pemerintah provinsi riau nomor 2 tahun 2009...

27
1 PEMERINTAH PROVINSI RIAU NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU, Menimbang : a. bahwa menunaikan zakat merupakan kewajiban umat Islam yang mampu dan pengumpulan zakat merupakan sumber dana yang potensial sebagai salah satu upaya mengurangi angka kemiskinan; b. bahwa pengelolaan zakat perlu terus ditingkatkan agar pelaksanaannya lebih berhasil guna dan berdaya guna serta dapat dikembangkan; c. bahwa dalam rangka perlindungan, pembinaan dan pelayanan Muzakki, mustahiq dan Amil Zakat, serta berdasarkan Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 2003 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, maka perlu adanya ketentuan yang mengatur pengelolaan zakat; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana huruf a, b dan c di atas, perlu membentuk Peraturan daerah Provinsi Riau tentang Pengelolaan Zakat. Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 61 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah Swatantra tingkat I Sumatera Barat, Jambi dan Riau (Lembaran Negara Republik Indonesia 1 Tahun 1958 Nomor 112 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1646); 2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang- undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209); 3. Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 164, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3885); 4. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 127); 5. Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor I 4389); 6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004

Upload: nguyentram

Post on 01-Apr-2019

213 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

PEMERINTAH PROVINSI RIAU

NOMOR 2 TAHUN 2009

TENTANG

PENGELOLAAN ZAKAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR RIAU,

Menimbang : a. bahwa menunaikan zakat merupakan kewajiban umat Islam yang

mampu dan pengumpulan zakat merupakan sumber dana yang

potensial sebagai salah satu upaya mengurangi angka

kemiskinan;

b. bahwa pengelolaan zakat perlu terus ditingkatkan agar

pelaksanaannya lebih berhasil guna dan berdaya guna serta dapat

dikembangkan;

c. bahwa dalam rangka perlindungan, pembinaan dan pelayanan

Muzakki, mustahiq dan Amil Zakat, serta berdasarkan Keputusan

Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 2003

tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999

tentang Pengelolaan Zakat, maka perlu adanya ketentuan yang

mengatur pengelolaan zakat;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana huruf a, b dan c

di atas, perlu membentuk Peraturan daerah Provinsi Riau tentang

Pengelolaan Zakat.

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 61 Tahun 1958 tentang Pembentukan

Daerah Swatantra tingkat I Sumatera Barat, Jambi dan Riau

(Lembaran Negara Republik Indonesia 1 Tahun 1958 Nomor 112

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1646);

2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-

undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 1981 nomor 76, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 3209);

3. Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan

Zakat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor

164, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

3885);

4. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pajak

Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000

Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 127);

5. Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor I 4389);

6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004

2

Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 4437);

7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 tahun 2007

tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah

Daerah Provinsi dan Pemerintah daerah Kabupaten/Kota

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);

8. Keputusan Menteri Agama RI Nomor 373 Tahun 2003 tentang

Pelaksanaan Undang.undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang

Pengelolaan Zakat.

9. Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 2 Tahun 2008 tentang

Urusan Pemerintahan yang menjadi Kewenangan Daerah

Provinsi Riau

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI RIAU

dan

GUBERNUR RlAU

MEMUTUSKAN :

PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :

1. Daerah adalah Daerah Provinsi Riau.

2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Provinsi Riau.

3. Gubernur adalah Gubernur Riau.

4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah

Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Riau.

5. Kanwil Departemen Agama adalah Kantor Wilayah Departemen Agama

Provinsi Riau.

6. Pemerintah Kabupaten/Kota adalah Pemerintah Kabupaten/Kota diwilayah

Provinsi Riau.

7. Bupati/Walikota adalah Bupati/Walikota di wilayah Provinsi Riau.

8. Pengelolaan Zakat adalah Aktivitas yang dilaksanakan Badan AmiL Zakat dan

Lembaga Amal Zakat tentang Zakat, Infaq, Shadaqoh, Hibah, Wasiat, Waris

dan Kafarat.

9. Zakat adalah harta yang wajib disisihkan/dikeluarkan/ditunaikan oleh orang

muslim atau Badan Usaha yang dimiliki orang muslim sesuai dengan ketentuan

agama Islam untuk diberikan kepada yang berhak menerima zakat.

10. Infaq adalah Harta yang dikeluarkan oleh seseorang atau badan diluar zakat

untuk kemaslahatan umum.

11. Hibah adalah pemberian uang atau barang oleh seseorang atau badan yang

dilaksanakan pacta waktu orang itu hidup kepada Badan Amil Zakat atau

Lembaga Amil Zakat.

3

12. Shadaqah adalah harta yang dikeluarkan oleh seorang Muslim atau badan yang

dimiliki oleh orang muslim diluar zakat untuk kemaslahatan umum.

13. Rikaaz adalah hasil galian harta zaman purbakala yang tidak bertuan.

14. Munfiq adalah Orang atau badan yang menginfaqkan hartanya.

15. Mutashaddiq adalah orang atau badan yang bershadaqoh.

16. Muzakki adalah orang atau badan yang dimiliki oleh orang Muslim yang

berkewajiban menunaikan Zakat.

17. Mustahiq adalah orang atau badan yang berhak menerima zakat sebagaimana

ditentukan oleh hukum Islam.

18. Badan Amil Zakat Provinsi Riau yang selanjutnya aisingkat BAZ adalah

Organisasi pengelola Zakat, Infaq, Shadaqoh, Hibah Wasiat, Waris dan Kafarat

yang dibentuk oleh Pemerintah Daerah yang terdiri dari unsur masyarakat dan

Pemerintah dengan tugas mengumpulkan, mendistribusikan dan

mendayagunakan zakat, infaq, shadaqoh, hibah, wasiat, waris dan kafarat sesuai

dengan ketentuan Islam.

19. Dewan Pertimbangan adalah unsur Lembaga Amil Zakat yang memberikan

pertimbangan kepada badan Pelaksanan Amil Zakat.

20. Komisi Pengawas adalah unsur Lembaga Badan Amil Zakat yang

melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas administratif clan teknis

pengumpulan, pendistribusian, pendayagunaan Zakat, Infaq, Shadaqoh, Hibah

Wasiat, Waris clan Kafarat serta penelitian dan pengembangan pengelo1aan

zakat.

21. Badan Pelaksana adalah unsur Lembaga Badan Amil Zakat yang bertugas

melaksanakan tugas Administratif dan. teknis pengumpulan, pendistribusian,

pendayagunaan Zakat, Infaq, Shadaqoh, Hibah Wasiat, Waris dan Kafarat serta

penelitian clan pengembangan pengelolaan zakat.

22. Lembaga Amil Zakat yang selanjutnya disingkat LAZ adalah Lembaga

pengelola Zakat. Infaq, Shadaqoh, Hibah Wasiat, Waris clan Kafarat yang

sepenuhnya dibentuk atas prakarsa masyarakat clan oleh masyarakat yang

bergerak di bidang kemaslahatan umat Islam yang dikukuhkan oleh Pemerintah.

23. Unit Pengumpul Zakat yang selanjutnya disingkat UPZ adalah satuan organisasi

yang dibentuk oleh Badan Amil Zakat dan semua tingkatan dengan tugas

mengumpulkan Zakat, Infaq, Shadaqoh, :Hibah Wasiat, Waris. Kafarat clan

harta waris orang yang tidak memiliki ahli waris untuk melayani Muzakki yang

berada pada Desa/Kelurahan, instansi-instansi Pemerintah dan Swasta.

24. Nisab adalah Batasan minimal harta yang wajib dikeluarkan zakatnya;

25. Haul adalah Masa kepemilikan harta kekayaan selama 12 (dua belas) bulan

qomariah. Tahun qomariah, Panen atau pada saat menemukan Rikaaz.

4

BAB II

ASAS DAN TUJUAN

Pasal 2

Pengelolaan Zakat, infaq dan shadaqoh berdasarkan iman dan taqwa. keterbukaan

dan kepastian hukum sesuai hukum hukum Islam, Pancasila, Undangundang Dasar

1945 dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 3

Pengelolaan zakat bertujuan :

a. Meningkatkan pelayanan bagi masyarakat dalam menunaikan Zakat, Infaq,

Shadaqoh sesuai dengan tuntutan agama Islam.

b. Meningkatkan fungsi dan peranan pranata keagamaan dalam upaya

pengentasan kemiskinan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan

keadilan sosial.

c. Meningkatkan basil guna clan daya guna Zakat, Infaq, Shadaqoh.

BAB III

PENGELOLAAN ZAKAT

Bagian Pertama

Pengelola dan Pengumpul Zakat

Pasal 4

Pengelolaan Zakat, Infaq, Shadaqoh dilakukan oleh BAZ dan LAZ

Pasal 5

(1). Zakat terdiri dari Zakat Mal dan Zakat Fitrah.

(2). Jenis Harta yang dikenai Zakat Mal adalah :

a. Emas, Perak dan Uang;

b. Perdagangan dan Perusahaan;

c. Hasil Pertanian, Perkebunan dan Perikanan;

d. Hasil Pertambangan;

e. HasiL Peternakan;

f. Hasil Pendapatan Jasa;

g. Rikaaz.

(3). Perhitungan Zakat Mal menurut Nisab dan Haul, Kadar dan waktunya

ditetapkan berdasarkan hukum agama Islam.

Pasal 6

(1). Pengumpulan zakat dilaksanakan dengan cara menerima atau mengambilnya

dari Muzakki.

(2). Pengelola Zakat BAZ dapat bekerjasama dengan Bank dan lembaga keuangan

lainnya dalam Pengelolaan zakat.

Pasal 7

BAZ dapat menerima harta selain Zakat yaitu Infaq dan Shadaqoh.

5

Pasal 8

(1). Setiap orang yang beragama Islam atau Badan yang dimiliki oleh orang Islam

yang hartanya telah mencapai Nisab dan Haul, berkewajiban menunaikan zakat

melalui BAZ atau LAZ.

(2). Muzakki melakukan perhitungan sendiri hartanya dan kewajiban zakatnya

berdasarkan hukum agama Islam.

(3). Dalam hal Muzakki tidak dapat menghitung sendiri harta dan kewajiban

zakatnya sebagaimana dimaksud ayat (2), Muzakki dapat meminta bantuan

kepada BAZ atau LAZ.

(4). Zakat yang telah dibayarkan berdasarkan tanda bukti pembayaran dari BAZ

atau LAZ dikurangkan dari laba pendapatan Slsa kena pajak clan Wajib Pajak

yang bersangkutan sesuai Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

Bagian Kedua

Pendayagunaan Zakat

Pasal 9

(1). Hasil Pengumpulan Zakat didayagunakan untuk kebutuhan komsumtif

mustahiq dengan persyaratan-persyaratan sebagal berlkut :

a. Hasil Pendataan dan penelitian kebenaran mustaqhid 8 asnaf, Fakir,

Miskin, Amil, Mualaf, Riqab, Gharim, Sabillillah clan Ibnusabil.

b. Mendahulukan orang-orang yang paling tidak berdaya memenuhi

kebutuhan dasar secara ekonomi dan sangat memerlukan bantuan.

c. Mengutamakan mustahiq dalam wilayahnya masing-masing.

(2). Pendayagunaan hasil pengumpulan zakat berdasarkan skala prioritas kebutuhan

mustahiq clan dapat dimanfaatkan untuk usaha yang produktif berdasarkan

persyaratan:

a. Apabila pendayagunaan zakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sudah

terpenuhi clan ternyata masih terdapat kelebihan.

b. perdapat usaha-usaha nyata yang berpeluang menguntungkan.

c. Mendapat persetujuan tertulis dari Dewan Pertimbangan.

(3). Persyaratan dan Prosedur pendayagunaan hasil pengumpulan zakat

sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkari dengan Keputusan BAZ yang

berpedoman kepada Peraturan yang berlaku.

Pasal 10

Hasil Infaq dan Shadaqoh sebagaimana dimaksud Pasal 7 disalurkan sesuai dengan

niat, munfiq dan mutashaddiq.

BAB IV

SUSUNAN ORGANISASI BAZ

Pasal 11

Struktur Organisasi BAZ terdiri atas Dewan Pertimbangan, Komisi Pengawas dan

Badan Pelaksana yang dalam Pelaksanaanya dibantu oleh divisi-divisi.

6

Pasal 12

(1). Dewan Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada Pasal 11 terdiri dari Seorang

Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris dan Wakil Sekretaris serta Anggota

sebanyakbanyaknya 7 (tujuh) orang.

(2). Komisi Pengawas sebagaimana dimaksud pada Pasal 11 terdiri atas Seorang

Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris, Wakil Sekretaris serta Anggota sebanyak-

banyaknya 7 (tujuh) orang.

(3). Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud pada Pasal 11 terdiri atas seorang

Ketua, Ketua I, Ketua II, Sekretaris. Sekretaris I Sekretaris II Bendahara Divisi

Pengumpulan, divisi Pendismbuslan, divisi Pendayagunaan dan divisi

Pengembangan.

(4). Dewan Pertimbangan. Komisi Pengawas .dan Badan Pelaksana sebagaimana

dimaksud ayat (1), (2) dan (3) ditetapkan berdasarkan Fit and Proper Test oleh

Pemerintah, DPRD clan Kantor wilayah Departemen 1 Agama.

Pasal 13

(1). Pengangkatan Pengurus BAZ ditetapkan oleh Gubernur setelah melalui Fit j and

Proper Test oleh Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama clan f Persetujuan

DPRD setelah melalui tahapan sebagai berikut :

a. Membentuk tim penyeleksi yang terdiri atas unsur ulama, Cendikiawan,

tenaga Profesional, praktisi pengelola zakat clan lembaga swadaya

masyarakat yang terkait Berta unsur Pemerintah Daerah.

b. Menyusun Kriteria calon pengurus BAZ Daerah Provinsi;

c. Mempublikasikan rencana pembentukan pengurus BAZ Daerah Provinsi

secara luas kepada masyarakat;

d. Melakukan Penyeleksian terhadap calon Pengurus BAZ Daerah Provinsi

sesuai dengan keahliannya.

(2). Masa kepengurusan BAZ untuk satu periode selama 3 (tiga) tahun.

(3). Ketua BAZ yang Lelah menyelesaikan tugas selama satu periode sebagaimana

dimaksud pada ayat (2), dapat diangkat kembali sebagai Ketua BAZ hanya

untuk satu periode berikutnya.

BAB V

UNIT PENGUMPUL

Pasal 14

(1). BAZ dapat membentuk UPZ pada Instansi/Lembaga Pemerintah, BUMN,

BUMD, Perusahaan Swasta dan Organisasi Profesi yang berkedudukan di

tingkat Provinsi yang pembentukannya ditetapkan dengan Keputusan Pengurus

BAZ.

(2). Prosedur Pembentukan UPZ dapat dilakukan melalui langkah-langkah sebagai

berikut :

a. BAZ mengadakan pendataan berbagai Instansi/Lembaga Pemerintah,

BUMN, BUMD. Perusahaan Swasta dan' Organisasi Profesi sebagaimana

dimaksud ayat

b. BAZ mengadakan kesepakatan dengan pimpinan Instansi/Lembaga

Pemerintah, BUMN, BUMD, Perusahaan Swasta clan Organisasi Profesi

sebagaimana dimaksud ayat (1) untuk membentuk UPZ.

7

BAB VI

LEMBAGA AMIL ZAKA T

Pasal 15

Pembentukan LAZ diiakukan sepenuhnya atas prakarsa masyarakat yang bergerak

di bidang Kemaslahatan Umat Islam.

Pasal 16

(1). LAZ sebagaimana dimaksud Pasal15 dikukuhkan oleh Gubernur.

(2). Pengukuhan LAZ sebagaimana dimaksud ayat' (1) dilakukan atas I permohonan

Lembaga Masyarakat setelah memenuhi Persyaratan sebagai berikut:

a. Berbadan Hukum;

b. Memilki Data Muzakki Mustahiq;

c. Telah Beroperasi minimal 2 tahun;

d. Memilki Laporan keuangan yang telah diaudit oleh Akuntan Publik selama

2 tahun terakhir;

e. Memilki Wilayah Operasional minimal 40% dari jumlah Kabupaten/ Kota

di Provinsi tempat lembaga berada;

f. Mendapat Rekomendasi dari Kanwil Departemen Agama;

g. Telah mampu mengumpulkan dana Rp.5OO.OOO.OOO,-(lima ratus juta

rupiah)dalam satu tahun;

h. Melampirkan surat penyataan bersedia disurvei oleh Tim yang di bentuk

oleh Kanwil Departemen Agama dan diaudit oleh Akuntan Publik;

i. Dalam Melaksanakan kegiatannya wajib berkoordinasi dengan Badan Amil

Zakat Daerah (BAZDA) dan Kanwil Departemen Agama.

(3). Pengukuhan tidak disetujui dan atau dibatalkan dan dicabut apabila 1 tidak

memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

BAB VII

TUGAS POKOK DAN FUNGSI

Pasal 17

(1). BAZ dan LAZ mempunyai tugas pokok mengumpulkan, mendistribusikan dan

mendayagunakan Zakat, Infaq, Shadaqoh sesuai dengan ketentuan hukum

Islam.

(2). Dalam melaksanakan tugasnya BAZ dan LAZ sebagaimana dimaksud ayat (1)

bertanggungjawab kepada Gubernur clan DPRD serta 'I dipublikasikan melalui

media massa.

Pasal 18

Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud Pasal 17 ayat (1), BAZ

mempunyai fungsi perencanaan, pengorganisasian, pengumpulan, pendistribusian

dan pendayagunaan serta pengawasan terhadap pengelolaan zakat.

Pasal 19

(1). Dewan Pertimbangan sebagaimana dimaksud Pasal 11 berkewajiban

memberikan pertimbangan, fatwa, saran dan rekomendasi tentang

pengembangan hukum clan pemahaman mengenai pengelolaan zakat.

8

(2). Dewan Pertimbangan sebagaimana dimaksud Pasal 11 mempunyai fungsi:

a. Menetapkan garis-garis kebijakan umum BAZ bersama Komisi Pengawas

dan Badan Pelaksana.

b. Mengeluarkan fatwa syariah baik diminta maupun tidak diminta yang

berkaitan dengan hukum zakat, infaq, shadaqah yang wajib diikuti oleh

pengurus BAZ dan LAZ.

c. Memberikan pertimbangan, saran dan rekomendasi kepada Badan

Pelaksana dan Komls1 Pengawas.

d. Menampung, mengolah dan menyampaikan pendapat umat tentang

pengelolaan zakat.

Pasal 20

(1). Komisi Pengawas sebagaimana dimaksud Pasal 11 melaksanakan pengawasan

internal atas operasional kegiatan yang dilaksakan Badan Pelaksana.

(2). Komisi Pengawas mempunyai tugas:

a. Mengawasi pelaksanaan rencana kerja yang telah disahkan.

b. Mengawasi pelaksanaan kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan.

c. Mengawasi operasional kegiatan yang dilaksanakan Badan Pelaksana yang

mencakup pengumpulan pendistribusian dan pendayagunaan.

d. Melakukan pemeriksaan operasional dan pemeriksaan syari'ah dan

peraturan perundang- undangan.

e. Menunjuk Akuntan Publik untuk melakukan audit pengelola zakat.

Pasal 21

(1). Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud pasal12 melaksanakan kebijakan BAZ

dalam program pengumpulan, penyaluran dan pendayagunaan zakat, infaq,

shadaqah.

(2). Badan Pelaksana mempunyai tugas :

a. membuat rencana kerja yang meliputi rencana pengumpulan, penyaluran,

dan pendayagunaan zakat, infaq, shadaqah, hibah, wasiat, waris dan kafarat;

b. Melaksanakan operasional pengelolaan zakat sesuai rencana kerja yang

telah disahkan dan kebijakan yang telah ditetapkan;

c. Menyusun laporan tahunan;

d. Menyampaikan laporan pertanggunjawaban kepada Pemerintah Provinsi

dan DPRD.

e. Bertindak dan bertanggungjawab untuk dan atas nama BAZ baik ke dalam

maupun ke luar.

f. Mempublikasikan laporan keuangan tahunan yang telah diaudit oleh

akuntan publik atau lembaga pengawas keuangan pemerintah yang

berwenang melalui media massa setempat, selambat-lambatnya 3 (tiga)

bulan setelah tahun buku terakhir.

9

BAB VIII

LINGKUP KEWENANGAN BAZ

Pasal 22

BAZ berwenang mengumpulkan zakat, infaq, shadaqah, hibah, wasiat, kafarat dan

harta waris orang yang tidak memiliki ahli waris pada instansi/lembaga pemenntah

dan swasta, perusahaan-perusahaan di tingkat Provinsi.

Pasal 23

(1). Pembayaran zakat dan pelaksanaan infaq clan sadaqah dapat dilakukan kepada

UPZ dan BAZ secara langsung ataupun melalui rekening Bank yang terpisah

sesuai dengan peruntukannya.

(2). Terhadap Muzakki yang melalaikan kewajibannya, BAZ dapat secara tegas dan

proaktif untuk mengambil zakat tersebut.

Pasal 24

(1). BAZ Provinsi mempunyai hubungan kerja yang. bersifat koordinatif,

konsultatif, clan informatif dengan BAZ Nasional, BAZ kabupaten/Kota, clan

BAZ Kecamatan.

(2). Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana ayat (I), BAZ menerapkan prinsip

koordinasi, integrasi dan singkronisasi dilingkungan masing-masing serta

melakukan konsultasi dan memberikan informasi satu sarna lain.

Pasal 25

Setiap pimpinan di lingkungan BAZ bertanggungjawab memimpin dan

mengkoordinasikan bawahannya masing-masing clan memberikan bimbingan serta

petunjuk pelaksanaan tugas bawahannya.

Pasal 26

Setiap pimpinan dilingkungan BAZ wajib mengikuti dan mematuhi ketentuan serta

bertanggungjawab kepada atasan masing-masing dan menyampaikan laporan

berkala tepat pada waktunya.

PasaI 27

Setiap kepala Divisi BAZ menyampaikan laporan dan menampung laporan-laporan

berkala BAZ serta. menyampaikannya kepada Kewa BAZ melalui Sekretaris BAZ.

Pasal 28

Seriap laporan yang diterima oleh Ketua BAZ, wajib diolah dan digunakan sebagai

beban untuk penyusunan laporan lebih lanjut serta memberikan araban kepada

bawahannya.

BAB IX

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 29

(1). Pembinaan terhadap Muzakki dan mustahiq dilakukan oleh BAZ.

10

(2). Pengawasan terhadap pelaksanaan tugas BAZ, dilakukan oleh Komisi

Pengawas BAZ.

(3). Dalam melakukan pemeriksaan keuangan BAZ, Komisi Pengawas wajib

menggunakan jasa akuntan publik atau lembaga keuangan pemerintah.

(4). Tata cara pembinaan clan pengawasan terhadap LAZ diatur lebih lanjut oleh

Gubernur.

Pasal 30

(1). BAZ memberikan laporan tahunan tentang pelaksanaan pengelolaan zakat

kepada Gubernur clan tembusannya disampaikan kepada DPRD.

(2). Laporan sebagaimana dimaksud ayat (1) disampaikan oleh BAZ paling lambat

3 (tiga) bulan setelah akhir tahun.

Pasal 31

Masyarakat dapat turut serta dalam pengawasan BAZ clan LAZ

BAB X

SANKSI

Pasal 32

Setiap Muzakki yang karena sengaja atau karena kelalaiannya tidak menyalurkan

zakat Mal melalui Lembaga Resmi Pengelola Zakat, dihukum sebagai berikut :

a. Diberikan teguran sebanyak 3 (tiga) kali.

b.Apabila teguran sebagaimana dimaksud huruf a tidak di indahkan, maka

diumumkan namanya melalui Media massa.

c. Diwajibkan membayar zakat clan dikenakan hukuman denda.' Sebesar

sepersepuluh zakat yang wajib ditunaikannya.

Pasal 33

Setiap orang atau Badan/Lembaga yang melakukan kegiatan pengumpulan dan

penyaluran Zakat, yang tidak memenuhi ketentuan Pasal 6 clan Pasal 16 diancam

dengan hukuman kurungan paling lama 6 (enam) bulan clan atau denda paling

banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). -

Pasal 34

(1). Setiap pengelola zakat yang karena kelalaiannya tidak mencatat clan atau

mencatat dengan tidak benar harta zakat, infaq, shadaqoh, hibah, wasiat waris

clan kafarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, Pasal 18, dan Pasal 19

diancam dengan hukuman kurungan paling lama 6 (enam) bulan clan atau denda

paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).

(2). Setiap petugas BAZ yang melakukan tindak pidana dikenai sanksi sesuai

dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(3). Tindak pidana sebagaimana dimaksud ayat (1) merupakan pelanggaran.

11

BAB XI

KETENTUAN PENYIDIKAN

Pasal 35

(1). Penyidikan atas tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam peraturan daerah

ini dapat juga dilakukan Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di

lingkungan Pemerintah Daerah.

(2). Kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) sebagaimana dimaksud

ayat (1) adalah:

a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak

pidana;

b. Melakukan tindakan pertama pada saat ditempat kejadian dan melakukan

pemeriksaan;

c. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan menerima tanda pengenal diri

tersangka;

d. Melakukan penyitaan benda dan/atau surat;

e. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang;

f. Memanggil seseorang untuk didengar atau diperiksa sebagai tersangka atau

saksi;

g. Memanggil seorang ahli yang diperlukan dalam hubungan dengan

pemeriksaan perkara;

h. Menghentikan penyidikan;

i. Melakukan tindakan lain menurut hukum yang dapat di

pertanggungjawabkan.

(3). Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) sebagaimana ayat (1) wajib membuat

berita acara setiap tindakan :

a. Pemeriksaan tersangka;

b. Penyitaan benda;

c. Perusakan rumah;

d. Pemeriksaan surat;

e. Pemeriksaan saksi;

f. Memeriksa ditempat kejadian.

(4). Berita acara sebagaimana dimaksud ayat (3) dikirim kepada penuntut umum

melalui penyidik Polri.

BAB XII

KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 37

Untuk kelancaran administrasi BAZ, Pemerintah Daerah menempatkan struktur

kelembagaan di bawah Sekretariat Daerah. Dalam menunjang pelaksanaan tugas

BAZ hingga mencapai kemandirian sebagaimana dimaksud Pasal 17, Pemerintah

Daerah menganggarkan biaya operasional dalam APBD.

12

BAB XIII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 38

(1). Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini. maka ketentuan yang mengatur

tentang Pengelolaan Zakat di Provinsi Riau yang bertentangan dengan

Peraturan Daerah ini dinyatakan tidak berlaku.

(2). Hal-hal lain yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang

mengenai teknis pelaksanaannya, akan diatur lebih lanjut oleh Gubernur.

Pasal 39

Peraturan Daerah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang

dapat mengetahuinya. memerintahkan pengundangan; Peraturan Daerah ini dengan

penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Riau.

Ditetapkan di Pekanbaru

pada tanggal 16 Februari 2009

GUBERNUR RIAU

Drs RUSLI ZAINAL

Diundangkan di Pekanbaru

pada tanggal 17 Februari 2009

SEKRETARIS DAERAH PROVINSI RIAU

H. WAN SYAMSIR YUS

pembina Utama Madya

NIP. 19530305 197306 1003

LEMBARAN DAERAH PROVINSI RIAU TAHUN 2009 NOMOR :2

1

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOLOK SELATAN

NOMOR : 6 TAHUN 2005

TENTANG

BERPAKAIAN MUSLIM DAN MUSLIMAH

DI KABUPATEN SOLOK SELATAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SOLOK SELATAN,

Menimbang : a. bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 29 ayat (2) Undang-undang Dasar

1945, negara menjamin tiap-tiap penduduk untuk beribadah menurut

agama dan kepercayaannya masing-masing;

b. bahwa sebagai salah satu perwujudan dari pelaksanaan ajaran Agama

Islam adalah tercermin dari pakaiannya dalam kehidupan sehari-hari;

c. bahwa menutup aurat di dalam Islam hukumnya adalah wajib, baik

dalam ibadah yang bersifat mahdah maupun yang bersifat ammah ;

d. bahwa untuk terwujudnya suasana kehidupan masyarakat yang

mencerminkan kepribadian muslim dan muslimah serta dalam upaya

mewujudkan masyarakat Kabupaten Solok Selatan yang beriman dan

bertaqwa, maka dipandang perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang

Berpakaian Muslim dan Muslimah.

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan

Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor

78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301) ;

2. Undang-undang Nomor 38 Tahun 2003 tentang Pembentukan

Kabupaten Dharmasraya, Kabupaten Solok Selatan dan Kabupaten

Pasaman Barat di Propinsi Sumatera Barat (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2003 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 4348);

3. Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4389);

4. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437);

5. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);

6. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan

Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3952);

2

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

KABUPATEN SOLOK SELATAN

dan

BUPATI SOLOK SELATAN

MEMUTUSKAN :

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOLOK SELATAN TENTANG

BERPAKAIAN MUSLIM DAN MUSLIMAH DI KABUPATEN SOLOK

SELATAN

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :

1. Daerah adalah Kabupaten Solok Selatan.

2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur

Penyelenggara Pemerintahan.

3. Bupati adalah Bupati Solok Selatan.

4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah

Lembaga Permusyawaratan Rakyat Daerah sebagai unsur Penyelenggara

Pemerintahan Daerah.

5. Karyawan/Karyawati Pemerintah adalah orang yang bekerja pada Kantor

Pemerintah.

6. Pakaian Muslim dan Muslimah adalah pakaian yang bercirikan Islam.

7. Masyarakat Kabupaten Solok Selatan adalah orang yang berdomisili dan

bekerja di Kabupaten Solok Selatan.

BAB II

MAKSUD,TUJUAN DAN FUNGSI

Bagian Pertama

Maksud

Pasal 2

Maksud Berpakaian Muslim dan Muslimah bagi masyarakat merupakan

perwujudan seseorang atau masyarakat yang beriman dan bertaqwa kepada Allah

Subhanahu wa ta’ala serta taat mengamalkan Agama Islam sekaligus melestarikan

pakaian adat.

3

Bagian Kedua

Tujuan

Pasal 3

Tujuan berpakaian Muslim dan Muslimah adalah :

1) Membentuk sikap sebagai seorang Muslim dan Muslimah yang baik dan

berakhlak mulia;

2) Membiasakan diri berpakaian Muslim dan Muslimah dalam kehidupan sehari-

hari, baik dalam kehidupan berkeluarga maupun di hadapan umum;

3) Menciptakan masyarakat yang mencintai Budaya Islam dan Budaya

Minangkabau;

4) Melestarikan fungsi adat sesuai dengan pituah “syara’ mangato adat

memakai”.

Bagian Ketiga

Fungsi

Pasal 4

Fungsi berpakaian Muslim dan Muslimah adalah untuk menjaga kehormatan dan

harga diri, sebagai identitas Muslim dan Muslimah, serta untuk menghindari

kemungkinan terjadinya ancaman dan gangguan dari pihak lain.

BAB III

KEWAJIBAN DAN PELAKSANAAN

Bagian Pertama

Kewajiban

Pasal 5

Setiap Siswa/Siswi SD/MI, SMP/MTS, SMA/MA, SMK dan Karyawan/Karyawati

diwajibkan berbusana Muslim dan Muslimah, sedangkan bagi

Mahasiswa/Mahasiswi TNI dan Polri dan masyarakat umum adalah bersifat

himbauan.

Bagian Kedua

Pelaksanaan

Pasal 6

(1) Berpakaian Muslim dan Muslimah sebagaimana dimaksud pada pasal 5

dilaksanakan pada :

a. Kantor-kantor Pemerintah dan Swasta;

b. Sekolah-sekolah Negeri dan Swasta, mulai dari SD/MI, SMP/MTs,

SMA/MA, SMK;

c. Lembaga-lembaga Pendidikan Sekolah dan Luar Sekolah;

d. Acara-acara resmi;

(2) Bagi TNI Polri, Mahasiswa/Mahasiswi dan masyarakat umum dihimbau untuk

berpakaian muslim dan muslimah dalam kehidupan sehari-hari termasuk pada

acara hiburan umum.

4

Pasal 7 (1) Ketentuan mengenai pakaian Muslim dan Muslimah bagi Karyawan /

Karyawati pada Kantor Pemerintah dan Swasta sebagaimana tersebut dalam

pasal 6 ayat (1) huruf a adalah sebagai berikut :

A. KARYAWAN :

1) Memakai celana panjang ;

2) Memakai baju lengan panjang / pendek.

B. KARYAWATI :

1) Memakai baju lengan panjang yang menutupi pinggul;

2) Memakai rok atau celana panjang yang menutupi sampai mata kaki;

3) Memakai kerudung yang menutupi rambut, telinga, leher, tengkuk dan

dada.

(2) Pakaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tembus pandang, dan tidak

memperlihatkan lekuk-lekuk tubuh (tidak ketat), serta pusar tidak terbuka.

(3) Ketentuan mengenai Model Pakaian Muslim dan Muslimah diatur lebih lanjut

dengan Keputusan Bupati.

Pasal 8 (1) Ketentuan memakai Pakaian Muslim dan Muslimah bagi Siswa / Siswi

sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 ayat (1) huruf b adalah sebagai berikut :

A. LAKI-LAKI :

1) Memakai celana panjang;

2) Memakai baju lengan panjang / pendek.

B. PEREMPUAN :

Memakai baju lengan panjang yang menutup pinggul dan dada yang

dalamnya sampai lutut;

1) Memakai rok atau celana panjang yang menutupi sampai mata kaki;

2) Memakai kerudung yang menutup rambut, telinga, leher dan tengkuk

serta dada.

(2) Pakaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tembus pandang dan tidak

memperlihatkan lekuk-lekuk tubuh (tidak ketat) serta pusar tidak terbuka.

(3) Ketentuan mengenai model pakaian diatur lebih lanjut dengan Keputusan

Bupati.

Pasal 9 Ketentuan memakai pakaian Muslim dan Muslimah pada Lembaga Pendidikan

Sekolah dan Luar Sekolah sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 ayat (1) huruf c,

menyesuaikan dengan ketentuan yang berlaku pada Karyawan / Karyawati.

Pasal 10 Ketentuan memakai pakaian Muslim dan Muslimah pada Acara Resmi

sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 ayat (1) huruf d, menyesuaikan dengan jenis

acara dan ketentuan yang berlaku setempat.

5

BAB IV

S A N K S I

Pasal 11 Setiap pelanggaran terhadap ketentuan Peraturan Daerah ini dikenakan sanksi

sebagai berikut:

a. Bagi Karyawan / Karyawati / Dosen / Guru-guru dikenakan sanksi dengan

ketentuan Disiplin Pegawai.

b. Bagi Siswa / Siswi dikenakan sanksi secara bertingkat sebagai berikut :

1) ditegur secara Lisan;

2) ditegur secara tertulis;

3) diberitahukan kepada orang tua;

4) tidak dibolehkan mengikuti pelajaran di sekolah;

5) dikeluarkan / dipindahkan dari sekolah.

c. Bagi Panitia yang menyelenggarakan Acara Resmi, dikenakan sanksi berupa

teguran secara lisan agar Panitia menertibkan undangan;

BAB V

PEMBIAYAAN

Pasal 12 Pembiayaan untuk pelaksanaan Peraturan Daerah ini dibebankan pada Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah, kepada Orang Tua Murid / Siswa, masyarakat dan

bantuan lainnya yang sah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

BAB VI

PENGAWASAN

Pasal 13

Pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah ini dilakukan oleh Bupati dan

atau Pejabat lain yang ditunjuk serta Masyarakat.

BAB VII

KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 14

(1) Peraturan Daerah ini hanya berlaku bagi masyarakat yang beragama Islam dan

berdomisili dan atau bekerja di daerah Kabupaten Solok Selatan.

(2) Bagi Karyawan / Karyawati, Mahasiswa / Mahasiswi, Siswa / Siswi dan

Pelajar serta masyarakat yang tidak beragama Islam busananya menyesuaikan

dengan ketentuan yang berlaku bagi agama masing-masing.

BAB VIII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 15

(1) Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai

pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut oleh Bupati.

6

(2) Peraturan Daerah ini berlaku efektif 1 (satu) tahun sejak tanggal di undangkan.

Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan

Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten

Solok Selatan

Ditetapkan di Padang Aro

Pada Tanggal, 12 September 2005

BUPATI SOLOK SELATAN

SYAFRIZAL

Diundangkan di Padang Aro

Pada Tanggal, 13 Oktober 2005

SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN SOLOK SELATAN,

ROSMAN EFFENDI, SE,SH,MM,MBA

Pembina Tk. I. NIP. 010122943

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SOLOK SELATAN TAHUN 2005

NOMOR

1

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 4 TAHUN

2010

TENTANG

WAJIB BACA TULIS AL-QURAN BAGI SISWA SEKOLAH DASAR /

MADRASAH IBTIDAIYAH, SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA/

MADRASAH TSANAWIYAH DAN SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS

/ MADRASAH ALIYAH / SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN SERTA

CALON PENGANTIN YANG BERAGAMA ISLAM

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA BANJARMASIN,

Menimban: a. bahwa AI-Quran adalah kitab suci yang diturunkan Allah

Subhanahu wata’ala kepada Nabi Muhammad, sebagai salah satu

Rahmat yang tiada taranya bagi alam semesta, didalamnya

terkumpul wahyu Ilahi yang menjadi dasar hukum, petunjuk,

pedoman dan pelajaran serta ibadah bagi orang yang membaca,

mempelajari, mengimani serta mengamalkannya;

b. bahwa Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan

bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu

manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha

Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan

keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang

mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan

dan kebangsaan;

c. bahwa Pendidikan Alqur’an di Indonesia sebagai Sub Sistim

Pendidikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003

tentang Sistim Pendidikan Nasional, bercita-cita untuk

terwujudnya Insan Kamil atau Muslim Paripurna yang

mencerminkan ciri-ciri kualitas manusia seutuhnya;

d. bahwa kemampuan membaca Al-Quran bagi anak didik

merupakan bagian dari Pendidikan Agama Islam yang memiliki

arti Strategis untuk ikut mencerdaskan kehidupan bangsa,

khususnya dalam rangka menanamkan nilai-nilai Iman dan

Taqwa bagi generasi muda dan masyarakat pada umumnya;

e. bahwa dalam upaya meningkatkan pengetahuan dan pemahaman

serta pengamalan Al-Qur'an oleh seluruh lapisan masyarakat,

sesuai dengan Kitabbullah, maka dipandang perlu membentuk

Peraturan Daerah tentang Wajib baca tulis AL-Quran bagi Siswa

Sekolah Dasar / Madrasah Ibtidaiyah,Siswa Sekolah Menengah

Pertama / Madrasah Tsanawiyah dan Siswa Sekolah Menengah

Atas / Madrasah Aliyah / Sekolah Menengah Kejuruan Serta

Calon Pengantin yang beragama Islam

2

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1959 tentang Penetapan

Undang-Undang Darurat Nomor 3 Tahun 1953 tentang

Pembentukan Daerah Tingkat II di Kalimantan (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 1953 Nomor 9) sebagai Undang-

Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959

Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 1820);

2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3019);

3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi

Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003

Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 3886);

4. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4301);

5. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik

IndonesiaTahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 4389);

6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004

Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir

dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang

Perubahan kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 4844);

7. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1990 tentang Pendidikan

Dasar (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor

36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

3412) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah

Nomor 55 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Peraturan

Pemerintah Nomor 28 Tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 90,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3763);

8. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan

Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990

Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 3413) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan

Pemerintah Nomor 56 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas

Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1990 Pendidikan

Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998

Nomor 91, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 3746);

3

9. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian

Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah

Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);

10. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan

Agama dan Pendidikan Keagamaan (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2007 Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 4769);

Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Banjarmasin

Nomor 16 Tahun 1992 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di

Lingkungan Kotamadya Daerah Tingkat II Banjarmasin

(Lembaran Daerah Nomor 3 Tahun 1993 Seri D Nomor 2);

11. Peraturan Daerah Kota Banjarmasin Nomor 12 Tahun 2008

tentang Urusan Pemerintahan Yang Menjadi Kewenangan

Pemerintah Kota Banjarmasin (Lembaran Daerah Tahun 2008

Nomor 12, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 10);

12. Peraturan Daerah Kota Banjarmasin Nomor 15 Tahun 2008

tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah dan

Satuan Polisi Pamong Praja Kota Banjarmasin (Lembaran Daerah

Tahun 2008 Nomor 15, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 11);

dengan persetujuan bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA BANJARMASIN

dan

WALIKOTA BANJARMASIN

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG WAJIB BACA TULIS

AL-QURAN BAGI SISWA SEKOLAH DASAR /

MADRASAH IBTIDAIAH, SISWA SEKOLAH

MENENGAH PERTAMA/ MADRASAH TSANAWIYAH

DAN SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS / MADRASAH

ALIYAH / SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN SERTA

CALON PENGANTIN YANG BERAGAMA ISLAM

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :

1. Daerah adalah Daerah Kota Banjarmasin;

2. Pemerintah Kota adalah Pemerintah Kota Banjarmasin;

3. Wajib Baca adalah kemampuan seseorang untuk membaca huruf atau lambang,

baik huruf arab atau latin dan sebagainya;

4

4. Al-Qur'an adalah Kitab Suci yang berisi wahyu Allah SWT yang

diturunkanNya melalui Nabi Muhammad Rasulullah SAW dengan perantaraan

Malaikat Jibril dan membacanya menjadi ibadah;

5. Wajib Baca Tulis Al-Qur'an adalah upaya untuk menjadikan siswa dan

masyarakat pandai baca tulis Al-Qur’an dengan baik dan benar;

6. Wajib membaca AI-Qur'an dengan baik dan benar adalah Kemampuan

seseorang membaca Al-Qur'an dengan Fasih sesuai dengan Ilmu Tajwid;

7. Siswa Sekolah Dasar yang selanjutnya disingkat dengan Siswa SD, adalah

Siswa SD / Madrasah lbtidaiyah (MI) se Kota Banjarmasin;

8. Siswa Sekolah Menengah Pertama selanjutnya disingkat dengan Siswa SMP

adalah Siswa SMP /Madrasah Tsanawiyah (MTs) Se Kota Banjarmasin;

9. Siswa Sekolah Menengah Atas selanjutnya disingkat dengan Siswa SMA

adalah Siswa SMA / SMK / Madrasah Aliyah se Kota Banjarmasin;

10. Calon Pengantin adalah seorang laki-laki dan atau perempuan yang akan

melangsungkan pernikahan bagi yang beragama Islam;

11. Masyarakat adalah masyarakat Kota Banjarmasin;

12. Guru Agama dan Kepala Sekolah adalah Guru Agama Islam dan Kepala

Sekolah pada Sekolah Dasar/MI, SMP/MTs dan SMA/SMK/MA se Kota

Banjarmasin;

13. Kantor Kementerian Agama adalah kantor Kementerian Agama Kota

Banjarmasin;

14. Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat dengan PPNS adalah

Penyidik Pegawai Negeri Sipil dilingkungan Pemerintah Kota Banjarmasin

yang diangkat berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB II

MAKSUD, TUJUAN DAN FUNGSI

Pasal 2

Maksud wajib baca tulis Al-Quran bagi Siswa SD/MI, SMP/MTS, SMA/SMK/MA

serta Calon Pengantin yang beragama Islam adalah untuk membentuk Insan Kamil

atau Muslim / Muslimah yang Paripurna yang mencerminkan ciri-ciri kualitas

manusia seutuhnya sebagaimana yang terkandung dalam Al-Qur’an.

Pasal 3

Tujuan wajib baca tulis Al-Qur'an bagi Siswa SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK/MA

serta Calon Pengantin yang beragama Islam adalah :

a. Tujuan Umum

Tujuan Umum adalah agar setiap Siswa SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK/MA

serta Calon Pengantin dan masyarakat :

1. Memiliki sikap sebagai seorang muslim/muslimah yang baik dan berakhlak

mulia;

2. Memiliki sikap sebagai warga Negara Indonesia dan masyarakat yang baik,

berbudi luhur, berdisiplin dan bertaqwa kepada Allah Subhanahuwata'ala;

3. Mempunyai pengetahuan tentang dasar-dasar hidup beragama Islam serta

terampil dan taat dalam melaksanakan ibadah.

5

b. Tujuan Khusus

Tujuan Khusus wajib baca tulis Al-Qur'an adalah agar setiap Siswa SD/MI,

SMP/MTs, SMA/SMK/ MA serta calon pengantin :

1. Mampu baca tulis Al-Qur'an dengan baik dan benar serta terbiasa membaca

dan mencintai Al-Qur'an dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-

hari;

2. Mampu memahami dan menghapal ayat-ayat Al-Qur'an untuk bacaan-

Shalat sekaligus dalam rangka memakmurkan dan mencintai Mesjid,

Mushalla/langgar, serta dapat menjadi imam yang baik dalam Shalat.

Pasal 4

Fungsi wajib baca tulis Al-Qur'an dengan baik dan benar adalah sebagai wahana

menanamkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah Subhanahuwata'ala bagi

Siswa SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK/MA serta Calon Pengantin dan masyarakat

adalah dalam rangka membentuk Keluarga Sakinah, mawaddah, warrahmah.

BAB III

KEWAJIBAN DAN PENYELENGGARAAN KEGIATAN

Pasal 5

(1) Setiap Siswa SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK/MA yang akan menamatkan

jenjang pendidikan wajib baca tulis Al-Qur'an dengan baik dan benar.

(2) Wajib baca tulis Al-Qur'an dengan baik dan sebagaimana dimaksud ayat (1)

dengan klasifikasi:

a. Lancar baca tulis Al-Qur'an dengan mengenal Tajwid dasar;

b. Lancar baca tulis Al-Qur'an dengan mengenal Ilmu Tajwid dan Tartil;

c. Pandai dan fasih baca tulis Al-Qur'an sesuai dengan Ilmu Tajwid dan

mempunyai irama/seni yang baik sesuai dengan fitrahnya.

Pasal 6

(1) Setiap Sekolah mulai dari SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK/MA agar menambah

jam pelajaran Agama, yang dipergunakan khusus untuk mempelajari Al-Qur’an

melalui intrakurikuler.

(2) Selain kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap sekolah agar

mewajibkan kepada setiap siswa yang belum pandai baca tulis Al-Qur'an untuk

belajar baca tulis Al-Qur'an di MDA / MDW / MDU atau di TPA dan TPSA,

Masjid, Musholla/Langgar dan sebagainya.

(3) Kepada Pemerintah kota dan masyarakat serta orang tua siswa agar mendukung,

membantu dan memotivasi kelancaran belajar mengajar sebagaimana dimaksud

pada ayat (2).

Pasal 7

Ketentuan penyelenggaraan kegiatan sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 ayat (1)

adalah sebagai berikut:

a. Mengikuti kurikulum yang ditetapkan oleh instansi terkait;

b. Kurikulum yang dikembangkan khusus untuk wajib baca tulis Al-Qur'an

sebagai mata pelajaran baru bagi satuan pendidikan yang belum ada;

6

c. Tenaga Guru untuk melaksanakan pendidikan wajib baca tulis Al-Qur’an

adalah Guru Pendidikan Agama Islam satuan pendidikan yang bersangkutan

dan atau dari Guru yang ditunjuk oleh Pemerintah Daerah atau Guru

pembimbing TPA/ TPSA / MDA atau dari Guru Mengaji dan Tokoh masyarakat

setempat;

d. Sarana dan prasarana yang diperlukan diutamakan dari satuan pendidikan yang

bersangkutan.

Pasal 8

(1) Proses belajar mengajar secara operasional adalah tanggung jawab guru atau

tenaga pendidik . sedangkan pembinaannya secara umum adalah tanggung

jawab Pemerintah Daerah dan secara teknis adalah tanggung jawab Kantor

Kementerian Agama, Dinas Pendidikan dan Lembaga informal lainnya.

(2) Penilaian atas wajib baca tulis Al-Qur’an dititik beratkan pada kemampuan baca

tulis Al-Qur’an dengan baik dan benar sesuai dengan tingkat pendidikannya.

(3) Penilaian bagi siswa yang mengikuti pendidikan wajib baca tulis Al-Qur’an

melalui Instansi terkait.

(4) Penilaian hasil belajar bagi siswa SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK/MA sederajat

yang mengikuti pendidikan wajib baca tulis Al-Qur'an, sebagai mata pelajaran

baru, ditulis sebagai mata pelajaran tersendiri dan memiliki nilai tersendiri bagi

satuan pendidikan yang belum ada.

Pasal 9

(1) Hasil penilaian pendidikan wajib baca tulis Al-Qur'an sebagaimana dimaksud

pada Pasal 8, pada akhir pendidikan kepada setiap Siswa SD/MI, SMP/MTs,

SMA/SMK/MA dan sederajat diberikan Sertifikat setelah dilaksanakan

pengujian/ evaluasi oleh satuan pendidikan yang bersangkutan.

(2) Sertifikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikeluarkan oleh Walikota

atau pejabat yang ditunjuk berdasarkan rekomendasi dari Satuan Pendidikan

yang bersangkutan.

(3) Sertifikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang berhubungan dengan

MI,MTs, dan MA harus mendapatkan rekomendasi dari Kementrian Agama

Kota Banjarmasin.

Pasal 10

(1) Setiap pasangan calon Pengantin yang akan melaksanakan pernikahan

wajib baca tulis Al-Qur'an dengar baik dan benar.

(2) Kemampuan baca tulis Al-Qur'an sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dibuktikan dihadapan Pegawai Pencatat Nikah (PPN) atau dihadapan Pembantu

Pegawai Pencatat Nikah (P3N) yang bertugas membimbing acara pernikahan

tersebut.

BAB IV

S A N K S 1

Pasal 11

(1) Bagi setiap tamatan SD/MI dan atau SMP/MTs yang akan melanjutkan

pendidikan pada jenjang pendidikan berikutnya, temyata tidak mampu baca

tulis Al-Qur'an dengan baik dan benar dan atau tidak memiliki sertifikat wajib

7

baca tulis Al-Qur'an, maka yang bersangkutan tidak/belum dapat diterima pada

jenjang pendidikan tersebut.

(2) Pengecualian terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah

apabila siswa yang bersangkutan yang diketahui oleh orang tua atau walinya

menyatakan kesanggupannya untuk mengikuti program khusus belajar baca

tulis Al-Qur'an, baik yang diadakan di satuan pendidikan tersebut atau pada

tempat lain.

(3) Bagi Calon Pengantin yang tidak bisa baca tulis Al-Qur'an dengan baik dan

benar di hadapan PPN atau Pembantu PPN sebagaimana dimaksud pada Pasal

10 ayat (2), maka Pelaksanaan Nikahnya tetap dilangsungkan dengan membuat

surat pernyataan sanggup belajar baca tulis Al-Qur’an.

Pasal 12

(1) Apabila Sertifikat yang dikeluarkan sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 ayat

(2) ternyata mengandung kepalsuan, dikenai sanksi administrasi atau pidana.

(2) Sanksi sebagairnana dimaksud ayat (1) bagi Pegawai Negeri Sipil dapat

dikenakan Sanksi / Hukuman Disiplin sesuai dengan Peraturan Pemerintah

Nomor 30 Tahun 1980 atau peraturan disiplin lainnya yang berlaku, sedangkan

bagi yang bukan Pegawai Negeri Sipil dapat dikenakan Sanksi / Hukuman

sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

BAB V

KETENTUAN PIDANA DAN PENYIDIKAN

Pasal 13

(1) Barang siapa yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan Peraturan

Daerah ini diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan

dan atau denda setinggi-tingginya Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah).

(2) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini merupakan

Tindak Pidana Pelanggaran.

Pasal 14

(1) Selain Pejabat Penyidik Umum, penyidikan atas Tindak Pidana sebagaimana

dimaksud Pasal 13 Peraturan Daerah ini dapat juga dilakukan oleh Penyidik

Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Daerah yang pengangkatannya

ditetapkan sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

(2) Dalam melakukan Tugas penyidikan, Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil

sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini berwenang :

a. Menerima Laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak

pidana;

b. Melakukan tindakan pertama pada saat itu ditempat kejadian dan melakukan

pemeriksaan;

c. Menyuruh berhenti seseorang tersangka dari kegiatannya dan memeriksa

tanda pengenal diri tersangka;

d. Melakukan penyitaan benda dan atau surat;

e. Mengambil Sidik jari dan memotret seseorang;

f. Memanggil seseorang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau

saksi;

8

g. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan

pemeriksaan perkara;

h. Mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat petunjuk dari

penyidik umum bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut

bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui penyidik umum

memberitahukan hal tersebut kepada penuntut Umum, tersangka atau

keluarganya;

i. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat

dipertanggungjawabkan.

(3) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud ayat (2) Pasal ini

membuat Berita Acara setiap tindakan tentang :

a. Pemeriksaan tersangka;

b. Pemasukan Rumah;

c. Penyitaan Benda;

d. Pemeriksaan Surat;

e. Pemeriksaan Saksi;

f. Pemeriksaan di tempat kejadian.

(4) Berita Acara sebagaimana dimaksud ayat (3) Pasal ini diteruskan kepada

Kejaksaan Negeri melalui Penyidik Umum Polisi Republik Indonesia.

BAB VI

PEMBIAYAAN

Pasal 15

Pembiayaan untuk pelaksanaan pendidikan wajib baca tulis Al-Qur'an dibebankan

pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, kepada Orang Tua Murid /

Siswa, masyarakat dan bantuan lainnya yang sah sesuai dengan ketentuan yang

berlaku.

BAB VII

PENGAWASAN

Pasal 16

(1) Pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah ini dilakukan oleh

Walikota dan atau Pejabat lain yang ditunjuk.

(2) Pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah yang berhubungan dengan

MI,MTs, dan MA serta calon pengantin dilakukan oleh Kementerian Agama

Kota.

(3) Walikota dalam rangka melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dan ayat (2) dapat membentuk Tim Pengawasan Terpadu.

9

BAB VIII

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 17

(1) Peraturan Daerah ini hanya berlaku bagi masyarakat yang beragama Islam sehat

jasmani dan rohani yang berdomisili di Daerah serta masyarakat yang akan

melaksanakan pernikahan di Daerah.

(2) Bagi siswa yang tidak beragama Islam agar dapat menyesuaikan dengan

tuntunan dan ketentuan yang berlaku bagi agama yang dianutnya.

Pasal 18

Sertifikat wajib baca tulis Al-Qur’an merupakan salah satu persyaratan untuk

dapat diterima pada jenjang pendidikan SMP/MTs dan SMA/SMK.

BAB IX

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 19

(1) Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai

pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut oleh Walikota.

(2) Peraturan Daerah ini mulai berlaku efektif 1 (satu) tahun sejak tanggal

diundangkan.

Agar setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan pengundangan

Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota

Banjarmasin.

Ditetapkan di Kota Banjarmasin

Pada tanggal 10 Maret 2010

WALIKOTA BANJARMASIN,

H. A. YUDHI WAHYUNI

Diundang di Banjarmasin

Pada tanggal 22 Maret 2010

SEKRETARIS DAERAH KOTA BANJARMASIN,

H. DIDIT WAHYUNIE

LEMBARAN DAERAH KOTA BANJARMASIN TAHUN 2010 NOMOR 4