bab i pendahuluan a. alasan pemilihan...

15
1 BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Dalam hukum acara pidana ada beberapa runtutan proses hukum yang harus dilalui, salah satunya yaitu proses penyidikan. Proses Penyidikan adalah tahapan-tahapan tindakan yang dilakukan oleh penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana untuk mencari serta mengumpulkan alat bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Penyidikan dilaksanakan oleh penyidik. Dengan tegas Bab 1 tentang Ketentuan Umum Pasal 1 angka 1 jo Pasal 6 ayat (1) KUHAP, Bab 1 Pasal 1 angka 10 dan 11 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 disebutkan bahwa penyidik adalah pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan. 1 Salah satu kewenangan penyidik 2 yaitu melakukan penahanan terhadap tersangka. Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan yang patut diduga sebagai pelaku tindak pidana. 3 Pengertian lain tentang tersangka yaitu setiap orang karena fakta-fakta atau 1 Lilik Mulyadi, Hukum Acara Pidana Normatif, Teoritis, Praktik dan Permasalahannya, Penerbit P.T Alumni, Bandung , 2007, hal; 54. 2 Selain itu kewenangan penyidik antara lain menerima pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana, melakukan tindakan pertama pada saat di TKP, menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka, melakukan pemeriksaan dan pemeriksaan dan penyitaan surat, mengambil sidik jari dan memotret seorang, memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi, mendatangkan orang ahli dalam pemeriksaan perkara, mengadakan penghentian penyidikan serta mengadakan tindakan lain menurut hukum bertanggung jawab. 3 Pasal 1 angka 14 KUHAP.

Upload: tranminh

Post on 06-Mar-2019

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judulrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6810/1/T1_312008084_BAB I.pdf · Dalam Pasal 45 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997, disebutkan bahwa

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Alasan Pemilihan Judul

Dalam hukum acara pidana ada beberapa runtutan proses hukum yang

harus dilalui, salah satunya yaitu proses penyidikan. Proses Penyidikan adalah

tahapan-tahapan tindakan yang dilakukan oleh penyidik dalam hal dan menurut

cara yang diatur dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana untuk mencari serta

mengumpulkan alat bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak

pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Penyidikan dilaksanakan

oleh penyidik. Dengan tegas Bab 1 tentang Ketentuan Umum Pasal 1 angka 1 jo

Pasal 6 ayat (1) KUHAP, Bab 1 Pasal 1 angka 10 dan 11 Undang-Undang Nomor

2 Tahun 2002 disebutkan bahwa penyidik adalah pejabat Polisi Negara Republik

Indonesia atau Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh

undang-undang untuk melakukan penyidikan.1

Salah satu kewenangan penyidik2 yaitu melakukan penahanan terhadap

tersangka. Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya,

berdasarkan bukti permulaan yang patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.3

Pengertian lain tentang tersangka yaitu setiap orang karena fakta-fakta atau

1 Lilik Mulyadi, Hukum Acara Pidana Normatif, Teoritis, Praktik dan Permasalahannya, Penerbit

P.T Alumni, Bandung , 2007, hal; 54. 2 Selain itu kewenangan penyidik antara lain menerima pengaduan dari seorang tentang adanya

tindak pidana, melakukan tindakan pertama pada saat di TKP, menyuruh berhenti seorang

tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka, melakukan pemeriksaan dan pemeriksaan

dan penyitaan surat, mengambil sidik jari dan memotret seorang, memanggil orang untuk didengar

dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi, mendatangkan orang ahli dalam pemeriksaan perkara,

mengadakan penghentian penyidikan serta mengadakan tindakan lain menurut hukum bertanggung

jawab. 3 Pasal 1 angka 14 KUHAP.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judulrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6810/1/T1_312008084_BAB I.pdf · Dalam Pasal 45 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997, disebutkan bahwa

2

keadaan-keadaan menunjukkan ia patut diduga bersalah melakukan suatu tindak

pidana.4 Yang dimaksud tersangka disini tidak terbatas pada orang dewasa saja

tetapi juga terhadap tersangka anak.

Lebih lanjut yang dimaksud anak menurut Undang-Undang Pengadilan

Anak yaitu orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai umur 8 (delapan)

tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah

kawin. 5

Anak yang melakukan tindakan pelanggaran atau kejahatan sebagai anak

nakal (delinqent) timbul karena dari segi pribadinya mengalami perkembangan

fisik dan perkembangan jiwa. Emosinya yang tidak stabil, mudah tersinggung dan

mempengaruhi dirinya yang kadang-kadang melakukan perbuatan dimana dapat

menimbulkan kerugian pada orang lain dan dirinya sendiri. Kenakalan anak-anak

yang terkadang dianggap wajar ternyata tidak jarang menyebabkan anak-anak

tersebut melakukan tindak kejahatan yang melanggar hukum diusia mereka yang

masih muda. Akibat dari kenakalan anak tersebut, maka sang anak harus

berurusan dengan polisi dan mereka harus menjalani proses pemeriksaan dan

bahkan sampai penahanan oleh penyidik.

Dalam Pasal 45 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997, disebutkan bahwa

penahanan dilakukan setelah dengan sungguh-sungguh mempertimbangkan

kepentingan anak dan/atau kepentingan masyarakat. Berdasarkan pada ketentuan

tersebut, maka dalam melakukan tindakan penahanan penyidik harus terlebih

dahulu mempertimbangkan dengan matang semua akibat yang akan dialami oleh

4 Lilik Mulyadi, Op.Cit, hal: 50.

5 Pasal 1 Ayat (1), Undang-Undang Nomor 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judulrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6810/1/T1_312008084_BAB I.pdf · Dalam Pasal 45 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997, disebutkan bahwa

3

si anak dari tindakan penahanan, dari segi kepentingan anak, serta

mempertimbangkan adanya unsur kepentingan masyarakat yakni rekomendasi

dari BAPAS ketika akan melakukan proses penahanan.

KUHAP mengatur khususnya dalam bab V bagian kedua tentang

penahanan, disana dikatakan untuk kepentingan penyidikan, penyidik atau

penyidik pembantu atas perintah penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11

berwenang melakukan penahanan.

Penyidik ketika akan melakukan penahanan seharusnya melihat dalam

Pasal 21 ayat (4) KUHAP disana dikatakan:

Penahanan tersebut hanya dapat dikenakan terhadap tersangka atau

terdakwa yang melakukan tindak pidana dan atau percobaan maupun pemberian

bantuan dalam tindak pidana tersebut dalam hal tindak pidana itu diancam dengan

pidana penjara lima tahun atau lebih.

Penyidik juga harus memperhatikan Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang No

3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, bahwa Pidana penjara yang dapat

dijatuhkan kepada Anak Nakal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2

huruf a, paling lama ½ (satu per dua) dari maksimum ancaman pidana penjara

bagi orang dewasa. Dengan ancaman ½ dari pidana dewasa, maka seharusnya

polisi tidak bias melakukan penahanan.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judulrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6810/1/T1_312008084_BAB I.pdf · Dalam Pasal 45 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997, disebutkan bahwa

4

Ketentuan penahanan dalam UU Perlindungan Anak pada Pasal 16 Ayat

(3) dikatakan penangkapan, penahanan, atau penjara anak hanya dilakukan apabila

sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai upaya

terakhir. Penyidik harus mempertimbangkan kepentingan anak dan/atau

kepentingan BAPAS sebelum melakukan penahanan kepada tersangka anak dan

juga mempertimbangkan hak-hak tersangka, adapun hak-hak bagi tersangka anak

dapat diperinci sebagai berikut Pasal 51 ayat (1) dan ayat (2) UU No 3 Tahun

1997 tentang Pengadilan Anak:

a) Setiap anak nakal sejak saat ditangkap atau ditahan berhak mendapat

bantuan hukum dari penasehat hukum selama pemeriksaan.

b) Selama anak ditahan, kebutuhan jasmani, rohani dan sosial anak

harus tetap dipenuhi.

c) Tersangka anak berhak mendapat pemeriksaan oleh penyidik dan

selanjutnya dapat diajukan ke penuntut umum.

d) Untuk mempersiapkan pembelaan, tersangka anak berhak diberitahu

dengan jelas dalam bahasa yang mudah dimengerti tentang apa yang

disangkakan kepada anak tersebut pada waktu pemeriksaan dimulai.

Pembedaan perlakuan dan ancaman yang diatur dalam perundang-

undangan yang ada dimaksudkan untuk lebih melindungi dan mengayomi anak

agar dapat menyongsong masa depannya yang masih panjang. Selain itu,

pembedaan tersebut dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada anak agar

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judulrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6810/1/T1_312008084_BAB I.pdf · Dalam Pasal 45 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997, disebutkan bahwa

5

melalui pembinaan akan memperoleh jati dirinya untuk menjadi manusia yang

mandiri, bertanggung jawab, dan berguna bagi dirinya, keluarga, masyarakat,

bangsa dan Negara. 6

Dalam rangka melaksanakan peran tersebut, polisi sebagai salah satu

penegak hukum seharusnya berhati-hati dan bijaksana dalam melakukan

penyidikan terhadap anak yang diduga melakukan tindak pidana, penyidik

sebelum melakukan penahanan harus mempertimbangkan rekomendasi dari

BAPAS.

Menarik bagi penulis untuk menulis sekaligus meneliti tentang

pertimbangan penyidik dalam melakukan penahanan kepada tersangka anak

karena, apakah penahanan tersebut sudah sesuai dengan hukum positif yang

mengatur tentang penahanan terhadap tersangka anak yang terdapat dalam

Undang-Undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Atas alasan itulah maka penulis memilih judul:

“Pertimbangan Penyidik Dalam Melakukan Penahanan Kepada

Tersangka Anak di Polres Salatiga”

Judul skripsi yang membahas tentang penyidik pernah ditulis oleh saudara

Dedhy Surya D (312002050) dengan judul: “Perlakuan Penyidik Polri Terhadap

Tersangka Anak Dalam Proses Penyidikan di Polres Boyolali” skripsi yang ditulis

oleh Dedhy Surya fokusnya membahas mengenai perlakuan-perlakuan petugas

penyidik selama proses penyidikan terhadap anak yang duduga melakukan tindak

pidana yang didasarkan pasa Undang-undang No 3 Tahun 1997.

6 Penjelasan umum UU Pengadilan Anak.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judulrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6810/1/T1_312008084_BAB I.pdf · Dalam Pasal 45 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997, disebutkan bahwa

6

Namun dalam penulisan skripsi ini, lebih memfokuskan pada

pertimbangan-pertimbangan penyidik dalam melakukan penahanan kepada

tersangka anak, disamping itu penulis mengacu pada Undang-undang Nomor 23

Tahun 2002 tentang Perindungan Anak.

B. Latar Belakang Masalah

Kenakalan anak merupakan suatu perbuatan tidak sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku di dalam masyarakat. Tidak menutup

kemungkinan sebagian dari mereka melakukan sesuatu yang wajar akan tetapi

dampaknya justru merugikan orang lain bahkan dirinya sendiri. Dengan kata lain,

kenakalan dianggapnya sebagai sesuatu yang biasa dilakukan oleh seorang anak-

anak pada umumnya justru menjurus ke suatu tindak kejahatan yang mereka harus

berurusan dengan polisi.

Upaya-upaya perlindungan anak7 harus telah dimulai sedini mungkin agar

kelak dapat berpartisipasi secara optimal bagi pembangunan bangsa dan Negara.

Dalam Pasal 2 ayat (3) dan (4) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4

tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak ditentukan bahwa:8

“Anak berhak atas pemeliharaan maupun perlindungan baik semasa dalam

kandungan maupun sudah dilahirkan. Anak berhak atas perlindungan-

perlindungan lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau menghambat

7 Menurut Pasal 1 butir 2 UU Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, perlindungan

anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat

hidup, tumbuh, dan berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan

martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. 8 Lihat UU No 4 tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak pasal 1 ayat (1) huruf (a): kesejahteraan

anak adalah suatu tatanan kehidupan dan penghidupan yang dapat menjamin pertumbuhan dan

perkembangan yang wajar, baik secara rohani, jasmani maupun sosial”

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judulrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6810/1/T1_312008084_BAB I.pdf · Dalam Pasal 45 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997, disebutkan bahwa

7

pertumbuhan dan perkembangan dengan wajar” kedua ayat tersebut memberikan

dasar pemikiran bahwa perlindungan anak bermaksud untuk mengupayakan

perlakuan yang benar dan adil, untuk mencapai kesejahteraan anak.

Pasal 1 angka 2 UU No. 23 Tahun 2002 menentukan bahwa:

“Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan

melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang,

berpartisipasi secara optimal sesuai harkat dan martabat kemanusiaan, serta

mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Bertitik tolak pada konsep perlindungan yang utuh, menyeluruh dan

komprehensif maka undang-undang ini dalam hal ini Undang-undang No 23 tahun

2002 tentang Perlindungan Anak9 meletakkan kewajiban kepada anak berasaskan

Pancasila dan UUD 1945 serta prinsip-prinsip Konvensi hak anak yang meliputi:10

1. Non diskriminasi

2. Kepentingan yang terbaik bagi anak

3. Hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan dan

4. Penghargaan terhadap pendapat anak.

Setiap anak berhak untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum.

Penangkapan, penahanan, dan tindak pidana penjara anak hanya dilakukan apabila

sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai upaya

terakhir. Peraturan khusus mengenai perkara anak diatur di dalam Undang-

Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak11

, ketentuan ini meliputi

9 Selanjutnya disebut dengan UU Perlindungan Anak.

10 Lihat Undang-Undng RI No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pasal 2.

11 Selanjutnya disebut sebagai UU Pengadilan Anak.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judulrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6810/1/T1_312008084_BAB I.pdf · Dalam Pasal 45 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997, disebutkan bahwa

8

tata cara dalam penyidikan, penuntutan dan penahanan, serta pemidanaan. Dengan

adanya undang-undang ini diharapkan petugas yang menangani perkara anak,

khususnya dalam proses pemeriksaan penyidikan dapat memahami masalah anak

yang diduga melakukan tindak pidana sehingga anak tersebut tidak dirugikan

secara fisik maupun mentalnya.

Suatu kenakalan anak dapat dibedakan menjadi kenakalan biasa dan

kenakalan yang termasuk dalam kategori tindak pidana. Kenakalan biasa misalnya

main gitar dengan bernyanyi keras-keras dipinggir jalan sampai tengah malam,

kebut-kebutan dengan kendaraan di jalan umum, sedangkan kenakalan yang

merupakan tindak pidana yaitu seperti, mencuri ayam tetangga dapat dipidana

berdasarkan Pasal 362 KUHP, memperkosa teman sekolah diancam dengan Pasal

285 KUHP atau berkelahi dengan siswa sekolah lain dapat dihukum dengan Pasal

184 KUHP. Kasus kejahatan yang melibatkan anak akan membawa masalah dan

perhatian tersendiri, mengingat anak perkembangannya masih labil, maka

penanganannya masih perlu mendapat perhatian khusus selama pemeriksaan

penyidikan oleh penyidik Polri.

Dalam perkembangannya, tindakan-tindakan penyidik dalam kasus-kasus

yang mana melibatkan tersangka anak masih sering terjadi berbagai macam

permasalahan. Salah satu masalah di dalam penyidikan terhadap tersangka anak

yaitu masalah tindakan penahanan anak. Tindakan penahanan adalah penempatan

tersangka atau terdakwa ditempat tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judulrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6810/1/T1_312008084_BAB I.pdf · Dalam Pasal 45 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997, disebutkan bahwa

9

hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam

undang-undang ini (KUHAP).12

Ketika penyidik dihadapkan dengan penahanan khususnya penahanan

terhadap tersangka anak maka sejatinya ada beberapa hal yang menjadi dasar

ketika melakukan penahanan yaitu dasar hukum (dasar obyektif). Tindakan

penahanan yang dapat dikenakan terhadap tersangka/terdakwa yang melakukan

tindak pidana dan atau percobaan maupun pemberian bantuan dalam tindak

pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih, atau tindak

pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4) huruf b KUHAP.

Dasar obyektif untuk Undang-undang Pengadilan Anak, penahanan anak

yang dilakukan oleh penyidik terdapat pada Pasal 44 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3)

Undang-undang Pengadilan Anak, yaitu:

ayat (1) Untuk kepentingan penyidikan, Penyidik sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 41 ayat (1) dan ayat (3) huruf a, berwenang melakukan penahanan

terhadap anak yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti

permulaan yang cukup.

ayat (2) Penahanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya berlaku

untuk paling lama 20 (dua puluh) hari.

ayat (3) Jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) apabila

diperlukan guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, atas permintaan

12

HMA Kuffal, Penerapan KUHAP Dalam Praktik Hukum, Penerbit UMM Press, Malang, 2010,

Hal; 67.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judulrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6810/1/T1_312008084_BAB I.pdf · Dalam Pasal 45 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997, disebutkan bahwa

10

Penyidik dapat diperpanjang oleh Penuntut Umum yang berwenang, untuk paling

lama 10 (sepuluh) hari.

Dasar kepentingan (dasar subjektif), selain didasarkan ketentuan hukum

yang berlaku sebagai dasar obyektif, maka tindakan penahanan kepada tersangka

atau terdakwa juga didasarkan kepada kepentingan (keperluan), yaitu untuk

kepentingan penyidikan, untuk kepentingan penuntutan dan untuk kepentingan

pemeriksaan disidang pengadilan (Pasal 20 KUHAP), serta didasarkan pula pada

keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka/terdakwa akan

melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi

tindak pidana (Pasal 21 ayat (1) KUHAP).13

Berdasarkan ketentuan tersebut maka

tidak setiap tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak pidana dapat

dikenakan penahanan, apabila tindak pidana yang dilakukan tersebut diluar

ketentuan Pasal 21 ayat (4) KUHAP.

Selama proses penyidikan terhadap tersangka anak, penyidik wajib14

:

a) Penyidik memeriksa tersangka dalam suasana kekeluargaan.

b) Dalam melaksanakan tugas penyidikan terhadap anak nakal, maka

penyidik diwajibkan untuk meminta pertimbangan/saran dari

pembimbing kemasyarakatan, dan apabila diperlukan dapat juga

meminta pertimbangan atau saran dari ahli pendidikan, ahli kesehatan

jiwa, ahli agama atau petugas kemasyarakatan lainnya.

c) Proses penyidikan terhadap anak nakal wajib dirahasiakan.

13

Ibid, hal 68. 14

Pasal 42 UU Pengadilan Anak.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judulrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6810/1/T1_312008084_BAB I.pdf · Dalam Pasal 45 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997, disebutkan bahwa

11

Akan tetapi dilihat dari perkembangannya khususnya dalam hukum acara

pidana di Indonesia nampaknya anak seringkali diberikan perlakuan sewenang-

wenang. Penyidik yang menangani perkara anak dapat memperlakukan tersangka

anak secara tidak wajar selama proses penahanan berlangsung seperti misalnya sel

tahanan terhadap tersangka anak dicampur dengan tersangka dewasa. Di sisi lain,

sebagai subjek hukum maka sejatinya anak memiliki hak dan kewajiban. Hak

anak antara lain mendapat kasih sayang dan perhatian dari orang tua, mendapat

pendidikan dan pengajaran baik dari lingkungan keluarga maupun sekolah.

Kewajiban anak misalnya belajar, membantu orang tua, dan lain sebagainya. Oleh

karena itu, sejatinya penyidik harus mempertimbangkan faktor-faktor tersebut

dalam melakukan penahanan terhadap tersangka anak.

Sebagai penegak hukum, polisi harus menggunakan cara-cara yang lugas,

dan tegas, dalam rangka melaksanakan wewenang penyidik sebagaimana diatur

dalam Pasal 7 ayat (1) KUHAP yaitu:

a. menerima Iaporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak

pidana;

b. melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian;

c. menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal

diri tersangka;

d. melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan;

e. melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judulrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6810/1/T1_312008084_BAB I.pdf · Dalam Pasal 45 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997, disebutkan bahwa

12

f. mengambil sidik jari dan memotret seorang;

g. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau

saksi;

h. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan

pemeriksaan perkara;

i. mengadakan penghentian penyidikan;

j. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

Dengan adanya Undang-undang Pengadilan Anak No 3 Tahun 1997, telah

mengatur hukum acara sendiri terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana. UU

Pengadilan Anak merupakan hukum khusus (lex specislis), KUHAP dan KUHP

merupakan hukum umum (lex generalis), ini berarti dalam asas-asas dan ajaran-

ajaran hukum pidana yang terkandung didalam KUHAP dan KUHP pun tetap

berlaku untuk Undang-Undang Pengadilan Anak.15

Undang-undang Pengadilan

Anak tersebut dimaksudkan agar POLRI khususnya petugas penyidik dalam

melakukan penyidikan terhadap tersangka anak yang diduga melakukan tindak

pidana, dapat menjadikan dasar pertimbangan dalam proses penyidikan. Sehingga

pemeriksaan terhadap tersangka anak tidak disamakan dengan orang dewasa,

tetapi lebih mengacu pada UU Pengadilan Anak khususnya yang dituangkan

dalam Bab V mengenai penyidikan.

15

Paulus Hadisuprapto, Peradilan Restroratif: Model Peradilan Anak Masa Datang, pidato

pengukuhan sebagai guru besar dalam bidang Kriminologi pada fakultas Hukum UNDIP

Semarang, 2006, hal. 10.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judulrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6810/1/T1_312008084_BAB I.pdf · Dalam Pasal 45 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997, disebutkan bahwa

13

Sedangkan dalam penahanan terhadap anak nakal, penyidik selama proses

pemeriksaan harus memperhatikan hal-hal antara lain dilakukan dengan sungguh–

sungguh mempertimbangkan kepentingan anak dan atau masyarakat dan tempat

tahanan harus dipisahkan dari tempat tahanan orang dewasa.16

Serta rekomendasi

dari BAPAS untuk melakukan penahanan, bahwa faktanya BAPAS sering

diabaikan (terlambat).

C. Rumusan Masalah

Berangkat dari latar belakang masalah diatas maka rumusan masalah

adalah:

Bagaimana pertimbangan penyidik dalam melakukan penahanan kepada tersangka

anak dikaitkan dengan Undang-undang Perlindungan Anak No 23 Tahun 2002 ?

D. Tujuan Penulisan

Untuk mengetahui pertimbangan penyidik ketika melakukan penahan

selama melakukan proses penyidikan kepada tersangka anak.

E. Metode Penelitian

1. Berdasarkan tujuan penelitian yang telah dirumuskan maka dalam penelitian ini

penulis menggunakan pendekatan yuridis sosiologis, yaitu penelitian berupa studi

empiris untuk menemukan mengenai proses terjadinya dan proses bekerjanya

16

Pasal 45 Undang-undang Pengadilan Anak.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judulrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6810/1/T1_312008084_BAB I.pdf · Dalam Pasal 45 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997, disebutkan bahwa

14

hukum.17

Dengan menggunakan pendekatan ini penulis akan melihat alasan

mengapa penyidik menahan tersangka anak.

2. Jenis Penelitian:

Penelitian Deskritif yaitu, merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk

memberikan data seteliti mungkin tentang manusia atau keadaan atau gejala-

gejala lainnya.18

3. Jenis dan sumber data:

Data primer:

Pengumpulan data dengan cara melakukan wawancara dengan petugas

kepolisian Kanit PPA Polres Salatiga.

Data sekunder:

Data sekunder diperoleh dari data/dokumen resmi yaitu putusan perkara pidana

anak oleh Pengadilan Negeri salatiga.

4. Teknik pengumpulan data:

Dilakukan penulis dengan dua cara, yaitu dengan melakukan wawancara serta

ditambah dengan studi pustaka. Penulis menggunakan beberapa metode sebagai

pedoman atau teknik pengumpulan data sebagai berikut:

a) Wawancara

17

Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum,, PT. Grafindo Persada, Jakarta, 1998, hal. 43. 18

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, PT. Grafindo Persada, Jakarta, 1998, hal. 10.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judulrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6810/1/T1_312008084_BAB I.pdf · Dalam Pasal 45 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997, disebutkan bahwa

15

Dilakukan dengan petugas Penyidik Perempuan dan Anak Polres Salatiga

b) Studi pustaka

Yaitu cara memperoleh data dengan membaca literatur guna memperoleh data

yang berkaitan dengan masalah yang dibahas.

F. Unit Amatan Dan Unit Analisis

1. Unit Amatan:

Sebagai unit amatan dalam penulisan ini yakni, Perkara pidana yang

tersangkanya anak, BAPAS.

2. Unit Analisis:

Pertimbangan Penyidik dalam melakukan penahanan kepada tersangka anak

dalam proses penyidikan di Polres Salatiga yang dikaitkan dengan Undang-

undang Perlindungan Anak.