaamidjaja, pengertian penganiayaan sebagai

berikut:

“Menganiaya adalah dengan sengaja menyebabkan sakit atau luka pada orang lain. Akan tetapi perbuatan yang menyebabkan sakit atau luka pada orang lain, tidak dapat dianggap sebagai penganiayaan kalau perbuatan itu dilakukan untuk menambah keselamatan badan.” Menurut ilmu pengetahuan (doktrin) pengertian penganiayaan

adalah sebagai berikut :

  

Page 76: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

65

“Setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk menimbulkan rasa sakit atau luka pada orang lain.” Berdasarkan doktrin diatas bahwa setiap perbuatan dengan sengaja

menimbulkan rasa sakit atau luka pada tubuh merupakan penganiayaan

yang terhadap pelakunya diancam pidana. Padahal dalam kehidupan

sehari-hari cukup banyak perbuatan yang dengan sengaja menimbulkan

rasa sakit atau luka pada tubuh yang terhadap pelakunya tidak semestinya

diancam dengan pidana.

Sedangkan menurut penjelasan menteri kehakiman pada waktu

pembentukan Pasal 351 KUHP dirumuskan, antara lain :

a) Setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk memberikan penderitaan badan kepada orang lain.

b) Setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk merugikan kesehatan pada orang lain.

Berbeda dengan RUU-KUHP 1993 yang memberikan penafsiran

kepada hakim. Penjelasan resmi RUU-KUHP 1993 yang dimuat dalam

penjelasan resmi Pasal 451 (20.01) dimuat antara lain sebagai berikut :

“perumusan penganiayaan tidak perlu ditentukan secara pasti mengingat kemungkinan perubahan nilai-nilai social dan budaya serta perkembangan dalam dunia kedokteran dan sosiologi”.

2. Unsur-Unsur Tindak Pidana Penganiayaan

Untuk lebih memperjelas tindak pidana penganiayaan sebagaimana

terurai diatas, berikut ini akan diuraikan makna dari masing-masing unsur

tersebut.

  

Page 77: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

66

a. Unsur Kesengajaan.

Dalam tindak pidana penganiayaan unsur kesengajaan harus

diartikan secara luas yaitu meliputi kesengajaan sebagai maksud,

kesengajaan sebagai kepastian dan kesengajaan sebagai kemungkinan.

Dengan penafsiran bahwa unsur kesengajaan dalam tindak

pidana penganiayaan ditafsir sebagai kesengajaan sebagai maksud

(opzet alsa olmergk), maka seorang baru dikatakan melakukan tindak

pidana penganiayaan, apabila orang itu mempunyai maksud

menimbulkan akibat berupa rasa sakit atau luka pada tubuh. Jadi, dalam

hal ini maksud orang itu haruslah ditujukan pada perbuatan dan rasa

sakit atau luka pada tubuh.

Walaupun secara prinsip kesengajaan dalam tindak pidana

penganiayaan harus ditafsirkan sebagai kesengajaan sebagai maksud,

namun dalam hal-hal tertentu kesengajaan dalam penganiayaan juga

dapat ditafsirkan sebagai kesengajaan sebagai kemungkinan.

Namun demikian penganiayaan itu bisa ditafsirkan sebagai

kesengajaan dalam sadar akan kemungkinan, tetapi penafsiran tersebut

juga terbatas pada adanya kesengajaan sebagai kemungkinan terhadap

akibat. Artinya dimungkinkan penafsiran secara luas unsur kesengajaan

itu yaitu kesengajaan sebagai maksud, kesengajaan sebagai

kemungkinan bahkan kesengajaan sebagai kepastian, hanya

dimungkinkan terhadap akibatnya. Sementara terhadap perbuatan itu

haruslah pada tujuan pelaku.

  

Page 78: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

67

b. Unsur Perbuatan.

Yang dimaksud perbuatan dalam penganiayaan adalah perbuatan

dalam arti positif. Artinya perbuatan tersebut haruslah merupakan

aktivitas atau kegiatan dari manusia dengan menggunakan (sebagaian)

anggota tubuhnya sekalipun sekecil apapun perbuatan itu.

Selain bersifat positif, unsur perbuatan dalam tindak pidana

penganiayaan juga bersifat abstrak. Artinya penganiayaan itu bisa

dalam berbagai bentuk perbuatan seperti memukul, mencubit, mengiris,

membacok, dan sebagainya.

c. Unsur akibat yang berupa rasa sakit atau luka tubuh.

Rasa sakit dalam konteks penganiayaan mengandung arti sebagai

terjadinya atau timbulnya rasa sakit, rasa perih, atau tidak enak

penderiataan.

Sementara yang dimaksud dengan luka adalah adanya perubahan

dari tubuh, atau terjadinya perubahan rupa pada tubuh sehingga

menjadi berbeda dari keadaan tubuh sebelum terjadinya penganiayaan.

Perubahan rupa itu misalnya lecet-lecet pada kulit, putusnya jari

tangan, bengkak-bengkak pada anggota tubuh dan sebagainya.

Unsur akibat - baik berupa rasa sakit atau luka – dengan unsur

perbuatan harus ada hubungan kausal. Artinya, harus dapat dibuktikan,

bahwa akibat yang berupa rasa sakit atau luka itu merupakan akibat

langsung dari perbuatan dengan akibat ini, maka tidak akan dapat

dibuktikan dengan adanya tindak pidana penganiayaan.

  

Page 79: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

68

d. Akibat mana yang menjadi tujuan satu-satunya.

Unsur ini mengandung pengertian, bahwa dalam tindak pidana

penganiayaan akibat berupa rasa sakit atau luka pada tubuh itu haruslah

merupakan tujuan satu-satunya dari pelaku. Artinya memang pelaku

menghendaki timbulya rasa sakit atau luka dari perbuatan

(penganiayaan) yang dilakukannya. Jadi, untuk adanya penganiayaan

harus dibuktikan bahwa rasa sakit atau luka pada tubuh itu menjadi

tujuan dari pelaku.

Apabila akibat yang berupa rasa sakit atau luka itu bukan

menjadi tujuan dari pelaku tetapi hanya sebagai sarana untuk mencapai

tujuan lain yang patut, maka dalam hal ini tidak terjadi penganiayaan.

Penganiayaan adalah tindak pidana yang menyerang kepentingan

hukum berupa tubuh manusia. Di dalam KUHP terdapat ketentuan

yang mengatur berbagai perbuatan yang menyerang kepentingan

hukum yang berupa tubuh manusia.

  

Page 80: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

69

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Pendekatan

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian yuridis

normatif, yaitu suatu prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran

berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya. Dalam kajian ini,

hukum dilihat sebagai sebuah sistem tersendiri yang terpisahdengan berbagai

sistem lain yang ada di dalam masyarakat sehingga memberi batas antara

sistem hukum dengan sistem lainnya.56

B. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi penelitian yang digunakan adalah preskriptif57 yaitu suatu

penelitian ditujukan untuk mendapatkan saran-saran mengena siapa yang

harus dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah tertentu yang dikaitkan

dengan penerapan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana penganiayaan.

C. Sumber Data

Sumber data sekunder adalah sejumlah keterangan atau fakta-fakta

yang secara tidak langsung diperoleh melalui bahan dokumen, Peraturan

perundang-undangan, laporan, arsip, literatur, dan hasil penelitian lainnya.58

Sumber data sekunder yang digunakan Penulis antara lain :

                                                            56Jhonny, Ibrahim, 2007, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Malang, Cetakan Ketiga, Bayumedia Publishing, Hal. 296. 57Soerjono soekanto,1981, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, Cetakan Pertama, UII Press, Hal .10. 58Ibid.,Hal. 12

  

Page 81: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

70

1) Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer, yaitu: norma atau kaidah dasar, peraturan

Perundang-undangan. Dalam penelitian ini, bahan hukum primer yang

digunakan adalah :

a) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

b) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

c) Putusan Nomor:179/Pid.B/2013/PN.Kdr.

2) Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder, yaitu: bahan-bahan yang memberikan penjelasan

mengenai bahan hukum primer, berupa hasil karya dari kalangan hukum

dalam bentuk buku-buku literatur atau artikel. Bahan hukum sekunder

digunakan dengan pertimbangan bahwa data primer tidak dapat

menjelaskan realitas secara lengkap sehingga diperlukan bahan hukum

primer dan sekunder sebagai data sekunder untuk melengkapi deskripsi

suatu realitas.

D. Metode Pengumpulan Data.

Data yang dikumpulkan dilakukan melalui studi kepustakaan. Studi

kepustakaan yaitu dengan melihat buku literatur, kumpulan bahan hukum

kuliah, dan peraturan perundang-undangan, sehingga menjadi pedoman dalam

pembuatan karya tulis ini.

  

Page 82: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

71

E. Metode Pengajian Data

Hasil penelitian disajikan dalam bentuk uraian-uraian yang

disusunsecara sistematis, maksudnya adalah keseluruhan data yang diperoleh

akan dihubungkan satu dengan yang lainnya disesuakan dengan pokok

permasalahan yang diteliti sehingga merupakan satu kesatuan yang utuh.

F. Metode Analisis Data

Data yang diperoleh akan dianalisis dengan menggunakan

metodenormatif kualitatif, yaitu dengan cara menjabarkan dan menafsirkan

data yang diperoleh berdasarkan norma-norma atau kaidah-kaidah, teori-

teori,pengertian-pengertian hukum dan doktrin-doktrin yang terdapat dalam

ilmu hukum, khususnya dalam Hukum Acara Pidana.

  

Page 83: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

72

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil penelitian

Penelitian ini dilakukan terhadap putusan perkara pidana Pengadilan

Negeri Kediri dengan nomor perkara 179/Pid.B/2013/PN.KDR tentang tindak

pidana penganiayaan dan oleh karena itu perlu dijelaskan terlebih dahulu data-

data dari putusan tersebut, sebagai berikut:

1. Duduk Perkara

Awal mula perkara ini adalah terdakwa SS, Saksi korban ST dan

Terdakwa sebelumnya adalah suami istri yang menikah pada tahun 2000 akan

tetapi pernikahan tersebut berakhir perceraian sekitar bulan Maret 2013,dengan

adanya perceraian tersebut terdakwa merasa kesal kepada saksi korban SS

selanjutnya terdakwa meminta uang sejumlah Rp. 10.000.000,(sepuluh juta

rupiah) sebagai uang gono gini kepada saksi korban SS, meskipun terdakwa

sendiri mengetahui bahwa dalam putusan perceraian di Pengadilan Agama

Kabupaten. Kediri tidak menjelaskan tentang harta gono gini, dan apabila

permintaan terdakwa tidak diberi maka saksi korban SS akan diganggu terus.

Pada saat saksi korban SS berada di pasar grosir dengan tujuan kulakan

sayuran bertemu terdakwa SS di dalam Pasar Grosir. Kemudian terdakwa mencaci

maki saksi korban ST dan minta uang kepada saksi korban ST. Kesal karena tidak

diberi uang terdakwa SS melakukan penganiayaan terhadap saksi korban ST

  

Page 84: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

73

dengan melakukan pemukulan terhadap saksi korban SS dengan tangan kanan

yang mengengam diayunkan ke bagian mulut saksi korban SS dengan ditekankan

(dijetepne) jari telunjuk dengan keras sebanyak 1 kali sehingga menggakibatkan

mulut saksi korban SS luka berdarah karena gigi bagian bawah lepas 1 (satu). Dan

saksi korban dibawa ke rumah sakit Bhayangkara untuk melakukan Visum Et

Repertum dan melaporkannya ke kantor polisi.

2. Dakwaan Jaksa

Dalam perkara, terdakwa SS didakwa jaksa penuntut umum dengan

dakwaan tunggal sebagai berikut :

Pada hari Senin tanggal 27 Mei 2013 sekira jam. 12.30 WIB atau setidak-

tidaknya pada suatu waktu lain dalam tahun 2013 bertempat Dalam Pasar Grosir

Kelurahan Ngronggo Kecamatan Kota Kediri atau setidak-tidaknya pada suatu

tempat lain yang masih termasuk dalam daerah Hukum Pengadilan Negeri Kediri,

terdakwa SS dengan sengaja telah melakukan penganiayaan terhadap saksi korban

ST.

Perbuatan mana dilakukan dengan cara pada hari Senin tanggal 27 Mei

2013 sekira jam. 12.30 WIB Saksi korban ST dan terdakwa bertemu di dalam

Pasar Grosir terdakwa melakukan pemukulan terhadap saksi korban ST yang

dilakukan dengan cara pada saat posisi saling berhadap hadapan dengan jarak

kurang lebih 1(satu) meter antara terdakwa dan saksi Siti Kotimah, terdakwa

dengan tangan kanan yang mengengam diayunkan ke bagian mulut saksi korban

ST dengan ditekankan (dijetepne) jari telunjuk dengan keras sebanyak 1 kali

  

Page 85: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

74

sehingga menggakibatkan mulut saksi korban ST luka berdarah karena gigi bagian

bawah lepas 1 (satu). Akibat dari perbuatan terdakwa yang telah melakukan

penganiayaan atau pemukulan tersebut, saksi korban ST mengalami luka-luka

dengan hasil Visum Et Repertum Rumah Sakit Bhayangkara Kediri NO. VER / 96

/ V/ 2013 / Rumkit yang dibuat dan ditandatangai oleh dr. T Wahyudi W Dokter

Pada Rumah Sakit Bhayangkara Kediri, yang telah melakukan pemeriksaan pada

hari Selasa tanggal 28 Mei 2013 dengan hasil pemeriksaan sebagai berikut :

- Kepala : terdapat gigi seri pertama kiri atas lepas ;

Dengan kesimpulan ditemukan gigi seri pertama kiri atas lepas diduga

akibat persentuhan tumpul. Perbuatan terdakwa tersebut sebagaimana diatur dan

diancam pidana dalam Pasal 351(1) KUHP Tentang Tindak Penganiayaan.

3. Pembuktian

a. Keterangan Saksi

Untuk membuktikan dakwaannya tersebut, Penuntut Umum di persidangan

telah mengajukan saksi-saksi yang masing-masing telah memberikan

keterangannya di bawah sumpah menurut cara agamanya, yang pada pokoknya

sebagai berikut:

SAKSI I : ST

Memberikan keterangan bahwa saksi sudah pernah diperiksa oleh penyidik

sehubungan dengan perkara terdakwa tersebut. Saksi mengatakan kenal dengan

terdakwa karena terdakwa dulu mantan suami saksi. Kejadian penganiayaan

tersebut terjadi pada hari Senin, tanggal 27 Mei 2013, sekitar pukul 12.30 WIB.

  

Page 86: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

75

bertempat di Lingkungan Pasar Grosir Ngronggo tepatnya didepan kios milik

saksi Tentrem Blok C No. 45 Kelurahan Ngronggo, Kota Kediri, saksi ada di

pasar grosir tersebut dengan tujuan kulakan / mau beli sayuran, dan tidak sengaja

bertemu dengan terdakwa kemudian terdakwa mencaci maki saksi dan minta uang

kepada saksi sebesar Rp.,10.000.000,-(sepuluh juita rupiah) katanya uang gono

gini, kalau tidak saksi kasih, saksi akan diteror dan diancam oleh terdakwa. Saksi

juga menjelaskan bahwa saksi dan terdakwa dalam perceraiannya di Kantor

Pengadilan Agama terdakwa tidak mengajukan hak gono gini. Selama terdakwa

menikah dengan saksi, terdakwa tidak pernah memukul, hanya saja terdakwa

pernah menendang dan menjambak saksi.

Sebelum menikah, terdakwa adalah seorang duda dan saksi janda bawa

anak satu, kemudian saksi dan terdakwa pacaran dan terdakwa memang sering

mencaci maki saksi, tapi saksi mau menikah dengan terdakwa karena sudah

terlanjur cinta. Pada saat kejadian saksi dipukul oleh terdakwa saat itu, karena

terdakwa minta uang gono gini kepada saksi sebesar Rp.10.000.000,-(sepuluh juta

rupiah), padahal pada saat terdakwa menikah dengan saksi, terdakwa tidak

membawa apa-apa dan tidak kaya, kadang kerja kadang tidak lalu kerja jadi kuli

bangunan.

Pada saat kejadian saksi dipukul terdakwa kena gigi saksi sampai patah

dengan menggunakan tangan kanan dan ada visum dari dokter dan setelah dipukul

terdakwa sebanyak satu kali hingga keluar darah dan pada saat itu ada saksinya.

Saksi pusing beberapa hari dan tidak bisa jualan selama dua atau tiga minggu dan

karena takut, tensi saksi yang biasanya 120 jadi naik menjadi 160, dan sebelum

  

Page 87: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

76

dipukul terdakwa gigi saksi utuh. Setelah kejadian keluarga terdakwa ada yang

datang kerumah saksi untuk minta maaf, tapi kalau terdakwa tidak minta maaf

kepada saksi dan tidak ada perdamaian, justru terdakwa meneror saksi lewat HP

dan memaki-maki saksi, lalu saksi lapor ke polisi kemudian terdakwa ditahan.

Saksi II : TENTREM

Memberikan keterangan bahwa saksi kenal kepada terdakwa SS namun

tidak mempunyai hubungan keluarga maupun kerja dengan terdakwa. Pada hari

Senin, tanggal 27 Mei 2013,sekitar pukul 12.30 wib. bertempat di Lingkungan

Pasar Grosir Ngronggo tepatnya didepan kios milik sdr. Tentrem Blok C No. 45

Kelurahan Ngronggo, Kota Kediri, terdakwa telah melakukan penganiayaan

terhadap saksi korban ST yang merupakan mantan istrinya didepan kios milik

saksi. Saksi korban dipukul terdakwa kena gigi saksi sampai patah dengan

menggunakan tangan kanan dan ada visum dari dokter dan setelah dipukul

terdakwa sebanyak satu kali dan keluar darah. Saksi tahu terdakwa saat itu

terdakwa melakukan penganiayaan kepada saksi korban dengan cara

menggunakan jari-jari tangan kanannya ditekankan kearah mulut saksi korban

sebanyak satu kali dengan posisi saling berhadap-hadapan dan setahu saksi ,saksi

korban tidak membalas. Setelah kejadian bagian mulut saksi korban berdarah dan

gigi bagian bawah saksi korban tanggal / lepas (rontok) satu.

Saksi III : TEGUH SANTOSO

Memberikan keterangan bahwa saksi kenal kepada terdakwa SS namun

tidak mempunyai hubungan keluarga maupun kerja dengan terdakwa. Saksi

mengetahui pada hari Senin, tanggal 27 Mei 2013, sekitar pukul 12.30 wib.

  

Page 88: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

77

bertempat di Lingkungan Pasar Grosir Ngronggo tepatnya didepan kios milik

saksi Tentrem Blok C No. 45 Kelurahan Ngronggo, Kota Kediri, terdakwa telah

melakukan penganiayaan terhadap saksi korban yang merupakan mantan istrinya

didepan kios milik saksi Tentrem. Saksi korban dipukul terdakwa kena gigi saksi

sampai patah dengan menggunakan tangan kanan dan ada visum dari dokter dan

setelah dipukul terdakwa sebanyak satu kali dan keluar darah. Saksi tahu terdakwa

saat itu melakukan penganiayaan kepada saksi korban dengan cara menggunakan

jari-jari tangan kanannya ditekankan kearah mulut saksi korban sebanyak satu kali

dengan posisi saling berhadap-hadapan dan setahu saksi korban tidak membalas.

Setelah kejadian bagian mulut saksi korban berdarah dan gigi bagian bawah saksi

korban tanggal / lepas (rontok) satu.

b. Surat

Sebagaimana Visum et Repertum No.VER/96/V/2013/Rumkit, tanggal 28

Mei 2013 yang dibuat dan ditanda tangani oleh dr. T.Wahyudi. W, dokter pada

RS. Bhayangkara Kediri, dengan kesimpulan :

a) Pada saat dilakukan pemeriksaan didapatkan gigi seri pertama kiri atas lepas

diduga akibat persentuhan tumpul;

b) Hal ini tidak mendatangkan penyakit atau halangan buat menjalankan

kewajiban sebagai swasta;

c) Orang ini sudah sembuh sama sekali jikalau sekiranya tidak ada hal-hal yang

menambah penyakitnya (komplikasi).

  

Page 89: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

78

c. Keterangan Terdakwa

Dipersidangan telah didengar pula keterangan terdakwa sebagai berikut :

Pada hari Senin, tanggal 27 Mei 2013,sekitar pukul 12.30 WIB.

bertempat di Lingkungan Pasar Grosir Ngronggo tepatnya didepan kios milik

saksi Tentrem Blok C No. 45 Kelurahan Ngronggo, Kota Kediri, terdakwa telah

melakukan penganiayaan terhadap saksi korban ST mantan istrinya. Saat itu saksi

melakukan penganiayaan terhadap mantan istrinya dengan cara mencolokkan jari

telunjuknya ke bagian mulut saksi korban dengan menggunakan tangan kanan

terdakwa sebanyak satu kali dan saksi korban tidak melawan.

Terdakwa melakukan perbuatan tersebut, karena sebelumnya antara

terdakwa dengan saksi korban telah terjadi pertengkaran (cekcok) karena

terdakwa tidak mau diceraikan oleh saksi korban dengan alasan karena terdakwa

masih sayang dengan saksi korban. Setelah terdakwa mencolokkan jari

telunjuknya ke bagian mulut saksi korban, salah satu gigi bagian atas saksi korban

tersebut copot / terlepas, kemudian terdakwa langsung pergi ke tempat kerjanya

yang berlokasi di dalam area Unit VI PT. Gudang Garam Kediri, sebagai kuli

bangunan. Terdakwa merasa bersalah, menyesal dan berjanji tidak akan

mengulangi lagi perbuatannya. Terdakwa pernah juga menjelaskan bahwa dirinya

pernah dihukum selama 3 (tiga) bulan pada tahun 2007, karena perkara sabung

ayam.

  

Page 90: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

79

4. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum

Penuntut Umum mengajukan tuntutan(requisitoir) tertanggal 19 Agustus

2013 yang pada pokoknya menuntut supaya Majelis Hakim Pengadilan Negeri

Kediri yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan sebagai berikut :

1. Menyatakan terdakwa SUTRISNO bin SUDJONO terbukti secara sah dan

meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana "PENGANIAYAAN ", sesuai

dengan Pasal 351 (1) KUHP;

2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa SUTRISNO bin SUDJONO, dengan

pidana penjara selama :7 (tujuh) bulan penjara dikurangi selama terdakwa

berada dalam tahanan sementara dengan perintah agar terdakwa tetap ditahan;

3. Menetapkan supaya terdakwa SUTRISNO bin SUDJONO dibebani biaya

perkara sebesar Rp. 2.000,-(dua ribu rupiah) ;

5. Putusan Hakim Pengadilan Negeri

a. Pertimbangan Hukum Hakim

Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan tersebut,

selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan apakah fakta- fakta tersebut

dapat memenuhi unsur-unsur pasal yang didakwakan kepada terdakwa dan apakah

terdakwa dapat dipersalahkan telah melakukan tindak pidana yang didakwakan

kepadanya.

Hakim dalam memutuskan perkara berdasarkan dakwaan yang

didakwakan kepada terdakwa SUTRISNO oleh Jaksa Penuntut Umum

berdasarkan pertimbangan sebagai berikut:

  

Page 91: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

80

Menimbang, bahwa di persidangan terdakwa telah didakwa oleh Penuntut

Umum berdasarkan dakwaan yang disusun secara tunggal, yakni, Pasal 351

ayat(1) KUHP mengenai penganiayaan, yang unsur-unsurnya sebagai berikut :

1) Dengan sengaja;

2) Menyebabkan perasaan tidak enak (penderitaan), rasa sakit (pijn)

atau luka;

Add. 1 Unsur Dengan Sengaja :

Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan sengaja adalah adanya niat

atau kehendak dari pelaku untuk melakukan perbuatan sebagaimana dilarang oleh

undang-undang;

Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi korban Siti Khotimah,

saksi Tentrem, saksi Teguh Santoso dan terdakwa yang saling berkaitan di

persidangan terungkap bahwa pada hari Senin, tanggal 27 Mei 2013,sekitar

pukul 12.30 WIB. bertempat di Lingkungan Pasar Grosir Ngronggo tepatnya

didepan kiso milik saksi Tentrem Blok C No. 45 Kelurahan Ngronggo, Kota

Kediri, terdakwa telah melakukan penganiayaan terhadap mantan istrinya

bernama Siti Khotimah dengan menggunakan tangan kanannya;

Menimbang, bahwa terdakwa menganiaya Saksi Siti Khotimah dengan

cara mencolokkan jari telunjuknya ke bagian mulut Siti Khotimah dengan

menggunakan tangan kanan terdakwa sebanyak satu kali dan Siti Khotimah tidak

melawan;

Menimbang, bahwa setelah terdakwa mencolokkan jari telunjuknya ke

bagian mulut Siti Khotimah, akibatnya salah satu gigi bagian atas Siti Khotimah

  

Page 92: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

81

tersebut copot / terlepas, kemudian terdakwa langsung pergi ke tempat kerjanya

yang berlokasi di dalam area Unit VI PT. Gudang Garam Kediri, sebagai kuli

bangunan;

Menimbang, bahwa terdakwa melakukan perbuatan tersebut, karena

sebelumnya antara terdakwa dengan Siti Khotimah telah terjadi

pertengkaran(cekcok) karena terdakwa tidak mau diceraikan oleh Siti Khotimah,

karena terdakwa masih sayang dengannya, sehingga dengan demikian unsur

dengan sengaja telah terpenuhi ;

Add. 2 Unsur Menyebabkan Perasaan Tidak Enak (Penderitaan), Rasa Sakit

(pijn) atau Luka.

Menimbang, bahwa dalam unsur ini antara perasaan tidak enak

(penderitaan), rasa sakit (pijn) atau luka dengan perbuatan yang dilakukan oleh

terdakwa harus ada hubungan causa, artinya bahwa timbulnya perasaan tidak enak

(penderitaan), rasa sakit (pijn) atau luka harus merupakan akibat langsung dari

perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa ;

Menimbang, bahwa menurut keterangan para saksi dan terdakwa di

persidangan diketahui bahwa akibat dari pukulan yang dilakukan oleh terdakwa

terhadap saksi Siti Khotimah dengan menggunakan tangan kanannya,

mengakibatkan saksi Siti Khotimah salah satu gigi bagian atas Siti Khotimah

tersebut copot / terlepas;

Menimbang, bahwa keterangan para saksi dan terdakwa tersebut dikuatkan

oleh hasil pemeriksaan Visum et Repertum No.VER/96/V/2013/Rumkit, tanggal

  

Page 93: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

82

28 Mei 2013yang dibuat dan ditanda tangani oleh dr. T. Wahyudi. W, dokter pada

RS. Bhayangkara Kediri, dengan kesimpulan :

a) Pada saat dilakukan pemeriksaan didapatkan gigi seri pertama kiri atas lepas

diduga akibat persentuhan tumpul;

b) Hal ini tidak mendatangkan penyakit atau halangan buat menjalankan

kewajiban sebagai swasta;

c) Orang ini sudah sembuh sama sekali jikalau sekiranya tidak ada hal-hal yang

menambah penyakitnya (komplikasi) ;

Menimbang, bahwa dari keterangan para saksi dan terdakwa tersebut di

atas yang kemudian dikuatkan oleh hasil pemeriksaan Visum et Repertum, terbukti

bahwa akibat perbuatan terdakwa mencolokkan jari telunjuknya ke bagian mulut

Siti Khotimah dengan menggunakan tangan kanan terdakwa sebanyak satu kali,

sebagaimana dalam Visum et Repertum di atas, maka menurut pendapat Majelis

Hakim bahwa unsur kedua ini juga terpenuhi;

Menimbang, bahwa oleh karena semua unsur dalam Pasal 351 ayat (1)

KUHP telah terpenuhi, maka menurut Majelis Hakim, terdakwa terbukti secara

sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana dalam dakwaan

Penuntut Umum tersebut yang kualifikasinya akan ditetapkan dalam amar

putusan;

Menimbang, bahwa oleh karena selama pemeriksaan perkara ini tidak

ditemukan adanya alasan pemaaf maupun alasan pembenar yang dapat menghapus

kesalahan terdakwa dan sifat melawan hukumnya perbuatan, maka terdakwa harus

  

Page 94: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

83

mempertanggung jawabkan atas perbuatannya dan dinyatakan bersalah serta harus

pula dijatuhi pidana ;

Menimbang, bahwa mengenai lamanya pidana yang akan dijatuhkan,

Majelis Hakim terlebih dahulu akan mempertimbangkan hal-hal yang

memberatkan maupun yang meringankan yang ada pada diri terdakwa;

Hal-hal yang memberatkan :

a) Perbuatan terdakwa menimbulkan penderitaan bagi orang lain;

b) Terdakwa pernah dihukum;

Hal-hal yang meringankan :

a) Terdakwa menyesali perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulangi lagi

perbuatan yang melanggar hukum;

b) Terdakwa bersikap sopan di persidangan, sehingga memperlancar jalannya

persidangan ;

Menimbang, bahwa oleh karena dalam perkara ini terdakwa telah

ditangkap dan selama pemeriksaan perkara ini sejak dari penyidikan sampai

dengan pemeriksaan di persidangan terdakwa ditahan, maka masa penangkapan

dan lamanya terdakwa berada dalam tahanan dikurangkan seluruhnya dari pidana

yang akan dijatuhkan ;

Menimbang, bahwa untuk menjamin putusan ini dapat dilaksanakan

setelah putusan ini mempunyai kekuatan hukum tetap, maka perlu ditetapkan agar

terdakwa tetap berada dalam tahanan;

  

Page 95: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

84

Menimbang, bahwa oleh karena terdakwa dinyatakan bersalah dan dijatuhi

pidana, maka kepada terdakwa harus dibebani membayar biaya perkara yang

besarnya akan ditetapkan dalam amar putusan ini;

Memperhatikan, Pasal 351 Ayat (1) KUHP dan Kitab Undang - Undang

Hukum Acara Pidana (KUHAP) serta peraturan lainnya yang bersangkutan.

b. Amar Putusan Pengadilan Negeri

Mengadili:

1) Menyatakan terdakwa SUTRISNO Bin SUJONO terbukti secara sah dan

meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana : “PENGANIAYAAN“;

2) Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama : 4

(empat) bulan;

3) Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa dikurangkan

seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;

4) Menetapkan terdakwa tetap dalam tahanan;

5) Membebankan kepada terdakwa membayar biaya perkara sebesar

Rp.2.000,00(dua ribu rupiah);

B. Pembahasan

Berdasarkan hasil penilitan terhadap perkara tindak pidana penganiayaan

diwilayah hukum Pengadilan Negeri Kediri dalam putusan Nomor

179/Pid.B/2013/PN.Kdr dan dengan melakukan studi pustaka yang berhubungan

dengan objek penelitian, maka dapat dilakukan suatu analisis sebagai berikut:

  

Page 96: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

85

1. Kekuatan Pembuktian Visum Et Repertum dalam Tindak Pidana Penganiayaan yang dilakukan Sutrisno dalam Putusan Nomor : 179/Pid.B/2013/PN.Kdr.

Pembuktian tentang benar tidaknya terdakwa melakukan perbuatan yang

didakwakan, merupakan bagian yang terpenting acara pidana. Dalam hal ini pun

hak asasi manusia dipertaruhkan, sehingga bagaimana akibatnya jika seseorang

yang didakwa dinyatakan terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan akan

tetapi hal tersebut tidak benar. Untuk inilah hukum acara pidana berusaha mencari

kebenaran materiil. Pembuktian juga merupakan titik sentral hukum acara pidana.

Pembuktian adalah ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan dan

pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan undang-undang membuktikan

kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. Pembuktian juga merupakan

ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan undang-undang yang

boleh dipergunakan hakim membuktikan kesalahan yang didakwakan.

Persidangan pengadilan tidak boleh sesuka hati dan semena-mena membuktikan

kesalahan terdakwa.59

Pembuktian merupakan bagian yang sangat penting dalam rangkaian acara

di persidangan. Kebenaran mengenai suatu tindak pidana dapat diketemukan

melalui pembuktian. Tahap pembuktian dalam persidangan merupakan “jantung”

sebuah proses peradilan guna menemukan kebenaran materiil, tujuan adanya

hukum acara pidana. Kebenaran materiil diartikan sebagai suatu kebenaran yang

                                                            59 Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP (Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali), Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal. 273.

  

Page 97: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

86

diupayakan mendekati kebenaran yang sesungguhnya atas tindak pidana yang

terjadi.60

Secara umum, pembuktian berasal dari kata “bukti” yang artinya suatu hal

(peristiwa dan sebagainya) yang cukup memperlihatkan kebenaran suatu hal

(peristiwa tersebut). Pembuktian merupakan perbuatan membuktikan61

Membuktikan mengandung maksud dan usaha untuk menyatakan kebenaran suatu

peristiwa, sehingga dapat diterima oleh akal terhadap kebenaran peristiwa

tersebut.  62 Dalam hal membuktikan Hakim harus memperhatikan kepentingan

terdakwa maupun kepentingan masyarakat. 63

Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-

Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP ) yang merupakan insrumen hukum

nasional yang mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana

materiil telah terdapat rumusan sistem pembuktian tersendiri. Adapun rumusan

sistem pembuktian tersebut tentunya untuk mendukung tujuan dari hukum acara

pidana, yaitu untuk mencari dan memperoleh kebenaraan materiil. 64

Menurut M. Yahya Harahap65 :

“Pembuktian adalah ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan dan pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan undang-undang membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. Pembuktian juga merupakan ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan undang-undang yang boleh dipergunakan hakim membuktikan kesalahan yang didakwakan”.

                                                            60Hibnu Nugroho, 2010, Bunga Rampai Penegakan Hukum di Indonesia, Badan Penerbit Undip, Semarang, hal. 33 61Lilik Mulyadi,2007, Putusan Haki Dalam Hukum Acara Pidana Teori, Praktik, Teknik, Penyusunan, dan Permasalahannya, cet. I, Bandung, Citra Aditya Bakti, hal. 50-51. 62Martiman Prodjohamidjojo (a), 1983, Seistem Pembuktian dan Alat- Alat Bukti, cet. I, Jakarta, Ghlia Indonesia, hal. 11. 63Darwan Prints, Op. Cit., hal. 136. 64 Departemen Kehakiman RI, Op. Cit., hal. 1 65M. Yahya Harahap, Op.cit., hal. 273-274

  

Page 98: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

87

Darwan Prinst mengatakan bahwa66:

“ Pembuktian adalah suatu peristiwa pidana telah terjadi dan bahwa terdakwa

yang bersalah melakukannya, sehingga terdakwa harus mempertanggungjawabkan

kesalahannya tersebut.”

Sedangkan menurut Van Bemmelen67:

“Membuktikan adalah memberikan kepastian yang layak menurut akal tentang

apakah hal yang tertentu itu sunnguh terjadi dan apa demikian sebabnya.”

Dengan tercapainya kebenaran materiil maka akan tercapai pula tujuan

akhir hukum acara pidana, yaitu untuk mencapai suatu ketertiban, ketentraman,

keadilan, dan kesejahteraan dalam masyarakat.  68 Setiap ahli yang memberikan

pengertian mengenai pembuktian memberikan pengertian yang hampir sama yaitu

suat kegiatan untuk mecapai tujuan akhir hukum acara pidana.

Tujuan dari pembuktian adalah mencari dan menetapkan kebenaran yang

ada dalam suatu perkara, bukan semata- mata mencari kesalahan seseorang dalam

hal ini orang yang didakwa melakukan suatu tindak pidana.  69 Tujuan tersebut

sejalan dengan tujuan hukum yakni menciptakan masyarakat tenang dan tentram,

dimana setiap warga berhak mendapatkan perlindungan hukum, untuk itu

peraturan yang ada harus dilaksanakan secara adil. Menurut A. Karim Nasution: 70

                                                            66Darwin Prinst, Op.Cit. hal. 137 67Moeljanto, Hukum Acara Pidana, cetakan 1, hal. 77 68Andi Hamzah, Op. Cit., hal. 9 69R. Soesilo, Hukum Acara Pidana ( Prosedur Penyelesaian Perkara Pidana Menurut KUHAP Bagi Penegak Hukum), cet. 1, Politea, Bogor, hal. 110. 70A. Karim Nasution, Masalah Hukum Pembuktian Dalam ProsesPidana Jilid I, Pusdiklat Agung, Jakarta, hal. 24

  

Page 99: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

88

“Tujuan dari pembuktian adalah untuk memberikan kepastian yang diperlukan

dalam menilai sesuatu hal tertentu mengenai fakta atas penilaian tersebut harus

didasarkan.” 

Ditinjau dari segi hukum acara pidana, pembuktian merupakan ketentuan

yang membatasi sidang pengadilan dalam usahanya mencari dan mempertahankan

kebenaran. Hakim , Penuntut Umum, Terdakwa, maupun Penasehat hukum,

masing- masing terikat ketentuan tata cara dan penilaian alat bukti yang

ditentukan undang- undang artinya bahwa dalam mempergunakan dan menilai

kekuatan pembuktian yang melekat pada setiap alat bukti hakim, penuntut umum,

terdakwa maupun penasehat hukum harus melaksanakannya dalam batas- batas

yang dibenarkan undang- undang. 71

Putusan Nomor :179/Pid.b/2013/PN.Kdr, hakim memeriksa alat bukti

yakni 1 orang saksi korban ,3 orang saksi dan keterangan terdakwa yang

memberatkan dan alat bukti surat berupa Visum et Repertum No.

VER/96/V/2013/Rumkit. Alat bukti tersebut di atas memenuhi rumusan minimum

pembuktian dan memperoleh keyakinan bahwa terdakwa terbukti bersalah

melakukan tindak dengan sengaja melakukan tindak pidana penganiayaan

sebagaimana diatur dalam Pasal 351 ayat (1) KUHP.

Berdasarkan bunyi Pasal 187 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP):

“Surat sebagaimana dimaksud Pasal 184 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, adalah:                                                             71AnggyaAyu Gita Puspita, 2012, Kekuatan Alat Bukti Saki Korban Tindak pidana Pengeksploitasian Seksual Anak ( Tinjauan Yuridis Putusan Nomor 42/Pid.Sus/2011/PN.Pwt), Fakultas Hukum Universitas Jendral Soedirman, Purwokerto, hal. 82

  

Page 100: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

89

a. Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat dihadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya sendiri disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangan itu;

b. Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan;

c. Surat keterangan dari seorang ahli yamng memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi daripadanya;

d. Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dan alat pembuktian yang lain”.

Nilai kekuatan pembuktian surat sebagaimana diatur dalam KUHAP sama

sekali tidak mengatur mengenai ketentuan khusus tentang kekuatan pembuktian

surat, kekuatan pembuktian surat hanya dapat ditinjau dari segi teori serta

menghubungkanya dengan beberapa prinsip pembuktian yang diatur dalam

KUHAP yaitu:72

Surat sebagai alat bukti diatur dalam Pasal 187 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang menurut ketentuan ini:

“Surat yang dinilai dengan alat bukti yang sah di persidangan menurut undang-undang yaitu surat yang dibuat atas sumpah jabatan dan atau surat yang dikuatkan dengan sumpah. Alat bukti surat menurut definisi Asser-Anema yaitu segala sesuatu yang mengandung tanda-tanda baca yang dapat dimengerti, dimaksud untuk mengeluarkan isi pikiran.”73

Sebagai syarat dalam menentukan dapat atau tidaknya suatu surat itu dapat

dikategorikan sebagai suatu alat bukti yang sah ialah bahwa surat-surat itu harus

dibuat di atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah. Surat resmi yang

dimaksud dalam Pasal 187 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum

Acara Pidana (KUHAP) berbentuk berita acara, akte, surat keterangan ataupun

surat lain yang mempunyai hubungan dengan perkara yang diadili.

                                                            72Ibid, hal. 288 73 Andi Hamzah. Op.cit. Hal. 276. 

  

Page 101: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

90

Bantuan dokter kepada kalangan hukum yang paling sering dan sangat

diperlukan adalah pemeriksaan korban untuk pembuatan Visum et Repertum.

Visum inilah yang akan menghubungkan dokter dengan Penyidik atau kalangan

peradilan lainnya. Visum et Repertum adalah istilah asing, namun menyatu dengan

bahasa Indonesia sehingga orang awam sekalipun dapat mengetahui bahwa Visum

et Repertum ini berkaitan dengan surat yang dikeluarkan oleh dokter untuk Polisi

demi proses di pengadilan. 74

Istilah visum et repertum tidak ditemukan dalam KUHAP, tetapi terdapat

dalam Stbl tahun 1937 Nomor 350 tentang Visa reperta merupakan bahasa Latin.

Visa berarti penyaksian atau pengakuan telah melihat sesuatu, dan reperta berarti

laporan. Dengan demikian apabila diterjemahkan secara bebas berdasarkan arti

kata, Visa Reperta berarti laporan yang dibuat berdasarkan penyaksian atau

pengakuan telah melihat sesuatu.

Visum et repertum merupakan bentuk tunggal dari kata visa et reperta.

Dalam Stbl 1937 Nomor 350, dalam Pasal 1 disebutkan bahwa “visa reperta para

dokter yang dibuat atas sumpah jabatan, yang diucapkan pada waktu

menyelesaikan pelajaran kedokteran di Indonesia maupun atas sumpah khusus

seperti dimaksud dalam Pasal 2, dalam perkara pidana mempunyai kekuatan

pembuktian.

Dalam KUHAP tidak disebut visum et repertum tetapi menggunakan

istilah alat bukti surat dan alat bukti keterangan ahli. Pasal 1 butir 28 KUHAP

memberikan pengertian tentang keterangan ahli sebagai berikut :

                                                            74 Amri Amir, Rangkaian Ilmu Kedokteran Forensik, Edisi Kedua, Ramadhan, Medan, 2005, hal 205.  

  

Page 102: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

91

“Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan”.

Menurut Karyadidan Soesilo bahwa dokter juga seorang ahli kesehatan

yang dalam perkara penganiayaan dan pembunuhan (menerangkan tentang besar

kecilnya luka atau sebab kematian korban).75

Y.A. Triana76 menyebutkan macam-macam visum et repertum

berdasarkan penggunaannya sebagai berikut:

a. Visum et repertum untuk pelaku kelainan jiwa. b. Visum et repertum tentang umur; c. Visum et repertum untuk koban hidup; d. Visum et repertum untuk mayat; e. Visum et repertum untuk koban perkosaan atau tindak pidana kesusilaan; f. Visum et repertum penggalian mayat.

Staatsblad Tahun 1937 Nomor 350 ada ketentuan mengenai Visum et

Repertum ini sendiri. Isinya menyatakan:

1. Setiap Dokter yang telah disumpah waktu menyelesaikan

pendidikannya di Belanda maupun di Indonesia, ataupun dokter-dokter lain

berdasarkan sumpah khususnya dapat membuat Visum et Repertum;

2. Visum Et Repertum mempunyai daya bukti yang sah/alat bukti

yang sah dalam perkara pidana;

3. Visum et Repertum berisi laporan tertulis tentang apa yang dilihat, ditemukan

pada benda-benda/korban yang diperiksa.

                                                            75Y.A Triana Ohoiwutun, 2007, bunga rampai hukum kedoteran,. Malang:BayuMedia Publishing

hal.676 Y.A.Triana Op.cit. Hal. 34

  

Page 103: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

92

Visum et Repertum terdiri dari beberapa jenis, antara lain : 77

1. Visum untuk korban hidup dapat dibedakan atas:

a. Visum seketika

b. Visum sementara

c. Visum lanjutan

2. Visum Jenazah dapat dibedakan atas beberapa, yaitu: 78

a. Visum dengan pemeriksaan luar

b. Visum dengan pemeriksaan luar dan dalam

3. Visum et Repertum Pemeriksaan di Tempat Kejadian Perkara

4. Visum et Repertum Penggalian Mayat

5. Visum et Repertum Mengenai Umur

6. Visum et Repertum Psikiatrik.

Pembuatan visum et repertum haruslah memenuhi syarat formil dan syarat

materil. Syarat formil menyangkut prosedur yang harus dipenuhi yakni

sebagaimana tercantum dalam Instruksi Kapolri No.Pol INS/E/20/IX/75 tentang

Tata Cara Permohonan/pencabutan visum et repertum sebagai berikut:

1. Permintaan visum et repertum haruslah tertulis (sesuai dengan Pasal 133 Ayat

(2) KUHAP);

2. Pemeriksaan atas mayat dilakukan dengan cara dibedah, jika ada keberatan dari

pihak keluarga korban, maka pihak Polisi atau pemeriksa memberikan

penjelasan akan pentingnya dilakukan dengan bedah mayat;

                                                            77 H. Amar Singh, Ilmu Kedokteran Kehakiman, Universitas Methodist, Medan, 2010, hal.9-10. 78 Ibid, hal.212

  

Page 104: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

93

3. Permintaan visum et repertum hanya dilakukan terhadap tindak pidana yang

baru terjadi, tidak dibenarkan permintaan yang telah lampau;

4. Polisi wajib menyaksikan dan mengikuti jalannya bedah mayat;

5. Untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan, maka polisi perlu melakukan

pengamanan tempat dilakukannya bedah mayat.

Terhadap kekerasan fisik, akan dilakukan Visum et Repertum. Visum ini

berguna sebagai salah satu alat bukti otentik bahwa telah terjadi kekerasan fisik,

diakibatkan oleh apa, dan ukuran lukanya. Hal ini agar tanda-tanda fisik bekas

penganiayaan tidak keburu hilang. Terhadap pengaduan kekerasan psikis, berupa

perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya

kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat

pada seseorang juga sebaiknya ditindak lanjuti oleh penegak hukum. Untuk

menambah alat bukti dan memperkuat penyidikan penegak hukum dapat meminta

ahli (psikiater/psikolog) untuk dimintai pendapatnya mengenai kekerasan psikis

ini. Polisi, Jaksa dan Hakim tidak memiliki legitimasi yuridis dan keilmuan untuk

menentukan secara persis mengenai bentuk dan penyebab kekerasan fisik

demikian. dokterlah yang memiliki legitimasi yuridis dan keilmuan untuk

mengeluarkan visum demikian. 79

Pada hakikatnya dalam suatu perkara pidana Visum et Repertum itu

berfungsi sebagai berikut: 80

1. Membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan;

2. Untuk mementukan arah penyelidikan;                                                             

79 http://polhukam.kompasiana.com/hukum/2012/06/26/3/473387/pengaduan-dan-visumkdrt. html, diakses pada tanggal 19 Maret 2013. 80 Amar Singh, Op.Cit, hal.10

  

Page 105: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

94

3. Menentukan tugas selanjutnya bagi Penuntut Umum dan Hakim dipengadilan;

4. Menggantikan sepenuhnya Corpus Delicti (pengganti barang bukti) karena

barang bukti yang berasal dari tubuh manusia seperti luka maupun jenazah

akan berubah.

Sedangkan syarat materil visum et repertum adalah menyangkut isi dari

visum et repertum tersebut yaitu sesuai dengan kenyataan yang ada pada tubuh

korban yang diperiksa. Disamping itu isi dari visum et repertum tersebut tidak

bertentangan dengan ilmu kedokteran yang telah teruji kebenarannya.

Menurut Wiryono Prodjodikoro81, perbedaan antara keterangan saksi dengan keterangan ahli adalah “bahwa keterangan saksi mengenai hal-hal yang dialami oleh saksi itu sendiri (eigen waarneming), sedangkan keterangan ahli ialah keterangan yang diberikan atas dasar keahlian yang dimiliki, yang memberikan keterangan suatu penghargaan (waardering) dari hal-hal yang sudah nyata ada dan pengambilan kesimpulan dari hal-hal itu, seperti hal kematian, maka saksi ahli akan memberikan pendapat tentang sebab-sebab kematian apakah dari keracunan misalnya, atau karena hal yang lainnya”.  Kedua keterangan ini oleh KUHAP dinyatakan sebagai alat bukti yang sah, tetapi keterangan saksi dan ahli yang diberikan tanpa sumpah tidak mempunyai kekuatan pembuktian, melainkan hanya dapat dipergunakan untukmenambah atau menguatkan keyakinan hakim (Pasal 161 ayat (2) KUHAP).  

Yang menjadi salah satu alat bukti dalam Tindak Pidana Penganiayaan ini

adalah Visum et Repertum No.VER/96/V/2013/Rumkit, tanggal 28 Mei 2013

yang dibuat dan ditanda tangani oleh dr. T.Wahyudi. W, dokter pada RS.

Bhayangkara Kediri, dengan kesimpulan:

a) Pada saat dilakukan pemeriksaan didapatkan gigi seri pertama kiri atas lepas

diduga akibat persentuhan tumpul;

                                                            81 Martiman Prodjohamidjojo, Sistem Pembuktian dan Alat-Alat Bukti, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983, hal 24

  

Page 106: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

95

b) Hal ini tidak mendatangkan penyakit atau halangan buat menjalankan

kewajiban sebagai swasta;

c) Orang ini sudah sembuh sama sekali jikalau sekiranya tidak ada hal-hal yang

menambah penyakitnya (komplikasi) ;

Pemeriksaan oleh Hakim di persidangan apakah ada atau tidak ada Visum

et Repertum, maka perkara yang bersangkutan harus diperiksa dan diputus.

Kelengkapan Visum et Repertum dalam berkas perkara Terdakwa yang diperiksa

oleh Hakim, diserahkan kepada Penuntut Umum yang mulai diserahkan

kepadanya berkas perkara, Pro Justisia tersebut oleh Penyidik, Penuntut Umum

memang berusaha untuk membuktikannya dalam sidang agar Majelis Hakim

dapat membuktikan perkara tersebut. Visum et Repertum mempunyai nilai hukum

apabila kesimpulan yang diberikan oleh dokter dapat diterima oleh Hakim. Hakim

dapat menerima hasil kesimpulan dari Visum et Repertum sebagai alat bukti surat

dan mengambil alih kesimpulan tersebut yang didukung oleh paling sedikit satu

alat bukti lain ditambah dengan keyakinan Hakim bahwa telah terjadi suatu tindak

pidana dan bahwa terdakwalah yang bersalah. 82

Nilai kekuatan pembuktian yang melekat pada alat bukti keterangan ahli:

a) Mempunyai nilai kekuatan pembuktian bebas, di dalamnya tidak melekat nilai

pembuktian yang sempurna dan menentukan. Hal tersebut terserah kepada

penilaian hakim. Hakim bebas menilainya dan tidak terikat kepada alat bukti

keterangan ahli. Tidak ada keharusan bagi hakim untuk harus menerima

kebenaran keterangan ahli tersebut.

                                                            82 Amar Singh, Op.Cit, hal.11 82 Yahya Harahap, Op.Cit, hal 283-284

  

Page 107: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

96

b) Disamping itu, sesuai dengan prinsip minimum pembuktian yang diatur dalam

Pasal 183 KUHAP, keterangan ahli yang berdiri sendiri saja tanpa di dukung

oleh salah satu bukti yang lain, tidak cukup dan tidak memadai untuk

membuktikan kesalahan terdakwa. Apabila Pasal 183 KUHAP ini dihubungkan

dengan ketentuan Pasal 185 ayat (2) KUHAP, yang menegaskan seorang saksi

saja tidak cukup untuk membuktikan kesalahan terdakwa. Prinsip ini juga

berlaku bagi keterangan ahli. 83

Visum et Repertum mempunyai daya bukti dalam suatu perkara pidana

apabila bunyi visum tersebut telah dibacakan dimuka sidang pengadilan. Apabila

tidak, maka visum tersebut tidak berarti apa pun, hal ini karena visum dibuat

dengan sumpah jabatannya, dan visum merupakan tanda bukti, sedangkan korban

yang diperiksa adalah bahan bukti. 84

Visum et repertum ini akan dijadikan sebagai alat bukti di depan sidang

pengadilan. Dalam menangani kasus untuk membantu proses peradilan di sini

peran dokter sebagai ahli forensik. Di sini korban yang diperiksa berstatus sebagai

barang bukti dan diatur dalam peraturan perundang-undangan. Tindakan yang

diambil oleh dokter di sini adalah pemeriksaan forensik yang bertujuan untuk

penegakan keadilan.

Visum et Repertum tersebut dibuat oleh seorang ahli, yaitu, seorang dokter

pada RS BHAYANGKARA Kota Kediri, sesuai dengan Pasal 187 huruf c

                                                            83 Amar Singh, Op.Cit, hal.11 84 Hari Sasangka dan Lili Rosita, Hukum Pembuktian Dalam Perkara Pidana, Penerbit Mandar Maju , Bandung , 2003, hal. 60.

  

Page 108: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

97

KUHAP, maka surat bukti tersebut dapat dijadikan sebagai alat bukti yang sah

serta alat bukti Visum Et Repertum tersebut jelas mempunyai kekuatan

pembuktian karena telah memenuhi syarat Formil yaitu sudah sesuai dengan

prosedur pembuatan Visum Et Repertum dengan sesungguhnya mengingat sumpah

dokter yang tercantum dalam Stb. 1937/350 atau sesuai dengan penjelasan Pasal

186 KUHAP keterangan ahli ini dapat juga diberikan pada waktu pemeriksaan

oleh Penyidik atau Penuntut Umum yang dituangkan dalam suatu bentuk

keterangan dan dibuat dengan mengingat sumpah pada waktu ia menerima jabatan

atau pekerjaan, serta sudah memenuhi syarat materil yaitu isi dari Visum Et

Repertum sudah sesuai dengan kenyataan yang ada pada tubuh korban yang

diperiksa serta isi dari visum et repertum tersebut tidak bertentangan dengan ilmu

kedokteran yang telah teruji kebenarannya.

2. Pertimbangan Hukum Hakim dalam Menjatuhkan Pidana dalam Putusan Nomor:179/Pid.B/2013/PN.Kdr.

Putusan hakim atau putusan pengadilan merupakan aspek penting dan

diperlukan untuk menyelesaikan perkara pidana. Putusan hakim berguna bagi

terdakwa untuk mendapatkan kepastian hukum tentang statusnya. Dalam

menjatuhkan putusan, keputusan Hakim harus mencerminkan keadilan, akan

tetapi persoalan keadilan tidak akan berhenti dengan pertimbangan hukum

semata-mata, melainkan persoalan keadilan biasanya dihubungkan dengan

kepentingan individu para pencari keadilan, dan itu berarti keadilan menurut

hukum sering diartikan dengan sebuah kemenangan oleh pencari keadilan.

  

Page 109: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

98

Dalam upaya membuat putusan, hakim harus mempunyai pertimbangan

yuridis yang terdiri dari dakwaan penuntut umum, keterangan terdakwa,

keterangan saksi, barang – barang bukti, dan pasal – pasal perbuatan hukum

pidana, serta pertimbangan non yuridis yang terdiri dari latar belakang perbuatan

terdakwa, akibat perbuatan terdakwa, kondisi terdakwa, serta kondisi ekonomi

terdakwa, ditambah hakim haruslah meyakini apakah terdakwa melakukan

perbuatan pidana atau tidak sebagaimana yang termuat dalam unsur – unsur tindak

pidana yang didakwakan kepadanya .

Dalam pengambilan keputusan dipersidangan ada 3 hal yang menjadi

acuannya,yaitu:

1. Asas Kepastian Hukum

2. Asas Keadilan

3. Asas Manfaat

Untuk asas kepastian hukum yang harus diperhatikan adalah peraturan

perundang-undangannya. Asas keadilan disinilah cenderung lebih kepada sikap

masyarakat, bagaimana mengembalikan/ memulihkan keadaan sosial masyarakat

sehubungan dengan kasus ini, hal ini juga agar menjadi efek jera kepada orang

lain agar tidak diulangi lagi. Asas manfaat biasanya diarahkan kepada terpidana

,jadi jangan sampai pemidanaan yang diberikan ini tidak bermanfaat bagi

terdakwa.

Pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan putusan pidana

berdasarkan Pasal 183 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum

Acara Pidana (KUHAP) menyebutkan bahwa:

  

Page 110: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

99

“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.”

Adapun 2 hal yang penting yang terkandung dalam Pasal 183 Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yakni:

a) Sekurang-kurangnya ada 2 (dua) alat bukti yang sah/minimum

pembuktian;

b) Adanya keyakinan hakim.

Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 (KUHAP) ada 5 (lima) alat

bukti yang sah. Menurut Pasal 184 KUHAP alat-alat bukti yang sah adalah:

a. Keterangan Saksi

Menurut Pasal 1 butir 27 KUHAP, yang dimaksud dengan keterangan

saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan

dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri

dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu.

b. Keterangan Ahli

Berdasarkan Pasal 1 butir 28 KUHAP, keterangan ahli merupakan

keterangan yang diberikan oleh seseorang yang memiliki keahlian khusus tentang

hal yang diperlukan untuk membuat terang sesuatu perkara pidana guna

kepentingan pemeriksaan. Secara procedural, keterangan ahli dapat diajukan

dengan 2 tahapan yaitu: 85

                                                            85Bambang Waluyo, Sistem Pembuktian Dalam Peradilan Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 1996, hal.20.

  

Page 111: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

100

1) Keterangan ahli dapat diminta pada tingkat penyidikan untuk

kepentingan peradilan. Dalam konteks ini, permintaan keterangan ahli

dilakukan oleh penyidik secara tertulis dengan menyebutkan secara

tegas untuk hal apa pemeriksaan ahli dilakukan dan kemudian ahli itu

membuat laporan dan dituangkan dalam Berita Acara Penyidikan.

Keterangan ahli yang tertulis tersebut termasuk sebagai alat bukti surat

(Pasal 184 ayat (1) huruf (c) jo Pasal 187 (c) KUHAP).

2) Keterangan ahli dapat dilakukan dengan prosedural bahwa ahli

memberi keterangannya secara lisan dan langsung di depan

pengadilan. Keterangan yang diberikan di pengadilan inilah yang

disebut dengan keterangan ahli.

c. Surat

Surat ialah segala sesuatu yang memuat tanda bacaan yang dimaksudkan

untuk mencurahkan isi hati atau untuk menyampaikan buah pikiran seseorang dan

dipergunakan sebagai pembuktian. Pasal 187 KUHAP mensyaratkan bahwa surat-

surat sebagai alat bukti harus dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan

sumpah. Surat-surat yang dimaksud adalah: 86

1) Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh

pejabat umum yang berwenang atau dibuat di hadapannya, yang

memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar,

dilihat atau dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan

tegas tentang keterangan itu, contohnya: akta notaries;

                                                            86 Lilik Mulyadi, Hukum Acara Pidana Normatif,Teoritis,Praktik dan Permasalahannya, PT.Alumni, Bandung, 2007, hal 186-187

  

Page 112: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

101

2) Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan

atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam

tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan diperuntukkan bagi

pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan, contoh : putusan

pengadilan, sertifikat tanah;

3) Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan

keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta

secara resmi daripadanya, contoh: Visum et Repertum yang dibuat oleh

dokter;

4) Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi

dari alat pembuktian yang lain, contoh : surat-surat di bawah tangan.

d. Keterangan Terdakwa

Menurut Pasal 1 butir 15 KUHAP, Terdakwa merupakan seorang

tersangka yang dituntut, diperiksa, diadili di sidang pengadilan. Sedangkan

keterangan terdakwa menurut Pasal 189 ayat (1) KUHAP adalah apa yang

terdakwa nyatakan di sidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia

ketahui sendiri atau alami sendiri. Keterangan terdakwa sebagai alat bukti ini

tidak perlu sama atau berbentuk pengakuan. Semua keterangan terdakwa

hendaknya didengar, apakah itu berupa penyangkalan, pengakuan maupun

pengakuan dari sebagian perbuatan atau keadaan.

Keterangan terdakwa tidak perlu sama dengan pengakuan, karena

pengakuan sebagai alat bukti mempunyai syarat –syarat, yaitu :

a. Mengaku ia yang melakukan delik yang didakwakan

  

Page 113: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

102

b. Mengaku ia bersalah

Pembuktian merupakan titik sentral pemeriksaan perkara dalam sidang

pengadilan. Menurut C. Djisman Samosir87 mengenai alat-alat bukti dan

pembuktian yaitu ;

”Dalam setiap pemeriksaan, apakah itu pemeriksaan dengan acara biasa, acara singkat, maupun acara cepat, setiap alat bukti itu diperlukan guna membantu hakim untuk pengambilan keputusannya. Alat-alat bukti ini adalah sangat perlu, oleh karena hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah dan hakim memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan terdakwalah yang melakukan perbuatan itu. Dengan demikian alat bukti itu adalah sangat penting di dalam usaha penemuan kebenaran atau dalam usaha menemukan siapakah yang melakukan perbuatan tersebut”.

Pertimbangan hakim dimaksudkan untuk mencapai keadilan dari perkara

yang dipercayakan kepada hakim oleh lembaga pengadilan. Keadilan yang harus

diciptakan menjadi hakim dan merupakan hasil penyerasian antara kepastian

hukum dan keseimbangan hukum. Pengadilan Negeri dalam penjatuhkan pidana

harus mempunyai suatu kewenangan mengadili terhadap perkara yang dilakukan

oleh terdakwa tersebut, seperti disebutkan dalam Pasal 84 ayat (1) KUHAP yang

menetapkan sebagai berikut :

“Pengadilan negeri berwenang mengadili suatu perkara mengenai tindak pidana yang dilakukan dalam daerah hukumnya”.

Sistem pembuktian yang dianut ketentuan Pasal 183 Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) itu bermakna

bahwa keyakinan hakim ditemukannya dengan memeriksa minimal dua alat bukti

yang sah (menurut KUHAP ada lima alat bukti). Keyakinan hakim ditujukan

                                                            87 C. Djisman Samosir, Hukum Acara Pidana Dalam Perbandingan, Bandung: Bina Cipta, 1985.

halaman 79.

  

Page 114: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

103

terhadap benar terjadinya tindak pidana dan benar bahwa terdakwa yang

melakukannya. Dengan demikian, titik tolak keyakinan hakim diperoleh dari dua

alat bukti terjadinya tindak pidana dan dua alat bukti itu juga membenarkan

pelakunya adalah terdakwa.88

Sistem pembuktian negatif ini merupakan gabungan dari sistem

pembuktian menurut undang-undang dengan sistem pembuktian menurut

keyakinan atau conviction in time yang kemudian menimbulkan rumusan salah

tidaknya seorang terdakwa ditentukan oleh keyakinan hakim yang didasarkan

kepada cara dan dengan alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang.

Untuk menentukan salah atau tidaknya seorang terdakwa menurut sistem pembuktian undang-undang secara negatif terdapat dua komponen yaitu : 1. Pembuktian harus dilakukan menurut cara dan dengan alat-alat bukti

yang sah menurut undang-undang; 2. Dan keyakinan hakim yang juga harus didasarkan atas cara dan

dengan alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang. Dengan demikian, sistem ini memadukan unsur “obyektif dan subyektif” dalam menentukan salah atau tidaknya terdakwa. Tidak ada yang paling dominan di antara kedua unsur tersebu. Jika salah satu diantara dua unsur itu tidak ada, tidak cukup mendukung keterbuktian kesalahan terdakwa.89

Hal ini memberikan wacana kepada para hakim dalam merumuskan vonis

penjatuhan sanksi pidana kepada para pelaku kejahatan agar yang dijatuhkan oleh

hakim mampu menangkap aspirasi keadilan masyarakat. Putusan pengadilan yang

berupa penjatuhan pidana harus disertai pula fakta-fakta yang digunakan, untuk

mempertimbangkan berat ringannya pidana, sebagaimana ditentukan dalam pasal

197 ayat (1) huruf f Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.

                                                             88 Nikolas Simanjuntak ,Acara Pidana Indonesia dalam Sirkus Hukum, Jakarta : Ghalia Indonesia, 2009, halaman 244. 89 Yahya Harahap. Op.cit. Hal.279.

  

Page 115: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

104

Memorie Van Toelichting dari Strafwetboek tahun 1886 90, memberikan pedoman : “ Dalam menentukan tinggi rendahnya pidana, hakim untuk tiap kejadian harus memperhatikan keadaan obyektif dan subyektif dari tindak pidana yang dilakukan, harus memperhatikan perbuatan dan pembuatannya. Hak-hak apa saja yang dilanggar dengan adanya tindak pidana itu? Kerugian apakah yang ditimbulkan? Bagaimanakah sepak terjang kehidupan si pembuat dulu-dulu? Apakah kejahatan yang dipersalahkan kepadanya itu langkah pertama kearah jalan yang sesat ataukan merupakan suatu perbuatan, merupakan suatu pengulangan dari watak jahat yang sebelumnya sudah tampak.”

Pedoman dari Memorie Van Toelichting ini dapat pula dipergunakan

sebagai pedoman untuk mempertimbangkan berat ringannya pidana dalam praktek

peradilan di Indonesia, karena KUHP kita pada prinsipnya merupakan salinan dari

Strafwetboek tahun 1886.91 Dalam perundang-undangan Indonesia juga terdapat

ketentuan-ketentuan yang merupakan petunjuk ke arah pertimbangan berat

ringannya pidana. Ketentuan demikian tercantum dalam Pasal 8 ayat (2) Undang-

undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman yang

menyebutkan dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana, hakim wajib

memperhatikan pula sifat yang baik dan jahat dari terdakwa.

Dapat disimpulkan bahwa hakim dalam membuat keputusan harus

didasarkan dengan alat-alat bukti dipersidangan dan dengan alat bukti tersebut

menimbulkan keyakinan hakim tentang tindak pidana tersebut.

Dengan demikian Pasal 183 KUHAP mengatur untuk menentukan salah

atau tidaknya seorang terdakwa dan untuk menjatuhkan pidana kepada terdakwa,

harus :

a. Kesalahannya terbukti dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah

                                                            90 Masruchin Rubai, Mengenal Pidana dan Pemidanaan di Indonesia, Penerbit IKIP Malang,2001. Hal. 66 91 Masruchin Rubai, Mengenal Pidana dan Pemidanaan di Indonesia, Penerbit IKIP Malang,2001. Hal. 67

  

Page 116: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

105

b. Dan atas keterbuktian dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, hakim memperoleh keyakinan bahwa tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.92

M. Yahya Harahap93 berpendapat : “Alasan pembuat undang-undang merumuskan Pasal 183 KUHAP ditujukan untuk mewujudkan suatu ketentuan yang seminimal mungkin dapat menjamin “tegaknya kebenaran sejati” serta “tegaknya keadilan dan kepastian hukum”. Dari penjelasan Pasal 183 KUHAP pembuat undang-undang telah menentukan pilihan bahwa sistem pembuktian yang paling tepat dalam kehidupan penegak hukum di Indonesia adalah sistem pembuktian menurut undang-undang secara negatif demi tegaknya keadilan, kebenaran, dan kepastian hukum.” Wirjono Prodjodikoro seperti yang dikutip oleh Andi Hamzah94:

“Bahwa sistem pembuktian berdasarkan undang-undang secara negatif sebaiknya dipertahankan berdasarkan dua alasan, Pertama memang sudah selayaknya harus ada keyakinan hakim tentang kesalahan terdakwa untuk dapat menjatuhkan suatu hukuman pidana, janganlah hakim terpaksa memidana orang sedangkan hakim tidak yakin atas kesalahan terdakwa. Kedua, ialah berfaedah jika ada aturan yang mengikat hakim dalam menyusun keyakinannya, agar ada patokan-patokan tertentu yang harus diturut oleh hakim dalam melakukan peradilan.”

R. Soesilo95, berpendapat bahwa sehubungan dengan masalah kekuatan

pembuktian dari alat-alat bukti yang diajukan di persidangan, maka hakim dalam

memeriksa perkara pidana dalam sidang pengadilan senantiasa berusaha untuk

membuktikan :

a. Apakah betul suatu peristiwa itu terjadi; b. Apakah betul suatu peristiwa tersebut merupakan tindak pidana; c. Apa sebab-sebabnya peristiwa itu terjadi; d. Siapakah orang yang bersalah melakukan peristiwa itu. Penjelasan secara singkat mengenai teori pembuktian berdasarkan

keyakinan hakim adalah “hakim dapat memutuskan seseorang bersalah sesuai

dengan keyakinannya, keyakinan yang didasarkan kepada dasar-dasar pembuktian

                                                             92Ibid. Hal. 280. 93Ibid. Hal. 256-259. 94 Andi Hamzah. Opcit. Hal. 264.

95 R. Soesilo. Hukum Acara Pidana (Prosedur Penyelesaian Perkara Pidana menurut KUHAP bagi penegak Hukum). Bogor: Politeria. 1982. Hal. 109. 

  

Page 117: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

106

disertai dengan suatu kesimpulan yang dilandaskan kepada peraturan-peraturan

pembuktian tertentu, jadi putusan hakim dijatuhkan dengan suatu motivasi”.

Terdakwa bermaksud dengan sengaja adanya niat atau kehendak dari

pelaku untuk melakukan perbuatan sebagaimana dilarang oleh undang-undang.

Dengan keterangan saksi korban Siti Khotimah, saksi Tentrem, saksi Teguh

Santoso dan terdakwa yang saling bersesuaian di persidangan terungkap bahwa

pada hari Senin, tanggal 27 Mei 2013,sekitar pukul 12.30 WIB. bertempat di

Lingkungan Pasar Grosir Ngronggo tepatnya didepan kiso milik sdr. Tentrem

Blok C No. 45 Kelurahan Ngronggo, Kota Kediri, terdakwa telah melakukan

penganiayaan terhadap mantan istrinya bernama Siti Khotimah dengan

menggunakan tangan kanannya. Dan terdakwa mengakui melakukan perbuatan

tersebut, karena sebelumnya antara terdakwa dengan Siti Khotimah telah terjadi

pertengkaran(cekcok) karena terdakwa tidak mau diceraikan oleh Siti Khotimah,

karena terdakwa masih sayang dengannya, sehingga dengan demikian unsur

dengan sengaja telah terpenuhi.

Kedua, ada unsur antara perasaan tidak enak (penderitaan), rasa sakit

(pijn) atau luka dengan perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa harus ada

hubungan causa, artinya bahwa timbulnya perasaan tidak enak (penderitaan), rasa

sakit (pijn) atau luka harus merupakan akibat langsung dari perbuatan yang

dilakukan oleh terdakwa. Keterangan para saksi dan terdakwa tersebut dikuatkan

oleh hasil pemeriksaan Visum et Repertum No. VER/96/V/2013/Rumkit, tanggal

28 Mei 2013yang dibuat dan ditanda tangani oleh dr. T. Wahyudi. W, dokter pada

RS. Bhayangkara Kediri, dengan kesimpulan :

  

Page 118: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

107

a) Pada saat dilakukan pemeriksaan didapatkan gigi seri pertama kiri atas lepas

diduga akibat persentuhan tumpul;

b) Hal ini tidak mendatangkan penyakit atau halangan buat menjalankan

kewajiban sebagai swasta;

c) Orang ini sudah sembuh sama sekali jikalau sekiranya tidak ada hal-hal yang

menambah penyakitnya (komplikasi) ;

Dari keterangan para saksi dan terdakwa tersebut di atas yang kemudian

dikuatkan oleh hasil pemeriksaan Visum et Repertum, terbukti bahwa akibat

perbuatan terdakwa mencolokkan jari telunjuknya ke bagian mulut Siti Khotimah

dengan menggunakan tangan kanan terdakwa sebanyak satu kali, sebagaimana

dalam Visum et Repertum di atas, maka menurut pendapat Majelis Hakim bahwa

unsur menyebabkan perasaan tidak enak (Penderitaan), rasa sakit (pijn) atau luka

juga terpenuhi.

Mejelis Hakim dalam perkara Putusan Nomor : 179/Pid.B/2013/PN.Kdr.

ini menjatuhkan putusan terhadap terdakwa yaitu:

1) Menyatakan terdakwa SUTRISNO Bin SUJONO terbukti secara sah dan

meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana : “PENGANIAYAAN“;

2) Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama : 4

(empat) bulan;

3) Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa dikurangkan

seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;

4) Menetapkan terdakwa tetap dalam tahanan;

  

Page 119: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

108

5) Membebankan kepada terdakwa membayar biaya perkara sebesar

Rp.2.000,00(dua ribu rupiah);

Hakim juga mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan

meringankan dalam menjatuhkan pidana terhadap terdakwa. Hal ini disebutkan

dalam Pasal 197 ayat (1) huruf F KUHAP sebagai berikut:

“Pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pemidanaan atau tindakan dan pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum dari putusan, disertai keadaan yang memberatkan dan meringankan terdakwa”.

Menurut ketentuan Pasal 222 ayat (1) KUHAP menetapkan bahwa:

“Siapapun yang diputus pidana dibebani membayar biaya perkara dan dalam

putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, biaya perkara dibebankan

pada Negara”.

Keyakinan hakim dalam menjatuhkan putusan ini diperoleh dari alat bukti

keterangan saksi korban dan keterangan saksi biasa serta alat bukti surat berupa

hasil pemeriksaan Visum et Repertum No. VER/96/V/2013/Rumkit, tanggal 28

Mei 2013 yang dibuat dan ditanda tangani oleh dr. T. Wahyudi. W, dokter pada

RS. Bhayangkara Kediri dan juga keterangan terdakwa yang mengakui

perbuatanya yang bersesuaian pula dengan keterangan para saksi, maka majelis

telah mendapat bukti yang sah dan merupakan sumber keyakinan hakim dalam

memberikan putusan, bahwa terdakwa terbukti bersalah dan hakim menjatuhkan

putusan pidana bagi terdakwa atas perbuatannya itu.

Pengadilan dalam menjatuhkan putusan yang mengandung

pemidanaan, hakim harus mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan

meringankan terdakwa. Putusan pemidanaan harus dilakukan dengan sangat hati-

  

Page 120: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

109

hati dan dengan pertimbangan yang cermat, sesuai adagium bahwa lebih baik

membebaskan orang yang bersalah, dari pada menghukum satu orang yang tidak

bersalah. Tentunya yang paling baik adalah menghukum yang bersalah setimpal

dengan kesalahannya dan membebaskan yang tidak bersalah.

Sebelum menjatuhkan putusan maka hakim perlu mempertimbangkan

beberapa aspek. Pengertian pertimbangan hakim sendiri adalah pendapat

mengenai baik dan buruk dalam menjatuhkan putusan. Penjatuhan putusan oleh

hakim di pengadilan tergantung dari hasil mufakat musyawarah hakim

berdasarkan penilaian yang mereka peroleh dari surat dakwaan dihubungkan

dengan segala sesuatu yang terbukti di dalam pemeriksaan dalam sidang

pengadilan.

Putusan Nomor : 179/Pid.B/2013/PN.Kdr. merupakan bentuk putusan

pemidanaan sebagaimana yang termuat dalam Pasal 193 ayat (1) KUHAP

menyebutkan bahwa :

“Jika pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya, maka pengadilan menjatuhkan pidana.”

Berdasarkan fakta-fakta hukum tersebut Majelis Hakim selanjutnya

mempertimbangkan apakah perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa tersebut

terbukti atau tidak dan apakah perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa tersebut

dapat dipidana atau tidak.

Dapat atau tidaknya seseorang dinyatakan terbukti bersalah dan dapat

dipidana menurut ketentuan hukum pidana, maka keseluruhan unsur-unsur dari

pada pasal yang didakwakan kepada terdakwa haruslah dinyatakan terbukti dan

terpenuhi unsur-unsur dari dakwaan Jaksa Penuntut Umum.

  

Page 121: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

110

Berdasarkan Undang-Undang secara negatif yang dianut oleh KUHAP

serta berdasarkan alat bukti yang sah, maka hakim memberikan keputusan dalam

perkara ini bagi terdakwa dengan hukuman pidana penjara selama 4 (empat) bulan

karena terdakwa telah terbukti melanggar Pasal 351 ayat(1) KUHP mengenai

penganiayaan.

Putusan Nomor : 179/Pid.B/2013/PN.Kdr, dengan penjatuhan pidana 4

(empat) bulan penjara dinilai sudah sesuai dengan perbuatan yang dilakukan oleh

terdakwa karena terdakwa telah terbukti melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP

mengenai penganiayaan.

Dapat diketahui dari semua alat bukti yang diajukan di sidang pemeriksaan

oleh Penuntut Umum dan keyakinan hakim yaitu dalam menjatuhkan putusan ini

diperoleh dari alat bukti keterangan saksi korban dan keterangan saksi serta alat

bukti surat berupa hasil pemeriksaan Visum et Repertum No.

VER/96/V/2013/Rumkit, tanggal 28 Mei 2013 yang dibuat dan ditanda tangani

oleh dr. T. Wahyudi. W, dokter pada RS. Bhayangkara Kediri dan juga keterangan

terdakwa yang mengakui perbuatanya yang bersesuaian pula dengan keterangan

para saksi. Alat bukti tersebut telah memenuhi asas batas minimum pembuktian

yang dirumuskan dalam Pasal 183 KUHAP dan hakim berkeyakinan bahwa

terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan memenuhi unsur-unsur yang

terdapat dalam melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP mengenai tindak pidana

penganiayaan dengan unsur dengan sengaja dan menyebabkan perasaan tidak

enak (penderitaan), rasa sakit (pijn) atau luka telah dapat dibuktikan di

persidangan. Majelis Hakim juga mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan

  

Page 122: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

111

dan meringankan terhadap terdakwa, dan menjatuhkan pidana penjara selama 4

(empat) bulan.

  

Page 123: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

112

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan terhadap Putusan Pengadilan

Negeri Kediri Nomor: Putusan Nomor : 179/Pid.B/2013/PN.Kdr. maka dapat

disimpulkan bahwa:

a. Kekuatan Pembuktian Visum Et Repertum dalam Tindak PIDANA

Penganiayaan dalam Putusan Nomor : 179/Pid.B/2013/PN.Kdr.

Visum et Repertum dalam Putusan Nomor: 179/Pid.B/2013/PN.Kdr dibuat

oleh seorang ahli, yaitu, seorang dokter pada RS BHAYANGKARA Kota Kediri,

sesuai dengan Pasal 187 huruf c KUHAP, maka surat bukti tersebut dapat

dijadikan sebagai alat bukti yang sah serta alat bukti Visum Et Repertum tersebut

jelas mempunyai kekuatan pembuktian karena telah memenuhi syarat Formil yaitu

sudah sesuai dengan prosedur pembuatan Visum Et Repertum sebagaimana

tercantum dalam Instruksi Kapolri No.Pol INS/E/20/IX/75 tentang Tata Cara

Permohonan/pencabutan Visum Et Repertum serta sudah memenuhi syarat materil

yaitu isi dari Visum Et Repertum sudah sesuai dengan kenyataan yang ada pada

tubuh korban yang diperiksa serta isi dari visum et repertum tersebut tidak

bertentangan dengan ilmu kedokteran yang telah teruji kebenarannya. Alat bukti

tersebut telah memenuhi asas batas minimum pembuktian yang dirumuskan dalam

Pasal 183 KUHAP.

  

Page 124: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

113

b. Pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan pidana dalam Putusan

Nomor:179/Pid.B/2013/PN.Kdr.

Dari semua alat bukti yang diajukan di sidang pemeriksaan oleh Penuntut

Umum dan keyakinan hakim yaitu dalam menjatuhkan putusan ini diperoleh dari

alat bukti keterangan saksi korban dan keterangan saksi biasa serta alat bukti

surat berupa hasil pemeriksaan Visum et Repertum No. VER/96/V/2013/Rumkit,

tanggal 28 Mei 2013 yang dibuat dan ditanda tangani oleh dr. T. Wahyudi. W,

dokter pada RS. Bhayangkara Kediri dan juga keterangan terdakwa yang

mengakui perbuatanya yang bersesuaian pula dengan keterangan para saksi. Alat

bukti tersebut telah memenuhi asas batas minimum pembuktian yang dirumuskan

dalam Pasal 183 KUHAP. Terdakwa juga telah terbukti secara sah dan

meyakinkan memenuhi unsur-unsur yang terdapat dalam melanggar 351 ayat(1)

KUHP mengenai penganiayaan, yaitu unsur dengan sengaja dan menyebabkan

perasaan tidak enak (penderitaan), rasa sakit (pijn) atau luka telah dapat

dibuktikan di persidangan. Majelis Hakim juga mempertimbangkan hal-hal yang

memberatkan dan meringankan terhadap terdakwa..

B. Saran

Menurut Penulis dalam Putusan Nomor:179/Pid.B/2013/PN.Kdr orang

biasanya malu ataupun takut dalam melaporkan pelaku kepada yang berwenang.

Dan wanita yang lebih cenderung untuk menjadi korban, Kepentingan penyidik

untuk mendapatkan kebenaran materiil suatu perkara yang ditanganinya

merupakan bagian dari ketentuan hukum acara pidana, sedangkan pembuatan

visum et repertum yang dilakukan oleh dokter sangat berperan dan membantu

  

Page 125: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

114

penyidik dalam tugasnya menemukan kebenaran materil tersebut. Karena itulah

antara pihak kepolisian dengan pihak Rumah Sakit harus terjalin hubungan yang

baik sehingga dapat saling membantu dan bekerjasama dalam menangani suatu

kasus.

  

Page 126: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

115

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku Literatur :

Atmasasmita, Romli. 1983. Bunga Rampai Hukum Acara Pidana. Jakarta :BinaCipta.

Farid, A.Z. Abidin. 1981. Sejarah dan Perkembangan Asas Opportunitas di Indonesia, Ujung Pandang: UNHAS.

Hamzah, Andi. 2005. Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia .

,2001. Hukum Acara Pidana Indonesia (Edisi Revisi). Jakarta: Sinar Grafika.

Hamzah ,Andi dan Indra Dahlan. 1984.Perbandingan KUHP, HIR dan Komentar. Jakarta.: Ghalia. Indonesia.

Nugroho, Hibnu. 2010, Bunga Rampai Penegakan Hukum di Indonesia, Semarang :Badan Penerbit Undip.

Harahap,Yahya. 2001. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Penyelidikan dan Penuntutan. Jakarta: Sinar Grafika.

, 2008.Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP (Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali), Jakarta: Sinar Grafika.

Ibrahim, Jhonny.,Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Malang: Cetakan Ketiga. Bayumedia Publishing, 2007.

Marpaung,Leden. 1994.Pemberantasan dan Pencegahan Tindak Pidana Ekonomi. Jakarta :Sinar Grafika. Jakarta.

Martika, I Ketut & Djoko Prakoso. 1992. Dasar-dasar Ilmu Kedokteran Kehakiman. Jakarta: Rineka Cipta.

Mun’in Idries, Abdul dan Agung Legowo Tjiptomartono, 2002Penerapan Ilmu Kedokteran Kehakiman Dalam Proses Penyidikan, Karya Unipres, Jakarta.

Ohoiwutun,  Y.A Triana, 2007, bunga rampai hukum kedoteran,. Malang:BayuMedia Publishing.

  

Page 127: KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/VERONIKA RUKMANA... · 1. Kepada Andreas Nugroho Biantara selaku pimpinan Indra Car Audio,

116

Poernomo, Bambang.1983. Pola Teori dan Asas Umum Hukum Acara Pidana, Yogyakarta: Liberty, 1985.Hal. 79.1Martiman Prodjohamidjojo. Sistem Pembuktian dan Alat-Alat Bukti. Jakarta:Ghalia Indonesia.

Prodjohamidjojo, Martiman. 1996. Memahami Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. Jakarta: PT Pradnya Paramita.

Ranoemihardjo,R. Atang ,1983.Ilmu Kedokteran Kehakiman (forensic Science). Bandung: Tarsito.

Samosir, C. Djisman. Jaksa dan Hakim dalam Proses Pidana. Bandung. Binacipta. 1985. Hal. 90.

Sugandhi, R. 1980. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dengan Penjelasannya. Surabaya: Usaha Nasional.

Soesilo, R. Hukum Acara Pidana. Bandung : Politea, 1982.

Soekanto, Soerjono.Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: CetakanPertama,UII Press. 1981.

Soeparmono,R. 2002. Keterangan Ahli & Visum Et Repertum dalam Aspek Hukum Acara Pidana. Bandung: Mandar Maju.

B. Peraturan Perundangan:

Indonesia,Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

________,Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

C. Sumber lain:

Putusan Nomor : 179/Pid.B/2013/PN.Kdr. 

http://hukumpidana1.blogspot.com/2012/04/pengertian-tindak-pidana-kesusilaan.html(diakses pada tanggal 10 Desember 2013 pukul 22.43 WIB)