bab i pendahuluan a. alasan pemilihan judulrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/2959/2/t1... ·...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Alasan pemilihan Judul
Anak merupakan generasi penerus bangsa, untuk itulah anak
memperoleh perhatian yang luar biasa tidak saja oleh negara akan tetapi
masyarakat dunia. Begitu pentingnya anak maka semua negara-negara di
dunia berfikir untuk mencari bentuk alternatif penyelesaian yang terbaik untuk
anak. Berbicara mengenai anak dan perlindungannya tidak akan pernah
berhenti sepanjang sejarah kehidupan, karena anak adalah generasi penerus
bangsa dan penerus pembangunan, yaitu generasi yang dipersiapkan
sebagai subjek pelaksana pembangunan yang bekelanjutan dan pemegang
kendali masa depan suatu negara, tidak terkecuali Indonesia.1 Kemudian
dalam konsideran bagian (a) Undang-undang No 3 tahun 1997 tentang
pengadilan anak, disana juga disebutkan bahwa
anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber
daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita
bangsa, dan tentunnya dalam perkembangan anak memerlukan
pembinaan dan perlindungan untuk menjamin pertumbuhan anak,
jadi disini memang anak masih sangat membutuhkan perlindungan
dan pembinaan ketika harus tumbuh dan berkembang.
Kepedulian terhadap eksistensi anak ini sangat mendapat
dukungan itu terbukti dengan diterimannya konvensi PBB Tentang Hak-
Hak Anak. Perlindungan anak Indonesia berarti melindungi potensi sumber
daya insani dan membangun manusia Indonesia seutuhnya, menuju
1 Penelitian Mandiri, Nashriana, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya,”Pertimbangan
Hakim Dalam menjatuhkan Putusan Pidana Penjara Terhadap Anak Pelaku Pidana Narkoba, hal
2-3.
2
masyarakat yang adil dan makmur, material spiritual berdasarkan Pancasila
dan UUD RI 1945.2
Upaya-upaya perlindungan anak3 harus telah dimulai sedini
mungkin, agar kelak dapat berpartisipai secara optimal bagi pembangunan
bangsa dan negara. Dalam Pasal 2 ayat (3) dan (4) Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak,
ditentukan bahwa :
“Anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan baik semasa
kandungan maupun sesudah dilahirkan. Anak berhak atas perlindungan-
perlindungan lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau
menghambat pertumbuhan dan perkembangan dengan wajar”. Kedua ayat
tersebut memberikan dasar pemikiran bahwa perlindungan anak
bermaksud untuk mengupayakan perlakuan yang benar dan adil, untuk
mencapai kesejahteraan anak.4
Pasal 1 angka 2 UU No. 23 Tahun 2002 menentukan
bahwa
“ Perlindungan Anak adalah Segala kegiatan untuk menjamin dan
melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh,berkembang,
dan berpartisipasi , secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi.
Perlindungan anak dapat juga diartikan sebagai segala upaya
yang ditujukan untuk mencegah, rehabilitasi dan memberdayakan anak
yang mengalami tindak perlakuan salah (child abused), eksploitasi, dan
2 Ibid., hal 2-3.
3 Menurut Pasal 1 butir 2 UU Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, perlindungan
anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat
hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. 4 Lihat undang-undang No 4 tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak Pasal 1 ayat (1) huruf (a):
“Kesejahteraan anak adalah suatu tatanan kehidupan dan penghidupan yang dapat menjamin
pertumbuhan dan perkembangan yang wajar, baik secara rohani, jasmani, maupu sosial “
3
penelantaran, agar dapat menjamin kelangsungan hidup dan tumbuh
kembang anak secara wajar, baik fisik, mental dan sosialnya.5”
Bertitik tolak pada konsep perlindungan yang utuh, menyeluruh
dan komprehensif maka undang-undang ini dalam hal ini Undang-Undang
No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak meletakan kewajiban
memberikan perlindungan kepada anak berasaskan Pancasila dan UUD
1945 serta prinsip-prinsip konvensi hak-hak anak yang meliputi:6
1. Non diskriminasi
2. Kepentingan yang terbaik bagi anak
3. Hak untuk hidup,kelangsungan hidup dan perkembangan
dan
4. Penghargaan terhadap pendapat anak
Penerapan prinsip-prinsip tersebut sebagaimana yang terdapat
dalam Undang-undang Republik Indonesia Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak Pasal 2, ketika dalam putusan yang dijatuhkan kepada
anak anak, prinsip- prinsip tersebut dalam prakteknya kurang mendapat
perhatian, karena didalam putusan yang penulis dapatkan di Pengadilan
negeri Salatiga, putusan yang dijatuhkan kepada anak pada umumnya
Putusan berakhir pada pidana penjara, sedangkan dalam Pasal 24 Undang-
Undang Republik Indonesia tahun 2002 tentang pengadilan anak, masih
ada alternative penjatuhan pidana, misalkan anak dikembalikan kepada
orang tua, atau ketika keadaan orang tua tidak memenuhi syarat, maka
5Gultom Maidin, Perlindungan hukum terhadap anak dalam sistem peradilan pidana anak Di
Indonesia, Refika aditama, Bandung.2008.. hal 34 6 Lihat Undang-Undang Ri No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan anak. Pasal 2.
4
anak bisa diserahkan ke Departemen social atau diserahkan kepada
Negara untuk mendapatkan pendidikan, pembinaan.
Dari hasil pra penelitiaan penulis dan dari data yang diperoleh
melalui putusan yang diambil di Pengadilan Negeri Salatiga, dalam
penjatuhan putusan, Hakim pada umumnnya menjatuhkan pidana penjara
ataupun percobaan kepada anak7, percobaan dalam artian putusan itu tidak
perlu dijalani ketika dalam masa percobaan anak tidak melakukan
tindakan-tindakan yang membuat dirinya harus berhadapan lagi dengan
hukum, tetapi ketika dalam masa percobaan anak melakukan tindak
pidana, maka putusan sebagaimana yang telah disebutkan harus dijalani
oleh si anak. Berat ringannya pidana terhadap anak tentunya menjadi
salah satu permasalahan yang sangat serius karena penjatuhan pidana ini
juga akan mempengaruhi keadaan anak. Dalam putusan yang telah
didapat oleh penulis, pidana yang dijatuhkan kepada anak yaitu pidana
penjara paling berat 7 (tujuh) bulan dan paling ringan 2 (dua) bulan,
sedangkan yang dijatuhkan putusan percobaan paling lama masa
percobaan 10(sepuluh) bulan dan paling sebentar 4(empat) bulan.
Dari hasil wawancara yang dilakukan penulis dengan Hakim
Pengadilan Negeri Salatiga, Hakim mengatakan bahwa dalam
menjatuhkan putusan Hakim telah memperhatikan kepentingan terbaik
bagi anak, sehingga dengan adannya putusan status anak menjadi jelas,
dengan demikian menurut Hakim sudah ada kepastian hukum yang
7 Lihat tabel 1 dan tabel 2 bab III hal 54-55
5
didapat oleh anak yang melakukan tindak pidana. Tetapi menurut penulis
sebenarnya penjatuhan tidaklah seharusnya pidana penjara mengingat
masih ada penjatuhan pidana alternatif, pidana alternatif tersebut adalah
sanksi tindakan yang berupa pengembalian kepada orang tua, atau anak
diserahkan kepada dinas sosial atau anak dijadikan anak Negara.
Dalam Penjelasan UU No. 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak
dirumuskan : Pemberian sanksi pidana atau tindakan terhadap anak
diusahakan agar anak dimaksud jangan dipisahkan dari orang tuanya.
Pengaturan ini menunjukkan bahwa pemisahan anak dari orangtuanya
sebagai upaya yang paling akhir, dengan kata lain sanksi pidana terutama
pidana penjara, merupakan jenis sanksi yang paling dihindari bagi anak
yang melakukan kenakalan, karena dampak yang ditimbulkannya.
Dampak berupa trauma psikologis, memunculkan stigmatisasi sebagai
anak „jahat‟ serta berpeluang menjadi residivis8.
Berdasarkan uraian yang telah dikemukan di atas maka penulis
tertarik untuk melakukan penelitian yang dituangkan ke dalam bentuk
skripsi dengan judul “PERTIMBANGAN HAKIM DALAM
MENJATUHKAN PUTUSAN PIDANA TERHADAP ANAK YANG
MELAKUKAN TINDAK PIDANA (studi kasus di Pengadilan Negeri
Salatiga)”, kemudian alasan penulis menjadikan kota Salatiga sebagai
sasaran penelitian dikarenakan untuk menghemat waktu,biaya dan tenaga,
selain itu data yang diperlukan untuk menjawab permasalahan yang akan
dibahas, semua dapat diakses dikota Salatiga, jadi penulis merasa tidak
perlu melakukan penelitian diluar Kota Salatiga.
8 Alit Kurniasari, Studi Penanganan Anak Berkonflik Hukum,
http://www.depsos.go.id/unduh/penelitian2007/200706.pdf, diakses tgl 7 juni 2012
6
Tabel perbandingan skripsi dan Tesis
Nama Rumusan Masalah Tujuan penelitian Metode Penelitian
Lusy Julnita Labulu
312008022
Bagaimana
Pertimbangan hakim
dalam menjatuhkan
putusan terhadap
tindak pidana yang
dilakukan oleh anak
Untuk mengetahui
pertimbangan hakim
dalam penjatuhan
putusan terhadap
tindak pidana yang
dilakukan oleh anak
dikaitkan dengan
hak-hak anak
Normatif
Novriyani todaga
312007037
Bagaimana peran
pemerintah dalam
pemenuhan hak-hak
anak pasca konflik
poso
Apa kendala-kendala
pemerintah dalam
pemenuhan hak-hak
anak pasca konflik
Untuk mengetahui
pemenuhan hak-hak
pasca konflik
Untuk mengetahui
kendala-kendala
dalam pemenuhan
hak-hak anak di poso
Sosio legal
Aris Ardiyanto
312003088
Apa peran komisi
perlindungan anak
indonesia (KPAI)
terhadap kasus
kekerasan anak
Untuk mengetahui
dan memahami
tentang pelaksanaan
atau peran KPAI
terhadap kasus
kekerasan anak dan
dapat
Yuridis sosiologis
Almin Rubut
Sujono,SH
Faktor-faktor apa saja
yang menjadi
pertimbangan hakim
dalam
rangka penjatuhan
sanksi terhadap anak
nakal.
Untuk mengetahui
faktor-faktor yang
menjadi
pertimbangan hakim
dalam rangka
menjatuhkan sanksi
terhadap anak nakal.
Yuridis sosiologis
7
B. Latar Belakang Masalah
Bagian yang tidak terpisahkan dari hukum pidana adalah masalah
pidana dan pemidanaan. Sifat pidana merupakan suatu penderitaan.
Pidana yang dijatuhkan bagi mereka yang dianggap bersalah merupakan
sifat derita yang harus dijalani, meskipun demikian sanksi pidana bukan
semata-mata bertujuan untuk memberikan efek derita.
Dari data putusan yang penulis peroleh dipengadilan Negeri
Salatiga, dalampenjatuhan putusan hakim juga memepertimbangkan
keadaan orang tua yang dalam setiap putusan dikemukakan bahwa orang
tua tidak lagi dapat memberikan kesejahteraan kepada anak, jika melihat
keadaan anak dalam setiap perkara anak sadar akan tindakan yang
dilakukan, kemuadian hasil litmaspun mempengaruhi putusan hakim,
dalam putusan uraian litmas yaitu pada umumnya keadaan orang tua yang
tidak lagi mampu memberikan kehidupan yang layak,
Perilaku anak yang tidak sesuai dengan norma/ penyelewengan
terhadap norma inilah yang dapat menimbulkan permasalahan di bidang
hukum dan merugikan masyarakat. Penyelewengan yang demikian
biasanya oleh masyarakat dicap sebagai suatu pelanggaran, bahkan
sebagai suatu kejahatan.9
Perlindungan terhadap anak bertujuan untuk menjamin
terpenuhnya hak-hak anak agar dapat hidup,tumbuh,berkembang,dan
9 Bambang Waluyo, Pidana dan pemidanaan, Sinar Grafika, Jakarta.2004. hal. 1
8
partisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusiaan,serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan disriminasi
demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas berakhlak mulia dan
sejahtera10
.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang
Pengadilan Anak,11
menyebutkan:
1. Pidana yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal ialah
pidana pokok dan pidana tambahan.
2. Pidana pokok yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal
ialah:
a. Pidana penjara;
b. Pidana kurungan;
c. Pidana denda; atau
d. Pidana pengawasan.
3. Selain pidana pokok sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2) terhadap anak nakal sdapat dijatuhkan pidana
tambahan, berupa perampasan barang-barang tertentu dan
atau pembayaran ganti rugi.
Menurut Adhi Satrija Nugroho, (Hakim pengadilan Negeri
Salatiga), mengatakan perlindungan anak merupakan suatu bidang
10
Lihat Pasal 3 Undang-Undang No 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak 11
Lihat Pasal 23 Undang-Undang N0 3 Tahun 1997 tentang pengadilan anak
9
Pembangunan Nasional. Melindungi anak adalah melindungi manusia,
dan membangun manusia seutuh mungkin.12
Hakekat Pembangunan Nasional adalah pembangunan manusia
Indonesia seutuhnya yang berbudi luhur. Mengabaikan masalah
perlindungan anak berarti tidak akan memantapkan pembangunan
nasional. Akibat tidak adanya perlindungan anak akan menimbulkan
berbagai permasalahan social yang dapat mengganggu penegakan hukum,
ketertiban, keamanan, dan pembangunan nasional. Maka, ini berarti
bahwa perlindungan anak harus diusahakan apabila kita ingin
mengusahakan pembangunan nasional yang memuaskan.13
Dari perkara tahun 2010-2011 yang diperoleh di Pengadilan
Negeri Salatiga terdapat 12 (dua belas) anak yang melakukan kejahatan.
Perbuatan pidana yang dilakukan oleh anak antara lain pencurian, karena
kelalainannya mengemudi kendaraan bermotor yang menyebabkan orang
lain meninggal dunia, penggelapan, kekerasan terhadap orang dan
penadahan, dan semua kejahatan tersebut diputus oleh Pengadilan dengan
penjatuhan pidana pada umumnya adalah pidana penjara.14
Dari semua
perkara tersebut pertimbangan hakim pada umunya menimbang bahwa
keadaan orang tua yang kurang mampu memberikan kehidupan yang
layak, anak memang sadar bahwa perbuatan yang dilakukan adalah
12
Wawancara 9 maret tahun 2012 di Pengadilan Negeri Salatiga Dengan Hakim Adhi Satrija
Nugroho. 13
Romli Atmasasmita (ed, Peradilan Anak di Indonesia. Mandar Maju, Bandung.1997. hal. 166. 14
Lihat table 1 dan 2 (table perkara Tindak Pidana Yang Dilakukan Oleh anak Tahun 2010-2011)
hal 59-60.
10
perbuatan yang melanggar hukum, jadi inilah alasan hakim menjatuhkan
putusan pidana penjara kepada anak.
Berdasarkan putusan yang diperoleh penulis di pengadilan Negeri
Salatiga menunjukkan bahwa usia anak yang melakukan tindak pidana
berkisar pada usia 15 – 17 tahun. Pidana yang dikenakan adalah pidana
penjara yang berkisar dari minimal 2(dua) bulan sampai maksimal
7(tujuh) bulan. Dalam penjatuhan putusan tersebut terlihat hakim
cenderung menjatuhkan pidana penjara dan ada beberapa putusan yang
penjatuhan pidanannya berupa masa perobaan. Namun demikian, tidak
berarti pidana penjara adalah sanksi yang paling tepat bagi anak. Melihat
hal tersebut maka terdapat masalah tentang penjatuhan pidana perampasan
kemerdekaan jangka pendek, dengan adannya masalah tersebut maka
sebenarnya anak yang melakukan tindak pidana sebenarnya penjatuhan
pidana kepada anak , Hakim tidak selalu harus menjatuhkan pidana
penjara karena dikhawatirkan akan mengakibatkan pertumbuhan
kepribadian anak tidak normal, mengganggu pendidikan formal anak,
berisiko besar mengakibatkan prisonisasi pada anak, dan juga pada masih
ada alternative lain yang dapat diberikan Hakim kepada anak yang
melakukan tindak pidana, misalnya menyerahkan anak tersebut kepada
orang tua,atau menyerahkan kepada Negara agar dapat mengikuti
pendidikan bagi anak yang masih bersatus pelajar, melakukan pembinaan
atau latihan kerja atau alternative lain misalnnnya menyerahkan kepada
11
Depatremen Sosial.15
Tetapi dari hasil wawancara dengan Hakim di
Pengadilan Negeri Salatiga, Hakim tidak mempermasalahkan tentang
pidana penjara jangka pendek, dengan alasan bahwa jika pidana penjara
tersebut lebih baik, dibandingkan anak dikembalikan kepada orang tua.16
Ditinjau dan segi filosofis, maka terdapat hal-hal yang saling
bertentangan terhadap tujuan dan perampasan kemerdekaan (penjara),
yang antara lain sebagai berikut: (1) Bahwa tujuan penjara yang pertama
adalah menjamin keamanan para narapidana, dan tujuan yang kedua
adalah memberikan kesempatan kepada narapidana untuk rehabilitasi. (2)
Bahwa fungsi penjara tersebut seringkali mengakibatkan dehumanisasi
pelaku tindak pidana dan pada akhirnya akan menimbulkan suatu
kerugian bagi narapidana tersebut untuk melanjutkan kehidupan secara
produktif didalam pergaulan masyarakat.
Oleh sebab itu di era reformasi ini, penjara diusahakan menjadi
suatu lembaga dengan pendekatan manusiawi, namun sifat aslinya sebagai
lembaga yang harus melakukan tindak pengamanan, pengendalian,
narapidana tidak dapat ditinggalkan begitu saja. Pada masa sekarang ini
maksud dijatuhkan pidana perampasan kemerdekaan adalah bahwa
dengan pidana itu dapat dilakukan pembinaan sedemikian rupa sehingga
setelah terpidana selesai menjalani pidananya diharapkan menjadi orang
yang Iebih baik dari sebelumnya. Namun, dalam kenyataannya makin
lama pidana penjara dijalani, maka kecenderungan untuk menjadi
15
Lihat Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang No 3 tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak. 16
Wawancara 30 july 2012 di Pengadilan Negeri Salatiga Dengan Hakim Adhi Satrija Nugroho
12
narapidana secara sempurna, memiliki kecenderungan untuk melakukan
tindak pidana Iebih lanjut setelah dia keluar dan penjara.
Ketika permasalahan pemidanaan anak tersebut dikaitkan dengan
hak-hak, seperti hak anak yang terdapat dalam undang-undang No 23
Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak khususnya yang terdapat dalam
Pasal 4, Pasal 14 dan Pasal 16 ayat (3) yang mengatakan:
Pasal 4 mengatakan bahwa setiap anak berhak untuk dapat hidup,
tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai
dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Pasal 14 “setiap anak berhak unntuk diasuh oleh orang tuannya
sendiri, kecuali jika ada alasan laindan/atau aturan hukum yang
sah menunjukan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan
terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir.
Pasal 16 ayat (3)penangkapan,penahanan, atau tindak pidana
penjara anak hanya dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang
berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir.
Kemudian selain Pasal 4, Pasal 14 dan Pasal 16 ayat (3) perlu juga
diperhatikan prinsip-prinsip konveksi hak-hak anak khususnya prinsip
mengenai kepentingan terbaik bagi anak dan hak untuk hidup,
kelangsungan hidup dan perkembangan maka pertimbangan Hakim dalam
penjatuhan putusan menjadi kajian yang sangat menarik. Pertimbangan
pidana dan perlakuan terhadap anak-anak yang melakukan tindak pidana
perlu mendapat perhatian khusus, sebab pada peradilan anak ini keputusan
13
hakim tersebut harus mengutamakan pada pemberian bimbingan edukatif
terhadap anak-anak disamping tindakan yang bersifat menghukum17
.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan maka
masalah penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:”Bagaimana
pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan berat ringannya pidana
yang disesuaikan dengan prinsip kepentingan terbaik bagi anak.
D. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan
terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh anak dikaitkan dengan hak-
hak anak dan juga untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan berat ringannya pidana yang
dikaitkan dengan kepentingan terbaik bagi anak.
E. Kegunaan Penelitian
1. Kegunaan Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan sumbangan
ilmiah bagi ilmu pengetahuan hukum khususnya pada hukum pidana
anak, pada umumnya dalam pengembangan hukum pidana.
2. Kegunaan Praktis
17
Wagiati soetodj, Hukum pidana anak, Refika Aditama, Bandung. 2006. hal 47
14
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan
kepada Hakim dalam memutus perkara anak, supaya dalam penjatuhan
pidana Hakim betul-betul memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak
.
F. Metode Penelitian
Agar tujuan dan manfaat penelitian ini dapat tercapai sebagaimana
yang telah direncanakan, maka untuk itu dibutuhkan suatu metode yang
berfungsi sebagai pedoman dalam melaksanakan kegiatan penelitian ini,
yakni:
1. Jenis penelitian dan Sifat penelitian
1. Jenis penelitian yang dilakukan Penulis adalah penelitian Yuridis
Normatif, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara
meneliti bahan pustaka atau data sekunder18
2. penelitian ini bersifat deskriptif analitis artinya hasil penelitian ini
berusaha memberikan gambaran secara menyeluruh, mendalam
tentang suatu keadaan atau gejala yang diteliti sekaligus
melakukan analisis. Penelitian ini dikatakan deskriptif analitis
karena dari hasil penelitian dapat diharapkan akan memberikan
gambaran dan kajian terhadap alasan-alasan penjatuhan sanksi
terhadap anak nakal berikut pertimbangan-pertimbangan yang
dijadikan dasar dalam memutus perkara anak nakal maupun
segala problem yuridis yang melingkupinya, dan dikatakan
18
Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, PT
Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1994, h.13
15
analitis karena setiap data yang diperoleh akan dianalisis dari
aspek yuridis.19
1. Bahan Hukum
Bahan-bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini antara
lain :
a. Bahan hukum primer
Bahan primer yaitu data yang diperoleh langsung dari
lapangan, dengan cara wawancara (interview) mendalam
dilakukan terhadap kunci informan agar data yang diperoleh
dapat menjawab permasalahan dalam penelitian, sangat
dipahami bahwa dalam penerapannya, wawancara mendalam
memerlukan sesuatu keahlian dan ketrampilan tertentu dari
pihak pewawancara20
.
b. Bahan Hukum Sekunder
Data sekunder adalah bahan-bahan kepustakaan yang terkait
dengan objek penelitian seperti: Undang-Undang no.23 tahun
2002 tentang Perlindungan Anak, Undang-Undang Nomor 3
Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak, Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, Undang-
19 Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia
Indonesia,Jakarta,1988,hal.52. 20
Ibid., hal 231
16
Undang Nomor 48 Tahun2009 tentang Kekuasaan
kehakiman, buku-buku hukum, termasuk skripsi, tesis, dan
disertasi hukum dan jurnal-jurnal hukum. Disamping itu juga,
kamus-kamus hukum dan komentar-komentar atas putusan
pengadilan.21
a. Bahan hukum tersier
Yaitu bahan hukum yang mendukung bahan hukum sekunder
yang berasal dari kamus, indek kumulatif, terminologi hukum.
2. Lokasi penelitian
Penulis menetapkan Salatiga sebagai lokasi dalam
penelitian ini dikarenakan lokasi yang dipilih memenuhi syarat
untuk dapat melaksanakan penelitian tersebut. Dalam hal ini di
Pengadilan Negeri Salatiga.
G. Unit Amatan
Unit amatan dalam penulisan ini adalah putusan perkara pidana
anak dibawah umur di Pengadilan Negeri Salatiga tahun 2010 sampai
dengan 2011, serta Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP),
Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak, Undang-
Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dan Undang-
Undang No. 48 tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.
21
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian hukum, Kencana Perenada Media Group, Jakarta. 2008.
hal. 155
17
H. Unit Analisa
Unit analisa dalam penulisan ini adalah Pertimbangan Hakim
dalam putusan kasus perkara pidana anak dibawah umur di Pengadilan
Negeri Salatiga tahun 2010 dan Tahun 2011