bab i pendahuluan a. latar belakang...

17
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum (Ius; Law) adalah nilai yang ada dalam masyarakat dan bersifat universal. 1 Sehingga hukum harus men cover semua masyarakat umum, Indonesia adalah negara hukum kaidah tersebut diperkuat dengan rumusan pasal dalam konstitusi yaitu Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Pasca Amandemen dengan sistem yang dianut di Indonesia adalah sistem hukum Eropa Continental. Ciri khas dari sistem hukum Eropa Continental dimana untuk menerapkan hukum itu ke dalam masyarakat adalah lebih sering melalui peraturan 2 atau lebih dikenal dengan sistem hukum tertulis. Implementasinya adalah, penerapan hukum di Indonesia lebih condong melalui peraturan (Lex; Laws). Peraturan adalah, keseluruhan kaidah (rules; norms) tertulis yang ditetapkan oleh otoritas yang berwenang yaitu negara, 3 Di Indonesia lebih dikenal dengan sebutan peraturan perundang-undangan. Fungsi dari peraturan perundang- undangan adalah untuk memberikan kaidah atau keharusan (a must; an ought) baik 1 Titon Slamet Kurnia, Pengantar Sistem Hukum Indonesia, PT Alumni, Bandung 2009. Hlm. 3-4. 2 Titon Slamet Kurnia, Op. Cit., Hlm. 16. 3 Ibid., Hlm. 48

Upload: dangnga

Post on 08-Mar-2019

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8368/2/T1_312011807_BAB I.pdf · adalah negara hukum kaidah tersebut diperkuat dengan rumusan pasal

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hukum (Ius; Law) adalah nilai yang ada dalam masyarakat dan bersifat

universal.1 Sehingga hukum harus men cover semua masyarakat umum, Indonesia

adalah negara hukum kaidah tersebut diperkuat dengan rumusan pasal dalam

konstitusi yaitu Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Pasca Amandemen dengan sistem yang

dianut di Indonesia adalah sistem hukum Eropa Continental. Ciri khas dari sistem

hukum Eropa Continental dimana untuk menerapkan hukum itu ke dalam

masyarakat adalah lebih sering melalui peraturan2 atau lebih dikenal dengan sistem

hukum tertulis. Implementasinya adalah, penerapan hukum di Indonesia lebih

condong melalui peraturan (Lex; Laws).

Peraturan adalah, keseluruhan kaidah (rules; norms) tertulis yang ditetapkan

oleh otoritas yang berwenang yaitu negara,3 Di Indonesia lebih dikenal dengan

sebutan peraturan perundang-undangan. Fungsi dari peraturan perundang-

undangan adalah untuk memberikan kaidah atau keharusan (a must; an ought) baik

1 Titon Slamet Kurnia, Pengantar Sistem Hukum Indonesia, PT Alumni, Bandung 2009.

Hlm. 3-4. 2 Titon Slamet Kurnia, Op. Cit., Hlm. 16. 3 Ibid., Hlm. 48

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8368/2/T1_312011807_BAB I.pdf · adalah negara hukum kaidah tersebut diperkuat dengan rumusan pasal

2

itu aktif (perintah) dan pasif (larangan), yang akan diberlakukan kepada para subjek

hukum.4

Jenis-jenis peraturan perundang-undangan di Indonesia sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 7 Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011, tentang

Pembentukan Peraturan Perundang Undangan5 yaitu:

(1) Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri

atas:

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945;

b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;

c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti

Undang-Undang;

d. Peraturan Pemerintah;

e. Peraturan Presiden;

f. Peraturan Daerah Provinsi; dan

g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik.6 Guna memenuhi

prinsip tersebut sejak kemerdekaannya Indonesia mengalami pergulatan yang

cukup panjang untuk menemukan formula yang tepat untuk menjalankan

pemerintahan negara kesatuan tersebut mengingat kondisi geografis Indonesia yang

merupakan negara kepulauan yang membentang cukup luas dari Sabang sampai

Merauke dan dari Timor sampai ke Talaud. Barulah pasca Orde Baru, yaitu tahun

1999 lahirlah kesepakatan dimana pilihan jatuh pada Otonomi luas dengan tetap

4 Ibid., Hlm. 49 5 Undang-Undang ini merupakan pergantian dari Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004

Tentang Pembentukan Peraturan Perundang Undangan yang dalam Pasal 7 mengatur Peraturan

Perundang-Undangan adalah:

(1) Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan adalah sebagai berikut:

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;

c. Peraturan Pemerintah;

d. Peraturan Presiden;

e. Peraturan Daerah. 6 Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 Pasca Amandemen.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8368/2/T1_312011807_BAB I.pdf · adalah negara hukum kaidah tersebut diperkuat dengan rumusan pasal

3

mempertahankan bentuk negara kesatuan.7 Hal ini di tandai dengan dibentuknya

Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah dan

Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 Tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan

Daerah.

Pasca Reformasi Indonesia mengalami empat kali amandemen Undang-

Undang Dasar 1945. Pada amandemennya yang kedua Undang-Undang Dasar 1945

telah dilakukan pembagian kekuasaan antara pusat dan daerah yang lebih

mempertegas lagi otonomisasi daerah. Dilanjutkan dengan digantikannya Undang-

undang Nomor 22 Tahun 1999 dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004

sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008.

Kata Otonomi berasal dari bahasa latin “Autos” yang berarti “sendiri”, dan

“Nomos” yang berarti “aturan” maka secara etimologi kata otonomi memberikan

arti pengundangan sendiri, mengatur atau memerintah sendiri.8 Sehingga makna

dari otonomi daerah adalah memberikan keleluasaan dan kemandirian kepada

daerah untuk mengatur rumah tangganya sendiri.9 Maka dari itu implementasi dari

otonomisasi daerah itu sendiri adalah memberikan kemandirian kepada daerah-

daerah dalam menyelenggarakan pemerintahannya sendiri, dan untuk

menyelenggarakan pemerintahannya tiap-tiap daerah juga dimungkinkan untuk

dapat membuat Peraturan Daerahnya masing-masing. Peraturan Daerah adalah

Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat

dengan persetujuan bersama Kepala Daerah.

7 Ni’Matul Huda, Hukum Pemerintahan Daerah, Nusa Media, Bandung, 2012, Hlm. 4. 8 Krishna D. Darumurti, dan Umbu Rauta, Otonomi Daerah Perkembangan Pemikiran,

Pengaturan dan Pelaksanaan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, Hlm. 18. 9 Ibid., Hlm. 5

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8368/2/T1_312011807_BAB I.pdf · adalah negara hukum kaidah tersebut diperkuat dengan rumusan pasal

4

Kerangka otonomi daerah bukan berarti tanpa batasan namun kerangka

otonomi adalah pemerintahan daerah-daerah yang masih dalam kerangka negara

yang berbentuk kesatuan, oleh karena itu kewenangan daerah-daerah dalam

mengurus rumah tangganya sendiri haruslah diletakkan dalam kerangka negara

kesatuan bukan negara federasi, karena daerah otonom tidak memiliki kedaulatan

atau semi kedaulatan layaknya negara federasi.10 Untuk itu dua sistem yang dianut

dalam asas penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah sentralisasi dan

desentralisasi. Asas sentralisasi mengatur beberapa pembatasan akan hal yang

merupakan kewenangan pemerintah pusat yang tidak boleh diambil alih oleh

pemerintah daerah yaitu perumusan kebijakan (policy making), Pelaksanaan

kebijakan (policy execution), serta evaluasi terhadap kebijakan. Sedangkan asas

desentralisasi adalah peralihan kewenangan dari pemerintah pusat (Central

Government) ke lingkungan pemerintahan daerah (Local Government).11

Penyelenggaraan pemerintahan otonom tidak semuanya diberikan atau dapat

diatur sendiri oleh daerah-daerah, karena telah dibagi urusan pemerintahan antara

pusat dan daerah. Urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah pusat

meliputi:

a. politik luar negeri;

b. pertahanan;

c. keamanan;

d. yustisi;

e. moneter dan fiskal nasional; dan

f. Agama.12

10 Ibid. Hlm. 7-9. 11 Ibid., Hlm. 10-11 12 Pasal 10 ayat (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2004 Nomor 125). Juncto Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 4737).

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8368/2/T1_312011807_BAB I.pdf · adalah negara hukum kaidah tersebut diperkuat dengan rumusan pasal

5

Enam bidang di atas merupakan pengecualian dari otonomi seluas-luasnya

dengan kata lain, enam bidang tersebut tidak menjadi urusan pemerintah otonom

sehingga Peraturan daerah yang merupakan pilar utama yang memayungi realisasi

otonomi daerah13 tidaklah diperkenankan memuat materi keagamaan.

Menyorot lebih spesifik lagi mengenai Agama, Hak kebebasan beragama

adalah termasuk dalam ranah privat yang negara tidak boleh ikut campur di

dalamnya. Selain itu, hak beragama merupakan Hak yang bersifat fundamental

karena dimuat langsung dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasca Amandemen

yaitu pada Pasal 28E Jo 29, dan Berdasarkan Pasal 28J ayat (2) sebagaimana Hak

hanya boleh diatur dengan Undang-Undang. Maka dari itu Peraturan Daerah yang

berdasarkan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 berada pada

hierarki paling bawah,14 pada prinsipnya, tidak boleh memuat materi yang

mengatur ketentuan hak beragama.

Permasalahan timbul pada saat makna Otonomi yang seluas - luasnya atau

makna peralihan kewenangan dari pemerintah pusat ke pemerintahan daerah15

kurang terlalu di mengerti oleh daerah-daerah otonom yang seakan melupakan asas

sentralistik16 yang kemudian dengan alasan kebudayaan, jatidiri dan mayoritas

penduduk daerahnya17 sehingga membuat peraturan-peraturan daerah yang memuat

materi keagamaan.

13 Zuhro R. Siti, et.al., Kisruh Peraturan Daerah: Mengurangi Masalah & Solusinya, The

Habibie Center, Yogyakarta, 2010, Hlm. viii 14 Asshiddiqie Jimly dan Safa’at M. Ali, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, Konstitusi

Pres, Jakarta, 2012, Hlm. 100 15 Krishna D. Darumurti dan Umbu Rauta, Op.Cit., Hlm. 11. 16 Zuhro, R. Siti, et.al., Op.,Cit., Hlm. 2 17 Ibid, Hlm. 12

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8368/2/T1_312011807_BAB I.pdf · adalah negara hukum kaidah tersebut diperkuat dengan rumusan pasal

6

Aspek-aspek yang melatarbelakangi dirumuskannya kaidah-kaidah hukum18

tersebut atau biasa disebut dengan politik hukum, yaitu kegiatan menentukan dan

memilih hukum mana yang sesuai untuk mencapai tujuan-tujuan yang dikehendaki

oleh masyarakat.19 Adalah desentralisasi budaya yang merupakan salah satu sistem

dalam asas desentralisasi yaitu, dimana memberikan hak kepada golongan

minoritas dalam masyarakat untuk menyelenggarakan kebudayaannya sendiri

dalam hal ini mengatur pendidikan, agama dan lain-lain.20 Sehingga nilai-nilai lokal

tersebut yaitu diantaranya adat dan agama yang kemudian menjadi alasan kuat bagi

daerah-daerah otonom untuk memberlakukan aturan-aturan yang bermuatan agama

dengan tujuan menjaga moral daerah melalui aturan-aturan tentang tempat hiburan,

alkohol, pemberlakuan jam malam, dan kewajiban menutup aurat.21 Tujuan lainnya

dibentuk Peraturan Daerah bernuansa agama adalah untuk membangun citra

(image) Pemerintah daerah di hadapan masyarakat lokal.22

Ketika peraturan perundang-undangan substansinya tidak memuat prinsip

atau ideal yang sifatnya universal tetapi lebih mengatur hal-hal yang lebih condong

kepada golongan-golongan tertentu misalnya kebudayaan dan hal yang bersifat

keagamaan atau bermuatan materi keagamaan, peraturan seperti ini akan dirasa

tidak adil bagi masyarakat lain yang tidak menganut kebudayaan dan atau agama

yang diatur dalam peraturan tersebut.

18 Imam Syaukani dan A. Ahsin Thohari, Dasar – Dasar Politik Hukum, PT.

RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2007. Hlm. 16. 19 Ibid., Hlm. 2 20 Krishna D. Darumurti dan Umbu Rauta, Op, Cit., Hlm. 12. 21 Ibid, Hlm. 3. 22 Zuhro, R. Siti, et.al., Op.Cit., Hlm. 6.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8368/2/T1_312011807_BAB I.pdf · adalah negara hukum kaidah tersebut diperkuat dengan rumusan pasal

7

Bermuatan materi keagamaan adalah dimana sebuah peraturan daerah yang

bersumber pada Nilai-nilai Agama sehingga di dalamnya mengatur suatu ketentuan

guna menegakkan ajaran agama tertentu.

Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia Agama adalah ajaran, sistem yg

mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang

Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan

manusia serta lingkungannya. Dari dua sumber di atas jika digabungkan maka

pengertian agama adalah ajaran yang di dalamnya memuat sistem kepercayaan

bangsa Indonesia kepada Tuhan Yang Maha Esa serta tata kaidah pergaulan antar

masyarakat dan lingkungan.

Pengertian materi keagamaan penulis merujuk pada visi dan misi dari

Kementrian Agama sebagai lembaga yang bertugas mengurus hal-hal keagamaan

yaitu mewujudnya masyarakat Indonesia yang taat beragama, rukun, cerdas,

mandiri dan sejahtera lahir batin.23 Yang kemudian lebih diperinci lagi dimana

materi yang dimuat berupa:

1. Berhubungan dengan peningkatan kualitas kehidupan beragama.

2. Berhubungan dengan peningkatan kualitas kerukunan umat beragama.

3. Berhubungan dengan peningkatan kualitas raudhatul athfal, madrasah,

perguruan tinggi agama, pendidikan agama, dan pendidikan keagamaan.

4. Berhubungan dengan peningkatan kualitas penyelenggaraan ibadah haji.

5. Berhubungan dengan mewujudkan tata kelola kepemerintahan yang bersih

dan berwibawa.24

23 Visi Kementrian Agama. Keputusan Menteri Agama Nomor 2 Tahun 2010 Tentang

Rencana Strategis Kementrian Agama Tahun 2010 – 2014. 24 Ibid.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8368/2/T1_312011807_BAB I.pdf · adalah negara hukum kaidah tersebut diperkuat dengan rumusan pasal

8

Dari Sebanyak 5000 Peraturan Daerah (Propinsi, Kabupaten/Kota)

bermasalah. 973 di antaranya dibatalkan Depdagri, sedangkan 250 lainnya dalam

proses pembatalan. Peraturan Daerah bermasalah berkenaan dengan: Substansi

(menimbulkan beban bagi masyarakat, menghambat investasi dan bernuansa

keagamaan/syariah/injili). Dan peraturan-peraturan daerah yang bermuatan agama

yang diuji di Mahkamah Agung ada yang di batalkan dan ada pula yang di sahkan

dan memiliki kekuatan mengikat.

Berikut ini adalah daftar berbagai Peraturan Daerah (PERDA) bermuatan

materi keagamaan yang berlaku di berbagai provinsi dan Kabupaten Kota di

Indonesia dari tahun 2004 sampai tahun 2009.25

Tabel 1. Peraturan Daerah Tahun 2002.

Tahun 2002

Provinsi Kabupaten /

Kota Nama Peraturan Daerah

Sumatra Barat Solok

Peraturan Daerah Kabupaten Solok Nomor

6 Tahun 2002 Tentang Berpakaian Muslim

Dan Muslimah Di Kabupaten Solok

Tabel 2. Peraturan Daerah Tahun 2003.

Tahun 2003

Provinsi Kabupaten /

Kota Nama Peraturan Daerah

Sumatra Barat Pasaman

Peraturan Daerah Kabupaten Pasaman

Nomor: 22 Tahun 2003 Tentang

Berpakaian Muslim Dan Muslimah Bagi

Siswa, Mahasiswa Dan Karyawan

Sulawesi

Selatan Bulukumba

Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba

Nomor 05 Tahun 2003 Tentang

Berpakaian Muslim Dan Muslimah Di

Kabupaten Bulukumba

25 Wikipedia, http://id. wikipedia. Org /wiki/ Daftar peraturan daerah di Indonesia

berlandaskan hukum agama, Diakses Jumat 20 September 2013, Pukul 15:00 WIB.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8368/2/T1_312011807_BAB I.pdf · adalah negara hukum kaidah tersebut diperkuat dengan rumusan pasal

9

Tabel 3. Peraturan Daerah Tahun 2004.

Tahun 2004

Provinsi Kabupaten /

Kota Nama Peraturan Daerah

Aceh

Nanggroeh

Aceh

Darussalam

Peraturan Daerah NAD Nomor 7

Tahun 2004 tentang

Pengelolaan Zakat

Bukittinggi

Peraturan Daerah Kabupaten Bukit

Tinggi Nomor 29 Tahun 2004

tentang Pengelolaan Zakat, Infaq,

dan Shadaqoh

Pesisir

Selatan

Peraturan Daerah Kabupaten Pesisir

Selartan Nomor 8 Tahun 2004

tentang Pandai Baca Tulis Al-

Qur'an Provinsi Bengkulu

Jawa Barat Cirebon

Peraturan Daerah Kabupaten

Cirebon Nomor 77 Tahun 2004

Tentang Pendidikan Madrasah

Diniyah Awaliyah

Kalimantan

Selatan

Banjarmasin

Peraturan Daerah Kota Banjarmasin

Nomor 31 Tahun 2004 tentang

Pengelolaan Zakat

Peraturan Daerah Kabupaten Banjar

Nomor 5 Tahun 2004 tentang

Ramadan (Perubahan Peraturan

Daerah Ramadan Nomor 10 tahun

2001)

Peraturan Daerah Kabupaten Banjar

Nomor 4 Tahun 2004 tentang

Khatam Al-Qur'an bagi Peserta

Didik pada Pendidikan Dasar dan

Menengah

Nusa

Tenggara

Barat

Dompu

Peraturan Daerah Kabupaten

Dompu Nomor 11 Tahun 2004

tentang Tata Cara Pemilihan Kades

(materi muatannya mengatur

keharusan calon dan keluarganya

bisa membaca Al-Qur'an yang

dibuktikan dengan

rekomendasi KUA).

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8368/2/T1_312011807_BAB I.pdf · adalah negara hukum kaidah tersebut diperkuat dengan rumusan pasal

10

Tabel 4. Peraturan Daerah Tahun 2005.

Tahun 2005

Provinsi Kabupaten /

Kota Nama Peraturan Daerah

Sumatera Barat

Peraturan Daerah Provinsi Sumatra barat Nomor 7 Tahun 2005

tentang Pandai baca Tulis Al-Qur'an

Pesisir Selatan

Peraturan Daerah Kabupaten Pesisir Selatan

Nomor 4 Tahun 2005 tentang berpakaian

Muslim dan Muslimah

Agam

Peraturan Daerah Kabupaten Agam Nomor 6

Tahun 2005 Tentang berpakaian Muslim

Peraturan Daerah Kabupaten Agam Nomor 5

Tahun 2005 tentang Pandai baca Tulis Al-

Qur'an

Solok

Peraturan Daerah Kabupaten Solok Selatan

Nomor 6 Tahun 2005 Tentang Berpakaian

Muslim Dan Muslimah Di Kabupaten Solok

Selatan

Jawa Barat

Bandung Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nomor 9

Tahun 2005 tentang Zakat, Infaq, dan Shadaqoh.

Sukabumi Peraturan Daerah Kabupaten sukabumi Nomor

12 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Zakat

Sidoarjo

Peraturan Daerah. Kabupaten Sidoarjo Nomor 4

Tahun 2005 tentang Pengelolaan Zakat, Infaq,

dan Shadaqoh

Kalimantan

Selatan

Banjarmasin Peraturan Daerah Kabupaten Banjar Nomor

8/2005 tentang Jum'at Khusyu'

Hulu Sungai

Utara

Peraturan Daerah Kabupaten Hulu Sungai Utara

Nomor 19 Tahun 2005 tentang Zakat, Infaq, dan

Shadaqoh

Banjarmasin

Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2005 tentang

Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota

Banjarmasin Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Larangan Kegiatan Pada Bulan Ramadan

Sulawesi Selatan

Maros

Peraturan Daerah Kabupaten Maros Nomor 16

Tahun 2005 Tentang Berpakaian Muslim Dan

Muslimah

Peraturan Daerah Kabupaten Maros Nomor 15

Tahun 2005 tentang Gerakan Buta Aksara dan

pandai Baca Al-Qur'an dalam Wilayah

Kabupaten Maros

Peraturan Daerah Kabupaten Maros Nomor 17

Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Zakat

Enrekang Peraturan Daerah Kabupaten Enrekang Nomor 6

Tahun 2005 Tentang Busana Muslim

Gorontalo

Peraturan Daerah Provinsi Gorontalo Nomor 22 Tahun 2005

Tentang Wajib Baca Tulis Al-Quran Bagi Siswa Yang Beragama

Islam

Sulawesi

Tenggara Kendari

Peraturan Daerah Kota Kendari Nomor 17

Tahun 2005 tentang Bebas Buta Aksara Al-

Qur'an pada Usia Sekolah dan Bagi masyarakat

Islam di Kota Kendari

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8368/2/T1_312011807_BAB I.pdf · adalah negara hukum kaidah tersebut diperkuat dengan rumusan pasal

11

Tabel 5. Peraturan Daerah Tahun 2006.

Tahun 2006

Provinsi Kabupaten /

Kota Nama Peraturan Daerah

Riau Kampar

Peraturan Daerah Kabupaten Kampar

Nomor 2 Tahun 2006 tentang Pengelolaan

Zakat, Infaq, dan Shadaqoh

Bangka

Belitung Bangka

Peraturan Daerah Kabupaten Bangka

Nomor 4 Tahun 2006 tentang pengelolaan

Zakat, Infaq, dan Shadaqoh

Banten Serang

Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 1

Tahun 2006 tentang Madrasah diniyah

Awwaliyah

Jawa Barat Cianjur

Peraturan Daerah Bupati Cianjur Nomor

15 Tahun 2006 Tentang Pemakaian Dinas

Harian Pegawai di Lingkungan

Pemerintahan Kabupaten Cianjur.

Jawa Timur Pasuruan

Peraturan Daerah Kabupaten Pasuruan

Nomor 4 Tahun 2006 tentang Pengaturan

Membuka Rumah Makan, Rombong dan

sejenisnya pada Bulan Ramadan

Kalimantan

Selatan Banjarmasin

Peraturan Daerah Kabupaten Banjar

Nomor 5 Tahun 2006 tentang Penulisan

Identitas dengan Huruf Arab Melayu (LD

Nomor 5 tahun 2006 Seri E Nomor 3)

Sulawesi

Selatan

Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 4 Tahun

2006 tentang Pendidikan Al-Qur'an

Makassar Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 5

Tahun 2006 tentang Zakat

Polewali

Mandar

Peraturan Daerah Kabupaten Polewali

Mandar Nomor 14 Tahun 2006 tentang

Gerakan Masyarakat Islam Baca Al-Qur'an

Tabel 6. Peraturan Daerah Tahun 2008.

Tahun 2008

Provinsi Kabupaten /

Kota Nama Peraturan Daerah

Sumatera Barat Padang Panjang

Peraturan Daerah Kabupaten Padang

Panjang Nomor 7 Tahun 2008 tentang

Zakat

Jambi Bungo

Peraturan Daerah Kabupaten Bungo

Nomor 23 Tahun 2008 Tentang

Pengelolaan Zakat

Kalimantan

Timur

Kutai

Kartanegara

Peraturan Daerah Kabupaten Kutai

Kartanegara Nomor 9 Tahun 2008

Tentang Pengelolaan Zakat Kabupaten

Kutai Kartanegara

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8368/2/T1_312011807_BAB I.pdf · adalah negara hukum kaidah tersebut diperkuat dengan rumusan pasal

12

Tabel 7. Peraturan Daerah Tahun 2009.

Tahun 2009

Provinsi Kabupaten /

Kota Nama Peraturan Daerah

Riau

Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 2 Tahun 2009

Tentang Pengelolaan Zakat

Batam Peraturan Daerah Kota BataM Nomor 3

Tahun 2009 Tentang Pengelolaan Zakat

Jawa Barat TasikMalaya

Peraturan Daerah Kota Tasikmalaya

Nomor 12 Tahun 2009 Tentang

Pembangunan Tata Nilai Kehidupan

Kemasyarakatan Yang Berlandaskan Pada

Ajaran Agama Islam Dan Norma-Norma

Sosial Masyarakat Kota Tasikmalaya

Jawa Tengah

Semarang Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 7

Tahun 2009 Tentang Pengelolaan Zakat

Wonosobo

Peraturan Daerah Kabupaten Bondowoso

Nomor 11 Tahun 2009 Tentang

Pengelolaan Zakat

Sulawesi

Tenggara Konawe Utara

Peraturan Daerah Kabupaten Konawe

Utara Nomor 04 Tahun 2009 Tentang

Bebas Buta Baca Tulis Huruf Alqur’an

Bagi Anak Usia Sekolah Dan Masyarakat

Yang Beragama Islam Di Kabupaten

Konawe Utara

Tabel 8. Peraturan Daerah Tahun 2010. Tahun 2010

Provinsi Kabupaten /

Kota Nama Peraturan Daerah

Sumatra

Barat Padang

Peraturan Daerah Kota Padang Nomor 02 Tahun 2010 Tentang

Pengelolaan Zakat

Riau

Bintan

Peraturan Daerah Kabupaten Bintan Nomor 6 Tahun 2010

Tentang Kewajiban Pandai Baca Tulis Al Qur’an Dan

Mendirikan Shalat Bagi Anak Usia Sekolah Yang Beragama

Islam

Indagiri Hulu

Peraturan Daerah Kabupaten Indagiri Hulu Nomor 4 Tahun

2010 Tentang Pandai Baca Tulis Al Qur’an Bagi Peserta Didik

Pada Pendidikan Dasar, Pendidikan Menegah dan Calon

Pengnantin.

Jawa

Timur

Mojokerto Peraturan Daerah Kota Mojokerto Nomor 3 Tahun 2010

Tentang Pengelolaan Zakat, Infaq Dan Shodaqoh

Probolinggo Peraturan Daerah Kota Probolinggo Nomor 11 Tahun 2010

Tentang Pengelolaan Zakat

Kalimantan

Selatan

Banjarmasin

Peraturan Daerah Kota Banjarmasin Nomor 4 Tahun 2010

Tentang Wajib Baca Tulis Al-Quran Bagi Siswa Sekolah Dasar

/ Madrasah Ibtidaiyah, Siswa Sekolah Menengah Pertama/

Madrasah Tsanawiyah Dan Siswa Sekolah Menengah Atas /

Madrasah Aliyah / Sekolah Menengah Kejuruan Serta Calon

Pengantin Yang Beragama Islam

Tapin Peraturan Daerah Kabupaten Tapin Nomor 13 Tahun 2010

Tentang Pengelolaan Zakat

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8368/2/T1_312011807_BAB I.pdf · adalah negara hukum kaidah tersebut diperkuat dengan rumusan pasal

13

Tabel 9. Peraturan Daerah Tahun 2011.

Tahun 2011

Provinsi Kabupaten /

Kota Nama Peraturan Daerah

Jawa Barat Sumedang

Peraturan Daerah Kabupaten Sumedang

Nomor 1 Tahun 2011 Tentang

Pengelolaan Zakat, Infaq Dan Shadaqah

Jawa Tengah

Kebumen

Peraturan Daerah Kabupaten Kebumen

Nomor 13 Tahun 2011 Tentang

Pengelolaan Zakat

Banjar Negara

Peraturan Daerah Kabupaten Banjarnegara

Nomor 10 Tahun 2011 Tentang

Pengelolaan Zakat

Maluku Utara Ternate Peraturan Daerah Kota Ternate Nomor 30

Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat

Tabel 10. Peraturan Daerah Tahun 2012.

Tahun 2012

Provinsi Kabupaten /

Kota Nama Peraturan Daerah

Riau Rokan Hulu

Peraturan Daerah Kabupaten Rokan Hulu

Nomor 7 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan

Zakat

Jawa Barat Kuningan

Peraturan Daerah Kabupaten Kuningan

Nomor 4 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan

Zakat

Kalimantan

Timur

Penajam Paser

Utara

Peraturan Daerah Kabupaten Penajam

Paser Utara Nomor 2 Tahun 2012 Tentang

Pengelolaan Zakat, Infaq, Shodaqoh Dan

Wakaf

Sulawesi

Selatan Wajo

Peraturan Daerah Kabupaten Wajo Nomor

22 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Zakat

Tabel 11. Peraturan Daerah Tahun 2013.

Tahun 2013

Provinsi Kabupaten /

Kota Nama Peraturan Daerah

Riau Siak Peraturan Daerah Kabupaten Siak Nomor 6

Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Zakat

Jambi Batang Hari

Peraturan Daerah Kabupaten Batang Hari

Nomor 17 Tahun 2013 Tentang

Kewajiban Mampu Baca Tulis Al-Qur’an

Dan Melaksanakan Shalat Fardlu Bagi

Siswa Yang Beragama Islam

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8368/2/T1_312011807_BAB I.pdf · adalah negara hukum kaidah tersebut diperkuat dengan rumusan pasal

14

Dari daftar peraturan daerah di atas setidaknya dari tahun 2002 sampai 2013

ada 62 peraturan daerah yang terdiri atas 4 peraturan daerah tingkat provinsi, 45

peraturan daerah kabupaten dan 13 peraturan daerah kota yang bermuatan materi

keagamaan, secara garis besar rata-rata perda-perda di atas mengatur mengenai

zakat, infak, shadaqah, baca tulis Al’Quran, pendirian sekolah muslim, pengaturan

di bulan ramadhan, cara berpakaian Muslim. Yang notabene semua yang diatur

berdasarkan hukum agama yang dalam kasus di atas berdasarkan hukum syariah.

Demikian hal-hal yang menjadi latar belakang permasalahan dari penelitian

dan penulisan karya ilmiah ini dan dari latar belakang tersebut penulis

mengemukakan suatu rumusan permasalahan sebagai berikut.

B. Rumusan Masalah

Apakah Peraturan Daerah Bermuatan Materi Keagamaan dalam sistem

Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia Memiliki Legalitas?

C. Tujuan Penulisan

1. Mengidentifikasi jenis Peraturan Daerah tingkat Provinsi,

Kabupaten/Kota, yang Bermuatan Materi Keagamaan.

2. Mengetahui legalitas Peraturan Daerah Bermuatan Materi Keagamaan

dalam sistem peraturan perundang-undangan di Indonesia.

D. Metode Penelitian

Metode dalam penelitian ini adalah penelitian hukum yang tidak lain mencari

dan menemukan penelitian prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah yang mengatur status.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8368/2/T1_312011807_BAB I.pdf · adalah negara hukum kaidah tersebut diperkuat dengan rumusan pasal

15

Dimana penulis hendak mengemukakan kecocokan antara aturan hukum dengan

norma hukum.26

1. Pendekatan

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum

normatif (yuridis normative). Dalam kaitannya dengan penelitian normatif, penulis

menggunakan beberapa pendekatan, seperti pendekatan Perundang-undangan

(Statute Approach), karena yang akan diteliti adalah berbagai aturan yang menjadi

fokus sekaligus tema sentral suatu penelitian.

Untuk itu penulisan harus melihat hukum sebagai sistem tertutup yang

mempunyai sifat-sifat seperti Comprehensive artinya norma-norma hukum yang

ada di dalamnya terkait antara satu dengan lain secara logis, Systematic norma-

norma hukum antara satu dengan lain tersusun secara hierarki.27 Namun dalam

suatu penelitian normatif, satu hal yang pasti adalah penggunaan pendekatan

perundang-undangan (Statute Approach). Di katakan pasti karena secara logis

hukum, penelitian hukum normative didasarkan pada penelitian yang dilakukan

terhadap bahan hukum yang ada.28

2. Jenis / Sifat Penelitian

Jenis / sifat penelitian yang di gunakan oleh penulis adalah eksploratif yaitu

penelitian yang berusaha menemukan sebab akibat dari suatu peristiwa atau

26 Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum (Edisi Revisi), Kencana Prenanda Media

Grup, Jakarta, 2013, Hlm. 41 27Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia

Publishing, Malang, 2006, Hlm, 302-303. 28 Ibid, Hlm. 301.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8368/2/T1_312011807_BAB I.pdf · adalah negara hukum kaidah tersebut diperkuat dengan rumusan pasal

16

kejadian dimana penelitian ini dilakukan untuk menggali suatu gejala yang relatif

masih baru. Dapat dikatakan bahwa ada suatu fenomena atau gejala yang selama

ini belum pernah diketahui.29

3. Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data

Sumber data yang di gunakan dalam penelitian ini data primer dan data

sekunder, berikut akan di uraikan penjelasan mengenai sumber data yang di

gunakan dalam penelitian ini.30 Data Sekunder adalah Data yang diperoleh dari

literatur-literatur yang berkaitan dengan pokok persoalan, dengan cara studi

kepustakaan (library study). Data sekunder terdiri dari:

a. Bahan hukum Primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, terdiri

dari Undang-Undang Dasar 1945, Peraturan-peraturan daerah yang di

dalamnya mengatur materi keagamaan, Undang-undang Nomor 12 tahun

2011, Undang- Undang Nomor 10 Tahun 2004,31 Undang-undang

Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimana telah diubah dengan Undang-

undang Nomor 12 Tahun 2008. Putusan-putusan Mahkamah Agung atas

pengujian Peraturan Daerah yang bermuatan agama.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu yang memberikan penjelasan mengenai

bahan hukum primer, seperti hasil-hasil penelitian dan buku-buku yang

berkaitan dengan pokok persoalan.

29 Priyono, Jenis-Jenis Penelitian, http:// drpriyoNomorblogspot.com/ 2012/ 03/ jenis-

jenis-penelitian.html, diakses pada tanggal 23 Mei 2013. 30 Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan

Singkar, Rajawali Press Jakarta, 1990, Hlm. 14-15. 31 Alasan dimasukkannya undang-undang ini adalah walaupun pembentukan peraturan

perundang undangan sudah diatur dengan undang-undang terbaru yaitu Undang-Undang Nomor 12

Tahun 2011, namun sebagian dari Peraturan-peraturan Daerah yang diteliti adalah peraturan daerah

yang pada waktu dibentuk masih atas dasar Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8368/2/T1_312011807_BAB I.pdf · adalah negara hukum kaidah tersebut diperkuat dengan rumusan pasal

17

c. Bahan hukum tertier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk

maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder,

misalnya kamus dan ensiklopedia.

Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data sekunder yang didapat

dari buku, laporan, jurnal dan lain-lain. Bahan hukum sekunder antara lain:

Undang-Undang Dasar 1945, Peraturan-peraturan daerah yang di dalamnya

bermuatan materi keagamaan, Undang-undang Nomor 12 tahun 2011, Undang-

Undang Nomor 10 Tahun 2004, Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004

sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008. Putusan-

putusan Mahkamah Agung atas pengujian Peraturan Daerah yang bermuatan

agama.

4. Unit Amatan

Yang menjadi unit amatan dalam penulisan ini adalah Mengidentifikasi jenis

Peraturan Daerah tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota, yang bermuatan materi

keagamaan.

5. Unit Analisis

Yang akan dianalisis adalah Legalitas Peraturan Daerah Provinsi, Kabupaten

Kota yang bermuatan materi keagamaan.